PENGARUH POHON INDUK, NAUNGAN DAN PUPUK TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SUREN (Toona sinensis Roem.) RIKA RUSTIKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH POHON INDUK, NAUNGAN DAN PUPUK TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SUREN (Toona sinensis Roem.) RIKA RUSTIKA"

Transkripsi

1 PENGARUH POHON INDUK, NAUNGAN DAN PUPUK TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SUREN (Toona sinensis Roem.) RIKA RUSTIKA DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

2 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Pohon Induk, Naungan dan Pupuk Terhadap Pertumbuhan Bibit Suren (Toona sinensis Roem.) adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dari kutipan karya yang diterbitkan maupun tidak dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi. Bogor, Mei 2008 Rika Rustika E

3 RINGKASAN RIKA RUSTIKA. E Pengaruh Pemberian Naungan dan Perlakuan Pupuk Terhadap Pertumbuhan Bibit Suren (Toona sinensis Roem.). Dibimbing oleh Dr. Ir. Iskandar. Z. Siregar, M.For, Sc. dan Dharmawati. F. Djam an. Suren merupakan jenis andalan Jawa Barat yang ditengarai mulai langka keberadaannya (Kurniawaty 2006), sehingga diperlukan suatu upaya budidaya diantaranya dengan mencoba beberapa perlakuan yang tepat untuk memacu pertumbuhan semai suren. Suren belum diperbanyak secara luas, namun demikian mengingat kegunaan dari jenis kayu ini, tidak tertutup kemungkinan untuk dikembangkan secara luas di masa mendatang. Selain itu, suren memiliki potensi untuk digunakan sebagai salah satu jenis tanaman rehabilitasi lahan terdegradasi. Namun saat ini, informasi mengenai pembibitan guna pengadaan bibit suren berkualitas dirasa masih kurang. Dalam rangka pengadaan informasi teknik-teknik pembibitan suren, maka dilakukan penelitian mengenai pengaruh pemberian pupuk dan naungan terhadap mutu jenis bibit suren (Toona sinensis Roem.). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon suren terhadap perlakuan pupuk dan naungan. Penelitian dirancang dalam dua percobaan, pada Percobaan 1 rancangan yang digunakan adalah Rancangan Petak Terbagi (Split Plot design) dengan petak utama adalah naungan dan anak petak adalah pemberian pupuk. Setiap kombinasi diulang sebanyak tiga kali dengan unit percobaan masing-masing adalah 20 unit, sehingga jumlah keseluruhan yang diamati sebanyak 960 bibit. Variabel yang diamati adalah pertambahan tinggi, pertambahan diameter, Berat Kering Total (BKT), Nisbah Pucuk Akar (NPA) dan indeks mutu bibit suren. Pada Percobaan 2, rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan satu faktor yaitu pohon induk. Pohon induk yang digunakan sebanyak 10 pohon, dengan ulangan tiga kali dan masing-masing ulangan terdiri dari 10 unit pengamatan, sehingga jumlah keseluruhan unit pengamatan pada Percobaan 2 adalah 300 unit. Variabel yang diamati pada Percobaan 2 yaitu pertambahan tinggi dan diameter semai suren. Data yang diperoleh dari Percobaan 1 dan 2 dianalisis dengan bantuan program Costat versi Hasil sidik ragam pada Percobaan 1 menunjukkan bahwa, pemberian naungan memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertambahan tinggi dan diameter bibit suren. Hasil uji Duncan memperlihatkan, pemberian tanpa naungan berbeda nyata dengan pemberian naungan terhadap pertambahan tinggi dan diameter bibit suren. Menurut Gardner (1991), cahaya berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan batang, sedangkan menurut Daniel et al. (1987), cahaya berpengaruh langsung pada pertumbuhan pohon melalui intensitas, kualitas dan lama penyinaran. Analisis sidik ragam terhadap pemberian pupuk menunjukkan bahwa, pemberian pupuk mempengaruhi Berat Kering Total (BKT), Nisbah Pucuk Akar (NPA) dan Indeks Mutu Bibit (IMB) suren. Berdasarkan uji Duncan, pemberian pupuk kandang memberikan hasil yang berbeda nyata jika dibandingkan dengan pemberian pupuk lainnya. Sedangkan interaksi antara perlakuan naungan dan

4 perlakuan pupuk memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertambahan diameter bibit suren. Menurut Hakim et al. (1986) pupuk kandang memiliki ciri lambat bereaksi karena sebagian besar zat makanan harus mengalami perubahan terlebih dahulu sebelum diserap oleh tanaman, pupuk kandang memiliki efek residu, yaitu hanya dapat berangsur angsur bebas sehingga tersedia bagi tanaman secara terus-menerus dan pupuk kandang dapat memperbaiki struktur tanah dan menambah bahan organik tanah. Pada Percobaan 2, faktor pohon induk memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap pertambahan tinggi dan diameter semai suren. Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa, pohon induk M 10 berbeda nyata dengan pohon induk lainnya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Buana (2007) dilaporkan bahwa pohon induk memberikan pengaruh yang nyata terhadap variabel pertambahan tinggi dan diameter serta Nisbah Pucuk Akar pada tanaman Khaya (Khaya anthoteca C. DC). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan naungan memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertambahan tinggi dan pertambahan diameter bibit suren. Perlakuan pupuk berpengaruh nyata terhadap Berat Kering Total (BKT), Nisbah Pucuk Akar (NPA) dan indeks mutu bibit suren. Perlakuan tanpa naungan merupakan perlakuan yang merupakan perlakuan yang paling baik untuk meningkatkan pertambahan tinggi dan diameter bibit suren. Perlakuan pupuk kandang memberikan hasil yang paling baik dalam meningkatkan Berat Kering Total (BKT) dan pohon suren no. 10 merupakan pohon yang memiliki kualitas benih yang baik diantara pohon yang lainnya Kata kunci: Suren (Toona sinensis Roem.), naungan, pupuk.

5 PENGARUH POHON INDUK, NAUNGAN DAN PUPUK TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SUREN (Toona sinensis Roem.) Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor Oleh : Rika Rustika E DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

6 Judul Skripsi : Pengaruh Pohon Induk, Naungan dan Pupuk Terhadap Pertumbuhan Bibit Suren (Toona sinensis Roem.) Nama : Rika Rustika NRP : E Menyetujui, Komisi Pembimbing Ketua, Anggota, Dr.Ir.Iskandar Z. Siregar, M.For.Sc NIP : Dra. Dharmawati. F. Djam an NIP : Mengetahui : Dekan Fakultas Kehutanan IPB Dr. Ir. Hendrayanto, M. Agr. NIP : Tanggal...

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat, pada tanggal 24 Juli 1984 sebagai putri pertama pasangan Enang mulyana dan Tini Rustini. Pada tahun 1990 penulis masuk di SDN Ceger 1. Tahun 1996 penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar Negeri dan melanjutkan pendidikan di SLTP Siliwangi Bogor sampai tahun Setelah itu penulis melanjutkan pendidikan di SMU Negeri 8 Bogor pada tahun Tahun 2002 penulis melanjutkan pendidikan Sarjana (S1) di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Program Studi Budidaya Hutan, Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Selama menuntut ilmu di IPB, penulis pernah aktif dalam sejumlah organisasi kemahasiswaan yakni Forest Management Student Club (FMSC) Periode Penulis juga pernah menjadi asisten mata kuliah Silvikultur untuk progam sarjana tahun ajaran 2006/2007. Selain itu, penulis mengikuti Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H). Praktek Umum Kehutanan (PUK) dilaksanakan di Sancang dan Kamojang. Sedangkan Praktek Umum Pengelolaan Hutan (PUPH) dilaksanakan di KPH Indramayu. Pada bulan Mei sampai Juli 2007 penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang (PKL) pada Lokasi Rehabilitasi Hutan dan Lahan Partisipatif (RHLP) di Kecamatan Sukaresmi, Cianjur, Jawa Barat. Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Pengaruh Pohon Induk, Naungan dan Pupuk Terhadap Pertumbuhan Bibit Suren (Toona sinensis Roem.) yang dibimbing oleh Dr. Ir. Iskandar Zulkarnaen Siregar, M. For. Sc. dan Dra. Dharmawati F. Djam an.

8 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia dan rahmat-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pengaruh Pohon Induk, Naungan dan Pupuk Terhadap Pertumbuhan Bibit Suren (Toona sinensis Roem.). Skripsi ini disusun sebagai laporan penelitian yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Institut Pertanian Bogor. Dalam penelitian ini ingin diketahui pengaruh pohon induk, naungan dan pupuk terhadap pertumbuhan bibit suren. Penelitian ini dilakukan atas dasar semakin meningkatnya jumlah penduduk dan tingkat kebutuhan akan bahan baku industri kayu, maka dituntut semakin besarnya penyediaan kayu. Hal tersebut mendorong timbulnya perambahan hutan, penebangan liar dan eksploitasi hutan secara besarbesaran yang dapat mengancam kelestarian hutan. Dalam upaya mengatasi hal tersebut salah satu kegiatan yang dapat dikembangkan adalah pembangunan hutan rakyat, namun saat ini informasi mengenai pembibitan jenis-jenis tanaman hutan rakyat masih terbatas, oleh karena itu dilakukan peneitian ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak, Ibu dan adik-adik atas doa, dukungan dan pengertiannya. Ungkapan terima kasih juga penulis tujukan kepada Bapak Dr.Ir.Iskandar Z.Siregar, M.For.Sc selaku pembimbing I, Ibu Dra. Dharmawati F. Djam an selaku pembimbing II, Ibu Istie Sekartining Rahayu, S.Hut.M.Si selaku dosen penguji dari Departemen Hasil Hutan serta Bapak Ir. Rachmad Hermawan M.Sc selaku dosen penguji dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Selain itu, penulis juga ucapkan terima kasih rekan-rekan BDH 39, BDH 40, alumni SMU N 8 Bogor atas pengertian dan dukungannya serta semua pihak yang telah membantu kelancaran penyusunan tugas akhir ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan adanya kritik dan saran untuk menjadikannya lebih sempurna. Semoga karya kecil ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan ilmu pengetahuan. Bogor, Mei 2008 Penulis

9 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI...i DAFTAR TABEL...iv DAFTAR GAMBAR...v DAFTAR LAMPIRAN...vi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan Manfaat Hipotesis...2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi kayu suren (Toona sinensis Roem.) Pertumbuhan Tanaman Toleransi Tanaman terhadap Naungan Peranan Unsur Hara Bagi Tanaman Media Tanam Tanah Pasir...16 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Percobaan 1 Pengaruh pohon induk terhadap pertumbuhan semai Suren (Toona sinensis Roem.) Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Kerja Persiapan media, ekstraksi dan seleksi benih Pengecambahan Penyapihan Pemeliharaan Pengumpulan data...19

10 ii Rancangan percobaan Percobaan 2 Pengaruh naungan dan pupuk terhadap pertumbuhan bibit suren (Toona sinensis Roem.) Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Kerja Persiapan media, ekstraksi dan seleksi benih Pengecambahan Penyapihan Pemeliharaan Pengumpulan data Rancangan percobaan...24 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Persemaian Laboratorium Silvikultur Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor Iklim Tanah Topografi dan Ketinggian Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Bogor Sejarah Organisasi dan tugas pokok Visi, misi dan program utama Sarana dan Prasarana Stasiun Penelitian Nagrak Prospektus Letak dan luas Sarana dan prasarana...29 BAB V HASIL dan PEMBAHASAN 5.1 Hasil Percobaan 1 Pengaruh pohon induk terhadap pertumbuhan semai

11 iii Suren (Toona sinensis Roem.) Percobaan 2 Pengaruh naungan dan pupuk terhadap pertumbuhan bibit suren (Toona sinensis Roem.) Pengaruh naungan terhadap pertumbuhan bibit suren (Toona sinensis Roem.) Pengaruh pupuk terhadap pertumbuhan bibit suren (Toona sinensis Roem.) Pengaruh interaksi perlakuan naungan dan pupuk terhadap pertumbuhan bibit suren (Toona sinensis Roem.) Pembahasan Percobaan 1 Pengaruh pohon induk terhadap pertumbuhan semai Suren (Toona sinensis Roem.) Percobaan 2 Pengaruh naungan dan pupuk terhadap pertumbuhan bibit suren (Toona sinensis Roem.) Pengaruh naungan terhadap pertumbuhan bibit suren (Toona sinensis Roem.) Pengaruh pupuk terhadap pertumbuhan bibit suren (Toona sinensis Roem.) Pengaruh interaksi perlakuan naungan dan pupuk terhadap pertumbuhan bibit suren (Toona sinensis Roem.)...44 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Saran...46 BAB VI DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

12 DAFTAR TABEL No. Halaman 1. Informasi besaran intensitas cahaya yang digunakan pada tanaman Kehutanan Pupuk yang beredar di pasaran dan hara yang dikandungnya Takaran dan jenis pupuk serta jenis media untuk bibit beberapa jenis Tanaman kehutanan Kandungan hara beberapa jenis limbah organik Limbah organik sebagai media pembibitan yang memenuhi kriteria Indeks mutu bibit Media dan perlakuan pupuk yang digunakan dalam percobaan Sidik ragam pengaruh pohon induk terhadap pertumbuhan semai suren pada umur 4 bulan Uji lanjut Duncan faktor pohon induk terhadap tinggi semai suren (Toona sinensis Roem.) Uji lanjut Duncan faktor pohon induk terhadap diameter semai suren (Toona sinensis Roem.) Rekapitulasi sidik ragam pengaruh naungan dan perlakuan pupuk serta interaksinya terhadap tinggi, diameter, BKT, NPA, dan Indeks Mutu Bibit suren Pengaruh naungan terhadap rerata pertambahan tinggi bibit suren pada 3 BST dan 4 BST Pengaruh naungan terhadap rerata pertambahan diameter bibit suren pada 1 BST, 2 BST, dan 4 BST Pengaruh perlakuan pupuk terhadap Berat Kering Total (BKT) bibit suren pada 4 BST Pengaruh perlakuan pupuk terhadap Nisbah Pucuk Akar (NPA) bibit suren pada 4 BST...37

13 15. Pengaruh perlakuan pupuk terhadap Indeks Mutu Bibit (IMB) suren pada 4 BST Pengaruh interaksi perlakuan naungan dan perlakuan pupuk terhadap rerata pertambahan diameter bibit suren pada 2 BST dan 4 BST...38

14 DAFTAR GAMBAR No. Halaman 1. Penampakan suren (pohon, cabang bunga, irisan lintang bunga, benih, dan rangkaian buah Toona sinenssis Roem. di hutan rakyat Jaringan meristem tanaman Penyusun tanah Bagan prosedur penelitian percobaan Bagan prosedur penelitian percobaan Grafik pengaruh naungan terhadap pertumbuhan tinggi bibit suren Grafik pengaruh naungan terhadap pertumbuhan diameter bibit suren Pertumbuhan bibit suren di lapangan pada perlakuan tanpa naungan Pertumbuhan bibit suren pada perlakuan tanpa naungan dan pupuk Pohon suren bagian pucuk dan batang...40

15 DAFTAR LAMPIRAN No Halaman 1. Rekapitulasi pengukuran cahaya Rekapitulasi data pengukuran diameter bibit suren Rekapitulasi data pengukuran tinggi bibit suren Rekapitulasi data NPA, BKT dan IMB suren Tabel perhitungan statistic analisis covariance Hasil pengukuran kadar air pada 10 pohon induk Data tinggi dan diameter pohon induk...61

16 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan sumber daya alam yang memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia, baik langsung maupun tidak langsung. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan tingkat kebutuhan akan bahan baku industri kayu, maka dituntut semakin besarnya penyediaan kayu. Hal ini mendorong timbulnya perambahan hutan, penebangan liar, dan eksploitasi hutan secara besarbesaran yang dapat mengancam kelestarian hutan. Dalam upaya mengatasi hal tersebut salah satu kegiatan yang dapat dikembangkan adalah pembangunan hutan rakyat. Jenis pohon yang dapat diusahakan untuk hutan rakyat adalah jenis pohon yang memiliki hasil lainnya selain kayu sebagai hasil utama. Hal tersebut mendorong prioritas pemilihan pada jenis-jenis pohon yang memberikan banyak kegunaan. Menurut Suryandari dan Puspitojati (2003) dalam Risasmoko (2006) suren merupakan salah satu jenis pohon yang dapat dikembangkan untuk pembangunan hutan rakyat. Suren memiliki nilai ekonomi tinggi, daur pendek dan disukai oleh masyarakat untuk bahan bangunan. Suren merupakan jenis andalan Jawa Barat yang ditengarai mulai langka keberadaannya (Kurniawaty et al. 2006), sehingga diperlukan suatu upaya perbanyakan dengan mencoba beberapa perlakuan pupuk yang tepat untuk pertumbuhan semai suren. Sofyan dan Islam (2006) menyatakan bahwa saat ini suren belum banyak dibudidayakan secara luas, namun demikian mengingat kegunaan dari jenis kayu ini, tidak tertutup kemungkinan untuk dikembangkan secara luas di masa mendatang. Selain itu, suren juga memiliki potensi untuk digunakan sebagai salah satu jenis tanaman rehabilitasi lahan terdegradasi. Informasi mengenai teknik silvikultur jenis ini pada tingkat pembibitan maupun penanaman pada tingkat lapang masih sangat terbatas. Kegiatan pembibitan merupakan salah satu aspek penting dalam pembangunan hutan rakyat dimana

17 2 keberhasilan kegiatan penanaman sangat berkaitan erat dengan keberhasilan pada tingkat pembibitan di persemaian (Sofyan dan Islam 2006). Dalam rangka pengadaan informasi jenis perlakuan pupuk dan naungan yang sesuai bagi pertumbuhan semai suren, maka dilakukan penelitian mengenai pengaruh pemberian pupuk dan naungan terhadap mutu jenis bibit suren (Toona sinensis Roem.). 1.2 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pohon induk, pemberian naungan dan pupuk terhadap pertumbuhan bibit suren (Toona sinensis Roem.). 1.3 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberi informasi mengenai teknologi pembibitan suren (Toona sinensis Roem.). 1.4 Hipotesis Hipotesis yang diuji dalam penelitian ini adalah pohon induk, pemberian naungan dan beberapa jenis pupuk mampu meningkatkan pertumbuhan bibit suren (Toona sinensis Roem.).

18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Kayu Suren (Toona sinensis Roem.) Suren (Toona sinensis Roem.) adalah salah satu jenis pohon kehutanan dari kelompok Dicotyledone yang termasuk ke dalam divisi Angiospermae, ordo Archichlamydae dan family Meliaceae yang mempunyai ciri khas : daun besar dan bersirip, tersusun spiral, sering mengelompok di ujung ranting. Bunga kecil dan biasanya bunga bagian ujung berkelamin betina sedangkan yang lainnya jantan. Pohon suren memiliki nama yang berbeda di setiap daerah, diantaranya di daerah sunda disebut Kibeureum atau Suren, di daerah Kerinci disebut Ingu, di Madura disebut Soren, di Sumba disebut Horeni atau Linu. Di Halmahera orang mengenalnya dengan nama Huru (Heyne 1987). Pohon ini berbatang besar dan berbanir dibagian bawahnya. Pohonnya dapat mencapai tinggi 40 m dan diameter sampai 200 cm. Kulit batangnya beralur dangkal, berwarna merah, berbau seperti kayu cendana. Batangnya mengeluarkan getah yang berbau seperti bawang putih dan merica. Tajuknya agak ramping setengah kerucut dan berdaun lebat. Perakarannya bercabang dan terdapat dekat permukaan tanah (Heyne 1987). Menurut Martawijaya et al. (1989) suren dapat tumbuh pada tanah kering dan tanah yang lembab dan subur, umumnya di daerah pegunungan pada ketinggian 1200 m dari permukaan laut. Jenis ini hidup pada iklim yang agak kering dengan tipe curah hujan A C (Schimdt-Ferguson). Pohon suren biasanya ditanam sebagai tanaman pinggir jalan dan baik untuk hutan tanaman. Tumbuhnya cepat dan pada tanah yang basah biasanya tidak pernah menggugurkan daun. Pada penanaman monokultur suren biasanya diserang oleh hama penggerek tetapi bila pohon ini ditanam bersama pohon buah buahan dan palma atau sebagai tanaman pelindung di perkebunan, serangan hama dapat dikurangi (Martawijaya 1977). Di alam, suren tumbuh dengan bijinya yang bersayap dan disebarkan oleh angin, karena bijinya ringan, maka penanaman langsung tidak dianjurkan karena kemungkinan besar bijinya akan hanyut sehingga perlu disemaikan terlebih dahulu

19 4 (Martawijaya 1977). Buah suren tersusun seperti malai yang panjangnya dapat mencapai 1 m, setiap malai terdiri dari 100 buah. Buah berupa kapsul lonjong dan terdiri dari 5 ruang, setiap ruang terdri dari 6 9 benih. Benih suren bersayap pada salah satu ujungnya. Panjang benih 3-6 mm, lebarnya 2-4 mm dan berwarna coklat. Setiap kilogram benih terdiri dari kurang lebih benih. Pohon suren berbunga dan berbuah pada bulan Desember-Februari atau April-September, ketika buah masak dapat ditandai dengan gugurnya daun (Djam an 2002). Menurut Martawijaya et al. (1989), kayu suren dapat digunakan untuk papan pada bahan bangunan perumahan, juga untuk peti, kotak cerutu dan kayu lapis, sedangkan untuk meubel mungkin terlalu lunak dan ringan. Menurut Djam an (2002) beberapa bagian pohon terutama kulit dan akar sering dipergunakan untuk ramuan obat tradisional yaitu diare. Kulit dan buahnya dapat digunakan untuk minyak atsiri. Pohon ini juga ditanam sebagai sekat bakar, penghijauan atau tanaman hias, daunnya untuk sayur atau untuk bahan pewarna kuning atau merah. Gambar 1 dan 2 menunjukan beberapa bagian dari pohon suren (Toona sinensis Roem.). Gambar 1 Suren (Toona sinensis Roem.) (1). Penampakan pohon, (2). Cabang bunga, (3). Irisan lintang bunga, (4). Rangkaian buah, (5). Benih. (Sumber : Lemmmens et al dalam Djam an 2002).

20 5 Gambar 2 Toona sinensis Roem. di hutan rakyat, Cianjur, Jawa Barat, Indonesia. (Sumber Djam an 2002). 2.2 Pertumbuhan Tanaman Pertumbuhan tanaman adalah proses dalam kehidupan tanaman yang mengakibatkan perubahan ukuran tanaman dimana semakin besar dan juga menentukan hasil tanaman, atau suatu proses yang dilakukan tanaman hidup pada lingkungan tertentu dan dengan sifat-sifat tertentu untuk menghasilkan kemajuan perkembangan dengan menggunakan faktor lingkungan (Sitompul & Guritno 1995). Menurut Kramer dan Kozlowsky (1960), pertumbuhan tanaman adalah hasil akhir dari interaksi berbagai proses fisiologis. Ada tiga daerah pertumbuhan pada pohon, yaitu: meristem apikal, kambium primer, dan kambium sekunder (kambium gabus). Pertumbuhan tinggi terjadi pada daerah meristem apikal dan pertumbuhan pada daerah ini biasanya digolongkan sebagai pertumbuhan primer. Pertumbuhan pada meristem lateral menghasilkan peningkatan dalam diameter dan pertumbuhan pada daerah ini disebut sebagai pertumbuhan sekunder. Gardner et al. (1991) menyatakan bahwa, letak pertumbuhan adalah dalam meristem ujung, lateral dan interkalar (yang ada di antara jaringan yang

21 6 berdiferensiasi). Pertumbuhan ujung cenderung menghasilkan pertambahan panjang, pertumbuhan lateral menghasilkan pertambahan lebar. Suatu meristem interkalar yang terspesialisasi, terletak antara dua jaringan yang sebelumnya sudah terdiferensiasi pada organ tertentu, seperti antara buku dengan ruas atau antara helai daun dengan pelepah daun. Untuk lebih jelas mengenai meristem ujung, lateral dan interkalar, berikut ini disajikan Gambar 3. Gambar 3 Meristem tanaman. (Gardner et al. 1991). Pertumbuhan dan perkembangan tanaman dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti tanah, iklim dan tanaman itu sendiri yang semuanya saling berkaitan erat satu sama lainnya. Pertumbuhan tanaman yang baik dapat dicapai bila faktor-faktor tersebut seimbang dan menguntungkan. Bila salah satu faktor tidak seimbang dengan faktor lain, faktor ini dapat menekan atau menghentikan pertumbuhan tanaman. Iklim turut mempengaruhi kondisi tanah, kekurangan curah hujan akan menyebabkan tanah menjadi terlalu kering untuk pertumbuhan suatu tanaman (Nyakpa et al 1988). 2.3 Toleransi Tanaman Terhadap Naungan Cahaya mempunyai peranan yang besar dalam proses fisiologi tanaman, dalam hal fotosintesis, respirasi, pertumbuhan dan perkembangan, penutupan dan pembukaan stomata, serta berbagai pergerakan tanaman dan perkecambahan (Taiz & Teiger 1991). Cahaya adalah salah satu faktor yang sangat penting yang menentukan pertumbuhan tanaman. Klorofil mengabsorbsi energi cahaya dengan panjang gelombang antara 0,4-0,75 micron, yang memungkinkan tumbuhan untuk memproduksi makanannya (Weaver & Clements 1966). Cahaya dalam bentuk

22 7 intensitas cahaya berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman secara langsung melalui proses fotosintesis, pembukaan stomata dan sintesis klorofil. Pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan diferensiasi sel dinyatakan pada pertumbuhan tinggi, perubahan ukuran dan struktur dari batang dan daun (Kramer & Kozlowski 1960). Secara tidak langsung intensitas cahaya mempengaruhi pertumbuhan melalui proses transpirasi (Daubenmire 1967). Pada intensitas cahaya yang tinggi akan meningkatkan laju evapotranspirasi tanaman, sehingga proses kehilangan air akan semakin cepat. Hal ini berakibat serapan unsur hara yang bergerak bersama gerakan air kapiler (serapan secara kinetik) akan ikut terhambat (Hakim et al 1986). Peranan naungan disamping mengurangi kecepatan angin dan laju transpirasi, juga mengurangi laju evaporasi air dari permukaan tanah karena daya evaporasi udara yang menimbulkan kompetisi dalam pengambilan air dan nutrisi (Daubenmire 1967). Respon tanaman terhadap intensitas cahaya berbeda-beda, tanaman yang hidup pada kondisi ternaungi akan menunjukkan gejala etiolasi (Salisbury & Ross 1995). Berikut ini disajikan Tabel 1 yang berisikan informasi yang diambil dari beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai besaran intensitas cahaya terhadap tanaman kehutanan. Tabel 1 Informasi besaran intensitas cahaya yang digunakan pada tanaman kehutanan Intensitas Cahaya Alat yang Tanaman Pustaka Ringan Sedang Berat digunakan Hopea Romdin 2006 Lux meter mengarawan Cempaka hutan Shorea pinanga dan Shorea leprosula 70,5 ± 4,7 48,8 ± 2,0 30,8 ± 2,1 Kurniawaty 2003 Tjondronegoro 1985 Lux meter Tube solarimeter Weaver dan Clements (1966) berpendapat bahwa toleransi adalah kemampuan tanaman untuk bertahan hidup, tumbuh dan berkembang di bawah naungan. Berdasarkan tingkat toleransinya terhadap naungan, tumbuhan dibagi atas jenis toleran (shade demanding species) dan intoleran (light demanding species). Jenis

23 8 toleran merupakan jenis tumbuhan yang hanya hidup di tempat naungan berat, sedangkan jenis intoleran merupakan jenis tumbuhan yang hanya dapat hidup di tempat terbuka. Meskipun demikian banyak jenis tumbuhan memiliki selang toleransi yang lebar terhadap faktor cahaya yang tinggi, sehingga dikenal sebagai jenis semi toleran (Daubenmire 1967). Toleransi naungan berbeda-beda menurut umur pohon dan kondisi lingkungan. Pohon-pohon cenderung memperlihatkan toleransi naungan pada waktu muda. Pada tapak yang lebih baik (subur), pohon-pohon lebih tahan terhadap naungan daripada tapak yang miskin hara. Pertumbuhan tanaman muda cenderung lebih cepat pada pohon intoleran daripada pohon toleran bilamana keduanya ditanam di bawah cahaya penuh. Sesudah tahap semai, pohon toleran tumbuh cepat pada daerah terbuka dibandingkan dengan di bawah naungan. Secara fisiologis, jenis pohon toleran dan intoleran ini dibedakan berdasarkan perilaku fotosintesisnya. Jenis-jenis pohon toleran mencapai kapasitas efisiensi fotosintesis pada intensitas cahaya dan titik kompensasi cahaya yang lebih rendah daripada jenis-jenis yang toleran (Daniel et al 1987). Sifat toleransi naungan atau toleransi cahaya pada jenis tanaman tinggi adalah akibat dari suatu adaptasi habitat yang bersifat genetik. Jenis yang toleran cahaya dapat bersifat toleran naungan pada keadaan intensitas cahaya yang rendah tapi tidak sebaliknya. Di bawah keadaan cahaya yang lebih tinggi, jenis-jenis yang toleran naungan tidak menunjukkan peningkatan laju fotosintesis yang sama dengan jenisjenis yang toleran cahaya. Bahkan jenis-jenis itu kadang-kadang memperlihatkan gejala-gejala kerusakan akibat penyinaran dan mekanisme fotosintesisnya terhambat (Bjorkman dan Holmgren 1963 dalam Soerianegara 1991). Daniel et al. (1987) secara morfologis membedakan jenis toleran dan intoleran sebagai berikut : 1. Jenis-jenis toleran mempunyai tajuk dan penutup yang lebih tebal dan lebih rapat dibandingkan dengan jenis intoleran. 2. Pertumbuhan tinggi dalam umur muda cenderung lebih cepat pada pohonpohon intoleran daripada jenis-jenis toleran.

24 9 3. Pemangkasan cabang sendiri pada jenis-jenis intoleran lebih cepat dibandingkan jenis-jenis toleran. 4. Jenis-jenis toleran mempunyai kerapatan batang yang lebih tinggi. 5. Daun pada jenis toleran memiliki jaringan parekima bunga karang yang lebih banyak, sedangkan jenis-jenis intoleran mempunyai jaringan palisade yang lebih banyak. 2.4 Peranan Unsur Hara Bagi Tanaman Unsur hara yang dibutuhkan tanaman beraneka ragam. Sedikitnya ada 60 jenis unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Dari sekian banyak unsur hara yang dibutuhkan tersebut, sebanyak 16 unsur atau senyawa diantaranya merupakan unsur hara yang mutlak dibutuhkan tanaman untuk mendukung petumbuhannya. Kekurangan unsur hara bisa menyebabkan pertumbuhan tanaman terganggu, menimbulkan penyakit dan bisa menyebabkan tanaman mati. Dari 16 unsur hara, tiga diantaranya tidak terlalu bermasalah karena ketersediaannya di alam melimpah. Ketiga unsur tersebut adalah Karbon (C), Hidrogen (H) dan Oksigen (O), ketiganya dapat diperoleh bebas dari udara. Kebutuhan air dapat diperoleh dari tanah dan dari air penyimpanan (Parnata 2004). Sedangkan 13 unsur hara mineral lainnya atau sering juga disebut sebagai unsur hara esensial. Unsur hara ini sangat diperlukan tanaman dan fungsinya tidak dapat digantikan oleh unsur lain. Jika jumlahnya kurang mencukupi, terlalu lambat tersedia atau tidak diimbangi oleh unsur-unsur lain akan menyebabkan pertumbuhan terganggu (Novizan 2002). Ke-13 unsur hara ini adalah unsur hara yang diperoleh tanaman dari tanah. Unsur hara ini dapat dikelompokkan kedalam dua kelompok, yaitu unsur hara makro dan unsur hara mikro. Unsur hara makro adalah unsur hara yang terdiri dari Nitrogen (N), Fosfor (F), Kalium (K), Sulfur (S), Kalsium (Ca), dan Magnesium (Mg). Unsur hara mikro adalah unsur hara yang diperlukan tanaman dalam jumlah sedikit. Unsur hara mikro ada tujuh, yaitu Besi (Fe), Klor (Cl), Mangan (Mn), Tembaga (Cu), Seng (Zn), Boron (Bo) dan Molebdenum (Mo) (Novizan 2002).

25 10 Pupuk adalah semua bahan yang diberikan kepada tanah dengan maksud memperbaiki sifat-sifat fisika, kimia, dan biologi tanah. Pupuk dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu pupuk alam (pupuk organik) dan pupuk buatan (pupuk anorganik). Pupuk alam atau pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari sisa-sisa tanaman, hewan, manusia, seperti pupuk kandang, pupuk hijau, kompos, dan sebagainya. Sedangkan pupuk buatan atau pupuk anorganik adalah pupuk yang dibuat di dalam pabrik (Setyamidjaya 1986). Pemupukan adalah usaha pemberian pupuk yang bertujuan mengubah persediaan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman untuk meningkatkan produksi dan mutu hasil yang diperoleh (Sarief 1985). Pemupukan bertujuan untuk memelihara dan memperbaiki kesuburan tanah dengan memberikan zat-zat kepada tanah yang langsung atau tidak langsung dapat mengembangkan bahan makanan kepada tanaman. Kegiatan pemupukan sangat dipengaruhi oleh konsentrasi, waktu, dan cara aplikasinya. Jenis pupuk yang digunakan harus sesuai dengan kebutuhan, sehingga diperlukan metode diagnosis yang benar agar unsur yang ditambahkan hanya yang dibutuhkan oleh tanaman dan yang kurang di dalam tanah. Konsentrasi, waktu, dan cara alokasi harus tepat agar tidak merugikan dan berefek merusak lingkungan akibat konsentrasi yang salah dalam waktu dan cara aplikasinya (Soepardi 1983). Ada banyak jenis pupuk yang beredar di pasaran, berikut disajikan Tabel 2 yang memberikan informasi mengenai beberapa contoh jenis pupuk yang beredar di pasaran beserta kandungan hara didalamnya.

26 11 Tabel 2 Pupuk yang beredar di pasaran dan hara yang dikandungnya. Jenis Pupuk Kandungan Bentuk Pupuk Organik : 1. Super Natural Nutrition (SNN) kristal 2. Pokon Organic Mineral 3. Kompos organik Green World 4. Effective Microorganism 4 (EM 4 ) Pupuk Anorganik: 1. Urea 2. TSP (Triple Superphospat) 3. NPK (Nitrogen Phosphate Kalium) Sumber: Marsono dan Sigit % N, 15% PO 4 3-, 20% K, 25% bahan kering padat, 12% kadar air dan 6% lainlain. 6% N (dalam bentuk organik, amonium dan nitrat), 12% P, 4% K dan 45% bahan kering. 0,82% N, 0,66% p, 0,83% K, 0,06% Na, 1,67% Ca, 0,32% Mg, ppm Fe, ppm Al, 614 ppm Mn, 52 ppm Cu, 120 ppm Zn, 30% air. Mengandung mikroorganisme fermentasi dan sintetik yang terdiri dari bakteri asam laktat (Lactobacillus sp.), bakteri fotosintetik (Rhodopseudomonas sp.), Actinomycetes sp., Streptomycetes sp. dan ragi (yeast) 45-46% N 48-54% P dalam bentuk P 2 O 5 Kadar 15:15:15, , Padat Padat Padat Cair Padat Padat Padat Pertumbuhan bibit di persemaian sangat dipengaruhi oleh tersedianya unsur hara yang seimbang di dalam media bibit. Pemupukan di persemaian dilakukan sesuai dengan jenis media dan jenis bibitnya. Beberapa hasil penelitian pemupukan di persemaian terhadap beberapa jenis pohon dapat dilihat pada Tabel 3.

27 12 Tabel 3 Takaran dan jenis pupuk serta jenis media untuk bibit beberapa jenis pohon Jenis tanaman Media Jenis pupuk Takaran Acacia mangium Tanah + Pasir - TSP - NPK - 1,14 g/pot - 1 g/pot Eucalytus urophylla Podsolik merah kuning Kapur + NPK 1 g + 2 g Latosol Pupuk kandang 50 g/kg tanah Paraserianthes falcataria Latosol Pupuk kandang 200 g/kg tanah Podsolik merah kuning NPK 0,74 g/bibit Pinus merkusii Latosol + Bahan organik NPK 200 g/m 3 tanah Podsolik merah kuning + Bahan organik NPK 300 g/ m 3 tanah Swietenia macrophylla Podsolik merah kuning NPK 1 g/kg tanah Shorea pinanga Latosol NPK 0,86 g/bibit Shorea leprosula Latosol NPK 0,5 g/bibit * Pupuk kandang yang digunakan harus sudah matang. Sumber: Hendromono et al Media Tanam Salah satu faktor terpenting dari lingkungan hidup tanaman adalah lingkungan tempat tumbuhnya yang lebih dikenal dengan nama media tanam. Dalam pertumbuhan tanaman diperlukan media tanam yang sesuai dengan jenis tanaman yang ditanam baik di lapangan maupun di rumah kaca. Media tanam yang menggunakan tanah sebagai media tanam sangat dipengaruhi oleh jenis tanah yang akan digunakan. Menurut Soepardi (1983), pada prinsipnya media tanam harus mampu memberikan dukungan bagi kelangsungan hidup tanaman seperti aerasi yang baik, tempat akar, mampu menahan air dan menyediakan hara bagi pertumbuhan tanaman Suatu media yang baik harus mendukung pertumbuhan tanaman dan memenuhi persyaratan sebagai berikut: (1) dapat dijadikan tempat berpijak tanaman; (2) mampu mengikat air dan unsur hara; (3) mempunyai drainase dan aerasi yang baik; (4) dapat mempertahankan kelembaban di sekitar akar tanaman; (5) tidak menjadi sumber penyakit bagi tanaman serta (6) mudah didapat dan harganya relatif murah (Agoes 1994). Terdapat dua jenis media dalam budidaya tanaman, yaitu campuran tanah (soil mixes) yang mengandung tanah alami dan campuran tanpa tanah (soillness mixes)

28 13 yang tidak sedikitpun mengandung tanah alami. Bahan-bahan yang dapat digunakan sebagai media tanam dapat berupa bahan organik (seperti gambut, sisa-sisa kayu, humus, pupuk kandang, limbah pertanian dan limbah rumah tangga) dan bahan anorganik (seperti pasir, vermikulit dan lain-lain). Semua bahan tersebut dapat dimanfaatkan sebagai media tunggal atau campuran tanah (soil mixes) maupun campuran tanpa tanah (soilness mixes) (Adams et al. 1993). Berikut ini, merupakan daftar dari beberapa jenis media tanam yang telah digunakan dalam penelitian tanaman kehutanan, yang disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Kandungan hara beberapa jenis limbah bahan organik Media PH (H 2 O) C (%) N (%) P mg/100g K mg/100g Rasio Karbon/Nitrogen (%) Tanah 5,6 3,36 0, ,18 Sabut kelapa 5,9 35,03 1, ,15 Arang sekam padi 26,97 7,73 1,5 0,11 ppm 0,24 13,64 Sabut kelapa + Arang sekam padi 6,4 17,7 0, ,45 Tanah + Sabut kelapa 5,1 4,71 0, ,63 Tanah + Arang sekam padi 5,8 4,69 0, ,79 Tanah + Sabut kelapa + 5,9 5,11 0, ,00 Arang sekam padi Sabut kelapa sawit 5,1 26,55 2, ,4 384,4 11,44 Sekam padi 5,3 19,27 1, , ,7 10,59 Sabut kelapa sawit + Sekam padi 4,56 34,95 1, ,07 422,2 19,63 Tanah + Sabut kelapa sawit + Sekam padi 4,57 19,17 1, ,35 170,76 14,98 Serbuk gergaji 5,23 3,99 0,42 19,71 5,09 9,50 Serbuk gergaji + Sabut kelapa 5,07 32,1 0, ,34 Gambut 5,04 4,72 0,5 10,54 10,88 9,44 Gambut + Sabut kelapa 4,97 9,27 1,03 24,75 21,76 9,00 Gambut + Serbuk gergaji 6,61 5,64 0,48 29,8 18,52 11,75 Sumber: Kurniawaty Selain itu, disajikan pula beberapa hasil penelitian pemanfaatan limbah organik sebagai media pembibitan yang memenuhi kriteria indeks mutu bibit, pada beberapa tanaman hutan dengan umur berbeda, yang tercantum pada Tabel 5.

29 14 Tabel 5 Limbah organik sebagai media pembibitan yang memenuhi kriteria indeks mutu bibit Persen Jenis dan Tinggi Diameter Berat No Media Hidup IMB Umur (cm) (mm) Kering (g) (%) Mahoni 4 Bulan Mindi 5 Bulan Suren 5 Bulan Pterigota alata 4 Bulan Kesambi 5 Bulan Mimba 5 Bulan a. Tanah + Sekam padi + Sabut kelapa sawit (1:1:1) b. Sekam padi + Sabut kelapa sawit (1:1) a. Tanah + Arang sekam padi (1:1) b. Sabut kelapa + Arang sekam padi (1:1) a. Tanah + Sabut kelapa + Arang sekam padi (1:1:1) b. Sabut kelapa + Arang sekam padi (1:1) Gambut + Sabut kelapa (1:1) Tanah + Kompos 5 (1:2) Tanah + Kompos 6 (1:2) Sumber : Kurniawaty ,03 27,17 23,37 8,75 25,14 8,75 3,05 3,12 2,15 1,13 2,97 1,84 0,15 0,13 0,06 0,01 0,12 0,09 2,38 2, ,15 0,47-22,14 3,47 0,22 2, ,508 2,048 0,38 1, ,600 1,381 0,14 0, Tanah Tanah adalah hasil pengalihan bahan mineral dan bahan organik yang berlangsung di daratan bumi dibawah pengaruh faktor-faktor lingkungan yang bekerja selama waktu yang sangat panjang dan mewujud sebagai suatu tubuh dengan organisasi dan morfologi teraktifkan (Schroeder 1984 dalam Notohadiprawiro 1998). Tanah tersusun dari empat bahan utama, yaitu: bahan mineral, bahan organik, air dan udara. Bahan-bahan penyusun tanah tersebut jumlahnya masing-masing berbeda untuk setiap jenis tanah ataupun setiap lapisan tanah. Pada tanah lapisan atas yang baik untuk pertumbuhan tanaman lahan kering (bukan sawah) umumnya

30 15 mengandung 45 % (volume), bahan mineral, 5 % bahan organik, % udara dan % air (Hardjowigeno 2003). Untuk lebih mengetahui struktur penyusun tanah, di bawah ini disajikan Gambar 4. Gambar 4 Penyusun tanah. (Sumber Hardjowigeno 2003). Bahan mineral dalam tanah berasal dari pelapukan batu-batuan. Oleh karena itu, susunan mineral di dalam tanah berbeda-beda sesuai dengan susunan mineral batubatuan yang dilapuk. Untuk bahan organik dalam tanah, terdiri dari bahan organik kasar dan halus atau humus, sedangkan air yang terdapat di dalam tanah karena ditahan atau diserap oleh masa tanah, tertahan oleh lapisan kedap air atau karena keadaan drainase yang kurang baik (Hardjowigeno 2003). Selanjutnya dikatakan bahwa tanah merupakan medium alam untuk pertumbuhan tanaman. Tanah menyediakan unsur hara sebagai makanan tanaman untuk pertumbuhannya. Unsur hara diperoleh akar tanaman dan melalui daun diubah menjadi persenyawaan organik seperti karbohidrat, lemak, dan protein yang sangat berguna bagi tanaman. Fungsi tanah dalam peningkatan produksi adalah : 1). Sebagai unsur hara bagi tumbuh-tumbuhan, 2). Sebagai matriks tempat akar tanaman berjangkar dan air tersimpan, tempat unsur hara dan air ditambahkan (Syarief 1985). Fungsi tanah dalam meningkatkan produksi tergantung dari kesuburan tanah itu sendiri. Tanah dikatakan subur apabila tata air, udara dan unsur hara dalam keadaan cukup, seimbang dan sesuai dengan tuntutan tanaman. Kesuburan tanah ini meliputi kesuburan fisik, kimiawi dan kesuburan biologi tanah karena semuanya menunjukkan tingkat kesuburan tanah secara keseluruhan (Fakuara et al, 1988).

31 Pasir Pasir adalah butir-butir primer tanah dari fraksi tanah halus yang berukuran 50µ-2mm, pada umumnya adalah kuarsa, sehingga secara kimia bersifat tidak aktif dan merupakan mineral primer yang mengandung unsur hara tidak banyak berarti ditinjau dari segi penyediaan unsur hara secara langsung bagi tanaman. Pasir memiliki butiran-butiran yang berukuran lebih besar, maka setiap gramnya mempunyai luas yang lebih kecil, sehingga sulit menyerap (menahan) air dan unsur hara. Pasir tahan terhadap erosi karena butir-butir yang kasar tersebut memerlukan lebih banyak tenaga untuk mengangkut. Selain itu pasir juga memiliki Kapasitas Tukar Kation (KTK) yang tinggi dan aerasi yang lebih baik dibandingkan dengan tanah sehingga dapat digunakan sebagai media pertumbuhan tanaman (Hardjowigeno 2003).

32 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Percobaan 1 Pengaruh Pohon Induk Terhadap Pertumbuhan Semai Suren (Toona sinensis Roem.) Tempat dan Waktu Percobaan 1 dilakukan di kebun percobaan laboratorium Silvikultur Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor dan dilakukan pengamatan selama lima bulan Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam percobaan 1 yaitu benih suren (Toona sinensis Roem.) yang berasal dari areal pengunduhan benih tegakan suren di Desa Mangunkerta Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat. Pohon induk yang diunduh yaitu sebanyak 10 pohon, data mengenai tinggi dan diameter pohon induk tercantum dalam Lampiran 7. Benih ini diunduh dengan cara memanjat pohon yang menggunakan bantuan alat berupa tali dan sepatu khusus untuk memanjat. Buah yang diunduh harus yang sudah matang dengan ciri-ciri berwarna coklat kehitam-hitaman. Alat yang digunakan yaitu kaliper, penggaris dan alat tulis Metode Kerja Prosedur kerja yang dilakukan pada percobaan 1 disajikan pada Gambar 5. Benih Perkecambahan Penyapihan Pemeliharaan Pengamatan dan Pengumpulan Data Analisis Data Gambar 5 Bagan prosedur penelitian pada percobaan 1

33 Persiapan media, ekstraksi dan seleksi benih Media yang digunakan dalam percobaan 1 ini terdiri dari tanah dan kompos (1:1). Media ini dimasukkan ke dalam polybag dengan ukuran 15 x 20 cm. Ekstraksi benih merupakan prosedur pelepasan dan pemisahan benih secara fisik dari struktur buah yang menutupinya. Ekstraksi dilakukan secara manual dengan cara menjemur buah di bawah sinar matahari hingga buah tersebut pecah dan mengeluarkan benih dari buahnya atau dengan cara memukul-mukul buah hingga buah tersebut pecah. Adapun buah yang digunakan yaitu buah yang telah matang dengan ciri-ciri buah tersebut telah berwarna coklat kehitam-hitaman. Benih- benih yang telah dikeluarkan dari buahnya kemudian dilakukan seleksi yaitu, pemisahan benih dari kotoran-kotoran serta memilih benih-benih yang bermutu fisik baik yaitu benih yang tidak kopong dan berlubang. Seleksi benih ini dilakukan dengan cara menyaring benih menggunakan saringan khusus. Benih yang telah diseleksi, kemudian dikecambahkan dalam media kecambah berupa pasir. Benih yang telah berkecambah, dipindahkan ke media sapih atau media semai yang telah disiapkan Pengecambahan Pengecambahan benih dilakukan menurut nomor pohon induk sehingga terdapat 10 bak kecambah. Media yang digunakan pada perkecambahan yaitu media tanah dan pasir. Benih ditabur pada media bak kecambah. Setelah benih ditabur dilakukan penyiraman dan pengamatan setiap hari. Pengamatan dilakukan selama 7 hari setelah benih ditabur Penyapihan Benih suren umumnya telah berakar dengan baik sekitar tujuh sampai 14 hari setelah perkecambahan. Benih yang telah berakar disapih ke dalam polybag berukuran 15 x 20 cm. Penyapihan ini dilakukan pada pagi atau sore hari untuk mengurangi laju evapotranspirasi bibit yang disapih Pemeliharaan Pemeliharaan meliputi penyiraman, penyemprotan fungisida, dan penyiangan gulma secara rutin. Penyiraman dilakukan setiap hari dengan menggunakan

34 19 embrat/sprayer, tujuan dari penyiraman adalah untuk menjaga kelembaban bibit. Penyemprotan fungisida dilakukan untuk memberantas penyakit yang menyerang tanaman, penyemprotan dilakukan setiap dua minggu sekali. Penyemprotan yang dilakukan pada bagian tanaman yang diserang dapat menggunakan Azodin 15 WSC (dosis 2 ml/ltr) atau Atabron 50 EC, Nogos 50 EC dan Dursban 20 EC (dosis 0,5 ml/ltr) Pengumpulan Data Data yang diambil dari percobaan ini hanya pertambahan diameter dan tinggi bibit suren yang dilakukan setiap satu bulan sekali Rancangan Percobaan Rancangan yang digunakan pada Percobaan 2 yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL). Adapun model rancangan yang digunakan menurut Mattjik (2000) adalah sebagai berikut : Y ijk = μ + τi + ε ij Dimana i = 1, 2,...t dan j = 1, 2,...r Yij = Pengamatan pada pohon ke-i dan ulangan ke-j μ = Rataan umum τi = Pengaruh pohon ke-i = μi - μ εij = Pengaruh acak pada perlakuan ke-i ulangan ke-j Untuk mengetahui pengaruh perlakuan yang diberikan terhadap peubah yang diamati dilakukan sidik ragam. Selanjutnya apabila perlakuan menunjukkan pengaruh yang nyata, maka dilakukan uji lanjut Duncan taraf 5% untuk mengetahui perbedaan nyata atau tidak nyata setiap taraf perlakuan yang diberikan. Analisis atau pengolahan data hasil pengamatan dibantu dengan menggunakan program Costat versi

35 Percobaan 2 Pengaruh Naungan dan Pupuk Terhadap Pertumbuhan Bibit Suren (Toona sinensis Roem.) Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Persemaian Stasiun Penelitian Nagrak, Balai Litbang Teknologi Perbenihan Bogor, Jawa Barat. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Februari sampai September Bahan dan Alat Benih yang digunakan dalam percobaan 2 berasal dari tempat yang sama pada Percobaan 1. Media yang digunakan untuk perkecambahan adalah pasir sedangkan media pembibitan berupa campuran tanah dan pasir dengan perbandingan 1 : 1. Alat alat yang digunakan pada penelitian adalah bak kecambah, polybag ukuran 12 x 15 cm, penggaris, Lux meter, Thermohygro meter, Kaliper, timbangan analitik, kamera, alat tulis dan shadding net untuk naungan Metode Kerja Prosedur kerja yang dilakukan pada percobaan 1 disajikan pada Gambar 6. Benih Media Kecambah Seleksi Benih Perkecambahan Seleksi Perkecambahan Media Sapih Penyapihan Pemeliharaan Pengumpulan Data Data Utama Analisis Data Data Penunjang Gambar 6 Bagan prosedur penelitian pada percobaan 1

36 Persiapan Media, Ekstraksi dan Seleksi Benih Media yang digunakan dalam percobaan 2 terdiri dari media kecambah dan media sapih atau media semai yang berupa tanah dan campuran antara tanah dan pasir (1:1). Media yang digunakan telah melalui pengayakan untuk mendapatkan tekstur media yang halus dan seragam, sehingga lebih kompak dan tidak mudah mengalami pemadatan. Media yang telah disiapkan ditempatkan pada polybag (12 cm x 15 cm) untuk kegiatan penyapihan bibit. Ekstraksi benih merupakan prosedur pelepasan dan pemisahan benih secara fisik dari struktur buah yang menutupinya. Ekstraksi dilakukan secara manual dengan cara menjemur buah di bawah sinar matahari hingga buah tersebut pecah dan mengeluarkan benih dari buahnya atau dengan cara memukul-mukul buah hingga buah tersebut pecah. Adapun buah yang digunakan yaitu buah yang telah matang dengan ciri-ciri buah tersebut telah berwarna coklat kehitam-hitaman. Benih- benih yang telah dikeluarkan dari buahnya kemudian dilakukan seleksi yaitu, pemisahan benih dari kotoran-kotoran serta memilih benih-benih yang bermutu fisik baik yaitu benih yang tidak kopong dan berlubang. Seleksi benih ini dilakukan dengan cara menyaring benih menggunakan saringan khusus. Benih yang telah diseleksi, kemudian dikecambahkan dalam media kecambah berupa pasir. Benih yang telah berkecambah, dipindahkan ke media sapih atau media semai yang telah disiapkan Pengecambahan Pengecambahan benih dilakukan pada bak kecambah dengan media tanah dan pasir. Benih ditabur pada media bak kecambah. Setelah benih ditabur dilakukan penyiraman dan pengamatan perkecambahan setiap hari. Pengamatan dilakukan selama 7 hari setelah benih ditabur Penyapihan Benih suren umumnya telah berakar dengan baik sekitar tujuh sampai 14 hari setelah perkecambahan. Benih yang telah berakar disapih ke dalam polybag berukuran 12 x 15 cm. Penyapihan ini dilakukan pada pagi atau sore hari untuk

37 22 mengurangi laju evapotranspirasi bibit yang disapih. Media yang digunakan untuk penyapihan disajikan dalam Tabel 6. Tabel 6 Media dan perlakuan pupuk yang digunakan dalam penelitian Media (1:1) Perlakuan Pupuk Dosis Tanah : Pasir Pupuk Urea 1 g Tanah : Pasir Pupuk Urea 3 g Tanah : Pasir Pupuk Urea 5 g Tanah : Pasir Pupuk TSP 1 g Tanah : Pasir Pupuk TSP 3 g Tanah : Pasir Pupuk TSP 5 g Tanah : Pasir Pupuk Kandang 1:1:1 Pada saat penyapihan harus dihindarkan terjadinya kerusakan pada sistem perakaran yaitu dengan mencungkilnya dengan alat semacam sendok dan menyertakan media yang terikat pada akar untuk ditanamkan ke dalam polybag Pemeliharaan Pemeliharaan meliputi penyiraman, penyemprotan fungisida, dan penyiangan gulma secara rutin. Penyiraman dilakukan dua kali sehari dengan menggunakan embrat/sprayer, tujuan dari penyiraman adalah untuk menjaga kelembaban bibit. Penyemprotan fungisida dilakukan untuk memberantas penyakit yang menyerang tanaman, penyemprotan dilakukan setiap dua minggu sekali. Penyemprotan yang dilakukan pada bagian tanaman yang diserang dapat menggunakan Azodin 15 WSC (dosis 2 ml/ltr) atau Atabron 50 EC, Nogos 50 EC dan Dursban 20 EC (dosis 0,5 ml/ltr) Pengumpulan Data Tinggi bibit Pengukuran tinggi bibit dilakukan setelah penyapihan dan selama pengamatan berlangsung (empat bulan). Tinggi awal diukur setelah penyapihan, setelah itu pengukuran tinggi bibit dilakukan setiap satu bulan sekali. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan penggaris dimulai dari pangkal batang sampai titik tumbuh tunas pucuk bibit. Diameter bibit

38 23 Pengukuran diameter bibit dilakukan setelah penyapihan dan selama pengamatan berlangsung (empat bulan). Diameter awal diukur setelah penyapihan, setelah itu pengukuran diameter bibit dilakukan setiap satu bulan sekali. Diameter bibit diukur satu sentimeter di atas pangkal batang dengan menggunakan kaliper. Berat Kering Total (BKT) Berat Kering Total (BKT) menunjukkan suatu pertumbuhan tanaman. Semakin tinggi BKT maka semakin baik pertumbuhannya. Pengukuran BKT dilakukan dengan mengukur berat kering pucuk dan berat kering akar bibit. Bagian akar dan pucuk dipisahkan, kemudian dimasukkan ke dalam wadah penyimpanan. Setelah itu dimasukkan ke dalam oven selama 48 jam dengan suhu 70 0 C, lalu ditimbang untuk memperoleh data berat kering (pucuk dan akar). BKT diperoleh dengan menjumlahkan secara langsung berat kering bagian pucuk dan berat kering bagian akar. Nisbah Pucuk Akar (NPA) Nisbah Pucuk Akar (NPA) menunjukkan kemampuan suatu bibit untuk hidup di lapangan. Pengukuran NPA diperoleh dari hasil perhitungan antara berat kering pucuk dan berat kering akar. Pengukuran ini dilakukan bersamaan dengan pengukuran BKT. NPA diperoleh dari hasil perbandingan antara berat kering pucuk dengan berat kering akar. NPA menunjukkan pertumbuhan dan ketahanan hidup suatu tanaman di lapangan dengan nilai berkisar antara 1-3. Untuk mengukur NPA digunakan rumus : Nisbah Pucuk Akar (NPA) = Indeks Mutu Bibit Berat Kering Tajuk Berat Kering Akar Indeks Mutu Bibit dapat digunakan sebagai petunjuk kualitas bibit. Makin tinggi angka indeks mutu bibit menandakan bahwa bibit makin tinggi mutu morfologinya. Untuk menghitung indeks mutu bibit, digunakan rumus : Indeks Mutu Bibit = Berat Kering Tajuk + Berat Kering Akar Tinggi bibit ( cm) Berat Kering Tajuk ( gr) + Diameter bibit ( cm) Berat Kering Akar ( gr)

39 24 Lingkungan : 1. Cahaya Pengamatan cahaya dilakukan selama satu minggu dengan mengukur intensitas cahaya pada waktu pagi, siang dan sore hari yaitu pada pukul 09.00, dan dengan menggunakan lux meter. 2. Suhu dan Kelembaban Sama halnya seperti pengamatan cahaya, pengamatan suhu dan kelembaban juga dilakukan selama satu minggu dengan pengukuran yang dilakukan pada pagi, siang, dan sore hari yaitu pada pukul 09.00, dan dengan menggunakan thermohygro meter Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan dalam percobaan 1 adalah Rancangan Petak Terbagi (Split plot design) dengan dasar acak kelompok yang diulang tiga kali. Petak utama adalah naungan yang terdiri dari dua taraf yaitu A0 = tanpa naungan, dan A1 = dengan naungan (30%). Sebagai anak petak ialah perlakuan pupuk dengan delapan perlakuan yaitu: B0= tanpa pupuk (kontrol), B1= pupuk urea 1 g, B2= urea 3 g, B3= urea 5 g, B4= pupuk TSP 1 g, B5= TSP 3 g, B6= TSP 5 g,dan B7= pupuk kandang. Setiap unit percobaan terdiri dari 20 polybag sehingga secara keseluruhan terdapat 960 polybag. Khusus untuk perlakuan pupuk kandang, pupuk yang digunakan yaitu pupuk kotoran kerbau yang tersedia dalam kemasan. Pupuk tersebut dicampurkan terlebih dahulu dengan media tanah dan pasir (1:1:1) sebelum ditanami kecambah suren sedangkan untuk perlakuan pupuk Urea dan TSP masing masing pupuk diberikan setelah kecambah berusia empat minggu. Model rancangan percobaan yang digunakan (Gaspersz 1994) adalah sebagai berikut : Yijk = µ + Kk + Ai + δik + Bj + (AB)ij + εijk ;

40 25 Keterangan : Yijk = Nilai pengamatan (respons) pada kelompok ke-k yang memperoleh taraf ke-i dari faktor A (naungan) dan taraf ke-j dari faktor B (pemupukan). µ = Nilai rata rata yang sesungguhnya Kk = Pengaruh aditif dari kelompok ke-k Ai = Pengaruh aditif dari taraf ke-i faktor A δik = Pengaruh galat yang muncul pada taraf ke-i dari faktor A dalam kelompok ke-k, sering disebut galat petak utama (galat a) Bj = Pengaruh aditif dari taraf ke-j dari faktor B (AB)ij = Pengaruh inetraksi taraf ke-i dari faktor A dan taraf ke-j dari faktor B εijk = Pengaruh galat pada kelompok ke-k yang memperoleh taraf ke-i faktor A dan taraf ke-j faktor B, sering disebut sebagai galat anak petak (galat b) Untuk mengetahui pengaruh perlakuan yang diberikan terhadap peubah yang diamati dilakukan sidik ragam. Selanjutnya apabila perlakuan menunjukkan pengaruh yang nyata, maka dilakukan uji lanjut Duncan taraf 5% untuk mengetahui perbedaan nyata atau tidak nyata setiap taraf perlakuan yang diberikan. Analisis atau pengolahan data hasil pengamatan dibantu dengan menggunakan program Costat versi

41 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Persemaian Laboratorium Silvikultur Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor Iklim Berdasarkan data iklim selama 10 tahun ( ) yang direkam oleh stasiun klimatologi Dramaga, suhu rata-rata tertinggi dari kawasan ini terjadi pada bulan Juni sebesar 26,5 0 C dan terrendah terjadi pada bulan Februari sebesar 24 0 C. Kelembaban relatif rata-rata tertinggi terjadi pada bulan Februari sebesar 81%. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan September sebesar 1174,2 mm dan curah hujan terrendah terjadi pada bulan Agustus sebesar 9,8 mm. Menurut klasifikasi Schmidt- Ferguson, kawasan ini beriklim basah (tipe hujan A), dengan curah hujan rata-rata tahunan sebesar 3940 mm/tahun (Departemen Kehutanan 1994) Tanah Tanah berjenis Latosol coklat kemerahan. Bahan induknya berupa tuf volkam intermedier yang dicirikan dengan lapisan setebal cm. Di bawah lapisan ini terdapat lapisan lain yang warna dan teksturnya dapat dikatakan sama dengan tanah di atas lapisan bahan induk. Reaksi tanah masam sampai sedang (ph 5,0-6,0), kadar C organik dan N sedang pada lapisan atas, rendah sampai sedang pada lapisan bawah, kadar P 2 O 5 sangat tinggi, sedangkan K 2 O sangat rendah di semua lapisan. Keenuhan basa rendah dan permeabilitas sedang, yaitu 4,31 cm/jam pada lapisan atas dan 0,22 cm/jam pada lapisan bawah (Departemen Kehutanan 1994) Topografi dan Ketinggian Bentuk wilayah adalah agak datar sampai agak berombak dengan kelerengan 0-6% dan berada pada ketinggian 244 mdpl (Departemen Kehutanan 1994).

42 Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Bogor Sejarah BPPTP berawal dari Proyek Perbenihan Kehutanan tahun 1988 dan kemudian ditingkatkan menjadi Balai Teknologi Perbenihan (BTP) melalui Keputusan Menteri Kehutanan (Menhut) No. 100/Kpts-II/1984 dan merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) dari Dirjen Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan. Dalam rangka reorganisasi Departemen Kehutanan tahun 1991, BTP ditetapkan menjadi UPT Badan Litbang Kehutanan melalui Keputusan Menhut No. 170/Kpts-II/1991. Perkembangan organisasi selanjutnya, BTP diubah menjadi Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan (Balai Litbang Benih) sesuai Keputusan Menteri Kehutanan No. 6182/Kpts-II/ Organisasi dan Tugas Pokok Balai Litbang Benih adalah UPT Badan Litbang Kehutanan dengan tugas pokok melaksanakan penelitian dan pengembangan di bidang teknologi perbenihan tanaman yang dipimpin oleh seorang Kepala Balai (Eselon III a). Susunan organisasi Balai Litbang Teknilogi Perbenihan terdiri dari : Seksi Perencanaan dan Evaluasi, Seksi Publikasi dan Diseminasi, Sub Bagian Tata Usaha dan Rumah Tangga, dan Kelompok Jabatan Fungsional Visi, Misi dan Program Utama Mengacu kepada visi dan misi Badan Litbang Kehutanan maka visi Balai Litbang Benih adalah Dengan Kebersamaan Mencapai Yang Terbaik. Untuk mencapai visi tersebut, maka ditetapkan misi sebagai berikut : Meningkatkan penguasaan IPTEK perbenihan tanaman hutan Meningkatkan pemanfaatan informasi dan teknologi hasil litbang perbenihan tanaman hutan untuk para pengguna Program Utama Balai Litbang Benih adalah : Penemuan dan penguasaan teknologi terapan penanganan benih (teknik produksi, pengujian, penyimpanan), Uji coba/demplot, kegiatan persemaian, pembibitan dan pembiakan vegetatif.

43 28 Eksplorasi benih, uji coba/demplot, introduksi jenis dan pembangunan kebun benih dan kebun pangkas. Standarisasi pengujian mutu benih dan rancang bangun/rekayasa peralatan penanganan benih. Peningkatan kegiatan social forestry Peningkatan kualitas SDM dan sarana prasarana litbang Pembangunan informasi dan jaringan kerja Pembudayaan dan pemasyarakatan hasil IPTEK melalui beragam kegiatan diseminasi (publikasi, seminar, lokakarya, alih teknologi, temu lapang, dan kegiatan sejenis lainnya) Sarana dan Prasarana Balai Litbang Benih didukung sarana dan prasarana yang dapat menunjang kegiatan penelitian, yaitu : Laboratorium penyimpanan benih, yang dilengkapi Dry Cold Storage (DCS), Cold Storage (CS) dan Conditioning Room Laboratorium pengujian benih, yang dilengkapi dengan alat utuk pengujian kadar air benih, pemurnian dan perkecambahan Rumah kaca seluas 156 m 2 (Bogor dan Parung Panjang) Stasiun Penelitian di Parung Panjang, Rumpin dan Nagrak Stasiun Penelitian Nagrak (SP Nagrak) Prospektus Salah satu fungsi Balai Penelitian Teknologi Perbenihan adalah untuk mendukung pengelolaan sarana uji coba dan perakitan teknologi serta uji coba tehnik perbenihan. Stasiun Penelitian Nagrak merupakan salah satu sarana untuk mewujudkan fungsi diatas. Melalui kegiatan di stasiun ini akan dapat diperoleh teknologi mengenai persilangan terkendali, produksi stek dan pengelolaan limbah pertanian sebagai media pembibitan. Ketiga macam teknologi tersebut diarahkan untuk menunjang terwujudnya hutan berproduktivitas tinggi dalam bentuk Hutan Klon (Clonal Forestry)

44 Letak dan Luas Stasiun Penelitian Nagrak terletak di Desa Nagrak (sebelah timur Kota Bogor), Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor sekitar 10 km dari Kota Bogor. Stasiun Penelitian Nagrak memiliki luas satu ha, dengan ketinggian tempat 200 meter diatas permukaan laut dan curah hujan 2500 mm/tahun. Stasiun Penelitian Nagrak merupakan salah satu tempat pelaksanaan penelitian Balai Litbang Teknologi Perbenihan. Dalam jangka panjang lokasi ini diarahkan untuk dapat berfungsi sebagai percontohan mengenai persilangan terkendali, kebun pangkas dari biji hasil persilangan terkendali, kebun pangkas dari klon teruji, kebun pangkas tanaman langka, tanaman andalan dan tanaman cepat tumbuh (asal biji biasa), teknik perakaran dan pemeliharaan stek, teknik persemaian dan pembibitan. Selain itu, stasiun penelitian juga difungsikan sebagai kebun pangkas untuk menghasilkan teknologi vegetatif (cangkok, okulasi, grafting, dan stek). Uji coba pengelolaan kebun pangkas sedang dilaksanakan pada jenis Ulin (Eusideroxylon zwageri), Pulai (Alstonia scholaris), Pinus (Pinus merkusii), Ramin (Gonystylus bancanus), Mahoni (Swietenia macrophylla), Hopea (Hopea odorata), Benuang Bini (Octomeles sumatrana), Merbau (Intsia bijuga), Jelutung (Dyera costulata), Mimba (Azadirachta indica), Sentang (Azadirachta excelsa) dan Jabon (Anthocephalus cadamba) Sarana penunjang Sarana penunjang yang ada di Stasiun Penelitian Nagrak meliputi rumah perakaran stek model BTP ADH-1, persemaian permanen, ruang pembuatan kompos, ruang pencampuran media, sumber air, rumah tinggal pengelola kebun, kantor dan gudang beserta alat-alat yang menunjang seluruh kegiatan di Stasiun Penelitian Nagrak.

45 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Berdasarkan hasil pengukuran yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa suhu antara perlakuan dengan menggunakan naungan dan tanpa menggunakan naungan berkisar antara 20 0 C sampai dengan 32 0 C pada pagi hari, 25 0 C sampai dengan 36 0 C pada siang hari dan 25 0 C sampai dengan 32 0 C pada sore hari. Begitu juga sama halnya dengan kelembaban, kelembaban pada perlakuan tanpa naungan dan dengan menggunakan naungan berkisar antara 55% sampai dengan 90% pada pagi hari, 50% sampai dengan 85% pada siang hari dan 55% sampai dengan 80% pada sore hari. Nilai tersebut tidak terpaut jauh, hal tersebut dikarenakan lokasi pengamatan antara perlakuan naungan saling berdampingan sehingga besarnya nilai suhu dan kelembaban tidak berbeda jauh. Intensitas cahaya pada perlakuan dengan menggunakan naungan memiliki nilai paling rendah pada sore hari yaitu 225 lux sedangkan intensitas cahaya yang paling tinggi pada siang hari yaitu lux. Perlakuan tanpa naungan memiliki nilai intensitas cahaya paling rendah pada pagi hari dengan intensitas sebesar 494 lux sedangkan intensitas paling tinggi terjadi pada siang hari dengan intensitas cahaya sebesar lux. Semakin tinggi nilai intensitas cahaya maka semakin besar cahaya yang dapat diserap oleh tanaman sehingga dapat meningkatkan proses fisiologi tanaman Percobaan 1: Pengaruh pohon induk terhadap pertumbuhan semai suren (Toona sinensis Roem.) Benih yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari Desa Mangunkerta Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat dengan ketinggian tempat ± 800 meter diatas permukaan laut dan luas populasi dasar sebesar lima hektar. Benih yang digunakan berasal dari pohon yang ditanam pada tahun Lahan tersebut merupakan lahan pertanian yang ditanami sayur-sayuran dan rempahrempah seperti sawi, cabe, tomat, dan kapolaga.

46 31 Hasil sidik ragam pengaruh pohon induk terhadap pertumbuhan semai suren (Toona sinensis Roem.) disajikan dalam Tabel 7. Tabel 7 Sidik ragam pengaruh pohon induk terhadap pertumbuhan semai suren pada umur 4 bulan Peubah Faktor pohon KK (%) Tinggi 7,30 ** 11,42 Diameter 5,78 ** 15,22 Keterangan : **= Berpengaruh sangat nyata pada selang kepercayaan 95 %, KK= Koefisien Keragaman Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa, faktor pohon induk berpengaruh sangat nyata terhadap pertumbuhan tinggi dan diameter semai suren. Untuk mengetahui perbedaan nyata antar pohon terhadap pertumbuhan tinggi dan diameter dilakukan uji Duncan yang hasilnya disajikan pada Tabel 8 dan 9. Tabel 8 Uji lanjut Duncan faktor pohon terhadap tinggi semai suren (Toona sinensis Roem.) No. n Pohon Induk Rata - rata tinggi (cm) ,83 a ,70 ab ,65 ab ,11 b ,04 b ,40 bc ,29 bc ,52 cd ,58 cd ,41 d Keterangan: Rerata sekolom diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%

47 32 Tabel 9 Uji lanjut Duncan faktor pohon terhadap diameter semai suren (Toona sinensis Roem.) No. n Pohon Ke- Rata - rata tinggi (mm) ,63a ,36ab ,33ab ,30 bc ,13 bcd ,07 cd ,00 d ,93 d ,90 d ,90 d Tabel 8 dan 9 memperlihatkan bahwa, pohon induk M 10 memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap pertumbuhan tinggi dan diameter semai suren jika dibandingkan dengan pohon yang lain Percobaan 2: Pengaruh pemberian naungan dan pupuk terhadap pertumbuhan bibit suren (Toona sinensis Roem.) Hasil analisis data menunjukkan bahwa pemberian naungan dan pupuk memberikan hasil yang berbeda pada setiap variabel yang diamati. Variabel pertumbuhan yang diamati meliputi tinggi bibit, diameter bibit, Berat Kering Total (BKT), Nisbah Pucuk Akar (NPA), dan Indeks Mutu Bibit (IMB). Rekapitulasi hasil pengukuran dari variabel tinggi, diameter, BKT, NPA, dan IMB dapat dilihat pada Lampiran 2 sampai dengan Lampiran 4. Tabel 10 menunjukkan bahwa faktor naungan memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi bibit suren pada umur 3 BST dan 4 BST, sedangkan terhadap diameter bibit suren faktor naungan memberi pengaruh yang nyata pada 1 BST, 2 BST, dan 4 BST. Perlakuan pupuk memberikan pengaruh yang sangat nyata pada BKT, NPA, dan Indeks Mutu Bibit suren. Interaksi antara naungan dan perlakuan pupuk berpengaruh nyata terhadap diameter 2 BST dan 4 BST.

48 33 Tabel 10 Rekapitulasi sidik ragam pengaruh naungan dan perlakuan pupuk serta interaksinya terhadap tinggi, diameter, BKT, NPA, dan Indeks Mutu Bibit suren F hitung Peubah Naungan (N) Pupuk (P) NxP Koefisien Keragaman (%) Tinggi (1 BST) 0,21 tn 1,77 tn 0,87 tn 11,59 Tinggi (2 BST) 1,42 tn 0,92 tn 1,34 tn 19,85 Tinggi (3 BST) 19,41 * 1,99 tn 0,92 tn 10,67 Tinggi (4 BST) 34,70 * 2,22 tn 1,22 tn 11,24 Diameter (1 BST) 48 * 0,36 tn 1,05 tn 28,36 Diameter (2 BST) 81 * 1,32 tn 3,94 * 29,62 Diameter (3 BST) 5,77 tn 1,33 tn 1,50 tn 14,65 Diameter (4 BST) 579,23 * 0,71 tn 3,33 * 11,96 BKT 0,61 tn 4,04 ** 0,62 tn 29,29 NPA 2,09 tn 4,94 ** 2,09 tn 20,68 IMB 3,37 tn 6,21 ** 1,01 tn 28,07 Keterangan: BKT=Berat Kering Total; NPA=Nisbah Pucuk Akar; IMB=Indeks Mutu Bibit; tn=tidak berbeda nyata; *=berbeda nyata (p< 0,05); **=berbeda sangat nyata; BST=Bulan Setelah Tanam Pengaruh naungan terhadap pertumbuhan bibit suren (Toona sinensis Roem.) Naungan berpengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi bibit suren pada 3 BST dan 4 BST. Untuk melihat perbedaan yang nyata setiap taraf perlakuan dilakukan uji lanjut Duncan yang hasilnya disajikan pada Tabel 11. Tabel 11 Pengaruh naungan terhadap rerata pertambahan tinggi bibit suren pada 3 BST dan 4 BST Perlakuan Rerata pertambahan tinggi (cm) pada- 3 BST 4 BST A0 15,77 a 31,64 a (37,25%) (53,15%) A1 11,49 b 20,66 b Keterangan: Rerata sekolom diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95% Pada saat bibit mencapai umur 4 BST diketahui bahwa bibit suren tanpa naungan (A0) memberikan hasil yang lebih baik dengan rerata tinggi sebesar 31,64 cm atau meningkatkan rerata tinggi sekitar 53,15% dibanding dengan perlakuan menggunakan naungan (A1).

49 34 Untuk lebih mengetahui pengaruh naungan yang diberikan terhadap pertambahan tinggi bibit suren dapat dilihat pada Gambar 7. Pada gambar tersebut dapat diamati bahwa perlakuan tanpa naungan (A0) pertambahan tinggi bibit suren lebih besar dibanding perlakuan dengan naungan (A1). 40,00 Tinggi (cm) 35,00 30,00 25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 0,00 A0 A1 A0 A1 A1 A0 A1 A0 A1 A0 0 BST 1 BST 2 BST 3 BST 4 BST Umur Bibit (Bulan) Gambar 7 Grafik pengaruh naungan terhadap pertumbuhan tinggi bibit suren (Toona sinensis Roem.). Ket: A0= tanpa naungan, A1=dengan naungan. Untuk variabel diameter bibit, perlakuan naungan pada 1 BST, 2 BST, dan 4 BST memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertambahan diameter bibit suren namun tidak berpengaruh nyata pada 3 BST. Sedangkan perlakuan naungan terhadap variabel Berat Kering Total (BKT), Nisbah Pucuk Akar (NPA), dan indeks mutu bibit tidak memberikan pengaruh yang nyata. Untuk mengetahui perbedaan yang nyata pada perlakuan naungan dilakukan uji lanjut Duncan yang disajikan pada Tabel 12. Tabel 12 Pengaruh naungan terhadap rerata pertambahan diameter bibit suren pada 1 BST, 2 BST, dan 4 BST Perlakuan Rerata pertambahan diameter (mm) pada- 1 BST 2 BST 4 BST A0 0,22ª 0,43ª 1,88ª (29,41%) (38,71%) (42,42%) A1 0,17 b 0,31 b 1,32 b Keterangan: Rerata sekolom diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95% Tabel 12 menunjukkan bahwa pada bibit suren berumur 4 BST, perlakuan tanpa naungan (A0) memberikan hasil yang lebih baik dengan rerata pertambahan

50 35 diameter bibit sebesar 0,188 cm atau mengalami peningkatan sebesar 42,42% dibanding dengan menggunakan naungan (A1). Untuk lebih mengetahui pengaruh naungan terhadap pertambahan diameter bibit suren dapat dilihat pada Gambar 8. Pada gambar tersebut dapat diamati bahwa perlakuan tanpa naungan (A0) memberikan pertambahan diameter bibit suren lebih besar dibanding perlakuan menggunakan naungan (A1). 3,00 2,50 A0 Diameter (mm) 2,00 1,50 1,00 0,50 A0 A1 A1 A0 A0 A1 A0 A1 A1 0,00 0 BST 1 BST 2 BST 3 BST 4 BST Umur Bibit (Bulan) Gambar 8 Grafik pengaruh naungan terhadap pertumbuhan diameter bibit suren (Toona sinensis Roem.). Ket: A0= tanpa naungan, A1=dengan naungan. Jika dilihat secara visual di lapangan (Gambar 9), bibit suren yang tidak diberi naungan memiliki penampilan fisik yang lebih tinggi dan besar dibanding dengan bibit suren yang diberi naungan. (a) (b) Gambar 9 Pertumbuhan bibit suren di lapangan pada perlakuan tanpa naungan (a) dan perlakuan menggunakan naungan (b). (Sumber: Rustika 2006).

51 Pengaruh perlakuan pupuk terhadap pertumbuhan bibit suren (Toona sinensis Roem.) Dari hasil sidik ragam diketahui bahwa, perlakuan pupuk tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap variabel tinggi dan diameter bibit suren. Perlakuan pupuk memberikan pengaruh yang nyata terhadap Berat Kering Total (BKT), untuk mengetahui perbedaan yang nyata pada perlakuan pupuk terhadap Berat Kering Total (BKT) dilakukan uji lanjut Duncan yang disajikan pada Tabel 13. Tabel 13 Pengaruh perlakuan pupuk terhadap Berat Kering Total (BKT) bibit suren pada 4 BST Perlakuan Rerata Pertambahan terhadap kontrol (%) B7 (Pupuk Kandang) 0,8883 a 54,91 B2 (Pupuk Urea 3 g) 0,7583 ab 33,04 B1 (Pupuk Urea 1 g) 0,7517 ab 31,88 B3 (Pupuk Urea 5 g) 0,7250 ab 27,19 B4 (Pupuk TSP 1 g) 0,595 bc 4,39 B0 (Kontrol) 0,57 bc 0 B6 (Pupuk TSP 5 g) 0,5683 bc -0,30 B5 (Pupuk TSP 3 g) 0,38 c -50 Keterangan: Rerata sekolom diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95% Pada bibit suren umur 4 BST, terdapat empat perlakuan pupuk yang memberikan hasil yang baik terhadap rerata BKT bibit suren. Namun diantara keempat perlakuan pupuk tersebut, pupuk kandang merupakan perlakuan yang memberikan hasil yang paling tinggi, yaitu 0,8883 g atau mengalami peningkatan terhadap kontrol sekitar 54,91%. Sedangkan perlakuan pupuk TSP 3 g (B5) memberikan hasil yang terburuk dengan rerata BKT 0,38 g atau mengalami penurunan terhadap kontrol sekitar 50%. Perlakuan pupuk juga memberikan pengaruh yang nyata terhadap Nisbah Pucuk Akar (NPA), untuk mengetahui perbedaan yang nyata perlakuan pupuk terhadap NPA dilakukan uji lanjut Duncan yang disajikan pada Tabel 14.

52 37 Tabel 14 Pengaruh perlakuan pupuk terhadap Nisbah Pucuk Akar (NPA) bibit suren pada 4 BST Perlakuan Rerata Pertambahan terhadap kontrol (%) B4 (Pupuk TSP 1 g) 3,6483 a 28,01 B2 (Pupuk Urea 3 g) 3,4700 ab 21,75 B0 (Kontrol) 2,8500 bc 0 B7 (Pupuk Kandang) 2,7417 cd -3,8 B3 (Pupuk Urea 5 g) 2,5683 cd -0,09 B1 (Pupuk Urea 1 g) 2,5050 cd -12,10 B6 (Pupuk TSP 5 g) 2,4917 cd -12,57 B5 (Pupuk TSP 3 g) 2,0817 d -26,95 Keterangan: Rerata sekolom diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95% Dari Tabel 14 dapat diketahui bahwa, bibit suren yang menghasilkan rerata NPA tertinggi adalah perlakuan pupuk TSP 1 g (B4) yaitu sebesar 3,6483 atau mengalami peningkatan terhadap kontrol sebesar 28,01%. Namun demikian, jika dilihat dari rerata NPA yang dihasilkan oleh perlakuan pupuk urea 3 g (B2) juga tidak berbeda nyata dengan perlakuan pupuk TSP 1 g (B4) dengan rerata NPA sebesar 3,47 atau mengalami peningkatan terhadap kontrol sebesar 21,75%. Hasil terburuk, terdapat pada perlakuan pupuk TSP 3 g (B5) dengan rerata NPA sebesar 2,0817 atau mengalami penurunan terhadap kontrol sekitar 26,95%. Selain Berat Kering Total (BKT) dan Nisbah Pucuk Akar (NPA), perlakuan pupuk juga memberikan pengaruh yang nyata terhadap Indeks Mutu Bibit (IMB) suren pada 4 BST. Untuk mengetahui perbedaan yang nyata setiap perlakuan pupuk terhadap Indeks Mutu Bibit, dilakukan uji lanjut Duncan yang disajikan pada Tabel 15. Tabel 15 Pengaruh perlakuan pupuk terhadap Indeks Mutu Bibit (IMB) suren pada 4 BST Perlakuan Rerata Pertambahan terhadap kontrol (%) B7 (Pupuk Kandang) 0,017 a 240 B2 (Pupuk Urea 3 g) 0,009 b 80 B3 (Pupuk Urea 5 g) 0,008 b 60 B1 (Pupuk Urea 1 g) 0,008 b 60 B4 (Pupuk TSP 1 g) 0,006 bc 20 B0 (Kontrol) 0,005 bc 0 B6 (Pupuk TSP 5 g) 0,005 bc 0 B5 (Pupuk TSP 3 g) 0,002 c -60 Keterangan: Rerata sekolom diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%

53 38 Pada bibit suren umur 4 BST, perlakuan pupuk kandang (B7) memberikan hasil yang berbeda nyata dengan perlakuan pupuk lainnya yaitu sebesar 0,017 atau mengalami peningkatan 240% terhadap kontrol. Sedangkan hasil yang paling buruk, terdapat pada perlakuan pupuk TSP 3 g (B5) dengan rerata IMB sebesar 0,002 atau mengalami penurunan 60% terhadap kontrol Pengaruh interaksi perlakuan naungan dan perlakuan pupuk terhadap pertumbuhan bibit suren (Toona sinensis Roem.) Interaksi antara perlakuan naungan dan perlakuan pupuk hanya berpengaruh nyata terhadap pertambahan diameter bibit suren pada umur 2 BST dan 4 BST. Sedangkan pada pertambahan tinggi bibit, Berat Kering Total (BKT), Nisbah Pucuk Akar (NPA), dan Indeks Mutu Bibit (IMB) interaksi perlakuan naungan dan perlakuan pupuk tidak berpengaruh nyata. Untuk mengetahui perbedaan yang nyata interaksi perlakuan naungan dan perlakuan pupuk disajikan pada Tabel 16. Tabel 16 Pengaruh interaksi perlakuan naungan dan perlakuan pupuk terhadap rerata pertambahan diameter bibit suren pada 2 BST dan 4 BST Perlakuan Rerata pertambahan diameter (mm) pada 2 BST 4 BST Tanpa Naungan + Kontrol 0,38 bc 1,84 abcd Tanpa Naungan + Pupuk Urea 1 gr 0,37 bc 1,85 abcd Tanpa Naungan + Pupuk Urea 3 gr 0,49 b 2,04 abc Tanpa Naungan + Urea 5 gr 0,33 bc 1,60 def Tanpa Naungan + Pupuk TSP 1 gr 0,36 bc 2,10 ab Tanpa Naungan + Pupuk TSP 3 gr 0,35 bc 1,76 bcd Tanpa Naungan + Pupuk TSP 5 gr 0,42 bc 1,71 cde Tanpa Naungan + Pupuk Kandang 0,73 a 2,15 a Dengan Naungan + Kontrol 0,34 bc 1,30f g Dengan Naungan + Urea 1 gr 0,30 bc 1,27 fg Dengan Naungan + Urea 3 gr 0,30 bc 1,33 fg Dengan Naungan + Urea 5 gr 0,33 bc 1,51 defg Dengan Naungan + TSP 1 gr 0,30 bc 1,20 g Dengan Naungan + Pupuk TSP 3 gr 0,41 bc 1,33 fg Dengan Naungan + TSP 5 gr 0,29 bc 1,37 efg Dengan Naungan + Pupuk Kandang 0,24 c 1,23 g Keterangan: Rerata sekolom diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%

54 39 Pada 2 BST, interaksi antara perlakuan tanpa naungan dan perlakuan pupuk kandang berbeda nyata dengan interaksi antara perlakuan yang lainnya. Interaksi perlakuan A0B7 (perlakuan tanpa naungan dan pupuk kandang) memberikan hasil rerata riap diameter yang paling baik yaitu 0,73 mm, sebaliknya hasil paling buruk terdapat pada interaksi antara perlakuan menggunakan naungan dan pupuk kandang (A1B7) dengan rerata riap diameter sebesar 0,24 mm. Pada 4 BST, terdapat lima interaksi antara perlakuan naungan dan perlakuan pupuk yang tidak berbeda nyata, namun interaksi antara perlakuan tanpa naungan dan pupuk kandang (A0B7) merupakan interaksi yang memberikan hasil rerata riap diameter yang paling baik, yaitu 2,15 mm. Sementara itu, hasil yang paling buruk terdapat pada interaksi antara perlakuan menggunakan naungan dan pupuk TSP 1 gr (A1B4) dengan rerata riap diameter sebesar 1,2 mm. Pada 4 BST ini juga diketahui bahwa kontrol (A0B0) memberikan hasil yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan A0B7 (tanpa naungan + pupuk kandang). Secara visual, bibit suren dengan perlakuan tanpa naungan dan pupuk kandang memiliki penampilan fisik yang lebih baik dibanding perlakuan lainnya. Untuk mengetahui lebih jelas mengenai hal tersebut berikut disajikan Gambar 9. Gambar 10 Pertumbuhan bibit suren pada perlakuan tanpa naungan dan perlakuan pupuk.

55 Pembahasan Secara umum selama pelaksanaan penelitian (bulan Februari-September) kondisi cuaca di tempat penelitian tergolong panas/kering, namun terkadang di selingi hujan dalam selang waktu satu kali dalam empat hari. Dari hasil pengukuran iklim mikro yang dilakukan pada unit pengamatan, diperoleh data rata-rata intensitas cahaya, suhu dan kelembaban udara sebagaimana tersaji dalam Lampiran Percobaan 1: Pengaruh pohon induk terhadap pertumbuhan semai suren (Toona sinensis Roem.) Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa, faktor pohon induk memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap pertumbuhan tinggi dan diameter semai suren. Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa, pohon induk M 10 memberikan hasil yang paling baik, sehingga diduga pohon induk M 10 memiliki kualitas genetik secara keseluruhan yang lebih baik daripada 9 pohon induk lainnya. Hasil yang didapat dari Percobaan 2 juga diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Buana (2007) yang menyatakan bahwa, faktor pohon induk berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan semai Khaya (Khaya anthoteca C. DC) pada variabel pertambahan tinggi dan diameter, serta Nisbah Pucuk Akar. Untuk lebih mengetahui bentuk terbaik dari pohon induk M 10, berikut disajikan Gambar 11. Gambar 11 Pohon suren (Toona sinensis Roem.) bagian pucuk dan batang. (Sumber: Pramono 2006)

PENGARUH POHON INDUK, NAUNGAN DAN PUPUK TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SUREN (Toona sinensis Roem.) RIKA RUSTIKA

PENGARUH POHON INDUK, NAUNGAN DAN PUPUK TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SUREN (Toona sinensis Roem.) RIKA RUSTIKA PENGARUH POHON INDUK, NAUNGAN DAN PUPUK TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SUREN (Toona sinensis Roem.) RIKA RUSTIKA DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PERNYATAAN Dengan ini

Lebih terperinci

PENGARUH KADAR AIR AWAL, WADAH DAN PERIODE SIMPAN TERHADAP VIABILITAS BENIH SUREN (Toona sureni Merr) ANDY RISASMOKO

PENGARUH KADAR AIR AWAL, WADAH DAN PERIODE SIMPAN TERHADAP VIABILITAS BENIH SUREN (Toona sureni Merr) ANDY RISASMOKO PENGARUH KADAR AIR AWAL, WADAH DAN PERIODE SIMPAN TERHADAP VIABILITAS BENIH SUREN (Toona sureni Merr) ANDY RISASMOKO DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Data penelitian yang diperoleh pada penelitian ini berasal dari beberapa parameter pertumbuhan anakan meranti merah yang diukur selama 3 bulan. Parameter yang diukur

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa media tanam yang digunakan berpengaruh terhadap berat spesifik daun (Lampiran 2) dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Limbah Cair Industri Tempe. pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karna tidak

TINJAUAN PUSTAKA. A. Limbah Cair Industri Tempe. pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karna tidak II. TINJAUAN PUSTAKA A. Limbah Cair Industri Tempe Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses industri maupun domestik (rumah tangga), yang lebih di kenal sebagai sampah, yang kehadiranya

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Peubah yang diamati dalam penelitian ini ialah: tinggi bibit, diameter batang, berat basah pucuk, berat basah akar, berat kering pucuk, berak kering akar, nisbah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada

II. TINJAUAN PUSTAKA. Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemupukan pada Tanaman Tomat 2.1.1 Pengaruh Aplikasi Pupuk Kimia Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada tanaman tomat tertinggi terlihat pada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pemupukan

TINJAUAN PUSTAKA Pemupukan TINJAUAN PUSTAKA Pemupukan Pupuk adalah penyubur tanaman yang ditambahkan ke tanah untuk menyediakan unsur-unsur yang diperlukan tanaman. Pemupukan merupakan suatu upaya untuk menyediakan unsur hara yang

Lebih terperinci

I. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. HASIL DAN PEMBAHASAN digilib.uns.ac.id 21 I. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perkecambahan Biji 1. Kecepatan Kecambah Viabilitas atau daya hidup biji biasanya dicerminkan oleh dua faktor yaitu daya kecambah dan kekuatan tumbuh. Hal

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Tanaman Klasifikasi tanaman padi adalah sebagai berikut: Divisi Sub divisi Kelas Keluarga Genus Spesies : Spermatophyta : Angiospermae : Monotyledonae : Gramineae (Poaceae)

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas 24 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari bulan September 2012 sampai bulan Januari 2013. 3.2 Bahan

Lebih terperinci

PUPUK DAN PEMUPUKAN PADA BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

PUPUK DAN PEMUPUKAN PADA BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA PUPUK DAN PEMUPUKAN PADA BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA UNSUR HARA MAKRO UTAMA N P K NITROGEN Phosfat Kalium UNSUR HARA MAKRO SEKUNDER Ca Mg S Kalsium Magnesium Sulfur UNSUR

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 16 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor mulai bulan Desember 2009 sampai Agustus 2010. Areal penelitian memiliki topografi datar dengan

Lebih terperinci

Metode Penelitian Kerangka penelitian penelitian secara bagan disajikan dalam Gambar 4. Penelitian ini dipilah menjadi tiga tahapan kerja, yaitu:

Metode Penelitian Kerangka penelitian penelitian secara bagan disajikan dalam Gambar 4. Penelitian ini dipilah menjadi tiga tahapan kerja, yaitu: 15 METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di lapang pada bulan Februari hingga Desember 2006 di Desa Senyawan, Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat (Gambar 3). Analisis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Jambu Biji Merah Nama ilmiah jambu biji adalah Psidium guajava. Psidium berasal dari bahasa yunani yaitu psidium yang berarti delima, guajava

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kompos Limbah Pertanian. menjadi material baru seperti humus yang relatif stabil dan lazim disebut kompos.

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kompos Limbah Pertanian. menjadi material baru seperti humus yang relatif stabil dan lazim disebut kompos. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kompos Limbah Pertanian Pengomposan merupakan salah satu metode pengelolaan sampah organik menjadi material baru seperti humus yang relatif stabil dan lazim disebut kompos. Pengomposan

Lebih terperinci

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO Sejumlah faktor iklim dan tanah menjadi kendala bagi pertumbuhan dan produksi tanaman kakao. Lingkungan alami tanaman cokelat adalah hutan tropis. Dengan demikian curah hujan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh membentuk rumpun dengan tinggi tanaman mencapai 15 40 cm. Perakarannya berupa akar

Lebih terperinci

Makalah Penunjang pada Ekspose Hasil-hasil Penelitian : Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan. Padang, 20 September

Makalah Penunjang pada Ekspose Hasil-hasil Penelitian : Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan. Padang, 20 September PENGARUH UMUR SEMAI TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SUREN DI PERSEMAIAN 1) Oleh: Agus Sofyan 2) dan Syaiful Islam 2) ABSTRAK Suren (Toona sureni Merr), merupakan jenis yang memiliki pertumbuhan cepat dan kegunaan

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan bibit saninten

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan bibit saninten BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara perlakuan pemberian pupuk akar NPK dan pupuk daun memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan

Lebih terperinci

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung.

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung. I. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung. Waktu penelitian dilaksanakan sejak bulan Mei 2010 sampai dengan panen sekitar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.) Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: Spermatophyta; Sub divisio: Angiospermae; Kelas : Dikotyledonae;

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung (POLINELA). Waktu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung (POLINELA). Waktu III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung (POLINELA). Waktu penelitian dilaksanakan sejak bulan Mei 2011 sampai dengan panen sekitar

Lebih terperinci

PUPUK DAN PEMUPUKAN PADA BUDIDAYA BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

PUPUK DAN PEMUPUKAN PADA BUDIDAYA BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA PUPUK DAN PEMUPUKAN PADA BUDIDAYA BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA UNSUR HARA MAKRO UTAMA N P K NITROGEN Phosfat Kalium UNSUR HARA MAKRO SEKUNDER Ca Mg S Kalsium Magnesium Sulfur

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Sistem perakaran tanaman bawang merah adalah akar serabut dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Sistem perakaran tanaman bawang merah adalah akar serabut dengan TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Rukmana (2005), klasifikasi tanaman bawang merah adalah sebagai berikut: Divisio Subdivisio Kelas Ordo Famili Genus : Spermatophyta : Angiospermae : Monocotyledonae

Lebih terperinci

4. Jenis pupuk. Out line. 1. Definisi pupuk 2. Nutrien pada tanaman dan implikasinya 3. Proses penyerapan unsur hara pada tanaman

4. Jenis pupuk. Out line. 1. Definisi pupuk 2. Nutrien pada tanaman dan implikasinya 3. Proses penyerapan unsur hara pada tanaman PUPUK Out line 1. Definisi pupuk 2. Nutrien pada tanaman dan implikasinya 3. Proses penyerapan unsur hara pada tanaman 4. Jenis pupuk 5. Proses pembuatan pupuk 6. Efek penggunaan pupuk dan lingkungan Definisi

Lebih terperinci

2 METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan. Rancangan Penelitian

2 METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan. Rancangan Penelitian 5 2 METODE PENELITIAN Penelitian ini terdiri atas: 1) Pengaruh alelopati daun dan ranting jabon terhadap pertumbuhan, produksi rimpang dan kandungan kurkumin tanaman kunyit, 2) Pengaruh pemupukan terhadap

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Riau Jalan H.R Subrantas Km 15 Simpang Baru Panam. Penelitian ini berlangsung

MATERI DAN METODE. Riau Jalan H.R Subrantas Km 15 Simpang Baru Panam. Penelitian ini berlangsung III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Agronomi dan di lahan Percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Metode Percobaan 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan pada bulan Juni 2011 sampai dengan bulan September 2011 di rumah kaca kebun percobaan Cikabayan, IPB Darmaga Bogor. Analisis tanah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. saat ini adalah pembibitan dua tahap. Yang dimaksud pembibitan dua tahap

TINJAUAN PUSTAKA. saat ini adalah pembibitan dua tahap. Yang dimaksud pembibitan dua tahap TINJAUAN PUSTAKA Pembibitan Kelapa Sawit Pada budidaya kelapa sawit dikenal dua sistem pembibitan, yaitu pembibitan satu tahap dan pembibitan dua tahap, namun yang umum digunakan saat ini adalah pembibitan

Lebih terperinci

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh 45 4.2 Pembahasan Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman dan melakukan pemupukan dengan baik. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. dicotyledoneae. Sistem perakaran kailan adalah jenis akar tunggang dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. dicotyledoneae. Sistem perakaran kailan adalah jenis akar tunggang dengan 18 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman kailan adalah salah satu jenis sayuran yang termasuk dalam kelas dicotyledoneae. Sistem perakaran kailan adalah jenis akar tunggang dengan cabang-cabang akar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang cukup lengkap untuk mempertahankan kesehatan tubuh. Komposisi zat-zat makanan yang terkandung dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan

TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan 4 TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan unsur-unsur esensial bagi pertumbuhan tanaman (Hadisuwito, 2008). Tindakan mempertahankan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman kelapa sawit memiliki arti penting bagi pembangunan perkebunan nasional, selain mampu menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat dan juga mengarah pada kesejahteraan

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera)

PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera) PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera) ABSTRAK Noverita S.V. Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Sisingamangaraja-XII Medan Penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Saninten (Castanopsis argentea Blume A.DC) Sifat Botani Pohon saninten memiliki tinggi hingga 35 40 m, kulit batang pohon berwarna hitam, kasar dan pecah-pecah dengan permukaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Tanaman padi merupakan tanaman tropis, secara morfologi bentuk vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun berbentuk pita dan berbunga

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian meter di

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian meter di TINJAUAN PUSTAKA Syarat Tumbuh Tanaman Jahe Iklim Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian 200-600 meter di atas permukaan laut, dengan curah hujan rata-rata berkisar 2500-4000 mm/ tahun. Sebagai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia tanaman seledri sudah dikenal sejak lama dan sekarang

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia tanaman seledri sudah dikenal sejak lama dan sekarang TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Seledri Kedudukan tanaman seledri dalam taksonomi tumbuhan, diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom Divisi Sub-Divisi Kelas Ordo Family Genus : Plantae : Spermatophyta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pakchoy (Brassica sinensis L.) merupakan tanaman sayuran berumur pendek (±

I. PENDAHULUAN. Pakchoy (Brassica sinensis L.) merupakan tanaman sayuran berumur pendek (± 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pakchoy (Brassica sinensis L.) merupakan tanaman sayuran berumur pendek (± 45 hari), termasuk dalam famili Brassicaceae. Umumnya, pakchoy jarang dimakan mentah,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Panjang akarnya dapat mencapai 2 m. Daun kacang tanah merupakan daun

II. TINJAUAN PUSTAKA. Panjang akarnya dapat mencapai 2 m. Daun kacang tanah merupakan daun 11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Kacang Tanah Tanaman kacang tanah memiliki perakaran yang banyak, dalam, dan berbintil. Panjang akarnya dapat mencapai 2 m. Daun kacang tanah merupakan daun majemuk

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB, Cikarawang, Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Oktober 2010 sampai dengan Februari 2011.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teoritis 2.1.1. Botani dan Klasifikasi Tanaman Gandum Tanaman gandum dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kelas : Monokotil Ordo : Graminales Famili : Graminae atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena harganya terjangkau dan sangat bermanfaat bagi kesehatan. Pisang adalah buah yang

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung, yaitu penyemaian benih dan penanaman bawang merah

Lebih terperinci

BAHAN METODE PENELITIAN

BAHAN METODE PENELITIAN BAHAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan penelitian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl, dilaksanakan pada

Lebih terperinci

Penanganan bibit jati (Tectona grandis Linn. f.) dengan perbanyakan stek pucuk

Penanganan bibit jati (Tectona grandis Linn. f.) dengan perbanyakan stek pucuk Standar Nasional Indonesia Penanganan bibit jati (Tectona grandis Linn. f.) dengan perbanyakan stek pucuk ICS 65.020.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pupuk Bokasi adalah pupuk kompos yang diberi aktivator. Aktivator yang digunakan adalah Effective Microorganism 4. EM 4 yang dikembangkan Indonesia pada umumnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Syarat Tumbuh Tanaman Selada (Lactuca sativa L.)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Syarat Tumbuh Tanaman Selada (Lactuca sativa L.) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Syarat Tumbuh Tanaman Selada (Lactuca sativa L.) Tanaman selada (Lactuca sativa L.) merupakan tanaman semusim yang termasuk ke dalam famili Compositae. Kedudukan tanaman selada

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Margahayu Lembang Balai Penelitian Tanaman Sayuran 1250 m dpl mulai Juni 2011 sampai dengan Agustus 2012. Lembang terletak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Kacang Hijau Kacang hijau (Vigna radiata L.) merupakan salah satu komoditas tanaman kacang-kacangan yang banyak dikonsumsi rakyat Indonesia. Kacang hijau termasuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan tanaman yang berasal

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan tanaman yang berasal 11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Kacang Tanah Tanaman kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan tanaman yang berasal dari benua Amerika, khususnya dari daerah Brizilia (Amerika Selatan). Awalnya kacang

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan Agustus 2013 sampai Oktober

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 15 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca dan laboratorium silvikultur Institut Pertanian Bogor serta laboratorium Balai Penelitian Teknologi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) berasal dari negara Afrika.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) berasal dari negara Afrika. 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengenalan Tanaman Sorgum Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) berasal dari negara Afrika. Tanaman ini sudah lama dikenal manusia sebagai penghasil pangan, dibudidayakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Konidisi Umum Penelitian Berdasarkan hasil Laboratorium Balai Penelitian Tanah yang dilakukan sebelum aplikasi perlakuan didapatkan hasil bahwa ph H 2 O tanah termasuk masam

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah di laksanakan di Rumah Kaca Kebun Percobaan Fakultas Pertanian, Jalan Bina Widya KM 12,5 Simpang Baru Kecamatan Tampan Pekanbaru yang berada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kedalaman tanah sekitar cm (Irwan, 2006). dan kesuburan tanah (Adie dan Krisnawati, 2007).

TINJAUAN PUSTAKA. kedalaman tanah sekitar cm (Irwan, 2006). dan kesuburan tanah (Adie dan Krisnawati, 2007). 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Akar kedelai terdiri atas akar tunggang, lateral, dan serabut. Pertumbuhan akar tunggang dapat mencapai panjang sekitar 2 m pada kondisi yang optimal, namun umumnya hanya

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor. Sejarah lahan sebelumnya digunakan untuk budidaya padi konvensional, dilanjutkan dua musim

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kesadaran manusia akan kesehatan menjadi salah satu faktor kebutuhan sayur dan buah semakin meningkat. Di Indonesia tanaman sawi merupakan jenis sayuran

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Pada saat jagung berkecambah, akar tumbuh dari calon akar yang berada dekat ujung biji yang menempel pada janggel, kemudian memanjang dengan diikuti oleh akar-akar samping.

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 11 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 2 lokasi penelitian yang digunakan yaitu Harapan dan Inalahi yang terbagi menjadi 4 plot pengamatan terdapat 4 jenis tanaman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Bawang Merah Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal dan bercabang terpencar, pada kedalaman antara 15-20 cm di dalam tanah. Jumlah perakaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang mempunyai 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang mempunyai prospek cerah untuk dapat dikembangkan. Cabai dimanfaatkan oleh masyarakat dalam kehidupan

Lebih terperinci

I. TATA CARA PENELITIAN. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

I. TATA CARA PENELITIAN. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten I. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Green House Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul,

Lebih terperinci

Teknik Membangun Persemaian Pohon di Desa

Teknik Membangun Persemaian Pohon di Desa Teknik Membangun Persemaian Pohon di Desa Teknik Membangun Persemaian Pohon di Desa Teknik Membangun Persemaian Pohon di Desa @ 2012 Penyusun: 1. Ujang S. Irawan, Senior Staff Operation Wallacea Trust

Lebih terperinci

Nur Rahmah Fithriyah

Nur Rahmah Fithriyah Nur Rahmah Fithriyah 3307 100 074 Mengandung Limbah tahu penyebab pencemaran Bahan Organik Tinggi elon Kangkung cabai Pupuk Cair Untuk mengidentifikasi besar kandungan unsur hara N, P, K dan ph yang terdapat

Lebih terperinci

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun 16 1. Tinggi Tanaman (cm) I. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Hasil sidik ragam tinggi tanaman ( lampiran 6 ) menunjukkan perlakuan kombinasi limbah cair industri tempe dan urea memberikan pengaruh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. udara yang baik untuk pertumbuhan tanaman cabai adalah 25-27º C pada siang

II. TINJAUAN PUSTAKA. udara yang baik untuk pertumbuhan tanaman cabai adalah 25-27º C pada siang 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Umum Tanaman Cabai Tanaman cabai mempunyai daya adaptasi yang cukup luas. Tanaman ini dapat diusahakan di dataran rendah maupun dataran tinggi sampai ketinggian 1400

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Unit Lapangan Pasir Sarongge, University Farm IPB yang memiliki ketinggian 1 200 m dpl. Berdasarkan data yang didapatkan dari Badan Meteorologi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia dan Fisik Latosol Darmaga Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga yang digunakan dalam percobaan ini disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Sifat Kimia

Lebih terperinci

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat Dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2016 Agustus 2016 yang

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat Dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2016 Agustus 2016 yang I. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2016 Agustus 2016 yang bertempat di Lapangan (Green House) dan Laboratorium Tanah Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kompos Kulit Buah Jarak Pagar

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kompos Kulit Buah Jarak Pagar II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kompos Kulit Buah Jarak Pagar Kompos merupakan bahan organik yang telah menjadi lapuk, seperti daundaunan, jerami, alang-alang, rerumputan, serta kotoran hewan. Di lingkungan alam,

Lebih terperinci

III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai 3 Juni Juli 2016 di Green House

III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai 3 Juni Juli 2016 di Green House III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai 3 Juni 2016-15 Juli 2016 di Green House Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. B. Bahan dan Alat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Botani Tanaman Bayam Bayam (Amaranthus sp.) merupakan tanaman semusim dan tergolong sebagai tumbuhan C4 yang mampu mengikat gas CO 2 secara efisien sehingga memiliki daya adaptasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kondisi tanah pada lahan pertanian saat sekarang ini untuk mencukupi kebutuhan akan haranya sudah banyak tergantung dengan bahan-bahan kimia, mulai dari pupuk hingga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Jagung (Zea Mays L.) Jagung (Zea mays L) adalah tanaman semusim dan termasuk jenis rumputan/graminae yang mempunyai batang tunggal, meski terdapat kemungkinan

Lebih terperinci

PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1

PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1 PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1 Wahyu Asrining Cahyowati, A.Md (PBT Terampil Pelaksana) Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya I. Pendahuluan Tanaman kakao merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingkat konsumsi sayuran rakyat Indonesia saat ini masih rendah, hanya 35

I. PENDAHULUAN. Tingkat konsumsi sayuran rakyat Indonesia saat ini masih rendah, hanya 35 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tingkat konsumsi sayuran rakyat Indonesia saat ini masih rendah, hanya 35 kilogram sayuran per kapita per tahun. Angka itu jauh lebih rendah dari angka konsumsi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung di Desa Muara Putih Kecamatan Natar Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 14 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Maret 2010 Juli 2011. Pengambilan sampel urin kambing Kacang dilakukan selama bulan Oktober Desember 2010 dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang terdiri dari akar tunggang, akar sekunder yang tumbuh dari akar tunggang, serta akar cabang yang

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 15 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan bulan Maret 2010 sampai dengan bulan Maret 2011. Pengambilan sampel urin kambing Etawah dilakukan pada bulan Maret sampai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi termasuk golongan tumbuhan Graminae dengan batang yang tersusun

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi termasuk golongan tumbuhan Graminae dengan batang yang tersusun II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Padi Padi termasuk golongan tumbuhan Graminae dengan batang yang tersusun dari beberapa ruas. Ruas-ruas itu merupakan bubung atau ruang kosong. Panjang tiap ruas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data Badan Meteorologi dan Geofisika Darmaga, Bogor (Tabel Lampiran 1) curah hujan selama bulan Februari hingga Juni 2009 berfluktuasi. Curah hujan terendah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang hijau termasuk suku (famili) leguminoseae yang banyak

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang hijau termasuk suku (famili) leguminoseae yang banyak 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kacang Hijau (Phaseolus radiatus L.) Tanaman kacang hijau termasuk suku (famili) leguminoseae yang banyak varietasnya (Rukmana, 2005). Kedudukan tanaman kacang hijau

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Objek yang digunakan pada penelitian adalah tanaman bangun-bangun (Coleus amboinicus, Lour), tanaman ini biasa tumbuh di bawah pepohonan dengan intensitas cahaya yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Kacang Tanah

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Kacang Tanah TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Kacang Tanah Tanaman kacang tanah (Arachis hypogaea, L.) merupakan tanaman yang berasal dari benua Amerika, khususnya dari daerah Brazilia (Amerika Selatan). Awalnya kacang tanah

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, Jalan H.R. Soebrantas No.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Bio-slurry dan tahap aplikasi Bio-slurry pada tanaman Caisim. Pada tahap

HASIL DAN PEMBAHASAN. Bio-slurry dan tahap aplikasi Bio-slurry pada tanaman Caisim. Pada tahap IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian yang dilakukan terbagi menjadi dua tahap yaitu pengambilan Bio-slurry dan tahap aplikasi Bio-slurry pada tanaman Caisim. Pada tahap pengambilan Bio-slurry dilakukan

Lebih terperinci

PENGARUH PERBEDAAN KOMPOSISI MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA SAWIT PADA TAHAP PRE NURSERY. Aang Kuvaini. Abstrak

PENGARUH PERBEDAAN KOMPOSISI MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA SAWIT PADA TAHAP PRE NURSERY. Aang Kuvaini. Abstrak PENGARUH PERBEDAAN KOMPOSISI MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA SAWIT PADA TAHAP PRE NURSERY Aang Kuvaini Abstrak Kualitas media tanam akan memberikan pengaruh terhadap kualitas pertumbuhan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tinggi Bibit (cm) Dari hasil sidik ragam (lampiran 4a) dapat dilihat bahwa pemberian berbagai perbandingan media tanam yang berbeda menunjukkan pengaruh nyata terhadap tinggi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Bahan Humat dengan Carrier Zeolit terhadap Jumlah Tandan Pemberian bahan humat dengan carrier zeolit tidak berpengaruh nyata meningkatkan jumlah tandan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annuum) merupakan komoditas sayuran yang memiliki nilai

I. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annuum) merupakan komoditas sayuran yang memiliki nilai I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cabai (Capsicum annuum) merupakan komoditas sayuran yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan mempunyai prospek pasar yang unik dan menarik. Selama ini budidaya cabai dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Variabel yang diamati pada penelitian ini adalah diameter pangkal, diameter setinggi dada (dbh), tinggi total, tinggi bebas cabang, tinggi tajuk, panjang

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran yang mempunyai arti penting bagi masyarakat. Meskipun disadari bawang merah bukan merupakan kebutuhan pokok, akan

Lebih terperinci