BAB I PENDAHULUAN. maupun multilateral, sehingga banyak universitas mendirikan program studi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. maupun multilateral, sehingga banyak universitas mendirikan program studi"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan bahasa asing di Indonesia merupakan salah satu bidang pendidikan yang memegang peranan penting sebagai salah satu modal dalam perjalanan hidup bangsa, terutama dalam hubungan internasional baik bilateral maupun multilateral, sehingga banyak universitas mendirikan program studi bahasa untuk memunculkan output yang sesuai dengan kebutuhan tersebut. Bertolak pada kenyataan di atas, pengajaran bahasa Korea tentunya sangat diharapkan untuk melahirkan lulusan yang mampu bersaing dalam iklim kompetisi yang sangat ketat pada dunia kerja. Berdasarkan hal tersebut, pengajaran yang berkualitas dan tepat guna sangat diperlukan dalam pengajaran bahasa Korea sebagai bahasa asing bagi peserta didik, yang bahasa ibunya adalah bahasa Indonesia. Keadaan tersebut merupakan sebuah kendala tersendiri bagi mereka yang masih terbiasa dengan penggunaan komunikasi bahasa dengan karakteristik gramatikal bahasa Indonesia, sehingga banyak dijumpai beragam kesalahan pembelajaran bahasa. Pada dasarnya bahasa Indonesia (BI) dan bahasa Korea (BK) sama-sama merupakan bahasa aglutinatif dan tampak tidak terdapat perbedaan yang sangat mendasar antar keduanya. Namun demikian, bila ditinjau lebih dalam kajian antara kedua bahasa tersebut ditemukan berbagai perbedaan pada tataran struktur kalimat tunggal berdasarkan fungsi dan kategori sintaksis unsur-unsur kalimat. 1

2 2 Wijana (2011) mengatakan bahwa kalimat tunggal adalah kalimat yang terdiri atas satu klausa. Subjek dan predikat adalah unsur inti klausa. Verhaar (2010) mengatakan bahwa dalam hubungan analisis fungsi ada empat terminologi analisis fungsi yang berbeda. Pertama, kalimat dibagi atas subjek dan predikat. Kedua, kalimat dibagi atas subjek, predikat, dan keterangan. Keterangan dibagi lagi atas objek dan keterangan waktu, keterangan tempat, dan lain-lain. Ketiga, kalimat dibagi atas subjek, predikat, dan pelengkap. Pelengkap dibagi atas objek dan keterangan. Selanjutnya keterangan dibagi atas keterangan waktu, keterangan tempat, dan lain-lain. Keempat, kalimat dibagi atas subjek, predikat, objek, dan keterangan. Berikutnya keterangan dibagi atas keterangan waktu, keterangan tempat, dan lain-lain, sedangkan analisis kalimat berdasarkan kategori unsurunsurnya adalah menentukan termasuk kategori apakah suatu unsur dalam suatu kalimat. Analisis kategori adalah analisis terhadap jenis kata atau kelas kata unsur-unsur pengisi fungsi tertentu dalam sebuah kalimat. Dalam relasi gramatikal pada tataran struktur kalimat tunggal BI dan BK, pengisi fungsi dan kategori unsur-unsur kedua bahasa tersebut memiliki persamaan dan perbedaan. Perbedaan pertama adalah pada kalimat tunggal BI terdiri dari unsur subjek (S), predikat (P), objek (O), pelengkap (Pl), dan keterangan (Ket) pada setiap unsur fungsinya yang tidak ditandai dengan penanda, sedangkan kalimat tunggal BK unsur fungsinya terdiri dari unsur subjek (S), predikat (P), objek (O), pelengkap (Pl), dan keterangan (Ket) pada setiap unsur fungsinya yang ditandai dengan penanda yang unsur subjeknya ditandai dengan penanda -neun, -eun, -i, dan -ga, unsur predikat ditandai dengan penanda -da, -

3 3 bnida, -sebnida, -ayo, -eoyo, -haeyo, dan lain sebagainya, unsur objek ditandai dengan penanda leul dan -eul, unsur pelengkap ditandai dengan penanda i/-ga anida dan i/-ga dwaeda, dan unsur keterangan ditandai dengan penanda -e, -eseo, dan lain sebagainya. Misalnya: BI (1) Ibu tidak berlari-lari. S P (Ramlan, 2001: 81) BK (2) Jeo-neun uch eguk-eseo ph yeonji-reul bo nae-eoyo. S -ps Ket -pk O -po P -pp Saya kantor pos-di surat mengirim Saya mengirim surat di kantor pos (Ahn Jean-Myung, 2010: 86) Kalimat (1) BI di atas, terdiri dari dua unsur fungsional. Unsur ibu menduduki fungsi S dan unsur tidak berlari-lari menduduki fungsi P. Kalimat (2) BK, terdiri dari empat unsur fungsional. Unsur Jeo-neun saya menduduki fungsi S yang ditandai dengan unsur neun sebagai penanda fungsi S, unsur uch egukeseo di kantor pos yang menduduki fungsi Ket ditandai dengan unsur eseo sebagai penanda fungsi Ket, unsur ph yeonji-reul surat yang menduduki fungsi O ditandai dengan unsur reul sebagai penanda fungsi O, dan unsur bo nae-eoyo mengirim yang menduduki fungsi P ditandai dengan unsur eoyo sebagai penanda fungsi P.

4 4 Perbedaan kedua adalah pada tataran urutan fungsi unsur-unsur penyusun kalimat BI dan BK. Ramlan (2001), dalam kalimat BI unsur S dan P dapat dipertukarkan tempatnya, urutan unsur O selalu terletak di belakang P yang terdiri kata verba transitif dan unsur O apabila dipasifkan kata atau frase yang menduduki fungsi O menduduki fungsi S. unsur Pl mempunyai persamaan dengan O, yaitu urutannya terletak di belakang P. Perbedaannya adalah O selalu dalam klausa yang dapat dipasifkan, sedangkan Pl terdapat dalam klausa yang tidak dapat diubah menjadi bentuk pasif, dan unsur Ket pada umumnya dalam kalimat BI urutannya bebas, artinya dapat terletak di depan SP, dapat terletak di antara S dan P, dan dapat juga terletak di belakang P, sedangkan urutan kalimat BK adalah unsur S terletak di awal, unsur O dapat terletak diantara S dan P atau unsur O selalu terletak di depan P, unsur P hanya terletak di akhir kalimat yang tidak dapat dipertukarkan tempatnya, dan unsur Pl terletak di belakang S, unsur Ket dapat terletak di depan dan di belakang S. Misalnya: BI (3) Badannya sangat lemah. S P (Ramlan, 2001: 81) BK (4) Sicheon-eun Seoul-e iss-eoyo. S -ps Ket pk P -pp Sincheon Seoul ada. Sicheon ada di Seoul (Ahn Jean-Myung, 2010: 87)

5 5 Pada kalimat (3) BI di atas, terdiri dari dua unsur fungsional. Unsur badannya menduduki fungsi S, dan unsur sangat lemah menduduki fungsi P. Berdasarkan urutannya, struktur kalimat (3) di atas, S dan P dapat dipertukarkan tempatnya menjadi S mungkin terletak di depan P, atau sebaliknya P mungkin terletak di depan S, sehingga kalimat (3) di atas dapat diubah susunannya menjadi: (3a) sangat lemah badannya. P S unsur sangat lemah (3a) tetap menduduki fungsi P dan unsur badannya (3a) juga tetap menduduki fungsi S, sedangkan kalimat (4) BK di atas, terdiri dari tiga unsur fungsional. Unsur Sincheon Shincheon menduduki fungsi S, unsur Seoul-e di Seoul menduduki fungsi Ket, dan unsur iss-eoyo ada menduduki fungsi P. Berdasarkan urutannya pada kalimat (4) hanya unsur yang menduduki fungsi S dan Ket yang bisa dipertukarkan tempatnya, sedangkan unsur P tidak dapat dipertukarkan urutannya. Kalimat di atas dapat diubah letaknya menjadi: (4a) Seoul-e Sicheon-eun iss-eoyo. Ket -pk S -ps P -pp Seoul Sincheon ada. Sicheon ada di Seoul Pada kalimat (4a) unsur Seoul-e di Seoul tetap menduduki fungsi Ket, unsur Sincheon-eun Sinchon menduduki fungsi S, dan unsur iss-eoyo ada menduduki menduduki fungsi P.

6 6 Perbedaan ketiga adalah pada unsur kategori pengisi fungsi unsur-unsur kalimat BI dan BK. Pada kalimat BI, fungsi S berkategori nomina, fungsi P bisa berkategori verba, nomina, frase bilangan, dan kemungkinan bisa frase depan, fungsi O berkategori nomina, fungsi Pl bisa berkategori nomina, verba, dan bilangan, fungsi Ket bisa berkategori keterangan, frase depan ataupun nomina. Pada kalimat BK, fungsi S berkategori nomina, fungsi P berkategori verba, adjektiva, dan copula, fungsi O berkategori nomina, fungsi Pl berkategori nomina dan adjektiva, dan fungsi Ket berkategori keterangan, nomina, ataupun frase depan dengan ditandai penanda setiap fungsinya. Misalnya: BI (5) Dia guru saya. S P (Moeliono, 1996: 267) BK (6) Jeo-neun hanguk saram -i-bnida. S -ps Pl -P-pp Saya Korea orang -adalah Saya adalah orang Korea (Ahn Kyung-Hwa, 2008: 71) Pada kalimat (5) BI di atas, terdiri dari dua unsur, yaitu dia, dan guru saya. Unsur dia menduduki fungsi S yang berkategori nomina dan unsur guru saya menduduki fungsi P yang berkategori frase nominal. Pada kalimat BK (6) terdiri dari tiga unsur, yaitu jeo-neun saya, hanguk saram orang Korea, dan i-bnida adalah. Unsur jeo-neun saya menduduki fungsi S yang berkategori nomina, unsur hanguk sarami-bnida adalah orang Korea menduduki fungsi P yang

7 7 berkategori verba, jadi kalimat (5) BI dan (6) BK di atas, jika dianalisis secara fungsional (F) dan kategorial (K) hasilnya menjadi sebagai berikut: Kalimat (5) BI Dia Guru saya F S P K N FV Tabel 1: Hasil Analisis Fungsi dan Kategori BI Kalimat (6) BK Jeo-neun hanguk sarami-bnida F S P K N V Tabel 2: Hasil Analisis Fungsi dan Kategori BK Dengan adanya beberapa perbedaan struktur kalimat antara BI dan BK, hal ini memberikan kendala dan kesulitan bagi para pembelajar BK dalam mempelajari BK sebagai bahasa target. Fenomena tersebut di atas, merupakan hal yang tidak jarang terjadi dalam pembelajaran bahasa kedua, sehingga sangat dibutuhkan solusi yang tepat untuk pemerolehan dan pembelajarannya, dalam hal ini adalah BK. Berdasarkan pra observasi yang telah dilakukan, kesalahan dan kesulitan yang sering muncul dalam pembelajaran BK adalah penerapan sistem gramatikal pada struktur kalimat tunggal sebagaimana tersebut di atas. Peneliti dalam menyikapi permasalahan tersebut di atas, akan melakukan penelitian yang hanya membandingkan atau mengkontraskan karakteristik gramatikal BI dan BK dalam struktur kalimat tunggal deklaratif struktur biasa yang terkait dengan fungsi, urutan, dan kategori unsur-unsurnya berupa Subjek, Predikat, Objek, Pelengkap, dan Keterangan.

8 8 Penelitian semacam ini dikenal dengan sebutan analisis kontrastif. Lado (1975) dalam teorinya mengatakan bahwa analisis kontrastif merupakan sebuah cara untuk mendeskripsikan kesulitan atau kemudahan pembelajar dalam belajar bahasa kedua dan bahasa asing. Penelitian kontrastif ini sangat penting dilakukan, mengingat sebelumnya belum pernah dilakukan penelitian kontrastif struktur kalimat tunggal BI dan BK. Hasil penelitian ini akan menjadi informasi penting bagi pendidik dan peserta didik BK dalam memahami masing-masing karakteristik gramatikal pada struktur kalimat tunggal sebagaimana tersebut di atas, sehingga dapat memberikan kemudahan bagi pendidik untuk mengajarkan BK, sekaligus dalam menghadapi kesulitan yang dialami oleh peserta didik. Di samping itu, hal ini juga menjadi cerminan gramatikal tersendiri antara BI dan BK bagi peserta didik pada khususnya, yang nantinya akan mampu membantu memberikan pemahaman yang komprehensif kepada mereka dalam pembelajaran gramatikal BK, karena dituntun oleh hasil analisis kontrastif BI dan BK. Hal itu juga berpijak pada pernyataan bahwa Kajian kontrastif merupakan referensi terbaik bagi para pendidik bahasa target untuk mengantisipasi kesulitan dan kesalahan yang dihadapi peserta didiknya (Fries, 1945; Gleason, 1961) Rumusan Masalah Permasalahan dalam penelitian ini adalah terkait perbandingan struktur kalimat tunggal BI dan BK dirumuskan sebagai berikut:

9 9 1. Bagaimana struktur kalimat tunggal BI dan BK berdasarkan fungsi, urutan, dan kategori unsur-unsurnya? 2. Apa perbedaan dan persamaan struktur kalimat tunggal bahasa Indonesia dan bahasa Korea? 3. Apa implikasi hasil penelitian ini dalam pengajaran bahasa Indonesia dan bahasa Korea sebagai bahasa asing? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah dapat menjawab persoalan-persoalan yang telah diagendakan dalam rumusan masalah di atas sebagaimana terangkum sebagai berikut: 1. Mendeskripsikan struktur kalimat tunggal BI dan BK berdasarkan fungsi, urutan, dan kategori unsur-unsurnya. 2. Mendeskripsikan perbedaan dan persamaan struktur kalimat tunggal BI dan BK. 3. Mendeskripsikan implikasi hasil penelitian ini dalam pengajaran bahasa Indonesia dan bahasa Korea sebagai bahasa asing Manfaat Penelitian Manfaat yang bisa disumbangkan hasil penelitian ini tercakup ke dalam dua hal, yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis. Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah dapat mengetahui komponen persamaan dan perbedaan struktur kalimat tunggal struktur biasa berdasarkan fungsi dan kategori unsur-unsur BI dan BK.

10 10 Selain itu, penelitian ini dapat memperkaya kepustakaan tentang studi bahasa Korea dan bahasa Indonesia. Adapun manfaat praktis dari penelitian ini adalah utamanya dapat membantu pembelajar bahasa Korea untuk meminimalisasi kendala, kesulitan, dan kesalahan yang dihadapi dalam menjalani proses pembelajaran bahasa Korea melalui model dan metode pengajaran yang efektif dan tepat guna Tinjauan Pustaka Kajian kontrastif BK pada masa-masa sebelumnya memang sudah ada beberapa penelitian yang dilakukan oleh para peneliti luar terkait kepluralistikan para pembelajar BK, dalam arti mereka merupakan penutur bahasa selain BK. Berikut penelitian-penelitian yang sudah pernah dilakukan terkait kajian kontrastif BK: 1. Penelitian yang dilakukan oleh Chang, Woohyeok & William Idsardi pada tahun 2001 yang berjudul Speech Perception And Production Of English Final Voicing Contrast By Korean Speakers. Penelitian ini secara kasat mata seolah-oleh bukan kajian kontrastif. Namun demikian, sebenarnya penelitian yang dilakukan oleh Chang, Woohyeok & William Idsardi mengkaji tentang Speech Perception And Production Of English Final Voicing Contrast yang dilakukan oleh penutur bahasa Korea terhadap tuturan bahasa Inggris, yang dalam hal ini bahasa Inggris merupakan bahasa yang menjadi objek kajian kontrastifnya terhadap bahasa Korea. Dalam hal ini menghasilkan sebuah hasil penelitian yang dapat memberikan cerminan atau gambaran terkait

11 11 Speech Perception And Production Of English Final Voicing Contrast bagi penutur bahasa Korea yang sedang belajar bahasa Inggris, sehingga mereka dapat mengatasi atau meminimalisasi kendala dan kesulitan yang dihadapi dalam menjalani proses pembelajaran bahasa Inggris. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Kim dan Ji Eun pada tahun 2004 yang berjudul Negative transfer in the production of English front vowels by native speakers of Korean: Phonetic and phonological considerations. Penelitian ini pada dasarnya bukan merupakan sebuah kajian kontrastif, melainkan sebuah kajian Error Annalysis. Dalam hal ini dikaji kebiasaan-kebiasaan bahasa ibu penutur asli bahasa Korea, yang dalam hal ini mereka merupakan penutur asing bahasa Inggris, menyusupkan ke dalam sistem tata tutur bahasa Inggris. Adapun yang menjadi titik permasalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah transfer negatif atau interferensi sistem fonetis dan fonologis bahasa Korea terhadap bahasa Inggris, yang mana hal ini bisa menyebabkan ketidakberterimaan pelafalan bunyi-bunyi bahasa Inggris dalam tataran fonetis dan morfologi, dan yang paling dikhawatirkan adalah ketika interferensi tersebut akan menyebabkan sebuah distorsi makna. 3. Penelitian yang dilakukan oleh Choi, Soonja dan David Zubin pada 1985 dengan judul Acquisition Of Negation: How Do Children Learn To Answer Yes-No Questions In Korean And In English. Penelitian ini lebih fokus pada akuisi atau pemerolehan bahasa oleh penutur dini bahasa Inggris dan bahasa Korea. Dalam penelitian difokuskan kajian terhadap proses pembelajaran yang dilakukan oleh anak-anak ketika belajar Yes-No Questions dalam bahasa

12 12 Korea dan bahasa Inggris. Pada bagian ini juga ditampilkan perbandingan antara kedua sistem pembelajarannya yang dalam hal ini termasuk proses akuisisi. 4. Penelitian yang dilakukan oleh Do dan Anna H.-J. pada tahun 2004 yang berjudul Rethinking The Noun Phrase Accessibility Hierarchy And Transfer: Evidence From The Acquisition Of Korean Relative Clauses By English Speakers. Penelitian ini mengkaji tentang akuisisi bahasa Korea yang dialami oleh penutur asli bahasa Inggris terkait penggunaan frasa benda yang ditautkan dengan sisi semantisnya. 5. Penelitian yang dilakukan oleh Sunyoung Lee pada tahun 1999 yang berjudul A Korean Child's Acquisition Of First-Person Singular Pronouns: Compared With An English-Speaking Child's. Penelitian ini mengkaji tentang akuisisi bahasa terkait kata ganti orang ketiga tunggal yang dilakukan oleh anak-anak penutur bahasa Inggris Landasan Teori Sintaksis Istilah sintaksis secara langsung diambil dari bahasa Belanda syntaxis. Dalam bahasa Inggris digunakan istilah syntax. Sintaksis ialah bagian atau cabang dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa, dan frase (Ramlan, 2001: 18). Sintaksis merupakan suatu cabang linguistik yang menduduki posisi sangat penting dalam peranannya melakukan tugas-tugas linguistis. Definisi

13 13 sintaksis pun banyak sekali dicetuskan oleh banyak pakar linguistik, namun kesemuanya mempunyai intisari yang sama, yang salah satunya dipaparkan oleh Verhaar (2004: 161) bahwa sintaksis merupakan tatabahasa yang membahas hubungan antar kata dalam tuturan, yang mana salah satu satuan tuturan itu adalah kalimat. Kalimat adalah satuan yang merupakan suatu keseluruhan yang memiliki intonasi tertentu sebagai pemarkah keseluruhan itu Fungsi Sintaksis Berangkat dari pengertian sintaksis di atas, bahan dan objek kajian sintaksis meliputi frasa, klausa, dan kalimat. Kata dalam sintaksis memegang peranan kajian posisi struktural dalam kalimat. Kalimat merupakan tataran tertinggi dalam kajian sintaksis. Di dalam tataran kalimat ditemukan berbagai komponen atau material-material sintaktis, yang salah satunya adalah fungsi sintaksis. Terkait fungsi sintaksis, Verhaar (2010:166) mengatakan bahwa kata kerja atau verba, yang biasanya selalu berfungsi sebagai predikat, memegang peranan penting dalam penetuan fungsi dari komponen-komponen yang lain dalam tataran kalimat, misalnya adalah subjek dan objek, serta keterangan. Dalam Kridalaksana, Harimurti (2002) mengatakan bahwa di dalam klausa terdapat komponen-komponen yang karena hubungan fungsional mempunyai status yang khas. Komponen-komponen dengan status yang khas itu disebut subyek, predikat, objek, pelengkap, dan keterangan. Yang dimaksud dengan subyek ialah bagian klausa atau gatra yang menandai apa yang dinyatakan oleh pembicara. Yang dimaksud dengan predikat ialah bagian

14 14 klausa atau gatra yang menandai apa yang dinyatakan pembicara tentang subyek. Predikat dapat berwujud nomina, verba, ajektiva, numeralia, pronomina, atau frase preposisional. Terkait sintaksis dan fungsi sintaksis, semua bahasa di dunia mempunyai keunikan tersendiri terkait sistem bahasanya. Tataran sintaksis merupakan tataran yang sangat rumit dalam kebanyakan bahasa-bahasa di dunia. Misalnya bahasa Indonesia dan bahasa Korea mempunyai sistem sintaktis yang sangat berbeda dalam penataan fungsi-fungsi sintaktisnya dalam kerangka kalimat. Sebagai contoh konkret dalam bahasa Korea ditemukan partikel-pertikel yang berperan sebagai penanda dalam menyertai masingmasing fungsi sintaksisnya Struktur Sintaksis Secara umum struktur sintaksis terdiri dari susunan Subjek (S), Predikat (P), Objek (O), Pelengkap (Pl), dan Keterangan (Ket) dan susunan fungsi sintaksis tidak selalu berurutan S, P, O, Pl dan Ket. Keempat fungsi ini tidak harus ada dalam setiap struktur sintaksis, tetapi banyak pakar yang menyatakan bahwa suatu struktur sintaksis minimal harus memiliki fungsi Subyek dan fungsi Predikat. Menurut Verhaar (2010), dalam hubungan analisis fungsi ada empat terminologi analisis fungsi yang berbeda. Pertama, kalimat dibagi atas subjek dan predikat. Selanjutnya predikat dibagi atas predikat verbal, objek, dan keterangan. Keterangan dibagi atas beberapa macam, misalnya keterangan

15 15 waktu, keterangan tempat, dan lain-lain. Kedua, kalimat dibagi atas subjek, predikat, dan keterangan. Keterangan dibagi lagi atas objek dan keterangan waktu, keterangan tempat, dan lain-lain. Ketiga, kalimat dibagi atas subjek, predikat, dan pelengkap. Pelengkap dibagi atas objek dan keterangan. Selanjutnya keterangan dibagi atas keterangan waktu, keterangan tempat, dan lain-lain. Keempat, kalimat dibagi atas subjek, predikat, objek, dan keterangan. Berikutnya keterangan dibagi atas keterangan waktu, keterangan tempat, dan lain-lain, sedangkan analisis kalimat berdasarkan kategori unsur-unsurnya adalah menentukan termasuk kategori apakah suatu unsur dalam suatu kalimat. Analisis kategori adalah analisis terhadap jenis kata atau kelas kata unsurunsur pengisi fungsi tertentu dalam sebuah kalimat. Menurut Hoo-Min Shon (2010), sama seperti bahasa Jepang, struktur sintaksisnya adalah Subjek (S), Objek (O), Predikat (P). Dalam bahasa normal predikat (verb or adjective) terletak di akhir kalimat atau klausa yang ditandai dengan elemenu-elemen lainnya, seperti subjek dan objek yang pasti muncul sebelum predikat. Partikel dalam bahas Korea (setara dengan preposisi bahasa Inggris) selalu muncul setelah elemen-elemen yang muncul dalam kalimat. Menurut Ahn Kyung-Hwa (2008), kalimat bahasa Korea memiliki struktur Subjek+Predikat serta Subjek+Objek+Predikat. Pada subjek dilekatkan partikel penunjuk subjek i dan ga, pada objek dilekatkan partikel penunjuk objek eul dan reul. Pada posisi subjek dan objek dalam kalimat dapat ditukar karena partikel berfungsi untuk menunjukkan subjek dan objek

16 16 dalam kalimat. Selain itu, apabila subjek dalam kalimat sudah jelas siapa atau apa, maka partikel penunjuk subjek pun dapat dihilangkan. Kata kerja dalam kalimat dapat muncul dalam berbagai bentuk. Bentuk dasar ga dari kata kerja gada bila digabungkan dengan bermacam-macam bentuk-bentuk gramatikal dapat berubah menjadi gayo, -gabnida, - gassseubnida, -gal geobnida, -gaseyo, -gabsida. Selain itu, bentuk-bentuk gramatikal tersebut dapat mengekspresikan kesopanan, kala, modalitas, dan lain sebagainya Frase Frase adalah satuan sintaksis yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas unsur fungsional klausa. Berdasarkan pengertian bahwa frase terdiri dari dua kata atau lebih dan memiliki batasan yang tidak melampaui fungsi unsur dari klausa, maka dua kata merupakan batasan unsurnya, apabila lebih dari dua kata, maka harus memperhatikan unsur hirarki bahasa. Perhatikan contoh berikut ini: (1) membaca buku kemarin malam Satuan sintaksis yang merupakan frase pada kalimat (1) adalah membaca buku, dan kemarin malam, sedangkan adi membaca buku sintaksis kemarin malam bukan merupakan frase, karena melampaui batas unsur fungsional yaitu adanya subjek (adi), predikat (membaca), objek (buku), dan keterangan (kemarin malam). Sehingga frase membaca buku

17 17 terdiri dari kata membaca dan kata buku dan frase kemarin malam terdiri dari kata kemarin dan kata malam sebagai unsur langsungnya. Jadi diagramnya sebagai berikut: membaca buku kemarin malam membaca buku kemarin malam membaca buku kemarin malam (2) Buku seorang mahasiswa Frase (2) bukan terdiri dari kata-kata buku, seorang, dan mahasiswa, tetapi terdiri atas kata buku dan frase seorang mahasiswa sebagai unsur langsungnya. Frase seorang mahasiswa terdiri dari kata seorang dan kata mahasiswa. Diagramnya sebagai berikut: buku seorang mahasiswa buku seorang mahasiswa seorang mahasiswa Dari contoh (1) dan (2) dapat disimpulkan bahwa frase memiliki batasan sifat pembentuknya, yaitu: 1. Frase merupakan satuan sintaksis yang terdiri dari dua kata atau lebih

18 18 2. Frase merupakan satuan sintaksis yang hanya menempati satu fungsi unsur klausa saja, yaitu subjek, predikat, objek, Plengkap, ataupun keterangan Klausa Klausa adalah satuan sintaksis yang terdiri dari unsur fungsional Subjek (S) dan Predikat (P) disertai unsur Objek (O), Pelengkap (Pl), dan Keterangan (Ket). Unsur inti klausa adalah S (subjek) dan P (predikat), serta ada unsur lain yang fungsinya manasuka yaitu adanya unsur (O), (Pl), dan (Ket), artinya boleh ada, boleh juga tidak ada. Unsur S (subjek) sering dihilangkan dalam kalimat luas sebagai akibat penggabungan klausa dan dalam kalimat jawaban. Misalnya : (3) Mahasiswa belajar menganalisis sintaksis, Pak Dosen masuk ke dalam kelas berdua dengan asistennya (4) Sedang membaca buku. (sebagai jawaban pertanyaan adi sedang mengapa?) Kalimat (3) terdiri dari empat klausa, yaitu 1. Mahasiswa belajar, 2. Menganalisis sintaksis, 3. Pak dosen masuk ke dalam kelas, 4. Berdua dengan asistennya. Klausa 1 terdiri dari unsur S dan P. Klausa 2 terdiri dari unsur P diikuti unsur Pelengkap. Klausa 3 terdiri dari unsur S, P, dan unsur keterangan (Ket). Klausa 4 terdiri dari unsur P dan unsur Pelengkap.

19 19 Dari data di atas akibat penggabungan antara klausa 1 dengan klausa 2, unsur S pada klausa 2 dihilangkan, sebaliknya klausa 3 dengan klausa 4, unsur S pada klausa 4 juga dihilangkan. Sehingga kelengkapan pada klausa-klausa di atas, yaitu : 1. Mahasiswa belajar, 2. Mahasiswa menganalisis sintaksis, 3. Pak dosen masuk ke dalam kelas, dan 4. Pak dosen berdua dengan asistennya. Kalimat (4) sedang membaca buku terdiri dari satu klausa, yaitu sedang membaca buku, yang hanya terdiri unsur P dan O. S-nya dihilangkan karena merupakan jawaban dari suatu pertanyaan. Sehingga kelengkapan klausa tersebut berbunyi Adi sedang membaca buku. Berdasarkan unsur di atas, maka pembahasan tentang klausa dapat dikaji berdasarkan tiga dasar, yaitu: 1. Berdasarkan fungsi unsur-unsurnya Klausa memiliki unsur fungsional yang terdiri dari S, P, O, Pl, dan Ket. Unsur-unsur tersebut tidak selalu bersama ada dalam satu klausa, kadangkadang satu klausa terdiri dari berbagai unsur, yaitu : 1) Unsur S dan P 2) Unsur S, P, dan O 3) Unsur S, P, dan Pl 4) Unsur S, P, O, dan Ket 5) Unsur S, P, dan Ket 6) Unsur P saja ataupun unsur-unsur lain mungkin ada, mungkin juga tidak ada

20 20 berdasarkan unsur fungsionalnya jelas bahwa unsur yang cenderung selalu ada dalam klausa adalah unsur P (predikat). 2. Berdasarkan kategori kata atau frase yang menjadi unsurnya Berdasarkan fungsinya klausa terdiri dari unsur-unsur pembentuk yang disebut S, P, O, Pl, dan Ket. Dalam unsur fungsional tersebut hanya dapat diisi dengan golongan atau kategori kata atau frase tertentu. Kata atau frase yang menempati unsur fungsional harus dari golongan atau kategori tertentu dan tidak semua kategori kata atau frase dapat menduduki semua fungsi klausa. (5) Supri Son sudah menulis surat tadi malam Pada kalimat (5), jika dianalisis klausanya secara fungsional, maka memiliki unsur S, P, O, dan Ket. 1. Supri Son menduduki fungsi unsur S; 2. sudah menulis menduduki fungsi unsur P; 3. surat menduduki fungsi unsur O, dan 4. tadi malam menduduki fungsi unsur Ket. Dari klausa tersebut di atas, kata-kata atau frase yang menduduki masing-masing unsur fungsi termasuk ke dalam kategori-kategori. Unsur S termasuk kategori N (Noun), unsur P termasuk kategori (Verb), unsur O termasuk kategori N (Noun), dan unsur Ket termasuk kategori (Frase Depan). Sehingga, jika klausa dianalisis secara fungsional dan kategorikal, hasilnya sebagai berikut: Supri Son Sudah menulis Surat Tadi malam Fungsi (F) S P O Ket

21 21 Kategori (K) N V N FD Melalui analisis golongan atau kategori ini, maka akan diperoleh fungsi-fungsi tiap unsur S, P, O, Pl, dan Ket. 1) Fungsi unsur S meliputi kategori Nomina (N) 2) Fungsi unsur P meliputi kategori Nomina (N), Verb (V), Bilangan (Bil), dan Frase Depan (FD) 3) Fungsi unsur O meliputi kategori Nomina (N) 4) Fungsi unsur Pl meliputi kategori Nomina (N), Verb (V), dan Bilangan (Bil) 5) Fungsi unsur Ket meliputi kategori Nomina (N), Bilangan (Bil), dan Frase Depan (FD). 3. Berdasarkan makna unsur-unsurnya. Berdasarkan unsur-unsur fungsionalnya dalam analisis klausa, unsur fungsi klausa terdiri dari S, P, O, Pl, dan Ket. Dalam analisis kategori klausa dinyatakan bahwa sebagai fungsi S terdiri dari Nomina (N), sebagai fungsi P terdiri dari Nomina (N), Verb (V), Bilangan (Bil), dan Frase Depan (FD). Sebagai fungsi O terdiri dari Nomina (N), sebagai fungsi Plengkap (Pl) terdiri dari Nomina (N), Verb (V), dan Bilangan (Bil). Sebagai fungsi keterangan terdiri dari Keterangan (Ket), Frase Depan (FD), dan Nomina (N), maka fungsi-fungsi tersebut juga terdiri dari maknamakna yang memiliki makna unsur pengisi satu fungsi yang berkaitan

22 22 dengan makna yang dinyatakan oleh unsur pengisi fungsi yang lain. Misalnya : (6) Kim sedang bicara di depan kelas. Secara fungsional klausa kalimat (6) terdiri dari fungsi S, P, dan Ket. Fungsi S adalah kata Kim yang termasuk golongan atau kategori N, fungsi P adalah kata sedang bicara yang termasuk kategori V, dan fungsi Ket adalah di depan kelas yang termasuk kategori FD. Sehingga berdasarkan fungsi dan kategori klausa pada kalimat (6) di atas, maka makna pada fungsi S adalah menyatakan makna Plaku, yaitu melakukan perbuatan, fungsi P adalah menyatakan makna perbuatan, fungsi Ket adalah menyatakan makna tempat Kalimat Kalimat adalah satuan sintaksis yang terdiri dari dua klausa atau lebih yang dibatasi oleh jeda yang disertai nada akhir naik atau turun. Pada tataran kalimat, klausa memiliki unsur fungsional tersendiri yang disertai adanya jeda panjang nada akhir naik turun, tetapi pada dasarnya yang menentukan sebuah kalimat adalah adanya stuktur pembentuk tiaptiap klausa. Kalimat yang terdiri dari dua klausa dicontohkan sebagai berikut : (7) Perasaan ini berdebar bila wanita itu lewat di depanku. Pada kalimat (7) terdiri dari dua klausa, yaitu perasaan ini berdebar sebagai klausa pertama, dan wanita itu lewat di depanku sebagai klausa

23 23 kedua. Klausa pertama terdiri dari S dan P, dan klausa kedua terdiri dari S, P, dan Keterangan Tempat. Berdasarkan jedahnya yang disertai nada akhir naik turun, orang yang mengucapkan kalimat tersebut dapat didengar adanya jeda yang naik turun. Jeda pendek pada kalimat (7) dinyatakan antara kata perasaan dan kata ini, antara kata wanita dan kata itu, dan antara kata di dan kata depanku. Jeda sedang dinyatakan pada frase perasaan ini, wanita itu, dan di depanku. Jeda panjang akhir dinyatakan pada kata depanku. a. Penggolongan Kalimat Berdasarkan golongannya kalimat dapat digolongkan menjadi beberapa golongan, yaitu : 1. Kalimat Berklausa Kalimat berklausa adalah kalimat yang terdiri dari satuan yang berupa klausa yang melekat unsur fungsionalnya. Misalnya: mahasiswa itu makan soto ayam di kantin FIB. Kalimat tersebut terdiri dari satu klausa yang memiliki unsur fungsi S yang diduduki mahasiswa itu, P yang diduduki makan, O yang diduduki soto ayam, dan Ket yang diduduki di kantin FIB. 2. Kalimat Tak Berklausa Kalimat tak berklausa adalah kalimat yang tidak memiliki satuan dari klausa. Misalnya: (1) mahasiswa Indonesia dan (2) bahasa Indonesia.

24 24 Kalimat (1) dan (2) bukan merupakan kalimat tak berklausa, karena kedua kalimat tersebut merupakan satuan frase. 3. Kalimat Berita Berdasarkan fungsinya dalam hubungan situasi, kalimat berita berfungsi memberitahukan sesuatu kepada orang lain sehingga tanggapan yang diharapkan berupa perhatian yang tercermin pada pandangan mata yang menunjukkan adanya perhatian, anggukan, mungkin disertai ucapan ya. Berdasarkan jeda/intonasinya kalimat berita, yaitu [2] 3 // [2] 3 1 # dan [2] 3 // [2] 3 # apabila P-nya terdiri dari kata-kata yang suku kedua dari belakangnya bervokal /ə/, seperti kata keras, cepat, kering, tepung, dan bekerja. 4. Kalimat Tanya Kalimat tanya berfungsi untuk menanyakan sesuatu. Kalimat tanya memiliki pola intonasi yang berbeda dengan pola intonasi kalimat berita. Pola kalimat tanya terletak pada nada akhirnya yang lebih tinggi, sedangkan pola intonasi kalimat berita terletak pada nada suku terakhir. Pola intonasi kalimat tanya adalah : [2] 3 // [2] 3 2 #. Berdasarkan intonasinya, kalimat tanya terdiri dari (1) kalimat tanya tanpa kata ganti tanya dengan pola intonasi # 23 // 232 #, (2) kalimat tanya dengan kata tanya apa dengan pola intonasi # 2 // 23 // 232#, (3) kalimat

25 25 tanya dengan kata ganti tanya seperti kata ganti tanya mengapa, bagaimana, mana, berapa dan sebagainya, dengan pola intonasi # 232 // 23 // 232#. 5. Kalimat Suruh Kalimat suruh adalah kalimat yang mengharapkan tanggapan yang berupa tindakan dari orang yang diajak berbicara. Pola intonasi kalimat suruh adalah 23 # atau 232 # jika diikuti partikel lah pada P-nya. Berdasarkan strukturnya kalimat suruh dapat digolongkan menjadi empat golongan yaitu: 1. Kalimat suruh yang sebenarnya 2. Kalimat suruh persilahan 3. Kalimat suruh ajakan 4. Kalimat suruh larangan b. Hubungan makna dalam kalimat antar klausa Hubungan makna yang timbul sebagai akibat pertemuan antar klausa, baik antar klausa inti, ataupun antar klausa inti dengan klausa bawahan, maka hubungan makna dalam kalimat memiliki 17 hubungan makna, yaitu: 1. Makna penjumlahan (dan, serta, dan lagi, lagi, selain, disamping, dan tambahan lagi) 2. Makna perturutan (lalu, kemudian, dan lantas) 3. Makna pemilihan (atau dan bagaimanpun)

26 26 4. Makna perlawanan (tetapi, tapi, akan tetapi, namun, hanya, melainkan, sedang, sedangkan, padahal, dan sebaliknya) 5. Makna lebih (bahkan dan malah) 6. Makna waktu (ketika, takkala, tengah, sedang, waktu, sewaktu, selagi, semasa, sementara, serta, demi, begitu, selama, dalam, setiap, setiap kali, tiap kali, sebelum, setelah, sesudah, sehabis, sejak, semenjak, sedari, hingga, sehingga, dan sampai) 7. Makna perbandingan (lebih, daripada, seperti, sebagaimana, bagai, seakan-akan, seakan, seolah-olah, seolah, serasa-rasa, dan serasa) 8. Makna sebab (karena, oleh karena, sebab, lantaran, berhubung, berkat, dan akibat) 9. Makna akibat (hingga, sehingga, sampai, dan sampai-sampai) 10. Makna syarat ( jika, apabila, bila, bilamana, jikalau, kalau, asal, dan asalkan) 11. Makna pengandaian (andaikan, andaikata, seandainya, sekiranya, dan seumpama) 12. Makna harapan (agar, supaya, agar supaya, dan biar) 13. Makna penerang (yang, di mana, dari mana, dan tempat) 14. Makna isi (bahwa, kalau, dan kalau-kalau) 15. Makna cara (dengan, tanpa, sambil, seraya, dan sembari) 16. Makna perkecualian (kecuali dan selain) 17. Makna kegunaan (untuk, guna, dan buat)

27 Analisis Kontrastif Dewasa ini pembelajaran bahasa kedua atau bahasa target sangat berkembang di dalam dunia pendidikan, beragam solusi untuk menghadapi kesulitan peserta didik dalam belajarnya pun selalu digalakkan, salah satunya adalah analisis kontrastif bahasa kesatu dengan bahasa kedua, yang juga sering dikenal dengan akronim anakon. Seorang tokoh utama pelopor analisis kontrastif, Robert Lado (1975), analisis kontrastif adalah cara untuk mendeskripsikan kesulitan atau kemudahan pembelajar bahasa dalam belajar bahasa kedua dan bahasa asing. Dari paparan tersebut bisa dipetik gambaran analisis kontrastif merupakan sebuah analisis perbandingan bahasa ibu dan bahasa kedua atau bahasa asing terkait sistem bahasanya yang kemungkinan memiliki persamaan dan perbedaan. Merujuk pada pernyataan di atas, Lado dalam Parera (1997:107) memaparkan pula langkah-langkah yang bisa ditempuh dalam proses analisis kontrastif antara lain sebagai berikut: a. Tempatkan satu deskripsi struktural yang terbaik tentang bahasa-bahasa yang bersangkutan. Deskripi itu harus mencakup tataran fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik. Deskripsi ini harus mencakup bentuk, makna, dan distribusi. b. Rangkum dalam satu ikhtisar yang terpadu semua struktur. Ini berarti semua linguis harus merangkum semua kemungkinan pada semua tataran analisis bahasa yang diteliti dan dibandingkan.

28 28 c. Bandingkan dua bahasa itu struktur demi struktur dan pola demi pola. Dengan perbandingan tiap struktur dan pola dalam dua sistem bahasa itu, orang dapat menemukan masalah-masalah dalam pembelajaran bahasa. Kita akan menentukan pola yang sama dan berbeda. Dengan demikian, kita dapat meramalkan kemungkinan hambatan-hambatan dan kesulitan-kesulitan dalam pembelajaran bahasa tersebut. Melalui redaksi yang berbeda dan intisari yang sama Hasanah (1995:4) mengemukakan bahwa analisis kontrastif merupakan salah satu alternatif dalam menjawab permasalahan yang dihadapi dalam pengajaran bahasa kedua, yaitu adanya kesulitan dan kesalahan berbahasa yang dijumpai pada pembelajar bahasa asing sebagai bahasa kedua, yang akhirnya menjadikan pengajaran bahasa kedua dirasakan kurang efektif dan efisien. Dalam analisis kontrastif dilakukan perbandingan dua sistem bahasa, yaitu bahasa pertama atau bahasa ibu dengan bahasa kedua atau bahasa asing, yang mana hasilnya akan melahirkan persamaan atau perbedaan untuk membantu peserta didik dan para pendidik untuk melakukan kegiatan belajar mengajar bahasa asing dengan teknik yang tepat guna dan hasil yang optimal. Terkait fenomena di atas, Tarigan dalam Uswatun Hasanah (1995:4) mengatakan bahwa perbedaan dan persamaan antara bahasa pertama dan bahasa kedua dari hasil analisis kontrastif tersebut bisa dijadikan dasar untuk memperkirakan kemudahan dan kesulitan, bahkan dapat digunakan untuk meramalkan dan memprediksi keberhasilan pembelajar bahasa dalam belajar bahasa kedua (Lado dalam Nurhadi dalam Hasanah,1995:4).

29 Hipotesis Berdasarkan pokok permasalahan yang telah dipaparkan dalam rumusan masalah, peneliti memiliki beberapa hipotesis terkait pelaksanaan penelitian ini antara lain: a. Pola struktur kalimat tunggal bahasa Indonesia dan bahasa Korea bervariasi berdasarkan fungsi dan kategori unsur-unsurnya, termasuk pola urutan konstituen-konstituen penyusunnya. b. Variasi gramatikal struktur kalimat tunggal bahasa Indonesia dan bahasa Korea mencerminkan beberapa persamaan dan perbedaan sistemnya, mengingat keduanya berasal dari bahasa aglutinasi. c. Hasil penelitian tentang struktur kalimat tunggal bahasa Indonesia dan bahasa Korea dalam sebuah kajian kontrastif ini akan memberikan kontribusi edukasional yang tepat dalam pengajaran bahasa Indonesia dan bahasa Korea sebagai bahasa asing, khususnya masalah penyusunan dan penyajian bahan ajar melalui metode pembelajaran yang efektif Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan kerangka deskriptif kualitatif. Disebut deskriptif kualitatif karena peneliti menelaah dan melakukan observasi baik dalam studi pustaka maupun media informasi yang lain, yang memberikan banyak inspirasi tentang karakteristik fungsi sintaksis pada struktur kalimat tunggal bahasa Korea dan bahasa Indonesia, kemudian mendeskripsikan secara terperinci. Dalam hal ini

30 30 terdapat beberapa langkah yang dilakukan, yaitu meliputi objek penelitian, pengumpulan data, klasifikasi data, analisis data, dan pemaparannya Objek Penelitian Penelitian yang berjudul struktur kalimat tunggal bahasa Korea dan bahasa Indonesia ini merupakan sebuah kajian kontrastif yang memadankan dua buah bahasa dari rumpun yang berbeda, yaitu bahasa Korea dari rumpun bahasa Altaic dan bahasa Indonesia dari rumpun bahasa Austronesia. Bahasa Indonesia bagi penulis dalam penelitian ini adalah sebagai bahasa ibu, sedangkan bahasa Korea adalah sebagai bahasa asing atau bahasa target para pembelajarnya. Dalam proses penelitian ini, peneliti menggunakan sumber data sekunder, yaitu berupa dokumen tertulis atau kajian pustaka. Menurut hemat penulis, adapun sumber data tertulis dalam hal ini merupakan sumber-sumber tertulis yang mencerminkan pemakaian bahasa yang menjadi subjek penelitian. Adapun sumber data bahasa Indonesia peneliti menggunakan sumber data pada buku Tata Bahasa Baku; Bahasa Indonesia dikarang oleh Moeliono, Anton M dkk dan ILMU BAHASA INDONESIA: SINTAKSIS yang dikarang oleh Prof. Drs. M. Ramlan edisi kedelapan tahun 2001, sedangkan sumber data bahasa Korea peneliti menggunakan buku Korean Grammar in Use: Beginning to Early Intermediate yang dikarang oleh Ahn Jean-Myung, edisi pertama tahun 2010, buku Seogang Hanguko: Student Book 2A yang dikarang oleh Choe Jeong- Soon dkk edisi pertama tahun 2007, dan buku 한국어문법 1/Hankuko

31 31 Munbeob 1 yang dikarang oleh Kim Jeong-Suk. 2005, yang dianggap dapat mewakili keabsahan pemakaian bahasa Korea oleh penutur aslinya Pengumpulan Data Adapun metode penelitian yang digunakan dalam proses pengumpulan data ini adalah metode padan dengan teknik pilah unsur tertentu. Sebagaimana yang dipaparkan oleh Sudaryanto (1993: 21), bahwa teknik pilah unsur tertentu ini merupakan teknik dasar yang alatnya merupakan daya pilah yang bersifat mental yang dimiliki oleh penelitinya. Dengan demikian, adapun dalam proses pengumpulan data ini peneliti akan memilah secara selektif kalimat-kalimat bahasa Korea dan bahasa Indonesia yang paling cocok untuk dipadankan terkait pemarkah fungsi sintaksis dari masingmasing unsur penyusunnnya. Adapun teknik lanjutan yang diterapkan dalam penelitian ini adalah teknik catat. Jati Kesuma, Tri Mastoyo (2007:46) menyatakan bahwa teknik catat adalah teknik menjaring data tertulis dengan mencatat hasil penyadapan pada kartu data. Kartu data dapat berupa kertas HVS, manila, dan buffalo. Merujuk pada hal itu, adapun sumber data dalam penelitian ini adalah bukubuku tata bahasa Korea dan bahasa Indonesia, data-data sekunder ini diperoleh dari literatur-literatur tersebut dengan batasan-batasan yang telah ditentukan.

32 Klasifikasi Data Tahapan selanjutnya dari proses pengumpulan data adalah pengklasifikasian data. Dalam proses klasifikasi data ini menggunakan metode padan dengan teknik pilah unsur tertentu sebagaimana diterapkan dalam proses pengumpulan data. Namun, teknik pilah unsur tertentu dalam tahap ini menggunakan tipe daya pilah ortografis, yang menurut Sudaryanto (1993:21) merupakan teknik pilah unsur tertentu yang pemilahannya didasarkan pada ortografi masing-masing kalimat dalam bahasa Indonesia dan bahasa Korea. Pertama-tama data, yang dalam hal ini berupa kalimat bahasa Indonesia dan bahasa Korea akan dipilah berdasarkan jenis kalimat deklaratif. Kemudian dari berbagai kalimat deklaratif tersebut akan dipilah kembali berdasarkan jenis-jenis unsur penyusunnya yang mengisi fungsifungsi sintaksis dalam setiap kalimat. Artinya, kesamaan jumlah dan jenis unsur-unsur kalimat yang mengisi fungsi sintaksis dalam hal ini menjadi titik awal pengklasifikasian data Analisis Data Data yang telah diklasifikasikan pada tahap pengklasifikasian data, akan diolah pada tahapan selanjutnya yaitu tahap analisis data. Pada tahap ini data akan dianalisis dengan metode agih, yang menurut Sudaryanto (1993:15) merupakan metode penelitian yang alat penentunya merupakan bagian dari bahasa yang bersangkutan. Artinya, masing-masing data pertama-tama akan

33 33 dianalisis berdasarkan sistem tata bahasa masing-masing bahasa Korea dan bahasa Indonesia. Adapun teknik yang dipakai untuk menganalisis dalam bahasa Korea pada tahap ini adalah menggunakan teknik bagi unsur langsung. Sudaryanto (1993:31) mengatakan bahwa teknik bagi unsur langsung, yang merupakan teknik dasar dari metode agih ini, merupakan teknik penelitian yang cara penggunaannya pada awal kerja analisis ialah membagi satuan lingual datanya menjadi beberapa bagian atau unsur; dan unsur-unsur yang bersangkutan dipandang sebagai bagian yang langsung membentuk satuan lingual yang dimaksud. Dengan demikian, pada tahap ini data akan dianalisis berdasarkan satuan lingual dari masing-masing bahasa Indonesia dan bahasa Korea, dalam hal ini berkaitan dengan unsur-unsur satuan lingual yang mengisi fungsi-fungsi sintaksis. Misalnya: 1. Hilda membeli mobil. S P O kalimat (2) di atas, dapat dilakukan pembagian unsur-unsur langsung menjadi: a. Hilda b. Membeli c. Mobil adapun kalimat bahasa Korea pertama-tama juga akan dianalisis dengan memakai teknik ini, misalnya dalam contoh kalimat: 2. Jeo-neun gajamada daehakgyo-eseo hangukeo-reul gongbu-haeyo.

34 34 S -PS Ket -PK O -PO P -PP Saya UGM di Korea bahasa belajar saya belajar bahasa Korea di UGM kalimat di atas dapat dibagi menjadi empat bagian yang hasilnya yang benar adalah sebagai berikut: a. Jeo-neun saya b. Daehakgyo-eseo di UGM c. Hangukeo-reul bahasa Korea d. Gongbu-haeyo belajar Selanjutnya dalam menganalisis penanda fungsi sintaksisnya akan menggunakan Teknik Baca Markah. Teknik baca markah adalah teknik analisis data dengan cara membaca pemarkah dalam suatu konstruksi kalimat tertentu. Pemarkah adalah alat seperti imbuhan, kata penghubung, kata depan, dan artikel yang menyatakan ciri ketatabahasaan atau fungsi kata atau konstruksi (Kridalaksana, 2008:179) yang menunjukkan kejatian atau identitas satuan kebahasaan tertentu dan kemampuan membaca peranan pemarkah itu. Teknik baca markah dapat digunakan untuk menentukan fungsi sintaksis yang diduduki oleh unsur-unsur penyusun kalimat. Caranya adalah dengan membaca satuan kebahasaan yang menjadi pemarkah fungsi yang dimaksud, misalnya pada kalimat (1) akan mengalami analisis lanjutan dalam proses ini yaitu sebagai berikut: verba membeli bisa dipastikan berfungsi sebagai predikat dalam kalimat tersebut mengingat karakteristik semantisnya

35 35 merupakan sebuah tindakan yang bermakna aktif berdasarkan keberadaan prefiks men- yang akan memunculkan sebuah subjek sebagai pelaku dan memungkinkan untuk memunculkan objek yang akan dikenakan tindakan verba tersebut. Pronomina Hilda merupakan unsur pengisi fungsi subjek dalam kalimat (1), karena selain posisinya yang mengawali verba membeli, pronomina ini merupakan nomina bernyawa yang secara semantis mengandung hubungan pelaku (actor) atas verba membeli. Kalau pun dikira bahwa nomina mobil mengisi fungsi subjek, maka secara semantis tidak memiliki hubungan pelaku (actor) dengan predikat tersebut. Dengan demikian, nomina mobil secara semantis memiliki hubungan pokok atau theme yang menurut (Van Valin, 2004:24) merupakan peran sintaksis atau semantic role berupa unsur yang berada pada lokasi tertentu atau mengalami perubahan lokasi. Selain itu, mereka juga dapat berupa unsur yang menunjukkan sebuah kepemilikan atau mengalami perubahan status kepemilikan. Karakteristik semantik ini yang notabene juga menyentuh sisi peran nomina mobil akan menuntun para pembaca untuk mengetahui bahwa nomina tersebut menduduki fungsi objek dalam bahasa Indonesia. Pada kalimat (2) dapat dilakukan analisis baca markah sebagai berikut: sufiks neun pada kata Jeo-neun merupakan pemarkah fungsi subjek; sufiks eseo merupakan pemarkah fungsi keterangan pada frasa gadjah mada daehagkyo-eseo; begitu juga sufiks leul pada kata hanguko-reul merupakan penanda atau pemarkah fungsi objek; sedangkan sufiks haeyo merupakan pemarkah predikat dari verba gongbu-haeyo yang menentukan fungsi-fungsi

36 36 sintaksis unsur-unsur di sekitarnya, yaitu subjek, objek, keterangan, atau pelengkap. Dengan demikian, terungkaplah masing-masing ciri pengisi fungsi sintaksis yang menjadi identitas bahasa Indonesia dan bahasa Korea. Adapun metode terakhir yang digunakan dalam tahap analisis data ini adalah metode padan dengan teknik pengontrasan. Data yang sudah dianalisis berdasarkan masing-masing satuan lingualnya akan dipadankan dengan mengontraskan masing-masing data dari bahasa Korea dan bahasa Indonesia. Dengan demikian, akan dihasilkan deskripsi tentang persamaan dan perbedaan struktur kalimat tunggal deklaratif yang terdapat pada kedua bahasa terkait fungsi dan kategori unsur-unsur sintaksisnya dalam sebuah kalimat Ruang Lingkup Penelitian Peneliti memberikan batasan masalah atau ruang lingkup dalam kajian ini untuk menghindari interpretasi yang terlalu luas oleh pembaca. Lingkup pembahasan atau kajian yang dikontraskan dalam penelitian kontrastif ini adalah hanya struktur kalimat tunggal deklaratif struktur biasa yang menganalisis fungsi, urutan, dan kategori sintaksis unsur-unsur BI dan BK. Artinya, jenis dan jumlah data konstruksi struktur kalimat tunggal deklaratif bahasa Korea akan beradaptasi pada padanannya dalam bahasa Indonesia.

37 Penyajian Hasil Analisis Data Adapun tahap akhir dalam Plaksanaan penelitian ini adalah tahap penyajian hasil analisis data. Adapun metode yang dipakai dalam tahap ini adalah metode formal dan informal. Sudaryanto (1993:144) menyatakan bahwa metode penyajian formal adalah perumusan dengan tanda atau lambang-lambang, sedangkan metode informal merupakan metode penyajian hasil analisis data yang perumusannya menggunakan kata-kata biasa, walaupun dengan terminologi dan bersifat teknis. Adapun lambang yang nanti akan dipakai adalah lambang huruf sebagai singkatan nama, S unsur subjek, P unsur predikat, O unsur objek, Pl unsur pelengkap, dan Ket unsur keterangan, serta untuk penanda pada BK berupa ps sebagai penanda subjek, po sebagai penanda objek, pp sebagai penanda predikat, ppl sebagai penanda pelengkap, dan pk sebagai penanda keterangan serta transliterasi ejaan latin suku kata bahasa Korea. Selanjutnya hasil analisis data tersebut akan dipaparkan secara terminologis dan deskriptif dari hasil penyajian sebelumnya Sistematika Penyajian Hasil penelitian ini akan disajikan ke dalam empat bab yaitu: 1. Bab pertama membahas mengenai latar belakang studi yang akan diteliti serta alasan mengapa objek tersebut yang dipilih. Dalam bab ini diuraikan pula rumusan masalah, manfaat dan tujuan penelitian, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penyajian.

38 38 2. Bab kedua membahas dan menganalisis struktur kalimat tunggal BI dan BK berdasarkan fungsi dan kategori unsur-unsurnya. 3. Bab ketiga membahas dan menganalisis perbedaan dan persamaan struktur kalimat tunggal BI dan BK. 4. Bab keempat membahas dan menganalisis implikasi dalam pembelajaran bahasa Indonesia dan bahasa Korea sebagai bahasa asing. 5. Bab kelima merupakan penutup yang terdiri dari atas simpulan dan saran.

BAB V PENUTUP. Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan pada bab-bab sebelumnya. (follow up) dari hasil penelitian analisis kontrastif ini.

BAB V PENUTUP. Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan pada bab-bab sebelumnya. (follow up) dari hasil penelitian analisis kontrastif ini. BAB V PENUTUP Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan pada bab-bab sebelumnya dengan rujukan rumusan permasalahan yang telah dipaparkan pada bagian awal penelitian ini, maka tahap ini merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan kekacauan pada tindak berbahasa. Salah satu contoh penggunaan bentuk bersinonim yang dewasa ini sulit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi

BAB I PENDAHULUAN. yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesalahan berbahasa ini tidak hanya terjadi pada orang-orang awam yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi tertentu, tetapi sering

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gramatikal dalam bahasa berkaitan dengan telaah struktur bahasa yang berkaitan. dengan sistem kata, frasa, klausa, dan kalimat.

BAB I PENDAHULUAN. gramatikal dalam bahasa berkaitan dengan telaah struktur bahasa yang berkaitan. dengan sistem kata, frasa, klausa, dan kalimat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian dalam bidang linguistik berkaitan dengan bahasa tulis dan bahasa lisan. Bahasa tulis memiliki hubungan dengan tataran gramatikal. Tataran gramatikal

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan yang Relevan Mempertanggungjawabkan hasil penelitian bukanlah pekerjaan mudah. Seorang penulis harus mempertanggungjawabkan hasil penelitiannya disertai data-data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan tanggapannya terhadap alam sekitar atau peristiwa-peristiwa yang dialami secara individual atau secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI Tinjauan pustaka memaparkan lebih lanjut tentang penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan. Selain itu, dipaparkan konsep

Lebih terperinci

Alat Sintaksis. Kata Tugas (Partikel) Intonasi. Peran. Alat SINTAKSIS. Bahasan dalam Sintaksis. Morfologi. Sintaksis URUTAN KATA 03/01/2015

Alat Sintaksis. Kata Tugas (Partikel) Intonasi. Peran. Alat SINTAKSIS. Bahasan dalam Sintaksis. Morfologi. Sintaksis URUTAN KATA 03/01/2015 SINTAKSIS Pengantar Linguistik Umum 26 November 2014 Morfologi Sintaksis Tata bahasa (gramatika) Bahasan dalam Sintaksis Morfologi Struktur intern kata Tata kata Satuan Fungsi Sintaksis Struktur antar

Lebih terperinci

RELASI SUBJEK DAN PREDIKAT DALAM KLAUSA BAHASA GORONTALO SKRIPSI

RELASI SUBJEK DAN PREDIKAT DALAM KLAUSA BAHASA GORONTALO SKRIPSI RELASI SUBJEK DAN PREDIKAT DALAM KLAUSA BAHASA GORONTALO SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Wisuda Sarjana Pendidikan di Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Oleh NURMA

Lebih terperinci

BAB V P E N U T U P. Ketika kita membaca semua tulisan dalam tesis yang berjudul Kalimat

BAB V P E N U T U P. Ketika kita membaca semua tulisan dalam tesis yang berjudul Kalimat BAB V P E N U T U P 5.1 Kesimpulan Ketika kita membaca semua tulisan dalam tesis yang berjudul Kalimat tunggal bahasa Sula yang dipaparkan bahasan masaalahnya mulai dari bab II hingga bab IV dalam upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, yang kemudian disebut dengan komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi

Lebih terperinci

BAB II KONSEP,LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ekstrinsik; unsur dan hubungan itu bersifat abstrak dan bebas dari isi yang

BAB II KONSEP,LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ekstrinsik; unsur dan hubungan itu bersifat abstrak dan bebas dari isi yang BAB II KONSEP,LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Struktur adalah perangkat unsur yang di antaranya ada hubungan yang bersifat ekstrinsik; unsur dan hubungan itu bersifat abstrak dan bebas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan oleh sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan oleh sebagian besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, baik dalam bidang pendidikan, pemerintahan, maupun dalam berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut.

BAB V PENUTUP. dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut. BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan Berdasarkan penelitian dan pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut. Secara garis besar kalimat imperatif bahasa Indonesia dapat

Lebih terperinci

PENANDA KOHESI GRAMATIKAL KONJUNGSI ANTARKALIMAT DAN INTRAKALIMAT PADA TEKS PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PENANDA KOHESI GRAMATIKAL KONJUNGSI ANTARKALIMAT DAN INTRAKALIMAT PADA TEKS PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENANDA KOHESI GRAMATIKAL KONJUNGSI ANTARKALIMAT DAN INTRAKALIMAT PADA TEKS PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi media massa berjalan dengan pesat saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi media massa berjalan dengan pesat saat ini. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi media massa berjalan dengan pesat saat ini. Dalam masyarakat moderen, media massa mempunyai peran yang signifikan sebagai bagian dari kehidupan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORETIS

BAB 2 LANDASAN TEORETIS BAB 2 LANDASAN TEORETIS 2.1 Kerangka Acuan Teoretis Penelitian ini memanfaatkan pendapat para ahli di bidangnya. Bidang yang terdapat pada penelitian ini antara lain adalah sintaksis pada fungsi dan peran.

Lebih terperinci

ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA OLEH SISWA ASING Oleh Rika Widawati

ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA OLEH SISWA ASING Oleh Rika Widawati ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA OLEH SISWA ASING Oleh Rika Widawati Abstrak. Penelitian ini menggambarkan kesalahan penggunaan bahasa Indonesia terutama dalam segi struktur kalimat dan imbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk sosial yang senantiasa harus berkomunikasi

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk sosial yang senantiasa harus berkomunikasi BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Manusia sebagai mahluk sosial yang senantiasa harus berkomunikasi dengan sesamanya memerlukan sarana untuk menyampaikan kehendaknya. Salah satu sarana komunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Istilah sintaksis berasal dari bahasa Yunani (Sun + tattein) yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. Istilah sintaksis berasal dari bahasa Yunani (Sun + tattein) yang berarti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah sintaksis berasal dari bahasa Yunani (Sun + tattein) yang berarti mengatur bersama-sama (Verhaar dalam Markhamah, 2009: 5). Chaer (2009: 3) menjelaskan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia

BAB I PENDAHULUAN. peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia hampir tidak dapat terlepas dari peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia memerlukan sarana untuk

Lebih terperinci

KONSTRUKSI OBJEK GANDA DALAM BAHASA INDONESIA

KONSTRUKSI OBJEK GANDA DALAM BAHASA INDONESIA HUMANIORA Suhandano VOLUME 14 No. 1 Februari 2002 Halaman 70-76 KONSTRUKSI OBJEK GANDA DALAM BAHASA INDONESIA Suhandano* 1. Pengantar ahasa terdiri dari dua unsur utama, yaitu bentuk dan arti. Kedua unsur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan cara yang berbeda-beda berdasarkan dengan pendekatan teori yang

BAB I PENDAHULUAN. dengan cara yang berbeda-beda berdasarkan dengan pendekatan teori yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa adalah alat komunikasi yang digunakan oleh manusia untuk berinteraksi dengan orang lain. Setiap orang pasti akan mendefinisikan bahasa dengan cara yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang sempurna dibandingkan dengan mahluk ciptaan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang sempurna dibandingkan dengan mahluk ciptaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Manusia adalah mahluk sosial yang sempurna dibandingkan dengan mahluk ciptaan lain. Manusia memiliki keinginan atau hasrat untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan alat untuk berinteraksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan alat untuk berinteraksi dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan alat untuk berinteraksi dengan orang lain. Oleh karena itu, bahasa adalah alat yang digunakan sebagai sarana interaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pergeseran. Pergeseran makna yang belum begitu jauh memungkinkan penutur

BAB I PENDAHULUAN. pergeseran. Pergeseran makna yang belum begitu jauh memungkinkan penutur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luasnya pemakaian bahasa menyebabkan makna sebuah kata mengalami pergeseran. Pergeseran makna yang belum begitu jauh memungkinkan penutur atau peneliti bahasa akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan ide, gagasan, pikiran dan

BAB I PENDAHULUAN. sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan ide, gagasan, pikiran dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sepanjang hidupnya, manusia tidak pernah terlepas dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi tersebut, manusia memerlukan sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Penulis mengambil beberapa jurnal, skripsi, disertasi dan bahan pustaka lainnya yang berkaitan dengan analisis kontrastif, adverbial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki berbagai cabang.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki berbagai cabang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki berbagai cabang. Cabang-cabang itu diantaranya adalah fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, pragmatik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif. Bahasa dan proses

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif. Bahasa dan proses BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif. Bahasa dan proses berbahasa adalah hal yang tidak bisa terlepas dari kehidupan manusia. Dengan berbahasa, seseorang

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengantar Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan makna gramatikal. Untuk menjelaskan konsep afiksasi dan makna, penulis memilih pendapat dari Kridalaksana

Lebih terperinci

Jenis Verba Jenis Verba ada tiga, yaitu: Indikatif (kalimat berita) Imperatif (kalimat perintah) Interogatif (kalimat tanya) Slot (fungsi)

Jenis Verba Jenis Verba ada tiga, yaitu: Indikatif (kalimat berita) Imperatif (kalimat perintah) Interogatif (kalimat tanya) Slot (fungsi) Lecture: Kapita Selekta Linguistik Date/Month/Year: 25 April 2016 Semester: 104 (6) / Third Year Method: Ceramah Credits: 2 SKS Lecturer: Prof. Dr. Dendy Sugono, PU Clues: Notes: Kapita Selekta Linguistik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alat untuk menyampaikan gagasan, pikiran, maksud, serta tujuan kepada orang lain.

BAB I PENDAHULUAN. alat untuk menyampaikan gagasan, pikiran, maksud, serta tujuan kepada orang lain. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berkomunikasi merupakan suatu kegiatan yang mempergunakan bahasa sebagai alat untuk menyampaikan gagasan, pikiran, maksud, serta tujuan kepada orang lain.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi. Bahasa juga merupakan faktor penting yang membuat manusia berbeda

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi. Bahasa juga merupakan faktor penting yang membuat manusia berbeda BAB I PENDAHULUAN 1.1 PENGANTAR Bahasa sebagai produk kebudayaan merupakan media paling penting dalam komunikasi. Bahasa juga merupakan faktor penting yang membuat manusia berbeda dengan makhluk lainnya.

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. ini. Pada bagian simpulan akan dipaparkan poin-poin utama yang diperoleh dari keseluruhan

BAB V PENUTUP. ini. Pada bagian simpulan akan dipaparkan poin-poin utama yang diperoleh dari keseluruhan BAB V PENUTUP Pada bagian ini dipaparkan simpulan dan saran sebagai bagian akhir dalam penelitian ini. Pada bagian simpulan akan dipaparkan poin-poin utama yang diperoleh dari keseluruhan analisis data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertujuan memberikan penguasaan lisan dan tertulis kepada para pembelajar

BAB I PENDAHULUAN. bertujuan memberikan penguasaan lisan dan tertulis kepada para pembelajar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pembelajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) dimaksudkan untuk memperkenalkan bahasa Indonesia kepada para penutur asing untuk berbagai

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN SINTAKSIS BAGI PEMBELAJAR ASING YANG BERBAHASA PERTAMA BAHASA INGGRIS

PEMBELAJARAN SINTAKSIS BAGI PEMBELAJAR ASING YANG BERBAHASA PERTAMA BAHASA INGGRIS PEMBELAJARAN SINTAKSIS BAGI PEMBELAJAR ASING YANG BERBAHASA PERTAMA BAHASA INGGRIS Latifah Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Siliwangi Bandung Latifahtif357@gmail.com Abstrak Sintaksis

Lebih terperinci

RELASI MAKNA KLAUSA DALAM KALIMAT MAJEMUK PADA TERJEMAHAN SURAT LUQMAN

RELASI MAKNA KLAUSA DALAM KALIMAT MAJEMUK PADA TERJEMAHAN SURAT LUQMAN 0 RELASI MAKNA KLAUSA DALAM KALIMAT MAJEMUK PADA TERJEMAHAN SURAT LUQMAN SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem lambang bunyi yang bermakna dan dihasilkan oleh alat ucap manusia (Keraf, 2004:1), sedangkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak

BAB II KAJIAN TEORI. Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak 9 BAB II KAJIAN TEORI Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak bahasa. Chaer (2003: 65) menyatakan bahwa akibat dari kontak bahasa dapat tampak dalam kasus seperti interferensi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Surat kabar atau dapat disebut koran merupakan lembaran-lembaran kertas

BAB I PENDAHULUAN. Surat kabar atau dapat disebut koran merupakan lembaran-lembaran kertas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Surat kabar atau dapat disebut koran merupakan lembaran-lembaran kertas yang bertuliskan berita-berita dan sebagainya (Sugono ed., 2015:872). Beritaberita dalam surat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bahasa, karena bahasa merupakan suatu alat untuk menjalin komunikasi dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. bahasa, karena bahasa merupakan suatu alat untuk menjalin komunikasi dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak dapat terlepas dari penggunaan bahasa, karena bahasa merupakan suatu alat untuk menjalin komunikasi dalam lingkungan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. dan analisis, yaitu mendeskripsikan dan menganalisis verba berprefiks ber- dalam

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. dan analisis, yaitu mendeskripsikan dan menganalisis verba berprefiks ber- dalam BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif karena bersifat deskriptif dan analisis, yaitu mendeskripsikan dan menganalisis verba berprefiks ber- dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Verba berprefiks..., Indra Haryono, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Verba berprefiks..., Indra Haryono, FIB UI, Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer yang dipergunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi dan mengidentifakasikan diri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan adanya sarana agar komunikasi tersebut dapat berjalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan adanya sarana agar komunikasi tersebut dapat berjalan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap individu di dalam kehidupan pasti tidak akan terlepas untuk melakukan komunikasi dengan individu lainnya. Dalam berkomunikasi diperlukan adanya sarana

Lebih terperinci

PENGGUNAAN FRASA DAN KLAUSA BAHASA INDONESIA DALAM KARANGAN SISWA SEKOLAH DASAR

PENGGUNAAN FRASA DAN KLAUSA BAHASA INDONESIA DALAM KARANGAN SISWA SEKOLAH DASAR Penggunaan Frasa dan Klausa Bahasa Indonesia (Kunarto) 111 PENGGUNAAN FRASA DAN KLAUSA BAHASA INDONESIA DALAM KARANGAN SISWA SEKOLAH DASAR Kunarto UPT Dinas Pendidikan Kacamatan Deket Kabupaten Lamongan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konjungsi adalah kata yang berfungsi untuk menghubungkan kata dengan kata, frasa

BAB I PENDAHULUAN. Konjungsi adalah kata yang berfungsi untuk menghubungkan kata dengan kata, frasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konjungsi adalah kata yang berfungsi untuk menghubungkan kata dengan kata, frasa dengan frasa, klausa dengan klausa (Ramlan, 2008:39). Tanpa kehadiran konjungsi, adakalanya

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORETIS, KERANGKA KONSEPTUAL, DAN PERTANYAAN PENELITIAN. Kerangka teoretis merupakan suatu rancangan teori-teori mengenai hakikat

BAB II KERANGKA TEORETIS, KERANGKA KONSEPTUAL, DAN PERTANYAAN PENELITIAN. Kerangka teoretis merupakan suatu rancangan teori-teori mengenai hakikat BAB II KERANGKA TEORETIS, KERANGKA KONSEPTUAL, DAN PERTANYAAN PENELITIAN A. Kerangka Teoretis Kerangka teoretis merupakan suatu rancangan teori-teori mengenai hakikat yang memberikan penjelasan tentang

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. Campur code..., Annisa Ramadhani, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 5 PENUTUP. Campur code..., Annisa Ramadhani, FIB UI, Universitas Indonesia BAB 5 PENUTUP 5.1 Simpulan Penelitian jenis proses campur kode menunjukkan hasil yang berbeda-beda antara bahasa yang satu dan bahasa yang lain karena subjek penelitian mereka pun berbeda-beda, baik dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi yang penting bagi manusia, karena dalam kehidupannya manusia tidak terpisahkan dari pemakaian bahasa. Dengan bahasa, manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan alat komunikasi sehari-hari yang digunakan oleh manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan alat komunikasi sehari-hari yang digunakan oleh manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi sehari-hari yang digunakan oleh manusia. Dengan bahasa seseorang juga dapat menyampaikan pikiran dan perasaan secara tepat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan ungkapan manusia yang dilafalkan dengan kata-kata dalam. dan tujuan dari sebuah ujaran termasuk juga teks.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan ungkapan manusia yang dilafalkan dengan kata-kata dalam. dan tujuan dari sebuah ujaran termasuk juga teks. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia telah dikodratkan oleh penciptanya untuk hidup berkomunikasi, salah satu bentuk komunikasi adalah dengan bahasa. Bahasa merupakan ungkapan manusia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu sistem yang dibutuhkan bagi manusia untuk dapat saling berkomunikasi satu sama lain. Bahasa menyampaikan pesan, konsep, ide, perasaan atau pemikiran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Kajian Pustaka. Kajian pustaka adalah mempelajari kembali temuan penelitian terdahulu atau

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Kajian Pustaka. Kajian pustaka adalah mempelajari kembali temuan penelitian terdahulu atau BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka Kajian pustaka adalah mempelajari kembali temuan penelitian terdahulu atau yang sudah ada dengan menyebutkan dan membahas seperlunya hasil penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS RAGAM KALIMAT DAN LEVEL KEMAHIRAN MENULIS BAHASA INDONESIA DALAM KARANGAN MAHASISWA JURUSAN ASEAN STUDIES WALAILAK UNIVERSITY THAILAND

ANALISIS RAGAM KALIMAT DAN LEVEL KEMAHIRAN MENULIS BAHASA INDONESIA DALAM KARANGAN MAHASISWA JURUSAN ASEAN STUDIES WALAILAK UNIVERSITY THAILAND ANALISIS RAGAM KALIMAT DAN LEVEL KEMAHIRAN MENULIS BAHASA INDONESIA DALAM KARANGAN MAHASISWA JURUSAN ASEAN STUDIES WALAILAK UNIVERSITY THAILAND Berlian Pancarrani Pascasarjana, Universitas Negeri Malang

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu metode penelitian deskriptif analitik. Metode deskriptif merupakan metode penelitian yang bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Seperti hakikat manusia menurut Aristoteles ( SM), manusia

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Seperti hakikat manusia menurut Aristoteles ( SM), manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai makhluk sosial manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lainnya. Seperti hakikat manusia menurut Aristoteles (384 322 SM), manusia adalah mahluk yang pada

Lebih terperinci

HUMANIKA Vol. 23 No.1 (2016) ISSN Apa dan Mana Dalam Kalimat Deklaratif Sri Puji Astuti

HUMANIKA Vol. 23 No.1 (2016) ISSN Apa dan Mana Dalam Kalimat Deklaratif Sri Puji Astuti HUMANIKA Vol. 23 No.1 (2016) ISSN 1412-9418 APA DAN MANA DALAM KALIMAT DEKLARATIF Oleh : Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro ABSTRACT Kalimat merupakan salah satu sarana untuk menyampaikan maksud

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk hidup bersama. Untuk menjalani kehidupan sehari-hari antara orang yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk hidup bersama. Untuk menjalani kehidupan sehari-hari antara orang yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Dalam kelangsungan hidupnya manusia selalu membutuhkan orang lain untuk hidup bersama. Untuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka memuat uraian sistematis tentang teori-teori dasar dan konsep atau hasil-hasil penelitian yang ditemukan oleh peneliti terdahulu

Lebih terperinci

ANALISIS PENANDA HUBUNGAN KONJUNGSI SUBORDINATIF PADA RUBRIK FOKUS SURAT KABAR HARIAN SOLOPOS EDISI OKTOBER 2011

ANALISIS PENANDA HUBUNGAN KONJUNGSI SUBORDINATIF PADA RUBRIK FOKUS SURAT KABAR HARIAN SOLOPOS EDISI OKTOBER 2011 ANALISIS PENANDA HUBUNGAN KONJUNGSI SUBORDINATIF PADA RUBRIK FOKUS SURAT KABAR HARIAN SOLOPOS EDISI OKTOBER 2011 NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan

Lebih terperinci

Bentuk Tuturan Imperatif Bahasa Indonesia dalam Interaksi Guru-Siswa di SMP Negeri 1 Sumenep

Bentuk Tuturan Imperatif Bahasa Indonesia dalam Interaksi Guru-Siswa di SMP Negeri 1 Sumenep Andriyanto, Bentuk Tuturan Imperatif Bahasa Indonesia... 9 Bentuk Tuturan Imperatif Bahasa Indonesia dalam Interaksi Guru-Siswa di SMP Negeri 1 Sumenep Andriyanto Bahasa Indonesia-Universitas Negeri Malang

Lebih terperinci

FRASE PREPOSISI DALAM KUMPULAN CERPEN ANAK LET S SMILE, DELIA! KARYA WANDA AMYRA MAYSHARA SKRIPSI

FRASE PREPOSISI DALAM KUMPULAN CERPEN ANAK LET S SMILE, DELIA! KARYA WANDA AMYRA MAYSHARA SKRIPSI FRASE PREPOSISI DALAM KUMPULAN CERPEN ANAK LET S SMILE, DELIA! KARYA WANDA AMYRA MAYSHARA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia merupakan makhluk yang selalu melakukan. komunikasi, baik itu komunikasi dengan orang-orang yang ada di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia merupakan makhluk yang selalu melakukan. komunikasi, baik itu komunikasi dengan orang-orang yang ada di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk yang selalu melakukan komunikasi, baik itu komunikasi dengan orang-orang yang ada di sekitarnya maupun dengan penciptanya. Saat berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam Bab 1 ini, penulis menjelaskan hal-hal yang menjadi latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam Bab 1 ini, penulis menjelaskan hal-hal yang menjadi latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN Dalam Bab 1 ini, penulis menjelaskan hal-hal yang menjadi latar belakang dilakukannya penelitian. Selanjutnya dalam Bab 1 ini, penulis juga menjelaskan tentang identifikasi masalah, pembatasan

Lebih terperinci

STRUKTUR KALIMAT BAHASA INDONESIA DALAM KARANGAN DESKRIPSI MAHASISWA PROGRAM BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA.

STRUKTUR KALIMAT BAHASA INDONESIA DALAM KARANGAN DESKRIPSI MAHASISWA PROGRAM BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA. STRUKTUR KALIMAT BAHASA INDONESIA DALAM KARANGAN DESKRIPSI MAHASISWA PROGRAM BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA oleh Dra. Nunung Sitaresmi, M.Pd. FPBS UPI 1. Pendahuluan Bahasa

Lebih terperinci

BASINDO Jurnal Kajian Bahasa, Sastra Indonesia, dan Pembelajarannya Vol 1 No 1 - April 2017 (14-24)

BASINDO Jurnal Kajian Bahasa, Sastra Indonesia, dan Pembelajarannya Vol 1 No 1 - April 2017 (14-24) BASINDO Jurnal Kajian Bahasa, Sastra Indonesia, dan Pembelajarannya Vol 1 No 1 - April 2017 (14-24) PERILAKU BENTUK VERBA DALAM KALIMAT BAHASA INDONESIA TULIS SISWA SEKOLAH ARUNSAT VITAYA, PATTANI, THAILAND

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahasa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Hasan Alwi, 2002 : 5)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahasa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Hasan Alwi, 2002 : 5) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Hasan Alwi, 2002 : 5) berarti sistem lambang bunyi yang digunakan oleh semua orang atau anggota masyarakat untuk bekerjasama,

Lebih terperinci

KAJIAN FRASA NOMINA BERATRIBRUT PADA TEKS TERJEMAHAN AL QURAN SURAT AL-AHZAB NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

KAJIAN FRASA NOMINA BERATRIBRUT PADA TEKS TERJEMAHAN AL QURAN SURAT AL-AHZAB NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan KAJIAN FRASA NOMINA BERATRIBRUT PADA TEKS TERJEMAHAN AL QURAN SURAT AL-AHZAB NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata-1 Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa concord adalah aturan gramatikal

BAB V PENUTUP. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa concord adalah aturan gramatikal BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa concord adalah aturan gramatikal yang wajib diketahui dan dipenuhi yang terdapat pada bahasa Arab dan bahasa Inggris atau bahasa-bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan bagian dari kebudayaan. Bahasa juga merupakan alat untuk berkomunikasi sehari-hari dan menjadi jembatan dalam bersosialisasi dengan manusia

Lebih terperinci

Analisis Penggunaan Kalimat Bahasa Indonesia pada Karangan Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri 10 Sanur, Denpasar

Analisis Penggunaan Kalimat Bahasa Indonesia pada Karangan Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri 10 Sanur, Denpasar Analisis Penggunaan Kalimat Bahasa Indonesia pada Karangan Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri 10 Sanur, Denpasar Wayan Yuni Antari 1*, Made Sri Satyawati 2, I Wayan Teguh 3 [123] Program Studi Sastra Indonesia,

Lebih terperinci

BENTUK KALIMAT IMPERATIF OLEH GURU DALAM KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DI MTS MUHAMMADIYAH 4 TAWANGHARJO KABUPATEN WONOGIRI NASKAH PUBLIKASI

BENTUK KALIMAT IMPERATIF OLEH GURU DALAM KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DI MTS MUHAMMADIYAH 4 TAWANGHARJO KABUPATEN WONOGIRI NASKAH PUBLIKASI BENTUK KALIMAT IMPERATIF OLEH GURU DALAM KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DI MTS MUHAMMADIYAH 4 TAWANGHARJO KABUPATEN WONOGIRI NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Istilah klausa dalam dunia linguistik bukanlah hal yang baru. Namun,

BAB 1 PENDAHULUAN. Istilah klausa dalam dunia linguistik bukanlah hal yang baru. Namun, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Istilah klausa dalam dunia linguistik bukanlah hal yang baru. Namun, pemerian mengenai klausa tidak ada yang sempurna. Satu sama lain pemerian klausa saling melengkapi

Lebih terperinci

Merupakan salah satu bentuk konstruksi sintaksis yang tertinggi. Secara tradisional: suatu rangkaian kata yang mengandung pengertian dan pikiran yang

Merupakan salah satu bentuk konstruksi sintaksis yang tertinggi. Secara tradisional: suatu rangkaian kata yang mengandung pengertian dan pikiran yang KALIMAT Merupakan salah satu bentuk konstruksi sintaksis yang tertinggi. Secara tradisional: suatu rangkaian kata yang mengandung pengertian dan pikiran yang lengkap. Secara struktural: bentuk satuan gramatis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Kehidupan sehari-hari manusia hampir tidak lepas dengan berkomunikasi untuk bersosialisasi antar orang. Biasanya seseorang berkomunikasi bertujuan untuk menyampaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi utama untuk saling berinteraksi satu sama lain. Bahasa adalah sistem

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi utama untuk saling berinteraksi satu sama lain. Bahasa adalah sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak lepas dari bahasa sebagai alat komunikasi utama untuk saling berinteraksi satu sama lain. Bahasa adalah sistem lambang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tutur/ pendengar/ pembaca). Saat kita berinteraksi/berkomunikasi dengan orang

BAB I PENDAHULUAN. tutur/ pendengar/ pembaca). Saat kita berinteraksi/berkomunikasi dengan orang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu melakukan komunikasi antar sesamanya. Setiap anggota masyarakat selalu terlibat dalam komunikasi, baik berperan

Lebih terperinci

04/10/2016. Dengan bangga, kami mempersembahkan KALIMAT. Pertemuan 6

04/10/2016. Dengan bangga, kami mempersembahkan KALIMAT. Pertemuan 6 Dengan bangga, kami mempersembahkan KALIMAT Pertemuan 6 1 Bahasan Identifikasi Aktualisasi Unsur-unsur Struktur Pengembangan Identifikasi Kalimat ialah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan isi hatinya, baik perasaan senang, sedih, kesal dan hal lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan isi hatinya, baik perasaan senang, sedih, kesal dan hal lainnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Bahasa sangat berperan penting dalam kehidupan manusia. Tanpa bahasa, maka kehidupan manusia akan kacau. Sebab dengan bahasalah manusia

Lebih terperinci

BAB V TEKS ULASAN FILM/DRAMA

BAB V TEKS ULASAN FILM/DRAMA MODUL BAHASA INDONESIA KELAS XI SEMESTER 2 BAB V TEKS ULASAN FILM/DRAMA OLEH NI KADEK SRI WEDARI, S.Pd. A. Pengertian Teks Ulasan Film/Drama Teks ulasan yaitu teks yang berisi ulasan atau penilaian terhadap

Lebih terperinci

TATARAN LINGUISTIK (3):

TATARAN LINGUISTIK (3): TATARAN LINGUISTIK (3): SINTAKSIS 6(0) Sebelumnya kita membahas istilah morfosintaksis. morfosintaksis adalah gabungan kata dari morfologi dan sintaksis. morfologi pengertiannya membicarakan sruktur internal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pemikiran pemakai bahasa. Manusia menggunakan kata-kata dan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pemikiran pemakai bahasa. Manusia menggunakan kata-kata dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komunikasi merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Dengan adanya komunikasi manusia bisa saling berinteraksi. Salah satu alat komunikasi manusia

Lebih terperinci

TATA KATA DAN TATA ISTILAH BAHASA INDONESIA

TATA KATA DAN TATA ISTILAH BAHASA INDONESIA TATA KATA DAN TATA ISTILAH BAHASA INDONESIA Tata bentukan dan tata istilah berkenaan dengan kaidah pembentukan kata dan kaidah pembentukan istilah. Pembentukan kata berkenaan dengan salah satu cabang linguistik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah Hangeul. Hangeul dibuat pada

BAB I PENDAHULUAN. digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah Hangeul. Hangeul dibuat pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Korea menggunakan Hanja 1 dan Hangeul 2, tetapi yang umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah Hangeul. Hangeul dibuat pada tahun 1446 oleh raja keempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi dapat terjalin dengan baik karena adanya bahasa. Bahasa

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi dapat terjalin dengan baik karena adanya bahasa. Bahasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi dapat terjalin dengan baik karena adanya bahasa. Bahasa merupakan suatu alat yang digunakan untuk menyampaikan maksud, gagasan atau suatu ide yang ditujukan

Lebih terperinci

KATA ULANG BAHASA INDONESIA PADA MAJALAH PAPIRUS EDISI JANUARI 2015

KATA ULANG BAHASA INDONESIA PADA MAJALAH PAPIRUS EDISI JANUARI 2015 KATA ULANG BAHASA INDONESIA PADA MAJALAH PAPIRUS EDISI JANUARI 2015 Artikel Publikasi ini diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia Oleh:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kridalaksana (1983: 107) menjelaskan modalitas memiliki beberapa arti.

BAB I PENDAHULUAN. Kridalaksana (1983: 107) menjelaskan modalitas memiliki beberapa arti. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kridalaksana (1983: 107) menjelaskan modalitas memiliki beberapa arti. Pertama, klasifikasi proposisi menurut hal yang menyungguhkan atau mengingkari kemungkinan atau

Lebih terperinci

DESKRIPSI PENGGUNAAN JENIS KALIMAT PADA SISWA SDN BALEPANJANG 1 KABUPATEN WONOGIRI (KAJIAN SINTAKSIS)

DESKRIPSI PENGGUNAAN JENIS KALIMAT PADA SISWA SDN BALEPANJANG 1 KABUPATEN WONOGIRI (KAJIAN SINTAKSIS) DESKRIPSI PENGGUNAAN JENIS KALIMAT PADA SISWA SDN BALEPANJANG 1 KABUPATEN WONOGIRI (KAJIAN SINTAKSIS) NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. fungsi verba frasal berpartikel off. Analisis verba frasal berpartikel off pada tesis ini

BAB V PENUTUP. fungsi verba frasal berpartikel off. Analisis verba frasal berpartikel off pada tesis ini BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Tesis ini menguraikan analisis mengenai konstruksi gramatikal, makna, dan fungsi verba frasal berpartikel off. Analisis verba frasal berpartikel off pada tesis ini dimulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Begitu pula melalui bahasa, menurut Poerwadarmita (1985; 5), bahasa adalah alat

BAB I PENDAHULUAN. Begitu pula melalui bahasa, menurut Poerwadarmita (1985; 5), bahasa adalah alat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penggunaan bahasa oleh manusia merupakan salah satu kelebihan manusia dari pada makhluk lainnya di muka bumi ini. Semua orang menyadari betapa pentingnya peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan komunikasi dalam bentuk tulisan. bahasa Indonesia ragam lisan atau omong.

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan komunikasi dalam bentuk tulisan. bahasa Indonesia ragam lisan atau omong. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia lebih banyak melakukan komunikasi lisan daripada komunikasi tulisan oleh sebab itu, komunikasi lisan dianggap lebih penting dibandingkan komunikasi dalam

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Dalam BAB III, akan dipaparkan metode, definisi operasional, uraian data dan korpus, instrumen, teknik pengumpulan, dan teknik pengolahan. Adapun pemaparan hal-hal tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sintaksis,fungsi semantis dan fungsi pragmatis.fungsi sintaksis adalah hubungan

BAB I PENDAHULUAN. sintaksis,fungsi semantis dan fungsi pragmatis.fungsi sintaksis adalah hubungan 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Analisis kalimat dapat dilakukan pada tiga tataran fungsi, yaitu fungsi sintaksis,fungsi semantis dan fungsi pragmatis.fungsi sintaksis adalah hubungan gramatikal antara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa Orientasi Siswa (selanjutnya disebut MOS) merupakan suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa Orientasi Siswa (selanjutnya disebut MOS) merupakan suatu 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa Orientasi Siswa (selanjutnya disebut MOS) merupakan suatu kegiatan yang rutin dilakukan oleh pihak sekolah untuk menyambut kedatangan siswa baru. Kegiatan ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki bahasa Indonesia sebagai identitas kebangsaannya. Bahasa Indonesia tidak

BAB I PENDAHULUAN. memiliki bahasa Indonesia sebagai identitas kebangsaannya. Bahasa Indonesia tidak 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Setiap bangsa tentunya memiliki bahasa sebagai identitas, seperti Indonesia memiliki bahasa Indonesia sebagai identitas kebangsaannya. Bahasa Indonesia tidak hanya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Realisasi sebuah bahasa dinyatakan dengan ujaran-ujaran yang bermakna.

BAB 1 PENDAHULUAN. Realisasi sebuah bahasa dinyatakan dengan ujaran-ujaran yang bermakna. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Realisasi sebuah bahasa dinyatakan dengan ujaran-ujaran yang bermakna. Ujaran-ujaran tersebut dalam bahasa lisan diproses melalui komponen fonologi, komponen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupa tujuan jangka pendek, menengah, dan panjang. Dalam mata

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupa tujuan jangka pendek, menengah, dan panjang. Dalam mata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Peningkatan hasil belajar siswa merupakan tujuan yang ingin selalu dicapai oleh para pelaksana pendidikan dan peserta didik. Tujuan tersebut dapat berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selain itu juga berguna untuk membangun jaringan internasional. Seiring dengan

BAB I PENDAHULUAN. selain itu juga berguna untuk membangun jaringan internasional. Seiring dengan BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang dan Permasalahan 1.1.1. Latar Belakang Masalah Mempelajari bahasa selain bahasa ibu merupakan hal yang sangat penting di zaman ini. Belajar bahasa asing merupakan

Lebih terperinci