EVALUASI KESESUAIAN FISIK RUANG TERBUKA HIJAU DI KAWASAN PERUNTUKAN INDUSTRI BAKALAN KRAPYAK, KECAMATAN KALIWUNGU, KABUPATEN KUDUS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EVALUASI KESESUAIAN FISIK RUANG TERBUKA HIJAU DI KAWASAN PERUNTUKAN INDUSTRI BAKALAN KRAPYAK, KECAMATAN KALIWUNGU, KABUPATEN KUDUS"

Transkripsi

1 EVALUASI KESESUAIAN FISIK RUANG TERBUKA HIJAU DI KAWASAN PERUNTUKAN INDUSTRI BAKALAN KRAPYAK, KECAMATAN KALIWUNGU, KABUPATEN KUDUS ZIFFY HILYA ANIQA A DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini, saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Evaluasi Kesesuaian Fisik Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Peruntukan Industri Bakalan Krapyak, Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Kudus adalah benar merupakan hasil karya saya dengan arahan pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain, telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan pada Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, April 2011 ZIFFY HILYA ANIQA A

3 RINGKASAN ZIFFY HILYA ANIQA. Evaluasi Kesesuaian Fisik Ruang Terbuka Hijau Di Kawasan Peruntukan Industri Bakalan Krapyak, Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Kudus. Dibimbing oleh TATI BUDIARTI. Sektor industri merupakan salah satu aspek perekonomian yang paling menonjol karena keuntungan yang diberikan cukup besar dibandingkan dengan sektor ekonomi lainnya. Oleh karena itu industri diharapkan dapat bertahan serta dikembangkan dengan beberapa faktor yang harus dipenuhi. Industri pada suatu daerah harus memenuhi kriteria sesuai dengan RTRW daerah. Industri di Kabupaten Kudus dialokasikan pada satu lingkup area yang dinamakan Kawasan Peruntukan Industri (KPI). Salah satu area KPI yang cukup besar adalah area industri di Desa Bakalan Krapyak, Kecamatan Kaliwungu. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi RTH kawasan industri di Kabupaten Kudus yang dilakukan di wilayah KPI Desa Bakalan Krapyak yaitu pada area industri PT. Djarum dan PT. Polytron. Penelitian dilakukan mulai dengan tahap pengumpulan data pada bulan Maret Data yang telah dikumpulkan selanjutnya dianalisis yang mencakup analisis kondisi fisik, analisis ruang terbuka hijau (RTH), analisis kenyamanan berdasarkan hasil pengukuran nilai THI (Temperature Humadity Index), analisis persepsi dan preferensi masyarakat, dan analisis SWOT (strength, weaknesses, opportunity, and Threats). Berdasarkan hasil analisis menunjukkan persamaan potensi dan permasalahan yang dimiliki masing-masing area industri. Potensi dilihat dari keuntungan industri dan SDA yang dimiliki, sedangkan permasalahan adalah pengaruh yang dihasilkan oleh industri itu sendiri. RTH yang ada saat ini sudah cukup banyak, akan tetapi kurang berfungsi dengan baik dan beberapa diantaranya mengalami penurunan kualitas. Kondisi tersebut didukung dengan hasil analisis kenyamanan dimana semua lokasi pengukuran menunjukkan nilai THI lebih dari 27 yang artinya kondisi lingkungan pada kedua area industri tidak nyaman. RTH yang ada tidak berpengaruh besar pada kenyamanan. Salah satu RTH yang cukup berpengaruh pada kedua area tersebut adalah pemakaman dengan tanaman yang lebih variatif terutama jenis pohon. Kondisi ini juga dirasakan oleh masyarakat yang merasa tidak nyaman akibat pengaruh industri serta minimnya fungsi RTH. Pada analisis SWOT semua potensi dan permasalahan dimasukkan sebagai masukan yang dikelompokkan menjadi faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman). Kekuatan merupakan keuntungan yang diberikan industri dan SDA, sedangkan kelemahan merupakan dampak yang diberikan oleh industri berupa pencemaran dan keterbatasan lahan. Sebaliknya, peluang mencakup perhatian masyarakat dan pemerintah terhadap lingkungan terutama RTH, sedangkan ancaman merupakan faktor yang berpotensi mengancam kondisi lingkungan. Faktor-faktor tersebut selanjutnya dianalisis untuk menentukan strategi atau alternatif yang sesuai dengan menggunakan matrik SWOT. Alternatif atau strategi yang dihasilkan yaitu 1) mempertahankan dan mengembangkan industri tanpa perluasan lahan industri, 2) pemanfaatan SDA yang ramah lingkungan, 3) peningkatan fungsi RTH untuk perbaikan lingkungan, 4) pemanfaatan SDA untuk menambah pemasukan ekonomi, 5)

4 peningkatan variasi tanaman yang tahan dan mampu mengurangi bahan pencemar, 6) pengenalan RTH pada masyarakat, 7) mengembangkan permukiman vetikal, dan 8) mengembangkan penanaman vertikal. Rekomendasi yang dihasilkan berdasarkan hasil evaluasi dibagi menjadi dua yaitu rekomendasi umum dan rekomendasi khusus. Rekomendasi umum antara lain 1) membatasi pengembangan industri secara fisik tetapi lebih pada kualitas industri, 2) kerjasama antara masyarakat dan industri dalam memperbaiki atau meningkatkan kualitas lingkungan, 3) mencari alternatif mata pencaharia lain salah satunya dengan pemanfaatan SDA yang ada, 4) mengembangkan permukiman vertikal, dan 5) perbaikan fungsi dan kualitas RTH. Rekomendasi khusus antara lain 1) menerapkan pola penanaman vertikal, 2) menerapkan roof garden, 3) peningkatan variasi tanaman terutama pohon, dan 4) penggunaan tanaman peredam bising, 5) penggunaan tanaman yang tahan dan mampu mereduksi bahan pencemar.

5 Hak Cipta Milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

6 EVALUASI KESESUAIAN FISIK RUANG TERBUKA HIJAU DI KAWASAN PERUNTUKAN INDUSTRI BAKALAN KRAPYAK, KECAMATAN KALIWUNGU, KABUPATEN KUDUS ZIFFY HILYA ANIQA A Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Arsitektur Lanskap DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

7 LEMBAR PENGESAHAN Judul Nama NRP Departemen : Evaluasi Kesesuaian Fisik Ruang Terbuka Hijau Di Kawasan Peruntukan Industri Bakalan Krapyak, Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Kudus : Ziffy Hilya Aniqa : A : Arsitektur Lanskap Disetujui, Dosen Pembimbing Dr. Ir. Tati Budiarti, M.S NIP Diketahui, Ketua Departemen Arsitektur Lanskap Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA NIP Tanggal lulus:

8 KATA PENGANTAR Penulis panjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-nya sehingga dapat menyelesaikan kegiatan penelitian yang berjudul Evaluasi Kesesuaian Fisik Ruang Terbuka Hijau Di Kawasan Peruntukan Industri Bakalan Krapyak, Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Kudus. Laporan penelitian ini merupakan tahap akhir dalam kegiatan penelitian sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Laporan penelitian ini berisi seluruh kegiatan penelitian yang dilaksanakan selama bulan Maret hingga Februari 2011 yang belokasi di Kudus, Jawa Tengah. Dengan terselesaikannya penelitian dan penyusunan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah memberikan bantuan pemikiran, tenaga, serta dana yang berharga khususnya kepada 1. Ayahanda Sa dullah Assa idi dan Ibunda Robbi atul Adawiyah tercinta yang telah memberikan doa, motivasi dan dukungan kepada penulis; 2. Ibu Dr. Tati Budiarti, M.S, selaku dosen pembimbing skripsi saya yang senantiasa memberikan bimbingan, nasihat, serta kesabarannya mengarahkan penyusunan skripsi ini; 3. Bapak Dr. Ir. Nizar Nasrullah, M.Agr dan Ibu Dewi Rezalini Anwar, SP, M.ADES atas kritik dan saran selaku dosen penguji skripsi; 4. Bapak Dr. Andi Gunawan selaku dosen pembimbing akademik, atas arahan dan motivasinya kepada penulis selama masa perkuliahan; 5. Bappeda (Badan Perencana dan Pembangunan Daerah) Kabupaten Kudus yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di Kabupaten Kudus; 6. Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas Perindustrian Kabupaten Kudus atas bantuan yang diberikan kepada penulis selama pelaksanaan penelitian; 7. Kakak saya Marissa Millaty dan adik-adik saya Ghiyats Mihmidaty dan Qonita Naylilhusna terimakasih atas dukungan dan bantuan yang diberikan kepada penulis; 8. Sahabat seperjuangan bimbingan (Rido, Dicky, dan Intan) yang telah bersama-sama berkonsultasi dan berikhtiar dalam menyusun skripsi;

9 9. Teman-teman Arsitektur Lanskap angkatan 43 (Balqis, Mutty, Nurika, Azmi, Lipur, Nita, Sendy, Pity, Trista, Cici, Wemby, Hani, Kaka, Anita, Chanchan, Dwica, Pram, Sugi, Endy, Galih, Andi, Ado, Rido, Dicky, Irvan, Ray, Ronald, Yogi, Perthy, Tati, Dian, Kukuh, Dedi, Alan, Mahmud, Agnes, Intan, Putri, Esti, Iin, Presty, Yumi, Agung, Nining, Sisi, Vina, Wiwik, Ochie, Juniar, Aan, Yudha, Jibril, Desi, Prita, Manceu, dan Joe) atas bantuan dan dukungan kepada penulis, dan kakak kelas angkatan 39, 40,41, 42 yang telah membantu pada masa perkuliahan, serta adik kelas angkatan 44, 45, dan 46 atas dukungan, semangat, dan bantuannya; 10. Teman-teman penulis Hana, Ayu, Asri, dan Dinda yang selalu memberikan dukungan dan bantuannya kepada penulis. Akhir kata penulis berharap laporan penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya. Penulis senantiasa menerima kritik dan saran demi kelancaran dan kesempurnaan penelitian dan skripsi ini. Bogor, April 2011 Penulis

10 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jepara pada tanggal 08 Desember Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara dari keluarga Bapak Sa dullah Assa idi dan Ibu Robbi atul Adawiyah. Penulis mengawali pendidikannya pada tahun 1992 yaitu di taman kanak-kanaki RA. Al Amal Bantrung, Jepara. Pada tahun 1994, penulis memasuki pendidikan dasar di SDN III Bantrung, Jepara dan lulus tahun Setelah menyelesaikan pendidikan dasar, penulis melanjutkan pendidikan di MTs N Yayasan Ali Maksum Krapyak Yogyakarta dan lulus pada tahun Penulis melanjutkan pendidikan menengah atas di SMA 1 Bae Kudus dan lulus pada tahun Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2006 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) sebagai mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (TPB). Pada tahun 2007 penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian. Selama menjalankan studi di IPB, penulis juga mengikuti kegiatan di luar akademik yaitu sebagai anggota organisasi daerah Keluarga Kudus Bogor (KKB). Selain itu penulis juga berperan aktif sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Arsitektur Lanskap (HIMASKAP). Penulis juga aktif mengikuti berbagai pelatihan dan seminar yang mendukung kegiatan akademis..

11 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... v DAFTAR LAMPIRAN... vii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan Manfaat Kerangka Pikir Penelitian... 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri dan Klasifikasinya Kawasan industri Dampak Kegiatan Industri Kawasan Industri di Kabupaten Kudus Ruang Terbuka Hijau (RTH) Manfaat dan Kriteria Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Industri Evaluasi BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Studi Alat dan Bahan Batasan Penelitian Tahapan Penelitian Tahap Persiapan Pengumpulan Data Analisis dan Sintesis Penyusunan Rekomendasi BAB IV KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Umum Kabupaten Kudus Kondisi Fisik Kawasan Industri di Kabupaten Kudus Ruang Terbuka Hijau Kabupaten Kudus Kondisi Umum Kecamatan Kaliwungu Kondisi Fisik Industri di Kecamatan Kaliwungu... 30

12 4.3 Kondisi Lokasi Penelitian BAB V PEMBAHASAN 5.1 Analisis Analisis Kondisi Fisik Analisis Ruang Terbuka Hijau (RTH) Analisis Kenyamanan Analisis Persepsi dan Preferensi Masyarakat Analisis SWOT Evaluasi Evaluasi Kondisi Fisik Evaluasi RTH Evaluasi Kenyamanan Evaluasi Persepsi dan Preferensi Masyarakat Evaluasi SWOT Rekomendasi Rekomendasi Umum Rekomendasi Khusus BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ii

13 DAFTAR TABEL Halaman 1. Jenis, Bentuk, dan Sumber Data yang Diperlukan Formulasi Tingkat Kepentingan Faktor Internal Formulasi Tingkat Kepentingan Faktor Eksternal Formulasi Pembobotan Faktor Internal Formulasi Pembobotan Faktor Eksternal Formulasi Penilaian Faktor Internal Formulasi Penilaian Faktor Eksternal Formulasi Matrik SWOT Curah Hujan per Bulan dari Tahun di Kabupaten Kudus (mm) Suhu Udara Rata-Rata Maksimum dan Minimum Dirinciper Bulan di Kabupaten Kudus Tahun ( 0 C) Luas Tanah Berdasarkan Jenis Tanah (Ha) Banyaknya Perusahaan Industri Besar dan Sedang Menurut Jenis Industri dan Jumlah Tenaga Kerja di Kabupaten Kudus Luas kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya di Kabupaten Kudus Luas Perubahan Penggunaan Tanah Pertanian ke Non Pertanian di Kabupaten Kudus Penggunaan Ruang di Lokasi Industri PT. Djarum dan PT. Polytron Baku Mutu Air Limbah Bagi Industri Rokok dan Cerutu Kategori II Jenis RTH yang Ada di Lokasi Industri Hasil Pengukuran Suhu dan Perhitungan THI di Lokasi Industri Hasil Pengukuran Suhu dan Perhitungan THI di Permukiman Bapangan Hasil Pengukuran Suhu dan Perhitungan THI di Persawahan Bapangan Hasil Pengukuran Suhu dan Perhitungan THI di Pemakaman Winong Hasil Pengukuran Suhu dan Perhitungan THI di Lokasi Industri Hasil Pengukuran Suhu dan Perhitungan THI di Permukiman Krapyak Hasil Pengukuran Suhu dan Perhitungan THI di Persawahan Krapyak Hasil Pengukuran Suhu dan Perhitungan THI di Pemakaman Krapyak Penilaian Tingkat Kepentingan Faktor Internal Penilaian Tingkat Kepentingan Faktor Eksternal... 66

14 28. Penentuan Nilai Bobot Faktor Internal Penentuan Nilai Bobot Faktor Eksternal Penilaian Faktor Internal di Area Industri PT. Djarum dan PT. Polytron Penilaian Faktor Eksternal di Area Industri PT. Djarum dan PT. Polytron Matrik SWOT Hasil Perhitungan Nilai THI Evaluasi Karakter Responden Evaluasi Berdasarkan Persepsi Masyarakat Terhadap Area Industri Evaluasi Persepsi Masyarakat Terhadap RTH iv

15 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Kerangka Pikir Penelitian Peta Lokasi Penelitian Matrik Internal-Eksternal Peta Kecamatan Kaliwungu Peta Lokasi Industri PT. Djarum dan PT. Plytron di Desa Bakalan Krapyak Kondisi Sirkulasi dan Fasilitas Transportasi di Lokasi Industri Tipe Saluran Pembuangan Air yang Ada di Kedua Lokasi Industri Peta Lokasi Industri Rokok PT. Djarum Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) PT. Djarum Lokasi Industri PT. Polytron Jenis RTH yang Ada di area industri Peta Jalur Sirkulasi dan Aksesbilitas Kondisi Jalan dan di Lingkungan Kedua Industri Peta Penggunaan Ruang Kondisi Sawah di Kedua Area Industri Kondisi Pekarangan di Area Permukiman Karakteristik Masyarakat Berdasarkan Lamanya Tinggal di Wilayah Industri PT. Djarum dan PT. Polytron Masyarakat Menurut Banyaknya Aktivitas di Dalam Lokasi Industri Karakteristik Masyarakat Berdasarkan Aktivitas Karakteristik Masyarakat Berdasarkan Industri yang Diketahui Banyaknya Industri Menurut Masyarakat Persepsi Masyarakat Terhadap Peran Industri Pada Lingkungan Persepsi Masyarakat Terhadap Keuntungan yang Diberikan Industri Persepsi Masyarakat Terhadap Kerugian yang Diberikan Industr Persepsi Masyarakat Terhadap Kenyamanan Lingkungan Persepsi Masyarakat Terhadap Kondisi Area Industri Persepsi Masyarakat Terhadap Penyebab Kenyamanan... 56

16 28. Persepsi Masyarakat Terhadap Penyebab Ketidaknyamanan Pengetahuan Masyarakat Mengenai RTH Persepsi Masyarakat Terhadap Kondisi Dengan Banyak Tanaman Persepsi Masyarakat Terhadap Pengaruh Tanaman Terhadap Kenyamanan Persepsi Masyarakat Terhadap RTH yang Ada di Area Industri Persepsi Masyarakat Terhadap Fungsi RTH Persepsi Masyarakat Terhadap Kondisi RTH yang Ada di Area Industri Persepsi Masyarakat Terhadap Kondisi Lingkungan yang Didominasi Bangunan dan Perkerasan Persepsi Masyarakat Terhadap Kondisi Lingkungan yang Didominasi RTH RTH yang Diinginkan Masyarakat Matrik Internal-Eksternal Diagram Nilai THI di Area Industri PT. Djarum Diagram Nilai THI di Area Industri PT. Polytron Contoh Kerjasama Industri dan Masyarakat Ilustrasi Bangunan Industri dan Permukiman Vertikal Ilustrasi Tanaman Pembatas di Permukiman Ilustrasi Penghijauan Dalam Pabrik Contoh Tanaman Peredam Bising Pemetaan Rekomendasi vi

17 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Lembar Kuesioner Hasil Pengukuran Suhu... 94

18 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri merupakan salah satu sektor perekonomian yang penting karena keuntungan yang diberikan pada perekonomian, dimana pemasukan atau pendapatan yang dihasilkan cukup besar. Akan tetapi selain memberikan keuntungan, industri juga memberikan pengaruh yang merugikan terutama pada lingkungan. Pengaruh tersebut disebabkan oleh pembangunan maupun kegiatan dan proses industri di dalamnya. Menurut Tandy (1975), karakteristik kawasan industri yaitu adanya dominasi bangunan, pabrik, gudang, dan perkerasan, pemandangan gersang, serta terbatasnya keberadaan ruang terbuka hijau. Menurunnya kualitas lingkungan di kawasan industri sangat erat kaitannya dengan dampak yang ditimbulkannya seperti polusi maupun limbah serta semakin berkurangnya lahan untuk pengadaan ruang terbuka hijau. Kabupaten Kudus merupakan salah satu wilayah dari Provinsi Jawa Tengah dengan luas yang tidak besar tetapi memiliki cukup banyak kegiatan industri di dalamnya. Hanya saja, Kabupaten Kudus belum memiliki kawasan industri untuk mengelompokkan semua kegiatan industri. Akan tetapi untuk kegiatan industri, sesuai dengan peraturan RTRW Kabupaten Kudus (2008), ditempatkan pada kawasan peruntukan industri (KPI) yang menyebar pada 3 kecamatan yaitu Kecamatan Jekulo, Kaliwungu, dan Mejobo. Industri rokok PT. Djarum dan industri elektronik PT. Polytron merupakan dua industri skala besar yang berada di desa Bakalan Krapyak, Kecamatan Kaliwungu. kedua industri ini memiliki kondisi yang sama karena berada pada lokasi yang berdekatan. Potensi maupun permasalahan yang dimiliki kedua lokasi industri ini hampir sama, khususnya dengan pengaruh industri di dalamnya terutama pengaruhnya terhadap lingkungan. Ruang terbuka hijau merupakan salah satu aspek yang harus dipenuhi oleh suatu kawasan industri karena fungsinya yang cukup besar dalam meningkatkan ataupun memperbaiki kualitas lingkungan. Menurut Simonds (2006), ruang terbuka hijau memiliki peran yang penting dalam suatu kawasan

19 2 karena fungsi serta manfaatnya yang tinggi dalam memperbaiki dan meningkatkan kualitas lingkungan alami perkotaan. KPI Bakalan Krapyak merupakan salah satu kawasan yang diperuntukkan bagi kegiatan industri yang di dalamnya juga terdapat fungsi-fungsi ruang selain industri yaitu berupa permukiman dan RTH. Akan tetapi untuk RTH yang ada disini dilihat secara umum sebagai RTH kawasan peruntukan industri. Sehingga dengan penelitian ini ingin diketahui seberapa besar RTH yang dibutuhkan yang selanjutnya dibandingkan dengan kondisi yang ada. Jika RTH yang ada sudah cukup dan sesuai maka bisa dipertahankan atau ditingkatkan kualitasnya. Sebaliknya jika ternyata RTH yang ada masih kurang atau belum sesuai maka perlu dilakukan perbaikan atau pengadaan RTH yang lebih baik. 1.2 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kesesuaian fisik Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kawasan Peruntukan Industri (KPI) Desa Bakalan Krapyak, Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Kudus. Adapun tujuan dari penelitian ini, antara lain: 1. Menginventarisasi penggunaan ruang di KPI Bakalan Krapyak. 2. Menginventarisasi Ruang Terbuka Hijau (RTH) di KPI Bakalan Krapyak. 3. Mendapatkan persepsi dan preferensi masyarakat terhadap penggunaan ruang terbuka hijau (RTH) di KPI Bakalan Krapyak. 4. Membuat rekomendasi perbaikan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di KPI Bakalan Krapyak. 1.3 Manfaat Manfaat dari evaluasi ruang terbuka hijau di KPI Bakalan Krapyak ini diharapkan dapat: 1. Menambah pengetahuan mengenai dampak yang ditimbulkan oleh adanya kegiatan industri. 2. Meningkatkan pemahaman dalam hal pentingnya ruang terbuka hijau terutama di kawasan industri. 3. Hasil penelitian diharapkan menjadi masukan bagi pihak pengelola maupun perencana Kabupaten Kudus dalam pembangunan selanjutnya.

20 3 1.4 Kerangka Pikir Kabupaten Kudus memiliki kegiatan industri yang tersebar di beberapa wilayah dan belum memiliki area khusus industri yang dinamakan kawasan industri. Sampai saat ini kegiatan industri menyebar di dalam satu lingkup kawasan yang dinamakan Kawasan Peruntukan industri. Kawasan Peruntukan Industri (KPI) di bawah pengelolaan Dinas Perindustrian dialokasikan di tiga kecamatan yaitu Mejobo, Kaliwungu, dan Jekulo. Dari ketiganya, Kecamatan Kaliwungu merupakan salah satu KPI yang cukup padat dan memilki kegiatan industri skala besar cukup banyak. Industri besar dan cukup berpengaruh disini adalah industri rokok PT. Djarum, Bapangan dan PT. Hartono Istana Teknologi (PT. Polytron). Kabupaten Kudus Kawasan Peruntukan Industri (KPI) Kecamatan Kaliwungu Kecamatan Jekulo Kecamatan Mejobo Desa Bakalan Krapyak Industri Rokok PT. Djarum Industri Elektronik PT. Polytron Kondisi Lokasi Industri Kondisi RTH Kenyamanan Persepsi Dan Preferensi Masyarakat Potensi dan permasalahan Analisis - Kondisi Fisik - Ruang Terbuka Hijau (RTH) - Kenyamanan - Persepsi dan Preferensi Masyarakat - Analisis SWOT Rekomendasi Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian Dua industri ini masing-masing memiliki karakteristik berbeda yang berada di satu lingkup KPI yang sama. Sehingga yang akan dievaluasi adalah RTH yang dikaitkan dengan kebutuhan masyarakat, kebutuhan lingkungan, dan

21 4 dampak kegiatan industri pada KPI yang dipilih. Evaluasi ini didukung oleh pendapat dan pernyataan responden dan pengamatan terhadap kondisi yang ada. Jika berdasarkan evaluasi ternyata RTH tidak atau kurang sesuai maka diberikan usulan pengadaan atau penataan RTH yang sesuai atau jika sesuai maka dipertahankan dengan tetap menjaga kondisi yang ada serta meningkatkan kualitas menjadi lebih baik dari sebelumnya (Gambar 1).

22 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri dan Klasifikasinya Industri merupakan suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang setengah jadi menjadi barang jadi yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan. Usaha perakitan atau assembling dan juga reparasi adalah bagian dari industri. Hasil industri tidak hanya berupa barang, tetapi juga dalam bentuk jasa. Kegiatan industri dapat diklasifikasikan menurut aspek-aspek yang mempengaruhinya. Menurut Gintings (1995), kegiatan industri dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu: a. Industri dasar (hulu) merupakan industri dengan skala besar yang lokasinya dekat dengan bahan baku serta sudah menggunakan teknologi yang lebih maju. b. Industri hilir merupakan industri yang kegiatannya hanya mengolah bahan setengah jadi menjadi bahan jadi, lokasinya lebih dekat dengan pasar, menggunakan teknologi madya dan lebih banyak menyerap tenaga kerja. c. Industri kecil merupakan kegiatan industri yang lebih sederhana baik dari peralatan yang digunakan maupun sistem pengolahannya, dengan keterbatasan sistem tata letak pabrik dan pengolahan limbah serta lebih banyak menyerap tenaga kerja. Selain penggolongan tersebut, kegiatan industri juga diklasifikasikan menurut sumber bahan bakunya menjadi tiga, yaitu: industri ekstraktif (bahan baku langsung dari alam, contoh: pertanian), industri non-ekstraktif (bahan baku dari luar), dan industri fasilitatif (berupa jasa, contoh: asuransi). Berdasarkan SK Menteri Perindustrian No.19/M/I/1986 dalam Nugroho 2009, kegiatan industri diklasifkasikan menjadi empat, yaitu: industri kimia dasar (contoh: pupuk, kertas), industri mesin dan logam dasar (contoh: kendaraan bermotor, tekstil), industri kecil (contoh: minyak goreng, makanan ringan), dan aneka industri (contoh: makanan, pakaian) 2.2 Kawasan Industri Pengertian kawasan industri menurut Development Handbook dari ULI (Urban Land Institute) dalam Dirdjojuwono 2004, merupakan kawasan yang

23 6 didominasi oleh kegiatan industri. Sedangkan menurut National Industry Zoning Committe s USA 1967, kawasan industri merupakan areal perindustrian yang berada di atas tanah yang cukup luas, yang secara administrasi dikontrol oleh sebuah lembaga yang sesuai dengan kegiatan industri, karena lokasinya, topografinya, zoning yang tepat, ketersediaan infrastrukturnya, dan kemudahan aksesibilitas transportasi (Dirdjojuwono, 2004). Berdasarkan Keputusan Presiden No. 41 tahun 1996 dan Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 50/MPP/KEP/2/1997, kawasan industri merupakan tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi dengan sarana-prasarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh Perusahaan Kawasan Industri yang telah memiliki Izin Usaha Kawasan Industri. Persyaratan yang perlu diperhatikan untuk menunjang kawasan industri, antara lain: a. Kawasan Industri memiliki luas sekurang-kurangnya 20 hektar. b. Tanah yang dimiliki oleh satu perusahaan atau beberapa perusahaan memiliki luas sekurang-kurangnya 10 hektar di dalam kawasan industri sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah serta sudah dimanfaatkan untuk kegiatan industri. c. Perusahaan kawasan industri mempunyai kewajiban, antara lain: 1. menyediakan lahan industri siap pakai dan bangunan pabrik siap pakai. 2. membuat rencana tapak kawasan industri sesuai dengan ketentuan pemerintah derah. 3. menyusun analisis dampak lingkungan (AMDAL). 4. membangun dan memelihara prasarana utilitas (jalan, saluran drainase, pipa penyaluran limbah, serta membangun unit yang mengoperasikan dan memelihara pusat pengolahan limbah). 5. membuat tata tertib kawasan industri mengenai ketentuan hak dan kewajiban perusahaan kawasan dan perusahaan industri di dalam kawasan, terutama dalam pengelolaan lingkungan serta pengoperasian fasilitas. Selain itu, menurut Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Daerah, kawasan perindustrian memiliki kriteria sebagai berikut: 1) memenuhi persyaratan lokasi industri, 2) memiliki ketersediaan sumber air baku yang cukup, 3) terdapat sistem pembuangan limbah, 4) tidak memberikan dampak negatif, dan 5) tidak terletak di

24 7 kawasan tanaman pangan lahan basah yang beririgasi dan yang berpotensi untuk pengembangan irigasi. Kawasan industri memiliki peranan yang penting sesuai dengan tujuan pembangunan kawasan yang diatur dalam pasal 2 Keppres No. 41/1996, yaitu mempercepat pertumbuhan industri, memberi kemudahan untuk kegiatan industri, mendorong kegiatan industri untuk berlokasi di kawasan industri, dan meningkatkan pembangunan industri yang berwawasan lingkungan (Dirdjojuwono, 2004). 2.3 Dampak Kegiatan Industri Setiap kegiatan yang dilakukan manusia memiliki dampak yang penting baik positif maupun negatif. Kegiatan perindustrian merupakan salah satu kegiatan manusia yang sering menimbulkan permasalahan terutama dalam aspek lingkungan. Secara umum ada beberapa permasalahan yang timbul akibat kegiatan industri (Wardhana, 1995), yaitu: 1) dampak langsung, merupakan dampak yang secara langsung mengganggu lingkungan seperti pencemaran udara, pencemaran air, dan pencemaran darat dan 2) dampak tak langsung, merupakan dampak yang mempengaruhi aspek sosial dan perekonomian seperti permasalahan urbanisasi, perubahan perilaku, tindakan kriminal, dan perubahan sosial budaya. Menurut Gintings (1995) ada beberapa kemungkinan pengaruh yang ditimbulkan limbah hasil kegiatan industri terhadap lingkungan, antara lain: 1) tidak adanya pengaruh terhadap lingkungan, karena volume limbah kecil dan parameter pencemar di dalamnya sedikit dengan konsentrasi kecil, sehingga limbah mudah dinetralisir, 2) adanya pengaruh yang tidak menyebabkan pencemaran, adanya toleransi lingkungan terhadap perubahan, dan tidak adanya dampak negatif yang ditimbulkan, dan 3) adanya pengaruh yang memberikan perubahan dan menimbulkan pencemaran. Kondisi zat pencemar dengan konsentrasi tinggi memasuki lingkungan dalam jumlah yang besar dan lingkungan tidak mampu menetralisirnya. 2.4 Kawasan Industri di Kabupaten Kudus Sektor industri merupakan tiang penyangga utama dari perekonomian di Kabupaten Kudus dengan kontribusi 62,73 % terhadap pendapatan daerah Kabupaten Kudus. Sektor ini dibedakan dalam kelompok industri besar, industri

25 8 sedang, industri kecil, dan industri rumah tangga. Pengembangan industri seperti yang telah diungkapkan pada pasal 29 Perda No.8 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah bahwa pembangunan industri di bagi menjadi 2 macam, yaitu: kawasan industri yang menghasilkan polutan diarahkan di Kecamatan Kaliwungu dan Jekulo, sedangkan kawasan industri yang tidak menghasilkan polutan diarahkan di Kecamatan Mejobo. Pengembangan wilayah kota kudus secara lebih terperinci berdasarkan RTRW Kabupaten Kudus 2003, yaitu : a. Kawasan hutan lindung pada Kecamatan Dawe dan sebagian Kecamatan Gebog. b. Kawasan industri pada Kecamatan Kaliwungu, Bae, Jati, dan Jekulo. c. Kawasan industri non polutan pada Kecamatan Mejobo, Bae, dan Dawe. d. Kawasan pemukiman pada Kecamatan Dawe, Kaliwungu, Kota, Jekulo, Jati, Mejobo, dan Undaan. e. Kawasan pertanian pada Kecamatan Dawe, Gebog, Bae, Kaliwungu, Kota, Jekulo, Jati, Mejobo, dan Undaan. Kebutuhan luas lahan kawasan industri berdasarkan analisis sampai tahun 2012 sebesar 1.013,65 ha dan sekitar 70 % dari kebutuhan tersebut digunakan untuk pengembangan kawasan industri. Keberadaan kawasan industri yang berada di Kecamatan Jekulo dan Kaliwungu dapat dikembangkan menjadi industri besar atau terpadu (Bappeda Kabupaten Kudus, 2003). Untuk pengembangan zona industri yang lain dialokasikan di bagian utara Kota Kudus meliputi Desa Gondangmanis, Pedawang, dan Bacin di Kecamatan Bae. Menurut Latif (2005), Lokasi industri aktual (nyata) sesuai dengan peta persebaran lokasi industri di Kabupaten Kudus yaitu : a. Lokasi pembangunan Industri Besar yang merata di setiap kecamatan, kecuali di Kecamatan Dawe. b. Lokasi industri terdapat di sepanjang jalan arteri dan beberapa jalan lokal yang cenderung membentuk pola menyebar. c. Lokasi industri yang didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai, seperti contoh kondisi jalan yang baik, fasilitas kendaraan, sarana komunikasi, penerangan jalan, dan perkantoran industri.

26 9 2.5 Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah bagian dari ruang-ruang terbuka (open spaces) suatu wilayah yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi (endemik, introduksi) guna mendukung manfaat langsung dan tidak langsung yang dihasilkan oleh RTH dalam wilayah tersebut yaitu keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah tersebut. Berdasarkan bobot kealamiahannya, bentuk RTH diklasifikasikan menjadi dua yaitu alami (habitat alami, kawasan lindung) dan non alami atau RTH binaan (pertanian kota, pertamanan kota, lapangan olah raga, pemakaman. Menurt Simonds (1983), pada dasarnya ruang terbuka hijau merupakan ruang yang tidak terbangun yang memiliki kekuatan untuk membentuk karakter suatu kota. RTH kota harus tetap dikembangkan demi menjaga kelangsungan hidup manusia di kota. Tanpa keberadaan RTH akan mengakibatkan ketegangan mental bagi manusia yang tinggal di dalamnya. Menurut Sulistyantara dalam Faikoh (2008), RTH memiliki sifat khusus, yaitu dalam pengisiannya banyak didominasi oleh unsur hijau (tumbuhan), sedangkan unsur lainnya yaitu bangunan dengan persentase yang sangat kecil yaitu 20%. Unsur hijau ini dapat berupa tanaman ilmiah maupun budidaya tanaman, blueways (aliran sungai dan hamparan banjir), greenways (yang berada di jalan bebas hambatan, jalan di taman, transportasi, jalan setapak, jalan sepeda, tempat lari, taman-taman kota, dan area rekreasi). 2.6 Manfaat dan Kriteria Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbuka Hijau (RTH), baik RTH publik maupun RTH privat, memiliki fungsi utama yaitu fungsi ekologis dan fungsi arsitektural, serta fungsi lainnya yaitu sosial, dan fungsi ekonomi. Dalam suatu wilayah perkotaan empat fungsi utama ini dapat dikombinasikan sesuai dengan kebutuhan keberlanjutan kota. Manfaat RTH berdasarkan fungsinya dibagi atas manfaat langsung (dalam pengertian cepat dan bersifat tangible) seperti mendapatkan bahan-bahan untuk dijual (kayu, daun, bunga), kenyamanan fisik (teduh, segar), keinginan dan manfaat tidak langsung (berjangka panjang dan bersifat intangible) seperti perlindungan tata air dan konservasi hayati atau keanekaragaman hayati.

27 10 Ada beberapa manfaat ruang terbuka hijau menurut beberapa pendapat, diantaranya adalah sebagai berikut : a. Identitas Kota Jenis tanaman dapat dijadikan simbol atau lambang suatu kota yang dapat dikoleksi pada areal RTH. Propinsi Sumatra Barat misalnya, flora yang dikembangkan dengan tujuan tersebut di atas adalah Enau (Arenga pinnata) dengan alasan pohon tersebut serba guna dan istilah pagar-ruyung menyiratkan makna pagar enau (Fandeli dalam Riswandi, 2006). b. Nilai Estetika Komposisi vegetasi dengan strata yang bervariasi di lingkungan kota akan menambah nilai keindahan kota tersebut. Bentuk tajuk yang bervariasi dengan penempatan (pengaturan tata ruang) yang sesuai akan memberi kesan keindahan tersendiri. Tajuk pohon juga berfungsi untuk memberi kesan lembut pada bangunan di perkotaan yang cenderung bersifat kaku. Suatu studi yang dilakukan atas keberadaan RTH terhadap nilai estetika adalah bahwa masyarakat bersedia untuk membayar keberadaan RTH karena memberikan rasa keindahan dan kenyamanan (Tyrväinen dalam Riswandi, 2006). c. Penyerap Karbon dioksida (CO 2 ) RTH merupakan penyerap gas karbon dioksida yang cukup penting, selain dari fito-plankton, ganggang dan rumput laut di samudera. Dengan berkurangnya kemampuan hutan dalam menyerap gas ini sebagai akibat menyusutnya luasan hutan akibat perladangan, pembalakan dan kebakaran, maka perlu dibangun RTH untuk membantu mengatasi penurunan fungsi RTH tersebut. Jenis tanaman yang baik sebagai penyerap gas Karbon dioksida (CO 2 ) dan penghasil oksigen adalah damar (Agathis alba), daun kupu-kupu (Bauhinia purpurea), lamtoro gung (Leucaena leucocephala), akasia (Acacia auriculiformis), dan beringin (Ficus benjamina). Penyerapan karbon dioksida oleh RTH dengan jumlah pohon berumur tahun mampu mengurangi karbon dioksida sebanyak 800 ton per tahun (Simpson dan McPherson, dalam Riswandi, 2006).

28 11 d. Pelestarian Air Tanah Sistem perakaran tanaman dan serasah yang berubah menjadi humus akan mengurangi tingkat erosi, menurunkan aliran permukaan, dan mempertahankan kondisi air tanah. Pada musim hujan, laju aliran permukaan dapat dikendalikan oleh penutupan vegetasi yang rapat, sedangkan pada musim kemarau potensi air tanah yang tersedia bisa memberikan manfaat bagi kehidupan di perkotaan. RTH dengan luas minimal setengah hektar mampu menahan aliran permukaan akibat hujan dan meresapkan air ke dalam tanah sejumlah m 3 setiap tahun (Urban Forest Research dalam Riswandi, 2006). e. Penahan Angin RTH berfungsi sebagai penahan angin yang mampu mengurangi kecepatan angin % (Hakim dan utomo, 2004). Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam mendesain RTH untuk menahan angin antara lain: 1) jenis tanaman yang ditanam adalah tanaman yang memiliki dahan yang kuat, 2) daunnya tidak mudah gugur oleh terpaan angin dengan kecepatan sedang, 3) memiliki jenis perakaran dalam, 4) memiliki kerapatan yang cukup (50-60 %), 5) tinggi dan lebar jalur hutan kota cukup besar, sehingga dapat melindungi wilayah yang diinginkan (Forest Service Publications dalam Riswandi, 2006). f. Ameliorasi Iklim RTH dapat dibangun untuk mengelola lingkungan perkotaan untuk menurunkan suhu pada waktu siang hari dan sebaliknya pada malam hari dapat lebih hangat karena tajuk pohon dapat menahan radiasi balik dari bumi. Jumlah pantulan radiasi matahari suatu RTH sangat dipengaruhi oleh panjang gelombang, jenis tanaman, umur tanaman, posisi jatuhnya sinar matahari, keadaan cuaca dan posisi lintang. Suhu udara pada daerah berhutan lebih nyaman daripada daerah yang tidak ditumbuhi oleh tanaman. Selain suhu, unsur iklim mikro lain yang diatur oleh RTH adalah kelembaban. Pohon dapat memberikan kesejukan pada daerah-daerah kota yang panas (heat island) akibat pantulan panas matahari yang berasal dari gedung-gedung, aspal dan baja. Daerah ini akan menghasilkan suhu udara C lebih tinggi dibandingkan dengan daerah pedesaan. Penanaman pohon pada suatu areal

29 12 akan mengurangi suhu atmosfer pada wilayah yang panas tersebut (Forest Service Publications dalam Riswandi, 2006). g. Habitat satwa RTH bisa berfungsi sebagai habitat berbagai jenis hidupan liar dengan keanekaragaman hayati yang cukup tinggi. Hutan kota dapat menciptakan lingkungan alami dan keanekaragaman tumbuhan dapat menciptakan ekosistem lokal yang akan menyediakan tempat dan makanan untuk burung dan binatang lainnya (Forest Service Publications dalam Riswandi, 2006). Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 tahun 2007 manfaat RTH yaitu: 1) sebagai sarana untuk mencerminkan identitas daerah, 2) sebagai sarana pendidikan, penelitian, dan penyuluhan, 3) sebagai sarana rekreasi aktif dan pasif serta interaksi sosial, 4) meningkatkan nilai ekonomi lahan perkotaan, 5) menumbuhkan rasa kebanggan dan meningkatkan prestise daerah, 6) sarana aktivitas sosial bagi anak-anak, remaja, dewasa dan manula, 7) sarana ruang evakuasi untuk keadaan darurat, 8) memperbaiki iklim mikro, dan 9) meningkatkan cadangan oksigen Ruang terbuka hijau dalam suatu wilayah harus memiliki keterkaitan antara bentang alam dengan jenis pemanfaatan ruang serta vegetasi pengisinya. Menurut Supriyatno dalam Nugroho (2009), kriteria pengalokasian RTH antara lain: 1) perencanaan RTH dikembangkan sesuai dengan jenis pemanfaatan ruang kotanya, 2) rencana RTH dilakukan pada lahan yang bentang alamnya bervariasi menurut keadaan lereng dan berada di atas permukaan laut serta memperhatikan kedudukannya terhadap jalur sungai, jalur jalan, dan jalur pengaman utilitas, dan 3) pada lahan perkotaan RTH dikuasai oleh badan hukum atau perorangan yang tidak memanfaatkan atau ditelantarkan. 2.7 Ruang Terbuka Hijau Kawasan Industri Pada umumnya kegiatan manusia sering menimbulkan permasalahan terutama terhadap kondisi lingkungan sekitar. Kegiatan industri adalah salah satu kegiatan manusia yang cukup banyak menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan. Menurut Tandy (1975), karakteristik kawasan industri yaitu adanya dominasi bangunan, pabrik, gudang dan perkerasan, pemandangan gersang, serta terbatasnya keberadaan ruang terbuka hijau. Menurut Dirdjojuwono (2004), RTH

30 13 memiliki fungsi yang sangat penting yaitu sebagai penangkap polusi serta sebagai daya tarik suatu wilayah sehingga pengadaan RTH merupakan prasyarat yang harus dipenuhi oleh pengembang. Suatu kawasan industri seharusnya memiliki area yang disediakan khusus untuk penempatan RTH karena fungsinya yang sangat penting terutama bagi lingkungan sekitar kawasan industri. Secara umum RTH memiliki fungsi sebagai berikut: (1) Memperindah penampilan lahan kawasan serta menyediakan lingkungan yang menarik bagi pembeli atau penyewa prospektif, (2) menghijaukan lahan sehingga mampu menyediakan udara yang sejuk dan segar, (3) sebagai penaung untuk memberi kesejukan dan penutup tanah yang baik terutama untuk area yang tidak dibangun, (4) sebagai pembatas area yang berbeda fungsi atau dua jalur jalan yang berbeda, dan (5) sebagai daerah resapan air untuk mencegah bencana banjir (Dirdjojuwono, 2004). 2.8 Evaluasi Evaluasi adalah kegiatan menilai, menaksir, dan mengkaji. Evaluasi bertujuan untuk penyeleksian dan menampilkan informasi yang diperlukan untuk mendukung pengambilan kesimpulan dan keputusan tentang suatu program serta nilainya (Echols dan Shadily dalam Rizka, 2009). Menurut Napisah (2009), evaluasi merupakan suatu tindakan yang dilakukan untuk menelaah atau menduga hal-hal yang sudah diputuskan sehingga diketahui kelemahan dan kelebihan keputusan tersebut. Selanjutnya ditentukan langkah-langkah alternatif perbaikan bagi kelemahan tersebut. Napisah juga menambahkan bahwa kegiatan evaluasi dilakukan berdasarkan suatu standar dengan diikuti dengan pemberian saran untuk perbaikan dalam kegiatan selanjutnya. Evaluasi bertujuan untuk melihat apakah sesuatu yang telah dilakukan dapat dilanjutkan (memberikan hal positif) dan cara pengembangannya. Evaluasi dilakukan dengan menggunakan pembanding yaitu perbandingan hasil perencanaan dengan tujuan yang ditetapkan oleh desainer (Anonim, 2005).

31 BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kawasan Peruntukan Industri Bakalan Krapyak, Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Kudus. Waktu penelitian dimulai pada bulan Maret sampai dengan bulan Februari tahun 2011 yang meliputi kegiatan persiapan, pengumpulan data, pengolahan data, dan penyusunan hasil (Gambar 2). (Bappeda Kbupaten Kudus, 2008) Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Sumber:

32 Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam proses inventarisasi antara lain alat tulis, alat ukur, alat gambar, dan kamera. Untuk pengolahan data software yang digunakan antara lain program AutoCAD 2006, Microsoft Office Excel 2007, Photoshop CS3 dan SPSS 14. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data deskripsi, gambar, angka dan peta yang mendukung misalnya peta tata guna lahan dan peta kawasan industri. 3.3 Batasan Penelitian Penelitian dilakukan di Kawasan Peruntukan Industri Desa Bakalan Krapyak dengan memilih dua industri yaitu industri PT. Djarum dan industri PT. Hartono Istana Teknologi (PT. Polytron). Penelitian dilakukan untuk mengetahui penggunaan ruang, kondisi fisik industri, dampak dari kegiatan industri, kondisi Ruang Terbuka Hijau (RTH), serta persepsi dan preferensi masyarakat terhadap industri dan RTH yang ada. Pada penelitian ini dilakukan evaluasi terhadap kesesuaian fisik RTH dilihat dari kuantitas, kualitas, serta pemanfaatannya. Evaluasi ini dikaitkan dengan kebutuhan masyarakat, dampak kegiatan industri, dan kebutuhan lingkungan. Hasil akhir dari penelitian ini adalah usulan rekomendasi yang sesuai dengan kondisi yang ada. Jika RTH yang ada belum sesuai maka dilakukan perbaikan atau penataan kembali, sebaliknya jika RTH yang ada sudah sesuai dengan kondisi yang ada maka usulan yang diberikan lebih mengarah pada mempertahankan disertai dengan peningkatan kualitasnya. 3.4 Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahapan penelitian yang meliputi persiapan, pengumpulan data, analisis, dan selanjutnya sintesis yang hasil akhirnya berupa usulan rekomendasi Tahap Persiapan Pada tahap ini kegiatan yag dilakukan terdiri dari penetapan tujuan dan analisis, penyusunan rencana kerja dan biaya, pengumpulan data dan informasi, pengkajian dan studi pustaka, konsultasi, penulisan usulan penelitian dan perbaikan.

33 Pengumpulan Data Kegiatan ini meliputi pengumpulan data awal baik secara langsung (pada tapak) atau menggunakan data yang sudah ada. Data yang dikumpulkan dapat berupa data fisik maupun non-fisik (Tabel 1). Tabel 1. Jenis, bentuk, dan sumber data yang diperlukan Aspek No. Jenis Data Sumber Cara Pengambilan Data Fisik dan 1 Iklim BMG, Studi pustaka Biofisik (curah hujan, suhu udara, kelembaban udara, kecepatan dan arah angin, penyinaran matahari) Bappeda 2 Tanah dan Geologi Bappeda Studi pustaka (jenis tanah) 3 Topografi (kontur, kemiringan lahan, hidrologi) Bappeda Studi pustaka 4 Hidrologi (sungai, drainase, sirkulasi air, dll) Bappeda, lapang Studi pustaka, survey lapang 5 Vegetasi Bappeda, lapang Studi pustaka, survey lapang 6 Kualitas Lanskap Lapang Survey lapang (visual, audio, aromatik) 7 Struktur Perkerasan Lapang Survey lapang (bangunan, jalan) 8 Aksesbilitas Lapang Survey lapang 9 Peta Lokasi dan Bappeda Studi pustaka Penggunaan Lahan Non-Fisik 1 Rencana Tata Guna Lahan Bappeda Studi pustaka (TGL) 2 Kebijakan Pemerintah dan Bappeda Studi pustaka Perundang-undangan 3 Masyarakat (aktivitas, mata pencaharian,pendidikan, persepsi dan preferensi terhadap tapak, pengetahuan terhadap RTH) Masyarakat, Lapang Wawancara, kuesioner, survey lapang

34 17 Untuk metode pengambilan data dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1. Survey lapangan yaitu melakukan pengamatan langsung kondisi kawasan industri, jenis dan tata letak elemen, limbah yang dihasilkan, dampak yang ditimbulkan, kondisi masyarakat, serta kondisi RTH yang ada. 2. Wawancara untuk memperoleh data dan informasi mengenai persepsi maupun preferensi masyarakat terhadap kegiatan industri dan kebutuhan RTH di kawasan industri. 3. Pengisian kuesioner oleh masyarakat mengenai kondisi sekitar kawasan industri, dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan industri, pengetahuan mengenai RTH, kebutuhan terhadap RTH, serta kondisi RTH yang ada saat ini (Lampiran 2). 4. Studi pustaka untuk mendapatkan data yang tidak bisa diambil secara langsung dan untuk mempelajari lebih jelas data yang sudah dikumpulkan Analisis dan Sintesis Data yang sudah dikumpulkan selanjutnya dianalasis untuk menilai kondisi area industri dan RTH di area industri tersebut. Analisis yang dilakukan meliputi: 1. Analisis kondisi fisik Analisis kondisi fisik adalah tahap menganilisis hasil inventarisasi secara deskriptif. Data yang dianalisis mencakup data mengenai kondisi fisik industri, penggunaan lahan di dalamnya, aksesibilitas, fasilitas, serta beberapa pengaruh yang diberikan oleh kegiatan industri. Data tersebut selanjutnya dinilai dan dibandingkan dengan acuan berdasarkan peraturan daerah Kabupaten Kudus mengenai persyaratan dan ketentuan Kawasan Peruntukan Industri. 2. Analisis Ruang Terbuka Hijau (RTH) Analisis yang selanjutnya adalah analisis terhadap aspek yang lebih khusus yaitu tentang kondisi RTH yang ada pada kawasan peruntukan industri yang dilakukan secara deskriptif. Analisis RTH mencakup penilaian terhadap jenis RTH yang ada dengan melihat kuantitas dan kualitasnya. Penilaiannya adalah hasil pengamatan di lapang dibandingkan dengan ketentuan persyaratan RTH untuk Kawasan Peruntukan Industri berdasarkan peraturan daerah Kabupaten Kudus.

35 18 3. Analisis kenyamanan Setelah dilakukan analisis terhadap RTH selanjutnya dilakukan analisis kenyamanan. Kenyamanan dinilai dari hasil pengukuran suhu yang dilakukan pada empat lokasi pada masing-masing industri yaitu pada area bangunan pabrik, permukiman, persawahan, dan pemakaman. Pengambilan data suhu ini dilakukan dua kali dengan tempat yang berbeda pada keempat lokasi tersebut. Selain itu untuk mengetahui pengaruh vegetasi terhadap kenyamanan, pengambilan suhu dilakukan pada dua kondisi yang berbeda yaitu dengan kondisi berada di bawah naungan pohon dan kondisi tanpa naungan pohon. Setelah didapatkan hasil pengukuran suhu pada masing-masing industri selanjutnya dicari nilai RH berdasarkan suhu yang didapatkan dengan melihat tabel higrometer (Lampiran 1). Dengan data suhu dan kelembaban yang sudah lengkap selanjutnya dicari nilai Temperature Humadity Index (THI) menggunakan rumus: THI = 0,8T+ (RHxT) 500 Keterangan : Temperature Humadity Index (THI), RH (kelembaban), T ( suhu rata-rata 0 C) 4. Analisis persepsi dan preferensi masyarakat Analisis persepsi dan peferensi masyarakat adalah analisis berdasarkan hasil wawancara dan sebaran kuesioner. Responden untuk sebaran kuesioner pada masing-masing lokasi industri adalah sebanyak 20 responden. Sedangkan hasil wawancara digunakan untuk memperkuat dan melengkapi hasil dari sebaran kuesioner. Wawancara dilakukan pada masyarakat umum, tokoh masyarakat, dan beberapa karyawan pabrik. Hasil wawancara dan sebaran kuesioner tersebut digunakan untuk mengetahui persepsi dan preferensi masyarakat terhadap kondisi area industri, khususnya RTH di dalamnya. 5. Analisis SWOT Analisis SWOT (strengths, weaknesses, oppoortunies, threaths) adalah identifikasi berbagai faktor secara sitematis untuk merumuskan strategi (Rangkuti,1997). Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunies), namun secara bersamaan meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threaths). Analisis SWOT

36 19 merupakan proses membandingkan antara faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang ada di dalam area industri baik berupa kekuatan (strengths) atau kelemahan (weaknesses). Sedangkan faktor eksternal merupakan faktor dari luar yang berpengaruh pada area industri baik berupa peluang (oppoortunies) maupun ancaman (threaths). Analisis ini dimulai dengan mengidentifikasi faktor-faktor tersebut selanjutnya untuk dinilai berdasarkan tingkat kepentingannya atau besarnya pengaruh pada area industri. Dari penilaian tersebut selanjutnya ditentukan strategi atau alternatif yang tepat untuk area industri sehingga industri tetap berkembang dengan baik dan lingkungan tetap terjaga. Analisis SWOT ini dilakukan melalui beberapa tahapan antara lain: 1) identifikasi faktor internal-eksternal, 2) penilaian faktor internal-eksternal, dan 3) penentuan strategi. Untuk lebih jelasnya berikut penjabaran tahapan analisis SWOT: 1. Identifikasi faktor internal-eksternal Pada tahap ini merupakan tahap pengumpulan semua data maupun informasi serta tahap pengklasifikasian pra-analisis. Pada tahap ini data atau informasi yang didapatkan dibedakan menjadi dua yaitu data internal dan data eksternal. Data internal merupakan semua data yang berasal dari dalam (IFAS atau internal factor strategy) sedangkan data eksternal adalah semua data dari luar yang cukup berpengaruh atau berkaitan (EFAS atau eksternal factor strategy). 2. Penilaian faktor internal-eksternal Setelah data dikumpulkan dan diklasifikasikan berdasarkan tipenya masing-masing, selanjutnya dilakukan tahap penilaian. Tahap penilaian ini diarahkan untuk penentuan strategi melalui proses sebagai berikut: a. Menyusun faktor-faktor IFAS atau EFAS yang telah diidentifikasi dalam kolom 1. b. memberi bobot masing-masing faktor tersebut dalam kolom 2, dengan nilai 1,00 (sangat penting) sampai dengan 0.00 (tidak penting). Pembobotan ini diberikan berdasrkan nilai kepentingannya, untuk mendapatkan bobot masingmasing sebelumnya di beri nilai berdasarkan kepentingannya (Tabel 2 dan 3).

37 20 Tabel 2. Formulasi Tingkat Kepentingan Faktor Internal Faktor Tingkat Kepentingan Kekuatan (strength) S1 S2 S3 S4 Kelemahan (weakness) W1 W2 W3 Sumber: Rangkuti, 1997 Tabel 3. Formulasi Tingkat Kepentingan Faktor Eksternal Faktor Tingkat Kepentingan Peluang (opportunies) O1 O2 O3 Ancaman (threats) T1 T2 T3 Sumber: Rangkuti, 1997 Selanjutnya untuk menentukan nilai pembobotan semua faktor-faktor yang diidentifikasi diberi nilai berdasarkan pengaruhnya (Tabel 4 dan 5). Penentuan nilai setiap faktor menggunakan skala 1, 2, 3, dan 4 (David, 2008), dengan ketentuan sebagai berikut: a. nilai 1, jika faktor horizontal kurang penting dibandingkan faktor vertikal b. nilai 2. Jika faktor horizontal sama pentingnya dengan faktor vertikal c. nilai 3, jika faktor horizontal lebih penting dibandingkan faktor vertikal d. nilai 4, jika faktor horizontal sangat penting dibandingkan faktor vertikal Tabel 4. Formulasi Pembobotan Faktor Internal Faktor x Faktor y S1 S2 W1 W2 W3 Sumber: David, 2008 S1 S2 W1 W2 W3 Total Bobot X1 X2 X4 X5 X6 Total ΣXn

38 21 Tabel 5. Formulasi Pembobotan Faktor Eksternal Faktor x Faktor y O1 O2 T1 T2 Sumber: David, 2008 O1 O2 T1 T2 Total Bobot X1 X2 X3 X4 Total ΣXn Bobot akhir setiap faktor diperoleh dengan menentukan nilai setiap faktor terhadap jumlah nilai keseluruhan variabel dengan menggunakan rumus (Kinnear & Taylor 1991): a i = x i Σx n Keterangan : a i : nilai bobot faktor ke-n x n : total nilai keseluruhan faktor i : variable 1, 2, 3,.,n. Setelah memberi bobot pada masing-masing faktor dilakukan tahap selanjutnya yaitu perangkingan. Perhitungan bobot dan penentuan rating (perangkingan) selanjutnya disajikan dalam tabel untuk menyajikan skor akhir (Tabel 6 dan 5). Tabel 6. Formulasi Penilaian Faktor Internal Faktor internal Bobot Rating Skor Kekuatan Kelemahan Total Sumber: Rangkuti, 1997 Tabel 7. Formulasi Penilaian Faktor Eksternal Faktor eksternal Bobot Rating Skor Peluang Ancaman Total Sumber: Rangkuti, 1997

39 22 c. memberi rangking pada masing-masing faktor pada kolom 3, berdasarkan tingkat kepentingannya atau besar pengaruhnya dengan angka 4 (sangat penting), 3 (penting), 2 (sedang), dan 1 (kurang). d. mengalikan bobot (kolom 2) dengan rangking (kolom 3) untuk memperoleh skor pembobotan akhir pada kolom 4. Hasil akhir ini berada pada kisaran 4 sampai dengan 1 yang artinya sesuai dengan tingkat kepentingannya 4 (sangat penting) dan 1 (kurang penting). Setelah penilaian ini, ditentukan strategi selanjutnya sesuai dengan penilaian tersebut. Sebelumnya, untuk mempermudah penyusunan strategi dibuat matrik internal-eksternal berdasarkan hasil skoring yang telah didapatkan (Gambar 3): TOTAL FAKTOR SKOR FAKTOR STRATEGI EKSTERNAL Tinggi 3,0 Menengah Rendah 2,0 1,0 TOTAL SKOR FAKTOR STRATEGI INTERNAL Kuat Rata-Rata Lemah 4,0 3,0 2,0 1,0 I II III IV V VI VII VIII IX Gambar 3 Matrik Internal Eksternal 3. Penentuan strategi atau alternatif Berdasarkan penilaian sebelumnya selanjutnya disusun strategi atau alternatif sesuai dengan kondisi yang ada. Alat yang digunakan untuk menyusun faktor-faktor yang telah diidentifikasi sebelumnya adalah matrik SWOT (Rangkuti, 1997). Pada matrik ini faktor satu dihubungkan dengan faktor yang lain untuk menentukan alternatif pada tiap-tiap hubungan faktor. Penyusunan matrik ini minimal akan menghasilkan 4 alternatif (Tabel 8). a. strategi SO, strategi yang memanfaatkan semua kekuatan ayang ada untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya.

40 23 b. strategi WO, strategi yang memanfaatkan peluang yang ada dengan meminimalkan kelemahan yang dimiliki. c. strategi ST, strategi yang menggunakan kekuatan yang dimilikiuntuk mengatasi ancaman dari luar. d. strategi WT, strategi yang yang berusaha memnimalkan ancaman bersamaan dengan menghindari ancaman. Tabel 8. Formulasi matrik SWOT EFAS IFAS STRENGTHS (S) Tentukan 5-10 faktorfaktor kekuatan internal WEAKNESSES (W) Tentukan 5-10 faktorfaktor kekuatan internal OPPURTUNIES (O) Tentukan 5-10 faktor-faktor kekuatan eksternal STRATEGI SO STRATEGI WO THREATS (T) Tentukan 5-10 faktor-faktor kekuatan eksternal STRATEGI ST STRATEGI WT Penyusunan rekomendasi Penyusunan rekomendasi adalah tahap akhir dari penelitian ini berdasarkan hasil analisis dan sintesis. Rekomendasi ini menyesuaikan pada hasil analisis dan sintesis dimana jika hasilnya menunjukkan bahwa kondisi ruang terbuka hijau di lokasi industri tersebut tidak sesuai maka diberikan usulan atau rekomendasi untuk melakukan perbaikan. Sebaliknya, jika sesuai maka diberikan usulan untuk mempertahankan serta tetap meningkatkan kualitas RTH yang ada untuk menjadi lebih baik. Salah satunya yaitu dengan memberikan rekomendasi penataan ruang terbuka hijau yang disajikan dalam bentuk deskripsi, tabulasi, maupun gambar.

41 BAB IV KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Umum Kabupaten Kudus Kondisi Fisik Kabupaten Kudus merupakan kabupaten dengan luas wilayah terkecil di Jawa Tengah, yaitu sebesar Ha, yang terdiri dari 9 kecamatan, 123 desa dan 9 kelurahan. Secara geografis, Kabupaten Kudus terletak pada koordinat Lintang Selatan dan Bujur Timur. Secara administratif Kabupaten Kudus berbatasan dengan beberapa wilayah yaitu sebelah utara dengan Kabupaten Jepara dan Pati, sebelah barat dengan Kabupaten Demak dan Jepara, sebelah selatan dengan Kabupaten Grobogan dan Pati, dan sebelah timur dengan Kabupaten Pati. Secara umum Kabupaten Kudus memiliki jenis iklim tropis basah dengan curah hujan tertinggi adalah 368,2 mm pada bulan Januari dan yang terendah adalah 14,6 mm pada bulan September (Tabel 9). Tabel 9. Curah hujan per bulan dari tahun di Kabupaten Kudus (mm) Bulan Rata-rata Januari ,2 Pebruari ,8 Maret ,4 April ,8 Mei ,4 Juni ,4 Juli Agustus ,4 September ,6 Oktober ,8 Nopember Desember ,8 Jumlah ,6 Sumber : Bappeda, 2008 Sementara itu, berdasarkan data temperatur rata-rata dari tahun 2006 sampai dengan 2008, temperatur tertinggi mencapai 29,3 0 C pada bulan Oktober dan terendah 19,6 0 C pada bulan Januari dan Juni (Tabel 10).

42 25 Tabel 10. Suhu Udara Rata-Rata Maksimum dan Minimum dirinci per Bulan di Kabupaten Kudus Tahun ( 0 C) rata-rata Bulan maks. min. maks. min. maks. min. maks. min. Januari 25,7 18,7 27,2 20,3 27,1 19,8 26,7 19,6 Pebruari 26,2 19,7 27,6 19,9 25,3 19,9 26,4 19,8 Maret 27,1 19,4 26,9 19,9 26,3 19,9 26,8 19,7 April 27,4 19,3 27,2 20,2 27,6 20,0 27,4 19,8 Mei 27,3 19,7 27,2 20,6 27,8 19,8 27,4 20,0 Juni 27,2 19,9 27,3 20,2 27,5 19,9 27,3 20,0 Juli 27,4 19,8 27,1 20,2 27,9 18,8 27,5 19,6 Agustus 27,7 19,9 27,6 20,0 28,3 19,6 27,9 19,8 September 28,9 19,0 28,6 19,6 29,5 19,8 29,0 19,5 Oktober 29,9 20,0 29,0 20,0 29,1 20,4 29,3 20,1 Nopember 30,2 20,5 28,0 19,7 27,8 20,4 28,7 20,2 Desember 27,7 20,2 26,7 19,4 27,0 19,9 27,1 19,8 Sumber : Bappeda, 2008 Sementara itu, kelembaban rata-rata bulanan di Kudus berkisar antara 72%- 83%. Angin yang bertiup adalah angin barat dan angin timur yang bersifat basah dengan kelembaban 88% dan memiliki kecepatan angin minimum 5 km/jam dan kecepatan angin maksimum mencapai 50 km/jam. Jika dilihat berdasarkan topografi, Kabupaten Kudus memiliki ketinggian terendah 5 m di atas permukaan air laut di Kecamatan Undaan dan ketinggian tertinggi 1600 m di atas permukaan air laut di Kecamatan Dawe. Berikut adalah persentase kemiringan lahan di Kabupaten Kudus : a. Kemiringan 0-8% di daerah dataran antara lain di Kecamatan Undaan (Desa Undaan Kidul, Desa Undaan Lor, Desa Undaan Tengah), Kecamatan Kaliwungu (Desa Blimbing Kidul, Desa Sidorekso, Desa Kaliwungu, Kecamatan Gebog, Kecamatan Dawe (Desa Margorejo, Desa Samirejo, Desa Karangrejo, Desa Cendono) dan Kecamatan Jekulo (Desa Jekulo). b. Kemiringan 8-15% menempati sebagian Kecamatan Jekulo, Kecamatan Dawe sebelah selatan, Kecamatan Gebog (Desa Gribig) dan Kecamatan Mejobo (Desa Jepang). c. Kemiringan 15-25% menempati Kecamatan Dawe (Desa Kajar) dan Gunung Patiayam bagian Timur.

43 26 d. Kemiringan 25-45% menempati di daerah Gunung Patiayam bagian utara, Kecamatan Gebog (Desa Padurenan). e. Kemiringan > 45% menempati Kecamatan Dawe (Desa Ternadi) Kecamatan Gebog (Desa Rahtawu, Desa Menawan) dan daerah Puncak Muria bagian selatan. Berdasarkan jenis tanahnya Kabupaten Kudus sebagian besar memiliki jenis tanah Aluvial Coklat Tua (Tabel 11). Tabel 11. Luas Tanah Berdasarkan Jenis Tanah (Ha) Kecamatan A B C D E F G H Kaliwungu 108,8 687,5 2471,1 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 K o t a 0,0 0,0 1047,3 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 J a t i 1332,5 0,0 1297,3 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 Undaan 7177,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 Mejobo 1053,3 0,0 2623,3 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 Jekulo 3985,4 0,0 1950,5 1675,0 0,0 0,0 584,5 96,3 B a e 0,0 0,0 2332,3 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 Gebog 0,0 1748,3 585,4 0,0 779,9 1275,4 560,4 560,4 D a w e 0,0 0,0 1196,1 0,0 632,5 591,9 3081,6 3081,6 Jumlah 13656,9 2435, ,4 1675,0 1412,4 1867,3 4226,6 3738,3 Keterangan: A(aluvial coklat tua), B(flomosol coklat kelabu), C(asosiasi mediteran coklat tua dan meditran coklat kemerahan), D(asosiasi grumusul kelabu tua dan meditran coklat kemerahan), E(andosol), F(latosol coklat), G(Asosiasi Latosal dan Grumusal Kelabu Tua), dan H(latosol merah), Sumber : Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Kudus, Kawasan Industri Kabupaten Kudus Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Perindagkop (perindustrian, perdagangan, dan koperasi) tahun 2008, terdapat buah perusahaan industri per unit usaha. Angka tersebut mencakup seluruh perusahaan (unit usaha) baik skala besar, sedang, kecil, maupun rumah tangga. Bila dibandingkan dengan tahun 2007, terjadi peningkatan jumlah unit usaha industri sebesar 0,93 persen. Berdasarkan jenis komoditinya, jenis industri yang paling mendominasi adalah industri pengolahan tembakau yaitu sebsar 34,7 persen dalam skala industri besar dan sedang. Industri lainnya yang cukup menonjol yaitu industri pakaian jadi sebesar 18,9 persen, Industri penerbitan dan percetakan sebesar 9,7 persen, dan industri makanan dan minuman sebesar 8,2 persen (Tabel 12).

44 27 Tabel 12. Banyaknya Perusahaan Industri Besar dan Sedang menurut Jenis Industri dan Jumlah Tenaga Kerja di Kabupaten Kudus Banyaknya Banyaknya Jenis Industri Perusahaan % Tenaga Kerja Makanan dan Minuman 16 8,2% 965 Pengolahan Tembakau 68 34,7% Tekstil 16 8,2% Pakaian Jadi 37 18,9% Kulit & Brg dari Kulit 2 1,0% 53 Kayu & Brg dari Kayu 2 1,0% 635 Kertas & Brg dari Kertas 8 4,1% Penerbitan, Percetakan 19 9,7% Industri Kimia, Brg dari Bahan Kimia & Jamu 4 2,0% Karet, Brg dari Karet & dari Plastik 4 2,0% 686 Brg Galian Bukan Logam 1 0,5% 32 Brg dari Logam, kecuali Mesin & Peralatannya 7 3,6% 243 Mesin, Radio, TV, Peralatan Komunikasi & Perlengkapannya 12 6,1% Jumlah Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Kudus, 2008 Kebutuhan luas lahan kawasan industri berdasarkan analisis sampai tahun 2012 adalah sebesar 1.013,6487 Ha dan sekitar 70 % dari kebutuhan tersebut digunakan untuk pengembangan kawasan industri. Berdasarkan keterangan dari Dinas Perindagkop, Kabupaten Kudus belum memiliki area yang khusus digunakan untuk kegiatan industri yang disebut kawasan industri sehingga sampai saat ini hanya ada kawasan yang disebut dengan Kawasan Peruntukan Industri (KPI). KPI ini tersebar di beberapa kecamatan di Kabupaten Kudus, akan tetapi terdapat dua kecamatan yang diutamakan menjadi Kawasan Peruntukan Industri (KPI) khususnya untuk industri yang menghasilkan polutan yaitu Kecamatan Jekulo dan Kaliwungu. Pembagian kawasan ini diungkapkan pada pasal 29 Perda No.8 tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah bahwa pembangunan industri dibagi menjadi 2 macam, yaitu :

45 28 1. kawasan industri polutan, yang pembangunan industrinya diarahkan di Kecamatan Kaliwungu dan Jekulo 2. kawasan industri industri non polutan diarahkan di Kecamatan Mejobo Ruang Terbuka Hijau Kabupaten Kudus Jika dilihat dari penggunaan lahannya, berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup tahun 2006 saat ini lahan yang terbangun di Kabupaten Kudus semakin meningkat terutama untuk bangunan permukiman dan kegiatan industri. Hal ini didukung juga oleh banyaknya lahan persawahan yang dialih fungsikan untuk pembangunan sehingga berdampak pada keterbatasan lahan kosong atau lahan terbuka selain itu pengadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) juga semakin sulit. Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang ada saat ini didominasi oleh kawasan pertanian. Berdasarkan fungsi utama kawasan, Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kudus dibedakan menjadi 2 yaitu kawasan lindung dan kawasan budidaya. Secara detail luasan kawasan tersebut dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Luas Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya di Kabupaten Kudus Jenis Kawasan Luas ( Ha ) (persentase)% Kawasan Lindung 1. Kawasan Hutan Lindung 987,32 2,3% 2. Kawasan Sempadan Sungai 477,5 1,1% 3. Kawasan Cagar Budaya 25 0,1% 4. Kawasan Sekitar Mata Air 37,5 0,1% 5. Kawasan Sekitar Waduk 150 0,4% 6. Kawasan Rawan Bencana Alam 25 0,1% Jumlah Luas Kawasan Lindung 1.702,32 4,0% Kawasan Budidaya 1. Kawasan Pertanian Lahan Basah ,00 28,9% 2. Kawasan Pertanian Lahan Kering 2.050,00 4,8% 3. Kawasan Perkebunan Rakyat 2.700,00 6,4% 4. Kawasan Hutan Produksi 894 2,1% 5. Kawasan Permukiman ,32 42,9% 6. Kawasan Pertambangan 200 0,5% 7. Kawasan Peruntukan Industri 625 1,5% 8. Kawasan Campuran 3.840,00 9,0% Jumlah Kawasan Budidaya ,32 96,0% Jumlah ,64 100% Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Kudus, 2008

46 29 Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa kawasan pertanian meupakan jenis RTH yang paling mendominasi, sedangkan jenis lainnya tidak banyak. Selain itu dapat dilihat bahwa penggunaan lahan lebih banyak dipergunakan untuk kawasan pemukiman hal ini disesuaikan dengan pertimbangan bahwa kebutuhan akan lahan pemukiman akan semakin meningkat seiring dengan laju pertumbuhan penduduk. 4.2 Kondisi Umum Kecamatan Kaliwungu Kondisi Fisik Kecamatan Kaliwungu merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Kudus yang lokasinya sangat mudah dijangkau karena letaknya di perbatasan kabupaten dan berada pada jalur penghubung antar wilayah. Secara administrasi Kecamatan Kaliwungu dibatasi oleh beberapa wilayah (Gambar 4), antara lain sebelah barat dengan Kecamatan Kota, sebelah timur dengan Kabupaten Jepara, sebelah selatan dengan Kabupaten Demak dan Kecamatan Kota, dan sebelah utara dengan Kecamatan Gebog. Gambar 4. Peta Kecamatan Kaliwungu (Sumber : BAPPEDA Kabupaten Kudus, 2008)

47 30 Jika dilihat berdasarkan topografinya Kecamatan Kaliwungu merupakan bagian dari Kabupaten Kudus yang memiliki topografi datar dengan persentase kemiringan lahannya sebesar 0-8 %. Selain itu, sebagian besar dari Kecamatan Kaliwungu memiliki tanah jenis aluvial coklat tua yang cocok untuk berbagai jenis tanaman terutama tanaman pangan seperti padi. Selain jenis tanah yang cukup baik untuk beberapa jenis tanaman, Kecamatan Kaliwungu memiliki curah hujan yang relatif sedang dengan suhu rata-ratanya sebesar C. Berdasarkan data penggunaan lahan, sebagian besar wilayah Kecamatan Kaliwungu lebih banyak digunakan untuk area terbangun yaitu berupa permukiman dan industri. Sedangkan area tidak terbangun sampai saat ini semakin berkurang salah satunya disebabkan oleh perubahan tata guna lahan menjadi area terbangun (Tabel 14). Area tidak terbangun yang ada mencakup ruang terbuka seperti lapangan olah raga dan ruang terbuka hijau seperti sawah. Tabel 14. Luas Perubahan Penggunaan Tanah Pertanian Ke Non Pertanian di Kabupaten Kudus Penggunaan tanah semula Peruntukan penggunaan tanah Kecamatan Sawah Tegalan Permukiman Lain-lain Bid Luas (Ha) Bid Luas (Ha) Bid Luas (Ha) Bid Luas (Ha) Kaliwungu 18 3,38 6 0, , K o t a 3 0,53 2 0,12 5 0, J a t i 7 1,51 5 0, , Undaan 1 0, , Mejobo 1 0,17 1 0,36 2 0, Jekulo 7 1,02 2 0,38 9 1, B a e 7 1,13 3 1, ,3 - - Gebog 3 0,44 5 0,88 8 1, D a w e 3 0,47 1 0,16 4 0, Jumlah 50 8, , , Sumber : Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Kudus, Industri di Kecamatan Kaliwungu Kecamatan Kaliwungu merupakan salah satu wilayah di Kabupaten Kudus yang diutamakan sebagai Kawasan Peruntukan Industri (KPI) oleh Dinas Perindustrian. Kawasan ini memiliki beberapa jenis industri dari mulai industri rumah tangga sampai dengan industri besar. Beberapa desa di Kecamatan Kaliwungu yang sampai saat ini terdapat kegiatan industri antara lain Desa

48 31 Papringan, Desa Bakalan Krapayak, Desa Sidorekso, dan Desa Kedungdowo. Dari beberapa desa tersebut, tersebar kegiatan industri yang berbeda. Desa Sidorekso dan Papringan merupakan desa yang paling banyak kegiatan industrinya terutama industri rumah tangga salah satunya adalah industri pembuatan genteng. Sedangkan desa Bakalan Krapyak dan Kedungdowo memiliki lebih banyak kegiatan industri besar salah satunya adalah industri rokok PT. Djarum yang tersebar merata di beberapa tempat. 4.3 Kondisi Lokasi Penelitian Industri rokok PT. Djarum dan industri elektronik PT. Polytron merupakan dua industri besar di Kawasan Peruntukan Industri Bakalan Krapyak yang lokasinya berdekatan dan hanya dibatasi oleh area permukiman. Kedua industri ini berada pada satu lingkup area yang dibatasi oleh beberapa wilayah yaitu sebelah timur berbatasan dengan Dukuh Grogol, sebelah barat berbatasan dengan Dukuh Tanjung, sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Gebog, dan sebelah selatan berbatasan dengan Desa Kerjaksan (Gambar 5). Gambar 5. Peta Lokasi Industri PT. Djarum dan PT. Polytron di Desa Bakalan Krapyak (Sumber:

49 32 Lokasi kedua industri ini cukup mudah dijangkau karena didukung dengan jalur sirkulasi yang jelas dan alat transportasi umum yang cukup banyak. Jalur sirkulasi pada kedua area industri ini berupa jalan utama dan jalan percabangan. Jalur utama merupakan jalan besar dengan lebar 6-8 m yang merupakan jalan penghubung antar kota maupun antar kecamatan, sedangkan jalur percabangan merupakan jalan dengan lebar 3-5 m yang merupakan jalur penghubung antar ruang dalam area industri (Gambar 6). a b Gambar 6. Kondisi Sirkulasi dan Fasilitas Transportasi di Lokasi Industri (a. Kondisi Jalan dan b Alat Transportasi) Berdasarkan penggunaan ruangnya, kedua industri ini sebagian besar digunakan untuk area terbangun berupa lahan industri dan permukiman. Sisanya adalah area tak terbangun berupa ruang terbuka hijau (RTH) yang terdiri dari sawah, makam, dan pekarangan (Tabel 15). Tabel 15.Penggunaan Ruang di Lokasi Industri PT. Djarum dan PT. Polytron Penggunaan Luas (ha) Jenis ruang PT. Djarum (persentase)% PT. Polytron (persentase)% Permukiman 16,89 34% 10,49 15% Area terbangun Industri 11,73 24% 22,19 31% Sawah 13,23 27% 29,26 41% Area tak terbangun Pekarangan 6,18 13% 4,38 6% Pemakaman 1,17 2% 5,07 7% Total 49,2 100% 71,39 100% Jika dilihat berdasarkan topografinya kedua lokasi industri berada pada permukaan tanah yang relatif datar dengan jenis tanah Aluvial Coklat Tua. Tanah pada kedua area industri ini cukup baik untuk pertumbuhan beberapa jenis

50 33 tanaman terutama tanaman pangan seperti padi. Pertumbuhan tanaman disini juga didukung oleh ketersediaan air yang cukup. Salah satu sumber air bagi masyarakat disini adalah sungai Winong, tepatnya berada di sebelah barat PT. Djarum dengan arah aliran utara-selatan. Sungai ini merupakan salah satu sumber air bagi masyarakat disini akan tetapi sampai saat ini sungai masih dijadikan sebagai tempat terakhir pembuangan sisa limbah yang sudah diolah di Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Dengan kondisi yang cukup tercemar sungai masih dimanfaatkan oleh warga, baik untuk kebutuhan sehari-hari maupun untuk pengairan sawah. Selain sungai terdapat saluran drainase yang berfungsi sebagai saluran pembuangan air maupun limbah cair dari kegiatan industri. Jenis dari saluran drainase sebagian besar adalah drainase terbuka (tanpa penutup) dan drainase yang ada di area permukiman biasanya adalah drainase alami (berupa tanah). Lebar drainase rata-rata adalah 1-2 m dengan kedalaman 0,5-1 m. Selain drainase juga terdapat saluran pembuangan air yang berguna untuk mengurangi genangan air yang ada di beberapa ruas jalan (Gambar 7). (a) Gambar 7. Tipe Saluran Pembuangan Air yang Ada di kedua lokasi industri (a. saluran drainase terbuka dan b. lubang pembuangan air tertutup) Kedua industri ini berada pada wilayah yang memiliki kondisi fisik sama, akan tetapi berdasarkan jenis dan kegiatan industri di dalamnya, kedua area industri ini memiliki perbedaan. Hal ini dikarenakan oleh adanya perbedaan pengaruh atau dampak yang diberikan kedua industri. a. Industri rokok PT. Djarum Industry rokok yang dipilih adalah salah satu industri rokok yang cukup luas dibandingkan dengan industri rokok lainnya, tepatnya berada di dukuh (b)

51 34 Bapangan, Bakalan Krapyak. Luas kawasan peruntukan indusyri yang digunakan untuk kegiatan industri ini adalah 11,7 ha, yang hampir mengisi sebagian besar wilayah Bapangan. Industri rokok ini berada di dalam area permukiman dan hanya dipisahkan oleh jalan selebar 3-5 meter, karena pada awalnya area ini merupakan permukiman penduduk yang sebagian besar lahannya dialih fungsikan untuk kegiatan industri (Gambar 8). Selain area terbangun berupa permukiman juga terdapat bangunan lainnya yaitu berupa fasilitas seperti pertokoan, tempat ibadah, tempat parkir, dan adanya fasilitas pengolahan limbah cair (IPAL) milik PT. Djarum. U Gambar 8. Peta Lokasi Industri Rokok PT. Djarum (Sumber: Tanpa skala Industri rokok PT. Djarum merupakan industri skala besar yang sangat berpengaruh terhadap kelangsungan perekonomian masyarakat khususnya di Desa Bakalan Krapyak yang dekat dengan area industri. Tetapi industri ini juga memberikan dampak yang dapat mempengaruhi kondisi lingkungan yang yaitu mengurangi kenyamanan. Berdasarkan keterangan masyarakat setempat beberapa pengaruh industri yang dirasakan antaralain bau menyengat, kebisingan, kondisi yang panas dan sesak, serta tercemarnya air tanah maupun sungai. Tetapi menurut

52 35 masyarakat dengan adanya tanaman terutama pohon di area industri ini dapat mengurangi pengaruh dari industri. Selain itu sejak tahun 2005 terdapat Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) milik PT. Djarum yang berada di dekat sungai Winong (Gambar 9). IPAL ini diperuntukkan khusus untuk mengolah limbah cair sisa pengolahan rokok. Pengolahan limbah ini mengacu pada peraturan yang diberikan oleh Dinas Lingkungan Hidup. Pada peraturan tersebut terdapat peraturan baku mutu air limbah bagi industri rokok dan atau cerutu kategori II (Tabel 16). Tabel 16. Baku Mutuu Air Limbah Bagi Industri Rokokk dan Cerutuu Kategori II Parameter Kadar maksimumm (mg/ L) TSS 100 Ph 6,0-9,0 Ammonium 10 BOD 100 COD 200 Fenol 0,5 Minyak lemak 5,0 Sumber : Dinas Lingkungan Hidup, 2010 Hasil akhir dari pengolahan limbah cair ini berbentuk padat berupa pupuk kompos dan berupa air yang telah diendapkan dan dijernihkan. Untuk memastikan air dapat dimanfaatkan atau tidak mengandung bahan berbahayaa digunakann ikan nila sebagai parameter. Jika ikan nila mampu bertahan dalam air tesebut maka sisa air tersebut dianggap layak untuk dibuang ke sungai, sedangkann jika air masih belum layak maka akan dilakukan pengolahan kembali. Gambar 9. Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) PT. Djarum Kudus

53 36 Meskipun area industri cenderung dipadati oleh bangunan dan perkerasan, pada area industri ini terdapat area tak terbangun yang cukup luas berupa lahan persawahan, pekarangan, dan pemakaman. Sawah disini didominasi oleh tanaman padi dan tebu yang merupakan milik masyarakat setempat. Sawah ini merupakan sumber penghasilan kedua setelah industri dan hasilnya sebagaian besar digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Karena hasilnya yang cukup penting bagi masyarakat sehingga sawah masih dipertahankan sampai saat ini dan merupakan lahan terbuka hijau yang paling mendominasi. Jenis RTH lain yang ada disini adalah pemakaman yang tidak besar dan lokasinya dekat dengan tempat pengolahan limbah, yaitu Makam Winong Pemakaman ini cukup terawat dengan baik, karena pemakaman disini diperuntukkan bagi masyarakat setempat (makam umum) sehingga selain penjaga makam, masyarakat juga datang untuk merawat dan membersihkan makam. Sedangkan pekarangan merupakan space atau lahan kosong baik berada di depan, samping maupun belakang rumah warga. Hampir setiap rumah memiliki pekarangan yang cukup luas dengan tanaman yang bervariasi khususnya tanaman hias dan tanaman buah-buahan. Selain sawah, pekarangan, dan pemakaman juga terdapat beberapa vegetasi yang ada di sekitar lokasi industri yaitu pohon randu, pohon glodogan tiang, dan beberapa tanaman hias serta tanaman liar. Tanaman tersebut hanya terdapat di beberapa bagian saja tetapi tidak cukup banyak. Pohon randu terletak di pinggir sawah berjajar cukup rapi dengan jarak 4-6 m tetapi pohon ini hanya terdapat di pinggiran sawah. Begitu juga dengan pohon glodogan tiang yang berjajar rapi hanya terdapat di sekeliling pabrik dengan jarak 3-5 m. Tanaman hias juga dijumpai hanya di beberapa spot tertentu misalnya di bagian pintu masuk pabrik. Tanaman lainnya yang ada disini adalah tanaman liar yang banyak dijumpai di area persawahan sawah atau dekat dengan saluran drainase di sekeliling pabrik. b. Industri elektronik PT. Polytron Industri elektronik PT. Polytron merupakan salah satu industri besar lainnya yang ada di KPI Bakalan Krapak tepatnya di Dukuh Krapyak. Lokasinya tidak jauh dari industri rokok PT. Djarum yang hanya dipisahkan oleh area

54 37 permukiman. Luas area yang digunakan untuk industri ini lebih besar dari lahan yang digunakan untuk industri rokok PT. Djarum yang ada di Bapangan, yaitu sebesar 22,2 h. Jika dilihat dari pengunaan lahannya area industri ini memiliki penggunaan ruang yang sama dengan wilayah industri PT. Djarum yaitu untuk area terbangun yang berupa permukiman dan area industri serta area tak terbangun berupa sawah, pekarangan, dan pemakaman (Gambar 10). Gambar 10. Lokasi Industri PT. Polytron (Sumber: Kondisi lingkungan disini hampir sama dengan kondisi lingkungan di Dukuh Bapangan yang panas dan kering karena padatnya bangunan dan pengaruh pencemaran lingkungan. Pencemaran yang dihasilkan tidak cukup besar dan lebih sedikit pengaruhnya dibandingkan dengan industri PT. Djarum. Berdasarkan keterangan masyarakat, industri PT. Polytron tidak menghasilkan bahan pencemar yang berbahaya akan tetapi masyarakat merasa tidak nyaman karena kondisi lingkungan yang semakin panas, padat serta adanya suara bising dari pabrik yang cukup mengganggu. Hal ini didukung oleh hasil sebaran kuesioner pada kedua area industri dimana menurut masyarakat kedua industri tersebut memberikan kerugian terutama pada lingkungan (Gambar 25). U Tanpa skala

55 38 Sama halnya dengan area industri di Bapangan, disini juga terdapat area tak terbangun berupa sawah, pekarangan, dan pemakaman (Gambar 11). Sawah disini lebih luas di bandingkan dengan sawah yang ada di KPI PT. Djarum tetapi tanamannya serupa yaitu tanaman padi dan tebu. Sawah disini juga merupakan penopang mata pencaharian masyarakat disini setelah industri serta sebagai sumber makanan utama bagi masyarakat. Begitu juga untuk pekarangan, yang juga cukup luas dan biasanya dijadikan pemisah antara rumah satu dengan yang lain. Pemakaman yang dekat dengan industri PT. Polytron adalah makam Krapyak dengan luasan area yang lebih besar jika dibandingkan dengan makam Winong di lokasi industri Bapangan. Selain lebih luas, makam ini juga lebih terawat dan tertata rapi. Tanaman yang ada disini juga cukup bervariasi dari penutup tanah, semak, dan pohon yang jumlahnya merata di setiap ruang pemakaman. Selain itu, terdapat beberapa tanaman lain yang mengisi area industri ini yaitu adanya tanaman pengarah seperti glodogan tiang yang ada di sekeliling pabrik serta tanaman hias di bagian pintu masuk pabrik. (a) (b) (c) (d) Gambar 11. Jenis RTH yang Ada di Area Industri (a. sawah padi, b. sawah tebu, c. pekarangan, dan d. makam)

56 BAB V PEMBAHASAN 5.1 Analisis Analisis Kondisi Fisik Industri rokok PT. Djarum dan industri elektronik PT. Polytron memiliki lokasi yang cukup menguntungkan dilihat dari aspek ekonomi. Akses masuk kedua industri ini sangat mudah karena berada pada perbatasan kecamatan, dekat dengan jalan antar kota, memiliki alur sirkulasi yang jelas, dan didukung oleh alat transportasi umum yang cukup banyak (Gambar 12). Gambar 12. Peta Jalur Sirkulasi dan Aksesbilitas (Sumber:

57 40 Jalur sirkulasi terdiri dari jalur utama dan jalur percabangan. Jalur utama merupakan jalan penghubung antar wilayah dengan lebar 5-7 m, sedangkan jalur percabangan adalah jalan kecil dengan lebar 3-5 m, yang menghubungkan satu tempat dengan tempat lainnya atau antara jalur utama dengan ruang-ruang di lokasi industri. Meskipun sirkulasi cukup jelas, tetapi masih terdapat beberapa permasalahan antara lain jalan percabangan yang terlalu sempit, tidak adanya jalur pedestrian serta terdapat kerusakan di beberapa ruas jalan. Kondisi ini sangat mengganggu kenyamanan dan keamanan pengguna jalan terutama pada jalur percabangan yang ada di dalam lokasi industri (Gambar 13). a b Gambar 13. Kondisi Jalan di Lingkungan Kedua Industri (a. kerusakan beberapa ruas jalan dan b. jalan sempit) Berdasarkan hasil pengamatan dan didukung dengan pernyataan masyarakat industri elektronik PT. Polytron lebih banyak menghasilkan bahan pencemar dibandingkan dengan industri rokok PT. Djarum. Menurut masyarakat pencemaran yang dirasakan berasal dari aroma menyengat dan kebisingan. Kondisi ini menyebabkan lingkungan kurang nyaman dan kurang sehat. Sebaliknya, PT. Polytron tidak menghasilkan bahan pencemar yang membahayakan meskipun terdapat polusi yang ditimbulkan dari suara dari dalam pabrik maupun dari alat pengangkut pabrik. Selain pencemaran dari kegiatan industri, menurut masyarakat padatnya area industri oleh bangunan juga mempengaruhi kondisi lingkungan. Kondisi ini disebabkan juga oleh keberadaan bangunan industri (pabrik) yang berada sangat dekat dengan permukiman dan hanya dipisahkan oleh jalan selebar 3-5 m. Kondisi ini mengakibatkan lingkungan menjadi sangat padat, udara menjadi semakin

58 41 panas dan kering. Terutama permukiman yang sangat dekat dengan pabrik akan lebih banyak merasakan dampak langsung dari industri. untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 14. Gambar 14. Peta Penggunaan Ruang (Sumber: Hasil analisis penulis, 2010) Ruang terbangun merupakan ruang yang didominasi bangunan yaitu berupa bangunan industri dan permukiman. Sebaliknya, ruang tak terbangun adalah ruang yang tidak terdapat bangunan di atasnya yaitu berupa pekarangan, sawah, dan pemukiman. Kawasan Peruntukan Industri (KPI) untuk wilayah industri PT. Djarum memiliki ruang terbangun sebesar 58% dan ruang tak terbangun sebesar 42%. Sedangkan untuk KPI wilayah industri PT. Polytron memiliki ruang terbangun sebesar 46% dan ruang tak terbangun sebesar 54%.

59 42 Jika dililihat dari kondisinya saat ini, dua industri tersebut telah memenuhi persyaratan industri secara umum sesuai dengan Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Daerah. Dilihat dari lokasinya kedua industri tersebut sudah memenuhi kriteria dan peraturan yang diberikan daerah berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kebupaten Kudus. Selain itu keduanya memiliki fasilitas dan aksesibilitas yang sudah sesuai dengan kriteria atau persyaratan dari suatu industri sehingga keduanya layak untuk dipertahankan dan dikembangkan. Hanya saja kedua area industri ini dihadapkan pada permasalahan dengan menurunnya kualitas lingkungan akibat pengaruh kegiatan industri. Penurunan kualitas lingkungan ini dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu pengaruh pembangunan dan pencemaran yang dihasilkan oleh kegiatan industri. Jika lingkungan dari kedua industri ini menurun maka perkembangan dari kedua industri ini juga akan terhambat. Oleh karena itu diperlukan solusi yang diarahkan untuk mempertahankan dan mengembangkan industri yang ada tetapi dengan tetap menjaga kondisi lingkungan industri. Salah satu alat yang paling efektif dalam memperbaiki kualitas lingkungan adalah dengan penyediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Sehingga dalam Kawasan Peruntukan Industri (KPI) kedua industri ini seharusnya terdapat RTH yang cukup dan berfungsi dengan baik dalam memperbaiki kualitas lingkungan. Jika dilihat dari penggunaan ruangnya saat ini dari hasil perhitungan luasan RTH pada kedua industri sudah memenuhi kriteria atau standar Koefisien Dasar Hijau (KDH). Dimana berdasarkan peraturan daerah Kabupaten Kudus KDH untuk kawasan peruntukan industri yaitu lebih dari 40% (Gambar 14) Analisis Ruang Terbuka Hijau (RTH) Di dalam Kawasan Peruntuan Industri (KPI) dari kedua industri tersebut terdapat ruang terbuka hijau dengan jenis yang sama yaitu berupa sawah, pekarangan, dan pemakaman dengan kondisi yang hampir sama (Gambar 14). Tetapi luasan tiap ruang yang dimiliki masing-masing area industri bervariasi. Luas ruang tak terbangun pada KPI industri PT. Polytron lebih besar dibandingkan dengan KPI industri PT. Djarum dengan proporsi masing-masing jenis RTH yang berbeda (Tabel 17).

60 43 Tabel 17. Jenis RTH yang ada di lokasi industri Jenis RTH Lokasi Industri Rokok PT. Djarum Luas (ha) Lokasi Industri ElektronikPT. Polytron Sawah 13,23 64% 29,26 76% Pekarangan 6,18 30% 4,38 11% Pemakaman 1,17 6% 5,07 13% Total 20,58 100% 38,71 100% Sumber: Hasil analisis penulis, 2010 a. Sawah Sawah yang terdapat di KPI kedua industri ini didominasi oleh tanaman padi dan tebu. Areal persawahan ini merupakan milik masyarakat setempat dan diolah sendiri oleh pemiliknya. Pengolahan sawah disini tidak bersamaan sehingga setiap petakan sawah kondisinya berbeda misalnya ada sawah yang sudah siap panen sedangkan sawah di sampingnya baru mulai menanam (Gambar 15). Penanaman seperti ini selain tidak rapi juga akan menimbulkan dampak lain seperti timbulnya hama serta tanaman pengganggu yang akibatnya tanaman sawah menjadi kurang sehat. Air yang digunakan untuk mengairi sawah sebagian besar berasal dari sungai. Di sepanjang pinggir sawah terdapat saluran irigasi alami yang alirannya berasal dari sungai (Gambar 15). Persediaan air disini cukup banyak sehingga sawah tidak kekurangan air kecuali saat kemarau karena persediaan air sedikit berkurang. a b Gambar 15. kondisi sawah dia kedua area industri (a. kondisi antar petak yang berbeda dan b. saluran pengairan sawah) Sampai saat ini sawah masih dipertahankan masyarakat karena selain sebagai sumber pangan sawah juga merupakan lahan mata pencaharian kedua

61 44 setelah industri, sehingga masih banyak dijumpai sawah yang cukup luas dan dipelihara dengan baik. Tetapi sawah merupakan jenis RTH yang kurang efektif untuk menyerap polusi. Selain itu, tanaman sawah biasanya lebih rentan mengalami kerusakan jika tercemar terutama oleh bahan berbahaya dari industri seperti industri rokok. Tanaman sawah mampu mereduksi polusi udara dan polusi suara tetapi tidak lebih efektif dibandingkan dengan pohon. b. Pekarangan Pekarangan merupakan lahan yang tidak terlalu luas tetapi pekarangan dimiliki oleh setiap rumah baik di Dukuh Bapangan maupun Dukuh Krapyak. luas pekarangan yang dimiliki setiap rumah hampir sama baik berada di depan, di belakang maupun di samping rumah (Gambar 16). Pekarangan ini biasanya berisi tanaman hias, tanaman pemagar, tanaman peneduh, serta tanaman berbuah. Pekarangan ini mampu mereduksi polusi yang berasal dari kegiatan industri seperti pohon yang mampu mereduksi kebisingan dan mengurangi kondisi panas dan kering. a b Gambar 16. Kondisi pekarangan di area permukiman (a. kondisi pekarangan kurang teratur dan b. kondisi pekarangan terawat dan tertata rapi) Pada Dukuh Bapangan terutama permukiman yang dekat dengan pabrik PT. Djarum, tercium bau yang sangat menyengat serta kondisi yang cenderung lebih panas dan kering tetapi dengan adanya pekarangan yang ada di setiap rumah hal ini mampu direduksi hanya saja kurang efektif. Sebaliknya, di Dukuh Krapyak terutama permukiman yang dekat dengan pabrik PT. Polytron, kondisinya tidak terlalu panas akan tetapi masih dirasakan cukup bising. Hal ini didukung oleh

62 45 hasil sebaran kuesioner dan wawancara dimana masyarakat menyatakan PT. Polytron memberikan kerugian terutama dengan berubahnya kondisi lingkungan. Kondisi ini terutama dirasakan oleh masyarakat yang tinggal sangat dekat dengan pabrik yaitu kondisi yang lebih padat serta adanya suara bising dari pabrik yang cukup mengganggu. c. Pemakaman Pemakaman merupakan salah satu lahan RTH yang cukup berpengaruh penting di kedua lokasi karena lebih banyak terdapat tanaman yang bervariasi terutama lebih banyak terdapat pohon peneduh. Di Dukuh Bapangan terdapat makam yaitu Makam Winong yang berada dekat dengan pabrik PT. Djarum akan tetapi tidak terlalu besar dibandingkan makam yang ada di Dukuh Krapyak. Makam yang ada di Dukuh Krapyak juga berada di depan pabrik PT. Polytron yaitu Makam Krapyak yang cukup luas dibandingkan dengan Makam Winong. Kedua makam ini kondisinya cukup terawat dengan tanaman yang cukup bervariasi baik berupa pohon, semak, maupun penutup tanah yang tertata cukup rapi Analisis Kenyamanan Analisis kenyamanan dilakukan untuk mengetahui tingkat kenyamanan baik di area industri PT. Djarum maupun industri PT. Polytron. Sebelumnya dilakukan pengukuran suhu pada kedua lokasi industri. Pengukurannya dilakukan di empat lokasi yaitu lokasi industri, permukiman, persawahan, dan pemakaman dengan kondisi naungan pohon dan tanpa naungan pohon (Lampiran 1). Setelah didapatkan hasil pengukuran suhu, selanjutnya dihitung nilai Temperature Humidity Index (THI) untuk menganalisis kenyamanannya. Berikut adalah hasil pengukuran suhu dan perhitungan THI: a. Hasil pengukuran suhu dan perhitungan THI di area industri PT. Djarum Berdasarkan hasil pengukuran suhu KPI PT. Djarum terdapat perbedaan suhu pada keempat lokasi pengukuran. Hasil pengukuran pada area yang didominasi oleh gedung pabrik dan gudang menunjukkan suhu di bawah naungan pohon lebih rendah dibandingkan dengan suhu tanpa naungan pohon. Hal ini dapat dilihat dari hasil pengukuran yang menunjukkan nilai THI dengan naungan

63 46 pohon adalah sebesar 29,64 sedangkan nilai THI tanpa naungan pohon sebesar 31,41(Tabel 18). Tabel 18. Hasil Pengukuran Suhu dan Perhitungan THI di Industri PT. Djarum Waktu Sampel RH (%) RH (%) Di bawah naungan pohon Tanpa naungan pohon Siang Rata-rata Sore Rata-rata RH rata-rata 82 79,50 Nilai THI 29,64 31,41 Sebaliknya hasil pengukuran pada area permukiman menunjukkan terdapat perbedaan dimana suhu di bawah naungan pohon lebih tinggi dibandingkan dengan suhu tanpa naungan pohon akan tetapi perbedaannya tidak cukup besar (Tabel 19). Jika dilihat dari hasil perhitungan nilai THI di bawah naungan pohon hampir sama dengan nilai THI tanpa naungan pohon. Tabel 19. Hasil pengukuran suhu dan perhitungan THI di pemukiman Bapangan Waktu Sampel RH (%) RH (%) Di bawah naungan pohon Tanpa naungan pohon Siang Rata-rata 70, Sore Rata-rata 66 85,50 RH rata-rata 68,25 77,50 Nilai THI 30,44 30,08 Hasil pengukuran di area persawahan juga menunjukkan bahwa suhu di bawah naungan pohon lebih rendah dibandingkan dengan suhu tanpa naungan pohon. Pada area sawah dengan naungan pohon suhu rata-rata pada sore hari cukup rendah yaitu sebesar 29 0 C. hal ini menunjukkan bahwa suhu rata-rata di bawah naungan pohon ini lebih rendah dibandingkan dengan tanpa naungan pohon (Tabel 20).

64 47 Tabel 20. Hasil Pengukuran Suhu dan Perhitungan THI di Persawahan Bapangan Waktu Sampel RH (%) RH (%) Di bawah naungan pohon Tanpa naungan pohon Siang Rata-rata 73 59, Sore Rata-rata 88,50 69,50 RH rata-rata 80,75 64,50 Nilai THI 29,57 30,42 Sama halnya dengan hasil pengukuran sebelumnya, pada Makam Winong suhu dengan naungan pohon pada sore hari lebih rendah dibandingkan dengan tanpa naungan pohon akan tetapi perbedaanya tidak terlalu besar (Tabel 21). Tetapi hasil pengukuran pada pemakaman Winong menunjukkan nilai THI yang cukup rendah dibandingkan dengan tiga lokasi lainnya yaitu sebesar 29,34. Tabel 21. Hasil Pengukuran Suhu dan Perhitungan THI di Pemakaman Winong Waktu Sampel RH (%) RH (%) Di bawah naungan pohon Tanpa naungan pohon Siang Rata-rata Sore Rata-rata RH rata-rata 85,00 77,50 Nilai THI 29,34 30,08 b. Hasil pengukuran suhu dan perhitungan THI di area industri PT. Polytron Hasil pengukuran suhu di KPI PT. Polytron juga menunjukkan adanya perbedaan suhu pada keempat lokasi pengukuran. Hasil pengukuran pada area yag didominasi bangunan industri atau pabrik menunjukkan suhu di bawah naungan pohon berbeda lebih besar dibandingkan dengan suhu tanpa naungan pohon (Tabel 22). Hasil pengukuran menunjukkan suhu rata-rata di bawah naungan pohon sebesar 31,75 0 C sedangkan suhu tanpa naungan pohon sebesar 33,50 0 C.

65 48 Tabel 22. Hasil Pengukuran Suhu dan Perhitungan THI di Industri PT. Polytron Waktu Sampel RH (%) RH (%) Di bawah naungan pohon Tanpa naungan pohon Siang Rata-rata 93 80, Sore Rata-rata RH rata-rata 86,00 76,75 Nilai THI 30,86 31,94 Sedangkan hasil pengukuran pada lokasi pemukiman di wilayah Dukuh Krapyak menunjukkan suhu rata-rata dengan kondisi di bawah naungan pohon sebesar 31,75 0 C. Tetapi pada kondisi tanpa naungan pohon suhu rata-ratanya adalah sebesar 33 0 C. Meskipun suhu rata-ratanya besar, tetapi hasil perhitungan nilai THI keduanya cukup rendah (Tabel 23). Dengan kondisi di bawah naungan pohon menunjukkan nilai THI sebesar 29,92 sedangkan nilai THI tanpa nanungan phon sebesar 30,82. Tabel 23. Hasil Pengukuran Suhu dan Perhitungan THI di Permukiman Krapyak Waktu Sampel RH (%) RH (%) Di bawah naungan pohon Tanpa naungan pohon Siang Rata-rata Sore Rata-rata 72,5 67 RH rata-rata 71,25 67,00 Nilai THI 29,92 30,82 Sama halnya dengan hasil pengukuran pada empat lokasi lainnya yang menunjukkan bahwa suhu pada sore lebih rendah dibandingkan dengan suhu pada siang hari baik dengan kondisi naungan atau tanpa naungan pohon. Terutama pada sore hari dengan naungan pohon, suhu relatif lebih rendah dibandingkan dengan lokasi lainnya yaitu sebesar 28 0 C (Tabel 24). Dari hasil pengukuran dapat dilihat bahwa nilai THI di bawah naungan pohon lebih rendah yaitu 28,95 sedangkan nilai THI tanpa naungan pohon sebesar 30,74.

66 49 Tabel 24. Hasil Pengukuran Suhu dan Perhitungan THI di Persawahan Waktu Sampel RH (%) RH (%) Di bawah naungan pohon Tanpa naungan pohon Siang Rata-rata 73 62, Sore Rata-rata RH rata-rata 82,50 65,75 Nilai THI 28,95 30,74 Berbeda pada hasil pengukuran di lokasi pemakaman, dimana suhu pada sore hari tidak berbeda jauh dengan suhu pada siang hari baik dengan kondisi di bawah naungan pohon ataupun tanpa naungan pohon. Hanya saja jika dibandingkan dengan hasil pengukuran pada tiga lokasi yang lainnya nilai THI di pemakaman lebih rendah terutama dengan kondisi di bawah naungan pohon yaitu sebesar 28,19. Kondisi ini hampir sama dengan kondisi pada Makam Winong di area industri PT. Djarum dimana nilai THI lebih rendah dibandingkan dengan nilai THI di tiga lokasi lainnya (Tabel 25). Tabel 25. Hasil pengukuran suhu dan perhitungan THI di pemakaman krapyak Waktu Sampel RH (%) RH (%) Di bawah naungan pohon Tanpa naungan pohon Siang Rata-rata Sore Rata-rata 63,5 76 RH rata-rata 69,75 76,00 Nilai THI 28,19 30,23 Hasil pengukuran suhu di PT. Djarum dan PT. Polytron pada empat lokasi yaitu lokasi industri, permukiman, persawahan, dan pemakaman menunjukkan bahwa suhu yang diukur di bawah naungan pohon dan tanpa naungan pohon berbeda. Pada area industri PT. Djarum rata-rata suhu yang diukur dengan naungan pohon berkisar antara C dengan kelembaban %. Sebaliknya, suhu yang diukur tanpa naungan pohon adalah C dengan kelembaban antara %. Sama halnya dengan area industri PT. Djarum, pada area industri PT. Polytron hasil pengukuran suhu dengan naungan pohon relatif

67 50 lebih rendah yaitu berkisar C dengan kelembaban 70-86%. Sebaliknya, tanpa naungan pohon suhu rata-rata berkisar C dengan kelembaban 65-77% Analisis Persepsi dan Preferensi Masyarakat Persepsi dan preferensi masyarakat didapatkan dari hasil wawancaraa dan sebaran kuesioner. Sebaran kuesioner dari masing-masing lokasi industri dipilih 20 responden, mencakup masyarakat yang tinggal di lokasi industri, karyawan pabrik, dan beberapaa dari luar lokasi industri. Responden yang dipilih adalah masyarakat yang tinggal dekat dengan pabrik. Pada lokasi industri PT. Djarum dipilih masyarakat yang tinggal di Dukuh Bapangan sedangkan pada lokasi industri PT. Polytron dipilih masyarakat yang tinggal di Dukuh Bapangann dan Dukuh Krapyak. Untuk wawancara dipilih narasumber dari tokoh masyarakat, masyarakat umum, serta karyawan pabrik yang hasilnya digunakan untuk melengkapi hasil sebaran kuesioner. Analisis ini mencakup analisis karakteristik masyarakat dan analisis persepsi masyarakat terhadap kondisi lokasi industri dan RTH di dalamnya. a. Karakteristik masyarakat Dari hasil sebaran kuesioner yang disebarkan di kedua lokasi industri, terdapat kesamaan karakteristikk masyarakatnya. Responden yang dipilih adalah 85% penduduk yang tinggal lebih dari lima tahun, sedangkan 15 % lainnya adalah masyarakat yang hanya sekedar lewat atau bekerja di pabrik (Gambar 17). Lainnya 15% >5 Tahun 85% Gambar 17. Karakteristik Masyarakat Berdasarkan Lamanya Tinggal di Wilayah Industri PT. Djarum dan PT. Polytron Penduduk yang tinggal lebih dari lima tahun merupakan penduduk asli Desa Bakalan Krapyak khususnya masyarakat yang tinggal di dalam wilayah industri. Penduduk asli ini lebih banyak berinteraksi di dalam wilayah industri dan

68 51 mengetahui dampak positif maupun negatif yang diberikan oleh kegiatan industri. Akan tetapi masyarakat yang bekerja ataupun hanya lewat di lokasi industri, juga cukup banyak mengetahui tentang keberadaan industri dan kondisi lingkungannya. Jika dilihat berdasarkan banyaknya aktivitas yang dilakukan di dalam area industri, terdapat sebanyak 60% responden yang sering beradaa di area industri terutama masyarakat yang sehari-harinya tinggal di area industri. Sisanya adalah sebesar 40% responden yang tinggal di area industri dan juga bekerja di dalam pabrik (Gambar 18). Setiap Hari 40% Sering 60% Jarang 0% Gambar 18. Masyarakat Menurut Banyaknya Aktivitas di Dalam Lokasi Industri Berdasarkan aktivitas yang dilakukan di dalam area industri, sebanyak 20% adalah responden yang hanya bekerja di pabrik, 10% hanya tinggal, dan lainnya sebesar 70% yang tinggal di lokasi industri dan bekerja di dalam pabrik. Masyarakat yang hanya tinggal di dalam area industri, beberapa diantaranya adalah ibu rumah tangga, petani, menjalankan home industry ataupun bekerja di luar daerah (Gambar 19). Hanya Lewat 0% Bekerja 20% Lainnya 70% Tinggal 10% Gambar 19. Karakteristik Masyarakat Berdasarkan Aktivitas Berdasarkan industri yang diketahui, hampir sebagian besar masyarakat mengetahui adanya kegiatan industri dan jenis-jenisnya. Masyarakat yang mengetahui semua industri adalah sebesar 75% dan sisanya 25% adalah masyarakat yang hanya mengetahui beberapa industri saja (Gambar 20).

69 52 Tdk Semua 25% Tidak Ada 0% Semua 75% Gambar 20. Karakteristik Masyarakat Berdasarkan Industri yang Diketahui Semua industri yang diketahui yaitu mencakup semua jenis industrii baik rumah tangga, kecil, sedang, maupun besar. Sedangkan dilihat dari banyaknya industri, 80% masyarakat disinii menyatakan ada cukup banyak industri di Desa Bakalan Krapyak baik industri rumah tangga, kecil, sedang maupun besar. Akan tetapi, 20% menyatakan tidak cukup banyak karena ada beberapa industri yang sudah tidak aktif. Industri rumah tangga di Desa Bakalan Krapyak cukup banyak seperti industri pengolahan kayu, kerajinan tangan, dan pengolahan makanan. Tetapi industri yang cukup berpengaruh disini adalah jenis industri besar diantaranya adalah industri rokokk PT. Djarum dan industri elektronik PT. Polytron (Gambar 21). Sedang 20% Banyak 80% Sedikit 0% Gambar 21. Banyaknya Industri Menurut Masyarakat b. Persepsi masyarakat terhadap kondisi lokasi industri Persepsi masyarakat terhadap kondisi lokasi industri bervariasi baik pada PT. Djarum maupun pada PT. Polytron. Kedua industri tersebutt sangat berbeda terutama dilihat dari dampak negatif yang diberikan. PT. Djarum lebih banyak menghasilkan bahan pencemar yang lebih banyak dan cukup mengganggu, sedangkann PT. Polytron menghasilkan beberapa polusi ringan yang tidak berpengaruh besar. Berdasarkan hasil sebaran kuesioner, sebanyak 40% respondenn menilai industri elektronik PT. Djarum lebih menjaga kondisi lingkungan dan 60% responden lainnya menilai kurang menjaga lingkungan. Sebaliknya, sebanyak 75% responden menilai PT. Polytron lebih menjaga lingkungan dan 25% responden menilai kurang menjaga lingkungan (Gambar 22).

70 53 PT. Djarum PT. Polytron 80% 75% 60% 60% 40% 20% 40% 25% 0% Menjaga Tidak Menjaga Gambar 22. Persepsi Masyarakat Terhadap Peran Industri Pada Lingkungan Secara umum jika dilihat dari keuntungan dan kerugian yang diberikan, kedua industri sama-sama memberikan keuntungan dan kerugian. Keuntungan merupakan faktor penting yang harus diberikan oleh suatu industri terutama untuk mempertahankan keberadaannya. Menurut masyarakat kedua industri ini samasama memberikan keuntungan terutama dalam bidang perekonomian. Hal ini sesuai dengan hasil sebaran kuesioner, dimana semua responden menilai PT. Djarum dan PT. Polytron sama-sama memberikan keuntungan (Gambar 23). PT. Djarum PT. Polytron 100% 100% 100% Persentase responden 80% 60% 40% 20% 0% 0% 0% Ada Tidak ada Gambar 23. Persepsi Masyarakat Terhadap Keuntungan yang Diberikan Industri Keuntungan tersebut juga diimbangi oleh beberapa dampak yang mampu memberikan kerugian terutama bagi lingkungan. Sebanyak 80% responden menilai cukup banyak kerugian yang diberikan PT. Djarum karena pengaruhnya

71 54 terhadap lingkungan yang cukup besar. Hal ini disebabkan oleh PT. Djarum menghasilkan cukup banyak bahan pencemar berupa limbah dan polusi yang mampu mengurangi kenyamanan masyarakat. Sisanya adalah 20% responden yang menilai PT. Djarum tidak memberikan kerugian. Masyarakat yang tidak merasa dirugikan ini merupakan masyarakat yang tidak mendapatkan dampak langsung dari industri ataupun masyarakat yang tinggal tidak dekat dengan pabrik. Sebaliknya, sebanyak 55% responden menilai PT. Polytron memberikan kerugian terutama pengaruhnya terhadap lingkungan. Tetapi responden yang menilai tidak terdapat kerugian juga cukup banyak yaitu sebesar 45% karena menurut masyarakat dampak yang diberikan oleh PT. Polytron tidak cukup besar (Gambar 24). 100% PT. Djarum PT. Polytron Persentase responden 80% 60% 40% 20% 80% 55% 20% 45% 0% Ada Tidak ada Gambar 24. Persepsi Masyarakat terhadap Kerugian yang Diberikan Industri Dengan adanya kerugian yang ditimbulkan oleh kegiatan industri tersebut masyarakat merasa cukup terganggu dan hal ini sangat berpengaruh terhadap kenyamanan. Pada lingkungan industri PT. Djarum sebanyak 30% responden merasa masih nyaman sedangkan 70% lainnya merasa tidak nyaman karena dampak negatif yang dirasakan lebih besar. Sama halnya pada PT. Polytron responden merasa tidak nyaman lebih banyak yaitu sebanyak 55% dibandingkan dengan yang merasa nyaman yaitu sebesra 45% (Gambar 25).

72 55 100% PT. Djarum PT. Polytron Persentase responden 80% 60% 40% 20% 30% 45% 70% 55% 0% Nyaman Tidak nyaman Gambar 25. Persepsi Masyarakat terhadap Kenyamanan Lingkungan Penyebab kenyamanan dan ketidaknyamanan yang dirasakan masyarakat cukup bervariasi, pada umumnya dipengaruhi oleh kondisi lingkungan tempat mereka tinggal atau beraktivitas sehari-hari. Penilaian masyarakat terhadap kedua lokasi industri tersebut hampir sama dimana keduanya cendurung lebih banyak bangunan dengan kondisi yang panas dan sedikit kotor. Pada lingkungan industri PT. Djarum, 80% responden menilai industri cenderung didominasi bangunan dan 20% responden menilai terdapat bangunan dan beberapa tanaman. Begitu juga pada lingkungan PT. Polytron, 60% responden menilai industri cenderung lebih didominasi bangunan tetapi 40% lainnya menilai masih terdapat beberapa tanaman di area industri (Gambar 26). Persentase responden 100% 80% 60% 40% 20% PT. Djarum 80% 60% PT. Polytron 20% 40% 0% Bangunan Bangunan & tanaman Gambar 26. Persepsi Masyarakat terhadap Kondisi Area Industri Masyarakat yang merasa nyaman di beberapa tempat pada kedua lokasi industri, dipengaruhi oleh adanya bangunan dan beberapa tanaman. Bangunan dan

73 56 tanaman ini dianggap memberi kenyamanan karena mampu mengurangi kondisi yang panas dan silau. Khususnya tanaman jenis pohon peneduh mampu memberi kesejukan dan mengurangi udara kotor. Begitu juga untuk kondisi tidak nyaman suatu tempat yang dipengaruhi oleh beberapa faktor. Ketidaknyamanan di kedua lokasi industri tersebut hampir sama yang membedakan hanya besar proporsinya. Faktor yang paling berpengaruh di kedua lokasi industri tersebut adalah keterbatasan tanaman, meskipun terdapat beberapa masyarakat di lokasi industri PT. Djarum merasa kurang akan adanya bangunan. Pada PT. djarum, masyarakat yang merasa nyaman adalah sebesar 30% dimana 67% adalah masyarakat yang merasa nyaman karena dominan bangunan dan sisanya 33% merasa nyaman karena dominan tanaman di lingkungannya. Sedangkan pada area industri PT. Polytron, masyarakat yang merasa nyaman sebesar 45% dimana 44% karena dominan bangunan dan 56% karena dominan tanaman (Gambar 27). 100% PT. Djarum PT. Polytron Persentaser responden 80% 60% 40% 20% 33% 56% 67% 44% 0% Dominan Tanaman Dominan bangunan Gambar 27. Persepsi Masyarakat terhadap Penyebab Kenyamanan Masyarakat yang merasa tidak nyaman juga cukup banyak yaitu pada area industri PT. Djarum sebesar 70% dan pada area industri PT. Polytron sebesar 55% (Gambar 30). Pada lingkungan PT. Djarum, 71% responden merasa tidak nyaman karena terbatasnya tanaman akan tetapi 29% lainnya karena terbatasnya bangunan. Sebaliknya, pada lingkungan PT. Polytron semua responden merasa tidak nyaman karena terbatasnya tanaman (Gambar 28).

74 57 PT. Djarum PT. Polytron 120% 100% 100% Persentase responden 80% 60% 40% 20% 0% 71% Tanaman terbatas 29% 0 Bangunan terbatas Gambar 28. Persepsi Masyarakat terhadap Penyebab Ketidaknyamanan c. Persepsi masyarakat terhadap ruang terbuka hijau (RTH) Selain melakukan penilaian terhadap kondisi lokasi industri juga dilakukan penilaian terhadap RTH. Sebagian besar masyarakat di Kabupaten Kudus umumnya sudah sedikit banyak mengetahui definisi Ruang Terbuka Hijau (RTH) secara sederhana yaitu ruang atau lahan yang didalamnya diiisi oleh tanaman baik rumput, semak, maupun pohon. Meskipun beberapa diantaranya masyarakat kurang mengetahui istilah RTH tetapi hanya mengetahui tentang istilah lahan dengan ukuran luas atau sedang yang diisi oleh banyak tanaman. 100% PT. Djarum PT. Polytron Persentase responden 80% 60% 40% 20% 30% 60% 70% 40% 0% Mengetahui Tidak mengetahui Gambar 29. Pengetahuan Masyarakat Mengenai RTH Masyarakat pada umumnya juga sangat memahami pentingnya tanaman yaitu selain untuk mempercantik ruang atau lahan, tanaman juga mampu

75 58 memberikan rasa teduh dan sejuk. Pada area industri PT. Djarum dan PT. Polytron masyarakat cukup banyak yang mengetahui istilah RTH. Pada area industri PT. Djarum, 30% responden mengetahui istilah RTH sedangkan 70% tidak mengetahui. Sebaliknya pada PT. Polytron terdapat cukup banyak yang mengetahi istilah RTH yaitu sebanyak 60% dan 40% lainnya tidak mengetahui (Gambar 29). Menurut masyarakat tanaman memang sangat penting karena akan sangat berbeda jika suatu area hanya diisi oleh bangunan, gersang, tanpa tanaman jika dibandingkan dengan area yang diisi banyak tanaman atau berisi bangunan dan juga tanaman. Masyarakat pada area industri PT. Djarum dan PT. Polytron juga sangat setuju jika tanaman mampu memberikan rasa sejuk, bersih, dan sehat. Pada Gambar 30 ditunjukkan bahwa semua responden baik di PT. Djarum maupun PT. Polytron menilai lahan atau ruang yang diisi banyak tanaman kondisinya akan lebih sejuk, bersih, dan sehat. 100% PT. Djarum 100% 100% PT. Polytron Persentase responden 80% 60% 40% 20% 0% sejuk,bersih,sehat 0 0 panas,kotor,lembab Gambar 30. Persepsi Masyarakat terhadap Kondisi Dengan Banyak Tanaman Kondisi yang sejuk, sehat, dan bersih merupakan kondisi lingkungan yang nyaman. Tanaman merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kenyamanan. Masyarakat pada kedua area industri tersebut juga sependapat yaitu tanaman terutama tanaman yang bertajuk dan rindang mampu memberikan kenyamanan dan rasa teduh. Hal ini didukung dengan persepsi semua responden baik di PT. Djarum maupun PT. Polytron yang menilai tanaman mampu memberikan kenyamanan (Gambar 31).

76 59 PT. Djarum PT. Polytron 100% 100% 100% Persentase responden 80% 60% 40% 20% 0 0 0% Nyaman Tidak nyaman Gambar 31. Persepsi Masyarakat terhadap Pengaruh Tanaman Pada Kenyamanan Menurut masyarakat kedua area industri sama-sama memiliki RTH dengan jenis yang sama tetapi proporsinya berbeda. Pada area industri PT. Djarum, 70% responden menyatakan banyak terdapat RTH dan 30% lainnya menyatakan tidak cukup banyak. Begitu juga pada area industri PT. Polytron, 90% menyatakan banyak dan 10% menyatakan jarang terdapat RTH (Gambar 32). Responden yang menyatakan RTH saat ini tidak cukup anyak karena kondisi ataupun kualitas RTH saat ini yang menurun. 100% PT. Djarum 90% PT. Polytron Persentase responden 80% 60% 40% 20% 70% 30% 10% 0% Banyak Jarang Gambar 32. Persepsi Masyarakat terhadap RTH Yang Ada di Area Industri Semakin berkurangnya RTH merupakan kondisi yang kurang baik karena RTH merupakan faktor yang sangat penting pada suatu area terutama area yang rentan terhadap polusi. Menurut masyarakat pada kedua lokasi industri, RTH sangat dibutuhkan terutama karena masyarakat tersebut berada pada lingkungan

77 60 industri. Pada Gambar 33 dapat dilihat bahwa semua responden menilai RTH sangat penting. PT. Djarum PT. Polytron 100% 100% 100% Persentase responden 80% 60% 40% 20% 0 0 0% Penting Tidak penting Gambar 33. Persepsi Masyarakat terhadap Fungsi RTH Meskipun sangat penting dan sangat dibutuhkan manfaatnya, kondisi RTH saat ini kurang baik karena tidak semua RTH dapat berfungsi maksimal dan beberapa diantaranya kurang diperhatikan atau kurang terawat. Pada kedua industri tersebut masyarakat menyatakan bahwa ada RTH akan tetapi masih kurang dirasakan manfaatnya terutama terhadap lingkungan. Tetapi ada juga yang menyatakan sudah cukup diarasakan manfaatnya terutama masyarakat yang tinggal dengan lingkungan yang masih banyak pohon (Gambar 34). Persentase responden 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% PT. Djarum PT. Polytron 70% 55% 45% 30% Ada-fungsional Ada-kurang fungsional Gambar 34. Persepsi Masyarakat terhadap Kondisi RTH yang Ada di Area Industri Berbeda jika suatu tempat atau area yang hanya diisi oleh bangunan maupun perkerasan. Menurut masyarakat selain terbatasnya RTH yang fungsional

78 61 bangunan juga mampu mempengaruhi kenyamanan (Gambar 35). Tetapi jika suatu area hanya diisi bangunan dan perkerasan saja tanpa tanaman akan sangat gersang, panas, dan tidak nyaman. Terutama di kedua area industri tersebut pastinya semakin panas tanpa tanaman serta tidak ada yang mampu menyerap polusi. Lain halnya jika suatu area industri tidak hanya berisi bangunan saja tetapi juga didominasi tanaman pasti akan terasa lebih sejuk dan nyaman (Gambar 36). Menurut masyarakat tanaman mampu mereduksi panas dan polusi terutama bagi masyarakat yang terkena dampak langsung dari industri, seperti pada PT. djarum masyarakat yang tinggal dekat dengan pabrik merasa udara lebih panas dan kering. Adanya tanaman semak dan pohon yang membatasi antara rumah dengan bangunan pabrik menurut masyarakat setempat dapat mengurangi panas. Sama halnya pada masyarakat yang tinggal dekat dengan PT. Polytron yangs sering merasa terganggu dengan suara bising dapat berkurang dengan adanya pohon yang bertajuk lebat. 100% PT. Djarum PT. Polytron 100% 100% Persentase responden 80% 60% 40% 20% 0% 0% 0 Sejuk dan nyaman Panas dan tidak nyaman Gambar 35. Persepsi masyarakat terhadap kondisi lingkungan yang didominasi bangunan dan perkerasan Masyarakat yang tinggal di lingkungan industri tentu tetap menginginkan lingkungan yang tetap bersih dan sehat sehingga mereka merasa nyaman untuk tinggal ataupun beraktivitas di dalamnya. Meskipun kedua industri ini tidak memiliki dampak yang sama akan tetapi masyarakat di kedua lokasi industri tersebut memiliki keinginan yang sama. Hal ini berkaitan dengan keinginan masyarakat akan lingkungan industri yang tidak terkesan padat dan panas meskipun terdapat polusi. Hampir semua masyarakat menginginkan

79 62 keseimbangan proporsi antara bangunan dan tanaman. Selain itu masyarakat juga berharap tanaman yang ada mampu berfungsi dengan baik untuk menjaga lingkungan dan tetap memiliki nilai keindahan. persentase responden 120% 100% 80% 60% 40% 20% 0% PT. Djarum PT. Polytron 100% 100% 0 0 Sejuk dan nyaman Panas dan tidak nyaman Gambar 36. Persepsi masyarakat pada kondisi lingkungan yang didominasi RTH Gambar 37 menunjukkan bahwa keinginan masyarakat untuk lingkungan mereka yaitu tidak hanya diisi banyak tanaman tetapi terdapat bangunan dan tanaman dengan proporsi yang seimbang. 100% PT. Djarum PT. Polytron 100% 100% Jumlah responden (orang) 80% 60% 40% 20% 0% 0% 0% Banyak tanaman(pohon)- Banyak tanaman(pohon)- tertata rapi Gambar 37. RTH yang diinginkan masyarakat Menurut masyarakat RTH yang ada saat ini sudah cukup banyak hanya saja masyarakat masih merasa kurang nyaman karena masyarakat masih merasa RTH yang ada belum berfungsi dengan baik. RTH yang diharapkan masyarakat adalah RTH yang dapat dimanfaatkan dengan baik khususnya RTH dengan dominasi penutupan pohon di dalamnya. Selain itu masyarakat juga menginginkan

80 63 RTH yang tertata dengan baik sehingga dapat meningkatkan kenyamanan (Gambar 37) Analisis SWOT Analisis SWOT digunakan untuk membahas lebih rinci mengenai permasalahan yang dihadapi dalam wilayah industri baik faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor internal mencakup kekuatan (Strength) dan kelemahan (weakness) sedangkan faktor eksternal mencakup peluang (opportunity) dan ancaman (threat). Keempat faktor tersebut mencakup situasi dan kondisi yang dimiliki atau dihadapi oleh kedua wilayah industri tersebut. Analisis ini dimulai dengan mengidentifikasi keempat faktor tersebut yang selanjutnya dinilai berdasarkan tingkat kepentingannya untuk 1. Identifikasi faktor internal dan eksternal a. kekuatan mencakup situasi atau kondisi yang merupakan kekuatan lokasi industri dan RTH di dalamnya, antaralain: 1. kedua industri memiliki Sumber Daya Alam (SDA) dengan kondisi yang cukup baik. Dilihat dari kondisi lahan yang berada pada topografi datar dengan jenis tanah yang cukup baik untuk beberapa jenis tanaman. Selain itu didukung juga dengan iklim yang baik dan ketersediaan air yang cukup. 2. perhatian masyarakat terhadap lingkungan karena sebagian masyarakat menginginkan kondisi lingkungan yang nyaman. 3. industri memiliki peran penting terutama dalam perekonomian masyarakat. Meskipun industri memberikan pencemaran yang mengganggu kenyamanan masyarakat, akan tetapi masyarakat sangat membutuhkan adanya kedua industri ini terutama karena industri merupakan mata pencaharian utama masyarakat disini. b. kelemahan mencakup situasi atau kondisi yang merupakan kelemahan yang dimiliki lokasi industri dan RTH di dalamnya, antaralain: 1. terbatasnya lahan kosong karena semua lahan sudah terisi yang sebagian besar adalah untuk industri dan permukiman. Sisanya adalah lahan-lahan untuk RTH berupa sawah, pekarangan, dan pemakaman.

81 64 Sedangkan untuk pembangunan dan penyediaan atau penambahan RTH sudah tidak memungkinkan lagi karena tidak adanya lahan yang cukup. 2. dominasi bangunan untuk industri dan permukiman berpengaruh terhadap kondisi lingkungan yang menyebabkan kondisi padat dan panas. 3. adanya pencemaran yang ditimbulkan oleh kegiatan industri cukup berpengaruh pada kondisi lingkungan. Pencemaran yang berasal dari industri ini merupakan salah satu faktor yang mampu mengganggu kenyamanan masyarakat. 4. kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai ruang terbuka hijau meskipun masyarakat cukup banyak yang mengetahui tentang pentingnya tanaman dalam suatu lahan yang luas. Tetapi sampai saat ini masyarakat tidak banyak mengetahu istilah RTH, jenis, maupun manfaatnya. c. peluang mencakup situasi atau kondisi yang merupakan peluang dari luar lokasi industri yang dapat mengembangkan kondisi lokasi industri dan RTH di dalamnya, antaralain: 1. meningkatnya perhatian pemerintah terhadap kondisi RTH dapat dijadikan sebagai dukungan untuk menjadikan RTH sebagai alat yang mampu meningkatkan atau memperbaiki kualitas lingkungan terutama pada area industri. 2. peraturan pemerintah yang membatasi perluasan lahan untuk bangunan industri dapat mengendalikan kepadatan bangunan industri dan meminimalkan turunnya kualitas lingkungan. d. ancaman mencakup situasi atau kondisi yang merupakan ancaman dari luar lokasi industri yang dapat mengancam kondisi lokasi industri dan RTH di dalamnya, antaralain; 1. bertambahnya penduduk yang membutuhkan lahan untuk tempat tinggal. Hal ini merupakan kondisi yang sangat memungkinkan dan tidak mudah untuk dikendalikan. Masyarakat yang membutuhkan tempat tinggal tidak hanya dari area industri itu sendiri tetapi juga masyarakat dari luar area industri.

82 65 2. meningkatnya kebutuhan masyarakat terutama dalam aspek perekonomian. Dengan bertambahnya jumlah penduduk maka kebutuhan juga semakin meningkat terutama kebutuhan pokok berupa sandang, pangan, dan tempat tinggal. Semua kebutuhan masyarakat tersebut merupakan faktor yang berada pada lingkup aspek perekonomian. Salah satu untuk memenuhi kebutuhan tersebut adalah dengan penambahan lapangan pekerjaan atau meningkatkan fasilitas perekonomian lainnya. 3. masyarakat yang peduli terhadap kondisi lingkungan dan RTH semakin berkurang. Meskipun masyarakat mengetahui pentingnya kondisi lingkungan yang sehat terutama RTH di dalamnya, tetapi masyarakat juga memiliki kepentingan lainnya salah satunya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Misalnya masyarakat membangun lahan pesawahan untuk permukiman, menjual pada industri, atau tidak cukup waktu sehingga lingkungan terabaikan. 2. Penilaian faktor internal dan eksternal Setelah mendapatkan faktor-faktor eksternal dan internal pada tahap awal selanjutnya dilakukan tahapan selanjutnya yaitu proses penilaian. Penilaian faktor internal dan eksternal dimulai dengan melakukan pembobotan pada masingmasing faktor yaitu dengan memberikan nilai antara 1,0 sampai 0,0. Nilai pembobotan ditentukan dengan perhitungan nilai berdasarkan tingkat kepentingan masing-masing faktor. Penentuan tingkat kepentingan masing-masing faktor ini disesuaikan dengan hasil pengamatan pada lapang dan didukung oleh hasil wawancara dengan masyarakat (Tabel 26 dan 27). Tabel 26.Penilaian Tingkat Kepentingan Faktor Internal Faktor internal Simbol Tingkat kepentingan Kekuatan Kondisi SDA cukup baik S1 Cukup penting Perhatian masyarakat pada lingkungan S2 Cukup penting Keuntungan dari industri S3 Penting Kelemahan Keterbatasan lahan W1 Sangat penting Dominasi bangunan W2 Penting Pencemaran dan polusi dari industri W3 Penting Minimnya pengetahuan tentang RTH W4 Cukup penting Total

83 66 Tabel 27. Penilaian Tingkat Kepentingan Faktor Eksternal Faktor eksternal Simbol Tingkat kepentingan Peluang Perhatian pemerintah terhadap RTH O1 Penting Pembatasan perluasan lahan industri O2 Cukup penting Ancaman meningkatnya jumlah penduduk T1 Sangat penting meningkatnya kebutuhan tempat tinggal T2 Penting meningkatnya kebutuhan perekonomian T3 Cukup penting Total Selanjutnya masing-masing faktor diberikan penilaian yang menunjukkan besarnya keterkaiatan atau pengaruhnya. Penilainnya dilakukan dengan memberikan nilai 4 untuk pengaruh sangat penting, 3 untuk pengaruh penting, 2 untuk pengaruh cukup penting, dan 1 untuk pengaruh kurang penting. Penilaian ini disajikan dalam bentuk tabel yang mencakup penilaian yang hasil akhirnya adalah bobot keseluruhan tiap faktor. Total dari keseluruhan bobot pada masingmasing faktor harus bernilai 1,0 untuk mengetahui faktor mana yang paling dominan (Tabel 28 dan 29). Tabel 28. Penentuan Nilai Bobot Faktor Internal Faktor x Faktor y S1 S2 S3 W1 W2 W3 W4 Total Bobot S ,19 S ,19 S ,12 W ,07 W ,12 W ,12 W ,19 Total 90 1,00 Tabel 29. Penentuan Nilai Bobot Faktor Eksternal Faktor x Faktor y O1 O2 T1 T2 T3 Total Bobot O ,18 O ,27 T ,10 T ,18 T ,27 Total 44 1,00 Setelah didapatkan bobot masing-masing faktor selanjutnya diberikan rating pada masing-masing faktor yaitu 4 (sangat penting), 3 (penting), 2 (sedang),

84 67 dan 1(kurang). Berdasarkan bobot dan rating yang sudah didapatkan selanjutnya dilakukan perhitungan skor masing-masing faktor dengan mengalikan bobot dan rating (Tabel 30 dan 31). Tabel 30. Penilaian Faktor Internal di Area Iindustri PT. Djarum dan PT. Polytron Faktor internal Bobot Rating Skor Kekuatan Kondisi SDA cukup baik Perhatian masyarakat pada lingkungan Keuntungan dari industri Kelemahan Keterbatasan lahan Dominasi bangunan Pencemaran dan polusi dari industri Minimnya pengetahuan tentang RTH 0,19 2,00 0,38 0,19 2,00 0,38 0,12 3,00 0,36 0,07 4,00 0,28 0,12 3,00 0,36 0,12 3,00 0,36 0,19 2,00 0,38 Total 1,00 24,00 2,50 Tabel 31. Penilaian Faktor Eksternal di Area Industri PT. Djarum dan PT. Polytron Faktor eksternal Bobot Rating Skor Peluang Perhatian pemerintah terhadap RTH Pembatasan perluasan lahan industri Ancaman meningkatnya jumlah penduduk meningkatnya kebutuhan tempat tinggal meningkatnya kebutuhan perekonomian 0,18 3,00 0,54 0,27 2,00 0,54 0,10 4,00 0,40 0,18 3,00 0,54 0,27 2,00 0,54 Total 1,00 16,00 2,56 Berdasarkan hasil penilaian kedua faktor dapat dilihat skor akhir pada penilaian faktor internal sebesar 2,50 dan skor akhir pada faktor eksternal sebesar 2,56. Berdasarkan tingkat kepentingannya nilai 2,5 ke atas memiliki nilai yang cukup penting atau cukup berpengaruh yang artinya hasil penilaian kedua faktor ini menunjukkan faktor-faktor tersebut cukup penting untuk diperhatikan dalam penentuan strategi selanjutnya. Setelah hasil penilaian didapatkan selanjutnya dibuat matrik internal-eksternal (IE Matrik) untuk melihat strategi atau alternatif yang sesuai. Pada matrik ini faktor internal terletak pada sumbu x dan faktor eksternal pada sumbu y dengan melihat berdasarkan hasil penilaian sebelumnya (Gambar 38).

85 68 TOTAL SKOR FAKTOR STRATEGI INTERNAL TOTAL FAKTOR SKOR FAKTOR STRATEGI EKSTERNAL Tinggi 3,0 Menengah Rendah 2,0 1,0 Kuat Rata-Rata Lemah 4,0 3,0 2,0 1,0 I II III IV V VI VII VIII IX Gambar 38. Matrik Internal-Eksternal Dari matrik tersebut hasil penilaian faktor strategi internal-eksternal berada pada kuadran V yang artinya area industri ini berada pada posisi pertumbuhan. Pada posisi ini kedua area industri harus mampu memanfaatkan serta mengembangkan semua faktor yang membangun dan meminimalkan faktor yang dapat mengancam. Untuk lebih jelasnya strategi yang akan ditempuh dapat dilihat pada penenteuan strategi dengan matrik SWOT. 3. Matrik SWOT Tahap yang terakhir dalam analisis SWOT adalah penetuan strategi menggunakan matrik SWOT (Tabel 32). Pada matrik SWOT ini data yang digunakan mengacupada penilaian sebelumnya dengan memadukan antara faktor internal-eksternal untuk menentukan alternatif strategi yang saling mendukung. Berdasarkan semua tahap anlisis SWOT tersebut alternatif strategi yang dirumuskan untuk kedua area industri antara lain: 1. mempertahankan dan mengembangkan industri tanpa perluasan lahan industri. 2. pemanfaatan SDA dengan tetap menjaga kondisi lingkungan. 3. peningkatan fungsi RTH untuk perbaikan lingkungan. 4. pemanfaatan SDA untuk menambah pemasukan ekonomi. 5. peningkatan variasi tanaman RTH yang tahan dan mampu mengurangi bahan pencemar. 6. pengenalan RTH pada masyarakat terutama pada area industri oleh pemerintah. 7. mengembangkan bangunan permukiman vetikal.

86 69 8. menambah variasi tanaman vertikal yang mampu mengimbangi padatnya bangunan. Tabel 32. Matrik SWOT Faktor eksternal Faktor internal Strengths (kekuatan) Kondisi SDA cukup baik Perhatian masyarakat pada lingkungan Keuntungan dari industri Weaknesses (kelemahan) Keterbatasan lahan Dominasi bangunan Pencemaran dan polusi dari industri Minimnya pengetahuan tentang RTH Oppurtunies (peluang) Perhatian pemerintah terhadap RTH Pembatasan perluasan lahan industri Threats (ancaman) meningkatnya jumlah penduduk meningkatnya kebutuhan tempat tinggal meningkatnya kebutuhan perekonomian mempertahankan dan mengembangkan industri tanpa perluasan lahan industri pemanfaatan SDA dengan tetap menjaga kondisi lingkungan peningkatan fungsi RTH untuk perbaikan lingkungan pemanfaatan SDA untuk menambah pemasukan ekonomi peningkatan variasi tanaman RTH yang tahan dan mampu mengurangi bahan pencemar pengenalan RTH pada masyarakat terutama pada area industri oleh pemerintah mengembangkan bangunan permukiman vetikal menambah variasi tanaman vertikal yang mampu mengimbangi padatnya bangunan Alternatif strategi ini dirumuskan untuk mempertahankan dan mengembangkan area industri dengan mempertahankan kegiatan industri didalamnya dengan tetap melindungi kualitas lingkungan. Sehingga dengan ini masyarakat dengan pemanfaatan industri dan SDA yang dimiliki tetap mampu mempertahankan kondisi perekonomian. Selain itu masyarakat tetap dapat merasa nyaman pada lingkungan tempat mereka tinggal dan beraktivitas sehari-hari. 5.2 Evaluasi Evaluasi Kondisi Fisik Evaluasi kondisi fisik mencakup evaluasi hasil inventarisasi dan analisis pada Kawasan Peruntukan Industri (KPI) yang dipilih yaitu industri rokok PT. Djarum dan industri elektronik PT. Polytron. Keduanya berada KPI Bakalan

87 70 Krapyak tetapi tidak dalam satu wilayah yang sama. Kedua industri ini secara umum sudah memenuhi persyaratan industri berdasarkan peraturan daerah Kabupaten Kudus, dengan fasilitas-fasilitas yang cukup memadai seperti gedung pabrik, tempat parkir, tempat ibadah, jalur sirkulasi, saluran drainase, serta saluran pembuangan limbah. Kedua industri ini berada pada lokasi yang strategis dan mudah dijangkau karena berada dekat dengan jalur utama yang menghubungkan wilayah satu dengan lainnya sehingga keduanya mampu berkembang cukup baik. Tetapi keduanya juga memberikan dampak masing-masing baik dampak negatif maupun dampak positif. Dampak positif keduanya yang utama adalah memajukan perekonomian sedangkan dampak negatifnya sebagian besar lebih mengarah pada pencemaran atau polusi yang ditimbulkan. Yang membedakan adalah dampak pencemaran atau polusi yang ditimbulkan dari kedua industri tersebut tidak sama. PT. Djarum menghasilkan lebih banyak bahan pencemar berupa limbah cair, polusi udara, dan polusi suara, sedangkan PT. Polytron lebih banyak dirasakan polusi suara. Oleh karena itu kondisi lingkungan pada wilayah kedua industri tersebut berbeda. Pada area industri PT. Djarum dapat dirasakan lebih panas, tercium bau menyengat bahan industri, terdengar bising, dan terdapat pencemaran air di beberapa permukiman terutama yang dekat dengan pabrik. Lain halnya pada PT. Polytron yang dirasakan lebih panas dan terdapat kebisingan tetapi tidak terdapat pencemaran udara maupun air yang berbahaya. Selain karena dampak pencemaran atau polusi yang diberikan oleh kedua industri tersebut, kondisi ini didukung juga oleh bangunan yang cukup padat, terbatasnya lahan kosong dan semakin berkurangnya tanaman terutama pohon. Jika dilihat dari jenis penggunaan lahannya, kedua area industri ini memiliki penggunaan ruang yang sama yaitu area tak terbangun berupa sawah, pekarangan, dan pemakaman dan area terbangun berupa pemukiman dan industri. Tetapi proporsi area tak terbangun dan area terbangun dari kedua industri tersebut tidak sama. Pada KPI PT. Djarum area terbangun adalah sebesar 58% dan area tak terbangun sebesar 42%, sedangkan pada KPI PT. Polytron area terbangun adalah sebesar 46% dan area tak terbangun sebesar 54%. Dilihat dari proporsi penggunaan ruangnya, keduanya cukup dipadati oleh bangunan dan perkerasan.

88 71 Tetapi untuk area tak terbangunnya yang berupa RTH juga cukup luas dimana keduanya memiliki lebih dari 40% dari luasan wilayah KPI masing-masing. Hal ini menunjukkan bahwa RTH pada KPI kedua industri sudah sesuai dengan kriteria KDH pada kawasan peruntukan industri berdasarkan peraturan daerah Kabupaten Kudus. Dengan proporsi RTH yang sudah mencukupi maka KPI kedua industri ini layak untuk tetap dipertahankan tetapi juga harus membatasi pengembangan fisik industri di dalamnya untuk mempertahankan RTH yang sudah ada Evaluasi Ruang Terbuka Hijau Jenis Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang terdapat di kedua area industri ini didominasi oleh tiga jenis RTH berupa persawahan, pekarangan, dan pemakaman. Kedua area industri ini tidak memiliki sekumpulan lahan tegakan pohon ataupun hutan, sehingga lahan yang memiliki cukup vegetasi pohon adalaah pemakaman dan pekarangan. Tetapi ketiga jenis RTH tersebut memiliki peran yang cukup penting untuk kedua area industri tersebut hanya dengan proporsi dan kualitas yang berbeda. Area persawahan lebih luas dibandingkan dengan dua jenis RTH yang lainnya dengan kondisi yang cukup terawat. Sawah tersebut merupakan milik masyarakat setempat berupa sawah padi dan tebu yang hasilnya untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari atau dijual untuk menambah penghasilan. Menurut Ginting (2007), beberapa tanaman sawah dapat digunakan untuk meminimalisasi limbah cair dengan cara penggnaan limbah cair untuk pengairan sawah. Tetapi dengan pemilihan tanaman dan takaran yang sesuai untuk mencegah kerusakan pada tanaman. Salah satu jenis RTH yang dimiliki kedua area industri yang cukup berpengaruh pada lingkungan adalah pemakaman. Hal ini dapat dirasakan langsung pada tapak dimana lingkungan terasa lebih nyaman dan sejuk karena di pemakaman lebih banyak pohon. Namun pemakaman yanga ada di area industri PT. Djarum tidak terlalu besar dibandingkan dengan pemakaman yang ada di area industri PT. Polytron. Sedangkan pekarangan merupakan jenis RTH yang menyebar pada area permukiman tetapi cukup berpengaruh terhadap kenyamanan masyarakat. Karena menurut masyarakat tanaman yang ada di pekarangan dapat mereduksi panas dan mampu mengurangi polusi yang dirasakan. Akan tetapi

89 72 variasi tanaman pekarangan semakin berkurang dan dengan padatnya permukiman kualitas pekarangan juga semakin menurun. Jika dilihat dari luasannya, masing-masing area industri sudah cukup baik karena dengan kepadatan bangunannya saat ini minimal kedua area industri memiliki RTH minimum 10% dari lahan. Sedangkan RTH yang ada pada masingmasing saat ini rata-rata adalah sebesar 42% pada area industri PT. Djarum dan 54% padaarea industri PT. Polytron. Permasalahan yang dihadapi adalah RTH yang ada telah mengalami penurunan kualitas dan fungsinya terhadap lingkungan Evaluasi Kenyamanan Berdasarkan hasil analisis kenyamana didapatkan nilai THI (temperature humadity index) rata-rata yang bervariasi pada keepat lokasi pengukuran dikedua lokasi industri. Menurut Fandeli (2009), suatu area di wilayah Indonesia dikatakan nyaman jika memiliki nilai THI antara Sedangkan berdasarkan hasil analisis kenyamanan sebelumnya nilai THI rata-rata adalah diatas 27 (Tabel 33). Tabel 33. Hasil Perhitungan Nilai THI Nilai THI di area industri Lokasi PT. Djarum PT. Polytron Dengan naungan Tanpa naungan Dengan naungan Tanpa naungan Lokasi industri 29,64 31,41 30,86 31,94 Permukiman 30,44 30,08 29,92 30,82 Persawahan 29,57 30,42 28,95 30,47 Pemakaman 29,34 30,08 28,19 30,23 Rata-rata 29,75 30,49 29,48 30,86 Nilai THI rata-rata berdasarkan hasil pengukuran adalah diatas 27 yang menunjukkan kondisi keempat lokasi pada kedua industri tersebut tidak nyaman. Akan tetapi jika dibandingkan antara nilai THI pada kondisi dengan naungan dan tanpa naungan, hasilnya berbeda. Hasil pengukuran di area industri PT. Djarum dengan kondisi di bawah naungan pohon memiliki nilai THI rata-rata sebesar 29,75 sedangkan kondisi tanpa naungan pohon nilai THI rata-rata sebesar 30,49. Sama halnya dengan hasil pengukuran di area industri PT. Polytron, dimana nilai nilai THI pada kondisi naungan pohon sebesar 29,48 sedangkan tanpa naungan sebesar 30,86. Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya pohon maka suatu area dapat meningkatkan kondisi kenyamanan.

90 73 Lain halnya jika dilihat dari perbedaan lokasi pengukuran yang menunjukkan bahwa hasil pengukuran di lokasi pemakaman pada kedua industri memiliki nilai THI paling rendah dibandingkan dengan tiga lokasi lainnya (Gambar 40 dan 41). Nilai THI pada pemakaman lebih rendah dibandingkan tiga lokasi lainnya karena pada pemakaman lebih banyak terdapat pohon peneduh dan tidak terdapat bangunan maupun perkerasan. Sehingga pemakaman merupakan jenis RTH yang paling berpengaruh terhadap kenyamanan pada kedua area industri ini. Oleh karena itu pemakaman perlu ditingkatkan nilai atau fungsinya sebagai RTH, salah satunya adalah dengan meningkatkan kualitas atau fungsi tanaman peneduh dan tahan terhadap polusi Dengan naungan Tanpa naungan Lokasi industri Permukiman Persawahan Pemakaman Gambar 39. Diagram Nilai THI di Area Industri PT. Djarum Dengan naungan Tanpa naungan Lokasi industri Permukiman Persawahan Pemakaman Gambar 40. Diagram Nilai THI di Area Industri PT. Polytron Meskipun nilai THI cenderung lebih rendah pada lokasi pemakaman, tetapi nilai THI pada tiga lokasi lainnya tidak terlalu besar perbedaannya. Pada lokasi permukiman dan persawahan hasil pengukuran nilai THI hampir sama

91 74 dengan nilai THI pada pemakaman. Namun pada pemukiman hanya didukung oleh adanya pekarangan yang memiliki tanaman pohon tidak banyak. Sama halnya dengan area persawahan yang didominasi oleh tanaman sawah dan hanya terdapat beberapa pohon di tepi sawah. Oleh karena itu kedua lokasi ini dapat dikembangkan nilai atau fungsi RTH nya dengan meningkatkan jenis tanaman yang mampu menciptakan kenyamanan. Pada lokasi industri atau lokasi yang didominasi bangunan pabrik memiliki nilai THI rata-rata yang menunjukkan kondisi tidak nyaman. Kondisi ini selain disebabkan oleh dominasi bangunan maupun perkerasan juga disebabkan oleh terbatasnya tanaman terutama pohon. Meskipun terdapat tanaman, hanya berupa tanaman pengarah dan tanaman hias di beberapa bagian saja. Oleh karena itu pada lokasi bangunan pabrik juga perlu ditingkatkan fungsi tanamannya terutama tanaman yang tahan dan mampu menyerap bahan pencemar maupun bising. Selain itu, di area pabrik juga sangat membutuhkan tanaman yang mampu menyejukkan untuk mengurangi kondisi yang cenderung padat dan panas akibat dominasi bangunan maupun kegiatan industri di dalamnya Evaluasi Persepsi dan Preferensi Masyarakat Berdasarkan hasil analisis pada persepsi dan preferensi masyarakat menggunakan hasil sebaran kuesioner, didapatkan tanggapan yang bervariasi dari masyarakat pada kedua industri. Masyarakat yang dipilih sebagian besar adalah masyarakat yang tinggal cukup lama di dalam area industri yaitu lebih dari 5 tahun yang rata-rata beraktivitas cukup lama di dalam area industri. Aktivitas yang dilakukan rata-rata adalah hanya sekedar tinggal atau bekerja di dalam pabrik, tetapi ada juga yang tinggal dan juga bekerja di dalam area industri. Masyarakat yang tinggal cukup lama di dalam area ndustri ini banyak mengetahui tentang semua industri yang ada di Kabupaten Kudus khususnya di Desa Bakalan Krapyak. Selain mengetahui industri yang ada masyarakat juga mengetahui keuntungan maupun kerugian yang diberikan oleh industri. Hasil sebaran kuesioner menunjukkan persepsi masyarakat terhadap industri PT. Polytron adalah lebih menjaga lingkungan dari pada industri rokok PT. Djarum. Hal ini dikarenakan PT. Djarum lebih banyak memberikan pengaruh pencemaran

92 75 terhadap lingkungan dibandingkan dengan PT. Polytron. Namun masyarakat menilai kedua industri ini sama-sama memberikan keuntungan dan kerugian pada areanya masing-masing. Tabel 28. Evaluasi Karakter Responden Aspek Jumlah responden (%) di PT. Djarum di PT. Polytron -Lamanya tinggal >5 tahun <5 tahun 0 0 -waktu beraktivitas di area industri sering setiap hari kegiatan di area industri hanya tinggal hanya bekerja tinggal dan bekerja Industri yang diketahui Semua tidak semua 0 0 -Banyaknya industriyang diketahui Banyak Sedang Keuntungan yang diberikan menurut masyarakat hampir sama yaitu berupa kemajuan dibidang perekonomian terutama dalam penyediaan lapangan kerja bagi masyarakat. Sedangkan kerugian yang diberikan kedua industri ini hampir sama hanya saja dengan proporsi yang berbeda yaitu berupa pencemaran atau polusi yang dihasilkan dari kegiatan industri. Tabel 29. Evaluasi Berdasarkan Persepsi Masyarakat Terhadap Area Industri Aspek Jumlah responden (%) di PT. Djarum di PT. Polytron - pengaruh industri pada Menjaga lingkungan Tidak menjaga keuntungan industri Ada Tidak ada kerugian industri Ada Tidak ada persepsi terhadap lingkungan Dominan bangunan industri (panas dan kotor) Dominan bangunan dan terdapat tanaman Persepsi terhadap kenyamanan Nyaman di area industri Tidak nyaman Penyebab kenyamanan Dominan tanaman Dominan bangunan Penyebab ketidaknyamanan Tanaman terbatas Bangunan terbatas 29 0 Masyarakat menyadari dengan adanya industri maka kualitas lingkungan tempat mereka tinggal akan menurun akan tetapi masyarakat mengaku sangat

93 76 membutuhkan adanya industri. Sehingga kebanyakan masyarakat cenderung lebih mengutamakan kepentingan untuk mempertahankan industri. Jika dilihat dari hasil penilaian masyarakat terhadap industri memiliki karakter lingkungan yang cenderung didominasi oleh bangunan, panas, dan kotor. Tetapi ada juga yang menilai tidak hanya terdapat bangunan tetapi ada beberapa tanaman yang mampu mengontrol kondisi lingkungan. Sebagian besar masyarakat merasa tidak nyaman dengan kondisi lingkungan industri yang mereka tinggali saat ini. Tetapi ada beberapa masyarakat yang tetap merasa nyaman karena tidak mendapat pengaruh yang mengganggu dari industri dan lingkungan mereka masih banyak diisi oleh tanaman. Penyebab ketidaknyamanan menurut masyarakat dipengaruhi oleh kondisi area industri yang padat oleh bangunan dan kualitas lingkungan yang menurun akibat pencemaran dan terbatasnya fungsi RTH. Sedangkan, kenyamanan dipicu oleh kualitas lingkungan yang tetap terjaga meskipun dalam kondisi padat dan tercemar oleh polusi terutama karena adanya RTH yang berfungsi dengan baik. Jika dilihat berdasarkan persepsi masyarakat terhadap RTH, sampai saat ini masyarakat jarang yang mengetahui istilah RTH tetapi cukup mengetahui pengertian RTH. Masyarakat sependapat dengan persepsi bahwa lingkungan yang diisi oleh banyak tanaman akan memiliki kondisi lingkungan yang sejuk, bersih, dan sehat. Dengan kondisi lingkungan yang diisi oleh banyak tanaman maka masyarakat akan lebih nyaman terutama tanaman yang teduh. Menurut masyarakat RTH yang ada sampai saat ini masih cukup banyak akan tetapi kurang berfungsi dengan baik. Ada juga masyarakat yang menyatakan semakin jarang RTH karena selain tidak berfungsi dengan baik juga banyak RTH yang sudah dialihfungsikan atau tidak terawat dengan baik. Persepsi masyarakat terhadap RTH sama yaitu sangat penting terutama pada area industri. Menurut masyarakat pada kedua area industri terdapat RTH yang masih berfungsi dengan baik, tetapi cukup banyak yang menyatakan kurang berfungsi. RTH bagi masyarakat sangalah penting terutama pada area industri karena mampu mengurangi pencemaran dari indutri. Keinginan masyarakat untuk selanjutnya pada masing-masing area industri memiliki RTH yang berfungsi dengan baik dengan variasi tanaman terutama dominasi pohon di dalamnya serta tetap tertata rapi.

94 77 Tabel 30. Evaluasi persepsi masyarakat terhadap RTH Aspek Jumlah responden (%) di PT. Djarum di PT. Polytron - Pengetahuan tentang RTH Mengetahui tidak mengetahui Persepsi lingkungan yang sejuk, bersih, dan sehat didominasi tanaman panas, kotor, lembab Persepsi tanaman terhadap Nyaman kenyamanan tidak nyaman Persepsi terhadap banyak banyaknya RTH saat ini jarang Persepsi tentang Penting pentingnya RTH tidak penting Persepsi tentang membutuhkan pentingnya RTH pada tidak membutuhkan 0 0 kawasan industri - Persepsi RTH di area ada dan fungsional industri saat ini ada tetapi kurang fungsional - Persepsi lingkungan yang Nyaman didominasi bangunan - Persepsi terhadap dominasi RTH di area industri - RTH yang diinginkan Variasi tanaman terutama pohon Variasi tanaman terutama pohon dan tertata rapi tidak nyaman 0 0 Nyaman tidak nyaman Evaluasi SWOT Evaluasi ini didasarkan pada hasil analisis SWOT (strengths, weaknesses, oppoortunies, threaths) pada beberapa faktor yang telah diidentifikasi baik faktor internal maupun eksternal. Analisis ini digunakan untuk menentukan strategi yang sesuai untuk mempertahankan dan mengembangkan kedua industri pada areanya masing-masing dengan tetap menjaga kualitas lingkungan. Dari hasil analisis menunjukkan bahwa kedua area industri berada pada kondisi pertumbuhan (growth) yang memerlukan strategi melalui integrasi horizontal atau stabilitas. Kondisi pertumbuhan (growth) yang berintegrasi horizontal menunjukkan bahwa kedua area industri memiliki potensi berupa kekuatan dan peluang yang cukup besar. Potensi yang dimiliki yaitu berupa industri itu sendiri, SDA yang dimiliki pada kedua area industri, perhatian masyarakat lingkungan area industri. Akan tetapi, kedua area industri juga dihadapkan pada permasalahan yaitu kelemahan yang dimiliki serta ancaman yang datang dari luar area industri.

95 78 Permasalahan ini sebagian besar disebabkan oleh adanya industri itu sendiri terutama karena akibatnya pada penurunan kualitas lingkungan. Strategi integrasi horizontal merupakan salah satu strategi untuk kondisi pertumbuhan yang dapat digunakan oleh kedua area industri, yaitu industri tetap dikembangkan dan dipertahankan tetapi juga harus memperhatikan kualitas lingkungan. Dengan strategi ini, industri yang ada cukup bertahan pada kondisi saat ini atau jika perlu dikembangkan hanya sebatas perkembangan yang bersifat meningkatkan kualitas. Industri tidak harus melakukan perluasan lahan atau penambahan teknologi untuk kegiatan industri, tetapi secara kualitas industridapat berkembang misalnya dengan meningkatkan kinerja, meningkatkan pemasaran, atau dengan menambah tenaga kerja yang ada terutama dengan potensi yang dimiliki kedua industri mampu dipertahankan dan dikembangkan dengan tetap menjaga kualitas lingkungan. industri kedua industri tersebut mampu bertahan dan berkembang pesat didukung dengan kondisi area industri yang mampu berkembang terutama. 5.3 Rekomendasi Rekomendasi umum Untuk mempertahankan industri rokok PT. Djarum dan industri elektronik PT. Polytron dengan tetap memperhatikan kualitas lingkungan ada beberapa alternatif atau strategi yang diusulkan, antara lain: 1. Pengembangan industri tanpa perluasan lahan Mengembangkan industri dengan meningkatkan hasil produksi dan kinerja tanpa melakukan perluasan lahan. Pengembangan industri sangat diperlukan untuk memajukan kualitas dari industri sehingga semakin berpengaruh positif pada perekonomian. Akan tetapi, perkembangan industri ini dibatasi oleh kondisi area industri yang tidak memungkinkan lagi untuk perluasan industri. Oleh karena itu untuk mengembangkan industri bisa dilakukan tanpa pembangunan secara fisik tetapi lebih diarahkan pada peningkatan kualitas. 2. Masyarakat dan pihak industri bekerjasama khususnya dalam menjaga kondisi lingkungan. Kerjasama antara masyarakat dan industri sangat diperlukan, karena pada dasarnya kedua pihak tersebut saling membutuhkan. Dengan dukungan dan

96 79 persetujuan masyarakat industri yanga ada dapat berkembang dan tetap bertahan dengan baik. Sebaliknya dengan adanya industri yang semakin maju maka masyarakat juga akan semakin diuntungkan khususnya dalam aspek perekonomian. Akan tetapi kedua pihak tersebut juga harus memperhatikan lingkungan sebagai tempat beraktivitas dan berinteraksi sehari-hari, sehingga keduanya dapat bertahan dengan kondisi yang nyaman. Pihak industri dan masyarakat dapat bekerjasama misalnya dengan mengadakan kegiatan peduli lingkungan secara rutin seperti penanaman pohon, kegiatan kebersihan, penataan pekarangan ataupun dengan mengadakan sosialisasi mengenai pentingnya lingkungan (Gambar 41) Gambar 41. Contoh Kerjasama Dalam Kegiatan Penanaman Pohon 3. Alternatif mata pencaharian selain industri. Masyarakat mencari alternatif mata pencaharian selain industri yang ada, salah satunya dengan memanfaatkan sumber daya alam dan tetap ramah lingkungan. Dengan bertambahnya penduduk akan berpengaruh terhadap aspek ekonomi terutama dengan bertambahnya kebutuhan lapangan kerja. Jika semua ekonomi bergantung pada sektor industri maka industri perlu melakukan pengembangan ataupun perluasan lahan, sedangkan lahan yang ada sudah terbatas. Oleh karena itu diperlukan altenatif lapangan kerja lainnya seperti pada sektor pertanian, peternakan, perikanan, atau mengembangkan industri rumah tangga untuk mengolah hasil pertanian.

97 80 4. Mengembangkan pembangunan vertikal. Pada permukiman yang padat dengan keterbatasan lahan kosong pembangunan ke arah vertikal dapat dijadikan alternatif untuk memenuhi kebutuhan tempat tinggal (Gambar 42). Sampai saat ini permukiman lebih mengarah pada pembangunan horizontal yang membutuhkan lahan yang cukup luas. Dengan keterbatasan lahan kosong memungkinkan terjadinya alih fungsi lahan misalnya dari sawah atau hutan menjadi lahan permukiman. Hal ini akan berdampak pada minimnya ruang terbuka dan penurunan kualitas lingkungan. Gambar 42. Ilustrasi Bangunan Industri dan Permukiman Vertikal 5. Perbaikan atau peningkatan kualitas dan fungsi RTH yang sudah ada Salah satu faktor yang dapat memperbaiki kondisi suatu lingkungan adalah dengan adanya RTH. RTH yang ada saat ini sudah cukup hanya saja belum berfungsi maksimal serta minimnya tanaman jenis pohon. Selain itu, saat ini tidak memungkinkan untuk menambah RTH karena keterbatasan lahan sehingga alternatif yang diusulkan adalah dengan meningkatkan kualitas dan fungsi RTH sesuai dengan kebutuhan kedua area industri.

98 Rekomendasi khusus Permasalahan yang dihadapi saat ini pada kedua area industri adalah penurunan kualitas lingkungan, sehingga kondisi lingkungan saat ini kurang nyaman. Salah satu cara untuk meningkatkan atau memperbaiki kualitas lingkungan adalah dengan pengadaan RTH pada KPI tersebut. Saat ini RTH yang ada sebenarnya sudah mencukupi dilihat dari luasannya akan tetapi RTH yang ada belum berfungsi maksimal oleh karena itu perlu dilakukan beberapa perbaikan atau peningkatan kualitas dari RTH yang ada. Beberapa alternatif perbaikan RTH yang diusulkan antara lain: 1. Meningkatkan jenis tanaman yang tahan dan mampu mengurangi dampak dari industri. Secara umum dampak yang paling besar dari kedua industri tersebut adalah bising, panas, dan padat. Hal ini terutama dirasakan oleh masyarakat yang tinggal dekat dengan pabrik. Oleh karena itu sangat diperlukan tanaman yang tahan dan juga mampu mereduksi dampak dari industri yang bisa diterapkan di setiap ruang dalam KPI kedua industri tersebut. Hal ni terutama sangat dibutuhkan di dalam area permukiman yang terdapat aktivitas masyarakat di dalamnya. Pada permukiman penanaman berbagai jenis tanaman dapat diterapkan di pekarangan (R7) dengan penanaman yang lebih bervariasi. Selain penggunaan tanaman eksisting dapat juga dilakukan penambahan atau penggantian tanaman lain yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan lingkungan saat ini. Ada beberapa jenis pohon yang bisa mengurangi polusi udara sekitar 47 69% yaitu pohon felicium (Filicium decipiens), mahoni (Swietenia mahagoni), kenari (Canarium commune), salam (Syzygium polyanthum), dan antinganting (Elaeocarpus grandiforus). Selain tanaman pohon, juga bisa digunakan tanaman jenis perdu atau semak yang mampu mengurangi polusi udara antara lain puring (Codiaeum variegiatum), werkisiana, nusa indah (Mussaenda sp), soka (Ixora javanica), dan kembang sepatu (Hibiscus rosasinensis). 2. Meningkatkan fungsi tanaman pembatas antar ruang. Tanaman pembatas antara ruang yang satu dengan yang lainnya sangat diperlukan untuk mengurangi atau menghambat pengaruh yang berbeda dari

99 82 fungsi ruang lainnya. Dalam KPI Bakalan Krapyak Tanaman pembatas terutama sangat diperlukan untuk membatasi industri dengan permukiman karena keduanya berdampingan sangat dekat (R5). Tanaman pembatas ini akan lebih baik jika jenis tanamannya berupa pohon yang rindang dengan ketebalan atau kerapatan tertentu (Gambar 43). Selain membatasi industri dan permukiman, tanaman pembatas juga diperlukan untuk membatasi ruang-ruang lain seperti sawah dengan permukiman ataupun sawah dengan industri (R3 dan R4). Gambar 43. Ilustrasi Tanaman Pembatas di Permukiman 3. Meningkatkan penghijauan di dalam pabrik Kedua industri ini lebih didominasi oleh bangunan pabrik dan perkerasan. Tetapi pada ruang industri tetap harus terdapat hijauan di dalamnya karena dengan adanya vegetasi di dalamnya maka dampak yang diterima oleh lingkungan sekitarnya dapat berkurang. Selain itu vegetasi dalam industri sangat dibutuhkan untuk mengurangi kondisi yang panas dan padat. Penghijauan pada kedua industri ini bisa diterapkan dengan memanfaatkan ruang-ruang baik berupa perkerasan maupun bukan perkerasan tetapi jarang terdapat aktivitas di dalamnya (R8). Atau jika sudah benar-benar tidak terdapat ruang kosong lagi penanaman bisa dilakukan pada bangunan dengan menerapkan penanaman vertikal atau taman atap (Gambar 44).

100 83 Gambar 44. Ilustrasi Penerapan PenghijauanDalam Pabrik 4. Meningkatkan Fungsi Tanaman Jenis Pepohonan. Tanaman jenis pohon yang ada di kedua lokasi industri semakin berkurang. Fungsi pohon sangat penting terutama perannya yang paling baik dibandingkan dengan jenis tanaman lainnya dalam memperbaiki kualitas lingkungan. Pada kedua lokasi industri sangat membutuhkan pepohonan terutama karena kondisi lingkungan yang cenderung lebih panas baik karena pengaruh kegiatan industri maupun akibat bangunan yang semakin padat. Penambahan atau penggantian pohon bisa diterapkan di area persawahan yaitu dengan menata kembali pohon randu di beberapa tepi sawah (R2). Selain itu penanaman pohon bisa dilakukan juga di pekarangan terutama bagian yang paling dekat dengan bangunan pabrik (R5). Selain itu peningkatan fungsi pohon juga masih diperlukan pada area pemakaman terutama jenis pohon peneduh (R1). Jenis pepohonan juga dapat diperkaya dengan meningkatkan penanaman dan penataan kembali sebagai tanaman pengarah yang ditanam di setiap tepi jalur sirkulasi (R6). 5. Penggunaan tanaman yang mampu meredam kebisingan Selain kondisi yang panas kedua industri ini juga menimbulkan suara bising yang cukup mengganggu kenyamanan masyarakat. Oleh karena itu perlu adanya tanaman yang juga mampu mengurangi atau meredam bising. Tanaman yang cukup efektif untuk meredam bising adalah tanaman yang

101 84 bertajuk tinggi dan rindang. Akan tetapi tanaman perdu juga mampu meredam suara dengan penataan yang rapat dan bisa digunakan sebagai pemagar pada permukiman. Beberapa contoh tanaman yang cukup baik untuk meredam bising yaitu pohon kelengkeng, pohon bambu, dan teh-tehan (Gambar 45). Tanaman peredam bising ini terutama sangat diperlukan pada area permukiman yang sangat dekat dengan pabrik (R5). Sehingga tanaman peredam bising dapat dejadikan sebagai tanaman pemagar atau pembatas yang bisa ditambahkan atau mengganikan pemagar yang sudah ada pada pekarangan. a b c Gambar 45. Contoh Tanaman Peredam Bising (a. Pohon bambu, b. pangkas kuning, c. teh-tehan). Sumber: 6. Menggunakan tanaman yang tahan serta mampu mengurangi dan menjerap bahan pencemar terutama pada bagian yang mendapat pengaruh cukup besar dari industri. Tanaman yang ada pada kedua area industri lebih banyak berupa tanaman pangan dan tanaman hias. Menurut Ginting (2007), beberapa tanaman pangan khususnya tanaman pertanian mampu bertahan terhadap bahan pencemar yang berupa limbah cair. Limbah cair yang berasal dari industri PT. Djarum merupakan jenis limbah yang tidak berbahaya bagi tanaman. Dengan pengolahan terlebih dahulu maka hasil olahan limbah tersebut dapat digunakan untuk pemupukan. Hanya saja perlu diperhatikan juga ukuran atau takarannya sesuai keperluan tanaman, karena jika berlebihan maka akan merusak tanaman. Hal ini sudah diterapkan oleh PT. Djarum yaitu dengan mengolah limbah cair menjadi pupuk kompos.

102 85 Rekomendasi yang diusulkan dipetakan ke dalam ruang-ruang di KPI Bakalan Krapyak pada Gambat 46. Gambar 46. Rekomendasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri dan Klasifikasinya Industri merupakan suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang setengah jadi menjadi barang jadi yang memiliki nilai tambah untuk

Lebih terperinci

Manfaat hutan kota diantaranya adalah sebagai berikut :

Manfaat hutan kota diantaranya adalah sebagai berikut : BENTUK DAN FUNGSI HUTAN KOTA 1. Bentuk Hutan Kota Pembangunan hutan kota dan pengembangannya ditentukan berdasarkan pada objek yang dilindungi, hasil yang dicapai dan letak dari hutan kota tersebut. Berdasarkan

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Umum Kabupaten Kudus Kondisi Fisik

BAB IV KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Umum Kabupaten Kudus Kondisi Fisik BAB IV KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Umum Kabupaten Kudus 4.1.1 Kondisi Fisik Kabupaten Kudus merupakan kabupaten dengan luas wilayah terkecil di Jawa Tengah, yaitu sebesar 42.516 Ha, yang terdiri dari 9 kecamatan,

Lebih terperinci

BAB III. Penelitian inii dilakukan. dan Danau. bagi. Peta TANPA SKALA

BAB III. Penelitian inii dilakukan. dan Danau. bagi. Peta TANPA SKALA 14 BAB III METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian inii dilakukan di Sentul City yang terletak di Kecamatan Babakan Madang dan Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat (Gambar

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Beji sebagai pusat Kota Depok, Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 9 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 410 Desember 2011 (Lampiran 2), bertempat di wilayah Kota Selatpanjang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami

I. PENDAHULUAN. sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Perencanaan Hutan Kota Arti kata perencanaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Fak. Ilmu Komputer UI 2008) adalah proses, perbuatan, cara merencanakan (merancangkan).

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur.

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Hutan Kota Hutan dalam Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi

Lebih terperinci

ANALISIS DAN SINTESIS

ANALISIS DAN SINTESIS 55 ANALISIS DAN SINTESIS Lokasi Lokasi PT Pindo Deli Pulp and Paper Mills yang terlalu dekat dengan pemukiman penduduk dikhawatirkan dapat berakibat buruk bagi masyarakat di sekitar kawasan industri PT

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Sekolah

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Sekolah TINJAUAN PUSTAKA 1. Lanskap Sekolah Menurut Eckbo (1964) lanskap adalah ruang di sekeliling manusia mencakup segala hal yang dapat dilihat dan dirasakan. Menurut Hubbard dan Kimball (1917) dalam Laurie

Lebih terperinci

PERANCANGAN ULANG JALUR HIJAU JALAN BARAT-TIMUR KOTA BARU BANDAR KEMAYORAN. Oleh: Syahroji A

PERANCANGAN ULANG JALUR HIJAU JALAN BARAT-TIMUR KOTA BARU BANDAR KEMAYORAN. Oleh: Syahroji A PERANCANGAN ULANG JALUR HIJAU JALAN BARAT-TIMUR KOTA BARU BANDAR KEMAYORAN Oleh: Syahroji A34204015 DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN SYAHROJI. Perancangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Permasalahan utama pada kawasan perkotaan umumnya adalah konversi lahan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Permasalahan utama pada kawasan perkotaan umumnya adalah konversi lahan, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengembangan Kawasan Perkotaan Menurut UU Penataan Ruang No. 26 Tahun 2007, yang dimaksud kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban space) dengan unsur vegetasi yang dominan. Perancangan ruang hijau kota harus memperhatikan

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta lokasi studi

Gambar 2 Peta lokasi studi 15 III. METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Studi Studi dilakukan di Kebun Anggrek yang terletak dalam areal Taman Kyai Langgeng (TKL) di Jalan Cempaka No 6, Kelurahan Kemirirejo, Kecamatan Magelang Tengah,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Eksisting dan Evaluasi Ruang Terbuka Hijau Kecamatan Jepara Jenis ruang terbuka hijau yang dikembangkan di pusat kota diarahkan untuk mengakomodasi tidak hanya fungsi

Lebih terperinci

KAJIAN LANSKAP PERTIGAAN JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR INDAH CAHYA IRIANTI

KAJIAN LANSKAP PERTIGAAN JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR INDAH CAHYA IRIANTI KAJIAN LANSKAP PERTIGAAN JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR INDAH CAHYA IRIANTI DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 RINGKASAN INDAH CAHYA IRIANTI. A44050251.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang TINJAUAN PUSTAKA Penghijauan Kota Kegiatan penghijauan dilaksanakan untuk mewujudkan lingkungan kota menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang asri, serasi dan sejuk dapat

Lebih terperinci

METODOLOGI 3.1 Lokasi dan waktu

METODOLOGI 3.1 Lokasi dan waktu 19 METODOLOGI 3.1 Lokasi dan waktu Lokasi penelitian adalah Kelurahan Lenteng Agung RW 08. Waktu sejak pelaksanaan studi hingga pembuatan laporan hasil studi berlangsung selama 10 bulan (Maret 2011- Januari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Central Business District (CBD) Berdasarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 mengenai penataan ruang, pada Pasal 1 disebutkan bahwa kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP JALUR PENCAPAIAN KAWASAN AGROWISATA PADA AGROPOLITAN CIPANAS, CIANJUR. Oleh : Annisa Budi Erawati A

PERENCANAAN LANSKAP JALUR PENCAPAIAN KAWASAN AGROWISATA PADA AGROPOLITAN CIPANAS, CIANJUR. Oleh : Annisa Budi Erawati A PERENCANAAN LANSKAP JALUR PENCAPAIAN KAWASAN AGROWISATA PADA AGROPOLITAN CIPANAS, CIANJUR Oleh : Annisa Budi Erawati A34201035 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

KONSEP STREET FURNITURE KAMPUS INSTITUT PERTANIAN BOGOR DRAMAGA INDRA SAPUTRA A

KONSEP STREET FURNITURE KAMPUS INSTITUT PERTANIAN BOGOR DRAMAGA INDRA SAPUTRA A KONSEP STREET FURNITURE KAMPUS INSTITUT PERTANIAN BOGOR DRAMAGA INDRA SAPUTRA A34203039 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 RINGKASAN INDRA SAPUTRA. A34203039.

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JOMBANG, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW 09-1303) RUANG TERBUKA HIJAU 7 Oleh Dr.Ir.Rimadewi S,MIP J P Wil h d K t Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan yang terjadi di wilayah perkotaan sedang mengalami perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan yang terjadi lebih banyak

Lebih terperinci

PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR 29 TAHUN 2016 TENTANG

PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR 29 TAHUN 2016 TENTANG PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR 29 TAHUN 2016 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN JEMBATAN TENGKU AGUNG SULTANAH LATIFAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHM AT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK,

Lebih terperinci

Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD.

Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD. Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD. Tujuan Memahami makna dan manfaat hutan kota pada penerapannya untuk Lanskap Kota. Memiliki

Lebih terperinci

PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN

PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN Oleh : Mutiara Ayuputri A34201043 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada

Lebih terperinci

SALINAN BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 5 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 5 TAHUN 2010

SALINAN BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 5 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 5 TAHUN 2010 BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA SALINAN NOMOR : 5 TAHUN 2010 Menimbang : PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN BUNDARAN MUNJUL KABUPATEN MAJALENGKA DENGAN

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN PERMUKIMAN BANTARAN SUNGAI BERBASIS BIOREGION. Oleh : ARIN NINGSIH SETIAWAN A

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN PERMUKIMAN BANTARAN SUNGAI BERBASIS BIOREGION. Oleh : ARIN NINGSIH SETIAWAN A PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN PERMUKIMAN BANTARAN SUNGAI BERBASIS BIOREGION Oleh : ARIN NINGSIH SETIAWAN A34203031 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pembangunan menimbulkan suatu dampak baik itu dampak terhadap ekonomi, kehidupan sosial, maupun lingkungan sekitar. DKI Jakarta sebagai kota dengan letak yang

Lebih terperinci

PENGARUH REKLAME TERHADAP KUALITAS ESTETIK LANSKAP JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR RAKHMAT AFANDI

PENGARUH REKLAME TERHADAP KUALITAS ESTETIK LANSKAP JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR RAKHMAT AFANDI PENGARUH REKLAME TERHADAP KUALITAS ESTETIK LANSKAP JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR RAKHMAT AFANDI DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 Judul Nama NRP : Pengaruh

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN KABUPATEN PURWOREJO

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN KABUPATEN PURWOREJO BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN KABUPATEN PURWOREJO BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa perkembangan dan pertumbuhan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI I. UMUM Di dalam undang-undang no 26 Tahun 2007 tentang penataan Ruang, dijelaskan

Lebih terperinci

KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR. Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D

KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR. Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D 300 377 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS

BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS 4.1 Analisis Pengaruh Peningkatan Penjualan Kendaraan Bermotor terhadap Peningkatan Emisi CO 2 di udara Indonesia merupakan negara pengguna kendaraan bermotor terbesar ketiga

Lebih terperinci

PERANCANGAN LANSKAP KAWASAN REKREASI SITU RAWA BESAR, DEPOK. Oleh : YULIANANTO SUPRIYADI A

PERANCANGAN LANSKAP KAWASAN REKREASI SITU RAWA BESAR, DEPOK. Oleh : YULIANANTO SUPRIYADI A PERANCANGAN LANSKAP KAWASAN REKREASI SITU RAWA BESAR, DEPOK Oleh : YULIANANTO SUPRIYADI A34201023 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN YULIANANTO

Lebih terperinci

PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG

PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG DIAR ERSTANTYO DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi BAB III METODOLOGI. Lokasi dan Waktu Kegiatan studi dilakukan di Dukuh Karangkulon yang terletak di Desa Wukirsari, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan luas

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERANCANGAN

BAB IV ANALISIS PERANCANGAN 4.1 ANALISIS LOKASI TAPAK BAB IV ANALISIS PERANCANGAN Dalam perancangan arsitektur, analisis tapak merupakan tahap penilaian atau evaluasi mulai dari kondisi fisik, kondisi non fisik hingga standart peraturan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas

IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas 42 IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas Secara geografis, perumahan Bukit Cimanggu City (BCC) terletak pada 06.53 LS-06.56 LS dan 106.78 BT sedangkan perumahan Taman Yasmin terletak pada

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN 1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Jakarta Timur, Kota Jakarta, Propinsi DKI Jakarta dengan sampel tujuh Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) dan lokasi

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PERATURAN DAERAH SAMPANG NOMOR : 11 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMPANG, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

PERENCANAAN KAMPUNG BERBASIS LINGKUNGAN (ECOVILLAGE) DI KAWASAN PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON BANTEN

PERENCANAAN KAMPUNG BERBASIS LINGKUNGAN (ECOVILLAGE) DI KAWASAN PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON BANTEN PERENCANAAN KAMPUNG BERBASIS LINGKUNGAN (ECOVILLAGE) DI KAWASAN PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON BANTEN (Kasus Kampung Cimenteng, Desa Taman Jaya, Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang, Propinsi Banten)

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan selama 5 bulan, dimulai bulan Februari 2011 hingga bulan Juni 2011 di Sentra Produksi Rambutan Gedongjetis, Tulung, Klaten (Gambar

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE 33 BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Studi ini dilakukan di Kota Padang Panjang, Sumatera Barat. Secara administrasi pemerintahan Kota Padang Panjang terletak di Provinsi Sumatera

Lebih terperinci

INVENTARISASI SERAPAN KARBON OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR

INVENTARISASI SERAPAN KARBON OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR INVENTARISASI SERAPAN KARBON OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR Cesaria Wahyu Lukita, 1, *), Joni Hermana 2) dan Rachmat Boedisantoso 3) 1) Environmental Engineering, FTSP Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan. Oleh karena itu

Lebih terperinci

PENGELOLAAN LANSKAP JALUR HIJAU KOTA JALAN JENDERAL SUDIRMAN JAKARTA PADA DINAS PERTAMANAN DKI JAKARTA. Oleh : RIDHO DWIANTO A

PENGELOLAAN LANSKAP JALUR HIJAU KOTA JALAN JENDERAL SUDIRMAN JAKARTA PADA DINAS PERTAMANAN DKI JAKARTA. Oleh : RIDHO DWIANTO A PENGELOLAAN LANSKAP JALUR HIJAU KOTA JALAN JENDERAL SUDIRMAN JAKARTA PADA DINAS PERTAMANAN DKI JAKARTA Oleh : RIDHO DWIANTO A34204013 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu

BAB III METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu 15 BAB III METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di kawasan Situ Gintung, Kelurahan Cirendeu, Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten (Gambar 1). Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat kenyamanan permukiman di kota dipengaruhi oleh keberadaan ruang terbuka hijau dan tata kelola kota. Pada tata kelola kota yang tidak baik yang ditunjukkan dengan

Lebih terperinci

Mata Pencaharian Penduduk Indonesia

Mata Pencaharian Penduduk Indonesia Mata Pencaharian Penduduk Indonesia Pertanian Perikanan Kehutanan dan Pertambangan Perindustrian, Pariwisata dan Perindustrian Jasa Pertanian merupakan proses untuk menghasilkan bahan pangan, ternak serta

Lebih terperinci

III METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penelitian.

III METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penelitian. III METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada kawasan Gunung Kapur Cibadak Ciampea Bogor, Propinsi Jawa Barat. Lokasi penelitian terlihat pada Gambar 2. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

RINGKASAN. Denpasar, bawah bimbingan Nurhajati A. Mattjik).

RINGKASAN. Denpasar, bawah bimbingan Nurhajati A. Mattjik). RINGKASAN INE NILASARI. Perencanaan Lanskap Jalan Westertz By Pass di Kotamadya Denpasar, Bali @i bawah bimbingan Nurhajati A. Mattjik). Jalan Western By Pass dengan panjang keseluruhan.t 13 km merupakan

Lebih terperinci

PRA DESAIN LANSKAP UNIVERSITAS MATHLA UL ANWAR SEBAGAI BOTANICAL GARDEN. Disusun oleh: DENI HERYANI A

PRA DESAIN LANSKAP UNIVERSITAS MATHLA UL ANWAR SEBAGAI BOTANICAL GARDEN. Disusun oleh: DENI HERYANI A PRA DESAIN LANSKAP UNIVERSITAS MATHLA UL ANWAR SEBAGAI BOTANICAL GARDEN Disusun oleh: DENI HERYANI A34203018 DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN DENI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Terbuka Hijau Ruang terbuka hijau adalah area memanjang baik berupa jalur maupun mengelompok yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, sebagai tempat tumbuhnya vegetasi-vegetasi,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT,

Lebih terperinci

Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang

Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang TEMU ILMIAH IPLBI 2015 Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang Studi Kasus: Kota Manado Ingerid L. Moniaga (1), Esli D. Takumansang (2) (1) Laboratorium Bentang Alam, Arsitektur

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan

Lebih terperinci

METODOLOGI. Peta Kabupaten Bogor (http://students.ukdw.ac.id, 2010) Peta Bukit Golf Hijau (Sentul City, 2009)

METODOLOGI. Peta Kabupaten Bogor (http://students.ukdw.ac.id, 2010) Peta Bukit Golf Hijau (Sentul City, 2009) 19 METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di cluster Bukit Golf Hijau yang berada di dalam Sentul. Sentul terletak di Kecamatan Babakan Madang dan Kecamatan Sukaraja Kabupaten

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG,

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perencanaan dan Perancangan Lanskap Planning atau perencanaan merupakan suatu gambaran prakiraan dalam pendekatan suatu keadaan di masa mendatang. Dalam hal ini dimaksudkan

Lebih terperinci

ke segala arah dan melepaskan panas pada malam hari. cukup pesat. Luas wilayah kota Pematangsiantar adalah km 2 dan

ke segala arah dan melepaskan panas pada malam hari. cukup pesat. Luas wilayah kota Pematangsiantar adalah km 2 dan Kota memiliki keterbatasan lahan, namun pemanfaatan lahan kota yang terus meningkat mengakibatkan pembangunan kota sering meminimalkan ruang terbuka hijau. Lahan-lahan pertumbuhan banyak yang dialihfungsikan

Lebih terperinci

KAJIAN PENCAHAYAAN LANSKAP JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR ARSYAD KHRISNA

KAJIAN PENCAHAYAAN LANSKAP JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR ARSYAD KHRISNA KAJIAN PENCAHAYAAN LANSKAP JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR ARSYAD KHRISNA DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 RINGKASAN ARSYAD KHRISNA A44052252. Kajian Pencahayaan

Lebih terperinci

Gambar 2. Lokasi Studi

Gambar 2. Lokasi Studi 17 III. METODOLOGI 3.1. Lokasi Studi Studi ini berlokasi di Kawasan Sungai Kelayan di Kota Banjarmasin, Provinsi Kalimantan Selatan. Sungai Kelayan terletak di Kecamatan Banjarmasin Selatan (Gambar 2).

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS SINTESIS

BAB V ANALISIS SINTESIS BAB V ANALISIS SINTESIS 5.1 Aspek Fisik dan Biofisik 5.1.1 Letak, Luas, dan Batas Tapak Tapak terletak di bagian Timur kompleks sekolah dan berdekatan dengan pintu keluar sekolah, bangunan kolam renang,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2010 NOMOR 4 PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG, Menimbang

Lebih terperinci

WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM SALINAN WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT

Lebih terperinci

ANALISIS MANFAAT RUANG TERBUKA HIJAU UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS EKOSISTEM KOTA BOGOR DENGAN MENGGUNAKAN METODE GIS ARIEV BUDIMAN A

ANALISIS MANFAAT RUANG TERBUKA HIJAU UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS EKOSISTEM KOTA BOGOR DENGAN MENGGUNAKAN METODE GIS ARIEV BUDIMAN A ANALISIS MANFAAT RUANG TERBUKA HIJAU UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS EKOSISTEM KOTA BOGOR DENGAN MENGGUNAKAN METODE GIS ARIEV BUDIMAN A34203009 DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

: JONIGIUS DONUATA : : PERHUTANAN KOTA PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBER DAYA HUTAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN LAHAN KERING

: JONIGIUS DONUATA : : PERHUTANAN KOTA PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBER DAYA HUTAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN LAHAN KERING LAPORAN IDENTIFIKASI PERMASALAHAN PENGELOLAAN HUTAN KOTA ( Taman Nostalgia Kupang ) NAMAA NIM KELAS MK : JONIGIUS DONUATA : 132 385 018 : A : PERHUTANAN KOTA PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBER DAYA HUTAN JURUSAN

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM

INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM Izzati Winda Murti 1 ), Joni Hermana 2 dan R. Boedisantoso 3 1,2,3) Environmental Engineering,

Lebih terperinci

BAB VI PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB VI PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB VI PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN 6.1 PROGRAM DASAR PERENCANAAN 6.1.1 Program Ruang Rekapitulasi Ruang Dalam No Jenis Ruang Luas 1 Kelompok Ruang Fasilitas Utama 2996 m2 2 Kelompok Ruang Fasilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketinggian M di

BAB I PENDAHULUAN. perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketinggian M di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Gorontalo sebagian besar wilayahnya berbentuk dataran, perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketinggian 0 2000 M di atas permukaan laut. Luas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Marzoeki Mahdi, Bogor, Jawa Barat. Penelitian dilakukan pada Agustus Oktober 2010, mencakup pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MELAWI, Menimbang : a. bahwa dalam upaya menciptakan wilayah

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA UMUM Pembangunan kota sering dicerminkan oleh adanya perkembangan fisik kota yang lebih banyak ditentukan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan paduserasi TGHK RTRWP, luas hutan Indonesia saat ini

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan paduserasi TGHK RTRWP, luas hutan Indonesia saat ini 57 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Hutan Indonesia Berdasarkan paduserasi TGHK RTRWP, luas hutan Indonesia saat ini mencapai angka 120,35 juta ha atau sekitar 61 % dari luas wilayah daratan Indonesia.

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh proporsi bangunan fisik yang mengesampingkan. keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Biasanya kondisi padat

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh proporsi bangunan fisik yang mengesampingkan. keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Biasanya kondisi padat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah perkotaan pada umumnya tidak memiliki perencanaan kawasan yang memadai. Tidak terencananya penataan kawasan tersebut ditunjukkan oleh proporsi bangunan fisik

Lebih terperinci

ANALISIS DAN PEMECAHAN MASALAH

ANALISIS DAN PEMECAHAN MASALAH 56 ANALISIS DAN PEMECAHAN MASALAH Berdasarkan hasil inventarisasi maka dari faktor-faktor yang mewakili kondisi tapak dianalisis sehingga diketahui permasalahan yang ada kemudian dicari solusinya sebagai

Lebih terperinci

VI. KONSEP 6.1. Konsep Dasar 6.2. Konsep Pengembangan Fungsi Pendidikan

VI. KONSEP 6.1. Konsep Dasar 6.2. Konsep Pengembangan Fungsi Pendidikan 116 VI. KONSEP 6.1. Konsep Dasar Konsep dasar perencanaan adalah mengembangkan laboratorium lapang PPDF sebagai tempat praktikum santri sesuai dengan mata pelajaran yang diberikan dan juga dikembangkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kota Jakarta sebagai pusat pemerintahan, pusat perdagangan, pusat perbankan dan pusat perindustrian menuntut adanya kemajuan teknologi melalui pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimensi ekonomi dibandingkan dengan dimensi ekologi. Struktur alami sebagai tulang punggung Ruang Terbuka Hijau harus dilihat

BAB I PENDAHULUAN. dimensi ekonomi dibandingkan dengan dimensi ekologi. Struktur alami sebagai tulang punggung Ruang Terbuka Hijau harus dilihat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota-kota di Indonesia kini tengah mengalami degradasi lingkungan menuju berkurangnya ekologis, akibat pembangunan kota yang lebih menekankan dimensi ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana telah disepakati oleh para pakar mengenai wilayah perkotaan,

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana telah disepakati oleh para pakar mengenai wilayah perkotaan, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagaimana telah disepakati oleh para pakar mengenai wilayah perkotaan, bahwa penduduk perkotaan dari waktu ke waktu cenderung meningkat jumlah dan proporsinya. Hal

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian

BAB III METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian BAB III METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di jalan bebas hambatan Tol Jagorawi dengan mengambil beberapa segmen jalan yang mewakili karakteristik lanskap jalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesatnya kemajuan dan kestabilan pembangunan nasional menempatkan Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai kota metropolitan dengan kondisi perekonomian yang selama

Lebih terperinci

IV KONDISI UMUM TAPAK

IV KONDISI UMUM TAPAK IV KONDISI UMUM TAPAK 4.1 Letak, Luas, dan Batas Tapak Secara geografis kawasan Gunung Kapur Cibadak Ciampea terletak pada 16 32 BT 16 35 46 BT dan 6 36 LS 6 55 46 LS. Secara administratif terletak di

Lebih terperinci

PERANCANGAN LANSKAP SEKOLAH ISLAM TERPADU UMMUL QURO BERDASARKAN KONSEP TAMAN ISLAMI FISQA TASYARA A

PERANCANGAN LANSKAP SEKOLAH ISLAM TERPADU UMMUL QURO BERDASARKAN KONSEP TAMAN ISLAMI FISQA TASYARA A PERANCANGAN LANSKAP SEKOLAH ISLAM TERPADU UMMUL QURO BERDASARKAN KONSEP TAMAN ISLAMI FISQA TASYARA A34203058 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 Dengan ini

Lebih terperinci

Sekretariat : BAPPEDA KOTA BOGOR, Lantai 3 Jl. Kapten Muslihat No Bogor

Sekretariat : BAPPEDA KOTA BOGOR, Lantai 3 Jl. Kapten Muslihat No Bogor Sekretariat : BAPPEDA KOTA BOGOR, Lantai 3 Jl. Kapten Muslihat No. 21 - Bogor GAMBARAN UMUM P2KH merupakan inisiatif untuk mewujudkan Kota Hijau secara inklusif dan komprehensif yang difokuskan pada 3

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan suatu tempat terjadinya kehidupan dan aktivitas bagi penduduk yang memiliki batas administrasi yang diatur oleh perundangan dengan berbagai perkembangannya.

Lebih terperinci

INFORMASI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI PROVINSI JAMBI

INFORMASI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI PROVINSI JAMBI INFORMASI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI PROVINSI JAMBI Saat ini banyak kota besar yang kekurangan ruang terbuka hijau atau yang sering disingkat sebagai RTH. Padahal, RTH ini memiliki beberapa manfaat penting

Lebih terperinci

METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 9 METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di kawasan Situs Ratu Boko, Desa Bokoharjo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tepatnya berjarak

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH BUNGA PRAGAWATI Skripsi DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

PEMELIHARAAN LANSKAP KAWASAN PERMUKIMAN PURI MAYANG KELURAHAN MAYANG MANGURAI, KECAMATAN KOTA BARU, KOTA JAMBI. Oleh : ANGGIE OCTAVIANI A

PEMELIHARAAN LANSKAP KAWASAN PERMUKIMAN PURI MAYANG KELURAHAN MAYANG MANGURAI, KECAMATAN KOTA BARU, KOTA JAMBI. Oleh : ANGGIE OCTAVIANI A Skripsi PEMELIHARAAN LANSKAP KAWASAN PERMUKIMAN PURI MAYANG KELURAHAN MAYANG MANGURAI, KECAMATAN KOTA BARU, KOTA JAMBI Oleh : ANGGIE OCTAVIANI A34203012 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2011-2031 I. UMUM 1. Faktor yang melatarbelakangi disusunnya Rencana Tata Ruang

Lebih terperinci