BAB I PENDAHULUAN. sosial seseorang, perkembangan anak akan tergantung pada keberfungsian
|
|
- Sukarno Hengki Hermanto
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan fondasi primer bagi perkembangan kemampuan sosial seseorang, perkembangan anak akan tergantung pada keberfungsian keluarganya. Keluarga menjadi model dan pembimbing dalam mengajarkan polapola perilaku yang dapat diterima secara sosial (Hurlock, 1999). Santrock (2002), menyatakan bahwa keluarga merupakan bagian yang penting dari jaringan sosial setiap orang, sebab anggota keluarga merupakan lingkungan sosial pertama dalam perkembangan kehidupan. Hubungan dengan anggota keluarga, menjadi landasan sikap terhadap orang lain, benda dan kehidupan secara umum. Semakin meluasnya lingkup sosial dan adanya kontak dengan teman sebaya dan orang dewasa di luar rumah, landasan tersebut mungkin berubah dan dimodifikasi, namun tidak pernah akan hilang sama sekali. Sebaliknya, landasan tersebut mempengaruhi pola sikap dan perilaku kemudian hari. Dinamika dalam keluarga meliputi pola disiplin, ukuran keluarga, kualitas hubungan keluarga, perhatian, pengabaian dan kasih sayang dalam interaksi antar anggota keluarga (Furman & Lanthier, 1996). Setiap anggota keluarga memiliki pengaruh yang berbeda pada diri individu. Besarnya pengaruh seorang anggota keluarga sebagian besar bergantung pada hubungan emosional yang terdapat antara seseorang dan salah satu anggota keluarga tersebut (Hurlock, 1999). 5
2 Keluarga inti terdiri dari ayah/suami, ibu/istri dan sedikitnya satu anak. Hampir sebagian besar keluarga di Indonesia memiliki lebih dari satu anak. Berdasarkan sensus penduduk yang dilakukan tahun oleh BKKBN, saat ini per wanita di Indonesia rata-rata melahirkan minimal dua orang anak ( Penduduk, 2007). Sebagian besar penelitian lebih menekankan pentingnya peran orang tua dalam perkembangan individu. Namun demikian, hubungan dengan anggota keluarga lain yaitu hubungan antar saudara kandung juga memiliki pengaruh yang cukup besar dalam perkembangan individu (Cicirelli, 1996). Hubungan antar saudara kandung adalah fenomena alami yang tumbuh dan berkembang dalam kehidupan sebuah keluarga, yang biasanya muncul dalam sebuah keluarga yang memiliki lebih dari satu anak. Penelitian yang dilakukan oleh Gracia, dkk.(2000), menemukan bahwa hubungan antar saudara kandung dapat menjadi dasar untuk mengukur perkembangan kemampuan sosial seseorang. Berdasarkan attachment theory yang dikemukakan oleh Bowlby (dalam Yeh & Lempers, 2004), kelekatan antar saudara kandung dan hubungan antar saudara kandung yang kuat memberikan sumbangan dalam kesuksesan perkembangan sosial dan penyesuaian diri yang sehat. Semenjak masa kanak-kanak, kehadiran saudara kandung merupakan bagian pokok dari kehidupan sosial individu. Memiliki saudara kandung dapat merupakan suatu kebahagiaan, dapat juga menjadi ancaman, atau bahkan keduanya. Hubungan antar saudara kandung dapat berubah-ubah, perasaan yang muncul dapat sangat positif, dapat juga sangat negatif (Furman & Lanthier, 1996). 6
3 Observasi yang dilakukan oleh Basket dan Johnson (dalam Santrock, 2002), menunjukkan bahwa anak-anak berinteraksi lebih positif dan lebih bervariasi dengan orang tuanya daripada dengan saudara kandungnya. Contoh, seorang anak akan lebih mematuhi perintah orang tuanya meskipun terkadang menunjukkan ketidakpatuhan daripada perintah saudara kandungnya. Sebaliknya, anak-anak lebih berperilaku negatif dan menghukum terhadap saudara kandungnya daripada terhadap orang tuanya. Relasi hubungan antar saudara kandung meliputi menolong, berbagi, mengajarkan, berkelahi dan bermain. Hal ini diperkuat oleh Cicirelli (dalam Santrock, 2002) yang mengungkapkan, dalam banyak hal, pengaruh saudara kandung dalam proses sosialisasi dapat lebih kuat dibandingkan orang tua. Kehadiran saudara kandung dapat bertindak sebagai pendukung secara emosional, kawan berkomunikasi, bahkan sebagai saingan. Cicirelli (1996), menyatakan bahwa hubungan antat saudara kandung (sibling relationships) merupakan interaksi total (fisik maupun komunikasi verbal dan nonverbal) dari dua atau lebih individu yang berasal dari orangtua biologis yang sama, mencakup sikap, persepsi, keyakinan dan perasaan terhadap satu sama lain sejak mereka menyadari keberadaan saudara kandung mereka. Furhman dan Buhrmester (dalam Criss & Shaw, 2005 ), mengkarakteristikan hubungan antar saudara kandung dalam empat dimensi, yaitu kedekatan (warmth/closeness), dominansi (relative status/power), konflik (conflict) dan persaingan (rivalry). Berdasarkan penelitian Criss dan Shaw (2005), ditemukan bahwa konflik dan kehangatan/kedekatan memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap perkembangan sosial seseorang dibandingkan kedua dimensi yang lainnya. 7
4 Stormshak (dalam Volling & Blandon, 2003), menyatakan bahwa kedua dimensi hubungan saudara kandung kehangatan/kedekatan dan konflik sangat perlu dipertimbangkan secara bersama-sama untuk memahami pengaruhnya yang penuh terhadap perkembangan sosial seseorang. Konflik antar saudara kandung tanpa adanya kehangatan/kedekatan sedikitpun memiliki pengaruh yang berbeda, salah satunya membuat seseorang kesulitan dalam menjalin hubungan yang baik dengan orang lain, tetapi konflik dapat melatih kemampuan untuk menyelesaikan masalah. Cicirelli (1996) mengemukakan ada lima karakteristik unik dari hubungan antar saudara kandung. Pertama, hubungan saudara kandung merupakan hubungan sosial yang paling lama dialami oleh individu sepanjang hidupnya. Kedua, hubungan antar saudara kandung lebih bersifat bawaan daripada proses dari lingkungan. Ketiga, hubungan antar saudara kandung tetap dipertahankan agar kedekatan dapat terjalin dengan melakukan komunikasi setiap hari di rumah, khususnya selama masa anak-anak dan remaja. Keempat, hubungan antar saudara kandung lebih bersifat sederajat. Kelima hubungan antar saudara kandung merupakan pengalaman individu dalam berbagi kasih sayang dan perhatian dari orangtua, serta sumber-sumber yang ada dalam keluarga dengan saudara kandungnya dalam jangka waktu yang lama. Hubungan antar saudara kandung memiliki peranan yang penting dalam perkembangan perilaku-perilaku prososial dan perkembangan perilaku antisosial. Rinaldi dan Howe (1998), meneliti mengenai strategi penyelesaian masalah dan hubungan saudara kandung, ditemukan bahwa frekuensi konflik yang tinggi 8
5 berkorelasi positif dengan penyelesaian masalah secara destruktif, dan kehangatan berkorelasi positif dengan perilaku prososial dan kemampuan menyelesaikan masalah secara konstruktif. Kehangatan dan kedekatan dengan saudara kandung memiliki peranan yang penting dalam perkembangan kemampuan sosial seseorang dengan teman-temannya serta kemampuan memecahkan masalah yang bersifat konstruktif atau destruktif serta perkembangan emosionalnya (Dunn & Munn; Howe; Herrera & Dunn, dalam Volling & Blandon, 2003). Hal ini didukung oleh penelitian Ingoldsby, Shaw dan Gracia (dalam Criss & Shaw, 2005), tingkat konflik yang tinggi dan tingkat kehangatan/kedekatan yang rendah berhubungan secara signifikan dengan tingginya tingkat perilaku antisosial dan rendahnya kompetensi sosial. Patterson (dalam Volling & Blandon, 2003), menyatakan bahwa interaksi agresif antar saudara kandung di rumah melatih anak untuk agresif, dimana kemudian anak akan lebih sering berperilaku agresif di mana saja, seperti di sekolah. Beberapa penelitian menemukan hubungan antara perkembangan perilaku agresifitas, sikap bermusuhan anak dengan interaksi coercive atau sikap pemaksaan antar saudara kandung (MacKinnon-Bierman, Starnes, Volling, & Johnson; Stormshak, Bellanti, Bierman, The Conduct Problems Prevention Research Group, dalam Volling & Blandon, 2003). Patterson (dalam Sigelman & Rider, 2003), menjelaskan coercive cycles terjadi bila anggota keluarga mengatur dengan kekuatan yang besar, mencoba mengontrol anak atau saudara yang lain melalui taktik pemaksaan, seperti mengancam, berteriak keras dan memukul. Proses pemaksaan dalam keluarga 9
6 membuat orang tua dan anak belajar untuk melakukan taktik pemaksaan terusmenerus sepanjang hidup anak, sampai akhirnya kehilangan kontrol terhadap perilaku anak, dimana pemukulan dan teriakan tidak lagi memberikan efek dalam mengontrol perilaku nakal anak. Perbedaan perlakuan orang tua terhadap saudara kandung juga dapat mempengaruhi munculnya pertentangan dan permusuhan dalam hubungan antar saudara kandung. Jika pada usia anak-anak sering terjadi konflik maka dapat menimbulkan kurang berkembangnya pengendalian diri, berperilaku agresif dan pola pikir yang tidak matang dalam diri individu. Hal itu akan terus berkembang selama rentang kehidupannya, akan tetapi konflik tersebut juga dapat memberikan kesempatan pada individu untuk belajar menjadi fleksibel, bernegosiasi, dan bertindak adil (Bank, 1996). Anak-anak menunjukkan perilaku yang lebih konsisten ketika berinteraksi dengan saudara kandungnya, sedangkan hubungan antar saudara kandung pada remaja dilaporkan lebih bervariasi, sebagian ditemukan memiliki tingkat konflik yang lebih tinggi dengan saudara kandung mereka dibandingkan pada masa anak-anak (Furman & Buhrnester, dalam Santrock, 2003). Namun, remaja juga mulai berusaha dan belajar bagaimana saling berhubungan lebih sejajar dengan saudara kandungnya, dan dengan demikian lebih memecahkan perbedaan-perbedaan mereka dibandingkan di masa kanak-kanak. Hurlock (1999), menjelaskan saudara kandung merupakan dunia sosial pertama individu, maka bagaimana perasaan dan perlakuan diantara mereka merupakan faktor penting dalam pembentukkan konsep diri, yang merupakan inti pola kepribadian. Bahaya kepribadian yang paling serius adalah perkembangan 10
7 konsep diri yang kurang baik, yang dapat disebabkan karena adanya pemikiran dan harapan-harapan yang tidak realistis sehingga muncul perasaan dan pandangan gagal terhadap diri sendiri. Pandangan individu tentang diri sendiri merupakan cerminan langsung dari apa yang dinilai dari cara individu tersebut diperlakukan. Perkembangan kepribadian yang buruk pada masa kanak-kanak akan lebih berbahaya pada masa remaja karena pada saat ini remaja mengalami masa puber, yang merupakan fase negatif, dimana emosinya cenderung tidak stabil, khawatir, gelisah, cepat marah serta kehilangan rasa percaya diri (Hurlock, 1999). Data dari Annual Review of Psychology (dalam Scharf, Shulman & Spitz, 2005), menemukan bahwa kualitas hubungan dengan saudara kandung akan cenderung stabil dari masa kanak-kanak hingga remaja, yang dapat mempengaruhi perkembangan karakteristik kepribadian yang akan mengarahkan terbentuknya perilaku. Perkembangan karakteristik kepribadian yang buruk mengarah pada perilaku menyimpang dan tidak mampu berfungsi secara maksimal dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Perilaku delinkuensi merupakan perilaku yang mayoritas terjadi pada anak dan remaja di bawah usia 21 tahun. Usia remaja merupakan usia sekolah, yang cukup rentan dengan munculnya masalah perilaku (Sarwono, 2006). Perilaku kenakalan dapat diprediksi sejak masa kanak-kanak, berikut yang menjadi prediktor perilaku kenakalan pada remaja antara lain, agresi, karakteristik keluarga dan faktor biososial. Agresi didefinisikan sebagai perilaku yang tidak dapat diprediksi yang menimbulkan kerugian pada korbannya. Dinamika 11
8 keluarga, khususnya pola hubungan antar anggota keluarga, saudara kandung, sanak saudara serta pola disiplin dan kekonsistenan orang tua dalam mendidik berkorelasi dengan perilaku delinkuensi. Faktor lingkungan tempat individu tinggal juga menjadi faktor yang menyebabkan munculnya perilaku menyimpang. Selain itu, pola kepribadian kriminal, bermusuhan atau psikopat yang sudah terbentuk sejak masa kanak-kanak merupakan faktor signifikan yang memunculkan perilaku delinkuensi pada usia remaja dan dewasa (Short, 1987). Istilah yang sering terdengar dan lazim dipergunakan adalah kenakalan remaja. Namun, istilah kenakalan remaja juga sering disalahtafsirkan secara sempit, sedangkan istilah perilaku delinkuensi mengandung makna yang lebih luas dalam menunjukkan perilaku kenakalan. Walgito (dalam Sudarsono, 1997) merumuskan bahwa istilah delinkuensi lebih ditekankan pada perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh anak dan remaja, jika perbuatan tersebut dilakukan oleh orang dewasa, maka perbuatan itu merupakan kejahatan. Bynum dan Thompson (1996), perilaku kenakalan atau juga dikenal dengan delinkuensi sebagai perilaku ilegal serta pelanggaran yang berat, perilaku pelanggaran dinilai oleh masyarakat sebagai suatu penyimpangan (deviant) yang sangat serius. Perilaku menyimpang tersebut diartikan sebagai perilaku yang diterima oleh orang lain sebagai ancaman terhadap harapan orang banyak atau merugikan orang lain. Selain itu, Bynum dan Thompson (1996), juga mengartikan perilaku delinkuensi berdasarkan pada role definition, yaitu individu yang mempertahankan bentuk perilaku delinkuensi dalam periode waktu yang cukup panjang dan kehidupan serta identitasnya terbentuk dari perilaku 12
9 menyimpang (deviant). Hal ini menunjukkan bagaimana konsep diri yang sudah menetap dalam diri seseorang akan tumbuh menjadi kepribadian yang menetap, dimana konsep diri serta kepribadian tersebut merupakan hasil dari pengalaman, yaitu berupa interaksi seseorang dengan lingkungannya, khususnya lingkungan sosial pada awal masa perkembangan seseorang (Atkinson, Atkinson, & Hilgard, 1999). Bynum dan Thompson (1996) berdasarkan laporan Federal Bureau of Investigation (FBI), mengkategorikan perilaku delinkuensi dalam dua bentuk, yaitu status offenses dan index offenses. Status offenses diberlakukan pada anakanak di bawah usia 18 tahun, atau anak-anak yang masih berada di bawah tanggung jawab orang tua, antara lain lari dari rumah, membolos, mengkonsumsi minuman keras dan pelanggaran jam malam. Index offenses merupakan bentuk pelanggaran lebih serius, yang terdiri dari dua kategori yaitu pelanggaran kekerasan terhadap orang dan pelanggaran kekerasan terhadap barang/properti. Antara lain pembunuhan, pemerkosaan, pencurian, penyerangan, perampokan, pencurian kendaraan bermotor, dan pembakaran. Berdasarkan hasil survei transisi moralitas survei yang berlangsung Juni- Agustus 2003, yang diadakan di 10 kota besar di Indonesia, yaitu di Medan, Padang, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Banjarmasin, Denpasar, dan Ujung Pandang, menunjukkan 54 persen remaja mengaku pernah berkelahi, 87 persen berbohong, 8,9 persen pernah mencoba narkoba, dan 28 persen merasa kekerasan sebagai hal yang biasa. Hasil survei lain berkaitan dengan pendidikan, sebanyak 47 persen remaja mengaku nakal di sekolah dan 33 13
10 persen tak mempedulikan peraturan sekolah ( Perilaku, 2003). Survei lain yang diadakan Indonesia bersama Global Youth Tobacco Suvey (GYTS), menemukan bahwa di Medan, sebanyak 34,9 persen murid sekolah usia SMP pernah merokok dan sebanyak 20,9 persen perilaku merokoknya masih berlanjut dan menetap hingga SMU (Waraou, 2006). Berdasarkan data statistik juga ditemukan bahwa jumlah anak laki-laki yang melakukan kejahatan dan perilaku delinkuensi lebih banyak daripada perempuan, kecuali dalam hal prostitusi dan lari dari rumah (Bynum & Thompson, 1996). Kartono (1998), mengungkapkan perbandingan perilaku delinkuensi anak laki-laki dengan perempuan diperkirakan 50 : 1. Anak laki-laki pada umumnya melakukan perilaku delinkuensi dengan jalan kekerasan, perkelahian, penyerangan, perusakan, pengacauan, perampasan dan agresifitas. Anak perempuan lebih banyak melakukan pelanggaran seks dan lari dari rumah. Keenan dan Shaw (dalam Gracia, dkk., 2000), menyatakan bahwa remaja, khususnya remaja laki-laki memiliki risiko yang lebih besar untuk munculnya perilaku kenakalan. Namun, demikian perilaku pelanggaran seperti prostitusi dan lari dari rumah lebih banyak dilakukan oleh remaja perempuan. Berdasarkan beberapa fenomena yang telah dikemukakan di atas, menunjukkan bahwa tingkat pelanggaran yang dilakukan remaja Indonesia saat ini semakin meningkat, mulai dari pelanggaran yang ringan hingga pelanggaran yang berat. Hingga saat ini faktor penyebab kenakalan yang sesungguhnya masih belum diketahui. Pada kenyataannya banyak sekali faktor yang menyebabkan kenakalan remaja maupun kelainan perilaku remaja pada umumnya (Sarwono, 2006). 14
11 Melalui uraian di atas yang mengungkapkan mengenai perkembangan perilaku sosial remaja, khususnya kecenderungan munculnya perilaku delinkuensi pada remaja, sebagai salah satu bentuk perilaku sosial yang menyimpang, serta pengaruh pola hubungan antar saudara kandung, khususnya kehangatan/kedekatan (warmth/closeness) dan konflik (conflict) sebagai salah satu dasar untuk mengukur terbentuknya hubungan antar saudara kandung, dimana kedua pola tersebut memberikan pengaruh yang besar terhadap terbentuknya perilaku menyimpang. Peneliti ingin mengetahui sejauh mana pengaruh pola hubungan antar saudara kandung terhadap kecenderungan munculnya perilaku delinkuensi pada remaja di kota Medan. Bertolak dari latar belakang masalah tersebut di atas, maka permasalahan yang akan diteliti, apakah pola hubungan antar saudara kandung dapat mempengaruhi kecenderungan munculnya perilaku delinkuensi pada remaja, khususnya di kota Medan. I.B. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari pola hubungan antar saudara kandung terhadap kecenderungan munculnya perilaku delinkuensi pada remaja. I.C. Manfaat Penelitian Melalui penelitian ini diharapkan dapat diperoleh manfaat mengenai pengaruh pola hubungan antar saudara kandung terhadap kecenderungan munculnya perilaku delinkuensi pada remaja, baik manfaat secara teoritis maupun manfaat secara praktis. 15
12 a. Manfaat Teoritis Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memperkaya wawasan dan wacana dalam pengetahuan ilmu psikologi, khususnya dalam bidang psikologi perkembangan. Hasil penelitian pengaruh dari pola hubungan antar saudara kandung terhadap kecenderungan munculnya perilaku delinkuensi pada remaja ini kiranya dapat memberikan informasi dalam kajian psikologi dan penelitianpenelitian sejenis di bidang psikologi perkembangan, khususnya mengenai peran anggota keluarga khususnya saudara kandung dalam perkembangan remaja. b. Manfaat Praktis Manfaat secara praktis, penelitian ini ditujukan pada perkembangan kehidupan manusia, khususnya dalam bidang perkembangan anak dan remaja. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan menambah wawasan dalam mendidik anak dan remaja yang ditujukan dalam perkembangan sosialnya, baik emosi maupun perilakunya. Juga kiranya penelitian ini dapat menambah minat dalam melakukan riset mengenai hubungan antar saudara kandung dan pengaruhnya terhadap perkembangan perilaku seseorang. I.D. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut : Bab I Pendahuluan Dalam bab ini akan dijelaskan latar belakang penelitian tentang pengaruh hubungan antar saudara kandung terhadap kecenderungan munculnya perilaku delinkuensi pada remaja, serta tujuan dan manfaat penelitian ini. Bab II Landasan Teori 16
13 Dalam bab ini, akan dijelaskan mengenai perilaku delinkuensi, definisi perilaku delinkuensi, tipe-tipe perilaku delinkuensi, dan wujud perilaku delinkuensi. Serta penjelasan mengenai hubungan antar saudara kandung, dimensi hubungan antar saudara kandung, faktor-faktor yang mempengaruhi, definisi remaja, pembagian masa remaja, ciri-ciri remaja, tugas-tugas remaja, serta mengenai dinamika pola hubungan antar saudara kandung dengan perilaku delinkuensi. Akan dijelaskan pula mengenai hipotesis penelitian yang diajukan dalam penelitian ini. Bab III Metodologi Penelitian Dalam bab ini, akan membahas mengenai identifikasi variabel-variabel penelitian, definisi operasional dari masing-masing variabel penelitian, karakteristik sampel dan teknik pengambilan sampel, metode pengumpulan data serta metode analisis data. BAB IV Analisis Data Dalam bab ini akan menjelaskan hasil analisis data penelitian utama, dan hasil penelitian tambahan. BAB V Kesimpulan dan Saran Dalam bab ini, akan menjelaskan mengenai hasil diskusi, kesimpulan dan saran. 17
BAB II LANDASAN TEORI. Delinkuensi (delinquency) berasal dari bahasa Latin delinquere, yang
BAB II LANDASAN TEORI II.A. Perilaku Delinkuensi II.A.1. Pengertian Perilaku Delinkuensi Delinkuensi (delinquency) berasal dari bahasa Latin delinquere, yang diartikan terabaikan, mengabaikan, yang kemudian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. psikis, maupun secara sosial (Hurlock, 1973). Menurut Sarwono (2011),
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja awal merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar antara 13 sampai 16 tahun atau yang biasa disebut dengan usia belasan yang tidak menyenangkan, dimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intany Pamella, 2014
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Hurlock (2004: 206) menyatakan bahwa Secara psikologis masa remaja adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kematangan fisik, mental, sosial, dan emosional. Umumnya, masa ini berlangsung
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak ke masa dewasa. Berkaitan dengan masa ini, remaja mengalami perkembangan mencapai kematangan fisik,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sampai pelanggaran status hingga tindak kriminal (Kartono, 2013:6).
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa yang meliputi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORI. yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima secara sosial
BAB II TINJAUAN TEORI A. Kenakalan Remaja 1. Pengertian Kenakalan Remaja Kenakalan remaja (juvenile delinquency) mengacu pada suatu rentang yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima secara
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. masa sekarang dan yang akan datang. Namun kenyataan yang ada, kehidupan remaja
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah generasi masa depan, penerus generasi masa kini yang diharapkan mampu berprestasi, bisa dibanggakan dan dapat mengharumkan nama bangsa pada masa sekarang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa seorang individu mengalami peralihan dari
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa seorang individu mengalami peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Pada masa remaja ini mengalami berbagai konflik yang semakin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. proses perkembangan yang serba sulit dan masa-masa membingungkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa peralihan, yang bukan hanya dalam arti psikologis, tetapi juga fisiknya. Peralihan dari anak ke dewasa ini meliputi semua aspek perkembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hampir setiap hari kasus perilaku agresi remaja selalu ditemukan di media
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hampir setiap hari kasus perilaku agresi remaja selalu ditemukan di media massa, dimana sering terjadi di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya dan Medan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan salah satu kelompok di dalam masyarakat. Kehidupan remaja sangat menarik untuk diperbincangkan. Remaja merupakan generasi penerus serta calon
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkoba adalah zat kimia yang dapat mengubah keadaan psikologi seperti
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kasus penggunaan narkoba pada remaja sudah sering dijumpai di berbagai media. Maraknya remaja yang terlibat dalam masalah ini menunjukkan bahwa pada fase ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Pada usia ini individu
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode transisi dalam rentang kehidupan manusia yang menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Pada usia ini individu mengalami perubahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.5. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1.5. Latar Belakang Remaja atau adolescence berasal dari bahasa latin adolescere (kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja) berarti tumbuh atau tumbuh menjadi
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagian besar anak tumbuh bersama dengan setidaknya satu saudara kandung (Volling dan Blandon, 2003). Keterikatan dengan saudara kandung, baik itu kakak maupun adik merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masa remaja awal merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar antara 13 sampai 16 tahun atau yang biasa disebut dengan usia belasan yang tidak menyenangkan, dimana
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Sibling rivalry adalah suatu persaingan diantara anak-anak dalam suatu
BAB II LANDASAN TEORI A. Sibling Rivalry 1. Pengertian Sibling Rivalry Sibling rivalry adalah suatu persaingan diantara anak-anak dalam suatu keluarga yang sama, teristimewa untuk memperoleh afeksi atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia selain sebagai makhluk pribadi, juga merupakan makhluk sosial.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia selain sebagai makhluk pribadi, juga merupakan makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran orang lain. Dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. apabila individu dihadapkan pada suatu masalah. Individu akan menghadapi masalah yang lebih
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap masalah yang muncul akan selalu memerlukan penyelesaian, baik penyelesaian dengan segera maupun tidak. Penyelesaian masalah merupakan sesuatu yang harus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa perpindahan dari anak-anak ke remaja
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Masa remaja merupakan masa perpindahan dari anak-anak ke remaja dengan perubahan yang mengacu pada perkembangan kognitif, biologis, dan sosioemosional (Santrock, 2012).
Lebih terperinciPengembangan Agresi o Sejak usia prasekolah beberapa anak menunjukkan tingkat abnormalitas yang tinggi terhadap permusuhan atau perlawanan. o Anak mel
PERKEMBANGAN AGRESI Pengembangan Agresi o Sejak usia prasekolah beberapa anak menunjukkan tingkat abnormalitas yang tinggi terhadap permusuhan atau perlawanan. o Anak melakukan agresi baik secara verbal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga merupakan tempat utama dimana seorang anak tumbuh dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan tempat utama dimana seorang anak tumbuh dan berkembang pertama kalinya. Selain itu, keluarga juga merupakan sekumpulan orang yang tinggal
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS ORANG TUA DAN KEMANDIRIAN DENGAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH PADA REMAJA SKRIPSI
HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS ORANG TUA DAN KEMANDIRIAN DENGAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH PADA REMAJA SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Oleh: LINA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bagi perubahan besar sebuah negara. Ujung tombak sebuah negara ditentukan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan bagian dari generasi muda yang menjadi peletak dasar bagi perubahan besar sebuah negara. Ujung tombak sebuah negara ditentukan oleh remaja
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lingkungan sekolah. Perkelahian tersebut sering kali menimbulkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini banyak terjadi kasus kekerasan baik fisik maupun non fisik yang melibatkan remaja sebagai pelaku ataupun korban. Kekerasan yang sering terjadi adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kenakalan remaja dalam studi masalah sosial dapat dikategorikan ke dalam perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial terjadi karena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan kelompok yang sangat berpotensi untuk bertindak agresif. Remaja yang sedang berada dalam masa transisi yang banyak menimbulkan konflik, frustasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHALUAN. A. Latar Belakang Masalah. status sebagai orang dewasa tetapi tidak lagi sebagai masa anak-anak. Fase remaja
BAB I PENDAHALUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah fase kedua dalam kehidupan setelah fase anak-anak. Fase remaja disebut fase peralihan atau transisi karena pada fase ini belum memperoleh status
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. perilaku agresi, terutama di kota-kota besar khususnya Jakarta. Fenomena agresi
BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Hampir setiap hari banyak ditemukan pemberitaan-pemberitaan mengenai perilaku agresi, terutama di kota-kota besar khususnya Jakarta. Fenomena agresi tersebut merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keluarga itu adalah yang terdiri dari orang tua (suami-istri) dan anak. Hubungan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mengasuh anak merupakan tugas orang tua dalam sebuah keluarga yang berada di lingkungan masyarakat. Di dalam keluarga merupakan tempat utama, dimana anak berkembang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tercermin dalam perilaku yang dianggap menimbulkan masalah di sekolah dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara garis besar kenakalan siswa dalam hal ini remaja secara umum, bahwa diartikan sebagai perbuatan dan tingkah laku yang merupakan pelanggaran-pelanggaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berbagai macam hal yang tidak pernah diketahui sebelumnya. Dalam proses belajar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan lingkungan pertama bagi seorang anak dalam mempelajari berbagai macam hal yang tidak pernah diketahui sebelumnya. Dalam proses belajar inilah,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kembang remaja. Istilah remaja sendiri berasal dari bahasa latin yaitu adolescere
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa yang indah. Banyak hal yang terjadi dalam masa transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Suatu proses masa yang semua anak manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga merupakan tempat utama dimana seorang anak tumbuh dan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan tempat utama dimana seorang anak tumbuh dan berkembang pertama kalinya. Menurut Reiss (dalam Lestari, 2012;4), keluarga adalah suatu kelompok
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. menyenangkan, dimana terjadi juga perubahan pada dirinya baik secara fisik,
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Masa remaja awal merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar antara 13 sampai 16 tahun atau yang biasa disebut dengan usia belasan yang tidak menyenangkan,
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA
HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA Skripsi Untuk memenuhi persyaratan Dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Psikologi Disusun oleh : NITALIA CIPUK SULISTIARI F 100 040
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanakkanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan bangunan atau lembaga untuk belajar dan mengajar, serta tempat menerima dan memberi pelajaran (http://www.sekolahdasar.net). Sekolah adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Dalam masa peralihan ini akan terjadi perubahan-perubahan pada diri remaja seperti fisik, kepribadian,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adalah masa remaja. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia pasti akan mengalami perkembangan ke arah yang lebih sempurna. Salah satu tahap perkembangan dalam kehidupan manusia adalah masa remaja. Masa remaja merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia yang menghubungkan masa kanak-kanak dan masa dewasa (Santrock,
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Adolescence (remaja) merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia, karena masa remaja adalah masa transisi dalam rentang kehidupan manusia yang menghubungkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Emosi adalah respon yang dirasakan setiap individu dikarenakan rangsangan baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang sering
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. remaja awal/early adolescence (10-13 tahun), remaja menengah/middle
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja dalam ilmu psikologis diperkenalkan dengan istilah lain, seperti puberteit, adolescence, dan youth. Dalam bahasa Indonesia sering pula di kaitkan pubertas atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bersama, terdapat kerja sama ekonomi, dan terjadi proses reproduksi (Lestari,
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keluarga adalah dua orang atau lebih yang terhubung karena ikatan perkawinan yang berkumpul dan tinggal dalam satu atap dan satu sama lain saling bergantung. Dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan dan menyenangkan. Pengalaman baru yang unik serta menarik banyak sekali dilalui pada masa ini.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja awal merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar antara 13 sampai 16 atau 17 tahun dan akhir masa remaja bermula dari 16 atau 17 tahun sampai 18 tahun,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dunia pendidikan Indonesia saat ini kembali tercoreng dengan adanya tindak kekerasan yang dilakukan oleh para siswanya, khususnya siswa Sekolah Menengah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia, yang menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa (Santrock,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah suatu periode transisi dalam rentang kehidupan manusia, yang menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa (Santrock, 2011). Periode ini
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa, dimana individu berjuang untuk tumbuh menjadi sesuatu,
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan suatu masa, dimana individu berjuang untuk tumbuh menjadi sesuatu, menggali serta memahami arti dan makna dari
Lebih terperinciGAMBARAN TINGKAT KECEMASAN KELUARGA KARENA KENAKALAN REMAJA DI RT RW VI KELURAHAN DARMO SURABAYA
GAMBARAN TINGKAT KECEMASAN KELUARGA KARENA KENAKALAN REMAJA DI RT 07-08 RW VI KELURAHAN DARMO SURABAYA Aristina Halawa Akademi Keperawatan William Booth Surabaya. ABSTRAK Kenakalan remaja yang merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu kebijakan pemerintah di sektor pendidikan yang mendukung
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu kebijakan pemerintah di sektor pendidikan yang mendukung pendidikan sepanjang hayat adalah diakuinya Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). PAUD adalah pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. psikis, maupun secara social (Sudarsono, 2004). Inilah yang disebut sebagai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja memang masa yang menyenangkan sekaligus masa yang tersulit dalam hidup seseorang. Pada masa ini, sebagian besar remaja mengalami gejolak dimana terjadi perubahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa peralihan antara tahap anak dan dewasa yang jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya. Dengan terbukanya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan mental adalah keadaan dimana seseorang mampu menyadari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan mental memiliki arti penting dalam kehidupan seseorang, dengan mental yang sehat maka seseorang dapat melakukan aktifitas sebagai mahluk hidup. Kondisi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah perilaku seksual pada remaja saat ini menjadi masalah yang tidak dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih menganggap tabu untuk
Lebih terperinciHUBUNGAN ATTACHMENT DAN SIBLING RIVALRY PADA REMAJA AWAL
HUBUNGAN ATTACHMENT DAN SIBLING RIVALRY PADA REMAJA AWAL Shabrina Khairunnisa 16511716 3PA01 LATAR BELAKANG Masa remaja merupakan masa dimana individu mulai berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman membuat manusia harus bisa beradaptasi dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan zaman membuat manusia harus bisa beradaptasi dengan lingkungannya agar mampu bertahan dalam berbagai aspek kehidupan. Individu dituntut mampu menjadi manusia
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI. terjadi ketika seseorang atau organisme mencoba untuk mengubah cara
BAB 2 LANDASAN TEORI 2. 1. Self-Control 2. 1. 1. Definisi Self-control Self-control adalah tenaga kontrol atas diri, oleh dirinya sendiri. Selfcontrol terjadi ketika seseorang atau organisme mencoba untuk
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang Memasuki era globalisasi yang penuh dengan persaingan dan tantangan, bangsa Indonesia dituntut untuk meningkatkan Sumber
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Memasuki era globalisasi yang penuh dengan persaingan dan tantangan, bangsa Indonesia dituntut untuk meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai modal penting untuk membangun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. banyak anak yang menjadi korban perlakuan salah. United Nations Children s
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kekerasan pada anak telah menjadi perhatian dunia, begitu banyak anak yang menjadi korban perlakuan salah. United Nations Children s Fund (UNICEF) (2012)
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. A. Perilaku Delinkuent
BAB II LANDASAN TEORI A. Perilaku Delinkuent 1. Definisi Perilaku Delinkuent Delinkuent (delinquency) berasal dari bahasa Latin delinquere, yang diartikan terabaikan, mengabaikan, yang kemudian diperluas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkembang pertama kalinya. Menurut Santrock 2002: 56 ( dalam Arif 2013 : 1),
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan tempat utama dimana seorang anak tumbuh dan berkembang pertama kalinya. Menurut Santrock 2002: 56 ( dalam Arif 2013 : 1), keluarga adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja sesungguhnya menjalani periode kehidupan yang penuh dengan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja sesungguhnya menjalani periode kehidupan yang penuh dengan dinamika, karena pada masa tersebut terjadi perkembangan dan perubahan yang sangat pesat.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Sikap orang tua mempengaruhi cara mereka memperlakukan anak, dan perlakuan mereka terhadap anak sebaliknya mempengaruhi sikap anak terhadap mereka dan perilaku mereka.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lingkungan luar. Perubahan-perubahan tersebut menjadi tantangan besar bagi
BAB I PENDAHULUAN Masa remaja merupakan masa peralihan atau masa transisi dari masa anakanak ke masa dewasa yang disertai dengan perubahan (Gunarsa, 2003). Remaja akan mengalami berbagai perubahan dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan pendidikan kedua setelah lingkungan keluarga, manfaat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1.Latar Belakang Sekolah merupakan pendidikan kedua setelah lingkungan keluarga, manfaat dari sekolah bagi siswa ialah melatih kemampuan akademis siswa,
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA. Atkinson, Rita L., Atkinson, Richard C., & Hilgard, Ernest R. (1999). Pengantar Psikologi (Ed. 8), Jilid 2. Jakarta: Penerbit Erlangga
DAFTAR PUSTAKA Atkinson, Rita L., Atkinson, Richard C., & Hilgard, Ernest R. (1999). Pengantar Psikologi (Ed. 8), Jilid 2. Jakarta: Penerbit Erlangga Azwar, Saifuddin. (1997). Reliabilitas dan Validitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berikutnya. Artinya apa yang telah terjadi sebelumnya akan meninggalkan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja disebut sebagai periode peralihan dari satu tahap ke tahap berikutnya. Artinya apa yang telah terjadi sebelumnya akan meninggalkan bekasnya apa yang terjadi
Lebih terperinciBAB I. A. Latar Belakang Masalah
BAB I A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa perkembangan transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa yang mengalami perubahan biologis, kognitif sosial-emosional yang dimulai dari rentan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada masa remaja, hubungan sosial mengambil peran yang penting. Mereka
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa remaja, hubungan sosial mengambil peran yang penting. Mereka mulai memperluas pergaulan sosial dengan teman-teman sebayanya. Menurut Santrock (2003:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada masa remaja, terjadi proses pencarian jati diri dimana remaja banyak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa remaja, terjadi proses pencarian jati diri dimana remaja banyak melakukan interaksi dengan lingkungan sosialnya dan sekolah merupakan salah satu tempat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode dalam rentang kehidupan adalah penting namun kadar kepentingannya berbedabeda. Kadar kepentingan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurlaela Damayanti, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa dimana pada masa ini remaja memiliki kematangan emosi, sosial, fisik dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Anak jalanan di Indonesia mengalami peningkatan pesat dalam beberapa tahun belakangan. Seseorang bisa dikatakan anak jalanan apabila berumur dibawah 18 tahun, yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa yang jangka waktunya berbeda-beda tergantung faktor sosial budaya, yang berjalan antara umur 12
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Remaja adalah individu yang unik. Remaja bukan lagi anak-anak, namun
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah individu yang unik. Remaja bukan lagi anak-anak, namun belum dapat dikategorikan dewasa. Masa remaja merupaka masa transisi dari masa kanak-kanak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja adalah tahap umur berikutnya setelah masa kanak-kanak berakhir, ditandai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja adalah tahap umur berikutnya setelah masa kanak-kanak berakhir, ditandai oleh pertumbuhan fisik cepat. Pertumbuhan cepat yang terjadi pada tubuh remaja luar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara bertahap yaitu adanya suatu proses kelahiran, masa anak-anak, remaja,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan dan perkembangan kehidupan seorang manusia berjalan secara bertahap yaitu adanya suatu proses kelahiran, masa anak-anak, remaja, dewasa, dan lanjut
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KENAKALAN REMAJA PELAKU TATO
HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KENAKALAN REMAJA PELAKU TATO SKRIPSI Diajukan oleh : Bonnie Suryaningsih F. 100020086 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA JULI 2010 BAB I PENDAHULUAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dimasyarakat pada saat ini melalui media-media seperti televisi, koran, radio dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada zaman sekarang, kehidupan seksual dikalangan remaja sudah lebih bebas dibanding dahulu. Terbukanya saluran informasi seputar seks bebas beredar dimasyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, masalah-masalah yang muncul dalam kehidupan remaja sering menimbulkan berbagai tantangan bagi para orang dewasa. Banyak hal yang timbul pada masa remaja,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa dimana seseorang akan mulai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa dimana seseorang akan mulai mempertanyakan tentang identitas dirinya, remaja merasa sebagai seseorang yang unik, seseorang dengan perubahan-perubahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebuah pemberitaan di Jakarta menyatakan ham p ir 40% tindak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebuah pemberitaan di Jakarta menyatakan ham p ir 40% tindak kriminalitas dilakukan oleh remaja (Republika, 2 0 0 5 ). Tindak kriminal yang dilakukan oleh remaja sangat
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja 2.1.1 Pengertian Remaja Pada umumnya remaja didefiniskan sebagai masa peralihan atau transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang berjalan antara umur 12 tahun
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. membutuhkan kelompok atau masyarakat untuk saling berinteraksi. Hal
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai makhluk sosial manusia memerlukan orang lain dan membutuhkan kelompok atau masyarakat untuk saling berinteraksi. Hal ini merupakan suatu hakekat bahwa sebagian
Lebih terperinciFAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO
HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS TEMAN SEBAYA DENGAN INTENSI AGRESI PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN YAYASAN KEJURUAN TEKNOLOGI BARU (SMK YKTB) 2 KOTA BOGOR Oleh: Amalina Ghasani 15010113130113 FAKULTAS
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. peralihan dari satu tahap anak-anak menuju ke tahap dewasa dan mengalami
BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja merupakan masa dimana seorang individu mengalami peralihan dari satu tahap anak-anak menuju ke tahap dewasa dan mengalami perubahan baik emosi, tubuh, minat,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pola Kelekatan Orangtua Tunggal Dengan Konsep Diri Remaja Di Kota Bandung
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Idealnya, di dalam sebuah keluarga yang lengkap haruslah ada ayah, ibu dan juga anak. Namun, pada kenyataannya, saat ini banyak sekali orang tua yang menjadi orangtua
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju masa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju masa dewasa, serta masa dimana seseorang mulai mengembangkan dan memperluas kehidupan sosialnya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan. manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai kehidupan manusia dalam beberapa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengatakan mereka telah dilukai dengan senjata. Guru-guru banyak mengatakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan kekerasan di lingkungan pendidikan atau sekolah ini telah menunjukkan angka yang sangat memprihatinkan, 16% siswa kelas akhir mengatakan bahwa mereka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap
1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap perkembangan yang harus dilewati. Perkembangan tersebut dapat menyebabkan perubahan-perubahan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Balakang Masalah Remaja dipandang sebagai periode perubahan, baik dalam hal fisik, minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANG
BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANG Kesepian merupakan salah satu masalah psikologis yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia. Setiap manusia pernah menghadapi situasi yang dapat menyebabkan kesepian.
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK
HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG Rheza Yustar Afif Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soeadarto, SH, Kampus Undip Tembalang,
Lebih terperinciUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
PERILAKU DELINKUEN DITINJAU DARI KECERDASAN EMOSI PENYANDANG TUNALARAS DI SLB-E BHINA PUTERA SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S1 Psikologi Disusun oleh
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Bar-On mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai serangkaian
12 BAB II LANDASAN TEORI A. Kecerdasan Emosional 1. Pengertian kecerdasan emosional Bar-On mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai serangkaian kemampuan pribadi, emosi dan sosial yang mempengaruhi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Secara umum masa remaja terbagi menjadi tiga bagian yaitu, salah satunya
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Secara umum masa remaja terbagi menjadi tiga bagian yaitu, salah satunya adalah masa remaja akhir (19-22 tahun) pada masa ini remaja ditandai dengan persiapan akhir
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja menurut Mappiare (1982), berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria (Ali & Asrori,
Lebih terperinci