PERILAKU HARIAN BURUNG SALMON-CRESTED COCKATOO (Cacatua moluccensis) DI PENANGKARAN ECO GREEN PARK KOTA BATU PROPINSI JAWA TIMUR
|
|
- Devi Yuwono
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 PERILAKU HARIAN BURUNG SALMON-CRESTED COCKATOO (Cacatua moluccensis) DI PENANGKARAN ECO GREEN PARK KOTA BATU PROPINSI JAWA TIMUR Dini Mei Anggraini, Sofia Ery Rahayu, Susilowati Program Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Jurusan Biologi, Fakultas Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Malang, Jl Semarang No.5, Malang, Indonesia ABSTRAK : Burung Salmon-Crested Cockatoo (famili Cacatuidae) yang tersebar di wilayah Indonesia hanya ditemukan di daerah pulau Seram, Saparua, Haruku, dan Ambon propinsi Maluku dan merupakan satwa langka. Upaya yang dapat dilakukan untuk melestarikan burung Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis) adalah melalui usaha konservasi eksitu, yaitu dengan kegiatan penangkaran. Eco Green Park merupakan penangkaran yang berupaya untuk menangkarkan jenis burung paruh bengkok. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui, persentase, frekuensi dan perilaku harian burung Salmon-Crested Cockatoo di Eco Green Park. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif eksploratif. Data yang diperoleh berupa jenis perilaku harian dan persentase serta frekuensinya. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari- Maret Hasil penelitian ditemukan 9 jenis perilaku harian burung burung Salmon-Crested Cockatoo. Persentase perilaku harian tertinggi adalah perilaku bertengger sedangkan terendah adalah perilaku defekasi. Frekuensi perilaku harian tertinggi adalah perilaku pindah tempat sedangkan terendah adalah saling mendekati. Kata kunci: Perilaku harian burung, Salmon-Crested Cockatoo, Eco Green Park Kota Batu. ABSTRACT : Salmon-Crested Cockatoo bird (family Cacatuidae) that spreadly live in Indonesia is only found in the island of Seram, Saparua, Haruku, and Ambon (Maluku province) and already known asan endangered species. Efforts that can bemade for conserving Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis) is to provide ex-situ conservation called breeding. Eco Green Park is a place in an attempt to breed many types of parrots. This research aims to determine percentage, frequency and daily behavior of Salmon-Crested Cockatoo in Eco Green Park, withdescriptive exploratory analysis. Data obtained in the form of daily behavior, percentage and frequency. This research used a pair of Salmon-Crested Cockatoo bird. Research was conducted in February-March The research found nine types of daily behavior of Salmon-Crested Cockatoo birds. The highest percentage of daily behavior is perch behavior while the lowest is defecation behavior. The highest frequency of daily behavior is moved around activitywhile the lowest are approaching each other. Keywords : Daily Behavior bird, Salmon - Crested Cockatoo, Eco Green Park Batu.
2 PENDAHULUAN Burung Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis) (famili Cacatuidae) merupakan jenis burung paruh bengkok. Burung ini memiliki karakteristik yaitu warna bulu merah muda dan pada bagian sayap dan ekor berwarna oranye pucat atau jingga kekuningan serta warna jambul merah jambu atau salmon pink. Penyebaran burung Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis) terbatas yaitu didaerah pulau Seram, Saparua, Haruku, dan Ambon propinsi Maluku (Field, 2005). Menurut Birdlife International, 2013 telah mengidentifikasi 218 Daerah Burung Endemik (DBE) berdasarkan pola-pola endemisitas spesies dan penyebarannya yang terbatas. Lebih dari 10% DBE terdapat di Indonesia dengan proporsi tertinggi berada di Nusa Tenggara, Maluku dan Sulawesi (BirdLife International, 2013). Keanekaragaman hayati seperti burung Kakatua Maluku mengalami kepunahan akibat kegiatan-kegiatan yang sifatnya merusak seperti kerusakan habitat dan perburuan tanpa batas (Djuwantoko, 2000). Hal ini terbukti akibat dari perburuan dan penangkapan yang masih terus berlangsung, bahkan dilaporkan dari bulan Desember 2003 Mei 2004 terdapat 240 ekor Kakatua Maluku yang ditangkap dan diperdagangkan ke Jakarta dari Pulau Seram (Kompas,2010). Dilaporkan juga informasi dari media cetak Kompas yang terbit pada tanggal 1 bulan oktober tahun 2010 menyatakan bahwa burung Kakatua di Indonesia yang tersebar di kawasan Wallacea terancam punah. Tiga dari tujuh jenis Kakatua yang endemik (hanya ada di Indonesia) adalah kakatua maluku (Cacatua moluccensis), kakatua putih (Cacatua alba), dan kakatua tanimbar (Cacatua goffiniana). Dalam daftar IUCN, Burung Salmon-Crested Cockatoo ditetapkan dalam status vulnerable (rentan). Jika populasinya terus menyusut, maka statusnya akan bertambah gawat menjadi endangered (terancam punah), atau bahkan langsung menjadi critical (kritis), oleh karena itu, upaya pelestarian mutlak diperlukan, dan penangkaran bisa menjadi salah satu solusinya. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk melestarikan burung Salmon-Crested Cockatoo baik untuk tujuan konservasi maupun komersial melalui kegiatan penangkaran atau upaya pengembangbiakan di luar habitat alaminya dalam strategi makro konservasi eksitu (ex situ conservation strategy) seperti Eco Green Park. Eco Green Park memiliki serangkaian kegiatan yang berkaitan dengan habitat, perilaku, pakan dan pengelolaan penangkaran berbagai jenis burung. Salah satu contoh burung yang dilestarikan adalah burung Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis). Untuk merumuskan langkah pengelolaan yang tepat di penangkaran, maka salah satu aspek pengetahuan penting yang perlu diketahui adalah terkait dengan perilaku harian burung Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis) di penangkaran Eco Green Park. Pengamatan perilaku harian burung Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis) di Eco Green Park belum pernah dilaporkan, selain itu jumlah burung Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis) yang ditangkarkan di Indonesia khususnya di daerah Jawa Timur jumlahnya sedikit. Hasil dari pengamatan perilaku harian burung Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis) di Eco Green Park yang selanjutnya dapat
3 dijadikan data dasar untuk meningkatkan upaya pengembangbiakan di luar habitat alaminya melalui kegiatan penangkaran atau konservasi exsitu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui, persentase, frekuensi dan perilaku harian burung Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis) di Eco Green Park. METODE Penelitian ini merupakan penelitian deskrpsi eksploratif. Pengambilan data dilakukan pada bulan Februari- Maret Lokasi pengamatan di kandang penangkaran burung Salmon-Crested Cockatoo di Eco Green Park. Pengamatan dilaksanakan pagi hari pada pukul WIB dan sore hari pukul WIB. Pengamatan dilaksanakan selama 12 hari. Pengamatan dilakukan selama 30 menit pada tiap pengamatan. Data yang diperoleh berupa jenis dan persentase serta frekuensinya perilaku harian burung Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis). selain itu dilakukan pengukuran faktor abiotik yang meliputi keadaan cuaca, suhu, kelembapan dan intensitas cahaya. Data tentang persentase jenis perilaku harian burung Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis) dianalisis menggunakan rumus dari Gitta (2012) yaitu sebagai berikut. Perhitungan persentase suatu jenis perilaku menggunakan rumus : Persentase suatu perilaku (%) = x 100 % Keterangan: A = waktu yang digunakan suatu perilaku dalam satu hari pengamatan B = total waktu pengamatan dalam satu hari (180 menit). Data frekuensi perilaku harian burung Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis) diperoleh dari menghitung banyaknya jumlah suatu perilaku yang dilakukan oleh burung Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis) dalam satuan waktu pengamatan yaitu pada pagi dan sore hari. HASIL Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terdapat 9 jenis perilaku harian burung Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis) meliputi makan, terbang, pindah tempat, mematuk benda, bertengger, preening (membersikan badan), defecation (membuang kotoran), saling mendekati dan saling menelisik. Deskripsi jenis perilaku harian burung Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis) pada tabel diatas telah ditunjukan pada individu jantan maupun betina menunjukkan perilaku yang sama. Berikut tabel hasil observasi berupa deskripsi perilaku harian burung Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis) secara keseluruhan disajikan pada Tabel 1.
4 Tabel 1 Deskripsi Perilaku Harian Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis) No Perilaku Harian Deskripsi Perilaku Harian yang muncul (1) (2) (3) 1 Makan Burung Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis) menunjukkan perilaku ini dengan menggunakan paruh dan kakinya untuk memperoleh makanan. Burung Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis) memakan makanannya dengan memilih makanan yang disukai yaitu berupa biji-bijian seperti kuwaci atau kacang. Makanan tersebut diambil menggunakan paruhnya lalu dicengkram oleh burung Salmon- Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis), kemudian biji dicengkram tersebut diarahkan ke paruhnya untuk dipecah sehingga terkelupas dari kulitnya seperti meremuk, memotong atau mengirisnya dengan bantuan sisi paruh yang tajam. Perilaku ini muncul setelah Keeper meletakkan pakan di tempat pakannya atau pada tempat pakannya terdapat pakan. 2 Terbang Perilaku ini ditunjukkan oleh burung Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis) dengan menggunakan kedua sayap dan kakinya untuk terbang, biasanya perilaku terbang pada burung Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis) terlihat seperti memantau teritorial untuk mencari makan, bereaksi terhadap gangguan sebagai bentuk pertahanan diri dengan terbang berpindah tempat dari satu sisi kandang ke sisi lainnya. 3 Pindah tempat Burung Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis) menunjukkan perilaku ini dengan bergeser dari satu tempat ke tempat lain menggunakan kedua kaki, perpindahan ini terjadi setiap waktu seperti pada saat makan atau saat burung merasa teganggu ketika Keeper memasuki kandang untuk meletakkan pakan atau pada saat membersihkan kandang. Pergerakan ini ditujukkan dengan terbang dari salah satu sisi kandang ke sisi kandang lainnya ke tempat yang aman atau terlindungi dari bahaya. Burung Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis) biasanya melakukan perilaku pindah tempat diiringi dengan bersuara. 4 Mematuk benda Perilaku ini ditunjukkan oleh burung Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis) dengan bantuan paruhnya untuk mematuk benda yang ada di dalam kandang seperti memperlebar lubang pada tempat untuk bersarang atau benda lainnya seperti ranting buatan yang biasanya digunakan sebagai tempat bertengger. 5 Bertengger Burung Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis) menunjukkan perilaku ini yaitu berdiri dengan satu atau dua kaki dan mata terbuka.
5 Lanjutan Tabel 2 (1) (2) (3) 6. Membersihkan badan (Preening) Burung Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis) menunjukkan perilaku ini dengan mengarahkan paruhnya ke tubuhnya seperti menelisik, paruh digerakkan atau digigitgigit hingga ke ujung beberapa bagian tubuhnya misalnya sayap, ekor, dada dan perut. Biasanya untuk membersihkan bagian kepala yang tidak tersentuh oleh paruh, burung menelisik menggunakan salah satu kakinya. Burung Salmon- Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis) biasanya menelisik bulu memulai dari bagian yang ingin dibersihkan misalnya bagian sayap, ekor, dada, punggung dan perut Membuang kotoran Saling mendekati Saling menelisik Burung Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis) menunjukkan perilaku ini seperti feses yang terbentuk atau setengah padat (pasta) yang berasal dari sistem pencernaan melalui anus. Burung dapat membuang feses besar beberapa kali dalam satu hari. Burung Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis) menunjukkan perilaku ini yaitu burung jantan Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis) mendekati burung betina Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis), biasanya perilaku ini dilakukan di satu ranting yang sama, apabila burung betina menjauh dari burung jantan, maka burung jantan berusaha mendekatinya dengan bergeser pada ranting tersebut sampai dekat dengan burung betinanya. Perilaku ini ditunjukkan oleh burung jantan dan betina Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis) burung jantan yang menilisik bagian tubuh betina atau burung betina menelisik burung jantan. Hal ini dilakukan sebagai interaksi sosial yang muncul pada 1 pasang burung jantan dan betina Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis). Dari hasil pengamatan selama 12 hari pengamatan dengan 180 menit waktu pengamatan dalam satu hari masing-masing individu memiliki rerata persentase perilaku harian dengan hasil seperti yang disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Rerata Persentase Perilaku Harian Burung Jantan dan Betina Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis) No Jenis perilaku Persentase berdasarkan Jenis Kelamin (%) (1) (2) (3) (4) 1 Makan Terbang Pindah tempat Mematuk benda Bertengger Preening (membersihkan badan)
6 Lanjutan Tabel 2 (1) (2) (3) (4) 7 Defekasi Saling mendekati Saling menelisik Berdasarkan Tabel 2 terlihat bahwa perilaku bertengger merupakan perilaku yang memiliki persentase tertinggi pada burung jantan dan betina sebesar 50,2% dan 56,7% sedangkan persentase terendah adalah perilaku defekasi sebesar 0,3%. Berdasarkan data pada Tabel 2 kemudian dibuat diagram persentase yang disajikan pada Gambar 2. a Gambar 2 Diagram Persentase Perilaku Harian Burung Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis) Keterangan : a. Persentase Perilaku Harian Burung Jantan Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis), b. Persentase Perilaku Harian Burung Betina Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis). Perilaku bertengger di ranting buatan yang ada di dalam kandang penangkaran Eco Green Park merupakan perilaku yang paling dominan yang dilakukan burung Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis). Burung Kakatua lebih lama melakukan perilaku bertengger. Pada saat pengamatan burung Kakatua Jantan lebih menguasai sebagian besar wilayah yang ada di dalam kandang sehingga ruang yang dimiliki oleh burung Kakatua betina lebih sedikit. Hal ini berdampak terhadap perilaku dari burung Kakatua betina yang menjadi lebih terbatas. Selama pengamatan, burung Kakatua betina terlihat lebih banyak menghindari burung Kakatua jantan dengan berdiam diri di satu tempat yang berjauhan dari burung Kakatua jantan dalam waktu yang cukup lama. Pada Gambar 2 terlihat antara burung Kakatua jantan dan betina memiliki persentase yang berbeda pada jenis perilaku betengger. Burung Kakatua betina memiliki persentase lebih besar daripada burung Kakatua jantan. Pada perilaku defekasi merupakan persentase terendah, hal ini dikarenakan selama pengamatan burung Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis) melakukan perilaku defekasi hanya membutuhkan waktu yang singkat. Dari hasil perhitungan didapatkan rerata frekuensi jenis perilaku harian burung Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis). Rerata frekuensi perilaku b
7 harian burung jantan dan betina Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis) disajikan pada Tabel.3. Tabel 3 Rerata Frekuensi Perilaku Harian Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis) No Jenis perilaku Pagi Sore (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1 Makan Terbang Pindah tempat Mematuk benda Bertengger Preening (membersihkan badan) Defekasi Saling mendekati Saling menelisik Berdasarkan Tabel 3 terlihat bahwa perilaku pindah tempat merupakan perilaku yang memiliki frekuensi tertinggi pada burung jantan dan betina di pagi dan sore hari sedangkan frekuensi terendah memiliki yaitu perilaku saling mendekati. Berdasarkan data pada Tabel 3 kemudian dibuat diagram frekuensi yang disajikan pada Gambar 3. Diagram frekuensi perilaku harian burung Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis) menunjukan bahwa frekuensi perilaku harian yang dominan adalah pindah tempat. Perilaku pindah tempat oleh burung Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis) diiringi dengan perilaku mematuk benda yang ada didalam kandang penangkaran. Burung Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis) mematuk benda seperti ranting pohon, kawat kandang dan tempat bersarang. Dari hasil pengamatan burung Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis) pada pagi hari lebih aktif dibandingkan sore hari. a b Gambar 3 Diagram Frekuensi Perilaku Harian Burung Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis) Keterangan : a. Frekuensi Perilaku Harian Burung Jantan Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis) pada pagi hari, b. Frekuensi Perilaku Harian Burung Jantan Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis) pada sore hari.
8 Pada perhitungan rerata frekuensi juga didapatkan data faktor abiotik yang disajikan pada Tabel 4. Hasil pengukuran faktor abiotik untuk mengetahui suhu, kelembapan, dan intensitas cahaya di kandang penangkaran Eco Green Park. Tabel 4 Faktor Abiotik di Tempat Penangkaran Burung Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis) No Faktor abiotik Pukul WIB Pukul WIB 1 Suhu 22 o C 24 o C 2 Kelembapan 74% 65% 3 Intensitas cahaya 336 Lux 135 Lux Hasil pengukuran faktor abiotik pada pagi dan sore hari berbeda. Pada pengamatan pagi hari kondisi cuaca cerah, sedangkan pengamatan pada sore hari kondisi cuaca cenderung mendung dan hujan. Pada pagi hari dengan suhu 22 C, burung Kakatua terlihat lebih aktif. Untuk sore hari dengan suhu yang mulai meningkat menjadi 24 C, burung Kakatua kembali aktif melakukan perilakunya namun cenderung melakukan perilaku bertengger. PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian kedua individu burung jantan dan betina Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis) memiliki persentase alokasi perilaku harian yang lebih lama untuk melakukan waktu beraktivitasnya yaitu perilaku bertengger. Perilaku bertengger juga merupakan perilaku istirahat yang dilakukan oleh burung. Menurut Purnama (2006), perilaku bertengger merupakan perilaku istirahat burung yang tidak melakukan aktivitas dan untuk memulihkan energi setelah melakukan aktivitas. Di dalam kandang penangkaran Eco Green Park, burung jantan Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis) terlihat lebih aktif daripada burung betina Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis) yang lebih banyak menghabiskan waktu dengan berdiam diri. Selama pengamatan, burung betina Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis) terlihat lebih banyak menghindari burung jantan Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis) dengan berdiam diri di satu tempat yang berjauhan dari burung jantan Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis) dalam waktu yang cukup lama. Tingginya persentase perilaku bertengger burung Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis) dikarenakan luasnya kandang dapat berpengaruh terhadap keleluaasaan pergerakan dari burung tersebut sehingga memungkinkan burung akan lebih diam, waspada dan selalu memperhatikan keadaan sekitar jika sewaktu-waktu ada ancaman atau gangguan. Terbatasnya luasan dari kandang akan membuat burung Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis) beradaptasi pada kondisi tersebut. Di kandang penangkaran Eco Green Park burung Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis) segala kebutuhan seperti makan, minum tempat bersarang sudah tersedia dan memiliki ukuran kandang yang luasnya 300 cm x 200 cm x 200
9 cm. Hal ini yang menyebabkan tingginya persentase perilaku bertengger oleh burung Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis) di kandang penangkaran Eco Green Park. Menurut Maturbongs (1994) mengungkapkan bahwa burung-burung di habitat alami akan terbang dengan wilayah jelajah sekitar 2 km 2 untuk mencari makan maupun pasangan. Penelitian yang dilakukan oleh Wahyuni (2011) juga menjelaskan bahwa pada burung cenderawasih kuning besar burung lebih aktif bergerak pada kandang yang lebih luas dibandingkan dengan kandang yang lebih sempit. Perilaku bertengger dilakukan oleh burung setelah melakukan pergerakan terbang bolak-balik atau pada saat burung hendak melakukan membersihkan badan (preening). Perilaku membersihkan badan (preening) merupakan perilaku yang dilakukan burung dalam merawat tubuh agar bulu tetap sehat, segar dan mengkilat. Bulu merupakan bagian utama yang perlu dibersihkan karena berperan penting bagi kehidupan burung, yakni sebagai isolator panas, berguna juga untuk terbang mencari makan, sebagai penghangat pada saat mengerami telur dan mengasuh anak (Takandjadji dan Mite 2008). Menurut Rekapermana (2006), bahwa pada umumnya satwa jantan lebih agresif dibandingkan dengan satwa betina, baik dalam hubungan interspesies maupun intraspesies. Persentase perilaku harian burung Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis) yang terendah adalah perilaku defekasi, hal ini dikarenakan selama pengamatan burung Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis) melakukan perilaku defekasi hanya membutuhkan waktu yang singkat. Frekuensi tertinggi perilaku harian burung Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis) pada pagi dan sore hari adalah perilaku pindah tempat. Selama pengamatan perilaku pindah tempat yang dilakukan burung Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis) diiringi dengan perilaku mematuk benda. Menurut Keren (2009) burung Kakatua merupakan spesies burung paruh bengkok. Burung Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis) mempunyai paruh yang kuat. Paruhnya yang tajam biasa digunakan untuk mematuk benda. Kegiatan ini biasa dilakukan oleh burung Kakatua untuk membersihkan paruh dan juga untuk mempertajam paruhnya. Berdasarkan pengamatan burung Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis) sering mematuk benda yang ada di dalam kandang penangkaran seperti mematuk tempat bersarang, ranting pohon selain itu juga mematuk kawat kandang penangkaran. Perilaku mematuk benda yang dilakukan oleh burung Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis) dapat merusak paruhnya. Hal ini menyebabkan pentingnya pengelolaan penangkaran yang lebih baik untuk segala aspek, baik pada aspek perkandangan dan reproduksi agar kedepannya burung Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis) yang sesuai dengan prinsip Animal Welfare dan terciptanya keberhasilan dalam penangkaran burung Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis) yang ditandai dengan adanya perkembangbiakan. Berdasarkan pengamatan, stainless yang digunakan sebagai bahan untuk membuat tempat sarang sering dipatuk-patuk oleh burung Kakatua sehingga dapat merusak paruh dan bentuk dari tempat sarang tersebut. Di habitat alami perilaku
10 burung Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis) terhadap tempat bersarang di pohon yang telah dilubangi menggunakan bantuan paruhnya untuk mematuk dan membentuk lubang sebagai tempat persembunyian. Hal ini menyebabkan pentingnya tempat bersarang yang disediakan oleh pihak pengelola agar disesuaikan pada habitat alaminya yaitu tempat bersarang yang terbuat dari batang pohon serta menyediakan ranting pohon buatan. Di habitat alami burung Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis) memiliki kebiasaan perilaku saat makan maupun mencari makan seperti menggantung pada ujung dahan dengan satu kaki, sedangkan kaki lainnya digunakan untuk memegang buah sambil paruhnya mematahkan tangkai buah. Burung Kakatua cenderung memilih bentuk makanan yang mudah digenggam dengan kaki dengan paruh, makanan itu akan diiris dan dipotong hingga menjadi potongan-potongan kecil (Soemadi,1995). Di alam, biasanya burung Kakatua tidak membuat sarang, melainkan menggunakan lubang bekas cabang yang mati dan lapuk atau bekas sarang burung lain. Menurut Prahara (1999), di habitat aslinya burung Kakatua mempunyai kebiasaan berbiak di dalam lubang-lubang pohon. Frekuensi perilaku terendah burung Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis) adalah perilaku saling mendekati. Di habitat alami burung Salmon- Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis) memiliki kebiasaan berpasangan, berkelompok serta bertengger bersama-sama. Pada pengamatan didalam kandang penangkaran Eco Green Park hanya terdapat sepasang burung Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis) sehingga frekuensi perilaku harian Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis) yang terendah adalah perilaku saling mendekati. Selama pengamatan, pada perilaku saling mendekati akan sering dilakukan pada saat burung beristirahat atau bertengger pada siang hari. Pada saat pengamatan tidak merekam data pada siang hari, hal ini yang juga yang menjadikan rendahnya frekuensi perilaku saling mendekati oleh burung Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis) tersebut. Berdasarkan informasi dari pihak pengelola bahwa burung Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis) berada di Eco Green Park sekitar 4 bulan selain itu burung tersebut baru dipindahkan ke kandang yang berbeda sehingga memungkinkan belum berdaptasi dengan lingkungan yang baru. Menurut Prahara (1999) rendahnya frekuensi perilaku yang dilakukan burung Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis) di kandang penangkaran disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain burung belum beradaptasi dengan lingkungan, lamanya perjalanan yang ditempuh, sempitnya sangkar yang digunakan selama dalam perjalanan, ramainya orang selama dalam perjalanan dan di lokasi penangkaran, serta tingginya suhu udara di lokasi penangkaran. Hal ini dapat mempengaruhi kuantitas suatu perilaku yang dilakukan. Berdasarkan pengamatan kondisi cuaca pada pagi hari cerah, dan pada pengamatan sore hari kondisi cuaca cenderung mendung dan hujan. Berdasarkan pengukuran faktor abiotik pada pagi dan sore hari telah menunjukkan bahwa pada pagi hari dengan suhu 22 C, burung Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis) terlihat lebih aktif daripada sore hari. Untuk sore hari dengan suhu yang mulai meningkat menjadi 24 C, perilaku burung Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis) kembali aktif melakukan perilakunya namun cenderung melakukan
11 perilaku bertengger. Menurut Guyton (1987) burung termasuk hewan endotermis atau berdarah panas. Hewan berdarah panas dapat mengatur suhu internal, dan memiliki bulu untuk membantu menjaga suhu tubuh tetap hangat. Hewan mempunyai kemampuan adaptasi terhadap perubahan suhu lingkungan. Sebagai contoh, pada suhu dingin, burung akan meningkatkan laju metabolisme dengan perubahan hormon-hormon yang terlibat di dalamnya, sehingga meningkatkan produksi panas. Kemampuan untuk mengatur produksi dan pelepasan panas melalui mekanisme metabolisme ini dikarenakan hewan hewan endoterm memiliki organ sebagai pusat pengaturnya, yakni otak khususnya hipotalamus sebagai thermostat atau pusat pengatur suhu tubuh. Pengaturan suhu tubuh adalah suatu mekanisme makhluk hidup untuk mempertahankan suhu internal agar berada didalam kisaran yang dapat ditolelir. Mekanisme termoregulasi terjadi dengan mengatur keseimbangan antara perolehan panas dengan pelepasan panas. Hal ini yang mengakibatkan burung Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis) lebih meningkatkan aktivitas yaitu pindah tempat pada pagi hari, suhunya lebih rendah yaitu 22 C dibandingkan pada sore hari yang meningkat mencapai 24 C. Menurut Krebs (2013) aktivitas burung dipengaruhi oleh faktor waktu yaitu pagi hari suhunya lebih rendah daripada siang hari, lebih banyak melakukan aktivitas. Hal ini merupakan efek setelah lama melakukan istirahat pada malam hari sedangkan sore hari merupakan aktivitas mengumpulkan sejumlah energi untuk persiapan menjelang istirahat. Berdasarkan pengamatan burung Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis) lebih banyak melakukan perilaku makan pada pagi daripada sore hari. Hal ini dikarenakan pada pagi hari suhu di kandang penangkaran lebih rendah daripada sore hari. Menurut Warsono (2002), bahwa suhu sangat berpengaruh terhadap konsumsi makanan dari spesies hewan tertentu. Ada kecenderungan bahwa dengan meningkatnya suhu maka konsumsi makanan akan menurun. Selain itu juga berkaitan dengan daya pengatur suhu tubuh itu memerlukan energi yang relatif tinggi sehingga persyaratan masukan makanan untuk energinya relatif tinggi. Hal ini yang mengakibatkan burung Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis) lebih meningkatkan konsumsi makan pada suhu yang rendah yaitu pada pagi hari. Bagi burung di penangkaran tidak ada pilihan dalam hal pakan karena semua tergantung pada petugas. Oleh karena itu, petugas harus menyiapkan pakan yang sesuai dengan kebutuhannya, baik kualitas maupun kuantitasnya dan mempunyai nilai gizi yang tinggi. Burung akan mengkonsumsi pakan yang secara alamiah biasa dimakan, dibandingkan dengan pakan yang terbuat dari produk sampingan yang bernilai gizi tinggi atau pakan suplemen. Tingkat konsumsi pada burung akan lebih tinggi apabila dalam keadaan lapar karena makan merupakan kebutuhan paling penting dalam perkembangbiakan makhluk hidup. Menurut Handoko (2015), hubungan antara suhu rata-rata harian pada bulan Januari, Februari dan Maret dengan berbagai ketinggian tempat di Indonesia, antara lain pada ketinggian mdpl suhu rata-rata harian mencapai 24,5 C hingga 27 C, pada ketinggian mdpl suhu rata-rata harian mencapai 21,5 C hingga 24,5 C, dan pada ketinggian mdpl suhu rata-rata harian mencapai 20 C hingga 21,5 C. Suhu rata-rata harian di dalam kandang penangkaran yang bisa mencapai 24 C masih mendukung kehidupan burung
12 Kakatua. Dengan suhu tersebut, secara garis besar berpengaruh terhadap perilaku dari burung Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis). Pada penelitian ini ditemukan 9 jenis perilaku harian burung Salmon- Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis) meliputi makan, terbang, pindah tempat, mematuk benda, bertengger, preening (membersikan badan), defecation (membuang kotoran), saling mendekati dan saling menelisik. Pada penelitian Gitta (2012) ditemukan 12 perilaku harian burung Kakatua Kecil Jambul Kuning di penangkaran burung Mega Bird and Orchid Far Bogor Jawa Barat. Perilaku harian burung Kakatua Kecil Jambul Kuning antara lain perilaku berjalan, mematuk benda, diam, geser, siaga, mengangkat kaki, menelisik bulu, makan, Bersuara, minum, buang kotoran, dan perilaku lain. Perilaku lain yang dilakukan oleh burung Kakatua jantan adalah perilaku bermain, memeriksa keadaan, mengibaskan sayap, menggantung dan berputar, dan bersembunyi. Sedangkan perilaku lain yang dilakukan oleh Kakatua betina adalah perilaku mengembangkan sebelah sayap dan membersihkan kaki. Adanya perbedaan temuan jenis perilaku harian antara burung Salmon- Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis) dan Kakatua Kecil Jambul Kuning dikarenakan pada penelitian Gitta (2012) menggunakan 2 pasang burung dan posisi letak kandang penangkaran burung Kakatua Kecil Jambul Kuning berdekatan sedangkan pada penelitian ini menggunakan 1 pasang burung Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis). Di habitat alami burung Kakatua memiliki kebiasaan berpasangan, berkelompok serta bertengger bersama-sama sehingga jenis perilaku yang dimunculkan oleh burung Kakatua Kecil Jambul Kuning lebih banyak daripada burung Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis). Perilaku makan burung Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis) secara umum tidak terdapat perbedaan perilaku antara burung Kakatua yang terdapat di alam dan burung Kakatua yang terdapat di penangkaran. Di dalam kandang, burung Kakatua juga menggunakan satu kakinya untuk mencengkeram dahan sedangkan satu kaki lagi untuk memegang makanan. Untuk biji bunga matahari, burung Kakatua melakukan perilaku makan dengan cara menggenggam dengan kaki dan juga dengan cara langsung memakannya dari dalam tempat makan aluminium stainless yang telah disediakan oleh pengelola dengan cara merundukkan kepala sementara paruhnya mematuk makanan sama seperti pada kacang tanah, sebelum makan kulit dari biji bunga matahari dikupas terlebih dahulu dengan menggunakan paruhnya, lalu setelah kulitnya terlepas burung Kakatua memakan biji bunga matahari tersebut. Pada jagung muda, burung Kakatua juga memegang tongkol jagung muda dengan menggunakan sebelah kakinya. Dengan menggunakan paruhnya, sebelum makan burung Kakatua terlebih dahulu melepas kulit ari dari jagung muda. Burung kakatua, nuri, parkit dan bayan menyukai tongkol jagung muda, tetapi burung-burung tersebut hanya memakan sebagian kecil dari biji, sisanya dibuang (Soemadi, 1995).
13 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah Jenis perilaku harian burung Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis) yang ditemukan di penangkaran Eco Green Park berjumlah 9 perilaku, yaitu perilaku makan, terbang, pindah tempat, mematuk benda, bertengger, preening (membersihkan badan), defekasi (membuang kotoran), saling mendekati dan saling menelisik. Dalam hal deskripsi perilaku, tidak ada perbedaan perilaku antara burung kakatua jantan dan burung kakatua betina. Persentase tertinggi perilaku harian burung jantan dan betina Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis) adalah persentase perilaku bertengger. Perilaku bertengger memiliki persentase sebesar 50,2% untuk burung jantan sedangkan 56,7% untuk burung betina. Persentase terendah yaitu perilaku defekasi keduanya memiliki persentase sebesar 0,3%. Frekuensi tertinggi perilaku harian burung jantan dan betina Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis) di pagi dan sore hari adalah perilaku pindah tempat. Frekuensi terendah yaitu perilaku mendekati. Saran Perlu diadakan penelitian lebih lanjut tentang perilaku harian burung Salmon- Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis) terhadap siklus reproduksi untuk mendukung upaya meningkatkan pelestarian burung Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis) dan penelitian tentang hubungan jumlah individu tehadap tingkat keberhasilan kawin agar dapat mengetahui perilaku kawin burung Salmon- Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis) yang dapat dijadikan sebagai data dasar upaya meningkatkan pelestarian burung Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis). DAFTAR RUJUKAN Birdlife Internasional Threatened Birds of Asia. the Birdlife Internasional Red Data Book. Birdlife Internasional. Cambridge, UK. BirdLife International "Cacatua moluccensis". IUCN Red List of Threatened Species. International Union for Conservation of Nature. Diakses tanggal 16 November Djuwantoko, Satwaliar sebagai Objek Ekowisata. Makalah pada Kursus Pengusahaan Ekowisata dalam Kawasan Hutan Angkatan II. Yogyakarta. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Field, D. A A review of the Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis) European Endangered Species Programme (EEP). International Zoo Yearbook 37 : Gitta, Anindya Aktivitas Harian dan Perilaku Makan Burung Kakatua-Kecil Jambul Kuning (Cacatua Sulphurea Sulphurea Gmelin, 1788) di Penangkaran. Jurnal Konservasi Alam. Vol 17 :
14 Guyton, D.C Fisiologi Hewan, edisi 2. EGC. Jakarta. Handoko Klimatologi Dasar Landasan Pemahaman Fisika Atmosfer dan Unsur-unsur Iklim. Pustaka Jaya. Bogor. IUCN IUCN Red List of Threatened Species. Version (Online), ( diakses 18 November Keren Cacatua moluccensis A Bird Lived over Hundred Years in Captivity. Jurnal Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam.Vol 31(3) : 45. Kompas Kakatua terancam punah. (Online), ( diakses 11 Desember Krebs, C.J An Introduction to Behavioral Ecology. Blackwell Scientifik Publications. London. Maturbogs, J., K Studi habitat dan populasi Burung Cendrawasih di Barawai, Kawasan Penyangga Cagar Alam Yapen Tengah, Irian Jaya. Jurnal Penelitian Kehutanan dan Konservasi Alam. Vol 6 : Prahara W Pemeliharaan, Penangkaran, dan Penjinakan Kakatua. Penebar Swadaya. Jakarta. Purnama EH Perbandingan Perilaku Harian Pasangan Burung Tekukur (Streptopelia chinensis) dan Puter (Streptopelia bitorquata) di Penangkaran dengan dan Tanpa Penambahan Cahaya pada Malam Hari. Jurnal Kehutanan. Vol 8: Rekapermana M, Thohari M, Masy ud B Pendugaan Jenis Kelamin Menggunakan Ciri-Ciri Morfologi dan Perilaku Harian pada Gelatik Jawa (Padda oryzivora Linn, 1758) di Penangkaran. Jurnal Media Konservasi.11(3): Soemadi W dan Mutholib A Pakan Burung. Penebar Swadaya. Jakarta Takandjandji M dan Mite M Perilaku Burung Beo Alor di Penangkaran Oilsonbai, Nusa Tenggara Timur. Jurnal Penelitian Kehutanan dan Konservasi Alam. 14(1): Wahyuni, P. E Perilaku Harian Burung Cendrawasih Kuning Besar (Paradisaea apoda) di Bali Bird Park Gianyar. Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana. Jurnal Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. 1 (3):
Burung Kakaktua. Kakatua
Burung Kakaktua Kakatua Kakak tua putih Klasifikasi ilmiah Kerajaan: Animalia Filum: Chordata Kelas: Aves Ordo: Psittaciformes Famili: Cacatuidae G.R. Gray, 1840 Subfamily Microglossinae Calyptorhynchinae
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN
18 III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Mega Bird and Orchid farm, Bogor, Jawa Barat pada bulan Juni hingga Juli 2011. 3.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan pada
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang
8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Tekukur Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang terbentang dari India dan Sri Lanka di Asia Selatan Tropika hingga ke China Selatan dan Asia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Burung merupakan salah satu jenis hewan yang banyak disukai oleh manusia, hal ini di karenakan burung memiliki beberapa nilai penting, seperti nilai estetika, ekologi
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
26 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Teknik Penangkaran 5.1.1 Sumber dan Jumlah Bibit Sebagian besar burung-burung yang terdapat di penangkaran burung MBOF berasal dari orang-orang yang memiliki hobi dalam mengoleksi
Lebih terperinciBentuk Interaksi Kakatua Sumba (Cacatua sulphurea citrinocristata) di Habitatnya. Oleh : Oki Hidayat
Bentuk Interaksi Kakatua Sumba (Cacatua sulphurea citrinocristata) di Habitatnya Oleh : Oki Hidayat Setiap satwaliar tidak dapat lepas dari habitatnya. Keduanya berkaitan erat dan saling membutuhkan satu
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Burung jalak bali oleh masyarakat Bali disebut dinamakan dengan curik putih atau curik bali, sedangkan dalam istilah asing disebut dengan white starling, white mynah,
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Penangkaran UD Anugrah Kediri, Jawa Timur. Penelitian dilaksanakan selama 2 bulan yaitu pada bulan Juni-Juli 2012.
Lebih terperinciHASIL. Penggunaan Kamera IR-CCTV pada Pengamatan Perilaku Walet Rumahan. Nesting room di dalam rumah walet
HASIL Penggunaan Kamera IR-CCTV pada Pengamatan Perilaku Walet Rumahan Pengamatan perilaku walet rumahan diamati dengan tiga unit kamera IR- CCTV. Satu unit kamera IR-CCTV tambahan digunakan untuk mengamati
Lebih terperinciPEMBAHASAN Penggunaan Kamera IR-CCTV
PEMBAHASAN Penggunaan Kamera IR-CCTV Kendala utama penelitian walet rumahan yaitu: (1) rumah walet memiliki intensitas cahaya rendah, (2) pemilik tidak memberi ijin penelitian menggunakan metode pengamatan
Lebih terperinciPerilaku Burung Beo Alor di Penangkaran Oilsonbai, Nusa Tenggara Timur
Perilaku Burung Beo Alor di Penangkaran Oilsonbai, Nusa Tenggara Timur Mariana Takandjandji 1 dan Matilde Mite 2 1 Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam, Bogor 2 Mahasiswi Biologi,
Lebih terperinciANALISIS KELAYAKAN USAHA PENANGKARAN BURUNG PARKIT (Melopsittacus undulatus)
ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENANGKARAN BURUNG PARKIT (Melopsittacus undulatus) Oleh: Rizki Kurnia Tohir Rizki Amalia Adinda Putri Priyatna Windya Giri E34120028 E34120047 E34120074 DEPARTEMEN KONSERVASI
Lebih terperinciTugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali
Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka Burung Jalak Bali Burung Jalak Bali Curik Bali atau yang lebih dikenal dengan nama Jalak Bali, merupakan salah satu spesies burung cantik endemis Indonesia. Burung
Lebih terperinciJl. Gunung Batu No. 5 Po Box 165; Telp , ; Fax Bogor 2 Balai Penelitian Kehutanan Kupang
PERILAKU BURUNG BAYAN SUMBA (Eclectus roratus cornelia Bonaparte) DI PENANGKARAN HAMBALA, SUMBA TIMUR, NUSA TENGGARA TIMUR (Behaviour of Bayan Sumba Bird (Eclectus roratus cornelia Bonaparte) in Hambala
Lebih terperinciKARYA ILMIAH PELUANG BISNIS TERNAK JALAK SUREN
KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS TERNAK JALAK SUREN Oleh : Taufik Rizky Afrizal 11.12.6036 S1.SI.10 STMIK AMIKOM Yogyakarta ABSTRAK Di era sekarang, dimana ekonomi negara dalam kondisi tidak terlalu baik dan
Lebih terperinciIII. MATERI DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di ruang penangkaran lovebird Jl. Pulau Senopati Desa
22 III. MATERI DAN METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di ruang penangkaran lovebird Jl. Pulau Senopati Desa Jatimulyo, Kecamatan Jati Agung, Kabupaten Lampung Selatan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
11 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati baik flora dan fauna yang sangat tinggi, salah satu diantaranya adalah kelompok primata. Dari sekitar
Lebih terperinciMANAJEMEN PENANGKARAN DAN AKTIVITAS HARIAN KAKATUA SUMBA
MANAJEMEN PENANGKARAN DAN AKTIVITAS HARIAN KAKATUA SUMBA (Cacatua sulphuera citrinocristata) DI PENANGKARAN MEGA BIRD AND ORCHID FARM BOGOR, JAWA BARAT FEBRI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem
6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Burung Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem maupun bagi kepentingan kehidupan manusia dan membantu penyebaran Tumbuhan yang ada disuatu kawasan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa Kecamatan Pagar Dewa Kabupaten Tulang Bawang Barat Provinsi Lampung, merupakan suatu kawasan ekosistem
Lebih terperinciII.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun
II.TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun demikian burung adalah satwa yang dapat ditemui dimana saja sehingga keberadaanya sangat sulit dipisahkan
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki Indeks Keanekaragaman Hayati(Biodiversity Index) tertinggi dengan 17% spesies burung dari total burung di dunia (Paine 1997). Sekitar 1598 spesies burung ada
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Kondisi Lingkungan Kelinci dipelihara dalam kandang individu ini ditempatkan dalam kandang besar dengan model atap kandang monitor yang atapnya terbuat dari
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Satwa liar merupakan salah satu sumber daya alam hayati yang mendukung
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Satwa liar merupakan salah satu sumber daya alam hayati yang mendukung proses-proses ekologis di dalam ekosistem. Kerusakan hutan dan aktivitas manusia yang semakin meningkat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. terancam sebagai akibat kerusakan dan fragmentasi hutan (Snyder et al., 2000).
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Burung paruh bengkok termasuk diantara kelompok jenis burung yang paling terancam punah di dunia. Sebanyak 95 dari 330 jenis paruh bengkok yang ada di Indonesia dikategorikan
Lebih terperinciHIU TERBESAR JINAK DAN BUKAN KARNIVORA, 9 Fakta Menarik Tentang Hiu Paus
HIU TERBESAR JINAK DAN BUKAN KARNIVORA, 9 Fakta Menarik Tentang Hiu Paus Bertepatan dengan perayaan hari paus internasional yang jatuh pada Selasa (30/8/2016), masyarakat dunia ditantang untuk bisa menjaga
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh Puyuh yang digunakan dalam penilitian ini adalah Coturnix-coturnix japonica betina periode bertelur. Konsumsi pakan per hari, bobot
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Merak hijau 2.1.1 Taksonomi Grzimek (1972) menyatakan bahwa klasifikasi merak hijau jawa (Pavo muticus muticus) sebagai berikut : Kingdom Phyllum : Animalia : Chordata
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Data Suhu Lingkungan Kandang pada Saat Pengambilan Data Tingkah Laku Suhu (ºC) Minggu
HASIL DAN PEMBAHASAN Manajemen Pemeliharaan Komponen utama dalam beternak puyuh baik yang bertujuan produksi hasil maupun pembibitan terdiri atas bibit, pakan serta manajemen. Penelitian ini menggunakan
Lebih terperinciKARAKTERISTIK FISIK SARANG BURUNG MALEO (Macrocephalon maleo) DI SUAKA MARGASATWA PINJAN-TANJUNG MATOP, SULAWESI TENGAH
KARAKTERISTIK FISIK SARANG BURUNG MALEO (Macrocephalon maleo) DI SUAKA MARGASATWA PINJAN-TANJUNG MATOP, SULAWESI TENGAH Indrawati Yudha Asmara Fakultas Peternakan-Universitas Padjadjaran Jl. Raya Bandung-Sumedang
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Tapir asia dapat ditemukan dalam habitat alaminya di bagian selatan Burma, Peninsula Melayu, Asia Tenggara dan Sumatra. Berdasarkan Tapir International Studbook, saat ini keberadaan
Lebih terperinciTAMBAHAN PUSTAKA. Distribution between terestrial and epiphyte orchid.
TAMBAHAN PUSTAKA Distribution between terestrial and epiphyte orchid. Menurut Steeward (2000), distribusi antara anggrek terestrial dan epifit dipengaruhi oleh ada atau tidaknya vegetasi lain dan juga
Lebih terperinciSMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.1
SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.1 1. Akar tumbuhan selalu tumbuh ke bawah. Hal ini dipengaruhi oleh... Cahaya matahari Tekanan udara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan satwa yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Menurut rilis terakhir dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara yang kaya akan sumber daya alamnya baik hayati maupun non hayati salah satu kekayaan alam Indonesia dapat dilihat dari banyaknya jenis
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA. Alikodra HS. 2002. Pengelolaan Satwaliar. Bogor: Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
DAFTAR PUSTAKA Abun. 2006. Nilai energi metabolis dan retensi nitrogen ransum yang mengandung limbah udang windu produk fermentasi pada ayam pedaging [makalah ilmiah]. Jatinangor: Jurusan Nutrisi dan Makanan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Rusa termasuk ke dalam genus Cervus spp yang keberadaannya sudah tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa mengingat Undang-
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rusa termasuk ke dalam genus Cervus spp yang keberadaannya sudah langka. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang pengawetan jenis
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. beragam dari gunung hingga pantai, hutan sampai sabana, dan lainnya,
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara dengan keanekaragaman hayati yang beragam. Wilayahnya yang berada di khatuistiwa membuat Indonesia memiliki iklim tropis, sehingga
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang dilindungi melalui Undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam suatu komunitas atau ekosistem tertentu (Indriyanto, 2006). Relung ekologi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Relung Ekologi Relung (niche) menunjukkan peranan fungsional dan posisi suatu organisme dalam suatu komunitas atau ekosistem tertentu (Indriyanto, 2006). Relung ekologi juga
Lebih terperinciMomoa. Hans Post Kees Heij Lies van der Mijn. PT Penerbit IPB Press Kampus IPB Taman Kencana Bogor. Cetakan Pertama: November 2012
Momoa Momoa Hans Post Kees Heij Lies van der Mijn Copyright 2012 Hans Post, Kees Heij, Lies van der Mijn Naskah : Hans Post dan Kees Heij Penerjemah : Indah Groeneveld Penyunting : Yuki HE Frandy Gambar
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan satwa dilindungi
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan satwa dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999. Lembaga konservasi dunia yaitu IUCN (International
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. subfilum vertebrata atau hewan bertulang belakang. Merak hijau adalah burung
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Morfologi Merak Hijau (Pavo muticus) Merak hijau (Pavo muticus) termasuk dalam filum chordata dengan subfilum vertebrata atau hewan bertulang belakang. Merak hijau adalah
Lebih terperincikeadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998).
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Suksesi dan Restorasi Hutan Hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang di dominasi oleh pepohonan. Masyarakat hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang hidup dan tumbuh
Lebih terperinciPERILAKU HARIAN SEPASANG BURUNG NURI TALAUD (EOS HISTRIO) DI KANDANG PENELITIAN BPK MANADO
Kampus Kreatif Sahabat Rakyat PERILAKU HARIAN SEPASANG BURUNG NURI TALAUD (EOS HISTRIO) DI KANDANG PENELITIAN BPK MANADO Anita Mayasari, Diah I. D. Arini, Melkianus S. Diwi, Nur Asmadi Ostim Email : anita.mayasari11@gmail.com
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Kondisi Penangkaran Penangkaran Mamalia, Bidang Zoologi, Pusat Penelitian Biologi LIPI, Cibinong, Bogor terletak di Jalan Raya Bogor-Jakarta KM 46, Desa Sampora, Kecamatan
Lebih terperinciCIRI-CIRI MAKHLUK HIDUP
CIRI-CIRI MAKHLUK HIDUP Kegiatan yang dilakukan oleh manusia, hewan, dan tumbuhan tidak sama. Tetapi gejala yang ditunjukkan oleh manusia, hewan, dan tumbuhan sama. Gejala atau ciri yang ditunjukkan oleh
Lebih terperinci2015 LUWAK. Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian
2015 LUWAK Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian LUWAK A. Biologi Luwak Luwak merupakan nama lokal dari jenis musang
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Teknik Penangkaran Secara umum terdapat beberapa aspek teknik manajemen penangkaran satwa yang diketahui dapat menentukan keberhasilan penangkaran suatu jenis satwa. Aspek
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Organisasi Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama dalam suatu pembagian kerja untuk mencapai tujuan bersama (Moekijat, 1990). Fungsi struktur
Lebih terperinciTEKNIK PEMELIHARAAN DAN PERILAKU HARIAN NURI BAYAN (Eclectus roratus Muller 1777) DI MBOF DAN ASTI, BOGOR AJRINI SHABRINA
i TEKNIK PEMELIHARAAN DAN PERILAKU HARIAN NURI BAYAN (Eclectus roratus Muller 1777) DI MBOF DAN ASTI, BOGOR AJRINI SHABRINA DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat 2.2 Komunitas Burung
5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat Habitat adalah kawasan yang terdiri dari berbagai komponen baik fisik maupun biotik yang merupakan satu kesatuan dan dipergunakan sebagai tempat hidup serta berkembang
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN DESA JATILOR KECAMATAN GODONG PERATURAN DESA JATILOR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN BURUNG HANTU (TYTO ALBA)
SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN DESA JATILOR KECAMATAN GODONG PERATURAN DESA JATILOR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN BURUNG HANTU (TYTO ALBA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Merpati Karakteristik Merpati )
TINJAUAN PUSTAKA Merpati Menurut Yonathan (2003), penyebaran merpati hampir merata di seluruh bagian bumi kecuali di daerah kutub. Merpati lokal di Indonesia merupakan burung merpati yang asal penyebarannya
Lebih terperinciKEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI
KEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI Individual Density of Boenean Gibbon (Hylobates muelleri)
Lebih terperinciPERILAKU HARIAN ANAK GAJAH SUMATERA (Elephas maximus sumateranus) DI PUSAT KONSERVASI GAJAH TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS LAMPUNG
PERILAKU HARIAN ANAK GAJAH SUMATERA (Elephas maximus sumateranus) DI PUSAT KONSERVASI GAJAH TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS LAMPUNG Skripsi Sebagai tugas akhir untuk memenuhi syarat mencapai derajat Sarjana
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Menurut Rukmana (1997), sistematika tanaman jagung (Zea mays L.) adalah sebagai
TINJAUAN PUSTAKA Ekologi Tanaman Jagung berikut : Menurut Rukmana (1997), sistematika tanaman jagung (Zea mays L.) adalah sebagai Kingdom Divisi Subdivisi Kelas Ordo Famili Genus : Plantae : Spermatophyta
Lebih terperinciPERILAKU PENGASUHAN ANAK BURUNG BAYAN (Eclectus roratus) OLEH INDUKNYA DI PENANGKARAN. Wahyu Prihatini Program Studi Biologi FMIPA Universitas Pakuan
PERILAKU PENGASUHAN ANAK BURUNG BAYAN (Eclectus roratus) OLEH INDUKNYA DI PENANGKARAN Wahyu Prihatini Program Studi Biologi FMIPA Universitas Pakuan ABSTRAK Indonesia memiliki 1.598 jenis burung, di antaranya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan erat dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan devisa negara, yang pada masa lalu didominasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan kuat yang sebarannya hanya terdapat di pulau-pulau kecil dalam kawasan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Komodo (Varanus komodoensis Ouwens, 1912) merupakan kadal besar dan kuat yang sebarannya hanya terdapat di pulau-pulau kecil dalam kawasan Taman Nasional Komodo (TNK)
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Teknik Penangkaran 5.1.1 Perkandangan Kandang merupakan salah satu syarat yang diperlukan di dalam penangkaran mambruk. Untuk membuat kandang mambruk sebaiknya tidak terlalu
Lebih terperinciTINGKAH LAKU MAKAN ELANG LAUT PERUT PUTIH (Haliaeetus leucogaster) DI PUSAT PENYELAMATAN SATWA TASIK OKI SULAWESI UTARA
TINGKAH LAKU MAKAN ELANG LAUT PERUT PUTIH (Haliaeetus leucogaster) DI PUSAT PENYELAMATAN SATWA TASIK OKI SULAWESI UTARA Andrew Loindong*), H. Kiroh, I. Wahyuni dan J. L. P. Saerang Fakultas Peternakan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. mampu mengimbangi kebutuhan pangan penduduk yang jumlahnya terus. dapat mencemari lingkungan dan mengganggu kesehatan.
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanian Anorganik Dan Organik Padi merupakan salah satu sumber makanan pokok bagi sebagian besar bangsa Indonesia (Idham & Budi, 1994). Menurut Pracaya (2002) upaya untuk mampu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Taman Nasional Komodo memiliki kawasan darat dan perairan laut seluas
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Taman Nasional Komodo memiliki kawasan darat dan perairan laut seluas 1.817 km 2, terletak diantara pulau Sumbawa di sebelah Barat, dan pulau Flores di sebelah Timur.
Lebih terperinciAsrianny, Arghatama Djuan. Laboratorium Konservasi Biologi dan Ekowisata Unhas. Abstrak
Pola Penyebaran dan Struktur Populasi Eboni (Diospyros celebica Bakh.) di Hutan Pendidikan Universitas Hasanuddin, Kabupaten Maros Propinsi Sulawesi Selatan Asrianny, Arghatama Djuan Laboratorium Konservasi
Lebih terperinciBUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU
BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU EDY HENDRAS WAHYONO Penerbitan ini didukung oleh : 2 BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU Ceritera oleh Edy Hendras Wahyono Illustrasi Indra Foto-foto Dokumen
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Burung dalam ilmu biologi adalah anggota kelompok hewan bertulang belakang (vertebrata) yang memiliki bulu dan sayap. Jenis-jenis burung begitu bervariasi, mulai dari
Lebih terperinciIMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENANGKARAN BURUNG JALAK BALI (Leucopsar rotschildi)
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENANGKARAN BURUNG JALAK BALI (Leucopsar rotschildi) Oleh: Sri Harteti 1 dan Kusumoantono 2 1 Widyaiswara Pusat Diklat SDM LHK 2 Widyaiswara Balai Diklat LHK Bogor Abstract Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang mencapai sekitar pulau. Perbedaan karakteristik antar pulau
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang mencapai sekitar 17.000 pulau. Perbedaan karakteristik antar pulau menjadikan Indonesia berpotensi memiliki keanekaragaman habitat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan sumber keanekaragaman hayati dan memilki banyak kawasan konservasi. Cagar Alam (CA) termasuk
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keanekaragaman Burung di Pantai Trisik Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman hayati di Yogyakarta khususnya pada jenis burung. Areal persawahan, laguna
Lebih terperinciVeterinaria Vol 6, No. 1, Pebruari Studi Perilaku Pasangan Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) pada Kandang Breeding di Kebun Binatang Surabaya
Veterinaria Vol 6, No. 1, Pebruari 2013 Studi Perilaku Pasangan Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) pada Kandang Breeding di Kebun Binatang Surabaya Study The Couples Of Bali Starlings (Leucopsar rothschildi)
Lebih terperinciMATERI DAN METODE PENELITIAN
MATERI DAN METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Rawamangun Selatan, Gg. Kana Tanah Merah Lama, Jakarta Timur. Penelitian dilakukan empat bulan, yaitu mulai bulan Agustus sampai
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tumbuhan dan satwa adalah bagian dari sumber daya
Lebih terperinciII KAJIAN KEPUSTAKAAN. Walet Sarang Lumut, Burung Walet Sapi, Burung Walet Gunung dan Burung
7 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Taksonomi dan Deskripsi Burung Walet Terdapat beberapa jenis Burung Walet yang ditemukan di Indonesia diantaranya Burung Walet Sarang Putih, Burung Walet Sarang Hitam, Burung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang berukuran kecil misalnya burung berencet kalimantan (Ptilochia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki 1598 jenis burung dengan ukuran beragam ada burung yang berukuran kecil misalnya burung berencet kalimantan (Ptilochia leucogrammica), gemuk (Turnix
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Deskripsi Tanaman Sukun (Artocarpus communis Frost) Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan tanaman sukun dapat
TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman Sukun (Artocarpus communis Frost) Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan tanaman sukun dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Dephut, 1998): Kingdom : Plantae Divisio : Spematophyta
Lebih terperinciABSTRAK. Kata kunci : kuntul kecil, pulau serangan, aktivitas harian, habitat, Bali
ABSTRAK Penelitian tentang aktivitas burung kuntul kecil (Egretta garzetta) dilakukan di Pulau Serangan antara bulan Mei dan Juni 2016. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas harian burung
Lebih terperinci2. Memahami kelangsungan hidup makhluk hidup
2. Memahami kelangsungan hidup makhluk hidup 2.1 Mengidentifikasi kelangsungan hidup makhluk hidup melalui adaptasi, seleksi alam, dan perkembangbiakan 1. Mengaitkan perilaku adaptasi hewan tertentu dilingkungannya
Lebih terperinciTEKNIK PENGELOLAAN DAN PENILAIAN KESEJAHTERAAN MURAI BATU (Copsychus malabaricus Scopoli, 1788) DI MEGA BIRD AND ORCHID FARM, BOGOR, JAWA BARAT
TEKNIK PENGELOLAAN DAN PENILAIAN KESEJAHTERAAN MURAI BATU (Copsychus malabaricus Scopoli, 1788) DI MEGA BIRD AND ORCHID FARM, BOGOR, JAWA BARAT ISNIA ESTU MARIFA DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN
Lebih terperinciINVENTARISASI JENIS BURUNG YANG DIPELIHARA MASYARAKAT KOTA TERNATE, MALUKU UTARA
INVENTARISASI JENIS BURUNG YANG DIPELIHARA MASYARAKAT KOTA TERNATE, MALUKU UTARA SOLEMAN, RACHMAWATY 1 1 Guru Biologi Pada SMPN 7 Kota Ternate. Email: watysoleman@ymail.com ABSTRAK Masyarakat Kota Ternate
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Jenis Hasil Tangkapan Hasil tangkapan pancing ulur selama penelitian terdiri dari 11 famili, 12 genus dengan total 14 jenis ikan yang tertangkap (Lampiran 6). Sebanyak 6
Lebih terperinciKAJIAN KEBERADAAN TAPIR (Tapirus indicus) DI TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS BERDASARKAN JEBAKAN KAMERA. Surel :
19-20 November KAJIAN KEBERADAAN TAPIR (Tapirus indicus) DI TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS BERDASARKAN JEBAKAN KAMERA Yusrina Avianti Setiawan 1), Muhammad Kanedi 1), Sumianto 2), Agus Subagyo 3), Nur Alim
Lebih terperinciWritten by Admin TNUK Saturday, 31 December :26 - Last Updated Wednesday, 04 January :53
SIARAN PERS Populasi Badak Jawa di Taman Nasional Ujung Kulon Jakarta, 29 Desember 2011 Badak jawa merupakan satu dari dua jenis spesies badak yang ada di Indonesia dan terkonsentrasi hanya di wilayah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. di beberapa tipe habitat. Bermacam-macam jenis satwa liar ini merupakan. salah satu diantaranya adalah kepentingan ekologis.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman jenis satwa liar yang tinggi,dan tersebar di beberapa tipe habitat. Bermacam-macam jenis satwa liar ini merupakan sumberdaya alam yang
Lebih terperinciJalak Bali (Leucopsar rothschildi Stresemann, 1912) adalah burung. endemik Pulau Bali, dan distribusinya sampai tahun 2005 hanya ada di Taman
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jalak Bali (Leucopsar rothschildi Stresemann, 1912) adalah burung endemik Pulau Bali, dan distribusinya sampai tahun 2005 hanya ada di Taman Nasional Bali Barat (TNBB). Jalak
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kupu-kupu raja helena (Troides helena L.) merupakan kupu-kupu yang berukuran
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kupu-kupu raja helena (Troides helena L.) merupakan kupu-kupu yang berukuran besar dan memiliki warna sayap yang menarik sehingga sering diambil dari alam untuk dijadikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara tropis memiliki keanekaragaman jenis satwa,
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara tropis memiliki keanekaragaman jenis satwa, sebagian diantaranya dikategorikan langka, tetapi masih mempunyai potensi untuk ditangkarkan, baik
Lebih terperinciPENDUGAAN JENIS KELAMIN MENGGUNAKAN CIRI-CIRI MORFOLOGI DAN PERILAKU HARIAN PADA GELATIK JAWA (Padda oryzivora Linn, 1758) DI PENANGKARAN
Media Konservasi Vol. XI, No. 3 Desember 2006 : 89 97 PENDUGAAN JENIS KELAMIN MENGGUNAKAN CIRI-CIRI MORFOLOGI DAN PERILAKU HARIAN PADA GELATIK JAWA (Padda oryzivora Linn, 1758) DI PENANGKARAN Sex Determination
Lebih terperinciBUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 17.1 TAHUN 2015
1 BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 17.1 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN BURUNG HANTU (TYTO ALBA) DI KABUPATEN JEMBER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBER, Menimbang Mengingat
Lebih terperinciKEANEKARAGAMAN HAYATI. Keanekaragaman Jenis Keanekaragaman Genetis Keanekaragaman ekosistem
KEANEKARAGAMAN HAYATI Keanekaragaman Jenis Keanekaragaman Genetis Keanekaragaman ekosistem Tujuan Pembelajaran Mampu mengidentifikasi keanekaragaman hayati di Indonesia Mampu membedakan keanekaragaman
Lebih terperinciDAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA DAN LAPORAN... PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN...
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA DAN LAPORAN... PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... i ii iii iv v vi DAFTAR GAMBAR...
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Seiring perkembangan ilmu pengetahuan di bidang peternakan yang semakin luas,
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Seiring perkembangan ilmu pengetahuan di bidang peternakan yang semakin luas, jenis ternak yang dipelihara oleh masyarakat pun semakin beragam. Beternak
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Purbowati, 2009). Domba lokal jantan mempunyai tanduk yang kecil, sedangkan
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Ekor Tipis Domba Ekor Tipis (DET) merupakan domba asli Indonesia dan dikenal sebagai domba lokal atau domba kampung karena ukuran tubuhnya yang kecil, warnanya bermacam-macam,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah cecah (Presbytis melalophos). Penyebaran cecah ini hampir di seluruh bagian pulau kecuali
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Faktor manajemen lingkungan juga berpengaruh terhadap pertumbuhan ternak. Suhu dan kelembaban yang sesuai dengan kondisi fisiologis ternak akan membuat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. rawa, hutan rawa, danau, dan sungai, serta berbagai ekosistem pesisir seperti hutan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai lahan basah paling luas dan mungkin paling beragam di Asia Tenggara, meliputi lahan basah alami seperti rawa,
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENJUALAN HEWAN YANG DILINDUNGI MELALUI MEDIA INTERNET DIHUBUNGKAN DENGAN
BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENJUALAN HEWAN YANG DILINDUNGI MELALUI MEDIA INTERNET DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA JUNCTO
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ditemukan di Indonesia dan 24 spesies diantaranya endemik di Indonesia (Unggar,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki keragaman primata yang tinggi, primata tersebut merupakan sumber daya alam yang sangat bermanfaat bagi kehidupan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai daya tarik wisata, seperti contoh wisata di Taman Nasional Way
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Satwa liar mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia, baik untuk kepentingan keseimbangan ekosistem, ekonomi, maupun sosial budaya (Alikodra, 2002).
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. bagian selatan atau pesisir selatan Kabupaten Garut. Kecamatan Pameungpeuk,
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Pameungpeuk merupakan salah satu daerah yang berada di bagian selatan atau pesisir selatan Kabupaten Garut. Kecamatan Pameungpeuk, secara
Lebih terperinci