TUGAS AKHIR SIMULASI PENGKODEAN HAMMING UNTUK MENGHITUNG BIT ERROR RATE

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TUGAS AKHIR SIMULASI PENGKODEAN HAMMING UNTUK MENGHITUNG BIT ERROR RATE"

Transkripsi

1 TUGAS AKHIR SIMULASI PENGKODEAN HAMMING UNTUK MENGHITUNG BIT ERROR RATE Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1) pada Departemen Teknik Elektro Oleh : IRSAN NIM : DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009

2 ABSTRAK Pada sistem komunikasi digital, kendala yang paling berat adalah adanya bit error yang terjadi akibat adanya noise yang timbul disepanjang saluran transmisi. Akibat adanya bit error ini maka data-data yang diterima pada sistem penerima akan rusak dan tidak bisa diterjemahkan. Ada berbagai metode penanganan error dengan cara mengurangi dampak noise terhadap data maupun pengurangan noise pada saluran transmisi. Akan tetapi data yang diterima masih terjadi error. Sehingga dicari solusi metode penanganan error dengan pemeriksaan bit. Metode yang digunakan adalah dengan backward error control(bec) dan forward error control(fec). Pada FEC digunakan teknik pengkodean untuk menangani masalah error pada data. Dalam sistem komunikasi digital ada banyak kode-kode yang dapat digunakan dalam melakukan pengkodean, seperti Kode Hamming, Kode Reed-Solomon, Kode BCH dan lain-lain. Pada Tugas Akhir ini akan dibuat simulasi Pengkodean Hamming untuk menghitung Bit Error Rate. Dari simulasi pengkodean Hamming diperoleh bahwa probabilitas error kanal sebelum digunakan pengkodean Hamming dapat diperkecil setelah menggunakan pengkodean Hamming, misalnya probabilitas error kanal sebelum digunakan pengkodean Hamming adalah 5,3x10-2, maka setelah digunakan pengkodean Hamming diperoleh Bit Error Rate hasil simulasi adalah 7,25x10-3.

3 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan karunia sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul : Simulasi Pengkodean Hamming untuk Menghitung Bit Error Rate Penulisan Tugas Akhir ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan sarjana di Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Tugas Akhir ini penulis persembahkan kepada orang tua penulis serta saudara saudari penulis yang selalu memberikan dukungan kepada penulis. Penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak Ir. Nasrul Abdi, MT selaku Ketua Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. 2. Bapak Rahmad Fauzi, ST, MT selaku Sekretaris Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. 3. Bapak Ir. M. Zulfin, MT selaku dosen pembimbing Tugas Akhir penulis yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, dan motivasi dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini. 4. Seluruh staf pengajar Departemen Teknik Elektro, khususnya Konsentrasi Teknik Telekomunikasi yang telah membekali penulis di bidang Teknik Telekomunikasi.

4 5. Kepada seluruh teman teman di Departemen Teknik Elektro USU angkatan 2004 yang selama ini telah menjadi teman seperjuangan dalam hari kuliah. 6. Serta semua pihak yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk Tugas Akhir ini. Akhir kata penulis berharap semoga penulisan Tugas Akhir ini bermanfaat bagi kita semua. Medan, 12 Februari 2009 Penulis

5 DAFTAR ISI ABSTRAK...i KATA PENGANTAR...ii DAFTAR ISI...iv DAFTAR GAMBAR...vii DAFTAR TABEL...viii I. PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penulisan Batasan Masalah Metode Penulisan Sistematika Penulisan...3 II. PENGKODEAN DAN KODE HAMMING Sistem Komunikasi Digital Elemen Dasar Sistem Komunikasi Digital Konsep Dasar Sistem Pengkodean Pengkodean Hamming Pendekodean Hamming Contoh Sederhana Proses Pengkodean Hamming...12

6 III. PEMODELAN DAN SIMULASI Umum Keunggulan dan kelemahan simulasi Klasifikasi Model Bilangan Acak Bilangan Acak Normal Bilangan Acak Poisson...23 IV. PERANCANGAN DAN ANALISA PROGRAM SIMULASI Umum Asumsi Model Sumber data Enkoder Kanal Dekoder Data yang Diterima Diagram Alir Diagram Alir Sumber data Diagram Alir Enkoder Diagram Alir Kanal Diagram Alir Dekoder Diagram Alir Data yang Diterima Implementasi Program Simulasi...40

7 4.6 Analisa Bit Error Rate dengan Program Simulasi Analisa Bit Error Rate secara Analisis Grafik Hubungan antara BER kanal dan BER data...49 V. KESIMPULAN DAN SARAN...50 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

8 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Blok Diagram Komunikasi Digital...6 Gambar 2.2 Gambar Diagram Bit pariti dan data...9 Gambar 3.1 Cara Mempelajari Sistem...16 Gambar 4.1 Gambar 4.2 Model Simulasi...27 Diagram Alir Sumber Data...32 Gambar 4.3 Diagram Alir Enkoder...34 Gambar 4.4 Diagram Alir Kanal...36 Gambar 4.5 Diagram Alir Dekoder...38 Gambar 4.6 Diagram Alir Data yang Diterima...39 Gambar 4.7 Tampilan Program Simulasi...40 Gambar 4.8 Tampilan Hasil Simulasi...42 Gambar 4.9 Grafik Probabilitas Error Kanal Vs Bit Error Rate...49

9 DAFTAR TABEL Tabel 4.1. Hasil Simulasi Untuk BER kanal Tabel 4.2. Hasil Simulasi Untuk BER kanal Tabel 4.3. Hasil Simulasi Untuk BER kanal Tabel 4.4 Tabel Hubungan BER kanal dan BER data secara Analisis...49

10 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini perkembangan di bidang Telekomunikasi sangat pesat, khususnya dalam komunikasi digital. Disamping itu perkembangan pemakaian komputer yang pesat juga mendorong pemakaian komunikasi digital, bahkan banyak jaringan komunikasi analog yang mulai beralih ke komunikasi digital. Komunikasi digital memiliki tingkat ketahanan yang lebih tinggi terhadap noise, karena memiliki metode pengendalian error yang hanya bisa diterapkan pada sistem komunikasi digital. Metode itu adalah BEC dan FEC. Kedua metode di atas hanya bisa diterapkan pada sistem komunikasi yang memanfaatkan binary digit (bit), dimana data yang dikirimkan diubah ke dalam bitbit terlebih dahulu. Bit-bit data ini akan diperiksa pada sisi penerima untuk mengetahui data yang diterima terdapat error atau tidak. Dengan adanya kedua metode ini maka error pada data yang diterima lebih sedikit. Pada sistem telekomunikasi, hal yang paling penting adalah bagaimana cara mengirimkan suatu informasi dari satu tempat ke tempat yang lain, dimana informasi yang diterima sesuai dengan informasi yang dikirimkan, dengan kata lain informasi yang diterima adalah bebas error. Untuk itu sangat diperlukan pemahaman terhadap metode penanganan error, diketahui kemampuan suatu metode dalam menangani error dan diketahui metode yang paling cocok digunakan pada suatu sistem telekomunikasi agar sistem tersebut bebas dari error. Oleh karena itu pada Tugas Akhir ini akan dibahas salah satu dari metode penanganan error yaitu FEC yang memiliki kemampuan untuk mengoreksi kesalahan. Pada FEC terdapat beberapa teknik pengkodean yang dapat digunakan

11 untuk mengkoreksi error pada data yang diterima, seperti Kode Hamming, Kode BCH, Kode Reed Solomon, dan lain-lain. Pada Tugas Akhir ini akan dibahas tentang Kode Hamming. 1.2 Rumusan Masalah Dari latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan antara lain : 1. Bagaimana prinsip kerja sistem komunikasi digital? 2. Bagaimana prinsip kerja pengkodean Hamming? 3. Bagaimana pembuatan simulasi pengkodean Hamming? 4. Bagaimana pembangkitan bilangan acak untuk data dan noise? 5. Bagaimana menghitung bit error rate(ber)? 1.3 Tujuan Penulisan Adapun tujuan dari Tugas Akhir ini adalah : 1. Membuat suatu program yang mampu mensimulasikan proses Pengkodean Hamming. 2. Mencari BER pada Pengkodean Hamming. 3. Menggunakan simulasi untuk menganalisa BER pada Pengkodean Hamming. 1.4 Batasan Masalah Untuk menghindari pembahasan menjadi terlalu luas maka penulis perlu membatasinya. Adapun batasan masalah dalam Tugas Akhir ini adalah : 1. Hanya membahas tentang Kode Hamming(7,4).

12 2. Data dan noise dibangkitkan dengan menggunakan Bilangan Acak. 3. Program dibuat dengan menggunakan aplikasi Microsoft Visual Basic Noise kanal dimodelkan dengan probabilitas error kanal yang diinput oleh pengguna. 5. Tidak membahas tentang probabilitas error kanal untuk berbagai kanal. 6. Tidak membahas tentang teknik modulasi dan filter. 7. Hanya membahas tentang BER pada pengkodean Hamming dengan simulasi. 8. Tidak membahas tentang Analisa bit error rate Pengkodean Hamming secara matematis. 1.5 Metode Penulisan Metode penulisan yang digunakan dalam penulisan Tugas Akhir ini adalah : 1. Studi Literatur, berupa studi kepustakaan dan kajian dari buku-buku teks pendukung. 2. Studi Simulasi, berupa studi dari hasil simulasi dengan menggunakan simulasi Pengkodean Hamming. 1.6 Sistematika Penulisan Penulisan Tugas Akhir ini disajikan dengan sistematika penulisan sebagai berikut :

13 BAB I Pendahuluan Bab ini merupakan pendahuluan yang berisikan tentang latar belakang masalah, tujuan penulisan, batasan masalah, metode penulisan dan sistematika penulisan. BAB II Pemodelan dan Simulasi Bab ini merupakan pengenalan kepada dasar-dasar dalam merancang suatu model dan membuat simulasi dari sebuah sistem, sebagai dasar dalam melakukan pemodelan dan simulasi. BAB III Pengkodean dan Kode Hamming Bab ini membahas tentang metode pengkodean dan Kode Hamming. Bab ini berisi tentang dasar sistem komunikasi digital, teori-teori pengkodean dan bagaimana pengkodean pada Kode Hamming. BAB IV Perancangan dan Analisa Program Simulasi Bab ini berisi tahapan perancangan program simulasi dan analisa program simulasi yang telah dibuat. BAB V Kesimpulan dan Saran Bab ini berisi Kesimpulan dan Saran Lampiran

14 BAB II PENGKODEAN DAN KODE HAMMING 2.1. Sistem Komunikasi Digital Dalam sistem telekomunikasi terdapat dua jenis sistem komunikasi yaitu sistem komunikasi analog dan sistem komunikasi digital. Perbedaan keduanya adalah pada sinyal yang digunakan untuk melakukan komunikasi. Pada sistem komunikasi analog, sinyal yang dikirimkan berupa sinyal yang bervariasi dan tidak tetap, sedangkan pada sistem komunikasi digital, sinyal yang dikirimkan adalah sinyal tertentu yang sudah tetap bentuknya. Pada sistem telekomunikasi, meskipun sistem komunikasi analog masih digunakan, akan tetapi perkembangan dan penggunaan sistem komunikasi digital lebih banyak bila dibandingkan sistem komunikasi digital. Hal ini karena sistem komunikasi digital mempunyai beberapa keuntungan sebagai berikut[1][2] : 1. Sinyal digital lebih mudah untuk diregenerasi menjadi bentuknya yang semula, dibandingkan dengan sinyal analog. 2. Rangkaian digital memiliki tingkat distorsi dan interferensi yang lebih rendah bila dibandingkan dengan rangkaian analog. 3. Sistem komunikasi digital memiliki teknik deteksi kesalahan dan koreksi, sehingga dapat mengurangi tingkat kesalahan, sedangkan pada sistem komunikasi analog tidak. 4. Biaya produksi dari rangkaian digital lebih rendah bila dibandingkan dengan rangkaian analog.

15 5. Perangkat dari sistem komunikasi digital lebih mudah untuk dikombinasikan dengan perangkat lainnya bila dibandingkan dengan perangkat dari sistem komunikasi analog Elemen Dasar Sistem Komunikasi Digital Pada Gambar 2.1 ditunjukkan elemen-elemen dasar dari sistem komunikasi digital. Blok yang pertama menunjukkan Input dari sistem komunikasi digital yang dapat berupa sinyal analog maupun sinyal digital. Dalam sistem komunikasi digital sinyal yang digunakan adalah sinyal digital, sehingga, sinyal analog harus dikonversi menjadi sinyal digital terlebih dahulu. Selain itu sinyal digital juga perlu dikompresi atau diminimalisasi ukuran informasinya untuk menyesuaikan dengan bandwith transmisi yang tersedia. Proses konversi dan kompresi ini biasa disebut juga source coding atau data compression, yang ditunjukkan pada blok kedua[2]. Information Source and Input Transducer Source Encoder Channel Encoder Digital Modulator Channel Output Transducer Source Decoder Channel Decoder Digital Demodulator Gambar 2.1 Blok Diagram Komunikasi Digital

16 Setelah diproses pada blok kedua, maka dihasilkan deretan digit biner yang biasa disebut juga deretan informasi. Deretan informasi ini kemudaian masuk ke blok ketiga yaitu channel encoder, yang berfungsi untuk mengkodekan sinyal agar pada sisi penerima dapat dilakukan dekode untuk mendeteksi error dan memperbaiki error yang timbul. Sinyal yang telah dikodekan kemudian di modulasi pada blok keempat dengan menggunakan digital modulator. Tujuan dari proses modulasi ini adalah supaya sinyal dapat disesuaikan dengan kondisi dari kanal transimisi yang digunakan. Pada kanal transmisi yang ditunjukkan pada blok kelima, sinyal yang dikirimkan akan dipengaruhi oleh noise ataupun interferensi. Kemudian pada sisi pengirim sinyal didemodulasikan oleh digital demodulator, seperti yang ditunjukkan pada blok keenam. Setelah didemodulasikan, kemudian sinyal didekodekan sesuai dengan teknik yang digunakan pada enkoder di sisi pengirim untuk diperiksa dan dikoreksi error-nya. Kemudian sinyal didekoder lagi oleh source decoder sesuai dengan teknik yang digunakan oleh source encoder pada sisi pengirim untuk mendapatkan sinyal informasi aslinya Konsep Dasar Sistem Pengkodean Kesalahan (error) merupakan masalah dalam sistem komunikasi,sebab dapat mengurangi kinerja dari sistem. Untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan suatu sistem yang dapat mengoreksi error. Sehingga dicari solusi metode penanganan error dengan pemeriksaan bit.

17 Metode yang digunakan ada dua yaitu [3]: 1. Backward Error Control Pada Backward Error Control, apabila pada data yang diterima terjadi error, maka penerima akan mengirimkan sinyal kepada pengirim untuk melakukan pengiriman ulang. 2. Forward Error Control Pada Forward Error Control, sebelum data dikirimkan data akan dikodekan dengan suatu pembangkit kode(enkoder), dan kemudian dikirimkan ke penerima. Pada penerima akan terdapat sebuah penerjemah kode (dekoder) yang mendekodekan data tersebut, dan apabila terjadi error pada data akan dilakukan pengkoreksian data. Bit stream dari sumber data masuk ke enkoder untuk dikodekan, kemudian bit stream yang telah dikodekan dikirimkan melalui kanal. Kemudian bit itu dikodekan oleh dekoder dan data tersebut dikirimkan ke user Pengkodean Hamming Bit stream dari sumber data yang masuk ke enkoder dikodekan dengan menggunakan suatu generator. Oleh karena itu dalam proses pengkodean Kode Hamming diperlukan suatu generator matriks. Kode Hamming diperoleh dari hasil perkalian antara bit stream dengan generator matriks kode Hamming. Generator matriks kode Hamming yang dipilih adalah generator matriks Kode Hamming yang sistematik. Kode Hamming ini

18 disimpan dalam matriks array 2 dimensi. Sebagai contoh Kode Hamming(7,4) yang mengkodekan 4 bit stream menjadi 7 bit kode yang akan dikirimkan yaitu sbb: G = Matriks generator diatas diperoleh dari operasi sebagai berikut : Misalkan p1,p2,p3 adalah bit parity dari Kode Hamming, dan d1,d2,d3,d4 adalah bit data yang akan ditransmisikan. Hubungan antara bit pariti dan bit data dapat dilihat dalam Gambar 2.2. Gambar 2.2 Gambar Diagram Bit pariti dan data Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa bit pariti p1 melakukan pengoperasian dan pengecekan terhadap bit data d2,d3,d4, bit pariti p2 melakukan pengoperasian dan pengecekan terhadap bit data d1,d3,d4, dan bit pariti p3

19 melakukan pengoperasian dan pengecekan terhadap bit data d2,d1,d4. Dimana operasi bitnya sebagai berikut [4]: p1 = d2 + d3 + d4 p2 = d1 + d3 + d4 p3 = d1 + d2 + d4 Untuk mencari bit-bit pariti dari data tersebut, misalkan data yang dikirimkan adalah : d1 = 1 d2 = 0 d3 = 0 d4 = maka diperoleh matriks untuk p1 adalah sebagai berikut : p1 = = = = = 1 P2 = = = = = 1

20 P3 = = = = = 1 Dari pariti bit diatas, dapat dibentuk matriks generator yang sistematis dengan menggunakan rumus sebagai berikut [1]: G = [ P I]...(3.1) dimana G merupakan matriks generator, P merupakan matriks kolom pariti yang sudah dibuat diatas, dan I merupakan matriks identitas Pendekodean Hamming Pendekodean Kode Hamming dilakukan dengan cara menghitung sindrom yang dihasilkan dengan cara mengalikan bit Kode Hamming yang diterima dengan matriks cek pariti yang disesuaikan dengan generator kode Hamming yang digunakan pada sisi penerima. Sebagai contoh, matriks cek pariti yang sesuai dengan contoh generator matriks untuk Kode Hamming(7,4) diatas adalah sbb: H =

21 Matriks untuk cek pariti ini dapat diperoleh dari rumus sebagai berikut [1]: H = [ I P T ]...(3.2) dimana H merupakan matriks cek pariti, I merupakan matriks Identitas, dan P T merupakan hasil transpose dari matriks pariti P Dari matriks Pariti cek diatas dapat dihitung sindrom dengan rumus [1]: S = r. H T...(3.3) Dimana : S = Sindrom r = bit Kode Hamming yang diterima H T = transposisi dari matiks cek pariti Setelah didapat sindromnya, maka dapat diketahui apakah kode yang diterima ada error atau tidak dan dimana letak error-nya bila ada. Jika sindrom yang dihasilkan adalah 0, maka berarti tidak terjadi error,selain itu, berarti ada terjadi error. Untuk mengetahui letak error-nya, maka sindrom yang sudah diperoleh harus disesuaikan dengan matriks H T, bila sindrom sesuai dengan salah satu kode pada matriks H T, berarti pada posisi tersebut telah terjadi error. Lalu ubahlah posisi yang error tersebut dengan menginvertkan kode yang diterima. Kemudian ambillah 4 bit kode yang terakhir sebagai bit stream data Contoh Sederhana Proses Pengkodean Hamming Berikut ini adalah contoh sederhana proses pengkodean Hamming dengan Kode Hamming (7,4) dan generator matriks,serta matriks cek pariti yang digunakan sama seperti yang telah disebutkan diatas. Misalnya : bit informasi yang dikirimkan adalah 1000

22 Proses enkode adalah sebagai berikut : G = Kode yang dikirimkan = bit informasi x matriks G =[ ] =[ ] Jadi kode yang dikirimkan adalah Proses dekode adalah sebagai berikut 1. Untuk kanal tanpa noise, maka data yang dikirimkan sama dengan data yang diterima. Sehingga data yang diterima adalah

23 H = maka H T = Dengan adanya H T dan r = , maka kita dapat menggunakan rumus sindrom untuk menghitung sindrom yaitu : S = r. H T S = [ ] S = [0 0 0] Karena Sindrom bernilai 0, maka tidak terjadi error, sehingga tidak perlu dilakukan koreksi. Bit informasi yang dikirimkan diambil dari 4 bit terakhir dari bit yang diterima yaitu 1000

24 2. Untuk kanal dengan noise kita misalkan data yang diterima adalah S = [ ] S = [1 1 0] Karena sindrom bukan bernilai 0, berarti terjadi error, sehingga perlu dilakukan pengecekan ulang dengan mencocokkan bit sindrom dengan bit-bit pada matriks H T dan diperoleh kecocokan pada baris ke 6 pada matriks H T, berarti terjadi kesalahan bit pada bit ke 6. Sehingga bit ke- 6 dari bit yang diterima yaitu 11010[1]0 yang bernilai 1(dikurung siku) diubah menjadi 0, sehingga data yang benar adalah Dari bit data yang sudah dikoreksi diambil 4 bit terakhir sebagai bit informasi yaitu 1000 Dari proses no 2 tersebut dapat dilihat bahwa Kode Hamming mempunyai kemampuan untuk mengoreksi kesalahan.

25 BAB III PEMODELAN DAN SIMULASI 3.1 Umum Dalam mempelajari perilaku suatu sistem perlu diterapkan sejumlah asumsi tentang bagaimana sistem tersebut bekerja. Asumsi-asumsi tersebut akan membentuk model sistem yang bisa dimanfaatkan untuk mempelajari perilaku sistem dan bisa dinyatakan dalam bentuk hubungan matematis atau hubungan logis. Apabila hubungan-hubungan yang membentuk model tersebut sederhana, maka dimungkinkan untuk menerapkan metode matematis untuk mendapatkan informasi atau jawaban yang eksak terhadap pernyataan atau permasalahan yang ingin diketahui. Informasi semacam itu disebut sebagai penyelesaian secara analitik. Namun demikian, sistem riil pada umumnya terlalu kompleks dan sulit untuk dimodelkan serta dievaluasi secara analitik. Untuk mengatasi permasalahan tersebut digunakanlah metode simulasi. Tahapan dalam menganalisa sebuah sistem dapat dilihat dalam Gambar 3.1[5]. Gambar 3.1 Cara Mempelajari Sistem

26 Simulasi merupakan pendekatan yang digunakan untuk memecahkan berbagai masalah dalam dunia nyata yang mengandung ketidakpastian dan kemungkinan terjadi dalam jangka waktu yang panjang yang tidak dapat diperhitungkan secara pasti. Dengan simulasi para analis dimungkinkan untuk mengambil kesimpulan tentang sistem tersebut tanpa harus membangunnya terlebih dahulu atau melakukan perubahan pada sistem yang ada tanpa mengganggu kegiatan yang sedang berjalan[5]. 3.2 Keunggulan dan kelemahan Simulasi Meskipun model analitik sangat berguna dan sering digunakan, namun masih terdapat keterbatasan, yaitu model analitik tidak mampu menelusuri sifat suatu sistem pada masa lalu dan masa mendatang melalui pembagian waktu. Model analitik hanya memberikan penyelesaian secara menyeluruh, suatu jawaban yang mungkin tunggal dan optimal tetapi tidak menggambarkan prosedur operasional untuk masa lebih singkat dari perencanaan. Penyelesaian masalah dengan menggunakan simulasi memiliki beberapa keuntungan yaitu[6] : 1. Dapat menerapkan peraturan, prosedur operasi, tata cara pengambilan keputusan, aliran data, dan hal lain yang baru tanpa harus menganggu operasional sistem yang nyata. 2. Perancangan perangkat, tampilan fisik, sistem transportasi dan lainnya dapat dilakukan dan dicoba tanpa memerlukan objek yang nyata atau asli. 3. Hipotesis tentang terjadinya suatu fenomena dapat dicoba untuk mengetahui kebenarannya.

27 4. Dapat melebar-luaskan waktu untuk mempercepat dan memperlambat fenomena yang sedang diteliti. 5. Dapat mengamati interaksi antar variabel dengan jelas. 6. Dapat mengamati pentingnya peran sebuah variabel dalam performansi sebuah sistem. 7. Analisis bottleneck dapat dilakukan untuk mengindikasikan dimana proses berlangsung, informasi, material dan yang lainnya mengalami delay. 8. Studi simulasi dapat membantu dalam memahami bagaimana sistem berjalan sebenarnya, bukan berdasarkan pemikiran perorangan. Namun, model simulasi juga memiliki beberapa kelemahan, yaitu : 1. Perancangan model memerlukan latihan khusus. Perancangan model merupakan seni yang dipelajari melalui pengalaman. Oleh sebab itu, perancangan model antara dua individu dapat mirip, tapi pastilah berbeda satu dengan yang lain. 2. Hasil simulasi sulit untuk diinterpretasikan. Karena hasil keluaran simulasi banyak yang berupa variabel acak(diperoleh dari masukan yang acak), sehingga sangat sulit untuk menentukan apakah hasilnya adalah berdasarkan hubungan antar komponen sistem atau hanya berupa keacakan. 3. Analisis dan pemodelan simulasi dapat memakan banyak waktu dan biaya. Pengurangan materi untuk analisa dan pemodelan dapat mengakibatkan model simulasi atau analisa yang tidak sesuai dengan perannya. 4. Simulasi digunakan dalam beberapa kasus dimana solusi analisis dimungkinkan, atau mungkin lebih disukai.

28 3.3 Klasifikasi Model Model merupakan suatu pendekatan terhadap objek-objek nyata, yang memiliki sifat seperti objek-objek nyata tersebut, serta memiliki fungsi yang sama dengan objek-objek nyata. Pengelompokkan model akan mempermudah upaya pemahaman akan makna dan kepentingannya. Jenis-jenis model dapat diklasifikasikan sebagai berikut[5] : 1. Pembagian menurut struktur model, yaitu : a. Model Ikonik (Model Fisik) Model ikonik pada hakekatnya merupakan perwakilan fisik dari beberapa hal, baik dalam bentuk ideal maupun dalam skala yang berbeda. Model ikonik ini mempunyai karakteristik yang sama dengan hal yang diwakilinya, dan terutama amat sesuai untuk menerangkan kejadian pada waktu yang spesifik. Model ikonik dapat berdimensi dua (foto, peta, cetak-biru) atau tiga dimensi (prototipe mesin, alat, dan lainnya). Apabila model berdimensi lebih dari tiga tidak mungkin lagi dikonstruksi secara fisik sehingga diperlukan kategori model simbolik. b. Model Analog (Model Diagramatik) Model analog dapat digunakan untuk mewakili situasi dinamik, yaitu keadaan yang berubah menurut waktu. Model ini lebih sering digunakan daripada model ikonik karena kemampuannya untuk mengetengahkan karakteristik dari kejadian yang dikaji. Model analog sangat sesuai dengan penjabaran hubungan kuantitatif antara sifat dari berbagai komponen. Dengan melalui transformasi sifat menjadi analognya, maka kemampuan untuk membuat perubahan dapat ditingkatkan. Contoh dari model analog ini

29 adalah kurva permintaan, kurva distribusi frekuensi pada statistik, dan diagram alir. Model analog digunakan karena kesederhanaannya namun efektif pada situasi yang khas. c. Model Simbolik (Model Matematik) Format model simbolik dapat berupa bentuk angka, simbol dan rumus. Jenis model simbolik yang umum dipakai adalah suatu persamaan (equation). Bentuk persamaan adalah tepat, singkat dan mudah dimengerti. Simbol persamaan tidak saja mudah dimanipulasi dibandingkan dengan kata-kata, namun juga lebih cepat dapat ditanggap maksudnya. Suatu persamaan adalah bahasa yang universal pada penelitian operasional dan ilmu sistem, dimana di dalamnya digunakan suatu logika simbolis. 2. Pembagian menurut fungsinya, yaitu : a. Model Deskriptif Model ini hanya menggambarkan situasi suatu sistem tanpa gambaran tentang miniature objek yang dipelajari. b. Model Prediktif Model yang hanya menggambarkan apa yang akan terjadi (prediksi), bila sesuatu terjadi. c. Model Normatif Model ini adalah merupakan gambaran model terhadap permasalahan yang dihadapi. Model ini disebut juga model simulasi. 3. Pembagian menurut referensi waktu, yaitu a. Model statis Model yang tidak memasukkan faktor waktu dalam perumusannya.

30 b. Model Dinamis Model yang mempunyai unsur waktu dalam perumusannya dan menunjukkan perubahan setiap saat akibat aktivitasnya. 4. Pembagian menurut sifatnya, yaitu a. Model deterministik Model yang mempunyai keluaran atau output yang unik dari setiap input yang berbeda-beda. Artinya model tersebut keluarannya sudah dapat ditentukan secara pasti melalui suatu prosedur yang sudah ditentukan. b. Model probabilistik Model yang mencakup distribusi probabilitas/kemungkinan dari input atau proses dan menghasilkan suatu deretan harga bagi paling tidak satu variabel output disertai dengan kemungkinan dari harga tersebut Bilangan acak Bilangan Acak merupakan kumpulan bilangan yang dihasilkan oleh sebuah pembangkit bilangan acak dan memiliki keacakan tertentu. Pembangkit bilangan acak berupa sebuah algoritma atau urutan langkah yang digunakan untuk menghasilkan angka-angka yang muncul secara acak mengikuti distribusi yang digunakan. Bilangan acak ini biasanya digunakan untuk memodelkan sebuah objek dalam sistem yang dalam bentuk matematisnya bersifat acak atau nilainya tidak pasti, bisa berupa sebuah probabilitas[5].

31 Bilangan Acak Normal Bilangan acak berdistribusi normal ini bisa dibangkitkan dengan beberapa cara. Salah satunya adalah dengan polar method. Langkah-langkah untuk membangkitkan bilangan acak berdistribusi normal adalah sebagai berikut[2] : 1. Bangkitkan U 1 dan U 2 sebagai IID U(0,1); hitung V i = 2U i 1 untuk i=1,2; dan W=V 2 1 +V Jika W>1, kembali ke langkah pertama. Jika tidak, hitung Y= (-2lnW)/W, X 1 =V 1 Y, dan X 2 =V 2 Y. Maka X 1 danx 2 adalah bilangan acak berdistribusi Normal Bilangan Acak Poisson Bilangan acak berdistribusi Poisson didapat dari hubungan antara Poisson(λ) dan expo(1/λ). Algoritmanya adalah sebagai berikut[2] : 1. Hitung a=e -λ, b=1, dan i=0. 2. Bangkitkan U i+1 ~U(0,1) dan ubah nilai b menjadi bu i+1. Jika b>a, balikkan nilai X=i. Selain itu lanjut ke langkah 3. Ubah i menjadi i+1 dan kembali ke langkah 2.

32 BAB IV PERANCANGAN DAN ANALISA PROGRAM SIMULASI 4.1 Umum Pada sistem komunikasi digital masalah yang muncul pada umumnya adalah bit error rate dari data yang diterima, yang diakibatkan oleh noise dan interferensi yang timbul sepanjang kanal transmisi. Untuk mengatasi bit error rate ini, maka digunakan teknik pengkodean yang dapat meminimalisasi terjadinya bit error rate yang timbul. Ada berbagai teknik pengkodean dalam sistem komunikasi digital, salah satunya adalah Kode Hamming. Teknik ini memiliki keunggulan dimana dapat tepat mengoreksi satu kesalahan bit yang timbul. Untuk menganalisa bit error rate pada suatu sistem komunikasi digital dapat dilakukan dengan cara menggunakan metode analitik maupun simulasi. Akan tetapi dengan metode analitik, hasil yang diperoleh hanya berupa probabilitas yang belum pasti. Sehingga perlu digunakan metode simulasi, dimana hasil yang diperoleh lebih mendekati kondisi nyata. 4.2 Asumsi Beberapa asumsi yang berhubungan dengan program simulasi Pengkodean Hamming adalah sebagai berikut : 1. Sumber data yang digunakan berupa sumber data digital yang dibangkitkan dengan menggunakan bilangan acak Poisson.

33 2. Probabilitas error kanal yang diinput merupakan probabilitas error yang masih muncul setelah dilakukan berbagai teknik modulasi maupun filterisasi. 3. Noise transmisi dibangkitkan dengan membandingkan bilangan acak Normal dengan probabilitas error kanal. 4. Sumber data yang dikirimkan terdiri dari 4 bit. 5. Dianggap tidak ada error yang disebabkan oleh noise dalam rangkaian digital pembangkit sumber data, enkoder maupun dekoder. 4.3 Model Model yang digunakan dalam merancang program simulasi ini dapat dilihat dalam Gambar 4.1. Gambar 4.1 Model Simulasi Sumber data Sumber data dimodelkan dalam bentuk bilangan acak Poisson dan akan dibangkitkan menurut metode pembangkitan bilangan acak Poisson, kemudian diubah dalam bentuk biner, dengan asumsi sumber data berupa sinyal digital yang siap dienkodekan. Sinyal digital yang dihasilkan berupa 4 bit stream data. Bilangan acak Poisson yang akan dibangkitkan dengan menggunakan algoritma pada bagian subbab 3.4.2, dengan menggunakan nilai λ=8. Sehingga bilangan acak yang dihasilkan memiliki rata-rata nilai 8.

34 Kode program untuk melakukan pembangkitan sumber data ini dapat dilihat dalam Lampiran kode program halaman Enkoder Pada bagian ini sinyal digital yang dibangkitkan akan dienkode dengan matriks generator Kode Hamming(7,4) sebagai berikut : G = Bit-bit data digital dalam bentuk biner yang sudah dibangkitkan pada bagian sumber data akan dibentuk menjadi matriks 1x4. Matriks tersebut akan dikalikan dengan matiks generator yang telah tersedia dan dihasilkan matriks 1x7, sehingga dihasilkan bit-bit data yang telah terenkode sebanyak 7 bit. Kode program untuk melakukan pengkodean ini dapat dilihat dalam Lampiran kode program halaman 3 dan Kanal Pada bagian ini akan dibangkitkan noise dengan menggunakan pembangkit bilangan acak Normal, dengan menggunakan algoritma yang terdapat pada subbab Kemudian bilangan acak Normal ini akan disubstitusikan ke dalam persamaan (3.2) untuk menghasilkan probabilitasnya. Bilangan acak ini akan dibangkitkan sebanyak 7 buah, sesuai dengan jumlah bit dari sinyal yang dikirimkan.

35 Setiap bilangan acak yang telah dibangkitkan tersebut akan dibandingkan dengan probabilitas error kanal. Jika bilangan acak tersebut lebih kecil dari probabilitas error kanal, maka akan dibangkitkan bit noise 1, apabila bilangan acak tersebut lebih besar dari probabilitas error kanal, maka akan dibangkitkan bit noise 0. Sehingga terbentuk deretan noise sebanyak 7 digit dalam bentuk biner. Setelah itu sinyal yang sudah dienkode tersebut akan ditambahkan dengan noise menurut aturan gerbang XOR sebagai berikut : = = = = 0 apabila pada noise yang dibangkitkan terdapat bit bernilai 1, maka sinyal yang terenkode akan berubah nilainya akibat penjumlahan dari sinyal tersebut dengan noise. Kode program untuk melakukan pembangkitan noise kanal ini dapat dilihat dalam Lampiran kode program halaman 2 dan Dekoder Pada bagian ini sinyal yang diterima akan dihitung sindromnya dan dilakukan pengecekan dan pengoreksian kesalahan bila ada. Perhitungan Sindrom dilakukan dengan menggunakan rumus S = r. H T, dimana r merupakan sinyal data yang diterima dan H T adalah transpose dari matriks pengecek error. Matriks H yang digunakan adalah matriks H untuk Kode Hamming (7,4) yaitu :

36 H = Sinyal yang berasal dari kanal yang sudah ditambah dengan noise,yang terdiri dari 14 bit akan dikelompokkan menjadi 2 bagian,lalu disimpan kedalam 2 buah matriks yang berukuran 1x7. Kemudian masing-masing matriks tersebut akan dihitung sindromnya menggunakan rumus untuk menghitung sindrom yang sudah dibahas pada BAB II. Apabila sindromnya tidak sama dengan 0, maka telah terjadi error, jika sama dengan 0 maka tidak terjadi error. Bila terjadi error, maka dilakukan pencocokan sindrom dengan matriks H T, dimana posisi data pada matriks H T yang sama dengan sindrom adalah lokasi bit kesalahan pada data. Setelah mengetahui lokasi kesalahan, kemudian dilakukan koreksi dengan menginversikan bit data, yaitu data yang bernilai 0 menjadi 1 dan sebaliknya data yang bernilai 1 menjadi 0. Setelah selesai dilakukan pengkoreksian, diambil 4 bit terakhir dari bit data sebagai data informasi yang dikirimkan, lalu kedua data tersebut digabungkan dan dihasilkan bit stream data yang terdekode. Kode program untuk melakukan pendekodean ini dapat dilihat dalam Lampiran kode program halaman 4 dan 5.

37 Data yang diterima Data yang diterima ini akan dibandingkan dengan sumber data, apabila terdapat bit yang berbeda, maka jumlah error akan bertambah. Setelah semua bit dibandingkan, maka akan dihitung bit error rate(ber) dengan membagikan jumlah error dengan jumlah bit yang dikirimkan seluruhnya. BER = Jumlah Error Jumlah bit yang dikirimkan Kode program untuk melakukan perhitungan BER ini dapat dilihat dalam Lampiran kode program halaman Diagram Alir Dari model-model yang sudah ditentukan diatas dan keterangan tentang prosesnya masing-masing, maka dirancang diagram alir dari proses yang dilakukan oleh setiap model tersebut. Adapun masing-masing diagram alir diperlihatkan pada Gambar 4.2 sampai dengan Gambar Diagram Alir Sumber data Proses pembangkitan sumber data dimulai dengan melakukan pembangkitan bilangan acak terlebih dahulu. Bilangan acak tersebut diubah kedalam bentuk biner dengan cara melakukan pembagian terhadap 2 secara terus menerus hingga terbentuk deretan bilangan biner dan deretan tersebut disimpan didalam sebuah variabel bernama sinyal. Urutan langkahnya dapat dilihat pada Gambar 4.2.

38 Gambar 4.2 Diagram Alir Sumber Data

39 4.4.2 Diagram Alir Enkoder Proses pengkodean dilakukan dengan cara menggunakan dua masukan yaitu data dan generator. Data tersebut berupa deretan biner yang disimpan dalam bentuk matriks 1x4, dan generator disimpan dalam bentuk matriks 4x7. Matriks data dan matriks generator dikalikan dan dihasilkan matriks data yang telah dikodekan dalam bentuk matriks 1x7. Urutan langkahnya dapat dilihat dalam Gambar 4.3.

40 Mulai Masukkan (generator,data) i=1 J=1 Datae(j)=Datae(j)+data(i)* generator(i,j) i>4? Tidak i=i+1 Ya J=j+1 Datae(j)=Datae(j) mod 2 J>7? Tidak Ya Selesai Gambar 4.3 Diagram Alir Enkoder

41 4.4.3 Diagram Alir Kanal Proses yang dilakukan adalah pembangkitan noise dan penjumlahan noise dengan data yang telah dikodekan. Dalam melakukan pemrosesan di dalam kanal diperlukan data yang telah dikodekan dan probabilitas error kanal. Pembangkitan noise dilakukan dengan cara melakukan pembangkitan bilangan acak Normal, kemudian bilangan acak ini dibandingkan dengan probabilitas error kanal. Bila bilangan acak lebih kecil atau sama dengan probabilitas error kanal, maka sinyal noise berupa 1, dan sebaliknya bila lebih besar, maka sinyal noise berupa 0. Sinyal noise ini kemudian dijumlahkan dengan data yang telah dikodekan. Urutan langkahnya dapat dilihat pada Gambar 4.4.

42 Mulai Masukkan (Sinyal, error kanal) Acak=Normal() J>7 Ya Acak > error kanal Tidak Noise(j)=1 Ya Noise(j)=0 Tidak J=j+1 Sinyal=sinyal +noise Selesai Gambar 4.4 Diagram Alir Kanal

43 4.4.4 Diagram Alir Dekoder Proses dekoder memerlukan masukan berupa data yang diterima, yaitu data yang telah dikodekan dan dijumlahkan dengan noise, dan matriks untuk mendekodekan data yang diterima. Data yang diterima berupa matriks 1x7, data ini dikalikan dengan matriks dekoder berukuran 7x3 dan dihasilkan sindrom dalam bentuk matriks berukuran 1x3. Apabila sindrom dari hasil perkalian adalah 0, berarti data yang diterima tidak terdapat error, sebaliknya bila sindrom tidak nol, maka akan dilakukan pengoreksian dengan membandingkan matriks sindrom dengan matriks dekoder untuk melakukan pengecekan. Apabila matriks sindrom sama dengan matriks dekoder, berarti pada posisi bit tersebut terdapat error dan data pada posisi tersebut akan diubah nilainya dari 0 menjadi 1 atau 1 menjadi 0. Urutan langkahnya dapat dilihat dalam Gambar 4.5.

44 Mulai Masukkan (r,h T ) S= r * H T S = 0? Tidak J=1 S= H T? Tidak J=j+1 Ya Ya Pos=j i=1 i=pos? Tidak i=i+1 Ya R(i)=(r(i)+1) mod 2 Selesai Gambar 4.5 Diagram Alir Dekoder

45 4.4.5 Diagram Alir Data yang Diterima Pada blok ini dilakukan perbandingan data yang diterima dengan data yang dikirimkan untuk mendapatkan jumlah error yang terdapat dalam data yang diterima. Urutan langkahnya dapat dilihat pada Gambar 4.6. Mulai Masukkan (Data diterima,data dikirim) J=1 Tidak Terima(j)=kirim(j) Ya Error=error+1 Tidak J=4 Ya Selesai Gambar 4.6 Diagram Alir Data yang Diterima

46 4.5 Implementasi Program Simulasi Program Simulasi ini dirancang dengan menggunakan Aplikasi pemrograman Microsoft Visual Basic 6.0 yang menggunakan bahasa pemrograman Basic. Program Simulasi yang dirancang memiliki interface yang ditunjukkan pada Gambar 4.7. Gambar 4.7 Tampilan Program Simulasi Program Simulasi ini memiliki input-input sebagai berikut : 1. Jumlah pengiriman untuk menentukan jumlah pengiriman yang akan dilakukan oleh program. Jika jumlah simulasi diisi 1, maka akan dilakukan satu kali simulasi saja, dimana satu kali simulasi berarti melakukan pengiriman data sebesar 4 bit sebanyak satu kali. 2. Kecepatan Simulasi untuk menentukan kecepatan berlangsungnya simulasi, sehingga memungkinkan pemakai untuk mengamati setiap simulasi dengan baik. 3. Probabilitas error kanal untuk menentukan error yang timbul sepanjang perjalanan dari enkoder ke dekoder.

47 4. Tombol Simulasi untuk menjalankan simulasi baru dengan data yang sudah diinput. 5. Tombol Hentikan/Lanjutkan untuk menghentikan dan melanjutkan simulasi, supaya pemakai dapat mengamati dan mengambil data simulasi. 6. Tombol Keluar untuk keluar dan menutup program simulasi. Sedangkan untuk outputnya adalah sebagai berikut : 1. Sinyal pertama untuk menandakan sinyal yang dibangkitkan dengan menggunakan bilangan acak. 2. Enkoder menampilkan matriks generator yang digunakan untuk melakukan enkode terhadap sinyal yang dibangkitkan. 3. Sinyal kedua untuk menampilkan sinyal setelah dienkodekan. 4. Noise untuk menendakan noise yang timbul dalam kanal transmisi yang dibangkitkan dengan menggunakan bilangan acak. 5. Sinyal ketiga untuk menandakan sinyal setelah melewati kanal transmisi dan sudah dipengaruhi oleh noise. 6. Dekoder untuk menampilkan matrik yang digunakan untuk melakukan proses dekoder. 7. Sinyal keempat untuk menandakan sinyal yang dihasilkan setelah dilakukan proses dekoder dan pengkoreksian error. 8. Daftar bilangan acak yaitu berisi daftar bilangan acak yang dibangkitkan. 9. Error kanal untuk menampilkan jumlah error yang muncul pada kanal. 10. Bit error rate(ber) kanal untuk menampilkan BER dari kanal. 11. Error untuk menampilkan jumlah kesalahan bit dari data yang diterima. 12. Bit error rate untuk menampilkan bit error rate dari hasil simulasi.

48 Misalnya untuk mencari bit error rate pada sistem komunikasi digital yang menggunakan Kode Hamming(7,4), dan memiliki probabilitas error sepanjang perjalanan dari enkoder ke dekoder sebesar 10-1, dengan jumlah pengiriman sebanyak 1 kali. Maka hasil akhirnya dapat dilihat pada Gambar 4.8. Gambar 4.8 Tampilan Hasil Simulasi Dari hasil simulasi diperoleh bahwa bit yang dikirimkan sebanyak 4 bit, jumlah bit error pada kanal adalah 1 dan bit error rate(ber) kanal adalah 0,142857, jumlah bit error yang timbul pada waktu data diterima adalah 0 bit, dan BER setelah dilakukan pengkodean dengan Kode Hamming adalah 0.

49 Tahapan jalannya program adalah sebagai berikut : 1. Ketika tombol simulasi ditekan, komputer akan membangkitkan bilangan acak Poisson yang hasilnya adalah 5. Kemudian bilangan acak ini akan diubah kedalam bentuk biner yaitu Bilangan biner tersebut akan dikalikan dengan enkoder sehingga dihasilkan sinyal dalam bentuk 7 bit yaitu Selanjutnya program melakukan pembangkitan bilangan acak Poisson seperti terlihat pada Gambar 4.8 dan setiap bilangan acak tersebut akan dibandingkan dengan probabilitas error kanal yang dimasukkan yaitu 0,1. Jika bilangan acak lebih kecil dari probabilitas error kanal, maka noise bernilai 1, selain itu bernilai 0. Sehingga terbentuk deretan noise yaitu Deretan noise tersebut ditambahkan menurut gerbang XOR sehingga terbentuk sinyal yang diterima yaitu Sinyal yang diterima ini dikalikan dengan dekoder dan dihasilkan sindrom 011. Sindrom ini kemudian dibandingkan dengan deretan bit dekoder dan didapatkan error pada posisi bit ke 4, sehingga sinyal tersebut diubah menjadi dan data yang dikirimkan diambil dari 4 bit terakhir yaitu Data yang diterima ini dibandingkan dengan data semula dan hasilnya sama, sehingga jumlah error adalah 0 dan bit error rate adalah 0

50 4.6 Analisa bit error rate dengan Program Simulasi Program simulasi yang telah selesai dirancang akan digunakan untuk melakukan analisa terhadap hubungan antara probabilitas error kanal dengan bit error rate setelah menggunakan Kode Hamming(7,4). Parameter yang digunakan adalah probabilitas error kanal yang berubah-ubah dan jumlah pengiriman yang disesuaikan dengan probabilitas error kanal. Dari Hasil Simulasi diperoleh data sebagai berikut : 1. Untuk probabilitas error kanal 10-1 dan jumlah pengiriman 80 Dengan menggunakan simulasi diperoleh data seperti pada Tabel 4.1. Karena menggunakan jumlah percobaan sebanyak 30 kali maka hasil simulasi merupakan distribusi normal. Dengan menggunakan derajat kepercayaan 99,02% maka probabilitas yang digunakan adalah ½(0,9902) = 0,4951. Untuk probabilits 0,4951 nilai z adalah 2,58. Selang kepercayaan untuk hasil simulasi akan dihitung dengan menggunakan rumus[8] : μ X ± zσ X = (4.1) Dari Tabel 4.1 diperoleh hasil perhitungan : Selang kepercayaan untuk bit error rate(ber) kanal adalah 8,1607 x 10-2 ± 4,744 x Selang kepercayaan untuk bit error rate(ber) data adalah 4,84375 x 10-2 ± 7, x 10-3.

51 Tabel 4.1. Hasil Simulasi Untuk BER kanal 10-1 No. Waktu Simulasi BER Kanal (X) BER Data (Y) (X μx) 2 Kanal (Y μy) 2 Data 1 1 detik 8,57E 02 0, ,68686E 05 0, detik 8,04E 02 0, ,5625E 06 2,19727E detik 7,14E 02 0,0375 0, , detik 0,075 0, ,36543E 05 2,44141E detik 7,68E 02 0, ,32462E 05 0, detik 8,04E 02 0, ,5625E 06 2,44141E detik 7,68E 02 0, ,32462E 05 6,10352E detik 0,0875 0, ,47258E 05 2,19727E detik 0,0875 0, ,47258E 05 2,19727E detik 7,32E 02 0, ,04401E 05 2,19727E detik 9,82E 02 0, , , detik 0,0875 0, ,47258E 05 2,44141E detik 6,43E 02 0, , , detik 8,57E 02 0, ,68686E 05 0, detik 7,14E 02 0, , , detik 6,43E 02 0, , , detik 7,86E 02 0, ,21556E 06 6,10352E detik 8,93E 02 0,0375 5,89605E 05 0, detik 0,0875 0, ,47258E 05 2,19727E detik 7,32E 02 0, ,04401E 05 0, detik 8,57E 02 0, ,68686E 05 6,10352E detik 9,29E 02 0, , , detik 7,68E 02 0, ,32462E 05 0, detik 9,11E 02 0, ,95727E 05 0, detik 0, , , , detik 7,14E 02 0, , ,10352E detik 9,82E 02 0, , , detik 0,0875 0, ,47258E 05 2,19727E detik 7,86E 02 0,0375 9,21556E 06 0, detik 6,61E 02 0, , ,19727E Untuk probabilitas error kanal 10-2 dan jumlah pengiriman 800 Dengan menggunakan derajat kepercayaan dan jumlah percobaan yang sama dengan probabilitas error kanal 10-1 akan dihitung selang kepercayaan dari hasil simulasi yang ditunjukkan Tabel 4.2.

52 Tabel 4.2. Hasil Simulasi Untuk BER kanal 10-2 No. Waktu Simulasi BER Kanal (X) BER Data (Y) (X μx) 2 Kanal (Y μy) 2 Data 1 13 detik 0, ,00629E 07 2,40896E detik 0, , ,13585E 08 1,04275E detik 0,0175 0, ,83377E 08 1,08507E detik 0,0175 0, ,83377E 08 1,58865E detik 0, , ,13585E 08 4,03754E detik 0,0175 0, ,83377E 08 1,04275E detik 0, , ,13585E 08 4,03754E detik 0, , ,43338E 07 1,58865E detik 0, ,83377E 08 2,40896E detik 0, ,78234E 07 2,40896E detik 0, , ,00629E 07 1,08507E detik 0, ,0025 6,43338E 07 8,98546E detik 0, , ,00629E 07 1,04275E detik 0,0175 0, ,83377E 08 2,47407E detik 0,0175 0, ,83377E 08 4,03754E detik 0, ,00629E 07 2,40896E detik 0, ,0025 2,39692E 07 8,98546E detik 0, , ,2423E 06 1,58865E detik 0,0175 0,0025 1,83377E 08 8,98546E detik 0,0175 0, ,83377E 08 4,03754E detik 0, ,78234E 07 2,40896E detik 0, ,00629E 07 2,40896E detik 0, , ,39692E 07 1,04275E detik 0, ,83377E 08 2,40896E detik 0, ,78234E 07 2,40896E detik 0, , ,2423E 06 1,58865E detik 0, ,83377E 08 2,40896E detik 0, , ,2423E 06 1,58865E detik 0, ,00629E 07 2,40896E detik 0,0175 0,0025 1,83377E 08 8,98546E 07

53 Dari Tabel 4.2 diperoleh hasil perhitungan : Selang kepercayaan untuk bit error rate(ber) kanal adalah 8,101 x 10-3 ± 5,7 x Selang kepercayaan untuk bit error rate(ber) data adalah 4,89583 x 10-4 ± 2,83613 x Untuk probabilitas error kanal 10-3 dan jumlah pengiriman 8000 Dengan menggunakan derajat kepercayaan dan jumlah percobaan yang sama dengan probabilitas error kanal 10-1 akan dihitung selang kepercayaan dari hasil simulasi yang ditunjukkan Tabel 4.3. Dari Tabel 4.3 diperoleh hasil perhitungan : Selang kepercayaan untuk bit error rate(ber) kanal adalah 7,91815 x 10-3 ± 9,19963 x Selang kepercayaan untuk bit error rate(ber) data adalah 3,125 x 10-6 ± 7,92699 x 10-6.

54 No. Tabel 4.3. Hasil Simulasi Untuk BER kanal 10-3 Waktu Simulasi BER Kanal (X) BER Data (Y) (X μx) 2 Kanal (Y μy) 2 Data detik 7,14E ,01086E 09 9,76563E detik 8,21E 04 0, ,76935E 10 8,21289E detik 7,86E ,72245E 11 9,76563E detik 8,21E ,76935E 10 9,76563E detik 8,93E ,02094E 08 9,76563E detik 0, ,74853E 09 9,76563E detik 8,21E ,76935E 10 9,76563E detik 9,11E ,41369E 08 9,76563E detik 0, ,74853E 09 9,76563E detik 8,21E ,76935E 10 9,76563E detik 0, ,74853E 09 9,76563E detik 5,89E ,10183E 08 9,76563E detik 0, ,59208E 07 9,76563E detik 5,71E ,85704E 08 9,76563E detik 6,96E ,09866E 09 9,76563E detik 6,43E ,21886E 08 9,76563E detik 8,21E ,76935E 10 9,76563E detik 7,68E ,74002E 10 9,76563E detik 0, ,74853E 09 9,76563E detik 8,57E ,26767E 09 9,76563E detik 7,68E ,74002E 10 9,76563E detik 9,64E ,9746E 08 9,76563E detik 6,61E ,71875E 08 9,76563E detik 6,07E ,4104E 08 9,76563E detik 7,68E ,74002E 10 9,76563E detik 6,96E ,09866E 09 9,76563E detik 8,21E ,76935E 10 9,76563E detik 6,61E ,71875E 08 9,76563E detik 7,14E ,01086E 09 9,76563E detik 8,39E ,25342E 09 9,76563E 12

55 4.7 Analisa bit error rate secara Analisis Bit error rate secara analisis dapat dihitung dengan menggunakan rumus [1]: P B p p ( 1 - p) n (4.2) dimana p adalah probabilitas error kanal Hasil perhitungan BER secara analisis dapat dilihat pada Tabel 4.4. Tabel 4.4 Tabel Hubungan BER kanal dan BER data secara Analisis BER kanal BER data Analisis 0, , , , , ,75439E Grafik Hubungan antara BER kanal dan BER data Hasil simulasi dan analisa yang tealah dihitung diatas akan digambarkan dalam sebuah grafik untuk membandingkan BER yang dihitung secara analisis dan secara simulasi. Grafik tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.9. Gambar 4.9 Grafik Probabilitas Error Kanal Vs Bit Error Rate

56 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari hasil perancangan simulasi Pengkodean Hamming dapat diambil kesimpulan : 1. Program ini dapat digunakan untuk mensimulasikan proses pengkodean dengan Kode Hamming(7,4) dan menghitung bit error rate. 2. Penggunaan simulasi dengan menggunakan jumlah simulasi yang lebih banyak akan menghasilkan hasil simulasi yang lebih akurat. 3. Pengkodean Hamming dapat mendeteksi tepat satu error dan dapat memperkecil bit error rate dalam sistem komunikasi digital. 5.2 Saran Dari kesimpulan yang diperoleh, maka saran yang dapat diberikan penulis adalah : 1. Simulasi dapat dikembangkan dengan mengubah matriks generator untuk Kode Hamming lainnya. 2. Simulasi dapat dikembangkan dengan mengubah bilangan acak yang digunakan. 3. Simulasi dapat dikembangkan dengan menyertakan parameter-parameter sistem komunikasi digital lainnya.

BAB II PENGKODEAN. yang digunakan untuk melakukan hubungan komunikasi. Pada sistem komunikasi analog, sinyal

BAB II PENGKODEAN. yang digunakan untuk melakukan hubungan komunikasi. Pada sistem komunikasi analog, sinyal BAB II PENGKODEAN 2.1 Sistem Komunikasi Digital Dalam sistem telekomunikasi digital tedapat dua jenis sistem telekomunikasi, yaitu sistem komunikasi analog dan sistem komunikasi digital. Perbedaan keduanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat pesat, sehingga penggunaan komputer sebagai media komunikasi bagi

BAB I PENDAHULUAN. sangat pesat, sehingga penggunaan komputer sebagai media komunikasi bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini perkembangan di bidang telekomunikasi menunjukkan grafik yang sangat pesat, sehingga penggunaan komputer sebagai media komunikasi bagi perusahaan untuk

Lebih terperinci

PEDOMAN PENGGUNAAN SIMULATOR PENYANDIAN DAN PENGAWASANDIAN SISTEM KOMUNIKASI BERBASIS PERANGKAT LUNAK VISUAL C#

PEDOMAN PENGGUNAAN SIMULATOR PENYANDIAN DAN PENGAWASANDIAN SISTEM KOMUNIKASI BERBASIS PERANGKAT LUNAK VISUAL C# PEDOMAN PENGGUNAAN SIMULATOR PENYANDIAN DAN PENGAWASANDIAN SISTEM KOMUNIKASI BERBASIS PERANGKAT LUNAK VISUAL C# Simulator penyandian dan pengawasandian ini dirancang untuk meyimulasikan 10 jenis penyandian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan kehidupan manusia dalam berbagai aspek kehidupan, telah memaksa mereka

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan kehidupan manusia dalam berbagai aspek kehidupan, telah memaksa mereka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemajuan kehidupan manusia dalam berbagai aspek kehidupan, telah memaksa mereka untuk senantiasa terus melakukan transformasi menciptakan suatu tatanan kehidupan

Lebih terperinci

Implementasi Encoder dan decoder Hamming pada TMS320C6416T

Implementasi Encoder dan decoder Hamming pada TMS320C6416T Implementasi Encoder dan decoder Hamming pada TMS320C6416T oleh : ANGGY KUSUMA DEWI WISMAL (2211105016) Pembimbing 1 Dr. Ir. Suwadi, MT Pembimbing 2 Titiek Suryani, MT Latar Belakang Pada pengiriman data,

Lebih terperinci

DESAIN ENCODER-DECODER BERBASIS ANGKA SEMBILAN UNTUK TRANSMISI INFORMASI DIGITAL

DESAIN ENCODER-DECODER BERBASIS ANGKA SEMBILAN UNTUK TRANSMISI INFORMASI DIGITAL Desain Encoder-Decoder Berbasis Angka Sembilan Untuk Transmisi Informasi Digital 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43

Lebih terperinci

SISTEM PENGKODEAN. IR. SIHAR PARLINGGOMAN PANJAITAN, MT Fakultas Teknik Jurusan Teknik Elektro Universitas Sumatera Utara

SISTEM PENGKODEAN. IR. SIHAR PARLINGGOMAN PANJAITAN, MT Fakultas Teknik Jurusan Teknik Elektro Universitas Sumatera Utara SISTEM PENGKODEAN IR. SIHAR PARLINGGOMAN PANJAITAN, MT Fakultas Teknik Jurusan Teknik Elektro Universitas Sumatera Utara KODE HAMMING.. Konsep Dasar Sistem Pengkodean Kesalahan (error) merupakan masalah

Lebih terperinci

PERANCANGAN SIMULASI PENGKODEAN HAMMING (7,4) UNTUK MENGHITUNG BIT ERROR RATE (BER) PADA BINARY SYMETRIC CHANNEL ABSTRAK

PERANCANGAN SIMULASI PENGKODEAN HAMMING (7,4) UNTUK MENGHITUNG BIT ERROR RATE (BER) PADA BINARY SYMETRIC CHANNEL ABSTRAK PERANCANGAN SIMULASI PENGKODEAN HAMMING (7,4) UNTUK MENGHITUNG BIT ERROR RATE (BER) PADA BINARY SYMETRIC CHANNEL Janwar Maulana 1, Arini 2, Feri Fahrianto 3 1,2,3 Prodi Teknik Informatika, Fakultas Sains

Lebih terperinci

KOREKSI KESALAHAN PADA SISTEM DVB-T MENGGUNAKAN KODE REED-SOLOMON

KOREKSI KESALAHAN PADA SISTEM DVB-T MENGGUNAKAN KODE REED-SOLOMON KOREKSI KESALAHAN PADA SISTEM DVB-T MENGGUNAKAN KODE REED-SOLOMON TUGAS AKHIR Oleh : LUCKY WIBOWO NIM : 06.50.0020 PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

Lebih terperinci

Block Coding KOMUNIKASI DATA OLEH : PUTU RUSDI ARIAWAN ( )

Block Coding KOMUNIKASI DATA OLEH : PUTU RUSDI ARIAWAN ( ) Block Coding KOMUNIKASI DATA OLEH : (0804405050) JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2010 Block Coding Block coding adalah salah satu kode yang mempunyai sifat forward error

Lebih terperinci

ANALISIS UNJUK KERJA EKUALIZER KANAL ADAPTIF DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA SATO

ANALISIS UNJUK KERJA EKUALIZER KANAL ADAPTIF DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA SATO ANALISIS UNJUK KERJA EKUALIZER KANAL ADAPTIF DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA SATO Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1) pada Departemen Teknik Elektro

Lebih terperinci

SIMULASI PENGIRIMAN DAN PENERIMAAN INFORMASI MENGGUNAKAN KODE BCH

SIMULASI PENGIRIMAN DAN PENERIMAAN INFORMASI MENGGUNAKAN KODE BCH SIMULASI PENGIRIMAN DAN PENERIMAAN INFORMASI MENGGUNAKAN KODE BCH Tamara Maharani, Aries Pratiarso, Arifin Politeknik Elektronika Negeri Surabaya Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS, Surabaya

Lebih terperinci

SIMULASI KODE HAMMING, KODE BCH, DAN KODE REED-SOLOMON UNTUK OPTIMALISASI FORWARD ERROR CORRECTION

SIMULASI KODE HAMMING, KODE BCH, DAN KODE REED-SOLOMON UNTUK OPTIMALISASI FORWARD ERROR CORRECTION SIMULASI KODE HAMMING, KODE BCH, DAN KODE REED-SOLOMON UNTUK OPTIMALISASI FORWARD ERROR CORRECTION SKRIPSI Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Program Studi Informatika

Lebih terperinci

TTG3B3 - Sistem Komunikasi 2 Linear Block Code

TTG3B3 - Sistem Komunikasi 2 Linear Block Code TTG3B3 - Sistem Komunikasi 2 Linear Block Code S1 Teknik Telekomunikasi Fakultas Teknik Elektro Universitas Telkom Oleh: Linda Meylani Agus D. Prasetyo Tujuan Pembelajaran Memahami fungsi dan parameter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Modulation. Channel. Demodulation. Gambar 1.1. Diagram Kotak Sistem Komunikasi Digital [1].

BAB I PENDAHULUAN. Modulation. Channel. Demodulation. Gambar 1.1. Diagram Kotak Sistem Komunikasi Digital [1]. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tujuan Meneliti dan menganalisis Turbo Convolutional Coding dan Turbo Block Coding dalam hal (BER) Bit Error Rate sebagai fungsi Eb/No. 1.2. Latar Belakang Dalam sistem komunikasi

Lebih terperinci

Kode Sumber dan Kode Kanal

Kode Sumber dan Kode Kanal Kode Sumber dan Kode Kanal Sulistyaningsih, 05912-SIE Jurusan Teknik Elektro Teknologi Informasi FT UGM, Yogyakarta 8.2 Kode Awalan Untuk sebuah kode sumber menjadi praktis digunakan, kode harus dapat

Lebih terperinci

Introduction to spread spectrum (SS) Alfin Hikmaturokhman,MT

Introduction to spread spectrum (SS) Alfin Hikmaturokhman,MT Introduction to spread spectrum (SS) 1 A L F I N H I K M A T U R O K H M A N, S T., M T H T T P : / / A L F I N. D O S E N. S T 3 T E L K O M. A C. I D / LATAR BELAKANG 2 CDMA merupakan salah satu jenis

Lebih terperinci

MODUL MODULATOR-DEMODULATOR BINARY PHASE SHIFT KEYING (BPSK) MENGGUNAKAN METODE COSTAS LOOP

MODUL MODULATOR-DEMODULATOR BINARY PHASE SHIFT KEYING (BPSK) MENGGUNAKAN METODE COSTAS LOOP MODUL MODULATOR-DEMODULATOR BINARY PHASE SHIFT KEYING (BPSK) MENGGUNAKAN METODE COSTAS LOOP Oleh Arivia Aurelia Devina Pramono NIM : 612005004 Skripsi ini untuk melengkapi syarat-syarat memperoleh Gelar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem radio digital (Digital Audio Broadcasting, DAB, sekarang ini lazim

BAB I PENDAHULUAN. Sistem radio digital (Digital Audio Broadcasting, DAB, sekarang ini lazim BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sistem radio digital (Digital Audio Broadcasting, DAB, sekarang ini lazim disebut dengan radio digital) sangat inovatif dan merupakan sistem penyiaran multimedia

Lebih terperinci

SISTEM DAN MODEL Tujuan Instruksional Khusus:

SISTEM DAN MODEL Tujuan Instruksional Khusus: SISTEM DAN MODEL Tujuan Instruksional Khusus: Peserta pelatihan dapat: menjelaskan pengertian sistem dan model, menentukan jenis dan klasifikasi model, menjelaskan tahapan permodelan Apa itu sistem? himpunan

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM DAN SIMULASI

BAB III PERANCANGAN SISTEM DAN SIMULASI BAB III PERANCANGAN SISTEM DAN SIMULASI Pada Tugas Akhir ini akan dianalisis sistem Direct Sequence CDMA dengan menggunakan kode penebar yang berbeda-beda dengan simulasi menggunakan program Matlab. Oleh

Lebih terperinci

Perancangan Dan Simulasi Punctured Convolutional Encoder Dan Viterbi Decoder Dengan Code Rate 2/3 Menggunakan Raspberry Pi

Perancangan Dan Simulasi Punctured Convolutional Encoder Dan Viterbi Decoder Dengan Code Rate 2/3 Menggunakan Raspberry Pi Perancangan Dan Simulasi Punctured Convolutional Encoder Dan Viterbi Decoder Dengan Code Rate 2/3 Menggunakan Raspberry Pi Marjan Maulataufik 1, Hertog Nugroho 2 1,2 Politeknik Negeri Bandung Jalan Gegerkalong

Lebih terperinci

Teknik Pengkodean (Encoding) Dosen : I Dewa Made Bayu Atmaja Darmawan

Teknik Pengkodean (Encoding) Dosen : I Dewa Made Bayu Atmaja Darmawan Teknik Pengkodean (Encoding) Dosen : I Dewa Made Bayu Atmaja Darmawan Pendahuluan Pengkodean karakter, kadang disebut penyandian karakter, terdiri dari kode yang memasangkan karakter berurutan dari suatu

Lebih terperinci

ANALISIS UNJUK KERJA EKUALIZER PADA SISTEM KOMUNIKASI DENGAN ALGORITMA STOP AND GO

ANALISIS UNJUK KERJA EKUALIZER PADA SISTEM KOMUNIKASI DENGAN ALGORITMA STOP AND GO ANALISIS UNJUK KERJA EKUALIZER PADA SISTEM KOMUNIKASI DENGAN ALGORITMA STOP AND GO Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1) pada Departemen Teknik Elektro

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemungkinan terjadinya pengiriman ulang file gambar akibat error, yaitu karena : noise,

BAB I PENDAHULUAN. Kemungkinan terjadinya pengiriman ulang file gambar akibat error, yaitu karena : noise, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aplikasi adalah salah satu layanan yang disediakan Internet/ intranet dengan tujuan sebagai kegiatan percakapan interaktif antar sesama pengguna komputer yang terhubung

Lebih terperinci

Desain dan Simulasi Encoder-Decoder Berbasis Angka Sembilan Untuk Transmisi Informasi Digital

Desain dan Simulasi Encoder-Decoder Berbasis Angka Sembilan Untuk Transmisi Informasi Digital Yuhanda, Desain Encoder-Decoder Berbasis Angka Sembilan Untuk Transmisi Informasi Digital 163 Desain dan Simulasi Encoder-Decoder Berbasis Angka Sembilan Untuk Transmisi Informasi Digital Bobby Yuhanda

Lebih terperinci

ENCODING DAN TRANSMISI. Budhi Irawan, S.Si, M.T

ENCODING DAN TRANSMISI. Budhi Irawan, S.Si, M.T ENCODING DAN TRANSMISI Budhi Irawan, S.Si, M.T ENCODING Encoding atau penyandian atau pengodean adalah teknik yang digunakan untuk mengubah sebuah karakter pada informasi digital kedalam bentuk biner sehingga

Lebih terperinci

BAB II TEKNIK PENGKODEAN

BAB II TEKNIK PENGKODEAN BAB II TEKNIK PENGKODEAN 2.1 Pendahuluan Pengkodean karakter, kadang disebut penyandian karakter, terdiri dari kode yang memasangkan karakter berurutan dari suatu kumpulan dengan sesuatu yang lain. Seperti

Lebih terperinci

DIKTAT MATA KULIAH KOMUNIKASI DATA BAB V DETEKSI DAN KOREKSI KESALAHAN

DIKTAT MATA KULIAH KOMUNIKASI DATA BAB V DETEKSI DAN KOREKSI KESALAHAN DIKTAT MATA KULIAH KOMUNIKASI DATA BAB V DETEKSI DAN KOREKSI KESALAHAN IF Pengertian Kesalahan Ketika melakukan pentransmisian data seringkali kita menjumpai data yang tidak sesuai dengan yang kita harapkan

Lebih terperinci

ANALISA KINERJA OFDM MENGGUNAKAN TEKNIK PENGKODEAN HAMMING

ANALISA KINERJA OFDM MENGGUNAKAN TEKNIK PENGKODEAN HAMMING ANALISA KINERJA OFDM MENGGUNAKAN TEKNIK PENGKODEAN HAMMING Daud P. Sianturi *, Febrizal, ** *Teknik Elektro Universitas Riau **Jurusan Teknik Elektro Universitas Riau Kampus Binawidya Km 12,5 Simpang Baru

Lebih terperinci

8.0 Penyandian Sumber dan Penyandian Kanal

8.0 Penyandian Sumber dan Penyandian Kanal MEI 2010 8.0 Penyandian Sumber dan Penyandian Kanal Karakteristik umum sinyal yang dibangkitkan oleh sumber fisik adalah sinyal tsb mengandung sejumlah informasi yang secara signifikan berlebihan. Transmisi

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 7. Menuliskan kode karakter dimulai dari level paling atas sampai level paling bawah.

BAB II DASAR TEORI. 7. Menuliskan kode karakter dimulai dari level paling atas sampai level paling bawah. 4 BAB II DASAR TEORI 2.1. Huffman Code Algoritma Huffman menggunakan prinsip penyandian yang mirip dengan kode Morse, yaitu tiap karakter (simbol) disandikan dengan rangkaian bit. Karakter yang sering

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR ANALISIS KINERJA MULTIPLEXER PADA ISDN (INTEGRATED SERVICE DIGITAL NETWORK) DENGAN BERBAGAI LAJU KANAL

TUGAS AKHIR ANALISIS KINERJA MULTIPLEXER PADA ISDN (INTEGRATED SERVICE DIGITAL NETWORK) DENGAN BERBAGAI LAJU KANAL TUGAS AKHIR ANALISIS KINERJA MULTIPLEXER PADA ISDN (INTEGRATED SERVICE DIGITAL NETWORK) DENGAN BERBAGAI LAJU KANAL diajukan untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1) pada Departemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 500 KHz. Dalam realisasi modulator BPSK digunakan sinyal data voice dengan

BAB I PENDAHULUAN. 500 KHz. Dalam realisasi modulator BPSK digunakan sinyal data voice dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada saat ini perkembangan teknologi semakin pesat, terutama dalam bidang komunikasi data. Komunikasi berarti pengiriman informasi dari pengirim ke penerima

Lebih terperinci

Deteksi dan Koreksi Error

Deteksi dan Koreksi Error Bab 10 Deteksi dan Koreksi Error Bab ini membahas mengenai cara-cara untuk melakukan deteksi dan koreksi error. Data dapat rusak selama transmisi. Jadi untuk komunikasi yang reliabel, error harus dideteksi

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 2, (2015) ISSN: ( Print) A-192

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 2, (2015) ISSN: ( Print) A-192 JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 2, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) A-192 Implementasi Dan Evaluasi Kinerja Encoder-Decoder Reed Solomon Pada M-Ary Quadrature Amplitude Modulation (M-Qam) Mengunakan

Lebih terperinci

SIMULASI DETEKSI BIT ERROR MENGGUNAKAN METODE HAMMING CODE BERBASIS WEB

SIMULASI DETEKSI BIT ERROR MENGGUNAKAN METODE HAMMING CODE BERBASIS WEB Jurnal Dinamika Informatika Volume 5, Nomor 2, September 2016 ISSN 1978-1660 SIMULASI DETEKSI BIT ERROR MENGGUNAKAN METODE HAMMING CODE BERBASIS WEB Rizqa Gardha Mahendra 1, Marti Widya Sari 2, Meilany

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KINERJA KODE REED-SOLOMON

PERBANDINGAN KINERJA KODE REED-SOLOMON PERBANDINGAN KINERJA KODE REED-SOLOMON DENGAN KODE BOSE- CHAUDHURI-HOCQUENGHEM MENGGUNAKAN MODULASI DIGITAL FSK, DPSK, DAN QAM PADA KANAL AWGN, RAYLEIGH, DAN RICIAN oleh Liang Arta Saelau NIM : 612011023

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Sistem Modulasi Modulasi (mapping) adalah proses perubahan karakteristik dari sebuah gelombang carrier atau pembawa aliran bit informasi menjadi simbol-simbol. Proses

Lebih terperinci

ANALISIS UNJUK KERJA EKUALIZER KANAL ADAPTIF DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA SATO

ANALISIS UNJUK KERJA EKUALIZER KANAL ADAPTIF DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA SATO ANALISIS UNJUK KERJA EKUALIZER KANAL ADAPTIF DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA SATO Direstika Yolanda, Rahmad Fauzi Konsentrasi Teknik Telekomunikasi, Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera

Lebih terperinci

PERANCANGAN APLIKASI DETEKSI BIT CHECK IN ERROR PADA TRANSMISI DATA TEXT DENGAN SINGLE ERROR CORRECTION MENGGUNAKAN ALGORITMA HAMMING CODE

PERANCANGAN APLIKASI DETEKSI BIT CHECK IN ERROR PADA TRANSMISI DATA TEXT DENGAN SINGLE ERROR CORRECTION MENGGUNAKAN ALGORITMA HAMMING CODE PERANCANGAN APLIKASI DETEKSI BIT CHECK IN ERROR PADA TRANSMISI DATA TEXT DENGAN SINGLE ERROR CORRECTION MENGGUNAKAN ALGORITMA HAMMING CODE Dedi Pariaman Deri (1011857) Mahasiswa Program Studi Teknik Informatika,

Lebih terperinci

ERROR DETECTION. Parity Check (Vertical Redudancy Check) Longitudinal Redudancy Check Cyclic Redudancy Check Checksum. Budhi Irawan, S.Si, M.

ERROR DETECTION. Parity Check (Vertical Redudancy Check) Longitudinal Redudancy Check Cyclic Redudancy Check Checksum. Budhi Irawan, S.Si, M. ERROR DETECTION Parity Check (Vertical Redudancy Check) Longitudinal Redudancy Check Cyclic Redudancy Check Checksum Budhi Irawan, S.Si, M.T Transmisi Data Pengiriman sebuah informasi akan berjalan lancar

Lebih terperinci

ANALISIS ALGORITMA KODE KONVOLUSI DAN KODE BCH

ANALISIS ALGORITMA KODE KONVOLUSI DAN KODE BCH Analisis Algoritma Kode... Sihar arlinggoman anjaitan ANALISIS ALGORITMA KODE KONVOLUSI DAN KODE BCH Sihar arlinggoman anjaitan Staf engajar Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik USU Abstrak: Tulisan

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN PULSE CODE MODULATION MENGGUNAKAN KOMPONEN DASAR ELEKTRONIKA

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN PULSE CODE MODULATION MENGGUNAKAN KOMPONEN DASAR ELEKTRONIKA PERANCANGAN DAN PEMBUATAN PULSE CODE MODULATION MENGGUNAKAN KOMPONEN DASAR ELEKTRONIKA LAPORAN TUGAS AKHIR Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Program Pendidikan Diploma 3 Oleh: SHALLY

Lebih terperinci

ANALISIS ALOKASI KANAL DINAMIS PADA KOMUNIKASI SELULER DENGAN ALGORITMA PARTICLE SWARM OPTIMIZATION

ANALISIS ALOKASI KANAL DINAMIS PADA KOMUNIKASI SELULER DENGAN ALGORITMA PARTICLE SWARM OPTIMIZATION ANALISIS ALOKASI KANAL DINAMIS PADA KOMUNIKASI SELULER DENGAN ALGORITMA PARTICLE SWARM OPTIMIZATION TUGAS AKHIR Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Pendidikan Sarjana (S-1)

Lebih terperinci

LOGO IMPLEMENTASI MODULASI DAN DEMODULASI M-ARY QAM PADA DSK TMS320C6416T

LOGO IMPLEMENTASI MODULASI DAN DEMODULASI M-ARY QAM PADA DSK TMS320C6416T IMPLEMENTASI MODULASI DAN DEMODULASI M-ARY QAM PADA DSK TMS320C6416T 2210106006 ANGGA YUDA PRASETYA Pembimbing 1 Pembimbing 2 : Dr. Ir. Suwadi, MT : Ir. Titik Suryani, MT Latar Belakang 1 2 Perkembangan

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA MODULASI ASK PADA KANAL ADDITIVE WHITE GAUSSIAN NOISE (AWGN)

ANALISIS KINERJA MODULASI ASK PADA KANAL ADDITIVE WHITE GAUSSIAN NOISE (AWGN) ANALISIS KINERJA MODULASI ASK PADA KANAL ADDITIVE WHITE GAUSSIAN NOISE (AWGN) JOSUA RINGIGAS BARAT HUTABARAT Program Studi Teknik Elektro Konsentrasi Teknik Telekomunikasi Sekolah Tinggi Teknik Harapan

Lebih terperinci

PERANCANGAN APLIKASI PENGACAKAN CITRA MENGGUNAKAN M-SEQUENCE BERDASARKAN PARAMETER

PERANCANGAN APLIKASI PENGACAKAN CITRA MENGGUNAKAN M-SEQUENCE BERDASARKAN PARAMETER PERANCANGAN APLIKASI PENGACAKAN CITRA MENGGUNAKAN M-SEQUENCE BERDASARKAN PARAMETER Kristian Telaumbanua 1, Susanto 2 Program Studi Teknik Informatika, STMIK Mikroskil Jl. Thamrin No. 122, 124, 140 Medan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media informasi, seperti sistem komunikasi dan media penyimpanan untuk data, tidak sepenuhnya reliabel. Hal ini dikarenakan bahwa pada praktiknya ada (noise) atau inferensi

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA BASIC RATE ACCESS (BRA) DAN PRIMARY RATE ACCESS (PRA) PADA JARINGAN ISDN

ANALISIS KINERJA BASIC RATE ACCESS (BRA) DAN PRIMARY RATE ACCESS (PRA) PADA JARINGAN ISDN Widya Teknika Vol.18 No.1; Maret 2010 ISSN 1411 0660 : 1-5 ANALISIS KINERJA BASIC RATE ACCESS (BRA) DAN PRIMARY RATE ACCESS (PRA) PADA JARINGAN ISDN Anis Qustoniah 1), Dewi Mashitah 2) Abstrak ISDN (Integrated

Lebih terperinci

Teknik Telekomunikasi - PJJ PENS Akatel Politeknik Negeri Elektro Surabaya Surabaya

Teknik Telekomunikasi - PJJ PENS Akatel Politeknik Negeri Elektro Surabaya Surabaya LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK KODING Disusun Oleh : Abdul Wahid 2475 Teknik Telekomunikasi - PJJ PENS Akatel Politeknik Negeri Elektro Surabaya Surabaya 9 PERCOBAAN III ENCODER DAN DECODER KODE KONVOLUSI. Tujuan

Lebih terperinci

KOREKSI KESALAHAN. Jumlah bit informasi = 2 k -k-1, dimana k adalah jumlah bit ceknya. a. KODE HAMMING

KOREKSI KESALAHAN. Jumlah bit informasi = 2 k -k-1, dimana k adalah jumlah bit ceknya. a. KODE HAMMING KOREKSI KESALAHAN a. KODE HAMMING Kode Hamming merupakan kode non-trivial untuk koreksi kesalahan yang pertama kali diperkenalkan. Kode ini dan variasinya telah lama digunakan untuk control kesalahan pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latarbelakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latarbelakang BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dijelaskan tentang latarbelakang penulisan, rumusan masalah, batasan masalah yang akan dibahas, serta tujuan penelitian skripsi ini. Manfaat dalam penelitian, metodelogi

Lebih terperinci

ANALISIS ALOKASI KANAL DINAMIK PADA KOMUNIKASI SELULER DENGAN ALGORITMA TABU SEARCH TUGAS AKHIR

ANALISIS ALOKASI KANAL DINAMIK PADA KOMUNIKASI SELULER DENGAN ALGORITMA TABU SEARCH TUGAS AKHIR ANALISIS ALOKASI KANAL DINAMIK PADA KOMUNIKASI SELULER DENGAN ALGORITMA TABU SEARCH TUGAS AKHIR Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan sarjana ( S-1 ) pada Departemen

Lebih terperinci

Implementasi dan Evaluasi Kinerja Kode Konvolusi pada Modulasi Quadrature Phase Shift Keying (QPSK) Menggunakan WARP

Implementasi dan Evaluasi Kinerja Kode Konvolusi pada Modulasi Quadrature Phase Shift Keying (QPSK) Menggunakan WARP JURNAL TEKNIK ITS Vol., No. 1, (215) ISSN: 2337539 (231-9271 Print) A Implementasi dan Evaluasi Kinerja Kode Konvolusi pada Modulasi Quadrature Phase Shift Keying (QPSK) Menggunakan WARP Desrina Elvia,

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERANCANGAN MODULATOR DEMODULATOR FSK(FREQUENSI SHIFT KEYING) DENGAN MENGGUNAKAN SISTEMC

TUGAS AKHIR PERANCANGAN MODULATOR DEMODULATOR FSK(FREQUENSI SHIFT KEYING) DENGAN MENGGUNAKAN SISTEMC TUGAS AKHIR PERANCANGAN MODULATOR DEMODULATOR FSK(FREQUENSI SHIFT KEYING) DENGAN MENGGUNAKAN SISTEMC Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1) pada Departemen

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN MIMO OFDM DENGAN AMC

BAB III PEMODELAN MIMO OFDM DENGAN AMC BAB III PEMODELAN MIMO OFDM DENGAN AMC 3.1 Pemodelan Sistem Gambar 13.1 Sistem transmisi MIMO-OFDM dengan AMC Dalam skripsi ini, pembuatan simulasi dilakukan pada sistem end-to-end sederhana yang dikhususkan

Lebih terperinci

SIMULASI LOW DENSITY PARITY CHECK (LDPC) DENGAN STANDAR DVB-T2. Yusuf Kurniawan 1 Idham Hafizh 2. Abstrak

SIMULASI LOW DENSITY PARITY CHECK (LDPC) DENGAN STANDAR DVB-T2. Yusuf Kurniawan 1 Idham Hafizh 2. Abstrak SIMULASI LOW DENSITY PARITY CHECK (LDPC) DENGAN STANDAR DVB-T2 Yusuf Kurniawan 1 Idham Hafizh 2 1,2 Sekolah Teknik Elektro dan Informatika, Intitut Teknologi Bandung 2 id.fizz@s.itb.ac.id Abstrak Artikel

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR ANALISIS KINERJA MULTIPLEXER PADA ISDN (INTEGRATED SERVICE DIGITAL NETWORK) Oleh MAISARAH HARAHAP

TUGAS AKHIR ANALISIS KINERJA MULTIPLEXER PADA ISDN (INTEGRATED SERVICE DIGITAL NETWORK) Oleh MAISARAH HARAHAP TUGAS AKHIR ANALISIS KINERJA MULTIPLEXER PADA ISDN (INTEGRATED SERVICE DIGITAL NETWORK) Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1) pada Departemen Teknik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL SIMULASI DAN ANALISIS

BAB IV HASIL SIMULASI DAN ANALISIS BAB IV HASIL SIMULASI DAN ANALISIS Simulasi ini bertujuan untuk meneliti Turbo Coding dalam hal Bit Error Rate (). Pada bagian ini akan ditunjukkan pengaruh jumlah shift register, interleaver, jumlah iterasi

Lebih terperinci

HAND OUT EK. 462 SISTEM KOMUNIKASI DIGITAL

HAND OUT EK. 462 SISTEM KOMUNIKASI DIGITAL HAND OUT EK. 462 SISTEM KOMUNIKASI DIGITAL Dosen: Ir. Arjuni BP, MT Dr. Enjang A. Juanda, M.Pd., MT PENDIDIKAN TEKNIK TELEKOMUNIKASI JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS PGRI SEMARANG

UNIVERSITAS PGRI SEMARANG MAKALAH Disusun oleh : M. Dwi setiyo 14670015 INFORMATIKA 3A Program Studi Informatika Fakultas Teknik UNIVERSITAS PGRI SEMARANG Oktober, 2015 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i DAFTAR ISI... ii BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KINERJA KODE HAMMING PADA CHANNEL AWGN

PERBANDINGAN KINERJA KODE HAMMING PADA CHANNEL AWGN PERBANDINGAN KINERJA KODE HAMMING PADA CHANNEL AWGN Staf Pengajar Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Udayana Kampus Bukit Jimbaran Bali, 836 Email : sukadarmika@unud.ac.id Intisari Noise merupakan

Lebih terperinci

SIMULASI KODE HAMMING, KODE BCH, DAN KODE REED-SOLOMON UNTUK OPTIMALISASI FORWARD ERROR CORRECTION

SIMULASI KODE HAMMING, KODE BCH, DAN KODE REED-SOLOMON UNTUK OPTIMALISASI FORWARD ERROR CORRECTION SIMULASI KODE HAMMING, KODE BCH, DAN KODE REED-SOLOMON UNTUK OPTIMALISASI FORWARD ERROR CORRECTION Makalah Program Studi Informatika Fakultas Komunikasi dan Informatika Disusun oleh: Eko Fuji Setiawan

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI MODULASI DAN DEMODULASI GMSK PADA DSK TMS320C6416T

IMPLEMENTASI MODULASI DAN DEMODULASI GMSK PADA DSK TMS320C6416T IMPLEMENTASI MODULASI DAN DEMODULASI GMSK PADA DSK TMS320C6416T 22 11 106 032 ADITYA SUKMANA Pembimbing 1 Pembimbing 2 : Dr. Ir. Suwadi, M.T : Ir. Titiek Suryani, M.T Latar Belakang 1 2 1 1 Mempelajari

Lebih terperinci

PERANCANGAN SIMULASI KOREKSI KESALAHAN DATA DENGAN METODA FEC PADA KOMPUTER BERBASIS VISUAL BASIC

PERANCANGAN SIMULASI KOREKSI KESALAHAN DATA DENGAN METODA FEC PADA KOMPUTER BERBASIS VISUAL BASIC PERANCANGAN SIMULASI KOREKSI KESALAHAN DATA DENGAN METODA FEC PADA KOMPUTER BERBASIS VISUAL BASIC Sindak Hutauruk Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas HKBP Nommensen (UHN) Jl. Sutomo No.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Sebagai acuan penulisan penelitian ini diperlukan beberapa pengertian dan teori yang berkaitan dengan pembahasan. Dalam sub bab ini akan diberikan beberapa landasan teori berupa pengertian,

Lebih terperinci

Sandi Blok. Risanuri Hidayat Jurusan Teknik Elektro dan Teknologi Informasi FT UGM

Sandi Blok. Risanuri Hidayat Jurusan Teknik Elektro dan Teknologi Informasi FT UGM Sandi Blok Risanuri Hidayat Jurusan Teknik Elektro dan Teknologi Informasi FT UGM Sandi Blok disebut juga sebagai sandi (n, k) sandi. Sebuah blok k bit informasi disandikan menjadi blok n bit. Tetapi sebelum

Lebih terperinci

Pertemuan 7 Deteksi Koheren dan Deteksi non-koheren Sinyal Bandpass

Pertemuan 7 Deteksi Koheren dan Deteksi non-koheren Sinyal Bandpass Page 1 of 8 Pertemuan 7 Deteksi Koheren dan Deteksi non-koheren Sinyal Bandpass 7.2.1 Basis Ruang Keadaan Sinyal Pada dasarnya deteksi pada sinyal terima bandpass digital dari sinyal kirim mempunyai dua

Lebih terperinci

BAB I 1.1 Latar Belakang

BAB I 1.1 Latar Belakang 1 BAB I 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi di bidang komunikasi yang berkembang dengan pesat dari tahun ke tahun memungkinkan pengiriman data atau informasi tidak lagi hanya dalam bentuk teks, tetapi

Lebih terperinci

ANALISIS UNJUK KERJA CODED OFDM MENGGUNAKAN KODE CONVOLUTIONAL PADA KANAL AWGN DAN RAYLEIGH FADING

ANALISIS UNJUK KERJA CODED OFDM MENGGUNAKAN KODE CONVOLUTIONAL PADA KANAL AWGN DAN RAYLEIGH FADING ANALISIS UNJUK KERJA CODED OFDM MENGGUNAKAN KODE CONVOLUTIONAL PADA KANAL AWGN DAN RAYLEIGH FADING F. L. H. Utomo, 1 N.M.A.E.D. Wirastuti, 2 IG.A.K.D.D. Hartawan 3 1,2,3 Jurusan Teknik Elektro, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bab II Landasan teori

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bab II Landasan teori 1 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Layanan komunikasi dimasa mendatang akan semakin pesat dan membutuhkan data rate yang semakin tinggi. Setiap kenaikan laju data informasi, bandwith yang dibutuhkan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. 1.1 Latar Belakang Masalah Rumusan Masalah Maksud dan Tujuan Batasan Masalah Manfaat Penelitian 3

DAFTAR ISI. 1.1 Latar Belakang Masalah Rumusan Masalah Maksud dan Tujuan Batasan Masalah Manfaat Penelitian 3 DAFTAR ISI Halam an HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI HALAMAN PERSEMBAHAN HALAMAN MOTTO KATA PENGANTAR ABSTRAKSI DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL LAMPIRAN i ii iii iv v vi

Lebih terperinci

PENGOPTIMASIAN KANAL DINAMIK PADA KOMUNIKASI SELULER DENGAN ALGORITMA GENETIKA

PENGOPTIMASIAN KANAL DINAMIK PADA KOMUNIKASI SELULER DENGAN ALGORITMA GENETIKA PENGOPTIMASIAN KANAL DINAMIK PADA KOMUNIKASI SELULER DENGAN ALGORITMA GENETIKA TUGAS AKHIR Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Pendidikan Sarjana (S-1) pada Departemen Teknik

Lebih terperinci

Praktikum Sistem Komunikasi

Praktikum Sistem Komunikasi UNIT V Modulasi BPSK dan DPSK 1. Tujuan Praktikum 1. Mengetahui perbedaan komunikasi analog dengan komunikasi digital 2. Mengetahui jenis-jenis format data coding 3. Mampu memahami sistem komunikasi digital

Lebih terperinci

BAB 3 ALGORITMA DAN MODEL 2K FFT-IFFT CORE

BAB 3 ALGORITMA DAN MODEL 2K FFT-IFFT CORE BAB 3 ALGORITMA DAN MODEL 2K FFT-IFFT CORE Pada Bab ini dibahas mengenai penentuan algoritma, menentukan deskripsi matematis dari algoritma, pembuatan model fixed point menggunakan Matlab, dan pengukuran

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang 1. BAB I PENDAHULUAN Kapal tanpa awak adalah kapal yang dapat bergerak dengan sendiri secara autonomous tanpa perlu instruksi dari manusia secara langsung (Roboboat, 2013). Kapal ini

Lebih terperinci

APLIKASI MODUL ASK (AMPLITUDO SHIFT KEYING) SEBAGAI MEDIA TRANSMISI UNTUK MEMBUKA DAN MENUTUP PINTU BERBASIS MIKROKONTROLLER AT MEGA 8

APLIKASI MODUL ASK (AMPLITUDO SHIFT KEYING) SEBAGAI MEDIA TRANSMISI UNTUK MEMBUKA DAN MENUTUP PINTU BERBASIS MIKROKONTROLLER AT MEGA 8 APLIKASI MODUL ASK (AMPLITUDO SHIFT KEYING) SEBAGAI MEDIA TRANSMISI UNTUK MEMBUKA DAN MENUTUP PINTU BERBASIS MIKROKONTROLLER AT MEGA 8 LAPORAN TUGAS AKHIR Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan

Lebih terperinci

Deteksi & Koreksi Kesalahan

Deteksi & Koreksi Kesalahan Deteksi & Koreksi Kesalahan Pendahuluan Tujuan dalam komunikasi : data benar dan utuh Masalah : Bit dapat terjadi kerusakan Penyebab : Korupnya data ketika ditransmisikan Thermal Noise Crosstalk (hub elektikal

Lebih terperinci

Kuliah 5 Pemrosesan Sinyal Untuk Komunikasi Digital

Kuliah 5 Pemrosesan Sinyal Untuk Komunikasi Digital TKE 8329W Sistem Transmisi Telekomunikasi Kuliah 5 Pemrosesan Sinyal Untuk Komunikasi Digital (lanjutan) Indah Susilawati, S.T., M.Eng. Program Studi Teknik Elektro Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer Universitas

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA TEKNIK DIFFERENTIAL SPACE-TIME BLOCK CODED PADA SISTEM KOMUNIKASI KOOPERATIF

ANALISIS KINERJA TEKNIK DIFFERENTIAL SPACE-TIME BLOCK CODED PADA SISTEM KOMUNIKASI KOOPERATIF 1/6 ANALISIS KINERJA TEKNIK DIFFERENTIAL SPACE-TIME BLOCK CODED PADA SISTEM KOMUNIKASI KOOPERATIF I Gusti Putu Raka Sucahya - 2206100124 Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi

Lebih terperinci

Analisis Kinerja Convolutional Coding dengan Viterbi Decoding pada Kanal Rayleigh Tipe Frequency Non-Selective Fading

Analisis Kinerja Convolutional Coding dengan Viterbi Decoding pada Kanal Rayleigh Tipe Frequency Non-Selective Fading 1 / 6 B. Ari Kuncoro Ir. Sigit Haryadi, M.T. (ari.kuncoro1987@gmail.com) (sigit@telecom.ee.itb.ac.id) KK. Telekomunikasi Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Insitut Teknologi Bandung Abstrak Salah satu

Lebih terperinci

Simulasi Channel Coding Pada Sistem DVB-C (Digital Video Broadcasting-Cable) dengan Kode Reed Solomon

Simulasi Channel Coding Pada Sistem DVB-C (Digital Video Broadcasting-Cable) dengan Kode Reed Solomon Simulasi Channel Coding Pada Sistem DVB-C (Digital Video Broadcasting-Cable) dengan Kode Reed Solomon Ruliyanto, Idris Kusuma Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik dan Sains, Universitas Nasional

Lebih terperinci

Grafik yang menampilkan informasi mengenai penyebaran nilai intensitas pixel-pixel pada sebuah citra digital.

Grafik yang menampilkan informasi mengenai penyebaran nilai intensitas pixel-pixel pada sebuah citra digital. PSNR Histogram Nilai perbandingan antara intensitas maksimum dari intensitas citra terhadap error citra. Grafik yang menampilkan informasi mengenai penyebaran nilai intensitas pixel-pixel pada sebuah citra

Lebih terperinci

SKRIPSI. ANALISIS BIT ERROR RATE (BER) UNTUK MODULASI BPSK DAN QPSK PADA KINERJA JARINGAN WIMAX e

SKRIPSI. ANALISIS BIT ERROR RATE (BER) UNTUK MODULASI BPSK DAN QPSK PADA KINERJA JARINGAN WIMAX e SKRIPSI ANALISIS BIT ERROR RATE (BER) UNTUK MODULASI BPSK DAN QPSK PADA KINERJA JARINGAN WIMAX 802.16e Diajukan untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1) pada Departemen Teknik

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Kompresi File Pada dasarnya semua data itu merupakan rangkaian bit 0 dan 1. Yang membedakan antara suatu data tertentu dengan data yang lain adalah ukuran dari rangkaian bit dan

Lebih terperinci

BAB III. ANALISIS MASALAH

BAB III. ANALISIS MASALAH BAB III. ANALISIS MASALAH Pada bab tiga laporan Tugas Akhir ini akan dibahas mengenai analisis pemecahan masalah untuk pengubahan logo biner menjadi deretan bilangan real dan proses watermarking pada citra.

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Dalam penyusunan makalah ini kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami dan maupun kepada semua pembaca.

KATA PENGANTAR. Dalam penyusunan makalah ini kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami dan maupun kepada semua pembaca. KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah kepada kita semua, sehingga berkat karunia-nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul

Lebih terperinci

STUDI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BAYU (PLTB) DI SUMATERA UTARA

STUDI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BAYU (PLTB) DI SUMATERA UTARA STUDI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BAYU (PLTB) DI SUMATERA UTARA OLEH : NAMA : WISWANATHEN NIM : 030402072 DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 STUDI PEMBANGKIT

Lebih terperinci

LAPORAN TEKNIK PENGKODEAN ENCODER DAN DECODER KODE KONVOLUSI

LAPORAN TEKNIK PENGKODEAN ENCODER DAN DECODER KODE KONVOLUSI LAPORAN TEKNIK PENGKODEAN ENCODER DAN DECODER KODE KONVOLUSI Disusun Oleh : Inggi Rizki Fatryana (2472) Teknik Telekomunikasi - PJJ PENS Akatel Politeknik Negeri Elektro Surabaya 24-25 PERCOBAAN III ENCODER

Lebih terperinci

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013 TUGAS AKHIR ANALISIS BANDWIDTH KANAL CATV MENGGUNAKAN MODULATOR TELEVES 5857 DAN ZINWEL C1000 Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1) pada Departemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1. 1 LATAR BELAKANG Perkembangan teknologi komunikasi digital saat ini dituntut untuk dapat mentransmisikan suara maupun data berkecepatan tinggi. Berbagai penelitian sedang dikembangkan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERBANDINGAN ANALISIS SIMULASI DAN TEORI PADA MODEL ANTRIAN M/M/S. diajukan untuk memenuhi persyaratan

TUGAS AKHIR PERBANDINGAN ANALISIS SIMULASI DAN TEORI PADA MODEL ANTRIAN M/M/S. diajukan untuk memenuhi persyaratan TUGAS AKHIR PERBANDINGAN ANALISIS SIMULASI DAN TEORI PADA MODEL ANTRIAN M/M/S diajukan untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1) pada Departemen Teknik Elektro Sub Konsentrasi Teknik

Lebih terperinci

REALISASI ERROR-CORRECTING BCH CODE MENGGUNAKAN PERANGKAT ENKODER BERBASIS ATMEGA8535 DAN DEKODER MENGGUNAKAN PROGRAM DELPHI

REALISASI ERROR-CORRECTING BCH CODE MENGGUNAKAN PERANGKAT ENKODER BERBASIS ATMEGA8535 DAN DEKODER MENGGUNAKAN PROGRAM DELPHI REALISASI ERROR-CORRECTING BCH CODE MENGGUNAKAN PERANGKAT ENKODER BERBASIS ATMEGA8535 DAN DEKODER MENGGUNAKAN PROGRAM DELPHI Disusun Oleh : Reshandaru Puri Pambudi 0522038 Jurusan Teknik Elektro, Fakultas

Lebih terperinci

ABSTRAK. sebesar 0,7 db.

ABSTRAK. sebesar 0,7 db. ABSTRAK Tujuan dasar komunikasi adalah pengiriman data atau informasi dari satu tempat ke tempat lain. Pada kenyataannya, transmisi data atau informasi yang diterima tidak sama dengan informasi yang dikirim.

Lebih terperinci

Quadrature Amplitudo Modulation-16 Sigit Kusmaryanto,

Quadrature Amplitudo Modulation-16 Sigit Kusmaryanto, Quadrature Amplitudo Modulation-16 Sigit Kusmaryanto, http://sigitkus@ub.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat, kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bit serta kualitas warna yang berbeda-beda. Semakin besar pesat pencuplikan data

BAB I PENDAHULUAN. bit serta kualitas warna yang berbeda-beda. Semakin besar pesat pencuplikan data BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Citra digital merupakan suatu tampilan hasil dari proses digitalisasi citra analog yang diambil dari dunia nyata. Hasil dari proses digitalisasi citra analog

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERHITUNGAN DAN ANALISA. BANDWIDTH VoIP O L E H WISAN JAYA

TUGAS AKHIR PERHITUNGAN DAN ANALISA. BANDWIDTH VoIP O L E H WISAN JAYA TUGAS AKHIR PERHITUNGAN DAN ANALISA BANDWIDTH VoIP O L E H WISAN JAYA 040402005 DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008 PERHITUNGAN DAN ANALISA BANDWIDTH VoIP Oleh:

Lebih terperinci

BAB IV SIMULASI DAN UNJUK KERJA MODULASI WIMAX

BAB IV SIMULASI DAN UNJUK KERJA MODULASI WIMAX BAB IV SIMULASI DAN UNJUK KERJA MODULASI WIMAX Sebelum pembuatan perangkat lunak simulator, maka terlebih dahulu dilakukan pemodelan terhadap sistem yang akan disimulasikan. Pemodelan ini dilakukan agar

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM Pada bab analisa dan perancangan ini akan mengulas tentang tahap yang digunakan dalam penelitian pembuatan aplikasi implementasi kompresi gambar menggunakan metode

Lebih terperinci