EKSPLORASI DAN KLASIFIKASI DESA TERTINGGAL DI INDONESIA MENGGUNAKAN PENDEKATAN DATA MINING

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EKSPLORASI DAN KLASIFIKASI DESA TERTINGGAL DI INDONESIA MENGGUNAKAN PENDEKATAN DATA MINING"

Transkripsi

1 EKSPLORASI DAN KLASIFIKASI DESA TERTINGGAL DI INDONESIA MENGGUNAKAN PENDEKATAN DATA MINING Oleh: Yuandri Trisaputra G Oktarina Safar Nida G INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

2 2 Daftar Isi PENDAHULUAN... 4 Latar Belakang... 4 Tujuan... 5 Manfaat... 6 TINJAUAN PUSTAKA... 6 Analisis Korespondensi... 6 Algoritme J Regresi Logistik Biner... 7 Klasifikasi dan Prediksi... 7 K-Fold Cross Validation... 8 Confusion Matrix... 8 METODE... 9 Data Penelitian... 9 Proses data dan pembentukan model... 9 Implementasi Program Lingkungan Pengembangan PEMBAHASAN Eksplorasi Data Percobaan Klasifikasi Desa Model Pohon Keputusan Model Regresi Logistik Kombinasi Peluang Pohon Keputusan dan Regresi Logistik Implementasi Program KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA... 20

3 3 Abstrak Desa merupakan satuan daerah terkecil yang bisa dilihat gambaran pembangunannya melalui data Potensi Desa (Podes) yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Pada tahun 2015, pemerintah fokus kepada pembangunan desa, sehingga dibentuklah kementerian desa, pembangunan daerah tertinggal, dan transmigrasi melalui Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun Fokus pemerintah kepada pembangunan desa ini menarik untuk diperhatikan karena pembangunan yang tepat sasaran merupakan hal mutlak yang diperlukan. Persentase desa tidak tertinggal tertinggi didominasi oleh desa di Pulau Jawa. Analisis korespondensi dilakukan untuk mengidentifikasi hubungan pulau-pulau di Indonesia melalui sarana listrik (PLN dan NON-PLN) dan sarana irigrasi. Melalui analisis korespondensi, pulau yang terdiri dari Papua dan Papua Barat terlihat relatif dekat digambarkan dengan variabel non-irigrasi. Sementara Pulau Jawa sangat digambarkan dengan variabel PLN. Proses klasifikasi terhadap sebuah desa dengan ciri tertentu dapat dilakukan untuk menduga desa tersebut termasuk ke dalam desa tertinggal atau tidak sehingga pembangunan yang dilakukan pemerintah akan tepat sasaran. Data mengenai potensi 77,961 desa di Indonesia dengan berbagai fitur menarik untuk diamati. Dalam penggalian data (data mining) diperlukan adanya metode klasifikasi untuk membantu pemerintah dalam pengklasifikasian status sebuah desa tertinggal atau tidak. Melalui metode pencarian Best First dan evaluasi Subset, terdapat 7 variabel yang berpengaruh terhadap penentuan desa tertinggal. Klasifikasi desa tertinggal dengan algoritme pohon keputusan menghasilkan aturan klasifikasi dengan keakuratan sebesar 75% dengan 10-fold cross validation. Sementara regresi logistik menghasilkan keakuratan sebesar 66%. Kombinasi peluang regresi logistik dan peluang pada pohon keputusan menjadi peluang akhir yang digunakan, kombinasi tersebut menghasilkan akurasi sebesar 77%. Melalui model yang dihasilkan dari kombinasi yang cukup akurat tersebut, model klasifikasi desa tertinggal disimulasikan ke dalam sistem klasifikasi berbasis web. Kata Kunci: desa tertinggal, klasifikasi, korespondensi, potensi desa, pohon keputusan, regresi logistik

4 4 PENDAHULUAN Latar Belakang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional tertulis pada peraturan pemerintah No.7 tahun Pada tahun digambarkan bahwa kesenjangan pembangunan antar daerah masih lebar, seperti: antara Jawa Luar Jawa, antara Kawasan Barat Indonesia (KBI) Kawasan Timur Indonesia (KTI), serta antara kota desa. Desa merupakan satuan daerah terkecil yang bisa dilihat pembangunan desa, salah satunya melalui data Potensi Desa (Podes) yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Data Podes adalah data kewilayahan (spasial) yang menekankan pada penggambaran situasi wilayah. Cakupan wilayah dan kegiatan pendataan Podes 2011 dilakukan terhadap seluruh wilayah administrasi pemerintahan setingkat desa (desa, kelurahan, nagari/jorong) di seluruh Indonesia, termasuk Unit Permukiman Transmigrasi (UPT) dan Satuan Permukiman Transmigrasi (SPT) yang masih dibina oleh kementerian terkait. Pada tahun 2015, pemerintah fokus kepada pembangunan desa sehingga dibentuklah kementerian desa, pembangunan daerah tertinggal, dan transmigrasi melalui Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun Fokus pemerintahan kepada pembangunan desa ini menarik untuk diperhatikan karena pembangunan yang tepat sasaran merupakan hal mutlak yang diperlukan. Menurut Kementerian Pekerjaan Umum (2011), desa tertinggal merupakan kawasan perdesaan yang ketersediaan sarana dan prasarana dasar wilayahnya kurang/tidak ada (tertinggal) sehingga menghambat pertumbuhan/perkembangan kehidupan masyarakatnya dalam bidang ekonomi (kemiskinan) dan bidang pendidikan (keterbelakangan). Proses klasifikasi terhadap sebuah desa dengan ciri tertentu dapat dilakukan untuk menduga/mengidentifikasi desa tersebut termasuk ke dalam desa tertinggal atau tidak sehingga pembangunan yang dilakukan pemerintah akan tepat sasaran. Data mengenai potensi seluruh desa di Indonesia menjadi menarik untuk diamati. Dalam penggalian data (data mining) diperlukan suatu metode klasifikasi untuk

5 5 membantu pemerintah dalam pengklasifikasian status sebuah desa tertinggal atau tidak. Pada data mining dikenal beberapa metode untuk proses klasifikasi. Metode tersebut diantaranya Neural Network, Fuzzy, Support Vector Machine, dan Decision Tree (Pohon Keputusan). Algoritme pohon keputusan dikenal selama ini sebagai algoritme yang cukup sederhana dan akurat dalam proses klasifikasi dibanding dengan algoritme klasifikasi lainnya. Selain itu, algoritme pohon keputusan juga lebih mudah diimplementasikan ke dalam sebuah program. Peluang sebuah desa masuk dalam kategori desa tertinggal berdasarkan fitur-fitur yang ada dapat ditentukan melalui metode Regresi Logistik. Regresi Logistik merupakan metode pendugaan dalam statistika yang memiliki respon kategorik. Pada kasus ini respon kategorik yang digunakan merupakan biner yaitu desa tertinggal (1) dan desa tidak tertinggal (0). Selain penentuan kelas desa tertinggal, metode pencarian Best First dan evaluasi Subset juga digunakan untuk mencari variabel apa saja yang memengaruhi suatu desa dikatakan tertinggal atau tidak. Oleh karena itu, pada penelitian ini algoritme pohon keputusan diterapkan dengan 10-fold cross validation. Sementara melalui regresi logistik dapat ditentukan besar peluang sebuah desa masuk dalam kategori tertinggal. Pada regresi logistik dapat ditentukan sendiri nilai cuts off yang sesuai dengan analisis pemerintah. Kombinasi peluang regresi logistik dan peluang pada pohon keputusan menjadi peluang akhir yang digunakan. Selain itu, model yang dihasilkan dari kombinasi pohon keputusan dan regresi logistik tersebut disimulasikan ke dalam sistem berbasis web. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengeksplorasi status daerah di Indonesia dengan berbagai kriteria situasi desa. 2. Menerapkan algoritme pohon keputusan dan regresi logistik untuk klasifikasi desa tertinggal. 3. Mengidentifikasi peluang sebuah desa menggunakan algoritme pohon keputusan dan regresi logistik.

6 6 4. Menentukan peluang sebuah desa masuk dalam kategori tertinggal dengan menggunakan kombinasi regresi logistik dan peluang aturan pohon keputusan. 5. Membuat program untuk klasifikasi desa tertinggal berbasis web. Manfaat 1. Memberikan pengetahuan mengenai gambaran kondisi desa-desa di Indonesia guna pembangunan tepat sasaran. 2. Memberikan kemudahan dalam pengecekan status desa tertinggal melalui teknologi sistem informasi berbasis web. TINJAUAN PUSTAKA Analisis Korespondensi Analisis korespondensi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara dua atau lebih peubah kualitatif. Analisis ini digunakan untuk eksplorasi data dari tabel kontingensi. Analisis korespondensi ini meproyeksikan banyak peubah ke dalam grafik berdimensi 2 dengan jarak Euclidan (Matjiik dan Sumertajaya 2011). Algoritme J48 Algoritme J48 adalah algoritme untuk membentuk pohon keputusan yang digunakan untuk klasifikasi. Pohon keputusan merupakan metode klasifikasi dan prediksi yang sangat kuat dan terkenal. Metode pohon keputusan mengubah fakta yang besar menjadi pohon keputusan yang merepresentasikan aturan. Aturan dapat mudah dipahami dengan bahasa alami. Aturan tersebut dapat diekspresikan dalam bentuk bahasa basis data seperti SQL (Structured Query Language) untuk mencari record kategori tertentu. Pohon keputusan juga berguna untuk mengeksplorasi data, menemukan hubungan tersembunyi antara sejumlah variabel input dengan variabel target. Pohon keputusan memadukan antara eksplorasi data dan dan pemodelan, sehingga pohon keputusan sangat bagus sebagai langkah awal dalam proses pemodelan bahkan ketika dijadikan sebagai model akhir dari beberapa teknik lain. Melalui algoritme keputusan dapat ditentukan peluang sebuah data masuk ke kelas tertentu berdasarkan peluang di dalam node pohon keputusan.

7 7 Regresi Logistik Biner Regresi logistik biner adalah analisis statistika yang digunakan untuk menjelaskan hubungan antara peubah respon yang berskala kategori biner dengan satu atau lebih peubah penjelas yang berskala kategori atau kontinu. Pada model regresi logistik tidak diperlukan adanya pengujian asumsi yaitu uji normalitas dan uji asumsi klasik (uji heteroskedastisitas dan uji autokorelasi). Metode kuadrat terkecil sudah tidak tepat lagi digunakan untuk data regresi yang memiliki variabel respon biner. Model regresi logistik menggunakan transformasi logit. Pada model ini, yang diregrsikan adalah peluang variabel respon sama dengan 1 dibentuk dengan menyatakan E(Y=1 x) sebagai π(x). Hosmer dan Lemeshow (2000) menjelaskan bahwa model regresi logistik π(x) dinotasikan sebagai berikut: dengan: β 0 = konstanta ᴨ(x) = β i = koefisien regresi logistik i = 1, 2,, p p = banyak peubah penjelas exp (β + βx1 + + βxp) 1 + exp (β + βx1 + + βxp) g(x) = β 0 + β 1 x β p x p Klasifikasi dan Prediksi Klasifikasi merupakan penempatan objek-objek ke salah satu dari beberapa kategori yang telah ditetapkan sebelumnya. Klasifikasi bertujuan untuk memperoleh aturan yang dapat digunakan untuk memprediksi label kelas dari objek yang tidak yang tidak diketahui label kelasnya. (Tan dan Ning 2006) Klasifikasi terdiri atas dua proses yaitu tahap induktif yang merupakan tahap membangun model klasifikasi dari data latih dan tahap deduktif yang merupakan tahap menerapkan model untuk data uji. Klasifikasi mempunyai dua teknik pembelajaran yaitu eager learner yang membuat model berdasarkan atribut input yang dipetakan terhadap kelas label setelah data latih tersedia dan lazy learner

8 8 yang melakukan proses pemodelan dari data latih ketika ada data uji yang akan diklasifikasikan (Tan dan Ning 2006). K-Fold Cross Validation K-fold cross validation dilakukan untuk membagi data latih dan data uji. K- fold cross validation mengulang k-kali untuk membagi sebuah himpunan contoh secara acak menjadi k subset yang saling bebas, setiap ulangan disisakan satu subset untuk pengujian dan subset lainnya untuk pelatihan (Fu 1994). Pada metode tersebut, data awal dibagi menjadi k subset atau fold yang saling bebas secara acak, yaitu S1, S2,..., Sk, dengan ukuran setiap subset kira-kira sama. Pada iterasi ke-i, subset Si diperlukan sebagai data pengujian dan subset lainnya diperlukan sebagai data pelatihan. Prosedur ini diulang sebanyak k-kali sedemikian sehingga setiap subset digunakan untuk pengujian tepat satu kali. Total akurasi ditentukan dengan menjumlahkan akurasi untuk semua k proses tersebut (Ulya 2013). Confusion Matrix Evaluasi model klasifikasi berdasar pada proporsi antara data uji yang diprediksi secara tepat dengan total seluruh prediksi (Tan dan Ning 2006). Informasi mengenai klasifikasi sebenarnya (aktual) dengan klasifikasi hasil prediksi disajikan dalam bentuk tabel yang disebut confusion matrix seperti ditunjukan pada Tabel 1. Tabel 1 Confusion matrix Kelas Prediksi Kelas Aktual Kelas 1 Kelas 2 Kelas 1 A b Kelas 2 C d Jumlah baris dan kolom pada tabel bergantung pada banyaknya kelas target. Akurasi merupakan proporsi jumlah prediksi yang tepat. Contoh perhitungan akurasi untuk tabel tersebut adalah (Faiza 2009): Akurasi = Jumlah prediksi yang tepat Total prediksi a + d i = a + b + c + d

9 9 METODE Pada tahap eksplorasi data akan dilakukan berbagai analisis deskriptif melalui chart mengenai gambaran kondisi di berbagai daerah di Indonesia. Pada pembangunan model klasifikasi akan dilakukan dalam beberapa tahap. Tahap-tahap tersebut disajikan pada Gambar 1. Data Penelitian Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data potensi desa 2011 dari Badan Pusat Statistik. Data tersebut terdiri dari 77,961 desa dan 1501 variabel utama yang terdiri dari variabel numerik dan kategorik. Variabel tersebut direduksi menjadi 205 variabel. Akuisisi data Dataset Eksplorasi data Proses data dan pembentukan model serta evaluasi model Implementasi program Gambar 1 Tahapan Penelitian Proses data dan pembentukan model Proses data dan pembentukan model untuk identifikasi desa tertinggal dapat dilihat pada Gambar 2. Dataset sebagai input yang digunakan dalam makalah ini adalah data potensi desa tahun 2011 dengan 205 fitur (variabel numerik) dan class desa tertinggal atau tidak tertinggal berdasarkan kriteria Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia. Rincian fitur yang digunakan bisa dilihat pada lampiran 1. Cleaning data digunakan untuk praproses data. Data yang digunakan adalah data 77,961 desa di Indonesia pada tahun Setelah proses cleaning data maka dilakukan percobaan untuk mendapatkan kombinasi antara banyak fitur dan akurasi. Kombinasi antara banyak fitur dan akurasi tersedia pada Tabel 2.

10 10 Cleaning Data Mengatasi missing value berdasarkan dengan variabel lain yang masih ada hubungannya. Misal: variabel x merupakan jumlah puskesmas namun terdapat missing value, sehingga di cek pada variabel y (terdapati atau tidak terdapat puskesmas) jika ternyata tidak terdapat puskesmas maka variable x diisi dengan 0. Melakukan pemilihan fitur dari 1501 fitur utama. Percobaan Melakukan penyeleksian fitur kembali dan membandingkannya kombinasi antara jumlah fitur dan keakuratan dalam klasifikasi. Kemudian dipilih kombinasi dengan keakuratan terbaik. Klasifikasi dengan Pohon Keputusan Algoritma J48 untuk menentukan class desa Klasifikasi dengan Regresi Logistik Regresi dengan respons (class) 1 untuk desa tertinggal dan 0 untuk desa tidak tertinggal. Gambar 2 Proses data dan pembentukan model klasifikasi Tabel 2 Percobaan Validasi Seleksi Fitur Fitur yang digunakan 10 Fold Cross Validation Tidak 205 Fitur train 80%, test 20% SubSetEval BestFirst 7 Fitur train 80%, test 20% Ranker InfoGain 7 Fitur train 80%, test 20% Ranker Correlation 7 Fitur Output dari percobaan ini adalah aturan-aturan klasifikasi untuk desa di Indonesia dan pendugaan class desa. Model terbaik akan diterapkan pada sistem untuk mengidentifikasi desa tertinggal. Implementasi Program Implementasi program dilakukan berdasarkan model terbaik yang didapatkan pada tahap pembentukan model. Program yang dibuat berbasis web. Web akan menampilkan hasil identifikasi desa tertinggal berdasarkan input yang sesuai dengan variabel atau fitur yang digunakan. Selain itu, program yang dibuat akan menampilkan peluang kombinasi dari model pohon keputusan dan regresi logistik.

11 11 Lingkungan Pengembangan Spesifikasi perangkat keras dan perangkat lunak yang digunakan dalam penelitian yaitu sebagai berikut: 1. Perangkat Keras terdiri dari: Processor Intel Core i3, Memori 6 GB, Harddisk 500 GB, Layar 14 inci, Mouse dan Keyboard. 2. Perangkat Lunak: Sistem operasi Windows 8 Microsoft Excel 2013 dan EmEditor sebagai lembar pengolahan data tambahan, media merapihkan data penggabungan data, pembersihan data, dan transformasi data SPSS 23 untuk melakukan proses data mining klasifikasi. PEMBAHASAN Eksplorasi Data Dataset sebagai input yang digunakan dalam makalah ini adalah data potensi desa tahun 2011 dengan 205 fitur (variabel numerik) dan class desa tertinggal atau tidak tertinggal berdasarkan kriteria Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia. Cleaning data digunakan untuk praproses data. Persentase kelas desa tertinggal dan tidak tertinggal di setiap pulau di Indonesia digambarkan pada Gambar % 80.00% 70.00% 60.00% 50.00% 40.00% 30.00% 20.00% 10.00% 0.00% DESA TERTINGGAL DESA TIDAK TERTINGGAL Gambar 3 Persentase Desa Tertinggal dan Tidak Tertinggal di setiap Pulau di Indonesia

12 12 Kriteria desa tertinggal di Indonesia diindikasikan melalui prasarana dan sarana dasar wilayah, perekonomian masyarakat, tingkat pendidikan, dan produktivitas masyarakat yang rendah. Perekonomian masyarakat, tingkat pendidikan, dan produktivitas masyarakat yang rendah tentu bisa digambarkan dengan jumlah penduduk miskin pada suatu daerah. Persentase penduduk miskin di Indonesia digambarkan pada Gambar 4. Sarana dan prasarana wilayah meliputi air bersih, irigrasi, dan listrik merupakan dasar kebutuhan suatu masyarakat dalam sebuah desa. Penggunaan listrik Perusahaan Listrik Negara (PLN) didominasi oleh provinsi di Pulau Jawa. Jumlah pengguna listrik PLN dan NONPLN di Indonesia digambarkan pada Gambar 5. Sementara jumlah desa dengan irigrasi digambarkan pada Gambar 6. Papua Papua Barat Maluku Utara Maluku Sulawesi Barat Gorontalo Sulawesi Tenggara Sulawesi Selatan Sulawesi Tengah Sulawesi Utara Kalimantan Timur Kalimantan selatan Kalimantan Tengah Kalimantan Barat Nusa Tenggara Timur Nusa Tenggara Barat Bali Banten Jawa Timur DI Yogyakarta Jawa Tengah Jawa Barat DKI Jakarta Kepulauan Riau Kepulauan Bangka Belitung Lampung Bengkulu Sumatera Selatan Jambi Riau Sumatera Barat Sumatera Utara Aceh Gambar 4 Persentase Penduduk Miskin di Indonesia Tahun 2012

13 13 SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT SULAWESI TENGGARA SULAWESI SELATAN RIAU PAPUA NUSA TENGGARA BARAT MALUKU UTARA LAMPUNG KEPULAUAN BANGKA KALIMANTAN TENGAH KALIMANTAN BARAT JAWA TENGAH JAMBI DKI JAKARTA BENGKULU BALI NONPLN Gambar 5 Jumlah RT Pengguna Listrik di Indonesia Tahun 2011 SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT SULAWESI TENGGARA SULAWESI SELATAN RIAU PAPUA NUSA TENGGARA MALUKU UTARA LAMPUNG KEPULAUAN KALIMANTAN TENGAH KALIMANTAN BARAT JAWA TENGAH JAMBI DKI JAKARTA BENGKULU BALI TIDAK ADA IRIGRASI Gambar 6 Jumlah Desa dengan Irigrasi dan Non-Irigrasi di Indonesia Tahun 2011

14 Component 2 14 Persentase penduduk miskin tertinggi di Indonesia didominasi oleh provinsi di Luar Jawa terutama di bagian Timur Indonesia, yaitu Papua, Papua Barat, dan Maluku. Hal tersebut sejalan dengan jumlah Rumah Tangga (RT) pengguna PLN di Indonesia masih sangat sedikit di kawasan Papua, Papua, Papua Barat, Maluku dan Maluku Utara berlawanan dengan RT di Pulau Jawa. Desa terbanyak dengan irigrasi juga didominasi oleh desa di Pulau Jawa. Hal ini merupakan gambaran kesenjangan pembangunan yang terjadi di Pulau Jawa dan Luar Pulau Jawa. Analisis korespondensi dilakukan untuk mengidentifikasi hubungan pulaupulau di Indonesia, sarana listrik (PLN dan NON-PLN), dan sarana irigrasi. Melalui analisis korespondensi dengan plot pada Gambar 7. Pulau Papua yang terdiri dari Papua dan Papua Barat terlihat paling dekat digambarkan dengan variabel nonirigrasi. Hal ini menunjukan bahwa di daerah tersebut merupakan daerah dengan desa non irigrasi paling banyak. Sementara Pulau Jawa sangat dekat digambarkan dengan variabel PLN. Hal ini sejalan bahwa desa di di Pulau Jawa sudah lebih maju mengenai sarana akses listriknya dibandingkan dengan desa di pulau lainnya menurut keberadaan PLN. Symmetric Plot 0.0 NUSA TENGGARA IRIGRASI NON-PLN BALI SULAWESI KALIMANTAN SUMATERA JAWA PLN MALUKU PAPUA NON-IRIGRASI Component Gambar 7 Plot Korespondensi antara Pulau di Indonesia dan Sarana Listrik dan Irigrasi

15 15 Percobaan Klasifikasi Desa Data potensi desa tahun 2011 dengan 205 fitur dan kelas desa tertinggal atau tidak tertinggal berdasarkan kriteria Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia digunakan sebagai input klasifikasi pada penelitian ini. Hasil akurasi model klasifikasi dengan kombinasi validasi dan fitur dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Hasil akurasi model Validasi Seleksi Fitur Jumlah Akurasi (Pohon Fitur Keputusan, Reglog) 10 Fold Cross Tidak %, 66% Validation train 80%, test 20% SubSetEval 7 60%, 59% BestFirst train 80%, test 20% Ranker InfoGain 7 74%, 63% train 80%, test 20% Ranker Correlation 7 64%, 63% Dengan melihat Tabel 2, tingkat akurasi terbaik didapat pada validasi data training 10-Fold Cross Validation dengan penggunaan 205 fitur. Setelah didapatkan kombinasi antara fitur dan akurasi yang terbaik maka dilakukan klasifikasi dengan algoritma pohon keputusan dan regresi logistic. Tujuh variabel atau atribut yang paling berpengaruh dalam penentuan desa tertinggal adalah variabel R803B (Jumlah Surau atau Langgar), R401E, (Jumlah Keluarga), R705B (Jumlah Posyandu yang aktif setiap sebulan sekali), R710A (Jumlah Kematian warga setahun terakhir), R1310 (Jumlah anggota linmas/hansip), R304C (Jumlah SLS terkecil di Desa/Kelurahan), R901B (Jarak ke gedung bioskop terdekat), dan R704JK3 (Jumlah Posyandu). Model Pohon Keputusan Pohon keputusan dijalankan menggunakan SPSS 23 dengan 10 Fold Cross Validation (CV). Metode yang digunakan pada pohon keputusan ini adalah Growth Method CHAID (multiway split). Rule yang dihasilkan pada algoritme pohon keputusan ini sebanyak 143 rule. Confusion Matrix pohon keputusan dapat dilihat

16 16 pada Tabel 4. Presentase kebenaran pengklasifikasian sebanyak 74.8%. Melalui Tabel 3 di bawah dapat diketahui bahwa sebanyak data desa tertinggal benar diklasifikasi sebagai desa tertinggal, data desa tidak tertinggal benar diklasifikasi sebagai desa tidak tertinggal. Sementara itu, terdapat 7468 desa tertinggal salah diklasifikasi ke dalam desa tidak tertinggal dan desa tidak tertinggal tertinggal salah diklasifikasi ke dalam desa tertinggal. Tabel 3 Confusion Matrix Pohon Keputusan Model pohon keputusan yang didapat menghasilkan keputusan dengan kedalaman maksimal 3. Contoh pohon keputusan pada kedalaman 1 dan 3 dapat dilihat pada Gambar 8 dan Gambar 9. Gambar 8 Pohon Keputusan dengan Kedalaman 1 Gambar 9 Pohon Keputusan dengan Kedalaman 3

17 17 Berdasarkan pohon keputusan yang dihasilkan, didapatkan aturan-aturan atau rule yang dapat mengidentifikasikan sebuah desa dikategorikan sebagai desa tertinggal atau tidak. Contoh rule yang didapat sebagai berikut: Jika Jumlah surat miskin/sktm yang dikeluarkan Desa lebih besar dari 60 dan SKTM yang dikeluarkan Desa kurang dari sama dengan 115 dan Jumlah Posyandu yang aktif setiap sebulan sekali lebih besar dari 2 dan Jumlah Posyandu yang aktif setiap sebulan sekali kurang dari sama dengan 3 dan Jumlah keluarga buruh tani lebih dari 51, maka Desa dikategorikan "Tidak Tertinggal". Rule tersebut mempunyai peluang sebesar berdasarkan dataset yang digunakan. Model Regresi Logistik Regresi logistik dijalankan dengan 10 Fold Cross Validation (CV). Metode yang digunakan yaitu Binary Logistic Regression. Model yang didapatkan dalam bentuk fungsi peluang desa yang dikategorikan desa tidak tertinggal. Akurasi yang didapat sebesar 66.6%, Confusion Matrix dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Confusion Matrix Regresi Logistik Kombinasi Peluang Pohon Keputusan dan Regresi Logistik Kombinasi peluang dari model pohon keputusan dan regresi logistik digunakan untuk menentukan hasil akhir suatu desa dikategorikan sebagai desa tertinggal atau tidak tertinggal. Peluang kombinasi tersebut didapatkan berdasarkan nilai akurasi dari model yang dibangun. Nilai peluang akan dikalikan dengan proporsi dari akurasi model. Dengan demikian, akurasi yang lebih besar akan memiliki bobot yang lebih besar untuk menentukan hasil akhir klasifikasi/identifikasi. Persamaan kombinasi peluang pohon keputusan regresi logistik dapat dilihat pada Persamaan 1. Akurasi pk Akurasi regresi logistik P Akurasi pk + Akurasi regresi logistik 1 + P AAkurasi pk + Akurasi regrei logistik 2 (1)

18 18 dengan: pk P 1 P 2 : pohon keputusan : peluang dari model pohon keputusan : peluang dari model regresi logistik. Berdasarkan model yang didapat, akurasi dari pohon keputusan adalah 0.75 sedangkan akurasi dari regresi logistik adalah Oleh hal itu, rumus peluang untuk penentuan klasifikasi desa tertinggal dapat dilihat pada Persamaan 2. Akurasi yang didapat menggunakan kombinasi ini sebesar 77%. Akurasi cukup baik untuk digunakan sebagai pengklasifikasian P P (2) Implementasi Program Program yang dibuat untuk klasifikasi status desa ini berbasis web. Web akan menampilkan hasil identifikasi desa tertinggal berdasarkan input yang sesuai dengan variabel atau fitur yang digunakan. Selain itu, program yang dibuat akan menampilkan peluang kombinasi dari model pohon keputusan dan regresi logistik. Gambar 9 menampilkan halaman utama dari program. Pada halaman ini terdapat menu identification untuk melakukan identifikasi desa. Menu identification akan menampilkan daftar pertanyaan yang harus diisi untuk proses identifikasi. Tampilan menu Identification dapat dilihat pada Gambar 10. Gambar 9 Tampilan Utama Program

19 19 Gambar 10 Tampilan Menu Identification Setelah seluruh pertanyaan diisi program akan menampilkan hasil identifikasi seperti Gambar 11. Gambar 10 Hasil/Output Identifikasi berikut: KESIMPULAN Melalui analisis simulasi yang telah dilakukan diperoleh simpulan sebagai 1. Daerah di Pulau Jawa sudah cukup baik dalam pembangunan desa, perlu dilakukan pembangunan desa yang lebih baik di luar Pulau Jawa.

20 20 2. Algoritme pohon keputusan dan regresi logistik dapat diterapkan dalam data podes. Klasifikasi menggunakan pohon keputusan dengan algoritma J48 menghasilkan akurasi sebesar 74.8%. Sementara itu, klasifikasi menggunakan regresi logistik didapatkan akurasi sebesar 66.6% 3. Peluang sebuah desa dapat diidentifikasi menggunakan algoritme pohon keputusan dan regresi logistik. 4. Peluang sebuah desa masuk dalam kategori tertinggal dengan dapat ditentukan menggunakan kombinasi regresi logistik dan peluang aturan pohon keputusan. Penggunaan kombinasi peluang regresi logistik dan pohon keputusan menghasilkan akurasi yang lebih baik, yaitu sebesar 77% 5. Sistem berbasis web dibuat untuk klasifikasi desa tertinggal di Indonesia dengan menggunakan kombinasi regresi logistik dan pohon keputusan. DAFTAR PUSTAKA [BPS] Badan Pusat Statistik. [tahun terbit tidak diketahui]. Number and Percentage of Poor People, Poverty Line, Poverty Gap Index, Poverty Severity Index by Province, September [Internet]. [diunduh 2016 April 12]. Tersedia di Ulya F Klasifikasi debitur kartu kredit menggunakan algoritme k-nearest neighbor untuk kasus imbalanced data. [skripsi]. Bogor (ID): IPB Faiza NN Prediksi tingkat keberhasilan mahasiswa tingkat I IPB dengan metode k-nearest Neighbor. [skripsi]. Bogor (ID): IPB Fu L Neural Network in Computer Intelligence. Singapura: McGraw Hill. Hosmer DW, Lemeshow S Applied Logistic Regression. Ed ke-2. New York: John Wiley and Sons, Inc. Mattjik AA, Sumertajaya IM Sidik Peubah Ganda dengan Menggunakan SAS. Bogor: IPB Press Tan, Pang-Ning Introduction to Data Mining. Boston: Pearson Education, Inc.

KLASIFIKASI PELANGGAN DENGAN ALGORITME POHON KEPUTUSAN DAN PELUANG PELANGGAN YANG MERESPONS PENAWARAN DENGAN REGRESI LOGISTIK

KLASIFIKASI PELANGGAN DENGAN ALGORITME POHON KEPUTUSAN DAN PELUANG PELANGGAN YANG MERESPONS PENAWARAN DENGAN REGRESI LOGISTIK KLASIFIKASI PELANGGAN DENGAN ALGORITME POHON KEPUTUSAN DAN PELUANG PELANGGAN YANG MERESPONS PENAWARAN DENGAN REGRESI LOGISTIK YUANDRI TRISAPUTRA & OKTARINA SAFAR NIDA (SIAP 16) Pendahuluan Latar Belakang

Lebih terperinci

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009 ACEH ACEH ACEH SUMATERA UTARA SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT RIAU JAMBI JAMBI SUMATERA SELATAN BENGKULU LAMPUNG KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KEPULAUAN RIAU DKI JAKARTA JAWA BARAT

Lebih terperinci

Klasifikasi Profil Siswa SMA/SMK yang Masuk PTN (Perguruan Tinggi Negeri) dengan k-nearest Neighbor

Klasifikasi Profil Siswa SMA/SMK yang Masuk PTN (Perguruan Tinggi Negeri) dengan k-nearest Neighbor Klasifikasi Profil Siswa SMA/SMK yang Masuk PTN (Perguruan Tinggi Negeri) dengan k-nearest Neighbor Yuandri Trisaputra, Indriyani, Shellafuri Mardika Biru, Muhammad Ervan Departemen Ilmu Komputer, FMIPA,

Lebih terperinci

KLUSTERISASI DAN KLASIFIKASI PELANGGAN BERDASARKAN PENGGUNAAN DAYA LISTRIK DAN PERAMALAN KEBUTUHAN DAYA LISTRIK TAHUN 2015

KLUSTERISASI DAN KLASIFIKASI PELANGGAN BERDASARKAN PENGGUNAAN DAYA LISTRIK DAN PERAMALAN KEBUTUHAN DAYA LISTRIK TAHUN 2015 KLUSTERISASI DAN KLASIFIKASI PELANGGAN BERDASARKAN PENGGUNAAN DAYA LISTRIK DAN PERAMALAN KEBUTUHAN DAYA LISTRIK TAHUN 2015 YUANDRI TRISAPUTRA 1 & OKTARINA SAFAR NIDA 2 (SIAP 16) 1 DEPARTEMEN LMU KOMPUTER

Lebih terperinci

RUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN

RUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN Pembangunan Perumahan Dan Kawasan Permukiman Tahun 2016 PERUMAHAN PERBATASAN LAIN2 00 NASIONAL 685.00 1,859,311.06 46,053.20 4,077,857.49 4,523.00 359,620.52 5,293.00 714,712.50 62,538.00 1,344,725.22

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Data

HASIL DAN PEMBAHASAN. Data Transformasi data, mengubah data ke bentuk yang dapat di-mine sesuai dengan perangkat lunak yang digunakan pada penelitian. Penentuan Data Latih dan Data Uji Dalam penelitian ini data terdapat dua metode

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Dasar Penelitian Penelitian ini dilakukan berdasarkan rumusan masalah yang telah dijabarkan pada bab sebelumnya yaitu untuk mengklasifikasikan kelayakan kredit calon debitur

Lebih terperinci

PANDUAN. Aplikasi Database Tanah, Bangunan/Gedung, dan Rumah Negara Gol. 2

PANDUAN. Aplikasi Database Tanah, Bangunan/Gedung, dan Rumah Negara Gol. 2 PANDUAN Aplikasi Database Tanah, Bangunan/Gedung, dan Rumah Negara Gol. 2 Bagian Pengelolaan Barang Milik Negara Sekretariat Direktorat Jenderal Cipta Karya DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA KEMENTERIAN

Lebih terperinci

Nusa Tenggara Timur Luar Negeri Banten Kepulauan Riau Sumatera Selatan Jambi. Nusa Tenggara Barat Jawa Tengah Sumatera Utara.

Nusa Tenggara Timur Luar Negeri Banten Kepulauan Riau Sumatera Selatan Jambi. Nusa Tenggara Barat Jawa Tengah Sumatera Utara. LAMPIRAN I ZONA DAN KOEFISIEN MASING-MASING ZONA Zona 1 Zona 2 Zona 3 Zona 4 Zona 5 Zona 6 Koefisien = 5 Koefisien = 4 Koefisien = 3 Koefisien = 2 Koefisien = 1 Koefisien = 0,5 DKI Jakarta Jawa Barat Kalimantan

Lebih terperinci

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor), Babi Aceh 0.20 0.20 0.10 0.10 - - - - 0.30 0.30 0.30 3.30 4.19 4.07 4.14 Sumatera Utara 787.20 807.40 828.00 849.20 871.00 809.70 822.80 758.50 733.90 734.00 660.70 749.40 866.21 978.72 989.12 Sumatera

Lebih terperinci

Tabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi

Tabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi Tabel., dan Padi Per No. Padi.552.078.387.80 370.966 33.549 4,84 4,86 2 Sumatera Utara 3.48.782 3.374.838 826.09 807.302 4,39 4,80 3 Sumatera Barat.875.88.893.598 422.582 423.402 44,37 44,72 4 Riau 454.86

Lebih terperinci

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN BADAN PUSAT STATISTIK BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN No.53/09/16 Th. XVIII, 01 September 2016 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA SELATAN MARET 2016 GINI RATIO SUMSEL PADA MARET 2016 SEBESAR

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016 BADAN PUSAT STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK No.39/07/Th.XX, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016 GINI RATIO PADA MARET 2017 SEBESAR

Lebih terperinci

PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT

PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT No. 42 / IX / 14 Agustus 2006 PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2005 Dari hasil Susenas 2005, sebanyak 7,7 juta dari 58,8 juta rumahtangga

Lebih terperinci

TABEL 1 GAMBARAN UMUM TAMAN BACAAN MASYARAKAT (TBM) KURUN WAKTU 1 JANUARI - 31 DESEMBER 2011

TABEL 1 GAMBARAN UMUM TAMAN BACAAN MASYARAKAT (TBM) KURUN WAKTU 1 JANUARI - 31 DESEMBER 2011 TABEL 1 GAMBARAN UMUM No. Provinsi Lembaga Pengelola Pengunjung Judul Buku 1 DKI Jakarta 75 83 7.119 17.178 2 Jawa Barat 1.157 1.281 72.477 160.544 3 Banten 96 88 7.039 14.925 4 Jawa Tengah 927 438 28.529

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016 No. 11/02/82/Th. XVI, 1 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016 GINI RATIO DI MALUKU UTARA KEADAAN SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,309 Pada September 2016, tingkat ketimpangan

Lebih terperinci

PEMBENTUKAN MODEL KLASIFIKASI DATA LAMA STUDI MAHASISWA STMIK INDONESIA MENGGUNAKAN DECISION TREE DENGAN ALGORITMA NBTREE

PEMBENTUKAN MODEL KLASIFIKASI DATA LAMA STUDI MAHASISWA STMIK INDONESIA MENGGUNAKAN DECISION TREE DENGAN ALGORITMA NBTREE PEMBENTUKAN MODEL KLASIFIKASI DATA LAMA STUDI MAHASISWA STMIK INDONESIA MENGGUNAKAN DECISION TREE DENGAN ALGORITMA NBTREE Syam Gunawan 1, Pritasari Palupiningsih 2 1,2 Program Studi Sistem Informasi, STMIK

Lebih terperinci

Simulasi Radius Jarak Pengaruhnya terhadap Kebaikan Model Regresi Logistik Spasial 1. Abstrak

Simulasi Radius Jarak Pengaruhnya terhadap Kebaikan Model Regresi Logistik Spasial 1. Abstrak Simulasi Radius Jarak Pengaruhnya terhadap Kebaikan Model Regresi Logistik Spasial 1 Utami Dyah Syafitri 2, Agus M Sholeh 2, Poppy Suprapti 3 Abstrak Pemodelan regresi logistik dengan basis ruang spasial

Lebih terperinci

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakh

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakh No.1368, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENAKER. Hasil Pemetaan. PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2016 TENTANG HASIL PEMETAAN URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Setiap tahapan di dalam penelitian ini akan ditunjukkan di dalam Tabel 2.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Setiap tahapan di dalam penelitian ini akan ditunjukkan di dalam Tabel 2. 6 tahap ini, pola yang telah ditemukan dipresentasikan ke pengguna dengan teknik visualisasi agar pengguna dapat memahaminya. Deskripsi aturan klasifikasi akan dipresentasikan dalam bentuk aturan logika

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPKP. Pembinaan. Pengawasan. Perubahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPKP. Pembinaan. Pengawasan. Perubahan. No.1562, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPKP. Pembinaan. Pengawasan. Perubahan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN MASALAH

BAB III PEMBAHASAN MASALAH BAB III PEMBAHASAN MASALAH 3. 1 Analisa Aplikasi Perkembangan dunia pendidikan semakin meningkat dengan kemajuan teknologi yang semakin berkembang. Pendidikan adalah suatu kebutuhan yang mempunyai manfaat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Implementasi Biplot Kanonik dan Analisis Procrustes dengan Mathematica Biplot biasa dengan sistem perintah telah terintegrasi ke dalam beberapa program paket statistika seperti SAS,

Lebih terperinci

Lingkungan Pengembangan HASIL DAN PEMBAHASAN

Lingkungan Pengembangan HASIL DAN PEMBAHASAN aturan 3--5 untuk menentukan interval akan dibagi menjadi berapa kelompok. Hasilnya akan menjadi hirarki paling atas. Kemudian nilai maksimum dan nilai minimum diperiksa apakah nilainya masuk ke dalam

Lebih terperinci

PENERAPAN ALGORITMA C5.0 DALAM PENGKLASIFIKASIAN DATA MAHASISWA UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

PENERAPAN ALGORITMA C5.0 DALAM PENGKLASIFIKASIAN DATA MAHASISWA UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO PENERAPAN ALGORITMA C5.0 DALAM PENGKLASIFIKASIAN DATA MAHASISWA UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO Wandira Irene, Mukhlisulfatih Latief, Lillyan Hadjaratie Program Studi S1 Sistem Informasi / Teknik Informatika

Lebih terperinci

PEMBENTUKAN DECISION TREE DATA LAMA STUDI MAHASISWA MENGGUNAKAN ALGORITMA NBTREE DAN C4.5

PEMBENTUKAN DECISION TREE DATA LAMA STUDI MAHASISWA MENGGUNAKAN ALGORITMA NBTREE DAN C4.5 PEMBENTUKAN DECISION TREE DATA LAMA STUDI MAHASISWA MENGGUNAKAN ALGORITMA NBTREE DAN C4.5 Syam Gunawan 1, Pritasari Palupiningsih 2 1,2 Jurusan Sistem Informasi, STMIK Indonesia 1 syam@stmik-indonesia.ac.id,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data jumlah penduduk Indonesia tahun 2010 sampai 2015 menunjukkan kenaikan setiap tahun. Jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Education data mining merupakan penelitian didasarkan data di dunia pendidikan untuk menggali dan memperoleh informasi tersembunyi dari data yang ada. Pemanfaatan education

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN No.54/9/13/Th. XIX, 1 ember 2016 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN GINI RATIO PADA MARET 2016 SEBESAR 0,331 Pada 2016, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk

Lebih terperinci

Fungsi, Sub Fungsi, Program, Satuan Kerja, dan Kegiatan Anggaran Tahun 2012 Kode. 1 010022 Provinsi : DKI Jakarta 484,909,154

Fungsi, Sub Fungsi, Program, Satuan Kerja, dan Kegiatan Anggaran Tahun 2012 Kode. 1 010022 Provinsi : DKI Jakarta 484,909,154 ALOKASI ANGGARAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PENDIDIKAN YANG DILIMPAHKAN KEPADA GUBERNUR (Alokasi Anggaran Dekonsentrasi Per Menurut Program dan Kegiatan) (ribuan rupiah) 1 010022 : DKI Jakarta 484,909,154

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Data Mining Data Mining adalah proses yang mempekerjakan satu atau lebih teknik pembelajaran komputer (machine learning) untuk menganalisis dan mengekstraksi pengetahuan (knowledge)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 3 Ilustrasi pencarian titik pusat dan jari-jari pupil. Segmentasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 3 Ilustrasi pencarian titik pusat dan jari-jari pupil. Segmentasi 4 Perangkat keras berupa Notebook: Processor intel Core i3 2.2 GHz. RAM kapasitas 2. GB. Harddisk Kapasitas 5 GB. Monitor pada resolusi 1366 x 768 piksel. Merek Acer Aspire 475. Perangkat lunak berupa:

Lebih terperinci

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN BAB 4 IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN 4.1 Implementasi Tahap implementasi merupakan tahap pengimplementasian metode kedalam perangkat lunak simulasi, tahap lanjut dari tahap perancangan simulasi di bab sebelumnya.

Lebih terperinci

- 1 - KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/HUK/2018 TENTANG PENETAPAN PENERIMA BANTUAN IURAN JAMINAN KESEHATAN TAHUN 2018

- 1 - KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/HUK/2018 TENTANG PENETAPAN PENERIMA BANTUAN IURAN JAMINAN KESEHATAN TAHUN 2018 - 1 - KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/HUK/2018 TENTANG PENETAPAN PENERIMA BANTUAN IURAN JAMINAN KESEHATAN TAHUN 2018 MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN DANA DEKONSENTRASI

Lebih terperinci

Jumlah Akomodasi, Kamar, dan Tempat Tidur yang Tersedia pada Hotel Bintang Menurut Provinsi,

Jumlah Akomodasi, Kamar, dan Tempat Tidur yang Tersedia pada Hotel Bintang Menurut Provinsi, yang Tersedia pada Menurut, 2000-2015 2015 yang Tersedia pada ACEH 17 1278 2137 SUMATERA UTARA 111 9988 15448 SUMATERA BARAT 60 3611 5924 RIAU 55 4912 7481 JAMBI 29 1973 2727 SUMATERA SELATAN 61 4506 6443

Lebih terperinci

2

2 2 3 c. Pejabat Eselon III kebawah (dalam rupiah) NO. PROVINSI SATUAN HALFDAY FULLDAY FULLBOARD (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1. ACEH

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN HASIL DAN PEMBAHASAN 5. Oleh karena itu untuk meningkatkan akurasinya, proses learning harus dihentikan lebih awal atau melakukan pemotongan tree secara umum. Untuk itu diberikan 2 (dua) buah threshold yang harus dipenuhi

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN BADAN PUSAT STATISTIK No.06/02/81/Th.2017, 6 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN GINI RATIO MALUKU PADA SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,344 Pada September 2016,

Lebih terperinci

DAFTAR LAMPIRAN. Kriteria Sampel Nama Provinsi

DAFTAR LAMPIRAN. Kriteria Sampel Nama Provinsi DAFTAR LAMPIRAN LAMPIRAN 1 Proses Pemilihan Sampel Penelitian Kriteria Sampel No Nama Provinsi Sampel 1 2 3 4 1 Provinsi Aceh 1 2 Provinsi Sumatera Utara 2 3 Provinsi Sumatera Barat 3 4 Provinsi Riau 4

Lebih terperinci

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala Arsip Nasional Re

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala Arsip Nasional Re BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 454, 2016 ANRI. Dana. Dekonsentrasi. TA 2016. Pelaksanaan. PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN BPS PROVINSI SUMATERA UTARA No. 13/02/12/Th. XX, 06 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN GINI RATIO PADA SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,312 Pada ember

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Bahan dan peralatan yang dibutuhkan dalam penelitian ini antara lain :

BAB 3 METODE PENELITIAN. Bahan dan peralatan yang dibutuhkan dalam penelitian ini antara lain : BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Instrumen Penelitian Bahan dan peralatan yang dibutuhkan dalam penelitian ini antara lain : 3.1.1 Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data siswa kelas SMA

Lebih terperinci

SIMPADU PENANGGULANGAN KEMISKINAN EVALUSI DAN RENCANA TINDAK LANJUT. Direktorat Penanggulangan Kemiskinan

SIMPADU PENANGGULANGAN KEMISKINAN EVALUSI DAN RENCANA TINDAK LANJUT.  Direktorat Penanggulangan Kemiskinan SIMPADU PENANGGULANGAN KEMISKINAN EVALUSI DAN RENCANA TINDAK LANJUT http://simpadu-pk.bappenas.go.id Direktorat Penanggulangan Kemiskinan Materi Paparan OVERVIEW SIMPADU PENANGGULANGAN KEMISKINAN AGENDA

Lebih terperinci

RINGKASAN DATA DAN INFORMASI KEMISKINAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR 2016 ISSN : 2528-2271 Nomor Publikasi : 53520.1702 Katalog : 3205008.53 Jumlah halaman : viii + 24 halaman Ukuran : 21 cm x 14,5 cm

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentu dapat menjadi penghambat bagi proses pembangunan. Modal manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. tentu dapat menjadi penghambat bagi proses pembangunan. Modal manusia yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Negara sedang berkembang, pada umumnya memiliki sumber daya manusia (SDM) yang melimpah namun dengan kualitas yang masih tergolong rendah. Hal ini tentu dapat

Lebih terperinci

Pembimbing : PRIHANDOKO, S.Kom., MIT, Ph.D.

Pembimbing : PRIHANDOKO, S.Kom., MIT, Ph.D. ANALISIS BENCANA DI INDONESIA BERDASARKAN DATA BNPB MENGGUNAKAN METODE CLUSTERING DATA MINING MAHESA KURNIAWAN 54412387 Pembimbing : PRIHANDOKO, S.Kom., MIT, Ph.D. Bencana merupakan peristiwa yang dapat

Lebih terperinci

. Keberhasilan manajemen data dan informasi kependudukan yang memadai, akurat, lengkap, dan selalu termutakhirkan.

. Keberhasilan manajemen data dan informasi kependudukan yang memadai, akurat, lengkap, dan selalu termutakhirkan. S ensus Penduduk, merupakan bagian terpadu dari upaya kita bersama untuk mewujudkan visi besar pembangunan 2010-2014 yakni, Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis dan Berkeadilan. Keberhasilan

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN No.39/07/15/Th.XI, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN GINI RATIO PADA MARET 2017 SEBESAR 0,335 Pada Maret 2017, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN No.54/09/17/I, 1 September 2016 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN GINI RATIO PADA MARET 2016 SEBESAR 0,357 Daerah Perkotaan 0,385 dan Perdesaan 0,302 Pada

Lebih terperinci

JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA ASAL PROVINSI BERDASARKAN JENIS KELAMIN PERIODE 1 JANUARI S.D 31 OKTOBER 2015

JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA ASAL PROVINSI BERDASARKAN JENIS KELAMIN PERIODE 1 JANUARI S.D 31 OKTOBER 2015 JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA ASAL PROVINSI BERDASARKAN JENIS KELAMIN NO PROVINSI LAKI-LAKI PEREMPUAN Total 1 ACEH 197 435 632 2 SUMATERA UTARA 1,257 8,378 9,635 3 SUMATERA BARAT 116 476 592

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2013

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2013 BADAN PUSAT STATISTIK No. 06/01/Th. XVII, 2 Januari 2014 PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2013 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2013 MENCAPAI 28,55 JUTA ORANG Pada bulan September 2013, jumlah

Lebih terperinci

BAB III REGRESI LOGISTIK BINER DAN CLASSIFICATION AND REGRESSION TREES (CART) Odds Ratio

BAB III REGRESI LOGISTIK BINER DAN CLASSIFICATION AND REGRESSION TREES (CART) Odds Ratio 21 BAB III REGRESI LOGISTIK BINER DAN CLASSIFICATION AND REGRESSION TREES (CART) 3.1 Regresi Logistik Biner Regresi logistik berguna untuk meramalkan ada atau tidaknya karakteristik berdasarkan prediksi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Definisi Data Mining

TINJAUAN PUSTAKA. Definisi Data Mining TINJAUAN PUSTAKA Definisi Data Mining Sistem Manajemen Basis Data tingkat lanjut dan teknologi data warehousing mampu untuk mengumpulkan banjir data dan untuk mentransformasikannya ke dalam basis data

Lebih terperinci

U r a i a n. Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Pendidikan Nonformal dan Informal

U r a i a n. Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Pendidikan Nonformal dan Informal SALINAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN NOMOR 26 TAHUN 2013 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PENDIDIKAN KEPADA GUBERNUR DALAM PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI TAHUN

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN KONSUMSI MARET 2017

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN KONSUMSI MARET 2017 No. 41/07/36/Th.XI, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN KONSUMSI MARET 2017 GINI RATIO PROVINSI BANTEN MARET 2017 MENURUN Pada 2017, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Banten yang diukur

Lebih terperinci

Analisis Pengelompokan dengan Metode K-Rataan

Analisis Pengelompokan dengan Metode K-Rataan 511 Analisis Pengelompokan dengan Metode K-Rataan Titin Agustin Nengsih Fakultas Syariah IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi Abstrak Analisis pengelompokkan adalah salah satu metode eksplorasi data untuk

Lebih terperinci

Jumlah Akomodasi, Kamar, dan Tempat Tidur yang Tersedia pada Hotel Bintang Menurut Provinsi,

Jumlah Akomodasi, Kamar, dan Tempat Tidur yang Tersedia pada Hotel Bintang Menurut Provinsi, Menurut, 2000-2016 2015 ACEH 17 1.278 2.137 20 1.503 2.579 SUMATERA UTARA 111 9.988 15.448 116 10.732 16.418 SUMATERA BARAT 60 3.611 5.924 61 3.653 6.015 RIAU 55 4.912 7.481 58 5.206 7.832 JAMBI 29 1.973

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2014

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2014 BADAN PUSAT STATISTIK No. 52/07/Th. XVII, 1 Juli 2014 PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2014 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2014 MENCAPAI 28,28 JUTA ORANG Pada Maret 2014, jumlah penduduk miskin (penduduk

Lebih terperinci

Bab III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini menggunakan ala penelitian berupa perangkat keras

Bab III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini menggunakan ala penelitian berupa perangkat keras Bab III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Penelitian Pada penelitian ini menggunakan ala penelitian berupa perangkat keras dan perangkat lunak, yaitu: a. Perangkat keras 1. Processor Intel Core

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2017 PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2017 PERSENTASE PENDUDUK MISKIN MARET 2017 MENCAPAI 10,64 PERSEN No. 66/07/Th. XX, 17 Juli 2017 Pada bulan Maret 2017, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran

Lebih terperinci

Semakin besar persentase CCR yang dihasilkan, maka tingkat akurasi yang dihasilkan semakin tinggi (Hair et. al., 1995).

Semakin besar persentase CCR yang dihasilkan, maka tingkat akurasi yang dihasilkan semakin tinggi (Hair et. al., 1995). 3 fungsi diskriminan cukup untuk memisahkan k buah kelompok. Karena fungsi-fungsi diskriminan tidak saling berkorelasi, maka komponen aditif dari V masing-masing didekati dengan khi-kuadrat dengan V j

Lebih terperinci

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN IV. DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Bertambahnya jumlah penduduk berarti pula bertambahnya kebutuhan konsumsi secara agregat. Peningkatan pendapatan diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 7). Analisis ini dikelompokkan menjadi dua, yaitu analisis dependensi dan

BAB I PENDAHULUAN. 7). Analisis ini dikelompokkan menjadi dua, yaitu analisis dependensi dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Analisis multivariat merupakan analisis multivariabel yang berhubungan dengan semua teknik statistik yang secara simultan menganalisis sejumlah pengukuran pada individu

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2016 TENTANG RINCIAN TUGAS UNIT KERJA DI LINGKUNGAN LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN ACEH, SUMATERA UTARA, RIAU,

Lebih terperinci

QS PENGENDALIAN PENCAIRAN DANA BLM PENGEMBANGAN KAPASITAS MASYARAKAT TA 2015 Update 3 Maret 2016

QS PENGENDALIAN PENCAIRAN DANA BLM PENGEMBANGAN KAPASITAS MASYARAKAT TA 2015 Update 3 Maret 2016 QS PENGENDALIAN PENCAIRAN DANA BLM PENGEMBANGAN KAPASITAS MASYARAKAT TA 2015 Update 3 Maret 2016 PEMANFAATAN DANA PELATIHAN No Provinsi Kota / Kabupaten Jumlah kelurahan / Desa Alokasi Dana yang seharusnya

Lebih terperinci

TIPOLOGI WILAYAH HASIL PENDATAAN POTENSI DESA (PODES) 2014

TIPOLOGI WILAYAH HASIL PENDATAAN POTENSI DESA (PODES) 2014 BPS PROVINSI SUMATERA UTARA No. 21/03/12/Th. XVIII, 2 Maret 2015 TIPOLOGI WILAYAH HASIL PENDATAAN POTENSI DESA (PODES) 2014 Pendataan Potensi Desa (Podes) dilaksanakan 3 kali dalam 10 tahun. Berdasarkan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAPPENAS. Pelimpahan Urusan Pemerintahan. Gubernur. Dekonsetrasi. Perubahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAPPENAS. Pelimpahan Urusan Pemerintahan. Gubernur. Dekonsetrasi. Perubahan. No.526, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAPPENAS. Pelimpahan Urusan Pemerintahan. Gubernur. Dekonsetrasi. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Identifikasi Desa di Dalam dan di Sekitar Kawasan Hutan 2009

KATA PENGANTAR. Identifikasi Desa di Dalam dan di Sekitar Kawasan Hutan 2009 KATA PENGANTAR Kegiatan Identifikasi Desa di Dalam dan di Sekitar Kawasan Hutan 2009 merupakan kerjasama antara Direktorat Perencanaan Kawasan Hutan, Departemen Kehutanan dengan Direktorat Statistik Peternakan,

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK NUSA TENGGARA BARAT MARET 2017 MENINGKAT

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK NUSA TENGGARA BARAT MARET 2017 MENINGKAT BADAN PUSAT STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK No.46/07/52/Th.I, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK NUSA TENGGARA BARAT MARET 2017 MENINGKAT GINI RATIO PADA MARET 2017 SEBESAR 0,371 Pada

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Indeks Tendensi Konsumen III-2017 Provinsi Nusa Tenggara Timur No. 10/11/53/Th. XX, 6 November 2017 BERITA RESMI STATISTIK Indeks Tendensi Konsumen III-2017 Secara umum kondisi ekonomi dan tingkat optimisme

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PAPUA BARAT MARET 2017 MEMBAIK

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PAPUA BARAT MARET 2017 MEMBAIK No. 35/07/91 Th. XI, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PAPUA BARAT MARET 2017 MEMBAIK GINI RATIO PADA MARET 2017 SEBESAR 0,390 Pada Maret 2017, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk

Lebih terperinci

QS PENGENDALIAN PENCAIRAN DANA BLM PENGEMBANGAN KAPASITAS MASYARAKAT TA 2015 Update 21 Januari 2016

QS PENGENDALIAN PENCAIRAN DANA BLM PENGEMBANGAN KAPASITAS MASYARAKAT TA 2015 Update 21 Januari 2016 QS PENGENDALIAN PENCAIRAN DANA BLM PENGEMBANGAN KAPASITAS MASYARAKAT TA 2015 Update 21 Januari 2016 PEMANFAATAN DANA PELATIHAN No Provinsi Kota / Kabupaten Jumlah kelurahan / Desa Alokasi Dana yang seharusnya

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 041/P/2017 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 041/P/2017 TENTANG SALINAN KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 041/P/2017 TENTANG PENETAPAN ALOKASI DANA DEKONSENTRASI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN TAHUN ANGGARAN 2017 MENTERI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELTIAN. Riau, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI. Yogyakarta, Jawa Timur,

BAB III METODELOGI PENELTIAN. Riau, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI. Yogyakarta, Jawa Timur, BAB III METODELOGI PENELTIAN A. Obyek/Subyek Penelitian Obyek dalam penelitian ini meliputi seluruh wilayah atau 33 provinsi yang ada di Indonesia, meliputi : Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau,

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN PRESIDEN NOMOR 59 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 71 TAHUN 2006 TENTANG PENUGASAN KEPADA PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA (PERSERO) UNTUK MELAKUKAN PERCEPATAN PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Metode Bootstrap

HASIL DAN PEMBAHASAN. Metode Bootstrap Metode Bootstrap Setelah didapatkan hasil dari pengukuran sensitivitas harga, lalu diamati perilaku dari APR dan diduga selang kepercayaan dengan menggunakan metode bootstrap nonparametrik, dengan pengulangan

Lebih terperinci

Pertumbuhan Simpanan BPR dan BPRS

Pertumbuhan Simpanan BPR dan BPRS Pertumbuhan Simpanan BPR dan BPRS Semester I Tahun 2015 Divisi Statistik, Kepesertaan, dan Premi Penjaminan Direktorat Penjaminan dan Manajemen Risiko DAFTAR ISI Jumlah BPR/BPRS Peserta Penjaminan Grafik

Lebih terperinci

QS PENGENDALIAN PENCAIRAN DANA BLM PENGEMBANGAN KAPASITAS MASYARAKAT TA 2015 Update 25 Februari 2016

QS PENGENDALIAN PENCAIRAN DANA BLM PENGEMBANGAN KAPASITAS MASYARAKAT TA 2015 Update 25 Februari 2016 QS PENGENDALIAN PENCAIRAN DANA BLM PENGEMBANGAN KAPASITAS MASYARAKAT TA 2015 Update 25 Februari 2016 PEMANFAATAN DANA PELATIHAN No Provinsi Kota / Kabupaten Jumlah kelurahan / Desa Alokasi Dana yang seharusnya

Lebih terperinci

Pertumbuhan Simpanan BPR/BPRS. Semester I Tahun 2013

Pertumbuhan Simpanan BPR/BPRS. Semester I Tahun 2013 Pertumbuhan Simpanan BPR/BPRS Semester I Tahun 2013 DAFTAR ISI Pertumbuhan Simpanan pada BPR/BPRS Grafik 1 10 Dsitribusi Simpanan pada BPR/BPRS Tabel 9 11 Pertumbuhan Simpanan Berdasarkan Kategori Grafik

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 132 /PMK.02/2010 TENTANG INDEKS DALAM RANGKA PENGHITUNGAN PENETAPAN TARIF PELAYANAN PNBP PADA BADAN PERTANAHAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT NOMOR 01 TAHUN 2012

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Triwulan III-2017 Provinsi Nusa Tenggara Barat No. 73/11/52/Th.VIII, 6 Nopember 2017 BERITA RESMI STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) TRIWULAN III-2017

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER Provinsi DKI Jakarta TAHUN 2011

INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER Provinsi DKI Jakarta TAHUN 2011 No. 07/01/31/Th. XV, 2 Januari 2013 INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER Provinsi DKI Jakarta TAHUN 2011 1. Indeks Pembangunan Gender (IPG) DKI Jakarta Tahun 2011 A. Penjelasan Umum

Lebih terperinci

ALGORITMA C4.5 UNTUK PEMODELAN DAERAH RAWAN BANJIR STUDI KASUS KABUPATEN KARAWANG JAWA BARAT

ALGORITMA C4.5 UNTUK PEMODELAN DAERAH RAWAN BANJIR STUDI KASUS KABUPATEN KARAWANG JAWA BARAT ALGORITMA C4.5 UNTUK PEMODELAN DAERAH RAWAN BANJIR STUDI KASUS KABUPATEN KARAWANG JAWA BARAT Ahmad Khusaeri 1, Septian Ilham 2, Desi Nurhasanah 3, Derrenz Delpidat 4, Anggri 5, Aji Primajaya 6, Betha Nurina

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.366, 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN. Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan. Organisasi. Tata Kerja. Perubahan. PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Agustus 2017 No. 103/11/Th. XX, 06 November 2017 BERITA RESMI STATISTIK Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Agustus 2017 A. KEADAAN KETENAGAKERJAAN Agustus 2017: Tingkat

Lebih terperinci

RENCANA INDUK PEMBANGUNAN UNIT PELAKSANA TEKNIS PEMASYARAKATAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA BAB I PENDAHULUAN

RENCANA INDUK PEMBANGUNAN UNIT PELAKSANA TEKNIS PEMASYARAKATAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-07.OT.01.03 TAHUN 2011 RENCANA INDUK PEMBANGUNAN UNIT PELAKSANA TEKNIS PEMASYARAKATAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN HUKUM

Lebih terperinci

Pertumbuhan Simpanan BPR dan BPRS

Pertumbuhan Simpanan BPR dan BPRS Pertumbuhan Simpanan BPR dan BPRS Semester II Tahun 2014 Divisi Statistik, Kepesertaan, dan Premi Penjaminan Direktorat Penjaminan dan Manajemen Risiko DAFTAR ISI Jumlah BPR/BPRS Peserta Penjaminan Grafik

Lebih terperinci

Estimasi Kesalahan Sampling Riskesdas 2013 (Sampling errors estimation, Riskesdas 2013)

Estimasi Kesalahan Sampling Riskesdas 2013 (Sampling errors estimation, Riskesdas 2013) Lampiran Estimasi Kesalahan Sampling Riskesdas 2013 (Sampling errors estimation, Riskesdas 2013) Berikut ini beberapa contoh perhitungan dari variabel riskesdas yang menyajikan Sampling errors estimation

Lebih terperinci

Tabel 2 Jumlah data prosedur uji. Crop Variable. Jumlah data LAI 104 SPAD 105 yield 64 LAI 104 SPAD 105 yield 64 LAI 62 SPAD 63 yield 34.

Tabel 2 Jumlah data prosedur uji. Crop Variable. Jumlah data LAI 104 SPAD 105 yield 64 LAI 104 SPAD 105 yield 64 LAI 62 SPAD 63 yield 34. 2. Cross validation 5 fold dengan pemisahan data Indramayu dan, menggunakan data berikut: 3. Supplied test set : training:, testing: Hymap training:, testing: Hymap 4. Percentage split dengan data training

Lebih terperinci

Jumlah Ternak yang dipotong di rumah potong hewan (RPH) menurut Provinsi dan Jenis Ternak (ekor),

Jumlah Ternak yang dipotong di rumah potong hewan (RPH) menurut Provinsi dan Jenis Ternak (ekor), Sapi ACEH 25055 25902 18002 23456 22172 19693 9931 27698 26239 35601 36014 36287 30145 11316 10986 13231 SUMATERA UTARA 22557 22578 17050 21686 20380 19275 20816 24077 19676 28901 31926 32163 21761 24434

Lebih terperinci

B. SUMBER PENDANAAN (10) PROGRAM PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN (PPSDMK) (Juta Rupiah) Prakiraan Kebutuhan

B. SUMBER PENDANAAN (10) PROGRAM PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN (PPSDMK) (Juta Rupiah) Prakiraan Kebutuhan PROGRAM PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN (PPSDMK) (Juta ) 2075 Standardisasi, Sertifikasi dan Pendidikan Berkelanjutan bagi SDM Kesehatan 2075.0 Terselenggaranya Standarisasi,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 86 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI LALU LINTAS

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 86 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI LALU LINTAS PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 86 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI LALU LINTAS ANGKUTAN JALAN, SUNGAI, DANAU DAN PENYEBERANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Versi Online tersedia di : JURNAL TECH-E (Online)

Versi Online tersedia di :  JURNAL TECH-E (Online) JURNAL TECH-E - VOL. 1 NO. 1 (2017) Versi Online tersedia di : http://bsti.ubd.ac.id/e-jurnal JURNAL TECH-E 2581-116 (Online) Artikel Perancangan Aplikasi Prediksi Kelulusan Mahasiswa Tepat Waktu Pada

Lebih terperinci

Pertumbuhan Simpanan BPR Dan BPRS

Pertumbuhan Simpanan BPR Dan BPRS Pertumbuhan Simpanan BPR Dan BPRS Semester I Tahun 2014 Divisi Statistik, Kepesertaan, dan Premi Penjaminan Direktorat Penjaminan dan Manajemen Risiko DAFTAR ISI Jumlah BPR/BPRS Peserta Penjaminan Grafik

Lebih terperinci

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN. dilakukan terhadap sistem sehingga user dapat memberi masukan demi

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN. dilakukan terhadap sistem sehingga user dapat memberi masukan demi BAB 4 IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN 4.1 Implementasi Tujuan implementasi adalah untuk menerapkan perancangan yang telah dilakukan terhadap sistem sehingga user dapat memberi masukan demi berkembangnya sistem

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2016

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2016 BPS PROVINSI SULAWESI BARAT No. 05/01/76/Th.XI, 3 Januari 2017 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2016 JUMLAH PENDUDUK MISKIN sebesar 146,90 RIBU JIWA (11,19 PERSEN) Persentase penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penentuan dosen pembimbing tugas akhir masih dilakukan secara manual di Jurusan Teknik Informatika UMM yang hanya mengandalkan pengetahuan personal tentang spesialisasi

Lebih terperinci

Jurnal Informatika Mulawarman Vol. 12, No. 1, Februari ISSN

Jurnal Informatika Mulawarman Vol. 12, No. 1, Februari ISSN Jurnal Informatika Mulawarman Vol. 12, No. 1, Februari 2017 50 APLIKASI KLASIFIKASI ALGORITMA C4.5 (STUDI KASUS MASA STUDI MAHASISWA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS MULAWARMAN

Lebih terperinci