KOTA MATARAM BADAN NARKOTIKA NASIONAL KOTA MATARAM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KOTA MATARAM BADAN NARKOTIKA NASIONAL KOTA MATARAM"

Transkripsi

1 RENCANA STRATEGIS KOTA MATARAM BADAN NARKOTIKA NASIONAL KOTA MATARAM

2 KATA PENGANTAR Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 24 mengamanatkan adanya Rencana Pembangunan Jangka Panjang (JP), Rencana Pembangunan Jangka Menengah (JM), dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP). JMN yang merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Presiden terpilih memuat sasaran dan strategi pembangunan nasional selama 5 (lima) tahun masa pemerintahan. Untuk menjabarkan serta mewujudkan amanat pembangunan jangka menengah, diperlukan dokumen perencanaan pembangunan nasional yang dapat menjadi acuan bagi Kementerian/Lembaga untuk mendukung pencapaian program prioritas Presiden tersebut. Dokumen rencana tersebut adalah Rencana Strategis Kementerian/Lembaga (Renstra-KL) yang memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, serta program dan kegiatan Kementerian/Lembaga untuk melaksanakan tugas dan fungsinya serta berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (JMN) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 29 tentang Narkotika menetapkan bahwa Badan Narkotika Nasional sebagai Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden serta mempunyai perwakilan di daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota yang merupakan instansi vertikal sebagai pelaksana tugas, fungsi dan wewenang di daerah. Peningkatan angka penyalahgunaan narkoba dari tahun ke tahun di Kota Mataram disebabkan karena kecenderungan dari masyarakat untuk mencoba-coba dan belum tahu akan dampak bahaya yang ditimbulkan. Trend penyalahgunaan narkoba di wilayah Kota Mataram terjadi karena : 1. masih banyaknya problem masalah sosial, 2. masih rendahnya kemampuan ekonomi dari masyarakat masih rendah; 3. masih sulitnya membendung pengaruh-pengaruh yang timbul dari pergaulan di masyarakat terutama di usia remaja; 4. fasilitas belum memadai untuk rehabilitasi selama tiga tahun terakhir hanya mampu merehab tak kurang dari 1 orang; 5. belum adanya dukungan kelembagaan secara merata; 6. masih rendahnya penganggaran. Rencana Strategis (RENSTRA) ini bersifat dokumen perencanaan jangka menengah dan mempunyai peran yang sangat penting terutama dalam penyusunan Rencana Kerja (RENJA) setiap tahunnya, sebagai dasar penilaian kinerja pimpinan beserta jajarannya dan menjadi acuan dalam menyusun Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP).

3 Penyusunan dokumen ini tetap mengacu kepada Rencana Strategis Badan Narkotika Nasional (BNN) Republik Indonesia yang memuat Visi, Misi Pemerintah. Sebagai dokumen yang menjadi pedoman pelaksanaan Pencegahan, Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) oleh Badan Narkotika Nasional Kota Mataram, maka Rencana Strategis ini memuat Visi, Misi, Tujuan, Sasaran dan Strategi serta Kebijakan yang selanjutnya diuraikan di dalam program, kegiatan dan komponen kegiatan Mataram, 2 November 214 Kepala Badan Narkotika Nasional Kota Mataram Drs. H. NUR RACHMAT, APT

4 DAFTAR ISI Pengantar iii Daftar Isi v Bab I Pendahuluan 1 Bab II Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran Strategis- Badan Narkotika Nasional 13 Bab III Arah Kebijakan dan Strategi Badan Narkotika Nasional 17 Bab IV Penutup 21 Lampiran-lampiran: Lampiran I : Matrik Kinerja Badan Narkotika Nasional Kota Mataram

5 BAB I PENDAHULUAN A. Kondisi Umum 1. Kondisi Internasional a. Aspek Penyalahgunaan Narkoba 1) Laporan tahunan United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) 213 menyebutkan bahwa pada tahun 211, diperkirakan antara 167 sampai dengan 315 juta orang (3,6 s/d 6,9% dari penduduk yang berumur tahun) menggunakan narkoba minimal sekali dalam setahun. 2) Tindak pidana narkoba merupakan salah satu bentuk kejahatan luar biasa (extraordinary crime), kejahatan lintas negara (transnational crime), kejahatan terorganisir (organized crime), dan kejahatan serius (serious crime) yang telah menjadi ancaman nyata dan membutuhkan penanganan secara serius dan segera. 3) Menurut Single Convention 1961 yang telah diamandemen dengan Protokol 1971 menyatakan kecanduan narkotika merupakan kejahatan serius bagi individu dan berbahaya bagi kehidupan sosial ekonomi umat manusia. Sedangkan menurut Konvensi Wina 1988 bahwa bagi pengguna narkoba diberikan alternatif penghukuman yaitu berupa hukuman rehabilitasi. 4) Permasalahan narkoba dan penyebaran HIV di dunia tahun 211 dilaporkan UNODC bahwa 14 juta orang usia antara tahun diestimasikan menggunakan narkoba suntik, dimana 1,6 juta diantaranya telah terinfeksi virus HIV. Dibandingkan dengan estimasi tahun 28, hal ini berarti telah terjadi penurunan 12% orang yang menggunakan narkoba suntik dan penurunan sebesar 46% pengguna narkoba suntik yang terinfeksi virus HIV. Sementara, angka kematian over dosis dunia tahun 211 dilaporkan sebesar 211. orang. Narkotika jenis opiate dilaporkan sebagai pemicu angka kematian akibat over dosis narkoba. 5) Penyalahgunaan narkoba menempati ranking ke-2 dunia sebagai penyebab terganggunya kesehatan, dan menempati rangking ke-1 di negara-negara berkembang. Penyalah guna narkoba sangat rentan terkena HIV, Hepatitis, dan TBC yang mudah menyebar ke seluruh lapisan masyarakat.

6 6) Penyalahgunaan Amphetamine Type Stimulant (ATS) cenderung meningkat, ditambah ditemukan New Psychoactive Substances (NPS) di beberapa belahan dunia yang belum diatur di dalam peraturan perundang-undangan di masing - masing negara. 7) UNODC memandang ketergantungan narkoba sebagai masalah kesehatan. Penyalah guna dan pecandu narkoba dapat dibantu, adiksi mereka dapat dirawat, dan orang-orang ini dapat dipulihkan, dan dapat memberikan kontribusi kepada masyarakat lingkungannya. Menjadikan penyalah guna dan pecandu narkoba sebagai pelaku kejahatan dipandang sebagai cara yang tidak efektif dalam mengatasi permasalahan narkoba. 8) UNODC mengajak penanganan penyalah guna dan pecandu narkoba secara terintegrasi ke dalam sistem kesehatan dan kesejahteraan masyarakat dan menjamin program rehabilitasi dapat diakses oleh semua orang yang membutuhkan. b. Aspek Peredaran Gelap Narkoba 1) Opium/Heroin UNODC melaporkan bahwa Afghanistan menempati rangking pertama Negara yang memproduksi dan menanam opium dunia sebesar 74% tahun 212. Penanaman opium di Afghanistan meningkat 15% tahun 212, namun penanaman opium di Myanmar terjadi penurunan sebesar 3% atau turun 5. ton dibanding tahun 212. Sementara, di Negara Mexico, kini dilaporkan sebagai produsen terbesar di Benua Amerika. Afghanistan dikenal sebagai sumber peredaran gelap opium, diperkirakan 93% tanaman poppy dunia berada di Afghanistan. Kira-kira 8% opium dari Afghanistan diselundupkan melalui Iran dan Pakistan serta Negara Asia Tengah. Peredaran gelap melalui daerah-daerah tersebut mengancam keamanan dan pembangunan masyarakat dunia dikarenakan semakin meningkatnya dan kuatnya kelompok kejahatan terorganisir yang akan menciptakan ketidakstabilan dan menyebabkan terjadinya tindak pidana korupsi. Setiap tahun kira-kira ada 9 ton opium dan 375 ton heroin keluar dari Afghanistan melewati Balkan dan Eurasian, termasuk China, India, dan Rusia.

7 Nilai pemasaran narkoba dari Afghanistan setiap tahun sebesar US$ 65 milyar, memasok + 15 juta penyalah guna narkoba dan menyebabkan 1. orang meninggal setiap tahunnya. Selain itu berdampak terjadinya penyebaran HIV yang tidak dapat diperkirakan jumlahnya dan sebagai sumber dana bagi kelompok kejahatan, pelaku kerusuhan, dan teroris. 2) Kokain Secara global, penanaman koka sebesar hektar di tahun 211 atau hampir tidak berubah dari tahun sebelumnya. Diestimasikan jumlah kokain yang diproduksi dengan kemurnian 1% sebesar 776 sampai dengan 1.51 ton di tahun 21. Penghasil kokain terbesar di dunia dilaporkan adalah Kolombia (2 ton). Di negara-negara Asia Timur dan Asia Tenggara terjadi peningkatan penyalahgunaan kokain, terbukti dari barang bukti kokain yang disita di Hongkong sebesar 8 kg (tahun 211) dan 6 kg (21). Kolombia dikenal sebagai produsen 5% kokain dunia, tanaman coca mengalami penurunan 18% dan produksi kokain turun 28% dibanding tahun 27. Selain Kolombia, negara lain yang dikenal sebagai sumber tanaman dan produsen kokain adalah Bolivia dan Peru. Pengguna kokain terbesar ada di Negara Amerika Utara dan sebagian Eropa Barat. 3) Ganja World Drugs Report (WDR) tahun 213 menggambarkan bahwa ganja masih menjadi narkotika yang paling disalahgunakan di dunia, meskipun peningkatan penyalahgunaanya masih sedikit. Ganja disalahgunakan 3,9% populasi dunia (18,6 juta orang) yang berusia tahun. Terjadi peningkatan eradikasi ganja di USA dan Amerika Selatan. Di Amerika Latin, daun ganja yang berhasil disita tahun 211 naik 64%. Penyitaan besar-besaran daun ganja juga meningkat di Eropa ketika produksi hashish menurun. Produksi hashish di Afghanistan dan Maroko dilaporkan stabil. Banyak negaranegara di Afrika juga melaporkan telah menyita besar-besaran daun ganja. Salah satu negara yang paling besar menyita barang bukti daun ganja adalah Nigeria.

8 Di Eropa, umumnya ganja ditanam di area terbuka (outdoor), namun beberapa negara seperti Belgia dan Belanda, paling banyak ditemukan penanaman gelap ganja di area tertutup (indoor). Di luar Eropa, juga ditemukan penanaman ganja indoor yaitu di Amerika dan Australia. Penanaman indoor merupakan bisnis yang menjanjikan dan secara signifikan meningkatkan keuntungan bagi organisasi lokal. Ada 172 negara dikenal sebagai produsen ganja. Negara pemasok ganja terbesar ke daratan Eropa berasal dari Maroko, namun pada akhir-akhir ini produsen ganja terbesar justru berasal dari Afghanistan, sehingga Afghanistan tidak hanya dikenal sebagai produsen heroin terbesar tetapi juga produsen ganja. 4) Amphetamine Type Stimulant (ATS) Pada tingkat global, barang bukti ATS yang disita pada tahun 211 meningkat 66% (sebesar 123 ton) dibanding tahun 21 (yang hanya 74 ton). Negara Mexico dilaporkan sebagai penyita barang bukti terbesar di dunia, yaitu dari 13 ton (21) menjadi 31 ton (211). Berbeda dengan Poppy, Coca, dan Ganja, sumber ATS sangat sulit dipetakan karena diproduksi tidak lagi dengan menggunakan mega laboratory tetapi sudah produksi rumahan atau lebih dikenal dengan sebutan kitchen laboratory. 5) New Psychoactive Substances (NPS) NPS adalah senyawa atau zat yang disalahgunakan baik dalam bentuk murni atau sediaan yang tidak dikontrol oleh 1961 Single Convention on Narcotics Drugs atau 1971 Convention on Psychotropics Substances yang dapat menimbulkan ancaman bagi kesehatan manusia. Di dunia saat ini terdapat 251 jenis NPS dan dimasa mendatang akan semakin bertambah jumlahnya. Beberapa jenis NPS diantaranya : methilon, krathom, dan LSD atau smile, phenethylamines, serta golongan piperazine. Deklarasi politik PBB menganjurkan penanganan permasalahan narkoba harus dilaksanakan secara seimbang antara demand reduction dan supply reduction dengan mengedepankan prinsip common and share responsibility, dimana pengguna narkoba diberikan alternatif penghukuman selain pidana yaitu rehabilitasi.

9 2. Permasalahan Narkoba di Tingkat Regional a. Aspek Penyalahgunaan Narkoba Data penyalahgunaan narkoba di kawasan ASEAN kurang dapat termonitor dengan pasti, namun secara umum dapat tergambar bahwa penyahgunaan narkoba jenis ATS semakin meningkat, hal ini dapat dilihat dari hasil pengungkapan kasus ATS dan dimungkinkan meningkatnya peredaran ATS sesuai dengan meningkatnya permintaan pasar ATS. Permasalahan narkoba di masing-masing negara di ASEAN bervariasi, namun hampir memiliki permasalahan yang sama, yaitu semakin meningkatnya penyalahgunaan narkotika jenis ATS dan mulai tersebarnya NPS. Metode yang dilakukan dalam mengatasi permasalahan narkoba juga berbeda antara negara yang satu dengan lainnya, namun masih memiliki kesamaan dalam menjaga keseimbangan antara demand reduction dan supply reduction dengan mengedepankan prinsip common and share responsibility. b. Aspek Peredaran Gelap Narkoba Peredaran gelap narkoba di kawasan ASEAN dan sekitarnya menunjukkan perkembangan yang signifikan. Hal ini ditandai dengan terungkapnya sejumlah kasus narkoba di negara-negara ASEAN, diantaranya: 1) Berdasarkan Laporan UNODC Asia and the Pacific 211 Regional ATS Report, di tahun 21 terdapat sekitar 136 juta metamfetamin tablet yang disita di wilayah Asia Timur dan Asia Tenggara. Sebanyak 98% dari total yang disita terdapat di tiga negara Cina (58,4 juta), Thailand (5,4 juta), dan Lao PDR (24,5 juta). Selain itu, terdapat sebanyak 6,9 ton metamfetamin kristal yang disita di wilayah Asia Timur dan Asia Tenggara, dimana 61% dari total yang disita terdapat di Cina (4,2 ton). Sedangkan untuk ekstasi, penyitaan di wilayah Asia Timur dan Asia Tenggara terhitung lebih dari 1,7 juta tablet. Penyitaan terbesar (94%) terdapat di wilayah Cina dan Indonesia. 2) Berdasarkan Laporan UNODC Asia Pasifik, Global Smart Update 212, sepertiga dari ATS global dan setengah dari metamfetamin global yang disita pada tahun 21 berasal dari Asia Timur dan Asia Tenggara. Sejumlah besar ATS terus

10 diproduksi di Cina, Myanmar, dan Filipina. Selain itu, produksi ATS gelap terus berkembang di negara-negara yang sebelumnya menjadi negara transit untuk ATS seperti Kamboja, Indonesia, dan Malaysia. Diversi sediaan farmasi yang mengandung pseudoephedrine, yang akan disalahgunakan untuk produksi metamfetamin secara ilegal, terus terjadi di wilayah Asia Timur dan Asia Tenggara. Kelompok kejahatan transnasional terorganisir dari Afrika dan Iran terus terlibat dalam perdagangan metamfetamin ke Asia Timur dan Asia Tenggara. 3) Sementara di wilayah Asia Selatan, tetap menjadi target kelompok kejahatan terorganisir sebagai sumber ATS, terutama ephedrine dan pseudoephedrine. Fasilitas produksi ATS ilegal diungkap secara teratur. Sejumlah besar ketamine, suatu zat yang tidak termasuk dalam pengawasan internasional, dikirim dari India ke Asia Timur dan Amerika Utara. 4) Maraknya produksi dan peredaran gelap ATS di Kawasan Asia Pasifik, mengancam negara-negara di kawasan Asia Tenggara termasuk Indonesia sebagai jalur peredaran gelap dan pangsa pasar yang menjanjikan. Dengan nilai jual narkotika yang tinggi dan jumlah permintaan yang terus tumbuh, menyebabkan kawasan ASEAN menjadi sasaran penyelundupan narkotika dan bahan-bahan prekursor dari berbagai jenis dan kemasan. Sebagaimana terjadi di Malaysia, penyelundupan besar-besaran prekursor dari padat menjadi cair telah menggunakan berbagai modus operandi. 5) Berdasarkan hasil pertemuan International Drugs Enforcement Conference Far East Working Group di Da Nang, Vietnam (212), diketahui bahwa sindikat narkoba di kawasan Asia Timur Jauh terus tumbuh, antara lain: sindikat Iran-Nigeria (heroin dan shabu), sindikat China dan Malaysia (ATS), sindikat Amerika Latin (kokain), sindikat Australia dan sindikat dalam negeri (ganja). Meskipun sindikat Nepal semakin berkurang, namun sindikat lain terus merekrut kurir narkoba baik dari ras Asia maupun Eropa. 3. Permasalah Narkoba di Tingkat Nasional. a. Aspek Penyalahgunaan Narkoba. 1) Kerugian yang ditimbulkan dari permasalahan narkoba sangat besar baik dari segi kesehatan, sosial-ekonomi, dan keamanan nasional serta dapat

11 mengakibatkan hilangnya suatu generasi bangsa (lost generation). Pada tahun 212, BNN memperkirakan kerugian ekonomi yang ditimbulkan akibat penyalahgunaan narkoba mencapai sekitar Rp 48,2 Triliun yang terdiri dari komponen biaya privat dan biaya sosial. 2) Eskalasi permasalahan narkoba di tingkat global turut mempengaruhi permasalahan narkoba di dalam negeri. Semakin besar jumlah peredaran gelap narkoba di dunia, maka semakin besar pula jumlah narkoba gelap yang masuk ke dalam negeri. Keberpengaruhan ini dapat dilihat dari peningkatan pengungkapan kasus kejahatan narkoba dan peningkatan jumlah penyalah guna narkoba di Indonesia. 3) Kecenderungan peningkatan penyalah guna narkoba terutama pada kalangan penyalah guna narkoba coba pakai. Peningkatan penyalah guna narkoba kategori coba pakai menunjukkan kerentanan masyarakat yang imun menjadi penyalah guna narkoba coba pakai. JENIS PENYALAH GUNA JMLH % JMLH % JMLH % Coba Pakai , ,27 Teratur Pakai , ,45 Pecandu bukan Suntik , ,27 Pecandu Suntik ,7 7.31,2 Total Penyalah Guna Jumlah Penduduk Usia 1 59 Tahun % Terhadap Populasi Berisiko ,23 159,99, ,75 1,99 2,23 Sumber : Hasil Penelitian BNN bekerja sama dengan Puslitkes UI Tahun 28 dan 211

12 4) Proyeksi jumlah penyalahgunaan narkoba pada tahun 215 adalah 5,8 juta orang (2,8%) sedangkan di tahun 219 adalah 7,4 juta orang (4,9%). Berdasarkan data dasar hasil penelitian di tahun ) Ketersediaan fasilitas rehabilitasi penyalah guna narkoba di Indonesia hanya mampu menampung atau melayani sebagian kecil jumlah penyalah guna narkoba, dimana jumlah penyalah guna narkoba di tahun 211 sebesar 4,7 juta orang, sedangkan kapasitas yang tersedia sebanyak NO JENIS FASILITAS T&R FASILI TAS KAPASI TAS PENGELOLA KET RSJ/RSKO/Balai Rehab. BNN 1 OSC Lapas /Thn Komponen Masyarakat 2 ORC Puskesmas Komp Masyarakat UPTD/RSUD Tidak semua tempat rehab memiliki fasilitas rawat inap 3 CBU 22 2 Komponen Masyarakat (LSM,Ponpes,Tempat Ibadah) Tidak semua tempat rehab memiliki fasilitas rawat inap 4 AFTER CARE Komponen 25 eks Pecandu/ Thn JUMLAH Sumber : Deputi Bidang Rehabilitasi

13 b. Aspek Peredaran Gelap Narkoba. 1) Pada tahun 213, jumlah penghuni Lapas di Indonesia mencapai orang sebagian besar adalah penyalah guna narkoba, bahkan jumlahnya diperkirakan mencapai 62%. 2) Lapas dan Rutan dijadikan sebagai pusat kendali peredaran gelap narkoba oleh para bandar narkoba yang berstatus tahanan, atau narapidana, atau sindikat yang berasal dari luar Lapas dan Rutan. 3) Munculnya NPS baik di tingkat global maupun di dalam negeri menjadi modus operandi baru dikarenakan jaringan sindikat narkoba berupaya menghindari jeratan hukum dengan memanfaatkan kelemahan peraturan perundangundangan di semua negara. Sampai dengan akhir tahun 213 ada 26 jenis. 4) Beberapa sindikat narkotika jaringan internasional beroperasi di Indonesia, diantaranya berasal dari Jerman, Nigeria, Iran, Afganistan, China, dan Taiwan yang pada umumnya bertempat tinggal tidak menetap dan menjalankan bisnis yang ilegal. Para WNA tersebut bertempat tinggal di apartemen dan perumahan mewah yang sulit dideteksi dan didatakan. 5) Keterlibatan oknum aparat baik sebagai pengedar, pemasok, maupun pelindung (backing) peredaran gelap narkoba masih mewarnai permasalahan narkoba di Indonesia. B. Potensi dan Permasalahan (Isu Strategis) 1. Potensi a. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 29 tentang Narkotika memberikan kewenangan penyelidikan dan penyidikan kepada BNN. b. BNN berkedudukan di bawah Presiden dan bertanggung jawab kepada Presiden. c. BNN memiliki perwakilan di daerah provinsi dan kabupaten/kota sebagai instansi vertikal, yakni BNN provinsi dan BNN kabupaten/kota sampai akhir tahun 213 ada 33 BNN Provinsi dan 1 BNN Kabupaten/Kota. d. Instruksi Presiden Nomor 12 Tahun 211 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba menugaskan BNN untuk mengkoordinasikan komponen instansi pemerintah pusat maupun daerah dalam pelaksanaan Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN).

14 e. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 213 tentang Fasilitasi Pencegahan Penyalahgunaan Narkotika yang memberikan tugas kepada pimpinan pemerintah daerah berperan serta dalam P4GN. 2. Kelemahan a. Penanganan permasalahan narkoba belum menjadi prioritas nasional tidak seperti penanganan permasalahan korupsi dan terorisme. b. Penanganan permasalahan pengguna narkoba masih dilakukan dengan pendekatan hukum yaitu dihukum penjara bukan hukuman rehabilitasi. c. Masih lemahnya proses sinkronisasi pelayanan rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. d. Masih terbatasnya fasilitas rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial tidak sepadan dengan jumlah penyalah guna atau pecandu narkoba. e. Masih terbatasnya sumber daya yang dimiliki oleh BNN dalam menjalankan program P4GN. 3. Peluang a. Harapan masyarakat kepada BNN sangat tinggi sebagai ujung tombak dalam menangani permasalahan narkoba. b. Keinginan pimpinan pemerintah daerah dalam pembentukan perwakilan BNN di daerah sangat tinggi. c. Peran BNN di forum International Drug Enforcement Conference (IDEC) pada tahun 212 dipercaya sebagai Presiden IDEC ke-29 di Bali. d. Mulai tahun 214, Indonesia telah menjadi anggota penuh pada Commission on Narcotic Drugs (CND) sampai dengan tahun 217. e. Indonesia menjadi tuan rumah pada forum ASEAN Ministrial Meeting on Drug Matters (AMMDM) tahun 214. f. Tahun 214 telah dicanangkan sebagai tahun penyelamatan pengguna narkoba, dengan tema Pengguna narkoba lebih baik direhabilitasi daripada dipenjara.

15 4. Tantangan a. Jumlah jaringan sindikat narkotika di Indonesia semakin berkembang sejalan dengan peningkatan jumlah penyalahgunaan narkoba. b. Semakin tersebarnya NPS di Indonesia sampai dengan akhir tahun 213 terdapat 26 jenis NPS. c. Masih adanya perbedaan penafsiran hukum dalam penanganan penyalah guna narkoba, pecandu narkoba, dan korban penyalahgunaan narkoba yang terlibat dalam permasalahan hukum. d. Masih tingginya stigma terhadap pecandu narkoba dan mantan pecandu narkoba. e. Masih takutnya pengguna narkoba melapor diri kepada IPWL karena secara empiris pengguna narkoba apabila bermasalah dengan hukum masih bermuara dipenjara.

16 BAB II VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN STRATEGIS A. Visi Menjadi Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) sebagai penggerak P4GN yang profesional dan berintegritas B. Misi Bersama instansi pemerintah terkait dan komponen masyarakat, bangsa, dan negara melaksanakan pencegahan, pemberdayaan masyarakat, rehabilitasi, dan pemberantasan di bidang penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba secara sinergis C. Tujuan (1). Peningkatan imunitas masyarakat terhadap bahaya penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba. (2). Peningkatan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program P4GN. (3). Peningkatan pemulihan penyalah guna (pengguna ilegal), pecandu, dan korban penyalahgunaan narkoba serta tidak kambuh kembali dalam masa 2 (dua) tahun. (4). Peningkatan pengungkapan berbagai jaringan sindikat narkoba nasional dan internasional beserta aset-aset yang berkaitan dengan tindak kejahatan narkoba. (5). Peningkatan efektivitas kerjasama antara BNN, instansi pemerintah, dan komponen masyarakat, baik dalam maupun luar negeri. (6). Penguatan profesionalisme tata kelola pemerintahan di lingkungan BNN. D. Sasaran Strategis Tujuan 1: Peningkatan imunitas masyarakat terhadap bahaya penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba memiliki sasaran strategis sebagai berikut: 1) Meningkatnya pelajar SD, SLTP, SLTA dan mahasiswa yang memiliki pengetahuan, pemahaman dan kesadaran bahaya penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba, serta terbentuknya perilaku pelajar SD, SLTP, SLTA dan mahasiswa di lingkungan pendidikan yang tegas menolak segala bentuk penyalahgunaan narkoba.

17 2) Meningkatnya pegawai negeri dan swasta yang memiliki pengetahuan, pemahaman dan kesadaran bahaya penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba, serta terbentuknya perilaku pegawai negeri dan swasta di lingkungan kerja yang tegas menolak segala bentuk penyalahgunaan narkoba. 3) Meningkatnya Organisasi Kemasyarakatan yang memiliki pengetahuan, pemahaman, dan kesadaran bahaya penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba, serta terbentuknya perilaku keluarga dan ibu hamil yang tegas menolak segala bentuk penyalahgunaan narkoba. 4) Meningkatnya kesadaran masyarakat (pra remaja, remaja, dewasa, dan kelompok marjinal) untuk berperilaku hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari. Tujuan 2: Peningkatan peran serta masyarakat dalam pelaksanaan program P4GN. Dengan sasaran strategis sebagai berikut: 1) Meningkatnya keberdayaan Lingkungan Sekolah (SD, SLTP dan SLTA) yang menyelenggarakan Program Lingkungan Sekolah Bersih Narkoba, seperti pembentukan satuan tugas anti narkoba lingkungan sekolah; 2) Meningkatnya keberdayaan Lingkungan Perguruan Tinggi yang menyelenggarakan Program Lingkungan Perguruan Tinggi Bersih Narkoba, seperti pembentukan satuan tugas anti narkoba; 3) Meningkatnya keberdayaan Lingkungan Kerja Instansi Pemerintah (PNS/TNI/Polri) yang menyelenggarakan Program Lingkungan Kerja Instansi Pemerintah Bersih Narkoba, seperti pembentukan satuan tugas anti narkoba; 4) Meningkatnya keberdayaan Lingkungan Kerja Swasta yang menyelenggarakan Program Lingkungan Kerja Swasta Bersih Narkoba, seperti pembentukan satuan tugas anti narkoba; dan 5) Meningkatnya keberdayaan Lingkungan Masyarakat (Tingkat kepala lingkungan) yang menyelenggarakan Program Lingkungan Masyarakat Bersih Narkoba; seperti pembentukan satuan tugas anti narkoba di perkotaan. Tujuan 3: Peningkatan kualitas dan kuantitas layanan rehabilitasi penyalah guna narkoba. Dengan sasaran strategis sebagai berikut:

18 1) Meningkatnya layanan wajib lapor penyalah guna narkoba di Lembaga Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL). 2) Meningkatnya layanan rehabilitasi penyalah guna narkoba di Lembaga Rehabilitasi Komponen Masyarakat. 3) Meningkatnya layanan rehabilitasi penyalah guna narkoba di Lembaga Rehabilitasi Instansi Pemerintah. 4) Meningkatnya layanan pascarehabilitasi penyalah guna narkoba. Tujuan 4: Peningkatan pengungkapan berbagai jaringan sindikat narkoba nasional dan internasional beserta aset-aset yang berkaitan dengan tindak kejahatan narkoba. Dengan sasaran strategis sebagai berikut: 1) Meningkatnya pengungkapan jaringan sindikat kejahatan narkoba. 2) Meningkatnya pengungkapan aset jaringan sindikat kejahatan narkoba melalui pengungkapan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Tujuan 5: Peningkatan penataan peraturan perundang-undangan sebagai payung hukum, profesionalisme penegakan hukum di lingkungan BNN terkait tindak pidana Narkotika, dan sinergitas antara BNN, Instansi Pemerintah, dan Komponen Masyarakat baik dalam negeri maupun luar negeri dengan sasaran strategis sebagai berikut : Dengan sasaran strategis sebagai berikut: 1) Meningkatnya penyusunan peraturan perundang-undangan sebagai pedoman dalam pelaksanaan penegakan hukum. 2) Meningkatnya pembuatan peraturan perundang-undangan internal untuk dapat segera dilakukan implementasi Undang-Undang yang berlaku. 3) Meningkatnya Sosialisasi tentang peraturan perundang-undangan secara sinergi kepada aparat penegak hukum. 4) Meningkatnya bantuan hukum bagi lembaga BNN/penyidik BNN yang tersangkut masalah hukum. 5) Meningkatnya aparat penegak hukum untuk menerapkan pasal-pasal terkait rehabilitasi bagi pengguna narkoba sebagai tersangka tindak pidana Narkotika. 6) Meningkatnya pelaksanaan kerjasama antara BNN dengan Instansi Pemerintah dan Komponen Masyarakat dalam neeri maupun luar negeri.

19 7) Meningkatnya keterlibatan BNN dalam event-event internasional khususnya yang berkaitan dalam bidang P4GN. Tujuan 6: Penguatan tata kelola pemerintahan di lingkungan BNN dengan sasaran strategis sebagai berikut: 1) Terwujudnya proses perencanaan dan penganggaran yang terpadu, berbasis kinerja, efektif, dan efisien di lingkungan BNN. 2) Terlaksananya layanan sistem komunikasi informasi kelembagaan, administrasi kelembagaan, penyediaan sarana prasarana dan pengelolaan barang milik negara/simak BMN. 3) Terlaksanya tata kelola organisasi dan profesionalisme pegawai BNN. 4) Terlaksananya Sistem menejemen pengelolaan keuangan dan pelaporan keuangan berbasis akrual yang efektif dan efisien serta tepat waktu. 5) Meningkatnya pemanfaatan hasil penelitian, data, dan informasi P4GN yang disajikan. 6) Menurunnya tingkat penyimpangan kinerja dan pengelolaan keuangan unit-unit kerja di lingkungan BNN. 7) Terwujudnya pelayanan laboratorium pengujian narkoba yang sesuai standar pelayanan publik (prima).

20 BAB III ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI A. Arah Kebijakan dan Strategi Nasional Berdasarkan hasil pelaksanaan penanganan permasalahan narkoba pada periode sebelumnya menunjukan bahwa penanganan permasalahan narkoba telah mampu meningkatkan kesadaran yang lebih baik kepada masyarakat akan bahaya Penyalah Gunaan dan peredaran gelap narkoba. Untuk meningkatkan hasil yang lebih baik pada periode , arah kebijakan penanganan permasalahan narkoba adalah dengan meningkatkan peran serta atau partisipasi aktif masyarakat dalam melakukan Pencegahan Penyalah Gunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN). Adapun strategi yang ditempuh adalah dengan mengintensifkan pemberdayaan masyarakat pada bidang pencegahan, rehabilitasi, dan pengungkapan jaringan sindikat narkoba. Melalui strategi intensifikasi pemberdayaan masyarakat diharapkan seluruh komponen masyarakat dapat berpartisipasi aktif dan berkontribusi positif sesuai dengan beragam peran, kewenangan dan fungsinya dalam rangka mendukung upaya pencegahan dan pemberantasan Penyalah Gunaan dan peredaran gelap narkoba.. ARAH KEBIJAKAN Dalam rangka mendukung pencapaian sasaran yang optimal, maka ditentukan arah kebijakan dan strategi BNN KOTA MATARAM adalah sebagai berikut : 1. Meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan kesadaran masyarakat luas dalam upaya pencegahan, pemberantasan, penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba. 2. Menciptakan lingkungan masyarakat luas yang imun terhadap penyalahgunaan narkoba. 3. Meningkatkan kerjasama antar instansi terkait dalam bidang pencegahan, pemberantasan, penyalahgunaan, dan peredaran gelap narkoba sehingga terciptanya situasi dan kondisi yang kondusif. 4. Melaksanakan kegiatan advokasi yang efektif dan tepat sasaran, sebagai upaya peningkatan pengetahuan masyarakat tentang bahaya penyalahgunaan narkoba. 5. Mengupayakan semaksimal mungkin peran serta masyarakat dalam upaya pencegahan, pemberantasan, penyalahgunaan, dan peredaran gelap narkoba. 6. Meningkatkan pelayanan program terapi dan rehabilitasi penyalahguna atau pecandu narkoba pada lembaga-lembaga rehabilitasi medis dan sosial yang dikelola instansi pemerintah.

21 7. Memfasilitasi peran serta lembaga-lembaga pasca rehabilitasi penyalahguna dan/atau pecandu narkoba. 8. Meningkatkan profesionalisme penegakan hukum di bidang pengawasan dan penindakan terhadap kasus-kasus penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba. 9. Pengembangan dan peningkatan pengetahuan Sumber Daya Manusia sebagai upaya peningkatan capaian target dan sasaran yang tepat. B. STRATEGI Strategi yang ditetapkan untuk mencapai tujuan dan sasaran tersebut antara lain: 1. Melakukan ekstensifikasi dan intensifikasi pencegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba dengan cara membangun dan meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan kesadaran masyarakat terhadap bahaya penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba. 2. Melakukan ekstensifikasi dan intensifikasi pemberdayaan masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba dengan cara mendorong peran serta masyarakat dalam menciptakan lingkungan bebas narkoba 3. Memfasilitasi penyediaan sarana terapi dan rehabilitasi bagi penyalahguna dan/atau pecandu narkoba dengan cara meningkatkan kemampuan pelayanan terapi dan rehabilitasi bagi penyalahguna dan/atau pecandu narkoba. 4. Memberantas sindikat jaringan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba dengan cara memetakan dan mengungkap sindikat jaringan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba serta menyita aset pelaku tindak kejahatan narkoba C. PROGRAM, KEGIATAN DAN KOMPONEN KEGIATAN Program yang telah ditetapkan oleh Badan Narkotika Nasional yang akan dilaksanakan oleh Badan Narkotika Nasional Kota Mataram yaitu Program Pencegahan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba. Berdasarkan program tersebut, ditetapkan pula kegiatan yang menjadi prioritas pada Badan Narkotika Nasional Provinsi, yaitu Pelaksanaan dan Peningkatan Kapasitas Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba di Daerah. Komponen kegiatan yang dilaksanakan oleh Badan Narkotika Nasional Kota Mataram dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran program dan kegiatan tersebut antara lain :

22 1. Komponen Kegiatan Seksi Pencegahan dan Pemberdayaan Masyarakat a. Workshop penyusunan kebijakan penanganan penyalahgunaan narkoba di lingkungan pendidikan b. Workshop penyusunan kebijakan penanganan penyalahgunaan narkoba di lingkungan Instansi Pemerintah c. Workshop penyusunan kebijakan penanganan penyalahgunaan narkoba di kalangan Sektor Pariwisata d. Workshop penyusunan kebijakan penanganan penyalahgunaan narkoba pada organisasi kemasyarakatan/keagamaan/kepemudaan/profesi e. Publikasi melalui media cetak lokal antara lain Koran Lokal f. Cetak baliho g. Cetak buletin/majalah h. Cetak buku dengan tema Narkoba dan Permasalahannya i. Pagelaran Seni Budaya j. Pojok Konseling k. Penyiaran Pariwara P4GN di Radio lokal l. Penyiaran Pariwara P4GN di Televisi Lokal m. Talkshow P4GN di Radio Lokal n. Talkshow P4GN di Radio Lokal o. Sosialisasi program penanganan masyarakat rentan masalah sosial /PMKS 2. Komponen Kegiatan Seksi Rehabilitasi a. Pengembangan Kapasitas pada lembaga pendidikan dengan Pembentukan dan pelatihan satuan tugas anti narkoba di lembaga pendidikan b. Pengembangan Kapasitas pada lembaga kerja swasta dengan Pembentukan dan pelatihan satuan tugas anti narkoba di lingkungan kerja Swasta c. Pengembangan Kapasitas pada lembaga pemerintah dengan Pembentukan dan pelatihan satuan tugas anti narkoba di lembaga pemerintah d. Pengembangan kapasitas pada masyarakat desa dan kelurahan dengan pembentuakan dan pelatihan Satgas Anti Narkoba di Lingkungan masyarakt e. Layanan IPWL f. Layanan TAT g. Layanan refral ( pengantaran ) h. Layanan rehabilitasi rawat jalan bagi pecandu narkoba i. Layanan Rehabilitasi Rawat Inap

23 j. Pendampingan penyalahguna/ pecandu pasca rehabilitasi k. Pelatihan ketrampilan eks pecandu narkoba l. Pelatihan fasilitator anti narkoba yang melakukan guidance dan counseling terhadap korban penyalahguna narkoba coba pakai m. Pelayanan rehabilitasi penyalahguna narkoba pada lembaga rehabilitasi Instansi Pemerintah ( pendampinganpenyalahguna ke tempat rehabilitasi ) 3. Komponen Kegiatan Seksi Pemberantasan a. Pelaksanaan pemetaan Jaringan Sindikat Kejahatan Narkoba 4. Komponen Kegiatan Bagian Umum a. Penyusunan Laporan Capaian program P4GN b. Penyusunan LAKIP c. Rapat koordinasi d. Layanan dukungan manajemen operasional perkantoran e. Pengadaan kendaraan bermotor f. Pengadaan perangkat pengolah data dan komunikasi g. Pengadaan Peralatan dan Fasilitas Perkantoran

24 BAB IV PENUTUP Penyusunan Renstra BNN KOTA MATARAM Tahun dimaksudkan untuk mendukung upaya pencapaian sasaran pembangunan jangka menengah nasional yang dirumuskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (JMN) Tahun , serta mendukung upaya pencapaian tujuan jangka panjang nasional yang telah dirumuskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (JPN) Tahun Renstra BNN KOTA MATARAM Tahun ini bersifat indikatif yang memuat visi, misi, tujuan dan sasaran strategis beserta indikator kinerja yang dioperasionalisasikan dalam program dan kegiatan yang akan dilakukan BNN KOTA MATARAM pada lima tahun mendatang. Program dan kegiatan tersebut dilengkapi dengan rencana pembiayaan yang bersifat indikatif. Renstra BNN KOTA MATARAM Tahun ini menjadi acuan dalam penyusunan rencana kerja pada unit kerja dan kelembagaan BNN KOTA MATARAM pada setiap tahunnya. Mataram, 2 November 214 Kepala Badan Narkotika Nasional Kota Mataram Drs. H. NUR RACHMAT, APT

25 LAMPIRAN Matriks Kinerja BNN KOTA MATARAM Matriks Pendanaan BNN KOTA MATARAM

26 MATRIK KINERJA TEKNIS LAMPIRAN RENCANA STRATEGIS BNN KOTA MATARAM NO KEGIATAN OUTPUT INDIKATOR OUTPUT DATA DASAR 214 TAR GET TARGET CAPAIAN / ANGGARAN TAR GET TARG ET TAR GET TAR GET KET A.18 Pelaksanaan dan Peningkatan Kapasitas P4GN di Daerah Terlaksananya pelaksanaan program pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (P4GN) secara efektif di Kota Mataram Jumlah anggota keluarga, ibu hamil, guru, dosen, pelajar dan mahasiswa yang menerima informasi khusus tentang pola hidup Sehat melalui diskusi interaktif agar tidak menyalahgunakan narkoba dan tidak melakukan coba pakai narkoba Jumlah masyarakat yang menerima informasi umum tentang pola hidup sehat agar tidak menyalahgunakan narkoba dan tidak melakukan coba pakai narkoba 3 Ribu 24 Ribu 85 rang rang rang rang rang BNN KOTA MATARAM Jumlah pekerja, anggota kelompok masyarakat, kelompok marjinal dan anak jalanan yang menerima informasi khusus tentang pola hidup Sehat melalui diskusi interaktif agar tidak menyalahgunakan narkoba dan tidak melakukan coba pakai narkoba 1 Ribu Jumlah instansi pemerintah yang memanfaatkan dan mengintegrasikan informasi P4GN bidang Pencegahan 6.1 orang PNS (5 Instansi) 5 orang (4 Instan si) orang (6 Instan si) orang (8 Instansi ) orang (1 Instans i) orang (12 Instan si) Jumlah institusi swasta yang memanfaatkan dan mengintegrasikan informasi P4GN bidang Pencegahan 1 Ribu orang 2 (instansi) 5 orang 4 (insta nsi) orang 6 (insta nsi) orang 8 (instans i) orang 1 (instan si) orang 12 (insta nsi) Jumlah orang yang digerakkan oleh fasilitator dalam kelompok masyarakat aktif dalam mewujudkan pola hidup sehat bagi keluarga agar terhindar dari resiko terlibat permasalahan Narkoba Jumlah orang yang digerakkan oleh satgas di lingkungan Pendidikan

27 NO KEGIATAN OUTPUT INDIKATOR OUTPUT dalam mewujudkan Lingkungan Bebas Narkoba DATA DASAR 214 TARGET CAPAIAN / ANGGARAN TAR TAR TARG TAR TAR GET GET ET GET GET. KET Jumlah orang yang digerakkan oleh satgas di Lingkungan Kerja dalam mewujudkan lingkungan bebas Narkoba Jumlah penyalahguna Narkoba yang coba pakai dan teratur pakai Narkoba yang mendapatkan guidance and concelling 4 5 Rang Jumlah orang yang beralih profesi dari penyalahguna Narkoba ke profesi legal lainnya dalam lingkungan masyarakat kawasan rawan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba Jumlah pecandu dan korban penyalahgunaan narkoba yang menerima pelayanan wajib lapor Oran Jumlah pecandu dan korban penyalahgunaan narkoba sukarela yang selesai menjalani program rehabilitasi rawat jalan Jumlah mantan pecandu dan korban penyalahgunaan narkoba yang mengikuti program pasca rehabilitasi di Rumah Dampingan BNN Jumlah mantan pecandu dan korban penyalahgunaan narkoba yang mengikuti program pendampingan di drop-in center Jumlah lembaga rehabilitasi instansi pemerintah daerah yang memperoleh penguatan, dorongan, atau fasilitasi di bidang rehabilitasi narkoba Jumlah lembaga rehabilitasi komponen masyarakat yang memperoleh penguatan, dorongan, atau fasilitasi di bidang rehabilitasi

28 NO KEGIATAN OUTPUT INDIKATOR OUTPUT narkoba DATA DASAR 214 TAR GET TARGET CAPAIAN / ANGGARAN TAR GET TARG ET TAR GET TAR GET KET Jumlah lembaga rehabilitasi instansi pemerintah dan komponen masyarakat yang memperoleh penguatan, dorongan, atau fasilitasi di bidang pasca rehabilitasi narkoba Jumlah berkas perkara kasus kejahatan narkoba dan jumlah berkas penyidikan aset tersangka tindak kejahatan narkoba yang diselesaikan (P.21) Jumlah laporan pemetaan jaringan di wilayah kabupaten/kota 1 Dok 1 Dok Dok Dok Dok Dok Jumlah dokumen akuntabilitas kinerja unit kerja 9 Dok 9 Dok Dok Dok Dok Dok Jumlah bulan layanan dukungan manajemen dan operasional unit kerja 12 Bulan 12 Bulan Bulan Bulan Bulan Bulan

RENCANA KERJA 2015 BADAN NARKOTIKA NASIONAL KOTA MATARAM

RENCANA KERJA 2015 BADAN NARKOTIKA NASIONAL KOTA MATARAM RENCANA KERJA 2015 BADAN NARKOTIKA NASIONAL KOTA MATARAM NO KEGIATAN TARGET / SASARAN OUTPUT OUTCOME ANGGARAN KET PENCEGAHAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKT 1 Lembaga pendidikan negeri dan swasta (SD, SLTP,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN KONDISI UMUM

BAB I PENDAHULUAN KONDISI UMUM BAB I PENDAHULUAN I.1. KONDISI UMUM Sesuai amanat Undang - Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, bahwa setiap Kementerian / Lembaga diwajibkan menyusun rencana strategis

Lebih terperinci

Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Narkotika Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 8 Oktober 2015; disetujui: 15 Oktober 2015

Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Narkotika Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 8 Oktober 2015; disetujui: 15 Oktober 2015 Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Narkotika Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 8 Oktober 2015; disetujui: 15 Oktober 2015 Permasalahan narkotika merupakan salah satu permasalahan global yang selalu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (narkotika,

I. PENDAHULUAN. Permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (narkotika, 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (narkotika, psikotropika dan bahan adiktif lainnya non tembakau dan alkohol) baik di tingkat global, regional

Lebih terperinci

PRESS RELEASE AKHIR TAHUN 2016 KERJA NYATA PERANGI NARKOTIKA

PRESS RELEASE AKHIR TAHUN 2016 KERJA NYATA PERANGI NARKOTIKA PRESS RELEASE AKHIR TAHUN 2016 KERJA NYATA PERANGI NARKOTIKA Jakarta, 22 Desember 2016 Penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika merupakan kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang mengancam dunia

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS BADAN NARKOTIKA NASIONAL TAHUN

RENCANA STRATEGIS BADAN NARKOTIKA NASIONAL TAHUN RENCANA STRATEGIS BADAN NARKOTIKA NASIONAL TAHUN 2015 2019 i ii KATA PENGANTAR Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional sebagaimana tertuang dalam Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2004 mengamanatkan setiap

Lebih terperinci

PERANAN KEMENKEU DALAM IMPLEMENTASI JAKSTRANAS P4GN TAHUN

PERANAN KEMENKEU DALAM IMPLEMENTASI JAKSTRANAS P4GN TAHUN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERANAN KEMENKEU DALAM IMPLEMENTASI JAKSTRANAS P4GN TAHUN 2011-2015 Disampaikan Dalam Rapat Koordinasi Implementasi Jakstranas P4GN Tahun 2011-2015 Jakarta, 8 Mei

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA LAPORAN SINGKAT RAPAT DENGAR PENDAPAT BADAN LEGISLASI DPR RI DENGAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL (BNN) DALAM RANGKA PEMANTAUAN DAN PENINJAUAN UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

2 e. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Kerja Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun ; f. P

2 e. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Kerja Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun ; f. P BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1168, 2015 BNN. Rencana Strategis. Tahun 2015-2019. PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA STRATEGIS BADAN NARKOTIKA NASIONAL TAHUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau kesulitan lainnya dan sampai kepada kematian tahun). Data ini menyatakan bahwa penduduk dunia menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. atau kesulitan lainnya dan sampai kepada kematian tahun). Data ini menyatakan bahwa penduduk dunia menggunakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah penyalahgunaan narkoba terus menjadi permasalahan global. Permasalahan ini semakin lama semakin mewabah, bahkan menyentuh hampir semua bangsa di dunia ini.

Lebih terperinci

KONDISI SAAT INI BIDANG PEMBERANTASAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI JAWA TIMUR

KONDISI SAAT INI BIDANG PEMBERANTASAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI JAWA TIMUR KONDISI SAAT INI Angka prevalensi narkoba di Indonesia tahun 2016 meningkat menjadi 2,20% atau sekitar 4.098.029 orang dari total populasi Indonesia dibandingkan dengan tahun 2015 yang mencapai 2,18% atau

Lebih terperinci

HUKUMAN MATI NARAPIDANA NARKOBA DAN HAK ASASI MANUSIA Oleh : Nita Ariyulinda *

HUKUMAN MATI NARAPIDANA NARKOBA DAN HAK ASASI MANUSIA Oleh : Nita Ariyulinda * HUKUMAN MATI NARAPIDANA NARKOBA DAN HAK ASASI MANUSIA Oleh : Nita Ariyulinda * Naskah diterima: 12 Desember 2014; disetujui: 19 Desember 2014 Trend perkembangan kejahatan atau penyalahgunaan narkotika

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN NARKOTIKA NASIONAL

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN NARKOTIKA NASIONAL r PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyalahgunaan narkoba mempunyai dimensi yang luas dan kompleks, baik dari segi medis maupun psikologi sosial. Peredaran narkoba pada saat ini sudah sangat mengkhawatirkan.

Lebih terperinci

Optimalisasi Struktur Organisasi Badan Narkotika Nasional

Optimalisasi Struktur Organisasi Badan Narkotika Nasional Optimalisasi Struktur Organisasi Badan Narkotika Nasional BEBAN KINERJA POK AHLI memberikan saran dan masukan kepada Ka BNN. ITTAMA melaksanakan pengawasan BNN. intern KEPALA a. memimpin BNN dalam pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN. Indonesia dan memiliki luas sebesar 2.556,75 km 2 dan memiliki penduduk sebanyak

BAB II DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN. Indonesia dan memiliki luas sebesar 2.556,75 km 2 dan memiliki penduduk sebanyak BAB II DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN A. Profil Wilayah Kabupaten Ciamis 1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Ciamis merupakan sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Barat, Indonesia dan memiliki luas sebesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kejahatan narkoba merupakan kejahatan yang bersifat lintas negara (transnational crime), kejahatan terorganisir (organized crime), dan kejahatan serius (serious crime)

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN NARKOTIKA NASIONAL

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN NARKOTIKA NASIONAL PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT DENGAR PENDAPAT KOMISI III DPR RI DENGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL (BNN) ------------------------------------------------------- (BIDANG HUKUM, PERUNDANG-UNDANGAN, HAM DAN

Lebih terperinci

A IO N BNN BADAN NARKOTIKA NASIONAL. RENSTRA BNN [reviu]

A IO N BNN BADAN NARKOTIKA NASIONAL. RENSTRA BNN [reviu] RKOTIKA NA S AL BAD A IO N N NA BNN BADAN NARKOTIKA NASIONAL RENSTRA BNN 2015-2019 [reviu] RENCANA STRATEGIS BADAN NARKOTIKA NASIONAL TAHUN 2015-2019 (midterm reviu) 1 2 KATA PENGANTAR Dokumen Rencana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kita mengetahui yang banyak menggunakan narkoba adalah kalangan generasi muda

I. PENDAHULUAN. kita mengetahui yang banyak menggunakan narkoba adalah kalangan generasi muda 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peredaran narkoba secara tidak bertanggungjawab sudah semakin meluas dikalangan masyarakat. Hal ini tentunya akan semakin mengkhawatirkan, apalagi kita mengetahui yang

Lebih terperinci

PRESS RELEASE AKHIR TAHUN 2017 KERJA BERSAMA PERANG MELAWAN NARKOBA

PRESS RELEASE AKHIR TAHUN 2017 KERJA BERSAMA PERANG MELAWAN NARKOBA PRESS RELEASE AKHIR TAHUN 2017 KERJA BERSAMA PERANG MELAWAN NARKOBA Jakarta, 27 Desember 2017 Perang besar terhadap Narkoba yang diserukan pemimpin bangsa ini menuntut seluruh elemen bangsa untuk bergerak

Lebih terperinci

J A K A R T A, M E I

J A K A R T A, M E I J A K A R T A, M E I 2 0 1 3 TRANSNASIONAL CRIME YANG TERORGANISIR DAN SANGAT MERESAHKAN LAHGUN & PEREDARAN GELAP NARKOBA DAMPAK YG DITIMBULKAN : MERUSAK KEHIDUPAN MASY MENGHANCURKAN KETAHANAN NEGARA SENDI

Lebih terperinci

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN RANCANGAN CATATAN RAPAT DENGAR PENDAPAT KOMISI III DPR RI DENGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL (BNN) --------------------------------------------------- (BIDANG HUKUM, PERUNDANG-UNDANGAN, HAM DAN KEAMANAN)

Lebih terperinci

BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PENINGKATAN KEAMANAN GUNA MENCEGAH AKTIVITAS NARKOBA ILEGAL DALAM DOMAIN MARITIM INDONESIA Boosting Security to Counter Illegal Drug Activity in Indonesia s

Lebih terperinci

Tinjauan Teoritik terhadap Kejahatan Narkotika sebagai Transnasional Organized Crime

Tinjauan Teoritik terhadap Kejahatan Narkotika sebagai Transnasional Organized Crime Tinjauan Teoritik terhadap Kejahatan Narkotika sebagai Transnasional Organized Crime Dr. Trisno Raharjo, S.H., M.Hum. 23 Mei 2015 Perkembangan Kejahatan Kejahatan dilakukan secara individu maupun berkelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang luar biasa (Extra Ordinary Crime). Permasalahan ini tidak hanya menjadi

BAB I PENDAHULUAN. yang luar biasa (Extra Ordinary Crime). Permasalahan ini tidak hanya menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba dewasa ini sudah menjadi permasalahan serius, dan dapat dikatakan sebagai suatu kejahatan yang luar biasa (Extra

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. lainnya) bukan merupakan hal yang baru, baik di negara-negara maju maupun di

BAB 1 PENDAHULUAN. lainnya) bukan merupakan hal yang baru, baik di negara-negara maju maupun di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyalahgunaan NAPZA (Narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya) bukan merupakan hal yang baru, baik di negara-negara maju maupun di negara-negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan ilmu pengetahuan. Indonesia dan negara-negara lain pada

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan ilmu pengetahuan. Indonesia dan negara-negara lain pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Narkotika pada hakekatnya sangat bermanfaat untuk keperluan medis dan pengembangan ilmu pengetahuan. Indonesia dan negara-negara lain pada umumnya mengatur secara

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Berdirinya Badan Narkotika Nasional Provinsi Riau

BAB IV TINJAUAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Berdirinya Badan Narkotika Nasional Provinsi Riau BAB IV TINJAUAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Berdirinya Badan Narkotika Nasional Provinsi Riau Badan Narkotika Nasional Provinsi Riau adalah lembaga pemerintah non kementrian yang professional yang

Lebih terperinci

UU NO.35 tahun 2009 tentang Narkotika PP 25 tahun 2010 Tentang Wajib Lapor. Abdul Azis T, SKep

UU NO.35 tahun 2009 tentang Narkotika PP 25 tahun 2010 Tentang Wajib Lapor. Abdul Azis T, SKep UU NO.35 tahun 2009 tentang Narkotika PP 25 tahun 2010 Tentang Wajib Lapor Abdul Azis T, SKep Perkembangan kasus narkoba telah m jadi p masalah dunia serta mengancam kehidupan individu, masy, bangsa dan

Lebih terperinci

RENCANA AKSI BNNP SULAWESI SELATAN BIDANG PENCEGAHAN TARGET/ TAHUN No TUJUAN RENCANA AKSI

RENCANA AKSI BNNP SULAWESI SELATAN BIDANG PENCEGAHAN TARGET/ TAHUN No TUJUAN RENCANA AKSI RENCANA AKSI SULAWESI SELATAN No TUJUAN RENCANA AKSI BIDANG PENCEGAHAN 3 Para Siswa/Pelajar pendidikan menengah tidak menyalahgunakan Para Mahasiswa tidak menyalahgunakan Para pekerja swasta /wiraswasta/buruh

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 74 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 74 TAHUN 2012 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 74 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA AKSI PELAKSANAAN KEBIJAKAN DAN STRATEGI DAERAH BIDANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN GELAP

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG FASILITASI PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG FASILITASI PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG FASILITASI PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. generasi baik secara kualitas maupun kuantitas. sesuatu yang mengarah pada aktivitas positif dalam pencapaian suatu prestasi.

BAB I PENDAHULUAN. generasi baik secara kualitas maupun kuantitas. sesuatu yang mengarah pada aktivitas positif dalam pencapaian suatu prestasi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan nasional yang berkaitan dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba di Indonesia tidak kunjung tuntas dan semakin memprihatinkan bahkan sampai mengancam

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN GUBERNUR SULAWESI SELATAN NOMOR 33 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN GUBERNUR SULAWESI SELATAN NOMOR 33 TAHUN 2012 TENTANG GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN GUBERNUR SULAWESI SELATAN NOMOR 33 TAHUN 2012 TENTANG KEBIJAKAN DAN STRATEGI SERTA RENCANA AKSI PROVINSI SULAWESI SELATAN DALAM PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYALAHGUNAAN

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENINGKATAN KEMAMPUAN LEMBAGA

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENINGKATAN KEMAMPUAN LEMBAGA PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENINGKATAN KEMAMPUAN LEMBAGA REHABILITASI MEDIS DAN REHABILITASI SOSIAL YANG DISELENGGARAKAN OLEH PEMERINTAH/ PEMERINTAH

Lebih terperinci

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN GELAP NARKOBA (P4GN) DI KABUPATEN JEMBER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif. Semua istilah ini baik narkoba atau napza

BAB I PENDAHULUAN. Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif. Semua istilah ini baik narkoba atau napza BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Narkoba adalah singkatan dari narkotika dan obat/bahan berbahaya. Selain narkoba, istilah yang di perkenalkan khususnya oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Lebih terperinci

RechtsVinding Online. Kelembagaan Badan Narkotika Nasional Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 2 Oktober 2015; disetujui: 7 Oktober 2015

RechtsVinding Online. Kelembagaan Badan Narkotika Nasional Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 2 Oktober 2015; disetujui: 7 Oktober 2015 Kelembagaan Badan Narkotika Nasional Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 2 Oktober 2015; disetujui: 7 Oktober 2015 Saat ini, BNN telah memiliki perwakilan daerah di 33 Provinsi, sedangkan di tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan penyalangunaan narkoba di Indonesia telah menjadi ancaman

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan penyalangunaan narkoba di Indonesia telah menjadi ancaman BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Permasalahan penyalangunaan narkoba di Indonesia telah menjadi ancaman nasional yang perlu mendapatkan perhatian yang serius oleh segenap element bangsa. Ancaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tergolong makanan jika diminum, diisap, dihirup, ditelan, atau disuntikkan,

BAB I PENDAHULUAN. tergolong makanan jika diminum, diisap, dihirup, ditelan, atau disuntikkan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Narkoba merupakan singkatan dari narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya (BNN, 2007). Narkoba atau napza adalah obat, bahan, atau zat, dan bukan tergolong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN Pada bagian awal dari bab in akan dibahas tentang permasalahan narkoba dan mengenai ditetapkannya Strategi Nasional Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan dan peredaran Gelap Narkotika,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat, bangsa dan umat manusia. yang sangat mengkhawatirkan. Terutama pada remaja-remaja saat ini yang makin

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat, bangsa dan umat manusia. yang sangat mengkhawatirkan. Terutama pada remaja-remaja saat ini yang makin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyalahngunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya (selanjutnya disebut narkoba) merupakan permasalahan kompleks baik dilihat dari faktor penyebab maupun

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PENGEMBANGAN ORGANISASI INSTANSI VERTIKAL

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PENGEMBANGAN ORGANISASI INSTANSI VERTIKAL LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PENGEMBANGAN ORGANISASI INSTANSI VERTIKAL BADAN NARKOTIKA NASIONAL 2 BAB I PENDAHULUAN A. UMUM Instansi

Lebih terperinci

JURNAL DATA TERKAIT NARKOTIKA TAHUN 2014

JURNAL DATA TERKAIT NARKOTIKA TAHUN 2014 JURNAL DATA TERKAIT NARKOTIKA Sumber : Buku Jurnal Data P4GN Tahun 2014 Edisi Tahun 2015 *) Data Deputi Bidang Pemberantasan BNN, Maret 2015 I. Data Kasus Tahun 2014 A. Jumlah Kasus Narkotika, Psikotropika

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ditemukan dan dibeli baik secara langsung di tempat-tempat perbelanjaan maupun

BAB 1 PENDAHULUAN. ditemukan dan dibeli baik secara langsung di tempat-tempat perbelanjaan maupun 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi dunia saat ini semua barang kebutuhan sehari-hari dapat ditemukan dan dibeli baik secara langsung di tempat-tempat perbelanjaan maupun dari media

Lebih terperinci

RANCANGAN. Tahun Sidang : Masa Persidangan : III Rapat ke :

RANCANGAN. Tahun Sidang : Masa Persidangan : III Rapat ke : RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT DENGAR PENDAPAT KOMISI III DPR RI DENGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL (BNN) ------------------------------------------------------- (BIDANG HUKUM, PERUNDANG-UNDANGAN, HAM DAN

Lebih terperinci

BNN TES URINE PEGAWAI BPK SUMUT

BNN TES URINE PEGAWAI BPK SUMUT BNN TES URINE PEGAWAI BPK SUMUT Kamis, 11 September 2014 10:28:28 Medan (SIB)- Badan Narkotika Nasional Provinsi melakukan tes urine terhadap pegawai Badan Pemeriksa Keuangan Sumatera Utara di kantor perwakilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hakim di sidang pengadilan. Penegakan hukum ini diharapkan dapat menangkal. tersebut. Kejahatan narkotika (the drug trafficking

BAB I PENDAHULUAN. hakim di sidang pengadilan. Penegakan hukum ini diharapkan dapat menangkal. tersebut. Kejahatan narkotika (the drug trafficking BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pengaturan narkotika berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 (UU No.35 tahun 2009), bertujuan untuk menjamin ketersediaan pencegahan penyalahgunaan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.465, 2014 PERATURAN BERSAMA. Penanganan. Pencandu. Penyalahgunaan. Narkotika. Lembaga Rehabilitasi. PERATURAN BERSAMA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA MENTERI

Lebih terperinci

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT DENGAR PENDAPAT KOMISI III DPR RI DENGAN KPK, BNN DAN PPATK --------------------------------------------------- (BIDANG HUKUM, HAM DAN KEAMANAN) Tahun Sidang : 2015-2016

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2OII TENTANG

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2OII TENTANG INSTRUKSI PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2OII TENTANG PELAKSANAAN KEBIJAKAN DAN STRATEGI NASIONAL PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN GELAP NARKOBA TAHUN 2011-2015 PRESIDEN, Untuk lebih

Lebih terperinci

PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DITINJAU DARI UNDANG- UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009

PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DITINJAU DARI UNDANG- UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DITINJAU DARI UNDANG- UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 MUHAMMAD AFIED HAMBALI Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta PROCEDDING A. Latar Belakang. Penyalahgunaan narkoba

Lebih terperinci

BUPATI TOLITOLI PERATURAN BUPATI TOLITOLI NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN NARKOTIKA KABUPATEN TOLITOLI

BUPATI TOLITOLI PERATURAN BUPATI TOLITOLI NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN NARKOTIKA KABUPATEN TOLITOLI SALINAN BUPATI TOLITOLI PERATURAN BUPATI TOLITOLI NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN NARKOTIKA KABUPATEN TOLITOLI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TOLITOLI, Menimbang : a.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENINGKATAN KEMAMPUAN LEMBAGA REHABILITASI MEDIS DAN LEMBAGA REHABILITASI SOSIAL BAGI PECANDU DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. a. Penyalahgunaan Narkoba dan konsekuensinya terhadap kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. a. Penyalahgunaan Narkoba dan konsekuensinya terhadap kesehatan. BAB I PENDAHULUAN 1. Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba di Tingkat Global. a. Penyalahgunaan Narkoba dan konsekuensinya terhadap kesehatan. Di tahun 2013, diperkirakan terdapat total 246 juta orang

Lebih terperinci

2014, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Nega

2014, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Nega No.303, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNN. Pelayanan. Lembaga Rehabilitasi Narkoba. Komponen Masyarakat. Pelaksanaan. Penelitian. PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

Lebih terperinci

BAB III BADAN NARKOTIKA NASIONAL. A. Latar belakang berdirinya Badan Narkotika Nasional (BNN)

BAB III BADAN NARKOTIKA NASIONAL. A. Latar belakang berdirinya Badan Narkotika Nasional (BNN) BAB III BADAN NARKOTIKA NASIONAL A. Latar belakang berdirinya Badan Narkotika Nasional (BNN) Sejarah penanggulangan bahaya narkotika dan kelembagaannya di Indonesia dimulai tahun 1971 pada saat dikeluarkannya

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 03 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 03 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 03 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA LAIN BAGIAN DARI PERANGKAT DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba di Indonesia saat ini menunjukkan kecenderungan yang terus meningkat dan telah sampai ke semua lapisan masyarakat.

Lebih terperinci

Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat

Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Dr HR Agung Laksono, Menteri Koordinator bidang Kesejahteraan Rakyat Jakarta, 7 Mei 2013 1 I. LATAR BELAKANG 1. KONDISI SAAT INI Penyalahgunaan narkoba

Lebih terperinci

Selamat membaca..! Redaksi

Selamat membaca..! Redaksi Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, akhirnya buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan ini dapat diterbitkan. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan kali ini mengangkat topik tentang Narkoba,

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Republik I

2 2. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Republik I BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.493, 2015 BNN. Provinsi. Kabupaten/Kota. Organisasi. Tata Kerja. PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN

Lebih terperinci

NOMOR : M.HH-11.HM.03.02.th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

NOMOR : M.HH-11.HM.03.02.th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG PERATURAN BERSAMA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA KETUA

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG FORUM KOORDINASI PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERHADAP PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN

Lebih terperinci

2017, No Medis dan Lembaga Rehabilitasi Sosial bagi Pecandu dan Korban Penyalahgunaan Narkotika; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2

2017, No Medis dan Lembaga Rehabilitasi Sosial bagi Pecandu dan Korban Penyalahgunaan Narkotika; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2 No.1438, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNN. Lembaga Rehabilitasi Medis dan Lembaga Rehabilitasi Sosial. PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENINGKATAN

Lebih terperinci

2017, No d. bahwa untuk belum adanya keseragaman terhadap penyelenggaraan rehabilitasi, maka perlu adanya pengaturan tentang standar pelayanan

2017, No d. bahwa untuk belum adanya keseragaman terhadap penyelenggaraan rehabilitasi, maka perlu adanya pengaturan tentang standar pelayanan No.1942, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNN. Standar Pelayanan Rehabilitasi. PERATURAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2017 TENTANG STANDAR PELAYANAN REHABILTASI BAGI

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1961, 2015 KEJAGUNG. Lembaga Rehabilitasi. Pecandu. Korban. Narkoba. Penanganan. Juknis. PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER- 029/A/JA/12/2015 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENILAIAN PELAKSANAAN PELAYANAN LEMBAGA REHABILITASI NARKOTIKA KOMPONEN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NARKOTIKA

Lebih terperinci

2017, No Medis dan Lembaga Rehabilitasi Sosial bagi Pecandu dan Korban Penyalahgunaan Narkotika; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2

2017, No Medis dan Lembaga Rehabilitasi Sosial bagi Pecandu dan Korban Penyalahgunaan Narkotika; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2 No.219, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNN. Lembaga Rehabilitasi Medis dan Lembaga Rehabilitasi Sosial. PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENINGKATAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA DAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA DAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN BERSAMA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA DAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.HH-09.HM.03.02 TAHUN 2011 NOMOR: 12/PER-BNN/XII/2011 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

PROPINSI SULAWESI SELATAN. KEPUTUSAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN Nomor : KEP/ 06 / X / 2011 / BNNP TENTANG

PROPINSI SULAWESI SELATAN. KEPUTUSAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN Nomor : KEP/ 06 / X / 2011 / BNNP TENTANG PROPINSI SULAWESI SELATAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN Nomor : KEP/ 06 / X / 2011 / BNNP TENTANG TUGAS DAN FUNGSI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG FASILITASI PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG FASILITASI PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG FASILITASI PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

FORMAT KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) KEGIATAN ESELON II (DIREKTORAT, BIRO, PUSAT)

FORMAT KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) KEGIATAN ESELON II (DIREKTORAT, BIRO, PUSAT) FORMAT KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) KEGIATAN ESELON II (DIREKTORAT, BIRO, PUSAT) Nama Lembaga : (1) Unit Kerja : (2) Program : (3) Sasaran Program (Outcome) : (4) Kegiatan : (5) Indikator Kinerja Kegiatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lain) adalah bahan/zat/obat

BAB 1 PENDAHULUAN. NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lain) adalah bahan/zat/obat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lain) adalah bahan/zat/obat jika masuk kedalam tubuh manusia akan memengaruhi tubuh terutama otak/susunan saraf pusat,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR Puji dan syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala limpahan berkat dan karunia-nya Badan Narkotika Nasional (BNN) dapat menyelesaikan Laporan Kinerja BNN Tahun 2015

Lebih terperinci

BAB I PENAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENAHULUAN A. Latar Belakang Penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika merupakan permasalahan global yang sudah menjadi ancaman serius dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Saat ini, penyalahgunaan

Lebih terperinci

BAB II EPIDEMI KOKAIN DARI KOLOMBIA KE AMERIKA SERIKAT. Kolombia merupakan negara penghasil sebagian besar kokain di

BAB II EPIDEMI KOKAIN DARI KOLOMBIA KE AMERIKA SERIKAT. Kolombia merupakan negara penghasil sebagian besar kokain di 21 BAB II EPIDEMI KOKAIN DARI KOLOMBIA KE AMERIKA SERIKAT Kolombia merupakan negara penghasil sebagian besar kokain di dunia.sebanyak 70% kokain yang beredar di dunia berasal dari negara tersebut (Global

Lebih terperinci

NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN GELAP NARKOBA (P4GN) DI KABUPATEN BANYUWANGI

NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN GELAP NARKOBA (P4GN) DI KABUPATEN BANYUWANGI BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN GELAP NARKOBA (P4GN) DI KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

FORMAT KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) KEGIATAN UNIT KERJA VERTIKAL TA 20xx

FORMAT KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) KEGIATAN UNIT KERJA VERTIKAL TA 20xx FORMAT KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) KEGIATAN UNIT KERJA VERTIKAL TA 20xx Nama Lembaga : (1) Unit Kerja : (2) Program : (3) Sasaran Program (Outcome) : (4) Kegiatan : (5) Indikator Kinerja Kegiatan (IKK)

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR Pengguna Narkoba Lebih Baik Direhabilitasi daripada Dipenjara Laporan Kinerja BNN Tahun 2014

KATA PENGANTAR Pengguna Narkoba Lebih Baik Direhabilitasi daripada Dipenjara Laporan Kinerja BNN Tahun 2014 KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala berkat rahmat dan hidayah-nya, penyusunan Laporan Kinerja Badan Narkotika Nasional Tahun 2014 ini, dapat diselesaikan sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbendung lagi, maka ancaman dahsyat semakin mendekat 1. Peredaran

BAB I PENDAHULUAN. terbendung lagi, maka ancaman dahsyat semakin mendekat 1. Peredaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini peredaran narkotika semakin merajalela dikarenakan Indonesia bukan lagi tempat transit, tetapi menjadi sasaran pemasaran, dan bahkan tempat produksi

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA LAIN SEBAGAI BAGIAN DARI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan bagi penggunanya dimana kecenderung akan selalu

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan bagi penggunanya dimana kecenderung akan selalu A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN Bahaya narkotika di Indonesia saat ini semakin mengkhawatirkan bangsa-bangsa beradab hingga saat ini. Sehingga Pemerintah Indonesia mengeluarkan pernyataan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. remaja. Perubahan yang dialami remaja terkait pertumbuhan dan perkembangannya harus

BAB 1 : PENDAHULUAN. remaja. Perubahan yang dialami remaja terkait pertumbuhan dan perkembangannya harus BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan pembangunan sumber daya manusia salah satunya ditentukan oleh kualitas upaya kesehatan pada setiap periode kehidupan sepanjang siklus hidup, termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dampak negatif yang membawa kesengsaraan bagi manusia. Dampak negatif

BAB I PENDAHULUAN. dampak negatif yang membawa kesengsaraan bagi manusia. Dampak negatif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan yang pesat dalam bidang tekhnologi, komunikasi dan sistem informasi di dunia ini sesungguhnya membawa dua dampak yang sangat besar yaitu dampak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika, Psikotropika dan Bahan Adiktif lainnya yang lebih dikenal dengan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika, Psikotropika dan Bahan Adiktif lainnya yang lebih dikenal dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Narkotika, Psikotropika dan Bahan Adiktif lainnya yang lebih dikenal dengan sebutan narkoba, pada sisi penyalahgunaan narkoba, dewasa ini justru menunjukkan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlu berinteraksi dengan sesama manusia sebagai aplikasi dari proses sosial

BAB I PENDAHULUAN. perlu berinteraksi dengan sesama manusia sebagai aplikasi dari proses sosial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakikatnya manusia sebagai makhluk sosial, dalam kehidupan seharihari, perlu berinteraksi dengan sesama manusia sebagai aplikasi dari proses sosial tersebut. Untuk

Lebih terperinci

KEBIJAKAN NASIONAL P4GN

KEBIJAKAN NASIONAL P4GN KEBIJAKAN NASIONAL P4GN KERAS KEPADA PENGEDAR HUMANIS KEPADA PENYALAH GUNA INDONESIA DARURAT NARKOBA pencegahan & pemberantasan penyalahgunaan & peredaran gelap NARKOTIKA Kebijakan Global Konvensi tunggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masalah penyalahgunaan narkoba dan peredaran gelap narkoba di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masalah penyalahgunaan narkoba dan peredaran gelap narkoba di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah penyalahgunaan narkoba dan peredaran gelap narkoba di Indonesia memerlukan pemecahan bersama, melibatkan seluruh pemangku kebijakan dan seluruh komponen masyarakat.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 03 TAHUN 2009 T E N T A N G

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 03 TAHUN 2009 T E N T A N G PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 03 TAHUN 2009 T E N T A N G ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA LAIN BAGIAN DARI PERANGKAT DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

RENCANA KERJA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TAHUN 2011

RENCANA KERJA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TAHUN 2011 LAMPIRAN : PERATURAN KEPALA BNPP NOMOR : 4 TAHUN 2011 TANGGAL : 7 JANUARI 2011 RENCANA KERJA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TAHUN 2011 A. LATAR BELAKANG Penyusunan Rencana Kerja (Renja) Badan Nasional

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. terpercaya terkait dengan Strategi Humas Badan Narkotika Nasional Pada

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. terpercaya terkait dengan Strategi Humas Badan Narkotika Nasional Pada BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 1.1 Kesimpulan Setelah melakukan proses wawancara dengan beberapa narasumber terpercaya terkait dengan Strategi Humas Badan Narkotika Nasional Pada Kampanye Pencegahan Peredaran

Lebih terperinci

STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL (BNN) KOTA SAMARINDA DALAM PENANGGULANGAN PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN GELAP NARKOBA DI KOTA SAMARINDA

STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL (BNN) KOTA SAMARINDA DALAM PENANGGULANGAN PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN GELAP NARKOBA DI KOTA SAMARINDA ejournal Ilmu Pemerintahan 2017, 5(1): 107-120 ISSN 2477-2458, ejournal.ip.fisip-unmul.ac.id Copyright 2017 STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL (BNN) KOTA SAMARINDA DALAM PENANGGULANGAN PENYALAHGUNAAN DAN

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. bahan aktif lainya, dimana dalam arti luas adalah obat, bahan atau zat. Bila zat ini masuk

BAB 1 : PENDAHULUAN. bahan aktif lainya, dimana dalam arti luas adalah obat, bahan atau zat. Bila zat ini masuk BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Narkoba sudah menjadi istilah popular di masyarakat, namun masih sedikit yang memahami arti narkoba. Narkoba merupakan singkatan dari narkotika psikotropika dan bahan

Lebih terperinci

PERATURAN BERSAMA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG

PERATURAN BERSAMA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERATURAN BERSAMA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG REPUBLIK

Lebih terperinci

Pengguna Narkoba Lebih Baik Direhabilitasi daripada Dipenjara LAKIP BNN Tahun 2013

Pengguna Narkoba Lebih Baik Direhabilitasi daripada Dipenjara LAKIP BNN Tahun 2013 1 KATA PENGANTAR tas berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa, akhirnya kami dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Badan Narkotika Nasional Tahun 2013. Azas akuntabilitas seperti yang tertuang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. legal apabila digunakan untuk tujuan yang positif. Namun

BAB I PENDAHULUAN. legal apabila digunakan untuk tujuan yang positif. Namun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang UU No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika menyebutkan bahwa salah tujuan dari pengaturan narkotika adalah untuk menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG FASILITASI PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci