Pengguna Narkoba Lebih Baik Direhabilitasi daripada Dipenjara LAKIP BNN Tahun 2013

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Pengguna Narkoba Lebih Baik Direhabilitasi daripada Dipenjara LAKIP BNN Tahun 2013"

Transkripsi

1 1

2 KATA PENGANTAR tas berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa, akhirnya kami dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Badan Narkotika Nasional Tahun Azas akuntabilitas seperti yang tertuang dalam TAP MPR Nomor XI Tahun 1998 dan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang bersih dan bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) menyebutkan bahwa penyelenggara negara harus mempertanggungjawabkan hasil akhir setiap program dan kegiatan kepada masyarakat. Hal ini menyiratkan bahwa wujud akuntabilitas dari penyelenggara pemerintahan adalah mempertanggung-jawabkan hasil akhir atau manfaat dari suatu program dan kegiatan yang dapat dirasakan oleh masyarakat. Dengan demikian setiap penyelenggara pemerintahan harus mampu memberikan dan mempertanggungjawabkan manfaat nyata yang bisa dirasakan masyarakat atas setiap pelaksanaan program dan kegiatan. Akuntabilitas kinerja pada dasarnya merupakan perwujudan kewajiban suatu penyelenggara pemerintahan untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan maupun kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran periodik yang diukur dengan seperangkat indikator kinerja non-keuangan (performance indicators). Tujuan utama akuntabilitas kinerja adalah meningkatkan akuntabilitas publik Instansi Pemerintah dan meningkatkan efisiensi, efektifitas dan produktifitas kinerja organisasi pemerintah serta meminimalkan peluang terciptanya korupsi, kolusi dan nepotisme. LAKIP Tahun 2013 ini merupakan media pertanggungjawaban keberhasilan dan kegagalan Badan Narkotika Nasional (BNN) dalam mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan dalam Rencana Strategis Tahun , yang dilakukan dalam upaya memenuhi Visi Menjadi Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang profesional dan mampu menyatukan dan menggerakkan seluruh komponen masyarakat bangsa dan Negara Indonesia dalam melaksanakan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba. 2

3 Selama tahun 2013, sejumlah capaian kinerja yang ditargetkan dalam Rencana Kinerja Tahunan telah berhasil dicapai dan sejumlah lainnya belum berhasil dicapai yang kemudian dituangkan ke dalam LAKIP Tahun 2013 ini. LAKIP sendiri merupakan salah satu bagian dari siklus Sistem Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (SAKIP). Akhirnya, kami berharap agar LAKIP Tahun 2013 ini dapat menjadi media pertanggungjawaban kinerja dan juga menjadi media evaluasi untuk menilai kinerja Badan Narkotika Nasional. Jakarta, Maret 2014 Kepala Badan Narkotika Nasional Anang Iskandar 3

4 Ikthisar eksekutif Amanat Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika telah menetapkan Badan Narkotika Nasional (BNN) sebagai lembaga pemerintah non kementerian yang berkedudukan di bawah Presiden dan bertanggung jawab kepada Presiden, untuk melaksanakan Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, Selanjutnya dalam struktur organisasi dan tata kerja BNN diatur melalui Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2010, menetapkan 5 (lima) satuan kerja sebagai pilar utama dalam melaksanakan Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) yaitu Bidang Pencegahan, Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Bidang Rehabilitasi, Bidang Pemberantasan serta Bidang Hukum dan Kerjasama. Dalam Rencana Strategis BNN Tahun (Reviu) Program P4GN ditetapkan13 (tiga belas) sasaran strategis dengan 21 (duapuluh satu) Indikator Kinerja Utama, dalam laporan ini setiap indikator dianggap berhasil apabila capaiannya di atas 70% dengan uraian sebagai berikut: Bidang Pencegahan mempunyai 3 sasaran stragegis dengan 4 Indikator Kinerja Utama, Dari 4 (empat) indikator utama, ada 2 yang memenuhi target 2 indikator utama lainnya tidak memenuhi target yang ditetapkan. Bidang Pemberdayaan Masyarakat mempunyai 2 sasaran strategis dengan 4 Indikator Kinerja Utama. Dari 4 (empat) indikator utama, ada 3 indikator yang mencapai target sedangkan satu indikator lainnya tidak mencapai target. Bidang Rehabilitasi mempunyai 4 sasaran strategis dengan 6 indikator kinerja utama, dari 6 indikator kinerja yang ditetapkan 3 (tiga) indikator mencapai target, dan 3 (tiga) indikator melebihi target. Bidang Pemberantasan mempunyai 2 sasaran strategis dengan 5 indikator kinerja utama, dari 5 indikator kinerja ada 4 (empat) yang melebihi target, sedangkan 1 (satu) target tidak mencapai target. 4

5 Bidang Hukum dan Kerjasama mempunyai 2 sasaran strategis dengan 2 indikator kinerja utama. dari 2 indikator kinerja tersebut 1 (satu) indikator melebihi target dan 1 (satu) indikator lainnya tidak tercapai. Kendala tidak tercapaianya target tersebut disebabkan: 1. Paradigma mengenai pecandu adalah orang sakit dan perlu mendapatkan rehabilitasi masih belum sepenuhnya disepakati oleh lintas aparat penegak hukum (Penyidik, Jaksa, dan Hakim). 2. Belum maksimalnya penerapan UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dikarenakan masih kurangnya pemahaman lintas aparat penegak hukum dalam menerapkan pasal-pasal khususnya Pasal 54, 55, 127 serta peraturanperaturan pelaksanaan terkait dengan rehabilitasi, baik di tingkat penyidikan, penuntutan sampai kepada putusan pengadilan. 3. Ego sektoral dari masing-masing lintas instansi penegak hukum yang berkeinginan untuk menghukum pecandu, penyalah guna dan korban penyalahguna dengan hukuman penjara. Adapun langkah-langkah antisipatif untuk memaksimalkan pencapaian target adalah : 1. Peningkatan kerjasama dengan instansi pemerintah terkait lainnya dengan maksud untuk menyamakan persepsi terkait pelaksanaan UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. 2. Meningkatkan koordinasi yang lebih intens dengan lintas aparat penegak hukum dan membuat aturan bersama lintas aparat penegak hukum dengan melibatkan Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, dan BNN dalam hal penanganan pecandu narkoba untuk mendapatkan rehabilitasi. Pagu anggaran BNN tahun 2013 untuk mendukung Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) diatas sebanyak Rp ,- dengan total realisasi sebesar Rp ,- prosentase realisasi keuangan sebesar 92%. 5

6 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR IKTHISAR EKSEKUTIF. DAFTAR ISI.. DAFTAR GRAFIK i iii v vi BAB I PENDAHULUAN. 1 A. Latar Belakang. 1 B. Dasar Hukum 2 C. Kedudukan, Tugas, Fungsi dan Kewenangan 3 D. Struktur Organisasi 6 E. Sistematika Penyajian.. 7 BAB II PERENCANAAN DAN PENETAPAN KINERJA... 8 A. Perencanaan. 8 B. Penetapan Kinerja BNN Tahun BAB III AKUNTABILITAS KINERJA BNN 17 A. Capaian Indikator Kinerja Utama Tahun B. Evaluasi dan Analisis Capaian Kinerja Tahun C. Akuntabilitas Keuangan Tahun BAB IV PENUTUP.. 76 LAMPIRAN Pengukuran Kinerja Badan Narkotika Nasional Tahun

7 DAFTAR GRAFIK Grafik 1 Rencana Aksi Kementerian/Lembaga Grafik 2 Perbandingan prosentase capaian kinerja Lingkungan Pendidikan (LP) bebas narkoba Tahun 2012 dan 2013 Grafik 3 Perbandingan prosentase Capaian Kinerja Lingkungan Kerja (LK) bebas Narkoba Tahun 2012 dan Grafik 4 Perbandingan prosentase jumlah penanam Ganja yang beralih ke usaha legal produktif Tahun 2012 dan Grafik 5 Perbandingan prosentase jumlah compulsary dan voluntary 53 Grafik 6 Persentase residen selesai program rehabilitasi di lembaga rehabilitasi BNN... Grafik 7 Jumlah capaian pengungkapan kasus tindak kejahatan Narkotika dan Prekursor Narkotika Tahun Grafik 8 Capaian jumlah tersangka tindak kejahatan Narkotika dan Prekursor Narkotika yang tertangkap tahun Grafik 9 Jumlah capaian sel jaringan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika yang terungkap Tahun Grafik 10 Jumlah capaian nilai asset yang disita dari tersangka kejahatan peredaran gelap Narkoba Tahun Grafik 11 Perbandingan Mou dan tindak lanjutnya Tahun Grafik 12 Realiasi anggaran Program Dukungan Manajemen dan Teknis Lainnya... Grafik 13 Realiasi Anggaran Program Pencegahan dan Pemberantasan Peredaran Gelap Narkoba Grafik 14 Realiasi Anggaran BNN Tahun

8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Perkembangan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba yang sangat mengkhawatirkan. Berdasarkan hasil penelitian BNN bekerjasama dengan Puslitkes UI Tahun 2011 tentang Survei Nasional Perkembangan Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia, diketahui bahwa angka prevalensi penyalahguna Narkoba di Indonesia telah mencapai 2,2% atau sekitar 3,7-4,7 juta orang dari total populasi penduduk (berusia tahun). Saat ini di Indonesia ditemukan 26 (dua puluh enam) zat baru yang mengandung Narkoba dan belum diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Dengan kondisi tersebut di atas, BNN melakukan berbagai upaya dalam rangka Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran gelap Narkoba (P4GN) di Indonesia. Salah satu upaya yang dilakukan adalah penguatan kelembagaan BNN sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Di tingkat Provinsi, Badan Narkotika Nasional telah meningkatkan peran BNNP di 33 Provinsi dan 75 BNN Kabupaten/Kota. Seiring dengan perkembangan situasi permasalahan Narkoba, maka pada tahun 2013 BNN mendapat penambahan 25 satuan kerja baru di tingkat Kabupaten/Kota. Di bidang pencegahan melalui diseminasi informasi dan advokasi, bidang pemberdayaan masyarakat melalui pemberdayaan alternative dan peningkatan peran serta masyarakat, bidang rehabilitasi melalui penguatan lembaga rehabilitasi instansi pemerintah, komponen masyarakat dan melakukan pembinaan pascarehabilitasi, bidang pemberantasan melalui pelaksanaan intelijen berbasis teknologi, penyidikan jaringan peredaran gelap narkotika alami, penyidikan jaringan peredaran gelap narkotika sintetis, penyidikan jaringan peredaran gelap psikotropika dan prekursor, pelaksanaan interdiksi wilayah udara, laut, darat dan lintas darat, pelaksanaan penindakan dan pengejaran serta perawatan tahanan, barang bukti, penyidikan dan pengelolaan aset serta bidang hukum dan kerjasama melalui hubungan kerja 8

9 sama baik dalam negeri maupun luar negeri serta melaksanakan penataan produk hukum dan pelayanan bantuan hukum. Disamping diperkuat dengan Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden, untuk melibatkan seluruh instansi pemerintah pusat dan daerah dalam pelaksanaan program P4GN, diperkuat dengan dikeluarkannya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Kebijakan dan Strategi Nasional di Bidang Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (Jakstranas P4GN) Tahun Inpres tersebut menugaskan kepada seluruh pimpinan kementerian/ lembaga/instansi pusat dan daerah, berperan serta melakukan program P4GN sesuai dengan fungsi yang ada pada kementerian/lembaga/instansi masing-masing. Dengan berakhirnya Tahun Anggaran 2013, BNN sebagai lembaga pemerintah yang telah menggunakan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), berkewajiban melaporkan Akuntabilitas Kinerja ke Presiden melalui Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah ini disusun sebagai akuntabilitas kinerja atas pelaksanaan tugas pokok dan fungsi BNN. Hal tersebut sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah dan Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. B. Dasar Hukum. 1. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. 2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. 3. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. 9

10 4. Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah. 5. Peraturan Presiden RI Nomor 23 tahun 2010 tentang Badan Narkotika Nasional. 6. Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. 7. Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional Nomor 3 Tahun 2010 tentang Organisasi Tata Kerja Badan Narkotika Nasional. 8. Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional Nomor 4 Tahun 2010 tentang Organisasi Tata Kerja Badan Narkotika Nasional Provinsi dan Badan Narkotika Nasional Kabupaten/Kota. C. Kedudukan, Tugas, Fungsi dan Kewenangan. 1. Kedudukan. Badan Narkotika Nasional (BNN) adalah Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab kepada Presiden melalui koordinasi Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dan BNN dipimpin oleh seorang Kepala. 2. Tugas. a. Menyusun dan melaksanakan kebijakan nasional mengenai pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba. b. Mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba. c. Berkoordinasi dengan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba. 10

11 d. Meningkatkan kemampuan lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial pecandu Narkotika, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat. e. Memberdayakan masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba; f. Memantau, mengarahkan, dan meningkatkan kegiatan masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba. g. Melakukan kerjasama bilateral dan multilateral, baik regional maupun internasional, guna mencegah dan memberantas peredaran gelap Narkoba. h. Mengembangkan laboratorium narkotika dan prekursor Narkotika. i. Melaksanakan administrasi penyelidikan dan penyidikan terhadap perkara penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba. j. Membuat laporan tahunan mengenai pelaksanaan tugas dan wewenang. 3. Fungsi. Dalam melaksanakan tugasnya, BNN menyelenggarakan fungsi: a. Penyusunan dan perumusan kebijakan nasional di bidang P4GN. b. Penyusunan, perumusan dan penetapan norma, standar, prosedur dan kriteria P4GN. c. Penyusunan perencanaan, program dan anggaran BNN. d. Penyusunan dan perumusan kebijakan teknis pencegahan, pemberdayaan masyarakat, pemberantasan, rehabilitasi, hukum dan kerja sama di bidang P4GN e. Pelaksanaan kebijakan nasional dan kebijakan teknis P4GN di bidang Pencegahan, Pemberdayaan Masyarakat, Pemberantasan, Rehabilitasi, Hukum dan Kerja Sama. 11

12 f. Pelaksanaan pembinaan teknis di bidang P4GN kepada instansi vertikal di lingkungan BNN. g. Pengoordinasian instansi pemerintah terkait dan komponen masyarakat dalam rangka penyusunan dan perumusan serta pelaksanaan kebijakan nasional di bidang P4GN. h. Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi di lingkungan BNN. i. Pelaksanaan fasilitasi dan pengoordinasian wadah peran serta masyarakat. j. Pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan penyalahgunaan peredaran gelap Narkoba; k. Pelaksanaan pemutusan jaringan kejahatan terorganisasi di bidang Narkoba; l. Pengoordinasian instansi pemerintah terkait maupun komponen masyarakat dalam pelaksanaan rehabilitasi dan penyatuan kembali ke dalam masyarakat serta perawatan lanjutan bagi penyalahgunaan dan / atau pecandu Narkoba. m. Pengoordinasian peningkatan kemampuan lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial pecandu Narkoba yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat. n. Peningkatan kemampuan lembaga rehabilitasi penyalahgunaan dan/atau pecandu Narkoba berbasis komunitas terapeutik atau metode lain yang teruji keberhasilannya. o. Pelaksanaan penyusunan, pengkajian, dan perumusan peraturan perundang-undangan serta pemberian bantuan hukum di bidang P4GN. p. Pelaksanaan kerja sama nasional, regional, dan internasional di bidang P4GN. 12

13 q. Pelaksanaan pengawasan fungsional terhadap pelaksanaan P4GN di lingkungan BNN. r. Pelaksanaan koordinasi pengawasan fungsional instansi pemerintah terkait dan komponen masyarakat di bidang P4GN. s. Pelaksanaan penegakkan disiplin, kode etik pegawai BNN, dan kode etik profesi penyidik BNN. t. Pelaksanaan pendataan dan informasi nasional, penelitian dan pengembangan, dan pendidikan dan pelatihan di bidang P4GN. u. Pelaksanaan pengujian Narkoba. v. Pengembangan laboratorium uji Narkoba. w. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan kebijakan nasional di bidang P4GN. 4. Kewenangan. Kewenangan BNN secara umum terlihat secara implisit pada tugasnya, namun kewenangan yang dikhususkan oleh undang-undang adalah tugas dalam melaksanakan pemberantasan jaringan sindikat Narkoba, BNN berwenang melakukan penyelidikan dan penyidikan. D. Struktur Organisasi. Struktur Organisasi sebagaimana disebut dalam Peraturan Presiden RI Nomor 23 tahun 2010 tentang Badan Narkotika Nasional adalah sebagai berikut: 1. Kepala BNN. 2. Sekretariat Utama. 3. Deputi Bidang Pencegahan. 4. Deputi Bidang Pemberdayaan Masyarakat. 5. Deputi Bidang Pemberantasan. 6. Deputi Bidang Rehabilitasi. 7. Deputi Bidang Hukum dan Kerja Sama. 8. Inspektorat Utama. 13

14 9. Instansi Vertikal. STRUKTUR ORGANISASI BADAN NARKOTIKA NASIONAL KEPALA ITTAMA SETTAMA DEPUTI BIDANG PENCEGAHAN DEPUTI BIDANG DAYAMAS DEPUTI BIDANG BERANTAS DEPUTI BIDANG REHABILITASI DEPUTI BIDANG HUKUM & KERMA PUS LITDATIN UPT LAB BALAI DIKLAT UPT T & R BNNP BNNK/KOTA E. Sistematika Penyajian. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) di bidang P4GN ini disusun dengan sistimatika sebagai berikut : Bab I Bab II Bab III Bab IV Pendahuluan. Perencanaan dan Penetapan Kinerja. Akuntabilitas Kinerja BNN. Penutup. 14

15 Lampiran-Lampiran. BAB II PERENCANAAN DAN PENETAPAN KINERJA A. Perencanaan. Perencanaan merupakan salah satu proses manajemen dalam upaya melakukan perubahan atau perbaikan terhadap suatu keadaan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Dalam proses manajemen tersebut Badan/Instansi melakukan berbagai upaya seperti : analisis kebijakan dan rancangan dengan memperhitungkan potensi, peluang dan kendala yang ada dan yang mungkin timbul dalam organisasi tersebut. BNN sebagai lembaga pemerintah dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi telah menetapkan sasaran strategis yang ingin dicapai dalam 5 tahun ke depan. Perencanaan Strategis tersebut meliputi visi, misi, tujuan dan sasaran, serta cara pencapaian tujuan dan sasaran. Dalam bab ini diuraikan tentang Rencana Strategi (Renstra) BNN Tahun (reviu) dan Penetapan Kinerja BNN tahun BNN sebagai Lembaga Pemerintah Non Kementerian memiliki tugas, fungsi dan wewenang di bidang P4GN, yang bertujuan meningkatkan daya tangkal (imunitas) masyarakat guna mewujudkan masyarakat Indonesia bebas dari penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba. Tujuan tersebut telah ditetapkan dalam sasaran strategis pada Rencana Strategis (Renstra) BNN tahun (reviu). Renstra (reviu) BNN tahun menjadi pedoman pelaksanaan program dan kegiatan BNN yang dilaksanakan oleh seluruh Satuan Kerja di lingkungan BNN. 15

16 Badan Narkotika Nasional sebagai focalpoint dalam penanganan permasalahan penyalahgunaan Narkoba di Indonesia memiliki visi, misi, sasaran strategi dan arah kebijakan dan strategi BNN sebagai berikut: 1. Visi. Menjadi Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang profesional dan mampu menyatukan dan menggerakan seluruh komponen masyarakat, bangsa dan negara Indonesia dalam melaksanakan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba. Untuk mewujudkan visi tersebut Badan Narkotika Nasional menetapkan misi Organisasi sebagai berikut : 2. Misi. Sebagai penjabaran atau penerapan dari pernyataan visi dan misi tersebut di atas, Badan Narkotika Nasional menetapkan tujuan dalam periode sebagai berikut : T1 T2 T3 T4 Bersama instansi pemeritah terkait dan komponen masyarakat, bangsa, dan negara melaksanakan pencegahan, pemberdayaan masyarakat, pemberantasan, rehabilitasi, hukum dan kerja sama di bidang pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba" : Peningkatan daya tangkal (imunitas) masyarakat terhadap bahaya penyalahgunaan Narkoba. : Peningkatan peran serta masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba. : Peningkatan angka pemulihan penyalahgunaan dan/atau pecandu Narkoba dan pengurangan angka relapse. : Peningkatan pemberantasan sindikat jaringan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba. 16

17 T5 : Peningkatan kualitas produk hukum dan kerjasama di bidang pecegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba. T6 : Penguatan tata kelola pemerintahan di lingkungan Badan Narkotika Nasional. 4. Sasaran Strategis. BNN menetapkan sasaran strategis pada periode sebagai derivasi dari masing-masing tujuan di atas. Sasaran-sasaran strategis tersebut sebagai berikut: a. Sasaran Strategis pada T1 adalah: T1S1 : Meningkatnya siswa menengah, mahasiswa dan pekerja yang memiliki pengetahuan, pemahaman, dan kesadaran tentang bahaya penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba. T1S2 : Meningkatnya siswa menengah, mahasiswa dan pekerja sebagai kader anti Narkoba yang memiliki keterampilan menolak penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba. T1S3 : Meningkatnya peranan instansi pemerintah dan swasta dalam mendukung pelaksanaan Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba. b. Sasaran Strategis tujuan pada T2 adalah: T2S1 : Terciptanya lingkungan pendidikan dan lingkungan kerja bebas Narkoba. T2S2 : Terciptanya lingkungan masyarakat rawan penyalahgunaan dan peredaran gelap di daerah perkotaan dan pedesaan bebas Narkoba. c. Sasaran Strategis tujuan pada T3 adalah: 17

18 T3S1 T3S2 : Meningkatnya pelayanan wajib lapor pecandu narkoba. : Meningkatnya kemampuan lembaga rehabilitasi yang telah sesuai Standar Pelayanan Minimal (SPM). T3S3 : Meningkatnya penyalahguna dan/atau pecandu Narkoba yang mengikuti terapi dan rehabilitasi. T3S4 : Meningkatnya pelaksanaan program pascarehabilitasi penyalahguna dan/atau pecandu narkoba. d. Sasaran Strategis tujua pada T4 adalah: T4S1 : Meningkatnya pengungkapan tindak kejahatan peredaran gelap Narkoba. T4S2 : Meningkatnya penyitaan Narkoba illegal di pintu masuk (bandara, pelabuhan, dan border land). e. Sasaran Strategis tujuan pada T5 adalah: T5S1 : Meningkatnya pemberan bantuan hukum di bidang penyalahguna Narkoba. T5S2 : Meningkatnya tindak lanjut pelaksanaan MoU antara BNN dengan organisasi pemerintah dan non pemerintah dalam dan luar negeri. f. Sasaran Strategis tujuan pada T6 adalah: T6S1 T6S2 : Terlaksananya perencanaan dan penganggaran yang terpadu, berbasis kinerja, dan berkerangka pengeluaran jangka menengah di lingkungan BNN. : Terlaksananya layanan sistem komunikasi informasi kelembagaan, administrasi kelembagaan, dan penyediaan dan pengelolaan barang milik negara/ SIMAK BMN. T6S3 : Terlaksananya tata kelola organisasi dan profesionalisme pegawai BNN. 18

19 T6S4 : Terlaksananya sistem dan prosedur pembukuan dan pelaporan keuangan sesuai Sistem Akuntansi Pemerintah/SAP. T6S5 : Terlaksananya penelitian dan pengelolaan data informasi. T6S6 : Terlaksananya pengawasan dan pengendalian akuntabilitas kinerja dan keuangan. T6S7 : Terlaksananya pelayanan pengujian sampel Narkoba untuk kepentingan pro justisia. 4. Arah Kebijakan dan Strategi BNN Dalam rangka mendukung pencapaian sasaran Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahap II tahun , arah kebijakan dan strategi BNN adalah sebagai berikut: a. Melakukan ekstensifikasi dan intensifikasi pencegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba. Strategi yang dilakukan dengan cara membangun dan meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan kesadaran masyarakat terhadap bahaya penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba. b. Melakukan ekstensifikasi dan intensifikasi pemberdayaan masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba. Strategi yang dilakukan dengan cara mendorong peran serta masyarakat dalam menciptakan lingkungan bebas Narkoba. c. Memfasilitasi penyediaan sarana terapi dan rehabilitasi bagi penyalahguna dan/atau pecandu Narkoba. Strategi yang dilakukan dengan cara meningkatkan kemampuan pelayanan terapi dan rehabilitasi bagi penyalahguna dan/atau pecandu Narkoba. d. Memberantas sindikat jaringan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba baik dari Luar maupun Dalam Negeri. Strategi yang 19

20 dilakukan dengan cara memetakan dan mengungkap sindikat jaringan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba serta menyita aset pelaku tindak kejahatan Narkoba. e. Meningkatkan tata kelola pemerintahan di Lingkungan Badan Narkotika Nasional. Strategi yang dilakukan dengan cara membangun budaya organisasi yang menjunjung tinggi Good Governance di lingkungan Badan Narkotika Nasional. B. Penetapan Kinerja BNN Tahun 2013 Penetapan Kinerja merupakan tekad dan janji kinerja tahunan yang akan dicapai, antara pimpinan instansi pemerintah/unit kerja yang menerima amanah/tanggung jawab dengan pihak yang memberikan amanah/ tanggung jawab kinerja. Penetapan Kinerja merupakan suatu janji kinerja yang akan diwujudkan oleh seorang pejabat penerima amanah, sekaligus sebagai pimpinan organisasi atau instansi kepada atasan langsungnya. Penetapan Kinerja berisikan sasaran strategis, indikator kinerja dan target yang akan dicapai melalui program yang ada pada lembaga/instansi yang bersangkutan. Adapun Penetapan Kinerja / Perjanjian Kerja 2013 sebagaimana tabel di bawah ini : BNN Tahun Kementerian/Lembaga Tahun Anggaran : 2013 Penetapan Kinerja BNN Tahun 2013 : Badan Narkotika Nasional No. Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target 2013 Program/Kegiatan Meningkatnya siswa menengah, mahasiswa, dan pekerja yang memiliki pengetahuan, pemahaman, dan kesadaran tentang bahaya % siswa menengah, mahasiswa, dan pekerja yang telah mengikuti penyuluhan memiliki sikap menolak penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba 90% Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba 20

21 penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba No. Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target 2013 Program/Kegiatan Meningkatnya siswa, mahasiswa, dan pekerja sebagai kader anti narkoba yang memiliki keterampilan menolak penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba % kader siswa menengah, mahasiswa dan pekerja yang telah mengikuti pelatihan memiliki keterampilan menolak penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba 90% 3. Meningkatnya peranan instansi pemerintah dan swasta dalam mendukung pelaksanaan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba 4. Terciptanya lingkungan pendidikan dan lingkungan kerja % peningkatan Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah yang melaksanakan kebijakan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (Impelementasi Inpres12/2011) % peningkatan Instansi Swasta yang melaksanakan kebijakan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (Impelementasi Inpres12/2011) % peningkatan lingkungan pendidikan (sekolah menengah dan kampus) bebas narkoba 10% 10% 10% Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan 21

22 bebas narkoba % peningkatan lingkungan kerja bebas narkoba 10% dan Peredaran Gelap Narkoba No. Sasaran Target Indikator Kinerja Strategis 2013 Program/Kegiatan Terciptanya lingkungan Jumlah penanam ganja yang beralih ke usaha 65 Orang masyarakat rawan penyalahgunaan dan peredaran gelap di daerah perkotaan dan pedesaan bebas narkoba legal produktif Jumlah lingkungan masyarakat rawan penyalahgunaan dan peredaran gelap di daerah perkotaan yang bebas narkoba 3 Lingkungan Masyarakat Perkotaan 6. Meningkatnya Pelayanan Wajib Lapor Pecandu Narkoba 7. Meningkatnya kemampuan lembaga rehabilitasi yang telah sesuai standar pelayanan minimal (SPM) 8. Meningkatnya penyalah guna dan/atau pecandu narkoba yang mengikuti terapi dan rehabilitasi Jumlah penyalah guna dan/atau pecandu narkoba yang mengikuti program Wajib Lapor di BNN (Pusat Rehabilitasi BNN dan Kantor BNN Pusat) Jumlah lembaga rehabilitasi instansi pemerintah yang beroperasi sesuai standar pelayanan minimal/spm Jumlah lembaga rehabilitasi komponen masyarakat yang beroperasi sesuai standar pelayanan minimal/spm Jumlah penyalah guna dan/atau pecandu narkoba (teratur pakai dan pecandu) yang mengikuti program Terapi dan Rehabilitasi di lembaga rehabilitasi BNN % Penyalah guna dan/atau pecandu 250 Orang Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba 26 LRIP 30 LRKM 700 Orang 60% (138 22

23 narkoba yang menyelesaikan seluruh program terapi dan rehabilitasi di lembaga rehabilitasi BNN Orang) No. Sasaran Target Indikator Kinerja Strategis 2013 Program/Kegiatan Meningkatnya pelaksanaan program pascarehabilitasi penyalahguna dan/atau pecandu narkoba Jumlah penyalah guna dan/atau pecandu narkoba yang mengikuti program pascarehabilitasi 660 (Tambling, Sebaru, Makassar, Wakatobi, Samarinda) 10. Meningkatnya pengungkapan tindak kejahatan peredaran gelap narkoba 11. Meningkatnya penyitaan narkoba illegal di pintu masuk (bandara, pelabuhan, dan border land) 12. Meningkatnya pemberian bantuan hukum di Bidang Penyalahgunaan Narkoba 13. Meningkatnya tindaklanjut pelaksanaan MOU antara BNN dengan organisasi pemerintah dan non-pemerintah Jumlah kasus peredaran gelap narkoba yang terungkap Jumlah tersangka kejahatan peredaran gelap narkoba yang ditangkap Jumlah sel jaringan peredaran gelap narkoba yang terungkap Jumlah nilai aset yang disita dari tersangka kejahatan peredaran gelap narkoba Jumlah nilai narkoba ilegal yang disita di bandara, pelabuhan, dan border land Jumlah orang yang mendapatkan pelayanan hukum di bidang P4GN Persentase tindaklanjut pelaksanaan MOU antara BNN dengan organisasi pemerintah dan non-pemerintah Dalam dan Luar 100 Kasus (64 Pusat + 30 Prov@1 + 3 Prov@2) 206 Tersangka (170 Pusat Prov@2 ) 15 Sel Jaringan (18 Pusat + 33 Prov@1) 32,6 Milyar 58 Milyar Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba 60 Orang Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba 50% Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba 23

24 Dalam dan Luar Negeri Negeri Jumlah Anggaran BNN Tahun 2013 : Rp ,- BAB III AKUNTABILITAS KINERJA BNN A. Capaian Indikator Kinerja Utama Tahun Penetapan Kinerja BNN tahun 2013 menetapkan 13 (tiga belas) sasaran strategis yang akan dicapai, dengan indikator kinerja utama sebanyak 21 (duapuluh satu) indikator. Dari 21 (duapuluh satu) indikator utama tersebut dapat disimpulkan 5 (lima) indikator tidak tercapai, 8 (delapan) indikator tercapai dan 8 (delapan) melebihi target yang ditetapakan. Disamping itu, BNN juga melakukan berbagai kegiatan pendukung dalam rangka meningkatkan akuntabilitas kinerja. Berikut ini dijelaskan realisasi pencapaian 13 (tiga belas) sasaran strategis tahun 2013, serta penjelasan hasil capaian 21 (dua puluh satu) Indikator Kinerja Utama (IKU), yang diuraikan sebagai berikut : No Sasaran Strategis Indikator Kinerja Utama Target Realisasi Capaian (%) % 85% 94% 1. Meningkatnya siswa menengah, mahasiswa dan pekerja yang memiliki pengetahuan, pemahaman, dan kesadaran tentang bahaya penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba 2. Meningkatnya siswa, mahasiswa, dan pekerja sebagai kader anti narkoba yang memiliki keterampilan menolak penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba 3. Meningkatnya peranan instansi pemerintah dan swasta dalam mendukung pelaksanaan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba % siswa menengah, mahasiswa dan pekerja yang telah mengikuti penyuluhan memiliki sikap menolak penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba % kader siswa menengah, mahasiswa dan pekerja yang telah mengikuti pelatihan memiliki keterampilan menolak penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba % peningkatan Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah yang melaksanakan kebijakan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (Impelementasi Inpres12/2011) % peningkatan Instansi Swasta yang melaksanakan 90% 74% 82% 10% 2,5% 25% 10% N/A N/A 24

25 kebijakan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (Impelementasi Inpres12/2011) Realisasi Capaian No Sasaran Strategis Indikator Kinerja Utama Target (%) Terciptanya lingkungan pendidikan dan lingkungan kerja bebas narkoba 5. Terciptanya lingkungan masyarakat rawan penyalahgunaan dan peredaran gelap di daerah perkotaan dan pedesaan bebas narkoba Meningkatnya Pelayanan Wajib Lapor Pecandu Narkoba 6. Meningkatnya Pelayanan Wajib Lapor Pecandu Narkoba 7. Meningkatnya kemampuan lembaga rehabilitasi yang telah sesuai standar pelayanan minimal (SPM) 8. Meningkatnya penyalah guna dan/atau pecandu narkoba yang mengikuti terapi dan rehabilitasi % peningkatan lingkungan pendidikan (sekolah menengah dan kampus) bebas narkoba % peningkatan lingkungan kerja bebas narkoba Jumlah penanam ganja yang beralih ke usaha legal produktif Jumlah lingkungan masyarakat rawan penyalahgunaan dan peredaran gelap di daerah perkotaan yang bebas narkoba Jumlah penyalah guna dan/atau pecandu narkoba yang mengikuti program Wajib Lapor di BNN (Pusat Rehabilitasi BNN dan Kantor BNN Pusat) Jumlah lembaga rehabilitasi instansi pemerintah yang beroperasi sesuai standar pelayanan minimal/spm Jumlah lembaga rehabilitasi komponen masyarakat yang beroperasi sesuai standar pelayanan minimal/spm Jumlah penyalah guna dan/atau pecandu narkoba (teratur pakai dan pecandu) yang mengikuti program Terapi dan Rehabilitasi di lembaga rehabilitasi BNN % Penyalah guna dan/atau pecandu narkoba yang menyelesaikan seluruh program terapi dan rehabilitasi di lembaga 10% 9,5% 95% 10% 8,9% 89% 65 Orang 3 Lingkungan Masyarakat Perkotaan 52 Orang 80% 0 0% 250 Orang 263 Orang 105% 26 LRIP 26 LRIP 100% 30 LRKM 30 LRKM 100% 700 Orang Orang 60% (138 Orang) 121% 88% 147% 25

26 rehabilitasi BNN No Sasaran Strategis Indikator Kinerja Utama Target 2012 Realisasi Capaian 2012 (%) Meningkatnya pelaksanaan program pascarehabilitasi penyalahguna dan/atau pecandu narkoba Jumlah penyalah guna dan/atau pecandu narkoba yang mengikuti program pascarehabilitasi 660 (Tambling, Sebaru, Makassar, Wakatobi, Samarinda) 660 Orang 100% 10. Meningkatnya pengungkapan tindak kejahatan peredaran gelap narkoba 11. Meningkatnya penyitaan narkoba illegal di pintu masuk (bandara, pelabuhan, dan border land) 12. Meningkatnya pemberian bantuan hukum di Bidang Penyalahgunaan Narkoba 13. Meningkatnya tindaklanjut pelaksanaan MOU antara BNN dengan organisasi pemerintah dan nonpemerintah Dalam dan Luar Negeri Jumlah kasus peredaran gelap narkoba yang terungkap Jumlah tersangka kejahatan peredaran gelap narkoba yang ditangkap Jumlah sel jaringan peredaran gelap narkoba yang terungkap Jumlah nilai aset yang disita dari tersangka kejahatan peredaran gelap narkoba Jumlah nilai narkoba ilegal yang disita di bandara, pelabuhan, dan border land Jumlah orang yang mendapatkan pelayanan hukum di bidang P4GN Persentase tindaklanjut pelaksanaan MOU antara BNN dengan organisasi pemerintah dan nonpemerintah Dalam dan Luar Negeri 100 Kasus (64 Pusat + 30 Prov@1 + 3 Prov@2) 206 Tersangka (170 Pusat Prov@2) 15 Sel Jaringan (18 Pusat + 33 Prov@1) 165 Kasus 165% 420 Tersangka 34 Sel Jaringan 32,6 Milyar Milyar % 66,7% 152% 453,2% 60 Orang 35 Orang 58% 50% 84% 168% Guna mengetahui lebih jauh tentang capaian kinerja yang telah dilakukan BNN selama kurun waktu tahun 2013, perlu dilakukan evaluasi dengan cara melakukan analisis yang berkaitan dengan pencapaian kinerja tahun berjalan. Analisis dilakukan dengan menyajikan perkembangan capaian, baik dalam bentuk narasi maupun tabel atau grafik. Capaian kinerja 26

27 tahun 2013 merupakan kelanjutan capaian periode tahun sebelumnya, dan capaian ini merupakan arah untuk capaian pada periode selanjutnya, sebagaimana yang ditetapkan dalam Penetapan Kinerja BNN. B. Evaluasi dan Analisis Capaian Kinerja Tahun Guna mengetahui lebih jauh terkait dengan capaian kinerja BNN Tahun 2013, BNN melakukan pengukuran capaian kinerja melalui pelaksanaan monitoring dan evaluasi pelaksanaan program P4GN ke 15 provinsi dengan pertimbangan karakteristik provinsi yang menjadi lokasi monitoring memiliki kerawanan terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba dan telah aktif melakukan program P4GN. Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini dibatasi pada data primer. Sedangkan untuk mendapat data primer digunakan kuesioner yaitu pertanyaan tertutup, semi tertutup, dan terbuka. Sampel dalam penelitian ini melibatkan 838 orang, ini artinya semua populasi diteliti dengan menggunakan sensus. Mereka yang menjadi sampel mewakili Pelajar, Mahasiswa, Guru/Dosen, TNI/PNS, Polri, Pegawai Swasta, Tokoh Masyarakat/Tokoh Agama/LSM, dan Pengelola Pusat Rehabilitasi. Data yang didapat sebelum diolah dilakukan editing dan coding, hasil coding dimasukkan dalam program SPSS-16. Hasil perumusan atas pelaksanaan survey tersebut dijadikan sebagai data pembanding dalam evaluasi capaian kinerja setiap sasaran dan indikator kinerja utama program P4GN dengan uraian sebagai berikut : 1. Sasaran : Meningkatnya siswa menengah, mahasiswa, dan pekerja yang memiliki pengetahuan, pemahaman, dan kesadaran tentang bahaya penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba. Sasaran strategis di atas, diimplementasikan melalui indikator kinerja utama berikut ini : No. Indikator Kinerja Utama Target Realisasi % 1. % siswa menengah, mahasiswa, dan pekerja 90% 85% 94% yang telah mengikuti penyuluhan memiliki 27

28 sikap menolak penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba Yang dimaksud dengan sikap menolak mencoba menyalahgunakan narkoba adalah setelah para peserta mengikuti penyuluhan, selanjutnya mereka mempunyai perilaku yang mengarah tidak mencoba menyalahgunakan narkoba dengan norma pengukurannya dilihat dari kriteria sebagai berikut: a. Perbandingan antara hasil pre test dan post test yang diberikan kepada peserta kegiatan. b. Peserta berkeinginan menyebarluaskan informasi bahaya penyalahgunaan narkoba kepada keluarga dan lingkungan terdekat. Hasil yang diperoleh berdasarkan norma di atas adalah sebagai berikut: a. Secara kelembagaan BNN mengalami kesulitan untuk mengumpulkan data yang berkaitan dengan hasil pre test dan post test yang dilakukan oleh perwakilan BNN di daerah, dikarenakan kurang lengkapnya Satuan Kerja (Satker) pelaksana BNN di kewilayahan mengirimkan data laporan hasil pre test dan post test, meskipun BNN telah menyediakan sarana pelaporan melalui aplikasi pelaporan rencana aksi. Data yang tersedia merupakan hasil pelaporan dari Satker BNN tingkat pusat yaitu dari orang yang mengikuti penyuluhan tentang P4GN menghasilkan orang (84%) dari seluruh peserta mengalami peningkatan pemahaman tentang bahaya penyalahgunaan narkoba. (Sumber : rekapitulasi hasil pre test dan post test). b. Sedangkan untuk mengukur capaian kinerja BNN di daerah difokuskan pada segmen siswa menengah, mahasiswa, dan pekerja sesuai dengan target dan dilakukan penilaian atas hasil pelaksanaan survey terhadap 493 orang yang pernah mengikuti sosialisasi P4GN dengan hasil 475 orang (96,35%) memiliki sikap menolak terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba. Hasil survey belum merupakan ukuran mutlak terkait dengan capaian tersebut, tetapi bila dikaitkan antara hasil pre test dan post test telah menggambarkan adanya keberhasilan capaian indikator ini. Kemudian hasil capaian tersebut belum dapat dibandingkan dengan capaian tahun 2012, 28

29 dikarenakan terjadinya perbedaan indikator kinerja antara Renstra BNN dengan Renstra Reviu di tahun 2012). c. Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi program P4GN diperoleh gambaran dari 493 orang responden terdapat 475 orang (96,35%) diantaranya mengatakan telah menyampaikan materi bahaya narkoba kepada keluarga dan teman. Oleh karena data belum diperoleh secara lengkap terkait dengan capaian kinerja sesungguhnya, maka langkah berikutnya, BNN perlu melakukan pendataan secara lengkap dan menyeluruh dari tingkat pusat hingga kewilayah. Adapun formula perhitungan capaian indikator sebagai berikut : No. Indikator Kinerja Utama 1. % siswa menengah, mahasiswa, dan pekerja yang telah mengikuti penyuluhan memiliki sikap menolak penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba Formula Hasil Perhitungan Keterangan = (Σ tolak/σ Peserta)*100% =(19.175/22.632)*100% =85% -Σ Tolak = Jumlah peserta yang memiliki sikap menolak menolak penyalahgunaan & peredaran gelap narkoba -Σ Peserta = Jumlah peserta keseluruhan Sumber Data : Dokumen Deputi Bidang Pencegahan BNN dan Laporan Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan P4GN Tahun Sasaran : Meningkatnya siswa, mahasiswa, dan pekerja sebagai kader anti narkoba yang memiliki keterampilan menolak penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba. Sasaran strategis di atas, diimplementasikan melalui indikator kinerja utama berikut ini : No. Indikator Kinerja Utama Target Realisasi % 1. % siswa menengah, mahasiswa, dan pekerja yang telah mengikuti pelatihan memiliki keterampilan menolak penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba 90% 74% 82% Sasaran strategis tersebut di atas dengan indikator kinerjanya adalah prosentase siswa menengah, mahasiswa, dan pekerja yang telah mengikuti pelatihan memiliki ketrampilan menolak penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba dengan target capaian di tahun 2013 sebesar 90%. Target 29

30 yang ditetapkan merupakan keseluruhan peserta yang mengikuti pelatihan kader anti narkoba. Yang dimaksud dengan ketrampilan menolak penyalahgunaan narkoba adalah para kader yang terbentuk melalui pelatihan anti narkoba memiliki pengetahuan dan pemahaman serta terampil menolak ajakan orang lain melakukan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba. Adapun norma pengukurannya dapat dilihat dari kriteria sebagai berikut: a. Perbandingan antara hasil pre test dan post test yang diberikan kepada peserta kegiatan. b. Peserta yang mengikuti kegiatan P4GN menyadari bahaya narkoba. c. Kader menindaklanjuti dengan cara mensosialisasikan bahaya dan kebijakan penanganan narkoba kepada anggota masyarakat terdekat. d. Kader menindaklanjuti dengan menyelenggarakan kegiatan yang mensosialisasikan bahaya dan kebijakan penanganan narkoba. Hasil yang diperoleh berdasarkan norma di atas adalah sebagai berikut: a. Berdasarkan data rekapitulasi hasil pre test dan post test pada kegiatan pelatihan kader anti narkoba yang dilakukan oleh BNN Pusat, menunjukkan dari orang kader yang mengikuti pembentukan kader anti narkoba terdapat orang (76%) mengalami peningkatan pemahaman. Sedangkan hasil pre test dan post test pembentukan kader anti narkoba yang dilakukan oleh BNN di kewilayahan tidak terdata secara lengkap. Untuk mengukur capaian kinerja, data pembanding adalah hasil survey pelaksanaan monitoring dan evaluasi kegiatan P4GN terhadap 493 orang resonden, 248 orang (50%) menyatakan sangat mudah memahami materi P4GN. b. Pengukuran kesadaran akan bahaya narkoba ditandai dengan responden berkeinginan menjadi penyuluh narkoba, datanya diperoleh dari hasil pelaksanaan monitoring dan evaluasi. Dari 493 orang peserta yang mengikuti kegiatan P4GN yang diundang dan memberikan pendapat sebanyak 452 orang (91,68%) yang menyatakan sikap 30

31 menolak penyalahgunaan narkoba dan berkeinginan menjadi penyuluh narkoba. c. Data hasil monitoring dan evaluasi program P4GN menunjukkan bahwa para kader yang telah dibentuk, telah menyampaikan materi P4GN kepada keluarga dan teman. Responden yang mengisi kuesioner sebanyak 493 orang responden terdapat 475 orang (96,35%) diantaranya mengatakan telah menyampaikan materi bahaya narkoba kepada keluarga dan teman. Data tersebut menunjukkan bahwa maksud dan tujuan pelaksanaan program P4GN telah berhasil, ini artinya bahwa responden tidak hanya sekedar menyatakan prihatin akan bahaya penyalahgunaan narkoba tetapi mereka sudah melaksanakan upaya yang diharapkan dari pelaksanaan program ini. Bukti kepedulian masyarakat akan pentingnya pelaksanaan program P4GN, dari tahun ke tahun, semakin meningkat bila dilihat dari permintaan masyarakat maupun lembaga pemerintah lainnya ke BNN untuk menjadi narasumber sosialisasi maupun fasilitasi kegiatan pencegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba di berbagai tempat. Dalam tahun 2013, di tingkat pusat saja terdapat 108 permintaan dari kader anti narkoba dengan jumlah peserta sosialisasi sebanyak orang. Sebagai upaya untuk mengatasi belum adanya mekanisme pendampingan yang terprogram, dilakukan kontak dengan para kader melalui sosial media pasca pelatihan kader. Hal ini dilakukan sebagai bentuk ikatan dan upaya menjaga kader-kader yang telah dilatih agar tetap saling menjaga komunikasi antar BNN dengan para kader anti narkoba. Berdasarkan penyajian data tersebut di atas, maka BNN menyadari perlunya diambil langkah-langkah sebagai berikut: 1) Perlu dilakukan pendataan terhadap seluruh peserta yang mendapatkan program P4GN dari tingkat pusat hingga ke wilayah dengan memanfaatkan aplikasi pelaporan yang sudah tersedia. 31

32 2) Pengajuan adanya program pendampingan yang berkelanjutan untuk memonitor tindak lanjut dari para kader anti narkoba pasca pelatihan. Adapun formula perhitungan capaian indikator sebagai berikut : No. Indikator Kinerja Utama Formula Hasil Perhitungan Keterangan 1. % siswa menengah, mahasiswa, dan pekerja yang telah mengikuti pelatihan memiliki keterampilan menolak penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba = (Σ Paham/Σ Peserta)*100% =(5.095/6.871)*100% =74% -Σ Paham = Jumlah peserta yang memiliki peningkatan pemahaman dan keterampilan menolak menolak penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba -Σ Peserta = Jumlah peserta keseluruhan Sumber Data : Dokumen Deputi Bidang Pencegahan BNN dan Laporan Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan P4GN Tahun Sasaran : Meningkatnya peranan intansi pemerintah dan swasta dalam mendukung pelaksanaan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba. Sasaran strategis di atas, diimplementasikan melalui 2 (dua) indikator kinerja utama yaitu : No. Indikator Kinerja Utama Target Realisasi % 1. % peningkatan Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah yang melaksanakan kebijakan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (Implementasi Inpres 12/2011) 2. % peningkatan Instansi Swasta yang melaksanakan kebijakan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (Implementasi Inpres 12/2011) 10% 2,5% 25% 10% N/A N/A Dari tabel di atas dapat dijelaskan keterkaitan antara kebijakan pemerintah dengan indikator kinerja utama berikut capaiannya : 32

33 1. Persentase peningkatan Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah yang melaksanakan kebijakan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (Implementasi Inpres 12/2011). Kebijakan pemerintah dalam penanganan masalah penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba yaitu dengan dikeluarkannya Instruksi Presiden Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Kebijakan dan Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Tahun Yang menugaskan seluruh Menteri/Kepala Lembaga pemerintah untuk mengambil langkah-langkah sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing, dalam rangka pelaksanaan Jakstranas P4GN Tahun Hal ini dilakukan karena masalah narkoba merupakan ancaman yang sangat serius baik di tingkat dunia maupun di tingkat nasional, yang penanganannya harus melibatkan seluruh komponen masyarakat, bangsa dan negara. Oleh karena itu perlu diupayakan peningkatan peranan instansi pemerintah dan swasta dalam upaya membasmi penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba. Kaitan antara Inpres dengan Indikator Kinerja, karena dalam Inpres Nomor 12 Tahun 2011, telah ditetapkan kewenangan Kepala BNN yaitu: Kepala BNN melakukan pemantauan dan pengendalian terhadap pelaksanaan Jakstranas P4GN Tahun dan mengkompilasi laporan untuk disampaikan kepada Presiden. Pentingnya pendataan rencana aksi tersebut untuk mengetahui peran dari K/L bersama komponen masyarakat lainnya melakukan perlawanan terhadap kejahatan narkoba. Di sisi lain ada beberapa instansi yang sudah melaksanakan P4GN di instansi masing-masing tetapi belum menyusun rencana aksi. Hal tersebut dapat diketahui dari banyaknya permintaan narasumber dari K/L ke BNN untuk pelaksanaan P4GN. Implementasinya berupa sosialisasi, kampanye, peraturanperaturan internal untuk mencegah pegawai/karyawan melakukan penyalahgunaan narkoba. 33

34 Berdasarkan kompilasi data Tahun 2013 diperoleh data capaian implementasi baik di tingkat Kementerian/Lembaga (K/L) maupun di tingkat Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota sebagai berikut: 1. Dari 119 instansi K/L di tingkat pusat, 49 K/L di antaranya telah menyusun dan melaksanakan rencana aksi, 2. Dari 33 pemerintah provinsi, 26 di antaranya telah menyusun dan melaksanakan rencana aksi, 3. Sedangkan pemerintah daerah kabupaten/kota (Pemda Tk.II), yang telah menyusun dan melaksanakan rencana aksi terdapat 69 Kabupaten/Kota. Grafik 1. Rencana Aksi Kementerian/Lembaga/Pemda Jika dilihat dari lahirnya kebijakan tersebut telah memasuki tahun ke-3, namun K/L dan Pemerintah Daerah Tk.I dan Tk.II yang telah menyusun dan melaksanakan rencana aksi baru mencapai 22,19%. Ini artinya target penyusunan dan melaksanakan rencana aksi baik di tingkat K/L, maupun Pemda TK.I dan Pemda Tk.II, kurang sesuai bila dikaitkan dengan jadual pelaksanaan Jakstranas yang ditetapkan Setelah dicermati, ternyata K/L terkendala dalam menyusun dan melaksanakan rencana aksi oleh karena program P4GN dalam RPJMN masih prioritas bidang, sehingga K/L mengalami kesulitan dalam penyusunan anggaran mendukung implementasi Inpres Nomor 12 Tahun

35 Demikian juga halnya pemerintah daerah Tk.I dan Tk.II, mengalami kesulitan menyusun dan melaksanakan rencana aksi oleh karena program P4GN dalam RPJMN masih prioritas bidang, namun demikian Menteri Dalam Negeri telah mengeluarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2013 tentang Fasilitasi Pencegahan Penyalahgunaan Narkotika. Dalam peraturan tersebut Mendagri menugaskan para Gubernur dan Bupati/Walikota melakukan fasilitasi pencegahan dan penanggulangan narkotika yang dikoordinasikan oleh kepada Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang membidangi urusan kesatuan bangsa dan politik. Untuk fasilitasi pelaporan terkait dengan rencana aksi, BNN telah menyediakan aplikasi pelaporan online Inpres Nomor 12 Tahun 2011 dengan halaman website Terkait dengan aplikasi, di tingkat pusat BNN telah melakukan beberapa kali sosialisasi yang melibatkan seluruh Kementerian /Lembaga dan memberikan hak akses masuk ke dalam website tersebut. Sedangkan indikator kedua adalah upaya menggerakkan instansi swasta melaksanakan kebijakan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (Implementasi Inpres 12/2011) sebagai berikut : 2. Persentase peningkatan Instansi Swasta yang melaksanakan kebijakan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (Implementasi Inpres 12/2011). Arti pentingnya instansi swasta melaksanakan program P4GN dikarenakan hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat penyalahgunaan narkoba di lingkungan pekerja swasta tergolong tinggi. Hal ini diduga sebagai akibat tekanan akan prestasi pekerja yang dibebankan kepada setiap individu karyawan/pekerja. Untuk itu perlu dilakukan upaya peningkatan instansi swasta dalam pelaksanaan program P4GN. 35

36 Secara kelembagaan BNN mengalami kesulitan memonitor pelaksanaan program P4GN di lingkungan instansi swasta, dikarenakan faktor geografis yang begitu luas (dari Sabang sampai Merauke). Namun, telah banyak para pimpinan perusahaan yang mengundang BNN untuk memfasilitasi pelaksanaan P4GN di lingkungan kerja instansi swasta. Untuk mengetahui gambaran implementasi Inpres Nomor 12 Tahun 2011 di lingkungan instansi swasta, BNN melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan program P4GN ke 13 provinsi. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi tersebut diikuti oleh berbagai tingkatan di perusahaan seperti : manager, HRD, security, karyawan, dosen, wartawan, dan wiraswata dengan jumlah responden sebanyak 61 orang. Dari 61 orang responden (100%) menyatakan kesadaran arti pentingnya program P4GN, antara lain keinginan mereka menjadi kader anti narkoba dan ikut berpartisipasi melaksanakan penyuluhan P4GN. Capaian-capaian tersebut di atas menggunakan formula perhitungan berikut ini: No. Indikator Kinerja Utama Formula Hasil Perhitungan Keterangan 1. % peningkatan Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah yang melaksanakan kebijakan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (Implementasi Inpres 12/2011) 2. % peningkatan Instansi Swasta yang melaksanakan kebijakan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (Implementasi Inpres 12/2011) =(TLI t /PI t* 100%) (TLI t-1 /PI t-1*100%) =(TLI t /PI t * 100%) (TLI t-1 /PI t-1*100%) =(144/649*100%)- (128/649*100%) =22,2% - 19,7% =2,5% N/A - TLI = Tindak Lanjut Instansi - PI = Populasi Instansi - t = pada tahun berjalan - (t-1) = pada tahun sebe-lumnya - TLI = Tindak Lanjut Instansi - PI = Populasi Instansi - t = pada tahun berjalan - (t-1) = pada tahun sebel-umnya Sumber Data : Dokumen Deputi Bidang Pencegahan BNN dan Kompilasi Data Rencana Aksi Nasional dan Rencana Aksi Daerah Kebijakan dan Strategi Nasional P4GN Tahun

37 4. Sasaran : Terciptanya lingkungan pendidikan dan lingkungan kerja bebas Narkoba Sasaran strategis di atas, diimplementasikan melalui indikator kinerja utama berikut ini : No. Indikator Kinerja Utama Target Realisasi % 1. % peningkatan lingkungan pendidikan (sekolah menengah dan kampus) bebas narkoba 2. % peningkatan lingkungan kerja bebas narkoba 10% 9,5% 95% 10% 8,9% 89% Dari tabel di atas dapat dijelaskan capaian indikator kinerja utama sebagai berikut : 1. Persentase peningkatan lingkungan pendidikan (sekolah menengah dan kampus) bebas narkoba Yang dimaksud dengan lingkungan pendidikan (sekolah menengah dan kampus) bebas narkoba adalah berdasarkan hasil test urine/rambut yang dilakukan terhadap sejumlah sample tidak ditemukan penyalahguna narkoba dan ikut berperan menciptakan lingkungan pendidikan bebas dari penyalahgunaan narkoba melalui kegiatankegiatan bersama satuan tugas anti narkoba yang dibentuk. Berdasarkan uraian tersebut di atas, bila dikaitkan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh BNN tahun 2011 bekerja sama dengan Puslitkes UI, diperoleh gambaran bahwa tindak penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba di lingkungan pendidikan cukup tinggi dan mengkhawatirkan. Oleh karena itu, BNN menetapkan indikator utama sasaran ini yaitu persentase peningkatan lingkungan pendidikan (sekolah menengah dan kampus) bebas narkoba. Hal tersebut dimungkinkan karena di lingkungan pendidikan terjadi proses yang begitu dinamis sebagai akibat berbagai faktor yaitu : faktor individu, faktor lingkungan, dan faktor sosial budaya. 37

38 Berdasarkan pelaporan dari seluruh satuan kerja BNN, diperoleh data lingkungan pendidikan yang berperan serta menciptakan lingkungan pendidikan bebas narkoba tahun 2013 sejumlah lingkungan. Kriteria lingkungan pendidikan bebas narkoba diukur dengan norma berikut : a. Perbandingan antara hasil sebelum dan sesudah test urine dan test rambut yang dilakukan secara random terhadap siswa/ mahasiswa, guru/dosen, dan pekerja tidak ditemukan ada yang positif penyalahguna narkoba. b. Membentuk dan memberdayakan satuan tugas anti Narkoba di lingkungan pendidikan. c. Satuan Tugas anti narkoba yang terbentuk berperan serta secara aktif menjaga lingkungannya dari penyalahgunaan narkoba. Berdasarkan norma di atas, dilakukan perhitungan capaian sebagai berikut : a. Hasil test urine yang dilakukan di lingkungan pendidikan oleh BNN menunjukkan peningkatan dari tahun 2012 yaitu dari 176 lembaga pendidikan yang negatif dari penyalahgunaan narkoba sebanyak 168 lembaga, sedangkan di tahun 2013 dari 220 lembaga pendidikan yang negatif dari penyalahgunaan narkoba sebanyak 184 lembaga pendidikan. b. Terkait dengan pembentukan satuan tugas anti narkoba di lingkungan pendidikan, BNN belum memiliki data secara lengkap lingkungan pendidikan yang telah memberdayakan satuan tugas anti narkoba di lingkungan pendidikan, meskipun BNN telah menyediakan aplikasi pelaporan rencana aksi. c. Peran satuan tugas anti narkoba di lingkungan pendidikan belum terdata secara lengkap. 38

39 Data capaian kinerja tahun 2013 ini jika dibandingkan dengan capaian kinerja tahun 2012, maka terlihat terjadi peningkatan sebesar 9,5%, sebagaimana tergambar dalam grafik berikut ini : Grafik 2. Perbandingan Persentase Capaian Kinerja Lingkungan Pendidikan (LP) Bebas Narkoba Tahun 2012 dan Persentase peningkatan lingkungan kerja bebas narkoba Yang dimaksud dengan lingkungan kerja bebas narkoba adalah berdasarkan hasil test urine/rambut yang dilakukan terhadap sejumlah sample tidak ditemukan penyalahguna narkoba dan ikut berperan menciptakan lingkungan kerja bebas dari penyalahgunaan narkoba melalui kegiatan-kegiatan bersama satuan tugas anti narkoba yang dibentuk. Berdasarkan uraian tersebut di atas, bila dikaitkan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh BNN tahun 2011 bekerja sama dengan Puslitkes UI, diperoleh gambaran bahwa tindak penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba di lingkungan kerja cukup tinggi dan mengkhawatirkan. 39

40 Oleh karena itu, BNN menetapkan indikator utama sasaran ini yaitu persentase peningkatan lingkungan kerja bebas narkoba. Hal tersebut dimungkinkan karena di lingkungan kerja terjadi proses yang begitu dinamis sebagai akibat berbagai faktor yaitu : faktor individu, faktor lingkungan, dan faktor sosial budaya. Berdasarkan pelaporan dari seluruh satuan kerja BNN, diperoleh data lingkungan kerja yang berperan serta menciptakan lingkungan kerja bebas narkoba tahun 2013 sejumlah lingkungan kerja. Kriteria lingkungan kerja bebas narkoba diukur dengan norma berikut : a. Perbandingan antara hasil sebelum dan sesudah test urine dan test rambut yang dilakukan secara random terhadap pekerja tidak ditemukan ada yang positif penyalah guna narkoba. b. Membentuk dan memberdayakan satuan tugas anti Narkoba di lingkungan kerja. c. Satuan Tugas anti narkoba yang terbentuk berperan serta secara aktif menjaga lingkungannya dari penyalahgunaan narkoba. Berdasarkan norma di atas, dilakukan perhitungan capaian sebagai berikut : a. Hasil test urine yang dilakukan di lingkungan kerja oleh BNN menunjukkan peningkatan dari tahun 2012 yaitu dari 272 lingkungan kerja yang negatif dari penyalahgunaan narkoba sebanyak 245 lingkungan kerja, sedangkan di tahun 2013 dari 285 lingkungan kerja, yang negatif dari penyalahgunaan narkoba sebanyak 267 lingkungan kerja. b. Terkait dengan pembentukan satuan tugas anti narkoba di lingkungan kerja, BNN belum memiliki data secara lengkap lingkungan kerja yang telah memberdayakan satuan tugas anti narkoba di lingkungan kerja, meskipun BNN telah menyediakan aplikasi pelaporan rencana aksi. 40

41 c. Peran satuan tugas anti narkoba di lingkungan kerja belum terdata secara lengkap. Dari capaian kinerja tahun 2013 ini jika dibandingkan dengan capaian kinerja tahun 2012, maka terlihat terjadi peningkatan sebesar 8,9%, sebagaimana tergambar dalam grafik berikut ini : Grafik 3. Perbandingan Persentase Capaian Kinerja Lingkungan Kerja (LK) Bebas Narkoba Tahun 2012 dan 2013 berikut ini: Capaian-capaian tersebut di atas menggunakan formula perhitungan No. Indikator Kinerja Utama 1. % peningkatan lingkungan kerja (sekolah menengah dan kampus) bebas narkoba 2. % peningkatan lingkungan kerja bebas narkoba Formula Hasil Perhitungan Keterangan =((ΣR t - ΣR t-1) /ΣR t-1*100%) = (( )/168)*100% = (16/168)*100% = 9,5% =((ΣR t - ΣR t-1) /ΣR t-1 *100%) = (( )/245)*100% = (22/267)*100% = 8,9% - R = Realisasi - t = pada tahun berjalan - (t-1) = pada tahun sebelumnya - R = Realisasi - t = pada tahun berjalan - (t-1) = pada tahun sebelumnya Sumber Data : Dokumen Deputi Bidang Pemberdayaan Masyarakat BNN dan dan Laporan Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan P4GN Tahun

42 5. Sasaran : Terciptanya lingkungan masyarakat rawan penyalahgunaan dan peredaran gelap di daerah perkotaan dan pedesaan bebas Narkoba Sasaran strategis di atas, diimplementasikan melalui indikator kinerja utama berikut ini : No. Indikator Kinerja Utama Target Realisasi % 1. Jumlah penanam ganja beralih ke usaha legal produktif 2. Jumlah lingkungan masyarakat rawan penyalahgunaan dan peredaran gelap di daerah perkotaan yang bebas narkoba 65 Orang 52 Orang 80% 3 Lingkungan Masyarakat Perkotaan 0 0% Dari tabel di atas dapat dijelaskan capaian indikator kinerja utama sebagai berikut : 1. Jumlah penanam ganja beralih ke usaha legal produktif adalah Untuk mencapai sasaran tersebut di atas indikator kinerjanya Jumlah penanam ganja yang beralih ke usaha legal produktif dengan target capaian di tahun 2013 sebesar 65 orang dari jumlah keseluruhan penanam yang diinformasikan oleh tokoh masyarakat, imam mukim (kepala dusun) dan Geucik (kepala desa) yang didata dari tahun sebelumnya. Pendataan melalui proses wawancara dan penelusuran informasi di lokasi di sela-sela kegiatan pemberdayaan alternatif TA Yang dimaksud dengan penanam ganja yang beralih ke usaha legal produktif adalah para penanam yang berada bermukim di sekitar desa yang berdekatan dengan lokasi dimana ladang ganja ditemukan, selanjutnya diharapkan para penanam ini memiliki ketertarikan untuk beralih ke usaha legal produktif setelah diberikan program alternative development (AD) berupa : pembekalan, modal kerja dan bantuan pengolahan dan bibit tanaman komoditi legal produktif, bimbingan/ penyuluhan, monitoring, evaluasi dengan norma pengukurannya dilihat dari kriteria sebagai berikut: 42

43 a. Penanam bermukim di sekitar lokasi sasaran b. Penanam direkomendasikan oleh imam mukim, geucik dan penanam lainnya sebagai petani mantan penanam ganja; c. Penanam dengan sukarela mendaftarkan diri sebagai bagian dari kelompok tani yang dibentuk; d. Penanam mengikuti semua prosedur pemberdayaan alternatif, mulai dari tahapan pencairan situasi, pembekalan dan pelaksanaan alih fungsi lahan. Hasil yang diperoleh berdasarkan norma di atas adalah sebagai berikut: a. Secara kelembagaan BNN mengalami kesulitan untuk mengumpulkan data tentang siapa penanam ganja tersebut, hanya dalam hasil survey BNN Unsyiah tahun 2010, diketahui lokasilokasi yang masih sering para penanam Ganja melakukan aksi menanam ganja. Oleh karenanya, metodologi yang dilakukan adalah wawancara mendalam (dept interview), focus discussion group (FGD), observasi di lokasi dan pendataan data primer dan sekunder. b. Proses beralih profesi petani adalah proses dimana setelah mengikuti program AD para mantan petani ganja tersebut tidak lagi menanam ganja, ikut serta dalam jaringan sindikat peredaran ganja dan lahan yang dialihfungsikan tidak lagi ditanamani ganja. Hal tersebut dibuktikan dengan tidak tertangkapnya petani oleh aparat berwajib karena terindikasi menanam ganja, selama mengikuti program. c. Realisasi capaian dihitung dari banyaknya penanam yang ditargetkan yang mengikuti program mulai dari tahapan masuk sebagai peserta (calon petani/cp) sampai tahapan menanam tanaman di lokasi lahan yang telah disepakati (calon Lahan/CL). Kemudian hasil tersebut dibandingkan dengan capaian tahun

44 d. Terkait norma pengukuran keberhasilan program AD, indikator keberhasilan diukur mulai dari keikutsertaan penanam dalam pembekalan sampai tanaman tersebut tumbuh dalam kurun waktu dua minggu (terlihat tunas daun). Untuk memonitor proses tersebut, BNN menugaskan penyuluh untuk mendampingi, mencatat, mendokumentasikan dan melaporkan secara berkala kepada BNN yang mencakup : nama penanam, alamat, pekerjaan, status dalam kelompok, status lahan, luas areal dan komoditi. e. Dari hasil laporan target, dilakukan wawancara dengan para penyuluh pendamping untuk melihat tingkat keberhasilan dan kegagalan diukur dengan indikator-indikator, seperti : (1) keikutsertaan dalam pembekalan; (2) terlibat dalam pengolahan tanah; (3) terlibat dalam pembersihan lahan; (4) terlibat dalam pengelolaan lahan; (5) terlibat dalam penanaman; (6) terlibat dalam pemeliharaan. Dari hasil evaluasi dengan indikator tersebut, target dan realisasi penanam dari 4 kawasan dapat terinci sebagai berikut : KAWASAN TARGET REALIASASI % 1. Lamteuba, Seulimeum, Abes 40 orang 14 orang 35% 2. Lam Ara, Kutamalaka, Abes 30 orang 13 orang 43% 3. Mon Ara, Montasik, Abes 30 orang 15 orang 50% 4. Panyabungan Timur, Sumut 40 orang 10 orang 25% JUMLAH 140 orang 52 orang 37% f. Terkait dengan norma pengukuran tersebut, secara keseluruhan BNN belum dapat menyajikan evaluasi secara obyektif tetapi masih terbatas pada subyektifitas dari para penyuluh BNN di lapangan (yang berjumlah sebanyak 8 orang atau 2 orang masingmasing lokasi). Hal ini sebagai salah satu kelemahan dalam evaluasi. Namun demikian pada kesempatan kegiatan berikutnya, kelemahan ini dapat diminimalisir. 44

45 Berdasarkan penyajian data tersebut di atas, BNN menyadari perlunya dilakukan penyusunan Norma Standar Pengukuran Kinerja (NSPK) yang lebih obyektif dengan kegiatan monitoring yang berkelanjutan sehingga memberikan dampak yang benar-benar signifikan dirasakan oleh masyarakat (menjadi meningkat pendapatannya) dan mampu menurunkan produksi ganja (dengan berkurangnya lahan ganja karena penanamnya telah beralih profesi). Capaian kinerja tahun 2013 ini jika dibandingkan dengan capaian kinerja tahun 2012, maka terlihat terjadi peningkatan sebesar 47%, sebagaimana tergambar dalam grafik berikut ini : Grafik 4. Perbandingan prosentase jumlah penanam ganja yang beralih ke usaha legal produktif tahun 2012 dan 2013 Adapun dampak nyata bagi petani dengan beralih fungsi menjadi petani dengan tanaman komoditi (cabe, sayuran, semangka, dll), antara lain : a. Meningkatnya keterampilan berusaha tani, sehingga petani tidak hanya menanam padi saja tapi juga tanaman perkebunan. b. Terolahnya lahan bekas ganja menjadi lahan produktif yang selama ini menjadi lahan tidur karena trauma dan rasa takut para petani bila menggarap bekas lahannya. 45

46 c. Meningkatnya pendapatan petani yang semula hanya mengandalkan panen padi dan palawija, kini meningkat dengan hasil penjualan cabe dan sayuran secara berkala, dua kali seminggu dengan hasil 65 kg dimana per kilo cabe dihargai pedagang Rp ,- (kasus di Kutamalaka dan Montasik). d. Berkurangnya aksi kejahatan pencurian kayu liar (illegal loging) karena partisipasi masyarakat pedesaan yang melaporkan aksi tersebut ke aparat. (kasus di Lamteuba). e. Meningkatnya akses dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan dengan masuknya pertamina melalui dana Corporate Sosial Responsibility (CSR) membangun sarana ibadah, sarana kerja dan sarana kesehatan. (kasus di Mandailing Natal, Provinsi Sumatera Utara). 2. Jumlah lingkungan masyarakat rawan penyalahgunaan dan peredaran gelap di daerah perkotaan yang bebas narkoba Yang dimaksud dengan lingkungan masyarakat rawan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba, menurut Cetak Biru Pemberdayaan Masyarakat (BNN, 2012 : 15-17) adalah lingkungan masyarakat yang memiliki kecenderungan tinggi (rawan) dalam : (1) kasus kejahatan Narkoba;(2) aksi kriminalitas;(3) bandar pengedar Narkoba;(4) kegiatan produksi Narkoba; (5) angka pengguna Narkoba; (6) barang bukti Narkoba; (7) entri point Narkoba; (8) kurir Narkoba. Sedangkan daerah/kawasan perkotaan adalah wilayah administrasi kota baik di ibukota negara, ibukota provinsi dan ibukota kabupaten/kota. Sedangkan yang dimaksud kawasan perkotaan bebas Narkoba adalah kondisi setelah dilakukan pemberdayaan alternatif perkotaan dengan 3 (tiga) kriteria, yaitu : meningkatnya penduduk yang positif menolak Narkoba, penurunan korban Narkoba dan pengungkapan jaringan sindikat Narkoba. Kriteria tersebut diukur melalui 8 (delapan) norma pengukuran sebagai berikut: 46

47 a. Perbandingan kondisi rawan narkoba per Desember 2013 (dimana 1 s/d 2 kriteria=bebas dan lebih dari 2 kriteria=rawan); b. Memiliki hasil nyata keberdayaan P4GN (partisipasi dan kemandirian) dari masyarakatnya (dimana 1 s/d 2 kegiatan=tidak berdaya dan lebih dari 3 kegiatan=berdaya) c. Lingkungan sasaran menindaklanjuti dengan menciptakan kegiatan-kegiatan positif bagi masyarakat, baik bidang ekonomi, sosial, kesenian dan ketertiban (dimana 1 s/d 2 kegiatan=tidak kondusif dan lebih dari 3 kegiatan=kondusif) Dari 5 lingkungan, yaitu : (a) Komplek Permata Jakarta Barat; (b) Kampung Bali Jakarta Pusat; (c) Kampung Bonang Jakarta Pusat; (d) Kampung Beting Pontianak; (e) Kampung Dalam Pekanbaru; yang disasar dalam output 2013, kemudian dilakukan evaluasi atas 3 kriteria dengan hasil sebagai berikut : Kriteria I : Kondisi Kerawanan Lingkungan Perkotaan Per Desember 2013 Setelah Dilakukan Prorgam Pemberdayaan INDIKATOR RAWAN NARKOBA SETELAH PEMBERDAYAAN 5 LINGKUNGAN KOTA (a) (b) (c) (d) (e) (1) Kasus kejahatan Narkoba (2) Aksi kriminalitas (3) Bandar pengedar Narkoba (4) Kegiatan produksi Narkoba (5) Angka pengguna Narkoba (6) Barang bukti Narkoba (7) Entry point Narkoba (8) Kurir Narkoba Jumlah Rata-Rata 2,8 2,8 2,5 3 3,25 47

48 Kriteria II : Kondisi Hasil Nyata Keberdayaan Masyarakat INDIKATOR KEBERDAYAAN P4GN 5 LINGKUNGAN SASARAN (a) (b) (c) (d) (e) (1) Berpartisipasi dalam kegiatan (2) Terampil dalam pelatihan (3) Mampu berwirausaha (4) Melaporkan aksi kejahatan (5) Melaporkan korban Narkoba (6) Mengantarkan korban Narkoba Jumlah Rata-Rata 3.5 3,6 4 2,5 2,3 Kriteria III : Kegiatan Positif Lingkungan Sasaran KEGIATAN POSITIF YANG 5 LINGKUNGAN SASARAN DIGAGAS MASYARAKAT (a) (b) (c) (d) (e) (1) Penggiatan kesenian & budaya (2) Keamanan & ketertiban bersama (3) Kegiatan senam bersama (4) Ketrampilan & wirausaha (5) Lomba-lomba di kampung (6) Temu warga & musyawarah Jumlah Rata-Rata 2,8 3,1 3,2 2 2 Dari hasil analisis 3 kriteria tersebut, ternyata belum tercipta lingkungan bebas Narkoba, meskipun secara fakta pemberdayaan masyarakat telah menunjukkan hal yang positif. Dari kriteria tersebut dapat digambarkan hasil pemberdayaan masyarakat sebagai berikut : a. Komplek Permata Jakarta Barat, pada kriteria ke-1, kawasan masih rawan; kriteria ke-2 berdaya dan kriteria ke-3 kondusif), artinya belum bebas narkoba. b. Kampung Bali Jakarta Pusat; pada kriteria ke-1, kawasan masih rawan; kriteria ke-2 berdaya dan kriteria ke-3 kondusif, artinya belum bebas narkoba. 48

49 c. Kampung Bonang Jakarta Pusat; pada kriteria ke-1, kawasan masih rawan; kriteria ke-2 berdaya dan kriteria ke-3 kondusif, artinya belum bebas narkoba. d. Kampung Beting Pontianak ; pada kriteria ke-1, kawasan masih rawan; kriteria ke-2 tidak berdaya dan kriteria ke-3 tidak kondusif, artinya, belum bebas narkoba. e. Kampung Dalam Pekanbaru; pada kriteria ke-1, kawasan masih rawan; kriteria ke-2 tidak berdaya dan kriteria ke-3 tidak kondusif), artinya, belum bebas narkoba. Terkait dengan rencana aksi yang disusun oleh masing-masing lingkungan setelah mengikuti pemberdayaan alternatif masyarakat perkotaan, BNN mengalami kesulitan untuk memonitor secara obyektif kriteria-kriteria tersebut di atas, dikarenakan belum adanya penyusunan NSPK, sehingga evaluasi dan penilaian yang dilakukan masih belum obyektif dan belum didukung data yang lebih akurat dan valid, seperti hasil survey dan laporan monitoring dan evaluasi, indikator keberhasilan dan kegagalan yang seharusnya sudah ada sebelum pelaksanaan program. Adapun dampak nyata dengan meningkatnya lingkungan perkotaan bebas narkoba, antara lain : a. Menurunnya angka kejahatan tindak pidana narkoba di lokasi yang semula dianggap rawan karena aksi transaksi narkoba dan aksi kejahatan yang lainnya, yang terbukti dengan minimnya penangkapan karena aksi kejahatan di lokasi. b. Meningkatnya kesadaran masyarakat untuk melaporkan pemain baru pendatang tak dikenal), korban narkoba baru ataupun lama dan informasi seputar modus dan jaringan sindikat di lokasi kepada petugas BNN. 49

50 c. Meningkatnya kesadaran keluarga korban narkoba untuk merawatkan anggota keluarga dan tetangga mereka yang terpapar sebagai korban narkoba ke institusi penerima wajib lapor dan panti rehabilitasi. d. Meningkatnya aktifitas sosial dan budaya yang positif di lingkungan warga yang ditandai dengan tergelarnya acara-acara seni budaya dan aktifitas remaja yang digelar dari masyarakat oleh masyarakat dan untuk masyarakat. e. Meningkatnya ketrampilan di bidang kewirausahaan dan pendapatan masyarakat di lokasi pembinaan, yang ditandai dengan meningkatnya gerai-gerai pelayanan service handphone sebagai hasil dari pembinaan BNN, dimana pendapatan rata-rata Rp ,- s/d ,- per hari. ini: Capaian-capaian tersebut di atas menggunakan formula perhitungan berikut No. Indikator Kinerja Utama Formula Hasil Perhitungan Keterangan 1. Jumlah penanam ganja beralih ke usaha legal produktif 2. Jumlah lingkungan masyarakat rawan penyalahgunaan dan peredaran gelap di daerah perkotaan yang bebas narkoba Sumber Data : Dokumen Deputi Bidang Pemberdayaan Masyarakat BNN =ΣR 52 Orang ΣR = Jumlah Realisasi penanam ganja beralih ke usaha legal produktif =ΣR - ΣR = Jumlah Realisasi lingkungan masyarakat rawan penyalahgunaan dan peredaran gelap di daerah perkotaan yang bebas narkoba 6. Sasaran : Meningkatnya Pelayanan Wajib Lapor Pecandu Narkoba Wajib lapor berdasarkan PP No. 25 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika adalah kegiatan melaporkan diri yang dilakukan pecandu narkotika yang sudah cukup umur atau keluarga dan atau orang tua wali dari pecandu narkotika yang belum cukup umur kepada institusi wajib lapor untuk mendapatkan pengobatan dan atau perawatan medis dan sosial. 50

51 Dampak dari pelaksaaan wajib lapor adalah semakin meningkatnya penyalah guna dan/atau pecandu narkoba yang mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan medis dan sosial di berbagai tempat rehabilitasi milik pemerintah atau swasta. Hambatan pelaksanaan wajib lapor yaitu : 1. Stigma terhadap penyalahguna narkoba, 2. Ada rasa takut jika mereka melaporkan diri akan menjadi target bagi aparat penegak hukum, 3. Sebagian pecandu masih merasakan kurangnya manfaat wajib lapor, karena meskipun mereka sudah melapor dan memiliki kartu wajib lapor tetapi masih dapat ditangkap oleh penegak hukum, dan 4. Masyarakat masih menganggap penyalahguna atau pecandu lebih baik di penjara karena dengan rehabilitasi tidak membuat mereka jera. Langkah-langkah untuk menindaklanjuti kendala tersebut di atas adalah : 1. Meningkatkan kegiatan sosialisasi mengenai program wajib lapor, dekriminalisasi dan depenalisasi kepada aparat penegak hukum dan masyarakat, 2. Peningkatan kualitas SDM yang terkait dengan pelayanan asesmen, dan 3. Peningkatan pelayanan bimbingan teknis kepada institusi penerima wajib lapor. Untuk mengukur capaian sasaran ini menggunakan 1 (satu) indikator kinerja utama sebagai berikut: No. Indikator Kinerja Utama Target Realisasi % 1. Jumlah penyalah guna dan/atau pecandu narkoba yang mengikuti program Wajib Lapor di BNN (Pusat Rehabilitasi BNN dan Kantor BNN Pusat) 250 Orang 263 Orang 105% 51

52 Sesuai dengan penetapan kinerja, target yang ditetapkan pada tahun 2013 sebanyak 250 orang, terealisasi sebanyak 263 orang (105%) yang mendapat pelayanan wajib lapor melalui Voluntary dan terkait hukum. Capaian tersebut belum dapat dibandingkan dengan capaian tahun 2012, dikarenakan terjadinya perbedaan indikator kinerja. Norma pengukuran dari indikator kinerja di atas, dapat dilihat dari kriteria sebagai berikut : 1. Adanya jumlah penyalah guna dan atau pecandu narkoba yang datang konsultasi mengenai program wajib lapor. 2. Adanya jumlah penyalah guna dan atau pecandu narkoba yang diassesmen. Hasil yang diperoleh berdasarkan norma di atas adalah: 1. Penyalah guna yang datang konsultasi mengenai program wajib lapor ke BNN sebanyak 198 orang. (Sumber : rekapitulasi data IPWL). 2. Penyalah guna /pecandu narkoba yang diassesmen di kantor BNN Pusat dan Pusat Rehabilitasi BNN sebanyak 263 orang. (Sumber : rekapitulasi data IPWL). Peningkatan jumlah penyalah guna dan/atau pecandu narkoba yang mengikuti program wajib lapor didukung oleh peningkatan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia (SDM). SDM yang melayani wajib lapor pada tahun 2012 berjumlah 8, pada tahun 2013 meningkat menjadi 30 orang (23 orang tim konsul dan 7 orang tim assesmen). Sumber daya manusia yang melayani wajib lapor pada tahun 2012 belum ada spesifikasi tim konsul dan tim asesmen, sehingga pelayanan wajib lapor masih terbatas. Penyalahguna narkoba yang dilayani pada tahun 2012 berjumlah 97 orang, sedangkan pada tahun 2013 berjumlah 263 orang. Dengan demikian terdapat peningkatan jumlah layanan penyalahguna narkoba sebesar 171% dibandingkan tahun sebelumnya. 52

53 Adapun formula perhitungan capaian indikator sebagai berikut : No. Indikator Kinerja Utama Formula Hasil Perhitungan Keterangan 1. Jumlah penyalah guna dan/atau pecandu narkoba yang mengikuti program Wajib Lapor di BNN (Pusat Rehabilitasi BNN dan Kantor BNN Pusat) Sumber Data : Dokumen Deputi Bidang Rehabilitasi BNN =ΣR 263 Orang ΣR = Jumlah Realisasi penyalah guna dan/ atau pecandu narkoba yang mengikuti program Wajib Lapor di BNN (Pusat Rehabilitasi BNN dan Kantor BNN Pusat) 7. Sasaran : Meningkatnya kemampuan lembaga rehabilitasi yang telah sesuai Standar Pelayanan Minimal (SPM). Untuk mengukur capaian sasaran ini menggunakan 2 (dua) indikator kinerja utama sebagai berikut: No. Indikator Kinerja Utama Target Realisasi % 1. Jumlah lembaga rehabilitasi instansi pemerintah yang beroperasi sesuai standar pelayanan minimal/spm 2. Jumlah lembaga rehabilitasi komponen masyarakat yang beroperasi sesuai standar pelayanan minimal/spm 26 LRIP 26 LRIP 100% 30 LRKM 30 LRKM 100% Dari tabel di atas dapat dijelaskan capaian indikator kinerja utama sebagai berikut : 1. Jumlah lembaga rehabilitasi instansi pemerintah yang beroperasi sesuai standar pelayanan minimal /SPM Standar Pelayanan Minimal (SPM) adalah ketentuan mengenai jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan pelayanan minimal yang wajib didapatkan oleh pecandu /penyalahguna narkoba, meliputi sistem layanan, sumber daya manusia, sarana dan prasarana, kesehatan, pemantauan dan evaluasi. 53

54 SPM yang diterapkan pada lembaga rehabilitasi instansi pemerintah dibuat sebagai acuan bagi unit dan atau lembaga rehabilitasi instansi pemerintah yang menyelenggarakan pelayanan rehabilitasi bagi penyalah guna narkoba. SPM diperlukan untuk melakukan penilaian sistem layanan ketergantungan korban narkoba. Norma pengukurannya dilihat dari kriteria jumlah lembaga yang mengimplementasikan SPM. Penilaian SPM dilakukan pada lembaga rehabilitasi instansi pemerintah yang telah memperoleh dukungan penguatan pada tahun 2013, berjumlah 221 lembaga, terdiri dari : 40 lembaga rehabilitasi dengan program TC (Therapeutic Community) dan 181 lembaga rehabilitasi dengan program Non TC. Berdasarkan kriteria yang ditetapkan, dari 221 lembaga yang ada, hanya 26 lembaga yang beroperasi sesuai SPM yang telah ditetapkan. Dalam penetapan hasil instrumen SPM, pembobotan dilakukan untuk mengetahui kuadran mutu dari masing-masing lembaga rehabilitasi instansi pemerintah yang dinilai. Dalam instrumen ini, ada lima variabel yang dinilai, yaitu Sistem Layanan, SDM, Sarpras, Kesehatan, serta Pemantauan dan Evaluasi. Proses penilaian dilakukan melalui beberapa tahap sebagai berikut: a. Tahap 1 adalah menjumlahkan seluruh skor yang diperoleh pada setiap standar dibagi nilai maksimal dalam masing-masing standar, kemudian dikalikan dengan 100% untuk mendapatkan total skor standar (T S ), yang dapat dirumuskan sebagai berikut: T S = (Total skor yang diperoleh/nilai maksimal) x 100% T S : % skor pada masing-masing standar b. Tahap 2 adalah menjumlahkan total skor standar (T S ) dari masingmasing variabel kemudian dibagi lima (jumlah variabel). Hasil dari tahap 2 menunjukan kuadran mutu dari lembaga tersebut, kuadran mutu dibagi atas dasar keterpenuhan item setiap indikator dengan ketentuan sebagai berikut: 54

55 KUADRAN MUTU A B C D INTERPRETASI Unit/lembaga tersebut telah memenuhi % dari standar yang telah ditetapkan. Unit/lembaga rehabilitasi dapat dijadikan role model bagi unit/lembaga lain Unit/lembaga tersebut memenuhi 51% - 75% dari standar yang telah ditetapkan. Unit/lembaga tersebut sudah memenuhi standar pelayanan Unit/lembaga tersebut hanya memenuhi 26% - 50% dari standar yang telah ditetapkan. Unit/lembaga tersebut merupakan prioritas utama yang memerlukan dukungan tergantung dari variabel masing-masing sesuai kebutuhan unit/lembaga tersebut Lembaga tersebut hanya dapat memenuhi 0% - 25% atau kurang dari standar yang telah ditetapkan. Unit/lembaga tersebut merupakan prioritas utama yang memerlukan dukungan tergantung dari variabel masing-masing sesuai kebutuhan unit/lembaga tersebut Adapun ke-26 lembaga dan lokasinya sebagai berikut: No. Lembaga Provinsi 1. Balai Rehabilitasi Sosial Mandiri Semarang II Jawa Tengah 2. RSJ Sambang Lihum Kalimantan Selatan 3. RSJ Aceh DI Aceh Balai Besar Rehabilitasi 5. Balai Rehabilitasi Sosial Pamardi Putra Lembang Bandung Jawa Barat 6. PSPP Insyaf Medan Sumatera Utara 7. Panti Sosial Pamardi Putra (PSPP) Yogyakarta DIY 8. RSJ Padang Sumatera Barat 9. PSMP Dharmapala Palembang Sumatera Selatan 10. Puskesmas Kampung Bali 11. Puskesmas Kalideres DKI Jakarta 12. Puskesmas Gondrong Banten 13. Puskesmas tamalate 14. Puskesmas Kassi-kassi Sulawesi Selatan 15. Rumah sakit Bhayangkara Palembang 16. Puskesmas Merdeka Sumatera Selatan 17. Rumah Sakit Bhayangkara Aceh 18 Puskesmas Pidie Aceh 19. Puskesmas Senapelan Riau 20. Rumah Sakit Bhayangkara Kalsel Kalimantan Selatan 21. Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat Jawa Barat 22. Puskesmas Tanjung Pinang 23. Puskesmas Dupak 24. Puskesmas Tenggilis Jawa Timur 25. RSKD Kalimantan Barat Kalimantan Barat 26. Puskesmas Padang Bulan Prov. Sumut Sumatera Utara 55

56 Capaian tersebut belum dapat dibandingkan dengan capaian tahun 2012, dikarenakan terjadinya perbedaan indikator kinerja. Hambatan dan permasalahan yang dihadapi lembaga dalam melaksanakan pelayanan sesuai SPM : dinilai dari sistem layanan belum ada standar operasional procedure (SOP) dalam melayani para penyalah guna narkoba; dinilai dari SDM, masih minimnya pengetahuan dan pemahaman petugas pelaksana lembaga rehabilitasi instansi mengenai SPM serta kurangnya kuantitas dan kualitas SDM lembaga rehabilitasi instansi pemerintah yang mampu memberikan layanan rehabilitasi sesuai dengan standar yang telah ditetapkan; dinilai dari sarana prasarana, belum memadai sesuai dengan standar pelayanan yang sudah ditentukan; dinilai dari kesehatan, tidak ada hambatan dan permasalahan yang dihadapi; dinilai dari pemantauan dan evaluasi, belum adanya sistem pelaporan yang sesuai standar pelayanan. Adapun langkah-langkah antisipatif yang akan dilakukan kedepannya adalah : a. Pembinaan dan bimbingan teknis yang lebih optimal kepada lembaga rehabilitasi instansi pemerintah mengenai Standar Pelayanan Minimal yang meliputi peningkatan kemampuan dalam penyusunan SOP, peningkatan kemampuan SDM secara berkala dan berkesinambungan, memberikan dukungan sarana prasarana dalam menjalankan program rehabilitasi narkoba dan peningkatan kemampuan dalam pelaksanaan sistem pelaporan. b. Peningkatan kerja sama dan koordinasi lintas sektoral khususnya antara lembaga rehabilitasi instansi pemerintah dengan BNNP/BNNK/Kota dan pemerintah daerah dalam rangka penguatan lembaga rehabilitasi bagi penyalahguna narkoba. 56

57 2. Jumlah lembaga rehabilitasi komponen masyarakat yang beroperasi sesuai standar pelayanan minimal /SPM Norma pengukuran dalam menentukan lembaga-lembaga rehabilitasi komponen masyarakat yang sudah beroperasi sesuai SPM yang dilakukan secara periodik dengan menggunakan instrumen/alat ukur yang telah disusun BNN. Standar yang dinilai meliputi standar kelembagaan, standar pelayanan dan standar monitoring dan evaluasi. Hasil yang diperoleh berdasarkan norma di atas: Pada tahun 2013, BNN telah memberikan dukungan penguatan kepada 82 lembaga rehabilitasi komponen masyarakat. Dari jumlah tersebut BNN melakukan penilaian atas organisasi, kompetensi petugas, kelengkapan sarana dan prasarana maupun teknis penyelenggaraan rehabilitasi. Dari hasil penilaian tersebut dihasilkan 30 lembaga rehabilitasi komponen masyarakat yang telah menjalankan standar pelayanan minimal (SPM), dengan kategori A berjumlah 9 lembaga, dan kategori B berjumlah 21 lembaga. 30 Lembaga Rehabilitasi Komponen Masyarakat yang telah melaksanakan proses rehabilitasi sesuai Standar Pelayanan Minimal/ SPM adalah : NO. LEMBAGA PROVINSI 1. Sibolangit Center 2. Galatea Medan 3. Caritas PSE Medan/Cordia Sumatera Utara 4. Medan Plus 5. Ar-Rahman 6. Mitra Mulia Sumatera Selatan 7. Fan Campus 8. Sekar Mawar 9. Rumah Cemara Bandung Jawa Barat 10. Yayasan Penuai Indonesia 11. CBU Kamboja Depok 12. Adiksifitas 13. Bina Hati 14. Bambu Nusantara Jawa Timur 57

58 NO. LEMBAGA PROVINSI 15. Rehabilitasi Kunci 16. Siloam DIY 17. Kambal Care 18. Kapeta DKI Jakarta 19. Galilea Kalimantan Tengah 20. Rumah Kasih Serambi Salomo Kalimantan Barat 21. Laras Kalimantan Timur 22. LKKNU Sulawesi Utara 23. Amanat Muda Sulawesi Barat 24. YKP2N 25. Doulus Makasar Sulawesi Selatan 26. Yayasan Tanpa Batas Nusa Tenggara Timur 27. Aksi NTB 28. Rumah Dampingan Lentera Nusa Tenggara Barat 29. Siklus Riau 30. Yakita Aceh Aceh Hasil tersebut belum dapat dibandingkan dengan capaian tahun 2012, dikarenakan terjadinya perbedaan indikator kinerja. Keberhasilan pencapaian sasaran di atas tidak terlepas dari adanya sinergitas dan kerjasama dengan instansi pemerintah terkait, lembaga rehabilitasi komponen masyarakat dan komponen masyarakat lainnya yang bergerak melaksanakan pelayanan rehabilitasi korban penyalah guna narkoba. Hambatan dan permasalahan yang dihadapi lembaga dalam melaksanakan pelayanan sesuai Standar Pelayanan Minimal/SPM adalah masih terbatasnya pengetahuan dan keterampilan SDM lembaga rehabilitasi komponen masyarakat mengenai SPM dan jumlah SDM yang masih terbatas dalam memberikan layanan rehabilitasi. Demikian juga kapasitas pada lembaga-lembaga rehabilitasi yang ada sangat kurang dibandingkan dengan jumlah korban penyalah guna narkoba yang berada di masyarakat. adalah: Adapun langkah-langkah antisipatif yang akan dilakukan kedepannya 1. Pembinaan dan bimbingan teknis yang lebih optimal kepada lembaga rehabilitasi komponen masyarakat mengenai Standar Pelayanan Minimal. 58

59 ini: 2. Peningkatan kerja sama, koordinasi, sinkronisasi dan integrasi lintas sektoral khususnya antara lembaga rehabilitasi komponen masyarakat dengan BNNP/BNNK dan pemerintah daerah dalam pelayanan rehabilitasi bagi penyalahguna narkoba. 3. Peningkatan kemampuan SDM lembaga rehabilitasi komponen masyarakat secara berkala. 4. Peningkatan pemantauan dan evaluasi kepada lembaga rehabilitasi komponen masyarakat secara berkala. Capaian-capaian tersebut di atas menggunakan formula perhitungan berikut No. Indikator Kinerja Utama Formula Hasil Perhitungan Keterangan 1. Jumlah lembaga rehabilitasi =ΣR 26 LRIP ΣR = Jumlah Realisasi instansi pemerintah yang lembaga rehabilitasi beroperasi sesuai standar instansi pemerintah yang pelayanan minimal/spm beroperasi sesuai standar 2. Jumlah lembaga rehabilitasi komponen masyarakat yang beroperasi sesuai standar pelayanan minimal /SPM Sumber Data : Dokumen Deputi Bidang Rehabilitasi BNN pelayanan minimal /SPM =ΣR 30 LRKM ΣR = Jumlah Realisasi lembaga rehabilitasi komponen masyarakat yang beroperasi sesuai standar pelayanan minimal /SPM 8. Sasaran : Meningkatnya Penyalah Guna dan/atau Pecandu Narkoba yang Mengikuti Terapi dan Rehabilitasi. Untuk mengukur capaian sasaran ini menggunakan 2 (dua) indikator kinerja utama sebagai berikut: No. Indikator Kinerja Utama Target Realisasi % 1. Jumlah penyalahguna dan/atau pecandu 980 Orang Orang 121% narkoba (teratur pakai dan pecandu) yang mengikuti program Terapi dan Rehabilitasi di lembaga rehabilitasi BNN 2. % penyalah guna dan /atau pecandu 60% 88% 147% narkoba yang menyelesaikan seluruh program Terapi dan Rehabilitasi di lembaga rehabilitasi BNN 59

60 1. Jumlah penyalahguna dan /atau pecandu narkoba (teratur pakai dan pecandu) yang mengikuti program Terapi dan Rehabilitasi di lembaga rehabilitasi BNN. Pada indikator kinerja pertama, pengertian penyalahguna dan/ atau pecandu narkoba (teratur pakai dan pecandu) yang mengikuti program terapi dan rehabilitasi di lembaga rehabilitasi BNN dapat dilihat dari kriteria/ norma pengukuran sebagai berikut : a. Orang yang datang ke lembaga rehabilitasi BNN sebagai inisiatif pribadi dan/atau keluarga untuk mengikuti program rehabilitasi (voluntary). Selain itu juga termasuk orang yang harus menjalani rehabilitasi berdasarkan keputusan hakim atau vonis pengadilan (compulsary). b. Orang tersebut diterima sebagai residen di lembaga rehabilitasi BNN dan mengikuti program rehabilitasi sampai selesai (complete program) dan/atau tidak selesai. Hasil yang diperoleh berdasarkan norma di atas terdapat 1184 orang yang mengikuti rehabilitasi di lembaga rehabilitasi BNN yang terdiri dari Balai Besar Rehabilitasi BNN di Bogor Jawa Barat, Balai Rehabilitasi BNN di Makassar Sulawesi Selatan dan Balai Rehabilitasi BNN di Samarinda Kalimantan Timur. Dari total 1184 orang yang mengikuti rehabilitasi, dapat klasifikasikan berdasarkan kriteria kedatangan residen di tahun 2013 dalam grafik sebagai berikut : Grafik 5. Perbandingan Persentase Jumlah Compulsary dan Voluntary 60

61 Jumlah orang ini juga meliputi residen yang selesai menjalani rehabilitasi (complete program) dan yang tidak menyelesaikannya disebabkan oleh beberapa alasan yang diantaranya yaitu : a. Residen yang mengalami kondisi sakit sehingga harus dirujuk ke Rumah Sakit atau tempat rehabilitasi yang berbasis rumah sakit b. Residen yang mengalami masalah keluarga yang serius dan tidak bisa diselesaikan selama residen tersebut menjalani rehabilitasi sehingga menganggu proses rehabilitasi itu sendiri c. Residen yang memutuskan proses rehabilitasi secara sepihak atau melarikan diri dari program. Capaian penerimaan residen tahun 2013 ini belum dapat dibandingkan dengan capaian tahun 2012, dikarenakan terjadinya perbedaan indikator kinerja. 2. Persentase penyalahguna dan /atau pecandu narkoba yang menyelesaikan seluruh program Terapi dan Rehabilitasi di lembaga rehabilitasi BNN. Pada indikator kinerja kedua, pengertian penyalahguna dan/atau pecandu narkoba (teratur pakai dan pecandu) yang menyelesaikan seluruh program terapi dan rehabilitasi di lembaga rehabilitasi BNN dapat dilihat dari kriteria/norma pengukuran sebagai berikut : a. Orang yang telah diterima di lembaga rehabilitasi BNN sebagai residen dan menjalani proses perawatan rehabilitasi sampai selesai. b. Rehabilitasi yang dijalani meliputi rehabilitasi medis dan sosial selama 6 bulan perawatan dan dinyatakan selesai oleh lembaga rehabilitasi BNN. Hasil yang diperoleh berdasarkan norma di atas terdapat 88 % atau 861 orang yang memenuhi kedua kriteria/norma pengukuran tersebut. Jika dibandingkan dengan capaian tahun 2012 sebesar 80,9%, maka terdapat kenaikan capaian sebesar 7,1%. 61

62 Grafik 6. Persentase residen selesai program rehabilitasi di lembaga rehabilitasi BNN Dari kedua indikator kinerja di atas terdapat kenaikan jumlah penyalah guna dan/atau pecandu narkoba yang mengikuti rehabilitasi dan penyalah guna dan/atau pecandu narkoba yang menyelesaikan program rehabilitasi di lembaga rehabilitasi BNN. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya sebaran informasi dan pemahaman masyarakat tentang rehabilitasi bagi penyalah guna dan/atau pecandu narkoba. Selain itu, kapasitas penerimaan penyalah guna dan/atau pecandu narkoba di lembaga rehabilitasi BNN sudah dapat diterima di tiga tempat yaitu Balai Besar Rehabilitasi BNN di Bogor Jawa Barat, Balai Rehabilitasi BNN di Makassar Sulawesi Selatan dan Balai Rehabilitasi BNN di Samarinda Kalimantan Timur. Namun demikian BNN tetap menyadari bahwa proses pemulihan pecandu narkoba adalah proses yang panjang, membutuhkan keseriusan dan disiplin yang tinggi. Proses yang tidak hanya selesai dengan proses rehabilitasi, tetapi juga pasca rehabilitasi (long life journey). Proses rehabilitasi juga tidak hanya melibatkan pribadi individu residen, tapi juga dukungan dari keluarga dan masyarakat sekitar. 62

63 Dengan adanya penambahan lembaga rehabilitasi BNN tetap saja masih sangat kurang dibandingkan jumlah penyalahguna dan/atau pecandu narkoba yang membutuhkan rehabilitasi. Kapasitas atau daya tampung rehab yang ada juga sewaktu-waktu bisa terjadi over capacity karena lonjakan penerimaan residen. Dari sudut pandang SDM yang ada, sampai saat ini juga belum bisa terpenuhinya rasio ideal antara petugas layanan rehabilitasi dengan residen yang dilayani. Selain itu, masih perlu peningkatan standar layanan dan peningkatan kualitas SDM petugas layanan rehabilitasi di lembaga rehabilitasi BNN. ini: Capaian-capaian tersebut di atas menggunakan formula perhitungan berikut No. Indikator Kinerja Utama Formula Hasil Perhitungan Keterangan 1. Jumlah penyalahguna dan /atau pecandu narkoba (teratur pakai dan pecandu) yang mengikuti program Terapi dan Rehabilitasi di lembaga rehabilitasi BNN 2. % penyalahguna dan /atau pecandu narkoba yang menyelesaikan seluruh program Terapi dan Rehabilitasi di lembaga rehabilitasi BNN =ΣR Orang ΣR = Jumlah Realisasi penyalahguna dan /atau pecandu narkoba (teratur pakai dan pecandu) yang mengikuti program Terapi dan Rehabilitasi di lembaga rehabilitasi BNN =(Σ PGS /Σ PGP*100%) = (861/979)*100% = 88% - PGS = Penyalahguna Selesaikan Program TR - PGS = Penyalahguna Mengikuti Program TR Sumber Data : Dokumen Deputi Bidang Rehabilitasi BNN dan Balai Besar Rehabilitasi BNN 9. Sasaran : Meningkatnya Pelaksanaan Program Pascarehabilitasi Penyalahguna dan/atau Pecandu Narkoba. Untuk mengukur capaian sasaran ini menggunakan 1 (satu) indikator kinerja utama sebagai berikut: No. Indikator Kinerja Utama Target Realisasi % 1. Jumlah penyalahguna dan/atau 660 Orang 660 Orang 100% pecandu narkoba yang mengikuti program pascarehabilitasi (Tambling, Sebaru, Makassar,Wakatobi, Samarinda) 63

64 Pasca rehabilitasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses rehabilitasi berkelanjutan. Pentingnya pelaksanaan program pasca rehabilitasi adalah untuk membantu mantan penyalahguna narkoba untuk kembali hidup di tengah-tengah masyarakat secara normatif, produktif dan mandiri dan dapat berfungsi secara sosial, sehingga dapat mengurangi stigma negatif dari masyarakat terhadap mantan penyalahguna narkoba dan menambah dukungan masyarakat terhadap proses pemulihan. Jumlah layanan yang telah tersedia pada tahun 2013 berjumlah 10 (sepuluh) layanan. Dengan tempat yang berjumlah sepuluh layanan, BNN baru mampu menampung ±75% dari 861 orang pecandu yang telah selesai menjalani rehabilitasi di Balai Rehabilitasi BNN. Program pascarehabilitasi, yang telah dilaksanakan di tahun 2013 berupa layanan Rumah Dampingan di 7 (tujuh) lokasi, Kegiatan Tematik, Layanan Konservasi kehutanan dan Dukungan Ekonomi Produktif. Norma pengukurannya adalah jumlah tempat layanan program pasca rehabilitasi yang diselenggarakan oleh BNN. Hasil yang diperoleh berdasarkan norma di atas adalah perlu adanya peningkatan jumlah tempat layanan program pasca rehabilitasi dan perubahan indikator kinerja yang disesuaikan dengan sasaran program. Capaian jumlah tempat layanan program pasca rehabilitasi pada tahun 2013 mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya, dari tiga tempat layanan menjadi sepuluh tempat layanan. Untuk mencapai sasaran tersebut di atas, indikator kinerjanya adalah jumlah penyalahguna dan/atau pecandu narkoba yang mengikuti program pasca rehabilitasi dengan target capaian di tahun 2013 sebesar 100% dengan jumlah penyalahguna/pecandu sebanyak 660 orang. Hasil yang dicapai para mantan penyalahguna narkoba yang mengikuti program pascarehabilitasi yaitu semakin menguatnya kepercayaan diri bagi masing-masing peserta untuk menghadapi kehidupan saat kembali ke lingkungan masyarakat melalui kegiatan rutin seperti relapse prevention, support group, diskusi kelompok, Family Support Group, pemeriksaan urine test, dan konseling 64

65 perubahan perilaku. Selain kegiatan rutin di atas, mantan penyalahguna narkoba juga diberikan kegiatan vokasional untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan pengalaman sesuai dengan pelatihannya, sehingga mereka dapat produktif dan hidup mandiri. Namun hasil tersebut belum dapat terdata dikarenakan belum adanya sistem monitoring dan evaluasi terhadap produktivitas dan kepercayaan diri dari mantan penyalahguna dan/atau pecandu narkoba yang telah selesai menjalani program pasca rehabilitasi. Berdasarkan capaian pada tahun 2013 belum bisa dibandingkan dengan data awal tahun 2012 dikarenakan adanya perubahan peserta program pasca rehabilitasi yang sebelumnya adalah mantan penyalahguna narkoba secara umum, menjadi mantan penyalahguna narkoba yang telah menyelesaikan program rehabilitasi di balai rehabilitasi BNN. Dalam pelaksanaan program pasca rehabilitasi, terdapat beberapa hambatan dan kendala, diantaranya adalah kurangnya kesadaran dari mantan penyalahguna narkoba mengenai pentingnya program pascarehabilitasi, kurangnya dukungan dari keluarga dan lingkungan, masih sedikitnya lembaga yang menyelenggarakan program pascarehabilitasi serta kurangnya kapasitas sumber daya manusia, dan jenis metode pelayanan pascarehabilitasi di BNN Sehubungan dengan terdapatnya kendala dan hambatan dalam pelaksanaan program pascarehabilitasi seperti yang tersebut di atas maka perlu diambil langkah langkah sebagai berikut : a. Perlunya peraturan yang mewajibkan setiap penyalahguna yang telah menjalani program rehabilitasi untuk mengikuti program pascarehabilitasi sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari proses rehabilitasi berkelanjutan. b. Perlunya sosialisasi kepada masyarakat luas mengenai program pasca rehabilitasi untuk meningkatkan produktivitas dan kemandirian mantan penyalahguna narkoba. c. Perlu didorongnya lembaga rehabilitasi instansi pemerintah maupun komponen masyarakat untuk menyelenggarakan program rehabilitasi dan pascarehabilitasi secara berkelanjutan. 65

66 d. Perlu adanya penambahan sumber daya manusia yang profesional dan menguasai berbagai metode pasca rehabilitasi. e. Perlunya peningkatan kapasitas pelayanan pascarehabilitasi di BNN dengan menambah jumlah tempat layanan baik layanan rawat inap maupun layanan rawat jalan. f. Perlu ditambahnya metode baru dalam pelayanan pascarehabilitasi yang dapat meningkatkan kapasitas dan kualitas pelayanan program pasca rehabilitasi. g. Perlunya instrumen untuk dapat memonitor dan mengukur keberhasilan program pascarehabilitasi. h. Perlu dikembangkan program pascarehabilitasi melalui kerja sama program Corporate Social Responsibility (CSR) untuk dukungan ketrampilan dan kesempatan kerja mantan penyalahguna dan pecandu narkoba. i. Perlu kerja sama dan koordinasi dengan Kementerian terkait dalam program peningkatan ketrampilan mantan penyalahguna dan pecandu narkoba. Adapun formula perhitungan capaian indikator sebagai berikut : No. Indikator Kinerja Utama Formula Hasil Perhitungan Keterangan 1. Jumlah penyalahguna dan/atau pecandu narkoba yang mengikuti program pascarehabilitasi Sumber Data : Dokumen Deputi Bidang Rehabilitasi BNN =ΣR 660 Orang ΣR = Jumlah Realisasi penyalahguna dan/atau pecandu narkoba yang mengikuti program pascarehabilitasi 10. Sasaran : Meningkatnya pengungkapan tindak kejahatan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika. Untuk mencapai sasaran tersebut di atas telah ditetapkan indikator kinerja utama sebagai berikut : 66

67 No. Indikator Kinerja Utama Target Realisasi % 1. Jumlah kasus peredaran gelap narkoba yang terungkap 2. Jumlah tersangka kejahatan peredaran gelap narkoba yang ditangkap 3. Jumlah sel jaringan peredaran gelap narkoba yang terungkap 4. Jumlah nilai asset yang disita dari tersangka kejahatan peredaran gelap narkoba 100 Kasus (64 Pusat + 30 Prov@1 + 3 Prov@2) 206 Tersangka (170 Pusat + 30 Prov@1 + 3 Prov@2) 51 Sel jaringan (18 Pusat + 33 Prov@1) 165 Kasus 165% 420 Tersangka 34 Sel Jaringan 32, 6 milyar % 66,7% 152% Capaian dari masing-masing Indikator Kinerja tersebut dapat dilihat pada uraian di bawah ini : 1. Jumlah kasus peredaran gelap narkoba yang terungkap Berikut gambaran realisasi dari indikator kinerja utama sebagaimana diuraikan di bawah ini: Indikator kinerja Target Realisasi Capaian (%) Jumlah kasus peredaran Pusat : 64 kasus Pusat : 165 kasus Pusat : 257,8 gelap narkoba yang Daerah : 36 kasus Daerah : 112 kasus Daerah : 311,1 terungkap Jumlah 100 kasus 277 kasus 277 % Dari tabel di atas diketahui bahwa secara keseluruhan target yang telah ditetapkan ialah 100 kasus, dengan rincian 64 kasus menjadi BNN pusat dan 36 kasus menjadi target BNN Provinsi se-indonesia. Target untuk BNN pusat sebanyak 64 kasus dapat direalisasikan sebanyak 165 kasus (257,8%) atau mengalami peningkatan realisasi capaian sebesar 101 kasus (157,8%). Sementara untuk target yang ditetapkan di BNN Provinsi sebanyak 36 Kasus tercapai 112 kasus atau 311,1% atau mengalami peningkatan 211%. Meningkatnya pengungkapan kasus tindak kejahatan narkotika dan prekursor narkotika tersebut karena kecepatan menindaklanjuti informasi dari 67

68 masyarakat baik yang langsung maupun melalui call center BNN, adanya dukungan peralatan teknologi intelijen, keakuratan analis dalam menganalisa informasi intelijen, adanya peningkatan kerja sama antar lembaga penegak hukum dan instansi terkait lainnya baik dalam negeri maupun luar negeri. Dukungan kerja sama antar instansi pemerintah dalam pelaksanaan P4GN ini, menandakan semakin baiknya koordinasi antar instansi pemerintah dan sebagai implementasi adanya MoU antara BNN dengan instansi pemerintah dan juga didukung atas implementasi Instruksi Presiden Nomor 12 Tahun 2011 tentang Jakstranas P4GN. Grafik 7. Jumlah capaian pengungkapan kasus tindak kejahatan narkotika dan prekursor narkotika tahun Grafik capaian kinerja BNN di atas menunjukkan adanya peningkatan dari tahun 2011 sampai dengan tahun Tahun 2011 sebanyak 97 kasus menjadi 120 kasus pada tahun 2012 dan Tahun 2013 sebanyak 165 kasus. 2. Jumlah tersangka kejahatan peredaran gelap narkoba yang ditangkap Berikut gambaran realisasi dari indikator kinerja utama sebagaimana diuraikan di bawah ini: 68

69 Indikator kinerja Target Realisasi Jumlah tersangka kejahatan peredaran gelap narkoba yang ditangkap Pusat: 170 tersangka Daerah: 36 tersangka Pusat: 260 tersangka Daerah: 160 tersangka Capaian (%) Pusat:152,9 Daerah:444,4 Jumlah 206 tersangka 420 tersangka 203,8 Tabel tersebut di atas menunjukan bahwa pencapaian kinerja, di BNN Pusat melebihi target yang telah ditetapkan yaitu 170 tersangka dan terealisasi 260 tersangka (152,9%) atau terjadi peningkatan pencapaian target kinerja sebanyak 90 tersangka (52,9%). Sementara target yang telah ditetapkan BNN Provinsi sebanyak 36 tersangka dan terealisasi 160 tersangka atau terjadi peningkatan pencapaian kinerja sebanyak 124 tersangka (344,4%). Peningkatan tersebut disatu sisi dipengaruhi oleh semakin banyaknya orang yang berani mengambil resiko terlibat dalam peredaran gelap narkoba karena motivasi mendapatkan uang dalam jumlah besar dan masih lemahnya penegakan hukum terhadap para tersangka. Perolehan capaian penangkapan tersangka kasus narkotika secara signifikan pada tahun 2013 didukung semakin berperannya satuan kerja BNN di kewilayahan seiring dengan semakin baiknya penataan organisasi BNN di kewilayahan terutama dengan penambahan tenaga penyidik Polri yang dipekerjakan di BNN. Di sisi lain, BNN dihadapkan pada keterbatasan sarana prasarana pendukung, seperti : ruang tahanan (sebagian besar BNNP belum mempunyai ruang tahanan karena kantor masih berstatus kontrak, sehingga harus menitipkan tahanan ke kantor kepolisian setempat), peralatan teknologi belum tersedia, terutama di wilayah pelabuhan tidak resmi dan tidak terjaga (masih banyak jalur tikus yang ditengarai rawan peredaran gelap Narkoba). 69

70 Grafik 8. Capaian jumlah tersangka tindak kejahatan narkotika dan prekursor narkotika yang tertangkap tahun Grafik di atas menunjukkan adanya peningkatan dari tahun 2011 sampai dengan tahun Tahun 2011 sebanyak 157 tersangka menjadi 202 tersangka pada tahun 2012 dan pada tahun 2013 sebanyak 260 tersangka sementara capaiaan kinerja di BNN Provinsi tahun 2011 dan tahun 2012 belum terdata secara lengkap karena masih dalam proses pembenahan organisasi dikaitkan dengan perekrutan tenaga penyidik dari Polri. 3. Jumlah sel jaringan peredaran gelap narkoba yang terungkap Berikut gambaran realisasi dari indikator kinerja utama sebagaimana diuraikan di bawah ini: Indikator kinerja Target Realisasi Jumlah sel jaringan peredaran gelap narkoba yang terungkap Pusat: 18 Sel jaringan Daerah: 33 Sel jaringan Pusat: 21 Sel Jaringan Daerah: 13 Sel Jaringan Capaian (%) 116,6 39,39 Jumlah 51 Sel Jaringan 34 Sel Jaringan 66,66 Terungkapnya sel jaringan tersebut didasarkan pada pengembangan 420 tersangka yang berhasil ditangkap, setelah para tersangka tersebut dianalisis didapatkan 34 sel jaringan. 70

71 Tabel tersebut di atas menunjukan peningkatan capaian kinerja BNN Pusat dari 18 sel jaringan yang telah ditetapkan terealisasi 21 sel jaringan (116,6 %). Sementara capaiaan kinerja di BNN Provinsi tahun 2011 dan tahun 2012 belum dapat dilaporkan karena masih proses pembenahan. Meningkatnya keberhasilan pemetaan sel jaringan sindikat penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika karena didukung peralatan Teknologi Inteljen (TI) yang dimiliki oleh BNN, adanya informasi dari masyarakat baik melalui call center BNN maupun melapor langsung ke petugas BNN, kerja sama antar lembaga penegak hukum dalam negeri dan luar negeri melalui tukar menukar (sharing) informasi serta kerja sama dengan instansi terkait yang sudah berjalan dengan baik. Untuk mempertahankan capaian kinerja tersebut di atas perlu dilakukan upaya-upaya mengefektifkan data base yang ada saat ini untuk pemetaan jaringan sindikat peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika, meningkatkan keakurasian hasil analisis oleh personil analis jaringan, dan mengoptimalkan koordinasi dengan Polri, Bea Cukai, penyedia jasa telekomunikasi dan instansi terkait lainnya. Grafik 9. Jumlah capaian sel jaringan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika yang terungkap tahun

72 Grafik capaian kinerja BNN menunjukkan adanya kenaikan dari tahun 2011 sampai dengan tahun Tahun 2011 sebanyak 10 sel jaringan menjadi 18 sel jaringan pada tahun 2012, dan pada tahun 2013 sebanyak 34 sel jaringan, sementara capaiaan kinerja di BNN Provinsi tahun 2011 dan tahun 2012 belum terdata dan terlaporkan. 4. Jumlah nilai asset yang disita dari tersangka kejahatan peredaran gelap narkoba Berikut gambaran realisasi dari indikator kinerja utama sebagaimana diuraikan di bawah ini: Indikator kinerja Target Realisasi Capaian (%) Jumlah nilai asset yang disita 32, 6 milyar ,7 dari tersangka kejahatan peredaran gelap narkoba Tabel tersebut di atas menunjukan peningkatan capaian kinerja, dari target nilai asset Rp yang ditargetkan terealisasi Rp (151,7%) atau terjadi peningkatan pencapaian target kinerja sebanyak Rp (51,7%). Capaian tersebut mengalami peningkatan dibandingkan target yang direncanakan semula dikarenakan kecepatan dalam melakukan penelusuran aset para tersangka atau aset yang dikuasai oleh pihak lain yang terkait dengan kejahatan narkotika dan prekursor narkotika, aset tersebut baik berupa benda bergerak maupun benda tidak bergerak. Selain itu penelusuran aset melalui kerja sama dengan PPATK, Bank Indonesia, Perbankan, Otoritas Jasa Keuangan, dan Penyedia Jasa Keuangan lainnya juga memberikan kontribusi yang cukup besar dalam penyitaan aset dan BNN telah mengoptimalkan penerapan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terhadap pelaku tindak pidana narkotika dan prekursor narkotika. 72

73 Namun nilai capaian target tersebut bila dibandingkan dengan tahun 2012 mengalami penurunan sebesar 18,7% yaitu dari 170,4% tahun 2012 menjadi 151,7% pada tahun 2013 sebagaimana tergambar dalam grafik 9 di bawah ini. Grafik 10. Jumlah capaian nilai asset yang disita dari tersangka kejahatan peredaran gelap narkoba tahun ini: Capaian-capaian tersebut di atas menggunakan formula perhitungan berikut No. Indikator Kinerja Utama Formula Hasil Perhitungan Keterangan 1. Jumlah kasus peredaran gelap narkoba yang terungkap 2. Jumlah tersangka kejahatan peredaran gelap narkoba yang ditangkap 3. Jumlah sel jaringan peredaran gelap narkoba yang terungkap 4. Jumlah nilai asset yang disita dari tersangka kejahatan peredaran gelap narkoba Sumber Data : Dokumen Deputi Bidang Pemberantasan BNN =ΣR 165 Kasus ΣR = Jumlah realisasi kasus peredaran gelap narkoba yang terungkap =ΣR 420 Tersangka ΣR = Jumlah realisasi tersangka kejahatan peredaran gelap narkoba yang ditangkap =ΣR 34 Sel Jaringan ΣR = Jumlah realisasi sel jaringan peredaran gelap narkoba yang terungkap =ΣR ΣR = Jumlah realisasi nilai asset yang disita dari tersangka kejahatan peredaran gelap narkoba 73

74 11. Sasaran : Meningkatnya penyitaan narkoba illegal di pintu masuk (Bandara, Pelabuhan dan Border Land). Sasaran strategis di atas memiliki 1 (satu) indikator kinerja utama sebagai berikut: No. Indikator Kinerja Utama Target Realisasi % 1. Jumlah nilai narkoba illegal yang disita di Bandara, Pelabuhan dan Border Land 58 milyar ,2% Berdasarkan tabel di atas, capaian yang diperoleh telah melampaui target yang ditetapkan, dari target Rp terealisasi Rp (453,2%) atau mengalami peningkatan sebesar Rp (353,2%) (Nilai capaian tersebut berdasarkan kecenderungan harga di pasaran gelap Narkoba). Peningkatan capaian target di atas dipengaruhi oleh semakin banyaknya barang bukti yang berhasil disita penyidik BNN dan adanya peningkatan nilai narkoba illegal, hal ini mengindikasikan bahwa Indonesia sudah bukan lagi sebagai negara transit akan tetapi merupakan negara tujuan pemasaran narkoba dan produsen narkoba. Untuk pengendalian wilayah Indonesia dari masuknya narkoba illegal perlu dilakukan langkah-langkah antisipasi dengan menambah pos pengawasan (out station) dari yang ada saat ini sebanyak 26 titik menjadi 68 titik diberbagai wilayah baik di bandara, pelabuhan laut/perairan, dan lintas batas darat, dengan dilengkapi personil, sarana prasarana, termasuk didalamnya perlu dilakukan peningkatan kerja sama dengan berbagai instansi terkait seperti: Direktorat Jenderal Bea & Cukai, Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai (KPLP), Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla), Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), Angkasa Pura, Direktorat Jenderal Imigrasi, Kementerian Perhubungan dan Kementerian Luar Negeri serta kerja sama antar penegak hukum baik regional maupun internasional. 74

75 Adapun formula perhitungan capaian indikator sebagai berikut : No. Indikator Kinerja Utama Formula Hasil Perhitungan Keterangan 1. Jumlah nilai narkoba illegal yang disita di Bandara, Pelabuhan dan Border Land Sumber Data : Dokumen Deputi Bidang Pemberantasan BNN =ΣR ΣR=Jumlah realisasi nilai narkoba illegal yang disita di Bandara, Pelabuhan dan Border Land 12. Sasaran : Meningkatnya pemberian bantuan hukum di Bidang Penyalahgunaan Narkoba. Indikator kinerja yang ditetapkan untuk mencapai sasaran strategis tersebut di atas adalah : No. Indikator Kinerja Utama Target Realisasi % 1. Jumlah orang yang mendapat pelayanan hukum di bidang P4GN 60 Orang 35 Orang 58% Pemberian bantuan hukum bidang P4GN dilaksanakan dalam 2 (dua) layanan yaitu litigasi dan non litigasi. Bantuan hukum litigasi berkaitan dengan adanya upaya pembelaan hukum terhadap penegak hukum di lingkungan BNN dalam menghadapi tuntutan dari pihak luar, sedangkan bantuan hukum non litigasi merupakan bentuk layanan yang dilaksanakan terhadap masyarakat dalam hal permohonan rehabilitasi bagi pecandu dan korban penyalahgunaan Narkotika dan juga terhadap aparat penegak hukum dalam rangka menyamakan persepsi, terkait pemberian rehabilitasi terhadap pecandu/korban penyalahgunaan Narkotika yang dalam proses peradilan. Bantuan hukum tersebut dimaksudkan untuk mendorong aparat penegak hukum dapat mewujudkan amanat UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika terutama hal yang menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalahguna dan pencandu Narkotika, sehingga hak para pecandu dan korban penyalahgunaan Narkotika untuk mendapatkan pengobatan dan perawatan melalui rehabilitasi baik medis maupun sosial dapat terpenuhi. 75

76 Adapun norma yang dijadikan alat ukur dalam menilai keberhasilan capaian pemberian bantuan hukum adalah sebagai berikut: a. Pemberian layanan bantuan hukum kepada aparat penegak hukum. b. Inisiatif untuk memberikan bantuan hukum kepada aparat penegak hukum melalui sharing informasi. c. Jumlah aparat penegak hukum yang menempatkan tersangka atau terdakwa penyalahgunaan narkotika ke tempat rehabilitasi. d. Permintaan bantuan hukum dari aparat penegak hukum. Pada tahun 2013, bantuan hukum non litigasi diberikan kepada aparat penegak hukum tindak pidana narkoba sebanyak 141 orang dari target 60 (enam puluh) orang. Dari 141 aparat tersebut yang telah memiliki persamaan persepsi dalam penerapan pasal 54, pasal 55, pasal 103 dan pasal 127 sebanyak 31 orang, hal tersebut dapat dilihat dari jumlah pecandu yang memperoleh putusan rehabilitasi di lembaga rehabilitasi Lido yang berasal dari berbagai daerah. Sedangkan yang mendapatkan bantuan hukum litigasi sebanyak 4 orang, sehingga total jumlah capaian secara keseluruhan dari target 60 (enam puluh) orang tercapai 35 orang (58%). Adapun penyebab tidak mencapai target disebabkan: a. Paradigma mengenai pecandu adalah orang sakit dan perlu mendapatkan rehabilitasi masih belum sepenuhnya disepakati oleh lintas aparat penegak hukum (Penyidik, Jaksa, dan Hakim). b. Belum maksimalnya penerapan UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dikarenakan masih kurangnya pemahaman lintas aparat penegak hukum dalam menerapkan pasal-pasal khususnya Pasal 54, 55, 127 serta peraturanperaturan pelaksanaan terkait dengan rehabilitasi, baik di tingkat penyidikan, penuntutan sampai kepada putusan pengadilan. c. Ego sektoral dari masing-masing lintas instansi penegak hukum yang berkeinginan untuk menghukum pecandu, penyalahguna dan korban penyalahguna dengan hukuman penjara. 76

77 Adapun langkah-langkah antisipatif untuk memaksimalkan pelaksanaan bantuan hukum dan untuk mengatasi faktor penyebab dan kendala tersebut maka dilaksanakan peningkatan kerjasama tentang penanganan pecandu dengan melibatkan instansi penegak hukum dan instansi terkait lainnya dengan maksud untuk menyamakan persepsi lintas aparat penegak hukum. Sehingga tujuan UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika khususnya dalam Pasal 54, 55, dan Pasal 127 dapat terlaksana secara maksimal. Disamping itu, langkah lain yang akan ditempuh yaitu meningkatkan koordinasi yang lebih intens dengan lintas aparat penegak hukum dan membuat aturan bersama lintas aparat penegak hukum dengan melibatkan Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, dan BNN dalam hal penanganan pecandu narkoba untuk mendapatkan rehabilitasi. Adapun formula perhitungan capaian indikator sebagai berikut : No. Indikator Kinerja Utama Formula Hasil Perhitungan Keterangan 1. Jumlah orang yang =ΣR 35 Orang ΣR=Jumlah realisasi mendapatkan pelayanan orang yang mendapatkan hukum di bidang P4GN pelayanan hukum di bidang P4GN Sumber Data : Dokumen Deputi Bidang Hukum dan Kerjasama BNN 13. Sasaran : Meningkatnya tindak lanjut pelaksanaan MOU antara BNN dengan organisasi pemerintah dan non-pemerintah Dalam dan Luar Negeri. Sasaran strategis tersebut di atas memiliki indikator sebagai berikut: No. Indikator Kinerja Utama Target Realisasi % 1. % tindak lanjut pelaksanaan MoU antara BNN dengan organisasi pemerintah dan non pemerintah Dalam dan Luar Negeri 50% 84% 168% Alasan penetapan indikator tersebut oleh karena semakin meningkatnya ke inginan dari berbagai organisasi pemerintah dan non pemerintah mengimplementasikan kebijakan pemerintah dalam upaya P4GN seiring dengan dikeluarkannya Instruksi Presiden Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Kebijakan dan Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan 77

78 Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Tahun Di samping itu juga dimaksudkan untuk menaungi kerjasama dengan luar negeri serta mendorong organisasi pemerintah dan non-pemerintah melaksanakan program P4GN dengan payung penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU). Di tingkat Kementerian/Lembaga (K/L) telah terdata sebanyak 49 K/L yang melaksanakan program P4GN. Sedangkan organisasi non pemerintah dalam implementasi kebijakan tersebut lebih pada menggandeng BNN secara bersamasama melaksanakan program P4GN melalui permintaan narasumber sekaligus melaksanakan test urine, sedangkan dengan Luar Negeri dimaksudkan untuk mempererat dukungan kerjasama yang saling menguntungkan dalam hal pertukaran informasi dan penegakkan hukum. MoU antara BNN dengan organisasi pemerintah dan non pemerintah dalam dan luar negeri tersebut berdasarkan atas kriteria kesepakatan bersama yang saling menguntungkan antara kedua belah pihak di bidang P4GN berdasarkan prinsip efisiensi, efektivitas, sinergi, itikad baik, mengutamakan kepentingan nasional, persamaan kedudukan, transparansi, keadilan dan kepastian hukum dalam mewujudkan Indonesia bebas dari penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba. Kerja sama yang diperkuat dengan penandatangan MoU tahun 2013 sebanyak 31 MoU terdiri dari: MoU dengan organisasi pemerintah dalam negeri sebanyak 13 (tiga belas) MoU, MoU dengan organisasi non-pemerintah Dalam Negeri sebanyak 15 (lima belas) MoU, dan MoU dengan organisasi pemerintah Luar Negeri sebanyak 3 (tiga) MoU. Dari 31 MoU yang dilaksanakan pada tahun 2013, terdapat 26 MoU yang ditindaklanjuti. Sedangkan pada tahun 2012, ada 22 MoU yang seluruhnya ditindaklanjuti. Bila dibandingkan dengan capaian tahun 2012, terdapat peningkatan jumlah MoU sebesar 40,9%, sedangkan untuk jumlah MoU yang ditindaklanjuti meningkat sebesar 18,2%. Data tersebut dapat dilihat pada grafik di bawah ini : 78

79 Grafik 11. Perbandingan MoU dan tindak lanjutnya Tahun No Kategori % Meningkat 1 Total MoU ,9% 2 Total Tindak Lanjut ,2% Adapun formula perhitungan capaian indikator sebagai berikut : No. Indikator Kinerja Utama Formula 1. Persentase tindak lanjut pelaksanaan MOU antara BNN dengan organisasi pemerintah dan nonpemerintah Dalam dan Luar Negeri Hasil Perhitungan =(Σ Mou TL / Σ Mou)*100% = (26/31)*100 = 84% Keterangan Σ Mou TL=Jumlah Mou Yang ditindaklanjuti Σ Mou =Jumlah Total Mou Sumber Data : Dokumen Deputi Bidang Hukum dan Kerja sama BNN 79

80 B. Akuntabilitas Keuangan Tahun 2013 Tahun 2013 BNN mendapat alokasi anggaran sebesar Rp. 1,154,503,065,000,- (Satu Triliun Seratus Lima Puluh Empat Milyar Lima Ratus Tiga Juga Enam Puluh Lima Ribu Rupiah) dengan rincian sebagai berikut: SUMBER DANA JENIS BELANJA PAGU (Rp) REALISASI (Rp) SISA (Rp) % 51 Belanja Pegawai 201,761,862,000,- 197,519,611,314,- 4,242,250,686, % APBN 52 Belanja Barang 634,250,641,000,- 568,911,502,422,- 65,339,138,578, % 53 Belanja Modal 296,403,604,000,- 264,950,100,623,- 31,453,503,377, % 57 Belanja Bantuan Sosial 100,000,000,- 100,000,000,- 0, % Dana Hibah 52 Belanja Barang 17,095,720,000,- 17,072,075,747,- 23,644,253, % 53 Belanja Modal 4,891,238,000,- 4,867,848,230,- 23,389,770, % TOTAL 1,154,503,065,000,- 1,053,421,138,336,- 101,081,926,664, % Anggaran tersebut dialokasikan untuk mendukung 2 program yaitu: 1. Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis lainnya BNN, dengan PAGU sebesar Rp ,- Realisasi anggaran program ini sebesar Rp. 306,330,520,623 (89%). Tidak terserapnya seluruh anggaran untuk program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya BNN tidak mengurangi capaian kinerja, target sasaran sudah tercapai sesuai dengan target yang ditetapkan. Penyebab tidak terserapnya anggaran disebabkan adanya sisa dari pelelangan barang dan jasa serta efisiensi kegiatan langganan daya dan jasa, dan pengeluaran kegiatan dilakukan se-efisien mungkin. Grafik 12. Realiasi Anggaran Program Dukungan Manajemen dan Teknis lainnya 80

81 2. Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba, dengan PAGU sebesar Rp ,- Realisasi anggaran program ini sebesar Rp ,- (92%). Tidak terserapnya seluruh anggaran untuk Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba, akibat adanya efisiensi pengadaan barang dan jasa serta sisa lelang pembangunan gedung kantor BNNP dan BNNK/Kota, sisa anggaran tidak mengakibatkan capaian output yang direncanakan tidak tercapai. Grafik 13. Realiasi Anggaran Program Pencegahan dan Pemberantasan Peredaran Gelap Narkoba Tahun anggaran 2013, BNN menambah pembangunan kantor di 4 Provinsi yaitu : Aceh, Sumatera Utara, Sulawesi Tenggara, dan Kalimatan Tengah serta 19 Kantor BNNK/Kota yaitu : Kabupaten Bireuen, Kabupaten Asahan, Kabupaten Mandailing Natal, Kota Jambi, Kabupaten Lampung Selatan, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Batang, Kabupaten Purbalingga, Kota Kediri, Kabupaten Blitar, Kabupaten Donggala, Kabupaten Poso, Kota Bitung, Kota Gorontalo, Kabupaten Badung, Kabupaten Sumbawa Barat, Kota Tual, Kota Tidore Kepulauan dan Kabupaten Halmahera Utara. 81

82 Grafik 14. Realiasi Anggaran BNN tahun

83 BAB IV PENUTUP Laporan akuntabilitas Kinerja Badan Narkotika Nasional Tahun 2013 merupakan perwujudan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas pokok dan fungsi, kebijakan, program, dan kegiatan BNN sebagai pelayanan publik. Secara umum dapat disimpulkan bahwa BNN, telah dapat merealisasikan berbagai capaian melalui implementasi Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba sebagaimana yang ditetapkan dalam Penetapan Kinerja, untuk mencapai tahapan pembangunan jangka menengah tahun Tugas mulia yang diemban BNN adalah mewujudkan masyarakat Indonesia bebas dari bahaya penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba, tugas tersebut merupakan pekerjaan besar yang mustahil mampu dilakukan oleh BNN sendiri. Peran serta masyarakat secara aktif yang didukung kesungguhan jajaran penyelenggara negara dan penegak hukum, baik di tingkat pusat maupun daerah, merupakan syarat mutlak untuk mewujudkan harapan tersebut. Hal ini disebabkan masalah penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba merupakan penyakit masyarakat yang penanganannya pun harus melibatkan seluruh komponen masyarakat bangsa dan negara. Terkait dengan capaian yang disajikan dalam LAKIP ini, merupakan realisasi kinerja dari 5 (lima) pilar BNN yaitu: 1) Bidang Pencegahan BNN 2) Bidang Pemberdayaan Masyarakat 3) Bidang Rehabilitasi 4) Bidang Pemberantasan, dan 5) Bidang Hukum dan Kerjasama BNN serta pendukung lainnya yang berpengaruh terhadap pencapaian keberhasilan tugas BNN yang menghadapi permasalahan yang kompleks di bidang P4GN. Capaian Kinerja BNN Pada tahun 2013 menggunakan pengukuran kinerja dilakukan berdasarkan sasaran strategi, indikator kinerja, Target, Realisasi dan capaiannya. kegiatan yang diprioritaskan, ada 13 Sasaran Strategis dan 21 Indikator Kinerja Utama yang telah ditetapkan dalam perjanjian kinerja BNN. 83

84 Secara kualitas capaian kinerja BNN tahun 2013, sudah lebih meningkat dibanding dengan Tahun 2012, kenaikan kualitas kinerja ini, dipengaruhi tingkat kematangan secara organisasi yang telah menginjak tahun ke 4, pasca pemberlakuan UU Nomor 35 Tahun Sangat disadari bahwa Laporan Akutabilitas ini belum sempurna seperti yang diharapkan, namun setidaknya masyarakat dan berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders) dapat memperoleh gambaran kinerja yang telah dilakukan oleh jajaran BNN sepanjang tahun Capaian kinerja BNN tahun 2013, telah dilakukan dengan berbagai upaya yang optimal untuk mencapai target sebagaimana yang tetapkan dalam Rencana Strategis BNN. 84

85 LAMPIRAN PENGUKURAN KINERJA BNN TAHUN 2013 SASARAN STRATEGIS (OUTCOME) Meningkatnya siswa menengah, mahasiswa dan pekerja yang memiliki pengetahuan, pemahaman, dan kesadaran tentang bahaya penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba Meningkatnya siswa, mahasiswa, dan pekerja sebagai kader anti narkoba yang memiliki keterampilan menolak penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba Meningkatnya peranan instansi pemerintah dan swasta dalam mendukung pelaksanaan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba Terciptanya lingkungan pendidikan dan lingkungan kerja bebas narkoba INDIKATOR OUTCOME % siswa menengah, mahasiswa dan pekerja yang telah mengikuti penyuluhan memiliki sikap menolak penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba % kader siswa menengah, mahasiswa dan pekerja yang telah mengikuti pelatihan memiliki keterampilan menolak penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba % peningkatan Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah yang melaksanakan kebijakan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (Impelementasi Inpres12/2011) % peningkatan Instansi Swasta yang melaksanakan kebijakan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (Impelementasi Inpres12/2011) % peningkatan lingkungan pendidikan (sekolah menengah dan kampus) bebas narkoba % peningkatan lingkungan kerja bebas narkoba TARGET REALI- SASI % PROG- RAM PAGU ANGGARAN REALISASI 90% 85% 94% P4GN 88,296,526,000 83,170,708, % 90% 74% 82% 41,137,272,000 38,001,664, % 10% 2,5 25% 11,351,428,000 10,768,795, % 10% NA - 8,001,584,000 7,505,337, % 10% 9,5 95% 27,117,078,000 25,714,182, % 10% 8,9 89% 19,240,603,000 18,404,853, % % 85

86 SASARAN STRATEGIS (OUTCOME) Terciptanya lingkungan masyarakat rawan penyalahgunaan dan peredaran gelap di daerah perkotaan dan pedesaan bebas narkoba Meningkatnya Pelayanan Wajib Lapor Pecandu Narkoba Meningkatnya Pelayanan Wajib Lapor Pecandu Narkoba Meningkatnya kemampuan lembaga rehabilitasi yang telah sesuai standar pelayanan minimal (SPM) Meningkatnya penyalah guna dan/atau pecandu narkoba yang mengikuti terapi dan rehabilitasi INDIKATOR OUTCOME Jumlah penanam ganja yang beralih ke usaha legal produktif Jumlah lingkungan masyarakat rawan penyalahgunaan dan peredaran gelap di daerah perkotaan yang bebas narkoba Jumlah penyalah guna dan/atau pecandu narkoba yang mengikuti program Wajib Lapor di BNN (Pusat Rehabilitasi BNN dan Kantor BNN Pusat) Jumlah lembaga rehabilitasi instansi pemerintah yang beroperasi sesuai standar pelayanan minimal/spm Jumlah lembaga rehabilitasi komponen masyarakat yang beroperasi sesuai standar pelayanan minimal/spm Jumlah penyalah guna dan/atau pecandu narkoba (teratur pakai dan pecandu) yang mengikuti program Terapi dan Rehabilitasi di lembaga rehabilitasi BNN % Penyalah guna dan/atau pecandu narkoba yang menyelesaikan seluruh program terapi dan rehabilitasi di lembaga rehabilitasi BNN TARGET 65 Orang 3 Lingkungan Masyarakat Perkotaan REALI- PROG- ANGGARAN % % SASI RAM PAGU REALISASI 52 80% 4,626,415,000 3,887,577, % 0 Lingkungan Masy Kota 0 6,056,763,000 5,194,258, % 250 Orang 263 Orang 105% 12,919,222,000 9,589,194, % 26 LRIP 26 LRIP 100% 7,884,256,000 6,458,161, % 30 LRKM 30 LRKM 100% 10,938,680,000 10,717,030, % 980 Orang % 51,786,264,000 46,926,185, % 60% 88% 147% Meningkatnya pelak-sanaan program pascarehabilitasi penyalahguna dan/atau pecandu narkoba Meningkatnya pengungkapan tindak kejahatan peredaran gelap narkoba Jumlah penyalah guna dan/atau pecandu narkoba yang mengikuti program pascarehabilitasi Jumlah kasus peredaran gelap narkoba yang terungkap Jumlah tersangka kejahatan peredaran gelap narkoba yang ditangkap 660 (Tambling, Sebaru, Makassar, Wakatobi, Samarinda) 100 Kasus (64 Pusat + 30 Prov@1 + 3 Prov@2) 206 Tersangka (170 Pusat Prov@2) % 11,066,008,000 8,338,702, % 165 Kasus 165% 13,061,635,000 12,209,791, % 420 Tsk 204% 86

87 SASARAN STRATEGIS (OUTCOME) Meningkatnya penyi-taan narkoba illegal di pintu masuk (bandara, pelabuhan, dan border land) Meningkatnya pemberian bantuan hukum di Bidang Penyalahgunaan Narkoba Meningkatnya tindaklanjut pelaksana-an MOU antara BNN dengan organisasi pemerintah dan non-pemerintah Dalam dan Luar Negeri INDIKATOR OUTCOME Jumlah sel jaringan peredaran gelap narkoba yang terungkap Jumlah nilai aset yang disita dari tersangka kejahatan peredaran gelap narkoba Jumlah nilai narkoba ilegal yang disita di bandara, pelabuhan, dan border land Jumlah orang yang mendapatkan pelayanan hukum di bidang P4GN Persentase tindaklanjut pelaksanaan MOU antara BNN dengan organisasi pemerintah dan nonpemerintah Dalam dan Luar Negeri TARGET REALI- SASI % PROG- RAM ANGGARAN % 15 Sel Jaringan (18 Pusat + 33 Prov@1) 34 Sel 66,7% 51,930,056,000 47,375,488, % 32,6 Milyar % 3,440,170,000 2,862,902, % 58 Milyar % 16,256,426,000 14,843,186, % 60 Orang 35 Orang 58% 1,053,757, ,633, % 50% % 4,614,415,000 3,739,909, % 87

88 88

Alhamdullilahi robbil alamin, Puji syukur kehadirat Allah

Alhamdullilahi robbil alamin, Puji syukur kehadirat Allah Pemerintah Kota Yogyakarta Lakip Tahun 2013 i Kata Pengantar Assalamu alaikum Wr, Wb. Alhamdullilahi robbil alamin, Puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat, taufik, hidayah serta

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur yang merata materiil

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa informasi merupakan kebutuhan

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

RENCANA STRATEGIS BADAN PEMERIKSA KEUANGAN RENCANA STRATEGIS BADAN PEMERIKSA KEUANGAN 2006-2010 Sambutan Ketua BPK Pengelolaan keuangan negara merupakan suatu kegiatan yang akan mempengaruhi peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat dan bangsa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2010 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL IMIGRASI

DIREKTORAT JENDERAL IMIGRASI KATA PENGANTAR Suatu tata pemerintahan yang baik membutuhkan adanya penerapan prinsip-prinsip transparansi dan akuntabilitas. Sebagai perwujudan penerapan kedua prinsip tersebut, Direktorat Jenderal Imigrasi

Lebih terperinci

Kata Pengantar. Road Map Reformasi Birokrasi

Kata Pengantar. Road Map Reformasi Birokrasi Kata Pengantar P ada tahun 2011, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) dahulu Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) telah berhasil menyusun dokumen usulan dan peta jalan (roadmap) reformasi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hakikat

Lebih terperinci

PERATURAN INSPEKTUR JENDERAL KEMENTERIAN KEHUTANAN NOMOR : P.07/III-SET/2012 TENTANG

PERATURAN INSPEKTUR JENDERAL KEMENTERIAN KEHUTANAN NOMOR : P.07/III-SET/2012 TENTANG PERATURAN INSPEKTUR JENDERAL KEMENTERIAN KEHUTANAN NOMOR : P.07/III-SET/2012 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN MANDIRI PELAKSANAAN REFORMASI BIROKRASI (PMPRB) LINGKUP KEMENTERIAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Undang Undang No. 23 Tahun 1997 Tentang : Pengelolaan Lingkungan Hidup

Undang Undang No. 23 Tahun 1997 Tentang : Pengelolaan Lingkungan Hidup Undang Undang No. 23 Tahun 1997 Tentang : Pengelolaan Lingkungan Hidup Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 23 TAHUN 1997 (23/1997) Tanggal : 19 SEPTEMBER 1997 (JAKARTA) Sumber : LN 1997/68; TLN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Desa memiliki hak asal usul dan hak tradisional dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG NASIONAL TAHUN 2005 2025

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG NASIONAL TAHUN 2005 2025 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG NASIONAL TAHUN 2005 2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS TERCATAT KELAHIRANNYA

RENCANA STRATEGIS TERCATAT KELAHIRANNYA DEPARTEMEN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA RENCANA STRATEGIS SEMUA ANAK INDONESIA TERCATAT KELAHIRANNYA (RENSTRA ) DEPARTEMEN DALAM NEGERI 2008 DEPARTEMEN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA RENCANA STRATEGIS

Lebih terperinci

IKHTISAR EKSKUTIF Terwujudnya Pengelolaan Keuangan dan Aset terbaik se Indonesia " .

IKHTISAR EKSKUTIF Terwujudnya Pengelolaan Keuangan dan Aset terbaik se Indonesia  . KATA PENGANTAR Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, mengamanatkan setiap instansi pemerintah menyusun Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2013 TENTANG STATUTA UNIVERSITAS INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2013 TENTANG STATUTA UNIVERSITAS INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2013 TENTANG STATUTA UNIVERSITAS INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM INFORMASI KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM INFORMASI KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM INFORMASI KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN Lampiran IV PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI Nomor : 4 Tahun 2013 Tanggal : 19 Juli 2013 CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN a. PENDAHULUAN Pengelolaan keuangan daerah perlu diselenggarakan secara profesional,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa

Lebih terperinci

PROGRAM PEMBANGUNAN NASIONAL (PROPENAS) TAHUN

PROGRAM PEMBANGUNAN NASIONAL (PROPENAS) TAHUN Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 25 TAHUN 2000 (25/2000) Tanggal: 20 NOVEMBER 2000 (JAKARTA) Sumber: LN 2000/206 Tentang: 2000-2004 PROGRAM PEMBANGUNAN NASIONAL (PROPENAS)

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 24 TAHUN 2012 TENTANG SATU DATA PEMBANGUNAN JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 24 TAHUN 2012 TENTANG SATU DATA PEMBANGUNAN JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 24 TAHUN 2012 TENTANG SATU DATA PEMBANGUNAN JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung perencanaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG LAPORAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH KEPADA PEMERINTAH, LAPORAN KETERANGAN PERTANGGUNGJAWABAN KEPALA DAERAH KEPADA DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

RENCANA KERJA TAHUNAN BADAN PUSAT STATISTIK KOTA CILEGON TAHUN ANGGARAN 2014

RENCANA KERJA TAHUNAN BADAN PUSAT STATISTIK KOTA CILEGON TAHUN ANGGARAN 2014 RENCANA KERJA TAHUNAN BADAN PUSAT STATISTIK KOTA CILEGON TAHUN ANGGARAN 2014 BADAN PUSAT STATISTIK KOTA CILEGON KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Pada era reformasi birokrasi sebagaimana telah dicanangkan

Lebih terperinci

KOMISI INFORMASI PUSAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KOMISI INFORMASI NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR LAYANAN INFORMASI PUBLIK

KOMISI INFORMASI PUSAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KOMISI INFORMASI NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR LAYANAN INFORMASI PUBLIK KOMISI INFORMASI PUSAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KOMISI INFORMASI NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR LAYANAN INFORMASI PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KOMISI INFORMASI Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2012 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2012 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2012 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa perdagangan orang

Lebih terperinci