Proceeding. Dialog Nasional Program Investasi Kehutanan di Indonesia. Dewan Kehutanan Nasional dan Kementerian Kehutanan RI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Proceeding. Dialog Nasional Program Investasi Kehutanan di Indonesia. Dewan Kehutanan Nasional dan Kementerian Kehutanan RI"

Transkripsi

1 Proceeding Dialog Nasional Program Investasi Kehutanan di Indonesia Dewan Kehutanan Nasional dan Kementerian Kehutanan RI Hotel Pangrango 2 - Bogor, 28 Juni 2013 Kata Pengantar Puji syukur kehadirat Tuhan YME atas terselenggaranya Dialog Nasional Program Investasi Kehutanan di Indonesia (FIP) yang diselenggarakan dan Kementerian Kehutanan RI. Dialog Nasional FIP diselenggarakan tanggal 28 Mei 2013 di Hotel Pangrango 2, Bogor Jawa Barat. Dialog Nasional FIP ini bertujuan untuk memfasilitasi penyediaan informasi terkini kepada para pemangku kepentingan di tingkat nasional tentang substansi dan pelaksanaan program investasi kehutanan di Indonesia. Mengidentifikasi pandangan, sikap dan masukan dari berbagai pihak tentang perkembangan hal-hal yang terkait dengan substansi dan pelaksanaan program investasi kehutanan di Indonesia. Merumuskan bentuk kelembagaan, kemitraan, strategi komunikasi, peran strategis DKN, dan hal-hal penting lainnya terkait program investasi kehutanan di Indonesia. Semoga dengan dilaksanakan Dialog Nasional FIP ini diperoleh pemahaman bersama atas program investasi kehutanan secara utuh. Dan dihasilkan dokumen rumusan bentuk kelembagaan, kemitraan, strategi komunikasi, peran strategis DKN, dan hal-hal penting lainnya. Terimakasih dan penghargaan kami sampaikan kepada semua pihak yang telah mendukung dan mensukseskan terselenggaranya dialog ini. Terutama kepada para anggota DKN dari kamar masyarakat dan LSM sebagai peserta dialog. Proceeding ini berisi catatan proses yang telah dilalui dalam Dialog Nasional FIP yang menggambarkan dinamika yang terjadi dalam forum maupun kesepakatan-kesepakatan yang dicapai. Harapannya semoga apa yang telah dihasilkan dalam dialog ini baik berupa sikap, pandangan maupun masukan dari para peserta bermanfaat bagi pengawalan program FIP di Indonesia untuk tujuan keadilan dan kelestarian hutan. Tim Sekretariat DKN Dokumen ini hasil dari Dialog Nasional FIP yang diselenggarakan oleh 1

2 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia tengah mengalami perubahan dalam tata kelola hutan. Program Investasi Kehutanan atau Forest Investment Programme (FIP) berperan penting untuk mendukung proses ini. FIP bertujuan untuk mengurangi hambatan pelaksanaan pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan (REDD) serta untuk meningkatkan kapasitas tentang REDD dan pengelolaan hutan lestari di tingkat lokal serta provinsi. FIP masuk melalui sistem Kawasan Pemangku Hutan (KPH) nasional dan proses reformasi tenurial yang sedang berlangsung. Kegiatan FIP fokus pada tiga tema yang menjadi satu kesatuan, yaitu (1) pengembangan kelembagaan untuk pengelolaan hutan dan sumber daya alam secara berkelanjutan; (2) investasi pada usaha kehutanan dan pengelolaan hutan berbasis masyarakat, dan (3) peningkatan kapasitas masyarakat dan pengembangan mata pencaharian. Kementerian Kehutanan telah meminta DKN untuk terlibat dalam tugas-tugas fasilitasi dialog terkait program investasi kehutanan. Ini diikuti dengan permintaan klarifikasi DKN atas beberapa hal yang perlu ditegaskan sebelum terlibat lebih jauh, yaitu: (1) Kepemilikan dari progam investasi kehutanan, (2) Status pendanaan program investasi kehutanan apakah dari hutang, (3) Hubungan program investasi kehutanan dengan fasilitas kemitman karbon hutan (FCPF), dan (4) Hubungan program investasi kehutanan dengan Strategi Nasional REDD+. Setelah mendapatkan penjelasan mengenai keempat hal ini, DKN bersedia untuk bekerjasama dan menugaskan Komisi 4 untuk menjalankan kerjasama ini. Belum lama ini, melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan" Nomor: SK.224/Menhut-II/2013 tentang Pembentukan Anggota Komite Pengarah (Steering Committee) Forest Investment Program (FIP) Indonesia (tertanggal 3 April 2013), dipastikan Ketua Presidium DKN (Prof. Dr. Hariadi Kartodihardjo) dan Ketua Komisi 4 DKN telah ditetapkan sebagai anggota SC FIP oleh Menteri Kehutanan. Dewan Kehutanaan Nasional (DKN) merupakan lembaga yang sangat berkepentingan atas penataan kehutanan nasional, yang di dalamnya mewadahi para pihak yang terkait dengan sektor kehutanan. DKN perlu memberikan respon khusus sehubungan dengan Program Investasi Kehutanan di Indonesia ini. Dengan memperhatikan dinamika seputar program investasi kehutanan Indonesia tersebut di atas, DKN memandang perlu untuk mengadakan Dialog Nasional yang dihadiri oleh para pihak terkait, khususnya anggota DKN dan kamar masyarakat dan LSM. Melalui Dialog Nasional ini akan dipaparkan dokumen FIP yang ada serta diidentifikasi sikap, pandangan dan masukan kamar masyarakat dan LSM DKN. Selain itu dirumuskan rencana aksi sebagai pegangan bagi langkah ke depan Kegiatan ini bertujuan untuk memfasilitasi penyediaan informasi terkini kepada para pemangku kepentingan di tingkat nasional tentang substansi dan pelaksanaan program investasi kehutanan di Indonesia, tentang perkembangan hal-hal yang terkait dengan substansi dan pelaksanaan program investasi kehutanan di Indonesia, dan merumuskan bentuk kelembagaan, kemitraan, strategi komunikasi, peran strategis DKN, dan hal-hal penting lainnya terkait program investasi kehutanan di Indonesia. Selain itu, mengidentifikasi pandangan, sikap dan masukan dari berbagai pihak Keluaran acara Dialog Nasional FIP ini adalah adanya pemahaman bersama atas program investasi kehutanan secara utuh dan kaitan dengan kebijakan kehutanan nasional di Indonesia, dan Adanya dokumen rumusan bentuk kelembagaan kemitraan, strategi komunikasi. peran strategis dan hal-hal penting laimya. Dokumen ini hasil dari Dialog Nasional FIP yang diselenggarakan oleh 2

3 Simpulan FIP bertujuan untuk mengurangi hambatan pelaksanaan pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan (REDD) serta untuk meningkatkan kapasitas tentang REDD dan pengelolaan hutan lestari di tingkat lokal serta provinsi. Kementerian Kehutanan telah meminta DKN untuk terlibat dalam tugas-tugas fasilitasi dialog terkait program investasi kehutanan. Keluaran acara Dialog Nasional FIP ini adalah adanya pemahaman bersama atas program investasi kehutanan secara utuh dan kaitan dengan kebijakan kehutanan nasional di Indonesia. B. Materi Dialog Nasional FIP Materi yang akan dibahas dalam Dialog Nasional FIP ini mencakup: 1. Penjelasan pandangan umum DKN terhadap kebijakan kehutanan dan program investasi kehutanan Indonesia. 2. Pengarahan mengenai substansi terkait program investasi kehutanan Indonesia dan fungsi panitia pengarah (SC) yang dibentuk Menteri Kehutanan. 3. Pemaparan mengenai perkembangan terkini dari program, substansi kegiatan dalam kerangka proyek investasi kehutanan yang dijalankan Kementerian Kehutanan RI, 4. Pemaparan dari Mitra Strategis DKN mengenai peran dan perkembangan terkini program investasi kehutanan di masing-masing lembaga. 5. Pemaparan pandangan DKN atas program investasi kehutanan Indonesia serta posisi dan peran DKN ke depan, 6. Pemaparan hasil sosialisasi dan fasilitasi DGM di Indonesia yang dihasilkan pada Pertemuan Nasional DGM. 7. Pemaparan dari perwakilan signatories yang tentang pandangan dan sikapnya terhadap FIP Indonesia. 8. Perumusan dan penetapan hasil dialog. C. Sambutan-Sambutan Sambutan Ketua Presidium DKN Hariadi Kartodihardjo Hariadi menjelaskan posisi DKN dalam FIP. Baginya FIP bukan sekadar urusan investasi uang, di sana ada semangat untuk melakukan peningkatan kapasitas masyarakat. Karena itu, perlu dilakukan sejumlah kajian prakondisi untuk memastikan risiko investasi sangat rendah, terutama melihat kaitan proyek investasi dengan persoalan muncul di lapangan. Karena itulah, DKN ikut terlibat dalam penyiapan pra kondisi investasi seperti FIP. Kegiatan DKN tak hanya memfasilitasi program FIP, ada banyak kolaborasi dan peran aktif DKN di bidang lain. DKN memiliki empat prioritas kerja, pertama DKN melihat ada persoalan yang mendasar terkait dengan kawasan hutan. DKN diwakili ketua presidium menjadi koordinator percepatan pengukuhan kawasan hutan di bawah koordinasi UKP4. Tugasnya memastikan bagaimana kebijakan terkait P47 dan P44. DKN mencoba intervensi cara kerja Panitia tata batas dan pengukuhan kawasan hutan. Kedua, terkait bisnis usaha dan investasi, DKN sedang mengevaluasi mereview kebijakan perijinan. DKN bersama Dirjen PUK pernah mengadakan acara di Surabaya untuk menelaah poin penting yang bisa dilakukan di pihak regulator terkait dengan KPH di masa depan. DKN mencoba menganalisis merelasikan persoalan saat ini dengan yang akan datang, termasuk aspek high cost economy yang tinggi. Acara itu dihadiri kantor dinas Kehutanan di Kalteng dan Papua. DKN sepakat KPH menjadi kebijakan yang tepat, tapi persoalan sekarang adalah persoalan kapasitas. Revisi UU Pemeritahan Daerah yang tengah dilakukan DPR juga akan berpengaruh pada PP. Untuk Dokumen ini hasil dari Dialog Nasional FIP yang diselenggarakan oleh 3

4 itu semua kalangan butuh masukan tentang bagaimana cara menanggulangi problem itu. Terkait konteks ini, pembicaraan tarif dana reboisasi dan PSDH, ekspor kayu bulat secara terbatas. Hasilnya, Menteri keuangan bisa menerima, kini tinggal urusan teknis. Ketiga, DKN sangat aktif mendukung pelaksanaan nota kesepahaman bersama (NKB) yang dikoordinasikan KPK. Ada pertemuan bilateral antara KPK, BPN, Mendagri, dan lainnya. DKN mengikuti proses itu, memastikan koordinasi antarlembaga dan kementrian untuk fokus program dikoordinasi oleh KPK. KPK memgambil peran itu karena lembaga itu memiliki program pencegahan korupsi. Dalam waktu dekat ini, naskah sudah jadi, NKB bisa dipelajari termasuk respon putusan MK. Keempat, mediasi konflik. DKN memegang beberapa pengaduan konflik riil, bagaimana solusi atas konflik. Demikian sejumlah kerja yang tengah diperankan oleh DKN. Haryadi menegaskan DKN bukan konsultan, tapi organisasi yang dibentuk berdasar UU No 41/1999 dimana ada ketentuan yang mengharuskan suatu forum yang menjadi partner pemerintah dalam sektor kehutanan. Berdasar ketentuan itu, DKN memiliki tiga ranah kerja: (i) mereview kebijakan dan memberikan rekomendasi ke pemerintah; (ii) mediasi perselisihan konflik, termasuk konflik kebijakan; (iii) evaluasi kinerja sektor kehutanan. Untuk membahas kelanjutan FIP, menurut Haryadi, pembicaraan harus lebih rinci supaya tidak ada salah interpretasi yang ujung-ujungnya menganggap DKN sebagai konsultan. Dalam pengambilan keputusan, DKN menggunakan mekanisme komisi, misalnya acara ini diwadahi dalam komisi lingkungan dan perubahan iklim. Jadi, Ketua Presidium tak bisa bekerja tanpa mandat dari komisi. Haryadi menutup sambutan dengan mengucapkan terimakasih pada Kementerian dan DKN yang menyelenggarakan pertemuan. Simpulan FIP bukan sekadar urusan investasi uang, di sana ada semangat untuk melakukan peningkatan kapasitas masyarakat. DKN melihat adanya kebutuhan untuk memastikan risiko investasi sangat rendah. Karena itu, DKN ikut terlibat dalam penyiapan pra kondisi investasi seperti FIP. Ada empat priorias kerja DKN, yaitu percepatan pengukuhan kawasan hutan di bawah koordinasi UKP4, mengevaluasi dan meninjau ulang kebijakan perijinan, mendukung pelaksanaan nota kesepahaman bersama (NKB) yang dikoordinasikan KPK, serta memediasi konflik. DKN bukan konsultan, melainkan organisasi yang dibentuk berdasar UU No 41/1999 di mana ada ketentuan yang mengharuskan suatu forum yang menjadi partner pemerintah dalam sektor kehutanan. Sambutan Komite Pengarah FIP Kementerian Kehutanan Agus Sarsito hadir mewakili Hadi Daryanto selaku Komite Pengarah FIP untuk menyampaikan penjelasan program. Kementrian kehutanan mengucapkan terimakasih atas dukungan DKN yang menjembatani pertemuan ini. Agus menyampaikan pemerintah Indonesia, khususnya Kementrian Kehutanan sangat serius melihat perubahan iklim karena sebagai negara kepulauan yang hidupnya di sektor pertanian, sangat rentan dengan perubahaan iklim. Meski Pemerintah Indonesia menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 6 persen per tahun namun Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi dari efek rumah kaca sebesar 26 persen secara mandiri tanpa bantuan Internasional. Apabila mendapatkan bantuan internasional, Pemerintah Indonesia mampu menurunkan emisi hingga 41 persen. Dokumen ini hasil dari Dialog Nasional FIP yang diselenggarakan oleh 4

5 Terkait penurunan emisi, pemerintah Indonesia aktif terlibat dalam penyiapan mekanisme REDD+ sedari awal. Awalnya REDD saja, wacana REDD berulir tahun 2005, inisiatif IFCA dengan dukungan bank dunia dan pemerintah Inggris, Australia serta Jerman. IFCA mempubilaksikan laporan REDD COP13 di Bali tahun 2007 yang menjadi tonggak bersejarah peran Indonesia dalam perubahan iklim. COP mengahsilkan Bali Actionplan dan perubahan REDD menjadi REDD+. Menurut Agus Program FIP seharusnya dimulai setelah FCPF selesai karena gagasan FIP untuk us scale demonstration activity. Agar tidak overlap perlu diketahui apa yang bisa dilakukan FIP sebelum UNFCPF selesai. FCPF yang berjalan sejak tahun 2011 belum selesai. Sementara UNREDD sudah selesai tahun UNREDD berjalan efektif dengan dana yang tersedia US $ 5.6 juta, untuk FPCP US $ 3.6 juta. Dana untuk FIP cukup besar, tapi dibandingkan UNREDD dan FCPF cukup signifikan perbedaannya. Proses FIP di Indinesia cukup panjang, disepakati terdiri dari 3 proyek besar tapi jika proyek akan dikembangkan bisa saja ada perubahan. FIP Mendorong SDM lestari berbasis masyarakat dan mengembangkan kelembagaan. Memperkuat usaha sektor keuhutanan. Masing-masing proyek ada alokasi dana US $ 17.5 juta, dan untuk sektor swasta hanya US $ 2.5 juta. Rencana FIP distujui sub committe metting sejak tahun Dalam masa persiapan yang difasilitasi DKN, diharapkan para pemangku kepentingan mendukung FIP, termasuk rekan-rekan CSO. Karena FIP merupakan proyek pemerintah maka implementasinya akan dikoordinasikan Kementerian Kehutanan, di bawah Sekretariat Jenderal akan dibentuk unit pengelola FIP yang didukung sejumlah tenaga ahli. Pelaksananan FIP akan dilakukan oleh Komite Pengarah (SC). Berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 224/menhut/II/2013 tentang pembentukan SC FIP, Ketuanya adalah Sekjen Kemenhut, Wakil Ketua Kabag Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Anggota Bapenas, UKP4 dan DKN. Sementara MDB's tidak masuk SC tetapi sebagai Observer. Tugas SC adalah membantu Pemerintah RI menyusun perencanaan pelaksanaan FIP di Indonesia. Kedua, melakukan pengawasan serta menilai laporan kemajuan dan evaluasi, bekerjasama dengan MDB's memastikan kerja sesuai standar atau tidak. SC diminta melakukan pertemuan sedikitnya 3 bulan sekali. FIP sangat memperhatikan kepentingan masyarakat adat dan lokal, dengan mengalokasikan dana US $ 500 juta untuk DGM, termasuk US $ 6.5 juta untuk Indonesia. DGM juga untuk meningkatkan kapsitas masyarakat adat/lokal serta meningkatkan partisipasi mereka di FIP dan REDD+ di tingkat lokal maupun nasional. Pertemuan sebelumnya fokus membahas DGM, dan menyepakati peran DGM bersinergi dengan FIP, saling mendukung dan melengkapi. Kemenhut menghargai proses-proses selama ini, serta peran DKN menjembatani Kemenhut dengan CSO. DKN sebagai lembaga multipihak dianggap penting. DKN yang terdiri dari banyak kamar diharapkan sekatnya tidak terlalu solid. Kemenhut juga berharap DKN berperan menjembatani berbagai kepentingan sehingga bisa menyatukan pandangan agar bisa berjalan secara efektif. FIP dan FCPF sudah berjalan lama sehingga jangan sampai proses yang panjang diperpanjang lagi dengan perdebatan yang tidak perlu. Akan lebih baik jika memikirkan bagaimana kita berkontribusi pada pembangunan di Indonesia. Kiranya sudah jelas peran masing-masing dalam FIP dan bagaimana menjalankannya dengan baik dan benar. Pemerintah tidak bisa menjalankan semuanya sendiri, tetapi rekan-rekan CSO dan berbagai kamar di DKN punya peran yang signifikan, mengawal FIP ke depan supaya berjalan sesuai dengan yang diinginkan. Forest Investment Plan sudah dilalui dan sudah diendors, yang penting bagaimana desain proyek yang difasilitasi Bank Dunia, ADB dan IFC yang sebentar lagi dimulai ini, kita bisa bersinergi. Sekat harus dibuka, kita punya kesempatan bertemu dengan teman-teman MDB's untuk membahas bagaimana FIP berjalan, dan bagaimana pelaksanaannya dalam bentuk proyek bisa menjawab persoalan. Dengan demikian kita bisa menjalankan FIP dengan baik. Dokumen ini hasil dari Dialog Nasional FIP yang diselenggarakan oleh 5

6 Dialog nasional FIP secara resmi dibuka. II. Panel Pemaparan Substansi A. Pemaparan Komite Pengarah FIP tentang Perkembangan Terkini FIP Indonesia oleh: Dr. Agus Sarsito FIP di Indonesia didukung Asian Development Bank (ADB), International Bank for Reconstruction and Development (IBRD)/World Bank, International Finance Corporation (IFC). FIP di Indonesia berperan dalam reformasi kebijakan, menguatkan status hukum dan optimasi kawasan hutan (tenurial hutan), memberdayakan desentralisasi (KPH), meningkatkan koordinasi antar sektor dan meningkatkan peran sektor kehutanan di tingkat regional maupun global. Peran FIP sebagai instrumen transformasi untuk pembangunan berkelanjutan dengan komponen REDD+. Rencana Investasi FIP Tema 1 : Pengembangan kelembagaan untuk perhutanan sosial dan pengelolaan Sumber Daya Alam. Tema 2 : Investasi pada usaha kehutanan dan PHBM. Tema 3 : Peningkatan kapasitas masyarakat dan pengembangan mata pencaharian. Hasil yang duharapkan dari FIP: berkurangnya rintangan implementasi REDD+ di sub-nasional dan peningkatan kapasitas lokal terkait PHL dan REDD+. Peningkatan kapasitas lembaga lokal untuk bekerja dengan masyarakat lokal dan mendukung program REDD+ yang adil. KPH Model mempunyai kapasitas untuk kegiatan PHL dan REDD+. Perbaikan lingkungan bisnis untuk PHL, PHBM, dan REDD+. Perbaikan akses ke hutan dan manfaat REDD+ bagi masyarakat lokal. Proses Konsultasi FIP dilakukan dialog dan pelibatan stakeholder. DKN memfasilitasi pelaksanaan dialog. Semua dokumen terkait FIP bisa diakses publik melalui website CIF dan Kemenhut. Semua komentar dari stakeholder ditanggapi dan dimasukan dalam rencana investasi. Sebagian besar komentar akan ditangani pada proses persiapan proyek. Penekanan KPH Hutan produksi telah menjadi kawasan terbuka (open access) ketika ijin berakhir atau tidak aktif (mencakup hampir 50 % kawasan hutan negara, yang diperparah oleh tumpang tindih klaim tenurial pada juta ha). Kurangnya Manajer Hutan tingkat tapak dengan informasi memadai tentang potensi sumberdaya untuk menentukan alokasi pemanfaatan hutan. Dengan pembangunan KPH merupakan solusi strategis. Dasar hukum kuat (PP 6/2007 and 3/2008 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan dan Pemanfaatan Hutan). Upaya mengembangkan KPH semakin kuat, dan akan transformasional apabila FIP mendukung dan memanfaatkannya. Investasi KPH berpotensi mendorong pengelolaan hutan yang lebih baik. Model pemantauan terlembagakan atas pemegang ijin selama rencana pengelolaan 10 tahun. Struktur/kelembagaan pemerintahan terdesentralisasi untuk pengelolaan hutan tingkat tapak. Tanggungjawab kelembagaan untuk kawasan hutan/geografis cukup jelas. Ada proses partisipatif (misalnya rencana pengelolaan 10 tahun, tata hutan). Memfasilitasi program pelibatan dan pemberdayaan masyarakat melalui kegiatan peningkatan kapasitas. Memfasilitasi/mediasi/koordinasi para peng-klaim melalui penyediaan data yang transparan. Rencana Investasi Kehutanan Indonesia Pertemuan SC FIP ke-3, tanggal Maret 2010, Indonesia terpilih sebagai Pilot Country FIP. Indonesia mendapatkan alokasi pendanaan antara US $ juta. Tanggal 11 Februari 2011, Terbentuk Tim Teknis Penyusunan Rencana Investasi Kehutanan (FIPlan) Indonesia. Pada bulan Dokumen ini hasil dari Dialog Nasional FIP yang diselenggarakan oleh 6

7 Agustus-September 2012, diadakan Focus Group Discussion (FGD) yang difasilitasi DKN. Pada tanggal 5 Nov 2012 Rencana Investasi FIP Indonesia disetujui oleh FIP Sub-Committee. Dalam FIP ada beberapa proyek dan tema rencana investasi: Khusus bagi masyarakat untuk penanggulangan deforestasi dan degradasi hutan. Mendorong pengelolaan sumber daya alam berbasis masyarakat yang Lestari dan pengembangan kelembagaan.. Memperkuat usaha sektor kehutanan dalam mitigasi emisi karbon. Sedangkan tema yang didukung adalah pengembangan kelembagaan, usaha kehutanan dan PHBM serta peningkatan kapasitas masyarakat. Proyek pertama pengembangan Kelembagaan PHL dan PHBM, pengembangan kapasitas masyarakat dan dukungan mata pencaharian, harmonisasi kebijakan nasional dan sub-nasional mengenai peningkatan cadangan karbon. Kedua, Investasi Khusus bagi Masyarakat untuk meningkatkan kondisi pemungkin untuk PHL dan REDD+. Ketiga, Memperkuat kapasitas produksi dan kemampuan usaha perusahaan-perusahaan kehutanan dan perusahaan di sektor-sektor terkait, dengan melipatgandakan investasi sektor swasta. Persiapan Dokumen Proyek FIP Desember 2012, pengusulan Komite Pengarah (Steering Committee) Proyek. Pebruari 2013, publikasi revisi matriks komentar dan tanggapan rencana Investasi Kehutanan Indonesia. Sosialisasi keproyekan FIP di Kementerian/Lembaga Pemerintah. Nominasi Dr. Agus Sarsito sebagai FIP National Focal Point Indonesia. April 2013, pembahasan usulan Project Concept Note ADB, WB dan IFC. Penerbitan SK Menhut tentang pembentukan Komite Pengarah FIP. Pertemuan FIP DGM. Juni 2013, Pertemuan FIP (Kemenhut MDBs). Pertemuan FIP/DGM (Kemenhut DKN). B. Pemaparan Direktur Wilayah Pengelolaan dan Penyiapan Areal Pemanfaatan Hutan tentang Persiapan FIP, Kebijakan dan Perkembangan Pembangunan KPH Oleh: Ir. Is Mugiono, MM Yang perlu dicermati dari mandat UU 41 adalah pasal 10, 12, 17 dan 21. Pada pasal 10, mengurus hutan meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan. Inti dari pelaksanaan adalah pengelolaannya. Pada pasal 12, rencana ditegaskan kembali, struktur ini yang ada di Dirjen Planologi Kemenhut. Mandat dari pasal 12 adalah pembentukan wilayah pengelolaan. Pada pasal 17, dalam konteks pembentukan wilayah, ada level provinsi, kabupaten dan unit. Unit pengelola didefinisikan sebagai satuan pengelolaan hutan terkecil yang bisa dikelola secara lestari. Pada pasal 21 ditegaskan bahwa pengelolaan hutan pada dasarnya menjadi kewenangan pemerintah, pemreintah daerah dan dalam keadaan tertentu dapat diserhakan kepada BUMN. Esensinya, membangun hutan harus dilakukan unit per unit, yang melakukan adalah pemerintah. Penjabaran mandat UU 41, KPH merupakan unit pengelola terkecil melalui aspek wilayah, kelembagaan, dst. Dari mandat tersebut muncul kebijakan. Agar kebijakan bisa diimplementasikan maka harus ada renstra di Kementerian, di mana alokasi dana ada disana. Tanpa renstra, kebijakan tidak bisa diimplementasikan. Ada 120 KPH yang harus dibangun maka kebijakan selanjutnya adalah membagi 120 KPH tersebut berikut dananya, Rp. 5 milyar per KPH. Untuk merealisasikan itu perlu persiapan yang matang. Progres berikutnya dikaitkan dengan kriteria indikator, perlu ada target membangun KPH yang akan disupport FIP. Dalam KPH banyak potensi yang bisa dimainkan sehingga perlu peraturan perundangan. Inti pertemuan dengan berbagai pihak yang memiliki latarbelakang tupoksi berbeda adalah agar tidak ada kesenjangan dalam memahami FIP. Pengalaman pengelolaan KPH selama ini banyak Dokumen ini hasil dari Dialog Nasional FIP yang diselenggarakan oleh 7

8 persoalan yang diselesaikan di level nasional. Ternyata di provinsi dan kabupaten, lebih gampang menawarkan kawasan kepada investor. Tidak tertarik dikelola KPH. Ada 60 KPH direalisasikan berdasarkan renstra, pada 2013 bisa tambah 30 KPH jika ada semacam dukungan akan masuk ke model KPH. Ada tiga tema FIP. Yang dibicarakan saat ini adalah FIP yang didanai oleh Bank Dunia. Persiapan sudah dilakukan sejak November Kami dan WP3H sudah bekerja, membuat proposal untuk merespon FIP. Kami mengikuti pola yang ditawarkan Bank Dunia, menyiapkan concept note. Dalam concept note ada tiga komponen yang harus diselesaikan FIP. Rencana makro sudah disusun. Semua sudah dipersiapkan, tinggal tergantung pada kementerian, Pak Agus sebagai focal point. Tapi proposal ini belum dibahas di level Kemenhut. Hari ini proposal akan direspon, dalam waktu dekat akan dibahas di level kementerian. Mudah-mudahan bisa diselesaikan sesuai jadwal, proposal selesai pada pertengahan tahun sedangkan proyek berjalan pada Menyelesaikan proposal merupakan kegiatan yang mendukung pembangunan KPH yang direncanakan sampai 2014 berjumlah 120. C. Pemaparan Senior Project Officer ADB tentang Persiapan Proyek Investasi Khusus bagi Masyarakat Untuk Penanggulangan Deforestrasi dan Degradasi Hutan Oleh: Pantja Putih Wardhani Tentang concept paper, ada kegiatan yang sudah terdaftar, masih tentaif, dan terbuka untuk diberi masukan. Kemudian partnership dan kolaborasi saat implementasi FIP serta mengharapkan feedback dari floor. Ada 3 tema FIP dengan 4 outcome. Melihat proyek yang didanai ADB, tujuannya meningkatkan tatakelola pemerintahan, kapsitas, dan insentif untuk REDD+ dan PHL di tingkat nasional. Tujuannya meningkatkan kapsitas KPH dalam rangka REDD+, melakukan percontohan REDD+ di tingkat kabupaten, merekomendasikan pendekatan, dalam rangka mengharmonisasikan pengelolaan hutan. Area yang kami dukung dari tema pengembangan kelembagaan, KPH, pengelolaan hutan lestari dan pengelolaan hutan berbasis masyarakat, dan dukungan mata pencaharian. Ada 3 komponen, pertama penguatan strategi REDD+ di Kalbar, percontohan REDD+ di dua kabupaten, Sintang dan Melawi. Mengharmonisikan kebijakan nasional dan sub nasional. Intervensi ADB, mendukung penyebarluasan pengetahuan, penguatan kapsitas, dan insentif berbasis kinerja. Daftar kegiatan (tentatif) yang dimasukkan dalam concept paper, yang pertama dukungan melaksanakan strategi REDD+ provinsi, meningkatkan kualitas tata guna lahan dan tata guna di tingkat unit pelaksana teknis, termasuk maping, pemagaran sosial dan perlindungan hutan. Melakukan sistem safeguards, pengaduan masyarakat, pelatihan, dan membentuk bantuan dana bergulir sebagai percontohan skema insentif. Daftar kegiatan yang mendukung pelaksanaan REDD+ mengembangkan percontohan berdasarkan PHBM, membuat percontohan skema insentif membiayai REDD+ yang dilakukan masyarakat atau sektor swasta yang berkolaborasi dengan masyarakat. Akan meningkatkan kapsitas kabupten dan KPH untuk penyuluhan, mediasi konflik penggunaan lahan, dan skema REDD yang lain. Untuk mendukung poin ketiga, kami melihat mekanisme fiskal antara tingkat nasional dan sub nasional dan merekomendasikan pendekatan-pendekatan untuk pengalokasian pendapatan, menciptakan pengelolaan hutan lestari yang efektif. Kami mengusulkan skema insentif berbasis kinerja mendorong penyelarasan. Dokumen ini hasil dari Dialog Nasional FIP yang diselenggarakan oleh 8

9 Menguatkan platform nasional untuk koordinasi kebijakan REDD+, kerjasama teknologi dan penyebaran informasi.fip berkolaborasi dengan program ADB yang lain: sustainable forest and biodirversity management in HOB. Sustainable livelihood system for indigenous people in Indonesian HOB (japan fund for poverty reduction). Kolaborasi dengan DGM untuk masyarakat adat dan lokal di bawah FIP, UNREDD, UNFC. Masukan: Pendekatan yang efektif harus melibatkan pemangku kepentingan. Tentang relevansi keberlanjutan kegiatan yang diusulkan, disarankan menggunakan desain skema insentif REDD+ yang berfokus masyarakat dan Ide-ide yang mempromosikan rasa memiliki dari masyarakat. D. Pemaparan Pimpinan program kehutanan IFC tentang persiapan proyek Penguatan Usaha Sektor Kehutanan dalam Mitigasi Emisi Karbon. Oleh : Michael Brady dan Harris Nasution Ada tiga poin penting yang menjadi pendorong dalam penyusunan FIP (i) Penyusunan spatial planning; (ii) Tata kelola kehutanan yang kurang efektif; (iii) IFC lebih ke investasi dunia usaha. Beberapa sektor menjadi tambahan dalam penyusunan rencana yang berhubungan dengan industri, secara garis besar ada beberapa pemikiran dari UKM di kehutanan (SME). Hubungan antara kegiatan di dalam FIP yang dilakukan IFC di bawah Bank Dunia di level nasional membuat link kegiatan yang terkait dan mendukung pencapaian output yang optimal. Pendekatan yang dilakukan IFC dalam FIP ada 3 kegiatan utama: 1. Dukungan teknis penguatan keorganisasian; 2. Dukungan keuangan dalam kerangka produksi; 3. Pengembangan pasar. IFC mengadopsi bapak angkat industri untuk bekerja dengan SNI dan bekerja di hampir semua sektor dari produksi sampai manufaktur. Gambaran dana atau funding yang nantinya dikelola IFC sebesar US $ 35 juta yang terbagi $ US 2.5 juta dalam bentuk hibah untuk IFC global expertise dan local support provider, serta US $ 32.5 juta untuk pinjaman secara langsung, value chain. Kami tekankan dalam forest invesment plan membuka potensi terhadap semua inisiatif ada HPL, HTI dan HPH. IFC melakukan beberapa kegiatan yang mendukung, melakukan analisis di beberapa daerah, melakukan pertemuan diskusi awal dengan 20 perusahaan besar dan berdiskusi dengan KPH melihat potensi dari segi bisnis. Sektor lain di luar kehutanan, kita coba terapkan dalam kegiatan mendatang, safeguards polecy ada 8 kebijakan dalam investasi atau pendampingan. Tahapan yang IFC lakukan dalam pendekatan ke calon client yang wajib dijalankan ada kepatutan (sesuai dengan safeguards). Time line kegiatan IFC dalam payung besar FIP Indonesia dari Juni s/d Desember 2013, harapannya awal 2014 proses bisa berjalan. Emil Kleden (Fasilitator) memandu diskusi untuk tanggapan dan klarifikasi dengan batasan tiga tema FIP: kelembagaan, usaha kehutanan, dan peningkatan kapasitas; tiga ruangan yang akan Dokumen ini hasil dari Dialog Nasional FIP yang diselenggarakan oleh 9

10 dijamah: nasional, daerah, dan basis. Prinsipnya meminimalisasi resiko dan kehati-hatian. Tahapan menuju ke implementasi penuh. Pertanyaan 1. Yohanes Balubun - Kamar Masyarakat DKN Dari presentasi pertama sampai terakhir, diketahui bahwa tujuan dari semuanya adalah untuk kelestarian hutan. Saya ingin mengingatkan bahwa masyarakat adat yang ada di wilayah Maluku dari utara sampai selatan mempunyai kearifan dalam mengelola hutannya. Mereka punya hukum adat yang lebih tinggi dari hukum negara, masyarakat adat yang mengakui dirinya ada sebelum ada Negara dan merampas haknya. Tiba-tiba orang membicarakan kelestarian hutan, masyarakat adat sudah membuat aturan untuk menjaga kelesatarian. Saya tidak keberatan dengan KPH yang direncanakan, kearifan masyarakat adat sudah ada sejak dulu. Kami masyarakat yang ada di Maluku merasa dari dulu ada upaya menghancurkan adat dan kearifannya. Dinyatakan bahwa pasal 33 UUD 45 menjadi mandat dari KPH, kenapa mandat bukan berdasarkan masyarakat adat di dalam wilayah masyarakat itu. Kenapa mandatnya aturan yang menjajah sejak dulu. Dulu penjajah datang dan mengklaim wilayah hutan adat. Jangan lagi kita menjadikan pasal 33 UUD 45 menakutkan masyarakat, bagi saya, hal terpenting adalah bahwa jangan melakukan sesuatu di wilayah masyarakat adat jika tak ada mandat dari masyarakat adat. 2. AMAN Jambi AMAN melihat desain program tak menjawab persoalan di tingkat bawah. Persoalan yang mendasar di tingkat masyarakat adat dan lokal adalah konflik. Persoalan konflik ada di sub item, rendah. Harapan kami paling mendasar, restrukturisasi perijinan hutan menjadi bagian yang penting yang dilakukan dalam FIP ke depan, kaitannya dengan kedaulatan masyarakat adat lestari. Bicara perlindungan hutan, masyarakat adat sudah punya kearifan, bagaimana membuka akses masyarakat adat kepada hutannya sendiri menyangkut ijin dan pengelolaan. Soal KPH dimandatkan bahwa nanti dikelola pemda, kegiatannya peningkatan kapsitas saja, implementasi tidak ada. Mereka menganggap masyarakat adat sebagai objek, bukan subjek. Ini menjadi koreksi bersama ke depan. 3. Andreas L (Kamar masyarakat DKN) Korelasi FIP dengan perubahan REDD di Indonesia terkait penyusunan strada REDD. Banyak hal yang kita lupakan ketika bicara investasi. Soal resiko perlu disampaikan bahwa ada banyak resiko yang kita hadapi: (i) pengusiran; (ii) potensi konflik sosial akibat pengaturan kekuasaan; (iii) resiko harga makanan dan komoditas; (iv) resiko korupsi. Pertanyaan: Apakah objek sasaran MDB's hanya hutan atau masyarakat yang di hulu? Bagaimana dengan yang di hilir? Bagaimana mengukur ketercapaian sasaran itu kalau program investasi mengharapkan perubahan sosial? Apa ukurannya kemiskinan berkurang dengan dana yang dikucurkan? Adakah pembelajaran yang kita mengerti soal pelestarian hutan banyak kesalahan yang terjadi pada masa lalu? Apa yang kita lakukan dari isu internasional, ada banyak hal, bukan dengan dana yang besar yang diharapkan, tapi ada manfaat lain. Saat ini perubahaan iklim sudah dirasakan. Ada beberapa tanaman yang tak bisa hidup lagi dengan adanya perubahan iklim. Dokumen ini hasil dari Dialog Nasional FIP yang diselenggarakan oleh 10

11 4. Heni Nasutian AKSI Proyek di Papua Barat, Kalimantan, Sulawesi dan Sumatra, ada 700 Ha. Proyek tersebut terkait dengan logging, sementara dokumen FIP menyatakan tidak menanamkan modal di wilayah logging. Bagaimana tanggapannya? Melihat masyarakat yang hidup di sekitar hutan yang 60 juta Ha, kemudian ada FIP di dalamnya, prosesnya seperti apa? Tanggapan 1. Agus Sarsito Komite Pengarah FIP Kami menyadari tentang kearifan lokal dan proyek tak menafikan kearifan lokal. Kalau pernyataan soal kelestarian, dan kita tak menghargai kearifan lokal itu tidak benar. Dalam proyek, kita bicara soal kelestarian hutan berpijak pada KPH. Jika di dalamnya ada hutan adat, dan pengelolaan sudah benar kita hargai itu, kita tak semena-mena kepada masyarakat. Justru dengan kegiatan ini kita melihat konflik dicarikan penyelesaiannya, keterlibatan NGO, CSO menjadi penting. Di dalam KPH, seluruh kawasan hutan akan dibagi ke dalam KPH. Faktanya di Sumatra banyak isu akses kepada masyarakat, hal ini menarik, dan FIP seharusnya bisa menjawab itu. Soal resiko, sudah diingatkan MDB's memahami resiko dan meminimalisasi. Di dalam pelaksanaan perlu melibatkan teman-teman dari masyarakat lokal adat. Sekaligus menjawab pertanyaan kenapa pemerintah menerima uang dari bank dunia. Kalau ada bantuan target pengurangan emisi 26 persen menjadi 40 persen, maka diterima. Masyarakat adat yang diwakili AMAN sangat mengikuti proses FIP. Bukannya pemerintah kekurangan uang, untuk mencapai 26 persen sudah cukup uangnya. Tapi pengurangan emisi bukan hanya soal Indonesia tapi seluruh dunia juta dollar dana FIP untuk sektor privat, bukan hanya perusahaan besar, tapi masyarakat yang memiliki usaha bisa dibantu pinjaman. Pemerintah Indonesia tak mengelola pinjaman. 2. Is Mugiono Direktur Wilayah Pengelolaan dan Penyiapan Areal Pemanfaatan Hutan Kemenhut Mandat terkait situasi sekarang sangat sederhana. Mengelola hutan secara sederhana. Di Indonesia akan dibagi-bagi sekitar 600 unit KPH. Yang memberi mandat mengelola adalah negara, termasuk masyarakat adat. Saat ini pengelolaan hutan belum seperti itu. Dari 600 unit dibangun 120 KPH termasuk Maluku. Aturan main membangun KPH sudah jelas termasuk perijinan KPH dan mandatnya, misalnya di Maluku dari hak masyarakat adat di sana. Di daerah masing-masing mengenal Tahura (taman hutan rakyat). Ada contoh menarik, segala perijinan dilakukan Pemda (bupati atau gubernur). Untuk pemberdayaan masyarakat dilakukan Tahura. KPH akan seperti itu. Fakta di lapangan sudah ada pemegang ijin dsb, itu yang akan kita atur. Bagaimana hubungan KPH dengan masyarakat adat, ijin yang lebih dulu ada dst. Ruhnya mandat ada di Implementasi, renstra ada duitnya. Banyak lubangnya. Pemerintah memiliki mandat tidak sepenuhnya tak dibebankan ke dana bantuan. Proses masih panjang, sejak hari ini sampai Desember 2013 akan dijabarkan menjadi proposal proyek. Banyak pekerjaan, bukan hanya FIP, siapapun yang akan support KPH dipersilahkan. Banyak pekerjaan untuk support KPH. 3. Michael Brady - Pimpinan Program Kehutanan IFC Peran IFC ada dua sasaran yaitu bank komersial dengan pinjaman dan sasaran tentang pembangunan seperti menciptakan pekerjaan sebagai fungsi dasar di IFC. Dokumen ini hasil dari Dialog Nasional FIP yang diselenggarakan oleh 11

12 Dalam program kita ada komentar tentang klien dan lokasi, tapi program kehutanan IFC dan FIP satu proyek. Dalam FIP kita baru mulai, belum identifikasi dunia usaha atau klien yang akan dikerjasamakan, masih 1-2 tahun identifikasi dunia usaha. Sampai sekarang program FIP, IFC belum ada kerjasama dengan perusahaan. Pengelolaan resiko, Pak Haris menjelaskan di IFC ada 2 program, performance standard, dan pedoman bagaimana IFC bekerjasama dengan dunia usaha. 4. Agus Sarsito Komite Pengarah FIP FIP mencoba memfasilitasi masyarakat supaya mendapatkan akses sumberdaya hutan dan mengelola dengan kaidah hutan lestari. Banyak skema yang diperkenalkan Kementerian Kehutanan untuk mengakselerasi hutan masyarakat, karena target pembangunan HPH baru tercapai beberapa ratus ribu. Sementara, izin HTR ada di Bupati maka kuncinya kalau bisa mengakselerasi akses dengan skema yang ada, itu merupakan upaya mengurangi kemiskinan. Banyak kepercayaan bahwa kalau hutan mau lestari masyarakat harus sejahtera, dan sebaliknya. Dengan program ini meningkatkan kapasitas masyarakat untuk memanfaatkan akses melalui skema yang ada. Emil Kleden (fasilitator) Memberikan kesempatan kepada peserta yang belum sempat mengemukakan pandangan atau pertanyaan. Dua orang narasumber Agus Sarsito dan Is Mugiono, digantikan oleh Sigit Nugroho dan Teguh Rahardja. Pandangan/Pertanyaan 1. Puspa Dewi - Solidaritas Perempuan Ada beberapa pertanyaan dan kritik yang ingin kami sampaikan. Pertama terkait dengan rekomendasi pasca persetujuan FIP dari sub comite, sejauh mana rekomendasi dilakukan pasca persetujuan. Seharusnya masukan masyarakat sipil dimasukkan dalam dokumen perencanaan tetapi kami melihatnya hanya menjadi lampiran terpisah. Menurut kami, ini tidak hanya dijadikan anex tapi terintegrasi dalam dokumen FIP. Perubahan terakhir 5 oktober 2012, sampai saat ini belum ada perubahn yang signifikan. Kami ingin menanyakan masukan masyarakat sipil tidak terakomodir dalam dokumen FIP, masukan kami mau dijadikan apa? Kami menanyakan perkembangan proyek pada februari 2013 dan belum mendapatkan respon dari tim FIP. Merujuk pada tabel kerja FIP 2013, terkait dengan inisiatif sektor swasta, telah tertulis wilayah dan luasan proyeknya. Apakah luasan itu diambil dari potensi wilayah FIP atau yang baru? Bagaimana keterlibatan masyarakat yang terkena dampak proyek terhadap penetapan wilayah? 2. Ita Natalia Kamar LSM DKN Pertanyaan kepada Pak Sigit Nugroho yang mewakili Is Mugiono, ada 120 KPH yang akan menjadi unit pelaksana FIP. Bagaimana kerja di tingkat tapak? Kementerian Kehutanan dengan KPH memiliki rencana kelola di tingkat tapak, bisa diperlihatkan melalui peta rencana kerja. Sementara di tingkat tapak ada masyarakat adat dan lokal yang memiliki wilayah adat yang diperlihatkan dengan peta partisipatif wilayah adat. Apakah mungkin dua hal ini diintegrasikan ketika mau membuat rencana pengelolaan? Bagaimana pihak KPH mengkomunikasikan kepada masyarakat setempat dan apa yang menjadi hak jawab dari rencana kerja yang masuk ke wilayah mereka? Mungkinkah ada unit kelola bersama, jika iya bagaimana menyiapkan kondisi itu mungkin dalam perspektif kehutanannya? Dokumen ini hasil dari Dialog Nasional FIP yang diselenggarakan oleh 12

13 3. Doni KPH Lombok Banyak kritikan soal KPH, selama dalam pengelolaan, pemerintah memberikan hak konsesi pada pengusaha. Masyarakat sengsara karena terjadi banjir dan masyarakat mengusir mereka. Kemudian masyarakat mengelola, dan berbuat lebih merusak dari HPH. Sangat bersyukur ada pemerintah yang menjawab ini semua, Kementerian Kehutanan, dan pemda melepas tangan karena ada hak kelola HPH. Menata hutan secara bersama-sama sampai tingkat tapak. Kami dilibatkan dari perencanaan KPH, mulai rancang bangun sampai KPH terbentuk dan mendapatkan izin dari menteri. Apakah KPH mampu menangani masalah? KPH mewarisi masalah. Masalah tenurial dan administrasi, sistem pendanaan KPH masih tercantol kemana-mana. Pemda memiliki kesan bahwa KPH menjadi tanggungjawab pusat, tapi di sisi lain dinas merasa enggan melepaskan KPH, merasa dikebiri. Hukum adat diakomodir menjadi hukum KPH, masyarakat boleh mengelola, itu faktanya. 4. Irsal Hamid AMAN TL Kami khawatir masyarakat di daearh konflik menjadi korban dengan adanya investasi ini. Investasi muncul dari analisis Bank Dunia bahwa di komunitas banyak persoalan. Di tempat kami ada satu wilayah di luar kawasan hutan, pemerintah memiliki keinginan melestarikan lingkungan dengan memasukkan kawasan itu sebagai wilayah konservasi, akhirnya masyarakat yang menderita. DKN punya perekat, mendapatkan informasi dari daerah konflik. Jika pemerintah secara otomatis punya pengaruh besar, ketika sampai di wilayah, maka aturan yang dijalankan secara otomatis. Keterlibatan DKN dan masyarakat lokal harus atau wajib. 5. Rio Ismail Ecological Justice Ketika bicara FIP tak bisa menafikan psikologi kehutanan itu banyak konflik, KPK mencatat ribuan kasus yang belum selesai. Studi oleh Pak Hariadi memberikan gambaran betapa besar konflik di tata hutan. Bulan april berbicara soal review safeguards, sejauh mana kekhawatiran masyarakat masih perlu didiskusikan. Bicara FIP bukan sekadar satuan uang, tapi jarak pandang kehutanan yang identik dengan masalah dan konflik. Ini harus jelas semuanya, kalau tidak akan mengulang banyak hal. Institusi keuangan semacam Bank Dunia, ADB dan IFC memberikan jaminan menggunakan kerangka pengaman tertentu. Tanggapan 1. Teguh Rahardja Kemenhut Mengenai rekomendasi subkomite diupdate 23 februari. Memang semua masukan harus direkam. Masukan sebagian bisa diakomodir dalam proses perbaikan sampai submisi, semua dilakukan. Sebagian besar, saran-saran akan diakomodir saat ini. FIP tahapnya project agreement, ada grand yang digunakan, tenaga ahli yang akan membantu. Mengenai kebijakan dan partisipasi masyarakat di kawasan hutan. Hal-hal besar itu akan diakomodir dalam pelaksanaan proyek. Konsultasi dalam persiapan dokumen. Safeguards suatu hal yang besar, menjadi bagian dari poryek itu sendiri, dilaksanakan tahun depan. Surat dari SP, kami menyadari itu, menerima surat, membahasnya. Diputuskan untuk merespon dengan dialog semacam ini. Tim FIP memohon DKN untuk memfasilitasi. Pelaksanaan tertunda, dari bulan April sampai Juni. Dokumen ini hasil dari Dialog Nasional FIP yang diselenggarakan oleh 13

14 Keterlibatan masyarakat suatu hal yang berulang yang kami terima masukannya. Konsultasi masyarakat yang terdampak baru bisa dilakukan saat ini. Lokasi proyek bisa diidentifikasi, gambaran umum KPH dst, belum spesifik. Ketika lokasi ditentukan, konsultasi jauh lebih intesif. Memperkerjakan ahli secara efektif. Partisipasi governance assessment, pada 25 Juni di Lombok menjadi bagian dari pertemuan UNREDD polecy board meeting. Menilai kelemahan, melakukan upaya perbaikan, secara bertahap pengelolaan hutan lahan dan REDD+ semakin baik. kementerian kehutanan dari awal mendukung studi ini. Persoalan tenure mendapatkan porsi yang besar dalam FIP plan. Di dalam FIP, persoalan tenure merupakan satu program yang istimewa dengan adanya DGM. Tidak semua program menyisihkan uang sebanyak US $ 50 juta untuk terlibat, dan mengantisipasi dampak itu. Indonesia diharapkan bisa membantu masyarakat adat dan lokal, dan FIP menekankan bahwa safeguards harus diikuti, MDB's yang mendukung harus diikuti. Dialog semacam ini di FIP sangat intensif, terlibat sedari awal, kita melakukan secara maksimal. 2. Sigit Nugroho Planologi Kemenhut Bagaimana memilih dari 120 KPH menjadi lokasi proyek? Proyek yang akan didesain ada di tingkat nasional, sub nasional dan tingkat tapak. Lokasi akan dipilih 3-4 wilayah untuk mendemonstrasikan proyek, meningkatkan taraf hidup masyarakat. Memilih lokasi yang mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat. Di daerah ikut dalam pengembangan kapasitas, di nasional juga bisa terlibat. Mainstreaming peraturan untuk mendukung operasional di tingkat tapak. Peraturan yang meningkatkan taraf hidup masyarakat, mengelola hutan secara lestari. Integrasi dengan hak adat masyarakat, suatu saat dari Pak Doni di Lombok, KPH melibatkan masyarakat. Di pengelolaan melibatkan masyarakat setempat, bagaimana mengintegrasikan tata hutan dan pengelolaan jangka panjang. Pengelolaan land tenure, hak adat. Hutan lindung: blok inti, blok pemanfaatan, dan blok khusus. Khusus kriterianya apabila ada hak ulayat di sana. Di Juknis tata kelola KPH ( mengakomodir dan mengintegrasikan hak ulayat dalam tata kelola KPH. Kita petakan bersama masyarakat, disanalah stakeholeder terlibat. Banyak kendala dalam membangun KPH, salah satu kendala ketakutan dari dinas kehutanan tentang kewenangan yang direbut KPH. Dinas kehutanan sebagai regulator, KPH sebagai implementator lapangan. Seperti rumah sakit dengan dinas kesehatan. Kita lakukan dengan penyebarluasan info tentang KPH. Lombok bisa menjadi contoh, di Jogja melibatkan 16 ribu petani, 24 milyar per tahun dikembalikan ke masyarakat, KPH hanya mendapat 7-8 Milyar per tahun. Ini contoh pengelolaan hutan dengan masyarakat bisa berjalan. 3. Michael Brady - Pimpinan Program Kehutanan IFC Menjelaskan tentang lokasi proyek, kerjasama dengan sektor swasta, kriteria dan bagaimana lebih jelas tentang Safeguards. Tentang safeguards ada 3 macam: a. Safeguards dalam proyek FIP, kegiatan sektor swasta dalam desain kegiatannya indpenden dari proyek lain dan dari pemerintah Indonesia. Proyek IFC di sektor swasta langsung dengan dunia usaha. Pemilihan perusahaan hanya melibatkan IFC dan dunia usaha saja. b. Seperti pedoman di dalam IFC, tiap investasi memakai 8 safeguards untuk pemanfaatan kegiatan dengan dunia usaha. c. Safguards khusus untuk dunia usaha, melihat buku finansial di dunia usaha, melihat ada potensi KKN, pengelolaan. Kemudian soal pengurusan, ada kebijakan kuat di IFC, tak boleh kerjasama dengan orang politik di pengurusan perusahaan. Rencan kerja dan lingkungan Dokumen ini hasil dari Dialog Nasional FIP yang diselenggarakan oleh 14

15 sosial. Semua kegiatan diantara IFC dan perusahaan harus ada laporan tiap 6 bulan tentang kegiatan kerjasama dan finansial. Kerjasama dengan dunia usaha, harus ada kontribusi kedua pihak. Ada banyak cerita antara IFC kerjasama dengan perusahaan. Menjelaskan IFC belum ada investasi di sektor kehutanan di Indonesia, beroperasi hampir 50 tahun, di proyek FIP semoga bisa sukses. 4. Pantjaputih Wardani - ADB Leasson learn dari Lombok, keterlibatan masyarakat sedari awal. Mulai dari desain, ada musyawarah mufakat beberapa kali. Masyarakat membuat kelompok yang berbadan hukum. Untuk menyarankan pendapat, suara mereka dituangkan dalam rencana kerja di KPH. Dengan KPH mungkin dibuat kesepakatan-kesepakatan melaksanakan pengelolaan hutan lestari. 5. Rio Ismail Ecologycal Justice Menganjurkan Bank Dunia harus tunduk pada prinsip UN, pada berbagai konvensi UN, dalam pembahasan isu safeguards prinsip harus masuk dalam safeguards. Kalau mau lebih konkrit safeguards mau disebut memberikan perlindungan, tapi jika Bank Dunia mau tunduk pada aturan nasional. Bisakah dalam forum ini IFC tak akan bekerjasama dengan perusahaan yang melangkahi hak-hak masyarakat adat, perusahaan yang menggunakan TNI, perusahaan yang melakukan money loundry. Kalau kita cari rumusan pada UU, komitmen disampaikan. Bisakah dalam forum ini ada komitmen semacam itu? Tanggapan 1. Michael Brady - Pimpinan Program Kehutanan IFC Usulan rekomendasi lihat di website IFC performance standard soal safeguards secara detail, saya tidak bisa janji. Tapi saya kira safeguards IFC sesuai program UN seperti dalam safeguards indigenous people, kita harus seperti FPIC dalam safeguards nomor 8. Itu satu contoh secara detail dalam safeguards. Ada pedoman lebih berat lagi, IFC tak boleh kerjasama dengan BUMN. Kita harus kerjasama dengan sektor swasta murni. Tentang TNI, kita pasti tidak bisa kerjasama. Ada banyak kendala, 50 tahun di Indonesia, belum ada investasi di sektor kehutanan. Usep Setiawan (Fasilitator) Mengundang para signatoris yang hadir dalam forum maju ke depan untuk menyampaikan sikap dan pandangan. Leonadr Imbiri, Paramitha Iswari, Dewi (Solidaritas Perempuan) Dokumen ini hasil dari Dialog Nasional FIP yang diselenggarakan oleh 15 III. Sikap dan Pandangan Signatoris 1. Leonard Imbiri Ketua Kamar Masyarakat DKN Pertama, tugas kamar masyarakat DKN adalah memfasilitasi proses pembentukan SCN DGM. Kedua, DGM bertujuan meningkatkan kapasitas masyarakat adat dan komunitas lokal. Penguatan posisi dan peran masyarakat adat dan komunitas lokal. Ketiga, bahwa DGM dan FIP memiliki dua mekanisme yang terpisah dalam implementasinya. Hasil pertemuan nasional, ada 5 komisi yang dibentuk, komisi pertama prinsip kerja SCN DGM, tugas dan tanggungjawab, peran dan kewenangan, struktur, mekanisme SCN DGM. Ketua Kamar Masyarakat menjelaskan hasil pleno diskusi kelompok hari pertama. 2. Paramitha Iswari Kamar LSM DKN

16 Menyampaikan Posisi dan Peran DKN di FIP. Terkait FIP, peran DKN di masa lalu (presidium ) adalah Menjadi bagian dari tim penulis dokumen rencan investasi kehutanan Indonesia; Mengidentifikasi pemangku kepentingan utama; Memfasilitasi proses konsultasi. Reposisi DKN dalam FIP: Mengawal proses FIP non perdagangan dan megarusutamakan FPIC. Mulai dari Dialog dengan 12 signatoris yang meminta perubahan dokumen FIP, dialog dengan pemerintah (Kemenhut, Kemenkeu, UKP4, dll), menghadiri rapat Tim FIP menyampaikan pandangan DKN dan signatoris serta rapat submisi komite. Peran DKN ke depan: Menjadi SC dengan lembaga lain (satgas REDD+, Bappenas, Kemenkeu, Kemenhut). Bagaimana peran DKN dalam proyeknya? Menjembatani hubungan dengan konstituen DKN namun bukan sebagai Public Relation proyek terkait. Akan dipertimbangkan suara LSM sebagai konstituen DKN yang menolak (semakin besar) dengan segala alasannya, termasuk adanya komponen hutang dalam dana IFC kepada private sektor. 3. Puspa Dewi - Solidaritas Perempuan Solidaritas Perempuan dan beberapa teman-teman masyarakat sipil dari proses awal penyusunan FIP melihat perkembangannya, memberikan masukan, kritik dan monitoring substansi FIP. Dari awal, kami sudah katakan, bahwa keterlibatan masyarakat menjadi krusial. Ada ketidakseriusan pandangan masyarakat sipil terhadap substansi FIP. Dari awal penyampaian proses penyusunan FIP, persoalan informasi menjadi hal yang bermasalah. Akses informasi dokumen FIP tak terbuka luas. Semua informasi sudah disampaikan ke website. Bagaimana dengan masyarakat yang tak memiliki akses ke internet? Ada peminggiran hak terhdap informasi. Ini berdampak pada proses konsultasi. Tidak semua masyarakat yang terkena dampak, bisa mengetahui apa sebenarnya proyek atau program FIP. Apa dampak yang mereka alami ketika proyek FIP jalan. Di dalam dokumen FIP mengatakan bahwa konsultasi publik dilakukan di beberapa derah dan tidak semua wilayah yang potensial FIP (5 oktober 2012) hanya 5 wilayah yang dilakukan proses konsultasi. Ada persoalan, pelanggaran terhadap hal informasi, hak masyarakat setuju atau tidak wilayah mereka dijadikan wilayah proyek FIP. Tidak ada pernyataan atau persetujuan dari masyarakat yang terkena dampak proyek FIP. Ketidakjelasan wilayah FIP membingungkan masyarakat. Kami menanyakan kepada kelompok perempuan di wilayah Aceh, pemerintahpun baru mengetahui bahwa FIP baru disetujui. Konsultasi terbatas memberikan umpan balik, perkembangan disampaikan di website. Tidak ada mekanisme yang dibangun terhadap mereka. Persoalan lain, di dalam dokumen FIP, kita melihat ada beberapa persoalan. Dalam dokumen tak termuat analisis situasi sosial, politik, perempuan. Tidak ada pengakuan terhadap perempuan sebagai pemangku kepentingan. Masyarakat hanya diwakili laki-laki, tak ada ruang yang dibangun bagi perempuan. Tak ada data informasi terkait situasi perempuan di wilayah hutan, tak ada penegasan aktor yang menjadi penyebab terjadinya persoalan konflik kehutnanan. Keterlibatan militer di kawasan hutan tak terdapat dalam dokumen FIP. Tidak ada analisis dan dampak resiko menggunakan perspektif gender, tak ada mekanisme komplain ketika terjadi pelaksanaan proyek. Ini akan menimbulkan persoalan ketika masyarakat menghadapi konflik. Dokumen ini hasil dari Dialog Nasional FIP yang diselenggarakan oleh 16

Dialog Nasional Program Investasi Kehutanan di Indonesia

Dialog Nasional Program Investasi Kehutanan di Indonesia Kerangka Acuan Dialog Nasional Program Investasi Kehutanan di Indonesia Dewan Kehutanan Nasional dan Kementerian Kehutanan RI Hotel Pangrango 2 - Bogor, 28 Juni 2013 1. Latar Belakang Indonesia sedang

Lebih terperinci

DOKUMEN INFORMASI PROYEK (PID) TAHAP KONSEP. Proyek Persiapan Kesiapan Indonesia (Indonesia Readiness Preparation Project) Kawasan Regional EAP Sektor

DOKUMEN INFORMASI PROYEK (PID) TAHAP KONSEP. Proyek Persiapan Kesiapan Indonesia (Indonesia Readiness Preparation Project) Kawasan Regional EAP Sektor DOKUMEN INFORMASI PROYEK (PID) TAHAP KONSEP Laporan No.: Nama Proyek Proyek Persiapan Kesiapan Indonesia (Indonesia Readiness Preparation Project) Kawasan Regional EAP Sektor Lingkungan dan Pedesaan ID

Lebih terperinci

Oleh : Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Oleh : Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Oleh : Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Disampaikan pada acara : Rapat Monitoring dan Evaluasi Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam Jakarta, 22

Lebih terperinci

BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA

BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA 4.1. Landasan Berfikir Pengembangan SRAP REDD+ Provinsi Papua Landasan berpikir untuk pengembangan Strategi dan Rencana Aksi (SRAP) REDD+ di Provinsi

Lebih terperinci

PRISAI (Prinsip, Kriteria, Indikator, Safeguards Indonesia) Mei 2012

PRISAI (Prinsip, Kriteria, Indikator, Safeguards Indonesia) Mei 2012 PRISAI (Prinsip, Kriteria, Indikator, Safeguards Indonesia) Mei 2012 Apa saja prasyaarat agar REDD bisa berjalan Salah satu syarat utama adalah safeguards atau kerangka pengaman Apa itu Safeguards Safeguards

Lebih terperinci

Panggilan untuk Usulan Badan Pelaksana Nasional Mekanisme Hibah Khusus untuk Masyarakat Adat dan Masyarakat Lokal Indonesia November 2014

Panggilan untuk Usulan Badan Pelaksana Nasional Mekanisme Hibah Khusus untuk Masyarakat Adat dan Masyarakat Lokal Indonesia November 2014 Panggilan untuk Usulan Badan Pelaksana Nasional Mekanisme Hibah Khusus untuk Masyarakat Adat dan Masyarakat Lokal Indonesia November 2014 A) Latar Belakang Mekanisme Hibah Khusus untuk Masyarakat Adat

Lebih terperinci

FOREST INVESTMENT PROGRAM (FIP): The largest publicly- funded threat to Indonesia s forests and forest- dependent

FOREST INVESTMENT PROGRAM (FIP): The largest publicly- funded threat to Indonesia s forests and forest- dependent FOREST INVESTMENT PROGRAM (FIP): The largest publicly- funded threat to Indonesia s forests and forest- dependent peoples in decades? BY RIO ISMAIL Execu've Director The Ecological Jus'ce Indonesia World

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia menunjukkan nilai rata-rata 33,37 1 pada skala 1 sampai dengan 100.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia menunjukkan nilai rata-rata 33,37 1 pada skala 1 sampai dengan 100. 2 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kondisi kawasan hutan di semua kabupaten di provinsi Jambi menurut hasil pengukuran indeks tata kelola hutan di 9 Kabupaten di provinsi oleh PGA UNDP

Lebih terperinci

SINTESA RPI 16 EKONOMI DAN KEBIJAKAN PENGURANGAN EMISI DARI DEFORESTASI DAN DEGRADASI. Koordinator DEDEN DJAENUDIN

SINTESA RPI 16 EKONOMI DAN KEBIJAKAN PENGURANGAN EMISI DARI DEFORESTASI DAN DEGRADASI. Koordinator DEDEN DJAENUDIN SINTESA RPI 16 EKONOMI DAN KEBIJAKAN PENGURANGAN EMISI DARI DEFORESTASI DAN DEGRADASI Koordinator DEDEN DJAENUDIN TARGET OUTPUT RPI 2010-2014 SINTESA OUTPUT 1: OUTPUT 2: OUTPUT 3: OUTPUT 4: OUTPUT 5: Sosial

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN 1 IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI (KPHP) MODEL LALAN KABUPATEN MUSI BANYUASIN PROVINSI SUMATERA SELATAN Tesis Untuk memenuhi sebagian persyaratan Mencapai derajat

Lebih terperinci

HUTAN KEMASYARAKATAN (HKm) Oleh Agus Budhi Prasetyo

HUTAN KEMASYARAKATAN (HKm) Oleh Agus Budhi Prasetyo HUTAN KEMASYARAKATAN (HKm) Oleh Agus Budhi Prasetyo Hutan Kemasyarakatan (HKm) menjadi salah satu kebijakan yang dikeluarkan oleh Kementerian Kehutanan untuk menekan laju deforestasi di Indonesia dengan

Lebih terperinci

Masyarakat Adat di Indonesia dan Perjuangan untuk Pengakuan Legal

Masyarakat Adat di Indonesia dan Perjuangan untuk Pengakuan Legal Masyarakat Adat di Indonesia dan Perjuangan untuk Pengakuan Legal Pandangan dan Pengalaman AMAN Mina Susana Setra Deputi untuk Advokasi, Hukum dan Politik - AMAN GCF TaskForce REDD+ Training Bali, 20 November

Lebih terperinci

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. 1. Atas undangan Organisasi Kesehatan Dunia, kami, Kepala Pemerintahan, Menteri dan perwakilan pemerintah datang

Lebih terperinci

Kebijakan Fiskal Sektor Kehutanan

Kebijakan Fiskal Sektor Kehutanan Kebijakan Fiskal Sektor Kehutanan Prof. Dr. Singgih Riphat Badan Kebijakan Fiskal Departemen Keuangan PENYUMBANG EMISI CO 2 TERBESAR DI DUNIA Indonesia menempati urutan ke 16 dari 25 negara penyumbang

Lebih terperinci

FCPF CARBON FUND DAN STATUS NEGOSIASI TERKINI

FCPF CARBON FUND DAN STATUS NEGOSIASI TERKINI KONTRIBUSI NON-PARTY STAKEHOLDERS (NPS) DI KALIMANTAN TIMUR DALAM PEMENUHAN NDC FCPF CARBON FUND DAN STATUS NEGOSIASI TERKINI Niken Sakuntaladewi (niken_sakuntaladewi@yahoo.co.uk) Pusat Litbang Sosial,

Lebih terperinci

Komite Advokasi Nasional & Daerah

Komite Advokasi Nasional & Daerah BUKU SAKU PANDUAN KEGIATAN Komite Advokasi Nasional & Daerah Pencegahan Korupsi di Sektor Swasta Direktorat Pendidikan & Pelayanan Masyarakat Kedeputian Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

MAKSUD DAN TUJUAN. Melakukan dialog mengenai kebijakan perubahan iklim secara internasional, khususnya terkait REDD+

MAKSUD DAN TUJUAN. Melakukan dialog mengenai kebijakan perubahan iklim secara internasional, khususnya terkait REDD+ MENTERI KEHUTANAN LETTER OF INTENT (LOI) ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DENGAN PEMERINTAH NORWEGIA TENTANG KERJASAMA PENGURANGAN EMISI GAS RUMAH KACA DARI DEFORESTASI DAN DEGRADASI KEHUTANAN JAKARTA,

Lebih terperinci

Laksanakan Penataan Kehutanan Menyeluruh, dan Batalkan Rencana Pengesahan RUU tentang Pemberantasan Perusakan Hutan

Laksanakan Penataan Kehutanan Menyeluruh, dan Batalkan Rencana Pengesahan RUU tentang Pemberantasan Perusakan Hutan Pandangan dan Sikap Dewan Kehutanan Nasional (DKN) Atas Rancangan Undang-Undang Pemberantasan Perusakan Hutan Laksanakan Penataan Kehutanan Menyeluruh, dan Batalkan Rencana Pengesahan RUU tentang Pemberantasan

Lebih terperinci

VISI ACEH YANG BERMARTABAT, SEJAHTERA, BERKEADILAN, DAN MANDIRI BERLANDASKAN UNDANG-UNDANG PEMERINTAHAN ACEH SEBAGAI WUJUD MoU HELSINKI MISI

VISI ACEH YANG BERMARTABAT, SEJAHTERA, BERKEADILAN, DAN MANDIRI BERLANDASKAN UNDANG-UNDANG PEMERINTAHAN ACEH SEBAGAI WUJUD MoU HELSINKI MISI TATA KELOLA SUMBERDAYA ALAM DAN HUTAN ACEH MENUJU PEMBANGUNAN YANG BERKELANJUTAN DAN RENDAH EMISI VISI DAN MISI PEMERINTAH ACEH VISI ACEH YANG BERMARTABAT, SEJAHTERA, BERKEADILAN, DAN MANDIRI BERLANDASKAN

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN DAN SARAN 369 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Selama tahun 1990-2009 terjadi pengurangan luas hutan SWP DAS Arau sebesar 1.320 ha, mengakibatkan kecenderungan peningkatan debit maksimum, penurunan debit minimum

Lebih terperinci

Penataan Kawasan Hutan Bagi Kebangkitan Kehutanan Nasional

Penataan Kawasan Hutan Bagi Kebangkitan Kehutanan Nasional KERANGKA ACUAN WORKSHOP PRESIDIUM DKN Penataan Kawasan Hutan Bagi Kebangkitan Kehutanan Nasional Diselenggarakan oleh Dewan Kehutanan Nasional (DKN) Yogyakarta, 17-18 Juli 2013 1. Latar Belakang Pada tanggal

Lebih terperinci

Kemajuan PENETAPAN KAWASAN HUTAN

Kemajuan PENETAPAN KAWASAN HUTAN Kemajuan PENETAPAN KAWASAN HUTAN Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan Jakarta, 10 November 2014 1. Latar Belakang 2. Substansi NKB 3. Target Percepatan Penetapan KH 4. Realisasi Penetapan KH 5. Pengakuan

Lebih terperinci

Keputusan Dewan Kehutanan Nasional. tentang Protokol Konsultasi Publik. Nomor : SKN.02/DKN-KP/2012

Keputusan Dewan Kehutanan Nasional. tentang Protokol Konsultasi Publik. Nomor : SKN.02/DKN-KP/2012 Keputusan Dewan Kehutanan Nasional tentang Protokol Konsultasi Publik Nomor : SKN.02/DKN-KP/2012 Mengingat a. Konsultasi Publik, selanjutnya disingkat KP, merupakan suatu langkah penting bagi pelibatan

Lebih terperinci

PERHUTANAN SOSIAL DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT YANG EFEKTIF

PERHUTANAN SOSIAL DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT YANG EFEKTIF Peran Penting Masyarakat dalam Tata Kelola Hutan dan REDD+ 3 Contoh lain di Bantaeng, dimana untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian, pemerintah kabupaten memberikan modal dan aset kepada desa

Lebih terperinci

Daftar Tanya Jawab Permintaan Pengajuan Konsep Proyek TFCA Kalimantan Siklus I 2013

Daftar Tanya Jawab Permintaan Pengajuan Konsep Proyek TFCA Kalimantan Siklus I 2013 Daftar Tanya Jawab Permintaan Pengajuan Konsep Proyek TFCA Kalimantan Siklus I 2013 1. Apakah TFCA Kalimantan? Tropical Forest Conservation Act (TFCA) merupakan program kerjasama antara Pemerintah Republik

Lebih terperinci

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu No.89, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Pelaksanaan KLHS. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.69/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 TENTANG

Lebih terperinci

Yang Terhormat: Sulawesi Tengah

Yang Terhormat: Sulawesi Tengah SAMBUTAN PIMPINAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM KEGIATAN RAPAT MONEV KOORDINASI DAN SUPERVISI GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBERDAYA ALAM SEKTOR KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN MAKASSAR, 26 AGUSTUS 2015

Lebih terperinci

Risalah Konsep. 31 Juli 2013

Risalah Konsep. 31 Juli 2013 Nama proyek Kawasan Sektor Subsektor Risalah Konsep Investasi Berfokus Masyarakat untuk Menangani Deforestasi dan Degradasi Hutan (Community-Focused Investments to Address Deforestation and Forest Degradation

Lebih terperinci

Evaluasi Tata Kelola Sektor Kehutanan melalui GNPSDA (Gerakan Nasional Penyelamatan Sumberdaya Alam) Tama S. Langkun

Evaluasi Tata Kelola Sektor Kehutanan melalui GNPSDA (Gerakan Nasional Penyelamatan Sumberdaya Alam) Tama S. Langkun Evaluasi Tata Kelola Sektor Kehutanan melalui GNPSDA (Gerakan Nasional Penyelamatan Sumberdaya Alam) Tama S. Langkun Pembahasan Kondisi tata kelola hutan di Indonesia. Peran ICW dalam pengawasan Tata Kelola

Lebih terperinci

REVITALISASI KEHUTANAN

REVITALISASI KEHUTANAN REVITALISASI KEHUTANAN I. PENDAHULUAN 1. Berdasarkan Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional Tahun 2004-2009 ditegaskan bahwa RPJM merupakan

Lebih terperinci

2013, No Mengingat Emisi Gas Rumah Kaca Dari Deforestasi, Degradasi Hutan dan Lahan Gambut; : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Rep

2013, No Mengingat Emisi Gas Rumah Kaca Dari Deforestasi, Degradasi Hutan dan Lahan Gambut; : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Rep No.149, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN. Badan Pengelola. Penurunan. Emisi Gas Rumah Kaca. Kelembagaan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGELOLA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGELOLA PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DARI DEFORESTASI, DEGRADASI HUTAN DAN LAHAN GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

Penataan Ruang dalam Rangka Mengoptimalkan Pemanfaatan Ruang di Kawasan Hutan

Penataan Ruang dalam Rangka Mengoptimalkan Pemanfaatan Ruang di Kawasan Hutan Penataan Ruang dalam Rangka Mengoptimalkan Pemanfaatan Ruang di Kawasan Hutan Disampaikan oleh: Direktur Jenderal Penataan Ruang Komisi Pemberantasan Korupsi - Jakarta, 13 Desember 2012 Outline I. Isu

Lebih terperinci

dan Mekanisme Pendanaan REDD+ Komunikasi Publik dengan Tokoh Agama 15 Juni 2011

dan Mekanisme Pendanaan REDD+ Komunikasi Publik dengan Tokoh Agama 15 Juni 2011 Strategi Nasional, Pengembangan Kelembagaan, dan Mekanisme Pendanaan REDD+ Komunikasi Publik dengan Tokoh Agama 15 Juni 2011 Perhatian khusus terhadap hutan bukan hal baru 2007 2008 2009 Jan 2010 Mei 2010

Lebih terperinci

LAPORAN KOMISI INFORMASI PROVINSI JAWA BARAT Tahun 2012

LAPORAN KOMISI INFORMASI PROVINSI JAWA BARAT Tahun 2012 LAPORAN KOMISI INFORMASI PROVINSI JAWA BARAT Tahun 2012 Komisi Informasi Provinsi Jawa Barat pada awal Tahun 2012 telah melaksanakan pertemuan internal membahas rencana strategis (Renstra) 2011-2015 dan

Lebih terperinci

21 Maret Para Pemangku Kepentingan yang Terhormat,

21 Maret Para Pemangku Kepentingan yang Terhormat, 21 Maret 2013 Para Pemangku Kepentingan yang Terhormat, 5 Februari 2013 mungkin merupakan hari paling penting dalam sejarah APP. Pada tanggal tersebut kami mengumumkan Kebijakan Konservasi Hutan, dengan

Lebih terperinci

DANA INVESTASI IKLIM

DANA INVESTASI IKLIM DANA INVESTASI IKLIM 29 November 2011 USULAN RANCANG MEKANISME HIBAH TERDEDIKASI UNTUK WARGA PRIBUMI DAN MASYARAKAT LOKAL YANG AKAN DISUSUN BERDASARKAN PROGRAM INVESTASI HUTAN PENDAHULUAN 1. Dokumen Rancang

Lebih terperinci

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan NAWACITA Meningkatkan kualitas manusia Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman Membangun Indonesia dari pinggiran

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGELOLA PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DARI DEFORESTASI, DEGRADASI HUTAN DAN LAHAN GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

Bogor, November 2012 Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan. Dr. Ir Kirsfianti L. Ginoga, M.Sc

Bogor, November 2012 Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan. Dr. Ir Kirsfianti L. Ginoga, M.Sc Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas tersusunnya Prosiding Workshop MRV dalam rangka REDD+ di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Prosiding ini merupakan hasil dari workshop dengan judul yang sama yang dilaksanakan

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) KAJIAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL DI KPHP DAMPELAS TINOMBO PROVINSI SULAWESI TENGAH

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) KAJIAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL DI KPHP DAMPELAS TINOMBO PROVINSI SULAWESI TENGAH KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI LESTARI DIREKTORAT KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) KAJIAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL

Lebih terperinci

PAPER KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

PAPER KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN PAPER KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN PEMDA RIAU HARUS MELIBATKAN PUBLIK DALAM GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBER DAYA ALAM (GNPSDA) KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI PENGANTAR Hasil kajian Jikalahari menunjukkan

Lebih terperinci

Penguatan Kapasitas Kelembagaan Melalui Kebijakan Insentif Anggaran Program DMO Kemenpar Terhadap Forum Tata Kelola Pariwisata di Kawasan Destinasi.

Penguatan Kapasitas Kelembagaan Melalui Kebijakan Insentif Anggaran Program DMO Kemenpar Terhadap Forum Tata Kelola Pariwisata di Kawasan Destinasi. Penguatan Kapasitas Kelembagaan Melalui Kebijakan Insentif Anggaran Program DMO Kemenpar Terhadap Forum Tata Kelola Pariwisata di Kawasan Destinasi. Latarbelakang - Benjamin Abdurahman benrahman@yahoo.com

Lebih terperinci

DATA DAN INFORMASI KEHUTANAN

DATA DAN INFORMASI KEHUTANAN DATA DAN INFORMASI KEHUTANAN Pangkal Pinang 16-17 April 2014 BAGIAN DATA DAN INFORMASI BIRO PERENCANAAN KEMENHUT email: datin_rocan@dephut.go.id PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN Jakarta, Juni 2012 KATA PENGANTAR Buku ini merupakan penerbitan lanjutan dari Buku Statistik Bidang Planologi Kehutanan tahun sebelumnya yang

Lebih terperinci

Resiko Korupsi dalam REDD+ Oleh: Team Expert

Resiko Korupsi dalam REDD+ Oleh: Team Expert Resiko Korupsi dalam REDD+ Oleh: Team Expert Kenapa Kita Bicara Korupsi dalam REDD? Good Governance Lestari Hutan Dikelola Korupsi Rusak REDD Insentif Lestari Korupsi Rusak Akar Masalah Deforestasi Dan

Lebih terperinci

Penggunaan Sistem Upaya Perlindungan Negara (CSS) di Tingkat Instansi bagi Perusahaan Listrik Negara (PLN)

Penggunaan Sistem Upaya Perlindungan Negara (CSS) di Tingkat Instansi bagi Perusahaan Listrik Negara (PLN) Penggunaan Sistem Upaya Perlindungan Negara (CSS) di Tingkat Instansi bagi Perusahaan Listrik Negara (PLN) Ringkasan Konsultasi dengan Organisasi Masyarakat Sipil 11 Desember 2017, Le Méridien Hotel, Jakarta

Lebih terperinci

Pemerintah Republik Indonesia (Indonesia) dan Pemerintah Kerajaan Norwegia (Norwegia), (yang selanjutnya disebut sebagai "Para Peserta")

Pemerintah Republik Indonesia (Indonesia) dan Pemerintah Kerajaan Norwegia (Norwegia), (yang selanjutnya disebut sebagai Para Peserta) Terjemahan ke dalam Bahasa Indonesia ini dibuat oleh Center for Internasional Forestry Research (CIFOR) dan tidak bisa dianggap sebagai terjemahan resmi. CIFOR tidak bertanggung jawab jika ada kesalahan

Lebih terperinci

Kelompok Kerja IV REDD+ Sulawesi Tengah. Pembelajaran dari Indonesia pada Uji Coba PADIATAPA (FPIC)

Kelompok Kerja IV REDD+ Sulawesi Tengah. Pembelajaran dari Indonesia pada Uji Coba PADIATAPA (FPIC) Kelompok Kerja IV REDD+ Sulawesi Tengah Praktek Terbaik dan Praktek Terbaik dan Pembelajaran dari Indonesia pada Uji Coba PADIATAPA (FPIC) Isi Paparan Latar Belakang Proses Penyusunan Draft Panduan PADIATAPA

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN DAN PENGELOLAAN KPH

PEMBANGUNAN DAN PENGELOLAAN KPH KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DITJEN PLANOLOGI KEHUTANAN DAN TATA LINGKUNGAN PEMBANGUNAN DAN PENGELOLAAN KPH (Memperkuat KPH dalam Pengelolaan Hutan Lestari untuk Pembangunan Nasional / daerah

Lebih terperinci

WG-Tenure. Laporan Evaluasi dan Pendalaman Hasil Assesment Land Tenure KPHP Seruyan Unit XXI Kalimantan Tengah Seruyan Februari 2014

WG-Tenure. Laporan Evaluasi dan Pendalaman Hasil Assesment Land Tenure KPHP Seruyan Unit XXI Kalimantan Tengah Seruyan Februari 2014 Laporan Evaluasi dan Pendalaman Hasil Assesment Land Tenure KPHP Seruyan Unit XXI Kalimantan Tengah Seruyan 17-22 Februari 2014 Selama ini telah terbangun stigma yang buruk bahwa Desa itu berada dalam

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 TENTANG PERHUTANAN SOSIAL

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 TENTANG PERHUTANAN SOSIAL PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 TENTANG PERHUTANAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Lebih terperinci

Perbaikan Tata Kelola Kehutanan yang Melampaui Karbon

Perbaikan Tata Kelola Kehutanan yang Melampaui Karbon Perbaikan Tata Kelola Kehutanan yang Melampaui Karbon Platform Bersama Masyarakat Sipil Untuk Penyelamatan Hutan Indonesia dan Iklim Global Kami adalah Koalisi Masyarakat Sipil untuk Penyelamatan Hutan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.39/Menhut-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SETEMPAT MELALUI KEMITRAAN KEHUTANAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.39/Menhut-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SETEMPAT MELALUI KEMITRAAN KEHUTANAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.39/Menhut-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SETEMPAT MELALUI KEMITRAAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Mempersiapkan Program Pengurangan Emisi dalam Kerangka Skema Carbon Fund

Mempersiapkan Program Pengurangan Emisi dalam Kerangka Skema Carbon Fund Mempersiapkan Program Pengurangan Emisi dalam Kerangka Skema Carbon Fund TIM PENYUSUN ER-PIN FCPF CARBON FUND Puspijak Badan Litbang Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Usulan Awal Lokasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan menghambat tercapainya demokrasi, keadilan dan persatuan.

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan menghambat tercapainya demokrasi, keadilan dan persatuan. BAB I PENDAHULUAN Kemiskinan menghambat tercapainya demokrasi, keadilan dan persatuan. Penanggulangan kemiskinan memerlukan upaya yang sungguh-sungguh, terusmenerus, dan terpadu dengan menekankan pendekatan

Lebih terperinci

Oleh : Ketua Tim GNPSDA. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Pontianak, 9 September 2015

Oleh : Ketua Tim GNPSDA. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Pontianak, 9 September 2015 Oleh : Ketua Tim GNPSDA Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pontianak, 9 September 2015 Data dan Informasi Kawasan Hutan 2 KAWASAN HUTAN KALIMANTAN BARAT, KALIMANTAN TENGAH, KALIMANTAN SELATAN,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.42/Menhut-II/2010 TENTANG SISTEM PERENCANAAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.42/Menhut-II/2010 TENTANG SISTEM PERENCANAAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.42/Menhut-II/2010 TENTANG SISTEM PERENCANAAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

REDD+: Selayang Pandang

REDD+: Selayang Pandang REDD+: Selayang Pandang Outline Paparan Tentang REDD+ Makna REDD+ bagi Masyarakat Adat Implikasi Operasional 1 1 REDD+ = Apa itu REDD+? Reduksi (=pengurangan) Emisi dari Deforestasi dan Degradasi hutan

Lebih terperinci

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PEMBUKAAN RAKORNIS KOPERASI & UKM, KERJASAMA, PROMOSI DAN INVESTASI SE-KALIMANTAN BARAT

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PEMBUKAAN RAKORNIS KOPERASI & UKM, KERJASAMA, PROMOSI DAN INVESTASI SE-KALIMANTAN BARAT 1 SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PEMBUKAAN RAKORNIS KOPERASI & UKM, KERJASAMA, PROMOSI DAN INVESTASI SE-KALIMANTAN BARAT Selasa, 6 Mei 2008 Jam 09.00 WIB Di Hotel Orchard Pontianak Selamat

Lebih terperinci

Kata Pengantar. Bandung, Februari 2017 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Barat Kepala,

Kata Pengantar. Bandung, Februari 2017 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Barat Kepala, Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas karunia dan hidayah-nya kami dapat menyajikan buku Petunjuk Pelaksanaan Rangkaian Musyawarah Rencana Pembangunan Daerah

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN PELAKSANAAN EVALUASI AKHIR PROGRAM MITRA TFCA- SUMATERA PADA SIKLUS HIBAH 1

KERANGKA ACUAN PELAKSANAAN EVALUASI AKHIR PROGRAM MITRA TFCA- SUMATERA PADA SIKLUS HIBAH 1 KERANGKA ACUAN PELAKSANAAN EVALUASI AKHIR PROGRAM MITRA TFCA- SUMATERA PADA SIKLUS HIBAH 1 1. PENDAHULUAN Program TFCA- Sumatera merupakan program hibah bagi khususnya LSM dan Perguruan Tinggi di Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.39/Menhut-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SETEMPAT MELALUI KEMITRAAN KEHUTANAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.39/Menhut-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SETEMPAT MELALUI KEMITRAAN KEHUTANAN 1 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.39/Menhut-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SETEMPAT MELALUI KEMITRAAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK

Lebih terperinci

Kerangka Acuan Call for Proposals : Voice Indonesia

Kerangka Acuan Call for Proposals : Voice Indonesia Kerangka Acuan Call for Proposals 2016-2017: Voice Indonesia Kita berjanji bahwa tidak akan ada yang ditinggalkan [dalam perjalanan kolektif untuk mengakhiri kemiskinan dan ketidaksetaraan]. Kita akan

Lebih terperinci

PROYEKSI PERKEMBANGAN PERHUTANAN SOSIAL DI SUMATERA SELATAN

PROYEKSI PERKEMBANGAN PERHUTANAN SOSIAL DI SUMATERA SELATAN KERTAS KEBIJAKAN PROYEKSI PERKEMBANGAN PERHUTANAN SOSIAL DI SUMATERA SELATAN Perhutanan Sosial yang menjadi salah satu agenda RPJMN diharapkan dapat menjawab beberapa permasalahan nasional yang juga terjadi

Lebih terperinci

Rangkuman dari isu isu yang dijabarkan dalam laporan studi tersebut dalam kaitannya dengan komitmen kebijakan FCP APP adalah:

Rangkuman dari isu isu yang dijabarkan dalam laporan studi tersebut dalam kaitannya dengan komitmen kebijakan FCP APP adalah: Laporan Verifikasi Keluhan melalui Laporan yang dibuat oleh FPP, Scale UP & Walhi Jambi berjudul Pelajaran dari Konflik, Negosiasi dan Kesepakatan antara Masyarakat Senyerang dengan PT Wirakarya Sakti

Lebih terperinci

Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at:

Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL BINA USAHA KEHUTANAN DIREKTORAT BINA USAHA KEHUTANAN TANAMAN Alamat : Gedung Manggala Wanabakti Blok I lt.v, Jl. Gatot Subroto, Jakarta 10270. Telepon : (021)

Lebih terperinci

D I R E K T O R A T J E N D E R A L B I N A K O N S T R U K S I K E M E N T E R I A N P E K E R J A A N U M U M D A N P E R U M A H A N R A K Y A T

D I R E K T O R A T J E N D E R A L B I N A K O N S T R U K S I K E M E N T E R I A N P E K E R J A A N U M U M D A N P E R U M A H A N R A K Y A T Pedoman Layanan Informasi dan Konsultasi Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Berbasis Web D I R E K T O R A T J E N D E R A L B I N A K O N S T R U K S I K E M E N T E R I A N P E K E R J

Lebih terperinci

USULAN STRUKTUR KELEMBAGAAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

USULAN STRUKTUR KELEMBAGAAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN USULAN STRUKTUR KELEMBAGAAN Dasar Hukum Lingkungan Hidup UU No. 32/2009: Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup UU No. 18/2008: Pengelolaan Sampah PP turunannnya Kehutanan UU No. 41/1999: Kehutanan

Lebih terperinci

DESA: Gender Sensitive Citizen Budget Planning in Villages

DESA: Gender Sensitive Citizen Budget Planning in Villages DESA: Gender Sensitive Citizen Budget Planning in Villages Baseline Study Report Commissioned by September 7, 2016 Written by Utama P. Sandjaja & Hadi Prayitno 1 Daftar Isi Daftar Isi... 2 Sekilas Perjalanan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Indonesia sebagai salah satu negara yang tergabung dalam rezim internasional

BAB V PENUTUP. Indonesia sebagai salah satu negara yang tergabung dalam rezim internasional BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Indonesia sebagai salah satu negara yang tergabung dalam rezim internasional UNFCCC dan juga telah menyepakati mekanisme REDD+ yang dihasilkan oleh rezim tersebut dituntut

Lebih terperinci

Kabar dari Tim Pendamping Pengelolaan Hutan Bersama Hulu Sungai Malinau

Kabar dari Tim Pendamping Pengelolaan Hutan Bersama Hulu Sungai Malinau Kabar dari Tim Pendamping Pengelolaan Hutan Bersama Hulu Sungai Malinau No. 6, September 2001 Bapak-bapak dan ibu-ibu yang baik, Salam sejahtera, jumpa lagi dengan Tim Pendamping Pengelolaan Hutan Bersama.

Lebih terperinci

Informasi Mengenai LSM itu Hak Publik

Informasi Mengenai LSM itu Hak Publik Wawancara Johanes Danang Widoyoko: Informasi Mengenai LSM itu Hak Publik S ebagai organisasi masyarakat sipil yang mengiritisi berbagai persoalan seperti korupsi, LSM kerap mendapat pertanyaan kritis yang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.7/Menhut-II/2010P. /Menhut-II/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.7/Menhut-II/2010P. /Menhut-II/2009 TENTANG Draft 10 November 2008 Draft 19 April 2009 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.7/Menhut-II/2010P. /Menhut-II/2009 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN (DEKONSENTRASI) BIDANG

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kamis 2 Mei 2013, jam 9.00 s/d Kantor Sekretariat Pokja, Grand Kebon Sirih, Jakarta Pusat

Ringkasan Eksekutif Kamis 2 Mei 2013, jam 9.00 s/d Kantor Sekretariat Pokja, Grand Kebon Sirih, Jakarta Pusat Ringkasan Eksekutif Kamis 2 Mei 2013, jam 9.00 s/d 13.30 Kantor Sekretariat Pokja, Grand Kebon Sirih, Jakarta Pusat Pimpinan pertemuan: Pak Sujana Royat, Deputi Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat

Lebih terperinci

SUMATERA BARAT, SEBAGAI JANTUNG SUMATERA UNTUK PERLINDUNGAN HUTAN MELALUI SKEMA HUTAN NAGARI DAN HKM, DAN KAITANNYA DENGAN SKEMA PENDANAAN KARBON

SUMATERA BARAT, SEBAGAI JANTUNG SUMATERA UNTUK PERLINDUNGAN HUTAN MELALUI SKEMA HUTAN NAGARI DAN HKM, DAN KAITANNYA DENGAN SKEMA PENDANAAN KARBON SUMATERA BARAT, SEBAGAI JANTUNG SUMATERA UNTUK PERLINDUNGAN HUTAN MELALUI SKEMA HUTAN NAGARI DAN HKM, DAN KAITANNYA DENGAN SKEMA PENDANAAN KARBON KKI WARSI LATAR BELAKANG 1. Hutan Indonesia seluas + 132,9

Lebih terperinci

Menguji Rencana Pemenuhan Target Penurunan Emisi Indonesia 2020 dari Sektor Kehutanan dan Pemanfaatan Lahan Gambut

Menguji Rencana Pemenuhan Target Penurunan Emisi Indonesia 2020 dari Sektor Kehutanan dan Pemanfaatan Lahan Gambut www.greenomics.org KERTAS KEBIJAKAN Menguji Rencana Pemenuhan Target Penurunan Emisi Indonesia 2020 dari Sektor Kehutanan dan Pemanfaatan Lahan Gambut 21 Desember 2009 DAFTAR ISI Pengantar... 1 Kasus 1:

Lebih terperinci

USULAN PENDEKATAN DAN METODOLOGI RENCANA KERJA DAN JADWAL KEGIATAN CALON TENAGA AHLI PEMASARAN PARTISIPATIF

USULAN PENDEKATAN DAN METODOLOGI RENCANA KERJA DAN JADWAL KEGIATAN CALON TENAGA AHLI PEMASARAN PARTISIPATIF USULAN PENDEKATAN DAN METODOLOGI RENCANA KERJA DAN JADWAL KEGIATAN CALON TENAGA AHLI PEMASARAN PARTISIPATIF Nama Alamat : Ronggo Tunjung Anggoro, S.Pd : Gendaran Rt 001 Rw 008 Wonoharjo Wonogiri Wonogiri

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.84/MENLHK-SETJEN/KUM.1/11/2016 TENTANG PROGRAM KAMPUNG IKLIM

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.84/MENLHK-SETJEN/KUM.1/11/2016 TENTANG PROGRAM KAMPUNG IKLIM PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.84/MENLHK-SETJEN/KUM.1/11/2016 TENTANG PROGRAM KAMPUNG IKLIM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Lebih terperinci

KERJA SAMA PEMERINTAH INDONESIA DAN JERMAN

KERJA SAMA PEMERINTAH INDONESIA DAN JERMAN KERJA SAMA PEMERINTAH INDONESIA DAN JERMAN BIRO PERENCANAAN SEKRETARIAT JENDERAL DEPARTEMEN KEHUTANAN JAKARTA, JANUARI 2007 Latar belakang Negosiasi Bilateral G-G, Oktober 2007 telah menyetujui program

Lebih terperinci

Penanggungjawab : Koordinator Tim Pelaksana

Penanggungjawab : Koordinator Tim Pelaksana CAKUPAN PEKERJAAN KOORDINATOR SEKTOR DAN STAF ADMINISTRASI PADA SEKRETARIAT PELAKSANAAN PERATURAN PRESIDEN (PERPRES) NOMOR 55 TAHUN 2012 TENTANG STRATEGI NASIONAL PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI (STRANAS

Lebih terperinci

Konservasi Hutan Berbasis Masyarakat dan Mitigasi Perubahan Iklim di Bentang Alam Kerinci Seblat Konsorsium Perkumpulan WALESTRA (WALESTRA, ICS &

Konservasi Hutan Berbasis Masyarakat dan Mitigasi Perubahan Iklim di Bentang Alam Kerinci Seblat Konsorsium Perkumpulan WALESTRA (WALESTRA, ICS & Judul Pelaksana Fokus Area Konservasi Hutan Berbasis Masyarakat dan Mitigasi Perubahan Iklim di Bentang Alam Kerinci Seblat Konsorsium Perkumpulan WALESTRA (WALESTRA, ICS & CFES) Mitigasi Berbasis Lahan

Lebih terperinci

GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21

GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21 Forum Dunia tentang HAM di Kota tahun 2011 GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21 16-17 Mei 2011 Gwangju, Korea Selatan Deklarasi Gwangju tentang HAM di Kota 1

Lebih terperinci

PIPIB untuk Mendukung Upaya Penurunan Emisi Karbon

PIPIB untuk Mendukung Upaya Penurunan Emisi Karbon PIPIB untuk Mendukung Upaya Penurunan Emisi Karbon Peraturan Presiden RI Nomor 61 tahun 2001 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca terbit sebagai salah satu bentuk kebijakan dalam

Lebih terperinci

KEMAJUAN PENYIAPAN ARSITEKTUR REDD+ INDONESIA: SISTEM INFORMASI SAFEGUARDS (SIS) REDD+ INDONESIA

KEMAJUAN PENYIAPAN ARSITEKTUR REDD+ INDONESIA: SISTEM INFORMASI SAFEGUARDS (SIS) REDD+ INDONESIA KEMAJUAN PENYIAPAN ARSITEKTUR REDD+ INDONESIA: SISTEM INFORMASI SAFEGUARDS (SIS) REDD+ INDONESIA Ir. Emma Rachmawaty, M.Sc Direktur Mitigasi Perubahan Iklim Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim

Lebih terperinci

PROCEEDING KEGIATAN PENYELENGGARAN PRA FOCUS GROUP DISCUSSION (PRA FGD 3) RPKPP KABUPATEN JOMBANG

PROCEEDING KEGIATAN PENYELENGGARAN PRA FOCUS GROUP DISCUSSION (PRA FGD 3) RPKPP KABUPATEN JOMBANG PROCEEDING KEGIATAN PENYELENGGARAN PRA FOCUS GROUP DISCUSSION (PRA FGD 3) RPKPP KABUPATEN JOMBANG 1. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kegiatan Rencana Pengembangan Kawasan Permukiman Prioritas (RPKPP) merupakan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebuah komitmen untuk melibatkan masyarakat di dalam pembangunan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebuah komitmen untuk melibatkan masyarakat di dalam pembangunan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Kondisi hutan yang semakin kritis mendorong pemerintah membuat sebuah komitmen untuk melibatkan masyarakat di dalam pembangunan pengelolaan hutan. Komitmen tersebut

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. Kalimantan Tengah pada tahun 2005 diperkirakan mencapai 292 MtCO2e 1 yaitu

BAB 1. PENDAHULUAN. Kalimantan Tengah pada tahun 2005 diperkirakan mencapai 292 MtCO2e 1 yaitu 1 BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam skenario BAU (Business As Usual) perdagangan karbon di indonesia, Kalimantan Tengah akan menjadi kontributor signifikan emisi gas rumah kaca di Indonesia

Lebih terperinci

[LAPORAN SIDANG PLENO KESATU TKPSDA WS BELAWAN ULAR PADANG] 2016 KATA PENGANTAR

[LAPORAN SIDANG PLENO KESATU TKPSDA WS BELAWAN ULAR PADANG] 2016 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Laporan Sidang Pleno Kesatu Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air (TKPSDA) Wilayah Sungai Belawan Ular - Padang ini disusun sebagai bentuk realisasi fasilitasi kegiatan Sidang Kesatu

Lebih terperinci

PERUBAHAN KEBIJAKAN DALAM PENGUKUHAN KAWASAN HUTAN

PERUBAHAN KEBIJAKAN DALAM PENGUKUHAN KAWASAN HUTAN KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI kehutanan PERUBAHAN KEBIJAKAN DALAM PENGUKUHAN KAWASAN HUTAN Jakarta, September 2014 Disampaikan oleh Staf Ahli Menteri Bidang Hubungan Antar Lembaga

Lebih terperinci

PROGRAM INVESTASI KEHUTANAN

PROGRAM INVESTASI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PROGRAM INVESTASI KEHUTANAN REVISI MATRIKS KOMENTAR DAN TANGGAPAN TENTANG RENCANA INVESTASI KEHUTANAN INDONESIA 11 Februari 2013 Isi 1 PENDAHULUAN ERROR! BOOKMARK NOT DEFINED. 2 KOMENTAR

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2018 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DENGAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, 9PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.99/MENLHK/SETJEN/SET.1/12/2016 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN TAHUN 2017

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK TENGAH RANCANGAN PERATURAN BUPATI LOMBOK TENGAH NOMOR... TENTANG

BUPATI LOMBOK TENGAH RANCANGAN PERATURAN BUPATI LOMBOK TENGAH NOMOR... TENTANG BUPATI LOMBOK TENGAH RANCANGAN PERATURAN BUPATI LOMBOK TENGAH NOMOR... TENTANG INTEGRASI PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT DALAM STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN Menimbang : a. Bahwa pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAROS Menimbang : a. bahwa guna meningkatkan

Lebih terperinci

PROGRAM INVESTASI KEHUTANAN INDONESIA (FIP)

PROGRAM INVESTASI KEHUTANAN INDONESIA (FIP) 25 November 2011 PROGRAM INVESTASI KEHUTANAN INDONESIA (FIP) KERANGKA ACUAN KERJA UNTUK MISI GABUNGAN KEDUA (12-16 Desember) 1 1. Indonesia telah menyatakan minatnya untuk menjadi salah satu negara percontohan

Lebih terperinci

BAB VIII RANCANGAN PROGRAM STRATEGIS

BAB VIII RANCANGAN PROGRAM STRATEGIS BAB VIII RANCANGAN PROGRAM STRATEGIS 8.1. Rancangan Program Peningkatan Peran LSM dalam Program PHBM Peran LSM dalam pelaksanaan program PHBM belum sepenuhnya diikuti dengan terciptanya suatu sistem penilaian

Lebih terperinci

PERAN DINAS KEHUTANAN SEBAGAI MITRA UTAMA DDPI KALTIM

PERAN DINAS KEHUTANAN SEBAGAI MITRA UTAMA DDPI KALTIM PERAN DINAS KEHUTANAN SEBAGAI MITRA UTAMA DDPI KALTIM Oleh DINAS KEHUTANAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR DALAM ACARA PELATIHAN GCF YANG BERJUDUL PENGUATAN KERANGKA KERJA KELEMBAGAAN PROVINSI MENGENAI PERUBAHAN

Lebih terperinci

HELP A B C. PRINSIP CRITERIA INDIKATOR Prinsip 1. Kepatuhan hukum dan konsistensi dengan program kehutanan nasional

HELP A B C. PRINSIP CRITERIA INDIKATOR Prinsip 1. Kepatuhan hukum dan konsistensi dengan program kehutanan nasional 1 2 5 6 Prinsip 1. Kepatuhan hukum dan konsistensi dengan program kehutanan nasional mengikuti peraturan pemerintah dan konvensi/persetujuan internasional yang diratifikasi secara nasional mengikuti, dan

Lebih terperinci

LUAS KAWASAN (ha)

LUAS KAWASAN (ha) 1 2 3 Berdasarkan Revisi Pola Ruang Substansi Kehutanan sesuai amanat UU No 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang mengalami perubahan yang telah disetujui Menteri Kehutanan melalui Keputusan No. 936/Kpts-II/2013

Lebih terperinci