BAB IV KESIAPAN BIRO PERJALANAN WISATA DALAM MELAKSANAKAN PERATURAN PERLINDUNGAN WISATAWAN DALAM PASOKAN JASA PARIWISATA OLEH BIRO PERJALANAN WISATA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV KESIAPAN BIRO PERJALANAN WISATA DALAM MELAKSANAKAN PERATURAN PERLINDUNGAN WISATAWAN DALAM PASOKAN JASA PARIWISATA OLEH BIRO PERJALANAN WISATA"

Transkripsi

1 BAB IV KESIAPAN BIRO PERJALANAN WISATA DALAM MELAKSANAKAN PERATURAN PERLINDUNGAN WISATAWAN DALAM PASOKAN JASA PARIWISATA OLEH BIRO PERJALANAN WISATA 4.1. Standarisasi Keamanan dan Keselamatan Wisatawan Yang wajib Dipenuhi oleh Biro Perjalanan Wisata Biro Perjalanan Wisata memiliki peran yang cukup penting dalam industri pariwisata yaitu sebagi penyelenggara kegiatan wisata. Dalam hal ini, wisatawan yang menggunakan jasa biro perjalanan wisata merasakan bahwa pihak yang bertanggung jawab terhadap keberadaan mereka selama berada di suatu daerah wisata adalah tanggung jawab Biro Perjalanan tersebut. Salah satu fokus penting yang harus diperhatikan oleh pelaku usaha biro perjalanan wisata adalah perlindungan terhadap hak-hak wisatawan, sebagaimana tercantum dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, yaitu : (a) informasi yang akurat mengenai daya tarik wisata; (b) pelayanan kepariwisataan sesuai dengan standar; (c) perlindungan hukum dan keamanan; (d) pelayanan kesehatan; (e) perlindungan hak pribadi; dan (f) perlindungan asuransi untuk kegiatan pariwisata yang beresiko tinggi. Dalam Pasal 20 huruf b undang-undang tersebut, dikatakan bahwa wisatawan berhak atas pelayanan kepariwisasataan sesuai dengan standar. Standar adalah kesepakatan-kesepakatan yang telah didokumentasikan, dimana didalamnya membahas tentang spesifikasi-spesifikasi teknis atau kriteria-kriteria yang akurat, 88

2 89 yang digunakan sebagai peraturan, petunjuk, atau definisi-definisi tertentu untuk menjamin suatu barang, produk, proses, atau jasa sesuai dengan yang telah dinyatakan. 95 Berkaitan dengan standar tersebut, dalam Lampiran Permenparekraf Nomor 4 Tahun 2014, telah diatur dan dijelaskan tentang 38 unsur yang wajib dilengkapi oleh Biro Perjalanan Wisata, untuk mendapatkan Sertifikasi Usaha Jasa Perjalanan Wisata, yaitu : 1. Aspek Produk : a. BPW menyediakan minimum jasa pemesanan dan/atau penjualan : 1. Paket Wisata 2. Voucher Akomodasi 3. Tiket Perjalanan 4. Jasa Angkutan Wisata b. BPW menyelenggarakan lebih dari 1 (satu) paket wisata, dan sekurangkurangnya 1 (satu) diantaranya adalah paket wisata buatan sendiri. c. Paket wisata yang diselenggarakan oleh BPW memuat minimum keterangan tentang : 1. Nama Paket Wisata 2. Durasi Perjalanan Wisata 3. Rute dan kegiatan perjalanan wisata (itinerary) 4. Harga Paket Wisata dalam mata uang Rupiah 5. Moda Transportasi 95 Anonim, Sekilas Mengenai ISO, O_VI02/V_VI02.htm, diakses tanggal 24 Feburari 2015.

3 90 6. Jenis Akomodasi 7. Perlindungan Asuransi perjalanan wisata bagi wisatawan d. BPW menyediakan jasa pengurusan paspor dan visa. e. BPW menggunakan jasa tenaga pemandu wisata mandiri atau menjadi bagian dari usaha jasa pramuwisata, berdasarkan ketentuan sebagai berikut: 1. Tenaga pemandu wisata tersebut memiliki sertifikat kompetensi yang masih berlaku. 2. Dalam hal BPW menyelenggarakan paket wisata untuk wisatawan mancanegara, tenaga pemandu wisata tersebut mampu berbahasa asing sesuai dengan bahasa yang digunakan oleh wisatawan mancanegara, atau sekurang-kurangnya mampu berbahasa inggris. 3. Tenaga pemandu wisata tersebut dilindungi asuransi perjalanan wisata. f. BPW mempekerjakan pimpinan perjalanan wisata (tour leader), berdasarkan ketentuan sebagai berikut : 1. Pimpinan perjalanan wisata dilengkapi dengan surat tugas dari BPW. 2. Pimpinan perjalanan wisata tersebut memiliki sertifikat kompetensi yang masih berlaku. 3. Pimpinan perjalanan wisata tersebut memiliki sertifikat kompetensi yang masih berlaku. 4. Dalam hal BPW menyelenggarakan paket wisata untuk wisatawan mancanegara, pimpinan perjalanan wisata tersebut mampu berbahasa

4 91 asing sesuai dengan bahasa yang digunakan oleh wisatawan mancanegara, atau sekurang-kurangnya mampu berbahasa inggris. 5. Pimpinan perjalanan wisata tersebut dilindungi asuransi perjalanan wisata. Berkaitan dengan aspek produk yang dihasilkan oleh biro perjalanan wisata, terdapat suatu hubungan yang erat antara biro perjalanan wisata dengan pelaku usaha pariwisata lainnya, seperti perusahaan angkutan, perhotelan, bar dan restoran, objek wisata dan lain-lain. Pola hubungan tersebut dimulai dengan adanya kontrak atau kerjasama berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak dimana dalam hubungan kerjasama tersebut, biro perjalanan wisata berperan sebagai pihak yang mempromosikan suatu usaha jasa pariwisata dan sebagai gantinya usaha jasa pariwisata akan memberikan imbalan atas kinerja biro perjalanan wisata tersebut. Perjanjian kerja sama antara biro perjalanan wisata dan pelaku usaha pariwisata lainnya, idealnya mengandung jangka waktu kerja sama, nilai kerja sama, hak dan kewajiban para pihak, serta syarat dan ketentuan dalam perjanjian yang biasanya memuat tentang kewajiban biro perjalanan wisata dalam memberikan data dan informasi yang lengkap mengenai calon wisatawan. Biro perjalanan wisata tidak boleh memberikan harga yang melebihi tarif yang telah ditentukan, sehingga dapat merugikan wisatawan dan pengusaha pariwisata atau syarat dan ketentuan lainnya yang telah disepakati oleh para pihak. Sebagaimana ditentukan dalam Lampiran Permenparekraf Nomor 4 Tahun 2014 tersebut, dikatakan bahwa paket wisata yang diselenggarakan oleh biro

5 92 perjalanan wisata memuat minimum keterangan tentang nama paket wisata, durasi perjalanan wisata, rute dan kegiatan perjalanan wisata (itinerary), harga paket wisata dalam mata uang rupiah, moda transportasi, jenis akomodasi, dan perlindungan asuransi perjalanan wisata bagi wisatawan. Adanya kalimat memuat minimum keterangan tentang, menunjukkan kewajiban biro perjalanan wisata yang bertindak sebagai perantara antara pelaku usaha pariwisata dengan wisatawan, haruslah memberikan suatu informasi yang lengkap dan tepat dalam setiap paket wisata yang ditawarkan. Disamping itu, adanya kalimat tersebut juga menyatakan bahwa perlindungan dalam bentuk asuransi, bukanlah suatu kewajiban yang harus dipenuhi oleh biro perjalanan wisata. Berdasarkan pasal 20 huruf f Undang-Undang Kepariwisataan, dikatakan bahwa setiap wisatawan berhak memperoleh perlindungan asuransi untuk kegiatan pariwisata yang beresiko tinggi. Selanjutnya dalam pasal 26 huruf e dan penjelasannya, disebutkan bahwa setiap pengusaha pariwisata berkewajiban untuk memberikan perlindungan asuransi pada usaha pariwisata yang memiliki resiko tinggi, seperti misalnya wisata selam, arung jeram, panjat tebing, permainan jet coaster, dan mengunjungi objek wisata tertentu, seperti melihat satwa liar di alam bebas. Menurut I.G.N. Parikesit Widiatedja, tujuan dari adanya perlindungan asuransi ini dilihat dari sudut liberalisasi jasa, dapat menjadi alternatif solusi untuk meningkatkan pendapatan pariwisata secara keseluruhan. 96 Sehingga dapat 96 I.G.N. Parikesit Widiatedja, 2010, Liberalisasi Jasa dan Masa Depan Pariwisata Kita, Udayana University Press, Denpasar, h. 114.

6 93 disimpulkan bahwa, walaupun undang-undang maupun peraturan menteri tidak mewajibkan biro perjalanan wisata untuk melengkapi paket wisatanya dengan perlindungan asuransi, namun sebaiknya biro perjalanan wisata memiliki asuransi untuk dapat ditawarkan kepada wisatawan, sehingga akan memberikan rasa aman dan nyaman kepada wisatawan pengguna jasa biro perjalanan tersebut. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Trevor C. Atherton dan Trudie A. Atherton yang menyatakan bahwa : 97 There are so many things which can and do go wrong for travellers. They may lose their baggage or have their money stolen, their travel plans may be disrupted or cancelled, causing losses, or they may suffer injury or illnesswhile away, thus incurring medical expenses. Although it is not compulsory for travellers to take out travel insurance, it is certainly advisable. 2. Aspek Pelayanan a. Menerapkan Standard Operating Procedures (SOP) bagi pelaksanaan tamu di kantor BPW, yang meliputi : 1. Penyambutan kedatangan tamu. 2. Menerima dan melakukan panggilan telepon. 3. Pemberian penjelasan tentang produk yang disediakan/ditawarkan BPW. 4. Pemesanan dan/atau penjualan produk yang disediakan BPW. b. Menerapkan Standard Operating Procedures (SOP) dalam pelaksanaan perjalanan wisata, yang meliputi : 97 Trevor C. Atherton and Trudie A. Atherton, op.cit, h. 145.

7 94 1. Pelayanan bagi wisatawan oleh tenaga pemandu wisata dan/atau pimpinan perjalanan wisata selama perjalanan wisata. 2. Penanganan permasalahan dan keluhan yang muncul selama perjalanan wisata, oleh tenaga pemandu wisata, oleh tenaga pemandu wisata dan/atau pimpinan perjalanan wisata. 3. Permintaan oleh tenaga pemandu wisata dan/atau pimpinan perjalanan wisata kepada wisatawan untuk mengisi kuisioner untuk evaluasi perjalanan wisata. Adanya standarisasi dalam aspek pelayanan yang diberikan oleh Biro Perjalanan Wisata bertujuan agar setiap biro perjalanan wisata dapat memberikan standar pelayanan yang baik bagi wisatawan. Dalam buku yang berjudul International Tourism : A Global Perspective, dikatakan bahwa A critical part of sustaining a quality destination is establishing standards of performance in tourism jobs and certifying workers who posses the skills meeting those standards. 98 Pelayanan adalah kunci utama dalam industri pariwisata. Keramahtamahan dan kejelasan informasi akan membuat wisatawan merasa aman dan nyaman saat menggunakan jasa pariwisata tersebut. Untuk dapat memberikan suatu pelayanan yang memuaskan, setiap pelaku usaha harus memahami karakter dan budaya wisatawan yang menggunakan jasanya. Menurut Merry Yudhistira, Assistant HR & GA Manager H.I.S Tour and Travel, dalam wawancara tanggal 22 Januari 2015, kendala dalam memberikan 98 World Tourism Organization, 1997, International Tourism : A Global Perspective, World Tourism Organization, Madrid, h (selanjutnya disebut World Tourism Organization III)

8 95 pelayanan yang memuaskan kepada wisatawan adalah adanya perbedaan budaya. Misalnya saja hal-hal yang wajar dan sopan terjadi di Indonesia ternyata dianggap tidak wajar atau tidak sopan di Negara lain. Oleh sebab itu, dalam menjalankan usaha di bidang pariwisata, pelaku usaha tidak hanya dituntut untuk memiliki keahlian dalam berbahasa asing, namun juga harus memiliki pen getahuan yang luas tentang budaya-budaya dalam suatu Negara. 3. Aspek Pengelolaan a. BPW memiliki tempat usaha/kantor yang terpisah dari kegiatan keluarga/rumah tangga : 1. Tempat usaha/kantor memiliki alamat yang jelas, nomor telepon dan faksimili, serta alamat yang masih berfungsi. 2. Tempat usaha/kantor terdiri dari ruang kerja dan ruang penerimaan tamu. 3. Tempat usaha/kantor dilengkapi dengan sarana, prasarana dan peralatan kantor yang memadai. b. BPW memiliki tata kelola perusahaan yang meliputi minimum : 1. Uraian mengenai struktur organisasi dan susunan pengurus yang memuat nama, jabatan dan uraian tugas setiap bagian. 2. Sistem penatausahaan secara tertib dan baik atas seluruh transaksi pemesanan dan/atau penjualan, serta surat menyurat yang terkait, yang dipelihara dan disimpan minimum selama 3 (tiga) tahun. c. BPW memiliki dan memelihara basis data yang memuat keterangan tentang nama, alamat, nomor telepon dan , yang meliputi :

9 96 1. Data pelanggan. 2. Data rekanan/pemasok jasa. 3. Pengusaha Daya tarik wisata. d. BPW memiliki rencana pengembangan usaha. e. Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) : 1. Memiliki sertifikat kompetensi di bidangnya. 2. Melaksanakan program pengembangan SDM Penetapan standarisasi dalam aspek pengelolaan ini lebih difokuskan pada sistem administrasi dan manajemen yang dilakukan oleh suatu usaha biro perjalanan wisata. Dengan adanya sistem administrasi dan manajemen pengelolaan yang baik akan memudahkan pelaku usaha untuk mengembangkan usahanya dengan baik. Dalam sektor pariwisata, aspek pengelolaan ini dikenal dengan prinsip tata kelola pariwisataan yang baik (Good Tourism Governance). Prinsip penyelenggaraan tata kelola kepariwisataan yang baik adalah adanya koordinasi dan sinkronisasi program antar pemangku kepentingan (stake holder), serta adanya partisipasi aktif yang terpadu dan saling menguatkan antara pemerintah, pihak swasta, dan masyarakat setempat yang terkait. 99 Ciri dalam penyelenggaraan tata kelola kepariwisataan yang baik tersebut adalah berdasar pada prinsip-prinsip sebagai berikut : Bambang Sunaryo, op.cit, h Bambang Sunaryo, op.cit, h

10 97 1. Partisipasi Masyarakat Terkait Adanya partisipasi masyarakat merupakan faktor penting dalam penyelenggaraan pariwisata. Dengan adanya partisipasi masyarakat untuk ikut mengawasi atau mengontrol penyelenggaraan pariwisata akan memberikan manfaat yang besar bagi pengembangan dan pengelolaan daya tarik wisata. 2. Keterlibatan segenap Pemangku Kepentingan Pemangku Kepentingan dalam hal ini adalah kelompok dan institusi lembaga swadaya masyarakat (LSM), kelompok sukarelawan, Pemerintah Daerah, Asosiasi Industri Pariwisata, Asosiasi Bisnis, dan pihak-pihak lain yang berpengaruh dan berkepentingan serta yang akan menerima manfaat dari kegiatan kepariwisataan. 3. Kemitraan Kepemilikan Lokal Pembangunan Kepariwisataan harus memberikan manfaat yang berkualitas kepada masyarakat setempat, sehingga dapat menunjang kepemilikan masyarakat local dalam berbagai usaha pariwisata. 4. Pemanfaatan Sumber Daya secara berlanjut Kegiatan-kegiatan pembangunan pariwisata harus menghindari adanya penggunaan sumber daya yang tidak dapat diperbaharui (irreversible) secara berlebihan. Pembangunan Pariwisata harus mampu menjamin sumber daya alam dan buatan yang ada, dapat dipelihara dan diperbaiki sesuai dengan standar internasional yang berlaku.

11 98 5. Mengakomodasikan aspirasi masyarakat Kepedulian terhadap aspirasi masyarakat sangat diperlukan, agar tercipta keharmonisan antara wisatawan, pelaku usaha, dan masyarakat setempat. 6. Daya dukung lingkungan Setiap pembangunan dalam sektor pariwisata harus didasari dengan pertimbangan terhadap daya dukung lingkungan. 7. Monitor dan Evaluasi Program Pemantauan dan evaluasi terhadap program-program yang telah dijalankan adalah mutlak diperlukan, sehingga pelaksanaannya harus meliputi skala internasional, nasional, regional, dan lokal. 8. Akuntabilitas Lingkungan Penggunaan sumber daya yang ada harus dilakukan secara bertanggung jawab dan tidak dieksploitasi secara berlebihan. 9. Pelatihan pada masyarakat terkait Pelatihan pada masyarakat terkait sebaiknya diarahkan pada topic yang membahas tentang pariwisata berkelanjutan, manajemen perhotelan secara berkelanjutan, dan hal-hal yang berkaitan dengan wawasan keberlangsungan pembangunan kepariwisataan yang holistik. 10. Promosi dan Advokasi Nilai Budaya Kelokalan Kegiatan-kegiatan yang dilakukan seharusnya bertujuan untuk mewujudkan pengalaman wisata yang berkualitas dan berkesan bagi wisatawan, sehingga dibutuhkan adanya program-program promosi dan advokasi penggunaan lahan, serta kegiatan yang mampu memperkuat identitas budaya setempat.

12 99 Disisi lain, dalam aspek pengelolaan ini pengembangan Sumber Daya Manusia juga menjadi suatu perhatian. Berkaitan dengan Sumber Daya Manusia tersebut, Bambang Sunaryo memberikan definisi khusus tentang Sumber Daya Manusia Pariwisata, yaitu : Potensi yang terkandung dalam diri manusia untuk mewujudkan perannya sebagai mahluk sosial yang adaptif dan transformatif, yang mampu mengelola dirinya sendiri serta seluruh potensi yang terkandung di alam menuju tercapainya kesejahteraan kehidupan dalam tatanan yang seimbang dan berkelanjutan di bidang kepariwisataan. 101 Sementara itu, menurut Inskeep, Human Resources Planning terdiri dari: 102 a. Evaluating the present utilization of human resources in tourism and identifying any existing problems and needs. b. Projecting the future human resources needed by estimating the number of personnel required in each category of employment and determining the qualification for each category of job. c. Evaluating the human resources available in the future. d. Formulating the education and training programs required to provide the requisite qualified human resources. Adanya perhatian khusus dalam hal pengembangan sumber daya manusia ini merupakan suatu kemajuan yang positif untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada wisatawan. Sehingga diperlukan adanya sertifikasi dan pelatihan-pelatihan kepada orang-orang yang bekerja di bidang pariwisata. Karena profesionalisme, keahlian yang efektif dan efisien, serta kesopanan sebagai karakteristik pelayanan tidak akan terjadi begitu saja tanpa adanya pendidikan dan pelatihan yang dilakukan secara terus-menerus. 101 Bambang Sunaryo, op.cit, h World Tourism Organization III, op.cit, h. 342.

13 100 Apabila dikaji melalui Teori Perlindungan Hukum, adanya sertifikasi Biro Perjalanan Wisata dalam aspek produk, pelayanan, dan pengelolaan ini merupakan suatu langkah preventif. Perlindungan Hukum preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa, yang mengarahkan tindakan pemerintah bersikap hati-hati dalam pengambilan keputusan berdasarkan diskresi dan perlindungan yang resprensif bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa, termasuk penanganannya di lembaga peradilan. 103 Dengan menjalankan sertifikasi ini dengan benar, biro perjalanan wisata akan mampu mendukung peningkatan mutu pariwisata dalam aspek produk, pelayanan, dan pengelolaan Kesiapan Biro Perjalanan Wisata dalam melaksanakan Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi kreatif Nomor 4 Tahun 2014 tentang Standar Usaha Jasa Perjalanan Wisata Kesiapan sistem hukum nasional merupakan hal yang penting untuk dimiliki oleh suatu Negara yang berdasarkan atas hukum, dalam memasuki era globalisasi. Dalam suatu Negara, hukum tidak hanya berfungsi sebagai sarana ketertiban dan keamanan masyarakat serta stabilitas nasional. Karena hukum juga berperan sebagai sarana pembangunan nasional. Dengan kata lain, hukum merupakan transformasi masyarakat menuju struktur, organisasi, dan nilai-nilai kehidupan 103 Maria Alfons, 2010, Implentasi Perlindungan Indikasi Geografis Atas Produk-Produk Masyarakat Lokal Dalam Prespektif Hak kekayaan Intelektual, Universitas Brawijaya, Malang, h. 18.

14 101 berbangsa dan bernegara dalam naungan Republik Indonesia yang pada saatnya bersamaan hidup dalam suasana globalisasi masyarakat dunia. 104 Menurut Rouscoe Pound dalam bukunya yang berjudul An Intruduction to the Philosophy of law, hukum dikatakan sebagai suatu sarana perekayasaan masyarakat (Tool of Social Engneering) dan tidak sekedar sebagai alat penertiban masyarakat semata-mata, menurut Rouscoe Pound hukum memiliki tujuan sebagai berikut : 1. Hukum bertujuan untuk mempertahankan kedamaian di dalam masyarakat. 2. Hukum bertujuan untuk mempertahankan status quo social yaitu dengan menempatkan manusia sesuai dengan sophrosynenya masing-masing atau sesuai dengan bidang dan tempat masing-masing orang di dalam masyarakat, dengan ini dimaksudkan agar tidak terjadi bentrokan antar sesama warga masyarakat. 3. Hukum juga bertujuan untuk memungkinkan tercapainya perkembangan pribadi secara maksimum baik mengenai kehendaknya maupun kewenangannya serta kemampuannya. 4. Hukum bertujuan untuk memenuhi sebanyak mungkin kebutuhan masyarakat. 105 Berkaitan dengan pernyataan dari Rouscoe Pound, Mochtar Kusumaatmadja menyatakan, bahwa hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat. Hal ini didasarkan pada suatu anggapan bahwa adanya keteraturan atau ketertiban ini h Sunaryati Hartono, 1991, Politik Hukum Suatu Sistem Hukum Nasional, Alumni, Bandung. 105 ibid.

15 102 merupakan suatu hal yang diinginkan bahkan dipandang perlu. Lebih jauh lagi anggapan lain yang terkandung dalam konsepsi hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat adalah hukum dalam arti kaidah atau peraturan hukum yang memang berfungsi sebagai alat (pengatur) atat sarana pembangunan dalam arti penyalur arah kegiatan manusia ke arah yang dikehendaki oleh pembangunan atau pembaharuan. 106 Dari konsep tentang hukum dan fungsi hukum, Mochtar Kusumaatmadja berpendapat bahwa, pembinaan hukum nasional harus diarahkan pada usaha-usaha : 1. Memperbaharui peraturan-peraturan hukum termasuk penciptaan yang baru dengan menyesuaikan pada tuntutan perkembangan jaman tanpa mengabaikan kesadaran hukum dalam masyarakat. 2. Menertibkan fungsi lembaga-lembaga hukum sesuai proporsisinya masing-masing. 3. Meningkatkan kemampuan dan kewajiban para penegak hokum 4. Membina kesadaran hukum dalama masyarakat dan membina sikap para penguasa dan para pejabat pemerintah kearah penegakan hukum, keadilan serta perlindungan terhadap harkat manusia dan ketertiban serta kepastian hukum sesuai dengan Undang-Undang Dasar Mochtarkusumaatmaja, 1976, Hukum Masyarakat dan Pembinaan Hukum Nasional, Bina Cipta, Bandung, h Johanes Ibrahim dan Lindawati Sewu, 2003, Hukum Bisnis : Dalam Persepsi Manusia Modern, Rafika Aditama, Bandung, h. 55.

16 103 Dalam kaitannya dengan pembangunan, Suryati Hartono menyebutkan ada 4 (empat) fungsi hukum dalam pembangunan yaitu : Hukum sebagai pemelihara ketertiban dan keamanan 2. Hukum sebagai sarana pembangunan 3. Hukum sebagai sarana penegak keadilan, dan 4. Hukum sebagai sarana pendidikan Berdasarkan uraian fungsi hukum diatas, akan menjadi sangat relevan apabila fungsi hukum tersebut bermanfaat diterapkan dalam masyarakat. Impelementasi suatu ketentuan dapat berjalan efektif atau tidak efektif tergantung dari kesadaran hukum dari warga masyarakat itu sendiri. Ide tentang kesadaran warga masyarakat sebagai dasar sahnya hukum positif ditemukan dalam ajaran Rechtsgefuhl atau Rechtsbewustzijn yang intinya adalah bahwa tidak ada hukum yang mengikat warga masyarakat kecuali atas kesadaran hukumnya. Kesadaran hukum sering kali dikatikan dengan penataan hukum, pembentukan hukum dan efektifitas hukum. Adanya kesadaran hukum yang berkaitan dengan nilai-nilai yang tumbuh dalam masyarakat, sesuai dengan pendapat yang disampaikan oleh Soerjono Soekanto, bahwa masyarakat mentaati hukum karena sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat itu sendiri. Dalam hal ini telah terjadi internalisasi hukum dalam masyarakat yang diartikan bahwa kaidah-kaidah hukum tersebut Mushin dan Fadilah Putra, 2002, Hukum dan Kebijakan Publik, Averroes Press, Malang, h.

17 104 telah meresap pada diri masyarakat. Terdapat 4 (empat) indikator kesadaran hukum dalam masyarakat, yaitu : Pengetahuan hukum Pengetahuan hukum adalah pengetahuan seseorang mengenai beberapa perilaku tertentu yang diatur oleh hukum. Pengetahuan tersebut berkaitan dengan perilaku yang dilarang atau perilaku yang diperbolehkan oleh hukum. Pengetahuan hukum erat kaitannya dengan asumsi bahwa masyarakat dianggap mengetahui isi suatu peraturan manakala peraturan tersebut telah diundangkan. 2. Pemahaman hukum Pemahaman hukum adalah sejumlah informasi yang dimiliki seseorang mengenai isi peraturan dari suatu hukum tertentu, dengan kata lain pemahaman hukum dalah suatu pengertian terhadap isi dan tujuan dari suatu hukum tertentu baik tertulis maupun tidak tertulis serta manfaatnya bagi pihak-pihak yang kehidupannya diatur oleh peraturan tersebut. 3. Sifat hukum Sikap hukum, suatu kecendrungan untuk menerima hukum karena adanya penghargaan terhadap hukum sebagai suatu yang bermanfaat atau menguntungkan jika itu ditaati. 109 Gede Agus Santiago, 2012, Pelaksanaan Undang-Undang Hak Cipta Berkaitan Dengan Perlindungan Hukum Terhadap Karya Cipta Seni Karawitan Instrumental Bali, (tesis) Program Studi Magister (S2) Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Udayana, h

18 Pola perilaku hukum Pola perilaku hukum merupakan hal utama dalam kesadaran hukum karena disini dapat dilihat apakah suatu peraturan berlaku atau tidak dalam masyarakat. Berkaitan dengan pendapat Soerjono Soekanto tersebut, hadirnya Permenparekraf Nomor 4 Tahun 2014 yang baru ditetapkan pada tanggal 11 April 2014 ini menimbulkan reaksi positif dari pelaku usaha. Hal tersebut menunjukkan bahwa sudah adanya kesadaran hukum dari pemerintah maupun pelaku usaha terkait, untuk menetapkan suatu standar terhadap produk, pelayanan, dan pengelolaan dari usaha perjalanan wisata. Menurut Didik Widyatmoko yang merupakan Assesor kompetensi LSP Pariwisata, sisi positif dari hadirnya standar usaha ini adalah konsumen pengguna jasa perjalanan wisata tidak akan menjadi korban dari Biro Perjalanan Wisata ataupun Agen Perjalanan Wisata yang tidak jelas. Dengan adanya standar usaha perjalanan wisata, konsumen akan lebih merasa terlindungi dan menjadi yakin karena diurus oleh orang dan perusahaan yang kompeten dan mampu melayaninya dengan baik. 110 Berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 20 Februari 2015 dengan Monica Budiono, selaku Operational Manager Rama Duta Tour and Travel, dikatakan bahwa adanya permenparekraf tersebut merupakan hal yang baik, karena dengan adanya standar usaha yang jelas, biro perjalanan wisata dapat memberikan pelayanan yang lebih baik kepada para tamu. 110 Anonim, 2014, Terdapat 38 Unsur yang Diukur Dalam Standar Usaha Perjalanan Wisata, tersedia di website diakses tanggal 22 Februari 2015.

19 106 Sementara itu, pendapat berbeda disampaikan oleh Carmelia Murwanti, selaku Branch Manager Bayu Buana Travel Management. Berdasarkan wawancara pada tanggal 25 Februari 2015, disampaikan bahwa menurutnya pemerintah kurang melakukan sosialisasi terhadap Permenparekraf ini. Berkaitan dengan hal tersebut, dalam wawancara tanggal 23 Februari 2015 dengan Ida Bagus Suartana dari Badan Penanaman Modal dan Perijinan Terpadu (BPMPT) Provinsi Bali menyampaikan bahwa, kewenangan pengurusan perijinan usaha perjalanan wisata tidak lagi berada pada BPMPT Provinsi Bali, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor 85/HK.501/MKP/2010 sampai dengan Nomor 97/HK.501/MKP/2010. Namun, hingga saat ini beberapa Pemerintah Kabupaten/Kota yang dilimpahkan kewenangan tersebut menyatakan belum siap untuk menjalankan kewenangan tersebut. Hal ini secara tidak langsung berdampak pada belum tersosialisasinya Permenparekraf Nomor 4 Tahun 2014 ini dengan baik. Sebagaimana telah dijelaskan dalam bab III, berkaitan dengan standar usaha ini, dalam Pasal 20 sampai 22 Permenparekraf Nomor 4 Tahun 2014 j.o. Permenparekraf Nomor 8 Tahun 2014, disebutkan bahwa usaha jasa perjalanan wisata wajib untuk memperoleh Sertifikat Usaha Jasa Perjalanan Wisata yang dikeluarkan oleh LSU Bidang Pariwisata, dalam jangka waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal 11 April Berdasarkan hasil penelitian penulis di Harum Indah Sari (HIS) Tours and Travel yang berkedudukan di Kota Denpasar, secara garis besar unsur-unsur yang telah dinyatakan dalam Permenparekraf Nomor 4 Tahun 2014 telah dipenuhi dan

20 107 berjalan dengan baik. Namun ada satu hal yang belum dipenuhi oleh HIS Tours and Travel dalam aspek pelayanan, yaitu belum adanya Standard Operating Procedure dalam perjalanan wisata yang meliputi penanganan permasalahan dan keluhan yang muncul selama perjalanan wisata, oleh tenaga pemandu wisata dan/atau pimpinan perjalanan wisata. Belum terpenuhinya unsur tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan budaya sebagaimana yang telah disampaikan sebelumnya. Perbedaan budaya tersebut membuat perusahaan sulit untuk menentukan standar tepat yang dapat diberlakukan bagi seluruh wisatawan yang menggunakan jasa HIS Tour and Travel. Sedangkan hasil penelitian penulis pada Bayu Buana Travel Services yang berkedudukan di Kabupaten Badung, menunjukkan bahwa terdapat 1 (satu) unsur yang belum dipenuhi, yaitu berkaitan dengan perlindungan asuransi perjalanan wisata yang diberikan kepada tenaga pemandu wisata. Terkait dengan hal ini Carmelia Murwanti, menjelaskan bahwa pemandu wisata tersebut telah memiliki asuransi secara pribadi. Sementara itu, penelitian penulis pada Rama Duta Tours and Travel yang berkedudukan di Kota Denpasar, menunjukkan bahwa terdapat 4 (empat) unsur dalam Permenparekraf Nomor 4 Tahun 2014 yang belum dipenuhi, terdiri dari 3 (tiga) unsur dalam aspek produk dan 1 (satu) unsur dalam aspek pelayanan, yaitu : 1. Belum disediakannya minimum jasa pemesanan dan/atau penjualan jasa angkutan wisata; 2. Belum disediakannya jasa pengurusan paspor dan visa;

21 Belum adanya perlindungan asuransi perjalanan wisata yang diberikan kepada tenaga pemandu wisata; 4. Belum adanya standard operating procedures tentang permintaan oleh tenaga pemandu wisata dan/atau pimpinan perjalanan wisata kepada wisatawan untuk mengisi kuisioner untuk evaluasi perjalanan wisata. Berkaitan dengan unsur-unsur yang belum dipenuhi tersebut, Monica Budiono mengungkapkan bahwa, untuk dapat memenuhi unsur-unsur dalam Permenparekraf Nomor 4 Tahun 2014 tersebut, pihaknya akan mempelajari peraturan tersebut secara lebih dalam, mengembangkan kerjasama dengan perusahaan yang bergerak dibidang pariwisata baik hotel, penerbangan, obyek wisata dan lain lain. Hal yang serupa juga terjadi di Melali Bali, salah satu Biro Perjalanan Wisata yang berkedudukan di kabupaten badung. Menurut Ketut Jaman, selaku Managing Director Melali Bali, sekaligus sebagai Kepala Bidang (Kabid) SDM ASITA Bali, dalam wawancara tanggal 17 Maret 2015, menyatakan bahwa belum dipenuhinya unsur-unsur dalam Permenparekraf Nomor 4 Tahun 2014 ini disebabkan oleh belum adanya sosialisasi resmi dari pemerintah, sehingga menimbulkan ketidakjelasan dalam pelaksanaannya. Adapun beberapa unsur yang belum dipenuhi adalah sebagai berikut : 1. Paket wisata yang diselenggarakan oleh BPW memuat minimum keterangan tentang harga paket wisata dalam mata uang rupiah.

22 109 Dalam hal ini, Ketut Jaman mengatakan bahwa keterangan mengenai harga paket wisata dicantumkan secara terpisah, yaitu dalam confidential tariff. 2. Paket wisata yang diselenggarakan oleh BPW memuat minimum keterangan tentang perlindungan asuransi perjalanan bagi wisatawan. Menurut Ketut Jaman, keterangan tentang perlindungan asuransi tidak selalu dicantumkan dalam paket wisata. Karena perlindungan asuransi merupakan penawaran tambahan yang diajukan sesuai dengan paket wisata yang dipilih oleh wisatawan. Sehingga wisatawan berhak memilih untuk menggunakan perlindungan asuransi tersebut ataupun tidak. 3. Tenaga Pemandu Wisata dilindungi asuransi perjalanan wisata. Dalam hal ini, Melali Bali bekerjasama dengan Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI), sehingga asuransi biasanya telah disediakan oleh HPI sesuai dengan rute perjalanan yang diikuti. 4. Pimpinan Perjalanan Wisata (Tour Leader) memiliki sertifikat kompetensi yang masih berlaku. Menurut Ketut Jaman, pengalaman adalah fokus utama dalam pemilihan pimpinan perjalanan wisata. Sehingga pimpinan perjalanan wisata dari Melali Bali tidak selalu memiliki sertifikat kompetensi. 5. Pimpinan Perjalanan Wisata dilindungi asuransi perjalanan wisata. Serupa dengan pemandu wisata, pemberian asuransi perjalanan wisata kepada pimpinan perjalanan wisata disesuaikan dengan rute perjalanan

23 110 yang diikuti, sehingga tidak semua pimpinan perjalanan wisata mendapatkan asuransi perjalanan wisata. Disisi lain, selaku Kabid SDM ASITA Bali, Ketut Jaman menjelaskan bahwa ASITA belum mempersiapkan program khusus untuk menjalankan Permenparekraf Nomor 4 Tahun 2014 ini kepada anggota-anggotanya. Sejauh ini, fokus ASITA terhadap biro perjalanan wisata yang ingin bergabung menjadi anggotanya adalah kelengkapan perijinannya. Apabila biro perjalanan tersebut sudah memiliki perijinan yang lengkap dan memenuhi syarat yang ditentukan oleh ASITA, maka biro perjalanan tersebut dapat menjadi anggota ASITA. Adapun persyaratan yang harus dipenuhi untuk dapat bergabung dalam ASITA, yaitu : 1. Fotocopy Akta Pendirian Perusahaan Perseroan Terbatas (PT) atau Koperasi dan perubahan-perubahannya (kalau ada); 2. Focotocopy Surat Pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM RI; 3. Fotocopy Ijin Usaha dari Instansi terkait; 4. Fotocopy Tanda Daftar Perusahaan (TDP); 5. Melampirkan Status Kantor (apabila sewa atau kontrak dilampiri fotocopy perjanjiannya); 6. Struktur Organisasi Perusahaan; 7. Surat Rekomendasi (asli) dari 2 perusahaan BPW/CBPW Anggota Asita Bali; 8. Pas photo Pimpinan Perusahaan ukuran 4x6 (1 lembar); 9. Fotocopy KTP Pimpinan Perusahaan (1 lembar); 10. Biaya Keanggotaan sebesar Rp ,-.

24 111 Berkaitan dengan Permenparekraf Nomor 4 Tahun 2014 tentang Standar Usaha Jasa Perjalanan Wisata yang baru ditetapkan ini, Ketut Jaman mengungkapkan bahwa ASITA akan mencoba mempelajarinya terlebih dahulu. Perlu dipelajari dengan detail terkait sanksi yang ditetapkan dalam Permenparekraf tersebut, apakah memberikan dampak terhadap bisnis usaha perjalanan wisata atau tidak. Sehingga efektivitas berlakunya Permenparekraf Nomor 4 Tahun 2014 ini tergantung pada biro perjalanan wisata masing-masing, apakah menurut biro perjalanan tersebut adanya sertifikasi ini akan memberikan dampak positif bagi perkembangan usaha biro perjalanan wisata tersebut. Selanjutnya Ketut Jaman menambahkan, peraturan ini masih perlu dikaji ulang, terkait dengan unsur-unsur yang ada di dalamnya. Misalnya saja dalam aspek produk, biro perjalanan wisata menyediakan jasa pengurusan paspor dan visa. Berkaitan dengan unsur tersebut, menurut Ketut Jaman, tidak semua biro perjalanan wisata harus menyediakan jasa pengurusan paspor dan visa. Karena apabila lingkup usahanya hanya inbound atau dalam negeri, maka biro perjalanan tersebut tidak perlu menyediakan jasa pengurusan paspor dan visa. Dalam buku International Tourism : A Global Perspective, terdapat pengertian tentang Tour Wholesalers inbound dan outbound, yaitu : 111 a. The inbound wholesaler arranges tour packages for tourist visiting the country where the wholesaler is based. Inbound wholesalers do not necessarily operate only in the country where they offer tours and some maintain sales branches in other countries. b. The outbound wholesaler arranges packaged travel for tourists who wish to travel to destinations outside the country where the wholesaler is located. Unlike inbound wholesaler, outbound wholesaler does not usually 111 World Tourism Organization III, op.cit, h. 101.

25 112 focus on a single destination, but may offer wide variety of packages and destinations. However, both of these wholesalers tend to cater to the needs of the mass market in order to have the necessary volume leverage. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat dikatakan bahwa biro perjalanan wisata yang menjalankan usaha dalam lingkup inbound, hanya menyediakan paket wisata untuk wisatawan yang ingin berkunjung ke Negara tempat biro perjalanan wisata tersebut berada. Sedangkan, biro perjalanan wisata yang menjalankan usaha dalam lingkup outbound, menyediakan berbagai macam paket wisata, yang tidak hanya fokus pada satu tujuan Negara, namun juga terdapat paket wisata untuk wisatawan yang ingin pergi ke berbagai Negara. Secara lebih ringkas, hasil penelitian terkait kesiapan Biro Perjalanan Wisata di daerah Kabupaten Badung dan Kota Denpasar, dapat dilihat dalam tabel berikut: (Tabel 1) No ASPEK UNSUR HIS 1 PRODUK A BPW menyediakan minimum jasa pemesanan dan/atau penjualan : Rama Duta Bayu Buana Melali Tour 1 Paket Wisata 2 Voucher Akomodasi 3 Tiket Perjalanan 4 Jasa Angkutan Wisata x B 5 BPW menyelenggarakan lebih dari 1 (satu) paket wisata, dan sekurang-kurangnya 1 (satu) diantaranya adalah paket wisata buatan sendiri. Paket wisata yang diselenggarakan C oleh BPW memuat minimum keterangan tentang : 6 Nama Paket Wisata

26 113 No ASPEK UNSUR HIS Rama Duta Bayu Buana Melali Tour 7 Durasi Perjalanan Wisata 8 Rute dan kegiatan perjalanan wisata (itinerary) 9 Harga Paket Wisata dalam mata uang Rupiah x 10 Moda Transportasi 11 Jenis Akomodasi 12 Perlindungan Asuransi perjalanan wisata bagi x wisatawan D 13 BPW menyediakan jasa pengurusan paspor dan visa x BPW menggunakan jasa tenaga pemandu wisata mandiri atau E menjadi bagian dari usaha jasa pramuwisata, berdasarkan ketentuan sebagai berikut : Tenaga pemandu wisata 14 tersebut memiliki sertifikat kompetensi yang masih berlaku. 15 Dalam hal BPW menyelenggarakan paket wisata untuk wisatawan mancanegara, tenaga pemandu wisata tersebut mampu berbahasa asing sesuai dengan bahasa yang digunakan oleh wisatawan mancanegara, atau sekurang-kurangnya mampu berbahasa inggris. 16 Tenaga pemandu wisata tersebut dilindungi asuransi perjalanan wisata. x x x BPW mempekerjakan pimpinan F perjalanan wisata (tour leader), berdasarkan ketentuan sebagai berikut : Pimpinan perjalanan wisata 17 dilengkapi dengan surat tugas dari BPW. 18 Pimpinan perjalanan wisata tersebut memiliki sertifikat kompetensi yang masih berlaku. x

27 114 No ASPEK UNSUR HIS 2 PELAYANAN A B Dalam hal BPW menyelenggarakan paket wisata untuk wisatawan mancanegara, pimpinan perjalanan wisata tersebut 19 mampu berbahasa asing sesuai dengan bahasa yang digunakan oleh wisatawan mancanegara, atau sekurang-kurangnya mampu berbahasa inggris. Pimpinan perjalanan wisata 20 tersebut dilindungi asuransi perjalanan wisata. Menerapkan Standard Operating Procedures (SOP) bagi pelaksanaan tamu di kantor BPW, yang meliputi: Penyambutan kedatangan 1 tamu Menerima dan melakukan 2 panggilan telepon Pemberian penjelasan tentang produk yang 3 disediakan/ditawarkan BPW Pemesanan dan/atau 4 penjualan produk yang disediakan BPW Menerapkan Standard Operating Procedures (SOP) dalam pelaksanaan perjalanan wisata, yang meliputi : Pelayanan bagi wisatawan oleh tenaga pemandu 5 wisata dan/atau pimpinan perjalanan wisata selama perjalanan wisata Penanganan permasalahan dan keluhan yang muncul selama perjalanan wisata, oleh tenaga pemandu 6 wisata, oleh tenaga pemandu wisata dan/atau pimpinan perjalanan wisata. Rama Duta Bayu Buana Melali Tour x x

28 115 No ASPEK UNSUR HIS 3 PENGELOLAAN A B C Rama Duta Bayu Buana Melali Tour 7 Permintaan oleh tenaga pemandu wisata dan/atau pimpinan perjalanan wisata kepada wisatawan untuk mengisi kuisioner untuk evaluasi perjalanan wisata. x BPW memiliki tempat usaha/kantor yang terpisah dari kegiatan keluarga/rumah tangga Tempat usaha/kantor memiliki alamat yang 1 jelas, nomor telepon dan faksimili, serta alamat e- mail yang masih berfungsi. Tempat usaha/ kantor 2 terdiri dari ruang kerja dan ruang penerimaan tamu. tempat usaha/kantor 3 dilengkapi dengan sarana, prasarana dan peralatan kantor yang memadai. BPW memiliki tata kelola perusahaan yang meliputi minimum : Uraian mengenai struktur organisasi dan susunan 4 pengurus yang memuat nama, jabatan dan uraian tugas setiap bagian. Sistem penatausahaan secara tertib dan baik atas seluruh transaksi pemesanan dan/atau 5 penjualan, serta surat menyurat yang terkait, yang dipelihara dan disimpan minimum selama 3 (tiga) tahun. BPW memiliki dan memelihara basis data yang memuat keterangan tentang nama, alamat, nomor telepon dan e- mail, yang meliputi : 6 Data pelanggan 7 Data rekanan/pemasok jasa

29 116 No. ASPEK UNSUR HIS 8 Pengusaha Daya tarik wisata D 9 BPW memiliki rencana pengembangan usaha E Pengembangan sumber daya manusia 10 Memiliki sertifikat kompetensi di bidangnya. 11 Melaksanakan program pengembangan SDM Rama Duta Bayu Buana Melali Tour Tabel 1 Sehubungan dengan efektifitas berlakunya Permenparekraf Nomor 4 Tahun 2014 ini, menurut Soerjono Soekanto terdapat 5 faktor yang berpengaruh dalam penegakan hukum, yaitu: Faktor hukum atau undang-undang Hukum atau undang-undang dalam arti material merupakan peraturan tertulis yang berlaku umum dan dibuat oleh penguasa pusat maupun daerah yang sah. Sebagaimana telah dijelaskan dalam Bab III, Permenparekraf Nomor 4 Tahun 2014 tentang Standar Usaha Jasa Perjalanan Wisata telah memiliki dasar berlaku yang jelas dan dibuat oleh pejabat yang berwenang dalam hal ini Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia. 112 Salim HS dan Erlies Septianan Nurbani I, loc.cit.

30 Faktor Penegak Hukum Penegak hukum adalah kalangan yang secara langsung berkecimpung dalam bidang penegakan hukum yang tidak hanya mencakup law enforcement, akan tetapi juga mencakup peace maintenance (penegakan secara damai). Dalam hal ini, Permenparekraf tidak menetapkan secara jelas pihak yang ditentukan sebagai penegak hukum. Dalam pasal 15, hanya disebutkan bahwa Kementerian dan Pemerintah Daerah bertugas untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan dalam rangka penerapan Standar Usaha Jasa Perjalanan Wisata. 3. Faktor Sarana atau Fasilitas Sarana atau fasilitas merupakan segala hal yang dapat digunakan untuk mendukung dalam proses penegakan hukum. Sarana atau fasilitas, meliputi tenaga kerja manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup, dan seterusnya. Kalau hal itu tidak terpenuhi, maka mustahil penegakan hukum akan mencapai tujuannya. Lembaga Sertifikasi Usaha (LSU) Pariwisata sebagai lembaga mandiri yang berwenang untuk melakukan sertifikasi usaha di bidang pariwisata, sudah dibentuk sebanyak 17 lembaga oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Namun hingga saat ini, khususnya di Bali, belum terlihat adanya sosialisasi untuk membahas tentang standarisasi ini. 4. Faktor Masyarakat Masyarakat memiliki arti sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama. Masyarakat dalam

31 118 konteks penegakan hukum erat kaitannya, di mana hukum tersebut berlaku atau diterapkan. Dalam hal ini, masyarakat yang dimaksud adalah biro perjalanan wisata yang berada di Indonesia. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, belum adanya sosialisasi untuk penjelasan tentang standarisasi ini menimbulkan ketidakjelasan dalam pelaksanaannya. 5. Faktor Kebudayaan Kebudayaan diartikan sebagai karya, cipta dan rasa yang harus didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup. Kebudayaan adalah seperangkat nilai-nilai sosial umum seperti gagasan, pengetahuan, seni, lembaga-lembaga, pola-pola sikap, pola perilaku, dan hasil material. Hukum merupakan kongkretisasi dari nilai-nilai suatu budaya masyarakat, yang dengan kata lain dapat dikatakan bahwa hukum merupakan penjelmaan lain dari sistem nilai-nilai budaya masyarakat. 113 Berkaitan dengan hal ini, sebelum berlakunya Permenparekraf Nomor 4 Tahun 2014, biro perjalanan wisata telah memiliki standar tersendiri dalam menjalankan usahanya. Sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis, standar-standar tersebut sudah cukup memberikan rasa aman dan nyaman kepada wisatawan yang menggunakan jasanya. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya biro perjalanan wisata, khususnya yang berada di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung telah siap untuk melaksanakan Permenparekraf tersebut. Karena sebelum adanya Permenparekraf tersebut, biro perjalanan wisata telah memiliki standar tersendiri dalam menjalankan usahanya. Dimana standar yang ditetapkan tersebut, sudah mampu 113 Budi Agus Riswandi dan M. Syamsudin, 2004, Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya Hukum, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 145.

32 119 memberikan rasa aman dan nyaman kepada wisatawan yang menggunakan jasanya. Namun tidak adanya sosialisasi dari pemerintah daerah mengesankan bahwa kurangnya persiapan dari pemerintah daerah untuk menjalankan peraturan ini.

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR USAHA JASA PERJALANAN WISATA

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR USAHA JASA PERJALANAN WISATA LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA DAN EKOMI KREATIF REPUBLIK INDONESIA MOR 4 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR USAHA JASA PERJALANAN WISATA STANDAR USAHA JASA PERJALANAN WISATA I. STANDAR USAHA BIRO PERJALANAN

Lebih terperinci

STANDARISASI KEAMANAN DAN KESELAMATAN WISATAWAN YANG WAJIB DIPENUHI OLEH BIRO PERJALANAN WISATA

STANDARISASI KEAMANAN DAN KESELAMATAN WISATAWAN YANG WAJIB DIPENUHI OLEH BIRO PERJALANAN WISATA STANDARISASI KEAMANAN DAN KESELAMATAN WISATAWAN YANG WAJIB DIPENUHI OLEH BIRO PERJALANAN WISATA Oleh Made Ayu Susiana Sugihasri Ida Bagus Putra Atmadja Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

2014, No d. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana di maksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu menetapkan Peraturan Menteri Pariwisa

2014, No d. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana di maksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu menetapkan Peraturan Menteri Pariwisa No.462, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN PAREKRAF. Usaha. Perjalanan. Wisata. Standar. PERATURAN MENTERI PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR

Lebih terperinci

NO ASPEK UNSUR NO SUB UNSUR

NO ASPEK UNSUR NO SUB UNSUR LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG STANDAR USAHA JASA PRAMUWISATA STANDAR USAHA JASA PRAMUWISATA I. PRODUK A. Kepemanduan Wisata 1. Memberikan jasa penyediaan

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG USAHA JASA PERJALANAN WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BALI,

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG USAHA JASA PERJALANAN WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BALI, GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG USAHA JASA PERJALANAN WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa Pembangunan Kepariwisataan di

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG USAHA JASA PERJALANAN WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG USAHA JASA PERJALANAN WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG USAHA JASA PERJALANAN WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa Pembangunan Kepariwisataan di Provinsi Bali

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Travel & Tourism Competitiveness Report dari World Economic

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Travel & Tourism Competitiveness Report dari World Economic BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Travel & Tourism Competitiveness Report dari World Economic Forum disebutkan bahwa peringkat Pariwisata Indonesia naik dari peringkat ke- 70 pada tahun 2013 menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan berbagai informasi, hal tersebut telah membawa dampak yang. signifikan dalam merencanakan sebuah perjalanan wisata.

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan berbagai informasi, hal tersebut telah membawa dampak yang. signifikan dalam merencanakan sebuah perjalanan wisata. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era modern ini perkembangan zaman yang semakin canggih dan dengan berkembangnya pengguna internet yang memberi kemudahan untuk mendapatkan berbagai informasi, hal

Lebih terperinci

-2- Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REP

-2- Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REP LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.11, 2017 PEMBANGUNAN. Konstruksi. Jasa. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6018) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

UPAYA PENCAPAIAN IKLIM USAHA KONDUSIF BAGI PENANAMAN MODAL (INVESTASI) DALAM KEGIATAN BISNIS PARIWISATA

UPAYA PENCAPAIAN IKLIM USAHA KONDUSIF BAGI PENANAMAN MODAL (INVESTASI) DALAM KEGIATAN BISNIS PARIWISATA UPAYA PENCAPAIAN IKLIM USAHA KONDUSIF BAGI PENANAMAN MODAL (INVESTASI) DALAM KEGIATAN BISNIS PARIWISATA oleh Kezia Frederika Wasiyono I Ketut Sudiarta Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ida Bagus Wyasa Putra, et.al., 2003, Hukum Bisnis Pariwisata, Refika Aditama, Bandung, h.1.

BAB I PENDAHULUAN. Ida Bagus Wyasa Putra, et.al., 2003, Hukum Bisnis Pariwisata, Refika Aditama, Bandung, h.1. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan usaha di bidang pariwisata ternyata diimbangi dengan kesiapan para pelaku yang bergerak di bidang ini. Salah satu hal yang paling tampak adalah yang berkaitan

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB BIRO PERJALANAN WISATA TERHADAP KERUGIAN YANG DIALAMI OLEH KONSUMEN PENGGUNA JASA

TANGGUNG JAWAB BIRO PERJALANAN WISATA TERHADAP KERUGIAN YANG DIALAMI OLEH KONSUMEN PENGGUNA JASA TANGGUNG JAWAB BIRO PERJALANAN WISATA TERHADAP KERUGIAN YANG DIALAMI OLEH KONSUMEN PENGGUNA JASA Oleh : Ida Bagus Yogi Puspakanta A.A Ngurah Gede Dirksen A.A G.A Dharma Kusuma Hukum Perdata, Fakultas Hukum,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya, ciri itulah yang menandai pola kehidupan manusia. Mobilitas merupakan

BAB I PENDAHULUAN. lainnya, ciri itulah yang menandai pola kehidupan manusia. Mobilitas merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya kegiatan perjalanan telah lama dilakukan oleh manusia. Di dalam hidupnya manusia selalu bergerak, berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya, ciri itulah

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG KEPARIWISATAAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG KEPARIWISATAAN 1 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG KEPARIWISATAAN I. UMUM Tuhan Yang Maha Esa telah menganugerahi bangsa Indonesia kekayaan berupa sumber daya yang

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. tertentu. Begitu juga halnya perjalanan PT. Bahana Sejahtera Tour and Travel

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. tertentu. Begitu juga halnya perjalanan PT. Bahana Sejahtera Tour and Travel BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Singkat Perusahaan Sejarah adalah rangkuman perjalanan masa lalu dalam kurun waktu tertentu. Begitu juga halnya perjalanan PT. Bahana Sejahtera Tour and Travel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki potensi pariwisata yang sangat besar, di antaranya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki potensi pariwisata yang sangat besar, di antaranya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki potensi pariwisata yang sangat besar, di antaranya adalah wisata alam, wisata budaya, wisata sejarah, wisata belanja, dan masih banyak lagi. Dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI KONSUMEN DAN PT. PARADISE BALI TOUR AND TRAVEL SEBAGAI PELAKU USAHA

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI KONSUMEN DAN PT. PARADISE BALI TOUR AND TRAVEL SEBAGAI PELAKU USAHA BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI KONSUMEN DAN PT. PARADISE BALI TOUR AND TRAVEL SEBAGAI PELAKU USAHA 2.1 Pengertian Konsumen dan Pelaku Usaha 2.1.1 Pengertian Konsumen Setiap konsumen berusaha untuk memenuhi

Lebih terperinci

IZIN USAHA JASA PARIWISATA

IZIN USAHA JASA PARIWISATA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG IZIN USAHA JASA PARIWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT Menimbang : a. bahwa, untuk meningkatkan

Lebih terperinci

PENGAWASAN TERHADAP BIRO PERJALANAN WISATA ONLINE YANG TIDAK MEMILIKI IZIN DI PROVINSI BALI

PENGAWASAN TERHADAP BIRO PERJALANAN WISATA ONLINE YANG TIDAK MEMILIKI IZIN DI PROVINSI BALI PENGAWASAN TERHADAP BIRO PERJALANAN WISATA ONLINE YANG TIDAK MEMILIKI IZIN DI PROVINSI BALI Oleh Ni Putu Ayu Arsani Cok Istri Anom Pemayun Ni Gusti Ayu Dyah Satyawati Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG LISENSI PRAMUWISATA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG LISENSI PRAMUWISATA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG LISENSI PRAMUWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rapi sehingga dapat menunjang kegiatan pariwisawa. Industri yang bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. rapi sehingga dapat menunjang kegiatan pariwisawa. Industri yang bergerak di bidang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkembangan pariwisata khususnya di Indonesia semakin meningkat pesat. Perkembangan tersebut dapat dilihat dari sarana infrastruktur yang semakin tertata rapi sehingga

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA, PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 45 TAHUN 2008

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA, PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 45 TAHUN 2008 GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PARIWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 1996 TENTANG PENYELENGGARAAN KEPARIWISATAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 1996 TENTANG PENYELENGGARAAN KEPARIWISATAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 1996 TENTANG PENYELENGGARAAN KEPARIWISATAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan pengembangan kepariwisataan dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Pemerintah Negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. transportasi sebagai salah satu sarana yang diperlukan dalam efisiensi

BAB I PENDAHULUAN. transportasi sebagai salah satu sarana yang diperlukan dalam efisiensi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan teknologi sangat mempengaruhi perkembangan alat transportasi sebagai salah satu sarana yang diperlukan dalam efisiensi waktu dan kecepatan. Semakin canggihnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan yang konsisten dari tahun ke tahun. World Tourism

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan yang konsisten dari tahun ke tahun. World Tourism 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata telah menjadi industri terbesar dan memperlihatkan pertumbuhan yang konsisten dari tahun ke tahun. World Tourism Organization memperkirakan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata adalah keseluruhan kegiatan pemerintah, pengusaha yang

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata adalah keseluruhan kegiatan pemerintah, pengusaha yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata adalah keseluruhan kegiatan pemerintah, pengusaha yang terkait didalamnya dan masyarakat untuk mengatur, mengurus dan melayani kebutuhan wisatawan. Secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata Indonesia saat ini mulai berkembang dengan pesat. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata Indonesia saat ini mulai berkembang dengan pesat. Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pariwisata Indonesia saat ini mulai berkembang dengan pesat. Indonesia memiliki potensi wisata untuk dikembangkan menjadi destinasi pariwisata tingkat dunia.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menyadari pentingnya sektor pariwisata dan sibuk mereposisi industri tersebut.

BAB 1 PENDAHULUAN. menyadari pentingnya sektor pariwisata dan sibuk mereposisi industri tersebut. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setelah The World Travel and Tourism Council (1991) mengungkapkan bahwa pariwisata adalah industri penting dan terbesar di dunia, banyak negara mulai menyadari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu potensi sumber daya yang dapat dikembangkan oleh setiap daerah, sebagai salah satu sumber daya yang menghasilkan devisa bagi negara.

Lebih terperinci

RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH PER KEMENTERIAN/LEMBAGA II.L.040.1

RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH PER KEMENTERIAN/LEMBAGA II.L.040.1 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH PER KEMENTERIAN/LEMBAGA KEMENTERIAN/LEMBAGA : KEMENTERIAN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA 1 Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Kebudayaan

Lebih terperinci

PENTINGNYA PENGGUNAAN BAHASA INGGRIS DALAM PENINGKATAN KUALITAS PEMASARAN DI BIRO PERJALANAN WISATA RAJA TOURS AND TRAVEL

PENTINGNYA PENGGUNAAN BAHASA INGGRIS DALAM PENINGKATAN KUALITAS PEMASARAN DI BIRO PERJALANAN WISATA RAJA TOURS AND TRAVEL PENTINGNYA PENGGUNAAN BAHASA INGGRIS DALAM PENINGKATAN KUALITAS PEMASARAN DI BIRO PERJALANAN WISATA RAJA TOURS AND TRAVEL LAPORAN PRAKTEK KERJA NYATA diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

Lebih terperinci

01 Berkomunikasi di Tempat Kerja

01 Berkomunikasi di Tempat Kerja Kode Unit : PAR.AJ.01.001.01 Judul Unit : BEKERJASAMA DENGAN KOLEGA DAN PENGUNJUNG Deskripsi Unit : Unit ini membahas pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dibutuhkan oleh seorang pemandu wisata dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut tergambar bentuk-bentuk produk pelayanan jasa, dan barang untuk

BAB I PENDAHULUAN. tersebut tergambar bentuk-bentuk produk pelayanan jasa, dan barang untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan kegiatan multi usaha yang mencakup bermacammacam bidang kegiatan. Keragaman bidang tersebut ditunjukkan dalam bentuk kegiatan industri / usaha

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN IZIN USAHA PARIWISATA BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NO. 4 TAHUN 2014 TENTANG KEPARIWISATAAN

BAB II PENGATURAN IZIN USAHA PARIWISATA BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NO. 4 TAHUN 2014 TENTANG KEPARIWISATAAN 29 BAB II PENGATURAN IZIN USAHA PARIWISATA BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NO. 4 TAHUN 2014 TENTANG KEPARIWISATAAN A. Pengertian Usaha Pariwisata Kata pariwisata berasal dari bahasa Sansakerta

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 16 TAHUN 2003 TENTANG PERIZINAN USAHA JASA PERJALANAN WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 16 TAHUN 2003 TENTANG PERIZINAN USAHA JASA PERJALANAN WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN 1 PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 16 TAHUN 2003 TENTANG PERIZINAN USAHA JASA PERJALANAN WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN Menimbang : a. bahwa untuk mendorong peningkatan, pertumbuhan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 1996 TENTANG PENYELENGGARAAN KEPARIWISATAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 1996 TENTANG PENYELENGGARAAN KEPARIWISATAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 1996 TENTANG PENYELENGGARAAN KEPARIWISATAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk meningkatkan pengembangan kepariwisataan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian dan pembangunan di Bali sejak tahun 1970-an. Oleh karena itu

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian dan pembangunan di Bali sejak tahun 1970-an. Oleh karena itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali merupakan salah satu daerah tujuan wisata internasional yang sangat terkenal di dunia. Sektor kepariwisataan telah menjadi motor penggerak perekonomian dan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab pendahuluan ini berisi penjelasan mengenai dasar penelitian yang

BAB I PENDAHULUAN. Bab pendahuluan ini berisi penjelasan mengenai dasar penelitian yang BAB I PENDAHULUAN Bab pendahuluan ini berisi penjelasan mengenai dasar penelitian yang dijabarkan ke dalam latar belakang penelitian, rumusan permasalahan, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat

Lebih terperinci

Kegiatan Belajar 1: Mengkonstruksi Industri Pariwisata

Kegiatan Belajar 1: Mengkonstruksi Industri Pariwisata Kegiatan Belajar 1: Mengkonstruksi Industri Pariwisata Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan 1. Menggambarkan karakteristik industry dan produk pariwisata 2. Mengenali dan membedakan potensi kepariwisataan

Lebih terperinci

Bab VI. Penutup. Berdasarkan hasil temuan dan analisis yang telah dipaparkan, menunjukkan bahwa wisata MICE menjadi salah satu wisata yang menjanjikan

Bab VI. Penutup. Berdasarkan hasil temuan dan analisis yang telah dipaparkan, menunjukkan bahwa wisata MICE menjadi salah satu wisata yang menjanjikan Bab VI Penutup 1.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil temuan dan analisis yang telah dipaparkan, menunjukkan bahwa wisata MICE menjadi salah satu wisata yang menjanjikan bagi Daerah Istimewa Yogyakarta. Faktor-faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wisata seperti ini dengan tujuan yang bermacam-macam. mereka bermacam-macam, seperti ingin berwisata ke lokasi pengambilan

BAB I PENDAHULUAN. wisata seperti ini dengan tujuan yang bermacam-macam. mereka bermacam-macam, seperti ingin berwisata ke lokasi pengambilan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan kegiatan yang bertujuan untuk rekresasi, liburan, pelancongan atau tourism. Dalam melakukan kegiatan wisata, tidak hanya individu, namun banyak

Lebih terperinci

DENPASAR, 22 NOVEMBER 2012 SIDANG PLENO MUSDA XII ASITA BALI 2012 HASIL KEPUTUSAN PROGRAM KERJA MUSDA ASITA BALI XII 2012

DENPASAR, 22 NOVEMBER 2012 SIDANG PLENO MUSDA XII ASITA BALI 2012 HASIL KEPUTUSAN PROGRAM KERJA MUSDA ASITA BALI XII 2012 KOMISI A A. Bidang Organisasi 1. Menyusun sistem dan mekanisme organisasi agar dapat berjalan dengan teratur sesuai dengan AD/ART serta peraturan perundang undangan yang berlaku. 2. Mengamati aktifitas

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ARSITEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ARSITEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ARSITEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa arsitek dalam mengembangkan diri memerlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pramuwisata atau Pemandu Wisata (Tour Guide), karena sebuah perjalanan wisata

BAB I PENDAHULUAN. Pramuwisata atau Pemandu Wisata (Tour Guide), karena sebuah perjalanan wisata 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu sektor penentu suksesnya sebuah perjalanan wisata adalah Pramuwisata atau Pemandu Wisata (Tour Guide), karena sebuah perjalanan wisata tidak akan lengkap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. devisa negara. Salah satu Visi Pariwisata Indonesia yaitu, industri pariwisata

BAB I PENDAHULUAN. devisa negara. Salah satu Visi Pariwisata Indonesia yaitu, industri pariwisata BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini, salah satu bidang potensi yang digalakkan di Indonesia adalah sektor pariwisata yang merupakan salah satu sumber penting bagi penghasil devisa negara. Salah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Promosi adalah kegiatan menawar (Kasmir, 2004 : 176). Menurut Bashu

BAB II KAJIAN TEORI. Promosi adalah kegiatan menawar (Kasmir, 2004 : 176). Menurut Bashu BAB II KAJIAN TEORI A. Pengertian Promosi Promosi merupakan kegiatan Marketing Mix yang terakhir. Dalam kegiatan ini setiap perusahaan berusaha untuk mempromosikan seluruh produk dan jasa yang dimilikinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keluar wilayah suatu negara harus tunduk pada hukum negara tersebut

BAB I PENDAHULUAN. keluar wilayah suatu negara harus tunduk pada hukum negara tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberadaan peraturan keimigrasian merupakan atribut yang sangat penting dalam menegakkan kedaulatan hukum suatu negara di dalam wilayah teritorial negara yang bersangkutan,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (PERDA KOTA YOGYAKARTA) NOMOR 6 TAHUN 2002 (6/2002) TENTANG PERIZINAN USAHA PERJALANAN WISATA

PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (PERDA KOTA YOGYAKARTA) NOMOR 6 TAHUN 2002 (6/2002) TENTANG PERIZINAN USAHA PERJALANAN WISATA LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor : 5 Tahun 2002 Seri: C ---------------------------------------------------------------- PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (PERDA KOTA

Lebih terperinci

2017, No Indonesia Nomor 4433) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 T

2017, No Indonesia Nomor 4433) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 T BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.153, 2017 KEMEN-KP. Sertifikasi HAM Perikanan. Persyaratan dan Mekanisme. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2/PERMEN-KP/2017 TENTANG

Lebih terperinci

2017, No di bidang arsitektur, dan peningkatan mutu karya arsitektur untuk menghadapi tantangan global; d. bahwa saat ini belum ada pengaturan

2017, No di bidang arsitektur, dan peningkatan mutu karya arsitektur untuk menghadapi tantangan global; d. bahwa saat ini belum ada pengaturan No.179, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA ORGANISASI. Arsitek. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6108) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG KEPARIWISATAAN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG KEPARIWISATAAN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG KEPARIWISATAAN I. UMUM Tuhan Yang Maha Esa telah menganugerahi bangsa Indonesia kekayaan yang tidak ternilai harganya. Kekayaan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG STANDAR USAHA WISATA MEMANCING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG STANDAR USAHA WISATA MEMANCING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG STANDAR USAHA WISATA MEMANCING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

2 global sebagai sarana peningkatan kemampuan ekonomi bangsa Indonesia. Untuk melindungi kepentingan negara dalam menghadapi era globalisasi tersebut

2 global sebagai sarana peningkatan kemampuan ekonomi bangsa Indonesia. Untuk melindungi kepentingan negara dalam menghadapi era globalisasi tersebut TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PERDAGANGAN. Standardisasi. Penilaian Kesesuaian Perumusan. Pemberlakuan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 216) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

KONSEP PEMASARAN KAWASAN WISATA TEMATIK

KONSEP PEMASARAN KAWASAN WISATA TEMATIK KONSEP PEMASARAN KAWASAN WISATA TEMATIK 1. Latar Belakang Tumbuhnya kesadaran masyarakat terhadap beberapa isu dan kecenderungan global seperti: Pelestarian alam dan lingkungan Perlindungan terhadap hak

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PERJALANAN WISATA PENGENALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PARIWISATA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia adalah negara berkembang yang memiliki banyak pulau

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia adalah negara berkembang yang memiliki banyak pulau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara berkembang yang memiliki banyak pulau sebagai salah satu aset untuk meningkatkan perekonomian masyarakat dengan mengembangkan pariwisata yang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA KABUPATEN KENDAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA KABUPATEN KENDAL Menimbang PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki daya tarik wisata yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki daya tarik wisata yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki daya tarik wisata yang sangat menarik telah secara serius memperhatikan perkembangan sektor pariwisata, dapat dilihat

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.366, 2015 KEMENAG. Ibadah Umrah. Perjalanan. Penyelenggaraan. PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERJALANAN IBADAH

Lebih terperinci

DPD ASITA BALI PROGRAM KERJA PERIODE

DPD ASITA BALI PROGRAM KERJA PERIODE DPD ASITA BALI PROGRAM KERJA PERIODE 2016-2020 A. Bidang Organisasi Perekrutan anggota baru dengan cara melakukan pendekatan persuasif diperlukan untuk keberlangsungan hidup organisasi dikarenakan masih

Lebih terperinci

SURAT IZIN MENGEMUDI SEMENTARA BAGI WISATAWAN ASING YANG BERKENDARA DI BALI

SURAT IZIN MENGEMUDI SEMENTARA BAGI WISATAWAN ASING YANG BERKENDARA DI BALI SURAT IZIN MENGEMUDI SEMENTARA BAGI WISATAWAN ASING YANG BERKENDARA DI BALI Oleh : Ni Wayan Pradnya Dewi Widyantari Putra I Nyoman Suyatna Made Gde Subha Karma Resen Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas

Lebih terperinci

PERAN UNDANG UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG KEPARIWISATAAN DALAM PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN OBJEK WISATA

PERAN UNDANG UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG KEPARIWISATAAN DALAM PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN OBJEK WISATA PERAN UNDANG UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG KEPARIWISATAAN DALAM PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN OBJEK WISATA Oleh : I Wayan Paramarta Jaya I Gede Putra Ariana Bagian Hukum Pemerintahan Fakultas Hukum

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2006 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN MELAKUKAN KEGIATAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN BAGI PERGURUAN TINGGI ASING, LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN ASING, BADAN

Lebih terperinci

BAB IV BENTUK PENGATURAN PENYELENGGARAAN INVESTASI SEMI KELOLA DALAM BIDANG JASA AKOMODASI WISATA

BAB IV BENTUK PENGATURAN PENYELENGGARAAN INVESTASI SEMI KELOLA DALAM BIDANG JASA AKOMODASI WISATA BAB IV BENTUK PENGATURAN PENYELENGGARAAN INVESTASI SEMI KELOLA DALAM BIDANG JASA AKOMODASI WISATA 4.1 Karakteristik Kebutuhan Hukum yang Timbul dari Akibat Penerapan Model Invetasi Semi Kelola dalam Bidang

Lebih terperinci

BAB III KONSTRUKSI NORMA PENGATURAN STANDAR KEAMANAN DAN KESELAMATAN WISATAWAN DALAM PASOKAN JASA PARIWISATA OLEH BIRO PERJALANAN WISATA

BAB III KONSTRUKSI NORMA PENGATURAN STANDAR KEAMANAN DAN KESELAMATAN WISATAWAN DALAM PASOKAN JASA PARIWISATA OLEH BIRO PERJALANAN WISATA BAB III KONSTRUKSI NORMA PENGATURAN STANDAR KEAMANAN DAN KESELAMATAN WISATAWAN DALAM PASOKAN JASA PARIWISATA OLEH BIRO PERJALANAN WISATA 3.1. Pengaturan Perlindungan Wisatawan oleh Biro Perjalanan Wisata

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERJALANAN IBADAH UMRAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERJALANAN IBADAH UMRAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERJALANAN IBADAH UMRAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengunjungi daerah-daerah wisata tersebut. dan berpengaruh terhadap perkembangan pariwisata.

BAB I PENDAHULUAN. mengunjungi daerah-daerah wisata tersebut. dan berpengaruh terhadap perkembangan pariwisata. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sektor yang memberikan kontribusi sangat besar bagi Indonesia yang kini banyak dikembangkan di berbagai daerah. Kepariwisataan di Indonesia

Lebih terperinci

LD NO.14 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL I. UMUM

LD NO.14 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL I. UMUM I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL 1. Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sebagai upaya terus menerus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangannya semakin meningkat. Pengembangan ini terus dilakukan karena

BAB I PENDAHULUAN. perkembangannya semakin meningkat. Pengembangan ini terus dilakukan karena BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Industri pariwisata telah berkembang dengan pesat di berbagai negara dan menjadi sumber devisa yang cukup besar. Di Indonesia pariwisata menjadi suatu bukti keberhasilan

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL 1 tahun ~ pemberian izin masuk kembali bagi pemegang izin tinggal terbatas pemberian izin masuk kembali untuk beberapa kali perjalanan bagi pemegang izin tinggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam rutinitasnya membuat kegiatan berwisata menjadi kebutuhan yang penting

BAB I PENDAHULUAN. dalam rutinitasnya membuat kegiatan berwisata menjadi kebutuhan yang penting BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha di bidang jasa pariwisata saat ini merupakan bidang bisnis yang sedang bertumbuh. Hal ini salah satunya disebabkan oleh perubahan gaya hidup yang terjadi di masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata saat ini memegang peranan penting dalam perkembangan suatu daerah

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata saat ini memegang peranan penting dalam perkembangan suatu daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pariwisata saat ini memegang peranan penting dalam perkembangan suatu daerah dan telah menjadi salah satu alternatif utama untuk meningkatkan pendapatan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN MULTIMODA. pengangkutan barang dari tempat asal ke tempat tujuan dengan lebih efektif dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN MULTIMODA. pengangkutan barang dari tempat asal ke tempat tujuan dengan lebih efektif dan 30 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN MULTIMODA 2.1. Pengertian Angkutan Multimoda Dengan dikenalnya sistem baru dalam pengangkutan sebagai bagian dari perekonomian saat ini yaitu pengangkutan multimoda

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR : 12 TAHUN 2003 TENTANG IZIN USAHA JASA PERJALANAN WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR : 12 TAHUN 2003 TENTANG IZIN USAHA JASA PERJALANAN WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR : 12 TAHUN 2003 TENTANG IZIN USAHA JASA PERJALANAN WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi

Lebih terperinci

NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG

NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUMEDANG BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN MELAKUKAN KEGIATAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN BAGI PERGURUAN TINGGI ASING, LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pariwisata telah menjadi salah satu industri terbesar di dunia, dan merupakan andalan utama dalam menghasilkan devisa di berbagai negara. Dengan berkembangnya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 1996 TENTANG PENYELENGGARAAN KEPARIWISATAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 1996 TENTANG PENYELENGGARAAN KEPARIWISATAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 1996 TENTANG PENYELENGGARAAN KEPARIWISATAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk meningkatkan pengembangan kepariwisataan dalam

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG USAHA BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG USAHA BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG USAHA BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PENGATURAN MENGENAI PRAMUWISATA ASING DI BALI

PENGATURAN MENGENAI PRAMUWISATA ASING DI BALI PENGATURAN MENGENAI PRAMUWISATA ASING DI BALI Oleh : Putu Gede Darma Yasa I Nyoman Gatrawan Program Kekhususan: Hukum Pemerintahan, Fakultas Hukum, Universitas Udayana Abstrak: Pramuwisata adalah usaha

Lebih terperinci

- 2 - MEMUTUSKAN. 12. Kemitraan.../3 AZIZ/2016/PERATURAN/KEMITRAAN DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

- 2 - MEMUTUSKAN. 12. Kemitraan.../3 AZIZ/2016/PERATURAN/KEMITRAAN DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG POLA KEMITRAAN DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh seseorang (wisatawan) untuk mengunjungi tempat wisata di daerah

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh seseorang (wisatawan) untuk mengunjungi tempat wisata di daerah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum, pengertian pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan oleh seseorang (wisatawan) untuk mengunjungi tempat wisata di daerah objek wisata

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.61, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA IPTEK. Keinsinyuran. Profesi. Penyelenggaraan. Kelembagaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5520) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN DAN KEPELOPORAN PEMUDA, SERTA PENYEDIAAN PRASARANA DAN SARANA KEPEMUDAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sakit dalam bahasa inggris disebut hospital. Kata hospital berasal dalam

BAB I PENDAHULUAN. sakit dalam bahasa inggris disebut hospital. Kata hospital berasal dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Schulz R. And Jonshon A.C tahun 1976 Pengertian Rumah sakit dalam bahasa inggris disebut hospital. Kata hospital berasal dalam bahasa latin yang berarti tamu.

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1020, 2014 KEMENPAREKRAF. Wisata Selam. Standar Usaha. Sertifikasi. Persyaratan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT LD. 14 2012 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN I. UMUM Untuk mencapai tujuan dibentuknya Pemerintah Negara Republik Indonesia yang diamanatkan

Lebih terperinci

BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS, Menimbang : a. bahwa penanaman modal

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN PENGAWASAN TERHADAP PENYELENGGARAAN PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 115 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KAMPUNG WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi saat ini, industri pariwisata telah menjadi sektor

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi saat ini, industri pariwisata telah menjadi sektor 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada era globalisasi saat ini, industri pariwisata telah menjadi sektor utama yang diandalkan setiap negara. Seiring dengan permintaan pariwisata yang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN MELAKUKAN KEGIATAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN BAGI PERGURUAN TINGGI ASING, LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN ASING, BADAN

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 99 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KEBUDAYAAN DAN

Lebih terperinci