BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata saat ini memegang peranan penting dalam perkembangan suatu daerah
|
|
- Lanny Tedja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pariwisata saat ini memegang peranan penting dalam perkembangan suatu daerah dan telah menjadi salah satu alternatif utama untuk meningkatkan pendapatan yang diterima daerah tersebut.banyaknya jumlah kunjungan wisatawan terhadap suatu daerah wisata secara ekonomi diharapkan dapat membawa dampak positif terutama bagi kesejahteraan masyarakat sekitar di daerah wisata tertentu. Seperti di kota Yogyakarta, berdasarkan data dari tahun 2008 hingga 2012 mengenai jumlah kunjungan wisatawan ke Yogyakarta mengalami peningkatan yang cukup pesat. Gambar 1.1 Jumlah Kunjungan Wisatawan ke DIY Tahun ,500,000 Perkembangan Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara dan Nusantara Yang Menggunakan Jasa Akomodasi 2,360,173 2,000,000 1,500,000 1,284,757 1,426,057 1,456,980 1,607,694 1,000, , Sumber : Buku Ringkasan Statistik Pariwisata Dinas Pariwisata Yogyakarta 2012 Dengan banyaknya jumlah kunjungan wisata ke Yogyakarta baik dari wisatawan nusantara maupun mancanegara secara tidak langsung dapat mempengaruhi sumber 1
2 utama Pendapatan Asli Daerah (PAD) Yogyakarta khususnya dari sektor pariwisata.jika dilihat dalam APBD Yogyakarta Tahun 2012, sumbangan dari sektor Pariwisata dinilai cukup besar. Berikut jumlah PAD sub sektor pariwisata di DIY tahun Tabel 1.1 Jumlah PAD Sub Sektor Pariwisata di D.I.Yogyakarta Tahun 2012 N o Sumber Pajak Hotel & Restoran Pajak Tontonan / Hiburan Retribusi ODTW Retribusi Perijinan Usaha Pariwisata Retribusi Penggunaan Aset Milik Pemda Yogyakarta (Rupiah) Sleman (Rupiah) Bantul (Rupiah) Kulonprogo (Rupiah) Gn. Kidul (Rupiah) Jumlah (Rupiah) TAP TAP TAP TAP TAP TAP Total Sumber : Buku Ringkasan Statistik Pariwisata Dinas Pariwisata Yogyakarta 2012 Keterangan : TAP : Tidak Ada Punguntan TA : Tidak Ada Bisa dilihat bahwa sumbangan terbesar sektor pariwisata ke pendapatan asli daerah (PAD) khususnya untuk wilayah kota Yogyakarta sekitar miliar rupiah yang terdiri dari berbagai sub sektor pariwisata seperti pajak hotel, restoran, hiburan, retribusi perijinan usaha pariwisata dan lain lain. Ini menandakan bahwa pendapatan dari sektor pariwisata untuk kota Yogyakarta dinilai cukup besar yang dapat dijadikan sebagai alternatif sumber pendapatan utama daerah. 2
3 Salah satu objek daya tarik wisata utama dari kota Yogyakarta ialah adanya Kraton Kesultanan Yogyakarta. Kraton Yogyakarta sebagai salah satu ODTW (objek daya tarik wisata) mampu menarik minat wisatawan baik wisatawan lokal maupun asing ketika sedang berkunjung ke Yogyakarta dimana Kraton sendiri merupakan bangunan bersejarah yang berbentuk istana dan sekaligus sebagai tempat tinggal dari Sultan Hamengkubuwono beserta keluarganya yang dibangun oleh Sultan Hamengkubuwono I sekitar 254 tahun yang lalu, atau sekitar tahun Gambar 1.2 Perkembangan Jumlah Pengunjung ODTW Kraton Yogyakarta Tahun , , , ,000 0 Perkembangan Jumlah Pengunjung ODTW Kraton Yogyakarta 686, , , , , Sumber : Buku Ringkasan Statistik Pariwisata Dinas Pariwisata Yogyakarta 2012, Grafik diolah peneliti Berdasarkan data diatas, jumlah kunjungan ke obyek daya tarik wisata (ODTW) Kraton Yogyakarta mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.namun peningkatan ini dirasa belum signifikan terutama yang terjadi pada tahun 2010 hingga 2011.Hal tersebut tentu dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti adanya bencana alam yaitu adanya letusan gunung merapi yang terjadi pada tanggal 26 Oktober 2010 silam di Yogyakarta. Menurut Sekretaris Tepas Kraton Ngayogyakarta Brahmana bahwa sebelum adanya 1 tanggal 29 Maret
4 letusan gunung merapi pada 26 Oktober 2010 lalu, sejumlah 5000 wisatawan domestik dan 500 wisatawan mancanegara berkunjung ke Kraton itu setiap hari. Sudah hampir dua minggu ini jumlah wisatawan ke Kraton Yogyakarta menurun drastis, dalam satu hari hanya 285 wisatawan lokal dan 121 wisatawan asing. 2 Penurunan ini tentu berdampak pada perekonomian khususnya bagi para pelaku pariwisata di Yogyakarta.Setidaknya ada sekitar pelaku pariwisata yang tergabung dalam Asosiasi Biro Perjalanan Wisata (ASITA) wilayah Yogyakarta. 3 ASITA merupakan asosiasi satu-satunya yang bergerak di bidang usaha perjalanan wisata yang dilandasi oleh Undang-Undang Pariwisata No.10 tahun 2009 tentang hak, kewajiban dan larangan yang mengharuskan untuk membentuk dan menjadi anggota dari asosiasi kepariwisataan tersebut. 4 Kemudian dalam pengembangan kepariwisataan berkelanjutan sesuai yang tercantum dalam Piagam Pariwisata Berkelanjutan tahun 1995, proses pengembangan kepariwisataan haruslah melibatkan partisipasi aktif yaitu pemerintah, swasta dan masyarakat (Good Governance). Dalam Undang - Undang Nomor 10 tahun 2009 bahwa keterlibatan pemerintah (pusat maupun daerah), pelaku usaha pariwisata, dan masyarakat dimaksudkan untuk menjamin agar berwisata sebagai hak setiap orang (wisatawan) dapat ditegakkan sehingga mendukung tercapainya peningkatan harkat dan martabat manusia, peningkatan kesejahteraan, serta persahabatan antarbangsa dalam 2 diakses tanggal 29 Maret diakses tanggal 2 April diakses tanggal 13 April
5 rangka mewujudkan perdamaian dunia. Keterlibatan pemerintah (pusat maupun daerah), pelaku usaha pariwisata, dan masyarakat kemudian diatur dalam Undang - Undang tersebut pada bab VII yang menjelaskan tentang hak dan kewajiban dari masing masing aktor yang terlibat dalam kegiatan kepariwisataan. Pemerintah pusat yang dimaksud dalam UU Nomor 10 Tahun 2009 pasal 1 ialah Presiden RI yang memegang kekuasaan pemerintahan sebagaimana diatur dalam UUD RI Tahun 1945, sedangkan pemerintah daerah ialah Gubernur, Bupati atau Walikota, dan perangkat daerah lainnya sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang keduanya (pemerintah pusat dan daerah) memiliki hak untuk mengatur dan mengelola urusan kepariwisataan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Wisatawan diartikan dalam UU tersebut ialah orang yang melakukan perjalanan wisata sedangkan masyarakat diartikan sebagai orang atau sekelompok orang yang berada di dalam atau di sekitar kawasan destinasi pariwisata.untuk pelaku usaha pariwisata sendiri diartikan sebagai orang atau sekelompok orang yang melakukan kegiatan usaha pariwisata dimana usaha pariwisata ialah usaha yang menyediakan barang atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dan penyelenggaraan pariwisata. Kemudian selanjutnya dalam Pasal 14 di UU tersebut dijelaskan bahwa usaha pariwisata meliputi antara lain ialah daya tarik wisata, kawasan pariwisata, jasa transportasi wisata, jasa perjalanan wisata, jasa makanan dan minuman, penyediaan akomodasi, penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi, penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konferensi dan pameran, jasa informasi pariwisata, jasa 5
6 konsultan pariwisata, jasa pramuwisata, wisata tirta dan spa. Usaha-usaha pariwisata yang telah dijelaskan tadi, dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) golongan besar yaitu transportasi, akomodasi dan perusahaan pangan, perusahaan jasa khusus, penyediaan barang. Pengembangan terhadap sektor usaha pariwisata yang dimaksudkan seperti yang tercantum dalam pasal 17 UU Nomor 10 Tahun 2009 ialah dengan cara membuat kebijakan pencadangan usaha pariwisata untuk usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi serta memfasilitasi kemitraan baik antar UMKM maupun ke usaha besar (UB). Hal ini pun sejalan dengan apa yang tercantum dalam UU Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah terutama pada pasal 7 dimana pemerintah (pusat maupun daerah) menumbuhkan iklim usaha dengan menerapkan peraturan perundang undangan dan kebijakan yang meliputi aspek salah satunya kemitraan. Kemitraan pada sektor usaha pariwisata pada dasarnya terbentuk oleh berbagai alasan dan tujuan yang salah satunya tercantum dalam pasal 11 ayat c, e, f dan g yaitu mendorong terjadinya hubungan yang saling menguntungkan, meningkatkan posisi tawar, terbentuknya struktur pasar yang menjamin tumbuhnya persaingan usaha yang sehat dan melindungi konsumen (wisatawan) serta mencegah terjadinya monopoli pasar. Selain itu agar dapat memperluas jangkauan pasar dan memudahkan mereka untuk mempromosikan produk produk yang dihasilkan. Kemitraan tersebut kemudian dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan yang muncul yaitu bagaimana para pelaku usaha pariwisata bisa bertahan bahkan mampu berkembang sehingga keadaannya jauh lebih baik dengan jenis usaha yang lain, bahkan 6
7 dengan skala yang lebih besar? Salah satunya ialah melalui kemitraan. Dengan menjalin kemitraan khususnya antar pelaku usaha pariwisata, diharapkan kemitraan ini dapat mengatasi berbagai kendala yang dihadapi seperti modal atau akses pembiayaan, pemasaran, distribusi dan pengadaan barang input, keterbatasan sumber daya manusia (kemampuan), teknologi dan informasi serta berbagai regulasi yang dapat menghambat pertumbuhan dan pengembangan sektor usaha pariwisata. 5 Selain itu, dengan menerapkan kemitraan tersebut diharapkan dapat memberikan kesempatan usaha yang sama dan membentuk pangsa pasar yang lebih luas guna menjaring konsumen langsung lebih banyak serta menghindari terjadinya monopoli pasar oleh pihak pihak tertentu. Terkait dengan kemitraan antar pelaku usaha pariwisata, berdasarkan UU Nomor 10 Tahun 2009 tentang kepariwisataan pada pasal 23 ayat b disebutkan bahwa pemerintah berkewajiban untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi perkembangan usaha pariwisata yang meliputi terbukanya kesempatan yang sama dalam berusaha, memfasilitasi dan memberikan kepastian hukum. 6 Disini peran pemerintah sangat dibutuhkan dalam menciptakan iklim usaha yang kondusif, adil dan memiliki aturan hukum yang jelas bagi para pelaku usaha pariwisata yang berkecimpung dalam kegiatan kepariwisataan untuk mencegah terjadinya dampak dampak negatif salah satunya ialah terjadinya monopoli pasar. Pada pasal 17 UU Nomor 10 Tahun 2009 disebutkan bahwa pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah wajib mengembangkan dan melindungi usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi dalam bidang usaha 5 Tambunan, Dr. Tulus T.H, 2009, UMKM DI INDONESIA, Bogor : Ghalia Indonesia 6 UU Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan 7
8 pariwisata yang salah satunya seperti tercantum di ayat b pada pasal tersebut ialah dengan cara memfasilitasi kemitraan antar usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi serta usaha besar terutama yang bergerak pada sektor usaha pariwisata.. Kemudian dalam UU nomor 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan pada pasal 5 disebutkan bahwa penyelenggaraan pariwisata pada prinsipnya dapat memberi manfaat untuk kesejahteraan rakyat, keadilan, kesetaraan, proporsionalitas dan dapat memberdayakan masyarakat setempat. Masyarakat setempat seperti yang dimaksud ialah masyarakat yang tinggal di dalam wilayah destinasi pariwisata dan diprioritaskan untuk mendapatkan manfaat dari penyelenggaraan kegiatan pariwisata di tempat tersebut.maka, dengan menerapkan kemitraan antar pelaku usaha pariwisata diharapkan dapat memberikan manfaat terutama bagi sesama aktor yang terlibat dan masyarakat secara umum yang ada di sekitar daerah wisata tertentu. Dalam perkembangannya, berdasarkan pengalaman peneliti ketika melakukan observasi di kawasan wisata Kraton Yogyakarta, bentuk kerjasama atau kemitraan yang terjadi di kawasan tersebut kemudian menarik untuk diteliti lebih lanjut dimana ketika peneliti menggunakan jasa transportasi (becak) untuk mencapai obyek wisata Kraton Yogyakarta, peneliti kemudian ditawarkan untuk menggunakan jasa atau membeli produk produk wisata khas Yogyakarta sebagai souvenir oleh tukang becak tersebut. Mengapa demikian? Setelah peneliti bertanya lebih lanjut maksud dari pelaku usaha jasa transportasi tersebut, ternyata setiap wisatawan yang menggunakan jasanya dan kemudian membeli produk produk wisata khas Yogyakarta sebagai souvenir berdasarkan rekomendasi dari tukang becak tersebut, maka tukang becak itu pun 8
9 mendapatkan upah untuk setiap barang atau jasa yang dibeli oleh wisatawan tersebut. Upah yang ia terima atas setiap barang yang dibeli oleh wisatawan biasa ia sebut sebagai imbal balik atau tabungan. Kemudian lanjutnya upah yang ia terima tergantung dari jenis barang yang dibeli oleh wisatawan. Misal, ketika wisatawan tersebut diantarkan untuk makan di restoran seperti yang ditawarkan oleh pelaku usaha pariwisata jasa transportasi tersebut, maka ia pun akan memperoleh nasi bungkus atau sejumlah uang sebagai bentuk imbal balik yang diberikan pihak restoran untuknya. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjalin sebuah kerjasama atau kemitraan sebelumnya baik itu disengaja maupun tidak disengaja terjadi antara pelaku usaha jasa transportasi yang sekaligus merangkap sebagai guide dengan pemilik usaha seperti usaha penjualan batik dan kaos serta usaha olahan makanan khas Yogyakarta atau Gudeg. Namun, disisi lain dampak negatif yang muncul terkait dengan pelaksanaan kemitraan tersebut adalah wisatawan seringkali mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan yang dilakukan oleh guide. Hal tersebut terjadi ketika wisatawan yang menggunakan jasa trasnportasi khususnya transportasi becak untuk kemudian diantar berkeliling sekitar objek wisata Kraton tidak melakukan kegiatan wisata belanja ke berbagai pusat belanja souvenir sebagai oleh-oleh wisata khas Yogyakarta. Seringkali wisatawan yang tidak berbelanja tersebut akan diturunkan secara paksa oleh tukang becak bukan ditempat tujuan yang disepakati bersama sehingga banyak dari wisatawan merasa dirugikan dengan adanya perlakuan yang tidak menyenangkan tersebut. Hal ini sama seperti yang diungkapkan oleh salah satu kusir andong berikut: Kalau andong ya silahkan kalau mau belanja, kalau nggk ya monggo. Tarifnya kan udah standar. Kalau Tukang becak, nanti masnya kalau nggk 9
10 belanja bisa ditinggal.penumpangnnya ditinggal.banyak kejadian mas.kasian kalau yang udah tua mas (wisatawan). Kutipan wawancara tersebut menunjukkan bahwa terkadang tukang becak yang bertindak sebagai guide seringkali melakukan perbuatan-perbuatan yang kurang menyenangkan bagi wisatawan seperti menurunkan secara paksa wisatawan bukan ditempat tujuan yang telah disepakati bersama. Hal ini tentu sangat merugikan wisatawan akibat perlakuan yang tidak profesional tukang becak dalam memberikan pelayanan pariwisata terhadap wisatawan tersebut. Kemudian hal yang sama diungkapkan oleh Ka. Sie Kerjasama Dinas Pariwisata Kota Yogyakarta. oo, baik, memang ada beberapa pelaku pariwisata yang memang mohon maaf SDM-nya mungkin kurang tahu betul tentang pariwisata. Mereka sering apa ya membuat wisatawan itu jera. Sebagai contoh, tukang becak yg mengantarkan wisatawan dengan tariff murah tapi mereka akan berputarputar di sekitar toko yg memberi fee besar, kadang-kadang wisatawan mau ke keraton tapi dibilang keraton tutup padahal tidak, mereka hanya mengantarkan ke bakpia atau toko batik yang notabenenya dia memberi tip yang sangat menggiurkan Kutipan wawancara tersebut menunjukkan bahwa memang seringkali wisatawan menerima perlakuan yang kurang menyenangkan dari tukang becak yang juga bertindak sebagai guide.hal tersebut menurut beliau dipengaruhi oleh sumber daya manusia (tukang becak) yang kurang memahami konsep pariwisata itu sendiri. Tentu hal tersebut akan berdampak pada citra pariwisata yang semakin memburuk dan dapat mempengaruhi jumlah kunjungan wisata ke kawasan wisata Kraton Yogyakarta. Oleh karena itu, bentuk kerjasama atau kemitraan antar pelaku usaha pariwisata seperti ini kemudian menjadi menarik bagi peneliti untuk dianalisis lebih lanjut 10
11 mengenai bagaimana kemitraan tersebut dapat berjalan secara efektif dan efisien dalam upayanya memberikan keuntungan dan manfaat bersama baik antar pelaku usaha pariwisata itu sendiri maupun bagi wisatawan dan masyarakat sekitar yang ada di kawasan wisata Keraton Yogyakarta. Untuk menjamin pelaksanaan kemitraan tersebut sesuai dengan pasal 5 dan pasal 22 UU nomor 10 tahun 2009 dimana melalui kemitraan, setiap pengusaha pariwisata berhak mendapatkan kesempatan yang sama dalam berusaha di bidang kepariwisataan, mendapatkan perlindungan hukum dalam berusaha, mendapatkan fasilitas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan dapat memberikan manfaat baik bagi UMKM yang terlibat dalam kemitraan tersebut maupun bagi masyarakat setempat yang ada di sekitar daerah wisata tertentu. Maka dari itu, perlu dikaji lebih lanjut mengenai efketivitas kemitraan antar pelaku usaha pariwisata dan faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi efektivitas kemitraan tersebut khususnya kemitraan antar pelaku suaha pariwisata yang terjadi di kawasan wisata Keraton Yogyakarta. 1.2 Rumusan Masalah Untuk itu, berdasarkan yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa untuk melihatefektivitas sebuah kemitraan terutama kemitraan yang terjadi antar pelaku usaha pariwisata, diperlukan kajian atau analisis mengenai faktor-faktorapa saja yang dapat mempengaruhiefektivitas kemitraan itu sendiri. Maka, yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: RQ : Faktor-faktor apakah yang dapat mempengaruhi efektivitas kemitraan pelaku usaha pariwisata di kawasan wisata Keraton Yogyakarta? 11
12 Pertanyaan penelitian yang dimaksud di atas adalah guna mendapatkan gambaran mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi baik secara langsung maupun tidak langsung dalam pelaksanaan dan pencapaian tujuan dari adanya kemitraan antar pelaku usaha pariwisata di kawasan wisata Keraton Yogyakarta. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitan ini adalah sebagai berikut : Untuk memberikan gambaran mengenai efektivitas kemitraan yang terjadi antar pelaku usaha pariwisata di kawasan obyek wisata Keraton Yogyakarta. Untuk menganalisis faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi efektivitas kemitraan antar pelaku usaha pariwisata di kawasan wisata Keraton Yogyakarta. 1.4 Manfaat Penelitian Dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi bagi instansi atau lembaga lain serta masyarakat umum terkait dengan efektivitas kemitraan khususnya yang terjadi pada pelaku usaha pariwisata. 12
BUPATI MANDAILING NATAL PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI MANDAILING NATAL NOMOR 28 TAHUN 2015 TENTANG TANDA DAFTAR USAHA PARIWISATA
SALINAN BUPATI MANDAILING NATAL PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI MANDAILING NATAL NOMOR 28 TAHUN 2015 TENTANG TANDA DAFTAR USAHA PARIWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MANDAILING NATAL,
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG KEPARIWISATAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG KEPARIWISATAAN Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa keadaan alam, flora, dan fauna, sebagai karunia
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Jenis Wisatawan Domestik Asing Jumlah Domestik Asing Jumlah Domestik Asing
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman budaya yang berpotensi untuk dijadikan objek pariwisata. Perkembangan industri pariwisata Indonesia terus meningkat dalam beberapa tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. agar mampu berkompetisi dalam lingkaran pasar persaingan global. Tidak hanya dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi seperti sekarang ini, tingkat persaingan usaha sangatlah tinggi. Hal ini secara otomatis memaksa para pelaku usaha untuk terus mengembangkan diri
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10.TAHUN 2009... TENTANG KEPARIWISATAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10.TAHUN 2009... TENTANG KEPARIWISATAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa keadaan alam, flora, dan fauna, sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai salah satu sumber pendapatan daerah.program pengembangan dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pariwisata merupakan sektor yang potensial untuk dikembangkan sebagai salah satu sumber pendapatan daerah.program pengembangan dan pendayagunaan sumber daya dan
Lebih terperinciBUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN USAHA PARIWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN USAHA PARIWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa untuk dapat menyelenggarakan
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG KEPARIWISATAAN
1 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG KEPARIWISATAAN I. UMUM Tuhan Yang Maha Esa telah menganugerahi bangsa Indonesia kekayaan berupa sumber daya yang
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG
PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PENGEMBANGAN PARIWISATA KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciBUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR
BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 49 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS PARIWISATA DAN KEBUDAYAAN DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sejalan dengan dinamika dan tuntutan perubahan di segala bidang, maka untuk mengantisipasi kesalahan masa lalu, maka dibuatlah UU No: 22 Tahun 1999 tentang
Lebih terperinciGUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG USAHA JASA PERJALANAN WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BALI,
GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG USAHA JASA PERJALANAN WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa Pembangunan Kepariwisataan di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu subsektor yang potensial dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pariwisata merupakan salah satu subsektor yang potensial dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan devisa melalui upaya pengembangan dan pengelolaan dari berbagai
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI
LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 12 2013 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KOTA BEKASI TAHUN 2013 2028 Menimbang : a.
Lebih terperinciBUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN USAHA PARIWISATA DI KABUPATEN BANYUWANGI
1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN USAHA PARIWISATA DI KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. proses penyediaan lapangan kerja, standar hidup bagi sektor-sektor
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pariwisata merupakan salah satu sumber pendapatan yang penting bagi suatu negara. Dengan adanya pariwisata, maka suatu negara akan mendapatkan pemasukan dari
Lebih terperinciDAFTAR ISI. ABSTRACT... ABSTRAK... KATA PENGANTAR... iii UCAPAN TERIMAKASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...
DAFTAR ISI ABSTRACT... ABSTRAK... KATA PENGANTAR... iii UCAPAN TERIMAKASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang Penelitian... 1 B. Rumusan Masalah...
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keuangan walaupun masih ada aliran dana dari pusat kepada daerah seperti dalam bentuk
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia membawa beberapa perubahan dalam sistem tata kelola pemerintahan. Pada UU no. 32/ 2004 tentang Pemerintahan Daerah dijelaskan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA INDUK PENGEMBANGAN PARIWISATA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA INDUK PENGEMBANGAN PARIWISATA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABALONG, Menimbang : a. bahwa kondisi wilayah Kabupaten
Lebih terperinciBUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG
BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BANTUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan ini semakin dirasakan oleh daerah terutama sejak diberlakukannya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembiayaan pemerintah daerah dalam melaksanakan tugas pemerintahan dan pembangunan senantiasa memerlukan sumber penerimaan yang dapat diandalkan. Kebutuhan
Lebih terperinciPEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG KEPARIWISATAAN
PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG KEPARIWISATAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang :
Lebih terperinciBAB I LATAR BELAKANG
BAB I LATAR BELAKANG A. Latar Belakang Pariwisata merupakan salah suatu kegiatan sebagai industri pelayanan dan jasa yang akan menjadi andalan Indonesia sebagai pemasukan keuangan bagi negara. Kekayaan
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG
SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DI KABUPATEN LAMONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pariwisata merupakan industri yang banyak dikembangkan di negaranegara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan industri yang banyak dikembangkan di negaranegara berkembang (developing country) pada tiga dekade terakhir. Hal ini jelas terlihat dari banyaknya
Lebih terperinciBUPATI NGANJUK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG
BUPATI NGANJUK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 01 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciBAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Analisis Daya Saing Sektor Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta Menggunakan Metode Shift Share Metode shift share digunakan dalam penelitian ini untuk melihat
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG USAHA JASA PERJALANAN WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,
PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG USAHA JASA PERJALANAN WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa Pembangunan Kepariwisataan di Provinsi Bali
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbagai cara,misalnya dengan mengadakan pameran seni dan budaya, pertunjukkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang kaya akan budaya dan pariwisata. Hal ini terbukti dari banyaknya daerah kunjungan wisata yang hampir tersebar di seluruh provinsi
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN SINTANG
1 PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINTANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN SINTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINTANG,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagai penyempurnaan Undang-undang Nomor 22
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak diberlakukannya Otonomi Daerah yang sesuai dengan Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagai penyempurnaan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok
Lebih terperinciBAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang (backward linkage) tertinggi
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, sehingga dapat disimpulkan. 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG
SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PERJALANAN WISATA PENGENALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PARIWISATA
Lebih terperinciBAB I Pendahuluan. Pariwisata merupakan sebuah industri yang menjanjikan. Posisi pariwisata
1.1 Latar Belakang BAB I Pendahuluan Pariwisata merupakan sebuah industri yang menjanjikan. Posisi pariwisata saat ini menjadi sebuah kebutuhan bagi berbagai elemen masyarakat. Pariwisata dalam UU NOMOR
Lebih terperinciGUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH
Lebih terperinciNCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG
NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUMEDANG BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR
PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PEMBINAAN USAHA PARIWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN SELAYAR, Menimbang
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kontribusi Pajak Dan Retribusi Sektor Pariwisata Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kontribusi Pajak Dan Retribusi Sektor Pariwisata Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Potensi pendapatan asli daerah adalah kekuatan yang ada di suatu daerah untuk menghasilkan
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO
BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 47 TAHUN : 2010 SERI : E PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 63 TAHUN 2010 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perekonomian dan pembangunan di Bali sejak tahun 1970-an. Oleh karena itu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali merupakan salah satu daerah tujuan wisata internasional yang sangat terkenal di dunia. Sektor kepariwisataan telah menjadi motor penggerak perekonomian dan pembangunan
Lebih terperinciW A L I K O T A B A N J A R M A S I N
W A L I K O T A B A N J A R M A S I N PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG KEPARIWISATAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARMASIN, Menimbang : a. bahwa kepariwisataan
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN IZIN USAHA PARIWISATA BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NO. 4 TAHUN 2014 TENTANG KEPARIWISATAAN
29 BAB II PENGATURAN IZIN USAHA PARIWISATA BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NO. 4 TAHUN 2014 TENTANG KEPARIWISATAAN A. Pengertian Usaha Pariwisata Kata pariwisata berasal dari bahasa Sansakerta
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG KEPARIWISATAAN
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG KEPARIWISATAAN I. UMUM Tuhan Yang Maha Esa telah menganugerahi bangsa Indonesia kekayaan yang tidak ternilai harganya. Kekayaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. daya bagi kesehjateraan manusia yakni pembangunan tersebut. Adapun tujuan nasional
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan salah satu cara dalam mensejahterakan hidup manusia pada suatu daerah tertentu dan ekonomi diterapkan sebagai bentuk pengurusan terhadap sumber
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10.TAHUN TENTANG KEPARIWISATAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10.TAHUN 2009... TENTANG KEPARIWISATAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa keadaan alam, flora, dan fauna, sebagai
Lebih terperinciIV.C.5. Urusan Pilihan Kepariwisataan
5. URUSAN KEPARIWISATAAN Pariwisata merupakan salah satu sektor kegiatan ekonomi yang cukup penting dan mempunyai andil yang besar dalam memacu pembangunan. Perkembangan sektor pariwisata akan membawa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berasal dari migas, pajak, non pajak. Dana yang berasal dari rakyat dengan jalan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ada beberapa sumber dana yang dapat diperoleh pemerintah yaitu yang berasal dari migas, pajak, non pajak. Dana yang berasal dari rakyat dengan jalan melakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam rangka pembangunan nasional di Indonesia, pembangunan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka pembangunan nasional di Indonesia, pembangunan daerah yang merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang di arahkan untuk mengembangkan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN BLITAR SERI C PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2012
4 Oktober 2012 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BLITAR SERI C 3/C PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN USAHA MIKRO, KECIL, MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota Yogyakarta merupakan salah satu kota di Indonesia yang terus
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota Yogyakarta merupakan salah satu kota di Indonesia yang terus berkembang baik dalam segi kehidupan masyarakatnya maupun segi tata ruangnya. Kota Yogyakarta pernah
Lebih terperinci2016 STUDI KELAYAKAN BISNIS PADA RUMAH MAKAN SAUNG POJOK DADAHA KOTA TASIKMALAYA
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Industri pariwisata dapat menghasilkan manfaat ekonomi yang sangat besar baik bagi negara, bagi wilayah setempat yang bersangkutan, maupun bagi negara asal
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bagi perekonomian di Indonesia. Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UKM)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Usaha kecil dan Menengah (UKM) merupakan stimulus atau pendorong bagi perekonomian di Indonesia. Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UKM) keberadaannya tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia atau masyarakat suatu bangsa, dalam berbagai kegiatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sering dikaitkan dalam perkembangan ekonomi suatu negara dengan tujuan sebagai upaya untuk mewujudkan kesejahteraan hidup manusia atau masyarakat suatu bangsa,
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masa depan yang baik di Indonesia. Tidak dapat dipungkiri bahwa. kegiatan pariwisata memberikan keuntungan dan manfaat bagi suatu
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pariwisata merupakan bisnis yang terus berkembang dan memiliki masa depan yang baik di Indonesia. Tidak dapat dipungkiri bahwa kegiatan pariwisata memberikan keuntungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setiap daerah di Indonesia memperoleh hak untuk melakukan otonomi daerah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap daerah di Indonesia memperoleh hak untuk melakukan otonomi daerah dengan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab yang dapat menjamin perkembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memberikan keleluasaan kepada daerah Kota/kabupaten untuk mengurus rumah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, telah memberikan keleluasaan kepada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai wilayah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai wilayah sangat luas yang terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil serta susunan masyarakatnya
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pariwisata merupakan industri perdagangan jasa yang memiliki mekanisme pengaturan yang kompleks karena mencakup pengaturan pergerakan wisatawan dari negara asalnya, di
Lebih terperinciBAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1. Dalam keputusan ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta;
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam keputusan ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; 2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta;
Lebih terperincioleh semua pihak dalam pengembangan dunia pariwisata.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keindahan alam dan budaya Indonesia memberikan sumbangan yang sangat besar khususnya pendapatan dari bidang kepariwisataan. Kepariwisataan di Indonesia telah
Lebih terperinciWALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2015 2025 DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,
BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN USAHA
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. salah satunya didorong oleh pertumbuhan sektor pariwisata. Sektor pariwisata
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan perekonomian Indonesia yang semakin membaik ditandai dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Peningkatan pertumbuhan ekonomi salah satunya didorong oleh
Lebih terperinciWALIKOTA BATAM PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 3 TAHUN 2003 TENTANG
WALIKOTA BATAM PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 3 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 17 TAHUN 2001 TENTANG KEPARIWISATAAN DI KOTA BATAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. potensi keindahan dan kekayaan alam Indonesia. Pemanfaatan disini bukan berarti
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki banyak potensi dan sumber daya alam yang belum dikembangkan secara maksimal, termasuk didalamnya terdapat sektor pariwisata. Untuk lebih memantapkan
Lebih terperinciTENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF PELANGGARAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG KEPARIWISATAAN
SALINAN PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 55 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF PELANGGARAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG KEPARIWISATAAN DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemasukan bagi negara. Pariwisata memiliki peranan penting dalam membawa
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pariwisata merupakan industri jasa yang memiliki pertumbuhan paling pesat dan merupakan salah satu industri terbesar di dunia. Pariwisata merupakan ujung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perjalanan yang dilakukan secara berkali-kali atau berputar-putar dari suatu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu industri yang mampu menyediakan pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam hal penyediaan lapangan kerja, pendapatan, tarif hidup, dan dalam
Lebih terperinciPERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 26 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN USAHA PARIWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 26 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN USAHA PARIWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG SELATAN, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan
Lebih terperinciIV.C.5. Urusan Pilihan Kepariwisataan
5. URUSAN KEPARIWISATAAN Wonosobo dengan kondisi geografis pegunungan dan panorama alam yang memukau merupakan kekayaan alam yang tak ternilai bagi potensi pariwisata. Selain itu budaya dan keseniannya
Lebih terperinciSURAT IZIN USAHA KEPARIWISATAAN
SURAT IZIN USAHA KEPARIWISATAAN DEFINISI IZIN USAHA KEPARIWISATAAN Adalah usaha yang menyediakan barang dan /atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dan penyelenggaraan parawisata. Usaha parawisata
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjanjikan dalam hal menambah devisa suatu negara. Menurut WTO/UNWTO
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada jaman modern ini pariwisata telah berubah menjadi sebuah industri yang menjanjikan dalam hal menambah devisa suatu negara. Menurut WTO/UNWTO (United Nations World
Lebih terperinciPROVINSI SUMATERA UTARA
WALIKOTA PEMATANGSIANTAR PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN WALIKOTA PEMATANGSIANTAR NOMOR 09 TAHUN 2017 TENTANG PENDELEGASIAN WEWENANG PENANDATANGANAN PERIZINAN KEPADA KEPALA DINAS PENANAMAN MODAL DAN
Lebih terperinciBUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG TANDA DAFTAR USAHA PARIWISATA
Menimbang BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG TANDA DAFTAR USAHA PARIWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI TANGERANG, : bahwa untuk
Lebih terperinciTAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 105) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN TENTANG SERTIFIKASI KOMPETENSI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN TABEL 1.1 JUMLAH KUNJUNGAN WISATAWAN MANCANEGARA DI INDONESIA
1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Pada era globalisasi yang serba mudah dan canggih ini manusia sangat terfasilitasi dari semua sudut kehidupannya. Fasilitas yang disediakan pun dapat dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kampanye Public Relations merupakan aspek penting dalam kegiatan PR dan menentukan keberhasilan tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan atau sebuah institusi. Menurut
Lebih terperinciARAHAN BENTUK, KEGIATAN DAN KELEMBAGAAN KERJASAMA PADA PENGELOLAAN SARANA DAN PRASARANA PANTAI PARANGTRITIS. Oleh : MIRA RACHMI ADIYANTI L2D
ARAHAN BENTUK, KEGIATAN DAN KELEMBAGAAN KERJASAMA PADA PENGELOLAAN SARANA DAN PRASARANA PANTAI PARANGTRITIS Oleh : MIRA RACHMI ADIYANTI L2D 098 448 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG KEPARIWISATAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG KEPARIWISATAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa keadaan alam, flora, dan fauna, sebagai karunia
Lebih terperinciWALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH
WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN, Menimbang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10.TAHUN TENTANG KEPARIWISATAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10.TAHUN 2009... TENTANG KEPARIWISATAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa keadaan alam, flora, dan fauna, sebagai
Lebih terperinciPROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menciptakan
Lebih terperinciKONTRIBUSI PAJAK HOTEL, PAJAK RESTORAN, DAN PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN BELITUNG
KONTRIBUSI PAJAK HOTEL, PAJAK RESTORAN, DAN PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN BELITUNG Deni Septriansa Alamat: Jl. Rawa Belong No. 9 Kemanggisan, Jakarta Barat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan sektor penunjang pertumbuhan ekonomi sebagai
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan sektor penunjang pertumbuhan ekonomi sebagai sumber penerimaan devisa, membuka lapangan kerja sekaligus kesempatan berusaha. Hal ini didukung dengan
Lebih terperinciPROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG DESA WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
SALINAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG DESA WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pariwisata Indonesia saat ini mulai berkembang dengan pesat. Indonesia
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pariwisata Indonesia saat ini mulai berkembang dengan pesat. Indonesia memiliki potensi wisata untuk dikembangkan menjadi destinasi pariwisata tingkat dunia.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengunjungi daerah-daerah wisata tersebut. dan berpengaruh terhadap perkembangan pariwisata.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sektor yang memberikan kontribusi sangat besar bagi Indonesia yang kini banyak dikembangkan di berbagai daerah. Kepariwisataan di Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pariwisata adalah suatu kegiatan yang unik, karena sifatnya yang sangat
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pariwisata adalah suatu kegiatan yang unik, karena sifatnya yang sangat kompleks, mencakup hampir seluruh aspek kehidupan manusia. Oleh karena itu, sudah
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN 2010-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10.TAHUN TENTANG KEPARIWISATAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10.TAHUN 2009... TENTANG KEPARIWISATAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa keadaan alam, flora, dan fauna, sebagai
Lebih terperinciBUPATI SUMBA TENGAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL
BUPATI SUMBA TENGAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBA TENGAH, Menimbang : a.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan negara. Saat ini, pajak bukan lagi merupakan sesuatu yang asing bagi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pajak merupakan suatu fenomena yang menarik dalam kehidupan masyarakat dan negara. Saat ini, pajak bukan lagi merupakan sesuatu yang asing bagi masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sektor pariwisata merupakan sektor penting dalam pembangunan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor pariwisata merupakan sektor penting dalam pembangunan perekonomian nasional maupun daerah. Seperti yang dituangkan dalam konsep Masterplan Percepatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perekonomian kian menjadi trend di kalangan pemerintah daerah dengan cara
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesadaran akan peran penting sektor pariwisata dalam mendongkrak perekonomian kian menjadi trend di kalangan pemerintah daerah dengan cara mengembangkan daerahnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. No. 22 tahun 1999 diganti menjadi UU No. 32 tahun 2004 tentang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pengelolaan pemerintah daerah, baik tingkat propinsi maupun kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 22 tahun
Lebih terperinciGUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA, PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 45 TAHUN 2008
GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PARIWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH
Lebih terperinciBUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG
BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN/ATAU KEMUDAHAN KEPADA MASYARAKAT DAN/ATAU PENANAM MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciBAB VI PENUTUP. kualitas maupun kuantitas komponen wisata. Secara garis besar kegiatan
BAB VI PENUTUP 6.1. Kesimpulan Pengembangan desa wisata Karang Tengah dideskripsikan sebagai sebuah kronologi kegiatan pengelolaan yang bertujuan untuk semakin menyempurnakan kualitas maupun kuantitas
Lebih terperinci