BAB II TINJAUAN TEORITIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN TEORITIS"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka 1) Proyek Akhir Ridwan Rachman dari angkatan 2004 Politeknik Negeri Bandung dengan judul Realisasi TV Exciter 1 Watt pada Kanal 9 VHF [4]. Hasil kajian proyek akhir dengan judul Realisasi TV Exciter 1 Watt pada Kanal 9 VHF adalah sebagai berikut : 1. Frekuensi kerja TV Modulator adalah 181 MHz 188 MHz. 2. Frekuensi Carrier Video pada 181,25 MHz, menggunakan osilator LC. 3. Frekuensi Carrier Audio pada 5,5 MHz, menggunakan osilator LC. Pada proyek akhir ini penulis membuat sebuah TV Modulator untuk Pemancar TV VHF pada frekuensi 63,05 MHz 70,05 MHz dimana pada TV Modulator ini osilator frekuensi pembawa video menggunakan osilator kristal pada frekuensi 64,3 MHz dan osilator frekuensi pembawa audio menggunakan osilator LC pada frekuensi 5,5 MHz. 2.2 Penyiaran Televisi Istilah siaran (broadcast) berarti mengirimkan kesegala arah. Antena pada sisi pemancar memancarkan gelombang elektromagnetik yang dapat diterima di sisi penerima. Dalam proses penyiaran siaran televisi, diperlukan sebuah perangkat yang dapat mengirimkan sinyal informasi berupa sinyal audio dan video dari sisi pengirim (transmitter) ke sisi penerima (receiver). Pemancar televisi merupakan perangkat yang tepat untuk digunakan, dimana pemancar televisi ini berfungsi untuk mengirimkan sinyal informasi berupa sinyal audio dan video. Sinyal video yang dimodulasi secara AM dan sinyal suara yang dimodulasi secara FM keduanya dikirimkan dari antena pemancar yang sama. Dalam proses pengiriman sinyal informasi berupa sinyal audio dan video diperlukan band Muhamad Anugrah Hadiyana,

2 frekuensi (channel), dimana band frekuensi yang digunakan harus sesuai dengan aturan yang telah ditentukan. Di Indonesia pengaturan frekuensi ini diatur oleh Ditjen Postel Depkominfo. Sampai saat ini masih digunakan TV analog. Standar TV analog yang digunakan untuk VHF adalah PAL-B. Sedangkan standar untuk UHF adalah PAL-G. Bandwidth VHF (PAL-B) adalah 7 MHz, sedangkan Bandwidth UHF (PAL-G) adalah 8 MHz. Tabel 1 berikut ini merupakan tabel frekuensi TV VHF band I dan III untuk standar PAL-B. Sedangkan Tabel 2 dan Tabel 3 menjelaskan mengenai tabel frekuensi TV UHF Band IV dan V untuk Standar PAL-G[2]. Tabel 1 Rencana Pengkanalan TV VHF Band I dan III Standar PAL B Tabel 2 Rencana Pengkanalan TV UHF Band IV Standar PAL G Muhamad Anugrah Hadiyana,

3 Tabel 3 Rencana Pengkanalan TV UHF Band V Standar PAL G 2.3 Sistem Televisi Sistem televisi di dunia terdiri dari 3 sistem, yaitu NTSC, PAL dan SECAM. Ditinjau dari aspek spesifikasi dan spektrum frekuensi dari ketiga sistem tersebut, diperlihatkan pada gambar 2, 3 dan NTSC NTSC adalah sistem televisi analog yang digunakan di Amerika Serikat dan banyak negara lainnya, termasuk Amerika dan beberapa bagian Asia Timur. Namanya diambil dari National Television System(s) Committee, badan industri pembuat standar yang menciptakannya. NTSC dikembangkan pada tahun 1950, yang mendefinisikan standar video yang dibuat sampai 525 garis scan horizontal setiap 1/30 detik[8]. Muhamad Anugrah Hadiyana,

4 Tabel 4 Standar NTSC System NTSC Lines/Field 525/60 Horizontal Frequency khz Vertical Frequency 60 Hz Colour Subcarrier Frequency MHz Video Bandwidth 4.2 MHz Sound Carrier 4.5 MHz PAL Gambar 2 Standar NTSC PAL adalah sebuah enconding berwarna yang digunakan dalam televisi broadcast. PAL adalah kependekan dari Phase Alternating Line digunakan untuk garis alternasi fase. PAL terdiri dari 625 baris dan ditayangkan sebanyak 25 frame dalam setiap satu detik (fps). Sistem ini digunakan di seluruh dunia kecuali di kebanyakan dunia Amerika, karena di Amerika menggunakan system NTSC. Sistem Broadcast PAL dikembangkan di Jerman oleh Walter Bruch, pada tahun 1967[9]. Tabel 5 Standar PAL System PAL B, G, H PAL I PAL D PAL N PAL M Line/Field 625/50 625/50 625/50 625/50 525/60 Horizontal Frequency khz khz khz khz khz Vertical Frequency 50 Hz 50 Hz 50 Hz 50 Hz 60 Hz Colour Subcarrier MHz MHz MHz MHz MHz Frequency Video Bandwidth 5.0 MHz 5.5 MHz 6.0 MHz 4.2 MHz 4.2 MHz Sound Carrier 5.5 MHz 6.0 MHz 6.5 MHz 4.5 MHz 4.5 MHz Muhamad Anugrah Hadiyana,

5 Gambar 3 Spektrum Frekuensi PAL dengan bandwidth 8 MHz SECAM SECAM adalah kependekan dari Sequential Color with Memory adalah standar pemancar televisi analog yang digunakan di Perancis, Rusia dan daerahdaerah Afrika. SECAM berbeda dengan PAL, tapi jumlah baris data yang dikirimnya sama. Sistem yang dikembangkan oleh sebuah tim dengan ketuanya, Henri de France, ini merupakan standar video analog yang pertama di Eropa[10]. Tabel 6 Standar SECAM System SECAM B, G, H SECAM D, K, K1, L Line/Field 625/50 625/50 Horizontal Frequency khz khz Vertical Frequency 50 Hz 50 Hz Video Bandwidth 5.0 MHz 6.0 MHz Sound Carrier 5.0 MHz 6.5 MHz Gambar 4 Standar SECAM Muhamad Anugrah Hadiyana,

6 2.4 Sinyal Audio pada Televisi Modulasi frekuensi digunakan untuk sinyal audio, guna meningkatkan keuntungan dari derau dan interferensi yang lebih sedikit. Sinyal audio FM pada televisi pada dasarnya sama seperti dalam penyiran radio FM, kecuali pada ayunan frekuensi maksimum adalah 25 khz dan bukan 75 khz. Sinyal pembawa terpisah sebesar 5,5 MHz diatas sinyal pembawa video untuk PAL dan 4,5 MHz diatas sinyal pembawa video untul NTSC[1]. 2.5 Teknik Modulasi Modulasi adalah proses penumpangan sinyal informasi ke sinyal carrier, dimana sinyal carrier mempunyai frekuensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan sinyal informasi. Modulasi merupakan proses paling penting dalam sebuah pengiriman sinyal informasi juga merupakan tahapan terakhir sebelum informasi tersebut dapat dikirim dari transmitter ke receiver. Sedangkan pada sisi receiver terdapat proses demodulasi, yaitu kebalikan dari proses modulasi, dimana demodulasi adalah proses untuk mendapatkan kembali sinyal informasi yang telah dimodulasi dan dikirim pada sisi transmitter. Teknik modulasi yang digunakan pada sebuah pemancar televisi adalah teknik modulasi AM vestigial pada sinyal informasi berupa video dan teknik modulasi FM pada sinyal informasi berupa audio Modulasi Amplitudo Sinyal video pada pemancar televisi dimodulasi dengan menggunakan teknik modulasi AM. Lebih tepatnya adalah modulasi AM Vestigial. Pada AM, sinyal pemodulasi atau sinyal informasi mengubah-ubah amplitudo sinyal pembawa. Besarnya amplitudo sinyal pembawa akan berbanding lurus dengan amplitudo sinyal pemodulasi. Pada modulasi amplitudo maka besarnya amplitudo sinyal pembawa akan diubah-ubah oleh sinyal pemodulasi sehingga besarnya sebanding dengan amplitudo sinyal pemodulasi tersebut. Frekuensi sinyal pembawa biasanya jauh lebih tinggi daripada frekuensi sinyal pemodulasi. Frekuensi sinyal pemodulasi biasanya merupakan sinyal pada rentang Muhamad Anugrah Hadiyana,

7 frekuensi audio (AF, Audio Frequency) yaitu antara 20 Hz sampai dengan 20 khz. Sedangkan frekuensi sinyal pembawa biasanya berupa sinyal radio (RF, Radio Frequency) pada rentang frekuensi tengah (MF, Mid-Frequency) yaitu antara 300 khz sampai dengan 3 Mhz. Jika sinyal pemodulasi dinyatakan sebagai e m = V m sin ω m t dan sinyal pembawanya dinyatakan sebagai e C = V C sin ω C t, maka sinyal hasil modulasi disebut sinyal termodulasi atau e AM. Berikut ini adalah analisis sinyal termodulasi AM[5]. e AM Dengan e AM e m e C V C V m m ω C ω m = V C (1 + m sin ω m t) sin ω C t = V C. sin ω C t + m. Vc. sin ω C t. sin ω m t = V C. sin ω C t + ½ m.vc.cos( ω C - ω m ) t - ½ m.vc.cos( ω C + ω m ) t : sinyal termodulasi AM : sinyal pemodulasi : sinyal pembawa : amplitudo maksimum sinyal pembawa : amplitudo maksimum sinyal pemodulasi : indeks modulasi AM : frekuensi sudut sinyal pembawa (radian/detik) : frekuensi sudut sinyal pemodulasi(radian/detik) Hubungan antara frekuensi sinyal dalam hertz dengan frekuensi sudut dinyatakan sebagai : ω = 2 π f. Gambar 5 memperlihatkan sinyal informasi (pemodulasi), sinyal pembawa dan sinyal termodulasi AM. Komponen pertama sinyal termodulasi AM (V C sin ω C t) disebut komponen pembawa, komponen kedua yaitu ( ½ m.v C.cos( ω C - ω m ) t ) disebut komponen bidang sisi bawah atau LSB (LowerSideBand) dan komponen ketiga yaitu (½ m.v C.cos( ω C + ω m ) t ) disebut komponen bidang sisi atas atau USB (UpperSideBand). Komponen pembawa mempunyai frekuensi sudut sebesar ω C, komponen LSB mempunyai frekuensi sudut sebesar ω C - ω m dan komponen USB mempunyai frekuensi sudut sebesar ω C + ω m. Pada gambar 6 diperlihatkan spektrum frekuensi gelombang termodulasi AM yang dihasilkan oleh spectrumanalyzer. Harga amplitudo masing-masing bidang sisi dinyatakan dalam harga mutlaknya[5]. Muhamad Anugrah Hadiyana,

8 Derajat modulasi merupakan parameter penting dan juga sering disebut indeks modulasi AM, dinotasikan dengan m. Parameter ini merupakan perbandingan antara amplitudo puncak sinyal pemodulasi (V m ) dengan amplitudo puncak sinyal pembawa (V C ). Besarnya indeks modulasi mempunyai rentang antara 0-1. Indeks modulasi sebesar nol, berarti tidak ada pemodulasian, sedangkan indeks modulasi 1 merupakan pemodulasian maksimal yang dimungkinkan. Besarnya indeks modulasi AM dinyatakan dengan persamaan[5]: dengan M : m = Vm Vc Indeks modulasi juga dapat dinyatakan dalam persen dan dinotasikan M = Vm Vc x 100% (a) (b) Muhamad Anugrah Hadiyana,

9 (c) Gambar 5 (a) Sinyal Pemodulasi, (b) Sinyal Pembawa, (c) Sinyal Termodulasi[5]. Gambar 6 Spektrum Sinyal Termodulasi AM AM Vestigial AM Vestigial adalah sebuah teknik intermediet antara SSB dan DSBFC, yang digunakan dalam industri televisi komersial untuk proses transmisi dan penerimaan sinyal video. Vestige adalah proses penapisan salah satu komponen bidang sisi (LSB atau USB), sehingga dapat menghemat lebar bidang dan daya pancar. Dalam VSB, sebagian ( vestige ) komponen bidang sisi bawah (LSB) ikut ditransmisikan bersama komponen bidang sisi atas (USB) dan komponen Muhamad Anugrah Hadiyana,

10 pembawa. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin bahwa komponen USB termasuk pembawa video benar-benar ditransmisikan secara keseluruhan. Disamping itu juga didapatkan penghematan daya dan lebar bidang jika dibandingkan dengan transmisi DSBFC seperti yang ditunjukan pada gambar 7[5]. Gambar 7 Format kanal standart FCC untuk transmisi gambar warna dan monokrom di US[4] Modulasi Frekuensi Sinyal audio pada pemancar televisi dimodulasi dengan menggunakan teknik modulasi FM. Modulasi frekuensi didefinisikan sebagai deviasi frekuensi sesaat sinyal pembawa sesuai dengan amplitudo sesaat sinyal pemodulasi. Sinyal pembawa dapat berupa gelombang sinus, sedangkan sinyal pemodulasi (informasi) dapat berupa gelombang apa saja (sinusoidal, kotak, segitiga, atau sinyal lain misalnya sinyal audio). Gambar 8 mengilustrasikan modulasi frekuensi sinyal pembawa sinusoidal dengan menggunakan sinyal pemodulasi yang juga berbentuk sinyal sinusoidal. Secara matematis, sinyal termodulasi FM dapat dinyatakan dengan : e FM = V c sin ( ω c t + m f sin ω m t ) dengan e FM : sinyal termodulasi FM Muhamad Anugrah Hadiyana,

11 e m e C V C m f ω c ω m : sinyal pemodulasi : sinyal pembawa : amplitudo maksimum sinyal pembawa : indeks modulasi FM : frekuensi sudut sinyal pembawa (radian/detik) : frekuensi sudut sinyal pemodulasi(radian/detik) Gambar 8 (a). Sinyal Carrier, (b) Sinyal Informasi, (c) Sinyal Termodulasi Pada modulasi frekuensi maka frekuensi sinyal pembawa diubah-ubah sehingga besarnya sebanding dengan dengan besarnya amplitudo sinyal pemodulasi. Semakin besar amplitudo sinyal pemodulasi, maka semakin besar pula frekuensi sinyal termodulasi FM. Besar selisih antara frekuensi sinyal termodulasi FM pada suatu saat dengan frekuensi sinyal pembawa disebut deviasi frekuensi. Deviasi frekuensi maksimum didefinisikan sebagai selisih antara frekuensi sinyal termodulasi tertinggi dengan terendahnya. Indeks modulasi FM (mf) merupakan perbandingan antara deviasi frekuensi maksimum dengan frekuensi sinyal pemodulasi m f = δ / f m dengan : δ : deviasi frekuensi maksimum Muhamad Anugrah Hadiyana,

12 f m m f : frekuensi maksimum sinyal pemodulasi : indeks modulasi FM Besarnya indeks modulasi FM dapat dipilih sebesar mungkin sejauh tersedia bandwidth (lebar bidang) untuk keperluan transmisinya. Biasanya besarnya indeks modulasi ini akan dimaksimalkan dengan cara mengatur besarnya deviasi frekuensi maksimal yang diijinkan. Lebar-bidang yang dibutuhkan untuk mentransmisikan sinyal FM adalah: BW = 2 ( n. f m ) Dengan n adalah nilai tertinggi komponen bidang-sisi dan f m adalah frekuensi tertinggi pemodulasi. Oleh karena pada kenyataannya nilai n mencapai tak hingga, maka secara teoritis lebar bidang yang dibutuhkan adalah tak hingga pula. Namun, amplitudo komponen bidang sisi untuk n yang bernilai besar menjadi tidak terlalu signifikan sehingga kontribusinya dapat diabaikan. Dengan pertimbangan ini, maka nilai n yang digunakan untuk menentukan lebar bidang adalah nilai n yang masih memberikan kontribusi signifikan pada amplitudo komponen bidang sisinya. Kontribusi yang dapat dianggap signifikan adalah yang memberikan tegangan sebesar minimal 1% atau 40 db. Hal ini dapat dilihat pada tabel fungsi Bessel, misalnya untuk mf sebesar 5 maka jumlah n yang signifikan adalah 8 (sampai dengan J8, untuk n > 8 diabaikan). Pada tahun 1938 J.R. Carson menyatakan bahwa untuk mentransmisikan sinyal termodulasi FM dibutuhkan lebar bidang minimal dua kali jumlahan deviasi frekuensi dengan frekuensi maksimum sinyal termodulasi. Selanjutnya hal ini dikenal dengan Carson srule dan dapat dinyatakan sebagai: BW = 2 ( δ + f m ) dengan δ adalah deviasi frekuensi dan f m adalah frekuensi tertinggi sinyal pemodulasi. FCC telah mengalokasikan lebar bidang sebesar 200 khz untuk siaran FM (disebut FM bidang lebar atau wideband FM). Deviasi frekuensi maksimum yang diijinkan adalah sebesar δ = ± 75 khz. Dengan batasan ini, maka besarnya indeks modulasi juga dibatasi (mulai sebesar m f = 5 untuk f m =15 khz hingga sebesar m f = 1500 untuk f m =50 Hz). Gambar 9 memperlihatkan bidang frekuensi untuk siaran komersial FM. Selain yang telah dibahas di atas, FCC juga mengalokasikan bidang frekuensi untuk siaran FM bidang sempit ( narrowband Muhamad Anugrah Hadiyana,

13 FM ) sebesar khz. Indeks modulasinya dibuat mendekati satu sehingga lebar bidang yang diperlukan sama dengan lebar bidang untuk sinyal AM yaitu hanya sebesar 2 x fm. Contoh FM bidang sempit antara lain sistem radio mobil untuk polisi, dinas kebakaran, pelayanan taksi, telefon seluler, radio amatir, dan lain-lain. Gambar 9 Bidang Frekuensi Siaran Komersil Persamaan gelombang FM dinyatakan sbb: e FM = V c J 0 m f sin ω c t + V c {J 1 (mf) [sin ( ω c + ω m )t - sin ( ω c - ω m )t]} + V c {J 2 (mf) [sin ( ω c + 2 ω m )t - sin ( ω c - 2 ω m )t]} + V c {J 3 (mf) [sin ( ω c + 3 ω m )t - sin ( ω c - 3 ω m )t]} + V c {J 4 (mf) [sin ( ω c + 4 ω m )t - sin ( ω c - 4 ω m )t]} + dengan e FM V c J n m f dan : amplitudo sesaat gelombang termodulasi FM : amplitudo puncak pembawa : penyelesaian fungsi Bessel orde ke-n untuk indeks modulasi : indeks modulasi FM V c J 0 (m f ) sin ω c t = komponen frekuensi pembawa V c {J 1 (m f )[sin( ω c + ω m )t - sin (ω c - ω m )t]} = komp. bid. sisi pertama V c {J 2 (m f )[sin( ω c + 2 ω m )t - sin ( ω c - 2 ω m )t]} = komp. bid. sisi ke-dua V c {J 3 (m f )[sin( ω c + 3 ω m )t - sin ( ω c - 3 ω m )t]} = komp. bid. sisi ke-tiga Muhamad Anugrah Hadiyana,

14 V c {J 4 (m f )[sin( ω c + 4 ω m )t - sin ( ω c - 4 ω m )t]} = komp. bid. sisi ke-empat V c {J 5 (m f )[sin( ω c + 5 ω m )t - sin ( ω c - 5 ω m )t]} = komp. bid. sisi ke-lima dst Penyelesaian fungsi Bessel orde ke-n untuk berbagai indeks modulasi dapat dilihat pada gambar 9 dan tabel 7 fungsi Bessel. Gambar 10 Fungsi Bessel orde ke-n untuk berbagai indeks modulasi Tabel 7 Fungsi Bessel Dengan memasukkan nilai-nilai indeks modulasi, frekuensi pembawa, dan frekuensi pemodulasinya maka dapat ditentukan pula penyelesaian fungsi Bessel yang bersangkutan.selanjutnya dapat digambarkan spektrum frekuensi sinyal Muhamad Anugrah Hadiyana,

15 termodulasi FM yang bersangkutan. Gambar 11 memperlihatkan contoh spektrum sinyal termodulasi FM. Gambar 11 Spektrum Sinyal Termodulasi FM 2.6 Penguat Daya Frekuensi Tinggi Parameter S pada transistor Parameter S atau biasa disebut parameter hamburan merupakan parameter yang hampir seluruh manufacture penyedia transistor frekuensi tinggi menggunakan parameter tersebut. Parameter S menjadi lebih luas untuk digunakan karena jauh lebih mudah untuk digunakan dalam hal pengukuran dan perhitungan jika dibandingkan dengan parameter Y. Juga lebih mudah untuk dapat memahami serta memberikan banyak informasi informasi lain dengan mudah. Dengan menggunakan parameter S, dapat direpresentasikan sebuah sirkuit kutub 4. Sehingga sangat memungkinkan untuk dapat menghitung potensi ketidakstabilan (kecenderungan osilasi), maksimum available gain, impedansi input dan output, dan transducer gain. Juga memungkinkan untuk dapat menghitung nilai komponen dari matching impedance yang harus dipasang dengan menggunakan metode simultaneous conjugate matching[3] Kestabilan Transistor Kecenderungan dari suatu transistor untuk berisolasi dapat dihitung dengan data parameter S dari transistir tersebut. Perhitungan ini harus dilakukan Muhamad Anugrah Hadiyana,

16 sebelum membuat sebuah penguat dan merupakan metoda yang sangat berguna dalam mencari transistor yang sesuai untuk aplikasi yang diharapkan. Untuk menentukan apakah suatu transistor memiliki kecenderungan untuk berosilasi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan Rollet Stability Factor (K). Dengan D S = = S 11.S 22 S 12.S 21 K = 1 + D s 2 S 11 2 S S 21 S 12 Jika nilai K>1, maka transistor stabil mutlak (unconditionally stable) untuk setiap nilai impedansi sumber dan beban. Jika nilai K<1 maka transistor potensial tidak stabil (potentially unstable) dan akan berosilasi pada nilai impedansisumber dan beban tertentu[3] Transistor Stabil Mutlak Transistor stabil mutlak terjadi jika dipenuhi K>1. Maka rangkaian penyesuai impedansi dapat langsung dirancang secara simultaneous conjugate match yang berarti rangkaian penyesuai impedansi akan menghasilkan impedansi yang merupakan conjugate dari impedansi transistor[3]. Untuk mendapatkan nilai koefisien pantul dibeban dihitung dengan menggunakan rumus : Dengan C 2 = S22 (Ds.S11)* B 2 = 1 + [S22] 2 [S11] 2 [Ds] 2 B 2 ± B C 2 2 r L = 2 C 2 Tanda ± pada persamaan diatas tergantung dari hasil perhitungan nilai B2. Jika nilai B2 (+) maka digunakan tanda (-), jika nilai B2 (-) maka digunakan tanda (+). Untuk mendapatkan nilai koefisien pantul dari sumber dihitung dengan menggunakan rumus : r S = S 11 + S 12S 21 r L 1 (r L S 22 ) Muhamad Anugrah Hadiyana,

17 Transistor Potensial Tak Stabil Suatu transistor termasuk potensial tidak stabil jika nilai K<1. Perancangan rangkaian penyesuai imedansi harus menghasilkan impedansi yang tidak menyebabkan transistor berosilasi. Oleh karena itu hal pertama yang harus dilakukan adalah mengetahui daerah impedansi mana saja yang menyebabkan transistor menjadi tak stabil dengan membuat lingkaran kestabilan input dan output transistor pada smithchart. Untuk membuat lingkaran kestabilan input dan output dapat dicari dengan menggunakan rumus : C 1 = S 11 D S.S 22 * C 1 Ps = S 2 11 D S 2 r S = S 12 S 21 S 11 2 D S 2 C 2 = S 22 D S.S 11 * Pl = r l = C 2 S 22 2 D S 2 S 12 S 21 S 22 2 D S 2 P S = pusat lingkaran kestabilan input r S = jari jari lingkaran kestabilan input P l = pusat lingkaran kestabilan output R l = jari-jari lingkaran kestabilan output Setelah mengetahui daerah mana saja yang menyebabkan transistor potensial tak stabil, maka harus dibuat lingkaran penguatan konstant. Untuk membuat lingkaran penguatan konstant pada smithchart dapat menggunakan rumus : Muhamad Anugrah Hadiyana,

18 Pusat lingkaran Jari jari lingkaran P O = GC D 2 G r O = 1 2K S 12S 21 G + S 12 S 21 2 G D 2 G Setelah lingkaran penguatan konstant diplot pada smithchart, kita plot titik koefisien pantul yang berada pada garis lingkaran penguatan konstan dan tidak berada pada daerah yang tak stabil. Untuk mencari nilai koefisien pantul disumber dapat menggunakan rumus : r S = S 11 + S 12S 21 r L 1 (r L S 22 ) Pra Tegangan Transistor (Biasing) Pada dasarnya rangkaian biasing berfungsi untuk menentukan titik kerja dan garis beban DC dari transistor. Selain itu berguna juga untuk mempertahankan kerja transistor agar tetap stabil walau terjadi perubahan arus transistor. Transistor akan berada pada daerah aktif dan bekerja pada daerah normal apabila tansistor diberikan forward bias pada emitter- base junction dan reverse bias pada collector base junction. Ada beberapa contoh rangkaian biasing yang biasanya digunakan pada transistor BJT, yaitu self biasing dan fixed biasing Self bias Self bias transistor adalah teknik pemberian tegangan basis transistor dan kaki transistor yang berdiri sendiri. Rangkain self bias transistor ini menggunakan rangkaian pembagi tegangan dari 2 buah resistor, dimana titik pembagian tegangan dihubungkan ke kaki basis transistor. Karena self bias transistor ini menggunakan bias tegangan melalui rangkaian pembagi tegangan maka self bias transistor ini sering juga disebut dengan bias pembagi tegangan. Muhamad Anugrah Hadiyana,

19 Gambar 12 Rangkaian Self Bias Dari gambar diatas, dapat diambil beberapa persamaan yaitu : Vbb = R2 R1 + R2 x Vcc R1. R2 Rb = R1 + R2 Ib = Vbb Vbe Re β Rb Dari persamaan diatas kita akan mendapatkan harga V CEQ dan I CQ yang bertujuan untuk mendapatkan titik kerja dari garis beban pada transistor. I E I C V CEQ = V CC I C (R E + R C ) I CQ = β. Ib Garis beban diperoleh dari persamaan I Csat dan V CEcut-off, dimana untuk ICsat = Vcc Rc + Re V CEcut-off = V CC Maka akan diperoleh garis beban sebagai berikut : Muhamad Anugrah Hadiyana,

20 Gambar 13 Garis Beban DC Fixed Bias Fixed bias juga disebut base bias. Pada gambar 13, sumber daya tunggal (Vcc) digunakan pada collector dan basis pada transistor, meskipun sumber daya (Vcc) terpisah juga dapat digunakan. Gambar 14 Rangkaian Fixed Bias Dari rangkaian pada gambar diatas diperoleh persamaan berikut ini : Ib = Vc Vb RF I C = β. Ib V C = V CE = I B RF + V BE Muhamad Anugrah Hadiyana,

21 Dengan adanya resistor feedback yang menghubungkan antara collector dan base mengakibatkan adanya negative feedback yang berguna untuk menjaga kestabilan transistor Kelas Penguat Ada beberapa macam kelas kelas penguat yang biasa digunakan, diantaranya : kelas A, kelas B, kelas AB, kelas C Penguat Kelas A Penguat kelas ini adalah cara yang biasa digunakan untuk menggunakan transistor dalam rangkaian linier dan menghasilkan rangkaian bias yang paling stabil dan juga sederhana. Penguat kelas A merupakan tipe yang paling linier, dimana titik kerjanya berada pada daerah linier yaitu berada di tengah tengah garis beban DC. R1 Vcc Rc Cout Vout Vin Cin Q1 R2 Re Ce RL Gambar 15 Rangkaian Dasar Penguat Kelas A Muhamad Anugrah Hadiyana,

22 Vcc Rc + Re Ib = Ib1 Q = A Ib = Ib2 AB B Vcc Vce Gambar 16 Garis Beban Penguat Kelas A Gambar 17 Perbandingan Sinyal Input dan Output Kelas A Penguat Kelas B Penguat kelas B adalah rangkaian dengan menggunakan 2 transistor. Titik kerja dari kelas B ini berada pada ujung kurva karakteristik titik cutoff seperti yang diperlihatkan pada gambar dibawah. Muhamad Anugrah Hadiyana,

23 Vcc R1 Q1 Re1 Vin Cin Cout Vout Re2 RL Q2 R2 Gambar 18 Rangkaian Dasar Penguat Kelas B Vcc Rc + Re Ib = Ib1 A Ib = Ib2 AB Q = B Vce Vcc Gambar 19 Garis Beban Penguat Kelas B Muhamad Anugrah Hadiyana,

24 Gambar 20 Perbandingan Sinyal Input dan Output Kelas B Penguat Kelas AB Penguat kelas AB adalah jenis penguat antara kelas A dan kelas B. transistor yang dikonfigurasikan dengan menggunakan kelas AB memiliki daerah aktif untuk lebih dari setengah perioda tetapi kurang dari seluruh perioda. Dengan kata lain, arus kolektor mengalir untuk lebih dari 180 derajat tetapi kurang dari 360 derajat. Vcc R1 Q1 Cin1 Re1 Vin R2 Cout Vout Cin2 Re2 RL Q2 R3 Gambar 21 Rangkaian Dasar Penguat Kelas AB Muhamad Anugrah Hadiyana,

25 Penguat Kelas C Penguat kelas C tidak memerlukan fidelitas, yang dibutuhkan adalah frekuensi kerja sinyal sehingga tidak memperhatikan bentuk sinyal. Penguat kelas C dipakai pada penguat frekuensi tinggi. Pada penguat kelas C sering ditambahkan sebuah rangkaian resonator LC untuk membantu kerja penguat. Penguat kelas C mempunyai efisiensi yang tinggi sampai 100 % namun dengan fidelitas yang rendah. Titik kerjanya penguat kelas C berada di daerah cut-off transistor. Vcc C L Vout Vin Cin Q1 Cout RL R1 Gambar 22 Rangkaian Dasar Penguat Kelas C Muhamad Anugrah Hadiyana,

26 Gambar 23 Perbandingan Sinyal Input dan Output Kelas C Rangkaian Penyesuai Impedansi Rangkaian penyesuai impedansi dimaksudkan untuk mendapatkan transfer daya maksimum dari satu kutub ke kutub yang lainnya, atau blok satu keblok yang berikutnya. Terdapat beberapa bentuk rangkaian penyesuai impedansiyang digunakan pada perancangan penguat daya RF, yaitu tipe L, tipe T dan tipe phi Tipe L Rangkaian penyesuai impedansi tipe L merupakan rangkaian yang paling sederhana dan biasa digunakan untuk rankaian penyesuai impedansi. Zs L Zs L C ZL C ZL (a) (b) Muhamad Anugrah Hadiyana,

27 Zs C Zs C L ZL L ZL (c) (d) Gambar 24 (a) dan (b) Konfigurasi Low Pass Filter, (c) dan (d) Konfigurasi High Pass Filter Secara umum gambar rangkaian penyesuai impedansi untuk tipe L adalah sebagai berikut : Zs Xs Xp ZL Gambar 25 Rangkaian penyesuai impedansi tipe L secara umum Persamaan yang dapat digunakan adalah : Q S = Q P = Q S = Xs Rs Q P = Rp Xp Dimana : Rp Rs 1 Q P = faktor Q pada cabang parallel Q S = faktor Q pada cabang seri R P = resistansi parallel X P = reaktansi parallel Muhamad Anugrah Hadiyana,

28 R S = resistansi serial X S = reaktansi seri Tipe T Rangkaian tipe T dapat dibentuk dari 2 buah bentuk tipe L. dengan persamaan sebagai berikut : Q = R r 1 Dimana : R = R Virtual r = Resistansi terminasi paling kecil Secara umum persamaannya adalah : Q2 = Rp Rs 1 Dimana : R P = Resistansi parallel dari rangkaian L R S = Resistansi seri dari rangkaian L Bentuk rangkaiannya terlihat seperti gambar dibawah ini : Rs Xs1 Xs2 Xp1 Xp2 RL Gambar 26 Rangkaian penyesuai impedansi tipe T X S1 X P1 X S2 = Q.R S = Rp Q = Q 2.R L X P2 = R Q2 Muhamad Anugrah Hadiyana,

29 Tipe Phi(π) Rangkaian tipe phi dapat dibuat dari 2 buah tipe L dengan menggabungkan cabang serinya. Rangkaian tipe L yang pertama menyesuaikan tahanan sumber ke suatu resistansi virtual. Rangkaian tipe L yang kedua menyesuaikan dari R virtual ke R beban. R virtual lebih kecil daripada Rs atau RL. R virtual dapat dipilih dan disesuaikan dengan kebutuhan faktor kualitas yang diinginkan. Sesuai persamaan berikut : Q = Dimana : R H R 1 R H = Resistansi yang mempunyai harga yang lebih tinggi R = Resistansi Virtual Z S X S1 X S2 X P1 R VIRTUAL X P2 Z L Gambar 27 Rangkaian penyesuai impedansi tipe phi (π) Muhamad Anugrah Hadiyana,

TEKNIK TELEKOMUNIKASI DASAR. Kuliah 4 Modulasi Frekuensi

TEKNIK TELEKOMUNIKASI DASAR. Kuliah 4 Modulasi Frekuensi TKE 2102 TEKNIK TELEKOMUNIKASI DASAR Kuliah 4 Modulasi Frekuensi Indah Susilawati, S.T., M.Eng. Program Studi Teknik Elektro Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer Universitas Mercu Buana Yogyakarta 2009 B

Lebih terperinci

TEKNIK TELEKOMUNIKASI DASAR. Kuliah 3 Modulasi Amplitudo

TEKNIK TELEKOMUNIKASI DASAR. Kuliah 3 Modulasi Amplitudo TKE 10 TEKNIK TELEKOMUNIKASI DASAR Kuliah 3 Modulasi Amplitudo Indah Susilawati, S.T., M.Eng. Program Studi Teknik Elektro Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer Universitas Meru Buana Yogyakarta 009 B A B

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 1.1 Tinjauan Pustaka 1) Proyek Akhir Dikdik Gantara dari angkatan 2006 Politeknik Negeri Bandung dengan judul Realisasi Modulator Pemancar TV VHF dengan Metoda PLL pada Kanal 12

Lebih terperinci

REALISASI TV MODULATOR UNTUK PEMANCAR TV VHF PADA PITA FREKUENSI 174 MHz 202 MHz

REALISASI TV MODULATOR UNTUK PEMANCAR TV VHF PADA PITA FREKUENSI 174 MHz 202 MHz REALISASI TV MODULATOR UNTUK PEMANCAR TV VHF PADA PITA FREKUENSI 174 MHz 202 MHz Realization Of TV Modulator For VHF TV Transmitter At Band Frequency 174 MHz 202 MHz PROYEK AKHIR untuk memenuhi sebagian

Lebih terperinci

I. ANALISA DATA II. A III. A IV. A V. A

I. ANALISA DATA II. A III. A IV. A V. A I. ANALISA DATA II. A III. A IV. A V. A VI. ANALISA DATA Percobaan SSB dan DSB yang pertama sinyal audio dengan gelombang sinus 1kHz dan amplitudo 2Vpp dimodulasi dengan carrier. Sinyal audio digabung

Lebih terperinci

1. PENGERTIAN PEMANCAR RADIO

1. PENGERTIAN PEMANCAR RADIO 1. PENGERTIAN PEMANCAR RADIO 2. SISTEM MODULASI DALAM PEMANCAR GELOMBANG RADIO Modulasi merupakan metode untuk menumpangkan sinyal suara pada sinyal radio. Maksudnya, informasi yang akan disampaikan kepada

Lebih terperinci

Dalam sistem komunikasi saat ini bila ditinjau dari jenis sinyal pemodulasinya. Modulasi terdiri dari 2 jenis, yaitu:

Dalam sistem komunikasi saat ini bila ditinjau dari jenis sinyal pemodulasinya. Modulasi terdiri dari 2 jenis, yaitu: BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka Realisasi PLL (Phase Locked Loop) sebagai modul praktikum demodulator FM sebelumnya telah pernah dibuat oleh Rizal Septianda mahasiswa Program Studi Teknik

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. dengan cara modulasi dan gelombang elektromagnetik. Gelombang ini melintas dan

BAB II DASAR TEORI. dengan cara modulasi dan gelombang elektromagnetik. Gelombang ini melintas dan BAB II DASAR TEORI Pemancar radio adalah teknologi yang digunakan untuk pengiriman sinyal dengan cara modulasi dan gelombang elektromagnetik. Gelombang ini melintas dan merambat lewat udara dan bisa juga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS Pada bab ini akan dibahas teori yang menunjang perancangan sistem. Pada bab ini juga akan dibahas secara singkat komponen - komponen yang digunakan serta penjelasan mengenai metoda

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka Realisasi modul praktikum FM menggunakan PLL (Phase Locked Loop) sebelumnya telah pernah dibuat oleh Rizal Septiandi mahasiswa Program Studi Teknik Telekomunikasi

Lebih terperinci

Cara Kerja Exciter Pemancar Televisi Analog Channel 39 di LPP (Lembaga Penyiaran Publik) Stasiun Transmisi Joglo Jakarta Barat

Cara Kerja Exciter Pemancar Televisi Analog Channel 39 di LPP (Lembaga Penyiaran Publik) Stasiun Transmisi Joglo Jakarta Barat Cara Kerja Exciter Pemancar Televisi Analog Channel 39 di LPP (Lembaga Penyiaran Publik) Stasiun Transmisi Joglo Jakarta Barat Yogo Tri Saputro 17411549 Teknik Elektro Latar Belakang Pada dasarnya pemancar

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN 2.1. Pengertian Modulasi Modulasi adalah proses pencampuran dua sinyal menjadi satu sinyal. Biasanya sinyal yang dicampur adalah

BAB II PEMBAHASAN 2.1. Pengertian Modulasi Modulasi adalah proses pencampuran dua sinyal menjadi satu sinyal. Biasanya sinyal yang dicampur adalah BAB II PEMBAHASAN.1. Pengertian Modulasi Modulasi adalah proses pencampuran dua sinyal menjadi satu sinyal. Biasanya sinyal yang dicampur adalah sinyal berfrekuensi tinggi dan sinyal berfrekuensi rendah.

Lebih terperinci

Dasar- dasar Penyiaran

Dasar- dasar Penyiaran Modul ke: Fakultas FIKOM Dasar- dasar Penyiaran AMPLITUDO MODULATON FREQUENCY MODULATON SHORT WAVE (SW) CARA KERJA PEMANCAR RADIO Drs.H.Syafei Sikumbang,M.IKom Program Studi BROAD CASTING Judul Sub Bahasan

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA SISTEM

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA SISTEM 52 BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA SISTEM Bab ini membahas pengujian alat yang dibuat, kemudian hasil pengujian tersebut dianalisa. 4.1 Pengujian Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui keberhasilan dan

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM 25 BAB III PERANCANGAN SISTEM Sistem monitoring ini terdiri dari perangkat keras (hadware) dan perangkat lunak (software). Perangkat keras terdiri dari bagian blok pengirim (transmitter) dan blok penerima

Lebih terperinci

ANALISIS BANDWIDTH KANAL CATV MENGGUNAKAN MODULATOR TELEVES 5857 DAN ZINWEL C1000

ANALISIS BANDWIDTH KANAL CATV MENGGUNAKAN MODULATOR TELEVES 5857 DAN ZINWEL C1000 SINGUDA ENSIKOM VOL. 7 NO. 3/ Juni ANALISIS BANDWIDTH KANAL CATV MENGGUNAKAN MODULATOR TELEVES 5857 DAN ZINWEL C1000 Mulia Raja Harahap, Maksum Pinem Konsentrasi Teknik Telekomunikasi, Departemen Teknik

Lebih terperinci

1. Pengertian Penguat RF

1. Pengertian Penguat RF 1. Pengertian Penguat RF Secara umum penguat adalah peralatan yang menggunakan tenaga yang kecil untuk mengendalikan tenaga yang lebih besar. Dalam peralatan elektronik dibutuhkan suatu penguat yang dapat

Lebih terperinci

menggunakan sistem PAL (Phase Alternating Line), pemancar televisi digunakan untuk mengirimkan sinyal-sinyal suara dan sinyal-sinyal gambar

menggunakan sistem PAL (Phase Alternating Line), pemancar televisi digunakan untuk mengirimkan sinyal-sinyal suara dan sinyal-sinyal gambar X. BAB III PERANCANGAN ALAT 3.1 Gambaran Umum Sistem Alat yang dibuat merupakan pemancar televisi berwama dengan menggunakan sistem PAL (Phase Alternating Line), pemancar televisi digunakan untuk mengirimkan

Lebih terperinci

Stasiun Relay, Interferensi Siaran&Stándar Penyiaran

Stasiun Relay, Interferensi Siaran&Stándar Penyiaran Stasiun Relay, Interferensi Siaran&Stándar Penyiaran Stasiun Relay Fungsi stasiun relay : menerima gelombang elektromagnetik dari stasiun pemancar, kemudian memancar luaskan gelombang itu didaerahnya.

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Modulasi adalah proses yang dilakukan pada sisi pemancar untuk. memperoleh transmisi yang efisien dan handal.

BAB II DASAR TEORI. Modulasi adalah proses yang dilakukan pada sisi pemancar untuk. memperoleh transmisi yang efisien dan handal. BAB II DASAR TEORI 2.1 Modulasi Modulasi adalah proses yang dilakukan pada sisi pemancar untuk memperoleh transmisi yang efisien dan handal. Pemodulasi yang merepresentasikan pesan yang akan dikirim, dan

Lebih terperinci

MODULASI. Adri Priadana. ilkomadri.com

MODULASI. Adri Priadana. ilkomadri.com MODULASI Adri Priadana ilkomadri.com Pengertian Modulasi Merupakan suatu proses penumpangan atau penggabungan sinyal informasi (pemodulasi) kepada gelombang pembawa (carrier), sehingga memungkinkan sinyal

Lebih terperinci

Modulasi Sudut / Modulasi Eksponensial

Modulasi Sudut / Modulasi Eksponensial Modulasi Sudut / Modulasi Eksponensial Modulasi sudut / Modulasi eksponensial Sudut gelombang pembawa berubah sesuai/ berpadanan dengan gelombang informasi kata lain informasi ditransmisikan dengan perubahan

Lebih terperinci

DASAR TELEKOMUNIKASI ARJUNI BP JPTE-FPTK UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA. Arjuni Budi P. Jurusan Pendidikan Teknik Elektro FPTK-UPI

DASAR TELEKOMUNIKASI ARJUNI BP JPTE-FPTK UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA. Arjuni Budi P. Jurusan Pendidikan Teknik Elektro FPTK-UPI DASAR TELEKOMUNIKASI ARJUNI BP JPTE-FPTK UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Pendahuluan Telekomunikasi = Tele -- komunikasi Tele = jauh Komunikasi = proses pertukaran informasi Telekomunikasi = Proses pertukaran

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM Pada bab ini akan dijelaskan tentang perancangan perangkat keras dari tugas akhir yang berjudul Penelitian Sistem Audio Stereo dengan Media Transmisi Jala-jala Listrik. 3.1.

Lebih terperinci

Sistem Pemancar Televisi

Sistem Pemancar Televisi Akhmad Rudyanto Putu Rio Aditya Linda Wulandari Yuli Fitriani 2207.100.624 2207.100.638 2207.100.645 2207.100.649 1 Sistem Pemancar Televisi Memancarkan sinyal RF (audio & video) melalui gelombang elektromagnetik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PENELITIAN TERDAHULU Sebelumnya penelitian ini di kembangkan oleh mustofa, dkk. (2010). Penelitian terdahulu dilakukan untuk mencoba membuat alat komunikasi bawah air dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 1.1 Tinjauan Teoritis Nama lain dari Rangkaian Resonansi adalah Rangkaian Penala. Dalam bahasa Inggris-nya adalah Tuning Circuit, yaitu satu rangkaian

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Modulasi adalah pengaturan parameter dari sinyal pembawa (carrier) yang

BAB II DASAR TEORI. Modulasi adalah pengaturan parameter dari sinyal pembawa (carrier) yang BAB II DASAR TEORI 2.1 Modulasi Modulasi adalah pengaturan parameter dari sinyal pembawa (carrier) yang berfrekuensi tinggi sesuai sinyal informasi (pemodulasi) yang frekuensinya lebih rendah, sehingga

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN ANALISA

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN ANALISA BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN ANALISA 4.1 Amplitude Modulation and Demodulation 4.1.1 Hasil Percobaan Tabel 4.1. Hasil percobaan dengan f m = 1 KHz, f c = 4 KHz, A c = 15 Vpp No V m (Volt) E max (mvolt) E

Lebih terperinci

Kata Pengantar. Bandung, Februari 2015 Penyusun. (Agung Rismawan)

Kata Pengantar. Bandung, Februari 2015 Penyusun. (Agung Rismawan) Kata Pengantar Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS Pada bab ini akan dibahas teori yang menunjang perancangan sistem. Pada bab ini juga akan dibahas secara singkat komponen - komponen yang digunakan serta penjelasan mengenai metoda

Lebih terperinci

Nama Kelompok : Agung Bagus K. (01) Lili Erlistantini (13) Rahma Laila Q. (14) PENGUAT RF. Pengertian Penguat RF

Nama Kelompok : Agung Bagus K. (01) Lili Erlistantini (13) Rahma Laila Q. (14) PENGUAT RF. Pengertian Penguat RF Nama Kelompok : Agung Bagus K. (01) Lili Erlistantini (13) Rahma Laila Q. (14) PENGUAT RF Pengertian Penguat RF Penguat RF merupakan perangkat yang berfungsi memperkuat sinyal frekuensi tinggi yang dihasilkan

Lebih terperinci

Rangkaian Penguat Transistor

Rangkaian Penguat Transistor - 6 Rangkaian Penguat Transistor Missa Lamsani Hal 1 SAP Rangkaian penguat trasnsistor dalam bentuk ekuivalennya Perhitungan impedansi input, impedansi output, penguatan arus, penguatan tegangan dari rangkaian

Lebih terperinci

V. M O D U L A S I. Gbr.V-1: Tiga sinyal sinusoidal yang berbeda. Sinyal 1 Sinyal 3. sinyal 2 t

V. M O D U L A S I. Gbr.V-1: Tiga sinyal sinusoidal yang berbeda. Sinyal 1 Sinyal 3. sinyal 2 t V. M O D U L A S I Antena yang akan digunakan untuk memancarkan suatu sinyal haruslah memenuhi persyaratan, dimana ukurannya harus mendekati orde λ dari sinyal yang dimaksud. Jika yg akan dikirim adalah

Lebih terperinci

KOMUNIKASI DATA SAHARI. 5. Teknik Modulasi

KOMUNIKASI DATA SAHARI. 5. Teknik Modulasi KOMUNIKASI DATA SAHARI 5. Teknik Modulasi Dua jenis teknik modulasi 1. Teknik modulasi yang digunakan untuk merepresentasikan data digital pada saat transmisi melalui media analog. Misal : Pengiriman data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Inovasi di dalam teknologi telekomunikasi berkembang dengan cepat dan selaras dengan perkembangan karakteristik masyarakat modern yang memiliki mobilitas tinggi, mencari

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kardiawarman, Ph.D. Modul 7 Fisika Terapan 1

PENDAHULUAN. Kardiawarman, Ph.D. Modul 7 Fisika Terapan 1 PENDAHULUAN Di dalam modul ini Anda akan mempelajari Aplikasi Rangkaian Elektronika Dalam eknologi Audio Visual yang mencakup: teknik pemancar dan penerima audio, serta pemancar dan penerima audio-video.

Lebih terperinci

Sinyal pembawa berupa gelombang sinus dengan persamaan matematisnya:

Sinyal pembawa berupa gelombang sinus dengan persamaan matematisnya: Modulasi Amplitudo (Amplitude Modulation, AM) adalah proses menumpangkan sinyal informasi ke sinyal pembawa (carrier) dengan sedemikian rupa sehingga amplitudo gelombang pembawa berubah sesuai dengan perubahan

Lebih terperinci

BAB III PENGGUNAAN SAW FILTER SEBAGAI FILTER SINYAL IF

BAB III PENGGUNAAN SAW FILTER SEBAGAI FILTER SINYAL IF BAB III PENGGUNAAN SAW FILTER SEBAGAI FILTER SINYAL IF 3.1. Pendahuluan Fungsi SAW Filter sendiri dalam unit IF pada televisi adalah untuk memberikan bentuk respon sinyal IF yang dihasilkan dari tuner

Lebih terperinci

Modul 10 Modulator Pendahuluan

Modul 10 Modulator Pendahuluan Modul 10 Modulator 10.1 Pendahuluan Sistem komunikasi memerlukan rangkaian untuk mengkonversi frekuensi, modulasi dan pendeteksian informasi. Sinyal informasi yang akan diangkut dari pemancar ke penerima

Lebih terperinci

Pemancar dan Penerima FM

Pemancar dan Penerima FM Pemancar dan Penerima FM Budihardja Murtianta Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik Elektronika dan Komputer, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga budihardja.murtianta@staff.uksw.edu Ringkasan

Lebih terperinci

POLITEKNIK NEGERI JAKARTA

POLITEKNIK NEGERI JAKARTA LAPORAN PRAKTIKUM LABORATORIUM SISTEM TELEKOMUNIKASI SEMESTER III TH 206/207 JUDUL SINGLE SIDEBANDD-DOUBLE SIDEBAND (SSB-DSB) GRUP 2 3C PROGRAM STUDI TEKNIK TELEKOMUNIKASI JURUSAN TEKNIK ELEKTRO POLITEKNIK

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pendahuluan Perkembangan antenna saat ini semakin berkembang terutama untuk system komunikasi. Antenna adalah salah satu dari beberapa komponen yang paling kritis. Perancangan

Lebih terperinci

Modul Elektronika 2017

Modul Elektronika 2017 .. HSIL PEMELJRN MODUL I KONSEP DSR TRNSISTOR Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan karakteristik serta fungsi dari rangkaian dasar transistor..2. TUJUN agian ini memberikan informasi mengenai penerapan

Lebih terperinci

BAB 4 MODULASI DAN DEMODULASI. Mahasiswa mampu memahami, menjelaskan mengenai sistem modulasi-demodulasi

BAB 4 MODULASI DAN DEMODULASI. Mahasiswa mampu memahami, menjelaskan mengenai sistem modulasi-demodulasi BAB 4 MODULASI DAN DEMODULASI Kompetensi: Mahasiswa mampu memahami, menjelaskan mengenai sistem modulasi-demodulasi (modem). Mendesain dan merangkai contoh modulasi dengan perpaduan piranti elektronika

Lebih terperinci

Latihan Soal dan Pembahasan SOAL A

Latihan Soal dan Pembahasan SOAL A Latihan Soal dan Pembahasan SOAL A 1. Jelaskan jenis-jenis modulasi digital? 2. Apa keuntungan modulasi FM jika dibandingkan dengan modulasi AM? 3. Sebutkan interface mux SDH dan dapan menampung sinyal

Lebih terperinci

PEMANCAR&PENERIMA RADIO

PEMANCAR&PENERIMA RADIO PEMANCAR&PENERIMA RADIO Gelombang elektromagnetik gelombang yang dapat membawa pesan berupa sinyal gambar dan suara yang memiliki sifat, dapat mengarungi udara dengan kecepatan sangat tinggi sehingga gelombang

Lebih terperinci

DTG2F3. Sistem Komunikasi MODULASI ANALOG. By : Dwi Andi Nurmantris

DTG2F3. Sistem Komunikasi MODULASI ANALOG. By : Dwi Andi Nurmantris DTGF3 Sistem Komunikasi MODULASI ANALOG By : Dwi Andi Nurmantris Where We Are? OUTLINE MODULASI ANALOG 1. Penerapan Tranformasi Fourier dalam Sistem Komunikasi. Modulasi, Demodulasi, dan Kinerja Sistem

Lebih terperinci

Modul 6 PENGUAT DAYA. Program Studi D3 Teknik Telekomunikasi

Modul 6 PENGUAT DAYA. Program Studi D3 Teknik Telekomunikasi Modul 6 PT 212323 Elektronika Komunikasi PENGUAT DAYA Program Studi D3 Teknik Telekomunikasi Departemen Teknik Elektro - Sekolah Tinggi Teknologi Telkom Bandung 2007 LINEARITAS PENGUAT Karakteristik transfer

Lebih terperinci

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013 TUGAS AKHIR ANALISIS BANDWIDTH KANAL CATV MENGGUNAKAN MODULATOR TELEVES 5857 DAN ZINWEL C1000 Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1) pada Departemen

Lebih terperinci

Teknik Sistem Komunikasi 1 BAB I PENDAHULUAN

Teknik Sistem Komunikasi 1 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Model Sistem Komunikasi Sinyal listrik digunakan dalam sistem komunikasi karena relatif gampang dikontrol. Sistem komunikasi listrik ini mempekerjakan sinyal listrik untuk membawa

Lebih terperinci

LABORATORIUM SISTEM TELEKOMUNIKASI SEMESTER III TH 2015/2016

LABORATORIUM SISTEM TELEKOMUNIKASI SEMESTER III TH 2015/2016 LAPORAN PRAKTIKUM LABORATORIUM SISTEM TELEKOMUNIKASI SEMESTER III TH 2015/2016 JUDUL AMPITUDE SHIFT KEYING GRUP 4 3A PROGRAM STUDI TEKNIK TELEKOMUNIKASI JURUSAN TEKNIK ELEKTRO POLITEKNIK NEGERI JAKARTA

Lebih terperinci

MODULASI AM, DSB, SSB dan DEMODULASI AMPLITUDO

MODULASI AM, DSB, SSB dan DEMODULASI AMPLITUDO MODULASI AM, DSB, SSB dan DEMODULASI AMPLITUDO 1. Tujuan 1.1 Mahasiswa dapat mempelajari tentang modulasi amplitudo (AM, DSB dan SSB) 1.2 Mahasiswa dapat mempraktekkan modulasi amplitudo (AM, DSB dan SSB)

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN ALAT. Pada perancangan alat untuk sistem demodulasi yang dirancang, terdiri dari

BAB III PERANCANGAN ALAT. Pada perancangan alat untuk sistem demodulasi yang dirancang, terdiri dari BAB III PERANCANGAN ALAT Pada perancangan alat untuk sistem demodulasi yang dirancang, terdiri dari beberapa perangkat keras (Hardware) yang akan dibentuk menjadi satu rangkaian pemodulasi sinyal digital

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Dasar teori yang mendukung untuk tugas akhir ini adalah teori tentang device atau

BAB II DASAR TEORI. Dasar teori yang mendukung untuk tugas akhir ini adalah teori tentang device atau 7 BAB II DASAR TEORI Dasar teori yang mendukung untuk tugas akhir ini adalah teori tentang device atau komponen yang digunakan, antara lain teori tentang: 1. Sistem Monitoring Ruangan 2. Modulasi Digital

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Penguat RF Penguat RF (Radio Frekuensi) adalah perangkat yang berfungsi memperkuat sinyal frekuensi tinggi (RF) dan diterima oleh antena untuk dipancarkan. Penguat

Lebih terperinci

MODUL 05 TRANSISTOR SEBAGAI PENGUAT

MODUL 05 TRANSISTOR SEBAGAI PENGUAT P R O G R A M S T U D I F I S I K A F M I P A I T B LABORATORIUM ELEKTRONIKA DAN INSTRUMENTASI MODUL TRANSISTOR SEBAGAI PENGUAT TUJUAN Mengetahui karakteristik penguat berkonfigurasi Common Emitter Mengetahui

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas mengenai teori teori yang mendasari perancangan dan perealisasian inductive wireless charger untuk telepon seluler. Teori-teori yang digunakan dalam skripsi

Lebih terperinci

POLITEKNIK NEGERI JAKARTA

POLITEKNIK NEGERI JAKARTA LAPORAN PRAKTIKUM LABORATORIUM SISTEM TELEKOMUNIKASI SEMESTER III TH 2012/2013 JUDUL ( FSK) FREQUENCY SHIFT KEYING GRUP 1 TELKOM 3D PROGRAM STUDI TEKNIK TELEKOMUNIKASI JURUSAN TEKNIK ELEKTRO POLITEKNIK

Lebih terperinci

Penguat Kelas B Komplementer Tanpa Trafo Keluaran

Penguat Kelas B Komplementer Tanpa Trafo Keluaran Penguat Kelas B Komplementer Tanpa Trafo Keluaran 1. Tujuan : 1 Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami operasi dari rangkaian penguat kelas B komplementer. 2 Mahasiswa dapat menerapkan teknik pembiasan

Lebih terperinci

Telekomunikasi Radio. Syah Alam, M.T Teknik Elektro STTI Jakarta

Telekomunikasi Radio. Syah Alam, M.T Teknik Elektro STTI Jakarta Telekomunikasi Radio Syah Alam, M.T Teknik Elektro STTI Jakarta Telekomunikasi Radio Merupakan suatu bentuk komunikasi modern yang memanfaatkan gelombang radio sebagai sarana untuk membawa suatu pesan

Lebih terperinci

Menyebutkan prinsip umum sinyal bicara dan musik Mengetahui Distorsi Mengetahui tentang tranmisi informasi Mengetahui tentang kapasitas kanal

Menyebutkan prinsip umum sinyal bicara dan musik Mengetahui Distorsi Mengetahui tentang tranmisi informasi Mengetahui tentang kapasitas kanal Menyebutkan prinsip umum sinyal bicara dan musik Mengetahui Distorsi Mengetahui tentang tranmisi informasi Mengetahui tentang kapasitas kanal dua macam sumber informasi, yaitu ide-ide yang bersumber dari

Lebih terperinci

PENGUAT-PENGUAT EMITER SEKUTU

PENGUAT-PENGUAT EMITER SEKUTU PENGUAT-PENGUAT EMITER SEKUTU 1. KAPASITOR PENGGANDENG DAN KAPASITOR PINTAS (Coupling And Bypass Capasitors) Sebuah kapasitor penggandeng melewatkan sinyal AC dari satu titik ke titik lain. Misalnya pada

Lebih terperinci

Filter Orde Satu & Filter Orde Dua

Filter Orde Satu & Filter Orde Dua Filter Orde Satu & Filter Orde Dua Asep Najmurrokhman Jurusan eknik Elektro Universitas Jenderal Achmad Yani 8 November 3 EI333 Perancangan Filter Analog Pendahuluan Filter orde satu dan dua adalah bentuk

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN DAN REALISASI

BAB 3 PERANCANGAN DAN REALISASI ABSTRAK Transceiver (transmitter receiver) tidak hanya digunakan untuk komunikasi suara saja tetapi dapat digunakan untuk komunikasi data dengan menggunakan sebuah modem. Untuk komunikasi jarak jauh biasa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka Aplikasi modulator video telah direalisasikan sebelumnya oleh tim TV Kampus Politeknik Negeri Bandung yang diaplikasikan sebagai sarana penyampaian informasi

Lebih terperinci

BAB II SISTEM KOMUNIKASI

BAB II SISTEM KOMUNIKASI BAB II SISTEM KOMUNIKASI 2.1 Sistem Komunikasi Digital Dalam mentransmisikan data dari sumber ke tujuan, satu hal yang harus dihubungkan dengan sifat data, arti fisik yang hakiki di pergunakan untuk menyebarkan

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN : TEKNOLOGI INDUSTRI / TEKNIK ELEKTRO. Jakarta, Februari Menyetujui dan Mengesahkan, Pembimbing. ( DR. Ing.

LEMBAR PENGESAHAN : TEKNOLOGI INDUSTRI / TEKNIK ELEKTRO. Jakarta, Februari Menyetujui dan Mengesahkan, Pembimbing. ( DR. Ing. LEMBAR PENGESAHAN Judul Tugas Akhir : Rangkaian Audio TV Konverter NIM : 01498 023 Fakultas/Jurusan Peminatan : TEKNOLOGI INDUSTRI / TEKNIK ELEKTRO : Telekomunikasi Jakarta, Februari 2006 Menyetujui dan

Lebih terperinci

Modulasi adalah proses modifikasi sinyal carrier terhadap sinyal input Sinyal informasi (suara, gambar, data), agar dapat dikirim ke tempat lain, siny

Modulasi adalah proses modifikasi sinyal carrier terhadap sinyal input Sinyal informasi (suara, gambar, data), agar dapat dikirim ke tempat lain, siny Modulasi Modulasi adalah proses modifikasi sinyal carrier terhadap sinyal input Sinyal informasi (suara, gambar, data), agar dapat dikirim ke tempat lain, sinyal tersebut harus ditumpangkan pada sinyal

Lebih terperinci

BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISIS

BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISIS BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISIS Untuk mengetahui apakah hasil rancangan yang dibuat sudah bekerja sesuai dengan fungsinya atau tidak, perlu dilakukan beberapa pengukuran pada beberapa test point yang dianggap

Lebih terperinci

POLITEKNIK NEGERI JAKARTA

POLITEKNIK NEGERI JAKARTA LAPORAN PRAKTIKUM LABORATORIUM SISTEM TELEKOMUNIKASI SEMESTER III TH 2014/2015 JUDUL SSB-DSB GRUP 2 3D PROGRAM STUDI TEKNIK TELEKOMUNIKASI JURUSAN TEKNIK ELEKTRO POLITEKNIK NEGERI JAKARTA 2014 1 PEMBUAT

Lebih terperinci

PERCOBAAN 4 RANGKAIAN PENGUAT KLAS A COMMON EMITTER

PERCOBAAN 4 RANGKAIAN PENGUAT KLAS A COMMON EMITTER PERCOBAAN 4 RANGKAIAN PENGUAT KLAS A COMMON EMITTER 4.1 Tujuan dan Latar Belakang Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mendemonstrasikan cara kerja dari Power Amplifier kelas A common-emitter. Amplifier

Lebih terperinci

Noise. Lohman Liyanto Untoro

Noise. Lohman Liyanto Untoro Noise Lohman Liyanto Untoro 5103013004 Pokok Bahasan Pendahuluan db dalam komunikasi Noise Perancangan dan Perhitungan Noise Pendahuluan Fungsi sistem telekomunikasi: mengirim informasi dari satu titik

Lebih terperinci

Bias dalam Transistor BJT

Bias dalam Transistor BJT ias dalam Transistor JT Analisis atau disain terhadap suatu penguat transistor memerlukan informasi mengenai respon sistem baik dalam mode AC maupun DC. Kedua mode tersebut bisa dianalisa secara terpisah.

Lebih terperinci

BAB VF, Penguat Daya BAB VF PENGUAT DAYA

BAB VF, Penguat Daya BAB VF PENGUAT DAYA Hal:33 BAB F PENGUAT DAYA Dalam elektronika banyak sekali dijumpai jenis penguat, pengelompokkan dapat berdasarkan: 1. rentang frekuensi operasi, a. gelombang lebar (seperti: penguat audio, video, rf dll)

Lebih terperinci

BAB II Transistor Bipolar

BAB II Transistor Bipolar BAB II Transistor Bipolar 2.1. Pendahuluan Pada tahun 1951, William Schockley menemukan transistor sambungan pertama, komponen semikonduktor yang dapat menguatkan sinyal elektronik seperti sinyal radio

Lebih terperinci

Penguat Kelas A dengan Transistor BC337

Penguat Kelas A dengan Transistor BC337 LAPORAN HASIL PRAKTIKUM Penguat Kelas A dengan Transistor BC337 ELEKTRONIKA II Dosen: Dr.M.Sukardjo Kelompok 7 Abdul Goffar Al Mubarok (5215134375) Egi Destriana (5215131350) Haironi Rachmawati (5215136243)

Lebih terperinci

RANGKAIAN PENYESUAI IMPEDANSI. Oleh: Team Dosen Elkom

RANGKAIAN PENYESUAI IMPEDANSI. Oleh: Team Dosen Elkom RANGKAIAN PENYESUAI IMPEDANSI Oleh: Team Dosen Elkom 1 Fungsi : Digunakan untuk menghasilkan impendansi yang tampak sama dari impedansi beban maupun impedansi sumber agar terjadi transfer daya maksimum.

Lebih terperinci

TEE 843 Sistem Telekomunikasi. 7. Modulasi. Muhammad Daud Nurdin Jurusan Teknik Elektro FT-Unimal Lhokseumawe, 2016

TEE 843 Sistem Telekomunikasi. 7. Modulasi. Muhammad Daud Nurdin Jurusan Teknik Elektro FT-Unimal Lhokseumawe, 2016 TEE 843 Sistem Telekomunikasi 7. Modulasi Muhammad Daud Nurdin syechdaud@yahoo.com Jurusan Teknik Elektro FT-Unimal Lhokseumawe, 2016 Modulasi Prinsip Dasar Modulasi Modulasi Gelombang Kontinu Modulasi

Lebih terperinci

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN RANGKAIAN

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN RANGKAIAN BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN RANGKAIAN 3.1. Blok Diagram Sistem Untuk mempermudah penjelasan dan cara kerja alat ini, maka dibuat blok diagram. Masing-masing blok diagram akan dijelaskan lebih rinci

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN DAN REALISASI. Blok diagram carrier recovery dengan metode costas loop yang

BAB III PERANCANGAN DAN REALISASI. Blok diagram carrier recovery dengan metode costas loop yang BAB III PERANCANGAN DAN REALISASI 3.1 Perancangan Alat Blok diagram carrier recovery dengan metode costas loop yang direncanakan diperlihatkan pada Gambar 3.1. Sinyal masukan carrier recovery yang berasal

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL POS DAN TELEKOMUNIKASI NOMOR : 169 /DIRJEN/2002 T E N T A N G

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL POS DAN TELEKOMUNIKASI NOMOR : 169 /DIRJEN/2002 T E N T A N G KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL POS DAN TELEKOMUNIKASI NOMOR : 169 /DIRJEN/2002 T E N T A N G PERSYARATAN TEKNIS ALAT DAN PERANGKAT TELEVISI SIARAN SISTEM ANALOG DIREKTUR JENDERAL POS DAN TELEKOMUNIKASI Menimbang

Lebih terperinci

Transistor Bipolar BJT Bipolar Junction Transistor

Transistor Bipolar BJT Bipolar Junction Transistor - 3 Transistor Bipolar BJT Bipolar Junction Transistor Missa Lamsani Hal 1 SAP bentuk fisik transistor NPN dan PNP injeksi mayoritas dari emiter, lebar daerah base, rekomendasi hole-elektron, efisiensi

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1. Receiver [1]

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1. Receiver [1] BAB II DASAR TEORI 2.1. Receiver Penerima (Receiver) adalah sebuah alat yang menerima pancaran sinyal termodulasi dari pemancar (transmitter) dan mengubah sinyal tersebut kembali menjadi sinyal informasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu adalah penelitian yang mencoba membuat alat komunikasi bawah air dengan cara mengirimkan bit yang di tandai oleh nyala lampu yang berbasis

Lebih terperinci

MODULATOR DAN DEMODULATOR. FSK (Frequency Shift Keying) Budihardja Murtianta

MODULATOR DAN DEMODULATOR. FSK (Frequency Shift Keying) Budihardja Murtianta MODULATOR DAN DEMODULATOR FSK (Frequency Shift Keying) Budihardja Murtianta Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik UKSW Jalan Diponegoro 52-60, Salatiga 50711 Email: budihardja@yahoo.com Intisari

Lebih terperinci

PENGUAT EMITOR BERSAMA (COMMON EMITTER AMPLIFIER) ( Oleh : Sumarna, Lab-Elins Jurdik Fisika FMIPA UNY )

PENGUAT EMITOR BERSAMA (COMMON EMITTER AMPLIFIER) ( Oleh : Sumarna, Lab-Elins Jurdik Fisika FMIPA UNY ) PERCOBAAN PENGUAT EMITOR BERSAMA (COMMON EMITTER AMPLIFIER) ( Oleh : Sumarna, Lab-Elins Jurdik Fisika FMIPA UNY ) E-mail : sumarna@uny.ac.id PENGANTAR Konfigurasi penguat tegangan yang paling banyak digunakan

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN DAN REALISASI SISTEM. Dalam tugas akhir ini dirancang sebuah modulator BPSK dengan bit rate

BAB III PERANCANGAN DAN REALISASI SISTEM. Dalam tugas akhir ini dirancang sebuah modulator BPSK dengan bit rate BAB III PERANCANGAN DAN REALISASI SISTEM 3.1 Gambaran Umum Dalam tugas akhir ini dirancang sebuah modulator BPSK dengan bit rate 64 Kbps untuk melakukan proses modulasi terhadap sinyal data digital. Dalam

Lebih terperinci

Modulasi Analog. Alfin hikmaturokhman.,st.,mt S1 TEKNIK TELEKOMUNIKASI SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELEMATIKA TELKOM PURWOKERTO 2015

Modulasi Analog. Alfin hikmaturokhman.,st.,mt S1 TEKNIK TELEKOMUNIKASI SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELEMATIKA TELKOM PURWOKERTO 2015 Modulasi Analog Alfin hikmaturokhman.,st.,mt S1 TEKNIK TELEKOMUNIKASI SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELEMATIKA TELKOM PURWOKERTO 2015 Beberapa Pengertian Agar komunikasi pada jarak jauh tercapai secara efektif

Lebih terperinci

LEMBAR PERNYATAAN. : Teknologi Industri/Teknik Elektro. : Pemancar dan Penerima Radio Amplitido Modulation (AM) Pada Frekuensi 5 MHz

LEMBAR PERNYATAAN. : Teknologi Industri/Teknik Elektro. : Pemancar dan Penerima Radio Amplitido Modulation (AM) Pada Frekuensi 5 MHz LEMBAR PERNYATAAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Iman Ramdhan Nim : 01400 046 Fakultas/Jurusan Peminatan Judul Tugas Akhir : Teknologi Industri/Teknik Elektro : Teknik Telekomunikasi :

Lebih terperinci

BAB V PENGUJIAN DAN ANALISIS

BAB V PENGUJIAN DAN ANALISIS BAB V PENGUJIAN DAN ANALISIS Untuk mengetahui apakah hasil rancangan yang dibuat sudah bekerja sesuai dengan fungsinya atau tidak, perlu dilakukan pengujian dan beberapa pengukuran pada beberapa test point

Lebih terperinci

( s p 1 )( s p 2 )... s p n ( )

( s p 1 )( s p 2 )... s p n ( ) Respons Frekuensi Analisis Domain Frekuensi Bentuk fungsi transfer: polinomial bentuk sum/jumlah Kuliah 5 T( s) = a m s m a m s m... a 0 s n b n s n... b 0 Bentuk fungsi transfer: polinomial product/perkalian

Lebih terperinci

PRINSIP KERJA TRANSCEIVER Oleh : Sunarto YBØUSJ

PRINSIP KERJA TRANSCEIVER Oleh : Sunarto YBØUSJ PRINSIP KERJA TRANSCEIVER Oleh : Sunarto YBØUSJ UMUM Radio communication transceiver adalah pesawat pemancar radio sekaligus berfungsi ganda sebagai pesawat penerima radio yang digunakan untuk keperluan

Lebih terperinci

POLITEKNIK NEGERI JAKARTA

POLITEKNIK NEGERI JAKARTA LAPORAN PRAKTIKUM LABORATORIUM KOMUNIKASI RADIO SEMESTER V TH 2013/2014 JUDUL REJECTION BAND AMPLIFIER GRUP 06 5B PROGRAM STUDI TEKNIK TELEKOMUNIKASI JURUSAN TEKNIK ELEKTRO POLITEKNIK NEGERI JAKARTA PEMBUAT

Lebih terperinci

Gambar 1 Tegangan bias pada transistor BJT jenis PNP

Gambar 1 Tegangan bias pada transistor BJT jenis PNP KEGIATAN BELAJAR 2 Percobaan 1 A. Tujuan a. Mahasiswa diharapkan dapat memahami karakteristik switching dari BJT b. Mahasiswa diharapkan dapat menggambarkan kurva karakteristik v-i masukan dan keluaran

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada dua tempat yaitu di Laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada dua tempat yaitu di Laboratorium 45 BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan pada dua tempat yaitu di Laboratorium Pemodelan Fisika untuk perancangan perangkat lunak (software) program analisis

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1.(a). Blok Diagram Kelas D dengan Dua Aras Keluaran. (b). Blok Diagram Kelas D dengan Tiga Aras Keluaran.

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1.(a). Blok Diagram Kelas D dengan Dua Aras Keluaran. (b). Blok Diagram Kelas D dengan Tiga Aras Keluaran. BAB II DASAR TEORI Dalam bab dua ini penulis akan menjelaskan teori teori penunjang utama dalam merancang penguat audio kelas D tanpa tapis LC pada bagian keluaran menerapkan modulasi dengan tiga aras

Lebih terperinci

Quadrature Amplitudo Modulation-16 Sigit Kusmaryanto,

Quadrature Amplitudo Modulation-16 Sigit Kusmaryanto, Quadrature Amplitudo Modulation-16 Sigit Kusmaryanto, http://sigitkus@ub.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat, kebutuhan

Lebih terperinci

MULTIPLEXING. Frequency-division Multiplexing (FDM)

MULTIPLEXING. Frequency-division Multiplexing (FDM) MULTIPLEXING Multiplexing merupakan rangkaian yang memiliki banyak input tetapi hanya 1 output dan dengan menggunakan sinyal-sinyal kendali, kita dapat mengatur penyaluran input tertentu kepada outputnya,

Lebih terperinci

Elektronika Telekomunikasi Modul 2

Elektronika Telekomunikasi Modul 2 Elektronika Telekomunikasi Modul 2 RANGKAIAN PENYESUAI IMPEDANSI (Impedance Matching Circuit) Prodi D3 Teknik Telekomunikasi Yuyun Siti Rohmah, MT Fungsi : Digunakan untuk menghasilkan impendansi yang

Lebih terperinci