Deteksi Antibodi terhadap Virus Japanese Encephalitis pada Ternak Babi Di Wilayah Jembrana dan Klungkung

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Deteksi Antibodi terhadap Virus Japanese Encephalitis pada Ternak Babi Di Wilayah Jembrana dan Klungkung"

Transkripsi

1 Deteksi Antibodi terhadap Virus Japanese Encephalitis pada Ternak Babi Di Wilayah Jembrana dan Klungkung Made bagus andryan quentinus kumara 1, Anak agung ayu mirah adi 2, I gusti ngurah kade mahardika 1 1 Lab Biomedik dan Biologi Molekuler Hewan, 2 Lab. Patologi Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana. Jl. P. B. Sudirman Denpasar Bali tlp, andryanquentinus@yahoo.com ABSTRAK Penyakit Japanese Encephalitis (JE) endemik pada manusia di Pulau Bali. Hal ini ditunjang karena adanya faktor resiko terjadinya penyakit JE, seperti lahan persawahan yang ditanami sepanjang tahun yang menyediakan tempat perkembangbiakan bagi nyamuk C. tritaeniorhynchus dan banyaknya jumlah ternak babi di Pulau Bali. Seroprevalensi penyakit JE pada ternak babi di beberapa wilayah di Pulau Bali sudah dilaporkan, kecuali dari Jembrana dan Klungkung. Untuk mengetahui seroprevalensi penyakit JE di kedua wilayah tersebut dilakukan pengambilan serum dengan metode purposive sampling, pada ternak babi yang dikandangkan tidak jauh dari lahan persawahan. Jumlah sampel yang dikumpulkan di Jembrana dan Klungkung adalah masing-masing 37 dan 24 sampel. Sampel diuji dengan ELISA tidak langsung. Tingkat seroprevalensi masing-masing wilayah tersebut kemudian dibandingkan satu sama lain dengan menggunakan uji analisa data non-parametrik Chi Square (X 2 ) dan menunjukan hasil seroprevalensi wilayah Klungkung yang lebih tinggi (100%) dibandingkan dengan wilayah Jembrana (81,1%). Hasil perbandingan seroprevalensi antara kedua wilayah menunjukan hasil yang berbeda nyata (P<0.05). Untuk mencegah perluasan infeksi JE diperlukan adanya vaksinasi pada ternak babi. Kata kunci : JE, seroprevalensi, babi, Jembrana, Klungkung 76

2 PENDAHULUAN Japanese B Encephalitis (JE) merupakan penyakit ensefalitis yang disebabkan oleh arbovirus dari family Flaviviridae, genus Flavivirus yang menyebabkan kasus ensefalitis pada anak-anak di wilayah Asia (OIE, 2009; Plotkin dan Orenstein, 2004). JE ditularkan dari hewan ke manusia melalui gigitan nyamuk (Halstead dan Jacobson, 2003). Penyakit ini endemik di wilayah pedesaan, khususnya tempat dimana terdapat lahan persawahan dan ternak babi (Liu et al., 2010). Lahan persawahan berperan penting dalam siklus hidup vektor penyebar penyakit JE ini, yaitu nyamuk Culex tritaeniorhynchus. Nyamuk ini berkembangbiak dengan baik di tempat itu. Sedangkan ternak babi berperan sebagai sumber virus JE. Sehingga adanya lahan persawahan dan ternak babi merupakan dua faktor resiko utama terjadinya siklus penyakit JE pada suatu tempat apabila ditunjang dengan keberadaan vektor nyamuk C. tritaeniorhynchus (Liu et al., 2010). Siklus penyakit JE akan terjadi apabila babi yang mengalami viremia akibat infeksi JE tergigit oleh nyamuk C. tritaeniorhynchus dan nyamuk tersebut menggigit ternak babi lainnya, sehingga ternak babi lain menjadi terinfeksi virus JE. Dalam tubuh ternak babi, virus akan mengalami replikasi tanpa menimbulkan gejala klinis. Dalam hal ini ternak babi disebut sebagai amplifying host (William, 2001). Dalam waktu 3 hari ternak babi akan mengalami viremia. Selama mengalami viremia, ternak babi dapat tergigit oleh nyamuk C. tritaeniorhynchus lain sehingga nyamuk tersebut akan membawa virus JE di dalam tubuhnya dan menyebarkannya ke ternak babi lainnya dan manusia. Manusia akan terinfeksi virus JE apabila tergigit oleh nyamuk yang membawa virus JE tersebut. Pada penyakit JE, manusia merupakan dead-end host dan dapat menyebabkan ensefalitis (Lubis, 1990 ; OIE, 2009) Dengan mempertimbangkan hal itu, maka Pulau Bali merupakan suatu tempat yang menarik untuk penelitian penyakit JE baik pada manusia dan juga pada ternak babi, dimana ternak babi berperan sebagai indikator infeksi penyakit JE pada suatu wilayah (Santhia et al., 2003). Deteksi antibodi terhadap virus JE menggunakan teknik Indirect ELISA pada prinsipnya adalah antigen diikatkan pada fase padat (mikroplate) lalu ditambahkan serum uji yang mengandung antibodi. Setelah bagian yang tak terikat dibuang dan dicuci, dilakukan penambahan antibodi tertentu yang dilabel dengan enzim. Aktifitas enzim dari ikatan tersebut 77

3 ditentukan dengan menambahkan substrat. Aktifitas dari enzim yang terikat berbanding lurus dengan kadar antibodi yang terdapat dalam bahan pemeriksaan (Handojo, 2003). Penelitian penyakit JE pada ternak babi juga telah dilaporkan di beberapa daerah di Pulau Bali, namun belum ada yang menyatakan bahwa ternak babi di seluruh daerah di Pulau Bali positif terinfeksi JE. Daerah dengan ternak babi yang pernah dilaporkan positif JE antara lain Badung dengan 80% ternak babi terinfeksi JE, Bangli 64% ternak babi terinfeksi JE (Lubis, 1983), Mengwi-Badung 49% ternak babi terinfeksi JE (Yamanaka et al., 2010), dan Denpasar dengan 90% ternak babi sentinel terinfeksi JE (Santhia et al., 2003). Daerah Badung, Denpasar merupakan daerah Pulau Bali bagian selatan, sedangkan Bangli merupakan daerah Pulau Bali bagian tengah. Dari semua tempat tersebut belum ada laporan yang mewakili kejadian infeksi penyakit JE pada ternak babi di daerah Pulau Bali yang lain, seperti wilayah Jembrana dan Klungkung. Oleh karena itu, penelitian mengenai seroprevalensi penyakit JE pada ternak babi di wilayah Jembrana dan Klungkung, Provinsi Bali dilaksanakan. Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan : Bagaimana seroprevalensi antibodi penyakit JE di wilayah Jembrana dan Klungkung? Tujuan penelitian untuk mengetahui adanya perbedaan seroprevalensi antibodi penyakit JE antara wilayah Jembrana dan Klungkung. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai ada atau tidaknya infeksi penyakit JE pada ternak babi di wilayah Jembrana dan Klungkung, Provinsi Bali, sehingga dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan lebih lanjut untuk dilaksanakannya vaksinasi terhadap penyakit JE pada ternak babi guna mencegah penularan penyakit JE ke manusia. METODE PENELITIAN Bahan-bahan yang digunakan diantaranya adalah sampel serum ternak babi yang didapatkan di Desa Kaliakah, Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana sebanyak 37 sampel, dan sebanyak 24 sampel yang diperoleh dari Dusun Umasalakan, Desa Takmung, Kecamatan Banjarangkan, Kabupaten Klungkung, Larutan penyangga Phospate Buffer Saline (PBS) ph 9,6, Blocking solution (susu skim 3 % dalam PBS), ELISA Washing Buffer (0,01 % Triton - X dalam PBS), stop solution (H 2 SO 4 1 N), vaksin virus JE inaktif yang telah dipurifikasi 78

4 (strain Beijing, produksi Kaketsuken-Japan), Conjugate goat antibody antipig IgG-HRP (Horse- Radish Peroxidase) produksi KPL, substrate solution TMB Microwell Peroxidase produksi KPL, dan 2 jenis serum babi, yaitu yang negatif mengandung antibodi JE dan positif terinfeksi JE (serum babi Guma-Japan). Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya yaitu hypodermic needle 21G 16 mm, Eppendorf tube, Tabung reaksi, single micropippete, multy micropippete, micro sentrifuge machine, freezer, microplate ELISA, gelas kaca, magnetic stirrer, falcon tube, reserver, incubator, tissue, ember, ELISA plate reader (Multiscan Spectrofotometer), aluminium foil, dan alat tulis. Sampling dan Interpretasi Hasil Penelitian Percobaan ini dilakukan dengan cara mengambil sampel darah ternak babi yang dikandangkan di dekat wilayah persawahan dengan metode purposive sampling dari Desa Kaliakah, Jembrana dan Desa Takmung, Klungkung. Darah diambil sebanyak ±0,5 cc, ditempatkan pada Eppendorf tube, dan kemudian diendapkan hingga diperoleh serumnya. Penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan, dimana dalam pelaksanaannya terdiri dari 2 tahap, yaitu tahap penyiapan serum dan tahap pengujian. Dalam penelitian ini data yang didapatkan berupa nilai hasil pembacaan mesin ELISA Plate Reader yang dinyatakan dengan nilai OD (Optical Density) atau OD Value. Hasil pembacaan mesin ELISA Plate Reader terhadap serum kontrol negatif dijumlahkan dan dirataratakan, sehingga didapatkan nilai cut off. Suatu serum dikatakan positif mengandung antibodi terhadap infeksi JE apabila nilai hasil bacaan mesin ELISA Plate Reader berada di atas nilai cut off. Serum dikatakan negatif mengandung antibodi terhadap infeksi JE apabila nilai hasil bacaan mesin ELISA Plate Reader berada di bawah nilai cut off. Dari penentuan nilai tersebut diperoleh jumlah sampel yang dianggap positif dan negatif mengandung antibodi terhadap infeksi JE. Pengambilan sampel darah dilakukan di Desa Kaliakah, Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana, dan Dusun Umasalakan, Desa Takmung, Kecamatan Banjarangkan, Kabupaten Klungkung, Provinsi Bali. Sedangkan penyiapan serum dan uji ELISA dilakukan di Laboratorium Biomedik dan Biologi Molekuler Hewan FKH UNUD, Denpasar pada bulan Oktober

5 HASIL DAN PEMBAHASAN Setelah serum sampel diuji dengan menggunakan uji ELISA, sejumlah sampel ternak babi dinyatakan positif terinfeksi JE, yang ditandai dengan adanya antibodi terhadap penyakit tersebut. Penentuan sampel serum positif dan negatif dilakukan dengan membandingkan nilai rataan OD kontrol negatif dengan nilai OD serum yang diuji. Namun dalam pelaksanaannya, keseluruhan sampel dari kedua wilayah menghasilkan nilai OD yang positif jika dibandingkan langsung dengan nilai rataan kontrol negatif (Seroprevalensi infeksi JE 100% pada masingmasing wilayah). Nilai positif yang didapatkan dari uji ELISA ini sangatlah bervariasi, sehingga untuk mendapatkan spesifisitas yang lebih baik, rataan nilai OD kontrol negatif ditambahkan dengan 5 kali standar deviasi (standar Universitas Tokyo) guna untuk meminimalisir penyimpangan data yang diperoleh dari uji ELISA tersebut. Dengan melakukan uji yang sama pada 2 microplate ELISA yang dibedakan berdasarkan wilayah, nilai cut off pada masing-masing microplate ELISA diperoleh untuk membandingkan nilai OD sampel yang didapatkan dari wilayah Jembrana dan Klungkung. Serum asal Jembrana yang memiliki nilai rataan kontrol negatif sebesar 0,071 dan nilai standar deviasi sebesar 0,022, memiliki nilai cut off sebesar 0,180. Serum asal Klungkung yang memiliki nilai rataan kontrol negatif sebesar 0,069 dan nilai standar deviasi 0,008, memiliki nilai cut off sebesar 0,110. Dari hasil perbandingan dengan nilai cut off tersebut dapat diketahui bahwa seroprevalensi infeksi penyakit JE pada wilayah Jembrana sebesar 81,1 %, dimana terdapat 7 serum yang dianggap negatif dari total 37 sampel (Tabel 4.1). Serum yang diperoleh dari wilayah Klungkung menunjukan 24 sampel serum positif dari total 24 serum (seroprevalensi 100%). Dari keseluruhan sampel (n= 61) didapatkan serum positif sebesar 88,5% dan 7 sampel yang lainya dinyatakan sebagai serum negatif antibodi JE. Sebaran nilai OD dari kedua wilayah ditampilkan pada gambar berikut. 80

6 Nilai OD Indonesia Medicus Veterinus (1) : ,375 2,25 2, ,875 1,75 1,625 1,5 1,375 1,25 1, ,875 0,75 0,625 0,5 0,375 0,25 0, Nomor Urut Sampel Klungkung Jembrana --- Nilai Cut Off Jembrana --- Nilai Cut Off Klungkung Grafik Sebaran Nilai OD Sampel Serum Ternak Babi di Wilayah Jembrana dan Klungkung (n=61) Perbandingan seroprevalensi antar wilayah Jembrana dan Klungkung dibandingkan dengan menggunakan program SPSS for windows versi 13.0 dan didapatkan kesimpulan bahwa seroprevalensi antibodi terhadap virus JE antara wilayah Jembrana dan klungkung berbeda nyata (P<0,05). 81

7 Tabel Perbandingan Seroprevalensi Antibodi JE Ternak Babi di Wilayah Jembrana dan Klungkung Ternak Babi POSITIF (%) NEGATIF (%) JUMLAH (%) P Jembrana (81,1 %) (18,9 %) (100 %) 0,036* Klungkung 24 (100 %) 0 (0 %) 24 (100 %) Total Prevalensi 54 (88,5 %) 7 (11.5 %) Keterangan: * = berbeda nyata (P<0,05) 61 (100%) Wilayah Jembrana, yang memiliki populasi ternak babi sebanyak ekor dengan luas wilayah persawahan seluas ha, dan wilayah Klungkung yang memiliki jumlah ternak babi sebesar ekor dan luas wilayah persawahan seluas ha (Badan Pusat Statistik Provinsi Bali, 2010), memberikan akses yang sangat baik bagi nyamuk C. tritaeniorhynchus untuk menyebarkan infeksi JE di kedua wilayah tersebut. Berdasarkan hal itu, dalam penelitian ini sampel diambil menggunakan teknik purposive sampling, dimana sampel diperoleh dari ternak babi yang dipelihara berdekatan dengan lahan persawahan. Dari wilayah Jembrana diperoleh sampel darah ternak babi sebanyak 37 sampel, sedangkan dari wilayah Klungkung didapatkan 24 sampel. Sampling ditujukan untuk mengetahui seroprevalensi antibodi terhadap virus JE pada masing-masing wilayah dan untuk mengetahui ada-tidaknya perbedaan seroprevalensi diantara kedua wilayah tersebut. Pengolahan data untuk mengetahui perbedaan seroprevalensi diantara wilayah Jembrana dan Klungkung menggunakan uji Chi square atau uji X 2, sehingga adanya perbedaan jumlah sampel dapat diabaikan. Dari total 61 sampel yang diperoleh dari kedua wilayah, didapatkan angka positif sebesar 88.5% dan 7 sampel lainnya dianggap sebagai serum negatif antibodi JE. Angka tersebut membuktikan keberadaan infeksi penyakit JE yang sangat besar di wilayah Jembrana dan Klungkung. Apabila ditinjau dari masing-masing wilayah, ternak babi di wilayah Jembrana dan Klungkung memiliki potensi penyebaran penyakit JE ke manusia. Hal ini tampak pada 82

8 persentase jumlah sampel positif antibodi JE, yang masing-masing wilayah sebesar 81.1% dan 100% untuk Jembrana dan Klungkung berturut-turut dan didukung dengan adanya vektor nyamuk C. tritaeniorhynchus yang terdapat dalam jumlah banyak di Pulau Bali (Liu, et al.,2010). Tingginya angka seroprevalensi penyakit JE pada ternak babi di wilayah Jembrana dan Klungkung menunjukan tingginya infeksi alami ternak babi terhadap penyakit ini. Hal ini dikarenakan tidak diterapkan vaksinasi terhadap Penyakit JE pada ternak babi dan manusia di Pulau Bali, dan juga di Indonesia. Sehingga infeksi JE di wilayah Jembrana dan Klungkung selain merugikan peternak babi juga berisiko menjadi penyakit zoonosis. Untuk menghindari infeksi JE yang lebih luas maka pemutusan rantai siklus penyakit JE diperlukan. Beberapa cara untuk memutus siklus penyakit JE yaitu dengan vaksinasi baik pada ternak babi dan manusia, dan modifikasi pada sistem penanaman padi (Mogi, 1993), serta peningkatan biosecurity peternakan babi. SIMPULAN Terdapat perbedaan seroprevalensi antibodi terhadap penyakit JE yang nyata antara wilayah Jembrana dan Klungkung, dimana seroprevalensi antibodi terhadap penyakit JE di wilayah Klungkung (100%) lebih tinggi dari pada wilayah Jembrana (81,1 %). SARAN Disarankan untuk diadakan penelitian lebih lanjut tentang infeksi JE pada wilayah Jembrana dan Klungkung, mengingat masih ada beberapa faktor yang belum dapat terungkap mengenai kaitannya dengan seroprevalensi penyakit JE pada ternak babi di suatu wilayah, seperti ras ternak, umur ternak, adanya penggunaan herbisida pada lahan persawahan, adanya kegiatan fogging, keberadaan spesies vektor, sumber infeksi lain, dan keadaan lingkungan (temperatur, kelembaban, dan curah hujan pertahun) terhadap keberadaan vektor. penelitian ini. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih penulis ucapkan kepada Kashun Taniguchi yang telah bekerjasama dalam 83

9 DAFTAR PUSTAKA Halstead SB, Jacobson J. Japanese encephalitis. Advances in Virus Research 2003; 61: Handojo, I Pengantar Imunoasai Dasar. Universitas Airlangga, Surabaya Liu W, Gibbons R. V., Kari K., Clemens J. D., Nisalak A., Marks F., Xu Zhi-Yi Risk Factor for Japanese Encephalitis : A Case-ontrol Study. Epidemiol. Infect: 1 6. Lubis I Masalah Penyakit Japanese Encephalitis di Indonesia. Cermin Dunia Kedokteran 61 : Mogi M Effect of intermittent irrigation on mosquitoes (Diptera: Culicidae) and larvivorous predators in rice fields. J Med Entomol Mar;30(2): OIE Japanese Encephalitis. ESE_ENCEPHALITIS_FINAL.pdf. diakses tanggal 24 Maret 2011 pukul Plotkin SA, WA Orenstein (eds) 2004 Vaccines, 4 th edition. Philadelphia: WB Saunders Company, Santhia APK, A. A. Gde Putra N, N. Dibia, K Mastra, P Daniels, R. Lunt Surveilans Terhadap Japanese emcephalitis pada Hewan Sentinel. BPPV Regional VI Denpasar. William DT, Daniels PW, Lunt RA, Wang LF, Newberry KM, Mackenzie JS Experimental Infections of Pigs With Japanese Encephalitis Virus and Closely Related Australian Flavivirus. Am. J. Trop. Med. Hyg. 65 (4) :

SEROPREVALENSI VIRUS JAPANESE B ENCHEPALITIS PADA BABI ARDIYANTO CHANDRA WIJAYA, A. A. AYU MIRAH ADI, I MADE KARDENA

SEROPREVALENSI VIRUS JAPANESE B ENCHEPALITIS PADA BABI ARDIYANTO CHANDRA WIJAYA, A. A. AYU MIRAH ADI, I MADE KARDENA SEROPREVALENSI VIRUS JAPANESE B ENCHEPALITIS PADA BABI ARDIYANTO CHANDRA WIJAYA, A. A. AYU MIRAH ADI, I MADE KARDENA Lab Biologi Molekuler Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana. Jl. P.B.Sudirman

Lebih terperinci

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 8 BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan mulai Juli sampai dengan Agustus 2010. Pemeliharaan ayam broiler dimulai dari Day Old Chick (DOC)

Lebih terperinci

MATERI DAN METODA. Kandang dan Perlengkapannya Pada penelitian ini digunakan dua kandang litter sebesar 2x3 meter yang

MATERI DAN METODA. Kandang dan Perlengkapannya Pada penelitian ini digunakan dua kandang litter sebesar 2x3 meter yang 11 MATERI DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini berlangsung dari bulan Juni 2010 sampai dengan Juni 2011. Penelitian dilakukan di kandang FKH-IPB. Pengujian sampel dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Metodologi

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Metodologi BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada periode waktu Juni 007 sampai dengan Juni 008 di Instalasi Karantina Hewan (IKH) Balai Besar Karantina Hewan Soekarno Hatta dan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Hewan Percobaan Vaksin AI-ND Pakan Kandang dan Perlengkapannya

MATERI DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Hewan Percobaan Vaksin AI-ND Pakan Kandang dan Perlengkapannya 10 MATERI DAN METODA Waktu Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Terpadu FKH-IPB, Departemen Ilmu Penyakit Hewan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian 14 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Unit Pelayanan Mikrobiologi Terpadu, Bagian Mikrobiologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan

Lebih terperinci

LAPORAN GAMBARAN DURATION OF IMMUNITY VAKSIN RABIVET 92. Pusat Veterinaria Farma ABSTRAK

LAPORAN GAMBARAN DURATION OF IMMUNITY VAKSIN RABIVET 92. Pusat Veterinaria Farma ABSTRAK LAPORAN GAMBARAN DURATION OF IMMUNITY VAKSIN RABIVET 92 Darmawan, Dyah Estikoma dan Rosmalina Sari Dewi D Pusat Veterinaria Farma ABSTRAK Untuk mendapatkan gambaran antibodi hasil vaksinasi Rabivet Supra

Lebih terperinci

Deteksi Antibodi terhadap Virus Classical Swine Fever dengan Teknik Enzyme-Linked Immunosorbent Assay

Deteksi Antibodi terhadap Virus Classical Swine Fever dengan Teknik Enzyme-Linked Immunosorbent Assay Deteksi Antibodi terhadap Virus Classical Swine Fever dengan Teknik Enzyme-Linked Immunosorbent Assay EKA MAHARDHIKA RATUNDIMA 1, I NYOMAN SUARTHA 2, I GUSTI NGURAH KADE MAHARDHIKA 1 1 Lab Virologi, 2

Lebih terperinci

Pertanyaan Seputar Flu A (H1N1) Amerika Utara 2009 dan Penyakit Influenza pada Babi

Pertanyaan Seputar Flu A (H1N1) Amerika Utara 2009 dan Penyakit Influenza pada Babi 1 Lab Biomedik dan Biologi Molekuler Hewan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana Jl Raya Sesetan-Gang Markisa No 6 Denpasar Telp: 0361-8423062; HP: 08123805727 Email: gnmahardika@indosat.net.id;

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Parasitologi Veteriner dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Parasitologi Veteriner dan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Parasitologi Veteriner dan Laboratorium Biomolekuler Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga,

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1. Tempat Penelitian telah dilaksanakan di laboratorium BKP Kelas II Cilegon untuk metode pengujian RBT. Metode pengujian CFT dilaksanakan di laboratorium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peningkatan angka kejadian, tidak hanya terjadi di Indonesia juga di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peningkatan angka kejadian, tidak hanya terjadi di Indonesia juga di berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak beberapa tahun terakhir ini, berbagai penyakit infeksi mengalami peningkatan angka kejadian, tidak hanya terjadi di Indonesia juga di berbagai belahan dunia

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGASAHAN... RIWAYAT HIDUP... ABSTRAK... v. KATA PENGANTAR. vii. DAFTAR ISI. ix. DAFTAR TABEL.

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGASAHAN... RIWAYAT HIDUP... ABSTRAK... v. KATA PENGANTAR. vii. DAFTAR ISI. ix. DAFTAR TABEL. DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGASAHAN... RIWAYAT HIDUP...... i ii iv ABSTRAK... v KATA PENGANTAR. vii DAFTAR ISI. ix DAFTAR TABEL. xi DAFTAR GAMBAR xii DAFTAR LAMPIRAN. xiii BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

Prevalensi Trematoda pada Sapi Bali yang Dipelihara Peternak di Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung

Prevalensi Trematoda pada Sapi Bali yang Dipelihara Peternak di Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung Prevalensi Trematoda pada Sapi Bali yang Dipelihara Peternak di Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung THE PREVALENCE OF TREMATODES IN BALI CATTLE BREEDERS REARED IN THE SOBANGAN VILLAGE, MENGWI

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Keberadaan antibodi sebagai respon terhadap vaksinasi dapat dideteksi melalui pengujian dengan teknik ELISA. Metode ELISA yang digunakan adalah metode tidak langsung. ELISA

Lebih terperinci

Faktor Risiko Lingkungan pada Pasien Japanese Encephalitis

Faktor Risiko Lingkungan pada Pasien Japanese Encephalitis Artikel Asli Faktor Risiko Lingkungan pada Pasien Japanese Encephalitis I Gede E. Paramarta*, I Komang Kari*, Sunartini Hapsara** * Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Udayana **

Lebih terperinci

Prevalensi Trematoda di Sentra Pembibitan Sapi Bali Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung

Prevalensi Trematoda di Sentra Pembibitan Sapi Bali Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung Prevalensi Trematoda di Sentra Pembibitan Sapi Bali Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung THE PREVALENCE OF TREMATODES IN BALI CATTLE BREEDING CENTER SOBANGAN VILLAGE, DISTRICT MENGWI, BADUNG

Lebih terperinci

METODELOGI PENELITIAN

METODELOGI PENELITIAN 17 METODELOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner FKH IPB, kandang hewan percobaan

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA DI GIANYAR. Oleh I MADE SUTARGA PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2015

PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA DI GIANYAR. Oleh I MADE SUTARGA PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2015 PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA DI GIANYAR 2015 Oleh I MADE SUTARGA PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2015 1 BAB VI PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA DI GIANYAR

Lebih terperinci

Epidemiologi Penyakit Japanese-B-Encephalitis pada Babi di Propinsi Riau dan Sumatera Utara

Epidemiologi Penyakit Japanese-B-Encephalitis pada Babi di Propinsi Riau dan Sumatera Utara Epidemiologi Penyakit Japanese-B-Encephalitis pada Babi di Propinsi Riau dan Sumatera Utara INDRAWATI SENDOW, TATTY SYAFRIATI, UPIK KESUMAWATI HADI 1, MARTEN MALOLE 1, SUSI SOVIANA dan DARMINTO email:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Escherichia coli yang merupakan salah satu bakteri patogen. Strain E. coli yang

BAB I PENDAHULUAN. Escherichia coli yang merupakan salah satu bakteri patogen. Strain E. coli yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal dan usus pada manusia sangat erat kaitanya dengan bakteri Escherichia coli yang merupakan salah satu bakteri patogen. Strain E. coli yang bersifat zoonosis

Lebih terperinci

SURVEILANS PENYAKIT JEMBRANA DI PROVINSI BALI TAHUN (Jembrana diseasae surveilance in Bali Year 2013)

SURVEILANS PENYAKIT JEMBRANA DI PROVINSI BALI TAHUN (Jembrana diseasae surveilance in Bali Year 2013) SURVEILANS PENYAKIT JEMBRANA DI PROVINSI BALI TAHUN 2013 (Jembrana diseasae surveilance in Bali Year 2013) Ni Luh Putu Agustini, I Nyoman Dibia, dan Diana Mustikawati. Balai Besar Veteriner Denpasar ABSTRAK

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 28 HASIL DAN PEMBAHASAN Dipilihnya desa Tanjung, Jati, Pada Mulya, Parigi Mulya dan Wanasari di Kecamatan Cipunegara pada penelitian ini karena daerah ini memiliki banyak peternakan unggas sektor 1 dan

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN

1. BAB I PENDAHULUAN 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara dengan curah hujan tinggi memiliki risiko untuk penyakit-penyakit tertentu, salah satunya adalah penyakit demam berdarah dengue. Penyakit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Peternakan babi berperan penting dalam meningkatkan perekonomian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Peternakan babi berperan penting dalam meningkatkan perekonomian BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hog cholera 2.1.1 Epizootiologi Peternakan babi berperan penting dalam meningkatkan perekonomian masyarakat pedesaan di Bali. Hampir setiap keluarga di daerah pedesaan memelihara

Lebih terperinci

Pemberian Ivermectin Sebelum Vaksinasi Hog Cholera Menekan Pembentukan Antibodi

Pemberian Ivermectin Sebelum Vaksinasi Hog Cholera Menekan Pembentukan Antibodi Pemberian Ivermectin Sebelum Vaksinasi Hog Cholera Menekan Pembentukan Antibodi (IVERMECTIN INJECTION BEFORE HOG CHOLERA VACCINATION DECREASE ANTIBODY PRODUCTION) Tri Suci Galingging 1, I Nyoman Suartha

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. test only control group design. Pengukuran awal tidak dilakukan karena dianggap sama untuk

BAB III METODE PENELITIAN. test only control group design. Pengukuran awal tidak dilakukan karena dianggap sama untuk BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian eksperimental dengan metode post test only control group design. Pengukuran awal tidak dilakukan karena dianggap

Lebih terperinci

RESPON IMUN ANAK BABI PASCA VAKSINASI HOG CHOLERA DARI INDUK YANG TELAH DIVAKSIN SECARA TERATUR ABSTRAK

RESPON IMUN ANAK BABI PASCA VAKSINASI HOG CHOLERA DARI INDUK YANG TELAH DIVAKSIN SECARA TERATUR ABSTRAK RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kota Denpasar, 13 Desember 1993. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara, dari pasangan Bapak I Made Wirtha dan Ibu dr. Ni Putu Partini Penulis menyelesaikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Japanese Encephalitis 2.1.1 Etiologi Gambar 2.1 Struktur Virus Japanese Encephalitis Japanese encephalitis adalah suatu penyakit zoonosis yang menginfeksi binatang peliharaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit penyebab masalah kesehatan masyarakat terutama di negara tropis dan sub tropis yang sedang berkembang. Pertumbuhan penduduk yang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Stasiun Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan

III. METODE PENELITIAN. Stasiun Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan 18 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan September November 2011 yang bertempat di Laboratorium Bioteknologi Lantai 3 Program Studi Budidaya Perairan Universitas Lampung,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Metode Penelitian

METODE PENELITIAN. Metode Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan, mulai Maret 2010 sampai dengan Agustus 2010 di laboratorium Terpadu Bagian Mikrobiologi Medik dan laboratorium Bakteriologi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii RIWAYAT HIDUP... iv ABSTRAK... v ABSTRACT... vi UCAPAN TERIMA KASIH... vii DAFTAR ISI... x DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiii BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan gejala saraf yang progresif dan hampir selalu berakhir dengan kematian. Korban

BAB I PENDAHULUAN. dengan gejala saraf yang progresif dan hampir selalu berakhir dengan kematian. Korban BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rabies merupakan penyakit hewan menular yang bersifat zoonosis. Kasus rabies sangat ditakuti dikalangan masyarakat, karena mengakibatkan penderitaan yang berat dengan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pertama kali saat terjadinya perang di Crimea, Malta pada tahun Gejala

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pertama kali saat terjadinya perang di Crimea, Malta pada tahun Gejala 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Etiologi Brucellosis Penyakit keguguran / keluron menular pada hewan ternak kemungkinan telah ada sejak berabad-abad lalu seperti deskripsi dari Hippocrates dan mewabah pertama

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. penderitaan yang berat dengan gejala saraf yang mengerikan dan hampir selalu

PENDAHULUAN. Latar Belakang. penderitaan yang berat dengan gejala saraf yang mengerikan dan hampir selalu PENDAHULUAN Latar Belakang Rabies merupakan penyakit hewan menular yang bersifat zoonosis. Kejadian rabies sangat ditakuti di kalangan masyarakat, karena mengakibatkan penderitaan yang berat dengan gejala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis B (VHB). Termasuk famili Hepadnavirus ditemukan pada cairan tubuh

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis B (VHB). Termasuk famili Hepadnavirus ditemukan pada cairan tubuh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit peradangan hati akut atau menahun disebabkan oleh virus Hepatitis B (VHB). Termasuk famili Hepadnavirus ditemukan pada cairan tubuh seperti saliva, ASI, cairan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan September-Oktober 2013.

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan September-Oktober 2013. III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilakukan pada bulan September-Oktober 2013. Pemeliharaan ayam penelitian, aplikasi ekstrak temulawak dan vaksinasi AI dilakukan di kandang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit demam berdarah hingga saat ini masih merupakan masalah kesehatan yang sulit ditanggulangi di Indonesia. Jumlah kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bakteri Escherichia coli merupakan bakteri yang umum menghuni usus

BAB I PENDAHULUAN. Bakteri Escherichia coli merupakan bakteri yang umum menghuni usus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bakteri Escherichia coli merupakan bakteri yang umum menghuni usus hewan dan manusia dengan ratusan strain yang berbeda, baik yang berbahaya maupun yang

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM PEMERIKSAAN KUANTITATIF MANNAN-BINDING LECTIN (MBL) PADA PLASMA DARAH DENGAN TEKNIK ELISA

LAPORAN PRAKTIKUM PEMERIKSAAN KUANTITATIF MANNAN-BINDING LECTIN (MBL) PADA PLASMA DARAH DENGAN TEKNIK ELISA LAPORAN PRAKTIKUM PEMERIKSAAN KUANTITATIF MANNAN-BINDING LECTIN (MBL) PADA PLASMA DARAH DENGAN TEKNIK ELISA Ade Sinaga Seri Rayani Bangun Kamis 9 Januari 2014, pukul 09.00-16.00 1. TUJUAN PRAKTIKUM Agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rabies merupakan penyakit menular akut yang dapat menyerang susunan

BAB I PENDAHULUAN. Rabies merupakan penyakit menular akut yang dapat menyerang susunan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rabies merupakan penyakit menular akut yang dapat menyerang susunan syaraf pusat hewan berdarah panas disebabkan oleh virus dan dapat menular pada manusia. Penyakit

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Survei dan Identifikasi Virus yang Menginfeksi Mentimun Pengambilan Sampel

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Survei dan Identifikasi Virus yang Menginfeksi Mentimun Pengambilan Sampel 9 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan sejak Februari 2011 sampai Agustus 2011. Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Institut Pertanian Bogor di Cikabayan, Dramaga dan Laboratorium

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 6 Sampel yang akan diuji kemudian dimasukkan ke dalam sumuran-sumuran cawan ELISA sesuai dengan pola yang telah ditentukan. Setiap sumuran cawan berisi sebanyak 100 μl sampel. Cawan ELISA kemudian diinkubasi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN A.

III. METODE PENELITIAN A. III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Uji serologi ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay) dilakukan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian serta pembacaan nilai absorban

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dengue (DEN) dari kelompok Arbovirus B, yaitu termasuk arthtropod-borne virus

BAB 1 PENDAHULUAN. dengue (DEN) dari kelompok Arbovirus B, yaitu termasuk arthtropod-borne virus BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang cukup besar di tanah air. Sejak pertama kali dilaporkan yaitu

Lebih terperinci

Uji ELISA untuk Deteksi Japanese Enchepalitis (JE) dari Kasus Ensefalitis di 5 Provinsi di Indonesia Tahun 2014

Uji ELISA untuk Deteksi Japanese Enchepalitis (JE) dari Kasus Ensefalitis di 5 Provinsi di Indonesia Tahun 2014 Uji ELISA untuk Deteksi Japanese Enchepalitis (JE)... (Subangkit, et al.) Uji ELISA untuk Deteksi Japanese Enchepalitis (JE) dari Kasus Ensefalitis di 5 Provinsi di Indonesia Tahun 2014 Japanese Enchepalitis

Lebih terperinci

SURVEI SEROLOGI DAN MOLEKULER PENYAKIT JEMBRANA DI PROVINSI BALI, LAMPUNG DAN NANGRO ACEH DARUSSALAM

SURVEI SEROLOGI DAN MOLEKULER PENYAKIT JEMBRANA DI PROVINSI BALI, LAMPUNG DAN NANGRO ACEH DARUSSALAM SURVEI SEROLOGI DAN MOLEKULER PENYAKIT JEMBRANA DI PROVINSI BALI, LAMPUNG DAN NANGRO ACEH DARUSSALAM (Serological and Molecular Survey Jembrana Disease in Bali, Lampung and Nangro Aceh Darussalam Provinces)

Lebih terperinci

HOG CHOLERA TER ANTIBODI HOG CHOLERA SKRIPSI. Oleh NIM

HOG CHOLERA TER ANTIBODI HOG CHOLERA SKRIPSI. Oleh NIM PENGARUH PEMBERIAN IVERMECTIN PRA VAKSINASI HOG CHOLERA TER RHADAP TIT TER ANTIBODI HOG CHOLERA SKRIPSI Diajukan untuk Mele engkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Kedokteran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) merupakan suatu penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh virus dengue. Virus ini ditransmisikan melalui cucukan nyamuk dari genus Aedes,

Lebih terperinci

Sebaran Umur Korban Gigitan Anjing Diduga Berpenyakit Rabies pada Manusia di Bali. (The Distribution of Ages on Victims of Rabies in Bali)

Sebaran Umur Korban Gigitan Anjing Diduga Berpenyakit Rabies pada Manusia di Bali. (The Distribution of Ages on Victims of Rabies in Bali) Sebaran Umur Korban Gigitan Anjing Diduga Berpenyakit Rabies pada Manusia di Bali (The Distribution of Ages on Victims of Rabies in Bali) Calvin Iffandi 1, Sri Kayati Widyastuti 3, I Wayan Batan 1* 1 Laboratorium

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Kerangka Konsep. Kerangka konsep yang dibangun dalam penelitian ini digambarkan sebagai. berikut :

METODE PENELITIAN. Kerangka Konsep. Kerangka konsep yang dibangun dalam penelitian ini digambarkan sebagai. berikut : 25 METODE PENELITIAN Kerangka Konsep berikut : Kerangka konsep yang dibangun dalam penelitian ini digambarkan sebagai Manajemen Unggas di TPnA - Keberadaan SKKH - Pemeriksaan - Petugas Pemeriksa - Cara

Lebih terperinci

] 2 (Steel dan Torrie, 1980)

] 2 (Steel dan Torrie, 1980) BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian eksperimental dengan metode post test only control group design. B. Tempat Penelitian Tempat pemeliharaan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue I, II, III, dan IV yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedes albopticus.

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan/Subjek Penelitian 3.1.1 Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan : - Sarung tangan - Sonde lambung (gavage) - Alat penindik telinga mencit - Neraca

Lebih terperinci

3 SEROPREVALENSI TRICHINELLOSIS PADA BABI DI TEMPAT PEMOTONGAN HEWAN OEBA KUPANG PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

3 SEROPREVALENSI TRICHINELLOSIS PADA BABI DI TEMPAT PEMOTONGAN HEWAN OEBA KUPANG PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR 15 3 SEROPREVALENSI TRICHINELLOSIS PADA BABI DI TEMPAT PEMOTONGAN HEWAN OEBA KUPANG PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Abstract Trichinellosis is zoonosis caused by worm infection, Trichinella spp. nematode

Lebih terperinci

Ekologi dan Demografi Anjing di Kecamatan Denpasar Timur

Ekologi dan Demografi Anjing di Kecamatan Denpasar Timur Ekologi dan Demografi Anjing di Kecamatan Denpasar Timur TJOKORDA ISTRI AGUNG CINTYA DALEM 1, I KETUT PUJA 1, I MADE KARDENA 2 1 Lab. Histologi, 2 Lab. Patologi Umum, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wabah berkala termasuk Vietnam, Cambodia, Myanmar, Nepal, dan. Anopheles sp. Reservoir utama dari virusnya adalah babi.

BAB I PENDAHULUAN. wabah berkala termasuk Vietnam, Cambodia, Myanmar, Nepal, dan. Anopheles sp. Reservoir utama dari virusnya adalah babi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ensefalitis selain menjadi masalah di China juga merupakan penyakit yang menjadi masalah dibeberapa negara Asia lainnya, seperti: Jepang, Korea, Thailand, Taiwan, India.

Lebih terperinci

RIWAYAT HIDUP. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar pada tahun 2005 di SDN 1

RIWAYAT HIDUP. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar pada tahun 2005 di SDN 1 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kabupaten Gianyar, 11 Nopember 1993, merupakan anak pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Bapak I Ketut Ardika dan Ibu Ni Wayan Suarni. Penulis menyelesaikan pendidikan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Cysticercus cellulosae, crude antigen, ELISA

ABSTRAK. Kata kunci: Cysticercus cellulosae, crude antigen, ELISA ABSTRAK Sistiserkosis merupakan penyakit parasitik yang disebabkan oleh larva stadium metacestoda cacing pita yang disebut Cysticercus. Cysticercus yang ditemukan pada babi adalah Cysticercus cellulosae

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB III. (HCl), 40 gram NaOH, asam fosfat, 1M NH 4 OH, 5% asam asetat (CH 3 COOH),

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB III. (HCl), 40 gram NaOH, asam fosfat, 1M NH 4 OH, 5% asam asetat (CH 3 COOH), BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Waktu penelitian akan dilakukan selama 6 (enam) bulan. Penelitian ini dilakukan di Instalasi Pusat Bioamterial dan Bank Jaringan Rumah Sakit Umum

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Lokasi Pengambilan Sampel

BAHAN DAN METODE Lokasi Pengambilan Sampel BAHAN DAN METODE Lokasi Pengambilan Sampel Nyamuk untuk bahan uji dalam penelitian ini berasal dari telur Aedes aegypti yang diperoleh dari wilayah Jakarta Timur yang memiliki kasus demam berdarah tertinggi.

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Ukuran Stadium Larva Telur nyamuk Ae. aegyti menetas akan menjadi larva. Stadium larva nyamuk mengalami empat kali moulting menjadi instar 1, 2, 3 dan 4, selanjutnya menjadi

Lebih terperinci

KONFIRMASI ANOPHELES BARBIROSTRIS SEBAGAI VEKTOR MALARIA DI WAIKABUBAK MELALUI DETEKSI PROTEIN CIRCUM SPOROZOITE

KONFIRMASI ANOPHELES BARBIROSTRIS SEBAGAI VEKTOR MALARIA DI WAIKABUBAK MELALUI DETEKSI PROTEIN CIRCUM SPOROZOITE KONFIRMASI ANOPHELES BARBIROSTRIS SEBAGAI VEKTOR MALARIA DI WAIKABUBAK MELALUI DETEKSI PROTEIN CIRCUM SPOROZOITE Anopheles barbirostris Confirmation as Malaria Vector in Waikabubak Through The Detection

Lebih terperinci

Perbandingan Titer Antibodi Newcastle Disease pada Ayam Petelur Fase Layer I dan II

Perbandingan Titer Antibodi Newcastle Disease pada Ayam Petelur Fase Layer I dan II Perbandingan Titer Antibodi Newcastle Disease pada Ayam Petelur Fase Layer I dan II (COMPARISON OF NEWCASTLE DISEASE ANTIBODIES TITRE IN LAYER PHASE I AND II) Saiful Akbar 1, Ida Bagus Komang Ardana 2,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita

Lebih terperinci

BAB I Infeksi dengue adalah suatu infeksi arbovirus yang ditularkan melalui

BAB I Infeksi dengue adalah suatu infeksi arbovirus yang ditularkan melalui BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi dengue adalah suatu infeksi arbovirus yang ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti atau aedes albopictus (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan FKUI, 2002:Hal

Lebih terperinci

LAPORAN ANALISIS RISIKO PEMASUKAN SAPI BIBIT BALI YANG DIKIRIM DARI LOMBOK- NTB KE MAKASSAR TERHADAP PENYAKIT ANTHRAKS

LAPORAN ANALISIS RISIKO PEMASUKAN SAPI BIBIT BALI YANG DIKIRIM DARI LOMBOK- NTB KE MAKASSAR TERHADAP PENYAKIT ANTHRAKS LAPORAN ANALISIS RISIKO PEMASUKAN SAPI BIBIT BALI YANG DIKIRIM DARI LOMBOK- NTB KE MAKASSAR TERHADAP PENYAKIT ANTHRAKS Oleh : 1. Drh. Muhlis Natsir NIP 080 130 558 2. Drh. Sri Utami NIP 080 130 559 BALAI

Lebih terperinci

SEROPREVALENSI DAN FAKTOR RISIKO BRUCELLOSIS PADA SAPI DI KABUPATEN PINRANG DAN ENREKANG, PROVINSI SULAWESI SELATAN

SEROPREVALENSI DAN FAKTOR RISIKO BRUCELLOSIS PADA SAPI DI KABUPATEN PINRANG DAN ENREKANG, PROVINSI SULAWESI SELATAN SEROPREVALENSI DAN FAKTOR RISIKO BRUCELLOSIS PADA SAPI DI KABUPATEN PINRANG DAN ENREKANG, PROVINSI SULAWESI SELATAN Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Kedokteran

Lebih terperinci

RINGKASAN. Kata kunci : Titer antibodi ND, Newcastle Disease, Ayam Petelur, Fase layer I, Fase Layer II

RINGKASAN. Kata kunci : Titer antibodi ND, Newcastle Disease, Ayam Petelur, Fase layer I, Fase Layer II RINGKASAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui titer antibody terhadap penyakit Newcastle Disease (ND) pada ayam petelur fase layer I dan fase layer II pasca vaksinasi ND. Penelitian ini merupakan

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental laboratoris in-vitro dengan rancangan penelitian post test control group only design. 4.2 Sampel

Lebih terperinci

Deskripsi. IMUNOGLOBULIN YOLK (IgY) ANTI Canine parvovirus MURNI UNTUK TERAPI INFEKSI VIRUS PARVO PADA ANJING

Deskripsi. IMUNOGLOBULIN YOLK (IgY) ANTI Canine parvovirus MURNI UNTUK TERAPI INFEKSI VIRUS PARVO PADA ANJING 1 I Gst Ayu Agung Suartini(38) FKH - Universitas Udayana E-mail: gaa.suartini@gmail.com Tlf : 081282797188 Deskripsi IMUNOGLOBULIN YOLK (IgY) ANTI Canine parvovirus MURNI UNTUK TERAPI INFEKSI VIRUS PARVO

Lebih terperinci

Kadar IgG RESA (Ring-infected Erythrocyte Surface Antigen) pada Penderita Malaria di Daerah Holoendemik Malaria

Kadar IgG RESA (Ring-infected Erythrocyte Surface Antigen) pada Penderita Malaria di Daerah Holoendemik Malaria Laporan Penelitian Kadar IgG RESA (Ring-infected Erythrocyte Surface Antigen) pada Penderita Malaria di Daerah Holoendemik Malaria Lily Kartika Surya Staf Pengajar Bagian Parasitologi Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

6. KEBUTUHAN SATUAN PANAS UNTUK FASE PERKEMBANGAN PADA NYAMUK Aedes aegypti (Diptera: Culicidae) DAN PERIODE INKUBASI EKSTRINSIK VIRUS DENGUE

6. KEBUTUHAN SATUAN PANAS UNTUK FASE PERKEMBANGAN PADA NYAMUK Aedes aegypti (Diptera: Culicidae) DAN PERIODE INKUBASI EKSTRINSIK VIRUS DENGUE 6. KEBUTUHAN SATUAN PANAS UNTUK FASE PERKEMBANGAN PADA NYAMUK Aedes aegypti (Diptera: Culicidae) DAN PERIODE INKUBASI EKSTRINSIK VIRUS DENGUE 6.1. PENDAHULUAN Sebelum menularkan virus Dengue, nyamuk Aedes

Lebih terperinci

SITUASI RABIES DI BEBERAPA WILAYAH INDONESIA TIMUR BERDASARKAN HASIL DIAGNOSA BALAI BESAR VETERINER MAROS

SITUASI RABIES DI BEBERAPA WILAYAH INDONESIA TIMUR BERDASARKAN HASIL DIAGNOSA BALAI BESAR VETERINER MAROS SITUASI RABIES DI BEBERAPA WILAYAH INDONESIA TIMUR BERDASARKAN HASIL DIAGNOSA BALAI BESAR VETERINER MAROS FAISAL ZAKARIA, DINI W. YUDIANINGTYAS dan GDE KERTAYADNYA Balai Besar Veteriner Maros ABSTRAK Diagnosa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Partikel TICV berbentuk seperti benang, memanjang (filamentous) dan lentur (flexuous) (Liu et al. 2000)

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Partikel TICV berbentuk seperti benang, memanjang (filamentous) dan lentur (flexuous) (Liu et al. 2000) 4 TINJAUAN PUSTAKA Tomato infectious chlorosis virus Tomato infectious chlorosis virus (TICV) diklasifikasikan dalam famili Closteroviridae yang terdiri dari 2 genus yaitu Closterovirus dan Crinivirus

Lebih terperinci

Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXVI, No. 84, Juni 2014 ISSN : X

Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXVI, No. 84, Juni 2014 ISSN : X ANALISIS HUBUNGAN VAKSINASI DAN KASUS KLINIS HOG CHOLERA DI PROVINSI BALI TAHUN 2009-2013 (Correlation Analysis of Vaccination and Hog cholera Clinical Case at Bali Province in 2009-2013 ) Laksmi, L. K.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ternak babi merupakan salah satu jenis ternak yang memiliki banyak

BAB I PENDAHULUAN. Ternak babi merupakan salah satu jenis ternak yang memiliki banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Ternak babi merupakan salah satu jenis ternak yang memiliki banyak keunggulan dibandingkan ternak lain, yaitu laju pertumbuhan yang cepat, mudah dikembangbiakkan,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Bahan dan Alat 27 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian proyek Hibah Penelitian Strategis Nasional di bidang gizi dan kesehatan yang diketuai oleh Marliyati (2009) dan dibiayai

Lebih terperinci

Manifestasi Klinis dan Faktor-faktor yang. di RSUP Sanglah Denpasar. Putu Junara Putra, I Komang Kari

Manifestasi Klinis dan Faktor-faktor yang. di RSUP Sanglah Denpasar. Putu Junara Putra, I Komang Kari Sari Pediatri, Vol. 8, No. 3 (Suplemen), Januari 2007: 15-20 Manifestasi Klinis dan Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Japanese Encephalitis di RSUP Sanglah Denpasar Putu Junara Putra, I Komang Kari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. yaitu Den-1, Den-2, Den-3, Den-4 dan yang terbaru adalah Den-5.

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. yaitu Den-1, Den-2, Den-3, Den-4 dan yang terbaru adalah Den-5. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh gigitan nyamuk Aedes spp. betina yang membawa virus dengue yang termasuk dalam golongan Flavivirus.

Lebih terperinci

PRAKTIKUM ELISA (Enzyme- linked Immunosorbent Assay) Melviana Maya Anjelir Antika. Kamis 9 Januari 2014, pukul

PRAKTIKUM ELISA (Enzyme- linked Immunosorbent Assay) Melviana Maya Anjelir Antika. Kamis 9 Januari 2014, pukul PRAKTIKUM ELISA (Enzyme- linked Immunosorbent Assay) Melviana Maya Anjelir Antika Kamis 9 Januari 2014, pukul 09.00-16.00 I. Tujuan Praktikum: 1. Praktikan mampu mengambil dan mempersiapkan sampel plasma

Lebih terperinci

SURVEILANS SWINE INFLUENZA DI WILAYAH KERJA BBVET WATES JOGJAKARTA TH

SURVEILANS SWINE INFLUENZA DI WILAYAH KERJA BBVET WATES JOGJAKARTA TH SURVEILANS SWINE INFLUENZA DI WILAYAH KERJA BBVET WATES JOGJAKARTA TH 29-211 Sri Handayani Irianingsih *, Rama Dharmawan * Dessie Eri Waluyati ** dan Didik Arif Zubaidi *** * Medik Veteriner pada Laboratorium

Lebih terperinci

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh. virus Dengue yang ditularkan dari host melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti.

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh. virus Dengue yang ditularkan dari host melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue yang ditularkan dari host melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti. Penyakit DBD banyak

Lebih terperinci

Penelitian Klinis-Epidemiologis Leptospirosis pada Manusia dan Reservoir di Yucatan, Meksiko

Penelitian Klinis-Epidemiologis Leptospirosis pada Manusia dan Reservoir di Yucatan, Meksiko Penelitian Klinis-Epidemiologis Leptospirosis pada Manusia dan Reservoir di Yucatan, Meksiko RINGKASAN Dilakukan penelitian klinis-epidemiologis leptospirosis pada manusia dan reservoir di Yucatán, Meksiko.

Lebih terperinci

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FAKULTAS FARMASI UGM

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FAKULTAS FARMASI UGM Hal. 1 dari 5 Dokumen nomor : 0301501 Tanggal : Mengganti nomor : 0201300 Tanggal : 24 Maret 2009 URAIAN DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DIPERIKSA OLEH DISETUJU OLEH Jabatan Staf Staf Supervisor Pimpinan Paraf

Lebih terperinci

PROSEDUR TETAP UJI PENGAMATAN PROLIFERASI SEL (DOUBLING TIME)

PROSEDUR TETAP UJI PENGAMATAN PROLIFERASI SEL (DOUBLING TIME) Halaman 1 dari 5 FARMASI UGM Dokumen nomor : CCRC0201500 Tanggal : 24 Maret 2009 URAIAN DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DIPERIKSA OLEH DISETUJUI OLEH Jabatan Staf CCRC Staf CCRC Supervisor CCRC Pimpinan CCRC

Lebih terperinci

Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya

Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya Detection of Antibody Against Avian Influenza Virus on Native Chickens in Local Farmer of Palangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rabies yang dikenal juga dengan nama Lyssahydrophobia, rage, tollwut,

BAB I PENDAHULUAN. Rabies yang dikenal juga dengan nama Lyssahydrophobia, rage, tollwut, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rabies yang dikenal juga dengan nama Lyssahydrophobia, rage, tollwut, merupakan suatu penyakit infeksi akut susunan syaraf pusat yang dapat menyerang mamalia termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Escherichia coli O157:H7 merupakan salah satu enterohaemorrhagic

BAB I PENDAHULUAN. Escherichia coli O157:H7 merupakan salah satu enterohaemorrhagic BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Escherichia coli O157:H7 merupakan salah satu enterohaemorrhagic Escherichia coli atau disebut EHEC yang dapat menyebabkan kematian pada manusia (Andriani, 2005; Todar,

Lebih terperinci

PROSEDUR TETAP PENGAMATAN EKSPRESI PROTEIN DENGAN METODE IMUNOSITOKIMIA

PROSEDUR TETAP PENGAMATAN EKSPRESI PROTEIN DENGAN METODE IMUNOSITOKIMIA Halaman 1 dari 7 FARMASI UGM Dokumen nomor : 0201200 Tanggal : 24 Maret 2009 URAIAN DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DIPERIKSA OLEH DISETUJUI OLEH Jabatan Staf Staf Supervisor Pimpinan Paraf Nama Aditya Fitriasari

Lebih terperinci

Ragam Jenis Nyamuk di Sekitar Kandang Babi dan Kaitannya dalam Penyebaran Japanese Encephalitis

Ragam Jenis Nyamuk di Sekitar Kandang Babi dan Kaitannya dalam Penyebaran Japanese Encephalitis ISSN : 1411-8327 Ragam Jenis Nyamuk di Sekitar Kandang Babi dan Kaitannya dalam Penyebaran Japanese Encephalitis (THE MOSQUITOES SPECIES IN PIG PEN AREA AND ITS RELATION TO THE TRANSMISSION OF JAPANESE

Lebih terperinci

3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian Gambar 3.2 Waktu Penelitian 3.3 Metode Penelitian

3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian Gambar 3.2 Waktu Penelitian 3.3 Metode Penelitian 17 3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di sekitar Pusat Reintroduksi Orangutan Nyaru Menteng yaitu Kelurahan Tumbang Tahai Kecamatan Bukit Batu Kota Palangka Raya (Gambar 1).

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Mei 2012 di

III. METODOLOGI. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Mei 2012 di III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Mei 2012 di Laboratorium Budidaya Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. 3.2 Alat dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 7 Frekuensi = Dominasi Spesies Angka dominasi spesies dihitung berdasarkan hasil perkalian antara kelimpahan nisbi dengan frekuensi nyamuk tertangkap spesies tersebut dalam satu waktu penangkapan. Dominasi

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN. (True experiment-post test only control group design). Dalam penelitian yang

BAB 4 METODE PENELITIAN. (True experiment-post test only control group design). Dalam penelitian yang ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan penelitian Penelitian ini merupakan penelitian menggunakan desain eksperimental (True experiment-post test only control group

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK ELISA PEMERIKSAAN KUANTITATIF MANNAN BINDING LECTIN PADA PLASMA DARAH

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK ELISA PEMERIKSAAN KUANTITATIF MANNAN BINDING LECTIN PADA PLASMA DARAH LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK ELISA PEMERIKSAAN KUANTITATIF MANNAN BINDING LECTIN PADA PLASMA DARAH NAMA PRAKTIKAN : Amirul Hadi KELOMPOK : I HARI/TGL. PRAKTIKUM : Kamis, 9 Januari 2014 I. TUJUAN PRAKTIKUM

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Salah satu penyakitnya yaitu Demam Berdarah Dengue (DBD) yang masih menjadi

Lebih terperinci

3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian

3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian 13 3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian Kabupaten Bulukumba secara geografis terletak di jazirah selatan Propinsi Sulawesi Selatan (+150 Km dari Kota Makassar), yaitu antara 0,5 o 20 sampai 0,5 o 40

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 29 BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan waktu penelitian Tempat penelitian: a. Tempat pemeliharaan dan induksi hewan dilakukan di kandang hewan percobaan Laboratorium Histologis Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci