STUDI PEMANFAATAN KARET ALAM (SIR 20) YANG DIDEGRADASI SECARA MEKANIS UNTUK BAHAN ADITIF ASPAL MODIFIKASI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STUDI PEMANFAATAN KARET ALAM (SIR 20) YANG DIDEGRADASI SECARA MEKANIS UNTUK BAHAN ADITIF ASPAL MODIFIKASI"

Transkripsi

1 STUDI PEMANFAATAN KARET ALAM (SIR 20) YANG DIDEGRADASI SECARA MEKANIS UNTUK BAHAN ADITIF ASPAL MODIFIKASI SKRIPSI HANNA SALAMA F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

2 STUDY ABOUT UTILIZATION OF NATURAL RUBBER (SIR 20) DEGRADATED IN MECHANICAL FOR ASPHALT MODIFICATION ADDITIVES Ono Suparno, Henry Prastanto and Hanna Salama Department of Agricultural Engineering, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java, Indonesia Phone , ABSTRACT Natural rubber is a commodity that s able to increase state revenues. To maintain the stability of Indonesia's natural rubber price, expansion of the market for natural rubber is needed. On the other hand, along with the increase of population, economic development triggers the increase of traffic quantity, weight and speed. Therefore, improve meet of the quality of asphalt is needed, so that it can withstand vehicle loads and deformations. One way to solve this problem is to utilize the natural rubber (SIR 20) as an asphalt additive. The methodology of this study consisted of two stages; preparation of raw materials (determination of the characteristics and degradation process of SIR 20) and primary research (the mixing process between rubber and asphalt, and testing). Degradation of SIR 20 in this study was conducted by using a mechanical method. The purpose of this study were to investigate the influence of natural rubber (SIR 20) that has been degraded mechanically and the rubber concentration of asphalt to the penetration and softening point values that affect the quality of asphalt pavement, and the best mixture of asphalt and rubber to improve the quality of asphalt pavement. Some asphalt modification produced met the quality requirements for asphalt polymer softening point and penetration values. Keywords: SIR 20, degradation, asphalt

3 HANNA SALAMA. F Studi Pemanfaatan Karet Alam (SIR 20) yang Didegradasi secara Mekanis untuk Bahan Aditif Aspal Modifikasi. Di bawah bimbingan Ono Suparno dan Henry Prastanto RINGKASAN Karet alam merupakan komoditi yang mampu memberikan kontribusi dalam upaya peningkatan devisa negara. Untuk menjaga kestabilan harga karet alam di Indonesia yang cenderung kurang stabil, perlu dilakukan perluasan pasar karet alam. Perluasan pasar karet alam dapat dilakukan dengan meningkatkan penggunaan karet pada bidang lain selain bidang otomotif. Di sisi lain, seiring dengan meningkatnya pertambahan penduduk secara terus-menerus, perkembangan ekonomi memicu bertambahnya lalu lintas, baik dalam hal jumlah, beban, maupun kecepatannya. Hal ini menyebabkan kerusakan jalan sering terjadi terutama disebabkan oleh mutu aspal yang kurang sesuai untuk penggunaan perkerasan jalan. Oleh karena itu, diperlukan upaya peningkatan kualitas aspal, sehingga dapat menahan beban kendaraan dan deformasi. Salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan tersebut adalah dengan memanfaatkan karet alam (SIR 20) sebagai bahan aditif aspal. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh jenis karet alam (SIR 20) yang telah didegradasi secara mekanis dan konsentrasi penambahannya dalam aspal terhadap nilai penetrasi dan titik lembek yang mempengaruhi mutu perkerasan aspal, sehingga didapatkan campuran yang terbaik untuk memperbaiki mutu perkerasan jalan aspal. Metodologi penelitian ini terdiri dari dua tahapan, yaitu persiapan bahan baku (penentuan karakteristik SIR 20 dan proses degradasinya) dan penelitian utama (proses pencampuran karet ke dalam aspal dan pengujian). Proses degradasi SIR 20 pada penelitian ini menggunakan metode degradasi secara mekanis dengan penambahan peptizer dan HNS (hidroksilamin netral sulfat) sebagai bahan pembantu. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan dua kali ulangan untuk masing-masing perlakuan. Faktor-faktor yang dikaji pengaruhnya adalah waktu giling SIR 20 dan konsentrasi karet dalam aspal dengan masing-masing 3 taraf dan 4 taraf. Waktu pencampuran SIR 20 terdegradasi dalam aspal berkisar antara 55 sampai 325 menit. Waktu pencampuran tertinggi terjadi pada konsentrasi karet dalam aspal 7% dengan waktu giling karet 8 menit. Waktu pencampuran terendah terjadi pada konsentrasi karet dalam aspal 5% dengan waktu giling karet 24 menit. Beberapa aspal modifikasi yang dihasilkan telah memenuhi syarat mutu untuk aspal polimer pada nilai titik lembek dan nilai penetrasinya. Titik lembek aspal modifikasi yang dihasilkan berkisar antara 53 sampai 56,5 ( o C), sedangkan standar mutu nilai titik lembek adalah minimal 54 o C. Nilai penetrasi aspal modifikasi berkisar antara 41 sampai 51 dmm, sedangkan standar mutu nilai penetrasi adalah dmm. Perlakuan yang terbaik pada penelitian ini adalah perlakuan S24K7 (waktu giling karet 24 menit, 7% karet), aspal modifikasi dari perlakuan tersebut memiliki nilai penetrasi sebesar 50,50 dmm dan titik lembek sebesar 55,5 o C. Perlakuan tersebut menghasilkan aspal modifikasi yang memenuhi standar aspal polimer untuk jenis elastomer.

4 STUDI PEMANFAATAN KARET ALAM (SIR 20) YANG DIDEGRADASI SECARA MEKANIS UNTUK BAHAN ADITIF ASPAL MODIFIKASI SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh: HANNA SALAMA F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

5 Judul Skripsi Nama NIM : Studi Pemanfaatan Karet Alam (SIR 20) yang Didegradasi secara Mekanis untuk Bahan Aditif Aspal Modifikasi : Hanna Salama : F Pembimbing I, Menyetujui, Pembimbing II, (Dr. Ono Suparno, STP, MT) NIP (Henry Prastanto, ST, M.Eng) NIK Mengetahui, Ketua Departemen (Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti) NIP Tanggal Lulus : 5 November 2010

6 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Studi Pemanfaatan Karet Alam (SIR 20) yang Didegradasi secara Mekanis untuk Bahan Aditif Aspal Modifikasi adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Oktober 2010 Yang membuat pernyataan Hanna Salama F

7 BIODATA PENULIS Hanna Salama dilahirkan di Palembang pada tanggal 08 September Penulis merupakan putri kedua dari tiga bersaudara dari bapak Hatta Dahlan dan ibu Erwana Dewi. Pendidikan dasar diselesaikan di Sekolah Dasar Kartika II- 3 Palembang pada tahun Setelah lulus dari sekolah dasar, penulis melanjutkan pendidikannya di SLTP Negeri 1 Palembang ( ) dan SMU Negeri 17 Palembang ( ). Pada tahun 2006, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dengan kurikulum mayor minor. Setelah melalui Tingkat Persiapan Bersama (TPB), penulis diterima di Departemen Teknologi Industri Pertanian. Pada tahun 2008, penulis berkesempatan untuk melakukan Praktek Lapangan di PT Sinar Alam Permai Palembang dengan judul Mempelajari Aspek Teknologi Proses Produksi dan Pengelolaan Limbah di PT. Sinar Alam Permai, Sumatera Selatan. Selama masa kuliah, penulis pernah aktif di Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri (HIMALOGIN). Penulis melaksanakan penelitian di Balai Penelitian Teknologi Karet Bogor dari bulan Februari hingga Juli 2010 dan menyusun skripsi dengan judul Studi Pemanfaatan Karet Alam (SIR 20) yang Didegradasi secara Mekanis untuk Bahan Aditif Aspal Modifikasi, sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pada Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

8 KATA PENGANTAR Puji Syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas segala karunia dan rahmat-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul Studi Pemanfaatan Karet Alam (SIR 20) yang Didegradasi secara Mekanis untuk Bahan Aditif Aspal Modifikasi dibuat berdasarkan penelitian yang dilakukan di Balai Penelitian Teknologi Karet, Bogor. Dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan Skripsi ini penulis mendapatkan banyak sekali bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dr. Ono Suparno, STP, MT sebagai dosen pembimbing akademik yang telah banyak memberikan bimbingan dalam penelitian dan penulisan skripsi ini. 2. Henry Prastanto, ST, M.Eng selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penelitian dan penulisan skripsi ini. 3. Nelly Rahman, Dr. Eng sebagai peneliti bidang teknologi karet yang telah memberikan arahan berkaitan dengan skripsi ini. 4. Papa, Mama, Kakak, Adik tercinta dan Dwi Prayoga Putra yang selalu memberikan dukungan, semangat, dan doa kepada penulis. 5. Segenap karyawan Balai Penelitian Teknologi Karet (BPTK) Bogor atas bantuan selama penelitian: Mba Woro, Mas Syarif, Mas Zaenal, Teh Yati, Mba Desi, dan Pak Adi. 6. Teman-teman satu penelitian di BPTK: Faisal dan Ucrit atas kerjasama dan dukungannya. 7. Sahabat-sahabatku: Nyez, Oni, Cucu, Macchan, dan Cicit atas segala dukungan kepada penulis selama ini. 8. Teman-teman TIN angkatan 42, 43 dan 44 sebagai keluarga penulis selama masa perkuliahan. 9. Segenap Karyawan Departemen TIN dan FATETA, Pak Mul, Bu Teti, Pak Anwar, Bu Sri, Bu Ega, Pak Gun, Bu Ratna, Bu Nina, Bu Yuli atas bantuan selama penulis menjadi mahasiswa. Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak berkaitan dengan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap agar skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang memerlukannya. Bogor, Oktober 2010 Hanna Salama iii

9 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... iii vi vii ix I. PENDAHULUAN... 1 A. LATAR BELAKANG... 1 B. TUJUAN... 1 C. HIPOTESIS... 2 D. RUANG LINGKUP PENELITIAN... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA... 3 A. KARET ALAM DAN KARET ALAM PADAT... 3 B. DEGRADASI KARET... 5 C. HIDROKSILAMIN NETRAL SULFAT... 6 D. PEPTIZER... 7 E. ASPAL BERKARET... 7 III. METODE PENELITIAN... 8 A. BAHAN DAN ALAT Bahan Alat... B. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN C. METODE PENELITIAN Persiapan Bahan Baku Penelitian Utama D. RANCANGAN PERCOBAAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN iv

10 A. KARAKTERISTIK BAHAN BAKU Karakteristik SIR Karakteristik Aspal Pen Karakteristik SIR 20 Terdegradasi B. HOMOGENITAS CAMPURAN SIR 20 DENGAN ASPAL SECARA VISUAL... C. PENGARUH SIR 20 TERHADAP TITIK LEMBEK ASPAL... D. PENGARUH SIR 20 TERHADAP PENETRASI ASPAL... E. PENGARUH PENYIMPANAN SIR 20 TERDEGRADASI V. PENUTUP A. KESIMPULAN B. SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN v

11 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Komposisi Partikel Karet Alam... 3 Tabel 2. Spesifikasi SIR... 4 Tabel 3. Hasil Uji Karakterisitik SIR Tabel 4. Hasil Uji Karakteristik apal Pen vi

12 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Struktur ruang cis-1,4-isoprena... 3 Gambar 2. Struktur Hidroksilamin... 6 Gambar 3. Diagram Alir Proses Depolimerisasi SIR Gambar 4. Diagram Alir Proses Pencampuran SIR 20 ke dalam Aspal Gambar 5. Alat mastikasi ( two roll mill) Gambar 6. Ionasi rantai molekul dalam mastikasi karet alam Gambar 7. Mekanisme Pengikatan Gugus Aldehida oleh Senyawa Hidroksilamin Gambar 8. Bentuk SIR 20 sebelum didegradasi dan sesudah didegradasi Gambar 9. Grafik nilai viskositas Mooney SIR 20 Depolimerisasi.. 17 Gambar 10. Bentuk SIR 20 depolimerisasi sebelum proses pencampuran Gambar 11. Grafik hubungan lama waktu pencampuran dan jenis SIR Gambar 12. Histogram Nilai Titik Lembek Sampel pada Tiap Konsentrasi Gambar 13. Histogram Signifikansi Titik Lembek Berdasarkan ANOVA pada Faktor Konsentrasi... Gambar 14. Iliustrasi pencampuran antara aspal dan karet (SIR 20) Gambar 15. Histogram Signifikansi Titik Lembek Berdasarkan ANOVA pada Faktor waktu giling SIR Gambar 16. Histogram Signifikansi Titik Lembek pada Faktor Interaksi Gambar 17. Histogram Nilai Penetrasi Sampel pada Tiap Konsentrasi Gambar 18. Histogram Signifikansi Penetrasi Berdasarkan ANOVA pada Faktor Konsentrasi karet... Gambar 19. Karet (SIR 20) yang terpenetrasi ke dalam aspal Gambar 20. Histogram Signifikansi Penetrasi Berdasarkan ANOVA pada Faktor Jenis SIR vii

13 Gambar 21. Histogram Signifikansi Penetrasi pada Faktor Interaksi... Gambar 22. Grafik selisih penurunan nilai penetrasi aspal modifikasi Gambar 23. Grafik nilai penetrasi aspal modifikasi dengan nilai penetrasi kontrol 60 dmm Gambar 24. Grafik perbandingan lama waktu pencampuran SIR Gambar 25. Grafik perbandingan nilai titik lembek SIR 20 pada tiap konsentrasi.. 25 Gambar 26. Grafik Nilai Penetrasi SIR 20 (T24) Pada Tiap Konsentrasi viii

14 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Prosedur Analisis Lampiran 2. Data Waktu pencampuran SIR 20 Depolimerisasi dengan Aspal Lampiran 3. Data Hasil Pengujian Nilai Titik Lembek Lampiran 4. Analisis Ragam Titik Lembek Lampiran 5. Analisis Ragam Interaksi Titik Lembek... Lampiran 6. Data Hasil Pengujian Nilai Penetrasi Lampiran 7. Analisis Ragam Penetrasi Lampiran 8. Analisis Ragam Interaksi Penetrasi Lampiran 9. Data Selisih Penurunan Nilai Penetrasi dan asumsi nilai penetrasi untuk kontrol 60 dmm.. Lampiran 10. Standar Mutu Aspal Polimer Lampiran 11. Syarat Mutu SIR Lampiran 12. Karakteristik SIR 20 dan Viskositas Mooney ix

15 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Karet alam merupakan komoditas ekspor yang memberikan kontribusi besar dalam upaya peningkatan devisa negara. Data tahun 2006 menunjukkan luas areal tanaman karet di Indonesia adalah seluas 3,31 juta hektar (ha) dan menempati areal perkebunan terluas ketiga setelah kelapa (Deptan 2006). Dalam kurun waktu tahun , ekspor karet mengalami peningkatan sebanyak 1 juta ton. Indonesia sebagai produsen karet alam nomor dua di dunia memiliki luas lahan perkebunan karet yang lebih besar daripada Negara Thailand yang menduduki peringkat pertama dalam produksi karet. Hal ini menunjukkan bahwa produktivitas karet alam di Indonesia masih rendah. Produktivitas karet alam yang rendah ini disebabkan oleh ketidakstabilan harga karet alam di Indonesia, sehingga membuat petani karet enggan menyadap lateks karena sering mengalami kerugian. Perluasan pasar karet alam perlu dilakukan untuk meningkatkan penggunaan dari karet alam dan menstabilkan harga karet. Perluasan pasar karet alam ini dapat dilakukan dengan meningkatkan penggunaan karet pada bidang lain selain bidang otomotif. Seiring dengan meningkatnya pertambahan penduduk secara terus- menerus, perkembangan ekonomi memicu bertambahnya lalu lintas baik dalam hal jumlah, beban, maupun kecepatannya. Di lain pihak, kerusakan jalan masih sering terjadi terutama disebabkan oleh mutu aspal yang kurang sesuai untuk penggunaan perkerasan jalan. Hal ini menuntut adanya upaya peningkatan kualitas jalan, yaitu perkerasan yang dapat menahan beban kendaraan, sehingga perkerasan tahan terhadap terjadinya deformasi seperti alur, gelombang dan lainnya. Berbagai macam modifikasi aspal telah dilakukan dalam upaya memenuhi kriteria tersebut. Salah satunya adalah dengan mengkombinasikan aspal dengan bahan lain, misalnya karet. Dalam penelitian ini, karet alam (SIR 20) akan digunakan sebagai bahan modifikasi. Modifikasi aspal dengan SIR 20 merupakan sistem dua campuran yang mengandung karet dan aspal yang digunakan untuk meningkatkan kinerja aspal, antara lain untuk mengurangi deformasi pada perkerasan, meningkatkan ketahanan terhadap retak (kelenturan) dan meningkatkan kelekatan aspal terhadap agregat. Struktur karet alam dimodifikasi menggunakan metode degradasi secara mekanis yaitu dengan penggilingan. Dengan menggunakan metode ini diharapkan karet alam (SIR 20) akan mengalami penurunan bobot molekul, sehingga karet menjadi lunak dan memiliki sifat lekat yang baik dengan aspal. Aplikasi pencampuran karet alam dengan aspal ini diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif untuk membantu meningkatkan konsumsi dari karet alam dan dapat diaplikasikan untuk meningkatkan kualitas lapisan jalan raya, meningkatkan umur pakai jalan raya, dan mengurangi biaya pemeliharaan jalan raya. B. TUJUAN Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui lama waktu pencampuran antara karet alam (SIR 20) yang telah didegradasi secara mekanis dengan aspal, sehingga didapatkan campuran yang homogen. 2. Mengetahui pengaruh penambahan karet alam (SIR 20) yang telah didegradasi secara mekanis dan konsentrasi penambahannya dalam aspal terhadap mutu aspal yang dihasilkan. 1

16 3. Mengetahui komposisi campuran antara karet alam (SIR 20) dan aspal terbaik yang dapat meningkatkan mutu aspal. C. HIPOTESIS Hipotesis penelitian ini adalah dengan penambahan atau pencampuran SIR 20 yang telah didegradasi secara mekanis ke dalam aspal, maka akan dapat meningkatkan nilai titik lembek aspal dan menurunkan nilai penetrasi aspal yang berarti meningkatkan kekerasan aspal. D. RUANG LINGKUP PENELITIAN Ruang Lingkup dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Penentuan lama waktu penggilingan karet alam (SIR 20) secara mekanis yang mampu mendegradasi rantai molekul karet sehingga bobot molekul karet alam turun yang ditandai dengan rendahnya nilai viskositas Mooney. 2. Pengukuran lama waktu yang dibutuhkan pada proses pencampuran karet ke dalam aspal hingga campuran homogen. 3. Pengujian terhadap karakteristik karet alam, pengujian titik lembek dan pengujian nilai penetrasi campuran aspal berkaret. 2

17 II. TINJAUAN PUSTAKA A. KARET ALAM DAN KARET ALAM PADAT (SIR 20) Karet alam adalah senyawa hidrokarbon yang dihasilkan melalui penggumpalan getah dari hasil penyadapan tanaman tertentu. Getah tersebut kemudian dikenal dengan sebutan lateks, yaitu suatu cairan putih yang keluar dari batang tanaman yang disadap (Le Brass 1968). Menurut alfa (1995), karet alam termasuk ke dalam elastomer karena mempunyai sifat deformasi elastis. Dalam suhu ruang dan kondisi normal, karet mempunyai sifat lentur, elastis dan lembek sehingga karet dapat melunak karena deformasi. Komposisi karet alam dipengaruhi oleh komposisi lateks dan cara pengolahan yang digunakan untuk mendapatkan karet alam mentah. Karet alam mempunyai bobot molekul antara dan bobot jenisnya 0,92. Adanya rantai molekul pendek menyebabkan daya rekat karet yang tinggi. Karet alam adalah polimer berbobot molekul tinggi dari isoprene yang mempunyai konfigurasi cis-1,4-isoprena (Honggokusumo 1978). Struktur ruang cis-1,4-isoprena dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Struktur ruang cis-1,4-isoprena (Honggokusumo 1978) Menurut Eng et al. (1997), bobot molekul karet alam berkisar antara 1 sampai 2 juta. Partikel karet alam terdiri dan hidrokarbon karet, lemak, glikolipida, fosfolipida, protein, karbohidrat, bahan anorganik, dan lain-lain dengan komposisi seperti terlihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi Partikel Karet Alam Jenis Komponen Komposisi (%) Hidrokarbon karet 93.7 Lemak 2.4 Glikolipida, fosfolipida 1.0 Protein 2.2 Karbohidrat 0.4 Bahan Anorganik 0.2 Lain-lain 0.1 Sumber: Tanaka (1998) Karet alam memiliki kelebihan dibandingkan dengan karet sintetik, diantaranya memiliki daya elastis sempurna, plastisitas yang baik, sedangkan vulkanisnya mempunyai ketahanan kikis yang tinggi, kalor timbul kecil dan daya tahan yang tinggi terhadap keretakan akibat benturan 3

18 yang berulang- ulang. Kekurangan karet alam diantaranya tidak tahan oksidasi, ozon, cahaya matahari, serta ketahanan terhadap minyak dan hidrokarbon yang sangat buruk (Arizal 1994). Karet remah merupakan salah satu jenis karet alam. Menurut Setyamidjaja (1993), karet ini tidak digolongkan atas visualisasi semata, tetapi berdasarkan sifat karet yang diuji dalam laboratorium. Karet ini di-bal dengan berat 33.3 kg. Karet ini diproses dengan cara mencacah dan membersihkannya. Selanjutnya, karet dikeringkan pada temperatur o C, sehingga pengeringan berlangsung lebih cepat. Di Indonesia, penentuan kualitas karet ini berpedoman pada Standard Indonesian Rubber (SIR). Karet remah atau crumb rubber adalah produk karet alam yang relatif baru. Dalam Perdagangan dikenal dengan sebutan karet spesifikasi teknis, karena penentuan kualitas atau penjenisannya dilakukan secara teknis dengan analisis yang diteliti di laboratorium. Bentuk bongkah dibuat setelah bahan baku karet alam ini melalui peremahan lebih dahulu, sehingga disebut juga karet remah atau crumb rubber. Keuntungan pengolahan karet remah adalah proses pengolahannya lebih cepat, produk lebih bersih dan lebih seragam, dan penyajiannya lebih menarik (Anonim 2009). Spesifikasi dari crumb rubber adalah dengan menggunakan standar yang dikenal dengan nama SIR (Standard Indonesian Rubber) yaitu produk karet alam yang baik processing ataupun penentuan kualitasnya dilakukan secara spesifikasi teknis. Adapun standar spesifikasi SIR dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Spesifikasi Standard Indonesian Rubber Spesifikasi SIR5 SIR20 SIR35 SIR50 Kadar kotoran (%) 0,05 0,20 0,35 0,50 Kadar Abu (%) 0,50 0,75 1,00 1,25 Kadar zat menguap (%) 1,00 1,00 1,00 1,00 Sumber: Anonim (2009) Menurut Solichin (1991), penetapan syarat mutu teknis karet adalah sebagai berikut: 1. Plastisitas awal (Po), dimaksudkan untuk mengetahui panjang rantai molekul karet dari pembentukan atau pemutusan ikatan silang dalam rantai molekul karet. 2. Plasticity Retention Index (PRI), dimaksudkan untuk mengetahui daya tahan karet terhadap degradasi oleh oksidasi yang terjadi selama proses pengeringan pada suhu tinggi yang dipengaruhi oleh perimbangan senyawa pro-oksidan dan anti-oksidan dalam karet. 3. Viskositas Mooney (VM), yaitu untuk mengetahui panjang rantai molekul serta derajat pengikatan silang dalam rantai molekul karet, yang dipengaruhi oleh waktu penyimpanan (storage hardening). 4. Kadar abu, dimaksudkan untuk menjamin agar karet mentah tidak terlalu banyak mengandung bahan kimia seperti: natrium bisulfit, natrium karbonat, tawas. 5. Kadar zat menguap, yaitu untuk mengetahui bahwa karet mentah telah mengalami proses pengeringan yang sempurna; dipengaruhi oleh suhu pengeringan, bentuk dan ukuran bahan. 6. Kadar nitrogen, yaitu untuk mengetahui jumlah zat-zat yang mengandung nitrogen dari senyawa protein dan turunannya dalam karet mentah. Di pasaran, sekitar 99% karet alam diperoleh dalam bentuk karet padat, dan sisanya dalam bentuk lateks pekat. Berdasarkan bahan bakunya karet padat dibedakan menjadi dua yaitu karet padat yang dibuat dari lateks kebun dan karet padat yang dibuat dari lum. Lum adalah lateks 4

19 yang telah menggumpal pada saat penyadapan. Contoh karet padat yang dibuat dari lateks kebun adalah Ribbed Smoked Sheet (RSS), pale crepe, Standard Indonesian Rubber 3 Constant Viscosity (SIR 3 CV); sedangkan contoh karet padat yang dibuat dari lum adalah Brown crepe, SIR 10, dan SIR 20. (BPTK 2005). SIR 20 termasuk karet dengan mutu yang relatif rendah dibandingkan dengan SIR 5 dan SIR 3 (Setyamidjaja 1993). Bahan baku karet ini berasal dari lum mangkok, skrep, lum tanah, krep mutu rendah, maupun lump yang menempel pada batang pohon. Mutu yang rendah ini menyebabkan harganya murah. B. DEGRADASI KARET Degradasi karet merupakan proses pendegradasian polimer dengan cara menghilangkan kesatuan monomer secara bertahap dalam reaksi (Ramadhan et al. 2005). Degradasi molekul karet dilakukan untuk memperoleh karet dengan bobot molekul rendah yang ditandai dengan rendahnya viskositas Mooney (Surdia 2000). Degradasi karet secara mekanis terjadi melalui proses perlakuan pelunakan (mastikasi). Menurut Bristow dan Watson (1963), yang berperan dalam proses pemutusan rantai molekul karet pada mastikasi dingin adalah tenaga mekanis yang berasal dari gaya geser antara permukaan gilingan dengan balok karet (the bulk rubber). Pemutusan rantai molekul oleh tenaga mekanik akan menghasilkan radikal-radikal bebas yang akan mengikat oksigen dari udara, sehingga terbentuk molekul-molekul yang stabil. Mastikasi karet alam menyebabkan degradasi molekul, sehingga berat molekulnya kira-kira menjadi sepersepuluh dari berat molekul semula. (Kartowardojo 1980). Degradasi karet alam (SIR 20) yang dilakukan meliputi persiapan bahan, penggilingan dengan two roll mill (mastikasi), penambahan bahan kimia dan pengujian. Mastikasi adalah proses pelunakan (plastisasi) elastomer, sebagai langkah persiapan bagi proses pencampuran dengan tujuan agar bahan kimia yang ditambahkan dapat tercampur merata. Untuk memudahkan pelaksanaan plastisasi dapat ditambahkan peptizer (Alam 2003). Mastikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah mastikasi dingin karena menggunakan suhu 60 o C. Pelunakan digolongkan dalam mestikasi dingin jika mastikasi dilakukan pada suhu di bawah 100 o C (Amir, 1990). Proses penggilingan SIR 20 merupakan proses perlakuan awal atau pendahuluan untuk melunakkan karet hingga mudah bercampur satu sama lain. Pelunakan ini diakibatkan oleh pemutusan rantai molekul polimer, sehingga diperoleh bobot molekul yang lebih rendah. Pada karet alam, pemutusan terjadi pada ikatan karbon pada rantai utama (back bone) yaitu CH 2 - CH Pada proses mastikasi karet alam akan terjadi penurunan bobot molekul dari orde 10 6 hingga sepuluh kali lebih rendah (Bristow dan Watson 1963). Menurut Abednego (1990), efisiensi mastikasi karet tercapai pada dua zona suhu rendah (misalnya di bawah 60 o C) dan pada suhu tinggi (misalnya di atas 140 o C), sedangkan pada suhu ±100 o C, efisiensi mastikasi lebih rendah. Selanjutnya dijelaskan bahwa oksigen sangat berperan dalam mastikasi. Mastikasi tanpa adanya oksigen menyebabkan karet alam sulit mengalami pelunakan. Menurut Prastanto dan Ary (2005), mastikasi dilakukan agar diperoleh karet dengan viskositas Mooney 20 ML (1+4) 100 o C pada pembuatan sealer. Hal ini berarti bahwa karet yang digunakan memiliki angka viskositas Mooney sebesar 20 pada syarat waktu pemanasan pendahuluan yang dinyatakan dalam menit sebesar 1 menit, waktu pemanasan alat pengujian 5

20 selama 4 menit dan pengujian berlangsung pada suhu 100 o C. Kondisi optimum mastikasi dilakukan dengan memvariasikan jumlah peptizer dan waktu mastikasi (3, 6, 12, 24, 48 menit) sampai diperoleh kondisi yang paling optimum. Suhu mastikasi awal adalah 40 o C dan suhu akhir mastikasi 60 o C. C. HIDROKSILAMIN NETRAL SULFAT (HNS) Hidroksilamin netral sulfat merupakan bahan kimia yang banyak digunakan secara komersial untuk memproduksi karet viskositas mantap. Menurut Solichin et al. (1995), hidroksilamin yang digunakan untuk memproduksi karet viskositas mantap adalah dalam bentuk garam Hidroksilamin netral sulfat (NH 2 OH) 2 H 2 SO 4.. Struktur hidroksilamin dapat dilihat pada Gambar 2. O HO S O NH 2 OH OH Gambar 2. Struktur Hidroksilamin (Hoyle 2007) Hidroksilamin Netral Sulfat (HNS) dapat memantapkan viskositas Mooney karet alam melalui pengikatan gugus aldehida, sehingga membentuk gel karena gugus aldehida pada rantai poliisoprena terlebih dahulu diikat sebelum gugus aldehida tersebut melakukan reaksi selanjutnya. Adapun dasar dari pencegahan cross linking ini adalah untuk menghilangkan kereaktifan gugus aldehida pada rantai poliisoprena dan mereaksikannya dengan senyawa amina monofungsional, yaitu hidroksilamin atau garamnya. Hidroksilamin merupakan senyawa yang cukup reaktif untuk mencegah terjadinya ikatan silang dan paling banyak digunakan sebagai bahan pemantap viskositas Mooney karet alam secara komersial. Namun, cara aplikasi yang biasa dilakukan berupa 10% HNS dalam air. Pelarutan HNS dalam air akan melepaskan kembali molekul asam sulfat yang bersifat korosif, sehingga dalam aplikasinya menyebabkan beberapa kerusakan terhadap berbagai peralatan dan mesin-mesin pada proses pembuatan karet. Oleh karena itu, pelarutan HNS dalam air sebaiknya dihindari (Budianto et al. 2007). Karet alam lama-kelamaan dapat meningkat viskositasnya atau menjadi keras. Karet alam yang sudah direaksikan dengan hidroksilamin tidak akan mengeras selama penyimpanan dan disebut karet CV (Constant Viscosity). Hidroksilamin direaksikan dengan karet agar karet alam tidak mengkristal pada suhu rendah, karena apabila ini terjadi diperlukan pemanasan karet terlebih dahulu sebelum diolah di pabrik barang jadi karet (Budianto et al. 2007). 6

21 D. PEPTIZER Peptizer biasanya berasal dari golongan tiol atau merkaptan yang mengandung gugus aromatik, sehingga dapat memutus rantai polimer. Penggunaan sedikit bahan ini cukup besar pengaruhnya dalam menurunkan viskositas karet (Alfa 2003). Peptizer terbagi dua, yaitu chemical peptizer dan physical peptizer (Ho 1982 diacu dalam BPTK 2005): 1. Chemical peptizer Pada proses mastikasi terjadi pemutusan rantai pada karet. Ikatan yang putus terletak pada ikatan setelah ikatan rangkap dua diantara unit-unit monomer, dengan adanya pemanasan akan mempercepat putusnya ikatan. Peptizer kimia digunakan sebagai katalis pada proses mastikasi. Konsentrasi yang digunakan pada peptizer kimia adalah 0,15 sampai 0,25 bsk (berat per 100 gram karet). 2. Peptizer fisik Peptizer fisik dapat melunakkan polimer dengan proses pelumasan yang berada diantara rantai polimer. Konsentrasi yang digunakan pada peptizer fisik ini adalah 2 sampai 3 bsk. Suhu yang digunakan adalah di bawah C. E. ASPAL MODIFIKASI Aspal didefinisikan sebagai material berwarna hitam atau coklat tua yang pada temperatur ruang berbentuk padat sampai agak padat. Apabila dipanaskan sampai temperatur tertentu dapat menjadi lunak/cair sehingga dapat membungkus partikel agregat pada waktu pembuatan campuran aspal. Aspal akan mengeras dan mengikat agregat pada tempatnya. Oleh karena itu, aspal bersifat termoplastis (Anonim 2000). Bahan dasar utama dari aspal adalah hidrokarbon yang umumnya disebut bitumen, sehingga aspal sering juga disebut bitumen. Aspal umumnya berasal dari salah satu hasil destilasi minyak bumi (aspal minyak) dan bahan alami (aspal alam). Aspal minyak pada suhu ruang (25 30 o C) berbentuk padat dan dibedakan berdasarkan nilai penetrasinya. Aspal dengan penetrasi rendah digunakan di daerah bercuaca panas dengan volume lalu lintas tinggi. Aspal dengan penetrasi tinggi digunakan untuk daerah bercuaca dingin dan lalu lintas rendah. Di Indonesia umumnya digunakan aspal penetrasi 60/70 dan 80/100. Aspal minyak (aspal semen) bersifat mengikat agregat pada campuran aspal dan memberikan lapisan kedap air, serta tahan terhadap pengaruh asam, basa dan garam. Sifat aspal akan berubah akibat panas dan umur, aspal akan menjadi kaku dan rapuh, akhirnya daya adhesinya terhadap partikel agregat akan berkurang (Anonim 2000). Aspal adalah bahan visko elastik yang sifatnya berubah akibat perubahan temperatur. Pada temperatur rendah berbentuk semi padat sedangkan pada temperatur tinggi berbentuk cair. Hal ini disebabkan perubahan jarak partikel aspal. Pada temperatur tinggi, jarak antar partikel mejadi renggang sehingga aspal berubah menjadi cair, pada temperatur rendah, jarak antar partikel menjadi dekat, sehingga aspal menjadi padat (Suroso 2007). Hasil eksperimen mengenai campuran antara aspal dan karet telah banyak dilakukan. Dengan mencampurkan karet dengan aspal selama menit, maka akan dihasilkan suatu material baru. Material ini memiliki karakteristik teknis yang menguntungkan pada kedua komposisi yang disebut aspal karet (Huffman 1980). Aspal tersebut diabsorbsi oleh partikel karet yang bertambah besar pada temperatur tinggi, sehingga meningkatkan konsentrasi aspal cair dalam campuran beraspal. 7

22 III. METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: SIR (Standard Indonesian Rubber) 20, Aspal Pen 60 yang berasal dari Dinas Pekerjaan Umum Binamarga, hidroksilamin netral sulfat (HNS), peptizer (peptor 3S), dan akuades yang telah tersedia di laboratorium Balai Penelitian Teknologi Karet. 2. Alat a. Gelas Ukur Gelas ukur berfungsi untuk mengukur banyaknya cairan yang digunakan. Ukuran gelas ukur yang digunakan adalah 1000 ml sebanyak 1 buah. b. Termometer Termometer berfungsi untuk mengukur suhu aspal dan campuran aspal berkaret. Ada dua jenis termometer yang digunakan yaitu termometer digital dan termometer raksa. Termometer yang digunakan mempunyai kemampuan membaca sampai 200 o C. c. Kompor Listrik Kompor listrik digunakan untuk memanaskan aspal dan membantu proses pencampuran antara aspal dan SIR 20 depolimerisasi. d. Mesin Penggiling (two roll mill) Alat yang digunakan adalah mesin giling terbuka dengan suhu penggilingan berada di bawah 100 o C. e. Stopwatch Stopwatch digunakan untuk pengukuran waktu pada proses depolimerisasi SIR 20 dan pencampurannya dengan aspal. f. Neraca mekanik Neraca mekanik digunakan untuk menimbang bahan-bahan sebelum digunakan. g. Mesin Pengaduk (Agitator) Agitator digunakan untuk membantu proses pencampuran antara aspal dan SIR 20 melalui pengadukan dengan kecepatan tertentu. B. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilakukan di laboratorium penelitian Balai Penelitian Teknologi Karet (BPTK) Bogor dan laboratorium Pekerjaan Umum Binamarga, Cikampek. Penelitian dilakukan selama 4 bulan, mulai bulan Mei 2010 sampai bulan Agustus

23 C. METODOLOGI PENELITIAN 1. Persiapan Bahan Baku Persiapan bahan baku dilakukan untuk mengetahui karakteristik bahan baku SIR 20 dan degradasi SIR 20. a. Karakterisasi SIR 20 Karakterisasi yang dilakukan meliputi uji viskositas Mooney, plastisitas awal (Po), plastisitas setelah pengusangan (Pa) dan PRI (Plasticity Retention Index). b. Karakteristik aspal Pen 60 Karakteristik yang dilakukan meliputi uji titik lembek dan penetrasi aspal pen 60. c. Degradasi SIR 20 SIR 20 yang berbentuk bongkahan padat dipotong melintang, ditimbang beratnya sebesar 200 gram. SIR 20 yang telah ditimbang, digiling dengan menggunakan mesin giling (two roll mill). SIR tersebut digiling selama waktu yang telah ditetapkan yaitu 8, 16, 24 menit. Pada saat digiling, bahan pembantu (hidroksilamin netral sulfat) dan peptizer ditambahkan. Selanjutnya, SIR 20 yang telah didepolimerisasi diukur viskositas Mooney-nya. Prosedur analisis untuk uji viskositas Mooney dapat dilihat pada Lampiran 1. Diagram alir proses depolimerisasi SIR 20 dapat dilihat pada Gambar Penelitian Utama a. Proses Pencampuran SIR 20 dan Aspal Aspal dipanaskan di atas kompor listrik hingga suhu 160 o C, dan pengaduk dinyalakan. Setelah aspal mencair sempurna, karet dimasukkan sedikit demi sedikit. Aspal dan karet (SIR 20 depolimerisasi) diaduk sampai campuran homogen. Setiap 10 menit, campuran aspal karet dilihat kehomogenannya. Homogenitas aspal modifikasi dilakukan secara visual dengan melihat gumpalan pada aliran jatuh aspal yang dicampur. Diagram alir proses pencampuran SIR 20 ke dalam aspal dapat dilihat pada Gambar 4. b. Pengujian Campuran aspal dan karet alam (SIR 20) diuji dengan metode pengujian titik lembek dan penetrasi. Pengujian titik lembek dilakukan untuk mengetahui suhu pada saat campuran aspal tersebut melunak. Titik lembek adalah suhu pada saat bola baja dengan berat tertentu mendesak turun suatu lapisan aspal yang tertahan dalam cincin berukuran tertentu, sehingga aspal tersebut menyentuh plat dasar yang terletak di bawah cincin pada tinggi 24,4 mm, sebagai kecepatan akibat pemanasan tersebut. Pengujian penetrasi dilakukan untuk mengetahui tingkat kekerasan campuran. Penetrasi adalah masuknya jarum penetrasi ukuran tertentu, beban tertentu dan waktu tertentu ke dalam aspal pada suhu tertentu. Prosedur analisis untuk uji titik lembek dan penetrasi dapat dilihat pada Lampiran 1. 9

24 d. Penyimpanan SIR 20 Terdegradasi SIR 20 yang telah didegradasi dengan waktu giling 24 menit disimpan selama 33 hari pada suhu ruang. Setelah mengalami penyimpanan, SIR 20 terdegradasi diukur nilai viskositas Mooney-nya. Campuran aspal dan karet SIR 20 terdegradasi yang disimpan selama 33 hari diuji dengan metode pengujian titik lembek dan penetrasi. Prosedur analisis untuk uji titik lembek dan penetrasi dapat dilihat pada Lampiran 1. SIR 20 m = 200gram Peptizer sebanyak 0,2 bsk Digiling dengan two roll mill selama 5 menit Digiling dengan two roll mill selama waktu yang ditentukan (8, 16 dan 24 menit) Bahan Pemantap (HNS) Sebanyak 1 bsk SIR 20 Terdegradasi Gambar 3. Diagram Alir Proses Degradasi SIR 20 10

25 Aspal Dipanaskan dan dikontrol suhunya pada 160 o C Aspal cair Diaduk dengan agitator SIR 20 Terdegradasi Aspal mencair sempurna Diaduk sampai campuran homogen Uji homogenitas secara visual Aspal Modifikasi Gambar 4. Diagram Alir Proses Pencampuran SIR 20 ke dalam Aspal 11

26 D. RANCANGAN PERCOBAAN Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan dua kali ulangan untuk masing-masing perlakuan. Faktor-faktor yang dikaji pengaruhnya adalah sebagai berikut: a. Faktor A, yaitu: S1 : SIR 20, waktu giling 8 menit S2 : SIR 20, waktu giling 16 menit S3 : SIR 20, waktu giling 24 menit b. Faktor B, yaitu: K0 : Konsentrasi karet 0% terhadap aspal K3 : Konsentrasi karet 3% terhadap aspal K5 : Konsentrasi karet 5% terhadap aspal K7 : Konsentrasi karet 7% terhadap aspal Model matematis Rancangan Percobaan yang digunakan adalah sebagai berikut (Matjik dan Made 2000) : Y ijk = μ + A i + B j + AB (ij) + ε (ijk) Dimana Y ijk μ A i B j AB (ij) ε (ijk) = Variabel respon yang diukur = Nilai tengah populasi = pengaruh faktor A pada taraf ke-i = pengaruh faktor A pada taraf ke-j = pengaruh interaksi dari faktor A taraf ke-i dengan faktor B taraf ke-j = pengaruh galat dari unit percobaan ke-k dalam kombinasi perlakuan ij 12

27 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK BAHAN BAKU 1. Karakteristik SIR 20 Karet spesifikasi teknis yang digunakan dalam penelitian ini adalah SIR 20 (Standard Indonesian Rubber 20). Penggunaan SIR 20 dilakukan agar hasil penelitian dapat diaplikasikan dalam bidang industri dengan mudah. SIR 20 terdapat dalam jumlah yang banyak di pasaran dengan harga yang relatif murah, sehingga penggunaannya sebagai bahan aditif aspal tidak membuat biaya produksi aspal modifikasi menjadi tinggi. SIR 20 yang digunakan terlebih dahulu dianalisis karakteristiknya seperti viskositas Mooney, plastisitas awal (Po) dan Plasticity Retension Index (PRI) untuk mengetahui bobot molekul kasar dan tingkat plastisitas sebelum karet didegradasi. Viskositas Mooney merupakan parameter penting dalam penelitian depolimerisasi karena dapat memberikan gambaran kasar bobot molekul karet. Proses depolimerisasi dapat dinyatakan berhasil jika nilai viskositas Mooney kontrol (SIR 20) lebih tinggi daripada nilai viskositas Mooney SIR 20 depolimerisasi yang dihasilkan. Nilai viskositas Mooney tertentu diperlukan agar proses pencampuran antara dua jenis bahan yang berbeda seperti karet dan aspal dapat dilakukan dengan mudah dan tidak memerlukan energi yang besar. Hasil uji karakteristik SIR 20 dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil uji karakteristik SIR 20 Kriteria Uji Hasil uji Persyaratan (berdasarkan SNI ) Plastisitas awal (Po) 31,0 Min. 30 Plastisitas akhir (Pa) 17 - Plasticity Retension Index (PRI) 54,8 Min.50 Viskositas Mooney 58,7 - Viskositas Mooney dapat diukur dengan menggunakan Mooney Viscosimeter. Nilai viskositas Mooney menunjukkan panjangnya rantai molekul karet atau berat molekul karet secara kasar. Semakin panjang rantai molekul karet, maka akan semakin tinggi berat molekulnya dan semakin tinggi sifat tahanan aliran bahannya. Adapun prinsip kerja alat tersebut adalah berdasarkan pengukuran nilai torsi rotor yang dapat berputar. Mooney viscosimeter pada dasarnya adalah alat untuk mengukur aliran shear viscosity yang dirancang pada Ml (1 + 4 ) dengan strain rate ± 1,5/detik setelah pemanasan pendahuluan pada suhu 100 o C selama 1 menit, kemudian dilanjutkan periode shear selama 4 menit. Pengukuran aliran dilakukan selama kompresi sederhana pada suhu 100 o C. Dari hasil uji viskositas Mooney pada SIR 20 diketahui bahwa nilai viskositas Mooney SIR 20 sebesar 58,7 Ml(1`+4`) 100 o C. Nilai tersebut menunjukkan bahwa bobot molekul karet masih tinggi. Selain nilai viskositas Mooney, nilai plastisitas awal (Po), plastisitas setelah pengusangan (Pa) dan PRI (Plasticity Retention Index) dari SIR 20 juga dianalisis. Nilai Po minimal yang mengacu pada Standard Indonesia Rubber adalah 30. Nilai Po yang didapat dari hasil analisis telah sesuai dengan standar yang ditetapkan. 13

28 Plasticity Retention Index merupakan analisis untuk mengetahui keadaan molekul karet sebagai akibat dari pemanasan yang dapat memecah molekul karet sehingga karet menjadi lunak. Proses ini berhubungan dengan oksidasi. Karet yang memiliki nilai PRI tinggi berarti mempunyai ketahanan terhadap oksidasi pada suhu tinggi. PRI merupakan nilai perbandingan antara plastisitas sebelum pengusangan (Po) dan sesudah pengusangan (Pa). Nilai PRI yang didapatkan telah sesuai dengan standar nilai PRI SIR 20 yang ada. 2. Karakteristik Aspal Pen 60 Aspal yang digunakan dalam penelitian ini adalah aspal jenis pen 60. Aspal pen 60 yang akan digunakan terlebih dahulu diuji nilai titik lembek dan nilai penetrasinya untuk mengetahui kemampuan aspal melunak dan tingkat kekerasannya. Hasil uji karakteristik aspal pen 60 dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Hasil uji karakteristik aspal Pen 60 Kriteria Uji Hasil uji Persyaratan (berdasarkan SNI dan SNI ) Titik Lembek ( o C) Penetrasi (dmm) Titik lembek merupakan suhu pada saat aspal mulai melunak dikarenakan pemanasan yang terus-menerus. Aspal pen 60 yang dipakai memiliki nilai titik lembek sebesar 51 o C. nilai tersebut menunjukkan bahwa titik lembek aspal pen 60 yang dipakai memenuhi standar aspal Pen 60/70 yang ditetapkan. Uji penetrasi dilakukan untuk mengetahui tingkat kekerasan aspal. Semakin rendah nilai penetrasi yang didapat menunjukkan tingkat kekerasan aspal yang semakin tinggi (keras). Berdasarkan hasil uji penetrasi, aspal pen 60 yang dipakai memiliki nilai penetrasi sebesar 55 dmm. Nilai tersebut apabila dibandingkan dengan nilai standar penetrasi untuk aspal pen 60 tidak memenuhi standar yang ada. Hal ini menunjukkan bahwa aspal pen 60 yang dipakai telah mengalami penurunan nilai penetrasi atau menjadi keras karena penyimpanannya yang terlalu lama. Secara teoritis, aspal pen 60 seharusnya memiliki nilai penetrasi minimum sebesar 60 dmm. 3. Karakteristik SIR 20 Terdegradasi Degradasi SIR 20 merupakan proses pemutusan rantai polimer isoprene yang panjang pada karet menjadi rantai polimer yang pendek. Jika rantai polimer lebih pendek, maka diharapkan kemampuan karet alam melekat pada media aspal menjadi lebih baik. Penurunan bobot molekul SIR 20 diharapkan dapat memudahkan proses pencampurannya dengan aspal sehingga tidak membutuhkan energi yang besar dan proses yang lama. Pada penelitian ini dilakukan degradasi SIR 20 secara mekanis, yaitu dengan memanfaatkan tenaga mekanis yang berasal dari gaya geser antara permukaan gilingan (mesin giling terbuka) dengan balok karet. Jenis mesin giling yang digunakan yaitu two roll mill (mesin giling terbuka). 14

29 Mesin giling ini terdiri atas 2 roll mill yang berputar dengan arah yang berlawanan untuk membantu proses pelunakan karet atau mastikasi. Alat degradasi SIR 20 yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 5. Keterangan: - Kecepatan rol yang lambat : 24 rpm - Rasio kecepatan rol yang lambat dibandingkan rol yang cepat : 1:1,4 - Diameter roll : 150 mm Gambar 5. Alat degradasi SIR 20 (two roll mill) Mastikasi yang digunakan pada penelitian ini adalah mastikasi dingin karena menggunakan suhu 60 o C. Pengontrolan suhu dilakukan dengan adanya aliran steam pada mesin. Menurut Amir (1990), pelunakan digolongkan dalam mastikasi dingin jika mastikasi dilakukan pada suhu dibawah 100 o C. Proses pemutusan ikatan polimer pada SIR 20 dilakukan dengan cara menggiling karet selama waktu yang telah ditentukan yaitu 8, 16 dan 24 menit. Lokasi pemutusan terjadi pada ikatan karbon-karbon dari rantai utama polimer (backbone) yaitu CH 2 -CH 2 -. Lokasi pemutusan ikatan karbon-karbon rantai utama polimer dapat dilihat pada Gambar 6. CH 3 CH 3 CH 2 C = C CH 2 CH 2 C = C CH 2 H Polimer H Lokasi pemutusan rantai molekul Gambar 6. Ionasi rantai molekul dalam mastikasi karet alam (Bristow dan Watson 1963) Proses pemutusan rantai molekul selama mastikasi selain dipengaruhi oleh suhu juga dipengaruhi oleh tenaga mesin mastikasi itu sendiri. Menurut Straudinger et al. (1931), proses mastikasi pada suhu rendah bukan reaksi thermal biasa tetapi merupakan penyatuan energi mekanik berupa gaya gesekan shearing force yang dipaksakan untuk menghancurkan molekul 15

30 karet. Penghancuran molekul yang dimaksud adalah perubahan ikatan rantai polimer (Kauzman et al. 1940) yang digambarkan sebagai berikut: R R energi mekanik 2R Selanjutnya sebagian radikal mengikat oksigen (O 2 ) dari udara, R + O 2 R O 2 Radikal lainnya bergabung kembali menjadi: R + R R R Untuk memudahkan proses mastikasi ditambahkan peptizer dan hidroksilamin netral sulfat (HNS). HNS digunakan untuk mencegah terjadinya reaksi ikatan silang pada rantai molekul karet. HNS banyak digunakan sebagai bahan pemantap viskositas Mooney karet. Mekanisme reaksi pengikatan gugus aldehida oleh senyawa hidroksilamin dapat dilihat pada Gambar 7. R CHO + NH 2 OH R CH = N OH + H 2 O Gugus Aldehida Hidroksilamin Aldoksin Air Gambar 7. Mekanisme Pengikatan Gugus Aldehida oleh Senyawa Hidroksilamin (Pristiyanti, 2006) Peptizer dapat membantu memutuskan rantai polimer karet. Oleh karena itu, penggunaan sedikit bahan ini cukup besar pengaruhnya dalam menurunkan viskositas karet. Dalam pengolahan karet secara tidak langsung peptizer dapat membuat karet menjadi mantap karena gugus tiolnya akan memblokade gugus aldehid membentuk tioasetal, sehingga tidak membentuk gel. Akibatnya viskositas karet tidak mengalami peningkatan selama penyimpanan. Bentuk dari SIR 20 sebelum didegradasi dan setelah didegradasi secara mekanis dapat dilihat pada Gambar 8. Gambar 8. Bentuk SIR 20 sebelum didegradasi dan sesudah didegradasi Degradasi molekul karet pada proses mastikasi mengakibatkan karet menjadi lebih plastis dibandingkan dengan sebelum mastikasi. Oleh karena itu, plastisitas karet dipengaruhi oleh durasi mastikasi. Semakin lama karet digiling atau diberi perlakuan mastikasi, maka karet akan menjadi semakin plastis. Hal ini juga mengakibatkan nilai viskositas Mooney karet semakin menurun. Pada mastikasi SIR 20 selama 8, 16 dan 24 menit didapatkan nilai viskositas Mooney yang semakin menurun. Nilai viskositas Mooney karet dapat dilihat pada Gambar 9. 16

31 Viskositas Mooney (Ml(1'+4') 100 o C Waktu giling (menit) Gambar 9. Grafik nilai viskositas Mooney SIR 20 terdegradasi Grafik di atas menunjukkan nilai viskositas Mooney dari SIR 20 dengan waktu giling 0, 8, 16, dan 24 menit. Dari grafik dapat dilihat bahwa nilai viskositas Mooney dari SIR 20 setelah degradasi berada pada kisaran 5,0-12,8 Ml (1`+4`) 100 o C. Hal ini menunjukkan terjadinya perubahan nilai viskositas setelah dilakukan degradasi. Semakin panjang rantai poliisoprene karet, maka dengan sendirinya pelepasan rantai monomer sebagian atau seluruhnya akan semakin sulit, jadi viskositasnya akan tinggi. Akibatnya akan terjadi aliran yang kecil dan bahan tersebut dikatakan mempunyai elastisitas tinggi. Sebaliknya, jika rantai poliisoprene pendek, maka dengan sendirinya akan semakin mudah terjadinya aliran bahan (viskositasnya rendah), sehingga bahan akan kurang elastic atau lebih plastis. Viskositas Mooney SIR 20 menurun seiring dengan bertambahnya durasi penggilingan karet. Semakin lama waktu penggilingan membuat karet menjadi semakin plastis dan lunak yang menghasilkan tahanan lemah, akibatnya rotor mooney viscometer berputar cepat dan memerlukan tenaga rendah. B. HOMOGENITAS CAMPURAN SIR 20 DENGAN ASPAL SECARA VISUAL SIR 20 yang telah didegradasi secara mekanis dicampurkan ke dalam aspal. Pencampuran SIR 20 ke dalam aspal dilakukan pada suhu 160 o C. Suhu 160 o C digunakan untuk proses pencampuran agar aspal tidak rusak karena suhu yang terlalu tinggi dan agar energi yang digunakan untuk proses pencampuran tidak terlalu besar. Wadah yang digunakan untuk proses pencampuran adalah wadah berbahan kaleng dengan volume aspal 2/3 dari volume wadah untuk memberi ruang karet mengembang dan aspal tidak tumpah pada saat proses pencampuran. Sebelum dimasukkan, SIR 20 terlebih dahulu dibentuk dengan ukuran yang sama agar terjadi keseragaman perlakuan pencampuran pada tiap sampel. Bentuk dari SIR 20 yang akan dicampurkan ke dalam aspal pada konsentrasi 3%, 5% dan 7 % dapat dilihat pada Gambar

32 Gambar 10. Bentuk SIR 20 depolimerisasi sebelum dicampurkan ke dalam aspal Pada proses pencampuran akan terlihat ukuran SIR 20 yang dimasukkan mengalami pengembangan. Pengembangan tersebut disebabkan karena adanya proses pemanasan dan pengadukan pada saat pencampuran, sehingga karet menjadi mengembang. Menurut Suroso (1995), pada saat pencampuran antara aspal dengan karet alam, karet alam akan menyerap minyak yang ada dalam aspal (malten), sehingga karet menjadi kenyal. Hal ini disebabkan karena karet alam adalah bahan padat sehingga berfungsi seperti aspalten dalam aspal. Salah satu faktor yang harus diperhatikan pada penggunaan karet alam sebagai bahan aditif adalah temperatur. Apabila temperatur terlalu panas maka akan menyebabkan degradasi mutu karet alam sehingga fungsi utama modifikasi aspal dengan karet alam akan berkurang. Aspal yang telah bercampur dengan karet diaduk hingga aspal dan karet (SIR 20) yang dimasukkan sebagai bahan aditif homogen atau tercampur sempurna. Untuk mengetahui tingkat kehomogenan campuran, uji homogenitas campuran secara visual dilakukan, yaitu dengan mengamati aliran jatuh aspal. Aspal yang telah dipanaskan pada menit ke-30 diambil sampelnya dengan menggunakan sendok dan diamati aliran jatuhnya dari permukaan sendok ke wadah datar. Apabila pada saat pengamatan masih terdapat aliran yang tidak konstan dan pada wadah datar masih terlihat butiran karet yang belum tercampur, maka proses pencampuran dilanjutkan sampai tidak ada lagi butiran pada aliran jatuh saat uji homogenitas secara visual. Dari hasil pengujian secara visual dapat terlihat bahwa semakin lama durasi penggilingan SIR 20, maka waktu pencampuran yang dibutuhkan akan semakin sedikit. Hal ini disebabkan karena karet yang mengalami waktu mastikasi yang panjang memiliki nilai viskositas Mooney yang rendah. Nilai viskositas Mooney ini menunjukkan nilai bobot molekul karet secara kasar. Semakin pendek rantai polimer karet, maka akan semakin mudah karet dan aspal bercampur, sehingga waktu pencampuran yang dibutuhkan akan semakin sedikit. Konsentrasi atau dosis karet dalam aspal juga mempengaruhi lamanya waktu pencampuran, semakin tinggi konsentrasi karet terhadap aspal, maka akan semakin lama waktu yang dibutuhkan aspal dan karet untuk bercampur homogen. Data waktu pencampuran SIR 20 terdegradasi ke dalam aspal hingga homogen dapat dilihat pada Lampiran 2. Grafik hubungan waktu pencampuran dengan jenis karet yang dicampurkan berdasarkan waktu giling dapat dilihat pada Gambar 11 berikut. 18

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. KARET ALAM DAN KARET ALAM PADAT (SIR 20) Karet alam adalah senyawa hidrokarbon yang dihasilkan melalui penggumpalan getah dari hasil penyadapan tanaman tertentu. Getah tersebut

Lebih terperinci

Tabel 3. Hasil uji karakteristik SIR 20

Tabel 3. Hasil uji karakteristik SIR 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK BAHAN BAKU 1. Karakteristik SIR 20 Karet spesifikasi teknis yang digunakan dalam penelitian ini adalah SIR 20 (Standard Indonesian Rubber 20). Penggunaan SIR 20

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT B. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT B. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: SIR (Standard Indonesian Rubber) 20, Aspal Pen 60 yang berasal dari Dinas Pekerjaan Umum Binamarga,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE A. Bahan Dan Alat 1. Bahan Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah lateks pekat perdagangan KKK 60%. Bahan-bahan lain yang berfungsi sebagai bahan pembantu dalam penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi Bahan Baku 4.1.2 Karet Crepe Lateks kebun yang digunakan berasal dari kebun percobaan Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Ciomas-Bogor. Lateks kebun merupakan

Lebih terperinci

DEPOLIMERISASI KARET ALAM SECARA MEKANIS UNTUK BAHAN ADITIF ASPAL

DEPOLIMERISASI KARET ALAM SECARA MEKANIS UNTUK BAHAN ADITIF ASPAL Jurnal Penelitian Karet, 214, 32 (1) : 81-87 Indonesian J. Nat. Rubb. Res. 214, 32 (1) : 81-87 DEPOLIMERISASI KARET ALAM SECARA MEKANIS UNTUK BAHAN ADITIF ASPAL Mechanically Depolimerization of Natural

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan produsen karet alam nomor dua di dunia setelah Thailand. Produksi karet alam Indonesia tahun 2007 mencapai 2,55 juta ton dengan luas lahan perkebunan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Persiapan dan Karakteristik Bahan Baku 1. Lateks Pekat Jenis lateks pekat yang digunakan dalam penelitian ini adalah lateks pekat perdagangan yang telah ditambahkan amonia.

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK DAN HASIL UJI MARSHALL ASPAL TERMODIFIKASI DENGAN KARET ALAM TERDEPOLIMERISASI SEBAGAI ADITIF

KARAKTERISTIK DAN HASIL UJI MARSHALL ASPAL TERMODIFIKASI DENGAN KARET ALAM TERDEPOLIMERISASI SEBAGAI ADITIF Jurnal Penelitian Karet, 215, 33 (1) : 75-82 Indonesian J. Nat. Rubb. Res. 215, 33 (1) : 75-82 KARAKTERISTIK DAN HASIL UJI MARSHALL ASPAL TERMODIFIKASI DENGAN KARET ALAM TERDEPOLIMERISASI SEBAGAI ADITIF

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 Bahan dan Alat 3.2 Waktu dan Tempat Penelitian 3.3 Metode Penelitian

III. METODOLOGI 3.1 Bahan dan Alat 3.2 Waktu dan Tempat Penelitian 3.3 Metode Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lateks pekat, lateks karbohidrat rendah (Double Centrifuge latex/lds), lateks DPNR (Deproteinized Natural Rubber),

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Karet alam (natural rubber, Hevea braziliensis), merupakan komoditas perkebunan tradisional sekaligus komoditas ekspor yang berperan penting sebagai penghasil devisa negara

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Adapun alat alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

BAB 3 METODE PENELITIAN. Adapun alat alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 30 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan 3.1.1. Alat Adapun alat alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Beaker glass 250 ml Blender Cawan platina Gelas ukur 200 ml Gunting Kertas saring

Lebih terperinci

PENERAPAN IPTEKS PERBANDINGAN ASAM ASETAT DENGAN ASAM FORMIAT SEBAGAI BAHAN PENGGUMPAL LATEKS. Oleh Rudi Munzirwan Siregar

PENERAPAN IPTEKS PERBANDINGAN ASAM ASETAT DENGAN ASAM FORMIAT SEBAGAI BAHAN PENGGUMPAL LATEKS. Oleh Rudi Munzirwan Siregar PERBANDINGAN ASAM ASETAT DENGAN ASAM FORMIAT SEBAGAI BAHAN PENGGUMPAL LATEKS Oleh Rudi Munzirwan Siregar Abstrak Penelitian tentang perbandingan asam asetat dengan asam formiat sebagai bahan penggumpal

Lebih terperinci

PENENTUAN PLASTISITAS AWAL DAN PLASTISITAS RETENSI INDEKS KARET. Rudi Munzirwan Siregar

PENENTUAN PLASTISITAS AWAL DAN PLASTISITAS RETENSI INDEKS KARET. Rudi Munzirwan Siregar PENENTUAN PLASTISITAS AWAL DAN PLASTISITAS RETENSI INDEKS KARET Rudi Munzirwan Siregar Abstrak Penelitian tentang Penentuan Plastisitas Awal dan Plastisitas Retensi Indeks karet telah dilakukan. Kedalam

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengujian Agregat Penelitian ini menggunakan agregat kasar, agregat halus, dan filler dari Clereng, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta. Hasil pengujian agregat ditunjukkan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat. Hasil pengujian agregat ditunjukkan dalam Tabel 5.1.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat. Hasil pengujian agregat ditunjukkan dalam Tabel 5.1. BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengujian Agregat Hasil pengujian agregat ditunjukkan dalam Tabel 5.1. Tabel 5.1 Hasil pengujian agregat kasar dan halus No Jenis Pengujian Satuan Hasil Spesifikasi

Lebih terperinci

Studi Penggunaan Limbah Las Karbit Sebagai Substitusi Sebagian Aspal Shell Pen 60

Studi Penggunaan Limbah Las Karbit Sebagai Substitusi Sebagian Aspal Shell Pen 60 Reka Racana Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Jurusan Teknik Sipil Itenas No.x Vol. Xx Agustus 2015 Studi Penggunaan Limbah Las Karbit Sebagai Substitusi Sebagian Aspal Shell Pen 60 MOHAMAD MUKI

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Hasil Itarakterisasi arang aktif Karakterisasi yang dilakukan terhadap arang aktif tempurung keiapa 100 mesh adalah penentuan kadar air, kadar abu, dan daya serap

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 56 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengujian Bahan 1. Pengujian agregat Hasil Pengujian sifat fisik agregat dan aspal dapat dilihat pada Tabel berikut: Tabel 5.1. Hasil Pengujian Agregat Kasar dan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dijadikan tanaman perkebunan secara besaar besaran, karet memiliki sejarah yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dijadikan tanaman perkebunan secara besaar besaran, karet memiliki sejarah yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Karet Sejak pertama kali ditemukan sebagai tanaman yang tumbuh secara liar sampai dijadikan tanaman perkebunan secara besaar besaran, karet memiliki sejarah yang cukup

Lebih terperinci

PERENCANAAN DAN PENGUJIAN ASPAL PENETRASI 60/70 YANG DIMODIFIKASI DENGAN ETYHLENE VINYL ACETATE (EVA)

PERENCANAAN DAN PENGUJIAN ASPAL PENETRASI 60/70 YANG DIMODIFIKASI DENGAN ETYHLENE VINYL ACETATE (EVA) PERENCANAAN DAN PENGUJIAN ASPAL PENETRASI 60/70 YANG DIMODIFIKASI DENGAN ETYHLENE VINYL ACETATE (EVA) Mawid Dwi Sistra 1, Bakhi Mohamed Aljnude 2, Ary Setyawan 3 1,2 Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil, Fakultas

Lebih terperinci

Tanaman karet berasal dari bahasa latin yang bernama Havea brasiliensis yang berasal dari Negara Brazil. Tanaman ini merupakan sumber utama bahan

Tanaman karet berasal dari bahasa latin yang bernama Havea brasiliensis yang berasal dari Negara Brazil. Tanaman ini merupakan sumber utama bahan Tanaman karet berasal dari bahasa latin yang bernama Havea brasiliensis yang berasal dari Negara Brazil. Tanaman ini merupakan sumber utama bahan tanaman karet alam dunia. Saat ini Asia menjadi sumber

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei Juni 2014 di Desa Lehan Kecamatan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei Juni 2014 di Desa Lehan Kecamatan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei Juni 2014 di Desa Lehan Kecamatan Bumi Agung Kabupaten Lampung Timur dan Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengeringan Pengeringan adalah satuan unit operasi yang berfungsi untuk memisahkan kandungan air dari suatu bahan dengan menggunakan panas. Kandungan air di dalam bahan yang

Lebih terperinci

TKS 4406 Material Technology I

TKS 4406 Material Technology I TKS 4406 Material Technology I Dr.Eng. Achfas Zacoeb, ST., MT. Department of Civil Engineering Faculty of Engineering University of Brawijaya Definisi Aspal adalah material hitam atau coklat tua, pada

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan september 2011 hingga desember 2011, yang bertempat di Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Departemen

Lebih terperinci

I. METODOLOGI PENELITIAN

I. METODOLOGI PENELITIAN I. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mutu Program Studi Teknologi Pengolahan Hasil Perkebunan di Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Aagrobisnis Perkebunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Perdagangan Internasional Suatu Negara membutuhkan negara lain dan saling menjalin hubungan perdagangan dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup bagi masyarakat. Hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aspal didefinisikan sebagai suatu cairan yang lekat atau berbentuk padat, yang terdiri dari hydrocarbons atau turunannya, terlarut dalam trichloro-ethylene dan bersifat

Lebih terperinci

STUDY PERSYARATAN FISIK ASPAL MODIFIKASI DENGAN PEMANFAATAN KARET ALAM SIKLIK (CYCLIC NATURAL RUBBER) Oleh: ABSTRAK

STUDY PERSYARATAN FISIK ASPAL MODIFIKASI DENGAN PEMANFAATAN KARET ALAM SIKLIK (CYCLIC NATURAL RUBBER) Oleh: ABSTRAK STUDY PERSYARATAN FISIK ASPAL MODIFIKASI DENGAN PEMANFAATAN KARET ALAM SIKLIK (CYCLIC NATURAL RUBBER) Oleh: Winsyahputra Ritonga 1), Basuki Wirjoesentono 2), Nasruddin MN 3) 1) Mahasiswa Magister Ilmu

Lebih terperinci

Pengaruh Temperatur Terhadap Penetrasi Aspal Pertamina Dan Aspal Shell

Pengaruh Temperatur Terhadap Penetrasi Aspal Pertamina Dan Aspal Shell Reka Racana Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Jurusan Teknik Sipil Itenas No.x Vol. Xx Desember 2015 Pengaruh Temperatur Terhadap Penetrasi Aspal Pertamina Dan Aspal Shell TIARA GAVIRARIESA¹, SILVIA

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakterisasi Minyak Jarak. B. Pembuatan Faktis Gelap

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakterisasi Minyak Jarak. B. Pembuatan Faktis Gelap IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Minyak Jarak Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui karakteristik minyak jarak yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan faktis gelap. Karakterisasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Prasarana jalan berkaitan erat dengan pertumbuhan pembangunan di berbagai

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Prasarana jalan berkaitan erat dengan pertumbuhan pembangunan di berbagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prasarana jalan berkaitan erat dengan pertumbuhan pembangunan di berbagai sendi kehidupan manusia karena merupakan fasilitas yang sangat vital dalam mendukung pergerakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kerusakan jalan yang berupa deformasi pada perkerasan lentur merupakan permasalahan yang sering terjadi pada prasarana transportasi jalan raya di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. peningkatan devisa Indonesia. Pada dasarnya karet berasal dari alam yaitu dari getah

BAB 1 PENDAHULUAN. peningkatan devisa Indonesia. Pada dasarnya karet berasal dari alam yaitu dari getah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan salah satu negara penghasil karet alam terbesar di dunia. Awal mulanya karet hanya ada di Amerika Selatan, namun sekarang sudah berhasil

Lebih terperinci

PENGARUH PROSES PEMANASAN PADA ASPAL. M.T. Gunawan Mahasiswa Doktor Teknik Sipil Undip Semarang. Abstrak 2.

PENGARUH PROSES PEMANASAN PADA ASPAL. M.T. Gunawan Mahasiswa Doktor Teknik Sipil Undip Semarang.   Abstrak 2. PENGARUH PROSES PEMANASAN PADA ASPAL M.T. Gunawan Mahasiswa Doktor Teknik Sipil Undip Semarang. Email : sipilunidayan@yahoo.com Abstrak semen atau biasa disebut aspal keras bersifat mengikat agregat pada

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Fisik Buah Pala Di Indonesia buah pala pada umumnya diolah menjadi manisan dan minyak pala. Dalam perkembangannya, penanganan pascapanen diarahkan

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Desember 2009 sampai Februari

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Desember 2009 sampai Februari 28 III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Desember 2009 sampai Februari 2010 yang bertempat di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Hasil penelitian yang dilakukan di Laboratorium Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Negeri Gorontalo terdiri dari hasil pengujian agregat, pengujian

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PEMBUATAN CAT BESI DARI GETAH KARET MENGGUNAKAN PELARUT SOLAR DAN CPO DENGAN WARNA ALAMI DARI EKSTRAK PANDAN

LAPORAN AKHIR PEMBUATAN CAT BESI DARI GETAH KARET MENGGUNAKAN PELARUT SOLAR DAN CPO DENGAN WARNA ALAMI DARI EKSTRAK PANDAN LAPORAN AKHIR PEMBUATAN CAT BESI DARI GETAH KARET MENGGUNAKAN PELARUT SOLAR DAN CPO DENGAN WARNA ALAMI DARI EKSTRAK PANDAN Diajukan Sebagai Persyaratan untuk Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Jurusan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Bagan Alir Penelitian. Mulai. Studi Pustaka. Persiapan Alat dan Bahan. Pengujian Bahan

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Bagan Alir Penelitian. Mulai. Studi Pustaka. Persiapan Alat dan Bahan. Pengujian Bahan BAB IV METODE PENELITIAN A. Bagan Alir Penelitian Pelaksanaan pengujian dalam penelitian ini meliputi beberapa tahapan, yaitu pengujian bahan seperti pengujian agregat dan aspal, penentuan gradasi campuran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik khususnya pada hasil perkebunan.

I. PENDAHULUAN. menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik khususnya pada hasil perkebunan. 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian di Indonesia masih menjadi primadona untuk membangun perekonomian negara. Kinerja ekspor komoditas pertanian menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi hasil pertanian yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi hasil pertanian yang keberadaannya sangat penting dan dibutuhkan di Indonesia. Tanaman karet sangat

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. BAHAN DAN ALAT Bahan baku pembuatan biodegradable foam terdiri atas tapioka komersial yang dapat diperoleh di pasar dan ampok jagung yang diperoleh dari sisa pengolahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dikenal dengan istilah lateks. Di dalam lateks terkandung 25-40% bahan karet

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dikenal dengan istilah lateks. Di dalam lateks terkandung 25-40% bahan karet BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Natural Rubber Natural rubber (karet alam) berasal dari getah pohon karet atau yang biasa dikenal dengan istilah lateks. Di dalam lateks terkandung 25-40% bahan karet mentah

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sehari-hari. Banyak penduduk yang hidup dengan mengandalkan komoditas

BAB 1 PENDAHULUAN. sehari-hari. Banyak penduduk yang hidup dengan mengandalkan komoditas 13 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman karet memiliki peranan yang besar dalam kehidupan perekonomian Indonesia, Karena, banyak terdapat kegunaan dari tanaman ini, contohnya tanaman menghasilkan

Lebih terperinci

Aspal merupakan bahan perkerasan untuk jalan raya. Tentu "penghuni" jurusan Teknik Sipil mengenalnya. Mari kita bahas bersama mengenai aspal.

Aspal merupakan bahan perkerasan untuk jalan raya. Tentu penghuni jurusan Teknik Sipil mengenalnya. Mari kita bahas bersama mengenai aspal. Pengertian Aspal Aspal merupakan bahan perkerasan untuk jalan raya. Tentu "penghuni" jurusan Teknik Sipil mengenalnya. Mari kita bahas bersama mengenai aspal. Pengertian Aspal adalah bahan yang bersifat

Lebih terperinci

SIFAT SIFAT FISIK ASPAL

SIFAT SIFAT FISIK ASPAL Oleh : Unggul Tri Wardana (20130110102) Dea Putri Arifah (20130110103) Muhammad Furqan (20130110107) Wahyu Dwi Haryanti (20130110124) Elsa Diana Rahmawati (20130110128) Bitumen adalah zat perekat (cementitious)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Agregat dari AMP Sinar Karya Cahaya (Laboratorium Transportasi FT-UNG, 2013)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Agregat dari AMP Sinar Karya Cahaya (Laboratorium Transportasi FT-UNG, 2013) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Agregat Penelitian ini menggunakan agregat dari AMP Sinar Karya Cahaya yang berlokasi di Kecamatan Bongomeme. Agregat dari lokasi ini kemudian diuji di Laboratorium Transportasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konstruksi Perkerasan Jalan Menurut (Sukirman, S 1992) Lapisan perkerasan adalah konstruksi diatas tanah dasar yang berfungsi memikul beban lalu lintas dengan memberikan rasa

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. fisika dan daya tahan karet dipakai untuk produksi-produksi pabrik yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. fisika dan daya tahan karet dipakai untuk produksi-produksi pabrik yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karet Alam Karet alam adalah komoditi homogen yang cukup baik. Karet mempunyai daya lentur yang sangat tinggi, kekuatan tarik dan dapat dibentuk dengan panas yang rendah, daya

Lebih terperinci

PENGGUNAAN GARAM AMMONIUM DALAM PRODUKSI KARET VISKOSITAS RENDAH DARI LATEKS

PENGGUNAAN GARAM AMMONIUM DALAM PRODUKSI KARET VISKOSITAS RENDAH DARI LATEKS Jurnal Penelitian Karet, 2015, 33 (2) : 193-202 Indonesian J. Nat. Rubb. Res. 2015, 33 (2) : 193-202 PENGGUNAAN GARAM AMMONIUM DALAM PRODUKSI KARET VISKOSITAS RENDAH DARI LATEKS The Use of Ammonium Salt

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juli sampai Oktober 2011, dan dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aspal Aspal didefinisikan sebagai material berwarna hitam atau coklat tua, pada temperatur ruang berbentuk padat sampai agak padat. Jika dipanaskan sampai suatu temperatur tertentu

Lebih terperinci

PENGGUNAAN ARANG CANGKANG KELAPA SAWIT SEBAGAI BAHAN PENGISI DALAM PEMBUATAN KOMPON SELANG KARET

PENGGUNAAN ARANG CANGKANG KELAPA SAWIT SEBAGAI BAHAN PENGISI DALAM PEMBUATAN KOMPON SELANG KARET Nuyah Penggunaan Arang Cangkang Kelapa Sawit PENGGUNAAN ARANG CANGKANG KELAPA SAWIT SEBAGAI BAHAN PENGISI DALAM PEMBUATAN KOMPON SELANG KARET THE USE OF PALM SHELL CHARCOAL AS FILLER FOR COMPOUND OF RUBBER

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 21 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Ubi kayu merupakan salah satu hasil pertanian dengan kandungan karbohidrat yang cukup tinggi sehingga berpotensi sebagai bahan baku pembuatan etanol. Penggunaan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Agregat Kasar A. Hasil Pengujian Agregat Agregat kasar yang digunakan dalam percobaan ini berasal dari desa Clereng, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta. Hasil pemeriksaan bahan

Lebih terperinci

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN. Dari uraian pada hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN. Dari uraian pada hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN V.1 Kesimpulan Dari uraian pada hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut. 1. Proses mastikasi dan penggilingan karet mempengaruhi dispersi carbon black,

Lebih terperinci

MAKALAH TEKNIK KARAKTERISASI MATERIAL WALLACE RAPED PLASTIMETER

MAKALAH TEKNIK KARAKTERISASI MATERIAL WALLACE RAPED PLASTIMETER MAKALAH TEKNIK KARAKTERISASI MATERIAL WALLACE RAPED PLASTIMETER Oleh Debi Rianto ( 1301683 ) Nidya Yulfriska ( 1301656 ) Rosi Selfia Putri ( 1301676 ) Dosen Pembimbing : Dra. Yenni Darvina, M.Si JURUSAN

Lebih terperinci

III. METODOLOGI F. ALAT DAN BAHAN

III. METODOLOGI F. ALAT DAN BAHAN III. METODOLOGI F. ALAT DAN BAHAN 1. Alat Alat-alat yang dipergunakan dalam penelitian ini merupakan rangkaian peralatan proses pembuatan faktis yang terdiri dari kompor listrik,panci, termometer, gelas

Lebih terperinci

Cara uji titik lembek aspal dengan alat cincin dan bola (ring and ball)

Cara uji titik lembek aspal dengan alat cincin dan bola (ring and ball) Standar Nasional Indonesia Cara uji titik lembek aspal dengan alat cincin dan bola (ring and ball) ICS 93.080.20; 75.140 Badan Standardisasi Nasional Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi penting dan terbesar

I. PENDAHULUAN. Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi penting dan terbesar I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi penting dan terbesar di Indonesia. Lampung adalah salah satu sentra perkebunan karet di Indonesia. Luas areal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan pengekspor karet spesifikasi teknis terbesar ke

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan pengekspor karet spesifikasi teknis terbesar ke BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan pengekspor karet spesifikasi teknis terbesar ke tiga di dunia setelah Thailand dan Malaysia. Karet spesifikasi teknis (Technically Specified Rubber)

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM INDUSTRI KARET REMAH (CRUMB RUBBER) INDONESIA. Karet merupakan polimer hidrokarbon yang bersifat elastis dan terbentuk

IV. GAMBARAN UMUM INDUSTRI KARET REMAH (CRUMB RUBBER) INDONESIA. Karet merupakan polimer hidrokarbon yang bersifat elastis dan terbentuk 48 IV. GAMBARAN UMUM INDUSTRI KARET REMAH (CRUMB RUBBER) INDONESIA 4.1. Gambaran Umum Karet Karet merupakan polimer hidrokarbon yang bersifat elastis dan terbentuk dari emulsi kesusuan yang dikenal sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Surfaktan merupakan suatu molekul yang sekaligus memiliki gugus hidrofilik dan gugus lipofilik sehingga dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari air dan minyak.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Lateks karet alam didapat dari pohon Hevea Brasiliensis yang berasal dari famili Euphorbia ceae ditemukan dikawasan tropikal Amazon, Amerika Selatan. Lateks karet

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN SBR DAN NR TERHADAP SIFAT FISIKA KOMPON KARET PACKING CAP RADIATOR

PENGARUH PENGGUNAAN SBR DAN NR TERHADAP SIFAT FISIKA KOMPON KARET PACKING CAP RADIATOR Nuyah Pengaruh Penggunaan SBR dan NR PENGARUH PENGGUNAAN SBR DAN NR TERHADAP SIFAT FISIKA KOMPON KARET PACKING CAP RADIATOR THE EFFECT OF STYRENE BUTADIENE RUBBER AND NATURAL RUBBER UTILIZATION ON PHYSICAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam penunjang aktivitas di segala bidang. Berbagai aktivitas seperti

BAB I PENDAHULUAN. dalam penunjang aktivitas di segala bidang. Berbagai aktivitas seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era industri yang maju pada saat ini, jalan merupakan prasarana dalam penunjang aktivitas di segala bidang. Berbagai aktivitas seperti perkantoran, kawasan perdagangan,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Pengolahan Hasil Perkebunan STIPAP Medan. Waktu penelitian dilakukan pada

METODE PENELITIAN. Pengolahan Hasil Perkebunan STIPAP Medan. Waktu penelitian dilakukan pada II. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Proses Program Studi Teknologi Pengolahan Hasil Perkebunan STIPAP Medan. Waktu penelitian dilakukan pada bulan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. terjadinya prakoagulasi perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

TINJAUAN PUSTAKA. terjadinya prakoagulasi perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut : II. TINJAUAN PUSTAKA Lateks kebun yang bermutu baik merupakan syarat utama mendapatkan hasil olah karet yang baik. Penurunan mutu biasanya disebab terjadinya prakoagulasi. Prakoagulasi akan menjadi masalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konstruksi Perkerasan Lentur Konstruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan-lapisan yang diletakkan di atas tanah yang telah dipadatkan. Lapisan-lapisan itu berfungsi untuk

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji karet, dan bahan pembantu berupa metanol, HCl dan NaOH teknis. Selain bahan-bahan di atas,

Lebih terperinci

3.1 Lataston atau Hot Rolled Sheet

3.1 Lataston atau Hot Rolled Sheet BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Lataston atau Hot Rolled Sheet Menurut Kementrian Pekerjaan Umum (Bina Marga revisi 2010), lapis tipis aspal beton (lataston) adalah lapisan penutup yang terdiri dari campuran

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat Penelitian Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini yaitu blotong dan sludge industri gula yang berasal dari limbah padat Pabrik Gula PT. Rajawali

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BB III LNDSN TEORI. Metode Pengujian gregat dapun dasar perhitungan yang menjadi acuan dalam pengujian material yaitu mengacu pada spesifikasi Bina Marga Edisi 2010 (Revisi 3) sebagai berikut: 1. gregat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lateks pekat sebagai bahan utama pada penelitian ini tetap berada dalam bentuk emulsi sebelum diolah menjadi bahan baku pada industri. Biasanya lateks pekat banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Indonesia merupakan produsen karet nomor dua terbesar di dunia dengan produksi sebesar 2,55 juta ton pada tahun 2007 setelah Thailand (2,97 juta ton).

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. ALAT DAN BAHAN Alat yang digunakan untuk pembuatan gel bioetanol adalah handmixer, penangas air, dan gelas ukur. Alat yang digunakan untuk uji antara lain adalah Bomb Calorimeter,

Lebih terperinci

Cara uji kelarutan aspal modifikasi dalam toluen dengan alat sentrifus

Cara uji kelarutan aspal modifikasi dalam toluen dengan alat sentrifus Standar Nasional Indonesia Cara uji kelarutan aspal modifikasi dalam toluen dengan alat sentrifus ICS 91.100 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii Pendahuluan... iii 1 Ruang

Lebih terperinci

optimum pada KAO, tahap III dibuat model campuran beton aspal dengan limbah

optimum pada KAO, tahap III dibuat model campuran beton aspal dengan limbah BAB V METODE PENELITIAN 5.1. Cara Penelitian Penelitian dilakukan dengan tiga tahap. tahap pertama untuk mencari kadar aspal optimum (KAO), tahap II untuk mencari kadar limbah batu baterai (Magan) optimum

Lebih terperinci

MODIFIKASI DAN UJI PERFORMANSI MEKANISME ALAT PENGUPAS KULIT ARI KACANG TANAH ( Arachis hypogaea L) SEMI MEKANIS TIPE BELT

MODIFIKASI DAN UJI PERFORMANSI MEKANISME ALAT PENGUPAS KULIT ARI KACANG TANAH ( Arachis hypogaea L) SEMI MEKANIS TIPE BELT MODIFIKASI DAN UJI PERFORMANSI MEKANISME ALAT PENGUPAS KULIT ARI KACANG TANAH ( Arachis hypogaea L) SEMI MEKANIS TIPE BELT Oleh : SUPRIYATNO F141 02 105 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Lebih terperinci

Gambar 4.1. Bagan Alir Penelitian

Gambar 4.1. Bagan Alir Penelitian BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Bagan Alir Penelitian Bagan alir dibawah ini adalah tahapan penelitian di laboratorium secara umum untuk pemeriksaan bahan yang di gunakan pada penentuan uji Marshall. Mulai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam kehidupan manusia modern saat ini banyak peralatan peralatan yang menggunakan bahan yang sifatnya elastis tidak mudah pecah bila jatuh dari suatu tempat. Peningkatan

Lebih terperinci

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Bagian Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4. Uji Kadar Aspal dalam Batuan Uji kadar aspal ini dilakukan dengan mekanisme seperti pada Gambar 4. berikut. Gambar 4. Diagram alir percobaan uji kadar aspal 2 Batuan aspal

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN JENIS BAHAN PENGENTAL

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN JENIS BAHAN PENGENTAL IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN JENIS BAHAN PENGENTAL Pada awal penelitian ini, telah diuji coba beberapa jenis bahan pengental yang biasa digunakan dalam makanan untuk diaplikasikan ke dalam pembuatan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KITOSAN DARI CANGKANG UDANG SEBAGAI MATRIKS PENYANGGA PADA IMOBILISASI ENZIM PROTEASE. Skripsi

PEMANFAATAN KITOSAN DARI CANGKANG UDANG SEBAGAI MATRIKS PENYANGGA PADA IMOBILISASI ENZIM PROTEASE. Skripsi PEMANFAATAN KITOSAN DARI CANGKANG UDANG SEBAGAI MATRIKS PENYANGGA PADA IMOBILISASI ENZIM PROTEASE Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PRODUKSI KARET OLAHAN RIBBED SMOKED SHEET (Kasus : Perkebunan Widodaren, Kabupaten Jember, Jawa Timur) OLEH JUVENA ELIZABETH A

OPTIMALISASI PRODUKSI KARET OLAHAN RIBBED SMOKED SHEET (Kasus : Perkebunan Widodaren, Kabupaten Jember, Jawa Timur) OLEH JUVENA ELIZABETH A OPTIMALISASI PRODUKSI KARET OLAHAN RIBBED SMOKED SHEET (Kasus : Perkebunan Widodaren, Kabupaten Jember, Jawa Timur) OLEH JUVENA ELIZABETH A14103102 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. penetrasi, uji titik nyala, berat jenis, daktilitas dan titik lembek. Tabel 4.1 Hasil uji berat jenis Aspal pen 60/70

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. penetrasi, uji titik nyala, berat jenis, daktilitas dan titik lembek. Tabel 4.1 Hasil uji berat jenis Aspal pen 60/70 BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA 4.1 Hasil dan Analisa Pengujian Aspal Aspal yang digunakan pada penelitian ini adalah aspal keras yang mempunyai nilai penetrasi 60/70. Pengujian aspal di laboratorium Jalan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. bergradasi baik yang dicampur dengan penetration grade aspal. Kekuatan yang

BAB III LANDASAN TEORI. bergradasi baik yang dicampur dengan penetration grade aspal. Kekuatan yang BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Lapisan Aspal Beton Lapis Aspal Beton adalah suatu lapisan pada konstuksi jalan raya, yang terdiri dari campuran aspal keras dan agregat yang bergradasi menerus, dicampur, dihampar

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Bagan Alir Penelitian Sebelum melakukan suatu penelitian, maka perlu adanya perencanaan dalam penelitian. Pelaksanaan pengujian dilakukan secara bertahap, yaitu pemeriksaan

Lebih terperinci

Studi Penggunaan Limbah Las Karbit Untuk Bahan Tambah Pada Perkerasan Laston Gradasi AC-WC

Studi Penggunaan Limbah Las Karbit Untuk Bahan Tambah Pada Perkerasan Laston Gradasi AC-WC Rekaracana Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Teknik Sipil Itenas No.x Vol. Xx Januari 2016 Studi Penggunaan Limbah Las Karbit Untuk Bahan Tambah Pada Perkerasan Laston Gradasi AC-WC SHEZY NURHAYATI

Lebih terperinci

STUDI SIFAT-SIFAT REOLOGI ASPAL YANG DIMODIFIKASI LIMBAH TAS PLASTIK

STUDI SIFAT-SIFAT REOLOGI ASPAL YANG DIMODIFIKASI LIMBAH TAS PLASTIK STUDI SIFAT-SIFAT REOLOGI ASPAL YANG DIMODIFIKASI LIMBAH TAS PLASTIK Rezza Permana, ST. Peneliti Institut Teknologi Nasional Jl. PHH Mustapa 23 Bandung Telp. 022 727 2215 ; Facs 022 7202892 E-mail : edelweiss_pirates@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akibat dari pembebanan pada perkerasan ketanah dasar (subgrade) tidak melampaui

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akibat dari pembebanan pada perkerasan ketanah dasar (subgrade) tidak melampaui BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penjelasan Umum Lapisan perkerasan jalan merupakan konstruksi diatas tanah yang berfungsi memikul beban lalulintas dengan memberikan rasa aman dan nyaman. Pemberian konstruksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejumlah kecil bagian bukan karet, seperti lemak, glikolipid, fosfolid, protein,

BAB I PENDAHULUAN. sejumlah kecil bagian bukan karet, seperti lemak, glikolipid, fosfolid, protein, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lateks alam adalah subtansi yang diperoleh dari getah karet (Hevea Brasilliensis). Lateks alam tersusun dari hidrokarbon dan mengandung sejumlah kecil bagian bukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kebutuhan sarana transportasi, salah satunya adalah jalan. Jalan merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. kebutuhan sarana transportasi, salah satunya adalah jalan. Jalan merupakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi memberikan pengaruh terhadap peningkatan kebutuhan sarana transportasi, salah satunya adalah jalan. Jalan merupakan infrastruktur untuk mendukung

Lebih terperinci

Studi Penggunaan Aspal Modifikasi Dengan Getah Pinus Pada Campuran Beton Aspal

Studi Penggunaan Aspal Modifikasi Dengan Getah Pinus Pada Campuran Beton Aspal Rekaracana Teknik Sipil Itenas No.x Vol.xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Januari 2015 Studi Penggunaan Aspal Modifikasi Dengan Getah Pinus Pada Campuran Beton Aspal SYAMSI FAJRI, N.¹, SUKIRMAN,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat 3.1.1 Bahan Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah spent bleaching earth dari proses pemurnian CPO yang diperoleh dari PT. Panca Nabati Prakarsa,

Lebih terperinci

PERUBAHAN KARAKTERISTIK MEKANIS ASPAL YANG DITAMBAHKAN SULFUR SEBAGAI BAHAN TAMBAH

PERUBAHAN KARAKTERISTIK MEKANIS ASPAL YANG DITAMBAHKAN SULFUR SEBAGAI BAHAN TAMBAH PERUBAHAN KARAKTERISTIK MEKANIS ASPAL YANG DITAMBAHKAN SULFUR SEBAGAI BAHAN TAMBAH Mashuri* * dan Jurair Patunrangi* The purpose of this study is to observe the effect of sulfur on changes in mechanical

Lebih terperinci