BAB II KAJIAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Nyeri Nyeri merupakan suatu sensasi subjektif rasa tidak nyaman dengan ada atau tidaknya kerusakan jaringan aktual atau potensial. Nyeri dapat bersifat sebagai protektif, yaitu menyebabkan individu menjauh dari stimulus yang berbahaya, atau tidak melakukan fungsi. Sifat nyeri yang diungkapkan oleh pasien berupa perasaan seperti tertusuk-tusuk, pegal, berdenyut, teriris, seperti tertarik, terbakar dan sebagainya (Corwin, 2009). Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah pengalaman perasaan emosional dan sensorik yang tidak menyenangkan akibat adanya kerusakan aktual maupun potensial, atau menggambarkan terjadinya kerusakan ( Meliala et al., 2000). Nyeri bersifat unik karena di satu sisi, nyeri dapat menimbulkan keadaan yang tidak menyenangkan bagi penderitanya. Namun, disisi lain nyeri dapat memberikan manfaat sebagai mekanisme proteksi dan mekanisme defensif (Sinardja dan Mahaalit, 2013). Terdapat banyak istilah yang sering dipakai dalam praktek klinis untuk menggambarkan kondisi myofascial pain syndrome seperti myofascitis, tension myalgia, muscular rheumatism. Istilah - istilah tersebut memiliki definisi yang sama walaupun secara patologis memiliki definisi yang berbeda - beda, namun memiliki tanda dan gejala yang hampir sama (Faizah 2013). Myofascial pain syndrome

2 10 merupakan sekumpulan gejala dan tanda dari satu atau beberapa titik picu (trigger point). 2.2 Myofascial Pain Syndrome Myofascial pain syndrome adalah suatu keadaan yang menimbulkan nyeri lokal dan menjalar yang dikarakteristikkan dengan adanya ketidaknormalan pada motoris ( taut band yang keras di dalam otot) dan ketidaknormalan pada sensoris (nyeri tekan dan nyeri menjalar). Myofascial pain syndrome dikarakteristikkan sebagai nyeri musculosceletal yang bersifat akut atau kronis. Hal ini bisa menyebabkan yaitu timbulnya nyeri lokal, atau gangguan sekunder yang terjadi sebagai akibat dari beberapa kondisi. Ketika myofascial menjadi kronis, tidak cukup untuk diobati dengan teknik injeksi, namun membutuhkan perhatian postural, ergonomi, dan faktor faktor struktural (Gerwin et al., 2004). Myofascial pain syndrome biasanya berupa nyeri regang (taut pain) dan nyeri tekan ( tenderness pain). Myofascial pain syndrome sering terjadi pada area yang memiliki sistem transportasi metabolisme yang kurang baik. Daerah tersebut merupakan titik titik nyeri ( trigger points) yang mudah terangsang oleh sisa metabolisme (Ladopurab, 2012). Myofascial pain syndrome didefinisikan sebagai suatu keadaan yang dikarakteristikkan dengan kondisi otot yang sakit bersifat kronis yang hypersensitive jika diberikan penekanan. Tipe dari nyeri ini pada umumnya bersifat dalam (deep) dan tumpul, terasa nyeri pada otot yang terkena dan jika dilakukan palpasi, maka

3 11 nyerinya sering menyebar ke area nonspesifik disekitar otot. Sekelompok otot yang mengalami ketegangan dan dapat diraba ini disebut dengan trigger point. Taut band yang terdapat di dalam otot skeletal sangat sensitif terhadap suatu tekanan sehingga ketika diberikan penekanan tepat pada titik nyeri tersebut, maka penderita akan merasakan nyeri yang tajam. Nyeri yang dirasakan oleh penderita tidak akan terasa hingga ke persendian akan tetapi lingkup gerak sendi akan menjadi berkurang akibat dari otot penggeraknya yang mengalami masalah (Werenski, 2011). Kebanyakan orang tidak menyadari keberadaan dari trigger point. Ketika akut trigger point menjadi kronis maka lama kesembuhan yang didapatkan pasien menjadi lebih lama. Akut trigger point terjadi karena adanya cedera secara langsung dan menjadi kronis akibat adanya trauma dalam jangka waktu yang panjang. Fisiologi yang mendasari tentang mekanisme terjadinya myofascial syndrome ini tidak dapat dipahami dengan jelas. Beberapa mekanisme telah disampikan dalam literaturliteratur tentang penyebab akut ataupun kronis. Adanya retikulum sarkoplasma yang mengalami perobekan sehingga akan melepaskan kalsium. Pelepasan kalsium dan ATP menyebabkan sarkomer mengalami kontraksi yang lebih pendek pada daerah yang terdapat taut band. Hal tersebut akan meningkatkan aktivitas metabolik, adanya iskemik dan adanya pelepasan zat tersebut menyebabkan iritasi yang berlebihan pada ujung saraf sensorik dan akhirnya menimbulkan nyeri (Simons et al., 1999). Myofascial pain syndrome ditandai dengan adanya myofascial trigger point (Fernandez et al., 2005). Komponen klinis utama pada nyeri myofascial, yang

4 12 terpenting adalah adanya titik picu ( trigger points), taut band, dan local twitch response (Simons et al., 1999). Trigger point adalah suatu nodul hipersensitive yang terdapat dalam taut band pada otot skeletal. Karakteristik utama dari trigger points yaitu adanya nodul pada taut band. Nodul ini menyebabkan hyperalgesia yang merupakan respon nyeri yang berlebihan ketika diberikan suatu rangsangan normal dan adanya allodynia yang merupakan persepsi nyeri dalam menanggapi rangsangan normal (Gerwin,1999). Trigger point dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu aktif trigger point dan pasif trigger point. Aktif trigger point terjadi ketika pasien mengalami nyeri spontan pada saat pasien istirahat yang dapat memicu adanya reffered pain ketika diberikan suatu penekanan. Pasif trigger point terjadi ketika pasien tidak mengalami nyeri secara spontan tetapi dapat menyebabkan adanya keterbatasan gerakan dan kelemahan otot, tapi ketika trigger point tersebut mendapat penekanan maka pasien akan merasakankan nyeri pada daerah yang diberikan penekanan. Pasif trigger point dapat menjadi aktif jika adanya stimulasi seperti posture tubuh yang tidak benar, penggunaan otot secara berlebihan tanpa adanya istirahat dan dengan posisi statik, ergonomi tubuh yang tidak benar ketika melakukan pekerjaan (Werenski, 2011).

5 13 Gambar2.1. Trigger Point Complex (Sumber: Shah and Heimur, 2012) Taut band merupakan satu bendel muscle belly yang mengeras, kaku dan ketika diraba akan terasa berbeda dengan bagian otot yang lain. Adanya taut band dalam otot akan mengakibatkan penurunan ekstensibilitas dan fleksibilitas pada otot tersebut. Adanya perlengketan dalam struktur otot yang terjadi pada fascia dan myofilament dalam sarcomer taut band maka akan terjadi peningkatan konsentrasi secara abnormal dari asetilkolin dalam end plate tautband. Perlengketan ini menyebabkan sirkulasi darah pada otot menjadi berkurang sehingga kebutuhan nutrisi dan oksigen pada area taut band berkurang (Gerwin et al, 2004). Local Twitch Response (LTR) merupakan tekanan mendadak yang terasa mengejutkan atau tertusuk jarum dan sel otot berkontraksi dalam taut band. Elektrik pada LTR terjadi secara spontan dalam taut band tanpa adanya stimulasi saraf motorik disebut end plate noise yang terdapat pada ujung saraf yang dekat dengan

6 14 zona trigger point. Pelepasan elektrik terjadi dengan frekwensi kali lebih dari potensial elektrik motor end plate normal. Sehingga merupakan aktivasi saraf simpatik yang mempengaruhi pelepasan secara spontan Ach karena aktivitas adreno reseptors dari ujung saraf motorik (Mc Partland, 1996) Tanda dan gejala Myofascial Pain Syndrome Menurut Azizah dan Hardjono, 2006 tanda dan gejala yang menyebabkan terjadinya myofascial pain syndrome otot upper trapezius yaitu: 1. Nyeri yang terlokalisir pada otot upper trapezius. 2. Terdapat taut band pada otot dan fascia serta jaringan ikat longgar (connective tissue). 3. Nyeri yang menjalar umumnya dengan pola yang dapat di prediksi. 4. Adanya titik tenderness pada suatu tempat sepanjang taut band yang disebut sebagai trigger point/jump sign. 5. Tightness pada otot yang terkena sehingga menyebabkan keterbatasan lingkup gerak sendi. 6. Spasme otot akibat dari adanya rasa nyeri yang timbul dan juga akibat dari penumpukan zat-zat iritan/zat metabolit. 7. Perubahan otonomik seperti vasokonstriksi pembuluh darah dan keringat yang berlebihan di sepanjang area reffered pain.

7 15 Gambar 2.2 Reffered pain otot upper trapezius (Sumber: Nayak, 2013) Penyebab Myofascial Pain Syndrome Otot Upper Trapezius Myofascial pain syndrome dapat disebabkan oleh berbagai faktor yaitu: 1. Postur tubuh Pada postur tubuh yang tidak bagus dapat menyebabkan stress dan strain pada otot upper trapezius seperti forward head posture yaitu posisi seseorang yang melakukan posisi kerja statis terus menerus pada saat aktivitas dalam posisi duduk atau berdiri. 2. Ergonomi kerja yang buruk Ergonomi tubuh yang tidak baik seperti penggunaan otot yang berlangsung lama, mekanisme kerja yang buruk pada leher dan bahu menggambarkan beban kerja otot upper trapezius lebih berat, posisi tempat kerja yang tidak sesuai dengan ergonomi. 3. Trauma pada jaringan myofascial

8 16 Trauma pada jaringan myofascial dapat dibagi menjadi dua, yaitu trauma makro dan trauma mikro. Trauma makro yaitu suatu cidera yang mengenai otot atau fasia. Ketika jaringan myofascial mengalami cidera maka akan terjadi proses inflamasi, ketegangan serabut kolagen, dan pemendekan serabut kolagen. Ketika serabut kolagen mengalami pemendekan menyebabkan tekanan pada jaringan myofascial akan meningkat. Sedangkan trauma mikro merupakan suatu cidera yang berulang (repetitive injury) akibat dari suatu kerja dalam jangka waktu lama dan dengan beban yang berlebih. 4. Usia Myofascial pain syndrome kebanyakan terjadi pada orang dewasa pada usia pertengahan karena kemampuan otot pada usia muda lebih baik dalam menangani stress mekanikal. Pada usia dewasa ke atas, telah terjadi penurunan fungsi akibat dari degenerasi jaringan sehingga otot akan menjadi sulit dalam menangani stress. 2.3 Anatomi Otot Upper Trapezius Otot trapezius merupakan otot terbesar dan paling superfisial pada daerah scapulothoraks. Dinamakan otot trapezius karena bentuk otot ini mirip dengan bangun trapezium. Otot ini mudah dipalpasi karena memiliki banyak fascia yang terletak di bawah kulit. Otot upper trapezius dibagi menjadi empat bagian yaitu bagian I dan II membentuk otot upper trapezius yang berperan dalam gerakan elevasi

9 17 dan adduksi shoulder, bagian III membentuk middle trapezius berperan dalam gerakan adduksi shoulder, dan bagian IV membentuk lower trapezius berperan dalam gerakan depresi dan adduksi shoulder. Pada upper trapezius dapat dipalpasi antara occipital protuberance pada C6 dan lateral dari acromion terutama ketika gerakan elevasi shoulder. Serat otot pada bagian upper trapezius tipis dan relatif lemah, melekat pada clavicula, sehingga kepala bisa sepenuhnya memutar ke sisi yang berlawanan. Serat otot pada upper trapezius akan membantu middle trapezius dan levator scapula dalam melakukan gerakan elevasi serta rotasi. Karena upper trapezius mempunyai serat otot yang tipis dan lemah, dan membantu middle trapezius dalam melakukan gerakan membuat bagian ini mudah sekali mengalami kelelahan dan ketegangan otot. Disamping itu otot ini rentan mengalami myofascial pain karena otot ini sering digunakan dalam jangka waktu yang lama. Middle trapezius dapat teraba dari C7 hingga T3, lateral acromion, scapula spine terutama ketika posisi adduksi shoulder. Pada middle trapezius terdapat seratserat otot yang kuat dan tebal. Otot ini berkarakteristik kuat karena mempunyai peran dalam memposisikan bahu sesuai postur tubuh yang benar. Lower trapezius dapat dipalpasi pada bagian T4 hingga T12, bagian medial scapula tulang belakang terutama ketika posisi depresi dan adduksi. Daerah lower trapezius terdapat otot yang lemah dan bagian ini berperan dalam gerakan adduksi, depresi, dan rotasi.

10 18 Upper trapezius berorigo pada eksternal occipital protuberance, bagian medial ligamentum nuchae, dan berinsertio pada batas posterior dari 1/3 bagian lateral clavicula dan acromion dari scapula. Otot ini dipersarafi oleh accessory nerve (cranial nerve XI) dan nervus C 3 -C 4 (Willms et al, 2005). Terdapat dua tipe serabut otot yang utama yaitu serabut slow-twitch dan serabut fast-twitch. Kedua tipe serabut tersebut terdapat didalam suatu otot tunggal. Tipe serabut otot, ada dua dasar tipe yaitu: 1. Tipe I atau slow twitch (tonik muscle fibers) : disebut sebagai red muscle karena serabut ototnya berwarna merah atau lebih gelap dari otot yang lainnya. Otot ini memiliki karakteristik tertentu, yaitu menghasilkan kontraksi yang lambat, banyak mengandung kapiler pembuluh darah, kekuatan motor unit yang rendah, tidak cepat mengalami kelelahan, memiliki kapasitas aerobik yang tinggi dan berfungsi untuk mempertahankan sikap. Otot slow twitch ini berguna untuk olahraga yang membutuhkan endurance yang tinggi seperti lari marathon, berenang. Misalnya pada otot erector spine 2. Tipe II atau fast twitch (phasic muscle fibers) : disebut sebagai white muscle karena serabut ototnya berwarna putih atau berwarna lebih pucat. Otot ini memiliki karakteristik menghasilkan kontraksi yang cepat, mudah mengalami kelelahan, memiliki kapasitas aerobik yang rendah, banyak mengandung myofibril, durasi kontraksi lebih pendek dan berfungsi untuk

11 19 melakukan gerakan yang cepat dan kuat. Otot fast twitch ini diperlukan untuk olahraga yang membutuhkan kecepatan, kontraksi otot yang sangat kuat dan cepat seperti lari cepat. Misalnya pada otot upper trapezius (Sudaryanto and Ansar, 2011) 2.4 Anatomi Fisiologi Otot Skeletal Gambar 2.3 Otot upper trapezius (Sumber: Nayak, 2013) Tubuh manusia tersusun atas 434 otot yang membentuk 40% - 45% dari berat tubuh orang dewasa. Sekitar 75% pasangan otot bertanggung jawab terhadap gerakan tubuh dan postur tubuh. Otot rangka sering disebut dengan otot skelet, otot bergaris atau otot lurik merupakan otot yang berfungsi untuk menggerakkan tulang. Apabila otot ini dilihat dibawah mikroskop maka susunannya terdiri dari serabut-serabut panjang yang mengandung banyak inti sel, dan terlihat adanya garis terang yang diselingi dengan garis gelap yang melintang.

12 20 Otot mempunyai hukum All or none law hukum berlaku untuk1 serabut otot, artinya bila 1 serabut otot dirangsang, maka akan berkontraksi bila rangsangan yang diterima lebih tinggi dari nilai ambang rangsang, otot tidak akan berkontraksi bila nilai rangsangnya < ambang rangsang. Otot rangka mempunyai fungsi untuk menggerakkan anggota tubuh memberikan bentuk pada tubuh, melindungi organ tubuh yang lebih dalam. Otot rangka terdiri atas serabut/fibers, myofibril, sarkomer. Secara mikroskopis sel, membran yang membungkus serabut otot disebut dengan sarkolema. Pada bagian dalam dari sel otot rangka terdapat cairan intraseluler ( sarcoplasma) yang terisi banyak dengan molekul-molekul glikogen, protein myoglobin dan mitokondria. Sarkoplasma pada tiap serabut otot mengandung mitokondira dan terdapat serabut myofibril. Myofibril mengandung 2 tipe protein yang menghasilkan pola striated sehingga dinamakan otot striated atau otot skeletal. Myofibril terbuat dari molekul protein yang panjang yang disebut dengan myofilamen. Myofilamen terdiri dari dua jenis yaitu thick myofilamen yang berwarna lebih gelap dan thin myofilamen yang berwarna lebih terang. Pada setiap serabut otot terdapat ratusan hingga ribuan myofibril. Setiap myofibril tersusun oleh sekitar 1500 filamen tebal ( myosin) dan 3000 filamen tipis (actin), yang merupakan molekul protein polimer besar yang bertanggung jawab untuk melakukan kontraksi otot sesungguhnya (Guyton and Hall, 2006).

13 21 Pada myosin dan actin akan membentuk suatu bagian yang saling bersambung dalam myofibril yang disebut sarcomer. Pada daerah tengah sarcomere akan terlihat lebih gelap yang disebut dengan A-band sedangkan daerah pinggir terlihat lebih terang yang disebut dengan I-band. Bagian yang memisahkan antara kedua daerah tersebut adalah Z-line (Sherwood, 2006). Secara mikroskopis, terlihat adanya perubahan struktur bands (A bands, I bands) dan garis di dalam otot skeletal selama kontraksi otot. Pada sarkomer terbagi antara 2 Z lines, yang merupakan unit struktural dasar dari serabut otot. Setiap sarkomer dibagi menjadi dua oleh suatu M line. A band berisi filamen myosin yang kasar dan tebal serta dikelilingi oleh 6 filamen actin yang tipis dan halus. Pada I band berisi hanya filamen actin yang tipis. Pada pusat A band terdapat H zone yang hanya berisi filamen myosin yang tebal. Ketika otot melakukan kontraksi, filamen actin yang tipis dari salah satu ujung sarkomer akan bergerak satu sama lain. Z line akan bergeerak ke arah A bands untuk mempertahankan ukuran awalnya, sementara I bands akan menjadi menyempit dan H zone menjadi menghilang. Jumlah serabut otot pada tiap-tiap orang berbeda, jumlah serabut otot yang sama saat lahir akan dipertahankan hingga dewasa kecuali jika terjadi injury maka jumlah serabutnya akan menurun atau bahkan akan menghilang. Peningkatan ukuran serabut otot dapat bertambah ketika diberikan resistance training. Kontraksi otot skeletal ada dua yaitu kontraksi isotonik dan isometrik. Kontraksi otot isotonik dibagi menjadi konsentrik dan eksentrik. Kontraksi konsentrik

14 22 merupakan kontraksi otot yang membuat otot memendek dan terjadi gerakan pada sendi sedangkan kontraksi eksentrik merupakan kontraksi otot pada saat memanjang untuk menahan beban. Kontraksi isometrik merupakan kontraksi otot yang tidak disertai dengan perubahan panjang otot (Lippert, 2011). Kelelahan otot terjadi akibat adanya aktivitas fisik dengan intensitas yang tinggi dan berlangsung singkat yang disebabkan oleh akumulasi produksi asam laktat di dalam otot dan darah. Ketika melakukan aktivitas dengan intensitas yang tinggi maka akan terjadi kontraksi otot di dalam serabut otot fast twitch (FT). Serabut otot FT lebih cepat mengalami kelelahan dibandingkan serabut otot slow twitch (ST) dikarenakan serabut otot FT mempunyai kemampuan sistem anaerobik yang tinggi dan sistem aerob yang rendah sehingga mempercepat penumpukan dari asam laktat. Hal tersebut menyebabkan lebih cepat terjadi kelelahan otot (Sherwood, 2006).

15 23 Gambar 2.4 Struktur otot (Sumber: Donatelli, 2007) 2.5 Anatomi myofascia Fascia merupakan tipe jaringan yang membungkus tendon, ligament, aponeurosis dan jaringan parut. Fascia terdapat diseluruh tubuh, sebagai perantara dari semua sistem yang ada pada tubuh dan memberikan bentuk untuk sistem tubuh seperti sistem sirkulasi darah, sistem saraf dan sistem limfatik. Fascia berfungsi untuk dapat membentuk dan menunjang bagian tubuh dan menahan agar tetap berada pada tempatnya, memberikan lubrikasi (pelumas) sehingga otot akan bebas bergerak tanpa menimbulkan suatu gesekan yang bisa menyebabkan adanya injury pada otot (Clay, 2008). Fascia dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu fascia superficialis, fascia profunda (deep), dan deepest fascia. Fascia superficialis merupakan lapisan jaringan

16 24 ikat longgar yang terletak pada lapisan bawah dermis kulit dan kadang disebut sebagai jaringan subkutan. Fascia ini berfungsi sebagai jalur untuk saraf dan darah menuju otot rangka dan berbagai jaringan adiposa. Fascia superficialis lebih menonjol pada bagian belakang tubuh daripada bagian depan. Fungsi utama lapisan ini yaitu sebagai pelindung deformasi mekanikal dan memberikan jalur untuk sarafdan dinding pembuluh saraf. Deep fascia adalah lapisan fibrosa pada jaringan ikat yang ditemukan di bawah superficialis fascia. Deep fascia berfungsi sebagai jalur untuk saraf dan pembuluh darah dan sebagai tempat untuk mengembangkan otot dan struktur internal lainnya. Deepest fascia dikenal sebagai dural tube yang mengelilingi dan melindungi otak dan sumsum tulang belakang (Lindsay and Robertson, 2008). Berdasarkan tempat ditemukannya fascia di dalam otot, maka fascia dibagi menjadi 3 yaitu epimysium, perymisium dan endomysium. Ketiga lapisan tersebut merupakan perluasan dari deep fascia. Epimysium merupakan jaringan myofascial terluas yang melapisi seluruh otot dan mengikat seluruh fasikel. Perimysium merupakan jaringan fascia yang membungkus sekelompok serabut otot ke dalam satu fasikel. Endomysium merupakan jaringan fascia terdalam yang memisahkan seratserat otot (Alter, 2004). Fascia dapat mengalami ketegangan karena adanya kontraksi otot yang menyebabkan otot menjadi melebar. Ketegangan yang terjadi pada fascia akan mengalami peningkatan akibat adanya otot yang hipertropi secara sekunder karena

17 25 latihan, atau dalam kondisi konstan hipertonus akibat dari postur yang jelek. Ketika timbul nyeri yang hebat, maka mengurangi jumlah suplai darah dan mengalami penyembuhan yang lambat sehingga menyebabkan fascia menjadi menyusut/mengerut (Cantu and Grodin, 2001). Gambar 2.5 Struktur myofascia (Sumber: 2.6 Mekanisme Nyeri Myofascial Pain Syndrome Pada myofascial pain syndrome terdapat taut band yang didalamnya berisi trigger point. Taut band dalam otot ini dapat menyebabkan penurunan dari tingkat fleksibilitas dan ekstensibilitas otot. Adanya perlengketan ini dapat berdampak pada penurunan sirkulasi darah sehingga menyebabkan kebutuhan akan nutrisi dan oksigen

18 26 pada area taut band berkurang. Dampaknya terjadi hiperkontraksi sel otot yang akan mempengaruhi peningkatan metabolisme bersifat lokal serta teraktivasinya saraf simpatik yang berakibat vasokontriksi pada pembuluh darah kapiler (Gerwin et al., 2004). Otot upper trapezius merupakan otot tipe 1 ( slow twitch) atau postural yang berfungsi sebagai stabilisator scapula ketika lengan beraktivitas, mempertahankan posisi kepala yang cenderung jatuh ke depan karena adanya kekuatan otot gravitasi. Dilihat dari fungsinya yaitu sebagai otot stabilitator, apabila terjadi suatu patologis otot ini mudah sekali terjadi gangguan berupa thigtness dan kontraktur. Kerja otot ini akan semakin memburuk apabila adanya postur yang buruk, penggunaan otot dalam kondisi statis lama, mekanisme kerja yang buruk pada leher dan bahu. Akibat yang dapat ditimbulkan yaitu adanya fase kompresi dan ketegangan lebih lama daripada rileksasi yang menyebabkan otot cepat mengalami kelelahan. Ketika otot mengalami ketegangan ataupun kontraksi secara terus menerus, maka akan menurunkan mobilitas dari jaringan myofascial sehingga juga akan mempermudah terjadinya pemendekan serabut kolagen dan menimbulkan stres mekanis. Jika ketegangan otot tersebut terjadi dalam waktu yang lama maka akan menstimulasi nociceptor yang terdapat di dalam otot. Semakin sering dan kuat nociceptor tersebut terstimulasi maka akan semakin kuat pula aktivitas refleks dari ketegangan otot tersebut, akibatnya pada jaringan myofascial terjadi penumpukan zatzat nutrisi dan oksigen ke jaringan sehingga akan menimbulkan iskemia pada jaringan myofascial. Ketika adanya iskemia maka aliran darah yang menuju jaringan akan

19 27 terhambat, jaringan yang mengalami iskemia beberapa menit saja dapat menimbulkan nyeri yang sangat dalam. Selain itu, jaringan myofascial akan berkontraksi, sehingga akan merangsang substansi P hingga menjadi suatu peradangan kronis yang menghasilkan zat algogen berupa prostaglandin, histamin, bradikinin dan serotonin yang dapat meningkatkan sensitivitas nyeri (Guyton and Hall, 2008). Proses radang dapat juga menimbulkan respon neuromuskular berupa ketegangan otot disekitar area yang mengalami kerusakan otot tersebut, sehingga timbullah viscous circle of pain, yaitu spasme menimbulkan iskemik, iskemik menimbulkan nyeri dan nyeri menimbulkan spasme dan seterusnya. Pada umumnya ketika ada rasa nyeri, pasien tidak mau menggerakan bagian tersebut ( immobilisasi) akibatnya akan menjadi kontraktur sehingga akan terbentuk taut band dan trigger point Ketika jaringan myofascial berada dalam kondisi immobilisasi untuk beberapa waktu sekurang-kurangnya empat minggu ikatan melintang dapat terbentuk di antara molekul-molekul tipe I kolagen. Tipe I kolagen adalah unsur kolagen normal dari jaringan ikat. Ikatan melintang ( cross binding) ini akan menurunkan fleksibilitas fascia dan juga membatasi gliding antara lembaran fasia. Ketika jaringan ikat dalam keadaan immobilisasi maka akan terjadi perubahan pada substansi dan serabut kolagen. Protein-karbohidrat kompleks dalam substansi dasar akan mengikat air dan menjadikan banyak gel yang tidak berbentuk ( water binding complex mucopolysacharides) atau lebih dikenal dengan glikosaminoglikans.

20 28 Dalam kondisi immobilisasi kandungan air akan berkurang dan bagian terbesar dari substansi dasar akan menurun. Akibatnya serabut kolagen akan saling berdempetan. Ketika jarak dari satu molekul kolagen ke molekul kolagen yang lain menurun hingga pada ambang kritis, yang terjadi adalah molekul mulai membentuk ikatan menyilang ( cross binding). Jaringan ikat juga menjadi kurang elastis karena serabut kolagen dan lapisan fasia kehilangan pelumas. Hal ini akan menyebabkan molekul dari lembaran fasia ternyata terikat bersama-sama. Keadaan imobilisasi dari jaringan myofascial ini banyak disebabkan misalnya oleh ergonomi yang jelek, dimana keadaan ini akan mencetuskan timbunan fibroblas dan banyak kolagen membuat ikatan tali ( cross links). Cross links kolagen akan secara fisiologis timbul perlahan-lahan dan perlahan-lahan pula akan menyebabkan tekanan dalam jaringan. Akibatnya akan menurunkan jarak kritis pada area tersebut. Di samping itu aliran darah pada area tadi juga akan menurun bahkan hingga tingkat iskemia yang akan mengiritasi serabut saraf Aδ dan C sehingga akan mencetuskan timbulnya nyeri. Traktus paleospinotalamikus merupakan sistem yang menjalarkan rasa nyeri terutama dari serabut tipe C lambat-kronik perifer. Walaupun jaras ini juga menjalarkan beberapa sinyal dari serabut tipe Aδ juga. Serabut-serabut perifer berakhir di dalam medula spinalis hampir seluruhnya di lamina II dan III kornu dorsalis, yang bersama-sama disebut substansia gelatinosa. Sebagian besar sinyal kemudian melewati satu atau lebih neuron serabut pendek tambahan di dalam kornu dorsalisnya sebelum memasuki lamina V, juga di kornu dorsalis. Disini neuronneuron terakhir dalam rangkaian merangsang akson-akson panjang yang sebagian

21 29 besar menyambungkan serabut-serabut dari jaras rasa nyeri cepat (Guyton and Hall, 2008). Ujung serabut nyeri tipe C yang memasuki medula spinalis kemungkinan mengeluarkan transmiter glutamat dan transmiter substansi P. Transmiter glutamat bekerja secara cepat dan hanya berlangsung beberapa milidetik. Substansi P dilepaskan jauh lebih lambat. Inilah mengapa seseorang bisa merasakan nyeri ganda. Lokalisasi nyeri yang dijalarkan lewat jalur jaras paleospinotalamikus bersifat buruk, sehingga seringkali pasien memiliki kesulitan dalam melokalisasikan sumber beberapa nyeri jenis kronik (Guyton and Hall, 2008). 2.7 Integrated Neuromuscular Inhibitation Technique (INIT) Definisi Integrated Neuromuscular Inhibitation Technique (INIT) merupakan teknik yang menggabungkan kombinasi ischemic compression, strain counter strain dan muscle energy technique yang efektif untuk melepas nyeri pada myofascial pain syndrome. INIT dapat digunakan untuk memanjangkan atau mengulur struktur jaringan lunak seperti otot fascia, tendon dan ligamen yang mengalami pemendekan secara patologis sehingga dapat meningkatkan lingkup gerak sendi, pemendekan otot dan mengurangi nyeri akibat spasme (Chaitow, 2003). Ketika INIT diberikan pada otot maka komponen actin dan myosin dan tegangan otot akan mengalami peningkatan ketegangan, sarkomer memanjang. Sarkomer berperan dalam proses kontraksi dan relaksasi otot. Ketika otot mengalami

22 30 suatu kontraksi, maka filamen actin dan myosin akan berhimpit dan otot akan memendek. Sedangkan ketika otot mengalami fase relaksaasi maka otot akan mengalami pemanjangan. Ketika terjadi penguluran, maka serabut otot akan terulur penuh melebihi panjang serabut otot itu dalam posisi normal yang dihasilkan oleh sarcomer. Ketika penguluran terjadi, serabut yang berada pada posisi yang tidak teratur akan dirubah posisinya sehingga posisinya akan menjadi lurus sesuai dengan arah ketegangan yang diterima. Adanya penguluran pada serabut otot dapat memulihkan jaringan parut untuk dapat kembali normal (Nagrale et al, 2000) Aplikasi INIT Teknik pertama yang diterapkan yaitu ischemic compression, pasien diposisikan dalam posisi duduk, pemeriksa berdiri di belakang pasien, setelah pemeriksa menemukan trigger points pada otot upper trapezius, kemudian pemeriksa memberikan penekanan kepada daerah ditemukannya trigger points tersebut. Tekanan yang diberikan awalnya ringan hingga meningkat.tekanan dipertahankan hingga jaringan penghalang terlepas. Kemudian tekanan kembali diterapkan, proses ini diulang hingga ketegangan/nyeri tidak lagi dirasakan pasien. Ischemic compression dilakukan selama 90 detik dan diikuti oleh penerapan Strain counter strain. Strain counter strain dimulai dari mengidentifikasi trigger point yang ada di otot. Setelah trigger point didapatkan kemudian dilakukan penekanan pada area tersebut dan posisikan pasien kedalam posisi yang nyaman setidaknya akan terjadi

23 31 penurunan nyeri sekitar 70% dalam posisi tersebut. Terapis berdiri dibelakang pasien dengan satu tungkai fleksi knee 90 o untuk menyanggah lengan pasien yang diabduksikan secara pasif sekitar 90 o, dan digerakkan cervical secara pasif kearah sedikit lateral fleksi kearah titik nyeri. Pada saat memposisikan pasien ke dalam posisi yang paling nyaman, tekanan pada tender point harus tetap dilakukan. Pertahankan posisi nyaman yang maksimal dari pasien selama 90 detik. Waktu 90 detik adalah nilai ambang minimal untuk koreksi optimal dari suatu lesi/gangguan. Selama waktu tersebut pasien harus merasa relaks. Seringkali pasien harus diingatkan untuk mempertahankan posisi relaks tersebut untuk melepaskan ketegangan yang terjadi pada otot. Setelah 90 detik, secara perlahan kembalikan posisi pasien kedalam posisi netral Setelah diaplikasikan strain counter strain, maka pasien akan diaplikasikan metode muscle energy technique. Pasien dalam posisi duduk, tangan pemeriksa memfiksasi bagian bahu yang terkena dan tangan satunya pada daerah telinga / mastoid. Kemudian kepala dan leher diposisikan ke arah kontralateral, fleksi dan rotasi, pasien diinstruksikan untuk mengangkat bahu pada area yang teridentifikasi, pasien melakukannya tanpa disertai rasa sakit, usaha yang dilakukan pasien 20% dari kekuatan yang ada dan upaya isometric ini dilakukan selama 8 detik. Selanjutnya dilanjutkan dengan stretch dengan arah kontralateral, fleksi, rotasi masing-masing dipertahankan selama 30 detik (Nayak, 2013) Mekanisme Penurunan Nyeri Myofascial Pain Syndrome dengan intervensi INIT

24 32 Pada myofascial pain syndrome terdapat adanya taut band dalam serabut otot. Adanya taut band dapat terjadi penurunan kemampuan ekstensibilitas dan fleksibilitas yang dapat membuat otot tidak bisa berkontraksi dan relaksasi secara efisien yang dapat membuat penurunan kekuatan dan daya tahan tubuh. Di antara berbagai otot-otot daerah leher, upper trapezius adalah lebih rentan untuk mengembangkan titik pemicu karena overload terus menerus dan mikro-trauma sebagai memiliki fungsi anti-gravitasi minimal, yang menyebabkan myofascial pain syndrome. Integrated Neuromuscular Inhibitation Technique merupakan kombinasi antara ischemic compression, strain counter strain, dan muscle energy technique. Ischemic compression merupakan teknik terapi manual yang sering digunakan untuk menonaktifkan trigger points. Teknik ini menerapkan tekanan langsung yang berkelanjutan dengan kekuatan cukup selama durasi waktu 90 detik. Ischemic compression berfungsi untuk memperlambat pasokan darah dan meredakan ketegangan otot. Pengurangan nyeri selama pemberian ischemic compression dapat disebabkan oleh adanya stimulasi dari mechanoreceptors yang mempengaruhi rasa sakit. Setelah dilakukan penekanan maka akan terjadi peningkatan sirkulasi darah dan nyeri akan berkurang. Strain counter strain akan mencapai manfaatnya melalui spindle otot yang mampu memanjangkan jaringan. Pada saat posisi tubuh dalam posisi nyaman, maka jaringan akan mencapai posisi dimana rasa sakit akan menghilang dari titik yang teraba (Nayak, 2013).

25 33 MET adalah metode yang umum digunakan untuk menginhibisi otot sebelum dilakukan peregangan. Pendekatan ini menggunakan kontraksi isometrik pada otot yang terkena dengan memproduksi relaksasi pasca-isometrik melalui pengaruh badan golgi tendon (penghambatan autogenik). Hal ini juga dapat diterapkan untuk kelompok otot antagonis yang memproduksi inhibisi timbal balik dalam otot agonistic. Dengan kombinasi antara ischemic compression, strain counter strain dan muscle energy technique yang disebut dengan INIT secara efektif mampu mengobati myofascial pain syndrome dan masing-masing komponennya telah terbukti efektif untuk mengurangi rasa sakit dan kekakuan pada myofascial pain syndrome. INIT merupakan salah satu usaha untuk mengembalikan panjang dan fleksibilitas otot. Otot yang mengalami pemanjangan akan mempengaruhi sarcomer dan fascia dalam myofibril otot untuk memanjang. Pemanjangan sarcomer dan fascia akan mengurangi derajat overlapping antara thick and thin myofilamen dalam sarcomer sebuah taut band otot yang mengandung trigger point (Chaitow, 2003). Pengurangan overlapping antara dua myofilamen akan mempengaruhi pelebaran pembuluh kapiler otot sehingga sirkulasi darah akan lancar, mengurangi penumpukan sampah metabolisme, meningkatkan nutrisi dan oksigen pada sel otot dan mencegah adanya muscle fatique. INIT akan mengurangi nyeri dan mempengaruhi golgi tendon organ otot yang terletak di tendon berdekatan dengan serabut saraf. Apabila tegangaan meluas ke seluruh serabut saraf maka golgi tendon

26 34 organ akan melaju menimbulkan relaksasi serta fleksibilitas pada otot (Chaitow, 2003). 2.8 Myofascial Release Technique Definisi Myofascial Release Technique merupakan salah satu metode soft tissue mobilization yang efektif untuk treatment pada struktur myofascial (otot, tendon, ligament dan jaringan ikat). MRT difokuskan pada jaringan lunak yaitu fascia dan otot, berperan untuk memberikan regangan atau elongasi pada struktur otot dan fascia dengan tujuan yaitu untuk mengembalikan kualitas cairan atau lubrikasi pada jaringan fascia, mobilitas jaringan fascia dan otot, dan fungsi sendi normal (Riggs and Grant, 2009). Myofascial release technique dapat digunakan untuk mengurangi nyeri muskulosceletal karena adanya teori yang dapat menjelaskan hal tersebut. Teori yang dimaksud yaitu gate control theory, interpersonal attention, parasympathetic respon pada saraf otonom, dan pelepasan serotonin (Werenski, 2011). Gate Control Theory menyatakan bahwa adanya rangsangan sensorik, seperti tekanan, perjalanan jalur sistem saraf akan bergerak bebih cepat pada sistem saraf daripada stimulasi nyeri. Stimulasi tekanan akan berpengaruh pada transmisi rasa nyeri yang menuju otak, sehingga terjadi penutupan pintu gerbang yang menuju pada reseptor rasa nyeri di otak (Werenski, 2011). Ketika pasien menerima suatu sentuhan atau pijatan seringkali mendapatkan efek yang menyenangkan sekaligus mampu untuk menurunkan persepsi nyeri. Hal ini berkaitan dengan adanya respon

27 35 parasimpatis yang dapat menurunkan pelepasan hormon stress, kecemasan, depresi dan rasa sakit (Paloni, 2009). Myofascial release technique memfokuskan pada kondisi-kondisi yang berkaitan dengan kebiasaan postural yang jelek, aktivitas spesifik atau kurangnya aktivitas, injury yang sebelumnya akibat dari mekanikal stress kronik. Kondisi tersebut dapat menghasilkan kontraktur otot dan adhesion diantara lapisan-lapisan fascia. Fascia membentuk struktur pasif pada jaringan tubuh, adanya adhesion menyebabkan serabut fascia saling terikat satu sama lain secara disfungsional (Riggs and Grant, 2009) Manfaat Myofascial Release Technique Manfaat utama yang dapat diperoleh dari myofascial release yaitu untuk meningkatkan kebebasan gerak dan mengurangi rasa sakit akibat adanya pembatasan dari suatu jaringan, menghilangkan rasa sakit dan ketidaknyamanan, meningkatkan proprioception dan interoception, meningkatkan fungsi jangkauan gerak sendi dan otot, memulihkan keseimbangan dan postur tubuh yang benar (Duncan, 2014) Efek Penurunan Nyeri Sindrom Myofascial Melalui Myofascial Release Technique Menurut Cantu and Grodin, 2001 efek-efek yang dapat ditimbulkan dari pemberian myofascial release technique yaitu: 1. Efek terhadap aliran darah dan temperatur Ketika otot diberikan myfascial release, maka akan terjadi peningkatan aliran darah secara signifikan dan bertahan selama 30 menit. Kemudian

28 36 setelah 30 menit akan terjadi penurunan aliran darah. Tekanan yang dihasilkan oleh myofascial release technique dapat membuka kapilerkapiler darah sehingga terjadi proses vasodilatasi pembuluh darah sehingga aliran darah meningkat. Reaksi kapiler berdilatasi oleh stimulus tersebut (myofascial release technique) akan diikuti oleh peningkatan temperatur cutaneous. 2. Efek terhadap metabolisme Pemberian myofascial release technique dapat meningkatkan volume darah dan aliran darah pada area tersebut dan membuang sisa-sisa metabolisme atau cairan yang berlebihan selama pemberian myofascial release technique sehingga terjadi penurunan nyeri 3. Efek terhadap aktivitas fibroblastik atau sinthesis collagen selama proses penyembuhan Myofascial release technique dapat menghasilkan mobilisasi pada jaringan lunak dimana gerakan yang terkontrol dapat mempengaruhi proses penyembuhan. Jaringan lunak tubuh dapat dibangkitkan melalui gaya internal dan gaya eksternal. Tanpa adanya stress pada jaringan tersebut maka kekuatan regangan akan menurun. Beberapa ahli telah mengobservasi efek gerakan terhadap aktivitas fibroblastic dalam proses penyembuhan jaringan konektif, dimana jaringan fibril membentuk hampir seluruh jaringan yang regenerasi. Adanya gaya eksternal dapat menyusun jaringan fibril yang terbentuk.

29 Aplikasi Myofascial Release Technique Dalam myofascial release technique terdapat beberapa teknik yaitu teknik general, skin rolling, direct technique, dan lifting atau rolling. Dalam penelitian ini hanya dijelaskan direct technique. Pada direct technique terapis menggunakan lengan bawah, kedua palmar tangan, atau suatu permukaan yang kasar. Perlu diingat bahwa penting melakukan stretch yang cepat pada fascia baik dengan menggunakan posisi tubuh untuk memanjangkan komponen fascia (meletakkan jaringan dalam posisi cukup stretch untuk memanjangkan otot tanpa adanya ketegangan yang dapat menyebabkan kesulitan penetrasi) atau dengan menggunakan anchor pada satu tangan dan tangan lain melakukan stretch secara terlokalisir (Riggs and Grant, 2009). Kemudian otot diposisikan sepanjang mungkin sehingga receptor stretch akan terstimulasi dan menyebabkan otot berkontraksi. Hal ini menguntungkan bagi terapis didalam memulai teknik pada akhir lingkup gerak dimana jaringan fascial ter-stretch. Ditambah lagi dengan adanya pembebasan hambatan yang terjadi pada akhir gerak stretch yang relaks dapat memberikan input neurologik yang bermakna terhadap receptor stretch sehingga membantu reprogram learning terhadap disfungsi pemendekan (Riggs and Grant, 2009) Indikasi Dan Kontraindikasi Myofascial Release Technique Indikasi berupa kondisi dan cedera yang dapat merespon dengan baik myofascial release technique meliputi (Riggs and Grant, 2008):

30 38 1. Perlengketan dan jaringan parut dari sprain, strain, prosedur bedah, luka ringan, overuse, dan ketegangan postural kronis, 2. Fibromyalgia dan nyeri myofascial sindrom, 3. Myofasciitis, terutama plantar fascitis, 4. Tendinosis atau tenosinovitis (pada daerah yang radang atau otot yang tegang akibat strain pada tendon), 5. Low back pain 6. Nyeri leher, 7. Osteoarthritis. Berikut ini berisi daftar kontraindikasi atau membutuhkan perawatan yang lebih dan pengalaman dalam pengobatan. Beberapa kontraindikasi hanya untuk daerah lokal dari tubuh, yaitu (Riggs and Grant, 2008): 1. Peradangan akut 2. Pasien yang menggunakan obat antikoagulan. Tekanan dan kedalaman harus dikonservatif dan pasien harus dipantau memar. Myofascial release technique dapat disesuaikan sesuai kebutuhan pasien 3. Selulitis adalah infeksi bakteri yang berpotensi serius pada kulit. Selulitis muncul sebagai bengkak merah pada kulit yang terasa panas dan sakit, dan bisa menyebar dengan cepat. Jika tidak diobati, infeksi bakteri menyebar dengan cepat dan dapat berubah menjadi kondisi yang mengancam jiwa (misalnya, methicillin-resistant Staphylococcus

31 39 aureus [MRSA]). Ini akan menjadi kontraindikasi umum sampai kondisi secara medis terkendali 4. Trombosis vena dalam (membutuhkan persetujuan pengobatan) 5. Fraktur tulang (lokal) 6. Gejala serangan jantung 7. Hematoma 8. Riwayat aneurisma (persetujuan pengobatan) 9. Riwayat diseksi arteri (persetujuan pengobatan), 10. Hipermobilitas sendi (lokal), 11. Keganasan (lokal dan persetujuan pengobatan), 12. Osteomielitis (infeksi), 13. Osteoporosis, terutama di tulang rusuk dan tulang belakang (peringatan), 14. Rheumatoid arthritis (peringatan, persetujuan pengobatan), 15. Edema yang parah (peringatan, persetujuan pengoba tan). Mengobati lymphedema pada umumnya memerlukan pelatihan substansial dalam teknik drainase limfatik dan pengetahuan perban tekanan. MRT hanya akan sesuai di daerah yang tidak terpengaruh dan ketika penyebab edema diketahui dan didiagnosis (misalnya, se bagai efek samping pengobatan operasi atau radiasi), 16. Sensitivitas kulit (peringatan), 17. Akut strain atau keseleo (lokal),

32 Indikasi stroke (pusing, sakit kepala yang tajam dijelaskan, distorsi visual), 19. Varises (lokal). Varises adalah pembuluh darah yang membesar dan memutar. Istilah umumnya mengacu pada pembuluh darah di kaki, meskipun varises terjadi di tempat lain. Untuk menghindari kerusakan, menghindari pekerjaan langsung melalui varises. Namun, banyak orang dengan varises tidak perlu kehilangan pekerjaan sangat dibutuhkan untuk mendalam untuk pembuluh darah otot. Tissue bawah vena tersebut biasanya dapat diakses oleh datang dari samping. 2.9 Infrared Definisi Infrared merupakan pancaran gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang sampai 4 juta A o. Infrared dapat digunakan untuk mengatasi keluhan yang hanya sampai di bagian kulit. Sebagian besar radiasi infrared yang datang pada kulit akan langsung diserap oleh lapisan kulit bagian luar. Bagian dalam kulit akan mengalami pemanasan dari aliran darah sehingga terjadi vasodilatasi pembuluh darah. Apabila sinar infrared diabsorbsi oleh kulit, maka akan terjadi peningkatan suhu secara lokal Klasifikasi Infrared yaitu: Berdasarkan panjang gelombangnya, inframerah dapat dibagi menjadi dua

33 41 1. Gelombang panjang ( non luminous) merupakan panjang gelombang yang dihantarkan A o sampai A o dengan penetrasi sekitar 0,5 mm. Ada juga yang menyebutkan antara hingga A o dengan penetrasi sekitar 2mm. Daya penetrasi dari gelombang ini hanya sampai pada lapisan superficial epidermis. 2. Gelombang pendek ( luminous) merupakan panjang gelombang yangdihantarkan antara sampai A o. Gelombang ini mempunyai daya penetrasi yang lebih dalam dari pada gelombang panjang. Daya penetrasi dari gelombang ini mencapai jaringan subkutan dan dapat berpengaruh langsung terhadap pembuluh darah kapiler, pembuluh limfe, ujung-ujung saraf, dan jaringan lain yang ada di bawah kulit Efek Fisiologis dan Terapuetik Inframerah Efek fisiologis 1) Meningkatkan proses metabolisme. Suatu reaksi kimia akan dapat dipercepat dengan adanya panas atau kenaikan temperatur akibat pemanasan. Proses metabolisme yang terjadi pada lapisan superficial kulit akan mengalami peningkatan sehingga pemberian oksigen dan nutrisi ke jaringan menyebabkan pengeluaran sampah-sampah sisa hasil pembakaran dalam tubuh dan adanya perbaikan pada jaringan. 2) Vasodilatasi pembuluh darah

34 42 Efek thermal yang dihasilkan oleh sinar infrared dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah kapiler dan artiole. Kulit akan mengadakan reaksi dan berwarna kemrah-merahan yang disebut erythema. Untuk ini mekanisme vasomotor mengadakan reaksi dengan jalan pelebaran pembuluh darah sehingga jumlah panas daratakan keseluruh jaringan lewat sirkulasi darah. Dengan sirkulasi darah yang miningkat, maka pemberian nutrisi dan oksigen kepada jaringan akan meningkat, sehingga pemeliharaan jaringan menjadi lebih baik dan perlawanan terhadap radang juga baik. 3) Pigmentasi Penyinaran yang berulang-ulang dengan sinar infrared dapat menimbulkan pigmentasi pada tempat yang disinari. Hal tersebut disebabkan oleh karena adanya perubahan sel-sel darah merah di tempat tersebut. 4) Pengaruh terhadap jaringan otot. Kenaikan temperatur membantu terjadi relaksasi otot, pemanasan juga akan mengaktifkan terjadinya pembuangan sisa-sisa metabolisme. 5) Distruksi Jaringan. Penyinaran yang diberikan dapat menimbulkan kenaikan temperatur jaringan yang cukup tinggi dan berlangsung dalam waktu yang lama sehingga diluar toleransi jaringan penderita. 6) Meningkatkan temperatur tubuh.

35 43 Penyinaran infrared akan memanasi jaringan superfisial, kemudian diteruskan keseluruh tubuh, maka disamping terjadi pemerataan panas juga akan terjadi penurunan tekanan darah sistemik oleh karena adanya panas yang akan merangsang pusat pengatur panas tubuh untuk meratakan panas yang terjadi dengan jalan dilatasi bersifat general. 7) Mengaktifkan kerja kelenjar keringat. Pengaruh rangsangan panas yang dibawa ujung-ujung saraf sensoris dapat mengaktifkan kerja kelenjar keringat. Efek terapeutik 1) Mengurangi rasa sakit Mild heating menimbilkan efek sedatif pada superficial sensoris nerve ending, stronger heating dapat counter iritation yang akan menimbulkan pengurangan nyeri. Deangan sirkulasi darah yang lancar maka zat P yang merupakan salah satu penyebab nyeri akan ikut terbuang. 2) Relaksasi otot Relaksasi otot mudah dicapai bila jaringan otot dalam keadaan hangat dan rasa sakit tidak ada. 3) Meningkatkan suplai darah

36 44 Adanya kenaikan temperatur akan menimbulkan vasodilatasi, yang akan menyebabkan terjadinya peningkatan darah kejaringan setempat. 4) Menghilangkan sisa-sisa hasil metabolisme Penyinaran di daerah yang luas akan mengaktifkan glandula sudoifera diseluruh badan, sehingga dengan demikian akan meningkatkan pembuangan sisa-sisa hasil metabolisme melalui keringat Teknik pelaksanaan Posisi pasien diatur senyaman mungkin sesuai dengan arah yang akan disinari baik duduk atau tengkurap. Daerah yang disinari harus bebas dari logam dan pakaian. Lakukan tes sensibilitas terhadap panas atau dingin. Daerah yang akan disinari dalam keadaan kering dan pastikan memberitahu pasien tentang rasa panas yang akan dirasakan. Posisikan lampu infrared tegak lurus dengan daerah yang diterapi. Durasi waktu diberikan pada terapi adalah 10 menit dengan jarak 35 cm. Selama proses terapi berlangsung harus dikontrol rasa hangat yang diterima oleh pasien Mekanisme penurunan nyeri pada myofascial pain syndrome dengan modalitas infrared Pemanasan pada jaringan superfisial dapat menghasilkan relaksasi dari otot skelet. Reaksi ini merupakan refleks alamiah yang dicetuskan oleh efek reseptor suhu pada kulit. Stimulasi pada superfisialis dapat mengurangi aktivitas serabut gamma

37 45 sehingga kepekaan otot spindel akan berkurang. Selain itu dengan pemberian pemanasan dengan modalitas infrared dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah sehingga menyebabkan aliran darah pada daerah nyeri yang diakibatkan oleh myofascial pain syndrome menjadi lancar. Pemberian infrared menyebabkan kulit akan tampak kemerah-merahan, hal ini disebabkan karena adanya dilatasi pada pembuluh darah kapiler dan arteriole. Keadaan ini merupakan reaksi tubuh terhadap adanya energi panas yang diterima oleh ujung-ujung syaraf sensoris yang kemudian dipengaruhi mekanisme pengatur panas (heat regulating mechanism). Dengan sirkulasi darah yang meningkat ini, maka pemberian nutrisi dan oksigen meningkat, sehingga kadar sel darah merah dan anti bodies dalam jaringan akan meningkat. Dengan demikian jaringan akan menjadi lebih baik dan perlawanan terhadap agen penyebab proses radang juga semakin baik. Dengan lancarnya sirkulasi darah maka zat P juga akan ikut terbuang, sehingga rasa nyeri berkurang dan terjadi relaksasi otot (Prentice, 2002) Pengukuran Nyeri Terdapat 4 alat Unidimentional Pain Rating Scale (UPRS) utama yang digunakan dalam praktek klinis untuk menilai nyeri. Terdiri dari Numeric Rating Scale (NRS), Verbal Rating Scale (VRS), Faces Pain Scale (FPS) dan Visual Analogue Scale (VAS). Visual Analogue Scale (VAS) merupakan alat pengukuran intensitas nyeri yang dianggap paling efisien yang telah digunakan dalam penelitian dan pengaturan klinis (Hawker et al, 2011).

38 46 Pada umunya VAS disajikan dalam bentuk garis horisontal yang cara penyajiannya diberikan angka 0-10 yang masing-masing nomor dapat menunjukkan intensitas nyeri yang dirasakan oleh pasien. Setiap ujungnya ditandai dengan level intensitas nyeri (ujung kiri diberi tanda tidak nyeri dan ujung kanan diberi tan da nyeri tidak tertahankan ). Pasien diminta untuk menandai disepanjang garis tersebut sesuai dengan level intensitas nyeri yang dirasakan pasien. Kemudian jaraknya diukur dari batas kiri sampai pada tanda yang diberi oleh pasien (ukuran mm) dan skorenya menunjukkan level intensitas nyeri. Kemudian score tersebut dicatat untuk melihat kemajuan pengobatan/terapi selanjutnya (Witri, 2013). Dalam penggunaan VAS terdapat beberapa keuntungan dan kerugian yang dapat diperoleh. Keuntungan penggunaan VAS antara lain VAS adalah metode pengukuran intensitas nyeripaling sensitif, murah dan mudah dibuat. VAS mempunyai korelasi yang baik dengan skala-skala pengukuran yang lain dan dapat diaplikasikan pada semua pasien bahkan dapat digunakan pada anak-anak di atas 5 tahun, serta VAS dapat digunakan untuk mengukur semua jenis nyeri. Namun kekurangan dari skala ini adalah VAS memerlukan pengukuran yang lebih teliti dan sangat bergantung pada pemahaman pasien terhadap alat ukur tersebut. Vas sangat bergantung pada pemahaman pasien terhadap alat ukur tersebut. Sehingga edukasi pengukur tentang VAS terhadap pasien sangat diperlukan (Hawker et al, 2011).

39 Gambar 2.6 Visual Analogue Scale (VAS). 47

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya manusia harus melakukan aktivitas untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya manusia harus melakukan aktivitas untuk memenuhi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakekatnya manusia harus melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Melakukan aktivitas fisik dengan membiarkan tubuh bergerak secara aktif tentunya

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Sindroma miofasial adalah kumpulan gejala dan tanda dari satu atau

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Sindroma miofasial adalah kumpulan gejala dan tanda dari satu atau 61 BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir Sindroma miofasial adalah kumpulan gejala dan tanda dari satu atau beberapa titik picu (trigger points) dan dicirikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang statis dan overload dalam waktu yang lama dapat menyebabkan ketenganan

BAB I PENDAHULUAN. yang statis dan overload dalam waktu yang lama dapat menyebabkan ketenganan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bekerja dan bersekolah merupakan beberapa aktivitas yang dilakukan oleh manusia dalam kesehariannya. Seperti Bekerja didepan komputer dengan posisi yang statis

Lebih terperinci

Tinjauan Umum Jaringan Otot. Tipe Otot

Tinjauan Umum Jaringan Otot. Tipe Otot Tinjauan Umum Jaringan Otot Tipe Otot Otot rangka menempel pada kerangka, lurik, dapat dikontrol secara sadar Otot jantung menyusun jantung, lurik, dikontrol secara tidak sadar Otot polos, berada terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan perkembangan zaman yang semakin maju, berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan perkembangan zaman yang semakin maju, berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejalan dengan perkembangan zaman yang semakin maju, berbagai macam teknologi telah digunakan untuk membuat segala pekerjaan menjadi lebih efisien. Komputer

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam melakukan pekerjaan, seseorang atau sekelompok pekerja

BAB I PENDAHULUAN. Dalam melakukan pekerjaan, seseorang atau sekelompok pekerja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam melakukan pekerjaan, seseorang atau sekelompok pekerja beresiko mendapat kecelakaan ataupun penyakit akibat kerja. Penyakit akibat kerja merupakan penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang sangat pesat, bisa kita lihat di dalam perkembangan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. berkembang sangat pesat, bisa kita lihat di dalam perkembangan ilmu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di zaman sekarang ini, ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) berkembang sangat pesat, bisa kita lihat di dalam perkembangan ilmu pengetahuan misalnya, banyak sekali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tingkat derajad kesehatan masyarakat secara makro. Berbagai

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tingkat derajad kesehatan masyarakat secara makro. Berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Menuju Indonesia Sehat 2010 merupakan program pemerintah dalam mencapai tingkat derajad kesehatan masyarakat secara makro. Berbagai macam kondisi yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi, sesama manusia maupun lingkungan, baik secara langsung

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi, sesama manusia maupun lingkungan, baik secara langsung 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan mahluk sosial yang satu sama lainnya saling berinteraksi, sesama manusia maupun lingkungan, baik secara langsung maupun secara tidak langsung, verbal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin banyaknya penggunaan komputer atau laptop di kalangan anak sekolah,

BAB I PENDAHULUAN. semakin banyaknya penggunaan komputer atau laptop di kalangan anak sekolah, 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi pada era globalisasi saat ini sangat berkembang pesat dan membawa dampak besar terhadap gaya hidup manusia. Salah satunya adalah semakin banyaknya

Lebih terperinci

PERBANDINGAN MYOFASCIAL RELEASE TECHNIQUE DENGAN CONTRACT RELAX STRETCHING TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA SINDROM MYOFASCIAL OTOT UPPER TRAPEZIUS

PERBANDINGAN MYOFASCIAL RELEASE TECHNIQUE DENGAN CONTRACT RELAX STRETCHING TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA SINDROM MYOFASCIAL OTOT UPPER TRAPEZIUS PERBANDINGAN MYOFASCIAL RELEASE TECHNIQUE DENGAN CONTRACT RELAX STRETCHING TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA SINDROM MYOFASCIAL OTOT UPPER TRAPEZIUS 1) Witri Okta Maruli, 2) I DP Sutjana, 3) Agung Wiwiek Indrayani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimana dijumpai beraneka ragam jenis keluhan antara lain gangguan neuromuskular,

BAB I PENDAHULUAN. dimana dijumpai beraneka ragam jenis keluhan antara lain gangguan neuromuskular, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hidup sehat adalah harapan setiap individu baik sehat fisik maupun psikis. Namun harapan tersebut kadang bertentangan dengan keadaan di masyarakat, dimana dijumpai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai penyakit, misalnya myalgia. menjadi kaku. Sama halnya yang terjadi pada saat bekerja perlu

BAB I PENDAHULUAN. berbagai penyakit, misalnya myalgia. menjadi kaku. Sama halnya yang terjadi pada saat bekerja perlu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rekreasi merupakan hal yang dibutuhkan semua orang. Dengan rekreasi dapat menyegarkan kembali pikiran dan fisik seseorang agar terhindar dari stres. Apabila seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi pada era globalisasi saat ini sangat berkembang pesat. Dimana sangat membawa dampak perubahan yang sangat besar terhadap gaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Laktat merupakan produk akhir dari metabolisme anaerobik, proses ini berlangsung tanpa adanya oksigen.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Laktat merupakan produk akhir dari metabolisme anaerobik, proses ini berlangsung tanpa adanya oksigen. digilib.uns.ac.id 18 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Laktat merupakan produk akhir dari metabolisme anaerobik, proses ini berlangsung tanpa adanya oksigen. Selama latihan fisik akan terjadi

Lebih terperinci

ABSTRAK KOMBINASI INTERVENSI INTEGRATED NEUROMUSCULAR INHIBITION TECHNIQUE

ABSTRAK KOMBINASI INTERVENSI INTEGRATED NEUROMUSCULAR INHIBITION TECHNIQUE ABSTRAK KOMBINASI INTERVENSI INTEGRATED NEUROMUSCULAR INHIBITION TECHNIQUE DAN ULTRASOUND LEBIH BAIK DARIPADA STRETCHING METODE JANDA DAN ULTRASOUND DALAM MENINGKATKAN ROM SERVIKAL PADA SINDROMA MIOFASIAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkup perkantoran biasanya sudah dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas serta

BAB I PENDAHULUAN. lingkup perkantoran biasanya sudah dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas serta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era modern seperti sekarang, banyak pekerjaan yang dilakukan oleh sebagian besar orang, salah satunya adalah sebagai Pegawai Negeri Sipil. Dimana profesi sebagai

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. memiliki rerata umur sebesar 36,65 ± 7,158 dan kelompok perlakuan

BAB VI PEMBAHASAN. memiliki rerata umur sebesar 36,65 ± 7,158 dan kelompok perlakuan BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Karakteristik Sampel Deskripsi sampel pada penelitian ini meliputi umur, jenis kelamin, dan disabilitas. Berdasarkan umur diperoleh data bahwa kelompok kontrol memiliki rerata umur

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci : Myofascial pain syndrome, integrated neuromuscular inhibitation technique, myofascial release technique, infrared.

ABSTRAK. Kata Kunci : Myofascial pain syndrome, integrated neuromuscular inhibitation technique, myofascial release technique, infrared. INTERVENSI INTEGRATED NEUROMUSCULAR INHIBITATION TECHNIQUE (INIT) DAN INFRARED LEBIH BAIK DALAM MENURUNKAN NYERI MYOFASCIAL PAIN SYNDROME OTOTUPPER TRAPEZIUS DIBANDINGKANINTERVENSI MYOFASCIAL RELEASE TECHNIQUE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. belikat. Keluhan yang sering ditimbulkan, antara lain: nyeri otot, pegal di

BAB I PENDAHULUAN. belikat. Keluhan yang sering ditimbulkan, antara lain: nyeri otot, pegal di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aktifitas yang terus menerus akan menimbulkan masalah baru dan keluhan-keluhan pada tubuh kita, terutama pada sekitar leher, leher, dan belikat. Keluhan yang sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang satu sama lainnya saling

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang satu sama lainnya saling BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan mahluk sosial yang satu sama lainnya saling berinteraksi, sesama manusia maupun lingkungan, baik secara langsung maupun secara tidak langsung, verbal

Lebih terperinci

MANFAAT LATIHAN STATIC ACTIVE STRETCHING DAN MC KENZIE LEHER PADA SINDROMA MIOFASIAL LEHER PENJAHIT

MANFAAT LATIHAN STATIC ACTIVE STRETCHING DAN MC KENZIE LEHER PADA SINDROMA MIOFASIAL LEHER PENJAHIT MANFAAT LATIHAN STATIC ACTIVE STRETCHING DAN MC KENZIE LEHER PADA SINDROMA MIOFASIAL LEHER PENJAHIT SKRIPSI DISUSUN SEBAGAI PERSYARATAN DALAM MERAIH GELAR SARJANA SAINS TERAPAN FISIOTERAPI Disusun oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. umum dan untuk mencapai tujuan tersebut bangsa Indonesia melakukan

BAB I PENDAHULUAN. umum dan untuk mencapai tujuan tersebut bangsa Indonesia melakukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan bangsa Indonesia yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah memajukan kesejahteraan umum dan untuk mencapai tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aktivitas merupakan kegiatan sehari-hari yang dilakukan seseorang dalam menjalankan kehidupannya. Aktivitas yang dilakukan seseorang dalam menjalankan kehidupannya sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di zaman globalisasi sekarang ini, ilmu pengetahuan dan teknologi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di zaman globalisasi sekarang ini, ilmu pengetahuan dan teknologi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di zaman globalisasi sekarang ini, ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) berkembang sangat pesat, bisa kita lihat di dalam perkembangan ilmu pengetahuan misalnya,

Lebih terperinci

Menurut beberapa teori keperawatan, kenyamanan adalah kebutuhan dasar klien yang merupakan tujuan pemberian asuhan keperawatan. Pernyataan tersebut

Menurut beberapa teori keperawatan, kenyamanan adalah kebutuhan dasar klien yang merupakan tujuan pemberian asuhan keperawatan. Pernyataan tersebut Konsep kenyamanan Menurut beberapa teori keperawatan, kenyamanan adalah kebutuhan dasar klien yang merupakan tujuan pemberian asuhan keperawatan. Pernyataan tersebut didukung oleh Kolcaba yang mengatakan

Lebih terperinci

Skeletal: Otot: Sendi: Fasia Hubungan sistem muskuloskeletal dengan reproduksi wanita

Skeletal: Otot: Sendi: Fasia Hubungan sistem muskuloskeletal dengan reproduksi wanita Skeletal: Struktur jaringan tulang Klasifikasi tulang Tulang tengkorak, rangka dada, tulang belakang, panggul, ekstremitas atas dan bawah Sendi: Klasifikasi berdasarkan gerakan Klasifikasi berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Myofascial Pain Syndrome 2.1.1 Definisi Nyeri merupakan suatu mekanisme perlindungan yang terjadi di dalam tubuh. Tujuannya agar seseorang menjadi lebih peka terhadap rangsangan

Lebih terperinci

Lampiran materi MYALGIA (NYERI OTOT) 1. Pengertian myalgia 2. Jenis Myalgia Fibromyalgia

Lampiran materi MYALGIA (NYERI OTOT) 1. Pengertian myalgia 2. Jenis Myalgia Fibromyalgia Lampiran materi MYALGIA (NYERI OTOT) 1. Pengertian Myalgia adalah nyeri otot yang merupakan gejala dari banyak penyakit dan gangguan pada tubuh. Penyebab umum myalgia adalah penggunaan otot yang salah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Kompres 1. Kompres hangat Adalah memberikan rasa hangat pada daerah tertentu dengan menggunakan kantung berisi air hangat yang menimbulkan rasa hangat pada bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi. Manusia pertama kali akan berusaha memenuhi kebutuhan (Hariandja,

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi. Manusia pertama kali akan berusaha memenuhi kebutuhan (Hariandja, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai tenaga kerja adalah pelaksana dalam sektor kegiatan ekonomi. Manusia pertama kali akan berusaha memenuhi kebutuhan (Hariandja, 2009). Kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ergonomi dan psikososial yang berdampak pada kesehatan pekerja.

BAB I PENDAHULUAN. ergonomi dan psikososial yang berdampak pada kesehatan pekerja. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bekerja merupakan salah satu dasar manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tuntutan pekerjaan kerap kali membuat manusia lupa akan batas kemampuan tubuhnya. Dunia

Lebih terperinci

Clinical Science Session Pain

Clinical Science Session Pain Clinical Science Session Pain Disusun oleh : Nurlina Wardhani 1301-1214-0658 William Reinaldi 1301-1214-0503 Preseptor : Arnengsih, dr., Sp.KFR BAGIAN ILMU KESEHATAN FISIK DAN REHABILITASI FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk yang dinamis, dimana pada hakekatnya selalu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk yang dinamis, dimana pada hakekatnya selalu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk yang dinamis, dimana pada hakekatnya selalu bergerak dan beraktivitas dalam kehidupannya. Semua bentuk kegiatan manusia selalu memerlukan dukungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan, begitu juga dalam bidang kesehatan. Salah satu Negara kita, yaitu dari

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan, begitu juga dalam bidang kesehatan. Salah satu Negara kita, yaitu dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan pembangunan dan teknologi memberikan dampak bagi segala bidang pembangunan, begitu juga dalam bidang kesehatan. Salah satu Negara kita, yaitu dari penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun mental. Akan tetapi, olahraga yang dilakukan tanpa mengindahkan

BAB I PENDAHULUAN. maupun mental. Akan tetapi, olahraga yang dilakukan tanpa mengindahkan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Olahraga, baik yang bersifat olahraga prestasi maupun rekreasi merupakan aktivitas yang dapat memberikan manfaat bagi kesehatan fisik maupun mental. Akan tetapi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertentu dengan menggunakan bahan malam atau lilin melalui alat yang

BAB I PENDAHULUAN. tertentu dengan menggunakan bahan malam atau lilin melalui alat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara yang kaya akan seni. Salah satu karya seni dari masyarakat Indonesia yang diwariskan secara turun-temurun adalah batik. Dalam Balai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. langsung dan tidak langsung, kesehatan masyarakat juga perlu. With Low Back Pain : A Randomized Controllled Trial Bukti juga

BAB 1 PENDAHULUAN. langsung dan tidak langsung, kesehatan masyarakat juga perlu. With Low Back Pain : A Randomized Controllled Trial Bukti juga BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan dan keselamatan dalam bekerja sangat penting bagi masyarakat yang berkaitan dengan semua pekerjaan yang berhubungan dengan faktor potensial yang mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya aktifitas masyarakat diluar maupun didalam ruangan. melakukan atifitas atau pekerjaan sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya aktifitas masyarakat diluar maupun didalam ruangan. melakukan atifitas atau pekerjaan sehari-hari. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Negara Indonesia merupakan negara dengan jumah penduduk yang memasuki peringkat 5 besar penduduk terbanyak didunia. Dengan banyaknya jumlah penduduk di Indonesia membuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial serta tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan. Olahraga merupakan kebutuhan yang tidak asing lagi.

BAB I PENDAHULUAN. sosial serta tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan. Olahraga merupakan kebutuhan yang tidak asing lagi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah mahluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain sehingga manusia harus memiliki kemampuan untuk bergerak atau melakukan aktivitas demi memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi ini, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang semakin canggih memberikan segala bentuk kemudahan bagi manusia dalam menjalankan kegiatan

Lebih terperinci

PATOFISIOLOGI CEDERA

PATOFISIOLOGI CEDERA PATOFISIOLOGI CEDERA Dr.dr.BM.Wara Kushartanti, MS FIK-UNY Ada dua jenis cedera yang sering dialami oleh atlet, yaitu trauma akut dan Overuse Syndrome (Sindrom Pemakaian Berlebih). Trauma akut adalah suatu

Lebih terperinci

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan PENGANTAR KESEHATAN DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY PENGANTAR Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan meningkatkan kesehatan, cara mencegah penyakit, cara menyembuhkan

Lebih terperinci

Sport and Fitness Journal ISSN: X Volume 5, No.3, September 2017:

Sport and Fitness Journal ISSN: X Volume 5, No.3, September 2017: INTERVENSI INTEGRATED NEUROMUSCULAR INHIBITATION TECHNIQUE (INIT) DAN TERAPI ULTRASONIK LEBIH MENURUNKAN DISABILITAS LEHER AKIBAT SINDROMA MIOFASIAL OTOT UPPER TRAPEZIUS DIBANDINGKAN INTERVENSI MYOFASCIAL

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh: AYUDIA SEKAR PUTRI J

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh: AYUDIA SEKAR PUTRI J NASKAH PUBLIKASI PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA STIFFNESS ELBOW DEXTRA POST FRAKTUR SUPRACONDYLAR HUMERI DENGAN K-WIRE DI RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL Disusun oleh: AYUDIA SEKAR PUTRI J 100 090 02

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan komputer. Kebanyakan pengguna komputer tidak. yang berlebih pada otot-otot leher, pundak dan punggung atas.

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan komputer. Kebanyakan pengguna komputer tidak. yang berlebih pada otot-otot leher, pundak dan punggung atas. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi pada era globalisasi saat ini sangat berkembang pesat. Dimana sangat membawa dampak perubahan yang sangat besar terhadap gaya

Lebih terperinci

PENGUKURAN KUANTITAS NYERI DASAR TEORI

PENGUKURAN KUANTITAS NYERI DASAR TEORI PENGUKURAN KUANTITAS NYERI DASAR TEORI 1. Pengertian Nyeri The International Association for the Study of Pain memberikan defenisi nyeri, yaitu: suatu perasaan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemudahan dalam melakukan aktivitas sehari-hari yang sangat banyak. cidera atau gangguan sendi yang cukup besar. (Kuntono 2003).

BAB I PENDAHULUAN. kemudahan dalam melakukan aktivitas sehari-hari yang sangat banyak. cidera atau gangguan sendi yang cukup besar. (Kuntono 2003). BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Keadaan sehat merupakan dambaan bagi setiap orang,karena pada tubuh yang sehat seseorang dapat melaksanakan aktifitas fungsionalnya secara optimal, dengan demikian produktifitasnyapun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktifitas sehari- hari, beradaptasi dan berkontribusi di lingkungan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. aktifitas sehari- hari, beradaptasi dan berkontribusi di lingkungan masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hidup sehat adalah tujuan semua orang. Salah satu yang mempengaruhi kualitas hidup individu adalah kondisi fisiknya sendiri. Sehingga manusia yang sehat sudah tentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melakukan segala aktifitas dalam kehidupan sehari-hari nya. Sehat adalah

BAB I PENDAHULUAN. melakukan segala aktifitas dalam kehidupan sehari-hari nya. Sehat adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan sangat penting bagi manusia untuk hidup dan untuk melakukan segala aktifitas dalam kehidupan sehari-hari nya. Sehat adalah suatu keadaan dimana seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tangan atau alat terhadap jaringan tubuh yang lunak. Massage bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tangan atau alat terhadap jaringan tubuh yang lunak. Massage bertujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Massage adalah suatu cara penyembuhan yang menggunakan gerakan tangan atau alat terhadap jaringan tubuh yang lunak. Massage bertujuan memperbaiki sirkulasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi sebagai penyanggah berat badan, yang terdiri dari beberapa bagian yakni salah

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi sebagai penyanggah berat badan, yang terdiri dari beberapa bagian yakni salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tubuh manusia dibentuk oleh struktur tulang belakang yang sangat kuat dimana berfungsi sebagai penyanggah berat badan, yang terdiri dari beberapa bagian yakni

Lebih terperinci

Blanko Kuisioner Neck Disability Index (NDI)

Blanko Kuisioner Neck Disability Index (NDI) Lampiran 1 Blanko Kuisioner Neck Disability Index (NDI) 1. Intensitas Nyeri a Saat ini saya tidak merasa nyeri (nilai 0) b. Saat ini nyeri terasa sangat ringan (nilai 1) c. Saat ini nyeri terasa ringan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. munculnya masalah tersebut, seseorang akan mengkompensasinya dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. munculnya masalah tersebut, seseorang akan mengkompensasinya dengan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aktivitas manusia tidak bisa terlepas dengan fungsi kaki. Dari bangun tidur sampai tidur lagi, fungsi kaki sangat berperan. Perjalanan seribu mil pun selalu dimulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nyeri tak tertahankan, mempengaruhi tangan, punggung, leher, lengan, bahkan

BAB I PENDAHULUAN. nyeri tak tertahankan, mempengaruhi tangan, punggung, leher, lengan, bahkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Myalgia cervical atau sering dikenal dengan nyeri otot leher adalah suatu kondisi kronis dimana otot mengalami ketegangan atau terdapat kelainan struktural tulang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekedar jalan-jalan atau refreshing, hobi dan sebagainya. Dalam melakukan

BAB I PENDAHULUAN. sekedar jalan-jalan atau refreshing, hobi dan sebagainya. Dalam melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupannya manusia memiliki banyak aktivitas untuk dilakukan baik itu rutin maupun tidak rutin. Ada berbagai macam aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan keadaan dinamis dan dapat ditingkatkan sehingga manusia dapat

BAB I PENDAHULUAN. merupakan keadaan dinamis dan dapat ditingkatkan sehingga manusia dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Setiap orang mendambakan bebas dari penyakit, baik fisik maupun mental serta terhindar dari kecacatan. Sehat bukan suatu keadaan yang sifatnya statis tapi merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fisik dengan menggunakan anggota tubuhnya. Biasanya anggota yang. badan, pergerakan tersebut bisa terjadi pada saat beraktivitas.

BAB I PENDAHULUAN. fisik dengan menggunakan anggota tubuhnya. Biasanya anggota yang. badan, pergerakan tersebut bisa terjadi pada saat beraktivitas. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk hidup yang banyak melakukan kerja fisik dengan menggunakan anggota tubuhnya. Biasanya anggota yang sering digunakan terutama bagian kaki. Gerak

Lebih terperinci

1.1PENGERTIAN NYERI 1.2 MEKANISME NYERI

1.1PENGERTIAN NYERI 1.2 MEKANISME NYERI 1.1PENGERTIAN NYERI Nyeri merupakan sensasi yang terlokalisasi berupa ketidaknyamanan, kesedihan dan penderitaan yang dihasilkan oleh stimulasi pada akhiran saraf tertentu. Nyeri terjadi sebagai mekanisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman, tingkat aktivitas masyarakat Indonesia semakin tinggi. Hal ini disebabkan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga

Lebih terperinci

Pengertian Nyeri. Suatu gejala dalam merasakan subyek dan pengalaman emosional

Pengertian Nyeri. Suatu gejala dalam merasakan subyek dan pengalaman emosional Pengertian Nyeri. Suatu gejala dalam merasakan subyek dan pengalaman emosional termasuk suatu komponen sensori, komponen diskriminatri, responrespon yang mengantarkan atau reaksi-reaksi yang ditimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pertumbuhan perekonomian. Setiap pembangunan mall dapat meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. dengan pertumbuhan perekonomian. Setiap pembangunan mall dapat meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pusat pertokoan (mall) di Indonesia semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan perekonomian. Setiap pembangunan mall dapat meningkatkan pendapatan negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia setiap hari melakukan gerakan untuk melakukan suatu tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia setiap hari melakukan gerakan untuk melakukan suatu tujuan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia setiap hari melakukan gerakan untuk melakukan suatu tujuan atau aktivitas sehari-hari dalam kehidupannya. Salah satu contoh aktivitas seharihari adalah bersekolah,kuliah,bekerja

Lebih terperinci

Perwujudan kerja ditampilkan oleh rangka yg digerakkan oleh otot-otot. Gerakan otot-otot diatur oleh syaraf

Perwujudan kerja ditampilkan oleh rangka yg digerakkan oleh otot-otot. Gerakan otot-otot diatur oleh syaraf Perwujudan kerja ditampilkan oleh rangka yg digerakkan oleh otot-otot. Gerakan otot-otot diatur oleh syaraf SKELET OTOT SARAF KESATUAN PERTAMA YG MELAKSANAKAN GERAK ERGOSISTEMA I MENDUKUNG DARAH & CAIRAN

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN. Manifestasi fisiologi nyeri

BAB II PEMBAHASAN. Manifestasi fisiologi nyeri BAB II PEMBAHASAN 1. PROSES TERJADINYA NYERI DAN MANIFESTASI FISIOLOGIS NYERI Pengertian nyeri, menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah merupakan pengalaman sensoris subyektif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan karena 65% penduduk Indonesia adalah usia kerja, 30% bekerja disektor

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan karena 65% penduduk Indonesia adalah usia kerja, 30% bekerja disektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu dari negara dengan jumlah penduduk terbesar didunia, sangat berkepentingan terhadap masalah kesehatan dan keselamatan kerja. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mana jika kesehatan terganggu maka akan dapat mempengaruhi. kemampuan seseorang dalam melakukan aktifitas sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. mana jika kesehatan terganggu maka akan dapat mempengaruhi. kemampuan seseorang dalam melakukan aktifitas sehari-hari. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan adalah hal yang sangat penting dalam kehidupan di mana jika kesehatan terganggu maka akan dapat mempengaruhi kemampuan seseorang dalam melakukan aktifitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sering digunakan untuk beraktivitas. Keluhan nyeri merupakan sensasi yang

BAB I PENDAHULUAN. yang sering digunakan untuk beraktivitas. Keluhan nyeri merupakan sensasi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) di era globalisasi saat ini mempengaruhi segala bidang, salah satunya adalah bidang kesehatan. Hal ini dapat dilihat

Lebih terperinci

SKRIPSI PENGARUH PENGGUNAAN SEPATU HAK TINGGI TERHADAP POTENSI TERJADINYA VARISES PADA TUNGKAI BAWAH

SKRIPSI PENGARUH PENGGUNAAN SEPATU HAK TINGGI TERHADAP POTENSI TERJADINYA VARISES PADA TUNGKAI BAWAH SKRIPSI PENGARUH PENGGUNAAN SEPATU HAK TINGGI TERHADAP POTENSI TERJADINYA VARISES PADA TUNGKAI BAWAH DISUSUN OLEH: YURNILA NINGSIH ACHMAD J 110 050 017 DIPLOMA IV FISIOTERAPI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Nanda Citra Anggraeni. Program Studi Fisioterapi, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar ABSTRAK

Nanda Citra Anggraeni. Program Studi Fisioterapi, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar ABSTRAK PENERAPAN MYOFASCIAL RELEASE TECHNIQUE SAMA BAIK DENGAN ISCHEMIC COMPRESSION TECHNIQUE DALAM MENURUNKAN NYERI PADA SINDROMA MIOFASIAL OTOT UPPER TRAPEZIUS Nanda Citra Anggraeni Program Studi Fisioterapi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan anggota gerak bawah. Yang masing-masing anggota gerak terdiri atas

BAB I PENDAHULUAN. dan anggota gerak bawah. Yang masing-masing anggota gerak terdiri atas 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu bergerak dalam menjalankan aktivitasnya. Sering kita jumpai seseorang mengalami keterbatasan gerak dimana hal tersebut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Pada setiap sediaan otot gastrocnemius dilakukan tiga kali perekaman mekanomiogram. Perekaman yang pertama adalah ketika otot direndam dalam ringer laktat, kemudian dilanjutkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga menghambat aktivitas kegiatan sehari-hari, di Jerman persentase

BAB I PENDAHULUAN. sehingga menghambat aktivitas kegiatan sehari-hari, di Jerman persentase BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Cedera ligamen kolateral medial sendi lutut merupakan salah satu gangguan yang dapat menyebabkan gangguan mobilitas dan fungsional, sehingga menghambat aktivitas

Lebih terperinci

Hasil Evaluasi Nyeri Tekan Menggunakan Skala VDS

Hasil Evaluasi Nyeri Tekan Menggunakan Skala VDS BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Permasalahan- permasalahan yang timbul pada pasen bernama Ny. N, usia 62 tahun dengan kondisi Post Fraktur 1/3 proksimal Humerus sinistra adalah adanya nyeri tekan

Lebih terperinci

tumpul, aching, dan menyebar, yang dapat berubah menjadi nyeri akut pada saat rahang berfungsi serta menyebabkan disfungsi mandibular berupa

tumpul, aching, dan menyebar, yang dapat berubah menjadi nyeri akut pada saat rahang berfungsi serta menyebabkan disfungsi mandibular berupa tumpul, aching, dan menyebar, yang dapat berubah menjadi nyeri akut pada saat rahang berfungsi serta menyebabkan disfungsi mandibular berupa pembukaan mulut (pada umumnya). 8 Pasien dengan sindroma nyeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi telah berkembang sangat pesat. Hal tersebut menjadikan

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi telah berkembang sangat pesat. Hal tersebut menjadikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknogi (IPTEK) pada zaman globalisasi telah berkembang sangat pesat. Hal tersebut menjadikan pekerjaan manusia lebih hemat waktu,

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI KELELAHAN OTOT

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI KELELAHAN OTOT LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI KELELAHAN OTOT Oleh: Nama : Yuni Aisyah Puteri NIM : 121610101006 LABORATORIUM FISIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS JEMBER 2012/2013 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL DAFTAR

Lebih terperinci

Kelompok 6 (adri, diah, yuyun, irfan, rama)

Kelompok 6 (adri, diah, yuyun, irfan, rama) Kelompok 6 (adri, diah, yuyun, irfan, rama) Masase (massage) berasal dari bahasa Arab mash yang artinya menekan dengan lembut atau dari kata Yunani massien yang berarti memijat atau melulut. Tetapi istilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun mental dan juga bebas dari kecacatan. Keadaan sehat bukanlah

BAB I PENDAHULUAN. maupun mental dan juga bebas dari kecacatan. Keadaan sehat bukanlah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah suatu keadaan bebas dari penyakit baik penyakit fisik maupun mental dan juga bebas dari kecacatan. Keadaan sehat bukanlah merupakan keadaan statis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dari mulai alat komunikasi, alat perkantoran, alat transportasi sampai sistem

BAB I PENDAHULUAN. Dari mulai alat komunikasi, alat perkantoran, alat transportasi sampai sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kini, perkembangan zaman semakin pesat. Setiap waktunya lahir berbagai teknologi baru yang memudahkan manusia melakukan aktivitas sehari-hari. Dari mulai alat komunikasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baru. (Millson, 2008). Sedangkan menurut pendapat Departement of Trade and

BAB I PENDAHULUAN. baru. (Millson, 2008). Sedangkan menurut pendapat Departement of Trade and BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Inovasi adalah perbuatan mengenalkan sesuatu yang baru dengan cara yang baru. (Millson, 2008). Sedangkan menurut pendapat Departement of Trade and Industry,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang lebih modern masyarakat juga mengalami perubahan dan

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang lebih modern masyarakat juga mengalami perubahan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era yang lebih maju dan berkembang disertai dengan peningkatan teknologi yang lebih modern masyarakat juga mengalami perubahan dan perilaku hidup, hal ini mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan taraf hidup dan umur harapan hidup. Namun peningkatan umur

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan taraf hidup dan umur harapan hidup. Namun peningkatan umur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan adalah cita-cita suatu bangsa yang terlihat dari peningkatan taraf hidup dan umur harapan hidup. Namun peningkatan umur harapan hidup ini dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang membuat otot tertarik lebih dari pada kapasitas yang dimilikinya. Berbeda

BAB I PENDAHULUAN. yang membuat otot tertarik lebih dari pada kapasitas yang dimilikinya. Berbeda 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, penyakit muskuloskletal telah menjadi masalah yang banyak dijumpai di pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia dan menjadi penyebab tingginya angka

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tahun dengan diagnosa medis CTS dextra diperoleh permasalahan berupa

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tahun dengan diagnosa medis CTS dextra diperoleh permasalahan berupa BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Setelah dilakukan proses assessment pada pasien Ny. DA usia 44 tahun dengan diagnosa medis CTS dextra diperoleh permasalahan berupa nyeri tekan dan gerak pada pergelangan

Lebih terperinci

JARINGAN DASAR HEWAN. Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN

JARINGAN DASAR HEWAN. Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN JARINGAN DASAR HEWAN Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN Tubuh hewan terdiri atas jaringan-jaringan atau sekelompok sel yang mempunyai struktur dan fungsi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam upaya meningkatkan kualitas hidup manusia dituntut untuk mengikuti perkembangan zaman. Oleh karena itu, manusia melakukan berbagai aktivitas untuk memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan sosial masyarakat dan bangsa bertujuan untuk. memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan sosial masyarakat dan bangsa bertujuan untuk. memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sosial masyarakat dan bangsa bertujuan untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Pembangunan yang telah kita laksanakan selama

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kebutuhan tersebut manusia melakukan macam aktivitas. Aktivitas yang sangat

BAB 1 PENDAHULUAN. kebutuhan tersebut manusia melakukan macam aktivitas. Aktivitas yang sangat BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan membuat manusia dituntut untuk hidup lebih maju mengikuti perkembangan tersebut. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut manusia

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Myofascial Pain Otot Rhomboid 2.1.1 Definisi Myofascial Pain Myofascial pain adalah suatu kondisi kronis yang mempengaruhi fascia (jaringan ikat yang menutup otot) (Ratini, 2013),

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. gerak: nyeri cukup berat, sedangkan pada terapi ke-6 didapatkan hasil bahwa

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. gerak: nyeri cukup berat, sedangkan pada terapi ke-6 didapatkan hasil bahwa BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Nyeri Hasil evaluasi nyeri dengan menggunakan VDS didapatkan hasil bahwa pada terapi ke-0 nyeri diam: tidak nyeri, nyeri tekan: nyeri ringan, nyeri gerak: nyeri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ada (kurangnya aktivitas fisik), merupakan faktor resiko independen. menyebabkan kematian secara global (WHO, 2010)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ada (kurangnya aktivitas fisik), merupakan faktor resiko independen. menyebabkan kematian secara global (WHO, 2010) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORI 1. Aktivitas Fisik a. Definisi Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi. Aktivitas fisik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN LatarBelakang BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Dalam kehidupan sehari-hari setiap orang melakukan aktifitas fisik untuk menunjang hidup sehat, karena Kesehatan sangat penting bagi kehidupan manusia untuk hidup dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nyeri Leher 2.1.1 Definisi Nyeri Leher Secara umum nyeri merupakan suatu rasa yang tidak nyaman, baik ringan maupun berat. Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdiri disetiap bekerja untuk melayani para konsumen. Akan tetapi posisi

BAB I PENDAHULUAN. berdiri disetiap bekerja untuk melayani para konsumen. Akan tetapi posisi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan jaman, masyarakat dituntut lebih aktif dalam bekerja untuk menghadapi persaingan yang ketat. Selain dituntut agar lebih aktif, masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, dimana harus mempunyai kemampuan fungsi yang optimal

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, dimana harus mempunyai kemampuan fungsi yang optimal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan mahkluk sosial yang saling berinteraksi dengan lingkungannya, dimana harus mempunyai kemampuan fungsi yang optimal dalam bergerak atau beraktivitas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. itu gerak dan fungsi dari sendi bahu harus dijaga kesehatannya. tersebut, salah satu diantaranya adalah frozen shoulder.

BAB I PENDAHULUAN. itu gerak dan fungsi dari sendi bahu harus dijaga kesehatannya. tersebut, salah satu diantaranya adalah frozen shoulder. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan suatu keadaan bebas dari penyakit, baik penyakit fisik maupun penyakit mental dan juga bebas dari kecacatan, sehingga keadaan tubuh secara biologis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Olahraga merupakan hal yang penting dalam kehidupan kita, karena

PENDAHULUAN. Olahraga merupakan hal yang penting dalam kehidupan kita, karena BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Olahraga merupakan hal yang penting dalam kehidupan kita, karena olahraga dapat mempertahankan dan meningkatkan kesehatan tubuh, serta akan dapat berdampak kepada

Lebih terperinci

MEKANICAL CERVICAL & LUMBAR TRACTION. Oleh: Sugijanto

MEKANICAL CERVICAL & LUMBAR TRACTION. Oleh: Sugijanto MEKANICAL CERVICAL & LUMBAR TRACTION Oleh: Sugijanto Pengertian Traksi: proses menarik utk meregangkan jarak antar suatu bagian. Traksi spinal: tarikan utk meregangkan jarak antar vertebra. Traksi Non

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ergonomi 2.1.1. Pengertian Ergonomi Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau menyeimbangkan antara segala fasilitas yang digunakan baik dalam

Lebih terperinci