BAB II Tinjauan Pustaka

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II Tinjauan Pustaka"

Transkripsi

1 BAB II Tinjauan Pustaka II.1 Analisis Risiko Risiko merupakan suatu kemungkinan terjadinya kerusakan atau penderitaan akibat suatu bahaya. Bahaya dapat diartikan sebagai sesuatu yang berpotensi menyebabkan kerugian ataupun kerusakan (Soemirat, 2000). Risiko akibat paparan panas sangat sulit ditentukan karena dipengaruhi oleh interaksi antara enam parameter dasar. Perbedaan interpersonal respon psikologis terhadap panas membuat prediksi risiko ini menjadi rumit. Analisis risiko merupakan teknik untuk menganalisis risiko dalam berbagai bidang seperti toksikologi, higiene industri, keselamatan kerja, AMDAL, prediksi cuaca, epidemiologi, dan perilaku sosial atau juga sebagai metode campuran dari ilmu pengetahuan rekayasa dan statistik untuk menilai dan melakukan prediksi apa yang akan terjadi akibat adanya paparan zat berbahaya di masa yang akan datang (Soemirat, 2000). The Health and Safety Executive (2007) mengusulkan lima langkah dalam analisis risiko yang bertujuan untuk mempermudah dalam melakukan analisis yaitu: 1. Identifikasi bahaya. Suatu zat dapat diidentifikasi sebagai zat yang berbahaya bagi kesehatan manusia diperoleh dari hasil observasi kasus yang diperolehkan secara langsung dan tidak langsung. Perlu dilakukan identifikasi apakah ada sumber panas di tempat kerja, apakah pekerja terpapar dengan kondisi iklim di luar, apakah pekerja memakai Alat Perlindungan Diri, apakah pekerja melakukan aktifitas fisik yang intensif. Tujuan dari identifikasi bahaya ini yaitu untuk mendapatkan data/informasi apakah panas tersebut berbahaya bagi kesehatan manusia. 2. Menentukan siapa yang berpotensi terpapar zat berbahaya tersebut. Pekerja yang belum teraklimatisasi untuk bekerja di tempat panas memiliki kemungkinan untuk terpapar panas di tempat kerja. Kondisi kesehatan pekerja menjadi faktor yang penting dan perlu dipertimbangkan 5

2 3. Evaluasi risiko dari bahaya tersebut serta penentuan tindakan pencegahan agar bahaya tersebut tidak terjadi atau apabila bahaya tersebut tidak dapat dihindari maka dilakukan tindakan untuk meminimalkan risiko yang akan terjadi. 4. Dokumentasi hasil analisis. Seluruh data yang diperoleh dari hasil analisis sebaiknya didokumentasikan sebagai dokumen penting perusahaan. Baik untuk perbaikan di hari yang akan datang ataupun sebagai bukti telah dilakukan pemeriksaan di lingkungan kerja. 5. Tinjau kembali hasil analisis. Peninjauan kembali akan hasil analisis perlu di lakukan secara periodik. Hal ini penting untuk mengetahui apakah tindakan pencegahan berjalan dengan baik atau apakah diperlukan perbaikan kebijakan agar pekerja yang bekerja di lingkungan kerja tersebut tidak akan mengalami kecelakaan ataupun gangguan kesehatan akibat kerja. II.1.1 Identifikasi Bahaya Identifikasi bahaya merupakan tahapan awal yang dilakukan di dalam analisis risiko yang bertujuan untuk melakukan identifikasi atau pemeriksaan terhadap efek negatif yang diakibatkan oleh panas. Kegiatan yang termasuk didalam identifikasi bahaya adalah pengumpulan dan evaluasi terhadap berbagai data gangguan kesehatan atau penyakit yang dapat disebabkan oleh suatu zat dan kondisi paparan yang menghasilkan kerusakan lingkungan, cedera atau penyakit. Identifikasi juga dilakukan terhadap populasi target dan kondisi paparan. Identifikasi bahaya juga melibatkan karakterisasi dari sifat zat didalam tubuh dan interaksinya terhadap organ, sel, dan material genetik (Leeuwen, 1995). Gangguan kesehatan yang dimaksud juga termasuk gejala-gejala awal akibat paparan seperti sakit kepala, mual, iritasi, dan lain sebagainya (Hickox, 2001). Dalam tahap ini dibutuhkan banyak informasi atau data untuk evaluasi yang tepat. Data-data yang dibutuhkan adalah sebagai berikut: sifat zat kimia/fisika, rute dan pola paparan, data metabolik dan paramakokinetik, studi toksikologi termasuk short term test dan studi hewan long term, studi pada manusia dan informasi tambahan, termasuk studi in vitro dan hubungan structure-activity relationship. Seluruh data dikumpulkan sebagai bukti bahwa zat tersebut dapat menyebabkan efek terhadap kesehatan (Patrick, 1994) 6

3 Data-data ini dapat diperoleh melalui penelitian di laboratorium, data kecelakaan atau dari berbagai sumber seperti pengukuran langsung di lapangan. Identifikasi bahaya juga meliputi karakterisasi bahaya terhadap tubuh (Leeuwen, 1995). Teknik-teknik yang digunakan dalam identifkasi bahaya yaitu (Soemirat, 2000): 1. Studi epidemiologi Studi epidemiologi pada manusia biasanya digunakan untuk melakukan evaluasi risiko kesehatan akibat paparan suatu zat pada suatu kelompok seperti pekerja yang terpapar panas di tempat kerja. Studi epidemiologi dipelajari mengenai pola atau distribusi dan frekuensi terjadinya penyakit pada pekerja serta faktor-faktor yang mempengaruhi pola atau distribusi tersebut atau faktor yang menentukan terjadinya penyakit pada pekerja misalnya akibat paparan panas. Selain itu studi epidemiologi juga mempelajari mengenai hubungan sebab akibat dengan efek langsung terhadap pekerja akibat paparan panas. 2. Uji hewan atau bioesei (in vivo) 3. Uji pada kultur jaringan atau sel (in vitro) 4. Analisis hubungan aktivitas dengan struktur molekul Bahaya di lingkungan kerja dapat dibagi menjadi empat bagian, yaitu (Olishifski,1971): 1. Zat kimia baik dalam bentuk cairan maupun padatan seperti debu, uap logam, gas, embun 2. Zat fisis seperti radiasi elektromagnetik, radiasi pengion, bising, vibrasi, temperatur 3. Zat biologi seperti insekta, tungau, jamur, ragi, bakteri dan virus 4. Ergonomik yaitu posisi badan pada saat melakukan pekerjaan, tinggi badan, kondisi jiwa 7

4 Menurut Bethea & Parson (2002) terdapat tiga macam metode yang digunakan untuk melakukan pemeriksaan di lingkungan ekstrim panas, yaitu: 1. Empiris: data yang diperoleh dari hasil penelitian laboratorium dapat digunakan untuk memperkirakan pengaruh-pengaruh lingkungan terhadap manusia. Misalnya reaksi fisiologi. 2. Langsung: dilakukan pengukuran langsung di lapangan terhadap beberapa parameter. Misalnya suhu bola, kecepatan angin. 3. Rasional: perhitungan perubahan panas antara manusia dengan lingkungan dapat digunakan untuk memperkirakan reaksi manusia. PARAMETER LINGKUNGAN Temperatur udara Temperatur radisai Kelembaban Kecepatan angin ATRIBUT PEKERJA Metabolisme Pakaian KRITERIA PENILAIAN NILAI INDEKS Gambar II.1. Diagram penentuan suatu nilai indeks Sumber: (Bethea & Parson, 2002) II.2 Termodinamika Di dalam hukum pertama Termodinamika dikatakan bahwa jumlah energi di dalam suatu sistem tertutup mendekati konstan, energi itu tidak dapat diciptakan dan dimusnahkan. Tetapi energi dapat diubah dari satu bentuk ke bentuk lainnya. Pada saat melakukan aktifitas atau bekerja, manusia merubah energi kimia (karbohidrat dan lemak) yang tersimpan menjadi energi kinetic dan energi termal (panas). Sekitar 80% dari energi kimia yang diubah tidak digunakan untuk melakukan aktifitas, tetapi akan muncul sebagai panas tubuh. Oleh karena itu seorang yang berbobot 70 Kg yang melakukan aktifitas sebesar 200 Watt (W) misalnya lari, bekerja, akan mengkonsumsi 2,51 oksigen setiap menitnya dan 800 8

5 J.s -1 dari 1000 J.s -1 akan diubah menjadi panas yang akan menyebabkan naiknya emperature jaringan tubuh sekitar 1 o C setiap menitnya (Taylor, 2005). Termodinamika ini akan dipengaruhi oleh pelepasan energi panas antara tubuh dengan lingkungan serta interaksi antara panas lingkungan dengan kemampuan adaptasi manusia terhadap panas. Secara matematika hubungan ini dapat dinyatakan sebagai berikut (Taylor, 2005): S M W E R C K W m 2 = ( ± ) ± ± ± ±. (2.1) 2 S = panas yang tersimpan (+ yang tersimpan; - yang dilepaskan) Wm. M = laju energi panas yang dihasilkan tubuh melalui proses metabolisme 2 Wm. 2 W = laju kerja yang dihasilkan oleh tubuh Wm. R = perubahan panas melalui radiasi (- yang dilepaskan; + yang diperoleh) 2 Wm. C = perubahan panas melalui konveksi (- yang dilepaskan; + yang diperoleh) 2 Wm. K = perubahan panas melalui konduksi (- yang dilepaskan; + yang diperoleh) 2 Wm. 2 1 E = perubahan panas melalui evaporasi (-) Wm.. kpa Thermal compensability didefenisikan sebagai interaksi antara tubuh dengan lingkungan. Sebagai contoh pada lingkungan yang panas dimana pelepasan panas terjadi melalui penguapan keringat maka thermal compensability ditentukan melalui perbandingan antara E req (required evaporative heat loss) dengan E max (maximal evaporative cooling) termasuk pakaian. Apabila E req lebih besar dari E max maka kondisi lingkungan dapat dikatakan bersifat merugikan bagi pekerja (Taylor, 2005). 9

6 UNCOMPENSABLE HEAT STRESS PANAS YANG DIHASILKAN PANAS YANG DILEPASKAN E req E max COMPENSABLE HEAT STRESS Panas metabolisme Produksi keringat Temperatur udara Pergerakan udara Tekanan uap udara pakaian Panas radiasi Gambar II.2. Thermal compensability di lingkungan panas: hubungan antara E req dengan E max Sumber: (Taylor,2005) II.3 Mekanisme Perpindahan Panas dari Permukaan Kulit Terjadinya proses perpindahan panas dari dalam tubuh ke lingkungan akan menjadi hal yang sangat penting dalam usaha mempertahankan suhu tubuh agar tetap konstan. Panas dari dalam tubuh akan dibawa oleh darah menuju kulit kemudian dipindahkan ke lingkungan luar melalui proses konduksi, konveksi, radiasi dan penguapan atau evaporasi (Guyton & Hall,1997). Seperti terlihat pada Gambar II.3 bahwa orang yang tidak menggunakan pakaian pada suhu kamar yang normal, kehilangan panas kira-kira 60% dari kehilangan panas total (sekitar 15%) melalui radiasi. Kehilangan panas melalui radiasi berarti kehilangan dalam bentuk gelombang panas inframerah, suatu jenis gelombang elektromagnetik. Sebagian besar gelombang panas inframerah yang memancar dari tubuh memiliki panjang gelombang 5 sampai 20 mikrometer, 10 sampai 30 kali panjang gelombang cahaya. Tubuh manusia memancarkan gelombang panas ke segala penjuru. Gelombang panas juga dipancarkan dari benda benda lain ke tubuh. Bila suhu tubuh lebih tinggi dari suhu lingkungan, kuantitas panas yang 10

7 lebih besar dipancarkan keluar dari tubuh lebih besar dari pada yang dipancarkan ke tubuh (Guyton & Hall,1997). Dinding Radiasi (60%) Gelombang panas Evaporasi (22%) Konduksi ke benda (3%) Konduksi ke udara (15%) Aliran udara (konveksi) Gambar II.3. Mekanisme perpindahan panas dari tubuh Sumber: (Guyton & Hall,1997) Proses konduksi merupakan suatu proses perpindahan panas dari temperatur tinggi ke temperatur rendah melalui pergerakan antar molekul suatu material tanpa adanya pergerakan suatu material. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar II.3 hanya sejumlah kecil panas yang biasanya hilang dari tubuh melalui konduksi langsung dari permukaan tubuh ke benda benda lain yang berada di sekitarnya. Sebaliknya, kehilangan panas melalui konduksi ke udara memang mencerminkan bagian kehilangan panas tubuh yang cukup besar (kira-kira 15%) walaupun dalam keadaan normal. Panas merupakan energi yang dipindahkan antara dua zat yang berbeda temperatur. Sebagian besar energi ini dapat dipindahkan ke udara apabila suhu udara lebih dingin dari kulit sehingga meningkatkan kecepatan gerakan molekul-molekul udara. Apabila suhu udara hampir sama dengan suhu kulit maka tidak akan terjadi perpindahan panas dari tubuh ke udara (Guyton & Hall,1997). Pemindahan panas dari tubuh melalui konveksi udara secara umum disebut kehilangan panas melalui konveksi. Sebelumnya panas harus dikonduksikan ke udara kemudian dibawa melalui aliran konveksi. Sejumlah kecil konveksi hampir selalu terjadi di sekitar tubuh akibat kecenderungan udara di sekitar kulit untuk naik sewaktu manjadi panas. Oleh karena itu, orang yang tidak menggunakan pakaian yang berada di ruangan yang nyaman tanpa adanya gerakan udara yang besar masih tetap kehilangan sekitar 15% dari panas tubuhnya melalui konduksi 11

8 ke udara kemudian oleh konveksi udara menjauhi tubuhnya (Guyton & Hall, 1997). Pada saat suhu kulit lebih tinggi dari suhu lingkungan maka panas dapat hilang melalui radiasi dan konduksi. Tetapi ketika suhu lingkungan lebih tinggi dari suhu kulit, tubuh memperoleh panas melalui radiasi dan konduksi. Dalam keadaan seperti ini, satu-satunya cara tubuh melepaskan panas adalah dengan evaporasi. Oleh karena itu, setiap faktor yang mencegah evaporasi pada saat suhu lingkungan lebih tinggi dari suhu kulit akan menyebabkan peningkatan suhu tubuh (Guyton & Hall, 1997). Evaporasi merupakan proses perpindahan panas yang paling sering terjadi. Proses evaporasi melepaskan sekitar 80% panas dari dalam tubuh pada saat melakukan aktifitas dan sekitar 20% pada saat beristirahat ke lingkungan sekitar (King, 2004). II.4 Aklimatisasi Mekanisme Berkeringat Seseorang yang normal dan tidak dapat menyesuaikan diri dengan iklim, terkadang dapat membentuk keringat lebih dari 1 liter per jam pada saat terpapar panas selama 1 sampai 6 minggu. Orang tersebut secara perlahan lahan akan berkeringat lebih banyak, sering kali meningkatkan sekresi maksimal keringat 2 hingga 3 liter per jam. Evaporasi keringat yang lebih banyak ini dapat memindahkan panas dari tubuh dengan kecepatan lebih dari sepuluh kali kecepatan pembentukan panas basal normal. Peningkatan efektivitas mekanisme berkeringat ini disebabkan peningkatan langsung pada kemampuan kelenjar keringat itu sendiri (Guyton & Hall, 1997). Penurunan konsentrasi natrium klorida dalam keringat juga berhubungan dengan aklimatisasi yang memungkinkan konservasi garam yang lebih baik secara perlahan lahan. Sebagian besar efek ini disebabkan oleh peningkatan sekresi aldosteron yang selanjutnya dihasilkan dari penurunan kadar natrium klorida dalam cairan ekstraseluler dan plasma. Orang yang tidak dapat menyesuaikan diri dengan iklim yang banyak berkeringat sering kehilangan garam sebesar 15 sampai 30 gram setiap hari untuk beberapa hari pertama. Setelah 4 sampai 6 minggu 12

9 menyesuaikan diri, kehilangan garam biasanya menjadi 3 hingga 5 gram per hari (Guyton & Hall, 1997). Berdasarkan berbagai penelitian Armstrong dan Maresh (1991); Hargreaves dan Febbraio (1998) menunjukkan bahwa pekerja teraklimatisasi lebih awal dan lebih banyak berkeringat pada seluruh permukaan tubuhnya dibandingkan pekerja tidak teraklimatisasi menyebabkan temperatur inti dan detak jantung lebih rendah dibandingkan pekerja yang tidak teraklimatisasi. Perbedaan antara pekerja teraklimatisasi dan tidak teraklimatisasi ada pada respon fisiologisnya. II.5 Faktor Faktor yang Mempengaruhi Sensasi Panas Pada saat seseorang yang bekerja di lingkungan bersuhu ekstrim panas, temperatur inti tubuhnya akan mulai naik dan keringat pun diproduksi oleh tubuh dengan tujuan untuk melepaskan panas berlebih di tubuh melalui proses penguapan keringat. Jika cairan tubuh yang keluar dari tubuh yang berupa keringat tersebut tidak digantikan maka tubuh tidak akan mampu memproduksi keringat kembali menyebabkan temperatur inti tubuh akan terus meningkat yang kemudian akan menyebabkan timbulnya masalah yang serius. Menurut OSH Department of labor Wellington New Zealand (1997) faktor-faktor penting yang mempengaruhi seseorang dapat merasakan sensasi panas ataupun dingin, adalah: 1. Temperatur udara Temperatur udara dapat diukur dengan menggunakan termometer. Temperatur udara akan mempengaruhi seseorang merasakan sensasi panas atau dingin lingkungan. 2. Kelembaban Kelembaban adalah kadar air di dalam udara. Kelembaban yang tinggi cenderung membuat orang merasa lebih panas dibandingkan kelembaban yang rendah. Hal ini disebabkan karena keringat yang diproduksi oleh tubuh tidak dapat menguap karena udara di sekitar telah jenuh dengan uap air. 13

10 3. Panas radiasi Panas radiasi diemisikan oleh benda-benda yang panas. Panas radiasi membutuhkan waktu yang cukup lama untuk memanaskan udara di sekitarnya tetapi manusia jauh lebih cepat merasakan panasnya. 4. Pergerakan udara Pada umumnya pergerakan udara akan memberikan rasa sejuk pada seseorang. Kecepatan aliran udara merupakan salah satu faktor yang diukur di lingkungan yang panas. 5. Aktivitas fisik Aktivitas fisik akan meningkatkan jumlah panas di dalam tubuh menyebabkan meningkatnya suhu tubuh. Panas berlebih di dalam tubuh dapat mengakibatkan seseorang tersebut terkena risiko heat strain. 6. Pakaian Pakaian dapat melindungi atau mencegah transfer panas dari tubuh ke lingkungan sekitar selain itu pakaian juga dapat melindungi seseorang dari faktor-faktor lingkungan seperti panas radiasi ataupun angin. Pada saat udara berhembus di permukaan kulit, biasanya temperaturnya lebih rendah dibanding kulit dan bersifat mendinginkan. Oleh karena itu panas akan dilepaskan ke udara melalui kulit. Ketika terdapat perbedaan antara temperatur permukaan tubuh dengan temperatur ruangan maka panas akan dilepaskan secara radiasi. Tubuh juga dapat melepaskan panas dengan cara evaporasi melalui keringat. Agar temperatur tubuh stabil maka pelepasan panas diperlukan untuk menseimbangkan produksi panas. Jika tidak, temperatur tubuh akan berubah dan menyebabkan temperatur tubuh naik atau turun. Yang dapat dituliskan sebagai berikut: Panas Tersimpan = produksi panas pelepasan panas (2.2) = (rata-rata metabolisme tubuh external work) (konduksi + radiasi + konveksi + evporasi + respirasi) 14

11 Fungsi dari pakaian adalah sebagai penahan perpindahan panas dan kelembaban antara kulit dan lingkungan. Pakaian dapat melindungi kita terhadap paparan panas dan dingin, tetapi memiliki efek samping yaitu menghambat pelepasan panas saat bekerja. Contohnya, apabila seseorang melakukan kerja di musim dingin dan menggunakan baju pelindung, panas akan terakumulasi dengan cepat di dalam tubuh karena baju pelindung sangat resistan terhadap pelepasan panas dan uap. Perlindungan ini tercipta oleh kombinasi bahan penyusun baju itu sendiri dan udara yang terkandung di dalam baju pelindung dan oleh udara sekitar yang mengelilingi permukaan luar baju (Havenith, 1999). Pertukaran panas melalui material baju terjadi terutama melalui konduksi dan radiasi. Hampir seluruh material penyusun baju, volume udara yang terdapat di dalamnya jauh lebih besar dari pada volume seratnya. Oleh karena itu keefektifan pengisolasian sangat tergantung kepada ketebalan dari material penyusunnya dan kepada tipe seratnya. Serat penyusun baju umumnya mempengaruhi jumlah pertukaran panas melalui radiasi selain memantulkan, menyerap dan memancarkan kembali radiasi (Havenith, 1999). Material penyusun baju yang permeabel (dapat ditembus oleh air), jenis materi penyusun baju sangat menentukan daya perlindungannya terhadap penguapan dan karena volume serat lebih rendah dari pada volume udara di baju maka daya perlindungan terhadap pertukaran uap air secara difusi melewati kain sangat ditentukan oleh ketebalan dari lapisan udara yang terkandung di dalam materi penyusun baju tersebut. Untuk baju yang tipis, hal yang sebaliknya terjadi (Havenith, 1999). Dalam pembuatannya tidak hanya material/bahan penyusunnya saja yang perlu dipikirkan, tetapi bagaimana keefektifan mengisolasinya, sifat dari lapisan udara di antara dan di luar lapisan baju menjadi sangat penting, itulah sebabnya baju ini memiliki lebih dari satu lapisan saja. Lapisan memiliki ketebalan 6 mm (12 mm total permukaan luar dan dalam). Sedangkan untuk ketebalan kainnya dipergunakan 15 mm per setiap lapisan pengisolasi (Havenith, 1999). 15

12 Goretex adalah bahan kedap air dengan penyusun bahan-bahan turunan polytetrafluoroethylene (PTFE) dan fluoropolymer. Bahan-bahan ini dipergunakan secara luas untuk berbagai aplikasi seperti lapisan bahan berperfoma tinggi, operasi medis (implant), bahan penyaring, dan penutup (insulasi) untuk kabel dan penyekat (seal). Sekarang ini, lapisan goretex menggantikan lapisan dalam polyuretan dengan lapisan fluoropolymer yang tipis dan berpori (teflon) dengan dilapisi polyuretan yang mengikat ke lapisan tersebut, biasanya nylon atau polyester. Lapisan tipis ini memiliki 9 milar pori per inchi kuadrat, yang setiapnya berukuran kira-kira 1/20,000 dari tetesan air yang menyebabkan lapisan ini tidak dapat ditembus oleh air dalam bentuk cair tetapi keringat yang dihasilkan oleh tubuh akibat peningkatan suhu tubuh dapat diuapkan ke udara melewati lapisan ini dan panas tubuh juga akan tertahan di dalam dan tidak dapat melewati lapisan goretex ini (Wikipedia, 2008). Gambar II.4 Lapisan Goretex Sumber: (TOG 24 Technical Performance winter and outdoor clothing, 2008) Menurut OSH Department of labor Wellington New Zealand (1997) faktor-faktor pribadi juga sangat mempengaruhi seseorang untuk merasakan sensasi panas atau dingin, yaitu: 1. Berat badan Orang yang kelebihan berat badan sangat berisiko bukan hanya di lingkungan panas tetapi juga lingkungan yang dingin. Hal ini disebabkan karena tidak terjadinya keseimbangan transfer panas antara tubuhnya dengan lingkungan. 16

13 2. Kesehatan Ada beberapa kondisi kesehatan yang akan memperbesar risiko bahaya seseorang apabila bekerja di lingkungan bertemperatur ekstrim panas atau dingin. Seperti penyakit jantung, diabetes, penyakit kulit, dan gangguan pernafasan. 3. Umur Daya tahan tubuh seseorang akan menurun apabila seseorang tersebut berumur 45 tahun keatas. Hal ini membuat seseorang lebih rentan terhadap bahaya yang disebabkan oleh lingkungan ekstrim panas atau dingin. 4. Kebiasaan berolahraga Kondisi fisik akan semakin membaik apabila seseorang secara teratur berolahraga, sehingga lebih mampu mengatasi bahaya dari lingkungan ekstrim panas atau dingin. 5. Konsumsi zat-zat tertentu Mengkonsumsi zat-zat tertentu seperti alkohol, kokain, morfin dan lain lain akan memberikan pengaruh buruk bagi kesehatan seseorang. II.6 Hipotalamus Suhu tubuh diatur hampir seluruhnya oleh mekanisme persyarafan umpan balik dan hampir semua mekanisme ini terjadi melalui pusat pengaturan suhu yang terletak di hipotalamus. Sistem kerja endokrin diatur oleh kelenjar hipotalamus. Perintah dari otak untuk mengubah sistem kerja endokrin harus melalui hipotalamus. Bagian-bagian hipotalamus dapat dilihat pada bagian dasar dan midsagittal dari otak besar dan juga terdapat pada mammillary body dan pada infundibulum (tuber cinerum). Hipotalamus adalah wilayah pada otak yang berlokasi di atas kelenjar pituitary. Faktanya, hipotalamus berhubungan dengan pituitary dan terhubung melalui hypophyseal. Hipotalamus melepaskan enam jenis hormon, yang mana fungsinya diatur oleh kelenjar pituitary (Guyton & Hall, 1997). Thyrotropin releasing hormone (TRH) adalah hormon tripeptide yang dilepaskan oleh sel khusus pada hipotalamus. TRH bergerak ke arah hypophyseal melalui 17

14 jalur hypothalamal-hypophyseal dan sampai ke depan kelenjar pitutiary. Disini, TRH akan merangsang pengeluaran Thyroid Stimulating Hormone (TRH) dan prolactin (Guyton & Hall, 1997). Hipotalamus memegang peranan penting dalam mengatur temperatur tubuh. Sensor yang disebut thermoreceptors adalah sistem sensor yang sangat baik yang dapat mendeteksi perubahan temperatur tubuh dan dengan cepat menyampaikan pesan ke kelenjar hipotalamus. Hipotalamus memberikan respon dengan cara mengaktifkan mekanisme yang mengatur temperatur tubuh. Hipotalamus memiliki memori yang menyimpan temperatur yang optimal bagi tubuh. Jika temperatur ini tidak tercapai maka hipotalamus akan mengaktifkan pusat pengaturan temperatur hipotalamus (Guyton & Hall, 1997). Setiap perubahan pada temperatur tubuh akan diterima oleh dua jenis thermoreceptors yaitu central receptors dan peripheral receptors. Central receptors memantau temperatur darah yang disirkulasikan hingga ke otak dan periperal receptors terletak di kulit. Receptor ini memberikan informasi suhu lingkungan luar. Hal inilah yang menyebabkan kita secara sadar mampu mendeteksi temperatur dan bereaksi pada lingkungan yang panas dan dingin (Guyton & Hall, 1997). Ketika temperatur kulit atau darah di atas normal, hipotalamus tidak hanya mengirimkan sinyal yang mengaktifkan kelenjar keringat, tetapi juga melenturkan selaput otot pada dinding arteri tempat darah mengalir, arteri akan memperbesar diameternya (berdilatasi). Semakin panas suhu semakin banyak produksi keringat. Darah membawa panas dari dalam tubuh dan akan lebih banyak panas yang dapat dilepaskan apabila lebih banyak dan cepat darah yang dialirkan (Guyton & Hall, 1997). II.7 Termoregulasi Sistem termoregulasi merupakan suatu sistem yang terjadi di dalam tubuh yang bertujuan untuk mempertahankan temperatur tubuh agar tetap konstan. Perubahan 18

15 ini dapat diakibatkan oleh perubahan kondisi eksternal lingkungan seperti kelembaban, temperatur udara, pergerakan udara, panas radiasi, aktivitas fisik, dan pakaian yang digunakan serta akibat proses metabolisme (pencernaan dan penyerapan makanan yang merubahnya menjadi panas) (Polk et.al, 1995). Gambar II.5. Diagram kesetimbangan panas Sumber: (Bindon, 2002) Temperatur tubuh di setiap bagian akan berbeda-beda, temperatur kulit biasanya jauh lebih tinggi dibandingkan temperatur inti tubuh. Hal ini disebabkan karena kulit memiliki kontak langsung dengan lingkungan luar. Yang dimaksud dengan temperatur inti tubuh di sini yaitu temperatur pada bagian-bagian organ dalam, otak dan jaringan-jaringan tubuh (Polk et.al,1995). Hampir seluruh organ tubuh dapat bekerja secara maksimal pada temperatur yang relatif konstan sekitar 37 o C. Temperatur tubuh diluar temperatur normal, baik akibat kondisi lingkungan maupun aktivitas fisik dapat menyebabkan kerusakan jaringan-jaringan tubuh seperti yang terlihat pada Gambar II.5 (King, 2004). 19

16 Gambar II.6. Diagram termoregulasi suhu tubuh Sumber: (Bindon, 2002) Menurut OSH Department of labor Wellington New Zealand (1997) tubuh memiliki beberapa cara untuk menjaga agar temperatur inti tubuhnya tetap dalam keadaan konstan, yaitu: 1. Berkeringat Tujuan tubuh memproduksi keringat adalah untuk menurunkan temperatur inti. Pelepasan panas terjadi melalui proses penguapan keringat yang terjadi di permukaan kulit. 2. Menggigil Dengan tujuan untuk menaikkan temperatur inti. Menggigil merupakan suatu aktivitas refleks yang dilakukan oleh sel-sel otot untuk meningkatkan jumlah panas metabolisme yang akan dihasilkan. 3. Menaikkan atau menurunkan aliran darah ke kulit Pada lingkungan yang panas maka aliran darah ke kulit akan semakin meningkat berguna untuk membantu proses perpindahan panas dari tubuh ke lingkungan. Sedangkan pada lingkungan yang dingin aliran darah ke kulit akan berkurang untuk mencegah hilangnya panas di tubuh. 20

17 Sistem pengaturan temperatur menggunakan tiga mekanisme penting untuk menurunkan panas tubuh ketika temperatur menjadi sangat tinggi: 1. Vasodilatasi Pada hampir semua area tubuh, pembuluh darah kulit berdilatasi dengan kuat, hal ini disebabkan oleh hambatan dari pusat simpatis pada hipotalamus posterior yang menyebabkan vasokonstriksi. Vasodilatasi penuh akan meningkatkan kecepatan perpindahan panas ke kulit sebanyak delapan kali lipat. 2. Berkeringat Peningkatan temperatur tubuh 1 o C menyebabkan keringat yang cukup banyak untuk membuang 10 kali lipat lebih besar kecepatan metabolisme basal dari pembentukan panas tubuh (Guyton & Hall,1997). Laju metabolisme basal adalah panas yang dihasilkan oleh manusia di lingkungan yang netral (33 o C) pada saat istirahat dan 12 jam setelah makan terakhir. Laju metabolisme basal untuk pria dengan berat 70 Kg kira-kira 1.2 W/Kg tetapi itu dapat berubah seiring dengan perubahan berat tubuh, diet, jumlah kelenjar endokrin. Metabolisme basal juga dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti produktivitas kerja, umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, besarnya aktivitas seseorang dan tingkat kesehatan (Polk et.al,1995). 3. Penurunan pembentukan panas Mekanisme yang menyebabkan pembentukan panas berlebihan, seperti menggigil dan termogenesis kimia dihambat dengan kuat. II.8 Sistem Kerja Jantung (Bekerja pada lingkungan panas) Peningkatan temperatur seperti yang terjadi sewaktu seseorang menderita demam akan sangat meningkatkan frekuensi jantung terkadang dua kali dari frekuensi denyut jantung. Penurunan temperatur sangat menurunkan frekuensi denyut jantung sehingga turun sampai serendah beberapa denyut per menit seperti pada seseorang yang mendekati kematian akibat hipotermia dalam kisaran 60 o F sampai 70 o F (15,5 o C sampai 21,2 o C). Penyebab pengaruh ini kemungkinan karena panas meningkatkan permeabilitas membran otot terhadap ion yang menghasilkan peningkatan proses perangsangan sendiri. Kekuatan kontraksi jantung sering 21

18 dipercepat secara temporer melalui suatu peningkatan temperatur yang sedang tetapi peningkatan temperatur yang lama akan melemahkan sistem metabolik jantung dan menyebabkan kelemahan (Guyton & Hall, 1997). ATP adalah inti sel yang memiliki berbagai fungsi terutama sebagai molekul inti dalam proses perubahan energi didalam sel. ATP diproduksi sebagai salah satu sumber energi pada proses fotosintesis dan pernafasan sel dan dikonsumsi oleh berbagai enzim dan berbagai proses proses sel termasuk reaksi biosintesis, pembentukan dan pemecahan sel. Selama beraktivitas di lingkungan panas ketika permintaan untuk melepaskan temperatur tubuh tinggi sistem kerja jantung akan terbebani. Selama bekerja, produksi ATP akan meningkat dan harus disirkulasikan ke otot melalui darah. Oleh karenanya jantung harus berkontraksi dengan sangat maksimal untuk memenuhi kebutuhan suplai ATP ke otot dan suplai darah ke kulit untuk melepaskan temperatur. Pada kenyataannya jantung tidak dapat memenuhi hal ini secara bersamaan. Hal ini dikarenakan ketika terjadi pertambahan volume darah yang dialirkan ke otot dan kulit volume darah yang kembali lebih sedikit. Hasilnya tidak otot ataupun kulit menerima suplai darah yang mencukupi untuk tetap menseimbangkan proses metabolismenya meskipun jantung tetap berusaha untuk memenuhi kebutuhan ini dengan cara mempercepat denyutnya (King, 2004). Bekerja pada lingkungan panas meningkatkan jumlah konsumsi oksigen, yang mana juga akan menyebabkan otot-otot yang bekerja mempergunakan lebih banyak glikogen dan harus memproduksi lebih banyak asam laktat. Tempat yang panas akan meningkatkan produksi keringat, dan bekerja membutuhkan energi lebih yang menyebabkan tingkat frekuensi bernafas. Saat berkeringat banyak, volume darah akan berkurang karena sejumlah air dilepaskan melalui keringat (King, 2004). II.9 Hubungan antara Tekanan, Aliran dan Tahanan Aliran melalui pembuluh darah ditentukan oleh dua faktor yaitu perbedaan tekanan antara kedua ujung pembuluh (gradien tekanan) yaitu tenaga yang 22

19 mendorong darah melalui pembuluh dan yang kedua yaitu rintangan bagi aliran darah melalui pembuluh yang disebut tekanan vaskular. Prinsip dasarnya dapat dijelaskan dengan hukum Hagen Poiseuliie: r 4. P. π Q = 8. l. ν (2.3) yaitu bahwa Q yang menunjukkan aliran volume darah per satuan waktu, besarnya sepadan dengan P yaitu tekanan dalam pembuluh darah yang berbanding pangkat empat dari radiusnya ( r ) dan berbanding terbalik dari panjang pembuluh darah ( l ) dan koefisien viskositas ( ν ) dan konstanta 8. Juga sesuai dengan hukum Ohm (Puruhito, 2007). Gambar II.6 menggambarkan hubungan ini, terlihat segmen pembuluh darah yang berlokasi dimanapun dalam sistem sirkulasi. P1 merupakan tekanan pada permulaan pembuluh; pada ujung lain tekanannya adalah P2. tahanan untuk aliran (R) terjadi sebagai akibat gesekan di sepanjang di bagian dalam sel. Aliran melalui pembuluh dapat dihitung dengan rumus berikut yang disebut hukum ohm (Guyton & Hall, 1997): ΔP (2.4) Q = R di mana volume aliran darah Q tergantung beda tekanan ( gradient ) antara tekanan sentral dan tekanan perifer (ΔP = P1-P2) serta tahanan perifer. Kecepatan aliran darah ( V ) tunduk pada rumus V = Q/A. V berbanding lurus terhadap Q dan berbanding terbalik terhadap diameter pembuluh darah ( A ). P1 Gradien tekanan P2 Tekanan Aliran darah Gambar II.7. Hubungan antara tekanan, tahanan, dan aliran darah Sumber: (Guyton & Hall, 1997) Sebagai pengaruhnya rumus ini menetapkan bahwa aliran darah berbanding lurus dengan perbedaan tekanan tetapi berbanding terbalik dengan tahanan. Hukum ohm menyatakan hal yang paling penting dari seluruh hubungan bahwa perlunya pemahaman tentang hermodinamika sirkulasi (Guyton & Hall, 1997). 23

20 Hukum Bernouli mengatakan bahwa dalam suatu pembuluh silindris, maka jumlah antara tekanan frontal dan tekanan samping adalah konstan (selalu sama) tetapi tekanan ke samping ke arah dinding berbanding terbalik secara proporsional dengan kecepatan alirannya. Jadi apabila kecepatan aliran darah berkurang, maka di dalam pembuluh darah akan terjadi tekanan samping yang naik dan tekanan frontal akan turun. Sangat sulit untuk membedakan kecepatan pulsasi darah dengan kecepatan aliran darah, karena pulsasi tergantung pada elastisitas dinding arteri, yang pada arteriosklerosis (proses penuaan/degenerasi) akan turun, apalagi bila terjadi aterosklerosis (penumpukan atherom pada dinding pembuluh darah) (Puruhito, 2007). Pada usia tua, karena proses sklerosis dinding arteri, akan terjadi kenaikan kecepatan pulsasi dan karena terjadinya hambatan aliran, maka kemudian akan menurun. Selain itu, untuk pembuluh darah juga dipengaruhi oleh inervasi vegetatif ( neural ) dan juga humoral (katekolamin, asetilkolin, dsb) serta pengaruh faktor-faktor fisik lain (trauma, konstriksi atau robekan dinding) (Puruhito, 2007). II.10 Pengukuran Tekanan Panas Heat stress terjadi pada saat tubuh tidak mampu menjaga temperatur inti tubuhnya menyebabkan berkurangnya aliran darah ke sel-sel otot, otak, organ-organ dalam lainnya sehingga pekerja merasa lelah dan tidak mampu melakukan pekerjaannya dengan baik sehingga dapat mengakibatkan kecelakan kerja. Heat strain yang berkepanjangan dapat mengganggu fungsi psychomotor yang pada akhirnya mempengaruhi produktivitas. Oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan tekanan panas di lingkungan kerja serta reaksi psikologis pekerja terhadapnya. Hal ini perlu dilakukan untuk menjaga kondisi kesehatan serta produktivitas pekerja agar tetap optimal (Rodahl, 2003). Parson (2006) menjelaskan bahwa ISO 7243 merupakan metode sederhana yang tepat untuk digunakan pada pemeriksaan tekanan panas di lingkungan kerja 24

21 temperatur ekstrim panas yaitu dengan metode suhu basah dan bola (ISBB). Untuk memperoleh nilai ISBB terlebih dahulu dilakukan pengukuran suhu kering, suhu basah dan suhu bola/radiasi yang kemudian dihitung menurut persamaan berikut: untuk tempat kerja yang terkena radiasi sinar matahari secara langsung ISBB = 0,7sba + 0,2sb + 0,1sk (2.5) Untuk tempat kerja tanpa pengaruh radiasi sinar matahari ISBB = 0,7sba + 0,3sb (2.6) sba = suhu basah sb = suhu bola sk = suhu kering Nilai ISBB yang diperoleh dari hasil pengukuran di lingkungan ekstrim panas kemudian dibandingkan dengan nilai ambang batas ISBB yang telah ditetapkan. Metode suhu basah dan bola mengintegrasikan 4 faktor penting di lingkungan yaitu temperatur udara, kelembaban, kecepatan udara, dan panas radiasi. Walaupun metode ini tidak memperhitungkan secara lengkap faktor-faktor lingkungan dan fisik yang mempengaruhi heat strain tetapi memberikan pedoman yang bermanfaat untuk melindungi pekerja yang bekerja di lingkungan yang ekstrim panas (Parson, 1999). Tabel II.1. Nilai referensi berdasarkan ISO 7243 Nilai ambang batas ( o C) Laju metabolisme (W/m 2 ) Pekerja teraklimatisasi Pekerja tidak teaklimatisasi Istirahat, M < < M < < M < Pergerakan udara ada tidak ada ada tidak ada 200 < M > Sumber: (Bethea & Parson, 2002) Malchaire dan Menhert (2000) mengatakan bahwa ISO 7933 adalah suatu metode yang digunakan untuk pemeriksaan lingkungan panas melalui perhitungan laju 25

22 keringat (S req ). S req index merupakan bagian dari HSI (heat stress index) dan ITS (index of thermal strain). Kriteria berikut dipakai oleh ISO 7933 untuk menentukan waktu paparan maksimum yang diperbolehkan: 2 kelompok pekerja, teraklimatisasi dan tidak teraklimatisasi alarm dan danger dimaksudkan untuk melindungi seluruh dan mayoritas pekerja Kebasahan maksimum (W max ) sama dengan 1 untuk pekerja yang teraklimatisasi (diasumsikan bahwa keringat dapat menguap dari seluruh permukaan kulit apabila dibutuhkan) dan 0,85 untuk pekerja tidak teraklimatisasi (diasumsikan bahwa berkurangnya efisiensi berkeringat dan oleh karena itu kemampuan untuk menguapkan keringat hanya pada 85% dari permukaan kulit) Rata-rata maksimum keringat (SW max ) (g/h) dijelaskan pada Tabel 2, dengan metabolisme rata-rata (M) 65 Wm -2 atau 120 W Kehilangan air maksimum (D max ) (g) dijelaskan pada Tabel 2, yang mewakili berat badan rata-rata antara 3,4% dan 7% (70 kg) Panas maksimum yang tersimpan 50 Wh/m 2 untuk level alarm (diperkirakan batas rata-rata peningkatan temperatur inti hingga 0,8 o C) dan 60 Wh/m 2 untuk level danger (dimaksudkan untuk membatasi ratarata peningkatan temperatur inti hingga 1 o C). Pengukuran yang dilakukan di lingkungan ekstrim panas ini meliputi pengukuran temperatur udara, temperatur radiasi, kelembaban, kecepatan udara, dan faktorfaktor yang berhubungan seperti pakaian, laju metabolisme, bentuk tubuh, yang digunakan untuk menghitung perubahan panas antara manusia dengan lingkungan (Bethea & Parson, 2002). Required evaporation (E req ) Oleh karena K=0, maka kesetimbangan panas dapat dituliskan sebagai berikut E + S = M- W- C respirasi + E respirasi - C - R (2.7) 26

23 Jika S=0, E=Ereq maka laju penguapan yang dibutuhkan untuk menjaga kesetimbangan panas didalam tubuh menjadi E req = M- W- C res - E res - C R (2.8) Require skin wettendness (w req ) w req = E req / E max (2.9) Require sweat rate (SW req ) SW req = E req / r req (2.10) Nilai perkiraan ditentukan dari hasil analisis di lingkungan kerja dimana w p - predicted skin wettedness E p - predicted evaporating rate SW p - predicted sweat rate Jika w max lebih besar dari w req dan SW max lebih besar dari SW p maka w p = w req E p = E req SW p = SW req Persamaan diatas digunakan apabila nilai perkiraan tidak melebihi nilai maksimum dan kesetimbangan termal dapat tercapai. Jika yang terjadi adalah sebaliknya maka persamaan yang digunakan adalah: w p = w max oleh karena itu: E p = w p SW p = E p /r p (2.11) Jika SW req atau SW p diperkirakan melebihi SW max maka w p dan r p dapat ditentukan melalui substitusi: w p E max = SW max r p oleh karena itu: E p SW p = w p E max = SW max 27

24 Durations limited exposure (DLEs) DLE dihitung sebagai fungsi sebuah nilai maksimum panas di dalam tubuh (Q max ) dan cairan yang hilang (D max ). DLE dihitung melalui persamaan berikut ini: DLE 1 = 60 Q max / (E req E p ) (2.12) DLE 2 = 60 D max / SW p (2.13) Parson (1999) menjelaskan bahwa ISO 9886 merupakan metode pengukuran dan interpretasi dari hasil pengukuran fisiologi yaitu temperatur inti tubuh, temperatur kulit, denyut jantung dan perubahan berat tubuh. Temperatur inti berhubungan dengan temperatur organ-organ vital termasuk otak. Jika temperatur inti tubuh terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat mengganggu produktivitas dan kesehatan pekerja bahkan dapat menyebabkan kematian. Perubahan berat badan dihubungkan dengan heat strain yaitu terjadinya dehidrasi, dan denyut jantung untuk menjelaskan adanya tekanan pada tubuh. Heat stress index dikembangkan oleh Belding and Hatch pada tahun 1955 sebagai sebuah index analitis dalam skala 0 hingga 100 yang menggambarkan heat stress dan juga heat strain sehingga waktu pekerja untuk bekerja di lingkungan panas dapat disesuaikan (Bethea & Parson, 2002). 28

25 Tabel II.2. Nilai referensi berdasarkan ISO 7933 kriteria tidak teraklimatisasi teraklimatisasi peringatan bahaya peringatan bahaya Max basahnya kulit Wmax Max rata-rata keringat istirahat M<65 W/m 2 SWmax W/M g/h bekerja M>=65 W/m 2 SWmax W/m g/h Max panas yang tersimpan Qmax h/m Max hilangnya air Dmax.h/m g Sumber: (Bethea & Parson, 2002) Tabel II.3. Rumus-rumus yang digunakan untuk menghitung Heat Stress Index Pelepasan radiasi (W.m -2 ) R = k 1 (35 - t radiasi ) Pelepasan konveksi (W.m -2 ) C = k 2 v 0,6 (35 - t udara ) E max (W.m -2 ) E max = k3v 0,6 (56 -Pa) (batas max 390 W.m -2 ) E req (W.m -2 ) E req = M-R-C Heat Stress Index HSI = (E req / E max ) X 100 Waktu paparan yang di AET = 2440/(E req perbolehkan (AET) E max )mins Sumber: (Bethea & Parson, 2002) Berpakaian k 1 = 4,4 k 2 = 4,6 k 3 = 7,0 Tabel II.4. Nilai ambang batas iklim kerja Tidak berpakaian 7,3 7,6 11,7 Pengaturan waktu kerja setiap jam ISBB ( o C) beban kerja waktu kerja waktu istirahat ringan sedang berat bekerja terus menerus (8jam/hari) 30,0 26,7 25,0 75% kerja 25% istirahat 30,6 28,0 25,9 50% kerja 50% istirahat 31,4 29,4 27,9 25% kerja 75% istirahat 32,2 31,1 30,0 Sumber: (Keputusan Menteri Tenaga Kerja No KEP.51/MEN/1999) 29

26 Tabel II.5. Pengaruh lingkungan berdasarkan Heat StressIndex selama 8 jam paparan Nilai HSI Pengaruh Setelah 8 Jam Paparan -20 Tekanan dingin ringan 0 Tidak ada tekanan panas Tekanan panas ringan ke sedang Mempengaruhi kecakapan dalam bekerja Tekanan panas yang berat Mempengaruhi kondisi fisik/kesehatan pekerja Dibutuhkannya aklimatisasi Tekanan panas yang sangat berat Pekerja dipilih berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan Dipastikan bahwa pekerja mengkonsumsi air dan garam yang cukup 100 Tekanan maksimum diberikan setiap harinya melalui aklimatisasi yang sesuai Diatas 100 Waktu paparan dibatasi dengan peningkatan suhu inti tubuh Sumber: (Olishifski, 1971) II.11 Penyakit akibat Panas Heat strain didefenisikan sebagai efek akut atau kronis baik pada fisik maupun mental seseorang akibat paparan panas di lingkungan kerja baik mulai dari efek yang sangat ringan bahkan hingga yang dapat menyebabkan kematian. Oleh sebab itu perlu dimiliki kemampuan akan pengenalan terhadap bahaya dan pencegahannya (Rodahl, 2003). Bahaya paparan panas terhadap kesehatan pekerja dapat dikelompokkan berdasarkan Heat index lingkungan kerja. Untuk temperatur 27 o C-32 o C (80-90 o F) masuk ke dalam kelompok peringatan dimana aktivitas dan paparan yang terus menerus dapat menyebabkan kelelahan, temperatur 32 o C-41 o C ( o F) termasuk ke dalam kelompok peringatan keras yang dapat menyebabkan heat cramp dan heat exhaustion, temperatur 41 o C-54 o C ( o F) masuk ke dalam kelompok berbahaya yang sangat besar kemungkinan menyebabkan heat cramp dan heat exhaustion dan juga memungkinkan terjadinya heat stroke, temperatur di atas 54 o C (>130 o F) masuk ke dalam kelompok sangat berbahaya dimana paparan secara terus menerus kemungkinan besar dapat menyebabkan heat stroke (NOAA's National Weather Service, 2006). 30

27 Heat rash; disebut juga dengan biang keringat yang mengakibatkan kulit memerah dan terasa gatal. Heat rash biasanya terjadi pada bagian tubuh yang basah oleh keringat dimana keringat tersebut tidak dapat menguap akibat tertutup oleh pakaian. Hal ini dapat dicegah dengan mengeringkan bagian tubuh yang basah oleh keringat (OSH Department of labor Wellington New Zealand, 1997). Heat syncope; disebut juga dengan heat collapse. Heat syncope dihubungkan dengan kondisi tubuh yang cepat lelah akibat paparan panas yang terus menerus. Heat syncope biasanya terjadi pada saat berdiri di lingkungan yang panas dalam waktu yang cukup lama mengakibatkan terjadinya pelebaran pembuluh darah pada bagian kaki dan darah terkumpul pada tubuh bagian tersebut (kaki) sehingga suplai darah ke otak akan berkurang. Sebaiknya korban segera dipindahkan ke lingkungan yang lebih dingin dan diberi minum (OSH Department of labor Wellington New Zealand, 1997). Heat cramps; kejang pada otot-otot yang digunakan pada saat bekerja. Hal ini diduga akibat turunnya konsentrasi sodium klorida (NaCl) di dalam darah hingga pada level yang sangat rendah. Gejala yang timbul adalah rasa kejang pada lengan, kaki atau juga perut yang terjadi secara tiba-tiba baik pada saat bekerja ataupun sesudah bekerja (OSH Department of labor Wellington New Zealand, 1997). Heat exhaustion; umumnya disertai dengan gejala-gejala seperti lelah, pusingpusing, sesak nafas, muntah-muntah, pingsan, keringat dingin, hipotensi, denyut nadi yang cepat. Keadaan ini disebabkan terjadinya dilatasi atau pelebaran pembuluh darah yang disertai penurunan kemampuan darah untuk bersirkulasi melepaskan panas menyebabkan suhu inti tubuh akan meningkat dan tubuh akan terus menerus berkeringat yang pada akhirnya tubuh akan kekurangan cairan (dehidrasi). Tetapi heat exhaustion tidak selalu dihubungkan dengan kenaikan suhu inti tubuh, hal ini dapat dilihat pada seseorang yang dalam kondisi tidak fit atau tidak terbiasa bekerja di lingkungan yang panas maka akan sangat rentan 31

28 terkena heat exhaustion (OSH Department of labor Wellington New Zealand, 1997). Heat stroke; sangat berbahaya bagi kesehatan seseorang oleh sebab itu sebaiknya sesegera mungkin korban mendapat perawatan medis. Heat stroke dikarakterisasikan sebagai berikut: naiknya temperatur inti tubuh hingga melebihi 104 o F, berhentinya produksi keringat, kulit panas dan kering, denyut nadi dan pernafasan yang cepat, hipertensi, pusing, dan hilang kesadaran. Jika korban tidak segera mendapat perawatan, heat stroke dapat menyebabkan koma dan bahkan kematian (OSH Department of labor Wellington New Zealand, 1997). 32

IV-138 DAFTAR ISTILAH

IV-138 DAFTAR ISTILAH IV-138 DAFTAR ISTILAH Evaporasi; (penguapan air dari kulit) dapat memfasilitasi perpindahan panas tubuh. Setiap satu gram air yang mengalami evaporasi akan menyebabkan kehilangan panas tubuh sebesar 0,58

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan. Bab ini akan menampilkan data yang diperoleh selama penelitian beserta pengolahan dan pembahasannya

Bab V Hasil dan Pembahasan. Bab ini akan menampilkan data yang diperoleh selama penelitian beserta pengolahan dan pembahasannya Bab V Hasil dan Pembahasan Bab ini akan menampilkan data yang diperoleh selama penelitian beserta pengolahan dan pembahasannya V.1 Identifikasi Bahaya Teknik yang digunakan untuk penentuan bahaya dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Iklim Kerja 1. Pengertian Iklim kerja Iklim kerja adalah keadaan udara di tempat kerja. 2 Iklim kerja merupakan interaksi berbagai variabel seperti; temperatur, kelembapan udara,

Lebih terperinci

Suhu inti (core temperature) Suhu inti menggambarkan suhu organ-organ dalam (kepala, dada, abdomen) dan dipertahankan mendekati 37 C.

Suhu inti (core temperature) Suhu inti menggambarkan suhu organ-organ dalam (kepala, dada, abdomen) dan dipertahankan mendekati 37 C. Suhu inti (core temperature) Suhu inti menggambarkan suhu organ-organ dalam (kepala, dada, abdomen) dan dipertahankan mendekati 37 C. Suhu kulit (shell temperature) Suhu kulit menggambarkan suhu kulit

Lebih terperinci

BAB 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kelelahan 1. Pengertian Kelelahan Kelelahan menunjukkan keadaan yang berbeda-beda, tetapi semuanya berakibat kepada pengurangan kapasitas kerja dan ketahanan tubuh. Kelelahan

Lebih terperinci

Pengertian Iklim Kerja Macam-Macam Iklim Kerja

Pengertian Iklim Kerja Macam-Macam Iklim Kerja Pengertian Iklim Kerja Iklim kerja adalah faktor-faktor termis dalam lingkungan kerja yang dapat mempengaruhi kesehatan manusia. Manusia mempertahankan suhu tubuhnya antara 36-37 0 C dengan berbagai cara

Lebih terperinci

- TEMPERATUR - Temperatur inti tubuh manusia berada pada kisaran nilai 37 o C (khususnya bagian otak dan rongga dada) 30/10/2011

- TEMPERATUR - Temperatur inti tubuh manusia berada pada kisaran nilai 37 o C (khususnya bagian otak dan rongga dada) 30/10/2011 ERGONOMI - TEMPERATUR - Universitas Mercu Buana 2011 Tubuh Manusia dan Temperatur Kroemer & Kroemer,, 2001) Temperatur inti tubuh manusia berada pada kisaran nilai 37 o C (khususnya bagian otak dan rongga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi termal tempat kerja merupakan suatu kondisi lingkungan kerja

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi termal tempat kerja merupakan suatu kondisi lingkungan kerja BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Kondisi termal tempat kerja merupakan suatu kondisi lingkungan kerja yang dipengaruhi oleh beberapa aspek yaitu dari aspek ligkungan fisik seperti suhu,

Lebih terperinci

KESEIMBANGAN SUHU TUBUH

KESEIMBANGAN SUHU TUBUH KESEIMBANGAN SUHU TUBUH Niken Andalasari Suhu tubuh: Keseimbangan antara panas yg diproduksi tubuh dgn panas yg hilang dari tubuh. Jenis2 suhu tubuh: 1. Suhu inti: suhu jar.tubuh bagian dlm ex: cranium,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahun 2012, penjualan pakaian olah raga di pasar global melebihi $244 milyar (Sishoo, 2015). Penjualan tersebut mencakup 46 negara di seluruh dunia yang memperkirakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidup manusia secara luas, namun tanpa disertai dengan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidup manusia secara luas, namun tanpa disertai dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan teknologi maju sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia secara luas, namun tanpa disertai dengan pengendalian yang tepat akan dapat merugikan

Lebih terperinci

KEDARURATAN LINGKUNGAN

KEDARURATAN LINGKUNGAN Materi 14 KEDARURATAN LINGKUNGAN Oleh : Agus Triyono, M.Kes a. Paparan Panas Panas dapat mengakibatkan gangguan pada tubuh. Umumnya ada 3 macam gangguan yang terjadi td&penc. kebakaran/agust.doc 2 a. 1.

Lebih terperinci

BAB IV THERMOREGULASI A. PENDAHULUAN

BAB IV THERMOREGULASI A. PENDAHULUAN BAB IV THERMOREGULASI A. PENDAHULUAN Thermoregulasi merupakan salah satu pokok bahasan yang diberikan selama 4 jam dalam 1 semester. Dalam pokok bahasan terdapat 3 hal yang penting untuk dikaji secara

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS. Kenyamanan dan perasaan nyaman adalah penilaian komprehensif

BAB II LANDASAN TEORITIS. Kenyamanan dan perasaan nyaman adalah penilaian komprehensif BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Definisi Kenyamanan Kenyamanan dan perasaan nyaman adalah penilaian komprehensif seseorang terhadap lingkungannya. Kenyamanan tidak dapat diwakili oleh

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN Konsep kebutuhan mempertahankan suhu tubuh normal I.1 Definisi kebutuhan termoregulasi

LAPORAN PENDAHULUAN Konsep kebutuhan mempertahankan suhu tubuh normal I.1 Definisi kebutuhan termoregulasi LAPORAN PENDAHULUAN I. Konsep kebutuhan mempertahankan suhu tubuh normal I.1 Definisi kebutuhan termoregulasi Termoregulasi adalah suatu pengaturan fisiologis tubuh manusia mengenai keseimbangan produksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. setiap unit dinding pembuluh darah. Jantung secara umum memberikan tekanan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. setiap unit dinding pembuluh darah. Jantung secara umum memberikan tekanan 2.1. Tekanan Darah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1. Definisi Tekanan Darah Tekanan darah adalah tenaga yang diupayakan oleh darah untuk melewati setiap unit dinding pembuluh darah. Jantung secara umum memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia memiliki suhu inti tubuh normal sekitar 36-37 C. Suhu tubuh tersebut dapat berubah naik atau turun tergantung dari aktivitas pekerjaan yang dilakukan

Lebih terperinci

Indeks Suhu Bola Basah (ISBB)/WBGT (Wet Bulb Globe Temperature Index)

Indeks Suhu Bola Basah (ISBB)/WBGT (Wet Bulb Globe Temperature Index) Indeks Suhu Bola Basah (ISBB)/WBGT (Wet Bulb Globe Temperature Index) KEPMENAKER NO.51 TAHUN 1999 TENTANG NAB FAKTOR FISIKA DI TEMPAT KERJA 1. Iklim kerja : hasil perpaduan antara suhu, kelembaban, kecepatan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Tekanan Panas a. Definisi Iklim kerja adalah suatu bentuk kombinasi dari suhu di tempat kerja, kelembaban pada udara, kecepatan gerakan udara, serta suhu radiasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mempengaruhinya menjalankan kegiatan. Kondisi manusia dipengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. yang mempengaruhinya menjalankan kegiatan. Kondisi manusia dipengaruhi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lingkungan kerja adalah keadaan sekitar baik secara fisik dan non fisik yang mempengaruhinya menjalankan kegiatan. Kondisi manusia dipengaruhi keadaan lingkungan kerja

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergerakan udara dan radiasi perpindahan panas) dan pakaian yang digunakan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergerakan udara dan radiasi perpindahan panas) dan pakaian yang digunakan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tekanan Panas 2.1.1 Pengertian Tekanan Panas Tekanan panas adalah batasan kemampuan penerimaan panas yang diterima pekerja dari kontribusi kombinasi metabolisme tubuh akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ribuan orang cedera setiap tahun (Ramli, 2009). (K3) perlu mendapat perhatian yang sebaik-baiknya sehingga diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. ribuan orang cedera setiap tahun (Ramli, 2009). (K3) perlu mendapat perhatian yang sebaik-baiknya sehingga diharapkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Program pembangunan di Indonesia telah membawa kemajuan pesat disegala bidang kehidupan seperti sektor industri, jasa, properti, pertambangan, transportasi, dan lainnya.

Lebih terperinci

-THESIS (TI )- Perancangan Model Penilaian Potensi Personal Protective Clothing (PPC) dalam Mempengaruhi Kinerja Karyawan di Lingkungan Panas

-THESIS (TI )- Perancangan Model Penilaian Potensi Personal Protective Clothing (PPC) dalam Mempengaruhi Kinerja Karyawan di Lingkungan Panas -THESIS (TI - 092327)- Perancangan Model Penilaian Potensi Personal Protective Clothing (PPC) dalam Mempengaruhi Kinerja Karyawan di Lingkungan Panas Oleh : Irma Nur Afiah Dosen Pembimbing : Ir. Sritomo

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dihubungkan dengan produksi panas oleh tubuh disebut tekanan panas. menyangkut panas akan meningkat (ACGIH, 2005).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dihubungkan dengan produksi panas oleh tubuh disebut tekanan panas. menyangkut panas akan meningkat (ACGIH, 2005). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tekanan Panas 2.1.1 Defenisi Tekanan Panas Menurut Suma mur (2009) cuaca kerja adalah kombinasi dari suhu udara, kelembaban udara, kecepatan gerakan dan suhu radiasi. Kombinasi

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS 4.1 Pembahasan Pengambilan data dari pengukuran fisiologis dalam aktivitas dengan menggunakan running belt dilakukan oleh satu orang operator dimana operator tersebut melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang kerja. 2 Iklim kerja atau cuaca kerja yang terlalu panas atau dingin dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan teknologi dan industri dengan produk dan distribusinya telah menimbulkan suatu lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. statis artinya normalnya fungsi alat-alat tubuh pada waktu istirahat dan sehat

BAB I PENDAHULUAN. statis artinya normalnya fungsi alat-alat tubuh pada waktu istirahat dan sehat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sehat menurut Santoso (2004:16) terbagi dalam dua tingkatan yaitu sehat statis artinya normalnya fungsi alat-alat tubuh pada waktu istirahat dan sehat dinamis

Lebih terperinci

Dr.Or. Mansur, M.S. Dr.Or. Mansur, M.S

Dr.Or. Mansur, M.S. Dr.Or. Mansur, M.S PENTINGNYA CAIRAN Dr.Or. Mansur, M.S Dr.Or. Mansur, M.S mansur@uny.ac.id Fungsi air dan elektrolit 1. Mempertahankan keseimbangan cairan 2. Hilangnya kelebihan air terjadi selama aktivitas 3. Dehidrasi

Lebih terperinci

BIOFISIKA 2 BIOENERGETIKA

BIOFISIKA 2 BIOENERGETIKA BIOFISIKA 2 BIOENERGETIKA 1. KONSEP ENERGI Energi sering menjadi pokok bahasan setiap hari, namun tak banyak orang yang memahami konsep dasar energi. Energi dapat ditinjau dari 3 sudut pandang, yaitu :

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. gerakan dan suhu radiasi. Kombinasi dari keempat faktor ini dihubungkan dengan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. gerakan dan suhu radiasi. Kombinasi dari keempat faktor ini dihubungkan dengan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Iklim Kerja 2.1.1. Definisi Iklim Kerja Iklim kerja adalah kombinasi dari suhu udara, kelembaban udara, kecepatan gerakan dan suhu radiasi. Kombinasi dari keempat faktor ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tekanan Panas 1. Tekanan panas Tekanan panas adalah kombinasi atau interaksi dari suhu udara, kelembaban udara, kecepatan gerakan udara dan suhu udara yang dihubungkan dengan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Temperatur Tubuh Peningkatan temperatur tubuh dapat dijadikan indikator terjadinya peradangan di dalam tubuh atau demam. Menurut Kelly (1984), temperatur normal tubuh sapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industrialisasi akan selalu diiringi oleh penerapan teknologi tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. Industrialisasi akan selalu diiringi oleh penerapan teknologi tinggi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industrialisasi akan selalu diiringi oleh penerapan teknologi tinggi. Namun dalam penerapan teknologi tinggi tersebut sering tidak diikuti oleh kesiapan sumber daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain. Elektrolit terdiri dari kation dan anion. Kation ekstraseluler utama adalah natrium (Na + ), sedangkan kation

BAB I PENDAHULUAN. lain. Elektrolit terdiri dari kation dan anion. Kation ekstraseluler utama adalah natrium (Na + ), sedangkan kation BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Cairan tubuh adalah cairan suspense sel di dalam tubuh yang memiliki fungsi fisiologis tertentu.cairan tubuh merupakan komponen penting bagi cairan ekstraseluler,

Lebih terperinci

Suhu tubuh: Keseimbangan antara panas yg diproduksi tubuh dgn panas yg hilang dr tubuh. Jenis2 suhu tubuh: 1. Suhu inti: suhu jar.

Suhu tubuh: Keseimbangan antara panas yg diproduksi tubuh dgn panas yg hilang dr tubuh. Jenis2 suhu tubuh: 1. Suhu inti: suhu jar. SUHU TUBUH Suhu tubuh: Keseimbangan antara panas yg diproduksi tubuh dgn panas yg hilang dr tubuh. Jenis2 suhu tubuh: 1. Suhu inti: suhu jar.tubuh bagian dlm ex: cranium, thorax, rongga perut, rongga pelvis

Lebih terperinci

FISIOLOGI DAN PENGUKURAN KERJA

FISIOLOGI DAN PENGUKURAN KERJA FISIOLOGI DAN PENGUKURAN KERJA tutorial 11 LINGKUNGAN KERJA FISIK 2 Prodi Teknik Industri Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia Tahun Ajaran 2016/2017 www.labdske-uii.com Lingkungan Kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencakup syarat-syarat keselamatan kerja yang berkaitan dengan suhu,

BAB I PENDAHULUAN. mencakup syarat-syarat keselamatan kerja yang berkaitan dengan suhu, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepedulian pemerintah Indonesia terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) untuk meningkatkan kesadaran bagi pihak perusahaan dan tenaga kerja telah diatur dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sama lain. Elektrolit terdiri dari kation dan anion. Muatan positif merupakan hasil pembentukan dari kation dalam larutan.

BAB I PENDAHULUAN. sama lain. Elektrolit terdiri dari kation dan anion. Muatan positif merupakan hasil pembentukan dari kation dalam larutan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air adalah kebutuhan utama pada makhluk hidup, terutama manusia.tidak ada makhluk hidup bisa hidup tanpa adanya air yang di konsumsi. Karena pada proses metabolisme,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tekanan Panas 2.1.1 Defenisi Tekanan Panas Tekanan panas adalah kombinasi dari suhu udara, kelembaban udara, kecepatan gerakan udara, dan panas radiasi yang kemudian dipadankan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Faktor manajemen lingkungan juga berpengaruh terhadap pertumbuhan ternak. Suhu dan kelembaban yang sesuai dengan kondisi fisiologis ternak akan membuat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang

TINJAUAN PUSTAKA. banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Petelur Ayam petelur adalah ayam yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang dikembangkan pada tipe

Lebih terperinci

ANALISIS KUISIONER LINGKUNGAN KERJA DAN GANGGUAN KESEHATAN PEKERJA DI INDUSTRI GERABAH - JOGJAKARTA

ANALISIS KUISIONER LINGKUNGAN KERJA DAN GANGGUAN KESEHATAN PEKERJA DI INDUSTRI GERABAH - JOGJAKARTA Simposium Nasional Teknologi Terapan (SNTT) 2013 ISSN 2339-028X ANALISIS KUISIONER LINGKUNGAN KERJA DAN GANGGUAN KESEHATAN PEKERJA DI INDUSTRI GERABAH - JOGJAKARTA Indah Pratiwi* Jurusan Teknik Industri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlebihan dan kondisi fisik yang lain dapat mengakibatkan gangguan

BAB I PENDAHULUAN. berlebihan dan kondisi fisik yang lain dapat mengakibatkan gangguan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi fisik lingkungan tempat kerja dimana pekerja beraktifitas sehari-hari mempunyai pengaruh terhadap gangguan bahaya baik langsung dan tidak langsung bagi keselamatan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. RADIASI MATAHARI DAN SH DARA DI DALAM RMAH TANAMAN Radiasi matahari mempunyai nilai fluktuatif setiap waktu, tetapi akan meningkat dan mencapai nilai maksimumnya pada siang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tubuh manusia membutuhkan suhu tubuh inti (core body temperature) yang relatif stabil untuk berfungsi secara efektif. Untuk menjaga kestabilan suhu tubuh, maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bila berada dalam temperatur ekstrim selama durasi waktu tertentu. Kondisi

BAB I PENDAHULUAN. bila berada dalam temperatur ekstrim selama durasi waktu tertentu. Kondisi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Faktor temperatur pada suatu lingkungan kerja merupakan salah satu faktor fisik yang dapat berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan bagi pekerja, bila

Lebih terperinci

METABOLISME ENERGI DAN TERMOREGULASI ABSTRAK

METABOLISME ENERGI DAN TERMOREGULASI ABSTRAK METABOLISME ENERGI DAN TERMOREGULASI Irma Rachmatiani (0661 12 057), Indra Suryadibrata (0661 12 066), Selvi Nurlita (0661 12 085), Ardila LIssawardi (0661 12 077). ABSTRAK Metabolisme energi merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar pekerja dan yang

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar pekerja dan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar pekerja dan yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan, misalnya lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tubuh manusia ketika mengalami kondisi yang mengalami paparan panas, tubuh akan berusaha mempertahankan suhu tubuh pada kondisi normal (sekitar 36-37 o C) melalui beberapa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ALAT PENGKONDISIAN UDARA Alat pengkondisian udara merupakan sebuah mesin yang secara termodinamika dapat memindahkan energi dari area bertemperatur rendah (media yang akan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Perencanaan pengkondisian udara dalam suatu gedung diperlukan suatu perhitungan beban kalor dan kebutuhan ventilasi udara, perhitungan kalor ini tidak lepas dari prinsip perpindahan

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini merupakan bagian dari tahapan analisis risiko yaitu identifikasi bahaya yang dilakukan dengan beberapa tahap yaitu studi kondisi lapangan, pengumpulan data

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perhatian dan persepsi terhadap objek (Notoatmodjo, 2003)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perhatian dan persepsi terhadap objek (Notoatmodjo, 2003) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PENGETAHUAN 1. Defenisi Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan sebagainya).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering 15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering Sebuah penelitian dilakukan oleh Pearlmutter dkk (1996) untuk mengembangkan model

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Perbedaan tekanan darah pada tenaga kerja terpapar panas di atas dan. di bawah NAB di PT. Aneka Adhilogam Karya Ceper Klaten.

BAB V PEMBAHASAN. A. Perbedaan tekanan darah pada tenaga kerja terpapar panas di atas dan. di bawah NAB di PT. Aneka Adhilogam Karya Ceper Klaten. BAB V PEMBAHASAN A. Perbedaan tekanan darah pada tenaga kerja terpapar panas di atas dan di bawah NAB di PT. Aneka Adhilogam Karya Ceper Klaten. Hasil penelitian menunjukkan setelah bekerja untuk sistole

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kecukupan air dan homeostasis elektrolit dalam tubuh sangat penting untuk kesehatan fungsi fisiologis. Hal ini juga tergantung dari keseimbangan air dan elektrolit.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bagian ini terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah dan sistematika penulisan.

BAB I PENDAHULUAN. Bagian ini terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah dan sistematika penulisan. BAB I PENDAHULUAN Bagian ini terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah dan sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Perusahaan pada umumnya memiliki tujuan

Lebih terperinci

TEKNIK TATA CARA KERJA MODUL KONDISI LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI KEGIATAN MANUSIA

TEKNIK TATA CARA KERJA MODUL KONDISI LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI KEGIATAN MANUSIA TEKNIK TATA CARA KERJA MODUL KONDISI LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI KEGIATAN MANUSIA OLEH WAHYU PURWANTO LABOTARIUM SISTEM PRODUKSI JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PENGATURAN PANAS TUBUH

PENGATURAN PANAS TUBUH PENGATURAN PANAS TUBUH DR. ZAIRUL ARIFIN, SpA, DAFK DEPARTEMEN FISIKA KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN USU MEDAN HOMEOSTASIS HOMEOTERM - Pada manusia dan binatang berdarah panas - Panas tubuh dibawa oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Taufik Awaluddin Muharom,2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Taufik Awaluddin Muharom,2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kesehatan merupakan kebutuhan setiap manusia untuk mencapai kesejahteraan dalam hidupnya. Sehat menurut Santoso (2004:16) terbagi menjadi dua tingkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikonsumsi, tetapi juga dari aktivitas atau latihan fisik yang dilakukan. Efek akut

BAB I PENDAHULUAN. dikonsumsi, tetapi juga dari aktivitas atau latihan fisik yang dilakukan. Efek akut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan tubuh manusia tidak hanya tergantung dari jenis makanan yang dikonsumsi, tetapi juga dari aktivitas atau latihan fisik yang dilakukan. Efek akut aktivitas

Lebih terperinci

ENERGI. Universitas Gadjah Mada

ENERGI. Universitas Gadjah Mada ENERGI Energi Bahan Pangan Energi adalah kapasitas untuk mengerjakan sesuatu untuk mengerjakan sesuatu kegiatan dan dalam hal ini energi mengalami transformasi menjadi jenis energi yang sesuai dengan jenis

Lebih terperinci

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan PENGANTAR KESEHATAN DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY PENGANTAR Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan meningkatkan kesehatan, cara mencegah penyakit, cara menyembuhkan

Lebih terperinci

Soal Suhu dan Kalor. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan benar!

Soal Suhu dan Kalor. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan benar! Soal Suhu dan Kalor Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan benar! 1.1 termometer air panas Sebuah gelas yang berisi air panas kemudian dimasukkan ke dalam bejana yang berisi air dingin. Pada

Lebih terperinci

TEORI PENYEBAB PENYAKIT 2. By: Syariffudin

TEORI PENYEBAB PENYAKIT 2. By: Syariffudin TEORI PENYEBAB PENYAKIT 2 By: Syariffudin Definisi Teori Penyebab Penyakit Teori penyebab penyakit memiliki pengertian sebuah teori yang mempelajari gejala-gejala timbulnya penyakit karena adanya ketidakseimbangan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pembenihan Ikan. 2.2 Pengaruh Suhu Terhadap Ikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pembenihan Ikan. 2.2 Pengaruh Suhu Terhadap Ikan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembenihan Ikan Pemeliharaan larva atau benih merupakan kegiatan yang paling menentukan keberhasilan suatu pembenihan ikan. Hal ini disebabkan sifat larva yang merupakan stadia

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Pada setiap sediaan otot gastrocnemius dilakukan tiga kali perekaman mekanomiogram. Perekaman yang pertama adalah ketika otot direndam dalam ringer laktat, kemudian dilanjutkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. populasi kambing di Provinsi Lampung pada tahun 2009 baru mencapai

I. PENDAHULUAN. populasi kambing di Provinsi Lampung pada tahun 2009 baru mencapai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Potensi pengembangan usaha peternakan kambing masih terbuka lebar karena populasi kambing di Provinsi Lampung pada tahun 2009 baru mencapai 1.012.705 ekor. Menurut data

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sehat anda untuk jangka panjang (kecuali dalam kondisi tertentu ketika tekanan darah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sehat anda untuk jangka panjang (kecuali dalam kondisi tertentu ketika tekanan darah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tekanan Darah 2.1.1 Pengertian Tekanan Darah Tekanan darah adalah tekanan di dalam pembuluh darah ketika jantung memompakan keseluruh tubuh. Umumnya semakin rendah tekanan darah,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. kaca, dan air. Suhu merupakan faktor eksternal yang akan mempengaruhi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. kaca, dan air. Suhu merupakan faktor eksternal yang akan mempengaruhi 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji Coba Lapang Paremeter suhu yang diukur pada penelitian ini meliputi suhu lingkungan, kaca, dan air. Suhu merupakan faktor eksternal yang akan mempengaruhi produktivitas

Lebih terperinci

TEMPERATUR EKSTRIM. Heat transfer. Pendahuluan

TEMPERATUR EKSTRIM. Heat transfer. Pendahuluan Pendahuluan TEMPERATUR EKSTRIM Tubuh manusia mengeluarkan panas sebagai hasil metabolisme dari makanan yang masuk Transfer panas antara tubuh manusia dan lingkungan sekitarnya tergantung dari panas di

Lebih terperinci

BAHAN AJAR GIZI OLAHRAGA DEHIDRASI. Oleh: Cerika Rismayanthi, M.Or

BAHAN AJAR GIZI OLAHRAGA DEHIDRASI. Oleh: Cerika Rismayanthi, M.Or BAHAN AJAR GIZI OLAHRAGA DEHIDRASI Oleh: Cerika Rismayanthi, M.Or Dehidrasi adalah gangguan keseimbangan cairan atau air pada tubuh. Penyebabnya adalah pengeluaran air/cairan lebih banyak daripada pemasukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Suhu tubuh didefinisikan sebagai keseimbangan antara pembentukan dan pengeluaran panas dari tubuh (Ganong, 2008). Manusia memilki batas toleransi suhu tubuh

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT TEKANAN PANAS DENGAN FREKUENSI DENYUT NADI PEKERJA PANDAI BESI DI KELURAHAN PADEBUOLO

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT TEKANAN PANAS DENGAN FREKUENSI DENYUT NADI PEKERJA PANDAI BESI DI KELURAHAN PADEBUOLO HUBUNGAN ANTARA TINGKAT TEKANAN PANAS DENGAN FREKUENSI DENYUT NADI PEKERJA PANDAI BESI DI KELURAHAN PADEBUOLO Akmal Dwiyana Kau, Sunarto Kadir, Ramly Abudi 1 akmalkau@gmail.com Program Studi Kesehatan

Lebih terperinci

Bab II Pemodelan. Gambar 2.1: Pembuluh Darah. (Sumber:

Bab II Pemodelan. Gambar 2.1: Pembuluh Darah. (Sumber: Bab II Pemodelan Bab ini berisi tentang penyusunan model untuk menjelaskan proses penyebaran konsentrasi oksigen di jaringan. Penyusunan model ini meliputi tinjauan fisis pembuluh kapiler, pemodelan daerah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Termal Kayu Meranti (Shorea Leprosula Miq.) Karakteristik termal menunjukkan pengaruh perlakuan suhu pada bahan (Welty,1950). Dengan mengetahui karakteristik termal

Lebih terperinci

glukosa darah melebihi 500 mg/dl, disertai : (b) Banyak kencing waktu 2 4 minggu)

glukosa darah melebihi 500 mg/dl, disertai : (b) Banyak kencing waktu 2 4 minggu) 14 (polidipsia), banyak kencing (poliuria). Atau di singkat 3P dalam fase ini biasanya penderita menujukan berat badan yang terus naik, bertambah gemuk karena pada fase ini jumlah insulin masih mencukupi.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Termoregulasi Sapi Perah Termoregulasi adalah pengaturan suhu tubuh yang bergantung kepada produksi panas melalui metabolisme dan pelepasan panas tersebut ke lingkungan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gerak adalah aktivitas fisik dan merupakan ciri kehidupan. Sesuai dengan pepatah yang mengatakan Dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat, maka aktivitas fisik

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja...

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja... SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal 8.4 1. ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja... Klorofil Kloroplas Hormon Enzim Salah satu faktor yang mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sejarah dan Pengenalan Fenomena termoelektrik pertama kali ditemukan tahun 1821 oleh seorang ilmuwan Jerman, Thomas Johann Seebeck. Ia menghubungkan tembaga dan besi dalam sebuah

Lebih terperinci

HUBUNGAN IKLIM KERJA DAN STATUS GIZI DENGAN PERASAAN KELELAHAN KERJA PADA TENAGA KERJA BAGIAN PRODUKSI DI PABRIK KOPI PD. AYAM RAS KOTA JAMBI TAHUN

HUBUNGAN IKLIM KERJA DAN STATUS GIZI DENGAN PERASAAN KELELAHAN KERJA PADA TENAGA KERJA BAGIAN PRODUKSI DI PABRIK KOPI PD. AYAM RAS KOTA JAMBI TAHUN HUBUNGAN IKLIM KERJA DAN STATUS GIZI DENGAN PERASAAN KELELAHAN KERJA PADA TENAGA KERJA BAGIAN PRODUKSI DI PABRIK KOPI PD. AYAM RAS KOTA JAMBI TAHUN 2013 Hamdani STIKES Harapan Ibu Jambi Prodi IKM Korespondensi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Fisiologi Fisiologi dari kata Yunani physis = 'alam' dan logos = 'cerita', adalah ilmu yang mempelajari fungsi mekanik, fisik, dan biokimia dari makhluk hidup. Menurut

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Pada bab ini diuraikan mengenai analisis dan interpretasi hasil perhitungan dan pengolahan data yang telah dilakukan pada bab IV. Analisis dan interpretasi hasil akan

Lebih terperinci

EVALUASI KONDISI IKLIM KERJA DI LABORATORIUM BETON TEKNIK SIPIL INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

EVALUASI KONDISI IKLIM KERJA DI LABORATORIUM BETON TEKNIK SIPIL INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA EVALUASI KONDISI IKLIM KERJA DI LABORATORIUM BETON TEKNIK SIPIL INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA Denny Dermawan 1, Mochamad Luqman Ashari 2, Wiediartini 3 Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, masyarakat semakin sadar terhadap pentingnya olahraga bagi kesehatan tubuh. Di berbagai kota besar sudah mulai banyak bermunculan pusatpusat kebugaran tubuh

Lebih terperinci

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan TINJAUAN PUSTAKA A. Pengeringan Tipe Efek Rumah Kaca (ERK) Pengeringan merupakan salah satu proses pasca panen yang umum dilakukan pada berbagai produk pertanian yang ditujukan untuk menurunkan kadar air

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Karakteristik Responden. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui karakteristik subjek. penelitian tenaga kerja meliputi :

BAB V PEMBAHASAN. A. Karakteristik Responden. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui karakteristik subjek. penelitian tenaga kerja meliputi : BAB V PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui karakteristik subjek penelitian tenaga kerja meliputi : 1. Umur Umur merupakan salah satu faktor yang juga memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Metabolisme Energi Otot Rangka Kreatin fosfat merupakan sumber energi pertama yang digunakan pada awal aktivitas kontraktil. Suatu karakteristik khusus dari energi yang dihantarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan bagi pekerja (Sucipto, 2014). Dalam lingkungan industri, proses. terhadap kondisi kesehatan pekerja (Kuswana, 2015).

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan bagi pekerja (Sucipto, 2014). Dalam lingkungan industri, proses. terhadap kondisi kesehatan pekerja (Kuswana, 2015). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi fisik lingkungan tempat kerja dimana pekerja beraktifitas sehari-hari mempunyai pengaruh terhadap gangguan bahaya baik langsung dan tidak langsung bagi keselamatan

Lebih terperinci

Bab 14 Kenyamanan Termal. Kenyaman termal

Bab 14 Kenyamanan Termal. Kenyaman termal Bab 14 Kenyamanan Termal Dr. Yeffry Handoko Putra, S.T, M.T E-mail: yeffry@unikom.ac.id 172 Kenyaman termal Kenyaman termal adalah suatu kondisi yang dinikmati oleh manusia. Faktor-faktor kenyamanan termal

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. penghasil telur juga dapat dimanfaatkan sebagai ternak penghasil daging

II. TINJAUAN PUSTAKA. penghasil telur juga dapat dimanfaatkan sebagai ternak penghasil daging 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Jantan Tipe Medium Ayam tipe medium atau disebut juga ayam tipe dwiguna selain sebagai ternak penghasil telur juga dapat dimanfaatkan sebagai ternak penghasil daging (Suprianto,2002).

Lebih terperinci

POKOK BAHASAN IX IX. PENGGUNAAN ENERGI MEKANIK PADA TERNAK KERJA. Mengetahui proses metabolisme dan dinamika fisiologi pada ternak kerja

POKOK BAHASAN IX IX. PENGGUNAAN ENERGI MEKANIK PADA TERNAK KERJA. Mengetahui proses metabolisme dan dinamika fisiologi pada ternak kerja Tatap muka ke : 13 POKOK BAHASAN IX IX. PENGGUNAAN ENERGI MEKANIK PADA TERNAK KERJA Tujuan Instruksional Umum : Memberikan pengetahuan tentang penggunaan energi mekanik yang dihasilkan dari proses metabolisme

Lebih terperinci

DIVISI PERINATOLOGI Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU/RSUP H.Adam Malik Medan

DIVISI PERINATOLOGI Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU/RSUP H.Adam Malik Medan Termoregulasi Pada Neonatus Guslihan Dasa Tjipta Emil Azlin Pertin Sianturi Bugis Mardina Lubis DIVISI PERINATOLOGI Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU/RSUP H.Adam Malik Medan 1 Pendahuluan MASALAH YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama dalam penyimpanannya membuat salah satu produk seperti keripik buah digemari oleh masyarat. Mereka

Lebih terperinci

Inilah 10 Gejala Serangan Jantung di Usia Muda

Inilah 10 Gejala Serangan Jantung di Usia Muda Inilah 10 Gejala Serangan Jantung di Usia Muda Nyeri di Sekitar Dada Charles mengungkapkan bahwa salah satu gejala utama dari adanya risiko serangan jantung adalah adanya rasa nyeri di sekitar dada. Tak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan Pengeringan adalah proses mengurangi kadar air dari suatu bahan [1]. Dasar dari proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara karena perbedaan kandungan

Lebih terperinci

Pengeluaran Keringat sebagai Mekanisme Pengaturan Suhu Tubuh

Pengeluaran Keringat sebagai Mekanisme Pengaturan Suhu Tubuh Pengeluaran Keringat sebagai Mekanisme Pengaturan Suhu Tubuh Natasha Natalia Gunawan 102014198 Kelompok B5 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hipertensi 1. Definisi Hipertensi Menurut WHO menetapkan bahwa tekanan darah seseorang adalah tinggi bila tekanan sistolik (sewaktu bilik jantung mengerut) melewati batas lebih

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil perhitungan jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin, nilai hematokrit, MCV, MCH, dan MCHC pada kerbau lumpur betina yang diperoleh dari rata-rata empat kerbau setiap

Lebih terperinci