BAB III. Gambaran Umum Wilayah Penelitian Dari Mutasi Dan. Permasalahan.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III. Gambaran Umum Wilayah Penelitian Dari Mutasi Dan. Permasalahan."

Transkripsi

1 BAB III Gambaran Umum Wilayah Penelitian Dari Mutasi Dan Permasalahan Pengantar Pada bab ini penulis akan menjelaskan mengenai latar belakang Gereja Kristen Protestan di Bali (GKPB), struktur organisasinya, dan proses mutasi pendeta serta permasalahan yang di hadapi dalam proses mutasi pendeta. Disini penulis dapat melihat dengan jelas dari awal berdirinya GKPB sampai saat ini. Bab III juga akan membahas mengenai hasil penelitian berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa responden dan juga membahas mengenai makna mutasi serta dampak dari mutasi pendeta itu sendiri. Kebijakkan dalam proses mutasi pendeta juga akan dibahas. Penempatan pendeta dalam proses mutasi harus di rancang dengan baik, supaya tidak terjadi kesalahan atau ketidak adilan baik itu bagi pendeta dan jemaat yang bersangkutan. Dalam perjalanan pelayanan pendeta-pendeta di GKPB, ada beberapa pendeta yang berulang ditempatkan di desa. Ada pula pendeta yang mengalami proses mutasi kurang dari lima kali dan pelayanan yang dilakuka hanya di kota saja. Hal tersebut juga dapat menimbulkan kecemburuan sosial di kalangan pendeta dan vikaris. Dalam satu tahun jumlah pendeta atau vikaris yang dimutasi tidak pasti karena tergantung dari kebutuhan jemaat dan dalam skala yang lebih besar. Untuk dapat melihat dengan jelas proses mutasi pendeta yang sudah berjalan sampai sekarang ini, dapat kita lihat dalam daftar pelayanan pendeta yang aktif.

2 3.2. Latar Belakang dan Sejarah GKPB Masuknya kekristenan di Bali adalah berkat jasa para misionaris yang berusaha keras untuk memberitakan Injil di tengah-tengah masyarakat yang penduduknya mayoritas beragama Hindu, Budha dan kepercayaan terhadap nenek moyang. Ada tiga periode penting mengenai pertumbuhan dan perkembangan Injil di Bali. Pertama adalah periode permulaan sekitar tahun Kedua adalah pekerjaan Tsang To Hang dan pelayanan Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) pada tahun Terakhir adalah periode sejak Gereja Kristen Protestan di Bali (GKPB) mulai berdiri tahun 1948 sampai sekarang. Injil mulai masuk ke Bali pada tahun 1597, tetapi boleh dikatakan usaha para misionaris untuk memasukkan Injil ke Bali gagal, sebab tidak berhasil mendirikan gereja di Bali. Namun demikian pada tahun 1866 misionaris yang diutus memberitakan Injil di Tengger (Jawa) berhasil membaptiskan seorang wanita Bali yang berumur 18 tahun yang adalah satusatunya hasil dari misionaris terhadap orang Bali. Pada tahun 1929 Injil mulai lagi diberitakan di Bali oleh Salam Watias. Atas pertolongan Drs. Van Engelen, Salam Watias diangkat menjadi pengawai British and Foreign Bible Society (BFBS) sebagai kolporteur di Bali. 40 Salam Watias dengan penuh semangat menyapaikan Injil kepada orang Bali di daerah Singaraja, Denpasar, Tabanan, Gianyar, Bangli, Negara, Klungkung bahkan sampai ke pelosok-pelosok. Hasil dari pekerjaannya itu pertengahan tahun 1930 ada kira-kira 80 orang Bali mengajukan permintaan supaya kepada mereka diberikan pelajaran agama Kristen dan dibaptiskan. Tentu bagi Salam Watias tidak mungkin melayani orang yang banyak itu karena tugas pokoknya sebagai kolporteur, itulah sebabnya dia menulis surat kepada GKJW supaya melayani di Bali. Tetapi permintaan itu tidak mendapatkan jawaban, karena Bali masih tertutup bagi para misionaris. 40 I Ketut Suyaga Ayub, Sejarah Gereja Bali Dalam Tahap Permulaan, (Batu: Departemen Literatur YPPII, 1999), 28.

3 Setelah mendapatkan ijin menginjili orang-orang Tionghoa di Bali, maka penginjilan dilanjutkan oleh misionaris Tsang To Hang yang berasal dari The Chinese Foreign Missionary Union yang diutus ke Bali. Pada bulan Februari 1931 penginjilan tersebut menghasilkan gereja pertama di Bali, yang didirikan khusus untuk orang-orang Tionghoa saja. Awalnya banyak jemaat yang datang, tetapi setelah setengah tahun hanya tersisa empat orang Tionghoa saja yang masih memeluk agama Kristen, diantaranya ada yang memiliki istri orang Bali. Pada saat itu penginjili di Bali ditunjukkan kepada orang-orang asli Bali, meskipun hal itu dilarang oleh pemerintahan Belanda. Penginjilan tersebut menghasilkan beberapa orang yang mau percaya kepada Kristus. Ibadah-ibadah rumah tangga juga telah dilakukan di beberapa rumah milik orang percaya. Dengan cara itu, maka semakin banyak orang yang mau mengikut Kristus. Di sisi lain, banyak juga orang Hindu Bali yang tidak senang dengan pekabaran Injil, bahkan membenci orang-orang yang menjadi pengikut Kristus. Baptisan pertama kali berjumlah 12, yaitu: Pan Loting, Gusti Putu Sanur, Pekak Timotius, Pan Bungkalan, Pan Lipeg, Made Gelendung dan Pan Made Paul. 41 Baptisan ini dilayani oleh Dr. R.A. Jaffray dengan baptisan selam di Tukad Yeh Poh pada tanggal 11 November Inilah yang merupakan cikal bakal berdirinya kekristenan di Bali. Tidak hanya sampai disitu Tsang To Hang jaga memberitakan Injil ke tempat-tempat lainnya yang ada di Bali. Pada bulan November 113 orang dibaptiskan di Denpasar. Di beberapa tempat yang berbeda juga diadakan baptisan, yaitu tanggal 18, 24, 29 Mei 1933 dilakukan baptisan kedua sebanyak 44 orang. Tanggal 11 November 1934 juga diadakan baptisan sebanyak 15 orang. Tanggal 1 Desember 1935 juga diadakan baptisan sebanyak 21 orang. 42 Pada masa penginjilan ini jumlah orang percaya di Bali sudah semakin banyak. 41 Kroger Muller, Sejarah Gereja di Indonesia, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1966), Suyaga Ayub, Sejarah Gereja Bali Dalam Tahap Permulaan, 48.

4 Pertumbuhan orang-orang Kristen pada saat itu sangat rendah, sehingga tidaklah mudah bagi mereka untuk tetap bertahan hidup ditenggah-tenggah umat Hindu yang sangat marah dan membeci orang Kristen. Akibatnya setiap orang Hindu yang sudah masuk Kristen tidak lagi mendapatkan warisan dalam keluarga, tidak mendapatkan tanah untuk kuburan, sawah-sawah tidak dapat aliran air dari Subak (irigasi), bahkan diancam keluar dari desanya dan dilarang berbelajan ke pasar. Kehidupan orang percaya pada saat itu sangat memprihatikan. Pada bulan Agustus 1933 ijin penginjilan di Bali di cabut dan Tsang To Hang diusir dari Bali karena ajaran yang disampaikan terlalu keras, sehingga menimbulkan perselisihan antara orang percaya dengan masyarakat Hindu. Setelah penginjilan dari luar dilarang masuk ke Bali, penginjilan selajutnya diteruskan oleh GKJW (Gereja Kristen Jawi Wetan). Pada tahun 1934 mereka berusahan mendekati pemerintahan, tetapi tidak membuahkan hasil. Sekitar tahun 1935 mereka berhasil mendekati pemerintahan Hindia-Belanda sehingga mendapatkan ijin dari pemerintahan untuk melayani jemaat Bali. GKJW mengirim beberapa pendeta untuk melayani sakramen bagi jemaat Bali. Pada tahun 1936 mulai diadakan pekerjaan dengan mengadakan kursuskursus Alkitab untuk pemimpin jemaat dan juga terbuka bagi umum. Kebencian orang Hindu terhadap orang Kristen semakin besar, sehinggga orang Kristen sering mendapatkan kesukaran. Pada tahun 1939 orang Kristen di Bali dipindahkan ke Blimbingsari dengan tujuan mereka mendapatkan penghidupan yang lebih layak. Tepatnya pada tanggal 30 November 1939 orang-orang kristen berangkat dan membukan hutan. Sehingga terbentuklah kampung Kristen dan menjadi kampung Kristen yang terbesar sampai sekarang. Tahun 1942 di sana telah terdapat 700 jiwa. Dari sumber yang ada mengatakan bahwa orang-orang Kristen di Blimbingsari dapat hidup secara damai, rukun dan bisa bekerjasama karena berkat penyertaan kasih Tuhan.!

5 Tahun 1948 mulai diadakan persidangan-persidangan mengenai gereja yang mandiri dan pemberian nama untuk persekutuan orang Kristen yang ada di Bali. Pada awalnya nama persekutuan ini adalah Persekutuan Kristen Protestan Bali (PKPB). Selanjutnya nama itu diubah menjadi Gereja Kristen Protestan di Bali (GKPB), dan sampai sekarang nama ini masih di pakai. Tahun 1956 telah ada jemaat-jemaat GKPB di beberapa wilayah. Tahun 1959 GKPB telah memiliki kantor sinode di Denpasar. Tahun 1972 GKPB memberi banyak pelayanan di dalam dan luar gereja serta pendeta yang memimpin jemaat juga mulai diperhatikan, khususnya mengenai pendidikannya. 43 Tanggal 11 November 1932 diperingati sebagai tanggal terbentuknya GKPB dengan pertimbangan bahwa tata ibadah yang digunakan dalam penginjilan dapat menumbuhkkan kekristenan di Bali Bentuk dan Struktur Organisasi GKPB Gereja Kristen Protestan di Bali menegaskan diri sebagai Gereja Protestan. Sifat ini melanjutkan hasil reformasi, yang telah di mulai oleh Marti Luther, Johannes Calvin dan yang lainya. Reformasi itu telah mengembalikan gereja pada tugas asas, yaitu: sola gratia, yang berarti bahwa keselamatan itu hanyalah anugrah Allah semata, sola fide, yang berarti bahwa keselamata itu hanya dapat di terima melalui iman saja, dan sola sciptura, yang berarti bahwa pola hidup manusia dan keselamatan itu hanya bersumber dari alkitab saja. Gereja Kristen Protesta di Bali merupakan bagian dari gereja yang esa, kudus dan am serta oikumenis. Karena Kristus, Gereja disebut kudus, artinya, gereja disendirikan, atau dikhususkan, dengan semua kelemahan dan dosanya, agar menjadi sarana yang efektif di tengah dunia. Sifat am- kata lain dari Katolik menunjukkan keterbukaan Gereja Kristen Protestan di Bali bagi semua suku, bangsa dan ras. Sebab itu Gereja Kristen Protestan di Bali juga oikumenis, yaitu berada dalam jalinan persatuan gereja-gereja di seluruh dunia. 43 Wayan S. Yonatan, Sejarah Gereja Kristen Protestan di Bali, yang telah diketik ulang oleh Ir. Chirsnawan Solaiman, (Abianbase : 1 Februari 1972), "

6 Sejalan dengan pemahaman tersebut diatas, maka menetapkan visi dan misi dari GKPB yaitu, Visi: Bumi Bersukacita Dalam Damai Sejahtera, sedangkan misinya adalah: Menjadi Berkat dan Terang Bangsa-bangsa, Membangun Peradaban yang Dijiwai Kasih Terhadap Tuhan, Sesama dan Lingkungan. Yang dimana gereja berupaya mewujudkan perdamaian baik itu dalam masyarakat maupun dunia. Agar GKPB dapat menjalankan pelayanannya lebih baik sesuai dengan visi dan misinya maka struktur organisasi perlu terus diperhatikan dan dimantapkan. Langkah ini diprogram dan ditangani melalui sekretariat Majelis Sinode, baik dalam aras MSH (Majelis Sinode Harian) maupun di departemen dan jemaat-jemaat oleh majelis jemaat. Sarana pelayanan dalam bentuk tata gereja, peraturanperaturan, liturgi gereja, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, Yayasan-yayasan milik GKPB, urai tugas aparat gereja dari tingkat Majelis Sinode Lengkap sampai Majelis Jemaat di jemaat-jemaat dan Balai Perkabaran Injil (BPI). Adapun struktur organisasi GKPB: #

7 STRUKTUR GKPB SINODE BPP MS MSH MP MAJELIS WILAYAH JEMAAT JEMAAT JEMAAT JEMAAT JEMAAT Apabila memperhatikan struktur GKPB, kedudukan tertinggi adalah Sinode GKPB yang terdiri dari wakil-wakil tiap wilayah. Dibawah Sinode ada Majelis Sinode yang terdiri dari Badan Pengawas Perbendaharaan (BPP), Majelis Sinode Harian (MSH), dan Majelis Pertimbangan (MP). Majelis Sionode GKPB adalah badan yang melaksanakan tugas dan tanggungjawab yang diterimanya dari keputusan sidang sinode. Untuk melaksanakan pekerjaan itu, Majelis Sinode mendelegasikan tugas itu kepada Majelis Sinode Harian. Majelis Sinode Harian yang terdiri dari ketua sinode (Bishop), sekretaris sinode (Sekum), dan bendahara sinode (Bendum). Mereka inilah yang bertanggungjawab atas departemen- $

8 departemen, yayasan, dan gereja-gereja yang dimiliki oleh GKPB, sekaligus berperan sebagai pembina. GKPB terdiri dari 76 jemaat dan 56 pendeta yang terbagi atas beberapa wilayah pelayanan, dimana setiap wilayah terdapat beberapa gereja dan Balai Pekabaran Injil (BPI). Tim ministry wilayah yang ada adalah sebagai berikut: tim ministry wilayah Tabanan, wilayah Bali Timur, wilayah Bali Timur Laut, wilayah Kota Denpasar, wilayah Jembrana, wilayah Buleleng, wilayah Badung Selatan, dan wilayah Badung Utara. Dalam setiap wilayah pelayanan dibentuk pengurus wilayah yang diketuai oleh pendeta wilayah, dan merekalah yang bertanggungjawab kepada Sinode atas pelayanan yang dilakukan oleh gereja-gereja yang berada dalam wilayah. Pendeta di setiap jemaat dapat berkoordinasi dengan ketua wilayah untuk melakukan kegiatan-kegiatan pelayanan dalam ruang lingkup wilayah. Karena dalam setiap wilayah diketuai oleh pendeta, maka pendeta wajib memajukan tempat dimana pendeta ditempatkan. Pendeta adalah pelayan firman yang terpanggil dan sudah terdidik secara teologis, serta banyak melakukan tugas sebagai fungsi-fungsi pastoral. Memimpin ibadah, melayani sakramen, berkhotbah, melayani kelompok dan individuindividu serta mewakili jemaat untuk gereja dan dunia yang sesuai dengan peraturan GKPB nomor 13 tentang vikaris dan jabatan gerejawi, pasal Selain itu pendeta juga mengawasi berbagai kegiatan atau aktifitas orang lain yang juga melakukan sebagai fungsi pastoral. Misalnya, kepala sekolah, pemimpin paduan suara, guru-guru sekolah Kristen, dan lain sebagainya. Sebagai seorang pendeta, ia juga harus menjalakan peran sebagai pemimpin rohani ketika bekerja sama dengan orang-orang lain dalam pelayanan. Adapun deskripsi jabatan 44 Keputusan Sinode ke-40 GKPB, Tata Gereja, (Denpasar: Sinode GKPB, 2006), 13.

9 pendeta, yaitu: 45 (1) Melayani sebagai pelayan utama dan pemimpin jemaat. (2) Memperlengkapi anggota untuk melayani satu sama lain dan melayani semua orang. (3) Merencanakan dan memimpin kebaktian, memberitakan firman Allah, melayani sakramen, melayani jemaat, kelompok maupun individu; serta mewakili jemaat bagi gereja dan dunia. (4) Melayani sebagai penilik dan konsultan bagi organis maupun pemimpin musik, pengurus sekolah Minggu, serta berbagai bagian dan organisasi dalam gereja. Termasuk di sini sekolah Kristen, yang berada di bawah pengawasan kepala sekolah. (5) Melayani sebagai anggota penasehat bagi semua kelompok resmi dalam jemaat. (6) Memegang data kegiatan resmi gereja, perubahan keanggotaan, perkawinan, kematian, pembaptisan, konfirmasi dan komuni. Data ini merupakan milik jemaat. (7) Mengawasi pekerjaan sekretaris kantor gereja. (8) Membantu koster (yang bekerja di bawah pengawasan pengurus propeti) untuk mengkoordinasikan kegiatannya dengan berbagai kegiatan departemen dalam gereja. GKPB juga memiliki aturan-aturan yang mengatur kehidupan bergereja maupun pekerja gereja. Salah satunya adalah peraturan GKPB nomor 13 tentang penempatan pendeta dan vikaris. Mutasi pendeta GKPB sesuai dengan Tata Gereja pasal 86 ayat 1 dan 2 adalah (1) Mutasi bagi seorang pendeta dalam suatu pelayanan dilaksanakan setiap 4 (empat) tahun, kecuali ada pertimbang-pertimbangan khusus yang ditetapkan oleh Majelis Sinode secara tertulis dengan terlebih dahulu berkonsultasi dengan jemaat yang bersangkutan. (2) Perpanjang masa pelayanan seorang pendeta di suatu tempat pelayanan tertentu maksimun 4 (empat) tahun Kebijakan Mutasi di GKPB Di Bali terdapat 76 gereja yang tersebar diseluruh pulau Bali dengan jumlah pelayannya 56 orang. Karena begitu banyaknya gereja yang ada dan mininnya jumlah 45 Edgar Walz, Bagaimana Mengelola Gereja Anda?: pedoman bagi pendeta dan pengurus awan, diterjemahkan oleh S.M. Siahaan, (Jakarta: Gunung Mulia, 2004),

10 pendeta maka diberlakukannya mutasi pendeta. Untuk mencangkup luasnya bidang pelayanan di GKPB, maka sinode GKPB mengadakan mutasi pendeta. Mutasi pendeta merupakan salah satu keputusan yang ditetapkan oleh sinode dan wajib dilaksanakan serta dipatuhi. Yang menjadi landasan dasar dari mutasi pendeta berdasarkan peraturan gereja pasal 8 adalah: 46 1) Untuk menciptakan penyegaran pelayanan bagi pendeta dijemaat GKPB. 2) Agar terjadi pemerataan pertumbuhan kerohanian jemaat GKPB, sesuai dengan talenta pendeta dan jemaat. 3) Agar terjadi keseimbangan secara sinodal, antara jemaat yang besar dengan jemaat yang kecil. Dengan mempertimbangkan dasar dari mutasi pendeta, maka konsep awal komposisi mutasi dibuat oleh seluruh tim mutasi yang terdiri dari MSH, para SEKDEP dan para pimpiman lembangan GKPB. 47 Tim mutasi inilah yang menyusun tugas dari mutasi pendeta GKPB. Ada pun tugas dari tim mutasi pendeta yang telah ditetapkan dalam peraturan GKPB pasal 10 yaitu: 48 1) Menyusun konsep awal dengan berbagai pertimbangan, baik dalam kaitannya dengan pendeta maupun jemaat. 2) Menyerahkan konsep kepada MSH untuk diteruskan kepada MSL (Majelis Sinode Lengkap) untuk ditetapkan. 3) MSH mengadakan pemahaman terhadap para pendeta dan majelis jemaat mengenai dasar dan tujuan mutasi. 4) Bagi pendeta yang diperpanjang masa pelayanannya dibuatkan daftar alasannya dan diteruskan kepada MSH. Berdasarkan hal di atas maka tugas selanjutnya dari tim mutasi adalah menjalankan proses mutasi dengan memperhatikan tata gereja pasal 85 dan 86 mengenai penempatan pendeta atau vikaris. Pasal 85 dan 86 mengatakan bahwa: Pasal 85: Yang pertama, penempatan pendeta dan vikaris diatur oleh Majelis Sinode dengan memperhatikan semua pihak yang 46 Himpuman Peraturan-peraturan Gereja Kristen Protestan Bali (Denpasar: Sinode GKPB, 2007), 10.!$ Hasil wawancara dengan Pendeta Rio (nama samaran), di kantor sinode, Kamis 26 Oktober 2011, pukul WITA. 48 Himpuman Peraturan-peraturan Gereja Kristen Protestan Bali, 11!

11 bersangkutan. Yang kedua, syarat-syarat penerimaan dan penempatan pendeta dan pentabisan vikaris menjadi pendeta diatur dalam peraturan khusus yang ditetapkan oleh Majelis Sinode dalam sidang Majelis Sinode Lengkap. 49 Pasal 86: Pertama, Mutasi bagi seorang pendeta dalam suatu pelayanan dilaksanakan setiap 4 (empat) tahun, kecuali ada pertimbangan-pertimbangan khusus yang ditetapkan oleh Majelis Sinode secara tertulis dengan terlebih dahulu berkonsultasi dengan jemaat yang bersangkutan. Kedua, perpanjangan masa pelayanan seorang pendeta di suatu tempat pelayanan tertentu maksimum 4 (empat) tahun. 50 Bertolak dari pasal 85 dan 86 dalam tata gereja mengenai mutasi pendeta, maka langkah selanjutnya yang dilakukan adalah melaksanakan proses mutasi pendeta yang sesuai dengan aturan gereja, yaitu, 51 (1) MSH terlebih dahulu mengadakan sosialisasi terhadap para pendeta dan jemaat. (2) Untuk membina hubungan harmonis antara pendeta dan jemaat, proses mutasi wajib dilakukan dengan perpisahan dengan jemaat yang lama dan perkenalan di jemaat yang baru. (3) Mutasi hendaknya di awali dengan pemberitahuan yang dilakukan oleh MSH. (4) Setelah komposisi mutasi ditetapkan oleh MSL, MSH melakukan mutasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku tentang pindah tugas. (5) Segala biaya mutasi ditanggung oleh MSH, dibantu oleh jemaat yang bersangkutan. (6) Penyimpangan, yaitu perpanjangan dan atau pengurangan masa dinas seorang pendeta di jemaat yang bersangkutan, harus disertakan alasan yang kuat. Setelah proses mutasi itu terlaksana, maka dibuatlah draf mengenai mutasi pendeta yang kemudian diserahkan kepada MSH (Majelis 49 Penjelasan Tata Gereja Th Gereja Kristen Protestan di Bali, Penjelasan Tata Gereja Th Gereja Kristen Protestan di Bali, Himpunan Peraturan-peraturan Gereja Kristen Prostestan Bali, !

12 Sinode Harian) untuk diperiksa, yang kemudian diserahkan kepada MSL (Majelis Sinode Lengkap). Kemudian MSL memutuskan pendeta mana saja yang akan dimutasi dan kejemaat mana. Setelah ditetapkan, maka dikeluarkannya keputusan mengenai mutasi pendeta. Jadi penempatan pendeta diatur oleh Majelis Sinode dengan memperhatikan semua pihak yang bersangkutan. Semua pihak yang bersangkutan adalah semua pihak atau unsur yang saransaran dan pendapatnya patut didengar yaitu pendeta atau vikaris yang akan ditempatkan, majelis jemaat yang bersangkutan dan Majelis Sinode yang diwakili oleh Majelis Sinode Harian sebagai badan yang akan menetapkan. Dengan adanya peraturan-peraturan dalam proses mutasi pendeta sebaiknya dilakukan sesuai dengan ketetapan yang berlaku, sehingga penempatan pendeta sesuai dengan kemampuan pendeta dan kebutuhan jemaat Profil Pendeta GKPB Penempatan pendeta dalam proses mutasi di rancang dengan baik, supaya kelak tidak terjadi kesalahan atau ketidak adilan baik itu bagi pendeta dan jemaat yang bersangkutan. Kalau kita melihat dalam perjalanan pelayanan pendeta-pendeta di GKPB, ada beberapa pendeta yang lebih banyak ditempatkan di desa dari pada dikota. Ada pula pendeta yang mengalami proses mutasi kurang dari 5 kali dan pelayanan yang dilakukanya hanya di kota saja. Hal tersebut juga dapat menimbulkan kecemburuan sosial di kalangan pendeta dan vikaris. Di sini sinode atau tim mutasi pendeta meninjau kembali proses pengorganisasian atau penempatan pendeta supaya sesuai dengan ketetapan yang telah ditetapkan dari awal. Supaya terjadi keseimbangan antara penempatan pelayanan di desa maupun di kota. Dengan!

13 memperhatikan hal ini setidaknya sinode dapat mengurangi ketimpangan yang terjadi dalam proses mutasi pendeta. 52 Dalam daftar perjalanan pendeta, pendeta dimutasikan sejak ia menjadi seorang vikaris yang rata-rata berumur sekitar 25 sampai 38 tahun. Setiap pendeta GKPB di berikan kesempatan melayani jemaat sampai umur 65 tahun. Tentunya dalam perjalanan pelayanan pendeta GKPB ada kalanya pendeta di tempatkan di kantor Sinode, di utus untuk study lanjut, menjadi pendeta utusan, menjadi kepala panti asuhan, kepala sekolah, guru agama, bishop, dan sebagainya. Jadi selama batas waktu yang ditentukan pendeta tidak secara penuh mengalami proses mutasi di jemaat-jemaat. Dalam hal ini penulis melihat adanya ketidak adilan dalam proses mutasi pendeta. Misalkan saja pendeta A yang memulai pelayanannya (vikaris) pada umur 25 tahun dan sekarang berumur 62 tahun mengalami proses mutasi ke jemaat sebanyak 3 kali. Sedangkan pendeta yang umurnya sama 25 tahun mengalami proses mutasi ke jemaat sebanyak 10 kali yang sekarang berumur 58 tahun. Dalam hal ini dapat dilihat bahwa Sinode atau tim mutasi pendeta kurang cermat atau tidak adil dalam penempatan pendeta (mutasi pendeta). Berdasarkan hal tersebut beberapa pendeta berharap supaya sinode juga memperhatikan kesejahteraan dalam pendeta GKPB. Para pendeta juga berharap sinode mau mendengarkan pendapat atau keluh kesah dari setiap pendeta, supaya beban atau persoalan yang selama ini dihadapi dalam proses mutasi pendeta dapat terlepas dan pendeta dapat kembali segar untuk tugas yang baru. Dalam satu tahun jumlah pendeta atau vikaris yang dimutasi tidak pasti karena tergantung dari kebutuhan jemaat dan dalam skala yang lebih besar. Kalau dilihat dari data yang diperoleh jumlah jemaat dan vikaris/pendeta tidaklah seimbang, jadi ada kalanya satu pendeta melayani satu sampai tiga jemaat sekaligus. Untuk dapat melihat dengan jelas 52 Hasil wawancara dengan Pdt. Gede (nama samaran), di rumah subyek- Abianbase, Rabu 26 Oktober 2011, pukul WITA.!

14 proses mutasi pendeta yang sudah berjalan sampai sekarang ini, dapat kita lihat dalam daftar pelayanan pendeta yang aktif (terlampir) Prosedur Mutasi Proses mutasi pendeta terjadi ketika semua pihak yang bersangkutan dihadirkan dalam rapat penetapan pendeta, diantaranya: pendeta, majelis jemaat yang bersangkutan, dan Majelis Sinode yang diwakili oleh Mejelis Sinode Harian. Proses mutasi pendeta sendiri dilaksanakan setiap empat tahun sekali, yang sesuai dengan tata gereja GKPB. Selama empat tahun pendeta diberikan kesempatan untuk membangun hubungan, baik itu dengan jemaat dan berusaha untuk menjaga keseimbangan di antara jemaat. Selama proses mutasi itu terlaksana, maka pendeta juga dituntut untuk dapat melaksanakan tugas dan kewajibanya yang sesuai dengan tujuan dari mutasi pendeta. Suatu kewajiban bagi pendeta untuk mengenal jemaat dan daerah pelayanannya. Sebelum proses mutasi dilaksanakan, terlebih dahulu dilakukan sosialisasi ke jemaat, majelis jemaat yang dilakukan bersama dengan MSH. MSH membuat draf atau daftar pendeta yang akan dimutasikan, kemudian Majelis Sinode menyampaikan kepada MSL/perwakilan dari selurus jemaat yang ada. Dalam proses mutasi pendeta tidak satu persatu diajak untuk berunding tetapi semua pendeta diajak berunding dalam satu kali pertemuan. Perpanjangan masa mutasi pendeta hanya bisa dilakukan 1 kali saja yang sesuai dengan peraturan atau tata gereja. Dalam tata gereja dan himpuman peraturan segala biaya, hak-hak dalam mutasi telah diatur. 53 Dalam proses penempatan pendeta, pendeta merupakan salah satu anggota yang pendapatnya juga harus didengar. Tapi pada kenyataan yang sering terjadi, pendeta tidak 53 Hasil Wawancara dengan Pdt. Made (nama samaran), di kantor Sinode-Kapal, Senin 24 Oktober 2011, pukul WITA.!!

15 diundang untuk menghadiri proses penempatan pendeta. 54 Pendeta hanya menerima surat dari sinode, yaitu surat pemberitahuan bahwa pendeta yang bersangkutan akan di mutasi ke jemaat lain. 55 Pendeta yang akan dimutasikan harus menerima hasil keputusan yang telah ditetapkan oleh MSH selaku wakil dari Majelis Sinode untuk penetapan pendeta dengan wilayah pelayanannya. Sebelum proses mutasi terjadi sinode yang diwakilkan oleh MSH terlebih dahulu melakukan sosialisasi kepada jemaat dan majelis jemaat. Komitmen untuk melayani haruslah di miliki oleh setiap pendeta di GKPB, supaya tujuan dari mutasi pendeta dapat tercapai. Mutasi pendeta dapat juga dikatakan suatu hal yang sangat menyenangkan dan tidak menyenangkan, karena setiap orang memiliki caranya sendiri dalam menghadapi lingkungan yang baru dan itu dapat mempengaruhi pelayanannya. Bagi para pendeta sendiri mutasi itu merupakan suatu penyegaran baik itu secara jasmani maupun rohani. 56 Dimana pendeta dapat bertemu dengan jemaat, lingkungan, dan suasana yang baru. Dengan suasanan, lingkungan, dan jemaat baru, tentunya banyak permasalahan yang dihadapi baik itu yang positif atau pun negatif. Selama empat tahun diharapkan pendeta mampun membangun jemaat atau membuat suatu program yang dapat meningkatkan iman jemaat itu sendiri. Karena jemaat merupakan sumber daya yang sangat penting dalam proses manajemen. 57 Jemaat juga merupakan kunci utama dalam proses mutasi pendeta, karena merekalah yang menentukan keberhasilan pendeta dalam menjalankan tugasnya. Pendeta dikatakan berhasil ketika ia mampu bersosialisasi dan dapat membagun jemaatnya. Sedangkan, pendeta yang dikatakan gagal, karena ia tidak bisa menjawab kebutuhan jemaatnya. 54 Hasil wawancara dengan Pdt. Ketut (nama samaran), di rumah subyek-denpasar, Rabu 26 Oktober 2011, pukul WITA. 55 Hasil Wawancara dengan Pdt. Gede (nama samaran), di rumah subyek-abianbase, Rabu 26 Oktober 2011, pukul WITA. 56 Hasil wawancara dengan Pdt. Nyoman (nama samaran), di rumah subyek-abianbase, Sabtu 29 Oktober 2011, pukul WITA. 57 Hasil wawancara dengan Made (nama samaran), di rumah subyek-abianbase, Selasa 25 Oktober 2011, pukul WITA.!"

16 Beberapa pendeta mengatakan bahwa permasalahan mengenai pemulangan pendeta bukan disebabkan karena mutasi pendeta. Salah satu penyebab pemulangan pendeta ialah pendeta yang kedapatan menikahkan tamu asing di hotel tanpa sepengetahuan majelis jemaat dan jemaat. 58 Oleh sebab itu majelis jemaat dan jemaat marah karena mereka merasa bahwa pendeta hanya memikirkan diri mereka sendiri bukan kebutuhan jemaat. Bagaimana seorang pendeta dapat menyampaikan firman Tuhan kalau dalam hal ini saja pendeta masih berbohong. Hal ini menyebabkan majelis jemaat dan jemaat mengembalikan atau memulangkan pendeta kepada sinode dan disertai dengan beberapa alasan pemulangan pendeta. Lain halnya dengan Komang, ia mengatakan bahwa pendeta tidak mau dimutasikan bukan disebabkan karena mutasi pendeta, melainkan karena keinginan dari pendeta sendiri. 59 Biasanya pendeta yang tidak di mutasi dalam dua periode itu disebabka karena ada proyek atau tugas yang belum diselesaikan. Sedangkan bagi beberapa pendeta mengatakan bahwa, mutasi adalah suatu bentuk penyegaran bagi pendeta. Mengapa dikatakan sebagai suatu penyegaran karena selama empat tahun pendeta sudah berjuang dengan segala resiko yang mereka hadapi di jemaat yang lama. Proses mutasi itu terjadi empat tahun berturut-turut, kecuali ada pertimbanganpertimbangan khusus yang ditetapkan oleh Majelis Sinode. Ada pun pertimbanganpertimbangan khusus yang dimaksudkan adalah: perkembangan jemaat akan terhambat apabila pendeta yang bersangkutan tidak segera dimutasikan, karena yang bersangkutan terpilih atau diangkat dalam jabatan yang lebih tinggi, alasan kesehatan, atas permintaan sendiri, dan karena sanksi jabatan. 58 Hasil wawancara dengan Pdt. Komang (nama samaran), di rumah subyek-abianbase, Rabu 26 Oktober 2011, pukul WITA. 59 Hasil wawancara dengan Pdt. Komang (nama samaran), di rumah subyek-abianbase, Rabu 26 Oktober 2011, pukul WITA.!#

17 3.7. Permasalahan Mutasi Mutasi pendeta bukan merupakan suatu hal yang mudah, mengapa karena ada begitu banyak persoalan yang dihadapi. Baik itu permasalahan keluarga, keuangan dan jemaat. Bagi seorang pendeta keluarga merupakan hal yang terpenting dan yang utama. Dalam kehidupan seorang pendeta yang sudah berkeluarga, kehidupan dan kesejahteraan keluarga adalah yang utama karena keluargalah yang akan mendukung pelayanannya nanti. Salah satu dampak bagi mutasi dalam kehidupan keluarga pendeta ialah, istri atau anak mengikuti dimana suaminya ditempatkan. Istri pendeta yang bekerja sebagai ibu rumah tangga rata-rata tidak mengalami permasalahan dalam proses mutasi pendeta, melainkan permasalahan muncul dari pihak anak. Dimana anak harus mampu untuk beradaptasi dengan sekolah yang baru, lingkungan, teman, dan dengan jemaat yang baru. Istri pendeta yang bekerja sebagai pengawai negeri mutasi pendeta merupakan suatu pilihan yang sulit. Mengapa, karena sang istri harus mencari pekerjaan baru yang setidaknya dekat dengan tempat pelayanan suaminya atau harus tinggal saling berjauhan. Beberapa istri pendeta memilih untuk tinggal berjauhan dan hal ini juga berpengaruh terhadap perkembangan psikologis anak ke depannya. 60 Permasalahan tidak hanya terjadi di lingkungan keluarga saja, melainkan juga dalam kehidupan berjemaat. Kehidupan dan kesejahteraan jemaat merupakan suatu hal yang sangat penting, karena manusia merupakan sumber daya yang sangat penting bagi gereja. Seorang pendeta tidak dapat melayani jika tidak ada jemaat yang datang untuk beribadah, karena itu langkah awal seorang pendeta sangat menentukan penerimaan jemaat terhadap pendeta baru. Bagi seorang pendeta waktu dan perkembangan iman jemaat sangatlah penting, oleh sebab 60 Hasil wawancara dengan ibu Nia (nama samaran), di rumah subyek-abianbase, Senin 24 Oktober 2011, pukul WITA.!$

18 itu pendeta harus mampun bersosialisasi dan membangun relasi yang baik dengan majelis jemaat maupun dengan jemaat. Pendeta, jemaat, dan majelis jemaat harus mengerti terlebih dahulu peranan dan posisi mereka masing-masing dalam bergereja. Ketika peranan itu salah dimengerti atau dipahami maka akan timbul kekacauan dalam gereja. Jemaat biasanya lebih suka membandingkan pendeta yang lama dengan pendeta yang baru. Hal inilah yamg membuat pendeta merasakan tidak dihargai dan tidak diterima dalam jemaat. Sukarnya medan yang dihadapi dalam pelayanan juga menjadi suatu penghambat bagi pendeta dalam melayani. Di samping itu pendeta juga harus mengetahui hakekat dari pelayanan yang mereka lakukan, untuk benar-benar dapat menyampaikan kebenaran firman Tuhan di tengah masyarakat yang beranekaragam. 61 Di tengah kemajemukan yang ada pendeta harus bisa memahani kebudayaan dan kebiasaan jemaat. Dan bagi sebagian pendeta waktu empat tahun adalah waktu yang pas untuk proses mutasi pendeta. Tapi ketika masa jabatan itu di perpanjang dalam satu jemaat yang sama, maka akan menimbulkan suatu kejenuhan baik itu bagi jemaat maupun pendeta. 62 Dalam proses mutasi pendeta tentu memerlukan biaya yang cukup besar. Baik itu biaya perpindahan, ongkos pengiriman barang, biaya pendidikan dan lain-lain. seperti yang tertulis dalam tata gereja segala biaya yang berhubungan dengan mutasi pendeta ditanggung oleh sinode dan di bantu oleh jemaat yang akan ditinggalkan. Tapi yang menjadi permasalahannya adalah biaya mengenai pendidikan anak. Perpindahan sekolah atau masuk sekolah yang baru tentu memerlukan biaya yang cukup besar. Setiap empat tahun sekali pendeta harus menyediakan dana yang cukup besar untuk proses pendidikan anak di tempat yang baru. Oleh sebab itu sebagia dari pendeta 61 Hasil wawancara dengan bapak Putu (nama samaran), di rumah subyek- Denpasar, Rabu 26 Oktober 2011, pukul WITA. 62 Hasil wawancara dengan Ketut (nama samaran), di kantor sinode Kapal-Mengwi, Senin, 24 Oktober 2011, pukul WITA.!

19 merasa manajemen keuangan dalam mutasi pendeta tidak mencukupi kebutuhan pendeta (kesejahteraan keluarga pendeta). Hal ini merupakan salah satu penghambat dalam proses mutasi pendeta, khususnya bagi pendeta yang sudah berkeluargan dan sudah mempunyai anak. 63 Selain permasalahan diatas Ketut mengatakan bahwa mutasi adalah suatu bentuk penyegaran bagi pendeta dan jemaat. 64 Menurut Ketut dampak-dampak yang di hadapi dalam proses mutasi pendeta yaitu: penyesuaian diri terhadap jemaat, penerimaan jemaat, harus pandai melihat situasi atau keadaan dalam menyampaikan firman Tuhan, dan pengenalan akan jemaat. Pendeta Ketut merasa bahwa penyegaran lebih sering di rasakan oleh jemaat daripada pendeta, karena secara tidak langsung jemaat memperoleh seorang pembimbing atau pelayan yang baru sehingga jemaat lebih bersemangat. Ketut merasa dari segi ekomoni seorang pendeta juga dapat mempengaruhi pelayanan, pergaulan dan penerimaan jemaat. Medan pelayanan juga sangat mempengaruhi pelayanan seorang pendeta. Kebanyakan dari jemaat hidup berdampingan dengan masyarakat yang beragama lain dan tak jarang penduduk lain mengancam keberadaan orang Kristen. Mereka mengacam tidak akan memberikan air kepada orang Kristen, tetapi kalau mereka mau pindah agama maka orang Kristen akan diberikan air. Dengan keadaaan jemaat yang dishantui rasa takut, tentu tidaklah mudah bagi pendeta untuk menyampaikan firman. Menurut Ketut biaya mutasi pendeta tidak mencukupi terutama bagi pendeta yang sudah berkeluarga dan mempunyai anak. Mengapa demikian, karena selain untuk biaya pindah rumah juga diperlukan biaya untuk perpindahan sekolah anak di tempat yang baru. Ketut mengharapkan sinode dapat memperhatikan kesejahteraan keluarga dan keadilan dalam hal biaya untuk proses mutasi. Ketut mengharapkan adanya perbedaan antara pendeta yang belum menikah, 63 Hasil wawancara dengan Nyoman (nama samaran), di rumah subyek Abianbase-Mengwi, Sabtu 29 Oktober 2011, pukul WITA. #! Hasil wawancara dengan Ketut (nama samaran), di kantor sinode Kapal-Mengwi, Senin, 24 Oktober 2011, pukul WITA.!

20 sudah menikah, dan pendeta yang sudah menikah dan mempunyai anak, supaya terjadi keseimbangan atau kesejahteraan dalam kehidupan keluarga pendeta. 65 Dengan adanya berbagai permasalahan yang muncul selama proses mutasi pendeta, sinode mengharapakan setiap jemaat dan pendeta yang bersangkutan untuk menulis alasanalasan mengapan jemaat memulangkan pendeta dan mengapa pendeta tidak mau dimutasikan baik itu dari jemaat yang lama maupun ke jemaat yang baru. Dengan demikian sinode dapat mengambil suatu keputusan terhadap permasalah yang terjadi. Setiap pendeta atau vikaris yang akan dimutasikan harus benar-benar memahami tugas pelayanan sebagai hamba Tuhan dan memahami apa yang menjadi landasan dan tujuan dari mutasi pendeta. Sehingga penyimpangan pelayanan tidak terjadi lagi. Setiap pendeta yang di mutasi mendapatkan tanggungan biaya dari sinode, untuk meringgankan beban dari pendeta. Sebelum proses mutasi di jalankan Majelis Sinode melalui Majelis Sinode Harian mengadakan pertemuan dengan pendeta, majelis jemaat yang bersangkutan supaya kelak tidak terjadi permasalahan dan sesuai dengan tata gereja serta peratura gereja Penutup Mutasi pendeta merupakan suatu perpindahan atau rotasi dari satu tempat ke tempat yang lain selama empat tahun. Disatu sisi mutasi pendeta sangat bermanfaat bagi pendeta karena menyegarkan pelayanan pendeta dan di satu sisi mutasi pendeta juga dapat menimbulkan suatu permasalahan. Permasalahan biasanya muncul dari pihak keluarga, jemaat yang bersangkutan dan jemaat yang ditinggalkan. 65 Hasil wawancara dengan Ketut (nama samaran), di kantor sinode Kapal-Mengwi, Senin, 24 Oktober 2011, pukul WITA. "

21 Dalam hal ini manajemen dalam mutasi pendeta sangat berpengaruh, karena dengan adanya manajemen gereja proses mutasi dapat dilaksanakan. Karena lemahnya pengawasan yang dilakukan sinode dalam proses mutasi pendeta, sehingga dapat menimbulkan konflik atau permasalahan antara pendeta dengan jemaat yang bersangkutan karena ketidak cocokkan. Permasalahan yang terjadi juga disebabkan karena pendeta kurang memahani hakekat pelayanannya. Sehingga tujuan yang hendak di capai oleh gereja dan sinode tidak tercapai dengan baik. Dalam proses mutasi pendeta dasar teologis sanggat diperlukan, karena dari dasar teologislah kita dapat mengetahui tujuan sebenarnya yang hendak dicapai. Jadi perencanaan dan controlling sanggat diperlukan dalam proses mutasi pendeta, supaya setiap keputusan yang diambil benar-benar dapat mencapai tujuan yang diinginkan. "

BAB IV TINJAUAN KRITIS TERHADAP MUTASI PENDETA DI GKBP

BAB IV TINJAUAN KRITIS TERHADAP MUTASI PENDETA DI GKBP BAB IV TINJAUAN KRITIS TERHADAP MUTASI PENDETA DI GKBP 4.1. Pengantar Pada Bab IV ini penulis akan mengunakan teori-teori yang sudah dikemukakan dalam Bab II untuk meninjau permasalahan yang terjadi dalam

Lebih terperinci

ANGGARAN RUMAH TANGGA

ANGGARAN RUMAH TANGGA ANGGARAN RUMAH TANGGA PERSEKUTUAN PEMUDA KRISTIYASA GKPB BAB I ORGANISASI PASAL 1 Wilayah Pelayanan Wilayah pelyanan yang dimaksud adalah wilayah pelayanan PP. Kristiyasa yang tidak harus sama dengan pembagian

Lebih terperinci

MILIK UKDW BAB I PENDAHULUAN

MILIK UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Masalah Nama Tsang Kam Foek (untuk seterusnya penyusun akan menyebut beliau dengan nama Tsang To Hang 1 ) tentunya tidak dapat dilepaskan dari sejarah pekabaran Injil

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR PERSEKUTUAN PEMUDA KRISTIYASA GKPB BAB I NAMA, WAKTU DAN KEDUDUKAN

ANGGARAN DASAR PERSEKUTUAN PEMUDA KRISTIYASA GKPB BAB I NAMA, WAKTU DAN KEDUDUKAN ANGGARAN DASAR PERSEKUTUAN PEMUDA KRISTIYASA GKPB PEMBUKAAN Sesungguhnya Allah didalam Yesus Kristus adalah Tuhan dan Juruselamat dunia. Ia adalah sumber kasih, kebenaran, dan hidup, yang dengan kuat kuasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan diuraikan mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan, metode penelitian dan pemahaman terhadap redesain GKPB Jemaat Philia di Amlapura. 1.1 Latar Belakang Gereja

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN Latar Belakang Masalah

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN 1.1.1 Latar Belakang Masalah Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) adalah Gereja mandiri bagian dari Gereja Protestan Indonesia (GPI) sekaligus anggota Persekutuan Gereja-Gereja

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN 4.1 Pulau Bali Pulau Bali merupakan salah satu pulau yang ada di Indonesia 1. Sebelum dimekarkan menjadi Provinsi tersendiri, Pulau Bali merupakan wilayah dari Provinsi

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENULISAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENULISAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENULISAN Masyarakat Karo terkenal dengan sikap persaudaraan dan sikap solidaritas yang sangat tinggi. Namun ironisnya sikap persaudaraan dan kekerabatan yang mewarnai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi baik itu organisasi profit. maupun non profit memiliki kebijakan mutasi.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi baik itu organisasi profit. maupun non profit memiliki kebijakan mutasi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap organisasi baik itu organisasi profit maupun non profit memiliki kebijakan mutasi. Kebijakan mutasi ini dalam organisasi profit berkaitan erat dengan pengembangan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk memperoleh data lapangan guna. penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk memperoleh data lapangan guna. penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Untuk memperoleh data lapangan guna penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Pendekatan kualitatif sangat mengandalkan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Majelis Agung GKJW, Tata dan Pranata GKJW, Pranata tentang jabatan-jabatan khusu, Bab II-V, Malang,

BAB I PENDAHULUAN. 1 Majelis Agung GKJW, Tata dan Pranata GKJW, Pranata tentang jabatan-jabatan khusu, Bab II-V, Malang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Gereja adalah mitra kerja Tuhan Allah dalam mewujudkan rencana karya Tuhan Allah yaitu untuk menyelamatkan umat manusia. Dalam memenuhi panggilan-nya tersebut,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berdasarkan semua kajian dalam bab-bab yang telah dipaparkan di atas, pada bab ini akan dikemukakan beberapa kesimpulan dan rekomendasi. Rekomendasi ini terutama bagi gereja

Lebih terperinci

3. Sistem Rekrutmen Pengerja Gereja (vikaris) Gereja Kristen Sumba

3. Sistem Rekrutmen Pengerja Gereja (vikaris) Gereja Kristen Sumba 3. Sistem Rekrutmen Pengerja Gereja (vikaris) Gereja Kristen Sumba 3.1 Selayang Pandang Gereja Kristen Sumba Gereja Kristen Sumba adalah gereja yang berada di pulau Sumba Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Lebih terperinci

TATA GEREJA PEMBUKAAN

TATA GEREJA PEMBUKAAN TATA GEREJA PEMBUKAAN Bahwa sesungguhnya gereja adalah penyataan Tubuh Kristus di dunia, yang terbentuk dan hidup dari dan oleh Firman Tuhan, sebagai persekutuan orang-orang percaya dan dibaptiskan ke

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjamuan kudus merupakan perintah Tuhan sendiri, seperti terdapat dalam Matius 26:26-29, Mar

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjamuan kudus merupakan perintah Tuhan sendiri, seperti terdapat dalam Matius 26:26-29, Mar BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam pengajaran gereja sakramen disebut sebagai salah satu alat pemelihara keselamatan bagi umat Kristiani. Menurut gereja-gereja reformasi hanya ada dua sakramen,

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan Bdk. Pranata Tentang Sakramen dalam Tata dan Pranata GKJW, (Malang: Majelis Agung GKJW, 1996), hlm.

Bab I Pendahuluan Bdk. Pranata Tentang Sakramen dalam Tata dan Pranata GKJW, (Malang: Majelis Agung GKJW, 1996), hlm. Bab I Pendahuluan 1. 1 Latar Belakang Masalah Selama ini di Greja Kristen Jawi Wetan (GKJW) dilakukan Perjamuan Kudus sebanyak empat kali dalam satu tahun. Pelayanan sebanyak empat kali ini dihubungkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab I ini, penulis menjelaskan latar belakang terjadinya penulisan Disiplin

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab I ini, penulis menjelaskan latar belakang terjadinya penulisan Disiplin BAB I PENDAHULUAN Dalam bab I ini, penulis menjelaskan latar belakang terjadinya penulisan Disiplin Gereja dengan Suatu Kajian Pastoral terhadap dampak Psikologis bagi orang-orang yang dikenakan Disiplin

Lebih terperinci

BAB V : KEPEMIMPINAN GEREJAWI

BAB V : KEPEMIMPINAN GEREJAWI BAB V : KEPEMIMPINAN GEREJAWI PASAL 13 : BADAN PENGURUS SINODE Badan Pengurus Sinode adalah pimpinan dalam lingkungan Sinode yang terdiri dari wakil-wakil jemaat anggota yang bertugas menjalankan fungsi

Lebih terperinci

PEMAHAMAN MAKNA LITURGI (Studi Mengenai Makna Warna-warna Liturgis dalam Pemahaman Jemaat Gereja Kristen Protestan Bali/GKPB)

PEMAHAMAN MAKNA LITURGI (Studi Mengenai Makna Warna-warna Liturgis dalam Pemahaman Jemaat Gereja Kristen Protestan Bali/GKPB) PEMAHAMAN MAKNA LITURGI (Studi Mengenai Makna Warna-warna Liturgis dalam Pemahaman Jemaat Gereja Kristen Protestan Bali/GKPB) Diajukan Kepada Fakultas Teologi Sebagai Salah Satu Persyaratan Uji Kelayakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 8 Tgl 11 Agustus 1949 dengan jumlah jemaat sebanyak 83 jemaat yang

BAB I PENDAHULUAN. 8 Tgl 11 Agustus 1949 dengan jumlah jemaat sebanyak 83 jemaat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gereja Kristen Protestan di Bali (GKPB) merupakan organisasi agama (Religious Organization) yang resmi terbentuk dengan badan hukum 214 LN. No 8 Tgl 11 Agustus 1949

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan teknologi dan komunikasi yang semakin pesat, memacu orang untuk semakin meningkatkan intensitas aktifitas dan kegiatannya. Tingginya intensitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Gereja adalah persekutuan umat Tuhan Allah yang baru. Ungkapan ini erat hubungannya dengan konsep tentang gereja adalah tubuh Kristus. Dalam konsep ini

Lebih terperinci

PROGRAM KERJA KOMISI LANJUT USIA ( LANSIA ) GKI SUMUT MEDAN TAHUN 2016

PROGRAM KERJA KOMISI LANJUT USIA ( LANSIA ) GKI SUMUT MEDAN TAHUN 2016 I. VISI MENJADI TELADAN DALAM PELAYANAN PROGRAM KERJA KOMISI LANJUT USIA ( LANSIA ) GKI SUMUT MEDAN TAHUN II. MISI 1. Menjaga karya dan kemampuan 2. Menjaga iman 3. Menjaga kesehatan 4. Menjaga kebugaran

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN. Kecamatan Kedaton terdiri dari 7 kelurahan, yaitu:

IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN. Kecamatan Kedaton terdiri dari 7 kelurahan, yaitu: IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN Kecamatan Kedaton terdiri dari 7 kelurahan, yaitu: (1) Kelurahan Kedaton, (2) Kelurahan Surabaya, (3) Kelurahan Sukamenanti, (4) Kelurahan Sidodadi, (5) Kelurahan Sukamenanti

Lebih terperinci

MUTASI PENDETA-PENDETA DI GKPB DITINJAU DARI MANAJEMEN GEREJAWI

MUTASI PENDETA-PENDETA DI GKPB DITINJAU DARI MANAJEMEN GEREJAWI MUTASI PENDETA-PENDETA DI GKPB DITINJAU DARI MANAJEMEN GEREJAWI SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Teologi Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Sains Teologi (S. Si. Teol)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) memiliki 44 wilayah klasis, 2.504 jemaat, dengan jumlah warga mencapai 1.050.411 jiwa yang dilayani oleh 1.072 pendeta, (Lap. MS-

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PIMPINAN PUSAT GKPS Nomor: 99/SK-1-PP/2013 tentang TATA GEREJA dan PERATURAN RUMAH TANGGA GEREJA KRISTEN PROTESTAN SIMALUNGUN (GKPS)

KEPUTUSAN PIMPINAN PUSAT GKPS Nomor: 99/SK-1-PP/2013 tentang TATA GEREJA dan PERATURAN RUMAH TANGGA GEREJA KRISTEN PROTESTAN SIMALUNGUN (GKPS) TATA GEREJA GKPS 1 GEREJA KRISTEN PROTESTAN SIMALUNGUN (GKPS) Simalungun Protestant Christian Church Pimpinan Pusat : Pdt. Jaharianson Saragih, STh, MSc, PhD Sekretaris Jenderal : Pdt. El Imanson Sumbayak,

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Pendampingan dan konseling pastoral adalah alat-alat berharga yang melaluinya gereja tetap relevan kepada kebutuhan manusia. 1 Keduanya, merupakan cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Khotbah merupakan salah satu bagian dari rangkaian liturgi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Khotbah merupakan salah satu bagian dari rangkaian liturgi dalam BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah Khotbah merupakan salah satu bagian dari rangkaian liturgi dalam kebaktian yang dilakukan oleh gereja. Setidaknya khotbah selalu ada dalam setiap kebaktian minggu.

Lebih terperinci

MENGORGANISASI, MENGGABUNGKAN, MEMBUBARKAN JEMAAT DAN PERKUMPULAN MENGORGANISASI JEMAAT PELAJARAN 10

MENGORGANISASI, MENGGABUNGKAN, MEMBUBARKAN JEMAAT DAN PERKUMPULAN MENGORGANISASI JEMAAT PELAJARAN 10 MENGORGANISASI, MENGGABUNGKAN, MEMBUBARKAN JEMAAT DAN PERKUMPULAN MENGORGANISASI JEMAAT PELAJARAN 10 Satu jemaat diorganisasi oleh seorang pendeta yang diurapi atas rekomendasi komite eksekutif konferens.

Lebih terperinci

Bab 4. Tinjauan Kritis Ibadah, Nyanyian dan Musik Gereja di GKMI Pecangaan

Bab 4. Tinjauan Kritis Ibadah, Nyanyian dan Musik Gereja di GKMI Pecangaan Bab 4 Tinjauan Kritis Ibadah, Nyanyian dan Musik Gereja di GKMI Pecangaan 4.1. Pendahuluan Pada bab ini penulis akan menyampaikan hasil tinjauan kritis atas penelitian yang dilakukan di GKMI Pecangaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Mustopo Habib berpendapat bahwa kesenian merupakan jawaban terhadap tuntutan dasar kemanusiaan yang bertujuan untuk menambah dan melengkapi kehidupan. Namun

Lebih terperinci

UKDW. BAB I Pendahuluan. A. Latar Belakang

UKDW. BAB I Pendahuluan. A. Latar Belakang BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Kehidupan umat beragama tidak bisa dipisahkan dari ibadah. Ibadah bukan hanya sebagai suatu ritus keagamaan tetapi juga merupakan wujud respon manusia sebagai ciptaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Awig-awig pesamuan adat Abianbase, p.1

BAB I PENDAHULUAN. 1 Awig-awig pesamuan adat Abianbase, p.1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Permasalahan 1.1.1. Latar Belakang Desa pakraman, yang lebih sering dikenal dengan sebutan desa adat di Bali lahir dari tuntutan manusia sebagai mahluk sosial yang tidak mampu hidup

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbicara akan persoalan Perjamuan Kudus maka ada banyak sekali pemahaman antar jemaat, bahkan antar pendeta pun kadang memiliki dasar pemahaman berbeda walau serupa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Handoyomarno Sir, Benih Yang Tumbuh 7, Gereja Kristen Jawi Wetan, Malang, 1976, hal.25

BAB I PENDAHULUAN. 1 Handoyomarno Sir, Benih Yang Tumbuh 7, Gereja Kristen Jawi Wetan, Malang, 1976, hal.25 BAB I PENDAHULUAN A. Permasalahan 1. Latar Belakang Permasalahan Sejarah awal berdirinya Greja Kristen Jawi Wetan atau GKJW adalah berasal dari proses pekabaran Injil yang dilakukan oleh Coenrad Laurens

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertemunya masyarakat yang beragama, yang disebut juga sebagai jemaat Allah. 1

BAB I PENDAHULUAN. bertemunya masyarakat yang beragama, yang disebut juga sebagai jemaat Allah. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Persekutuan di dalam Yesus Kristus dipahami berada di tengah-tengah dunia untuk dapat memberikan kekuatan sendiri kepada orang-orang percaya untuk dapat lebih kuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Sakramen berasal dari bahasa Latin; Sacramentum yang memiliki arti perbuatan kudus 1. Dalam bidang hukum dan pengadilan Sacramentum biasanya diartikan sebagai barang

Lebih terperinci

PERATURAN BANUA NIHA KERISO PROTESTAN Nomor : 14/BPMS - BNKP/2014 tentang KOMISI DI JEMAAT. Dengan Kasih Karunia Tuhan Yesus Kristus Raja Gereja

PERATURAN BANUA NIHA KERISO PROTESTAN Nomor : 14/BPMS - BNKP/2014 tentang KOMISI DI JEMAAT. Dengan Kasih Karunia Tuhan Yesus Kristus Raja Gereja PERATURAN BANUA NIHA KERISO PROTESTAN Nomor : 14/BPMS - BNKP/2014 tentang KOMISI DI JEMAAT Dengan Kasih Karunia Tuhan Yesus Kristus Raja Gereja BADAN PEKERJA MAJELIS SINODE BNKP Menelaah : Matius 16:21-28;

Lebih terperinci

PERATURAN SIASAT GEREJA DI GKPS (RUHUT PAMINSANGON)

PERATURAN SIASAT GEREJA DI GKPS (RUHUT PAMINSANGON) PERATURAN SIASAT GEREJA DI GKPS (RUHUT PAMINSANGON) 76 Ketetapan Synode Bolon GKPS ke-32 Tahun 1994 No. 5/1 Tahun 1994 Tentang RUHUT PAMINSANGON DI GEREJA KRISTEN PROTESTAN SIMALUNGUN SYNODE BOLON GEREJA

Lebih terperinci

BAB III. Deskripsi Proses Perumusan Tema-Tema Tahunan GPIB. 1. Sejarah Singkat GPIB. GPIB (Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat) adalah bagian

BAB III. Deskripsi Proses Perumusan Tema-Tema Tahunan GPIB. 1. Sejarah Singkat GPIB. GPIB (Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat) adalah bagian BAB III Deskripsi Proses Perumusan Tema-Tema Tahunan GPIB 1. Sejarah Singkat GPIB GPIB (Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat) adalah bagian dari GPI (Gereja Protestan Indonesia) yang dulunya bernama

Lebih terperinci

DAFTAR ISI 1. PENETAPAN PERATURAN POKOK

DAFTAR ISI 1. PENETAPAN PERATURAN POKOK DAFTAR ISI 1. PENETAPAN PERATURAN POKOK 2. BAB I : KETENTUAN UMUM a. Pasal 1 : Pengertian b. Pasal 2 : Maksud dan tujuan c. Pasal 3 : Lingkup peraturan pokok kepegawaian di GKJW Jemaat Waru. d. Pasal 4

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (2000) p Budyanto, Dasar Teologis Kebersamaan dalam Masyarakat yang Beranekaragam Gema Duta Wacana, Vol.

BAB I PENDAHULUAN. (2000) p Budyanto, Dasar Teologis Kebersamaan dalam Masyarakat yang Beranekaragam Gema Duta Wacana, Vol. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Negara Indonesia adalah negara yang sangat majemuk atau beraneka ragam, baik dilihat secara geografis, struktur kemasyarakatan, adat istiadat, kebiasaan,

Lebih terperinci

Bergabunglah dengan Saudara yang Lain Bila Berdoa

Bergabunglah dengan Saudara yang Lain Bila Berdoa Bergabunglah dengan Saudara yang Lain Bila Berdoa III Berdoalah dengan Seorang Teman II Berdoalah dengan Keluarga Saudara III Berdoalah dengan Kelompok Doa II Berdoalah dengan Jemaat Pelajaran ini akan

Lebih terperinci

PARA PENDETA DAN PARA PELAYAN JEMAAT LAINNYA PELAJARAN 9

PARA PENDETA DAN PARA PELAYAN JEMAAT LAINNYA PELAJARAN 9 PARA PENDETA DAN PARA PELAYAN JEMAAT LAINNYA PELAJARAN 9 PERTANYAAN YANG PERLU DIPIKIRKAN Bagaimanakah orang-orang yang dipilih dalam organisasi GMAHK itu menjalankan wewenangnya? SUATU PELAYANAN YANG

Lebih terperinci

Gereja Menyediakan Persekutuan

Gereja Menyediakan Persekutuan Gereja Menyediakan Persekutuan Pada suatu Minggu pagi sebelum kebaktian Perjamuan Tuhan, lima orang yang akan diterima sebagaianggota gereja berdiri di depan pendeta dan sekelompok diaken. Salah seorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ada sebagian kecil orang yang memilih untuk hidup sendiri, seperti Rasul Paulus

BAB I PENDAHULUAN. ada sebagian kecil orang yang memilih untuk hidup sendiri, seperti Rasul Paulus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Pernikahan merupakan salah satu fase dari kehidupan manusia. Memasuki jenjang pernikahan atau menikah adalah idaman hampir setiap orang. Dikatakan hampir

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan UKDW

BAB I Pendahuluan UKDW BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Permasalahan Greja Kristen Jawi Wetan (baca: Grejo 1, selanjutnya disebut dengan GKJW). GKJW merupakan salah satu gereja yang peduli dengan pendidikan bagi anak bangsa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gereja, tetapi di sisi lain juga bisa membawa pembaharuan ketika gereja mampu hidup dalam

BAB I PENDAHULUAN. gereja, tetapi di sisi lain juga bisa membawa pembaharuan ketika gereja mampu hidup dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Gereja tidak bisa lepas dari proses perubahan yang terjadi dalam masyarakat seperti modernisasi dan sekularisasi. Perubahan akan menimbulkan permasalahan dan

Lebih terperinci

Evaluasi Kuesioner Pembangunan Jemaat GKI Blimbing

Evaluasi Kuesioner Pembangunan Jemaat GKI Blimbing Evaluasi Kuesioner Pembangunan Jemaat GKI Blimbing Rangkuman: a. Catatan Umum: - Survei dilakukan setelah ibadah hari Minggu, 24 juli 2016, meskipun ada beberapa yang mengisi survey saat PD Lingkungan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal dengan keanekaragaman Suku, Agama, Ras dan Antar

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal dengan keanekaragaman Suku, Agama, Ras dan Antar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal dengan keanekaragaman Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan (SARA). Luasnya wilayah Indonesia yang terdiri atas beribu pulau tersebar dari

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 PENJELASAN ISTILAH

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 PENJELASAN ISTILAH BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 PENJELASAN ISTILAH (1) Tata Gereja GKJ adalah seperangkat peraturan yang dibuat berdasarkan Alkitab sesuai dengan yang dirumuskan di dalam Pokok-pokok Ajaran GKJ dengan tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gereja adalah sebuah persekutuan orang-orang percaya, sebagai umat yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gereja adalah sebuah persekutuan orang-orang percaya, sebagai umat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gereja adalah sebuah persekutuan orang-orang percaya, sebagai umat yang terpanggil dan dihimpun oleh Allah Bapa, keluar dari kegelapan menuju kepada Yesus Kristus

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Indonesia merupakan bangsa yang majemuk. Buku ensiklopedia suku bangsa, yang oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dijadikan sebagai pedoman dalam melakukan

Lebih terperinci

Gereja. Tubuh Kristus HIDUP BARU BERSAMA KRISTUS

Gereja. Tubuh Kristus HIDUP BARU BERSAMA KRISTUS HIDUP BARU BERSAMA KRISTUS Gereja Tubuh Kristus GEREJA YESUS SEJATI Pusat Indonesia Jl. Danau Asri Timur Blok C3 number 3C Sunter Danau Indah Jakarta 14350 Indonesia Telp. (021) 65304150, 65304151 Faks.

Lebih terperinci

BAB V. Penutup: Refleksi, Kesimpulan dan Saran

BAB V. Penutup: Refleksi, Kesimpulan dan Saran BAB V Penutup: Refleksi, Kesimpulan dan Saran I. Refleksi Kehadiran saksi Yehova di tengah masyarakat Kelurahan Kawua yang merupakan bagian dari wilayah pelayanan GKST, pada akhirnya telah melahirkan tanggapan

Lebih terperinci

Gereja Memberitakan Firman

Gereja Memberitakan Firman Gereja Memberitakan Firman Gereja-gereja yang mengakui kewibawaan Firman Allah memberikan tempat terhormat dan utama kepadanya. Pendeta dalam gereja-gereja seperti ini dengan setia memberitakan Firman

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pembangunan Jemaat merupakan bidang yang baru dalam kekristenan, baik Protestan maupun Katolik dan masuk ke dalam ranah teologi praktis, di mana terjadi adanya perpindahan

Lebih terperinci

PERATURAN BANUA NIHA KERISO PROTESTAN NOMOR 06/ BPMS-BNKP/ 2008 tentang UNIT PELAYANAN BADAN PEKERJA MAJELIS SINODE BNKP

PERATURAN BANUA NIHA KERISO PROTESTAN NOMOR 06/ BPMS-BNKP/ 2008 tentang UNIT PELAYANAN BADAN PEKERJA MAJELIS SINODE BNKP Menelaah PERATURAN BANUA NIHA KERISO PROTESTAN NOMOR 06/ BPMS-BNKP/ 2008 tentang UNIT PELAYANAN Dengan Kasih Karunia Yesus Kristus, Tuhan dan Raja Gereja BADAN PEKERJA MAJELIS SINODE BNKP : Matius 16:21-28;

Lebih terperinci

Dasar Kebersatuan Umat Kristen. Efesus 2: Pdt. Andi Halim, S.Th.

Dasar Kebersatuan Umat Kristen. Efesus 2: Pdt. Andi Halim, S.Th. Dasar Kebersatuan Umat Kristen Efesus 2:11-22 Pdt. Andi Halim, S.Th. Bicara soal kebersatuan, bukan hanya umat Kristen yang bisa bersatu. Bangsa Indonesia pun bersatu. Ada semboyan Bhineka Tunggal Ika,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Tana Toraja merupakan salah satu daerah yang memiliki penduduk mayoritas beragama Kristen. Oleh karena itu bukan hal yang mengherankan lagi jikalau kita menjumpai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Permasalahan A.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Permasalahan A.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Permasalahan A.1. Latar Belakang Masalah Gereja Kristen Pemancar Injil (GKPI) lahir pada tanggal 30 Mei 1959 di Tanjung Lapang, Kecamatan Malinau, Kabupaten Bulungan, Propinsi Kalimantan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Katolik, Hindu, dan Budha. Negara menjamin kebebasan bagi setiap umat bergama untuk

BAB I PENDAHULUAN. Katolik, Hindu, dan Budha. Negara menjamin kebebasan bagi setiap umat bergama untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam UUD 1945, disebutkan bahwa Indonesia sebagai Negara yang berlandaskan pada Pancasila mengakui adanya lima agama di dalamnya, antara lain: Islam, Kristen,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Pendidikan iman anak tentunya bukanlah hal yang dapat dianggap sepele. Banyak pihak bertanggung jawab dalam pelaksanaan pendidikan iman bagi anak-anak kecil

Lebih terperinci

Dalam rangka mewujudkan kehidupan bergereja yang lebih baik, GKJ Krapyak mempunyai strategi pelayanan kemajelisan sebagai berikut :

Dalam rangka mewujudkan kehidupan bergereja yang lebih baik, GKJ Krapyak mempunyai strategi pelayanan kemajelisan sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Jika melihat sekilas tentang bagaimana Gereja menjalankan karyanya -khususnya Gereja Kristen Jawa (GKJ)-, memang sangat tampak bahwa Gereja merupakan sebuah organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Obor Indonesia, 1999, p Jane Cary Peck, Wanita dan Keluarga Kepenuhan Jati Diri dalam Perkawinan dan Keluarga, Yogyakarta:

BAB I PENDAHULUAN. Obor Indonesia, 1999, p Jane Cary Peck, Wanita dan Keluarga Kepenuhan Jati Diri dalam Perkawinan dan Keluarga, Yogyakarta: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Pada dasarnya setiap orang memiliki suatu gambaran tentang keluarga dan keluarga harmonis. Keluarga merupakan sistem sosial dari hubungan utama, yang memungkinkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. GPIB, 1995 p. 154 dst 4 Tata Gereja GPIB merupakan peraturan gereja, susunan (struktur) gereja atau sistem gereja yang ditetapkan

BAB I PENDAHULUAN. GPIB, 1995 p. 154 dst 4 Tata Gereja GPIB merupakan peraturan gereja, susunan (struktur) gereja atau sistem gereja yang ditetapkan 10 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Secara umum gereja berada di tengah dunia yang sedang berkembang dan penuh dengan perubahan secara cepat setiap waktunya yang diakibatkan oleh kemajuan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Ibadah etnik merupakan salah satu bentuk ibadah yang memberi ruang bagi kehadiran unsurunsur budaya. Kehadiran unsur-unsur budaya yang dikemas sedemikian rupa

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Sejarah Singkat GPIB Jemaat Bethesda Sidoarjo

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Sejarah Singkat GPIB Jemaat Bethesda Sidoarjo BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Sejarah Singkat GPIB Jemaat Bethesda Sidoarjo Sekitar tahun 1963 setelah keluarga dalam jemaat menjadi ± 10 keluarga, maka dipilihlah anggota Majelis jemaat, lalu dimintakan

Lebih terperinci

3.2. GKPB jemaat Galang Ning Hyang di Abianbase

3.2. GKPB jemaat Galang Ning Hyang di Abianbase HASIL PENELITIAN DAN ANALISA DATA 3.1. Gambaran Umum Wilayah Penelitian Wilayah penelitian yang akan digunakan ada dua, yaitu GKPB jemaat Galang Ning Hyang di Abianbase dan GKPB jemaat PNIEL di desa Blimbingsari.

Lebih terperinci

PERATURAN BANUA NIHA KERISO PROTESTAN (BNKP) NOMOR 04/BPMS-BNKP/2008

PERATURAN BANUA NIHA KERISO PROTESTAN (BNKP) NOMOR 04/BPMS-BNKP/2008 PERATURAN BANUA NIHA KERISO PROTESTAN (BNKP) NOMOR 04/BPMS-BNKP/2008 tentang J E M A A T Dengan Kasih Karunia Yesus Kristus, Tuhan dan Raja Gereja BADAN PEKERJA MAJELIS SINODE BNKP Menelaah : Kejadian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah Republik Indonesia mengakui ada 6 (enam) agama di Indonesia yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Kong Hu Cu. Keenam agama tersebut juga merupakan

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan UKDW

BAB I Pendahuluan UKDW BAB I Pendahuluan I.1. Latar Belakang Masalah Greja Kristen Jawi Wetan (GKJW) merupakan salah satu gereja anggota Persatuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI). GKJW bukanlah gereja suku melainkan merupakan

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBINAAN ROHANI TERHADAP KEAKTIFAN KAUM MUDA DALAM PELAYANAN DI GEREJA KRISTEN HOLISTIK JEMAAT SERENITY MAKASSAR SKRIPSI

PENGARUH PEMBINAAN ROHANI TERHADAP KEAKTIFAN KAUM MUDA DALAM PELAYANAN DI GEREJA KRISTEN HOLISTIK JEMAAT SERENITY MAKASSAR SKRIPSI PENGARUH PEMBINAAN ROHANI TERHADAP KEAKTIFAN KAUM MUDA DALAM PELAYANAN DI GEREJA KRISTEN HOLISTIK JEMAAT SERENITY MAKASSAR SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat-syarat dalam Menyelesaikan Stratum

Lebih terperinci

BAB II HASIL SURVEY. 2.1 Gambaran Umum GSJPDI Kristus Gembala Baik. bawah naungan organisasi Gereja Sidang Jemaat Pentakosta Di Indonesia

BAB II HASIL SURVEY. 2.1 Gambaran Umum GSJPDI Kristus Gembala Baik. bawah naungan organisasi Gereja Sidang Jemaat Pentakosta Di Indonesia BAB II HASIL SURVEY 2.1 Gambaran Umum GSJPDI Kristus Gembala Baik Gereja Kristus Gembala Baik adalah salah satu gereja yang berada di bawah naungan organisasi Gereja Sidang Jemaat Pentakosta Di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia di dunia ini, termasuk di Indonesia. Sejak dilahirkan di dunia manusia sudah mempunyai kecenderungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menaklukkan Jayakarta dan memberinya nama Batavia 1. Batavia dijadikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. menaklukkan Jayakarta dan memberinya nama Batavia 1. Batavia dijadikan sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Belanda datang ke Indonesia pertama kali pada tahun 1569 dan melabuhkan kapalnya di pelabuhan Banten. Pada tahun 1610 mereka membangun benteng sebagai tempat pertahanan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG

UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG Gereja yang ada dan hadir dalam dunia bersifat misioner sebagaimana Allah pada hakikatnya misioner. Yang dimaksud dengan misioner adalah gereja mengalami bahwa dirinya

Lebih terperinci

PERATURAN PERKAWINAN DI GKPS

PERATURAN PERKAWINAN DI GKPS PERATURAN PERKAWINAN DI GKPS 54 SURAT KEPUTUSAN PIMPINAN PUSAT GKPS Nomor : 119/1-PP/2006 Tentang PERATURAN PERKAWINAN DI GKPS Pimpinan Pusat Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS), Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk kepada anak-anak. Mandat ini memberikan tempat bagi anak-anak untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk kepada anak-anak. Mandat ini memberikan tempat bagi anak-anak untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ketika Tuhan Yesus naik ke surga, Ia memberikan mandat kepada seluruh murid untuk pergi ke seluruh dunia dan menjadikan semua bangsa menjadi muridnya (Matius

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagainya. Tidak hanya menyebarkan di daerah-daerah yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. sebagainya. Tidak hanya menyebarkan di daerah-daerah yang menjadi 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan penyebaran agama-agama di Indonesia selalu meningkat, baik itu agama Kristen Katholik, Protestan, Islam, dan sebagainya. Tidak hanya menyebarkan

Lebih terperinci

BAB I. A. Latar belakang permasalahan

BAB I. A. Latar belakang permasalahan BAB I A. Latar belakang permasalahan Kesehatan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Setiap manusia mendambakan dirinya selalu sehat agar bisa melakukan segala aktivitasnya tanpa adanya

Lebih terperinci

Pelayanan Mengajar Bersifat Khusus

Pelayanan Mengajar Bersifat Khusus Pelayanan Mengajar Bersifat Khusus Dalam pelajaran dua kita melihat pentingnya mengajar, baik dalam Perjanjian Lama maupun dalam Perjanjian Baru. Sejarah pengajaran dalam Alkitab merupakan pedoman bagi

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kehidupan di perkotaan diperhadapkan dengan sebuah realita kehidupan yang kompleks. Pembangunan yang terus berlangsung membuat masyarakat berlomba-lomba untuk

Lebih terperinci

Pekerja Dalam Gereja Mula-Mula

Pekerja Dalam Gereja Mula-Mula Pekerja Dalam Gereja Mula-Mula Pada waktu Kim mengetahui apa artinya menjadi anggota keluarga Allah, ia mulai mengerti apa yang termasuk dalam rencana Allah baginya. Sedang ia memikirkan hal-hal ini, keinginannya

Lebih terperinci

Pendidikan Agama Kristen Protestan

Pendidikan Agama Kristen Protestan Modul ke: 05Fakultas Psikologi Pendidikan Agama Kristen Protestan GERAKAN PEMBARUAN GEREJA Program Studi Psikologi Drs. Sugeng Baskoro,M.M. BAHAN KAJIAN Pengertian Gerakan Pembaruan Gereja (Reformasi Gereja).

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN 1. Latar Belakang Masalah a) Gambaran GKP Dan Konteksnya Secara Umum Gereja Kristen Pasundan atau disingkat GKP melaksanakan panggilan dan pelayanannya di wilayah Jawa

Lebih terperinci

Hari Pertama Kerajaan Kristus Bagi Gereja-Nya Bagi Dunia Kita Hari Kedua Doakan Yang Menyatukan Bagi Gereja-Nya Bagi Dunia Kita Hari Ketiga

Hari Pertama Kerajaan Kristus Bagi Gereja-Nya Bagi Dunia Kita Hari Kedua Doakan Yang Menyatukan Bagi Gereja-Nya Bagi Dunia Kita Hari Ketiga Hari Pertama Kamis, 25 Mei 2006 Kerajaan Kristus...dan berbicara kepada mereka tentang Kerajaan Allah. Pada suatu hari ketika Ia makan bersama-sama dengan mereka, Ia melarang mereka meninggalkan Yerusalem,

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KONGRES XVI MAJELIS PENDIDIKAN KRISTEN DI INDONESIA JAKARTA, 2 4 NOVEMBER 2016

KERANGKA ACUAN KONGRES XVI MAJELIS PENDIDIKAN KRISTEN DI INDONESIA JAKARTA, 2 4 NOVEMBER 2016 KERANGKA ACUAN KONGRES XVI MAJELIS PENDIDIKAN KRISTEN DI INDONESIA JAKARTA, 2 4 NOVEMBER 2016 MAKNA KONGRES Kongres MPK adalah kegiatan lima tahunan yang dilakukan oleh MPK bersama anggota-anggota dan

Lebih terperinci

ANGGARAN RUMAH TANGGA BADAN PERSEKUTUAN GEREJA KRISTEN PERJANJIAN BARU

ANGGARAN RUMAH TANGGA BADAN PERSEKUTUAN GEREJA KRISTEN PERJANJIAN BARU ANGGARAN RUMAH TANGGA BADAN PERSEKUTUAN GEREJA KRISTEN PERJANJIAN BARU Diterbitkan oleh: Majelis Pusat Gereja Kristen Perjanjian Baru Daftar Isi BAB I Keanggotaan... 3 BAB II Musyawarah Besar... 4 BAB

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR PERSEKUTUAN MAHASISWA KRISTEN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

ANGGARAN DASAR PERSEKUTUAN MAHASISWA KRISTEN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG ANGGARAN DASAR PERSEKUTUAN MAHASISWA KRISTEN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG BAB I PEMBUKAAN Mahasiswa Kristen Institut Teknologi Bandung sebagai bagian dari umat Allah di Indonesia memiliki tugas dan tanggung

Lebih terperinci

RENUNGAN HARIAN S1 = SEMBAH PUJI & DOA SYAFAAT

RENUNGAN HARIAN S1 = SEMBAH PUJI & DOA SYAFAAT RENUNGAN HARIAN Senin 31 Oktober 2016: Yeremia 29:10-14 Kita ISTIMEWA Selasa 01 November 2016: Pengkhotbah 3:1-11 Setia menunggu Rabu 02 November 2016: 2 Timotius 2:5-13 Allah yang tetap setia Kamis 03

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Seiring dengan perkembangan jaman yang semakin modern dan maju secara tidak langsung menuntut setiap orang untuk mampu bersaing dalam mewujudkan tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Dengan sengaja ditulis Calvinis, bukan Kalvinis, karena istilah ini berasal dari nama Johannes Calvin.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Dengan sengaja ditulis Calvinis, bukan Kalvinis, karena istilah ini berasal dari nama Johannes Calvin. BAB I PENDAHULUAN 1. PERMASALAHAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di lingkungan gereja-gereja Protestan sedunia, aliran atau denominasi Calvinis 1 (lebih sering disebut Reformed ataupun Presbyterian) hampir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jurnal Teologi Gema Duta Wacana edisi Musik Gerejawi No. 48 Tahun 1994, hal. 119.

BAB I PENDAHULUAN. Jurnal Teologi Gema Duta Wacana edisi Musik Gerejawi No. 48 Tahun 1994, hal. 119. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada umumnya, musik merupakan suatu bagian yang tidak dapat dipisahkan dari suatu kegiatan peribadatan. Pada masa sekarang ini sangat jarang dijumpai ada suatu

Lebih terperinci

1Pet.5:1-4; Yeh.34:1-6; Yoh.10:11. Pdt. DR. Stephen Tong

1Pet.5:1-4; Yeh.34:1-6; Yoh.10:11. Pdt. DR. Stephen Tong 1Pet.5:1-4; Yeh.34:1-6; Yoh.10:11 Pdt. DR. Stephen Tong Yesus mengatakan ada dua macam orang yang melayani Tuhan, yang semacam adalah gembala yang lainnya adalah orang upahan. Gembala mengasihi domba-domba

Lebih terperinci

Rapat/Pertemuan Majelis Kebaktian Ucapan Syukur Kunjungan Gerejawi Pelayanan Katekisasi JKK PP. Kristiyasa JKK Menang Atas Pencobaan

Rapat/Pertemuan Majelis Kebaktian Ucapan Syukur Kunjungan Gerejawi Pelayanan Katekisasi JKK PP. Kristiyasa JKK Menang Atas Pencobaan 1. Rapat/Pertemuan Majelis Rapat Seninan Majelis dan pembagian tugas pelayanan sepekan akan di-laksanakan pada hari Senin, 2 Maret 2015, pk. 19.30 wita di ruang serbaguna barat lt. I. Dimohon kehadiran

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah Bab I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Gereja Kristen Protestan Indonesia atau yang sering disingkat dengan nama GKPI adalah salah satu dari sekian banyak gereja yang ada di dunia ini. Sebagai bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khususnya dalam kehidupan manusia. Pada masa-masa sekarang musik ini telah

BAB I PENDAHULUAN. khususnya dalam kehidupan manusia. Pada masa-masa sekarang musik ini telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Upacara adalah aktivitas yang dilakukan diwaktu-waktu tertentu dan dapat dilakukan untuk memperingati sebuah kejaian ataupun penyambutan. Musik dalam Ibadah

Lebih terperinci

Krisen Indonesia, 2009), hlm. 147

Krisen Indonesia, 2009), hlm. 147 IV. PERAN MAJELIS JEMAAT SEBAGAI PEMIMPIN DALAM PEMBERDAYAAN WARGA JEMAAT 4.1 Pemberdayaan sebagai Pembangunan Gereja Dalam Tata Gereja GKI Pemberdayaan berarti memampukan, memberi kesempatan, dan mengijinkan,

Lebih terperinci