Memuliakan Jeruk Sulawesi dengan Peningkatan Efisiensi Transportasi Multimoda

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Memuliakan Jeruk Sulawesi dengan Peningkatan Efisiensi Transportasi Multimoda"

Transkripsi

1 Memuliakan Jeruk Sulawesi dengan Peningkatan Efisiensi Transportasi Multimoda oleh: Dwi Ardianta Kurniawan, S.T, M.Sc Peneliti Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral), Universitas Gadjah Mada, Jl. Kemuning M 3, Yogyakarta, telp (0274) , fax (0274) , hp dwiardianta@yahoo.com Abstrak Komoditas jeruk merupakan komoditas unggulan Kabupaten Konawe Selatan pada beberapa tahun terakhir. Hal ini ditunjukkan dengan dominannya tingkat produksi jeruk yang mencapai 64,4% dibandingkan total produksi jeruk di Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun Pemasaran jeruk sulawesi dari Konawe Selatan dominan ditujukan ke Surabaya dan kota-kota di Jawa lainnya, yang mencapai 90% dari total produksi. Hal ini menunjukkan diperlukannya beberapa moda angkutan dari wilayah produksi ke wilayah pemasaran, yaitu moda jalan dan laut. Kondisi transportasi merupakan faktor penghambat dalam pemasaran produksi jeruk sulawesi dari Konawe Selatan, baik yang berasal dari buruknya kualitas jalan maupun tata kelola pelabuhan. Dari sisi kewilayahan, tidak berimbangnya volume keluar masuk barang ke wilayah produksi menyebabkan mahalnya ongkos angkutan kapal ke luar daerah karena besarnya muatan kosong yang harus diperhitungkan sebagai biaya. Angkutan multimoda merupakan salah satu solusi yang dapat dilakukan untuk mengurangi biaya, dengan adanya sistem yang lebih terintegrasi baik dalam rute, jadwal maupun kebutuhan armada yang sesuai. Dibutuhkan dukungan dari para pelaku usaha transportasi dan pemerintah agar sistem multimoda yang terbentuk akan mampu eksis dan berperan secara berkelanjutan. Kata kunci: jeruk sulawesi, Konawe Selatan, multimoda, efisiensi, transportasi 1

2 A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara yang subur, dengan limpahan gununggunung berapi yang abu dari letusannya menyuburkan tanah. Curah hujan yang relatif konstan pada sebagian besar wilayah menyebabkan berbagai komoditas pertanian dan perkebunan tumbuh subur di negeri zamrud khatulistiwa ini. Hal ini tercermin dari prosentase sektor pertanian yang pernah sangat dominan pada era awal Orde Baru yang mencapai 52% (1968), meskipun kemudian menurun hingga mencapai 19,6% (1990) dan 14,3% (2014) 1. Penurunan ini tidak terlepas dari perubahan struktur ekonomi Indonesia yang berkembang dari lapangan usaha primer yang memanfaatkan sumber daya alam (pertanian), menjadi lapangan usaha sekunder (industri pengolahan) dan tersier (jasa dan perdagangan). Meskipun demikian, beberapa wilayah di Indonesia telah memiliki komoditas pertanian unggulan yang memiliki trade mark yang cukup kuat untuk tetap eksis dalam perdagangan. Kita dapat menyebutkan misalnya jeruk medan dan pontianak, mangga indramayu, beras delanggu dan sebagainya. Di lain pihak, terdapat beberapa wilayah yang juga telah mengembangkan diri dengan berbagai komoditas unggulan yang diharapkan dapat bersaing dengan produk dari wilayah lain baik nasional maupun impor. Kita dapat menyebutkan misalnya dalam komoditas jeruk dengan berkembangnya pertanian di wilayah Jember maupun Sulawesi, sehingga saat ini dikenal produk jeruk dengan nama jeruk jember maupun jeruk sulawesi. Namun yang ironis, komoditas unggulan yang dikembangkan oleh berbagai wilayah tersebut seringkali tidak dapat bersaing dengan komoditas perdagangan serupa yang berasal dari luar negeri yang notabene memerlukan distribusi yang lebih jauh dan panjang. Hal ini disebabkan oleh buruknya kinerja sistem logistik di Indonesia, terutama yang menyangkut kualitas infrastruktur transportasi dan tata kelola pada simpul-simpul transportasi seperti terminal dan pelabuhan. Hal ini menyebabkan jeruk 1 Badan Pusat Statistik 2

3 medan memiliki harga lebih tinggi dibandingkan jeruk mandarin yang menempuh perjalanan jauh lebih panjang 2. Kondisi yang sama dihadapi oleh jeruk yang diproduksi dari daerah lain, seperti Pontianak dan Sulawesi. Oleh karena itu, diperlukan adanya penanganan sistem logistik untuk mendorong daya saing produk pertanian, khususnya jeruk di Indonesia. Tulisan ini akan membahas pola-pola efisiensi angkutan multimoda dalam pengangkutan jeruk sulawesi sehingga diharapkan akan mampu mendorong daya saing produksi jeruk lokal tersebut dalam menghadapi serbuan jeruk dari luar, khususnya dari China. Lokasi studi yang diteliti adalah Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. B. Pembahasan Definisi Logistik Apabila dilihat dari definisinya, logistik merupakan seni dan ilmu, barang, energi, informasi, dan sumber daya lainnya, seperti produk, jasa, dan manusia, dari sumber produksi ke pasar dengan tujuan mengoptimalkan penggunaan modal. Manufaktur dan marketing akan sulit dilakukan tanpa dukungan logistik. Logistik juga mencakup integrasi informasi, transportasi, inventori, pergudangan, reverse logistics dan pemaketan. Berdasarkan pengertian di atas, maka misi logistik adalah "mendapatkan barang yang tepat, pada waktu yang tepat, dengan jumlah yang tepat, kondisi yang tepat, dengan biaya yang terjangkau, dengan tetap memberikan kontribusi profit bagi penyedia jasa logistik." Berdasarkan definisi tersebut, maka aspek transportasi merupakan salah satu aspek penting yang harus diperhatikan untuk mencapai efisiensi sistem logistik. Dari karakteristik pengangkutannya, maka terdapat beberapa jenis tipe pengangkutan yang dapat dijalankan dalam perdagangan komoditas, diantaranya adalah berdasarkan jangkauan wilayahnya, maka dapat dibedakan atas perdagangan jarak dekat, menengah dan panjang

4 Apabila dibedakan berdasarkan jenis moda angkutan yang digunakan, maka dapat dilakukan dengan moda angkutan darat, kereta api, laut dan udara. Semakin panjang jarak angkut dan bervariasinya kondisi suatu wilayah, akan memungkinkan semakin banyak variasi jenis moda yang digunakan. Pada wilayah yang dominan perjalanan darat seperti di Pulau Jawa, moda angkutan jalan sangat dimungkinkan menjadi moda angkutan utama terutama untuk jenis angkutan jarak pendek dan menengah. Moda angkutan kereta api menjadi pilihan untuk jarak perjalanan menengah dan jauh, sementara pada perjalanan jarak jauh lebih mengedepankan moda angkutan udara terutama untuk pengangkutan barang-barang bernilai tinggi (valuable goods) dan moda angkutan laut untuk barang-barang yang kurang bernilai (non valuable goods). Pola pengangkutan yang berbeda dapat terjadi pada wilayah yang berbeda. Di Kalimantan, Sumatera dan Papua misalnya, yang memiliki banyak sungai besar di wilayahnya, angkutan sungai sesungguhnya merupakan moda yang paling efisien untuk pengangkutan jarak pendek dan menengah. Sementara untuk angkutan jarak jauh, moda angkutan laut dan udara tetap merupakan moda yang dominan diperlukan. Apabila ditinjau pola angkutan dari titik asal produksi komoditas hingga titik akhir pemasaran, maka jelaslah diperlukan adanya penggunaan berbagai moda transportasi, misalnya variasi angkutan darat laut, darat udara, sungai laut, sungai udara, rel laut, rel darat udara, dan sebagainya. Hal ini menunjukkan bahwa adanya keterpaduan antar moda diperlukan, sehingga sistem transportasi yang dilakukan akan mencapai tingkat efisiensi yang diperlukan untuk mendukung efisiensi logistik angkutan komoditas. Konsep Transportasi Multimoda Konsep intermoda didefinisikan secara bervariasi, namun dasarnya terdapat keterhubungan dan manajemen yang baik antar berbagai moda (multimoda). Oleh sebab itu, intermodality dapat dilihat sebagai multimoda yang memiliki manajemen yang baik untuk melayani kebutuhan transportasi 4

5 secara efisien. Keuntungan dari konsep intermoda baik dalam angkutan penumpang atau barang dapat dikuatkan dengan memfokuskan pada perbaikan keterhubungan fisik, koordinasi dan integrasi operasional serta memperbaiki sistem informasi dan komunikasi baik operator maupun penumpang. Tujuan dari diterapkannya sistem intermoda adalah membuat optimalisasi penggunaan dari moda yang bervariasi dan meningkatkan keterhubungan diantara moda tersebut. Definisi paling maju dari sistem intermoda adalah mendorong terjadinya transportasi tanpa hambatan (seamless), efisien dan berlanjut (sustainable), yang dapat mencakup: a. mengurangi biaya dan meningkatkan tingkat pelayanan yang diminta dalam angkutan barang dan penumpang dengan menggunakan masingmasing moda dalam fungsinya yang paling tepat, b. mengurangi beban dari infrastruktur dan meningkatkan efisiensi total dengan berganti pada moda yang memiliki kapasitas lebih besar, c. mengurangi biaya dan waktu serta ketidaknyamanan berkaitan dengan perpindahan antar moda, d. meningkatkan produktifitas ekonomi dan efisiensi, sehingga meningkatkan nilai kompetitif dari produk pada tingkat regional dan nasional, e. mengurangi tingkat penggunaan energi, serta meningkatkan kualitas lingkungan. Konsep intermoda dapat diterapkan baik dalam lingkup regional, nasional maupun internasional. Namun demikian, pemilihan jenis moda yang paling tepat perlu dilakukan untuk mendapatkan tingkat efisiensi yang tinggi. Konsep intermoda didefinisikan secara bervariasi, namun dasarnya terdapat keterhubungan dan manajemen yang baik antar berbagai moda (multimoda). Oleh sebab itu, keterpaduan antar moda (intermodality) dapat dilihat sebagai multimoda yang memiliki manajemen yang baik untuk melayani kebutuhan transportasi secara efisien. Keuntungan dari konsep intermoda baik dalam angkutan penumpang atau barang dapat dikuatkan dengan memfokuskan 5

6 pada perbaikan keterhubungan fisik, koordinasi dan integrasi operasional serta memperbaiki sistem informasi dan komunikasi baik operator maupun penumpang. Tujuan dari diterapkannya sistem intermoda adalah membuat optimalisasi penggunaan dari moda yang bervariasi dan meningkatkan keterhubungan diantara moda tersebut. Definisi paling maju dari sistem intermoda adalah mendorong terjadinya transportasi tanpa hambatan (seamless), efisien dan berlanjut (sustainable), yang dapat mencakup: a. mengurangi biaya dan meningkatkan tingkat pelayanan yang diminta dalam angkutan barang dan penumpang dengan menggunakan masingmasing moda dalam fungsinya yang paling tepat, b. mengurangi beban dari infrastruktur dan meningkatkan efisiensi total dengan berganti pada moda yang memiliki kapasitas lebih besar, c. mengurangi biaya dan waktu serta ketidaknyamanan berkaitan dengan perpindahan antar moda, d. meningkatkan produktifitas ekonomi dan efisiensi, sehingga meningkatkan nilai kompetitif dari produk pada tingkat regional dan nasional, e. mengurangi tingkat penggunaan energi, serta meningkatkan kualitas lingkungan. Konsep intermoda dapat diterapkan baik dalam lingkup regional, nasional maupun internasional. Namun demikian, pemilihan jenis moda yang paling tepat perlu dilakukan untuk mendapatkan tingkat efisiensi yang tinggi. 6

7 Sumber: Rodrigue, Comtois, dan Slack 2006 Gambar 1 Konsep Transportasi Antar Moda Untuk menyusun sebuah transportasi intermoda, hirarki fungsional jaringan (role sharing) antar moda perlu terdefinisi dengan jelas. Titik artikulasi yakni terminal intermoda memegang peran sentral bagi koneksi antara pergerakan internasional/nasional ke level regional/lokal. Sumber: Rodrigue, Comtois, dan Slack 2006 Gambar 2 Hirarki Fungsional Jaringan Antar Moda Penyelenggaraan transportasi antarmoda dilakukan untuk memberikan pelayanan yang saling berkesinambungan (seamless), tepat waktu (just in time) dan pelayanan dari pintu ke pintu (door to door). Kualitas pelayanan sarana dan prasarana juga perlu ada kesesuaian seperti kesetaraan atau standarisasi pelayanan, keterpaduan jadwal, efisiensi aktivitas alih moda yang didukung sistem ticketing dengan teknologi informasi yang memadai. 7

8 Produksi Jeruk Sulawesi di Konawe Selatan Sulawesi Tenggara merupakan salah satu daerah penghasil jeruk yang dikenal sebagai jeruk sulawesi. Walaupun bukan merupakan daerah produksi dominan secara nasional, namun produksinya pernah mencapai ton pada tahun 2010, atau sekitar 5% dari total produksi jeruk nasional sebesar ton. Angka produksi tersebut memang cenderung menurun, baik secara absolut maupun relatif dibandingkan nasional. Secara rerata, produksi jeruk dari Sulawesi Tenggara menurun sebesar 18% per tahun pada periode Secara relatif, produksi jeruk Sulawesi Tenggara menurun menjadi sekitar 3,3% ( ton) dibandingkan produksi nasional ( ton) pada tahun Meskipun demikian, wilayah Sulawesi Tenggara, terutama Kabupaten Konawe Selatan merupakan wilayah dengan tingkat harga jeruk yang relatif murah dengan tingkat konsumsi yang cukup besar. Hasil pengolahan data Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2011 dari Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan bahwa harga jeruk di Kabupaten Konawe Selatan secara rerata lebih murah dibandingkan rerata harga nasional. Data harga dan konsumsi jeruk di Konawe Selatan disajikan dalam tabel berikut: Tabel 1 Karakteristik Harga dan Konsumsi Wilayah Studi Wilayah Harga (Rp/kg) Selisih harga (Rp/kg) Konsumsi (kg/tahun) Nilai efisiensi konsumsi (Rp) Konawe Selatan 4.878, , , ,66 Rerata Indonesia ,27 Sumber: Susenas, 2011 (diolah) Tabel di atas memperlihatkan adanya nilai efisiensi konsumsi jeruk yang cukup besar di Konawe Selatan dibandingkan daerah lain di Indonesia. Hal ini mengindikasikan 2 hal, yaitu besarnya produksi atau tingginya kualitas distribusi dari wilayah produsen ke Konawe Selatan. Dari sisi produksinya, Kabupaten Konawe Selatan merupakan salah satu sentra produksi jeruk di Sulawesi Tenggara, meskipun bukan merupakan yang terbesar. Data produksi jeruk di Sulawesi Tenggara selama kurun waktu disajikan dalam Tabel 2. 3 Diolah dari Basis Data Statistik Pertanian,

9 Tabel 2 Produksi Jeruk di Provinsi Sulawesi Tenggara Kabupaten/Kota Produksi (ton) Porsi tahun 2008 Pertumbuhan Kab. Buton 387, ,6 272, ,3 12,2% 79,6% Kab. Muna 2.091, ,5 214, ,5 49,6% 63,4% Kab. Konawe ,9 28, ,4% 25,8% Kab. Kolaka 7.352, ,1 268, ,8 13,0% -31,2% Kab. Konawe Selatan ,3 329, ,5 10,4% 37,3% Kab. Bombana 7,9 205,2 30,4 114,5 0,6% 143,8% Kab. Wakatobi 262, ,7 2,3 0,0% -79,4% Kab. Kolaka Utara 84, ,6 257,4 115,6 0,6% 11,2% Kota Kendari 33,2 54,4 15,3 193,6 1,1% 80,0% Kota Bau Bau 452, ,2 29,6 0,2% -59,7% Provinsi Sulawesi Tenggara , ,7 100,0% 13,6% Sumber: Basis Data Statistik Pertanian, 2015 (diolah) Data di atas menunjukkan bahwa Kabupaten Konawe Selatan merupakan daerah penghasil jeruk nomor 5 di Provinsi Sulawesi Tenggara, dengan porsi produksi sebesar 10,4% dari total produksi jeruk pada tahun Produksi komoditas jeruk memiliki pertumbuhan rerata yang cukup tinggi, yaitu sebesar rerata 13,6% per tahun pada periode , dengan pertumbuhan di Kabupaten Konawe Selatan sebesar rerata 37,3% per tahun. Dengan tingkat pertumbuhan yang relatif konsisten, Kabupaten Konawe Selatan berhasil menjadi daerah penghasil jeruk terbesar pada tahun 2012 dengan jumlah produksi sebesar ,4 ton, atau sekitar 64,4% dari total produksi jeruk di Provinsi Sulawesi Tenggara 4. Pergeseran jumlah dan porsi produksi ini menunjukkan bahwa komoditas jeruk merupakan salah satu komoditas unggulan di Kabupaten Konawe Selatan. Apabila dibandingkan dengan komoditas lainnya, maka produksi jeruk siam/keprok merupakan yang terbesar, dengana jumlah produksi sebesar ton pada tahun 2012 dan ton pada tahun Dari sisi jumlah tanaman, jeruk siam/keprok juga memiliki jumlah tanaman terbesar, yaitu mencapai lebih dari 1,1 juta pohon pada tahun 2013 (lihat Tabel 3). Hal ini lebih mempertegas posisi komoditas jeruk sebagai komoditas andalan Kabupaten Konawe Selatan. 4 Sumber: Sulawesi Tenggara dalam Angka,

10 Tabel 3 Jumlah Tanaman dan Produksi Buah di Kabupaten Konawe Selatan No Nama tanaman buahbuahan Jumlah Tanaman Produksi (Kuintal) 1 Alpukat Belimbing Duku/Langsat Durian Jambu Biji Jambu Air Jeruk Siam/Keprok Jeruk Besar Mangga Manggis Nangka/Cempedak Nenas *) Pepaya Pisang *) Rambutan ,2 16 Salak *) ,7 17 Sawo Markisa/Konyal Sirsak Sukun Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Konawe Selatan, 2013 Apabila dilihat wilayahnya, maka wilayah dengan jumlah tanaman terbesar adalah Kecamatan Lalembuu yang mencapai batang atau hampir mencapai separuh dari jumlah total tanaman di Kabupaten Konawe Selatan, disusul Kecamatan Basala, Buke, Banua dan Konda. Secara lengkap sebaran wilayah penghasil jeruk di Kabupaten Konawe Selatan disajikan dalam Tabel 4. Tabel 4 Sebaran Wilayah Penghasil Jeruk di Kabupaten Konawe Selatan, 2013 No Nama Kecamatan Jumlah Tanaman Akhir Triwulan Laporan Produksi (Kuintal) batang % total Kwintal % total Harga Jual Petani Per Kilogram (Rupiah) 1 Tinanggea ,1% ,7% Lalembuu ,3% 100 0,3% Andoolo ,8% 0 0,0% 0 4 Buke ,7% ,6% Palangga 0 0,0% 0 0,0% 0 6 Palangga Selatan ,3% 100 0,3% Baito ,2% 100 0,3% Lainea 0 0,0% 0 0,0% 0 9 Laeya ,1% 280 0,7% Kolono ,2% ,6% Laonti ,1% ,7% Moramo ,3% ,7% Moramo Utara 0 0,0% 0 0,0% 0 14 Konda ,6% 228 0,6% Wolasi ,8% 0 0,0% 0 16 Ranomeeto 878 0,1% 260 0,7% Ranomeeto Barat ,7% ,9% Landono ,5% ,9% Mowila ,8% 70 0,2%

11 No Nama Kecamatan Jumlah Tanaman Akhir Triwulan Laporan Produksi (Kuintal) batang % total Kwintal % total Harga Jual Petani Per Kilogram (Rupiah) 20 Angata 156 0,0% 0 0,0% 0 21 Benua ,7% 0 0,0% 0 22 Basala ,6% ,8% Jumlah / Rerata Keseluruhan ,0% ,0% Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Konawe Selatan, 2013 Sebagai catatan adalah bahwa pembudidayaan jeruk di Konawe Selatan mula-mula dilakukan oleh para transmigran dari Bali yang banyak bermukin di Kecamatan Lalembuu. Mereka bahkan menjadi pembimbing bagi para petani di kecamatan lainnya. Selain itu, mereka juga menjadi sumber lokasi bibit serta pemasaran hasil produksi jeruk yang dihasilkan. Peran Dinas Pertanian Kabupaten Konawe Selatan adalah mendorong budidaya tersebut menjadi lebih maju dan produktif. Gambar 3 Gambaran Produksi dan Panen Jeruk di Kecamatan Wolasi, Konawe Selatan Perdagangan Jeruk di Konawe Selatan Pangsa pasar perdagangan jeruk di Konawe Selatan sebagian besar diperdagangkan di Jawa, yaitu diangkut menuju Surabaya. Berdasarkan hasil wawancara dengan petani di Wolasi, proporsi pemasaran di Jawa mencapai sekitar 90%, sementara sisanya dipasarkan di Kendari dan Makassar. Berdasarkan hasil wawancara, petani lebih suka menjual hasil produksinya ke pedagang besar untuk dijual ke Jawa, karena: a. Tidak terlalu memilih dari sisi kualitas, yang penting telah mengkal dan 11

12 siap dikonsumsi sekitar satu minggu lagi,, b. Volume penjualan besar, sehingga lebih praktis dan aman dalam penjualan. Hal ini mengurangi resiko jeruk membusuk di pohon karena tidak laku dijual c. Petani tidak mengurusi proses pemetikan, karena sudah diurusi semua oleh pedagang. Perdagangan jeruk ke luar pulau sebagian besar dilakukan oleh pedagang dari Lalembuu sebagai daerah pionir dan sentra produksi jeruk di Konawe Selatan. Namun saat ini mulai muncul petani jeruk dari Wolasi yang juga berperan sebagai pedagang. Pedagang besar biasanya melibatkan pedagang pengepul yang dikontak oleh pedagang besar untuk membantu proses pemetikan. Pedagang besar biasanya datang pada saat panen raya, dan membeli dalam jumlah besar, sementara pedagang lokal datang sepanjang tahun, walaupun volume pembeliannya relatif kecil untuk dijual eceran. Pembentukan harga jeruk terbentuk dengan karakteristik sebagai berikut 5 : a. Biaya pada tingkat petani terbentuk dari biaya untuk aktifitas produksi. Aktifitas pengolahan tidak dilakukan karena jeruk dijual dalam bentuk barang mentah. b. Faktor yang berpengaruh terhadap biaya di tingkat pedagang adalah kondisi infrastruktur, jarak tempuh dan proses selama dalam pengiriman, c. Harga jual ditentukan oleh pedagang pembeli sesuai dengan permintaan pasar. Pedagang yang terindikasi memiliki kekuatan untuk menentukan harga adalah pedagang besar di Jawa, dengan implikasi penetapan harga hingga ke tingkat petani. Ada skema kejasama dengan pedagang jeruk di Jawa dengan sistem bagi hasil untuk meminimalkan resiko kerusakan 5 Wawancara dengan pelaku usaha pertanian jeruk 12

13 Kondisi Transportasi di Konawe Selatan Kondisi transportasi di Konawe Selatan merupakan salah satu faktor yang menghambat dalam pemasaran jeruk ke luar daerah. Dalam survey lapangan yang dilakukan pada akhir tahun 2013, bertepatan dengan setelah terjadinya banjir besar di wilayah tersebut, dapat disimak parahnya kondisi jalan yang dimiliki oleh kabupaten tersebut. Dokumentasi foto berikut dapat membantu menjelaskan parahnya kondisi infrastruktur jalan di wilayah tersebut. Gambar 4 Jembatan yang Rusak Karena Banjir dan Beban Berat 13

14 Gambar 5 Truk yang Terguling Gambar 6 Jalan Tanah dengan Kondisi Medan yang Berat 14

15 Kondisi infrastruktur jalan yang rusak parah seringkali menyebabkan petani tidak mampu menjual hasil produksi ke luar daerah. Hal ini karena tingginya resiko kerusakan barang akibat kendaraan terperosok/terguling di jalan, maupun waktu pengangkutan yang lama. Hal tersebut seringkali membuat para petani memutuskan untuk membiarkan jeruk hasil produksi mereka membusuk dan berjatuhan dari pohon tanpa terjual. Hal ini tentunya merupakan fenomena yang sangat memprihatinkan. Permasalahan lain yang muncul adalah terkait dengan belum memadainya tata kelola di Pelabuhan kendari, yang menyebabkan biaya pengangkutan melalui pelabuhan menjadi mahal. Adanya tarik menarik kepentingan para pihak yang berperan di pelabuhan menjadikan proses penanganan bongkar muat barang menjadi tidak efisien. Adanya pentarifan harga yang tinggi yang dilakukan oleh asosiasi buruh bongkar muat misalnya, menjadikan tingginya biaya penanganan barang yang harus dilakukan 6. Belum lagi dengan tidak seimbangnya arus barang masuk dan ke luar Pelabuhan Kendari, terutama yang berasal dari Jawa, yang menyebabkan operator kapal harus memperhitungkan kondisi kosong ketika kapal kembali di Jawa, terutama Surabaya. Kondisi lain yang menjadi masalah dengan pengangkutan barang adalah prioritas akhir yang diberikan kepada angkutan barang dibandingkan dengan angkutan penumpang. Hal ini seringkali menjadikan waktu tunggu yang lama di pelabuhan, yang akan berpengaruh pada barang yang diangkut, terutama yang mudah busuk (perishable goods). Multimoda sebagai Alternatif Solusi Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa adanya penanganan transportasi, baik dari sisi infrastruktur maupun tata kelola merupakan aspek yang penting dan mendesak untuk dilakukan. Berdasarkan hasil identifikasi lapangan, porsi biaya logistik, yang sebagian besar dihasilkan oleh biaya angkutan rerata adalah 56,8% dibanding biaya total. Biaya tersebut bervariasi berdasarkan lokasi pasar. Pada lokasi di luar pulau, seperti Jawa, biaya logistik mencapai antara 66,6% hingga 87,2%, 6 Wawancara dengan Pelindo Cabang Pelabuhan Kendari,

16 tergantung dari sumber wilayah produksinya. Wilayah dengan infrastruktur jalan yang bagus seperti Buke dan Konda memiliki porsi biaya yang relatif lebih kecil dibandingkan wilayah dengan infrastruktur jalan yang buruk seperti Lalembuu dan Wolasi. Sementara itu, porsi biaya transportasi pada tingkat lokal memberikan nilai peran biaya logistik antara 18,1% hingga 36,1%. Hal ini menunjukkan dominannya biaya pengangkutan melalui laut ke luar pulau yang mencapai hampir sekitar 50% dari total biaya. Angkutan multimoda, dengan karakteristiknya yang mampu mengkoordinasikan pengangkutan dari titik awal produksi hingga titik akhir pemasaran, diharapkan akan mampu memberikan efisiensi biaya pengangkutan yang dilakukan. Efisiensi dapat terjadi dengan adanya koordinasi rute, jadwal pengangkutan dan kebutuhan antar moda yang berbeda yang memastikan tingkat utilisasi armada yang lebih besar. Memang solusi tersebut tidak sepenuhnya dapat serta merta dijalankan, karena dibutuhkan beberapa persyaratan agar sistem angkutan multimoda tersebut dapat berperan dalam pengembangan dan pemuliaan jeruk sulawesi yang diproduksi di Konawe Selatan, diantaranya: a. Adanya dukungan dari para pelaku usaha yang bergerak dalam bidang transportasi mono moda. Untuk itu, perlu adanya pengakomodasian para pelaku tersebut menjadi bagian dari sistem multimoda yang akan dibentuk, sehingga tidak ada pelaku yang akan hilang dan tersingkirkan, Dalam jangka pendek, dimungkinkan terjadinya penurunan pendapatan karena adanya sharing keuntungan dengan pelaku usaha lainnya, sehingga dapat menimbulkan resiko keluarnya pelaku usaha tersebut dari sistem multimoda yang terbentuk. Namun dalam jangka panjang, keuntungan yang diterima oleh para pelaku dimungkinkan akan meningkat, karena efisiensi yang ditimbulkan akan mampu memicu timbulnya arus barang dan perdagangan, sehingga keuntungan yang diperoleh akan lebih berkelanjutan. b. Adanya dukungan dari pemerintah untuk mengembangkan wilayah layanan (hinterland) pelabuhan Kendari dengan berbagai produksi 16

17 unggulan. Adanya komoditas unggulan dan strategis akan mampu memicu tumbuhnya aktifitas perdagangan ulang alik dari dan ke luar daerah, sehingga akan mengurangi biaya yang terjadi karena kekosongan muatan kapal. Pengembangan komoditas unggulan daerah tersebut dapat mengacu pada keunggulan-keunggulan komparatif yang dimiliki daerah dengan didukung oleh keunggulan kompetitif yang terus ditingkatkan. C. Kesimpulan dan Saran Beberapa kesimpulan dari kajian ini adalah: a. Komoditas jeruk merupakan komoditas unggulan Kabupaten Konawe Selatan pada beberapa tahun terakhir. Hal ini ditunjukkan dengan dominannya tingkat produksi jeruk yang mencapai 64,4% dibandingkan total produksi jeruk di Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun b. Pemasaran jeruk sulawesi dari Konawe Selatan dominan ditujukan ke Surabaya dan kota-kota di Jawa lainnya, yang mencapai 90% dari total produksi. Hal ini menunjukkan diperlukannya beberapa moda angkutan dari wilayah produksi ke wilayah pemasaran, yaitu moda jalan dan laut. c. Kondisi transportasi merupakan faktor penghambat dalam pemasaran produksi jeruk sulawesi dari Konawe Selatan, baik yang berasal dari buruknya kualitas jalan maupun tata kelola pelabuhan. d. Dari sisi kewilayahan, tidak berimbangnya volume keluar masuk barang ke wilayah produksi menyebabkan mahalnya ongkos angkutan kapal ke luar daerah karena besarnya muatan kosong yang harus diperhitungkan sebagai biaya. Saran yang diberikan dari hasil kajian adalah: a. Angkutan multimoda merupakan salah satu solusi yang dapat dilakukan untuk mengurangi biaya, dengan adanya sistem yang lebih terintegrasi baik dalam rute, jadwal maupun kebutuhan armada yang sesuai. b. Dibutuhkan dukungan dari para pelaku usaha transportasi dan pemerintah agar sistem multimoda yang terbentuk akan mampu eksis 17

18 dan berperan secara berkelanjutan. D. Daftar Pustaka Badan Pusat Statistik Survey Sosial Ekonomi Nasional Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Tenggara Sulawesi Tenggara dalam Angka 2013 Brad Jones, et. al Transportation Law Journal, Vol. 27 Dinas Pertanian Kabupaten Konawe Selatan Data Produksi Tanaman Buah di Kabupaten Konawe Selatan Kementerian Pertanian Basis Data Statistik Pertanian Rodrigue, Comtois, & Slack Transport Geographic 18

Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan Universitas Gadjah Mada. Pertemuan Ke - 10

Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan Universitas Gadjah Mada. Pertemuan Ke - 10 Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan Universitas Gadjah Mada Pertemuan Ke - 10 1 PENDAHULUAN Dalam melakukan perjalanan dari satu tempat ke tempat yang lain, seringkali tidak bisa ditempuh dengan satu moda

Lebih terperinci

BUPATI KONAWE SELATAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR : 8 TAHUN 2016

BUPATI KONAWE SELATAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR : 8 TAHUN 2016 BUPATI KONAWE SELATAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR : 8 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

KEBUTUHAN PENGEMBANGAN FASILITAS PELABUHAN KOLAKA UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN KOLAKA

KEBUTUHAN PENGEMBANGAN FASILITAS PELABUHAN KOLAKA UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN KOLAKA KEBUTUHAN PENGEMBANGAN FASILITAS PELABUHAN KOLAKA UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN KOLAKA TUGAS AKHIR Oleh: FARIDAWATI LATIF L2D 001 418 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia akan terlindas oleh era globalisasi dan perdagangan bebas.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia akan terlindas oleh era globalisasi dan perdagangan bebas. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia agribisnis di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia umumnya merupakan suatu sistem pertanian rakyat dan hanya sedikit saja yang berupa sistem perusahaan

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN KONAWE SELATAN

BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN KONAWE SELATAN BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN KONAWE SELATAN Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2013 sebanyak 51.596 rumah tangga Jumlah perusahaan pertanian berbadan hukum di Kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pelestarian keseimbangan lingkungan. Namun pada masa yang akan datang,

I. PENDAHULUAN. pelestarian keseimbangan lingkungan. Namun pada masa yang akan datang, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sub sektor pertanian tanaman pangan, merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian dan telah terbukti memberikan peranan penting bagi pembangunan nasional,

Lebih terperinci

Boks 1 POTENSI KELAPA DALAM DI SULAWESI TENGGARA

Boks 1 POTENSI KELAPA DALAM DI SULAWESI TENGGARA Boks 1 POTENSI KELAPA DALAM DI SULAWESI TENGGARA Tanaman kelapa merupakan salah satu tanaman yang telah dibudidayakan oleh masyarakat di Sulawesi Tenggara baik menggunakan lahan pemukiman dengan jumlah

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN AGAMA. Pembentukan. KUA. Kecamatan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN AGAMA. Pembentukan. KUA. Kecamatan. No.366, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN AGAMA. Pembentukan. KUA. Kecamatan. PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN

Lebih terperinci

BAB 1 BAB 1 PENDAHULUAN

BAB 1 BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 1.1 Latar Belakang Sistem transportasi merupakan salah satu bagian penting bagi suatu pembangunan negara. Transportasi menjadi salah satu sektor pendukung kemajuan sistem logistik

Lebih terperinci

Pesawat Polonia

Pesawat Polonia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara maritim sekaligus negara kepulauan terbesar di dunia, tidak bisa dibantah bahwa pelabuhan menjadi cukup penting dalam membantu peningkatan

Lebih terperinci

DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT

DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Direktorat Lalu lintas Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan Jalan Medan Merdeka Barat No 8 Jakarta 10110 1 1. Cetak Biru Pengembangan Pelabuhan

Lebih terperinci

Analisis Pemindahan Moda Angkutan Barang di Jalan Raya Pantura Pulau Jawa (Studi kasus: Koridor Surabaya Jakarta)

Analisis Pemindahan Moda Angkutan Barang di Jalan Raya Pantura Pulau Jawa (Studi kasus: Koridor Surabaya Jakarta) JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) E-17 Analisis Pemindahan Moda Angkutan Barang di Jalan Raya Pantura Pulau Jawa (Studi kasus: Koridor Surabaya Jakarta) Ardyah

Lebih terperinci

Rp ,- (Edisi Indonesia) / Rp ,- (Edisi Inggris) US$ 750 Harga Luar Negeri

Rp ,- (Edisi Indonesia) / Rp ,- (Edisi Inggris) US$ 750 Harga Luar Negeri Hubungi Kami (021) 3193 0108 (021) 3193 0109 (021) 3193 0070 (021) 3193 0102 marketing@cdmione.com www.cdmione.com A ngkutan barang memegang peranan penting dalam menunjang keberhasilan pembangunan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan untuk sarana transportasi umum dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Dalam hal ini, transportasi memegang peranan penting dalam memberikan jasa layanan

Lebih terperinci

KAJIAN JARINGAN TRAYEK ANGKUTAN LAUT NASIONAL UNTUK MUATAN PETIKEMAS DALAM MENUNJANG KONEKTIVITAS NASIONAL

KAJIAN JARINGAN TRAYEK ANGKUTAN LAUT NASIONAL UNTUK MUATAN PETIKEMAS DALAM MENUNJANG KONEKTIVITAS NASIONAL KAJIAN JARINGAN TRAYEK ANGKUTAN LAUT NASIONAL UNTUK MUATAN PETIKEMAS DALAM MENUNJANG KONEKTIVITAS NASIONAL Andi Sitti Chairunnisa Mappangara 1, Misliah Idrus 2, Syamsul Asri 3 Staff Pengajar Fakultas Teknik

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Setelah peluang pasar diperoleh, baru beranjak ke ketersediaan modal. Dua hal

PENDAHULUAN. Setelah peluang pasar diperoleh, baru beranjak ke ketersediaan modal. Dua hal PENDAHULUAN Latar Belakang Peluang berkebun buah selalu berangkat dari adanya peluang pasar. Setelah peluang pasar diperoleh, baru beranjak ke ketersediaan modal. Dua hal pokok inilah yang paling menentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terletak pada lokasi yang strategis karena berada di persilangan rute perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. terletak pada lokasi yang strategis karena berada di persilangan rute perdagangan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki lebih dari 17.000 pulau dengan dua pertiga wilayahnya adalah perairan dan terletak pada lokasi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pelabuhan merupakan sebuah fasilitas di ujung samudera, sungai, atau danau untuk menerima kapal dan memindahkan barang kargo maupun penumpang ke dalamnya. Perkembangan pelabuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayaran antar pulau di Indonesia merupakan salah satu sarana transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan pembangunan nasional yang berwawasan

Lebih terperinci

Ir. Dicky Gumilang, MSc. Manajemen Rantai Pasokan

Ir. Dicky Gumilang, MSc. Manajemen Rantai Pasokan Ir. Dicky Gumilang, MSc. Manajemen Rantai Pasokan Transportasi memindahkan produk dari satu tempat ke tempat lain, mendukung suatu rantai pasokan menjalankan fungsi pengiriman barang dari hulu (pemasok)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah

I. PENDAHULUAN. adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan yang sering dihadapi dalam perencanaan pembangunan adalah adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah penyebaran investasi yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. menunjukkan bahwa Indonesia adalah salah satu negara yang sedang. berkembang, sebagian besar penduduknya hidup bergantung pada bidang

PENDAHULUAN. menunjukkan bahwa Indonesia adalah salah satu negara yang sedang. berkembang, sebagian besar penduduknya hidup bergantung pada bidang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang bercorak agraris, hal ini menunjukkan bahwa Indonesia adalah salah satu negara yang sedang berkembang, sebagian besar penduduknya

Lebih terperinci

Perkembangan Jumlah Penelitian Tahun

Perkembangan Jumlah Penelitian Tahun Pada tahun anggaran 2012, Badan Litbang Perhubungan telah menyelesaikan 368 studi yang terdiri dari 103 studi besar, 20 studi sedang dan 243 studi kecil. Perkembangan jumlah studi dari tahun 2008 sampai

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.1.1 Dasar Hukum... 1 1.1.2 Gambaran Umum Singkat... 1 1.1.3 Alasan Kegiatan Dilaksanakan... 3 1.2 Maksud dan Tujuan... 3 1.2.1 Maksud Studi...

Lebih terperinci

DAN. Oleh: Nyak Ilham Edi Basuno. Tjetjep Nurasa

DAN. Oleh: Nyak Ilham Edi Basuno. Tjetjep Nurasa LAPORAN AKHIR TA. 2013 KAJIAN EFISIENSI MODA TRANSPORTASI TERNAK DAN DAGING SAPI DALAM MENDUKUNG PROGRAM SWASEMBADA DAGING SAPI Oleh: Nyak Ilham Edi Basuno Bambang Winarso Amar K. Zakaria Tjetjep Nurasa

Lebih terperinci

Ir. Dicky Gumilang, MSc. Manajemen Rantai Pasokan

Ir. Dicky Gumilang, MSc. Manajemen Rantai Pasokan Ir. Dicky Gumilang, MSc. Manajemen Rantai Pasokan Transportasi memindahkan produk dari satu tempat ke tempat lain yang membuat suatu rantai pasokan menjalankan pengiriman barang dari hulu ke hilir (pelanggan).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman hayati yang melimpah dan kondisi alam yang subur untuk pertanian. Sebagai negara tropis, Indonesia mempunyai

Lebih terperinci

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif,

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan Juli 1997 mempunyai dampak yang besar terhadap perekonomian negara. Sektor pertanian di lndonesia dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau mencapai 17.508 pulau dengan bentangan laut yang sangat panjang yaitu 94.166 kilometer merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2003 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KONAWE SELATAN DI PROVINSI SULAWESI TENGGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2003 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KONAWE SELATAN DI PROVINSI SULAWESI TENGGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2003 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KONAWE SELATAN DI PROVINSI SULAWESI TENGGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitan Berdasarkan lingkup kegiatan dan permasalahan-permasalahan dalam penjelasan Kerangka Acuan Kerja (KAK), penelitian ini tidak termasuk kategori

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional Moda kereta api berperan untuk menurunkan biaya logistik nasional, karena daya angkutnya yang besar akan menghasilkan efisiensi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis, oleh karena itu Indonesia memiliki keanekaragaman buah-buahan tropis. Banyak buah yang dapat tumbuh di Indonesia namun tidak dapat tumbuh

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2003 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KONAWE SELATAN DI PROVINSI SULAWESI TENGGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2003 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KONAWE SELATAN DI PROVINSI SULAWESI TENGGARA 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2003 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KONAWE SELATAN DI PROVINSI SULAWESI TENGGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional Kereta api merupakan salah satu dari moda transportasi nasional yang ada sejak masa kolonial sampai dengan sekarang dan masa

Lebih terperinci

PENGENALAN ANALISIS OPERASI & EVALUASI SISTEM TRANSPORTASI SO324 - REKAYASA TRANSPORTASI UNIVERSITAS BINA NUSANTARA 2006

PENGENALAN ANALISIS OPERASI & EVALUASI SISTEM TRANSPORTASI SO324 - REKAYASA TRANSPORTASI UNIVERSITAS BINA NUSANTARA 2006 PENGENALAN ANALISIS OPERASI & EVALUASI SISTEM TRANSPORTASI SO324 - REKAYASA TRANSPORTASI UNIVERSITAS BINA NUSANTARA 2006 PENGENALAN DASAR-DASAR ANALISIS OPERASI TRANSPORTASI Penentuan Rute Sistem Pelayanan

Lebih terperinci

LEMBAR KATALOG Statistik Sayur-Sayuran Dan Buah-Buahan Kabupaten Penajam Paser Utara 2016 Katalog BPS : 5216.6409 Ukuran Buku : 14,8 x 21 cm Jumlah Halaman : ix + 79 Naskah : BPS Kabupaten Penajam Paser

Lebih terperinci

2/6/2017. Pertemuan Kedua JARINGAN SENTRIPETAL DAN SENTRIFUGAL. Prodi S1 Teknik Sipil, Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan Universitas Gadjah Mada

2/6/2017. Pertemuan Kedua JARINGAN SENTRIPETAL DAN SENTRIFUGAL. Prodi S1 Teknik Sipil, Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan Universitas Gadjah Mada Pertemuan Kedua Prodi S1 Teknik Sipil, Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan Universitas Gadjah Mada JARINGAN SENTRIPETAL DAN SENTRIFUGAL Secara garis besar, jaringan cenderung memiliki 2 dampak spasial

Lebih terperinci

BAB-6 BAB VI ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI

BAB-6 BAB VI ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI BAB-6 BAB VI ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI 6.1 Potensi dan kendala Dalam menyusun kebijakan dan program perlu memperhatikan potensi dan kendala memperhatikan faktor internal Pemerintah dan faktor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. utama ekonomi, pengembangan konektivitas nasional, dan peningkatan. dalam menunjang kegiatan ekonomi di setiap koridor ekonomi.

I. PENDAHULUAN. utama ekonomi, pengembangan konektivitas nasional, dan peningkatan. dalam menunjang kegiatan ekonomi di setiap koridor ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan pembangunan ekonomi Indonesia telah dituangkan pada program jangka panjang yang disusun oleh pemerintah yaitu program Masterplan Percepatan Perluasan dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tinggi secara langsung dalam pemasaran barang dan jasa, baik di pasar domestik

I. PENDAHULUAN. tinggi secara langsung dalam pemasaran barang dan jasa, baik di pasar domestik I. PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan daerah dalam era globalisasi saat ini memiliki konsekuensi seluruh daerah di wilayah nasional menghadapi tingkat persaingan yang semakin tinggi secara langsung

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1046, 2013 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Kebandarudaraan. Nasional. Tatanan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR PM 69 TAHUN 2013 TENTANG TATANAN KEBANDARUDARAAN NASIONAL

Lebih terperinci

tersebut hanya ¼ dari luas lahan yang dimiliki Thailand yang mencapai 31,84 juta ha dengan populasi 61 juta orang.

tersebut hanya ¼ dari luas lahan yang dimiliki Thailand yang mencapai 31,84 juta ha dengan populasi 61 juta orang. ELABORASI Letak geografis yang strategis menunjukkan betapa kaya Indonesia akan sumber daya alam dengan segala flora, fauna dan potensi hidrografis dan deposit sumber alamnya yang melimpah. Sumber daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peran yang sangat strategis terhadap aspek ekonomi, juga memiliki

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peran yang sangat strategis terhadap aspek ekonomi, juga memiliki BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Transportasi merupakan kebutuhan turunan (devired demand) dari kegiatan ekonomi, sehingga pertumbuhan ekonomi suatu negara atau wilayah tercermin pada peningkatan intensitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam pembangunan perekonomian nasional. Peranannya sebagai menyumbang pembentukan PDB penyediaan sumber devisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang penting di Indonesia, oleh sebab itu

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang penting di Indonesia, oleh sebab itu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang penting di Indonesia, oleh sebab itu pembangunan yang dilaksanakan di sektor ini diharapkan dapat meningkatkan perekonomian

Lebih terperinci

BAB. 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB. 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB. 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SISTEM TRANSPORTASI 2.1.1 Pengertian Sistem adalah suatu bentuk keterkaitan antara suatu variabel dengan variabel lainnya dalam tatanan yang terstruktur, dengan kata lain sistem

Lebih terperinci

ANALISIS RANTAI PASOK SEMEN DI PAPUA BARAT

ANALISIS RANTAI PASOK SEMEN DI PAPUA BARAT ANALISIS RANTAI PASOK SEMEN DI PAPUA BARAT Yandra Rahadian Perdana Jurusan Teknik Industri, Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan Kalijaga Jl. Marsda Adisucipto No. 1 Yogyakarta yrperdana@gmail.com Abstrak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Sektor ini memiliki share sebesar 14,9 % pada

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan beberapa alat analisis, yaitu analisis Location Quetiont (LQ), analisis MRP serta Indeks Komposit. Kemudian untuk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor pertanian unggulan yang memiliki beberapa peranan penting yaitu dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, peningkatan pendapatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Moda Transportasi Kereta Api Nasional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Moda Transportasi Kereta Api Nasional BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran dan Karakteristik Moda Transportasi Kereta Api Nasional Perkeretaapian di Indonesia terus berkembang baik dalam prasarana jalan rel maupun sarana kereta apinya (Utomo,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor pertanian merupakan sektor yang mendapatkan perhatian cukup besar dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor pertanian merupakan sektor yang mendapatkan perhatian cukup besar dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang mendapatkan perhatian cukup besar dari pemerintah karena memiliki peranan yang sangat penting bagi pembangunan ekonomi jangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah akan memicu peningkatan ekonomi serta mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah akan memicu peningkatan ekonomi serta mengembangkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi/liberalisasi khususnya sektor perdagangan serta pelaksanaan otonomi daerah akan memicu peningkatan ekonomi serta mengembangkan potensi yang dimiliki daerah.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. daerahnya masing-masing. Oleh karena itu tiap daerah sudah lebih bebas dalam

TINJAUAN PUSTAKA. daerahnya masing-masing. Oleh karena itu tiap daerah sudah lebih bebas dalam TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Seiring dengan kebijakan otonomi daerah yang telah diterapkan sejak tahun 1999, masing-masing daerah harus bekerja keras untuk meningkatkan pendapatan daerahnya masing-masing.

Lebih terperinci

DRAFT LAPORAN AKHIR KABUPATEN TUAL BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN

DRAFT LAPORAN AKHIR KABUPATEN TUAL BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN STUDI SISTRANAS PADA TATARAN TRANSPORTASI LOKAL(TATRALOK) DI WILAYAH PROVINSI MALUKU DALAM MENDUKUNG PRIORITAS PEMBANGUNAN SENTRA PRODUKSI

Lebih terperinci

3. Pola hubungan spasial intra-interregional di Kapet Bima dapat diamati dari pergerakan arus barang dan penduduk antar wilayah, yakni dengan

3. Pola hubungan spasial intra-interregional di Kapet Bima dapat diamati dari pergerakan arus barang dan penduduk antar wilayah, yakni dengan VI. PENUTUP 6.1. Kesimpulan Dari hasil analisis dan pembahasan tentang studi pengembangan wilayah di Kapet Bima dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Kapet Bima memiliki beragam potensi

Lebih terperinci

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung MP3EI Koridor Sulawesi KATA PENGANTAR. Final Report

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung MP3EI Koridor Sulawesi KATA PENGANTAR. Final Report KATA PENGANTAR Dengan mengucap rasa syukur Alhamdulillah Laporan Akhir () kegiatan Pekerjaan Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KEWAJIBAN PELAYANAN PUBLIK UNTUK ANGKUTAN BARANG DARI DAN KE DAERAH TERTINGGAL, TERPENCIL, TERLUAR, DAN PERBATASAN DENGAN

Lebih terperinci

2017, No c. bahwa untuk mempercepat penyelenggaraan kewajiban pelayanan publik untuk angkutan barang di laut, darat, dan udara diperlukan progr

2017, No c. bahwa untuk mempercepat penyelenggaraan kewajiban pelayanan publik untuk angkutan barang di laut, darat, dan udara diperlukan progr No.165, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PELAYANAN PUBLIK. Daerah Tertinggal, Terpencil, Terluar, Perbatasan. Angkutan Barang. Penyelenggaraan. Pencabutan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Pembenahan Pasokan Daging Sapi Melalui Sistem Logistik Nasional Senin, 10 Juni 2013

Pembenahan Pasokan Daging Sapi Melalui Sistem Logistik Nasional Senin, 10 Juni 2013 Pembenahan Pasokan Daging Sapi Melalui Sistem Logistik Nasional Senin, 10 Juni 2013 Indonesia memiliki potensi sapi potong yang cukup besar. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) hasil Sensus Pertanian

Lebih terperinci

PERBANDINGAN BIAYA ANGKUTAN BARANG ANTARA SISTEM TRANSPORTASI SINGLE-MODA DAN MULTIMODA (STUDI KASUS : TRAYEK PONTIANAK-SINTANG)

PERBANDINGAN BIAYA ANGKUTAN BARANG ANTARA SISTEM TRANSPORTASI SINGLE-MODA DAN MULTIMODA (STUDI KASUS : TRAYEK PONTIANAK-SINTANG) PERBANDINGAN BIAYA ANGKUTAN BARANG ANTARA SISTEM TRANSPORTASI SINGLE-MODA DAN MULTIMODA (STUDI KASUS : TRAYEK PONTIANAK-SINTANG) Pregi Agrista ¹, Akhmadali², Slamet Widodo² ABSTRAK Jalan raya memiliki

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN JARINGAN JALAN DI KAWASAN TIMUR INDONESIA BERDASARKAN KONSEP SISTEM TRANSPORTASI ANTARMODA

STRATEGI PENGEMBANGAN JARINGAN JALAN DI KAWASAN TIMUR INDONESIA BERDASARKAN KONSEP SISTEM TRANSPORTASI ANTARMODA STRATEGI PENGEMBANGAN JARINGAN JALAN DI KAWASAN TIMUR INDONESIA BERDASARKAN KONSEP SISTEM TRANSPORTASI ANTARMODA Ir. Ofyar Z Tamin, MSc, PhD Ir. Hedi Hidayat, MSc Jurusan Teknik Sipil Institut Teknologi

Lebih terperinci

Badan Litbang Perhubungan telah menyusun kegiatan penelitian yang dibiayai dari anggaran pembangunan tahun 2010 sebagai berikut.

Badan Litbang Perhubungan telah menyusun kegiatan penelitian yang dibiayai dari anggaran pembangunan tahun 2010 sebagai berikut. Badan Litbang Perhubungan telah menyusun kegiatan penelitian yang dibiayai dari anggaran pembangunan tahun 2010 sebagai berikut. A. KEGIATAN POKOK 1. Studi Besar a. Sektoral/Sekretariat 1) Studi Kelayakan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang dua per tiga wilayahnya adalah perairan dan terletak pada lokasi yang strategis karena berada di persinggahan rute perdagangan dunia.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2003 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KONAWE SELATAN DI PROVINSI SULAWESI TENGGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2003 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KONAWE SELATAN DI PROVINSI SULAWESI TENGGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2003 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KONAWE SELATAN DI PROVINSI SULAWESI TENGGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Jumlah Tenaga Kerja Penduduk Indonesia (Badan Pusat Statistik, 2014)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Jumlah Tenaga Kerja Penduduk Indonesia (Badan Pusat Statistik, 2014) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian di bidang pertanian. Seperti yang terdapat pada Gambar 1.1, dari 110.804.042

Lebih terperinci

Transportasi terdiri dari dua aspek, yaitu (1) prasarana atau infrastruktur seperti jalan raya, jalan rel, bandar udara dan pelabuhan laut; serta (2)

Transportasi terdiri dari dua aspek, yaitu (1) prasarana atau infrastruktur seperti jalan raya, jalan rel, bandar udara dan pelabuhan laut; serta (2) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah mengalami perkembangan sebagai akibat adanya kegiatan atau aktivitas manusia yang terjadi di dalamnya. Kegiatan yang dilakukan oleh manusia atau masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan mengidentifikasi beberapa pertanyaan yang terdiri dari segi keamanan,

BAB I PENDAHULUAN. dengan mengidentifikasi beberapa pertanyaan yang terdiri dari segi keamanan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Transportasi adalah usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut, atau mengalihkan suatu objek dari suatu tempat ke tempat lain, dimana di tempat lain objek tersebut lebih bermanfaat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kekayaan alam Indonesia sangat melimpah, tak heran jika banyak aneka jenis

BAB I PENDAHULUAN. Kekayaan alam Indonesia sangat melimpah, tak heran jika banyak aneka jenis BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kekayaan alam Indonesia sangat melimpah, tak heran jika banyak aneka jenis buah-buahan yang diproduksi oleh negeri agraris ini. Melihat jumlah produksi yang cukup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian khususnya perkotaan. Hal tersebut dikarenakan transportasi

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian khususnya perkotaan. Hal tersebut dikarenakan transportasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Transportasi memegang peranan penting dalam pertumbuhan perekonomian khususnya perkotaan. Hal tersebut dikarenakan transportasi berhubungan dengan kegiatan-kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyusunan Tataran Transportasi Lokal Kota Tual 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Penyusunan Tataran Transportasi Lokal Kota Tual 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tataralok Sebagai Acuan Pengembangan Sistem Transportasi Terpadu Transportasi merupakan urat nadi kehidupan masyarakat, yang mempunyai fungsi sebagai penggerak, pendorong,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dilakukan, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Sektor unggulan yang terbentuk dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam pembangunan nasional. Hal ini didasarkan pada kesadaran bahwa negara Indonesia adalah negara agraris yang harus melibatkan

Lebih terperinci

Yukki Nugrahawan Hanafi Ketua Umum DPP ALFI/ILFA

Yukki Nugrahawan Hanafi Ketua Umum DPP ALFI/ILFA FGD PERAN DAN FUNGSI PELABUHAN PATIMBAN DALAM KONSEP HUB AND SPOKE Yukki Nugrahawan Hanafi Ketua Umum DPP ALFI/ILFA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN RI Jakarta, 24 NOPEMBER 2016 INDONESIAN LOGISTICS AND FORWARDERS

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakekatnya tujuan pembangunan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi ketimpangan kesejahteraan antar kelompok masyarakat dan wilayah. Namun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang 18.110 pulau. Sebaran sumberdaya manusia yang tidak merata

Lebih terperinci

Kebijakan Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional

Kebijakan Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional Policy Brief TR 2016 02 Kebijakan Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional Nazla Mariza, M.A.; Bambang Wicaksono, M.Si.; Joanna Octavia, M.Sc. Ringkasan Industri perikanan nasional Indonesia

Lebih terperinci

Boks 2. Ketahanan Pangan dan Tata Niaga Beras di Sulawesi Tengah

Boks 2. Ketahanan Pangan dan Tata Niaga Beras di Sulawesi Tengah Boks 2. Ketahanan Pangan dan Tata Niaga Beras di Sulawesi Tengah Pertanian merupakan sumber utama mata pencaharian penduduk Sulawesi Tengah dengan padi, kakao, kelapa, cengkeh dan ikan laut sebagai komoditi

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB. I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang 1 BAB. I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Keinginan membangun jaringan Trans Sumatera dengan maksud memberdayakan sumber daya alam yang melimpah dimiliki oleh Sumatera utara dan Riau telah lama direncanakan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN MULTIMODA. pengangkutan barang dari tempat asal ke tempat tujuan dengan lebih efektif dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN MULTIMODA. pengangkutan barang dari tempat asal ke tempat tujuan dengan lebih efektif dan 30 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN MULTIMODA 2.1. Pengertian Angkutan Multimoda Dengan dikenalnya sistem baru dalam pengangkutan sebagai bagian dari perekonomian saat ini yaitu pengangkutan multimoda

Lebih terperinci

Perkembangan Jumlah Penelitian Tahun Prioritas Pembangunan Sentra Produksi Koridor Ekonomi Sulawesi

Perkembangan Jumlah Penelitian Tahun Prioritas Pembangunan Sentra Produksi Koridor Ekonomi Sulawesi Pada tahun anggaran 2013, Badan Litbang Perhubungan telah menyelesaikan 344 studi yang terdiri dari 96 studi besar, 20 studi sedang dan 228 studi kecil. Gambar di bawah ini menunjukkan perkembangan jumlah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Buah-buahan merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memegang

I. PENDAHULUAN. Buah-buahan merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memegang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buah-buahan merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memegang peranan penting bagi pembangunan pertanian di Indonesia. Fungsi buah-buahan sangat penting bagi

Lebih terperinci

[ U.30 ] PENELITIAN FAKTOR DOMINAN YANG MEMPENGARUHI TERHAMBATNYA ARUS DISTRIBUSI BARANG PADA TERMINAL PETI KEMAS GEDEBAGE BANDUNG

[ U.30 ] PENELITIAN FAKTOR DOMINAN YANG MEMPENGARUHI TERHAMBATNYA ARUS DISTRIBUSI BARANG PADA TERMINAL PETI KEMAS GEDEBAGE BANDUNG [ U.30 ] PENELITIAN FAKTOR DOMINAN YANG MEMPENGARUHI TERHAMBATNYA ARUS DISTRIBUSI BARANG PADA TERMINAL PETI KEMAS GEDEBAGE BANDUNG Tim Peneliti : 1. Rosita Sinaga, S.H., M.M. 2. Akhmad Rizal Arifudin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transportasi merupakan urat nadi berkembangnya perekonomian suatu wilayah dan negara. Transportasi penumpang dan barang yang efisien haruslah menjadi prioritas pembangunan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buah-buahan merupakan sumber vitamin A, C, serat, dan mineral yang sangat berguna sebagai zat pengatur tubuh manusia. Vitamin dan mineral yang banyak terkandung dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Transportasi sebagai urat nadi kehidupan berbangsa dan bernegara, mempunyai fungsi sebagai penggerak, pendorong dan penunjang pembangunan. Transportasi merupakan suatu

Lebih terperinci

PERENCANAAN ANGKUTAN TRANSPORTASI BARANG REGIONAL DI PELABUHAN BITUNG SULAWESI UTARA

PERENCANAAN ANGKUTAN TRANSPORTASI BARANG REGIONAL DI PELABUHAN BITUNG SULAWESI UTARA PERENCANAAN ANGKUTAN TRANSPORTASI BARANG REGIONAL DI PELABUHAN BITUNG SULAWESI UTARA RENCANA PROPOSAL Untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Seleksi Masuk Program Studi Pasca Sarjana Oleh : SYANNE PANGEMANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Pola Konsumsi Buah di Indonesia Tahun 2012

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Pola Konsumsi Buah di Indonesia Tahun 2012 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang buah masyarakat mutlak akan mempengaruhi permintaan buah di Indonesia. Menurut Kementerian Pertanian (2011), terdapat tiga pola konsumsi buah terbesar di Indonesia,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran Dan Karakteristik Moda Transportasi Kereta Api Nasional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran Dan Karakteristik Moda Transportasi Kereta Api Nasional BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran Dan Karakteristik Moda Transportasi Kereta Api Nasional Peran perkeretaapian dalam pembangunan telah disebutkan dalam Peraturan Menteri Perhubungan No. 43 Tahun 2011 tentang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Angkutan Umum Angkutan pada dasarnya adalah sarana untuk memindahkan orang dan atau barang dari satu tempat ke tempat lain. Tujuannya membantu orang atau kelompok orang menjangkau

Lebih terperinci

Bab 5 H O R T I K U L T U R A

Bab 5 H O R T I K U L T U R A Bab 5 H O R T I K U L T U R A Komoditas hortikultura yang terdiri dari buah-buahan, sayuran, tanaman hias, dan tanaman obat mempunyai potensi besar untuk dikembangkan sebagai usaha agribisnis. Pengelolaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perairan dua per tiga dari luas wilayah Indonesia. Sebagai negara

BAB I PENDAHULUAN. perairan dua per tiga dari luas wilayah Indonesia. Sebagai negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki luas perairan dua per tiga dari luas wilayah Indonesia. Sebagai negara kepulauan, pelabuhan memiliki peran penting

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang mempunyai iklim tropis, berpeluang besar bagi pengembangan budidaya tanaman buah-buahan, terutama buah-buahan tropika.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan hortikultura meningkat setiap tahunnya, tetapi hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan hortikultura meningkat setiap tahunnya, tetapi hal tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan hortikultura meningkat setiap tahunnya, tetapi hal tersebut tidak diimbangi dengan jumlah produksi yang memadai. Hal ini menunjukkan bahwa peluang untuk pengembangan

Lebih terperinci

Propinsi SULAWESI TENGGARA. Total Kabupaten/Kota

Propinsi SULAWESI TENGGARA. Total Kabupaten/Kota Propinsi SULAWESI TENGGARA Total Kabupaten/Kota Total Kecamatan Total APBN (Juta) Total APBD (Juta) Total BLM (Juta) : 12 : 199 : Rp. 358.630 : Rp. 35.020 : Rp. 393.650 283 of 342 PERDESAAN PERKOTAAN BLM

Lebih terperinci

SU Studi Basic Design Rancangan Bangun Pesawat Udara Untuk Flying School. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Udara

SU Studi Basic Design Rancangan Bangun Pesawat Udara Untuk Flying School. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Udara SU 2014 03 Studi Basic Design Rancangan Bangun Pesawat Udara Untuk Flying School Pusat Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Udara Jakarta: Badan penelitian dan Pengembangan Perubungan, 2014. 468 Hlm.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara agraris yang memiliki kekayaan alam dan keanekaragaman hayati yang sangat berpotensi untuk dikembangkan. Pertanian merupakan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Batu bara

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Batu bara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sumber daya alam atau biasa disingkat SDA adalah sesuatu yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan dan kebutuhan hidup manusia agar hidup lebih sejahtera yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka Angkutan (transport) pada dasarnya adalah sarana untuk memindahkan orang dan barang dari suatu tempat ke tempat lain. Tujuannya membantu orang atau kelompok

Lebih terperinci