46 Bab 4 Landasan Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "46 Bab 4 Landasan Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi"

Transkripsi

1 Bab IV Landasan Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi Salah satu agenda reformasi dalam dunia pendidikan adalah perubahan pendekatan dalam pengembangan kurikulum, yaitu dari pendekatan pengembangan kurikulum berdasarkan mata (materi) pelajaran (subject- matter curriculum development approach)menjadi pendekatan pengembangan kurikulum berbasis kompetensi (competence-based curriculum development approach). Hasilnya adalah perubahan dari Kurikulum 1994 menjadi Kurikulum 2004, yang dikenal sebagai Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Landasan hukum KBK 2004 adalahuu SisdiknasTahun 2003 Pasal 3 yaitu: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi pesertadidik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepadatuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. BerdasarkanPasal 3 tersebut, pendidikan harus berperan dan berfungsi mengembangkan kemampuan atau kompetensi, makakurikulumtahun 2004 dikembangkan dengan berbasis kompetensi, dimanakompetensi di definisikansebagai: Keseluruhan pengetahuan, nilai dan sikap, yang dapat direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. DefinisikompetensidalamKurikulumTahun 2004 tersebutdapatdiyakinikebenarannyakarenasesuai dengan petunjuk dalam Al Qur an yaitu agar orang-orang mu min masuk kedalam Islam secara keseluruhan, menjadi sosok muslim yang seutuhnya (kaaffah) [Qs Al Baqarah (2): 208]. A. Landasan Teologis-Filosofik Secara operasional kompetensi dalam Kurikulum Tahun 2004 tersebut dapat didefinisikan sebagai:pemilikan ilmu pengetahuan (kognitif, ilmu), nilai dan sikap (afektif, iman), yang dapat direfleksikan dalam kebiasaan berpikir (psiko, ucapan) dan bertindak (motorik, tindakan). Dalam bahasa pendidikan di Pesantren, hasil lulusan yang diharapkan adalah: memiliki ilmu yang dapat diamalkan dengan shalih (ilmu yang amaliah atau amal-shalih yang ilmiah). Itulah rumusan sosok muslim yang berpribadi integral (manusia seutuhnya) hamba Allah Swt (abdullah) calon pemimpin masa depan (khalifah). Sosok seorang yang kompeten dalam Al Quran digambarkan juga sebagai sosokulil Albab [Q.S. Ali Imran (3):190], dengan karakteristik seperti yang dijelaskan secara rinci dalam surat Ali Imran, yaitu: Orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau 46 Bab 4 Landasan Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi

2 menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.[q.s. Ali Imran (3):191] Ayat tersebut dapat ditafsirkan bahwa karakteristik seorang mukmin yang kompeten, antara lain sebagai berikut. 1. Beriman dan bertaqwa kepada Allah Swt. dengan selalu mengingat Allah Swt. baik dalam keadaan berdiri, duduk, ataupun berbaring. Artinya, seorang yang kompeten memiliki nilai dan sikap (afektif). 2. Memikirkan fenomena alam sehingga memeroleh konsep-konsep keilmuan dan teknologi untuk digunakan dalam kehidupan sehari-hari sehingga dapat meningkatkan harkat dan martabatnya. Artinya, seorang yang kompeten akan memiliki ilmu (kognitif) yang dapat dipergunakan dalam kehidupan. 3. Dalam mengamalkan ilmunya, selalu berorientasi kepada kebermaknaan bagi orang lain. Allah Swt. mencontohkan bahwa segala ciptaan-nya selalu ada manfaatnya bagi makhluk ciptaan-nya, khususnya manusia sebagai makhluk yang paling mulia di muka bumi. Artinya, seorang yang kompeten akan memiliki kecakapan untuk menggunakan ilmunya dalam kehidupan (motorik) berlandaskan nilai-nilai moral (afektif). 4. Dalam kehidupannya, mereka yang kompeten selalu berhati-hati, takut terjadi kesalahan yang akan menyeretnya ke azab neraka.oleh karena itu, mereka selalu berusaha untuk berpegang pada petunjuk Allah Swt. yaitu Al Quran. Artinya, seorang yang kompeten akan memiliki pertanggung-jawaban spiritual. Padauraian tersebut dapat ditarik simpulan bahwa kompetensi merupakan integrasi dari pengetahuan (ilmu), nilai dan sikap (iman), dan perbuatan (amal), atau dalam definisi yang lebih operasional, kompetensi lulusan adalah penguasaan dan pemilikan ilmu pengetahuan (knowledge), yang dapat diterapkan dalam kehidupan (skill) dengan nilai-nilai akhlak mulia (attitude). Dalam bahasa Sunda prinsip kesatuan knowledge, skill dan attitude, adalah ngahijina tekad, ucap jeung lampah atau integrasi antara Head (kognitif), Heart (afektif) dan Hand (motorik). Penulis sengaja mendefinisikan kompetensi sebagai integrasi dari kognitif, afektif, dan psikomotorik, tidak menggunakan kompetensi sebagai cakupan dari sikap (afektif), pengetahuan (kognitif), dan keterampilan (motorik) karena dalam Islam seseorang yang tidak satu kesatuan antara ucapannya (ilmu), sistem nilainya (iman), dan perbuatannya (amal) disebut sebagai seorang pengikut syetan, munafik atau split personality, seperti yang dijelaskan dalam Al Quran surat Al-Baqarah, sebagaiberikut: Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islamkeseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan.sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.[q.s. Al-Baqarah(2):208]. Muslim (kaaffah) pada ayat tersebut hendaknya diartikan sebagai muslim dengan pribadi integral (integrated personality). Muslim yang kaaffah juga menggambarkan seorang yang satu kesatuan antara ucapan (ilmu), perbuatan (amal),dan nilai serta sikapnya (iman) karena kalau tidak maka dia adalah tabi in syetan atau munafikin. Pendidikan berbasis kompetensi dalam payung Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003, jika dilaksanakan secara konsisten oleh sekolah, akan dapat memecahkan masalah krisis integritas dan krisis moral, khususnya bagi generasi mendatang. Bab 4 Landasan Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi -47

3 Dengan demikian konsep pendidikan berbasis kompetensi yang ditetapkan dalam Kurikulum tahun 2004 dan Kurikulum tahun 2006 berlandaskan konsep pendidikan Islam, yang insya Allah dapat menanggulangi 1001 krisis yang melanda Indonesia saat ini, apabila dilaksanakan secara konsisten. Kompetensi Sebagai Aktualisasi Potensi Manusia Apa yang disebut dengan potensi, dan apa yang disebut dengan kompetensi? Potensia dalah kompetensi yang masih terpendam, sedangkan kompetensi adalah potensi yang telah aktual. Potensi seseorang akan berubah menjadi kompetensi melalui suatu proses pembelajaran dan pelatihan, yang merupakan proses aktualisasi potensi peserta didik menjadi kompetensi, atau pemberdayaan potensi peserta didik menjadi kompetensi. Oleh karena itu,pembelajaran sering disebut sebagai student empowerment. Potensiapa yang dimilikisiswa? Siswa memiliki tiga potensi,yaitu potensi nilai dan sikap (afektif), potensi intelektual (kognitif), dan potensi fisik manual atau potensi indrawi (motorik). Ketiga potensi yang dimiliki manusia tersebut dijelaskan dalam Al Quran sebagai berikut. Dan Allah mengeluarkan kamu dari rahim-rahim ibumu dalam keadaan tiada mengetahui suatu apapun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur [Q.S. An-Nahl (16): 78] Artinya, bayi yang dilahirkan ke dunia dalam keadaan tidak berdaya secara fisik, dan tidak mampu berpikir. Akan tetapi, Allah Swt. memberinya potensi indrawi, dan potensi hati yang terdiri dari potensi IQ, EQ, dan SQ agar disyukuri, dalam arti diberdayakan atau diaktualisasikan agar menjadi kemampuan yang bermanfaat. Potensi manusia yang pertama yang harus diaktualisasikan adalah potensi pancaindra yang dalam ayat tersebut digambarkan dengan pendengaran (telinga)dan penglihatan (mata), tapi sebenarnya meliputi perabaan (tangan), penciuman (hidung), dan rasa (mulut dan lidah). Proses belajar yang dilakukan bayi untuk pertama kalinya adalah belajar melihat, mendengar, merasakan dengan mulutnya, mencium dengan hidungnya, dan memegang dengan tangannya. Kemudian, barulah ia belajar berdiri dan berjalan serta berbicara. Potensi hati yang menggambarkan kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ), dan kecerdasan spiritual (SQ), dapat dijelaskan sebagai berikut. Fuad (HatiNurani) - SQ Qalbu/nafs - EQ Kesadaran (awareness) - IQ - memori Gambar4.1 Hati yang Terdiri dari 3 (tiga) Lapis 48 Bab 4 Landasan Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi

4 Berdasarkan gambar4.1tersebut, potensi kedua yang harus diaktualisasikan adalah potensi intelektual (IQ) menjadi kecakapan proses berpikir agar dapat menguasai dan memiliki konsepkonsep dasar keilmuan. Konsep dasar keilmuan dapat dikuasai dan dimiliki seseorang bila orang tersebut memiliki kecakapan proses, seperti yang telah diajarkan di SD. Kecakapan akademik dimiliki seseorang bila orang tersebut melakukan suatu proses mengonstruksi data hasil pengindraan menjadi konsep-konsep kunci keilmuan dan kemudian diorganisasikan dalam kerangka konsep yang sering disebut sebagai mind set. Piaget menjelaskan bahwa pada usia bayi hingga dua tahun ia sudah belajar melalui sensory motoric, ia mengumpulkan data dalam memorinya dari apa yang diterimanya melalui pancaindranya. Pengembangan potensi siswa SD masih didominasi oleh aktualisasi potensi psikomotoriknya. Suderadjat (2005) mengutip pendapat Piaget yang mengemukakan bahwa pengembangan berpikir siswa SD masih dalam taraf berpikir konkrit. Oleh karena itu, pembelajaran di SD padat dengan pengembangan kecakapan yang bersifat proses, yaitu kecakapan proses berpikir, kecakapan proses bersikap, dan kecakapan proses bertindak. Aktualisasi potensi intelektual menjadi kecakapan proses berpikir adalah proses memanusiakan manusia. Karena kalau manusia tidak mau dan tidak mampu berpikir maka derajatnya jatuh menjadi derajat binatang ternak seperti yang difirmankan Allah Swt. dalam Al Quran sebagai berikut: Dan Sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai.[q.s. Al A raaf (7):179] Para ulama berpendapat bahwa manusia = binatang berpikir. Maka apabila manusia tidak mau dan atau tidak mampu berpikir maka derajatnya disamakan Allah Swt dengan binatang ternak. Pendidikan yang mampu meningkatkan kecerdasan berpikir merupakan pendidikan yang memanusiakan manusia. Sebaliknya, bagaimana pendidikan yang tidak mampu mencerdaskan intelektual siswa? Potensi ketiga yang harus diaktualisasikan adalah potensi emosional (EQ) dan potensi spiritual (SQ). Berdasarkan gambar4.1, EQ berada pada lapis tengah sehingga emosi bisa berorientasi ke dalam, yaitu kepada SQ yang merupakan nilai-nilai Ketuhanan, atau bisa berorientasi ke luar, yaitu lapis kesadaran (awareness) yang memiliki sarana, yaitu otak dengan akalnya (IQ) dan memori atau dunia pengetahuan (cognitive world). Kesadaran manusia ini sering disebut sebagai nafs. Nafs atau bisa juga disebut qalbu seseorang yang bersifat bolak-balik, bisa menghadap ke dalam lubuk hati sanubari sehingga perilakunya sesuai dengan perintah Allah Swt., bisa juga menghadap keluar, ke arah kesadaran yang dapat dipengaruhi oleh setan melalui jin dan manusia. Sebagaimana firman Allah Swt sebagai berikut. Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia. Dari (golongan) jin dan manusia. [Q.S. An-Nas (114): 5-6]. Bab 4 Landasan Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi -49

5 Manusia diciptakan dengan kesuciannya [Q.S. Ar Rum (30):30], maka manusia memiliki potensi untuk selalu berbuat baik. Oleh karena itu dalam ilmu hukum dikenal paradigma praduga tak bersalah (presumption of innocence). Potensi suci dalam SQ tidak akan membentuk kesucian pada EQ apabila tidak dilatihkan dan tidak dibiasakan. Sistem nilai (value system) seseorang sulit terbentuk dalam EQ (nafs) apabila tidak dilatihkan sejak kecil. Nilai-nilai agama yang suci hendaknya dapat di hayati (internalisasi) oleh siswa dan disimpan dalam sistem nilainya (value system) sebagai landasan untuk bersikap dan bertindak (perilaku atau karakter), melalui belajar berpikir dan latihan pembiasaan norma-norma akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari. Sebagaimana firman Allah Swt. sebagai berikut. "Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada perubahan pada fitrah Allah."[Q.S. Ar-Rum (30): 30] Perintah menghadapkan wajah kepada agama, dapat ditafsirkan, pertama sebagai perintah membaca Al Quran, memahaminya, meyakininya dan kemudian mengamalkannya dalam kehidupan, sehingga memperoleh pahala agar terhindar dari azab neraka. Yang kedua adalah perintah untuk menghadapkan nafs (EQ) kepada kesucian (EQ), sesuai dengan sabda Rasulullah, bila engkauragu, tanyakanlah kepada hati nuranimu (SQ). Proses pensucian qalbu seperti yang digambarkan dalamal Quran surat Asy-Syams merupakan proses pemilikan nilai-nilai agama yang harus diupayakan dalam kegiatan pembelajaran. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, (10) Dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. [Q.S. Asy-Syams (91): 7 10] Orang yang mensucikan jiwa adalah mereka yang berusaha menjaga lidah (ucapan) dan tindakannya dari perbuatan tercela yang merugikan dirinya. Dengan kata lain mereka berusaha untuk mempertahankan ahlak mulia yang berdampak rahmatan lil alamin. Dalam hal ini siswa berlatih mengaktualisasikan nilai-nilai spiritual (SQ) dalam kehidupan mereka di sekolah dan juga dalam kehidupannya di rumah, dan masyarakat lingkungan, sebagai prosesaktualisasi potensi yang ketiga (EQ) yang disebut sebagai pendidikan karakter. Dari uraian tersebut, seorang anak belajar mengaktualisasikan potensi indrawinya melalui kecakapan melihat, mendengar, penciuman, merasakan dengan mulut dan lidah.lalu, kecakapan mengukur dengan tangan, berjalan dengan kaki, dan berbicara. Setelah itu, barulah ia belajar untuk menguasai dan memiliki konsep keilmuan dalam arti kecakapan akademik serta menguasai dan memiliki nilai agama dalam arti kecakapan mengendalikan diri dan kesalihan sosial. Semua kecakapan tersebut diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari sebagai kecakapan hidup dengan akhlak mulia dan berdampak rahmatan lil alamin (pembawa rahmat seluruh alam). Secara sederhana dapat ditarik simpulan bahwa Allah Swt. membekali manusia potensi intelektual (IQ), potensi emosional spiritual (EQ SQ), dan fisik yang dapat diaktualisasikan menjadi kecakapan intelektual (kecakapan berpikir), kecakapan emosional-spiritual (bersikap), dan kecakapan kinestetis (bertindak) yang secara keseluruhan terintegrasi menjadi kompetensi seseorang. 50 Bab 4 Landasan Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi

6 Bagaimana Proses Membangun Kompetensi? Bila suatu kaum berkeinginan untuk mengubah nasibnya atau meningkatkan kehidupannya, Allah Swt. perintahkan agar kaum tersebut mengupayakannya sendiri, seperti yang dijelaskan dalam Al Quran surat Ar-Ra d: Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri [Q.S. Ar-Ra d (13): 11] Secara khusus, bila seseorang ingin memiliki ilmu, ia sendiri harus berupaya untuk dapat menguasainya, seperti yang dijelaskan dalam Al Quran surat An-Najm sebagai berikut. Dan bahwasanya seseorang tidak akan memperoleh selain apa yang telah diusahakannya. [Q.S. An- Najm (53): 39] Kedua ayat ini menjelaskan bahwa seseorang tidak akan menjadi kompeten tanpa ia sendiri berupaya untuk menjadi manusia yang kompeten. Seseorang tidak akan memperoleh selain apa yang diupayakannya, demikianjuga dalam halnya dalam pemilikan ilmu, seseorang tidak akan memiliki dan menguasai ilmu tanpa ia sendiri mengupayakannya. Artinya, ia harus mempelajari untuk dapat menemukan konsep ilmu. Belajar penemuan(discovery learning) merupakan salah satu metoda ilmiah, dan mereka yang melakukan proses belajar dengan metoda ilmiah (scientifc method) akanmemiliki kecakapan proses berpikir ilmiah (scientific thinking skill) dan juga akan menguasai dan memiliki ilmu. Seseorang yang telah memiliki dan menguasai ilmu maka ia telah menguasai kecakapan proses penguasaan dan juga memiliki ilmu. Kecakapan proses penguasaan ilmu adalah kecakapan berpikir, sedangkan ilmu adalah konsep-konsep kunci keilmuan (materi) yang merupakan alat untuk memecahkan masalah. Hafal akan ilmu pengetahuan belum berarti memiliki konsep-konsep kunci keilmuan karena belum tentu mampu menggunakan ilmunya dalam menanggulangi masalah yang dihadapinya dalam kehidupan. Seorang yang memiliki konsep keilmuan dapat menggunakan konsep itu sebagai suatu alat bagi pemecahan masalah yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, seorang yang memiliki ilmu akan memiliki kecakapan menanggulangi masalah yang dihadapinya dalam kehidupan (cope-ability). Penguasaan ilmu yang dapat diamalkan dengan salih merupakan gambaran orang yang kompeten hasil pembelajaran berbasis kompetensi. Ayat-ayat tersebut merupakan landasan tentang adanya dua dimensi dalam penguasaan ilmu. Pertama dimensi proses dan kedua dimensi materi (Suderadjat, 2004).Hal tersebut merupakan pembenaran terhadap konsep pembelajaran konstruktivistik yang dikemukakan oleh Bettencourt pada tahun 1989, bahwa konsep-konsep keilmuan tidak dapat ditransfer dari kepala guru kepada kepala siswa, melainkan siswa itu sendiri yang harus mengonstruksinya dari data yang diperolehnya melalui pancaindra, menjadi konsep keilmuan. Bab 4 Landasan Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi -51

7 B. LandasanTeoritis - Konseptual Pengertian Kompetensi Kata kompetensi secara etimologis berasal dari dua kata Bahasa Inggris yang maknanya saling terkait, yaitu competence (yang berjamak competences) dan competency (yang berjamakcompetencies). Terjemahan kata tersebut dalam bahasa Indonesia menjadi hanya satu kata, yaitu kompetensi sehingga kadang menimbulkan kesalahpahaman. Untuk memperoleh kejelasan makna, perlu dipahami terlebih dahulu makna kedua kata tersebut. Kata pertama, competence dalampengertianbahasainggrisberarti:...what the people needto be able to do to perform a job well (Oxford Learners Dictionary)ataukemampuan yang dibutuhkanuntukmelaksanakanpekerjaandenganbaik. Dalampengertianini, kata kompetensibukan hanya kemampuan, melainkan meliputi kewenanganataukekuasaanuntukmenentukanataumemutuskansesuatuhal.misalnyakompetensip emdadalammenguruspemerintahansendiriataukompetensiseseoranguntukmengambilkeputusan (Poerwadarminta 1982). Disamping kewenangan untuk melaksan akan suatu pekerjaan atau jabatan, istilah competence juga mensyaratkan kemampuan untuk menyelesaikan pekerjaan dengan baik. Dengan demikianseseorang yang competence, bukan hanya memiliki kewenangan (authority), namun ia juga memiliki kemampuan dalam arti memilikiilmu (knowledge mastery) yang dapat di gunakan dalam penyelesaian pekerjaan dalam jabatan di dunia kerja dengan baik. Kompetensi kerja seorang lulusan SMK merupakan competence karena mereka sudah mendapatkan Sertifikat Kompetensi yang berstandar internasional. Pengertian kedua tentang kompetensi berasal dari kata competency yang berarti"... the dimensions of behaviour that lie behind competence performance atau dimensi perilaku seseorang yang menghasilkan kinerja (Oxford Learners Dictionary). Kompetensiperilaku (behavioral competencies)menjelaskan perilaku seseorang ketika melaksanakan suatu tindakan. Misalnya, kompetensi kepemimpinan (leadership competency) yang perlu dimiliki seorang Kepala Sekolah, yang meliputi kecakapan menetapkan arahorganisasi, kecakapan mengorganisasikan, kecakapan komunikasi dan memotivasi, kecakapan mengendalikan dansupervisi, kecakapan memecahkan masalah dan pengambilan keputusan serta kecakapan mempengaruhi orang lain dengan penuh kebermanfaatan untuk mencapai tujuan sekolah. Dengan demikian, kompetensi lulusan SMK merupakan behavioral competency yang dalam bahasa Indonesia disebut kompetensi, selanjutnya mereka mengikuti Ujian Kompetensi Kerja sampai dengan mendapatkan Sertifikat Kompetensi sehingga memiliki pengakuan dari Dunia Kerja, atau memiliki kewenangan (authority), yang dalam hal ini mereka memiliki competence, yang dalam bahasa Indonesia kembali disebut kompetensi. Lebih jauh Spencer (1993:9) mendefinisikan kompetens isebagai an underlying characteristic of individual that is causally related to criterion-referenced effective and/or superior performance in a job or situation. Sebagai karakteristik individu yang melekat,kompetensi merupakan bagian dari kepribadian individu yang relatif dalam dan stabil, dan dapat dilihat serta diukur dari perilaku individu yang bersangkutan, di tempat kerja atau dalam berbaga isituasi. 52 Bab 4 Landasan Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi

8 Untuk itu kompetensi seseorang mengindikasikan kemampuan berperilaku seseorang dalam berbagai situasi yang cukupkonsisten untuk suatu perioda waktu yang cukup panjang, dan bukan hal yang kebetulan sesaat semata.kompetensi memilik ipersyaratan yang dapat digunakan untuk menduga yang secara empiris terbukti merupakan kinerja penyebab suatu keberhasilan. Kompetensi dalam pendidikan menengah kejuruan merujuk pada istilah competence, karena meliputi kewenangan dan kemampuan kerja. Kewenangan lulusan SMK dibuktikan dengan pemilikan Sertifikat Kompetensi, sebagai hasil uji kompetensi lulusan oleh dunia kerja. Sedangkan kemampuan (behavioral competency) dibuktikan dengan pemilikan STTB (Surat Tanda Tamat Belajar) hasil UN (UjianNasional). Definisi kompetensi berdasarkan SK Mendiknas No. 045/U/2002, adalah Seperangkat tindakan cerdas penuh tanggung jawab yang dimilki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu olehmasyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu. Pengertian kompetensi merujuk pada Keputusan Kepala BKN Nomor 46A Tahun 2003 tentang Pedoman Penyusunan Standar Kompetensi Jabatan Struktural PNS dinyatakan sebagai: Kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh seorang PNS berupa pengetahuan, keahlian, dan sikap perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya, sehingga Pegawai Negeri Sipil tersebut dapat melaksanakan tugasnya secara profesional, efektif, danefisien. Pengertian ini senada dengan definisi kompetensi yang dirumuskandalam PP Nomor 101 Tahun 2000 tentang Diklat Jabatan PNS, yakni Karakteristik yang harus dimiliki olehseorang PNS berupa pengetahuan dan keterampilan serta sikap dan perilaku yang diperlukan agar dapat melaksanakan tugas pokok dan tanggung jawabnya secara berdaya guna dan berhasil guna. KurikulumTahun 2004 mendefinisikan kompetensi sebagai keseluruhan pengetahuan, nilai dan sikap yang dapat direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Diperoleh kejelasan bahwa dimensi perilaku atau karateristik seseorang melipu titiga domain, yaitu domain pengetahuan atau knowledge, domain nilai dan sikap atau attitude, dan domain keterampilan atau skill.di dalam Islam ketiga domain tersebut adalah ilmu, iman dan amal. Bab 4 Landasan Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi -53

Bab II Konsep Dasar Pendidikan Ar-Rafi Dalam Membangun Generasi Unggul

Bab II Konsep Dasar Pendidikan Ar-Rafi Dalam Membangun Generasi Unggul Bab II Konsep Dasar Pendidikan Ar-Rafi Dalam Membangun Generasi Unggul Bagaimana membangun manusia unggul, merupakan pertanyaan dari seorang filsuf Jerman yaitu Friedrich Nietzsche yang lahir pada tahun

Lebih terperinci

Bab 3 Pendidikan Agama Islam (PAI) Berbasis Kompetensi Bertema Ibadah Membangun Akhlak Mulia

Bab 3 Pendidikan Agama Islam (PAI) Berbasis Kompetensi Bertema Ibadah Membangun Akhlak Mulia Bab 3 Pendidikan Agama Islam (PAI) Berbasis Kompetensi Bertema Ibadah Membangun Akhlak Mulia Kurikulum memiliki empat kompenen yaitu komponen tujuan, komponen materi, komponen proses dan komponen evaluasi.

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Rata-rata lama pendidikan di Indonesia hanya berdampak pada sepertiga GDP (gross domestic

Bab I Pendahuluan. Rata-rata lama pendidikan di Indonesia hanya berdampak pada sepertiga GDP (gross domestic Bab I Pendahuluan Latar Belakang Ada pandangan bahwa tingkat pendidikan akan berkorelasi dengan tingkat pendapatan ekonomi. Hal ini sejalan dengan penilaian OECD (Organization for Economic Cooperation

Lebih terperinci

Bab 2 Peran Guru Dalam Pembangunan Karakter Bangsa

Bab 2 Peran Guru Dalam Pembangunan Karakter Bangsa Bab 2 Peran Guru Dalam Pembangunan Karakter Bangsa Pemerintah menetapkan delapan standar nasional pendidikan yaitu : 1. Standar Kompetensi Lulusan 2. Standar Isi 3. Standar Proses 4. Standar Evaluasi 5.

Lebih terperinci

PENERAPAN KONSEP PEMBELAJARAN HOLISTIK DI SEKOLAH DASAR ISLAM RAUDLATUL JANNAH WARU SIDOARJO PADA MATERI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

PENERAPAN KONSEP PEMBELAJARAN HOLISTIK DI SEKOLAH DASAR ISLAM RAUDLATUL JANNAH WARU SIDOARJO PADA MATERI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PENERAPAN KONSEP PEMBELAJARAN HOLISTIK DI SEKOLAH DASAR ISLAM RAUDLATUL JANNAH WARU SIDOARJO PADA MATERI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM Oleh Azam Rizqi Muttaqin NIM. FO.5.4.10.135 Persoalan pendidikan hingga kini

Lebih terperinci

Bab 3 Peran Sentral Guru PAI Dalam Memberdayakan Sekolah Sebagai Pusat Pembangunan Karakter Bangsa

Bab 3 Peran Sentral Guru PAI Dalam Memberdayakan Sekolah Sebagai Pusat Pembangunan Karakter Bangsa Bab 3 Peran Sentral Guru PAI Dalam Memberdayakan Sekolah Sebagai Pusat Pembangunan Karakter Bangsa Guru PAI berperan sangat sentral dalam memberdayakan sekolah sebagai Pusat Pembangunan Karakter Bangsa.

Lebih terperinci

Kurikulum Berbasis TIK

Kurikulum Berbasis TIK PENDAHULUAN Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang terus, bahkan dewasa ini berlangsung dengan pesat. Perkembangan itu bukan hanya dalam hitungan tahun, bulan, atau hari, melainkan jam, bahkan menit

Lebih terperinci

Bab IV Konsep Pendidikan Ar-Rafi Dalam Membangun Ahlak Mulia

Bab IV Konsep Pendidikan Ar-Rafi Dalam Membangun Ahlak Mulia Bab IV Konsep Pendidikan Ar-Rafi Dalam Membangun Ahlak Mulia Sejak tahun 2010 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mempromosikan pendidikan karakter dalam konteks pendidikan berbasis kompetensi. A. Apa

Lebih terperinci

Bab 2 Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) Memberdayakan Sekolah Sebagai Pusat Pembangunan Karakter Bangsa

Bab 2 Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) Memberdayakan Sekolah Sebagai Pusat Pembangunan Karakter Bangsa Bab 2 Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) Memberdayakan Sekolah Sebagai Pusat Pembangunan Karakter Bangsa Secara ideal, sekolah seharusnya berperan sebagai Pusat Pembangunan Masyarakat (Sosial Development

Lebih terperinci

Bab VII Pemberdayaan Sekolah Untuk Pembangunan SDM Bermutu

Bab VII Pemberdayaan Sekolah Untuk Pembangunan SDM Bermutu Bab VII Pemberdayaan Sekolah Untuk Pembangunan SDM Bermutu A. Reformasi Konsep Pendidikan Sejak tahun1970-an Indonesia telah melakukan enam kali perubahan kurikulum, namun pelaksanaannya di lapangan belum

Lebih terperinci

Bab 4 Belajar Mendirikan Shalat Berlatih Akhlak Mulia Membangun Kesejahteraan Umat

Bab 4 Belajar Mendirikan Shalat Berlatih Akhlak Mulia Membangun Kesejahteraan Umat Bab 4 Belajar Mendirikan Shalat Berlatih Akhlak Mulia Membangun Kesejahteraan Umat Al Qur an merupakan petunjuk dari Allah Swt bagi makhluknya, jin dan manusia, yang harus diikuti sebagai pedoman dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan orang lain. Negara kesatuan Republik Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan orang lain. Negara kesatuan Republik Indonesia memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karakter merupakan sifat kejiwaan atau tabiat seseorang yang membedakannya dengan orang lain. Negara kesatuan Republik Indonesia memiliki Undang-Undang yang

Lebih terperinci

ANALISIS KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU SEKOLAH DASAR DALAM MENGEMBANGKAN KURIKULUM DAN RANCANGAN PROGRAM PEMBELAJARAN HOLISTIC INTEGRATIVE

ANALISIS KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU SEKOLAH DASAR DALAM MENGEMBANGKAN KURIKULUM DAN RANCANGAN PROGRAM PEMBELAJARAN HOLISTIC INTEGRATIVE ANALISIS KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU SEKOLAH DASAR DALAM MENGEMBANGKAN KURIKULUM DAN RANCANGAN PROGRAM PEMBELAJARAN HOLISTIC INTEGRATIVE BERBASIS NILAI-NILAI ISLAM DI SD AR RAFI KOTA BANDUNG Fanny Sumirat*

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan pada hakekatnya merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia dalam rangka meningkatkan kualitas

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan pada hakekatnya merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia dalam rangka meningkatkan kualitas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan pada hakekatnya merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia guna pencapaian tingkat kehidupan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk memajukan kesejahteraan bangsa. Pendidikan adalah proses pembinaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk memajukan kesejahteraan bangsa. Pendidikan adalah proses pembinaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan sarana untuk membentuk peserta didik sebagai generasi penerus bangsa yang lebih berkualitas. Hal ini bertujuan untuk membentuk kepribadian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan pilar utama bagi kemajuan bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan pilar utama bagi kemajuan bangsa dan negara. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan pilar utama bagi kemajuan bangsa dan negara. Semua negara membutuhkan pendidikan berkualitas untuk mendukung kemajuan bangsa, termasuk Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pribadi maupun bagian dari masyarakat serta memiliki nilai-nilai moral

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pribadi maupun bagian dari masyarakat serta memiliki nilai-nilai moral BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sebagai upaya memanusiakan manusia pada dasarnya adalah mengembangkan individu sebagai manusia. Sehingga dapat hidup optimal, baik sebagai pribadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan sangat dibutuhkan oleh manusia dalam menjalani kehidupannya, sebagai pembimbing dalam memecahkan setiap persoalan yang ada. Sehingga dengan pendidikan akan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Agama Islam sebagai bagian yang tak terpisahkan dari sistem pendidikan Nasional, eksistensinya sangat urgensif dalam rangka mewujudkan pendidikan

Lebih terperinci

Bab VI Pembelajaran Berbasis Kompetensi yang Mencerdaskan danberkarakter

Bab VI Pembelajaran Berbasis Kompetensi yang Mencerdaskan danberkarakter Bab VI Pembelajaran Berbasis Kompetensi yang Mencerdaskan danberkarakter A. Pembelajaran yang Mencerdaskan Ilmu tidak dapat di"transfer" dari "kepala guru" kepada "kepala siswa". Hal tersebut merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai mencapai kedewasaan masing-masing adalah pendidikan. Pengalaman

BAB I PENDAHULUAN. sampai mencapai kedewasaan masing-masing adalah pendidikan. Pengalaman BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Aspek kehidupan yang harus dan pasti dijalani oleh semua manusia di muka bumi sejak kelahiran, selama masa pertumbuhan dan perkembangannya sampai mencapai kedewasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Bab 2 pasal 3 UU Sisdiknas berisi pernyataan sebagaimana tercantum

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Bab 2 pasal 3 UU Sisdiknas berisi pernyataan sebagaimana tercantum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) merumuskan fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang harus

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah culture transition (transisi kebudayaan) yang bersifat dinamis kearah suatu perubahan secara continue (berkelanjutan), maka pendidikan dianggap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan sekolah dalam mempersiapkan generasi muda sebelum masuk

BAB I PENDAHULUAN. peranan sekolah dalam mempersiapkan generasi muda sebelum masuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan sarana yang secara sengaja dirancang untuk melaksanakan pendidikan. Semakin maju suatu masyarakat semakin penting peranan sekolah dalam mempersiapkan

Lebih terperinci

Hakikat Manusia Menurut Islam

Hakikat Manusia Menurut Islam Hakikat Manusia Menurut Islam Manusia adalah salah satu makhluk ciptaan Allah SWt yang memiliki peranan penting dalam kehidupan di muka bumi. Manusia juga dipandang sebagai makhluk yang paling tinggi derajatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai kehidupan guna membekali siswa menuju kedewasaan dan. kematangan pribadinya. (Solichin, 2001:1) Menurut UU No.

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai kehidupan guna membekali siswa menuju kedewasaan dan. kematangan pribadinya. (Solichin, 2001:1) Menurut UU No. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan aktivitas vital dalam upaya meningkatkan sumber daya manusia melalui transfer ilmu pengetahuan, keahlian dan nilai-nilai kehidupan guna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Beberapa tahun terakhir ini sering kita melihat siswa siswi yang dianggap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Beberapa tahun terakhir ini sering kita melihat siswa siswi yang dianggap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Beberapa tahun terakhir ini sering kita melihat siswa siswi yang dianggap tidak sopan dan tidak bertanggung jawab terhadap tindakannya. Hal ini bisa dilihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan memudarnya sikap saling menghormati, tanggung jawab,

BAB I PENDAHULUAN. dengan memudarnya sikap saling menghormati, tanggung jawab, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Merosotnya moralitas bangsa terlihat dalam kehidupan masyarakat dengan memudarnya sikap saling menghormati, tanggung jawab, kesetiakawanan sosial (solidaritas),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu hal yang penting bagi setiap manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu hal yang penting bagi setiap manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu hal yang penting bagi setiap manusia. Pendidikan dapat dilakukan baik secara formal maupun non formal. Setiap pendidikan tidak dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah pendidikan yang mampu mengembangkan potensi siswa, sehingga yang

BAB I PENDAHULUAN. adalah pendidikan yang mampu mengembangkan potensi siswa, sehingga yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan yang mampu mendukung pembangunan di masa mendatang adalah pendidikan yang mampu mengembangkan potensi siswa, sehingga yang bersangkutan mampu menghadapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan wahana yang penting dalam upaya meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan wahana yang penting dalam upaya meningkatkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan wahana yang penting dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Untuk mendapatkan sumber daya manusia yang berkualitas diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Implementasi Kurukulum 2013 Pada Pembelajaran PAI Dan Budi Pekerti

BAB I PENDAHULUAN. Implementasi Kurukulum 2013 Pada Pembelajaran PAI Dan Budi Pekerti 1 A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembangunan dan perubahan suatu bangsa. Pendidikan yang mampu memfasilitasi perubahan adalah pendidikan

Lebih terperinci

2015 PERSEPSI GURU TENTANG PENILAIAN SIKAP PESERTA DIDIK DALAM KURIKULUM 2013 DI SMA NEGERI KOTA BANDUNG

2015 PERSEPSI GURU TENTANG PENILAIAN SIKAP PESERTA DIDIK DALAM KURIKULUM 2013 DI SMA NEGERI KOTA BANDUNG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi semua orang dan merupakan kebutuhan sepanjang hayat. Setiap manusia membutuhkan pendidikan sampai kapanpun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kedudukan yang sangat strategis dalam seluruh aspek kegiatan pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. kedudukan yang sangat strategis dalam seluruh aspek kegiatan pendidikan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kurikulum sebagai sebuah rancangan pendidikan mempunyai kedudukan yang sangat strategis dalam seluruh aspek kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. suatu masyarakat karena dapat menjadi suatu rambu-rambu dalam kehidupan serta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. suatu masyarakat karena dapat menjadi suatu rambu-rambu dalam kehidupan serta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Moral merupakan suatu peraturan yang sangat penting ditegakkan pada suatu masyarakat karena dapat menjadi suatu rambu-rambu dalam kehidupan serta pelindung bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi peserta didik supaya mampu menyesuaikan diri sebaik

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi peserta didik supaya mampu menyesuaikan diri sebaik 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 menyebutkan: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang dinamis dan syarat akan perkembangan, oleh karena itu

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang dinamis dan syarat akan perkembangan, oleh karena itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan dari seni dan budaya manusia yang dinamis dan syarat akan perkembangan, oleh karena itu perubahan atau perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui berbagai upaya yang berlangsung dalam lingkungan keluarga, sekolah dan

BAB I PENDAHULUAN. melalui berbagai upaya yang berlangsung dalam lingkungan keluarga, sekolah dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu proses pengembangan dan pembentukan manusia melalui tuntunan dan petunjuk yang tepat disepanjang kehidupan, melalui berbagai upaya yang berlangsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekaligus sebagai ujung tombak berdirinya nilai-nilai atau norma. mengembangkan akal manusia, mengingat fungsi pendidikan yaitu

BAB I PENDAHULUAN. sekaligus sebagai ujung tombak berdirinya nilai-nilai atau norma. mengembangkan akal manusia, mengingat fungsi pendidikan yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu cara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sekaligus sebagai ujung tombak berdirinya nilai-nilai atau norma dalam masyarakat. Melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah merupakan Arus kemajuan zaman dan teknologi pada era globalisasi saat ini pendidikan selalu suatu hal yang tidak dapat dihindari. Sama halnya dalam mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha manusia untuk menumbuhkan dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha manusia untuk menumbuhkan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan, baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menjalani hidup dan kehidupan, sebab pendidikan bertujuan untuk memberikan

BAB 1 PENDAHULUAN. menjalani hidup dan kehidupan, sebab pendidikan bertujuan untuk memberikan 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan satu diantara kebutuhan pokok manusia dalam menjalani hidup dan kehidupan, sebab pendidikan bertujuan untuk memberikan perubahan pemahaman,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa juga sekaligus meningkatkan harkat dan. peningkatan kehidupan manusia ke arah yang sempurna.

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa juga sekaligus meningkatkan harkat dan. peningkatan kehidupan manusia ke arah yang sempurna. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu faktor yang tak dapat dipisahkan dari kehidupan seseorang, baik dalam keluarga, masyarakat dan bangsa. Negara berkembang seperti Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dunia pendidikan saat ini telah menjadi perhatian yang sangat besar

BAB I PENDAHULUAN. Dunia pendidikan saat ini telah menjadi perhatian yang sangat besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia pendidikan saat ini telah menjadi perhatian yang sangat besar terutama pendidikan dari tingkat dasar dan menengah. Bahkan ranah pendidikan saat ini menuai berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan sangat berpengaruh untuk meningkatkan kemajuan suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan sangat berpengaruh untuk meningkatkan kemajuan suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sangat berpengaruh untuk meningkatkan kemajuan suatu negara. Melalui pendidikan harkat dan martabat bangsa dapat ditingkatkan, sehingga tujuan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara terus-menerus. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya manusia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. secara terus-menerus. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya manusia memiliki BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini diuraikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian dan pengembangan, spesifikasi produk yang diharapkan, pentingnya penelitian dan pengembangan, asumsi dan keterbatasan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terpenting dalam bidang pendidikan. Pendidikan yang berkualitas adalah yang. Pasal 3 tentang fungsi dan tujuan pendidikan adalah:

BAB 1 PENDAHULUAN. terpenting dalam bidang pendidikan. Pendidikan yang berkualitas adalah yang. Pasal 3 tentang fungsi dan tujuan pendidikan adalah: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada hakekatnya bertujuan untuk membentuk sumber daya manusia seutuhnya yang berkualitas. Kualitas pendidikan erat kaitannya dengan proses pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. generasi muda bangsa. Kondisi ini sangat memprihatinkan sekaligus menjadi

BAB I PENDAHULUAN. generasi muda bangsa. Kondisi ini sangat memprihatinkan sekaligus menjadi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia saat ini sedang dihadapkan kepada situasi yang kurang menguntungkan. Kondisi ini terjadi sejalan dengan semakin banyaknya kenyataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didasarkan pada pengertian pendidikan menurut Undang-Undang No 20 tahun

BAB I PENDAHULUAN. didasarkan pada pengertian pendidikan menurut Undang-Undang No 20 tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan serangkaian aktivitas peserta didik dalam mempersiapkan dirinya agar mampu menjadi pribadi yang baik yang mampu memberikan kontribusi positif

Lebih terperinci

BAB I. Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 2 pasal 3. 2

BAB I. Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 2 pasal 3. 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah pendidikan nasional berfungsi mengembangkan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO NOMOR 4 TAHUN 2010 T E N T A N G PENDIDIKAN AL QUR AN

LEMBARAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO NOMOR 4 TAHUN 2010 T E N T A N G PENDIDIKAN AL QUR AN LEMBARAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO NOMOR 4 TAHUN 2010 T E N T A N G PENDIDIKAN AL QUR AN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SAWAHLUNTO, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan lingkungan dan tidak dapat berfungsi maksimal dalam lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. dengan lingkungan dan tidak dapat berfungsi maksimal dalam lingkungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi setiap manusia. Tanpa adanya pendidikan seseorang akan sulit untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sedang terjadi dengan apa yang diharapkan terjadi.

BAB I PENDAHULUAN. yang sedang terjadi dengan apa yang diharapkan terjadi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah upaya untuk menjembatani antara kondisi objektif yang sedang terjadi dengan apa yang diharapkan terjadi. Menurut UU No. 20 Tahun 2003, BAB

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan pendidikan Islam menurut Suyanto (2008: 83) adalah terbentuknya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan pendidikan Islam menurut Suyanto (2008: 83) adalah terbentuknya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pendidikan Islam menurut Suyanto (2008: 83) adalah terbentuknya insan kamil yang di dalamnya memiliki wawasan kaffah agar mampu menjalankan tugas-tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak dilahirkan manusia membutuhkan pergaulan dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhan biologisnya. Pada perkembangan menuju dewasa, interaksi sosial diantara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat diera

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat diera BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat diera globalisasi, memerlukan pendidikan sebagai proses penyiapan warga negara dan penyiapan tenaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan teknis (skill) sampai pada pembentukan kepribadian yang kokoh

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan teknis (skill) sampai pada pembentukan kepribadian yang kokoh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mengacu pada berbagai macam aktifitas, mulai dari yang sifatnya produktif-material sampai kreatif-spiritual, mulai dari proses peningkatan kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan tujuan pendidikan nasional tersebut, maka menjadi. pemerintah, masyarakat, maupun keluarga. Namun demikian, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan tujuan pendidikan nasional tersebut, maka menjadi. pemerintah, masyarakat, maupun keluarga. Namun demikian, pemerintah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kunci utama kemajuan suatu bangsa, yaitu untuk membentuk Sumber Daya Manusia yang berpotensi. Pendidikan diharapkan dapat meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan Pendidikan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap

Lebih terperinci

STUDI PENCAPAIAN KOMPETENSI MEMBUBUT RATA DAN BERTINGKAT UNTUK MAHASISWA JPTM UPI YANG BERASAL DARI SMA DAN SMK

STUDI PENCAPAIAN KOMPETENSI MEMBUBUT RATA DAN BERTINGKAT UNTUK MAHASISWA JPTM UPI YANG BERASAL DARI SMA DAN SMK 162 STUDI PENCAPAIAN KOMPETENSI MEMBUBUT RATA DAN BERTINGKAT UNTUK MAHASISWA JPTM UPI YANG BERASAL DARI SMA DAN SMK Wanday M. P. Iskandar 1, Uli Karo Karo 2, Asep H. Sasmita 3 Departemen Pendidikan Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. generasi yang cerdas dan berkarakter. Demikian pula dengan pendidikan di

BAB I PENDAHULUAN. generasi yang cerdas dan berkarakter. Demikian pula dengan pendidikan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan alat untuk membangun kecerdasan sekaligus kepribadian anak menjadi lebih baik. Oleh karena itu, pendidikan secara terusmenerus dibangun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik intelektual, emosional dan spiritual. Gulen sebagaimana dikutip

BAB I PENDAHULUAN. baik intelektual, emosional dan spiritual. Gulen sebagaimana dikutip 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan sebagai bagian penting dalam kehidupan masyarakat di era global seharusnya mampu memfasilitasi perkembangan kecerdasan baik intelektual, emosional dan spiritual.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gustini Yulianti, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gustini Yulianti, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu unsur penting dalam menunjang tercapainya pembangunan nasional, karena pendidikan merupakan wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan

Lebih terperinci

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hak bagi semua warga Negara Indonesia.

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hak bagi semua warga Negara Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hak bagi semua warga Negara Indonesia. Pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam menciptakan Sumber Daya Manusiayang berkualitas dan berkarakter.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sarana untuk mencapai tujuan pembelajaran serta dapat

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sarana untuk mencapai tujuan pembelajaran serta dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran merupakan suatu proses yang rumit karena tidak hanya proses transfer informasi guru kepada siswa, tetapi juga melibatkan berbagai tindakan dan kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wilda Akmalia Fithriani, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wilda Akmalia Fithriani, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan memiliki arti penting dalam kehidupan seluruh umat manusia. Betapa pentingnya pendidikan sehingga siapapun tidak dapat lepas dari proses pendidikan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan mempunyai peran yang sangat penting dalam perkembangan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan mempunyai peran yang sangat penting dalam perkembangan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peran yang sangat penting dalam perkembangan dan kelangsungan hidup bangsa. Sasaran pendidikan adalah manusia, dengan tujuan menumbuhkembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sesederhana apapun peradaban suatu masyarakat, di dalamnya terjadi atau

BAB I PENDAHULUAN. Sesederhana apapun peradaban suatu masyarakat, di dalamnya terjadi atau 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sesederhana apapun peradaban suatu masyarakat, di dalamnya terjadi atau berlangsung suatu proses pendidikan. Oleh karena itulah sering dinyatakan pendidikan telah

Lebih terperinci

2014 PEMBELAJARAN TARI YUYU KANGKANG DALAM PROGRAM LIFE SKILL DI SMK KESENIAN PUTERA NUSANTARA MAJALENGKA

2014 PEMBELAJARAN TARI YUYU KANGKANG DALAM PROGRAM LIFE SKILL DI SMK KESENIAN PUTERA NUSANTARA MAJALENGKA 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan sebagai pondasi diri seseorang dalam kehidupan, mampu merubah kehidupan seseorang untuk berkembang. Pendidikan merupakan proses menuju perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. latihan. Pendidikan memberikan peranan yang sangat besar dalam menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. latihan. Pendidikan memberikan peranan yang sangat besar dalam menciptakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik menjadi manusia yang berkualitas meliputi kegiatan bimbingan, pengajaran dan latihan. Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Syaiful Bahri Djamarah, Guru & Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm 36.

BAB I PENDAHULUAN. Syaiful Bahri Djamarah, Guru & Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm 36. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Guru merupakan figure seorang pemimpin. Guru adalah sosok arsitektur dapat membentuk jiwa dan watak anak didik. Guru mempunyai kekuasaan untuk membentuk dan membangun

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. begitu pun keterkaitannya dengan Nabi-Nabi dan Rasul-Rasul-Nya sebagai

PENDAHULUAN. begitu pun keterkaitannya dengan Nabi-Nabi dan Rasul-Rasul-Nya sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai Manusia, seorang pun tak dapat melepaskan dirinya dari keterkaitannya dengan agama serta ketergantungannya dengan Allah SWT, begitu pun keterkaitannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan bidang pendidikan merupakan sarana yang sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan bidang pendidikan merupakan sarana yang sangat penting BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan bidang pendidikan merupakan sarana yang sangat penting dalam pembinaan sumber daya manusia. Oleh karena itu, bidang pendidikan harus mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikenang sepanjang masa, sejarah akan menulis dikemudian hari. Di sekolahsekolah. pelajaran umum maupun mata pelajaran khusus.

BAB I PENDAHULUAN. dikenang sepanjang masa, sejarah akan menulis dikemudian hari. Di sekolahsekolah. pelajaran umum maupun mata pelajaran khusus. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rajin pangkal pandai, itulah pepatah yang sering kita dengarkan dahulu sewaktu kita masih duduk di bangku Sekolah Dasar, agar kita mempunyai semangat untuk belajar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia (SDM) melalui kegiatan pembelajaran dan pendidikan merupakan proses

BAB I PENDAHULUAN. Manusia (SDM) melalui kegiatan pembelajaran dan pendidikan merupakan proses BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha untuk mengembangkan potensi Sumber Daya Manusia (SDM) melalui kegiatan pembelajaran dan pendidikan merupakan proses pembentukan kemampuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kompetensi yang baik maka seorang guru terutama guru TK dapat memenuhi dan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kompetensi yang baik maka seorang guru terutama guru TK dapat memenuhi dan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seorang guru TK yang profesional diharapkan memahami dan menguasai kompetensi yang menjadi tuntutan profesi yang dijalaninya, sehingga dengan kompetensi yang

Lebih terperinci

, 2014 Program Bimbingan Belajar Untuk Meningkatkan Kebiasaan Belajar Siswa Underachiever Kelas Iv Sekolah Dasar Negeri Cidadap I Kota Bandung

, 2014 Program Bimbingan Belajar Untuk Meningkatkan Kebiasaan Belajar Siswa Underachiever Kelas Iv Sekolah Dasar Negeri Cidadap I Kota Bandung 1 BAB I PENDAHULUAN Pendidikan merupakan wahana untuk mengembangkan individu agar dapat mempelajari berbagai macam ilmu pengetahuan. Pendidikan juga merupakan dasar bagi kemajuan individu dan kelansungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan pendidikan nasional dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 3 dinyatakan bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional sedang menggalakan pendidikan berbasis karakter. Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. nasional sedang menggalakan pendidikan berbasis karakter. Undang-Undang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu sektor penting dalam upaya mencapai kemajuan suatu bangsa. Saat ini pemerintah lewat departemen pendidikan nasional sedang menggalakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan biasanya berawal saat seorang bayi itu dilahirkan dan berlangsung seumur hidup. Menurut M.J.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan biasanya berawal saat seorang bayi itu dilahirkan dan berlangsung seumur hidup. Menurut M.J. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan biasanya berawal saat seorang bayi itu dilahirkan dan berlangsung seumur hidup. Menurut M.J. Langeveld (2015), pendidikan adalah upaya manusia dewasa

Lebih terperinci

BAB.I. PENDAHULUAN. landasan moral, dan etika dalam proses pembentukan jati diri bangsa. Pendidikan

BAB.I. PENDAHULUAN. landasan moral, dan etika dalam proses pembentukan jati diri bangsa. Pendidikan BAB.I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan secara historis maupun filosofis telah ikut mewarnai dan menjadi landasan moral, dan etika dalam proses pembentukan jati diri bangsa. Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu pilar dalam kemajuan bangsa, dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu pilar dalam kemajuan bangsa, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu pilar dalam kemajuan bangsa, dan kemajuan peradaban. Kemajuan suatu bangsa salah satunya dapat dilihat dari lembaga-lembaga pendidikannya

Lebih terperinci

PENDIDIKAN PANCASILA (2 SKS)

PENDIDIKAN PANCASILA (2 SKS) PENDIDIKAN PANCASILA (2 SKS) Semester Gasal 2012/2013 suranto@uny.ac.id 1 A. Pendahuluan Selama ini pendidikan cenderung diartikan aktivitas mempersiapkan anak-anak dan pemuda untuk memasuki kehidupan

Lebih terperinci

Judul BAB I PENDAHULUAN

Judul BAB I PENDAHULUAN 1 Nama Judul : Ita Wulan Septina : Hubungan antara kepribadian dan lingkungan pergaulan dengan prestasi belajar siswa kelas II program Keahlian Pemesinan SMK Negeri 5 Surakarta tahun pelajaran 2006/2007

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mempelajari pendidikan Islam sangat penting bagi kehidupan setiap. muslim karena pendidikan merupakan suatu usaha yang membentuk

BAB I PENDAHULUAN. Mempelajari pendidikan Islam sangat penting bagi kehidupan setiap. muslim karena pendidikan merupakan suatu usaha yang membentuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mempelajari pendidikan Islam sangat penting bagi kehidupan setiap muslim karena pendidikan merupakan suatu usaha yang membentuk pribadi manusia menuju yang

Lebih terperinci

BAB VII Pemberdayaan Sekolah sebagai Pusat Pembangunan Karakter Bangsa

BAB VII Pemberdayaan Sekolah sebagai Pusat Pembangunan Karakter Bangsa BAB VII Pemberdayaan Sekolah sebagai Pusat Pembangunan Karakter Bangsa Education is againt verbalism and dogmatism, pendidikan menentang verbalisme dan dogmatisme, itulah ungkapan Marsha Weils and Joyce

Lebih terperinci

Pendidikan Agama Islam

Pendidikan Agama Islam Pendidikan Agama Islam Modul ke: 04Fakultas Ekonomi dan Bisnis EKSISTENSI MARTABAT MANUSIA Dr. Achmad Jamil, M.Si Program Studi S1 Manajemen UNTUK APA KITA ADA DI DUNIA? Proses lahir dan keberadaan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai kecenderungan rasa ingin tahu terhadap sesuatu. Semua itu terjadi

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai kecenderungan rasa ingin tahu terhadap sesuatu. Semua itu terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah menciptakan manusia sebagai makhluk yang paling sempurna, secara fitrah manusia telah dibekali potensi untuk tumbuh dan berkembang serta mempunyai kecenderungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan manifestasi dari pranata sosial yang memberikan kontribusi besar bagi pola pikir maupun tuntunan berpijak dalam kehidupan manusia. Melalui pendidikan,

Lebih terperinci

BULETIN ORGANISASI DAN APARATUR

BULETIN ORGANISASI DAN APARATUR BULETIN ORGANISASI DAN APARATUR PENDIDIKAN KARAKTER DALAM DIMENSI PROSES BELAJAR DAN PEMBELAJARAN (Dapat Dijadikan Bahan Perbandingan dalam Mengembangkan Proses Belajar dan Pembelajaran pada Lembaga Diklat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah upaya untuk mengembangkan pribadi dan strata sosial anak. Dengan demikian, anak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar serta dapat memenuhi

Lebih terperinci

2015 STUDI TENTANG PERAN PONDOK PESANTREN DALAM MENINGKATKAN KEDISIPLINAN SANTRI AGAR MENJADI WARGA NEGARA YANG BAIK

2015 STUDI TENTANG PERAN PONDOK PESANTREN DALAM MENINGKATKAN KEDISIPLINAN SANTRI AGAR MENJADI WARGA NEGARA YANG BAIK BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan pada hakekatnya merupakan usaha sadar dan terencana untuk memanusiakan manusia melalui pengembangan seluruh potensinya sesuai dengan yang dibutuhkan

Lebih terperinci

PENGARUH MANAJEMEN PEMBELAJARAN REMIDIAL DENGAN TUGAS BERSTRUKTUR TERHADAP HASIL BELAJAR PKN DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA

PENGARUH MANAJEMEN PEMBELAJARAN REMIDIAL DENGAN TUGAS BERSTRUKTUR TERHADAP HASIL BELAJAR PKN DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA PENGARUH MANAJEMEN PEMBELAJARAN REMIDIAL DENGAN TUGAS BERSTRUKTUR TERHADAP HASIL BELAJAR PKN DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA (STUDI EKSPERIMEN DI SMA NEGERI 2 SURAKARTA) PROPOSAL TESIS Diajukan Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rumusan tujuan pendidikan nasional dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi

Lebih terperinci

Modul ke: Kesalehan Sosial. Fakultas. Rusmulyadi, M.Si. Program Studi.

Modul ke: Kesalehan Sosial. Fakultas. Rusmulyadi, M.Si. Program Studi. Modul ke: Kesalehan Sosial Fakultas Rusmulyadi, M.Si. Program Studi www.mercubuana.ac.id Secara bahasa makna kesalehan sosial adalah kebaikan atau keharmonisan dalam hidup bersama, berkelompok baik dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sekolah menyelenggarakan proses pembelajaran untuk membimbing, mendidik,

I. PENDAHULUAN. Sekolah menyelenggarakan proses pembelajaran untuk membimbing, mendidik, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sekolah menyelenggarakan proses pembelajaran untuk membimbing, mendidik, melatih dan mengembangkan kemampuan siswa guna mencapai tujuan pendidikan nasional

Lebih terperinci

KONSEP DAN MODEL PENGEMBANGAN TAHFIDZUL QUR AN DI MADRASAH. (Madrasah Tidak Berbasis Asrama)

KONSEP DAN MODEL PENGEMBANGAN TAHFIDZUL QUR AN DI MADRASAH. (Madrasah Tidak Berbasis Asrama) KONSEP DAN MODEL PENGEMBANGAN TAHFIDZUL QUR AN DI MADRASAH (Madrasah Tidak Berbasis Asrama) LATAR BELAKANG Adanya dikotomi antara pendidikan pesantren dan pendidikan madrasah diperlukan sebuah sistem pendidikan

Lebih terperinci