Bab VI Pembelajaran Berbasis Kompetensi yang Mencerdaskan danberkarakter
|
|
- Ratna Pranoto
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Bab VI Pembelajaran Berbasis Kompetensi yang Mencerdaskan danberkarakter A. Pembelajaran yang Mencerdaskan Ilmu tidak dapat di"transfer" dari "kepala guru" kepada "kepala siswa". Hal tersebut merupakan pendapat kaum konstruktivis,yang dapat diyakini kebenarannya karena berdasarkan pada firman Allah Swt. (Q.S. An-Najm [53]: 39) yang dikemukakan dalam uraian terdahulu. Ilmu, khususnya konsep-konsep esensial ilmu, hanya dapat dimiliki siswa melalui belajar dengan "metode ilmiah". Sedangkan pengetahuan yang merupakan data dan informasi dapat disampaikan guru kepada siswa. Siswa yang hafal ilmu bisa menyampaikan pengetahuan, tapi belum tentu dapat memecahkan masalah yang ia hadapi dalam kehidupan. Inilah yang disebut sebagai verbalisme. Allah Swt. menyampaikan pengetahuan (konsep kongkrit) kepada Nabi Adam As sebagai berikut. "Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-ku nama benda-benda itu jika kamu memang benar orang-orang yang benar!" (Q.S. Al-Baqarah [2]: 31). Proses penguasaan konsep kongkrit seperti nama-nama benda, dapat dipelajari dengan mengahafal, selanjutnya di simpan dalam memori (ingatan) atau cognitive world anak, yang kemudian dapat di-recall(tahap pertama domain kognitif/bloom) untuk disampaikan kembali. Ini belajar tahap awal dari Piaget, yaitu sensory motoric. Di sisi lain, siswa SD pun sudah mulai belajar mengabstraksi, meskipun masih tahap rendah (lower order thinking skills) namun proses mengabstraksi siswa SD sama dengan proses mengabstraksi siswa S3, cuma substansinya berbeda, demikian juga tingkatnya, karena cara berpikir mereka sudah tinggi (higher order thinking skills). Allah Swt. menghendaki umatnya mampu berpikir ilmiah (scientific thinking). Oleh karena itu, Allah Swt. memerintahkan semua manusia untuk mampu berpikir formal, yaitu proses berpikir dengan menggunakan metode ilmiah, seperti yang dijelaskan dalam Surat Al- Alaq sebagai berikut. (1) Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, (2) Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah, (3) Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, (4) Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, (5) Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (Q.S. Al- Alaq [96]:1-5) Ayat pertama, Allah Swt.memerintahkan Nabi Muhammad Saw untuk melakukan pengamatan terhadap alam lingkungannya, sedangkan pada ayat kedua, Nabi diharapkan mengamati juga manusia yang jadi penghuni alam semesta ini. Bagaimana mengamatinya? 76 - Bab 6 Proses Pembelajaran Berbasis Kompetensi yang Mencerdaskan dan Berkarakter
2 Lalu, apakah maksud dari perintah pengamatan tersebut? Allah Swt. menghendaki Nabi untuk memproses data pengamatan yang hasilnya dapat dituliskan,sehingga dapat digunakan oleh manusia dari apa-apa yang tidak diketahuinya. Secara rinci penulis menerjemahkan ayat ketiga dan keempat sebagai berikut. Ayat ketiga;amatilah!dan Tuhanmu Maha Mulia (yang "memberikan" kemulian-nya kepada manusia dalam bentuk akal).ayat keempat;dan dengan akal tersebut, Allah Swt. mengajari manusia berpikir sehingga dapat menyimpulkan dalam tulisan.ayat ketiga dan keempat tersebut, menjadi metode iqro-kalam yang di pendidikan dasar (SD) dikenal sebagai Ca-lis. Data fakta hasil pengamatan (pengindraan) tersebut, masuk ke otak, kemudian Allah Swt. menyinarkan akal kepada otak manusia sehingga manusia bisa berpikir (thinking skills) dan dapat menghasilkan simpulan atau pemecahan masalah. Hasil berpikir bisa berupa konsep (hasil abstraksi atau generalisasi) yang kemudian dituliskan (kalam). Pengamatan atau penginderaan terhadap fakta-fakta dan data bersifat spesifik, sedangkan hasil berpikir abstraksi akan bersifat umum. Berpikir dari hal-hal yang spesifik ke umum (general) disebut sebagai berpikir dengan metode induktif ilmiah, atau metode berpikir induktif. Berdasarkan hal tersebut dapat ditafsirkan bahwa konsep Iqro-Kalam (Q.S. Al- Alaq [96]:3-4) merupakan konsep yang utuh dan menyeluruh yang menggambarkan adanya prosesberpikir ilmiah, yang dapat dilustrasikan dalam gambar6.1: Metoda Ca Lis Berdasarkan Al-Qur an yang dilaksanakan di SD Ar-Rafi Berfikir Ca - Menyimpulkan - Memprediksi - Mengklasifikasi lis Mengamati Mengindra Mengukur Membaca dll Menuliskan Menggambarkan Menjelaskan Mempresentasikan dll Gambar6.1: Metoda Ca-Lis sebagai Proses Berpikir Induktif Pola ca-lis saat ini masih diartikan sebagai pola belajar membaca (ca) dan belajar menulis (lis) sehingga siswa SD kehilangan satu proses belajar yang esensial yaitu proses berpikir induktif Bab 6 Proses Pembelajaran Berbasis Kompetensi yang Mencerdaskan dan Berkarakter-77
3 ilmiah, yang merupakan salah satu kecakapan dasr yang merupakan kunci keberhasilan pada pendidikan lanjutan dan juga dalam kehidupan. Pertanyaannya adalah apakah pola berpikir ilmiah sudah layak "dilatihkan" kepada siswa SD? Bahkan TK? Pendapat Piaget bahwa anak hingga berumur 12 tahun (± kelas VI SD) belum bisa berpikir abstrak atau berpikir formal, baru pada tingkat berpikir kongkret. Artinya, Piaget berpendapat bahwa siswa SD belum bisa mengabstraksi, belum bisa melakukan generalisasi, atau belum bisa berpikir ilmiah induktif. Sedangkan dalam metoda iqro-kalam belajar berpikir ilmiah sudah bisa dilatihkan sejak dini, alasannya adalah sebagai berikut. 1. Surat Al- Alaq ayat (3) dan (4) tidak ditujukan hanya kepada manusia 13 tahun ke atas, melainkan untuk semua manusia, dengan demikian metode ilmiah sudah dapat dilatihkan kepada anak usia dini (3 atau 4 tahun). 2. Metode ilmiah dapat dilatihkan kepada anak usia dini dengan proses yang sama dengan proses berpikir ilmiahnya seorang doktor (S3), cuma substansinya yang berbeda sehingga tingkat abstraksinya juga berbeda. Dari perbedaan ini dikenal istilah lower order thinking skills (abstraksi tingkat rendah) dan higher order thinking skill (abstraksi tingkat tinggi), tapi proses abstraksinya sama, yaitu dari hal-hal yang spesifik menjadi umum (general). 3. Dengan metode berpikir ilmiah, Allah mengharapkan manusia ciptaan-nya menjadi sosok pemikir (ulil albab) seperti firman-nya dalam Al-Quran surat Ali Imran (Q.S. Ali Imran [3]: ) karena manusia diberi tugas sebagai pemimpin di muka bumi (Q.S. Al-Baqarah [2]: 30). Bahkan Allah Swt. mengingatkan bahwa mereka yang tidak menggunakan hatinya (antara lain akalnya) dan indrawinya, mereka seperti binatang ternak yang akan dimasukkan ke neraka Dan Sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai. Ayat ini mengingatkan kita bahwa manusia = binatang berpikir, jadi kalau manusia tidak berpikir, maka manusia sama dengan binatang. Pendidikan adalah proses memanusiakan manusia atau memfasilitasi manusia untuk belajar agar mau dan mampu berpikir, agar tidak sederajat dengan binatang. Allah Swt. mengharapkan manusia terbiasa menggunakan "akal" yang disinarkan Allah Swt. kepada manusia sehingga manusia bisa berpikir. Jika anak SD mulai berlatih mengabstraksi, kebiasaan tersebut akan menjadi "kecakapan dasar" sebagai kunci keberhasilan pada pendidikan menengah dan tinggi untuk menjadi sosok ulil albab. Latihan mengabstraksi atau berpikir induktif dapat juga disebut sebagai berpikir "insight" yang insya Allah menjadi salah satu modal untuk memasuki masyarakat millenium III, yaitu masyarakat ilmiah (scientific society) Bab 6 Proses Pembelajaran Berbasis Kompetensi yang Mencerdaskan dan Berkarakter
4 Konsep hasil abstraksi, dapat digunakan dalam kehidupan mereka di dalam lingkungannya dan hal ini merupakan latihan berpikir deduktif ilmiah yaitu dari konsep yang general diaplikasikan dalam kehidupan yang bersifat fakta-fakta empiris yang spesifik. Surat Al- Alaq ayat 3, 4, dan 5 merupakan pedoman bagaimana kita melatih anak TK-SD, siswa SMP-SMA dan mahasiswa Perguruan Tinggi dalam berpikir ilmiah, baik secara induktif kualitatif maupun deduktif kuantitatif. Pola pendidikan atau pembelajaran dengan menggunakan metode ilmiah tersebut disebut metode belajar yang mencerdaskan, khususnya kecerdasan intelektual, dan juga merupakan landasan bagi pendidikan karakter. Bagaimana pembelajaran anak yang mencerdaskan intelektual? Kecerdasan intelektual merupakan kecakapan proses berpikir (thinking process) atau kecakapan proses (process skill), yang sejak Kurikulum 1984 telah dipromosikan dalam pembelajaran dengan istilah kecakapan proses. Kecakapan Proses dalam IPA Kecakapan proses sains yang dirumuskan oleh Asosiasi Guru Kanada yang dikutip oleh Suderadjat (2005:87) adalah sebagai berikut: Observasi: Observasi meliputi perolehan informasi tentang objek, situasi, atau kejadiankejadian yang menggunakan sebanyak mungkin keterlibatan panca indra dan pemikiran. Sifatnya bisa kualitatif maupun kuantitatif. Observasi memberikan dasar-dasar bagi penarikan kesimpulan atau hipotesis baru, dan juga merupakan alat untuk menguji kesimpulan dan atau hipotesis yang ada. Pengukuran: Pengukuran adalah observasi yang dilakukan dengan menggunakan alat ukur, baik unit yang standar maupun nonstandar. Panjang, luas, volume, massa, interval waktu, dan kekuatan merupakan satuan dalam pengukuran dengan menggunakan instrumen yang tepat dalam sistem satuan yang dipilih, misalnya metrik. Klasifikasi: Klasifikasi meliputi pengelompokan objek, konsep atau kejadian-kejadian berdasarkan sifat yang diamati untuk menunjukkan kesamaan, perbedaan dan antar hubungan. Inferensi (penarikan kesimpulan): Inferensiatau penarikan kesimpulan didasarkan pada perolehan data hasil pengamatan dan pengalaman masa lalu. Penarikan kesimpulan dapat dirumuskan berdasarkan fakta fakta yang diperoleh secara langsung maupun tidak langsung, dan kemudian diubah berdasarkan bukti yang baru. Perkiraan (prediksi): Prediksi adalah pernyataan tentang kejadian-kejadian di masa yang akan datang, yang didasarkan atas data yang diorganisasikan dengan baik. Sedangkan ekstrapolasi berada di atas pola kejadian yang diamati, yang dapat digunakan untuk menguji prediksi. Komunikasi: Komunikasi adalah proses mengorganisasikan dan memproses data, yang dilaksanakan diantara tahap observasi dan tahap interpretasi atau generalisasi. Kegiatannya meliputi pengorganisasian data kasar menjadi lebih kompak dan bermakna Bab 6 Proses Pembelajaran Berbasis Kompetensi yang Mencerdaskan dan Berkarakter-79
5 (mengatur, menyusun kembali, dan membandingkan), penggambaran data melalui gambar dan grafik, dan pemrosesan secara matematis sebagai sarana bagi penarikan interpretasi. Keenam kecakapan proses sains ini dapat digunakan di SD dan mungkin hingga SMP kelas rendah untuk memfasilitasi siswa untuk belajar berpikir indukti-ilmiah. Sedangkan kelima kecakapan proses berikut lebih sesuai untuk pembelajaran sains bagi siswa SMA dan SMK, dan SMP kelas tinggi, untuk memfasilitasi mereka dalam belajar berpikir deduktif kuantitatif. Membuat Hipotesis: Hipotesis adalah suatu dugaan ilmiah, tentang hubungan dua variabel, dalam konteks sebab akibat. Hipotesis dilakukan berdasarkan hasil observasi atau kesimpulan tentang serangkaian peristiwa. Suatu hipotesis harus dapat diuji (testable). Merancang Penelitian: Eksperimen adalah suatu tes sebab akibat antara dua variabel, yang melibatkan semua proses dan dimulai dengan merumuskan masalah yang akan dipecahkan. Selanjutnya dilakukan identifikasi variabel yang akan dikontrol, penyusunan definisi operasional dan mengembangkan intrumen tes untuk pelaksanaan eksperimen sesuai prosedur yang ditetapkan. Pengontrolan Variabel: Pengontrolan variabel meliputi proses penetapan variabel mana atau faktor mana yang akan mempengaruhi hasil penelitian, situasi, atau kejadian. Interpretasi Data: Interpretasi adalah proses penarikan makna dari data hasil observasi, dalam bentuk inferensi, generalisasi, atau penjelasan. Biasanya ia berupa respon langsung terhadap masalah yang diteliti, dan dengan demikian meliputi ketetapan tentang interpretasi untuk disesuaikan dengan hipotesis yang diajukan, dan keterbatasan ilmu pengetahuan yang baru. Pemodelan: Proses ini meliputi penggunaan model fisik atau mental untuk menggambarkan perilaku sesuatu yang tidak dikenal. Kehati-hatian sangat diperlukan untuk menentukan validitas model atau analogi pada fenomena model. Model perlu direvisi untuk menampung fakta-fakta baru. Pada tingkat SD keenam proses induktif dapat digunakan atau diajarkan kepada siswa satupersatu, dan pada tingkat SMP secara menyeluruh atau satu kesatuan proses berpikir induktif. Kelima proses berpikir deduktif sebaiknya tidak diajarkan satu persatu melainkan dalam konteks belajar berpikir deduktif. Bandingkan kecakapan proses mengamati/observasi, pengukuran, dan klasifikasi dengan iqro dalam surat Al-A laq (Q.S. 96:1-3) dan kecakapan inferensi/penarikan kesimpulan atau menuliskan kesimpulan dengan ayat berikutnya (Q.S.Al-A laq [96]:4). Kecakapan proses prediksi dan komunikasi identik dengan surat Al-A laq (96) ayat 5, hingga kecakapan komunikasi dalam proses penguasaan metoda induktif merupakan kecakapan dasar berpikir deduktif, sedangkan bagi siswa SMA/SMK, untuk berlatih berpikir deduktif dapat menggunakan kecakapan proses berikutnya. Dengan demikian kesebelas kecakapan proses tersebut merupakan kecakapan berpikir ilmiah yang mampu membangun kecerdasan siswa Bab 6 Proses Pembelajaran Berbasis Kompetensi yang Mencerdaskan dan Berkarakter
6 Kecakapan Proses Matematika Demikian juga dalam mata pelajaran matematika, Asosiasi Guru Kanada mengembangkan kecakapan proses matematika yang dikutip oleh Suderadjat (2005:101). Kecakapan proses dikembangkan berdasarkan rasional bahwa masyarakat masa depan adalah masyarakat belajar atau learning society, oleh karena itu para siswa harus dibekali dengan kecakapan belajar atau learning to learn. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang dapat dijadikan sarana pengembangan masyarakat belajar, dan bertujuan agar masyarakat melek bilangan (numeracy). Manfaat matematika dalam masyarakat belajar atau learning society semakin meningkat, khususnya pada masyarakat berbasis teknologi informatika dan komunikasi (information communication technology-ict). Agar para siswa pendidikan dasar berhasil dalam dunia kerjanya kelak, maka mereka dipersyaratkan untuk menguasai dan memiliki kecakapan berpikir rasional, kecakapan berkomunikasi dan memecahkan masalah secara matematis, memahami dan mampu menggunakan probabilitas dan statistik, teknologi dan pengukuran. Kecakapan proses matematika juga meliputi kecakapan untuk mengesksplorasi, memprediksi, berpikir logik rasional, dan memecahkan masalah. Di samping itu mereka juga akan memiliki nilai dan sikap percaya diri, dan kemampuan untuk menggunakan informasi kuantitatif dan spasial dalam pemecahan masalah serta pengambilan keputusan. Ada korelasi positif antara sikap dengan unjuk kerja (performansi) siswa. Pembelajaran matematika harus didesain agar menarik minat siswa dan menumbuhkan dorongan untuk belajar sehingga mereka terikat dalam proses pembelajaran matematika. Sikap positif terhadap matematika, mendorong keberhasilan siswa dalam menguasai dan memiliki kecakapan generik matematika, yang pada akhirnya mendorong mereka memiliki sikap percaya diri yang kuat. Kecakapan generik atau kecakapan proses (the basic process skill) yang diharapkan dapat dikuasai dan dimiliki siswa, dalam pembelajaran matematika antara lain yaitu: Pemecahan Masalah Secara Matematis. Pemecahan masalah merupakan strategi kunci pembelajaran matematika.para siswa hendaknya belajar dan berlatih memecahkan masalah secara efektif.dengan pemilikan kecakapan tersebut di atas, diharapkan siswa dapat menjadi pribadi yang rasional, yang bermakna bagi masyarakat.pemecahan masalah secara matematis meningkatkan kemampuan siswa dalam komunikasi, eksplorasi, kreasi (penciptaan), penyesuaian terhadap perubahan atau kemampuan menanggulangi (cope ability), dan aktif menggali pengetahuan baru.pemecahan masalah secara matematis dalam pembelajaran matematika harus melibatkan atau mengintegrasikan pengalaman siswa. Diharapkan, siswa mampu memecahkan masalah pekerjaan yang akan dihadapinya kelak di kemudian hari, secara matematis. Pemodelan Perumusan model matematika dari masalah kehidupan yang nyata merupakan salah satu bentuk pembelajaran matematika. Pemodelan matematika telah mengikuti kecenderungan Bab 6 Proses Pembelajaran Berbasis Kompetensi yang Mencerdaskan dan Berkarakter-81
7 modern, dengan cara mendorong siswa untuk berkonsentrasi pada aktivitasnya, tidak sekedar mengerjakan soal-soal rutin yang sudah disiapkan, melainkan siswa sendiri harus mampu menyusun soal matematikanya berdasarkan permasalahan yang ada yang dihadapinya sehari-hari dalam kehidupan. Berkomunikasi Secara Matematis Matematika merupakan bahasa untuk menyampaikan suatu ide. Kemampuan komunikasi memegang peranan penting dalam membantu siswa membangun hubungan antara aspek-aspek informal dan intuitif dengan bahasa yang abstrak dan simbol-simbol dari bahasa matematis, serta antara uraian secara fisikal, piktorial, grafik, simbolik, dan verbal, dengan gambaran mental dari gagasan matematis. Semua kegiatan pembelajaran dalam bentuk eksplorasi, menjelaskan, investigasi, menyelidiki, menguraikan, menetapkan suatu putusan, mendorong siswa dalam pengembangan kemampuan berkomunikasi. Menghubungkan dan Mengaplikasikan Ide Matematis Siswa akan menyadari manfaat matematika apabila pembelajaran matematika selalu dikaitkan dengan masalah kehidupan sehari-hari yang dialami siswa. Pembelajaran matematika harus dapat mengaitkan konsep matematika dengan situasi kehidupan nyata, yang memungkinkan siswa dengan pemilikan konsep matematis tersebut dapat memahami disiplin ilmu lainnya. Logika Matematika Pembelajaran matematika mendorong kepercayaan diri siswa dalam kemampuan nalar, berargumentasi, dan justifikasi atau menilai kemampuan berpikirnya sendiri.para siswa diharapkan menyadari bahwa hasil belajar matematika tidak hanya mengingat dan menghafal rumus, melainkan harus bermakna, logis dan menyenangkan.kemampuan berpikir logis biasanya berkembang dalam suatu kontinum, mulai berpikir kongkrit, hingga berpikir formal atau berpikir abstrak.siswa mampu berpikir induktif dari fakta ke konsep, dan berpikir deduktif dari konsep dan teori ke aplikasi yang spesifik dalam kehidupan sehari-hari. Mampu Menggunakan Teknologi Siswa diharapkan memiliki kemampuan menggunakan teknologi sebagai alat bagi pemecahan masalah.teknologi baru telah mengubah tingkat kesulitan problema matematis menjadi lebih mudah, misalnya dengan menggunakan komputer dan kalkulator. Kecepatan menghitung dan membuat grafik dari persamaan matematis, membantu siswa menemukan konsep-konsep matematis dan hubungannya secara lebih dalam. Harus disadari bahwa komputer hanyalah alat yang dapat menyederhanakan permasalahan tetapi tidak memecahkan masalah, solusi harus diperoleh oleh siswa. Keberadaan komputer tidak menghapus tuntutan terhadap siswa untuk menguasai kemampuan mempelajari fakta-fakta dasar dan algoritma. Kemampuan Mengestimasi Matematika tidak hanya berkaitan dengan kepastian (exactness) tetapi juga hal-hal yang bersifat mental antara sikap percaya diri. Strategi pembelajaran yang berorientasi pada 82 - Bab 6 Proses Pembelajaran Berbasis Kompetensi yang Mencerdaskan dan Berkarakter
8 kemampuan estimasi, sangat membantu siswa dalam berhubungan dengan situasi keseharian. Kemampuan siswa dalam membuat estimasi mendorong pertumbuhan kepercayaan diri (self confidence). Tujuh kecakapan di atas semuanya bersifat kecakapan proses yang diperlukan semua orang dalam menguasai dan memiliki konsep-konsep dasar dan axioma matematika, dan juga bagi penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Kecakapan proses dalam matematika diatas dapat digunakan guru matematika dalam mengembangkan kurikulum matematika berbasis kompetensi Kecakapan Proses Bahasa Kecakapan proses berbahasa, sudah dikenalkan sejak Kurikulum 1994.Dari Kurikulum 1994 diperoleh penjelasan bahwa penilaian Bahasa Inggris menggunakan penilaian integratif dan komunikatif, dan bukan penilaian terhadap penguasaan unsur-unsur bahasa, seperti grammar. Penilaian adalah pengukuran terhadap ketercapaian indikator hasil belajar yang menggambarkan rincian pencapaian tujuan pembelajar khusus yaitu kompetensi dasar. Perumusan Indikator Hasil Belajar yang menggambarkan pencapaian kompetensi dasar dapat dikembangkan dari standar kecakapan fungsional (kecakapan proses) seperti yang ditetapkan dalam Kurikulum 1994 yaitu: Membaca Siswa dapat membaca teks yang berbentuk narasi, deskripsi, percakapan dan argumentasi dengan keterampilan sebagai berikut: o Menemukan informasi tertentu; o Mendapatkan gambaran umum tentang isi bacaan; o Menemukan pikiran utama yang tersurat; o Menemukan pikiran utama yang tersirat; o Menemukan semua informasi rinci yang tersurat; o Mendapatkan informasi yang tersirat; o Menafsirkan makna kata, frosa dan kalimat berdasarkan konteks; o Mendapatkan rasa senang. Menyimak o Menemukan pikiran utama dalam teks lisan pendek (percakapan, narasi, deskripsi); o Menemukan informasi rinci dalam percakapan pendek dan sederhana; o Menemukan informasi tertentu dalam teks lisan pendek (percakapan, narasi, deskripsi); o Melakukan seperangkat petunjuk lisan sederhana; Berbicara o Bertanya dan menjawab pertanyaan tentang berbagai hal yang berkaitan dengan tema; o Melakukan percakapan pendek dengan lancar berdasarkan situasi; Bab 6 Proses Pembelajaran Berbasis Kompetensi yang Mencerdaskan dan Berkarakter-83
9 o Secara sederhana menjelaskan benda, orang, tempat, dan rangkaian peristiwa; o Secara sederhana mengungkapkan pikiran, pendapat, perasaan, dan sikap. Menulis o Menyusun kalimat (paling banyak 10 kalimat) yang diberikan secara acak menjadi paragraf berbentuk narasi dan deskripsi yang padu (koheren); o Melengkapi percakapan sederhana dan singkat secara tertulis ; o Menulis paragraf pendek (paling banyak 10 kalimat) berbentuk narasi dan deskripsi tentang topik yang sederhana; o Memberikan jawaban tertulis atas pertanyaan pemahaman; menulis pesan pribadi; o Menulis surat sederhana; o Menjawab surat sederhana. Diyakini bahwa dengan menggunakan kecakapan proses dalam pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAIKEM) maka siswa akan berlatih berpikir yang berdampak pada peningkatan kecerdasan. Termasuk kecerdasan berargumentasi (reasoning skill) yang berdampak pada peningkatan daya saing (competitiveness). B. Pembelajaran yang Berkarakter Sejak tahun 2010 Kementrian Pendidikan Nasional dan Kementrian Agama mulai fokus terhadap perlunya pendidikan yang berkarakter.banyak penelitian dan seminar yang dilakukan untuk menentukan kebijakan, konsep dan implementasi pendidikan karakter. Apa yang disebut dengan pendidikan karakter bangsa? Sebenarnya pendidikan berbasis kompetensi adalah solusi dari penyelenggaraan era Kurikulum 1994 yang padat pengetahuan, kurang mencerdaskan dan tidak membangun karakter bangsa. Kesalahan penyelenggaraan pendidikan di era Kurikulum 1994 adalah pembelajaran yang padat kognitif, cenderung menghasilkan verbalisme, dogmatisme dan split personality (pribadi yang terpecah/munafik).solusinya adalah kurikulum berbasis kompetensi (KBK) dimana Kurikulum 2004 mendefinisikan kompetensi sebagai keseluruhan pengetahuan (kognitif), nilai dan sikap (afektif) yang dapat direfleksikan dalam kebiasaan berfikir (psiko) dan bertindak (motorik). Konsep keseluruhan domain kognitif, afektif dan psikomotor dalam Kurikulum 2004 tersebut dapat diyakini kebenarannya karena sama dengan konsep muslim yang kaaffah (menyeluruh/integral) dalam Al Baqarah (Q.S. 2:208) yaitu keseluruhan iman, ilmu dan amal, dan apabila tidak menyeluruh diingatkan Allah Swt. sebagai pengikut syetan. Dengan demikian pembelajaran yang menggunakan kurikulum berbasis kompetensi, seharusnya sudah merupakan pembelajaran yang mencerdaskan dan juga pembelajaran yang berkarakter Bab 6 Proses Pembelajaran Berbasis Kompetensi yang Mencerdaskan dan Berkarakter
10 Apa itu pendidikan berkarakter? Secara konsep pendidikan karakter adalah proses aktualisasi potensi EQ dan SQ (Q.S. An Nahl [16]:78) dari siswa menjadi kompetensi personal dan kompetensi sosial yang tergambar dalam perilaku akhlak mulia. Bagaimana prosesnya? Pada Bab 1 terdahulu telah dijelaskan, pertama melalui proses penerimaan nilai melalui kecerdasan intelektual untuk diorganisasikan dalam sistem nilai (value system). Kedua adalah dengan proses pembiasaan aplikasi konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari dengan nilainilai akhlak mulia. Proses yang kedua ini dapat disebut sebagai latihan beribadah sosial sehingga siswa terbiasa berbuat kesalehan sosial atau berakhlak mulia. Bagaimana pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah? Penulis mendukung pola pelaksanaan pendidikan karakter yang dikemukakan oleh Achmad Husen, anggota Tim Pengembang Pendidikan Karakter Bangsa Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemdiknas Jakarta yaitu: Pertama nilai-nilai karakter harus diintegrasikan kedalam mata pelajaran. Khususnya pada SK dan KD yang saat ini rumusan SK dan KD pada semua mata pelajaran, baik di SD, SMP, SMA dan SMK masih terfokus pada domain kognitif dan motorik. Artinya hampir semua SK dan KD, dari semua mata pelajaran, belum memiliki domain afektif atau nilai dan sikap (nilai-nilai karakter bangsa). Apabila guru-guru dapat menyempurnakan SK dan KD sesuai dengan definisi kompetensi yang merupakan integrasi dari ketiga domain, yaitu dengan mengintegrasikan nilai-nilai karakter (afektif), maka proses pembelajaran siswa berbasis kompetensi bukan hanya mencerdaskan, menguasai dan memiliki ilmu, tetapi juga dapat menggunakan ilmunya dalam kehidupan dengan saleh (akhlak mulia). Kedua, membangun kampus sekolah sebagai pusat pembangunan karakter bangsa. Antara lain dengan menyiapkan sarana ibadah yang cukup dan ruang-ruang belajar yang bernilai religius. Sehingga karakter siswa terbiasakan dalam kehidupan sehari-hari di kampus sekolah. Ketiga, nilai-nilai karakter juga diintegrasikan ke dalam kegiatan ekstra kurikuler dan kegiatan sosial siswa bagi lingkungan masyarakat. Dari mana dimulainya pendidikan karakter di sekolah? Orang pertama yang akan memerintahkan penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah sudah pasti Kepala Sekolah, yang berperan sebagai pemimpin dan administrator pendidikan di sekolah.maka orang yang pertama dan utama dalam mendemonstrasikan karakter bangsa adalah Kepala Sekolah.Kemudian para wakil kepala sekolah, staff serta guru-guru di sekolah dan terakhir adalah siswa-siswa. Mengapa demikian? Bagi umat muslim, Allah Swt. mengingatkan dalam Al Quran surat Ash Shaaf, yaitu: (2) Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? (3) Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan. (Q.S. Ash Shaaf [61]: 2-3) Bab 6 Proses Pembelajaran Berbasis Kompetensi yang Mencerdaskan dan Berkarakter-85
11 Artinya bagi kepala sekolah, wakil kepala sekolah, staff dan guru yang memerintahkan siswanya untuk berkarakter, apabila mereka tidak melakukannya (memberi keteladanan), maka akan mendapat kebencian yang besar dari Allah Swt. Padahal surga hanya dapat dicapai melalui keridhoannya. Apakah peringatan Allah Swt. tersebut hanya berlaku di sekolah, yaitu kepada kepala sekolah dan guru serta staff?tidak, tetapi berlaku untuk semua orang yang mempromosikan pendidikan karakter termasuk penulis Bab 6 Proses Pembelajaran Berbasis Kompetensi yang Mencerdaskan dan Berkarakter
Bab 3 Pendidikan Agama Islam (PAI) Berbasis Kompetensi Bertema Ibadah Membangun Akhlak Mulia
Bab 3 Pendidikan Agama Islam (PAI) Berbasis Kompetensi Bertema Ibadah Membangun Akhlak Mulia Kurikulum memiliki empat kompenen yaitu komponen tujuan, komponen materi, komponen proses dan komponen evaluasi.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam perkembangan ilmu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ditakuti dan tidak disukai siswa. Kecenderungan ini biasanya berawal dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mata pelajaran fisika pada umumnya dikenal sebagai mata pelajaran yang ditakuti dan tidak disukai siswa. Kecenderungan ini biasanya berawal dari pengalaman belajar
Lebih terperinciDiajukan Oleh : IRFAKNI BIRRUL WALIDATI A
-USAHA PENINGKATAN KEMAMPUAN BERNALAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN BELAJAR SOMATIS, AUDITORI, VISUAL DAN INTELEKTUAL (SAVI) ( PTK Pembelajaran Matematika Kelas VII SMP N II Wuryantoro)
Lebih terperinciApa Peran dan Fungsi SD dalam Sisdiknas?
Pemberdayaan Sekolah Dasar (SD) SebagaiFondasi Peningkatan Mutu Pendidikan Nasional (Pemberdayaan SDM yang Cerdas, Kompetitif, Produktif dan Berakhlak Mulia dengan Pendekatan Sistem) Oleh: Dr Hari Suderadjat,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses pembelajaran merupakan aktivitas yang paling utama dalam proses pendidikan di sekolah. Pembelajaran matematika merupakan suatu proses belajar mengajar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sehingga kelangsungan hidup manusia akan berjalan dengan lancar dan optimal.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan dasar bagi manusia dan mempunyai peran yang sangat penting dalam menjamin perkembangan dan kelangsungan kehidupan manusia. Pendidikan
Lebih terperinciBab II Konsep Dasar Pendidikan Ar-Rafi Dalam Membangun Generasi Unggul
Bab II Konsep Dasar Pendidikan Ar-Rafi Dalam Membangun Generasi Unggul Bagaimana membangun manusia unggul, merupakan pertanyaan dari seorang filsuf Jerman yaitu Friedrich Nietzsche yang lahir pada tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang begitu pesat
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang begitu pesat membuat setiap orang dapat mengakses segala bentuk informasi yang positif maupun negatif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sains atau Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan salah satu mata pelajaran pokok dalam kurikulum pendidikan di Indonesia, termasuk pada jenjang Sekolah Dasar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengajar merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar mengajar merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam keberhasilan belajar siswa. Berdasarkan
Lebih terperinciA. LATAR BELAKANG MASALAH
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan merupakan salah satu indikator kemajuan sebuah negara. Semakin baik kualitas pendidikan di sebuah negara maka semakin baik pula kualitas negara tersebut.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang diajarkan pada setiap jenjang pendidikan, matematika diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam rangka mengembangkan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Inkuiri dalam Pembelajaran IPA. menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan.
7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Inkuiri dalam Pembelajaran IPA Model Pembelajaran inkuiri adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembelajaran fisika saat ini adalah kurangnya keterlibatan mereka secara aktif
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu permasalahan besar yang dialami siswa dalam proses pembelajaran fisika saat ini adalah kurangnya keterlibatan mereka secara aktif dalam proses belajar
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. (Undang-undang No.20 Tahun 2003: 1). Pendidikan erat kaitannya dengan
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan kondisi belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi-potensi
Lebih terperinciBab I Pendahuluan. Rata-rata lama pendidikan di Indonesia hanya berdampak pada sepertiga GDP (gross domestic
Bab I Pendahuluan Latar Belakang Ada pandangan bahwa tingkat pendidikan akan berkorelasi dengan tingkat pendapatan ekonomi. Hal ini sejalan dengan penilaian OECD (Organization for Economic Cooperation
Lebih terperinciA. LATAR BELAKANG MASALAH
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Salah satu tujuan pembelajaran matematika pada sekolah menengah atas adalah siswa memiliki kemampuan memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan kurikulum pendidikan yang digunakan mengacu pada sistem pendidikan nasional. Pada saat penelitian ini dilakukan, kurikulum yang digunakan dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika mempunyai peranan sangat penting dalam perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Matematika juga dapat menjadikan siswa menjadi manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Peran pendidikan matematika sangat penting bagi upaya menciptakan sumber
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peran pendidikan matematika sangat penting bagi upaya menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas sebagai modal bagi proses pembangunan. Siswa sebagai sumber
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Belajar merupakan usaha memperoleh perubahan tingkah laku, ini mengandung makna ciri proses belajar adalah perubahan- perubahan tingkah laku dalam diri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Upaya untuk mencerdaskan kehidupan Bangsa sebagaimana yang diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 terkait pada beberapa aspek pengetahuan, salah
Lebih terperinciSkripsi OLEH: REDNO KARTIKASARI K
PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING) DENGAN METODE EKSPERIMEN UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA KELAS VIII C SMP NEGERI 14 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2010/2011
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi serta teknologi yang maju
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi serta teknologi yang maju merupakan suatu hal yang sangat urgen dalam masyarakat modern, karena dapat membuat manusia
Lebih terperinciBab IV Konsep Pendidikan Ar-Rafi Dalam Membangun Ahlak Mulia
Bab IV Konsep Pendidikan Ar-Rafi Dalam Membangun Ahlak Mulia Sejak tahun 2010 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mempromosikan pendidikan karakter dalam konteks pendidikan berbasis kompetensi. A. Apa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan sains dan teknologi merupakan salah satu alasan tentang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sains dan teknologi merupakan salah satu alasan tentang perlu dikuasainya matematika oleh siswa. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. jawab dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa (Mulyasa, 2005 :70).
BAB II KAJIAN TEORI A. Pendidikan IPA di Sekolah Dasar Pendidikan Sekolah Dasar sebagai bagian dari sitem pendidikan nasional mempunyai peran amat penting dalam meningkatkan sumber daya manusia (SDM).
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan hasil belajar siswa apabila secara statistik hasil belajar siswa menunjukan
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Pembelajaran dikatakan efektif
Lebih terperinciANALISIS KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU SEKOLAH DASAR DALAM MENGEMBANGKAN KURIKULUM DAN RANCANGAN PROGRAM PEMBELAJARAN HOLISTIC INTEGRATIVE
ANALISIS KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU SEKOLAH DASAR DALAM MENGEMBANGKAN KURIKULUM DAN RANCANGAN PROGRAM PEMBELAJARAN HOLISTIC INTEGRATIVE BERBASIS NILAI-NILAI ISLAM DI SD AR RAFI KOTA BANDUNG Fanny Sumirat*
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat sangat membantu mempermudah kegiatan dan keperluan kehidupan manusia. Namun manusia tidak bisa menipu diri
Lebih terperinciMatematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang tidak pernah lepas dari segala bentuk aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan umum pendidikan di Indonesia tercantum dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) No. 20 tahun 2003 adalah untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan memerlukan kecakapan hidup.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Ilmu pengetahuan, keterampilan, dan pendidikan merupakan unsur dasar yang menentukan kecakapan berpikir tentang dirinya dan lingkungannya. Seseorang yang
Lebih terperinci2016 KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SMP MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan yang timbul akibat adanya Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Sains (IPTEKS) dimana semakin pesat yaitu bagaimana kita bisa memunculkan Sumber Daya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia saat ini
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia saat ini tidak dapat dipungkiri berdampak pada perubahan di seluruh aspek kehidupan, khususnya terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang handal, karena pendidikan diyakini akan dapat mendorong memaksimalkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Matematika bukan pelajaran yang hanya memberikan
Lebih terperinciPEMBUKTIAN, PENALARAN, DAN KOMUNIKASI MATEMATIK. OLEH: DADANG JUANDI JurDikMat FPMIPA UPI 2008
PEMBUKTIAN, PENALARAN, DAN KOMUNIKASI MATEMATIK OLEH: DADANG JUANDI JurDikMat FPMIPA UPI 2008 PEMBUKTIAN DALAM MATEMATIKA Bukti menurut Educational Development Center (2003) adalah suatu argumentasi logis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia dikatakan sebagai makhluk pendidikan karena dia memiliki
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dikatakan sebagai makhluk pendidikan karena dia memiliki berbagai potensi, seperti potensi akal, potensi hati, potensi jasmani, dan juga potensi rohani. Dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia. Peran pendidikan sangat dibutuhkan dalam mempersiapkan dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan terpenting dalam kehidupan manusia. Peran pendidikan sangat dibutuhkan dalam mempersiapkan dan mengembangkan sumber
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menghasilkan generasi emas, yaitu generasi yang kreatif, inovatif, produktif,
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia yang cerdas, kreatif, dan kritis menjadi faktor dominan yang sangat dibutuhkan dalam menghadapi era persaingan global. Sementara itu proses pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sangat dianjurkan pelaksanaannya oleh Allah SWT. Islam juga memerintah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam memandang pendidikan dan pengajaran adalah sebuah perintah yang sangat dianjurkan pelaksanaannya oleh Allah SWT. Islam juga memerintah pengikutnya untuk
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pada hakikatnya, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dibangun atas dasar produk
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakikatnya, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah, dan sikap atau prosedur ilmiah (Trianto, 2012: 137). Pembelajaran Ilmu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam beberapa tahun terakhir ini pesatnya kemajuan teknologi informasi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam beberapa tahun terakhir ini pesatnya kemajuan teknologi informasi dan komunikasi telah menyebar ke setiap aspek kehidupan. Hampir sebagian besar dimensi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. B. Perumusan Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak rintangan dalam masalah kualitas pendidikan, salah satunya dalam program pendidikan di Indonesia atau kurikulum.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peserta didik sekolah dasar kelas awal, yaitu kelas I, II, dan III berada pada rentang usia dini. Masa usia dini merupakan masa yang pendek, tetapi sangat penting bagi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Keterampilan berbahasa terdiri atas empat komponen penting yaitu keterampilan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keterampilan berbahasa terdiri atas empat komponen penting yaitu keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat keterampilan tersebut saling melengkapi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk yang diberikan kelebihan oleh Allah swt dengan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia yang berpikir bagaimana menjalani kehidupan dunia ini dalam rangka mempertahankan hidup
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan
12 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Belajar Matematika Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Ini berarti bahwa berhasil tidaknya
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Belajar IPA Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) didefinisikan sebagai kumpulan pengetahuan yang tersusun secara terbimbing. Hal ini sejalan dengan kurikulum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perubahan kurikulum sains dari kurikulum berbasis kompetensi (KBK) menjadi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi serta informasi yang sangat cepat perlu upaya proaktif dari pemerintah seperti perubahan kurikulum sains. Perubahan kurikulum
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT
8 BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT A. Metode Kerja Kelompok Salah satu upaya yang ditempuh guru untuk menciptakan kondisi belajar mengajar yang kondusif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang memegang peranan penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang diajarkan pada setiap jenjang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan zaman, bangsa Indonesia harus
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, bangsa Indonesia harus mempersiapkan diri karena persaingan dalam dunia pendidikan semakin ketat. Salah satu upaya yang dapat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menuntut perubahan. berlangsung sesuai dengan tujuan yang diharapkan (Trianto, 2007:3).
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menuntut perubahan paradigma dalam pendidikan dan pembelajaran, khususnya pada jenis dan jenjang pendidikan formal (persekolahan),
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Melalui pendidikan siswa diharapkan memiliki kecakapan baik intelektual,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan ide-ide melalui lisan, tulisan,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembelajaran matematika di sekolah diantaranya adalah melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, mengembangkan kemampuan memecahkan masalah,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Aktivitas belajar sangat terkait dengan proses pencarian ilmu. Belajar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aktivitas belajar sangat terkait dengan proses pencarian ilmu. Belajar adalah suatu aktivitas di mana terdapat sebuah proses dari tidak tahu menjadi tahu, tidak mengerti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Taufik Rahman, 2015
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu pelajaran yang dipelajari mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Pada saat di sekolah dasar, materi matematika yang
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Matematika 2.1.2 Pengertian Matematika Matematika berasal dari bahasa latin manthanein atau mathema yang berarti belajar atau hal yang dipelajari.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan
1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Indonesia memerlukan sumber daya manusia dalam jumlah dan mutu yang memadai sebagai pendukung utama dalam pembangunan. Untuk memenuhi sumber daya manusia tersebut,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fisika merupakan mata pelajaran yang penting dalam kurikulum sekolah karena kontribusinya dalam melandasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Penerapannya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suci Primayu Megalia, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan upaya penting untuk mencerdaskan Sumber Daya Manusia (SDM). Salah satu upaya itu adalah dengan adanya pendidikan formal maupun informal yang di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan penting dalam pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari waktu jam pelajaran sekolah lebih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berlandaskan pada kurikulum satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan. masyarakat secara mandiri kelak di kemudian hari.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan formal merupakan upaya sadar yang dilakukan sekolah dengan berlandaskan pada kurikulum satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan kemampuan kognitif,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran sains di Indonesia dewasa ini kurang berhasil meningkatkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran sains di Indonesia dewasa ini kurang berhasil meningkatkan kemampuan literasi sains siswa, uraian tersebut berdasarkan pada informasi diagnostik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan aspek yang penting dalam meningkatkan sumber
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan aspek yang penting dalam meningkatkan sumber daya manusia di Indonesia. Pendidikan merupakan suatu proses yang membantu manusia dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam proses peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM). Pendidikan diyakini akan dapat mendorong memaksimalkan potensi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam konteks sekolah dewasa ini, pembelajaran bukan sekedar kegiatan menyampaiakan sesuatu seperti menjelaskan konsep dan prinsip atau mendemonstrasikan keterampilan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (Sains) merupakan ilmu yang berhubungan dengan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (Sains) merupakan ilmu yang berhubungan dengan alam dan fenomena yang terjadi di dalamnya. Biologi sebagai salah satu bidang Ilmu Pengetahuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan teknologi dan informasi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika sebagai ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan mengembangkan daya pikir manusia.
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah sesuatu
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah sesuatu yang memiliki pengaruh atau akibat yang ditimbulkan, membawa hasil dan merupakan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar Menurut Lindgren dalam Agus Suprijono (2011: 7) hasil pembelajaran meliputi kecakapan, informasi, pengertian, dan sikap. Hal yang sama juga dikemukakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata pelajaran matematika di tingkat Sekolah Menengah Pertama adalah agar peserta didik memiliki
Lebih terperinciSTRATEGI PEMBELAJARAN INKUIRI
STRATEGI PEMBELAJARAN INKUIRI PENGERTIAN STRATEGI PEMBELAJARAN INKUIRI merupakan rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses pembelajaran matematika membutuhkan sejumlah kemampuan. Seperti dinyatakan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP, 2006) bahwa untuk menguasai
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan, sebab tanpa pendidikan manusia akan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu kebutuhan, sebab tanpa pendidikan manusia akan sulit berkembang dan bahkan akan terbelakang. Dengan demikian pendidikan harus diarahkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan cara mencari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pada dasarnya Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis untuk menguasai kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep,
Lebih terperinciBab 2 Peran Guru Dalam Pembangunan Karakter Bangsa
Bab 2 Peran Guru Dalam Pembangunan Karakter Bangsa Pemerintah menetapkan delapan standar nasional pendidikan yaitu : 1. Standar Kompetensi Lulusan 2. Standar Isi 3. Standar Proses 4. Standar Evaluasi 5.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu bangsa. Penduduk yang banyak tidak akan menjadi beban suatu negara apabila berkualitas, terlebih
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. dipelajari oleh pembelajar. Jika siswa mempelajari pengetahuan tentang konsep,
BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Hakekat Hasil Belajar 2.1.1.1 Definisi Hasil Belajar Secara umum hasil adalah segala sesuatu yang diperoleh setelah melakukan suatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematikadalamduniapendidikanmerupakansalahsatuilmudasar yangdapatdigunakanuntukmenunjangilmu-ilmulainsepertiilmu fisika,kimia,komputer,danlain-lain.pada
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. A. Hakikat Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) 1. Pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL)
10 BAB II KAJIAN TEORI A. Hakikat Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) 1. Pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL) Menurut Suprijono Contextual Teaching and Learning (CTL)
Lebih terperinciII. KERANGKA TEORETIS. 1. Pembelajaran berbasis masalah (Problem- Based Learning)
7 II. KERANGKA TEORETIS A. Tinjauan Pustaka 1. Pembelajaran berbasis masalah (Problem- Based Learning) Untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar, para ahli pembelajaran telah menyarankan penggunaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang diberikan pada setiap jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah penting untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pesat terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Sebagai akibat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Sebagai akibat dari kemajuan teknologi komunikasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pelajaran matematika perlu diberikan kepada siswa mulai dari sekolah dasar,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu pondasi dari kemampuan sains dan teknologi. Pemahaman terhadap matematika, kemampuan yang bersifat keahlian sampai kepada pemahaman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pendidikan tidak dapat berjalan baik, tanpa adanya kerja sama dengan berbagai
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah pendidikan merupakan bidang garapan yang menyangkut kepentingan segenap kalangan masyarakat yang lebih diprioritaskan untuk masa depan bangsa. Oleh
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
51 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Pendekatan kualitatif digunakan dalam penelitian ini karena data yang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. segala perubahan yang terjadi dilingkungannya. Tanpa pendidikan, manusia tidak
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu kegiatan atau proses yang dilaksanakan untuk mengembangkan potensi yang ada dalam diri setiap manusia sehingga mampu menciptakan insan yang
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Berbasis Masalah Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model pembelajaran yang menjadikan masalah sebagai dasar atau basis bagi siswa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak dapat memperoleh informasi dengan cepat dan mudah dari berbagai sumber dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai bagian dari kurikulum di sekolah, memegang peranan yang sangat penting dalam upaya meningkatkan kualitas lulusan yang mampu bertindak atas
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
6 BAB II LANDASAN TEORI A. Pembelajaran Matematika Matematika (dari bahasa Yunani: mathēmatiká) adalah studi besaran, struktur, ruang, dan perubahan. Para matematikawan mencari berbagai pola, merumuskan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia yang dinamis dan sarat perkembangan. Oleh karena itu, perubahan atau perkembangan pendidikan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. keterampilan-keterampilan tertentu yang disebut keterampilan proses. Keterampilan Proses menurut Rustaman dalam Nisa (2011: 13)
7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Keterampilan Berkomunikasi Sains Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sebagai proses dan sekaligus sebagai produk. Seseorang mampu mempelajari IPA jika
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi (bentukan) kita sendiri.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan potensi sumber daya manusia peserta didik, dengan cara mendorong dan memfasilitasi kegiatan
Lebih terperinci