BAB I PENDAHULUAN. berupa oral (words spoken by a witness in court) dan documentary (the production of a

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. berupa oral (words spoken by a witness in court) dan documentary (the production of a"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Alat bukti yang sah atau diterima dalam suatu perkara (perdata), pada dasarnya terdiri dari ucapan dalam bentuk keterangan saksi-saksi, pengakuan, sumpah, dan tertulis dapat berupa tulisan-tulisan yang mempunyai nilai pembuktian. Dalam perkembangan alat bukti sekarang ini (untuk perkara pidana juga perdata) telah diterima pula alat bukti elektronis atau yang terekam atau yang disimpan secara elektronis sebagai alat bukti yang sah dalam persidangan pengadilan. 1 Menurut George Whitecross Patton alat bukti dapat berupa oral (words spoken by a witness in court) dan documentary (the production of a admissible documents) atau material (the production of a physical res other than a document). 2 Alat bukti adalah bahan-bahan yang dipakai untuk pembuktian dalam suatu perkara di depan persidangan pengadilan. 3 Dalam Pasal 1866 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata) menyebutkan alat-alat bukti terdiri dari : 1 a. Pasal 15 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan. b. Pasal 38 huruf b dan c Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. c. Pasal 26 A huruf a dan b Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. d. Pasal 27 huruf b Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-undang. 2 George Whitecross Patton, A Text-Book of Jurisprudence, Oxford at the Clarendon Press, second edition, 1953, hal Bachtiar Effendie, Masdari Tasmin dan A.Chodari, Surat Gugatan dan Hukum Pembuktian dalam Perkara Perdata, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1991), hal. 49.

2 1. Bukti Tulisan; 2. Bukti dengan saksi-saksi; 3. Persangkaan-persangkaan; 4. Pengakuan; 5. Sumpah. Pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan-tulisan otentik maupun dengan tulisan-tulisan dibawah tangan. 4 Baik akta otentik maupun akta dibawah tangan dibuat dengan tujuan sebagai alat bukti. Perbedaan yang penting antara kedua jenis bukti tulisan tersebut, yaitu dalam nilai pembuktian, akta otentik mempunyai pembuktian yang sempurna. Dengan kesempurnaan akta Notaris sebagai alat bukti, maka akta tersebut harus dilihat apa adanya, tidak perlu dinilai atau ditafsirkan lain, selain yang tertulis dalam akta tersebut. Akta dibawah tangan mempunyai kekuatan pembuktian sepanjang para pihak mengakuinya atau tidak ada penyangkalan dari salah satu pihak. Jika ada salah satu pihak tidak mengakuinya, beban pembuktian diserahkan kepada pihak yang menyangkal tersebut dan penilaian atas penyangkalan bukti tersebut diserahkan kepada hakim. Baik alat bukti akta dibawah tangan maupun akta otentik harus memenuhi rumusan mengenai sahnya suatu perjanjian berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata dan secara materil mengikat para pihak yang membuatnya (Pasal 1338 KUHPerdata) sebagai suatu perjanjian yang harus ditepati oleh para pihak (pacta sunt servanda). 4 Pasal 1867 KUHPerdata.

3 Menurut Subekti yang dimaksud dengan akta adalah suatu tulisan yang memang dengan sengaja dibuat untuk dijadikan bukti tentang suatu peristiwa dan ditandatangani. 5 Suatu akta dalam kedudukannya dapat menjadi akta otentik apabila memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam Pasal 1868 KUHPerdata, yaitu : 1. Akta harus dibuat oleh (door) atau dihadapan (ten overstaan) seseorang pejabat umum. 2. Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang. 3. Pejabat umum oleh atau dihadapan siapa akta itu dibuat, harus mempunyai kewenangan untuk membuat akta itu. Akta yang dibuat oleh (door) Notaris dalam praktiknya disebut Akta Relaas atau Akta Berita Acara yang berisi berupa uraian Notaris yang dilihat dan disaksikan Notaris sendiri atas permintaan para pihak, agar tindakan atau perbuatan para pihak yang dilakukan dituangkan ke dalam bentuk akta Notaris. Akta yang dibuat di hadapan (ten overstaan) Notaris, dalam praktik Notaris disebut Akta Pihak, yang berisi uraian atau keterangan, pernyataan para pihak yang diberikan atau yang diceritakan di hadapan Notaris. Para pihak berkeinginan agar uraian atau keterangannya dituangkan ke dalam bentuk akta Notaris. 6 Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang yaitu Undang-undang No. 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (UUJN). Ketentuan-ketentuan akta Notaris dalam UUJN dapat dilihat pada Pasal 38 yang berbunyi : 1. Setiap akta Notaris terdiri atas : 5 Subekti, Hukum Pembuktian, (Jakarta : PT. Pradnya Paramitha, 2005), hal G.H.S Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, (Jakarta : Erlangga, 1983), hal. 51.

4 a. awal akta atau kepala akta; b. badan akta; dan c. akhir atau penutup akta. 2. Awal akta atau kepala akta memuat : a. judul akta; b. nomor akta; c. jam, hari, tanggal, bulan, dan tahun; dan d. nama lengkap dan tempat kedudukan Notaris. 3. Badan akta memuat : a. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, kewarganegaraan, pekerjaan, jabatan, kedudukan, tempat tinggal para penghadap dan/atau orang yang mereka wakili; b. keterangan mengenai kedudukan bertindak penghadap; c. isi akta yang merupakan kehendak dan keinginan dari pihak yang berkepentingan; dan d. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, serta pekerjaan, jabatan, kedudukan, dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi pengenal. 4. Akhir atau penutup akta memuat: a. uraian tentang pembacaan akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf m atau Pasal 16 ayat (7); b. uraian tentang penandatanganan dan tempat penandatanganan atau penerjemahan akta apabila ada; c. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, jabatan, kedudukan, dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi akta; dan d. uraian tentang tidak adanya perubahan yang terjadi dalam pembuatan akta atau uraian tentang adanya perubahan yang dapat berupa penambahan, pencoretan, atau penggantian. 5. Akta Notaris Pengganti, Notaris Pengganti Khusus, dan Pejabat Sementara Notaris, selain memuat ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), juga memuat nomor dan tanggal penetapan pengangkatan, serta pejabat yang mengangkatnya. Kewenangan Pejabat untuk membuat akta diatur pada Pasal 15 UUJN yang berbunyi: Ayat (1) Notaris berwenang membuat Akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam Akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan Akta, menyimpan Akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan Akta, semuanya itu sepanjang pembuatan Akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang Ayat (2) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Notaris berwenang pula:

5 a. mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus; b. membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus; c. membuat kopi dari asli surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan; d. melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya; e. memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan Akta; f. membuat Akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau g. membuat Akta risalah lelang. Ayat (3) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Berdasarkan Pasal 1888 KUHPerdata, kekuatan pembuktian suatu bukti tulisan adalah pada akta aslinya, apabila akta yang asli itu ada, maka salinan-salinan serta ikhtisarikhtisar hanyalah dapat dipercaya sekadar salinan-salinan serta ikhtisar-ikhtisar itu sesuai dengan aslinya, yang mana senantiasa dapat diperintahkan mempertunjukannya. Kekuatan pembuktian akta otentik akan ada selama minuta akta aslinya masih menjadi bagian prokol Notaris. Apabila Notaris tersebut pensiun maka protokol Notaris pensiun tersebut diteruskan oleh Notaris lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Akta dibawah tangan adalah akta yang dibuat sendiri oleh pihak-pihak yang berkepentingan tanpa bantuan pejabat umum. 7 Akta otentik diatur dalam HIR dan KUHPerdata, namun akta dibawah tangan ini tidak diatur dalam HIR untuk Jawa dan Madura. Akta dibawah tangan ini diatur dalam ordonansi Pasal 1, Pasal 2, Pasal 3 karena pada waktu HIR dibuat (sebelum tahun 1848) akta dibawah tangan tersebut diatur khusus dalam Staatsblad 1867 Nomor 29 tentang kekuatan pembuktian tulisan-tulisan dibawah 7 Taufik Makarao, Pokok-pokok Hukum Acara Perdata, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2004), hal. 100.

6 tangan. Untuk daerah luar Jawa dan Madura diatur dalam RBg Pasal 286 sampai dengan Pasal 305. Selain itu, akta dibawah tangan dapat juga dilihat dalam Pasal 1874 sampai Pasal 1880 KUHPerdata. Perbedaan antara HIR dan RBg adalah didalam HIR hanya mengatur mengenai akta otentik saja, maka RBg selain mengatur mengenai akta otentik juga mengatur mengenai akta dibawah tangan. Adapun isi dari Pasal-pasal S No. 29 adalah sebagai berikut: 8 Pasal 1 Sebagai tulisan-tulisan dibawah tangan dianggap akta-akta yang ditandatangani bawah tangan, surat-surat, register-register, surat-surat rumah tangga, dan lain-lain tulisan yang ditandatangani, yang dibuat tanpa bantuan seorang pejabat umum. Dengan penandatanganan sebuah tulisan dibawah tangan dipersoalkan cap jari yang dibutuhkan dibawahnya, disahkan dengan suatu keterangan yang tertinggal dari seorang notaris atau seorang pejabat lain yang ditunjuk oleh undang-undang dari mana ternyata bahwa ia mengenai di pembubuh cap jari tersebut dibubuhkan dihadapan pejabat tersebut. Pasal 2 Barang siapa yang terhadapnya diajukan suatu tulisan dibawah tangan, diwajibkan secara tegas mengakui atau menyangkal tanda tangannya, tetapi bagi para ahli warisnya atau orang-orang yang mendapat hak daripadanya cukuplah jika mereka menerangkan tidak mengakui tulisan atau tanda tangan itu sebagai tulisan atau tanda tangan orang yang mereka wakili. Pasal 3 Jika seseorang menyangkal tulisan atau tanda tangannya, ataupun jika para ahli warisnya atau orang-orang yang mendapat hak daripadanya, menerangkan tidak mengakuinya, maka hakim harus memerintahkan supaya keaslian daripada tulisan atau tanda tangan tersebut. Selain dari ketentuan Pasal 1869 KUHPerdata mengenai kekuatan pembuktian akta, didalam UUJN juga mengatur ketentuan pembuktian akta tersebut, yaitu pada Pasal 41, Pasal 44, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 50 dan Pasal 51. Beberapa Pasal tersebut mengatur terperincinya terhadap bentuk akta, dengan tidak terpenuhinya ketentuan yang ada pasalpasal tersebut maka menyebabkan turunnya (degradasi) kekuatan pembuktian akta otentik. Istilah degradasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti penurunan, 8 Abdulkadir Muhammad, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Bandung : PT. Cipta Aditya Bakti, 1992), hal. 137.

7 tentang pangkat, mutu, moral dan sebagainya, kemunduran, kemerosotan atau dapat juga menempatkan ditingkat atau posisi yang lebih rendah. 9 Dalam pengertian yang berhubungan dengan kekuatan bukti, akta notaris sebagai akta otentik memiliki kekuatan bukti yang lengkap atau sempurna dan memiliki kekuatan mengikat, serta telah mencukupi batas minimal alat bukti yang sah tanpa lagi diperlukan alat bukti lain dalam suatu sengketa hukum perdata, 10 namun demikian akta tersebut dapat mengalami penurunan mutu atau kemunduran atau kemerosotan status, dalam arti posisinya lebih rendah dalam kekuatan sebagai alat bukti, dari kekuatan bukti lengkap dan sempurna menjadi permulaan pembuktian seperti akta dibawah tangan dan dapat memiliki cacat hukum yang menyebabkan kebatalan atau ketidakabsahannya akta tersebut. 11 Notaris sebagai pejabat umum tentunya dalam membuat suatu akta, tidak dapat diberlakukan serta merta terhadap akta yang dibuatnya mengalami turunnya kekuatan pembuktian dari akta otentik menjadi akta dibawah tangan, seharusnya melalui prosedur pembuktian di pengadilan dan mendapatkan keputusan pengadilan yang inkrah terlebih dahulu. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya celah hukum bagi oknum yang tidak beritikad baik. 9 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Edisi ke empat, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2008), hal Menurut Pasal 1870 KUHPerdata suatu akta otentik memberikan diantara para pihak beserta para ahli warisnya atau orang yang mendapatkan haknya dari mereka suatu bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat didalamnya. Akta otentik merupakan suatu bukti yang mengikat dalam arti bahwa apa yang ditulis dalam akta tersebut harus dipercaya oleh hakim, yaitu harus dianggap sebagai benar, selama ketidakbenarannya tidak dibuktikan. Dan akta tersebut memberikan suatu bukti yang sempurna, dalam arti bahwa akta tersebut sudah tidak memerlukan suatu penambahan pembuktian. Akta otentik itu tidak hanya membuktikan bahwa para pihak sudah menerangkan apa yang dituliskan, tetapi juga bahwa apa yang diterangkan tadi adalah benar. R. Subekti, Hukum Pembuktian, (Jakarta : Pradnya Paramita, 2008), hal Habib Adjie, Aspek Pertanggungjawaban Notaris Dalam Pembuatan Akta, (Bandung : CV. Mandar Maju, 2011), hal. 120.

8 Pelaksanaan turunnya kekuatan pembuktian akta hanya karena kurang paraf (yang diatur pada Pasal 50 ayat (2)) yang salah satu akibatnya berpengaruh pada perjanjian kredit apabila debitur wanprestasi, kemudian Notaris harus mengganti kerugian berikut bunga dan biaya-biaya yang timbul. Apabila ada pihak debitur yang beritikad tidak baik hal-hal tersebut dapat menjadi celah hukum untuk menjatuhkan Notaris tanpa dibuktikan terlebih dahulu. Pasal-pasal tersebut sudah serta merta memberikan vonis Notaris bersalah tanpa melalui pembuktian di pengadilan (mengenyampingkan asas praduga tidak bersalah). Berdasarkan latar belakang tersebut di atas,maka perlu kiranya dilakukan penelitian dengan judul Analisis Yuridis Atas Turunnya Kekuatan Pembuktian Akta Notaris Menurut Undang-Undang Jabatan Notaris No. 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris. B. Perumusan Masalah Ada beberapa pokok permasalahan hukum yang akan dibahas dalam penyusunan penelitian ini, antara lain: 1. Bagaimana kedudukan hukum atas batasan turunnya kekuatan pembuktian akta Notaris berdasarkan UUJN No. 2 Tahun 2014? 2. Bagaimana mekanisme penerapan sanksi terhadap Notaris dalam terjadinya turunnya kekuatan pembuktian akta Notaris? 3. Bagaimana batasan pertanggungjawaban Notaris terhadap turunnya kekuatan pembuktian akta Notaris? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan pada rumusan masalah diatas, maka yang menjadi tujuan Penelitian ini adalah :

9 1. Untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana kedudukan hukum atas batasan turunnya kekuatan pembuktian akta Notaris berdasarkan UUJN No. 2 Tahun Untuk mengetahui dan mengalisis bagaimana mekanisme penerapan sanksi terhadap Notaris dalam terjadinya turunnya kekuatan pembuktian akta Notaris. 3. Untuk mengetahui dan mengalisis bagaimana batasan pertanggungjawaban Notaris terhadap turunnya kekuatan pembuktian akta Notaris. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis, yaitu: 1. Secara Teoritis a. Bagi masyarakat hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan pengembangan ilmu pengetahuan di bidang Hukum khususnya di Kenotariatan; b. Bagi para akademis dan dunia pendidikan hasil penelitian ini juga diharapkan menambah khasanah keilmuan dan pengembangan ilmu hukum. 2. Secara Praktis a. Sebagai bahan masukan bagi praktisi yang terlibat langsung mengenai akta otentik; b. Sebagai bahan masukan untuk pembuat undang-undang (legislatif) tentang turunnya kekuatan pembuktian akta.

10 E. Keaslian Penelitian Berdasarkan Penelitian dan Penelusuran yang telah dilakukan baik terhadap hasilhasil yang sudah ada, maupun yang sedang dilakukan khususnya pada perpustakaan Sekolah Pasca Sarjana, mengenai penelitian dengan judul Analisis Yuridis Atas Turunnya Kekuatan Pembuktian Akta Notaris Menurut Undang- Undang Jabatan Notaris No. 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris belum pernah dilakukan. Menurut hasil penelusuran di perpustakaan Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara pernah ada penelitian yang juga membahas mengenai pembatalan akta Notaris, nama penulis Zuliana Maro Batubara, Nomor Induk Mahasiswa , Magister Kenotariatan,, dengan Judul Analisis Yuridis Terhadap Pembatalan Akta Notaris (Studi Kasus Pada Pengadilan Negeri Medan. Di dalam hasil penelitian tersebut membahas mengenai : 1. Bagaimana suatu akta Notaris dapat menjadi batal oleh suatu putusan Pengadilan? 2. Bagaimana tanggung jawab Notaris terhadap akta yang menjadi batal demi hukum oleh suatu putusan Pengadilan? 3. Bagaimana pandangan badan peradilan khususnya Pengadilan Negeri Medan dalam pertimbangannya dalam membatalkan akta Notaris? Dalam penelitian ini yang berjudul Analisis Yuridis Turunnya Kekuatan Pembuktian Akta Notaris Menurut Undang-undang Jabatan Notaris No. 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris akan membahas mengenai :

11 1. Bagaimana kedudukan hukum atas batasan turunnya kekuatan pembuktian akta Notaris berdasarkan UUJN No. 2 Tahun 2014? 2. Bagaimana mekanisme penerapan sanksi terhadap Notaris dalam terjadinya turunnya kekuatan pembuktian akta Notaris? 3. Bagaimana batasan pertanggungjawaban Notaris terhadap turunnya kekuatan pembuktian akta Notaris? Dari beberapa permasalahan yang diteliti, maka penelitian yang dilakukan ini sangatlah berbeda dan penelitian ini adalah asli baik dari segi substansi maupun dari segi permasalahan sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori Dalam dunia ilmu, teori menempati kedudukan yang penting. Teori memberikan sarana untuk bisa merangkum serta memahami masalah yang kita bicarakan secara lebih baik. Hal-hal yang semula tampak dan berdiri sendiri bisa disatukan dan ditunjukkan kaitannya satu sama lain secara bermakna. Teori, dengan demikian memberikan penjelasan dengan cara mengorganisasi dan mensistematisasikan masalah yang dibicarakan. 12 Kerangka teori merupakan landasan dari teori atau dukungan teori dalam membangun dan memperkuat kebenaran dari permasalahan yang dianalisis. 13 Kerangka teori juga dapat diartikan sebagai kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis si penulis mengenai sesuatu kasus ataupun permasalahan (problem), yang menjadi bahan 12 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2012), hal Jimly Asshiddiqie, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, (Konstitusi Pres, 2006), hal. 61.

12 perbandingan, pegangan yang mungkin disetujui atau tidak disetujui, 14 yang nantinya merupakan masukan eksternal dalam penelitian ini. Menurut Soerjono Soekanto, kerangka teoritis bagi suatu penelitian mempunyai beberapa kegunaan sebagai berikut : 15 a. Teori berguna untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya. b. Teori sangat berguna dalam mengembangkan sistem klasifikasi fakta, membina struktur konsep-konsep serta mengembangkan definisi-definisi. c. Teori biasanya merupakan suatu ikhtisar dari pada hal-hal yang telah diketahui serta diuji kebenarannya yang menyangkut objek yang diteliti. d. Teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh karena telah diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan mungkin faktor-faktor tersebut akan timbul lagi pada masa-masa mendatang. e. Teori memberikan petunjuk-petunjuk terhadap kekurangan-kekurangan pada pengetahuan peneliti. Dengan lahirnya beberapa peraturan hukum positif di luar KUH Perdata sebagai konsekuensi dari asas-asas hukum yang terdapat lapangan hukum kekayaan dan hukum perikatan inilah diperlukan kerangka teori yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu teori hukum positif dari Jhon Austin, yang mengartikan: Hukum itu sebagai a command of the lawgiver (perintah dari pembentuk undangundang atau penguasa), yaitu Hukum secara tegas dipisahkan dari moral dan keadilan tidak didasarkan pada penilaian baik-buruk. 16 Penelitian ini berusaha untuk menganalisis kedudukan hukum atas batasan turunnya kekuatan pembuktian akta Notaris berdasarkan UUJN No. 2 Tahun 2014, bagaimana mekanisme penerapan sanksi terhadap Notaris dalam terjadinya turunnya kekuatan M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung : CV. Mandar Maju, 1994), hal Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : UI Press, 1986), hal Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Pengantar Filsafat Hukum, (Bandung : Mandar Maju, 2002), hal.

13 pembuktian akta Notaris dan bagaimana batasan pertanggungjawaban Notaris atas turunnya kekuatan pembuktian akta Notaris. Menurut R. Subekti dan Tjitrosudibio, bahwa kata acta merupakan bentuk jamak dari kata actum yang merupakan bahasa Latin yang mempunyai arti perbuatanperbuatan. 17 Kata akta dalam pasal 108 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut bukanlah berarti surat atau tulisan, melainkan perbuatan hukum, yang berasal dari bahasa Perancis yaitu acte yang artinya perbuatan. 18 Menurut Soedikno Mertukusumo, akta adalah surat yang diberi tanda tangan memuat peristiwa-peristiwa, yang menjadi dasar dari suatu hak atau perikatan-perikatan yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian. 19 Ketentuan turunnya kekuatan pembuktian dalam UUJN diatur pada Pasal 41, Pasal 44, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 50 dan Pasal 51. Setiap pelanggaran terhadap ketentuan yang diatur dalam Pasal 41, Pasal 44, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 50 dan Pasal 51 akan mengakibatkan akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan (degradasi). Pada Pasal 40 menjelaskan tentang saksi dalam akta, yaitu paling sedikit 2 (dua) orang saksi dengan kriteria paling rendah berumur 18 tahun atau sebelumnya telah menikah, cakap melakukan perbuatan hukum, mengerti bahasa yang digunakan dalam akta, dapat membubuhkan tanda tangan dan paraf. Pada Pasal 44 mengenai tanda tangan, R. Subekti dan Tjitrosudibio, Kamus Hukum, ( Penerbit Pradnya, Jakarta, 1980 ), hal R. Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, ( PT. Intermasa, Jakarta, 1985 ), hal Soedikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata di Indonesia, ( Liberty, Yogyakarta, 1979 ), hal.

14 dimana setelah akta dibacakan oleh Notaris, akta tersebut ditandatangani oleh setiap penghadap, saksi dan Notaris, kecuali apabila ada penghadap yang tidak dapat membubuhkan tanda tangan. Pasal 48 menyebutkan akta dilarang untuk diubah dengan diganti, ditambah, dicoret, disisipkan, dihapus, ditulis tindih. Perubahan tersebut dapat dilakukan sah jika perubahan tersebut diparaf atau diberi tanda pengesahan lain oleh penghadap, saksi, dan Notaris. Pada Pasal 49 mengatur tentang perubahan atas akta yang dimaksud dalam Pasal 48 ayat (2) dibuat disis kiri akta apabila karena hal suatu perubahan tidak dapat dibuat disisi kiri, perubahan tersebut dapat dibuat pada akhir akta, sebelum penutup akta dengan menunjuk bagian yang diubah atau dengan menyisipkan lembar tambahan. Pada Pasal 50 mengatur tentang pencoretan kata, huruf, atau angka, pencoretan dilakukan sedemikian rupa sehingga tetap dapat dibaca sesuai dengan yang tercantum semula, dan jumlah kata, huruf, atau angka yang dicoret dinyatakan pada sisi kiri akta. Pencoretan tersebut sah setelah diberi paraf atau tanda pengesahan lain dari para penghadap, saksi, dan Notaris. Beberapa ketentuan inilah yang apabila tidak dipenuhi, akta tersebut hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan dan dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga kepada Notaris. Hal ini sebenarnya memberatkan Notaris dalam menjalankan tugasnya sebagai pejabat umum pembuat akta otentik. Tidak mengenyampingkan kehati-hatian dalam membuat akta, namun turunnya akta seharusnya melalui mekanisme pembuktian pengadilan dahulu, penetapan pada pasal-pasal tersebut diatas kurang tepat.

15 2. Konsepsi Dalam pemberian suatu konsep atau pengertian merupakan salah satu unsur pokok yang penting dalam suatu penelitian, pentingnya konsepsional untuk menghindari perbedaan pengertian dan penafsiran dari suatu istilah yang digunakan. Maka perlu diuraikan beberapa konsep yang menjadi pegangan dalam proses penelitian yaitu : a. Pejabat umum Pejabat umum adalah pejabat yang diangkat dan diberhentikan oleh kekuasaan umum ( pemerintah ), dan diberi wewenang serta kewajiban untuk melayani publik dalam hal-hal tertentu, karena itu ia ikut melaksanakan kewibawaan pemerintah. 20 b. Notaris Menurut Pasal 1 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang jabatan Notaris, notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini. Menurut Sutrisno, Pasal 1 angka 1 UUJN tersebut merupakan pengertian mengenai notaris secara umum, untuk definisi apa itu notaris, diuraikan lebih lanjut di dalam Pasal 15 ayat (1) UUJN. Jadi, bila digabung Pasal 1 angka 1 dengan Pasal 15 ayat (1), terciptalah definisi notaris, yaitu : 21 Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik, mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan, untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan 20 Sutrisno, Diktat Kuliah tentang Komentar atas Undang-Undang Jabatan Notaris, Buku I, Medan, 2007, hal Ibid, hal. 117.

16 c. Akta kutipan akta, semuanya sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang. Suatu tulisan yang dibuat dengan sengaja untuk dijadikan bukti tentang sesuatu peristiwa dan ditandatangani oleh pembuatnya. 22 d. Akta Otentik Akta yang dibuat oleh/dihadapan pejabat yang diberi wewenang untuk itu oleh penguasa, menurut ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan, baik dengan atau tanpa bantuan yang berkepentingan untuk dicatat didalamnya. 23 e. Kekuatan Pembuktian Akta Otentik Kekuatan pembuktian akta otentik itu adalah sebagai berikut : 1). Kekuatan pembuktian lahir. Bahwa suatu akta yang lahirnya tampak sebagai akta otentik serta memenuhi syarat syarat yang telah ditentukan, maka akta itu berlaku atau dapat diangap sebagai akta otentik, sampai terbukti sebaliknya. Hal ini berarti bahwa tanda tangan pejabat dianggap sebagai aslinya, sampai ada pembuktian sebaliknya. 2). Kekuatan pembuktian formil. Dalam arti formil akta otentik membuktikan kebenaran dari pada apa yang dilihat, didengar dan dilakukan pejabat. Ini adalah pembuktian tentang kebenaran daripada keterangan pejabat sepanjang mengenai apa yang 22 Rocky Marbun, CS, Kamus Hukum Lengkap, (Jakarta : Visimedia 2012), hal Ibid, hal. 12.

17 dilakukan dan dilihatnya. Dalam hal ini yang pasti adalah tanggal dan tempat akta otentik itu dibuat serta keaslian tanda tangannya. 3). Kekuatan pembuktian materiil. Pada umumnya akta pejabat tidak mempunyai kekuatan materiil, karena akta pejabat tidak lain hanyalah untuk membuktikan kebenaran apa yang dilihat dan dilakukan oleh pejabat. Akta pejabat yang mempunyai kekuatan pembuktian materil adalah akta yang dilakukan atau dikeluarkan kantor pencatatan sipil. G. Metode Penelitian Meneliti pada hakekatnya berarti mencari, yang dicari dalam penelitian hukum adalah kaedah, norma atau das sollen, bukan peristiwa, perilaku dalam arti fakta atau das sein. 24 Sebagai suatu penelitian yang ilmiah, maka rangkaian kegiatan penelitian diawali dengan pengumpulan data hingga analisis data yang dilakukan dengan memperhatikan kaidah-kaidah penelitian sebagai berikut: 1. Spesifikasi Penelitian Penelitian yang dilakukan menggunakan metode pendekatan deskriptif analitis, yaitu memaparkan dan menganalisis data secara sistematis dengan maksud untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan dan gejala-gejala lainnya. Deskriptif mengandung arti, bahwa penulis ingin menggambarkan dan memberikan data yang seteliti mungkin, sistematis dan menyeluruh. Analisis mengandung makna, mengelompokkan, Soedikno Mertokusumo, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, (Yogyakarta : Liberty, 2001), hal.

18 menghubungkan dan membandingkan aspek yang berkaitan dengan masalah secara teori dan praktek. Jenis penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normative yang merupakan penelitian kepustakaan dengan pendekatan historis dan perundangundangan (statute approach) serta sinkronisasi vertical dan horizontal dalam hukum positif di Indonesia. Penelitian hukum normatif atau kepustakaan menurut Soerjono Soekamto mencakup : 25 a. penelitian terhadap asas-asas hukum; b. penelitian terhadap sistematik hukum; c. penelitian terhadap sinkronisasi vertical dan horizontal; d. perbandingan hukum; e. sejarah hukum. 2. Sumber Data Pengumpulan data diperoleh dari penelitian kepustakaan yang didukung penelitian lapangan, sebagai berikut: a. Penelitian Kepustakaan (library research) yaitu menghimpun data dengan melakukan penelaahan bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. 26 1) Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, yakni : a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2003), hal Ibid, hal. 39.

19 b) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (UUJN). c) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan. 2) Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti hasil-hasil penelitian dan karya ilmiah dari kalangan hukum yang berkaitan dengan Akta Notaris. 3) Bahan Hukum tertier adalah bahan pendukung di luar bidang hukum seperti kamus ensiklopedia atau majalah yang terkait dengan Akta Notaris. b. Penelitian Lapangan (field research) untuk mendapatkan data yang terkait dengan penelitian ini, yaitu melakukan wawancara kepada 2 (dua) orang dari praktisi Pejabat Notaris, dan 1 (satu) orang dari Ikatan Notaris Indonesia Wilayah Sumatera Utara. 3. Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan bahan dari hasil penelitian kepustakaan yakni dengan pengumpulan data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. Bahan Hukum primer berupa dokumen-dokumen maupun peraturan-peraturan perundang-undangan yang berlaku dan berkaitan dengan akta otentik yang mengandung konflik yang dapat menyebabkan notaris menjadi tersangka. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, yaitu pandangan para ahli hukum. Selanjutnya bahan hukum tertier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan dokumen yang terkait selanjutnya digunakan untuk kerangka teoritis pada penelitian lapangan hukum primer dan sekunder.

20 Penelitian ini dilakukan dengan menggabungkan dua metode pengumpulan data, yaitu studi pustaka/studi dokumen (documentary study) dan penelitian lapangan (Field Research). Studi kepustakaan/studi dokumen (documentary study) ini dimaksudkan untuk memperoleh data, berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, maupun bahan hukum tertier, dengan memperhatikan beberapa karakteristik, yaitu mempunyai relevansi dengan penelitian yang akan dilakukan, akurasi datanya serta aktualitas. Untuk melengkapi data sekunder, maka penelitian ini juga didukung oleh data primer yang diperoleh melalui Penelitian lapangan (Field Research). Penelitian ini dilakukan dengan wawancara mendalam yang menggunakan pedoman interview kepada 2 (dua) orang dari praktisi Pejabat Notaris Kota Medan, dan 1 (satu) orang dari Majelis Kehormatan Wilayah. 4. Alat Pengumpul Data Penelitian ini menggunakan 2 (dua) alat pengumpulan data yaitu: a. Studi Dokumen untuk mengumpulkan data sekunder yang terkait dengan permasalahan yang diajukan, dengan cara mempelajari buku-buku, hasil penelitian dan dokumen-dokumen perundang-undangan yang terkait selanjutnya digunakan untuk kerangka teoritis pada penelitian lapangan. b. Wawancara, yang dilakukan dengan pedoman wawancara yang terstruktur kepada informan yang telah ditetapkan yang terkait dengan Akta Notaris.

21 5. Analisis Data Dalam suatu penelitian diperlukan adanya analisis terhadap data yang ditemukan yang gunanya akan memberikan jawaban terhadap permasalahan dari penelitian yang dilakukan. Analisis data yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah analisis data kualitatif, yaitu analisis data yang tidak mempergunakan angka-angka tetapi berdasarkan atas peraturan perundang-undangan, pandangan-pandangan informan hingga dapat menjawab permasalahan dari penelitian ini. Semua data yang diperoleh kemudian dikelompokkan atas data yang sejenis untuk kepentingan analisis, dan disusun secara logis sistematis untuk selanjutnya ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode pendekatan deduktif. Kesimpulan adalah merupakan jawaban khusus atas permasalahan yang diteliti, sehingga diharapkan akan memberikan solusi atas permasalahan dalam penelitian ini.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1. Hal itu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1. Hal itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1 Hal itu menegaskan bahwa pemerintah menjamin kepastian hukum dalam kehidupan bermasyarakat,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL. Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL. Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL 2.1 Pengertian Akta Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta dan dalam bahasa Inggris disebut act atau deed. Secara etimologi menurut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA SERTA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS. A. Pengertian Akta dan Macam-Macam Akta

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA SERTA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS. A. Pengertian Akta dan Macam-Macam Akta BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA SERTA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS A. Pengertian Akta dan Macam-Macam Akta Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta dan dalam bahasa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan hukum dalam mendukung jalannya roda pembangunan maupun dunia usaha memang sangat penting. Hal ini terutama berkaitan dengan adanya jaminan kepastian hukum.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mempunyai peran paling pokok dalam setiap perbuatan-perbuatan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mempunyai peran paling pokok dalam setiap perbuatan-perbuatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian Seiring dengan perkembangan zaman dan era globalisasi saat ini, peran notaris sebagai pejabat umum pembuat akta yang diakui secara yuridis oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bukti dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN. bukti dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hukum perdata mengenal mengenal tentang adanya alat-alat bukti. Alat bukti dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUH Perdata)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya segala sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang baik dengan sengaja maupun tidak, harus dapat dimintakan pertanggungjawaban terlebih lagi yang berkaitan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.3, 2014 HUKUM. Notaris. Jabatan. Jasa Hukum. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB II PROSEDUR PENGAMBILAN FOTOKOPI MINUTA AKTA DAN PEMANGGILAN NOTARIS DI INDONESIA

BAB II PROSEDUR PENGAMBILAN FOTOKOPI MINUTA AKTA DAN PEMANGGILAN NOTARIS DI INDONESIA BAB II PROSEDUR PENGAMBILAN FOTOKOPI MINUTA AKTA DAN PEMANGGILAN NOTARIS DI INDONESIA A. Akta Notaris Sebagai Alat Bukti Tertulis Yang Sempurna Lembaga Notariat merupakan lembaga kemasyarakatan yang timbul

Lebih terperinci

BAB I. Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan

BAB I. Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan BAB I 1. Latar Belakang Masalah Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan jaminan kepastian atas transaksi bisnis yang dilakukan para pihak, sifat otentik atas akta yang dibuat oleh

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan dengan tegas, dalam Pasal 1 angka 3, bahwa Indonesia adalah Negara yang berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang hidup dengan saling berdampingan satu dengan yang lainnya, saling membutuhkan dan saling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Dalam perkembangan jaman yang semakin maju saat ini membuat setiap orang dituntut untuk senantiasa meningkatkan kualitas diri dan kualitas hidupnya. Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan pasal..., Ita Zaleha Saptaria, FH UI, ), hlm. 13.

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan pasal..., Ita Zaleha Saptaria, FH UI, ), hlm. 13. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada alam demokratis seperti sekarang ini, manusia semakin erat dan semakin membutuhkan jasa hukum antara lain jasa hukum yang dilakukan oleh notaris. Dalam

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 2/Apr-Jun/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 2/Apr-Jun/2015 KAJIAN YURIDIS PELANGGARAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA AUTENTIK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 JO. UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 1 Oleh : Cicilia R. S. L. Tirajoh 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam setiap hubungan hukum kehidupan masyarakat, baik dalam

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam setiap hubungan hukum kehidupan masyarakat, baik dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Akta otentik sebagai alat bukti terkuat dan terpenuh mempunyai peranan penting dalam setiap hubungan hukum kehidupan masyarakat, baik dalam berbagai hubungan bisnis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain (pembeli). Pihak

BAB I PENDAHULUAN. haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain (pembeli). Pihak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jual beli tanah merupakan suatu perjanjian dalam mana pihak yang mempunyai tanah (penjual) berjanji dan mengikatkan diri untuk menyerahkan haknya atas tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Kemasyarakatan yang dikenal sebagai notariat timbul dari

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Kemasyarakatan yang dikenal sebagai notariat timbul dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lembaga Kemasyarakatan yang dikenal sebagai notariat timbul dari kebutuhan dalam pergaulan sesama manusia, yang menghendaki adanya alat bukti baginya mengenai hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tinjauan yuridis..., Ravina Arabella Sabnani, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Tinjauan yuridis..., Ravina Arabella Sabnani, FH UI, Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Cakupan pembagunan nasional ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 diperbaharui dan dirubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris yang untuk selanjutnya dalam penulisan

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN HUKUM ATAS BATASAN TURUNNYA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS BERDASARKAN UUJN NO. 2 TAHUN 2014

BAB II KEDUDUKAN HUKUM ATAS BATASAN TURUNNYA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS BERDASARKAN UUJN NO. 2 TAHUN 2014 BAB II KEDUDUKAN HUKUM ATAS BATASAN TURUNNYA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS BERDASARKAN UUJN NO. 2 TAHUN 2014 A. Karakter Yuridis Akta Notaris Dalam hukum acara perdata, alat bukti yang sah atau diakui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Akta-akta yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris bersifat autentik dan

BAB I PENDAHULUAN. Akta-akta yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris bersifat autentik dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehadiran jabatan Notaris dikehendaki oleh aturan hukum dengan tujuan untuk membantu dan melayani masyarakat yang membutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan perikatan yang terkait dengan kehidupan sehari-hari dan juga usaha

BAB I PENDAHULUAN. dengan perikatan yang terkait dengan kehidupan sehari-hari dan juga usaha 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Kehadiran notaris sebagai pejabat publik adalah jawaban dari kebutuhan masyarakat akan kepastian hukum atas setiap perikatan yang dilakukan, berkaitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu wadah yang disebut masyarakat, dan untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu wadah yang disebut masyarakat, dan untuk memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial selalu berhubungan dengan manusia lain dalam suatu wadah yang disebut masyarakat, dan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya ia memerlukan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.3, 2014 HUKUM. Notaris. Jabatan. Jasa Hukum. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertulis untuk berbagai kegiatan ekonomi dan sosial di masyarakat. Notaris

BAB I PENDAHULUAN. tertulis untuk berbagai kegiatan ekonomi dan sosial di masyarakat. Notaris 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jabatan Notaris diadakan atau kehadirannya dikehendaki oleh aturan hukum dengan maksud membantu dan melayani masyarakat yang membutuhkan alat bukti tertulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Notaris sebagai pejabat umum merupakan salah satu organ Negara yang dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum kepada masyarakat, teristimewa dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Notaris sebagai pihak yang bersentuhan langsung dengan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Notaris sebagai pihak yang bersentuhan langsung dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberadaan notaris sangat penting ditengah-tengah masyarakat. Notaris memberikan jaminan kepastian hukum pada masyarakat menyangkut pembuatan akta otentik. Akta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kalangan individu maupun badan usaha. Dalam dunia usaha dikenal adanya

BAB I PENDAHULUAN. kalangan individu maupun badan usaha. Dalam dunia usaha dikenal adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara hukum, dimana Negara hukum memiliki prinsip menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum yang berintikan kepada kebenaran dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993 hlm. 23

PENDAHULUAN. R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993 hlm. 23 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Sebagai negara hukum pemerintah negara

Lebih terperinci

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016 Website :

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016 Website : ALAT BUKTI SURAT DALAM PENYELESAIAN PERKARA PERDATA PADA PENGADILAN NEGERI TEMANGGUNG (Studi Kasus Putusan No. 45/Pdt.G/2013/PN Tmg) Abdurrahman Wahid*, Yunanto, Marjo Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Pasal 1 ayat (3) menentukan secara tegas bahwa negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. dalam Pasal 1 ayat (3) menentukan secara tegas bahwa negara Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Pasal 1 ayat (3) menentukan secara tegas bahwa negara Republik Indonesia adalah negara hukum. Prinsip

Lebih terperinci

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN) disebutkan bahwa y

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN) disebutkan bahwa y PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum yang mempunyai berbagai macam profesi yang bergerak di bidang hukum. Profesi di bidang hukum merupakan suatu profesi yang ilmunya

Lebih terperinci

KEDUDUKAN AKTA OTENTIK SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERDATA. Oleh : Anggun Lestari Suryamizon, SH. MH

KEDUDUKAN AKTA OTENTIK SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERDATA. Oleh : Anggun Lestari Suryamizon, SH. MH MENARA Ilmu Vol. X Jilid 1 No.70 September 2016 KEDUDUKAN AKTA OTENTIK SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERDATA Oleh : Anggun Lestari Suryamizon, SH. MH ABSTRAK Pembuktian merupakan tindakan yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan manusia untuk mencukupi kebutuhan, baik langsung untuk kehidupan seperti bercocok tanam atau tempat tinggal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan ahli dalam menyelesaikan setiap permasalahan-permasalahan hukum.

BAB I PENDAHULUAN. dan ahli dalam menyelesaikan setiap permasalahan-permasalahan hukum. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah Negara hukum. Sejalan dengan ketentuan tersebut maka diperlukanlah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengawasan majelis..., Yanti Jacline Jennifer Tobing, FH UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengawasan majelis..., Yanti Jacline Jennifer Tobing, FH UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Notaris bertindak sebagai pelayan masyarakat sebagai pejabat yang diangkat oleh pemerintah yang memperoleh kewenangan secara atributif dari Negara untuk melayani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak atau menunjuk pada suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut, sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk sosial, oleh karenanya manusia itu cenderung untuk hidup bermasyarakat. Dalam hidup bermasyarakat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. menentukan bahwa dalam menjalankan tugas jabatannya, seorang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. menentukan bahwa dalam menjalankan tugas jabatannya, seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris menentukan bahwa dalam menjalankan tugas jabatannya, seorang Notaris harus memiliki integritas dan bertindak

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semua akta adalah otentik karena ditetapkan oleh undang-undang dan juga

BAB I PENDAHULUAN. Semua akta adalah otentik karena ditetapkan oleh undang-undang dan juga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semua akta adalah otentik karena ditetapkan oleh undang-undang dan juga karena dibuat oleh atau dihadapan seorang pejabat umum. Tugas dan pekerjaan notaris sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dirujuk untuk penyelesaian perselisihan itu. Perjanjian kontrak kerja dengan

BAB I PENDAHULUAN. dirujuk untuk penyelesaian perselisihan itu. Perjanjian kontrak kerja dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perjanjian kontrak kerja merupakan elemen dalam suatu perjanjian dan melekat pada suatu hubungan bisnis/kerja baik skala besar maupun kecil, baik domestik maupun internasional.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Refika Aditama, 2003), hal Universitas Indonesia Pengaruh komparisi...,tumpal Naibaho, FH UI, 2009.

BAB 1 PENDAHULUAN. Refika Aditama, 2003), hal Universitas Indonesia Pengaruh komparisi...,tumpal Naibaho, FH UI, 2009. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia sejak dilahirkan sampai meninggal dunia, hidup diantara manusia lain dalam suatau pergaulan masyarakat. Hal ini disebabkan manusia itu cenderung mempunyai

Lebih terperinci

BAB II. AKTA NOTARIS SEBAGAI AKTA OTENTIK YANG MEMILIKI KESALAHAN MATERIL A. Tinjauan Yuridis Tentang Akta dan Macam-Macam Akta

BAB II. AKTA NOTARIS SEBAGAI AKTA OTENTIK YANG MEMILIKI KESALAHAN MATERIL A. Tinjauan Yuridis Tentang Akta dan Macam-Macam Akta BAB II AKTA NOTARIS SEBAGAI AKTA OTENTIK YANG MEMILIKI KESALAHAN MATERIL A. Tinjauan Yuridis Tentang Akta dan Macam-Macam Akta Akta menurut A.Pitlo merupakan surat yang ditandatangani, diperbuat untuk

Lebih terperinci

BAB II AKTA NOTARIS DAPAT MENJADI BATAL OLEH SUATU PUTUSAN PENGADILAN

BAB II AKTA NOTARIS DAPAT MENJADI BATAL OLEH SUATU PUTUSAN PENGADILAN 28 BAB II AKTA NOTARIS DAPAT MENJADI BATAL OLEH SUATU PUTUSAN PENGADILAN A. Karakter Yuridis Akta Notaris Dalam hukum acara perdata, alat bukti yang sah atau diakui oleh hukum terdiri dari : a. Bukti tulisan;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun hukum tidak tertulis. Hukum yang diberlakukan selanjutnya akan

BAB I PENDAHULUAN. maupun hukum tidak tertulis. Hukum yang diberlakukan selanjutnya akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki sistem hukum. Dalam menjalani kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara hal yang sangat diperlukan adalah ditegakkannya

Lebih terperinci

Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa

Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa... 473 Kewajiban pihak yang satu adalah menyerahkan barangnya untuk dinikmati oleh pihak yang lain, sedangkan kewajiban pihak yang terakhir ini adalah membayar harga

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS

PENUNJUK UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS PENUNJUK UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS 1 (satu) bulan ~ Notaris tidak membuat akta Apabila dalam waktu 1 (satu) bulan Notaris tidak membuat akta, Notaris, secara sendiri atau melalui kuasanya menyampaikan

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Notaris sebagai pejabat umum yang diangkat oleh negara memiliki kewajiban dan kewenangan yang diatur secara khusus dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan

Lebih terperinci

KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DI BAWAH TANGAN YANG TELAH MEMPEROLEH LEGALITAS DARI NOTARIS. Oleh : Lusy K.F.R. Gerungan 1

KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DI BAWAH TANGAN YANG TELAH MEMPEROLEH LEGALITAS DARI NOTARIS. Oleh : Lusy K.F.R. Gerungan 1 KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DI BAWAH TANGAN YANG TELAH MEMPEROLEH LEGALITAS DARI NOTARIS Oleh : Lusy K.F.R. Gerungan 1 A. PENDAHULUAN Notaris dengan kewenangan yang diberikan oleh perundang-undangan itu,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu alat bukti, maka tulisan tersebut dinamakan akta (acte) 1.

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu alat bukti, maka tulisan tersebut dinamakan akta (acte) 1. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan akan adanya alat bukti tertulis dalam suatu pembuktian di Pengadilan mengakibatkan semua perbuatan hukum yang dilakukan oleh masyarakat yang menyangkut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan yang harus dipenuhi, seperti kebutuhan akan sandang, pangan, dan papan.dalam usaha untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum. Tulisan tersebut dapat dibedakan antara surat otentik dan surat dibawah

BAB I PENDAHULUAN. hukum. Tulisan tersebut dapat dibedakan antara surat otentik dan surat dibawah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Akta merupakan suatu tulisan yang dibuat sebagai bukti suatu perbuatan hukum. Tulisan tersebut dapat dibedakan antara surat otentik dan surat dibawah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perbuatan hukum pada prinsipnya dapat dilakukan bebas bentuk. Pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perbuatan hukum pada prinsipnya dapat dilakukan bebas bentuk. Pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbuatan hukum pada prinsipnya dapat dilakukan bebas bentuk. Pada prinsipnya perjanjian terbentuk secara konsensuil, bukan formil. Bagi suatu perbuatan hukum satu-satunya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JABATAN NOTARIS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JABATAN NOTARIS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JABATAN NOTARIS PERPADUAN NASKAH UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaanya kedua belah pihak mengacu kepada sebuah perjanjian layaknya

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaanya kedua belah pihak mengacu kepada sebuah perjanjian layaknya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Manusia dalam menjalankan hubungan hukum terhadap pihak lain akan membutuhkan suatu kesepakatan yang akan dimuat dalam sebuah perjanjian, agar dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan Notaris sangat penting dalam membantu menciptakan kepastian dan perlindungan hukum bagi masyarakat, karena Notaris sebagai pejabat umum berwenang untuk membuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH Usaha Pemerintah di dalam mengatur tanah-tanah di Indonesia baik bagi perorangan maupun bagi badan hukum perdata adalah dengan melakukan Pendaftaran Tanah

Lebih terperinci

BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS

BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS A. Kedudukan Notaris Pasal 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (UUJN), menyebutkan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran, dan kehidupan. bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran, dan kehidupan. bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar. Tanah mempunyai peranan yang penting karena tanah merupakan sumber kesejahteraan, kemakmuran, dan kehidupan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan secara tegas bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara hukum. Prinsip negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang biak, serta melakukan segala aktifitasnya berada diatas tanah.

BAB I PENDAHULUAN. berkembang biak, serta melakukan segala aktifitasnya berada diatas tanah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan suatu hal yang erat hubungannya dan tidak bisa dilepaskan dari kehidupan manusia, karena manusia bertempat tinggal, berkembang biak, serta melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemerintah. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemerintah. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia merupakan suatu negara hukum dimana kekuasaan tunduk pada hukum. Sebagai negara hukum, maka hukum mempunyai kedudukan paling tinggi dalam pemerintahan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah bagi masyarakat agraris selain sebagai faktor produksi yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Tanah bagi masyarakat agraris selain sebagai faktor produksi yang sangat 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia sangat mendambakan dan menghargai suatu kepastian, terutama sebuah kepastian yang berkaitan dengan hak atas suatu benda yang menjadi miliknya, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa negara Indonesia adalah Negara Hukum (rechstaat) dan bukan merupakan Negara berdasarkan kekuasaan (machtstaat).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Notaris sangat berperan penting dalam kehidupan masyarakat terlebih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Notaris sangat berperan penting dalam kehidupan masyarakat terlebih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Notaris sangat berperan penting dalam kehidupan masyarakat terlebih lagi dalam pembuatan akta otentik yang merupakan perbuatan hukum yang diharuskan oleh peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan serta penghidupan masyarakat baik dari segi sosial, ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan serta penghidupan masyarakat baik dari segi sosial, ekonomi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan salah satu sumber alam yang sangat penting bagi kehidupan manusia karena fungsi dan perannya mencakup berbagai aspek kehidupan serta penghidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 ayat (3). Hukum merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan

BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 ayat (3). Hukum merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum. berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat (3). Hukum merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Keberadaan

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

HIMPUNAN PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN PENANAMAN MODAL TAHUN 2014

HIMPUNAN PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN PENANAMAN MODAL TAHUN 2014 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL HIMPUNAN PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN PENANAMAN MODAL TAHUN 2014 BUKU I Biro Peraturan Perundang-undangan, Humas dan Tata Usaha Pimpinan BKPM 2015 DAFTAR ISI 1. UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan akta pemberian hak tanggungan atas tanah. 3 Dalam pengelolaan bidang

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan akta pemberian hak tanggungan atas tanah. 3 Dalam pengelolaan bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelaksanaan tanah diselenggarakan atas dasar peraturan perundangundangan tertentu, yang secara teknis menyangkut masalah pengukuran, pemetaan dan pendaftaran peralihannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana diatur oleh undang - undang termasuk dalam hal pengikatan antara

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana diatur oleh undang - undang termasuk dalam hal pengikatan antara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) merupakan pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana diatur oleh undang

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA TEORI. Undang Hukum Perdata tentang Perikatan. Mempunyai sifat sistem terbuka,

BAB III KERANGKA TEORI. Undang Hukum Perdata tentang Perikatan. Mempunyai sifat sistem terbuka, 1 BAB III KERANGKA TEORI A. Perjanjian Hukum tentang Perjanjian diatur dalam buku III Kitab Undang- Undang Hukum Perdata tentang Perikatan. Mempunyai sifat sistem terbuka, maksudnya dalam hukum perikatan/perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman

BAB I PENDAHULUAN. khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sampai sekarang pembuatan segala macam jenis perjanjian, baik perjanjian khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman pada KUH Perdata,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA. Menurut S. J. Fockema Andreae, dalam bukunya Rechts geleerd

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA. Menurut S. J. Fockema Andreae, dalam bukunya Rechts geleerd BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA A. Pengertian Akta Menurut S. J. Fockema Andreae, dalam bukunya Rechts geleerd Handwoorddenboek, kata akta itu berasal dari bahasa Latin acta yang berarti geschrift 32

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jaminan akan kepastian hukum terhadap perbuatan dan tindakan sehari-hari,

BAB I PENDAHULUAN. jaminan akan kepastian hukum terhadap perbuatan dan tindakan sehari-hari, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini masyarakat mulai menyadari arti pentingnya sebuah jaminan akan kepastian hukum terhadap perbuatan dan tindakan sehari-hari, sehingga banyak orang yang menuangkannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suatu perusahaan dalam rangka pengembangan usahanya dimungkinkan

BAB I PENDAHULUAN. Suatu perusahaan dalam rangka pengembangan usahanya dimungkinkan BAB I PENDAHULUAN A. Pendahuluan Suatu perusahaan dalam rangka pengembangan usahanya dimungkinkan mempunyai utang. Perusahaan yang mempunyai utang bukanlah merupakan suatu hal yang buruk, asalkan perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya peningkatan pendapatan perkapita masyarakat dan. meningkatnya kemajuan tersebut, maka semakin di perlukan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya peningkatan pendapatan perkapita masyarakat dan. meningkatnya kemajuan tersebut, maka semakin di perlukan berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan dalam kehidupan perekonomian sangat berkembang pesat beriring dengan tingkat kebutuhan masyarakat yang beraneka ragam ditandai dengan adanya peningkatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Muhammad dan Idrus Al-Kaff, (Jakarta: Lentera, 2007), hal. 635.

BAB 1 PENDAHULUAN. Muhammad dan Idrus Al-Kaff, (Jakarta: Lentera, 2007), hal. 635. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tugas, fungsi dan kewenangan Notaris. Mereka belum bisa membedakan tugas mana

BAB I PENDAHULUAN. tugas, fungsi dan kewenangan Notaris. Mereka belum bisa membedakan tugas mana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar masyarakat Indonesia masih belum faham terhadap pengertian, tugas, fungsi dan kewenangan Notaris. Mereka belum bisa membedakan tugas mana yang menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tetapi hakikat profesinya menuntut agar bukan nafkah hidup itulah yang

BAB I PENDAHULUAN. tetapi hakikat profesinya menuntut agar bukan nafkah hidup itulah yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Profesi hukum termasuk didalamnya profesi Notaris, merupakan suatu profesi khusus yang sama dengan profesi luhur lainnya yakni profesi dalam bidang pelayanan kesehatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah adalah unsur penting yang menunjang kehidupan manusia. Tanah berfungsi sebagai tempat tinggal dan beraktivitas manusia. Begitu pentingnya tanah, maka setiap

Lebih terperinci

PROSES PEMERIKSAAN PERKARA JUAL BELI HAK MILIK ATAS TANAH SECARA KREDIT. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

PROSES PEMERIKSAAN PERKARA JUAL BELI HAK MILIK ATAS TANAH SECARA KREDIT. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) PROSES PEMERIKSAAN PERKARA JUAL BELI HAK MILIK ATAS TANAH SECARA KREDIT (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Memenuhi Tugas-Tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu perjanjian tertulis merupakan hal yang sangat penting dan dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang sedang giat dilaksanakan melalui rencana bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, baik materiil

Lebih terperinci

Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui kekuatan pembuktian alat bukti

Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui kekuatan pembuktian alat bukti TINJAUAN TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN PEMERIKSAAN SETEMPAT DALAM PEMERIKSAAN SENGKETA PERDATA ( SENGKETA TANAH ) DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA Febrina Indrasari,SH.,MH Politeknik Negeri Madiun Email: febrinaindrasari@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya, matipun manusia masih memerlukan tanah. berbagai persoalan dibidang pertanahan khususnya dalam hal kepemilikan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya, matipun manusia masih memerlukan tanah. berbagai persoalan dibidang pertanahan khususnya dalam hal kepemilikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah atau sebidang tanah dalam bahasa latin disebut ager. Agrarius berarti perladangan, persawahan, pertanian. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), agraria berarti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut pihak-pihak sebaiknya dituangkan dalam suatu surat yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut pihak-pihak sebaiknya dituangkan dalam suatu surat yang memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan adanya alat bukti tertulis dalam suatu pembuktian di persidangan mengakibatkan setiap perbuatan hukum masyarakat yang menyangkut pihak-pihak sebaiknya

Lebih terperinci

NOTARIS TIDAK BERWENANG MEMBUAT SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT), TAPI BERWENANG MEMBUAT AKTA KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (AKMHT)

NOTARIS TIDAK BERWENANG MEMBUAT SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT), TAPI BERWENANG MEMBUAT AKTA KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (AKMHT) NOTARIS TIDAK BERWENANG MEMBUAT SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT), TAPI BERWENANG MEMBUAT AKTA KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (AKMHT) Pasal 15 ayat (1) undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pesatnya perkembangan teknologi dan informasi sekarang ini, telah membuat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pesatnya perkembangan teknologi dan informasi sekarang ini, telah membuat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pesatnya perkembangan teknologi dan informasi sekarang ini, telah membuat perubahan dalam berbagai segala aspek perilaku bisnis dan perekonomian dunia. Dengan perkembangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG ALAT BUKTI SURAT ELEKTORNIK. ( )

BAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG ALAT BUKTI SURAT ELEKTORNIK. ( ) BAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG ALAT BUKTI SURAT ELEKTORNIK (Email) 1. Pengertian Alat Bukti Dalam proses persidangan, alat bukti merupakan sesuatu yang sangat penting fungsi dan keberadaanya untuk menentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap interaksi yang dilakukan manusia dengan sesamanya, tidak

BAB I PENDAHULUAN. Setiap interaksi yang dilakukan manusia dengan sesamanya, tidak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap interaksi yang dilakukan manusia dengan sesamanya, tidak dapat lepas dari etika karena dapat menjaga martabat sebagai makhluk yang sempurna. Sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam masyarakat itu sendiri, untuk mengatasi permasalahan tersebut dalam hal ini

BAB I PENDAHULUAN. dalam masyarakat itu sendiri, untuk mengatasi permasalahan tersebut dalam hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk sosial yang senantiasa berkembang secara dinamik sesuai dengan perkembangan zaman. Kehidupan manusia tidak pernah lepas dari interaksi antar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Suatu penelitian agar dapat dipercaya kebenarannya, harus disusun dengan menggunakan metode yang tepat. Sebuah penelitian, untuk memperoleh data yang akurat dan valid diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan usaha pencegahan maupun

Lebih terperinci

SKRIPSI KEDUDUKAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN DAN PENCABUTAN TESTAMENT (SURAT WASIAT)

SKRIPSI KEDUDUKAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN DAN PENCABUTAN TESTAMENT (SURAT WASIAT) SKRIPSI KEDUDUKAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN DAN PENCABUTAN TESTAMENT (SURAT WASIAT) : Studi Kasus di Kantor Notaris dan PPAT Eko Budi Prasetyo, SH di Kecamatan Baki Sukoharjo Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

Lebih terperinci