BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Kemasyarakatan yang dikenal sebagai notariat timbul dari

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Kemasyarakatan yang dikenal sebagai notariat timbul dari"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lembaga Kemasyarakatan yang dikenal sebagai notariat timbul dari kebutuhan dalam pergaulan sesama manusia, yang menghendaki adanya alat bukti baginya mengenai hubungan hukum keperdataan yang ada dan atau terjadi di antara mereka; suatu lembaga dengan para pengabdinya yang ditugaskan oleh kekuasaan umum untuk di mana dan apabila Undang-Undang mengharuskan sedemikian atau dikehendaki oleh masyarakat, membuat alat bukti tertulis yang mempunyai kekuatan otentik. 1 Kehadiran Notaris dikehendaki oleh aturan hukum dengan maksud untuk membantu dan melayani masyarakat yang membuktikan alat bukti tertulis yang bersifat otentik mengenai keadaan, peristiwa atau perbuatan hukum. Dengan dasar seperti ini mereka yang diangkat sebagai Notaris harus mempunyai semangat untuk melayani masyarakat dan atas pelayanan tersebut, masyarakat yang merasa telah dilayani oleh Notaris sesuai dengan tugas jabatannya, dapat memberikan honorarium kepada Notaris. Oleh karena itu Notaris tidak berarti apa-apa jika masyarakat tidak membutuhkannya. 2 Menurut Pasal 1 Instructice voor de Notarissen in Indonesia, Notaris adalah pegawai umum yang harus mengetahui seluruh perundang-undangan yang berlaku, yang dipanggil dan diangkat untuk membuat akta-akta dan 1 G.H.S. Lumban Tobing, S.H, Peraturan Jabatan Notaris, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 1992), hal.2 2 Honorarium diatur dalam Pasal 36 Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris

2 kontrak-kontrak, dengan maksud untuk memberikan kepadanya kekuatan dan pengesahan, menetapkan dan memastikan tanggalnya, menyimpan asli atau minutanya dan mengeluarkan grossenya, demikian juga salinannya yang sah dan benar. 3 Pasal 1 Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 menyebutkan: Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. Dalam pasal 1 tersebut tersirat hal penting, yaitu ketentuan yang menyatakan bahwa Notaris adalah pejabat umum (openbaar ambtenaar), dimana kewenangannya atau kewajibannya yang utama ialah membuat akta otentik. Dalam menjalankan jabatannya Notaris harus dapat bersikap profesional dan mematuhi peraturan perundang-undangan serta menjunjung tinggi Kode Etik Notaris. Notaris sebagai pejabat umum kepadanya dituntut tanggung jawab hukum dan tanggung jawab moral terhadap akta yang dibuatnya. Sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 1868 KUHPerdata. Menurut Habib Adjie, khusus berkaitan dengan Openbare Ambtenaren yang diterjemahkan sebagai Pejabat Umum diartikan sebagai pejabat yang diserahi tugas untuk membuat akta otentik yang melayani kepentingan publik, dan kualifikasi itu diberikan kepada Notaris. 4 3 G.H.S. Lumban Tobing, S.H, Peraturan Jabatan Notaris, op. Cit. hal.20 4 Habib Adjie, Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik, cet2, (Bandung: Refika Aditama, 2009), hal.27

3 Dalam pelaksanaan tugasnya, Notaris tunduk dengan aturan-aturan yang ada seperti Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Kode Etik Notaris, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Peraturan Hukum lain yang berlaku umum. Pasal 15 Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 menyebutkan; Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh Undang-Undang. Akta Otentik sebagai alat bukti kuat dan terpenuh, mempunyai peranan penting dalam setiap hubungan hukum dalam kehidupan masyarakat. Akta Otentik makin meningkat sejalan dengan perkembangan tuntunan akan kepastian hukum dalam berbagai hubungan. Melalui akta otentik dapat ditentukan secara jelas hak dan kewajiban, menjamin kepastian hukum dan sekaligus diharapkan dapat menghindari terjadinya sengketa. Untuk membuat akta yang bersifat otentik, diperlukan syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1320 KUHPerdata adanya kesepakatan kedua belah pihak, kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum, adanya objek perjanjian dan adanya sebab yang halal. Pengertian akta otentik sendiri adalah apa yang dirumuskan dalam Buku IV KUHPerdata tentang hukum pembuktian yang mengatur mengenai syarat-syarat agar suatu akta dapat berlaku sebagai akta otentik, hal ini

4 terdapat dalam Pasal 1868 KUHPerdata yang berbunyi Suatu akta otentik ialah akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan Undang-Undang oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu ditempat akta dibuat. 5 Ketentuan pasal tersebut menunjukkan tanpa adanya kedudukan sebagai pejabat umum, maka seseorang tidak mempunyai wewenang untuk membuat akta otentik. Apabila yang membuatnya pejabat yang tidak cakap atau tidak berwenang atau bentuknya cacat, maka menurut Pasal 1869 KUHPerdata: - Akta tersebut tidak sah atau tidak memenuhi syarat formil sebagai akta otentik, oleh karena itu tidak dapat diperlakukan sebagai akta otentik. - Namun akta yang demikian, mempunyai nilai kekuatan sebagai akta di bawah tangan, dengan syarat apabila akta itu ditanda tangani para pihak. Keberadaan akta Notaris adalah akibat langsung yang merupakan keharusan dari ketentuan perundang-undangan, bahwa harus ada akta-akta otentik sebagai alat pembuktian dan dari tugas yang dibebankan oleh Undang- Undang kepada pejabat-pejabat atau orang-orang tertentu. Dalam pemberian tugas inilah terletak pemberian tanda kepercayaan kepada para pejabat itu dan pemberian kekuatan pembuktian kepada akta-akta yang mereka buat. Notaris dituntut tanggung jawab terhadap akta yang dibuatnya. Apabila akta yang dibuatnya ternyata mengandung cacat hukum. Maka semua kegiatan yang dilakukan oleh Notaris khususnya dalam membuat akta akan selalu dimintakan pertanggungjawaban. Apabila Notaris melakukan kesalahan atau kelalaian dalam membuat akta maka Notaris dapat diminta 5 M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), hal.566

5 pertanggungjawaban baik secara pidana maupun perdata. Oleh karenanya, Notaris dituntut untuk selalu waspada dan berhati-hati dalam menjalankan tugasnya. Kelalaian Notaris bukan merupakan sebab utama pembatalan akta Notaris. Pembatalan akta Notaris dapat juga disebabkan kesalahan atau kelalaian kedua belah pihak yang menimbulkan gugatan dari salah satu pihak dalam akta. Sesuai dengan syarat sahnya suatu perjanjian, yang diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata, maka akta yang dimintakan pembatalannya tersebut dapat dikatakan tidak memenuhi syarat subjektif, yaitu sepakat mereka yang mengikatkan dirinya dan kecakapan untuk membuat sesuatu, artinya pihak yang dapat meminta pembatalan itu adalah pihak yang tidak cakap atau pihak yang memberikan sepakatnya secara tidak bebas. 6 Istilah batal demi hukum (nietig) merupakan istilah yang biasa dipergunakan untuk menilai suatu perjanjian jika tidak memenuhi syarat objektif, yaitu suatu hal tertentu (een bepaald onderwerp) dan sebab yang tidak dilarang (een geoorloofde oorzaak), dan istilah dapat dibatalkan jika suatu perjanjian tidak memenuhi syarat subjektif, yaitu sepakat mereka yang mengikatkan dirinya (de toetsemming van degenen die zich verbinden) dan kecakapan untuk membuat suatu perikatan (de bekwaamheid om eene verbindtenis aan te gaan). 7 6 Prof. Subekti,SH, Hukum Perjanjian, (Jakarta: PT. Intermasa, 2005), hal.20 7 Habib Adjie, Sanksi Perdata Dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik, op. Cit. hal.9

6 B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas maka yang menjadi pokok permasalahan dalam skripsi ini adalah 1. Faktor apakah yang menyebabkan akta Notaris dapat dibatalkan? 2. Bagaimana pertanggungjawaban Notaris atas aktanya yang menjadi batal demi hukum? 3. Bagaimana pertimbangan badan peradilan dalam membatalkan akta Notaris? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan a. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan akta Notaris dapat dibatalkan b. Untuk mengetahui pertanggungjawaban Notaris atas aktanya yang menjadi batal demi hukum c. Untuk mengetahui pertimbangan badan peradilan dalam membatalkan akta Notaris 2. Manfaat a. Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan secara akademis dalam memberikan gambaran terhadap perkembangan mengenai ilmu hukum bidang kenotariatan khususnya akta Notaris yang batal demi hukum oleh putusan pengadilan.

7 b. Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan serta pertimbangan dalam ilmu pengetahuan bagi kalangan praktisi hukum dalam melakukan penelitian yang berkaitan dengan akta Notaris yang batal demi hukum oleh putusan pengadilan. D. Keaslian Penulisan Berdasarkan hasil penelusuran yang telah dilakukan sebelumnya pada perpustakaan Fakultas Hukum di Medan, Penelitian tentang Analisa Yuridis Putusan Pengadilan Terhadap Akta Notaris Yang Batal Demi Hukum Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan merupakan hal yang baru, belum pernah dibahas oleh mahasiswa/i lain di Fakultas Hukum sehingga skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan keasliannya dan kalaupun ada lokasinya berbeda maka keaslian penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan secara akademik. Dan juga terbuka untuk kritikan-kritikan yang sifatnya membangun sehubungan dengan topik dan permasalahan dalam penelitian ini. Dengan ini peneliti memberikan pernyataan apabila skripsi ini kedapatan meniru atau mencuri ide (Plagiat) dari tulisan orang lain maka penulis bersedia mempertanggungjawabkan perbuatannya yang merugikan orang lain.

8 E. Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian-Pengertian Notaris dan Tinjauan Tentang Suatu Akta Otentik a. Menurut Reglement Op Het Notarisambt (Peraturan Jabatan Notaris) Pasal 1 Peraturan Jabatan Notaris, Notaris adalah pejabat umum yang satu-satunya berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki atau dinyatakan dalam suatu akta otentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya dan memberikan grosse (salinan sah), salinan dan kutipannya, semuanya sepanjang pembuatan akta itu oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain. b. Menurut Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI No.M.01- HT Tahun 2006 tentang Syarat dan Tata Cara Pengangkatan dan Pemindahan dan Pemberhentian Notaris Dalam Pasal 1 ayat (1), Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Jabatan Notaris. c. Menurut Undang-Undang RI No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris Pasal 1 ayat (1), yang dimaksud dengan Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dengan Undang-Undang ini.

9 d. Menurut Kamus Indonesia Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Peraturan Jabatan Notaris. Dari pengertian-pengertian Notaris diatas, dapat disimpulkan bahwa untuk membuat akta otentik, seseorang harus mempunyai kedudukan sebagai Pejabat Umum. Dari pengertian-pengertian diatas ada hal penting yang tersirat, bahwa Notaris adalah pejabat umum (openbaar ambtenaar), dimana kewenangannya atau kewajibannya yang utama ialah membuat akta-akta otentik, jadi Notaris merupakan pejabat umum sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 1868 KUHPerdata. Sedangkan pengertian akta otentik terdapat di dalam hukum pembuktian yang diatur dalam Buku IV KUHPerdata, mengenai syarat-syarat agar suatu akta berlaku sebagai akta otentik, hal ini diatur di dalam pasal 1868 KUHPerdata. Yang dimaksud dengan akta otentik adalah suatu akta yang dalam bentuk yang ditentukan Undang-Undang, dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum yang berkuasa untuk itu, ditempat dimana akta tersebut dibuat. Akta otentik menurut Soepomo adalah surat yang dibuat oleh suatu dimuka seorang pejabat umum yang mempunyai wewenang untuk membuat surat itu, dengan maksud menjadikan surat tersebut sebagai surat bukti. 8 8 Soepomo, Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri, (Jakarta: Pradnya Paramita, 2002), hal.87

10 Menurut Wiryono Projodikoro, pengertian akta otentik adalah surat yang dibuat dengan maksud dijadikan bukti oleh atau dimuka seorang pejabat umum yang berkuasa untuk itu. 9 Berdasarkan pengertian akta otentik diatas, dapat dilihat beberapa unsur untuk dikatakan sebagai akta otentik, Yaitu; 1. Bahwa akta itu dibuat dan diresmikan dalam bentuk menurut hukum 2. Bahwa akta itu dibuat oleh atau di hadapan pejabat umum 3. Bahwa akta itu dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang berwenang untuk membuatnya di tempat di mana akta itu dibuat, jadi akta itu harus dibuat di tempat wewenang pejabat yang membuatnya. Dari pengertian akta otentik diatas juga dapat diambil kesimpulan bahwa untuk membuat akta otentik, seseorang harus mempunyai kedudukan sebagai pejabat umum. Akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian yang mutlak karena akta tersebut memuat perjanjian yang mengikat kedua belah pihak yang membuat perjanjian itu, jadi apabila terjadi sengketa antara pihak yang membuat perjanjian, maka yang tersebut dalam akta itu merupakan bukti yang sempurna dan tidak perlu dibuktikan dengan alat bukti lain, sepanjang pihak lain tidak dapat membuktikan sebaliknya. Akta sebagai alat bukti tertulis dalam hal-hal tertentu, merupakan bukti yang kuat bagi pihak-pihak yang bersangkutan, mereka yang menandatangani suatu akta bertanggung jawab dan terikat akan isi akta R. Wirjono Projodikoro, Hukum Acara Perdata di Indonesia, (Bandung: Sumur Bandung, 1988), hal.108

11 Kekuatan pembuktian dari akta Notaris mempunyai tiga macam kekuatan pembuktian; 1) Kekuatan pembuktian yang lahiriah Yaitu syarat-syarat formal yang diperlukan supaya suatu akta Notaris dapat berlaku sebagai akta otentik sesuai dengan Pasal 1868 KUHPerdata. 2) Kekuatan pembuktian formal Yaitu kepastian bahwa suatu kejadian dan fakta tersebut dalam akta, benar-benar dilakukan oleh Notaris atau diterangkan oleh para pihak yang menghadap. Akta otentik menjamin kebenaran mengenai: 11 a. Tanggal akta dibuat b. Semua tandatangan yang tertera dalam akta c. Identitas yang hadir menghadap Notaris d. Semua pihak yang menandatangani akta itu mengakui apa yang diuraikan dalam akta itu e. Tempat dimana akta tersebut dibuat 3) Kekuatan pembuktian materil Yaitu kepastian bahwa apa yang disebut dalam akta itu merupakan pembuktian yang sah terhadap pihak-pihak yang membuat akta atau mereka yang mendapat hak yang berlaku untuk umum, kecuali ada pembuktian sebaliknya. 10 Komar Andasamita, Notaris I, (Bandung: sumur, 1984), hal Soetardjo, Soemoatmodjo, apakah, Notaris, PPAT, Pejabat Lelang, (Yogyakarta: Liberty, 1986),

12 2. Kewenangan Notaris Membuat Akta Otentik dan Syarat Suatu Surat dapat dikatakan Akta Otentik Tugas yang paling pokok Notaris dapat juga dikatakan sebagai salah satu penegak hukum, karena Notaris berwenang membuat alat bukti tertulis yang mempunyai kekuatan pembuktian. Para ahli hukum berpendapat, bahwa akta Notaris dapat diterima dalam pengadilan sebagai alat bukti yang mutlak mengenai isinya, tetapi meskipun demikian dapat diadakan penyangkalan dengan bukti sebaliknya oleh saksi-saksi yang dapat membuktikan, bahwa apa yang diterangkan oleh Notaris dalam aktanya itu tidak benar. 12 Berdasarkan ketentuan yang ditetapkan Pasal 1 ayat (1) Jo Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, maka Notaris adalah Pejabat Umum yang berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau dikehendaki oleh yang berkepentingan agar dinyatakan dalam suatu akta otentik, menjamin kebenaran tanggalnya, menyimpan minutanya, dan memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh Undang-Undang. Notaris juga diberi hak dan wewenang untuk mengesahkan akta-akta yang dibuat di bawah tangan serta dapat memberikan nasehat atau penyuluhan hukum dan menjelaskan kepada pihak-pihak yang bersangkutan. 12 Liliana, Tedjosaputro, Mal Praktek Notaris Dalam Hukum Pidana, (Semarang: CV. Agung, 1991), hal.4

13 Dalam pembuatan akta yang dilakukan Notaris, setiap kata yang dibuat dalam akta harus terjamin otentisitasnya, maka dalam proses pembuatan dan pemenuhan persyaratan-persyaratan pembuatan akta memerlukan tingkat kecermatan yang memadai. Jika kecermatan itu diabaikan, maka memungkinkan adanya faktor-faktor yang menghilangkan otensitas akta yang dibuat semakin tinggi. Dari beberapa pengertian akta diatas, jelaslah tidak semua surat dapat disebut akta, melainkan hanya surat-surat tertentu yang memenuhi syaratsyarat yang dipenuhi. Maka untuk dapat dikatakan sebagai akta, suatu surat harus memenuhi syarat-syarat: 13 a. Surat itu harus ditandatangani Keharusan ditandatangani suatu surat untuk dapat disebut akta dikemukakannya dalam pasal 1869 KUHPerdata yang berbunyi: Suatu akta yang karena tidak berkuasa untuk atau tidak cakapnya pegawai termaksud diatas, atau karena suatu cacat dalam bentuknya tidak diberlakukan sebagai akta otentik, namun demikian mempunyai kekuatan sebagai tulisan dibawah tangan, jika ditandatangani oleh pihak-pihak. Jelas tanda tangan berfungsi untuk memberikan ciri atau mengindividualisir sebuah akta. b. Surat itu harus memuat peristiwa yang menjadi dasar dari suatu hak atau peristiwa. Sesuai dengan peruntukkan sesuatu akta sebagai alat pembuktian demi keperluan siapa surat itu, maka jelas bahwa surat itu harus berisikan 13 Suharjono, Varia Peradilan Tahun XI Nomor 123, Sekilas Tinjauan Akta Menurut Hukum, (Desember 1995), hal

14 keterangan yang dapat dijadikan bukti yang dibutuhkan. Peristiwa hukum yang disebut dalam surat itu dan yang dibutuhkan sebagai pembuktian harus peristiwa hukum yang menjadi dasar dari suatu hak atau peristiwa. c. Surat tersebut sengaja dibuat sebagai alat bukti maksudnya dimana didalam surat tersebut dimaksudkan untuk pembuktian suatu peristiwa hukum yang dapat menimbulkan hak atau perikatan. 3. Perbuatan Melawan Hukum Merupakan Sebab Pembatalan Akta Telah dibahas diatas, bahwa Notaris membuat akta sebagaimana tercantum dalam Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, dijelaskan bahwa Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh yang berkepentingan, dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik, maka wewenangnya berhubungan dengan perbuatan, perjanjian dan ketetapan sebagaimana dimaksud dari ketentuan pasal diatas. Notaris dapat digugat secara perdata maupun pidana. Dalam hal apabila pembuatan aktanya menimbulkan kerugian bagi pihak yang dirugikan oleh Notaris sebagai pejabat yang berwenang membuat suatu akta otentik dalam hal perbuatan, perjanjian maupun ketetapan. Dalam Pasal 84 Undang-Undang Jabatan Notaris No. 30 Tahun 2004, tindakan pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris terhadap ketentuan sebagaimana yang dimaksud oleh Undang-Undang yang mengakibatkan suatu

15 akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan atau suatu akta menjadi batal demi hukum dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga kepada Notaris. Sedangkan dalam Pasal 1365 KUHPerdata, tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, diwajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. Unsur yang terkandung dalam Pasal 1365 KUHPerdata antara lain; a. Harus adanya perbuatan b. Perbuatan itu melanggar hukum c. Harus ada mengakibatkan kerugian bagi orang lain d. Adanya kesalahan dari si pembuat M.A. Moegini Djojodiharjo, berpendapat bahwa Pasal 1365 KUHPerdata tidaklah memberikan perumusan, melainkan hanya mengatur bilakah seseorang yang mengalami kerugian karena perbuatan hukum, yang dilakukan oleh orang lain terhadap dirinya, akan dapat mengajukan tuntutan ganti kerugian pada Pengadilan Negeri dengan sukses. 14 M.A. Moegni Djojodiharjo, merumuskan bahwa perbuatan melawan hukum diartikan suatu perbuatan atau kealpaan, yang atau bertentangan dengan hak orang lain, atau bertentangan dengan kewajiban hukum sipelaku atau bertentangan, baik dengan kesusilaan, maupun dengan keharusan yang harus diindahkan dalam pergaulan hidup terhadap orang lain atau benda, 14 M.A. Moegni Djojodiharjo, Perbuatan Melawan Hukum, (Jakarta: Pradya Paramita, 1982), hal.26

16 sedang barang siapa karena salahnya sebagai akibat perbuatannya itu telah mendatangkan kerugian pada orang lain, berkewajiban membayar ganti kerugian. Menurut Munir Fuady, rumusan-rumusan tentang perbuatan melawan hukum diantaranya, suatu kesalahan perdata (civil wrong) terhadap mana suatu ganti kerugian dapat dituntut yang bukan merupakan wanprestasi terhadap kontrak, atau wanprestasi terhadap kewajiban trust, atau pun wanprestasi terhadap kewajiban equity lainnya. 15 a. Kesalahan, kesengajaan, kelalaian Kesalahan yang dimaksud oleh Pasal 1365 KUHPerdata mengandung gradasi dari mulai perbuatan yang disengaja, sampai perbuatan yang tidak disengaja. b. Tanggung Gugat atau Pertanggung Jawaban Seseorang dapat dimintai tanggung jawabnya untuk memberikan ganti kerugian atas kesalahan yang dilakukan oleh orang lain yang berada dalam tanggung jawabnya atau kerugian yang ditimbulkan oleh binatang atau benda yang berada dalam tanggung jawabnya, karena itu istilah tanggung gugat seiring juga disebut pertanggungjawaban. c. Kerugian dan Ganti Rugi Ganti rugi adalah suatu konsekuensi dari perbuatan kesalahan yang menimbulkan kerugian. Dalam hukum perdata terdapat dua bidang hukum yang terkait dengan ganti rugi yaitu: 15 Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum, (Bandung,: Aditya Bhakti, 2002), hal.1

17 1. Ganti rugi karena wanprestasi atas kontrak 2. Ganti rugi karena perikatan yang lahir, berdasarkan Undang-Undang termasuk perbuatan melawan hukum. Ganti rugi yang dimaksudkan adalah ganti rugi sebagai akibat perbuatan melawan hukum dengan tujuan mengembalikan penderita pada keadaan seandainya perbuatan melawan hukum tidak terjadi. F. Metode Penelitian Dalam pengumpulan data dan informasi untuk penulisan skripsi ini, penulis telah mengumpulkan data-data yang diperlukan untuk dapat mendukung penulisan skripsi ini dan hasil yang diperoleh dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Untuk memperkuat argumentasi dari penulisan skripsi ini, perlu didukung oleh data-data yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, karena data-data ini merupakan suatu hal yang amat penting untuk mendukung kebenaran ilmiah dari skripsi ini. Dalam upaya pengumpulan data yang diperlukan, maka penulis menerapkan metode pengumpulan data sebagai berikut: 1. Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk kategori yang bersifat yuridis normatif. Meneliti pada hakekatnya berarti mencari, yang dicari dalam penelitian hukum adalah kaedah, norma atau Das Sollen, bukan peristiwa, perilaku dalam arti fakta atau Das Sein. Deskriptif artinya mampu memberi gambaran secara jelas

18 dan sistematis tentang masalah yang akan diteliti. Analisis artinya menganalisis secara teliti permasalahan berdasarkan gambaran dan fakta sehingga mampu menjawab permasalahan yang berkaitan dengan Analisa Yuridis Putusan Pengadilan Terhadap Akta Notaris Yang Batal Demi Hukum. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma. Sistem norma yang dimaksud adalah mengenani asas-asas, norma, kaidah dari peraturan perundangan, putusan pengadilan, perjanjian serta doktrin (ajaran) Jenis Data dan Sumber Data Penelitian normatif ini dilakukan dengan batasan studi dokumen atau bahan pustaka saja yaitu berupa data primer. Data sekunder yang digunakan terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer yang digunakan berupa norma dasar, peraturan dasar, peraturan perundang-undangan, bahan hukum yang tidak dikodifikasikan dan bahan hukum dari zaman penjajahan hingga kini masih berlaku. Sedangkan bahan hukum sekunder yang digunakan berupa buku, makalah, dan hasil penelitian di bidang hukum. Bahan utama dari penelitian ini adalah Data Primer yang dilakukan dengan menghimpun bahan-bahan berupa : a. Bahan Hukum Primer Yaitu berupa Undang-Undang dan peraturan-peraturan yang terkait dengan objek penelitian. 16 Dr. Mukti Fajar ND, Yulianto Achmad, MH, Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hal.34

19 b. Bahan Hukum Sekunder Yaitu bahan yang memberikan penjelasan tentang bahan hukum primer antara lain: tulisan atau pendapat para pakar hukum. c. Bahan Hukum Tertier Yaitu bahan yang memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. 3. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data-data dari skripsi ini diperoleh dari Library Research yaitu penelitian yang dilaksanakan melalui tinjauan kepustakaan untuk memperoleh informasi dan data yang dapat dipergunakan sebagai dasar dalam penelitian dan analisa terhadap masalah yang akan dibahas. Adapun data-data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain berasal dari buku-buku baik koleksi pribadi maupun dari perpustakaan, artikel-artikel baik yang diambil dari media cetak maupun media elektronik, dokumen-dokumen pemerintah, termasuk peraturan perundang-undangan. 4. Analisa Data Analisa data dilakukan dengan metode analisis kualitatif, yaitu penelitian dilakukan dengan menganalisis terhadap data-data. Selanjutnya, ditarik kesimpulan dengan metode deduktif, yakni berfikir dari hal yang umum menuju kepada hal yang khusus atau spesifik dengan menggunakan perangkat normatif. Analisa data dilakukan setelah diperoleh data sekunder berupa bahan hukum primer, sekunder dan tertier sehingga memberikan jawaban yang jelas atas permasalahan dan tujuan penelitian.

20 G. Sistematika Pembahasan Suatu gambaran dari isi skripsi ini, di sini dapatlah dikemukakan sistematika penulisan dari skripsi ini yang meliputi: BAB I : Pendahuluan Pada bab ini penulis akan membahas mengenai Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan. BAB II : Tinjauan Umum Terhadap Akta Serta Kekuatan Pembuktian Akta Notaris Pada bab ini akan dibahas tentang pengertian akta dan macam-macam akta, bentuk-bentuk akta otentik, kekuatan pembuktian akta Notaris, dan faktor-faktor yang menyebabkan suatu akta dapat dibatalkan. BAB III : Tinjauan Umum Terhadap Notaris Dan Kewenangannya Pada bab ini akan dibahas tentang pengertian Notaris dan syarat pengangkatan Notaris, kewenangan, kewajiban dan larangan bagi Notaris, kode etik yang harus dipatuhi Notaris serta pertanggungjawaban Notaris atas akta yang dinyatakan batal demi hukum.

21 BAB IV : Pertimbangan Pengadilan Dalam Membatalkan Akta Notaris Terhadap Kasus Perdata No.Perk.297/Pdt.G/2009/PN.Mdn Pada bab ini akan dibahas tentang kewenangan badan peradilan dalam mempertimbangkan pembatalan akta Notaris dan faktor-faktor pertimbangan hakim dalam membatalkan akta Notaris pada kasus perdata No.Perk.297/Pdt.G/2009/PN.Mdn BAB V : Kesimpulan dan Saran Bab ini merupakan bab terakhir yaitu sebagai bab penutup yang berisi kesimpulan dan saran-saran mengenai permasalahan yang dibahas.

PENDAHULUAN. R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993 hlm. 23

PENDAHULUAN. R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993 hlm. 23 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Sebagai negara hukum pemerintah negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tinjauan yuridis..., Ravina Arabella Sabnani, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Tinjauan yuridis..., Ravina Arabella Sabnani, FH UI, Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Cakupan pembagunan nasional ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL. Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL. Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL 2.1 Pengertian Akta Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta dan dalam bahasa Inggris disebut act atau deed. Secara etimologi menurut

Lebih terperinci

BAB I. Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan

BAB I. Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan BAB I 1. Latar Belakang Masalah Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan jaminan kepastian atas transaksi bisnis yang dilakukan para pihak, sifat otentik atas akta yang dibuat oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA SERTA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS. A. Pengertian Akta dan Macam-Macam Akta

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA SERTA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS. A. Pengertian Akta dan Macam-Macam Akta BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA SERTA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS A. Pengertian Akta dan Macam-Macam Akta Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta dan dalam bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan perikatan yang terkait dengan kehidupan sehari-hari dan juga usaha

BAB I PENDAHULUAN. dengan perikatan yang terkait dengan kehidupan sehari-hari dan juga usaha 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Kehadiran notaris sebagai pejabat publik adalah jawaban dari kebutuhan masyarakat akan kepastian hukum atas setiap perikatan yang dilakukan, berkaitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perbuatan hukum pada prinsipnya dapat dilakukan bebas bentuk. Pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perbuatan hukum pada prinsipnya dapat dilakukan bebas bentuk. Pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbuatan hukum pada prinsipnya dapat dilakukan bebas bentuk. Pada prinsipnya perjanjian terbentuk secara konsensuil, bukan formil. Bagi suatu perbuatan hukum satu-satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam setiap hubungan hukum kehidupan masyarakat, baik dalam

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam setiap hubungan hukum kehidupan masyarakat, baik dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Akta otentik sebagai alat bukti terkuat dan terpenuh mempunyai peranan penting dalam setiap hubungan hukum kehidupan masyarakat, baik dalam berbagai hubungan bisnis,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan hukum dalam mendukung jalannya roda pembangunan maupun dunia usaha memang sangat penting. Hal ini terutama berkaitan dengan adanya jaminan kepastian hukum.

Lebih terperinci

BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS

BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS A. Kedudukan Notaris Pasal 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (UUJN), menyebutkan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaanya kedua belah pihak mengacu kepada sebuah perjanjian layaknya

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaanya kedua belah pihak mengacu kepada sebuah perjanjian layaknya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Manusia dalam menjalankan hubungan hukum terhadap pihak lain akan membutuhkan suatu kesepakatan yang akan dimuat dalam sebuah perjanjian, agar dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya segala sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang baik dengan sengaja maupun tidak, harus dapat dimintakan pertanggungjawaban terlebih lagi yang berkaitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertulis untuk berbagai kegiatan ekonomi dan sosial di masyarakat. Notaris

BAB I PENDAHULUAN. tertulis untuk berbagai kegiatan ekonomi dan sosial di masyarakat. Notaris 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jabatan Notaris diadakan atau kehadirannya dikehendaki oleh aturan hukum dengan maksud membantu dan melayani masyarakat yang membutuhkan alat bukti tertulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengatur hidup manusia dalam bermasyarakat. Didalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. mengatur hidup manusia dalam bermasyarakat. Didalam kehidupan 11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial yang hidup berkelompok akan berusaha agar tatanan kehidupan masyarakat seimbang dan menciptakan suasana tertib, damai, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kalangan individu maupun badan usaha. Dalam dunia usaha dikenal adanya

BAB I PENDAHULUAN. kalangan individu maupun badan usaha. Dalam dunia usaha dikenal adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara hukum, dimana Negara hukum memiliki prinsip menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum yang berintikan kepada kebenaran dan

Lebih terperinci

a. Kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap; b. Para pihak (siapa-orang) yang menghadap pada Notaris;

a. Kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap; b. Para pihak (siapa-orang) yang menghadap pada Notaris; 59 dengan mencari unsur-unsur kesalahan dan kesengajaan dari Notaris itu sendiri. Hal itu dimaksudkan agar dapat dipertanggungjawabkan baik secara kelembagaan maupun dalam kapasitas Notaris sebagai subyek

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengawasan majelis..., Yanti Jacline Jennifer Tobing, FH UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengawasan majelis..., Yanti Jacline Jennifer Tobing, FH UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Notaris bertindak sebagai pelayan masyarakat sebagai pejabat yang diangkat oleh pemerintah yang memperoleh kewenangan secara atributif dari Negara untuk melayani

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 2/Apr-Jun/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 2/Apr-Jun/2015 KAJIAN YURIDIS PELANGGARAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA AUTENTIK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 JO. UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 1 Oleh : Cicilia R. S. L. Tirajoh 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian dan

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian dan perlindungan hukum menuntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Notaris sebagai pihak yang bersentuhan langsung dengan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Notaris sebagai pihak yang bersentuhan langsung dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberadaan notaris sangat penting ditengah-tengah masyarakat. Notaris memberikan jaminan kepastian hukum pada masyarakat menyangkut pembuatan akta otentik. Akta

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan secara tegas bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara hukum. Prinsip negara

Lebih terperinci

Judul buku: Kebatalan dan pembatalan akta notaris. Pengarang: Dr. Habib Adjie, S.H., M.Hum. Editor: Aep Gunarsa

Judul buku: Kebatalan dan pembatalan akta notaris. Pengarang: Dr. Habib Adjie, S.H., M.Hum. Editor: Aep Gunarsa Judul buku: Kebatalan dan pembatalan akta notaris Pengarang: Dr. Habib Adjie, S.H., M.Hum. Editor: Aep Gunarsa Penerbit dan pencetak: PT Refika Aditama (Cetakan kesatu, Juni 2011. Cetakan kedua, April

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemerintah. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemerintah. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia merupakan suatu negara hukum dimana kekuasaan tunduk pada hukum. Sebagai negara hukum, maka hukum mempunyai kedudukan paling tinggi dalam pemerintahan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan pasal..., Ita Zaleha Saptaria, FH UI, ), hlm. 13.

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan pasal..., Ita Zaleha Saptaria, FH UI, ), hlm. 13. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada alam demokratis seperti sekarang ini, manusia semakin erat dan semakin membutuhkan jasa hukum antara lain jasa hukum yang dilakukan oleh notaris. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. menentukan bahwa dalam menjalankan tugas jabatannya, seorang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. menentukan bahwa dalam menjalankan tugas jabatannya, seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris menentukan bahwa dalam menjalankan tugas jabatannya, seorang Notaris harus memiliki integritas dan bertindak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 diperbaharui dan dirubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris yang untuk selanjutnya dalam penulisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mempunyai peran paling pokok dalam setiap perbuatan-perbuatan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mempunyai peran paling pokok dalam setiap perbuatan-perbuatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian Seiring dengan perkembangan zaman dan era globalisasi saat ini, peran notaris sebagai pejabat umum pembuat akta yang diakui secara yuridis oleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu alat bukti, maka tulisan tersebut dinamakan akta (acte) 1.

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu alat bukti, maka tulisan tersebut dinamakan akta (acte) 1. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan akan adanya alat bukti tertulis dalam suatu pembuktian di Pengadilan mengakibatkan semua perbuatan hukum yang dilakukan oleh masyarakat yang menyangkut

Lebih terperinci

BAB II AKTA NOTARIS DAPAT MENJADI BATAL OLEH SUATU PUTUSAN PENGADILAN

BAB II AKTA NOTARIS DAPAT MENJADI BATAL OLEH SUATU PUTUSAN PENGADILAN 28 BAB II AKTA NOTARIS DAPAT MENJADI BATAL OLEH SUATU PUTUSAN PENGADILAN A. Karakter Yuridis Akta Notaris Dalam hukum acara perdata, alat bukti yang sah atau diakui oleh hukum terdiri dari : a. Bukti tulisan;

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN HUKUM ATAS BATASAN TURUNNYA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS BERDASARKAN UUJN NO. 2 TAHUN 2014

BAB II KEDUDUKAN HUKUM ATAS BATASAN TURUNNYA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS BERDASARKAN UUJN NO. 2 TAHUN 2014 BAB II KEDUDUKAN HUKUM ATAS BATASAN TURUNNYA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS BERDASARKAN UUJN NO. 2 TAHUN 2014 A. Karakter Yuridis Akta Notaris Dalam hukum acara perdata, alat bukti yang sah atau diakui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang biak, serta melakukan segala aktifitasnya berada diatas tanah.

BAB I PENDAHULUAN. berkembang biak, serta melakukan segala aktifitasnya berada diatas tanah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan suatu hal yang erat hubungannya dan tidak bisa dilepaskan dari kehidupan manusia, karena manusia bertempat tinggal, berkembang biak, serta melakukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang jabatan notaris.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut pihak-pihak sebaiknya dituangkan dalam suatu surat yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut pihak-pihak sebaiknya dituangkan dalam suatu surat yang memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan adanya alat bukti tertulis dalam suatu pembuktian di persidangan mengakibatkan setiap perbuatan hukum masyarakat yang menyangkut pihak-pihak sebaiknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tugas, fungsi dan kewenangan Notaris. Mereka belum bisa membedakan tugas mana

BAB I PENDAHULUAN. tugas, fungsi dan kewenangan Notaris. Mereka belum bisa membedakan tugas mana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar masyarakat Indonesia masih belum faham terhadap pengertian, tugas, fungsi dan kewenangan Notaris. Mereka belum bisa membedakan tugas mana yang menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan dengan tegas, dalam Pasal 1 angka 3, bahwa Indonesia adalah Negara yang berdasarkan

Lebih terperinci

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN) disebutkan bahwa y

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN) disebutkan bahwa y PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum yang mempunyai berbagai macam profesi yang bergerak di bidang hukum. Profesi di bidang hukum merupakan suatu profesi yang ilmunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia di dalam. kerjasama yang mengikat antara dua individu atau lebih.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia di dalam. kerjasama yang mengikat antara dua individu atau lebih. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia di dalam masyarakat, individu yang satu senantiasa berhubungan dengan individu yang lain. Dengan perhubungan tersebut diharapkan

Lebih terperinci

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 25 BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Hukum perjanjian

Lebih terperinci

BAB II. AKTA NOTARIS SEBAGAI AKTA OTENTIK YANG MEMILIKI KESALAHAN MATERIL A. Tinjauan Yuridis Tentang Akta dan Macam-Macam Akta

BAB II. AKTA NOTARIS SEBAGAI AKTA OTENTIK YANG MEMILIKI KESALAHAN MATERIL A. Tinjauan Yuridis Tentang Akta dan Macam-Macam Akta BAB II AKTA NOTARIS SEBAGAI AKTA OTENTIK YANG MEMILIKI KESALAHAN MATERIL A. Tinjauan Yuridis Tentang Akta dan Macam-Macam Akta Akta menurut A.Pitlo merupakan surat yang ditandatangani, diperbuat untuk

Lebih terperinci

: FUNGSI AKTA OTENTIK DALAM PERJANJIAN JUAL FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK

: FUNGSI AKTA OTENTIK DALAM PERJANJIAN JUAL FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK Judul : FUNGSI AKTA OTENTIK DALAM PERJANJIAN JUAL BELI ATAS TANAH Disusun oleh : Premanti NPM : 11102114 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK Tujuan Penelitian ini adalah Mengkaji

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara. Untuk menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum

BAB I PENDAHULUAN. negara. Untuk menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjamin kepastian, ketertiban,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan ahli dalam menyelesaikan setiap permasalahan-permasalahan hukum.

BAB I PENDAHULUAN. dan ahli dalam menyelesaikan setiap permasalahan-permasalahan hukum. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah Negara hukum. Sejalan dengan ketentuan tersebut maka diperlukanlah

Lebih terperinci

RISALAH LELANG SEBAGAI AKTA OTENTIK PENGGANTI AKTA JUAL BELI DALAM LELANG

RISALAH LELANG SEBAGAI AKTA OTENTIK PENGGANTI AKTA JUAL BELI DALAM LELANG RISALAH LELANG SEBAGAI AKTA OTENTIK PENGGANTI AKTA JUAL BELI DALAM LELANG Oleh: Ni Kadek Ayu Ena Widiasih I Made Sarjana Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstract: This paper titled

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Dalam perkembangan jaman yang semakin maju saat ini membuat setiap orang dituntut untuk senantiasa meningkatkan kualitas diri dan kualitas hidupnya. Salah

Lebih terperinci

Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa

Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa... 473 Kewajiban pihak yang satu adalah menyerahkan barangnya untuk dinikmati oleh pihak yang lain, sedangkan kewajiban pihak yang terakhir ini adalah membayar harga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, (Jakarta:Rajawali, 1982), hlm. 23.

BAB I PENDAHULUAN. R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, (Jakarta:Rajawali, 1982), hlm. 23. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lembaga Notaris masuk ke Indonesia pada permulaan abad XVII dengan keberadaan Vereenigde Oost Ind. Compagnie (VOC) di Indonesia. 1 Jan Pietterszoon Coen pada waktu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Muhammad dan Idrus Al-Kaff, (Jakarta: Lentera, 2007), hal. 635.

BAB 1 PENDAHULUAN. Muhammad dan Idrus Al-Kaff, (Jakarta: Lentera, 2007), hal. 635. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dirujuk untuk penyelesaian perselisihan itu. Perjanjian kontrak kerja dengan

BAB I PENDAHULUAN. dirujuk untuk penyelesaian perselisihan itu. Perjanjian kontrak kerja dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perjanjian kontrak kerja merupakan elemen dalam suatu perjanjian dan melekat pada suatu hubungan bisnis/kerja baik skala besar maupun kecil, baik domestik maupun internasional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam masyarakat itu sendiri, untuk mengatasi permasalahan tersebut dalam hal ini

BAB I PENDAHULUAN. dalam masyarakat itu sendiri, untuk mengatasi permasalahan tersebut dalam hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk sosial yang senantiasa berkembang secara dinamik sesuai dengan perkembangan zaman. Kehidupan manusia tidak pernah lepas dari interaksi antar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan, oleh karena itu dapat dikatakan hukum tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk sosial, oleh karenanya manusia itu cenderung untuk hidup bermasyarakat. Dalam hidup bermasyarakat ini

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Negara Republik Indonesia merupakan suatu negara hukum dimana kekuasaan tunduk pada hukum. Hukum mengatur hubungan antara individu yang satu dengan yang lain ataupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Akta-akta yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris bersifat autentik dan

BAB I PENDAHULUAN. Akta-akta yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris bersifat autentik dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehadiran jabatan Notaris dikehendaki oleh aturan hukum dengan tujuan untuk membantu dan melayani masyarakat yang membutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan dalam hidupnya. Kebutuhan itu berfungsi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Semakin meningkatnya kebutuhan atau kepentingan setiap orang, ada kalanya seseorang yang memiliki hak dan kekuasaan penuh atas harta miliknya tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum maupun perbuatan hukum yang terjadi, sudah barang tentu menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. hukum maupun perbuatan hukum yang terjadi, sudah barang tentu menimbulkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan berkembangnya kehidupan manusia dalam bermasyarakat, banyak sekali terjadi hubungan hukum. Hubungan hukum tersebut, baik peristiwa hukum maupun perbuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang hidup dengan saling berdampingan satu dengan yang lainnya, saling membutuhkan dan saling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 ayat (3). Hukum merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan

BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 ayat (3). Hukum merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum. berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat (3). Hukum merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Keberadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. otentik, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1868 KUHPerdata yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. otentik, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1868 KUHPerdata yaitu: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Keberadaan lembaga Notariat di Indonesia adalah untuk memenuhi kebutuhan akan alat bukti otentik yang sangat diperlukan, guna menjamin kepastian hukum serta kepentingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk bidang hukum, mengingat urgensi yang tidak bisa dilepaskan. melegalkan perubahan-perubahan yang terjadi.

BAB I PENDAHULUAN. termasuk bidang hukum, mengingat urgensi yang tidak bisa dilepaskan. melegalkan perubahan-perubahan yang terjadi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dinamika pembangunan nasional salah satunya adalah dengan menciptakan pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Di Indonesia pembangunan dilaksanakan secara menyeluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terikat di dalamnya. Menurut Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,

BAB I PENDAHULUAN. yang terikat di dalamnya. Menurut Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan akan adanya alat bukti tertulis dalam suatu pembuktian di persidangan mengakibatkan setiap perbuatan hukum masyarakat yang menyangkut pihak-pihak sebaiknya

Lebih terperinci

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016 Website :

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016 Website : ALAT BUKTI SURAT DALAM PENYELESAIAN PERKARA PERDATA PADA PENGADILAN NEGERI TEMANGGUNG (Studi Kasus Putusan No. 45/Pdt.G/2013/PN Tmg) Abdurrahman Wahid*, Yunanto, Marjo Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk

BAB I PENDAHULUAN. Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk dalam lapangan atau bidang hukum perdata. Semua cabang hukum yang termasuk dalam bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membantu masyarakat umum dalam hal membuat perjanjian-perjanjian yang ada atau

BAB I PENDAHULUAN. membantu masyarakat umum dalam hal membuat perjanjian-perjanjian yang ada atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Notaris adalah Pejabat umum yang diangkat oleh Pemerintah untuk membantu masyarakat umum dalam hal membuat perjanjian-perjanjian yang ada atau timbul dalam masyarakat.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti jual beli, hibah, dan lain-lain yang menyebabkan adanya peralihan hak milik

BAB I PENDAHULUAN. seperti jual beli, hibah, dan lain-lain yang menyebabkan adanya peralihan hak milik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kepemilikan terhadap harta benda baik bergerak maupun tidak bergerak diatur secara komplek dalam hukum di Indonesia. Di dalam hukum perdata, hukum adat maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan akta pemberian hak tanggungan atas tanah. 3 Dalam pengelolaan bidang

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan akta pemberian hak tanggungan atas tanah. 3 Dalam pengelolaan bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelaksanaan tanah diselenggarakan atas dasar peraturan perundangundangan tertentu, yang secara teknis menyangkut masalah pengukuran, pemetaan dan pendaftaran peralihannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang paling tinggi derajatnya dibandingkan dengan makhluk ciptaan Tuhan lainnya. Hal ini dikarenakan manusia diberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum BAB I PENDAHULUAN Hukum perjanjian adalah bagian dari Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum Perdata, karena Hukum Perdata banyak mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Notaris sebagai pejabat umum merupakan salah satu organ Negara yang dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum kepada masyarakat, teristimewa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN JABATAN NOTARIS (PJN/UUJN)

PERATURAN JABATAN NOTARIS (PJN/UUJN) KONTRAK PERKULIAHAN Mata Kuliah : PERATURAN JABATAN (PJN/UUJN) Fakultas/Program Studi : Hukum/Magister Kenotariatan. Kode Mata Kuliah : 533008 Dosen Pengampu : Dr. Henny Tanuwidjaja S.H., Sp.N. Bobot SKS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia peraturan mengenai notaris dicantumkan dalam Reglement op het

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia peraturan mengenai notaris dicantumkan dalam Reglement op het BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lembaga kenotariatan telah dikenal sejak jaman penjajahan Belanda. Hal ini dibuktikan dengan catatan sejarah yang termuat dalam beberapa buku saat ini. Di Indonesia

Lebih terperinci

NOTARIS TIDAK BERWENANG MEMBUAT SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT), TAPI BERWENANG MEMBUAT AKTA KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (AKMHT)

NOTARIS TIDAK BERWENANG MEMBUAT SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT), TAPI BERWENANG MEMBUAT AKTA KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (AKMHT) NOTARIS TIDAK BERWENANG MEMBUAT SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT), TAPI BERWENANG MEMBUAT AKTA KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (AKMHT) Pasal 15 ayat (1) undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA TEORI. Undang Hukum Perdata tentang Perikatan. Mempunyai sifat sistem terbuka,

BAB III KERANGKA TEORI. Undang Hukum Perdata tentang Perikatan. Mempunyai sifat sistem terbuka, 1 BAB III KERANGKA TEORI A. Perjanjian Hukum tentang Perjanjian diatur dalam buku III Kitab Undang- Undang Hukum Perdata tentang Perikatan. Mempunyai sifat sistem terbuka, maksudnya dalam hukum perikatan/perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hlm Hartanti Sulihandari dan Nisya Rifiani, Prinsip-Prinsip Dasar Profesi Notaris, Dunia Cerdas, Jakarta Timur, 2013, hlm.

BAB I PENDAHULUAN. hlm Hartanti Sulihandari dan Nisya Rifiani, Prinsip-Prinsip Dasar Profesi Notaris, Dunia Cerdas, Jakarta Timur, 2013, hlm. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini berdasarkan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tinjauan meengenai..., Dini Dwiyana, FH UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Tinjauan meengenai..., Dini Dwiyana, FH UI, Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Akta otentik sebagai alat bukti terkuat dan terpenuh mempunyai peranan penting dalam setiap hubungan hukum dalam kehidupan masyarakat. Dengan akta otentik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bukti dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN. bukti dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hukum perdata mengenal mengenal tentang adanya alat-alat bukti. Alat bukti dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUH Perdata)

Lebih terperinci

KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DI BAWAH TANGAN YANG TELAH MEMPEROLEH LEGALITAS DARI NOTARIS. Oleh : Lusy K.F.R. Gerungan 1

KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DI BAWAH TANGAN YANG TELAH MEMPEROLEH LEGALITAS DARI NOTARIS. Oleh : Lusy K.F.R. Gerungan 1 KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DI BAWAH TANGAN YANG TELAH MEMPEROLEH LEGALITAS DARI NOTARIS Oleh : Lusy K.F.R. Gerungan 1 A. PENDAHULUAN Notaris dengan kewenangan yang diberikan oleh perundang-undangan itu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1. Hal itu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1. Hal itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1 Hal itu menegaskan bahwa pemerintah menjamin kepastian hukum dalam kehidupan bermasyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sains dan teknologi membawa dampak yang signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah membawa kontribusi yang begitu domain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hubungan dengan manusia lainnya karena ingin selalu hidup dalam. kebersamaan dengan sesamanya. Kebersamaannya akan berlangsung baik

BAB I PENDAHULUAN. hubungan dengan manusia lainnya karena ingin selalu hidup dalam. kebersamaan dengan sesamanya. Kebersamaannya akan berlangsung baik 10 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya kehidupan manusia tidak dapat terlepas dari hubungan dengan manusia lainnya karena ingin selalu hidup dalam kebersamaan dengan sesamanya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan manusia untuk mencukupi kebutuhan, baik langsung untuk kehidupan seperti bercocok tanam atau tempat tinggal,

Lebih terperinci

BAB II BATASAN PELANGGARAN YANG DILAKUKAN NOTARIS DALAM UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS DAN KODE ETIK NOTARIS

BAB II BATASAN PELANGGARAN YANG DILAKUKAN NOTARIS DALAM UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS DAN KODE ETIK NOTARIS BAB II BATASAN PELANGGARAN YANG DILAKUKAN NOTARIS DALAM UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS DAN KODE ETIK NOTARIS A. Kedudukan Notaris Selaku Pejabat Publik Terhadap Akta yang Dibuat Sesuai dengan Syarat Formil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut juga termasuk mengatur hal-hal yang diantaranya hubungan antar

BAB I PENDAHULUAN. tersebut juga termasuk mengatur hal-hal yang diantaranya hubungan antar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah merupakan negara hukum, dimana hukum mempunyai kedudukan paling tinggi dalam segala hal. Keberadaan hukum tersebut juga termasuk mengatur hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat terkenal yaitu Ubi Societas Ibi Ius ( dimana ada masyarakat disana

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat terkenal yaitu Ubi Societas Ibi Ius ( dimana ada masyarakat disana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan antara masyarakat dan hukum diungkapkan dengan sebuah istilah yang sangat terkenal yaitu Ubi Societas Ibi Ius ( dimana ada masyarakat disana ada hukum ) 1.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu

PENDAHULUAN. Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain (pembeli). Pihak

BAB I PENDAHULUAN. haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain (pembeli). Pihak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jual beli tanah merupakan suatu perjanjian dalam mana pihak yang mempunyai tanah (penjual) berjanji dan mengikatkan diri untuk menyerahkan haknya atas tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah Negara Hukum. Prinsip dari negara hukum tersebut antara

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah Negara Hukum. Prinsip dari negara hukum tersebut antara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan secara tegas bahwa Negara Republik Indonesia adalah Negara Hukum. Prinsip

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peranan hukum dalam mengatur kehidupan masyarakat sudah dikenal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peranan hukum dalam mengatur kehidupan masyarakat sudah dikenal 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peranan hukum dalam mengatur kehidupan masyarakat sudah dikenal sejak masyarakat mengenal hukum itu sendiri, sebab hukum itu dibuat untuk mengatur kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk membuat akta otentik dan akta lainnya sesuai dengan undangundang

BAB I PENDAHULUAN. untuk membuat akta otentik dan akta lainnya sesuai dengan undangundang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang. Notaris sebagai pejabat umum dipandang sebagai pejabat publik yang menjalankan profesinya dalam pelayanan hukum kepada masyarakat, untuk membuat akta otentik dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perseorangan, dan kepentingan masyarakat demi mencapai tujuan dari Negara

BAB I PENDAHULUAN. perseorangan, dan kepentingan masyarakat demi mencapai tujuan dari Negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar hukum dan untuk mewujudkan kehidupan tata negara yang adil bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris 2

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris 2 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pengaturan mengenai Lembaga Notariat diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Notaris sangat berperan penting dalam kehidupan masyarakat terlebih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Notaris sangat berperan penting dalam kehidupan masyarakat terlebih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Notaris sangat berperan penting dalam kehidupan masyarakat terlebih lagi dalam pembuatan akta otentik yang merupakan perbuatan hukum yang diharuskan oleh peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan kekayaan alam yang mempunyai arti sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan kekayaan alam yang mempunyai arti sangat penting BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan kekayaan alam yang mempunyai arti sangat penting dalam kehidupan karena sebagian besar kehidupan manusia tergantung pada tanah. Dalam berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melayani masyarakat yang ingin menabungkan uangnya di bank, sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. melayani masyarakat yang ingin menabungkan uangnya di bank, sedangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting dalam masyarakat. Oleh karena itu hampir setiap orang pasti mengetahui mengenai peranan bank

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan yang harus dipenuhi, seperti kebutuhan akan sandang, pangan, dan papan.dalam usaha untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu wadah yang disebut masyarakat, dan untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu wadah yang disebut masyarakat, dan untuk memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial selalu berhubungan dengan manusia lain dalam suatu wadah yang disebut masyarakat, dan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya ia memerlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap interaksi yang dilakukan manusia dengan sesamanya, tidak

BAB I PENDAHULUAN. Setiap interaksi yang dilakukan manusia dengan sesamanya, tidak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap interaksi yang dilakukan manusia dengan sesamanya, tidak dapat lepas dari etika karena dapat menjaga martabat sebagai makhluk yang sempurna. Sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri serta turut aktif dalam membina kemitraan dengan Usaha Kecil dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri serta turut aktif dalam membina kemitraan dengan Usaha Kecil dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang PT. Indonesia Asahan Alumunium (INALUM) merupakan perusahaan asing (PMA) yang bergerak dalam bidang produksi alumunium batangan, dengan mutu sesuai standar internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. otentik guna tercapainya kepastian hukum. Peran Notaris dalam sektor. Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. otentik guna tercapainya kepastian hukum. Peran Notaris dalam sektor. Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, yaitu: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Notaris sebagai salah satu bentuk profesi yang berkaitan dengan hukum mempunyai peran untuk mendukung penegakan hukum di Indonesia melalui pembuatan akta

Lebih terperinci