BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pesatnya perkembangan teknologi dan informasi sekarang ini, telah membuat

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pesatnya perkembangan teknologi dan informasi sekarang ini, telah membuat"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pesatnya perkembangan teknologi dan informasi sekarang ini, telah membuat perubahan dalam berbagai segala aspek perilaku bisnis dan perekonomian dunia. Dengan perkembangan tersebut, terutama dalam hukum Indonesia, misalnya : dituntut untuk bisa menyelaraskan diri terhadap fenomena dalam kerjasama internasional, yang tujuannya adalah untuk menciptakan kemakmuran bersama. Hukum Ekonomi Indonesia juga harus mampu mengantisipasi pengaruh perkembangan-perkembangan baru, seperti unifikasi global, karena semakin menipisnya batas-batas antar negara akibat berkembangnya liberalisasi informasi, dan berbagai tatanan baru lainnya yang kini sedang terus bergerak dalam perubahan-perubahan, sehingga dibutuhkan tanggung jawab secara professional dalam pekerjaan. Akta otentik sebagai alat bukti terkuat dan terpenuh mempunyai peranan penting dalam setiap hubungan hukum dalam kehidupan masyarakat. Dalam berbagai hubungan bisnis, kegiatan di bidang perbankan, pertanahan, kegiatan sosial, dan lain-lain, kebutuhan akan pembuktian tertulis berupa akta otentik makin meningkat sejalan dengan berkembangnya tuntutan akan kepastian hukum dalam berbagai hubungan ekonomi dan sosial, baik pada tingkat nasional, regional, maupun 1

2 2 global. Melalui akta otentik yang menentukan secara jelas hak dan kewajiban, menjamin kepastian hukum, dan sekaligus diharapkan pula dapat dihindari terjadinya sengketa. Walaupun sengketa tersebut tidak dapat dihindari, dalam proses penyelesaian sengketa tersebut, akta otentik yang merupakan alat bukti tertulis terkuat dan terpenuh memberi sumbangan nyata bagi penyelesaian perkara secara murah dan cepat. Lembaga notaris timbul dari kebutuhan dalam pergaulan sesama manusia yang menghendaki adanya alat bukti tertulis baginya. Notaris adalah pejabat umum yang satu-satunya berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan akta dan memberikan grosse, salinan dan kutipannya, semua sepanjang pembuatan akta itu oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain. Notaris adalah pejabat umum yang diangkat oleh pemerintah dalam rangka memberikan pelayanan umum kepada pihak yang membutuhkan akta jual beli, sewa menyewa, dan lain-lain. 1 Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik sejauh pembuatan akta otentik tertentu tidak dikhususkan bagi pejabat umum lainnya. Pembuatan akta otentik ada yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dalam rangka menciptakan kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum. Selain akta 1 Tuti Irawati, Analisa Tanggung Jawab Notaris Sebagai Pejabat Umum Terhadap Akta Yang Dibuat dan Berindikasi Perbuatan Pidana, Tesis S2 Universitas Indonesia, http : // lontar.cs.ui.ac.id/gateway/file?file = digital/85658-t 16344a.pdf, tanggal 24 Maret 2010.

3 3 otentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris, bukan saja karena diharuskan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga karena dikehendaki oleh pihak yang berkepentingan untuk memastikan hak dan kewajiban para pihak demi kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan sekaligus, bagi masyarakat secara keseluruhan. Notaris selain merupakan pejabat umum yang ditunjuk oleh undang-undang dalam membuat akta otentik sekaligus juga merupakan perpanjangan tangan Pernerintah. Dalam menjalankan jabatannya notaris harus dapat bersikap profesional. dan mematuhi peraturan perundang-perundangan serta menjunjung tinggi Kode Etik Notaris. Notaris sebagai pejabat umum kepadanya dituntut tanggung jawab terhadap akta yang di buatnya, yakni tanggung jawab hukum dan tanggung jawab moral. Jabatan notaris merupakan jabatan terhormat, yaitu suatu jabatan yang dalam pelaksanaannya mempertaruhkan martabat jabatannya. Dalam menjalankan jabatannya, notaris harus dapat bersikap profesional 2 dengan dilandasi kepribadian yang luhur dengan senantiasa melaksanakan undang-undang sekaligus menjunjung tinggi kode etik profesinya yaitu Kode Etik Notaris. Jika notaris tidak mempunyai keterampilan profesional dan kepribadian yang luhur, maka dapat menimbulkan dampak yang tidak baik di mata masyarakat. Hal ini akan berakibat rasa kepercayaan 2 Menurut Lili Rasjidi dan Ira Rasjidi, Dasar-dasar Filsafat dan Teori Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hal.88, Profesi diartikan setiap pekerjaan untuk memperoleh uang. Dalam arti lebih teknis, profesi diartikan sebagai setiap kegiatan tertentu untuk memperoleh nafkah yang dilaksanakan secara berkeahlian yang berkaitan dengan cara berkarya dan hasil karya yang bermutu tinggi, dengan imbalan bayaran yang tinggi. Keahlian diperoleh lewat proses pengalaman, dengan belajar di lembaga pendidikan tertentu, latihan intensif, atau paduan dari ketiganya.

4 4 masyarakat hilang terhadap notaris dalam hal memberikan jasanya dan dalam hal membuat akta yang sesuai dengan keinginan para pihak atau bahkan notaris dinilai sebagai pejabat yang tidak profesional. Notaris merupakan salah satu profesi yang kepadanya dituntut suatu tanggung jawab untuk membuat akta otentik sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1868 KUHPerdata. Tanggung jawab melekat pada diri notaris mulai dari notaris diambil sumpahnya atau janjinya sampai dengan notaris pensiun pada usia yang telah ditentukan dalam Staatsblad Tahun 1860 Nomor 3 tentang Peraturan Jabatan Notaris, sebagaimana yang telah diubah menjadi Undang-Undang Jabatan Notaris No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Dalam pelaksanaan tugas, notaris tunduk serta terikat dengan aturan-aturan yang ada yakni Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Kode Etik Notaris, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), dan peraturan hukum lainnya yang berlaku umum. Keberadaan notaris sebagai pejabat umum yang bertugas untuk membuat akta-akta dalam setiap hubungan hukum perdata dibutuhkan masyarakat. Kepercayaan masyarakat terhadap notaris adalah salah satu bentuk wujud nyata kepercayaan masyarakat terhadap hukum. Hal ini dapat terus berlangsung apabila notaris dapat menanamkan kepada masyarakat bahwa perbuatan atau perjanjian yang akan dilakukan sesuai dengan hukum dan peraturan perundangundangan akan membawa konsekwensi bahwa perbuatan atau perjanjian yang dilakukan dengan tidak melanggar peraturan perundang-undangan pasti akan

5 5 dilindungi oleh hukum. Selain itu masyarakat dalam hal melakukan suatu perbuatan atau perjanjian yang dilakukan di hadapan notaris secara otomatis akan menimbulkan hak dan kewajiban bagi mereka yang melakukan perjanjian tersebut dan merupakan suatu akta otentik. Sementara itu dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia MA/Pemb/1392/84 Nomor 2 Tahun 1984, tentang Tata Cara Pengawasan Terhadap Notaris dinyatakan bahwa : Pelaksanaan tugas jabatan notaris tersebut harus dilandasi pada suatu integritas dan kejujuran yang tinggi dari pihak notaris sendiri, karena hasil pekerjaannya yang berupa akta-akta maupun pemeliharaan. Protokol-protokol sangat penting dalam penerapan hukum pembuktian yaitu sebagai alat bukti yang otentik yang dapat menyangkut kepentingan bagi pencari keadilan yang baik di dalam maupun di luar negeri, maka pelaksanaan tugas jabatan notaris harus didukung oleh suatu itikad moral yang dapat dipertanggungjawabkan. Dengan demikian perlu adanya suatu pengawasan dan pembinaan yang terus menerus kepada para notaris di dalam melaksanakan tugas dan jabatannya. 3 Akta otentik pada hakikatnya memuat kebenaran formal sesuai dengan apa yang diberitahukan para pihak kepada Notaris. Namun, Notaris mempunyai kewajiban untuk memasukkan keterangan dari para pihak bahwa apa yang termuat dalam Akta Notaris sungguh-sungguh telah dimengerti dan sesuai dengan kehendak para pihak, yaitu dengan cara membacakannya sehingga menjadi jelas isi Akta Notaris, serta memberikan akses terhadap informasi, termasuk akses terhadap peraturan perundang-undangan yang terkait bagi para pihak penanda tangan akta. Dengan demikian, para pihak dapat menentukan dengan bebas untuk menyetujui atau tidak menyetujui isi Akta Notaris yang akan ditandatanganinya. 3 Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia MA/Pemb/1392/84, tanggal 1 Maret 1984 Nomor 2 Tahun 1984 tentang Tata Cara Pengawasan Terhadap Notaris, hal. 60.

6 6 Akta yang dibuat notaris harus mengandung syarat-syarat yang diperlukan agar tercapai sifat otentik dari akta itu sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1868 KUHPerdata, yang berbunyi sebagai berikut : Suatu akta otentik ialah suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat di mana akta dibuatnya. 4 Ketentuan pelaksanaan dari pelaksanaan Pasal 1868 KUHPerdata ini, diatur dalam Undang-undang Jabatan Notaris, yang telah merumuskan pengertian notaris sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1 angka ke-1, yang berbunyi sebagai berikut : Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang ini. 5 Suatu akta hendak memperoleh stempel otentisitas, dimana hal ini terdapat pada akta notaris, maka menurut ketentuan dalam Pasal 1868 KUHPerdata, maka akta yang bersangkutan harus memenuhi persyaratan - persyaratan sebagai berikut : 1. Akta itu harus dibuat oleh atau di hadapan seorang pejabat umum; 2. Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang; 3. Pejabat umum atau di hadapan siapa akta itu dibuat, harus mempunyai wewenang untuk membuat akta itu. 6 4 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, diterjemahkan oleh R. Soebekti dan R. Tjitrosudibio, Cetakan ke-40, (Jakarta : Pradnya Paramita, 2009), pasal Pasal 1, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, cetakan ke-1, (Jakarta : Mitra Darmawan, 2004). 6 G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Cetakan ke-5, Erlangga, Jakarta, 1999, hal. 48.

7 7 Ada 2 (dua) golongan akta notaris, yaitu : 1. Akta yang dibuat oleh (door een) notaris, yang dinamakan Akta Relaas (relaas acta) atau Akta Pejabat (ambtelijke akten) atau Akta Berita Acara ; 2. Akta yang dibuat dihadapan (ten overstaan van een) notaris, dinamakan Akta Partij (partij acta) atau Akta Pihak (partij akten). Adapun yang termasuk dalam contoh Akta Relaas, yaitu : akta berita acara rapat para pemegang saham dalam perseroan terbatas, akta pencatatan budel, akta pendaftaran atau inventarisasi harta peninggalan, akta berita acara penarikan undian, dan lain-lain. Sedangkan, yang termasuk dalam contoh Akta Partij, yaitu : akta jual beli, akta sewa menyewa, akta perjanjian kredit, akta perjanjian kawin, akta perjanjian kerja sama, akta hibah, akta pendirian perseroan terbatas, akta pernyataan keputusan rapat, akta surat kuasa, akta kemauan terakhir (wasiat), akta perjanjian-perjanjian, dan lain-lain. Perbedaan di antara kedua golongan akta tersebut, dapat dilihat dari bentuk-bentuk akta itu. 7 Sebelum ditandatangani, akta terlebih dahulu dibacakan kepada penghadap dan saksi-saksi yang dilakukan oleh notaris yang membuat akta tersebut. Pembacaan akta tidak dapat diwakili oleh orang lain atau didelegasikan pembacaan akta tersebut kepada pegawai kantor notaris melainkan harus dilakukan oleh notaris 7 Op.Cit., hal

8 8 sendiri. Tujuan pembacaan akta ini adalah agar para pihak saling mengetahui isi dari akta tersebut yang mana isi dari akta itu merupakan kehendak para pihak yang membuat perjanjian, pembacaan akta ini juga dilakukan agar pihak yang satu tidak merasa dirugikan apabila terdapat keterangan serta bunyi akta yang memberatkan atau merugikan pihak lain. 8 Membuat akta seorang notaris dituntut ketelitian, kecermatan dan kehati-hatian. Pekerjaan ini memerlukan konsentrasi yang tinggi dan kondisi fisik yang baik. 9 Secara umum, kesalahan dan kurang konsentrasi mempengaruhi kualitas pekerjaan seseorang. Demikian halnya dengan notaris, oleh karena itu setiap notaris berhak mengambil cuti. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 25 butir 1 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disingkat UUJN) menentukan sebagai berikut : (1) Notaris mempunyai hak cuti. (2) Hak cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diambil setelah Notaris menjalankan jabatan selama 2 (dua) tahun. (3) Selama menjalankan cuti, Notaris wajib menunjuk seorang Notaris Pengganti. Notaris sebagai pejabat umum kepadanya dituntut tanggung jawab terhadap Akta yang dibuatnya. Apabila akta yang dibuatnya ternyata di belakang hari mengandung cacat hukum maka hal ini perlu dipertanyakan, apakah akta ini merupakan kesalahan notaris atau kesalahan para pihak yang tidak memberikan 8 Op.Cit., hal Sri Lestari Budiarti, Implikasi Cuti Notaris Terhadap Pelaksanaan Jabatannya, Tesis S2 Universitas Indonesia,

9 9 dokumen atau keterangan yang sebenarnya dalarn pembuatan akta tersebut. Semua kegiatan yang dilakukan oleh notaris khususnya dalam membuat akta akan selalu dimintakan pertanggung jawabkan. RUPS adalah rapat umum pemegang saham yang diselenggarakan oleh Direksi setiap tahun dan setiap waktu merupakan organ tertinggi perseroan. RUPS tidak dapat dipisahkan dari perseroan. Melalui RUPS, para pemegang saham sebagai pemilik perseroan melakukan kontrol terhadap kepengurusan yang dilakukan direksi maupun terhadap kekayaan serta kebijakan kepengurusan yang dijalankan manejemen perseroan. 10 Secara umum menurut Pasal 1 angka 4 UUPT No 40/2007 menjelaskan bahwa RUPS sebagai organ perseroan mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada direksi atau dewan komisaris, namun dalam batas yang ditentukan oleh Undang-Undang Perseroan Terbatas dan atau anggaran dasar Perseroan Terbatas yang bersangkutan. 11 Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas ini, menempatkan Notaris dalam kedudukan yang sangat penting, karena untuk mendirikan Perseroan Terbatas dan mengadakan perubahan Anggaran Dasar harus dibuat dengan akta Notaris. Berdasarkan ketentuan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dinyatakan bahwa Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta yang dibuat dalam bahasa Indonesia. 10 M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal Ibid.

10 10 Pembuatan suatu Akta Notaris menggunakan Bahasa Indonesia yang merupakan Bahasa Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bahasa Indonesia yang dimaksud ini, diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. Menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009, dikatakan bahwa Bahasa Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang selanjutnya disebut Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi nasional yang digunakan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kemudian, juga dipertegas dalam Pasal 27 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009, yang dikatakan bahwa Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam dokumen resmi negara. Hal ini juga ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, yang menyebutkan bahwa Akta Notaris adalah akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan oleh Undang-Undang. Dalam ketentuan tersebut di atas, terlihat jelas bahwa akta Notaris merupakan syarat mutlak untuk berdirinya suatu Perseroan. Untuk pendirian Perseroan Terbatas yang tidak dibuat dengan akta Notaris akan menjadi non-existent, yang pada keadaan non-existent itu, yang sejak semula Perseroan Terbatas itu tidak ada, sebab tidak memenuhi unsur-unsurnya. Oleh karena itu, maka peranan Notaris ini mutlak diperlukan, sebab Undang-Undang mensyaratkan bahwa untuk pendirian Perseroan Terbatas ini diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dan perubahan anggaran dasar Perseroan Terbatas yang

11 11 diatur dalam Pasal 21 ayat (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, harus dibuat dengan akta Notaris. Akta Notaris yang dikehendaki oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas ini, tidak lain adalah akta otentik. Karena wewenang Notaris adalah untuk membuat akta otentik, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Perubahan Anggaran Dasar yang dibuat berdasarkan risalah rapat yang dibuat secara notariil, disebut dengan Berita Acara Rapat, yang merupakan relaas akta, yaitu: akta yang dibuat oleh Notaris (Pasal 21 ayat (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas). Sedangkan perubahan Anggaran Dasar yang dibuat di bawah tangan, yang kemudian dinyatakan dalam akta Notaris, disebut dengan Pernyataan Keputusan Rapat, yang merupakan partij akta, yaitu : akta yang dibuat di hadapan Notaris (Pasal 21 ayat (5) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas). Dalam Pasal 21 ayat (5) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas ini, dikatakan bahwa perubahan Anggaran Dasar yang tidak dimuat dalam berita acara rapat yang dibuat Notaris harus dinyatakan dalam akta Notaris paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal keputusan Rapat Umum Pemegang Saham. Tetapi dalam pertanggungjawabannya, Notaris hanya bertanggungjawab atas isi dari keterangan para penghadap yang hadir dalam Rapat Umum Pemegang Saham yang dituangkan dalam akta Notaris tersebut.

12 12 RUPS yang diselenggarakan oleh suatu perseroan merupakan organ yang sangat penting dalam mengambil berbagai kebijakan yang berkaitan dengan perseroan, sehingga sesuai dengan Pasal 77 ayat (4) UUPT setiap penyelenggaraan RUPS harus dibuatkan risalah rapat (pernyataan keputusan rapat) yang disetujui dan ditandatangani oleh semua peserta RUPS. Dalam prakteknya RUPS dituangkan dalam Berita Acara Rapat suatu akta otentik yang dibuat di hadapan notaris. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dikatakan bahwa akta pendirian dan perubahan Anggaran Dasar ini bisa dibuat secara notariil maupun di bawah tangan, sesuai dengan ketentuan yang terdapat pada Pasal 21 ayat (4) dan Pasal 21 ayat (5) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Isi keputusan rapat yang risalahnya dibuat secara di bawah tangan sebaiknya dituangkan dalam bentuk akta notaris, maka dapat diberikan kuasa kepada seseorang dari perseroan terbatas yang bersangkutan, berdasarkan kuasa yang diberikan kepadanya oleh Rapat Umum Pemegang Saham, maka penerima kuasa dapat menghadap notaris dalam rangka pembuatan Akta Pernyataan Keputusan Rapat (untuk selanjutnya disebut Akta PKR). Dalam pernyataan tersebut di atas ini, secara tegas diatur dalam Pasal 21 ayat (5) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Notaris harus memperhatikan dengan benar, bahwa penerima kuasa tersebut benar-benar berwenang dan cakap untuk membuat akta tersebut, yaitu harus berdasarkan kuasa yang diberikan oleh RUPS, dan cakap untuk melakukan tindakan hukum. Setelah syarat-syarat untuk pembuatan suatu akta terpenuhi, maka dapat

13 13 dibuat Akta Pernyataan Keputusan Rapat di hadapan Notaris. Bentuk Akta PKR tersebut merupakan akta notaris, tetapi isi dari Akta PKR tersebut merupakan hasil keputusan rapat yang dibuat secara di bawah tangan. Dalam hal ini, jika terjadi cacat formal dari Akta PKR yang mengakibatkan hilangnya otentisitas akta, maka akta tersebut hanya mempunyai kekuatan bukti seperti akta di bawah tangan, apabila para pihak menandatangani akta tersebut. Hal ini berhubungan dengan tanggung jawab notaris terhadap isi Akta PKR mengenai perubahan anggaran dasar yang dibuatnya, mengingat Akta PKR itu bukan risalah rapat murni, melainkan mendasarkan pada risalah rapat di bawah tangan, dimana notaris harus bertanggung jawab atas kebenaran akta yang dibuatnya. PT Multi Megah Mandiri ini masih berstatus sebagai perusahaan tertutup atau perusahaan yang belum go public, serta pada umumnya jenis Perseroan Terbatas Tertutup ini adalah Perseroan Terbatas keluarga, kerabat atau saham yang di kertasnya sudah tertulis nama pemilik saham yang tidak mudah untuk dipindahtangankan ke orang atau pihak lain. Namun, PT Multi Megah Mandiri ini telah berstatus badan hukum, dan juga dalam melakukan kegiatan usahanya telah melalui proses hukum yang dikukuhkan berdasarkan keputusan pengesahan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, yang sesuai dengan prosedur yang diatur dalam Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yang dikatakan bahwa, perubahan anggaran dasar tertentu harus mendapat persetujuan Menteri.

14 14 Kemudian, PT Multi Megah Mandiri dalam Akta Pernyataan Keputusan Rapat ini, telah mendaftarkan perusahaannya itu di Kantor Pendaftaran Perusahaan Kotamadya Jakarta Utara, dan juga telah mengikuti prosedur ataupun tata cara yang sesuai yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang wajib daftar perusahaan. Berkaitan dengan tanggung jawab Notaris dalam pembuatan akta pernyataan keputusan rapat umum pemegang saham pada PT Multi Megah Mandiri yang berkedudukan di Jakarta bergerak dibidang industri, perdagangan/jasa angkutan dan percetakan perlu diteliti keberadaanya. Berdasarkan pada latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis tertarik untuk menyusun penelitian ini dalam bentuk Tesis dengan judul Tanggung Jawab Notaris Dalam Pembuatan Akta Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (Studi Pada PT. Multi Megah Mandiri di Jakarta Utara). B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah tersebut di atas, maka dapat dirumuskan pokok-pokok permasalahan yang akan dikemukakan dalam masalah penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah prosedur pembuatan akta keputusan rapat umum pemegang saham?

15 15 2. Bagaimanakah kekuatan pembuktian dalam bentuk-bentuk pembuatan rapat umum pemegang saham perseroan terbatas yang dituangkan ke dalam bentuk akta? 3. Bagaimanakah tanggung jawab Notaris atas bentuk-bentuk pembuatan rapat umum pemegang saham suatu perseroan terbatas? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan pada permasalahan tersebut di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui prosedur pembuatan akta keputusan rapat umum pemegang saham. 2. Untuk mengetahui kekuatan pembuktian dalam bentuk-bentuk pembuatan rapat umum pemegang saham perseroan terbatas yang dituangkan ke dalam bentuk akta. 3. Untuk mengetahui tanggung jawab Notaris atas bentuk-bentuk pembuatan rapat umum pemegang saham suatu perseroan terbatas.

16 16 D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dan praktis, yaitu : 1. Secara teoritis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang berharga bagi pengembangan ilmu hukum perusahaan, khususnya yang berkaitan dengan bidang kenotariatan. 2. Secara praktis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan jawaban atas permasalahan yang diteliti dan dapat menjadi masukan bagi pihak-pihak yang terkait dan pembentuk undang-undang bagi seluruh masyarakat yang menggunakan jasa notaris, pelaku bagi dunia usaha, serta khususnya bagi seorang notaris dalam pelaksanaan jabatannya selaku pejabat umum. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya pada perpustakaan di lingkungan dan Sekolah Pasca Sarjana Magister Kenotariatan di Medan, penelitian dengan judul mengenai Tanggung Jawab Notaris Dalam Pembuatan Akta Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (Studi Pada PT. Multi Megah Mandiri di Jakarta Utara), belum pernah ditemukan judul atau penelitian terhadap masalah tersebut di atas, penelitian ini adalah asli, dan untuk itu penulis dapat mempertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah.

17 17 Namun demikian, terdapat beberapa judul yang hampir sama yang membahas mengenai berita acara rapat yaitu antara lain : 1. M. Zunuza, NIM : , Mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan, Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera, Utara, dengan judul Tanggung Jawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham Perseroan Terbatas, dengan rumusan masalah sebagai berikut : 1) Bagaimanakah potensi konflik yang timbul dalam pembuatan berita acara Rapat Umum Pemegang Saham perseroan terbatas? 2) Bagaimana upaya Notaris mengatasi konflik yang terjadi dalam pembuatan berita acara Rapat Umum Pemegang Saham perseroan terbatas? 3) Bagaimanakah tanggung jawab Notaris dalam pembuatan berita acara Rapat Umum Pemegang Saham perseroan terbatas? 2. Ervina, NIM : , Mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan, Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera, Utara, dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Sengketa Mengenai Keabsahan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Yang Diselenggarakan Berdasarkan Penetapan Izin Ketua Pengadilan Negeri dengan rumusan masalah sebagai berikut : 1) Faktor apa yang menyebabkan diajukannya gugatan oleh pemegang saham yang keberatan terhadap RUPS yang telah dilaksanakan berdasarkan Penetapan Izin Pengadilan Negeri?

18 18 2) Apabila suatu RUPS yang telah dilaksanakan melalui permohonan Penetapan Izin Pengadilan Negeri berdasarkan permintaan pemegang saham; ternyata adanya perbuatan melawan hukum dalam mengajukan permohonan penetapan tersebut; bagaimanakah akibat hukum dalam keadaan di atas? 3) Apa yang menjadi pertimbangan Pengadilan Negeri dalam menolak gugatan pemegang saham yang keberatan tentang putusan-putusan yang dihasilkan dalam RUPS yang dilaksanakan berdasarkan Penetapan Izin Pengadilan Negeri? Apabila dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis dalam menyusun tesis ini, yaitu : dalam permasalahan maupun pembahasannya adalah berbeda. Oleh karena itu, penelitian ini adalah asli dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara akademis. F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi 12, dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya J.J.J.M. Wuisman, dalam M. Hisyam, Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Penerbit FE-UI, Jakarta, 1996, hal Ibid, hal. 16.

19 19 Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan arah atau petunjuk, dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati. 14 Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis 15, bagi si peneliti untuk mengkaji dan membahas judul penelitian tentang tanggung jawab notaris dalam pembuatan akta pernyataan keputusan rapat. Menurut pendapat Burhan Ashshofa, dikatakan bahwa teori merupakan serangkaian asumsi, konsep, definisi, dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan konsep. 16 Sedangkan, menurut Snelbecker, mengatakan bahwa teori itu sebagai seperangkat proposisi yang terintregasi secara sintaksis, yaitu yang mengikuti aturan-aturan tertentu yang dapat diamati dan mempunyat fungsi sebagai wahana untuk meramalkan dan menjelaskan fenomena yang diamati. 17 Teori yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah teori dari Hans Kelsen tentang tanggung jawab hukum, sebab teori yang digunakan ini terdapat adanya suatu konsep yang berhubungan dengan konsep tanggung jawab hukum. Menurut Hans Kelsen, konsep yang berhubungan dengan konsep kewajiban hukum adalah konsep 14 Lexy J. Moleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1993, hal M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, hal Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal Snelbecker, dikutip dalam Lexy J. Moleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1990.

20 20 tanggung jawab hukum. Teori tanggung jawab hukum diperlukan untuk dapat menjelaskan hubungan antara tanggung jawab notaris yang berkaitan dengan kewenangan notaris berdasarkan Undang undang Jabatan Notaris yang berada dalam bidang hukum perdata. Kewenangan ini salah satunya adalah menciptakan alat bukti yang dapat memberikan kepastian hukum bagi para pihak, kemudian menjadi suatu delik atau perbuatan yang harus dipertanggung jawabkan secara pidana. Kemudian, dikatakan bahwa notaris harus bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas profesinya, serta juga harus memikul dan bertanggung jawab atas suatu sanksi dalam hal perbuatan yang bertentangan dengan tugas profesinya sebagai notaris dalam membuat akta. 18 Menurut Hans Kelsen : 19 Kegagalan untuk melakukan kehati-hatian yang diharuskan oleh hukum disebut kekhilapan (negligence); dan kekhilapan biasanya dipandang sebagai satu jenis lain dari kesalahan (culpa), walaupun tidak sekeras kesalahan yang terpenuhi karena mampu mengantisipasi dan menghendaki, dengan atau tanpa maksud perbuatan atau tindakan yang jahat, maupun juga akibat yang dapat membahayakan. Kelalaian atau kekhilapan terhadap tugas profesi, seperti secara alpa dapat menyalahgunakan kewenangannya, antara lain: dengan cara menyelenggarakan isi akta yang tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 38 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Setiap akta notaris telah ditentukan bentuk dan sifat akta yang dibuatnya. Jika hal yang telah terkandung dalam pasal tersebut tidak diterapkan, maka akan menimbulkan penyalahgunaan tugas profesi 18 Hans Kelsen (Alih Bahasa oleh Somardi), General Theory Of Law and State, Teori Umum Hukum dan Negara, Dasar-dasar Ilmu Hukum Normatif Sebagai Ilmu Hukum Deskriptif-Empirik, BEE Media Indonesia, Jakarta, 2007, hal Ibid, hal. 83.

21 21 maupun wewenang notaris selaku pejabat umum. Tugas profesi notaris tidak hanya berhubungan dengan standar profesi dan etika profesi, tetapi keduanya merupakan petunjuk umum saja. Kemudian, apabila dilakukan dengan hubungan yang positif, maka akan mempunyai atau memiliki kesempatan yang besar untuk mengambil alih perannya, yang berguna untuk mencegah terjadinya penyimpangan dari tugas profesinya. 20 Pengambilan keputusan RUPS tahunan dipimpin oleh Ketua RUPS dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan mengenai 21 : a) Hak suara atas setiap saham yang hadir dalam RUPS yakni dengan berpedoman pada ketentuan dalam Pasal 84 UUPT Nomor 40 Tahun 2007, yaitu 22 : (2) Setiap saham yang dikeluarkan mempunyai satu hak suara, kecuali anggaran dasar menentukan lain. (3) Hak suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk : a. Saham Perseroan yang dikuasai sendiri oleh Perseroan; b. Saham induk Perseroan yang dikuasai oleh anak perusahaannya secara langsung atau tidak langsung; atau c. Saham Perseroan yang dikuasai oleh Perseroan lain yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung telah dimiliki oleh Perseroan b) Kuorum Keputusan RUPS dengan berpedoman kepada Pasal 87 UUPT Nomor 40 Tahun 2007, yaitu 23 : 20 E. Y. Kanter, Etika Profesi Hukum, Storia Grafika, Jakarta, 2001, hal Ibid. 22 Pasal 84 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 23 Pasal 87, Ibid.

22 22 (1) Keputusan RUPS diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat. (2) Dalam hal keputusan berdasarkan musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, keputusan adalah jika disetujui lebih dari ½ (satu perdua) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan kecuali Undang-Undang dan/atau anggaran dasar menentukan bahwa keputusan adalah sah jika disetujui oleh jumlah suara setuju yang lebih besar. Pada dasarnya keputusan RUPS seyogyanya diambil berdasarkan musyawarah mufakat. Apabila keputusan musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, keputusan yang diambil akan menjadi sah jika disetujui lebih dari ½ (satu perdua) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan kecuali Undang-Undang dan/atau Anggaran Dasar menentukan bahwa keputusan adalah sah jika disetujui oleh jumlah suara setuju yang lebih besar. 24 Pengambilan keputusan RUPS Tahunan seperti yang diuraikan di atas dalam prakteknya biasanya tidak ada kesulitan yang berarti, tidak banyak perdebatan diantara pemegang saham yang hadir sehingga tidak memerlukan waktu lama untuk memutuskan segala sesuatu yang dibicarakan dalam RUPS sesuai kuorum yang dibutuhkan. Hal ini bisa terjadi karena semua dokumen dan bahan yang dibahas dalam RUPS telah disediakan sebelumnya oleh direksi tanggal panggilan sampai dengan hari pelaksanaan RUPS, sehingga memungkinkan peserta RUPS dapat menelaah sebelumnya secara seksama segala sesuatu yang akan dibicarakan dan diputuskan dalam RUPS tahunan tersebut. 25 Aturan mengenai Notulen/Risalah RUPS ditegaskan dalam Pasal 90 UUPT Nomor 40 tahun 2007, yakni 26 : 24 Ibid. 25 Ibid. 26 Pasal 90, Ibid.

23 23 a) Setiap penyelenggaraan RUPS, risalah RUPS wajib dibuat dan ditandatangani oleh ketua rapat dan paling sedikit 1 (satu) orang pemegang saham yang ditunjuk dari dan oleh peserta RUPS. b) Tanda tangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak disyaratkan apabila risalah RUPS tersebut dibuat dengan Akta Notaris. Berpedoman pada Pasal 9 Nomor 40 Tahun 2007 tersebut di atas, Risalah RUPS dapat dibuat dengan 2 cara, yaitu 27 : a) Secara di bawah tangan (underhand) yang dibuat dan disusun sendiri oleh direksi perseroan. b) Secara akta notaris (akta otentik) yang dibuat dan disusun oleh notaris. a) Secara di bawah tangan (underhand) Dalam prakteknya risalah RUPS yang dibuat secara di bawah tangan bisa disebut notulen atau risalah. Cara ini dipilih oleh direksi dan/atau pemegang saham perseroan apabila agenda RUPS tahunan hanya membahas dan memutuskan hal-hal yang dianggap hanya berlaku di dalam lingkungan perseroan sendiri, dan keputusan-keputusan dari RUPS tersebut tidak memerlukan persetujuan dari atau harus dilaporkan atau diberitahukan kepada Menhumkam, sehingga menurut pertimbangan Direksi dan/atau para pemegang saham Perseroan Notulen/Risalah RUPS tersebut tidak harus berbentuk akta otentik Op.Cit, hal Ibid.

24 24 b) Penandatangan dengan Akta Notaris Notulen/Risalah yang dibuat Notaris disebut berita acara. Cara ini dipilih oleh direksi dan/atau pemegang saham perseroan apabila agenda RUPS Tahunan tidak hanya membahas dan memutuskan hal-hal yang hanya berlaku di dalam lingkungan Perseroan sendiri, tetapi juga memutuskan hal-hal yang harus dimintakan persetujuan dari atau harus dilaporkan dan diberitahukan kepada Menteri sebagaimana yang diatur dalam Pasal 21 UUPT Nomor 40 Tahun Apabila dengan Akta Notaris dipilih direksi dan/atau pemegang saham perseroan, maka direksi dan/atau pemegang saham perseroan harus meminta jasa notaris untuk menghadiri dan menyaksikan jalannya RUPS agar notaris dapat membuat berita acara mengenai segala sesuatu yang dibicarakan dan diputuskan dalam RUPS, asalkan tempat diadakannya RUPS masih di wilayah kerja Notaris yang bersangkutan. 29 Profesi pada hakikatnya adalah lapangan pekerjaan yang berkualifikasi sebagai pekerjaan yang menuntut syarat keahlian tinggi kepada pengemban dan pelaksanaannya. 30 Kemudian, profesi dapat juga dikatakan sebagai jabatan seseorang, dimana profesi tersebut tidak bersifat komersial, mekanis, pertanian, dan sebagainya. Secara tradisional, ada empat profesi, yaitu : kedokteran, hukum, pendidikan, dan kependetaan. 31 Teori yang dominan dari profesi-profesi ini, menekankan pada dua karakteristik sebagai strategi untuk memberikan penjelasan dari posisi dan fungsinya 29 Ibid. 30 Soetandyo Wignojosoebroto, Etika Profesi dikaitkan dengan Profesi Notaris, Ceramah Umum pada Temu Ilmiah Mahasiswa Notariat se-indonesia, Pandaan Jawa Timur, 1989, hal Ibid, hal. 10.

25 25 di dalam masyarakat, yaitu : 32 profesi yang terdiri dari pekerjaan pelayanan yang mengaplikasikan kumpulan pengetahuan secara sistematis terhadap masalah yang sangat relevan dengan nilai sentral masyarakat. Profesi adalah pekerjaan dalam arti khusus, yaitu pekerjaan dalam bidang tertentu, yang mengutamakan kemampuan fisik dan intelektual, bersifat tetap, dengan tujuan untuk memperoleh pendapatan. 33 Adapun kriteria dari profesi tersebut adalah sebagai berikut : a. Meliputi bidang tertentu saja (spesialisasi); b. Berdasarkan keahlian dan keterampilan khusus; c. Bersifat tetap atau terus-menerus; d. Lebih mendahulukan pelayanan daripada imbalan (pendapatan); e. Bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan masyarakat; f. Terkelompok dalam suatu organisasi. Berdasarkan kriteria tersebut, profesi dapat dirumuskan sebagai pekerjaan tetap dalam bidang tertentu, berdasarkan keahlian khusus yang dilakukan serta bertanggung jawab dengan tujuan memperoleh penghasilan. Pekerja yang menjalankan profesi disebut dengan profesional. 32 Pendapat Dietrich Rueschemeyer, sebagaimana dikutip dari Vilhelm Aubert, Sosiology of Law, C. Nicholls & Company Ltd, Great Britain, 1969, hal Abdulkadir Muhammad, Etika Profesi Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hal. 58.

26 26 Profesi menuntut pemenuhan nilai moral dari pengembannya. Nilai moral merupakan kekuatan yang mengarahkan dan mendasari perbuatan luhur. Menurut Franz Magnis Suseno, ada tiga nilai moral yang dituntut dari pengemban profesi, yaitu : 34 a. Berani berbuat untuk memenuhi tuntutan profesi; b. Menyadari kewajiban yang harus dipenuhi selama menjalankan profesi; c. Idealisme sebagai perwujudan makna mini organisasi profesi; Menurut pendapat dari G.H.S. Lumban Tobing, dikatakan bahwa kode etik adalah norma-norma atau peraturan-peraturan mengenai etika, baik tertulis maupun tidak tertulis. 35 Kemudian, RUPS yang dilaksanakan dengan menghadirkan Notaris tersebut tata cara penyelenggaraannya tetap harus memenuhi ketentuan-ketentuan yang termuat dalam AD PT dan/atau UUPT, dimana. pimpinan RUPS tetap Direksi PT dengan memperhatikan anggaran dasar PT sedangkan Notaris berfungsi menjalankan kewajibannya untuk mendengar dan menyaksikan langsung jalannya RUPS sejak di buka hingga ditutupnya RUPS sehingga Notaris dapat menyusun dan membuat risalah RUPS yang dalam praktek disebut akta berita acara dalam bentuk yang sesuai dengan ketentuan Pasal 38 sampai Pasal 57 UUJN Nomor 30 Tahun Abdulkadir Muhammad, yang mengutip pendapat dan Franz Magnin Suseno dalam Buku Etika Profesi Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hal G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta, 1988, hal. 127.

27 27 Untuk penandatanganan dalam Berita Acara Rapat ini, harus memenuhi ketentuan Pasal 90 ayat (2) UUPT Nomor 40 Tahun 2007, yang mensyaratkan agar hasil RUPS itu ditandatanagani oleh minimal ketua RUPS dan paling sedikit 1 (satu) orang pemegang saham. Akan tetapi, Berita Acara Rapat ini cukup ditandatangani oleh Notaris yang bersangkutan. Namun bisa saja penandatanganan berita acara ini melaksanakan Pasal 90 UUPT Nomor 40 Tahun 2007, tetapi dalam Pasal 44 UUJN Nomor 30 Tahun 2004 mengharuskan disebutkan alasan apabila akta tidak ditandatangani, misalnya : jika peserta rapat terlebih dahulu meninggalkan ruang rapat. 2. Konsepsi Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan aksi-aksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut dengan definisi operasional. Menurut pendapat Soerjono Soekanto, bahwa kerangka konsep pada hakekatnya merupakan suatu pengarah, atau pedoman yang lebih konkrit dan kerangka teoritis yang seringkali bersifat abstrak, sehingga diperlukan definisi-definisi operasional yang menjadi pegangan konkrit dalam proses penelitian. Oleh karena itu, untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini dan menghindarkan terjadinya perbedaan penafsiran terhadap istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka dipandang perlu untuk mendefinisikan beberapa konsep penelitian agar secara operasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan makna variabel yang ditentukan dalam topik penelitian, yaitu :

28 28 a. Tanggung Jawab Tanggung Jawab adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (kalau ada sesuatu hal, boleh dituntut, diperkarakan, dan sebagainya). 36 Notaris sebagai pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik yang dapat dibebani tanggung jawab atas perbuatannya sehubungan dengan profesinya dalam membuat akta. Tanggung jawab notaris dapat dibedakan dalam 4 (empat) jenis, yaitu : 1. Tanggung jawab notaris secara perdata terhadap kebenaran materiil dalam akta yang dibuatnya; 2. Tanggung jawab notaris secara pidana terhadap kebenaran materiil dalam akta yang dibuatnya; 3. Tanggung jawab notaris berdasarkan Peraturan Jabatan Notaris terhadap kebenaran materiil dalam akta yang dibuatnya; 4. Tanggung jawab notaris dalam menjalankan tugas jabatannya berdasarkan kode etik notaris. b. Notaris Menurut Pasal 1 butir ke-1, Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, dikatakan bahwa notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini. 36 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2002, hal

29 29 Adapun juga terdapat pengertian lain tentang notaris, yang dikatakan bahwa notaris adalah pejabat umum, yang berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan atau dikehendaki yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta. 37 c. Pembuatan Pembuatan adalah proses, cara, perbuatan membuat. 38 d. Akta Menurut kamus besar Bahasa Indonesia penerbit Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan akta adalah surat tanda bukti berisi pernyataan (keterangan, pengakuan, keputusan, dan sebagainya) tentang peristiwa hukum yang dibuat menurut peraturan yang berlaku, yang disaksikan dan disahkan oleh pejabat resmi. 39 e. Akta Notaris Di dalam Pasal 1 butir ke-7, Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan akta notaris adalah akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam undang-undang ini. 37 Pasal 1 huruf (I) juncto Pasal 15 (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. 38 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Op.Cit, hal Ibid, hal. 22.

30 30 f. Keputusan Keputusan adalah perihal yang berkaitan dengan putusan, atau segala putusan yang telah ditetapkan (sesudah dipertimbangkan, dipikirkan, dan sebagainya). 40 g. Rapat Umum Pemegang Saham Menurut Pasal 1 angka ke-4, Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dikatakan bahwa Rapat Umum Pemegang Saham, yang selanjutnya disebut RUPS, adalah Organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar. 41 G. Metode Penelitian 1. Spesifikasi Penelitian Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya. 42 Untuk tercapainya penelitian ini, sangat ditentukan dengan metode yang digunakan dalam memberikan gambaran dan jawaban terhadap permasalahan yang dibahas. 40 Ibid, hal Cornelius Simanjuntak dan Natalie Mulia,Organ Perseroan Terbatas, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta, 1986, hal. 43.

31 31 Ditinjau dari segi sifatnya, penelitian ini bersifat preskriptif analitis, yaitu suatu ilmu hukum yang mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum, dan norma-norma hukum 43, dalam hal ini terhadap tanggungjawab notaris dalam pembuatan akta pernyataan keputusan rapat (studi pada PT. Multi Megah Mandiri di Jakarta Utara). 2. Metode Pendekatan Dilihat dari metode pendekatannya, penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif. 44 Metode pendekatan yuridis normatif, yaitu : metode pendekatan hukum dengan melihat peraturan-peraturan, baik bahan hukum primer maupun bahan sekunder, atau pendekatan terhadap masalah dengan cara melihat dari segi peraturan perundang-undangan yang berlaku, terutama bagi pengembangan ilmu hukum perusahaan, khususnya yang berkaitan dengan bidang kenotariatan. 3. Sumber Data Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui studi kepustakaan (library research), yaitu dengan pengumpulan data sekunder, yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2009, hal Op.Cit, hal Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Rajawali Press, Jakarta, 1995, hal. 39.

32 32 a. Bahan hukum primer, yaitu berupa undang-undang dan peraturan-peraturan yang terkait dengan obyek penelitian, yang terdiri dari 1) Kitab Undang-undang Hukum Perdata, 2) Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, 3) Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, 4) Undang-undang Nomor 24 Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan, 5) Kode Etik Notaris, 6) Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia MA/Pemb/1392/84, tanggal 1 Maret 1984 Nomor 2 Tahun 1984 tentang Tata Cara Pengawasan Terhadap Notaris. b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang dapat memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer, yang terdiri dari : hasil-hasil penelitian, hasil-hasil seminar, hasil karya ilmiah dari para sarjana hukum, buku-buku tentang notaris, serta dokumen-dokumen lainnya yang berkaitan dengan obyek penelitian. c. Bahan hukum tertier, yaitu bahan-bahan yang dapat memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yang terdiri dari : kamus besar bahasa Indonesia, kamus hukum, kamus umum, jurnal-jurnal hukum, artikel, internet, surat kabar, serta berbagai majalah hukum yang berkaitan dengan jabatan Notaris Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, 1986, hal.52.

33 33 Sebagai penelitian hukum normatif, penelitian ini menitikberatkan pada studi kepustakaan. Studi kepustakaan (library research) ini dimaksudkan untuk memperoleh data, berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, maupun bahan hukum tertier, dengan memperhatikan beberapa karakteristik, yaitu mempunyai relevansi atau hubungan dengan penelitian terhadap pemasalahan yang akan dibahas oleh si peneliti, serta dapat memperoleh data-data yang lengkap untuk memudahkan si peneliti dalam menyusun tesis ini. 4. Alat Pengumpulan Data Untuk memperoleh data yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti, dilaksanakan dua tahap penelitian : a. Studi Kepustakaan (Library Research) Studi Kepustakaan ini untuk mencari konsep-konsep, teori-teori, pendapatpendapat atau penemuan-penemuan yang berhubungan erat dengan pokok permasalahan. Kepustakaan tersebut dapat berupa peraturan perundang-undangan, karya ilmiah para sarjana, dan lain-lain. b. Studi Lapangan (Field Research), yaitu menghimpun data dengan melakukan wawancara pada 1 (satu) Notaris sebagai informasi yang berhubungan dengan penelitian ini, yang dijadikan sebagai data pendukung atau data pelengkap dalam melakukan penelitian.

34 34 5. Analisis Data Di dalam penelitian hukum normatif, maka analisis data pada hakekatnya merupakan kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis. Sistematisasi itu adalah pembuatan klasifikasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis, serta juga digunakan untuk memudahkan pekerjaan dalam menganalisis dan melakukan konstruksi. 47 Sebelum analisis dilakukan, terlebih dahulu diadakan pemeriksaan dan evaluasi terhadap semua data yang dikumpulkan, yang berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier, yang dapat digunakan untuk mengetahui validitasnya. Setelah itu, keseluruhan data tersebut akan disistematisasikan, sehingga dapat menghasilkan klarifikasi yang selaras dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, yang bertujuan untuk memperoleh jawaban yang baik. 48 Analisis data yang digunakan adalah analisis data deskriptif kualitatif. Data yang dianalisis secara deskriptif, adalah suatu cara dalam menguraikan, menjelaskan, menganalisis, serta menghubungkannya dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan juga menghubungkannya dengan buku-buku yang membahas tentang notaris. Kemudian, data yang dianalisis secara kualitatif, merupakan suatu cara untuk meningkatkan mutu atau kualitas terhadap pengembangan bagi ilmu hukum perusahaan, khususnya yang berkaitan dengan bidang kenotariatan. 47 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Op.Cit., hal Bambang Sunggono, Metodelogi Penelitian Hukum Suatu Pengantar, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, hal. 106.

35 35 Selanjutnya, dilakukan pengolahan data dengan menggunakan metode deduktif, dan kemudian dapat ditarik kesimpulannya untuk dijadikan dasar dalam melihat kebenaran atas permasalahan yang diteliti oleh si peneliti dalam penyusunan tesis ini.

BAB II PROSEDUR PEMBUATAN AKTA KEPUTUSAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM

BAB II PROSEDUR PEMBUATAN AKTA KEPUTUSAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM BAB II PROSEDUR PEMBUATAN AKTA KEPUTUSAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM A. Bentuk-bentuk Rapat Umum Pemegang Saham dan Pengaturannya 1. Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham Notaris yang hadir dalam pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan hukum dalam mendukung jalannya roda pembangunan maupun dunia usaha memang sangat penting. Hal ini terutama berkaitan dengan adanya jaminan kepastian hukum.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam

BAB I PENDAHULUAN. terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perseroan terbatas yang selanjutnya disebut sebagai perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993 hlm. 23

PENDAHULUAN. R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993 hlm. 23 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Sebagai negara hukum pemerintah negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang hidup dengan saling berdampingan satu dengan yang lainnya, saling membutuhkan dan saling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan pasal..., Ita Zaleha Saptaria, FH UI, ), hlm. 13.

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan pasal..., Ita Zaleha Saptaria, FH UI, ), hlm. 13. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada alam demokratis seperti sekarang ini, manusia semakin erat dan semakin membutuhkan jasa hukum antara lain jasa hukum yang dilakukan oleh notaris. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. menentukan bahwa dalam menjalankan tugas jabatannya, seorang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. menentukan bahwa dalam menjalankan tugas jabatannya, seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris menentukan bahwa dalam menjalankan tugas jabatannya, seorang Notaris harus memiliki integritas dan bertindak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan perikatan yang terkait dengan kehidupan sehari-hari dan juga usaha

BAB I PENDAHULUAN. dengan perikatan yang terkait dengan kehidupan sehari-hari dan juga usaha 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Kehadiran notaris sebagai pejabat publik adalah jawaban dari kebutuhan masyarakat akan kepastian hukum atas setiap perikatan yang dilakukan, berkaitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 dapat diartikan. dalam undang-undang serta peraturan pelaksanaannya.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 dapat diartikan. dalam undang-undang serta peraturan pelaksanaannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Awal mula masuknya peseroan terbatas dalam tatanan hukum Indonesia adalah melalui asas konkordasi, yaitu asas yang menyatakan bahwa peraturan yang berlaku di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perusahaan di Indonesia mengakibatkan beberapa perubahan dari sistem perekonomian, kehidupan sosial masyarakat, politik serta hukum tatanan hukum

Lebih terperinci

BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS

BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS A. Kedudukan Notaris Pasal 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (UUJN), menyebutkan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan ahli dalam menyelesaikan setiap permasalahan-permasalahan hukum.

BAB I PENDAHULUAN. dan ahli dalam menyelesaikan setiap permasalahan-permasalahan hukum. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah Negara hukum. Sejalan dengan ketentuan tersebut maka diperlukanlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tetapi hakikat profesinya menuntut agar bukan nafkah hidup itulah yang

BAB I PENDAHULUAN. tetapi hakikat profesinya menuntut agar bukan nafkah hidup itulah yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Profesi hukum termasuk didalamnya profesi Notaris, merupakan suatu profesi khusus yang sama dengan profesi luhur lainnya yakni profesi dalam bidang pelayanan kesehatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris sebagai pejabat umum. Notaris sebagai

BAB I PENDAHULUAN. yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris sebagai pejabat umum. Notaris sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan secara tegas bahwa negara Republik Indonesia adalah negara hukum. Prinsip negara hukum menjamin

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengawasan majelis..., Yanti Jacline Jennifer Tobing, FH UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengawasan majelis..., Yanti Jacline Jennifer Tobing, FH UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Notaris bertindak sebagai pelayan masyarakat sebagai pejabat yang diangkat oleh pemerintah yang memperoleh kewenangan secara atributif dari Negara untuk melayani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 diperbaharui dan dirubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris yang untuk selanjutnya dalam penulisan

Lebih terperinci

BAB I. Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan

BAB I. Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan BAB I 1. Latar Belakang Masalah Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan jaminan kepastian atas transaksi bisnis yang dilakukan para pihak, sifat otentik atas akta yang dibuat oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tinjauan yuridis..., Ravina Arabella Sabnani, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Tinjauan yuridis..., Ravina Arabella Sabnani, FH UI, Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Cakupan pembagunan nasional ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peranan notaris..., E. Paramitha Sapardan, FH UI, hlm. 1. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Peranan notaris..., E. Paramitha Sapardan, FH UI, hlm. 1. Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perseroan dalam pengertian umum adalah perusahaan atau organisasi usaha. Sedangkan perseroan terbatas adalah salah satu bentuk organisasi usaha atau badan usaha yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun hukum tidak tertulis. Hukum yang diberlakukan selanjutnya akan

BAB I PENDAHULUAN. maupun hukum tidak tertulis. Hukum yang diberlakukan selanjutnya akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki sistem hukum. Dalam menjalani kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara hal yang sangat diperlukan adalah ditegakkannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah Negara Hukum. Prinsip dari negara hukum tersebut antara

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah Negara Hukum. Prinsip dari negara hukum tersebut antara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan secara tegas bahwa Negara Republik Indonesia adalah Negara Hukum. Prinsip

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mempunyai peran paling pokok dalam setiap perbuatan-perbuatan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mempunyai peran paling pokok dalam setiap perbuatan-perbuatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian Seiring dengan perkembangan zaman dan era globalisasi saat ini, peran notaris sebagai pejabat umum pembuat akta yang diakui secara yuridis oleh

Lebih terperinci

PERANAN NOTARIS DALAM PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS. (Studi di Kantor Notaris Sukoharjo) S K R I P S I

PERANAN NOTARIS DALAM PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS. (Studi di Kantor Notaris Sukoharjo) S K R I P S I PERANAN NOTARIS DALAM PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS (Studi di Kantor Notaris Sukoharjo) S K R I P S I Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL. Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL. Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL 2.1 Pengertian Akta Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta dan dalam bahasa Inggris disebut act atau deed. Secara etimologi menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1. Hal itu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1. Hal itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1 Hal itu menegaskan bahwa pemerintah menjamin kepastian hukum dalam kehidupan bermasyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. itu dibagi menjadi 2 (dua) bagian besar secara mendasar, principal yaitu :

BAB I PENDAHULUAN. itu dibagi menjadi 2 (dua) bagian besar secara mendasar, principal yaitu : 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tugas utama, kewenangan atau kekuasaan dari Negara memberikan pelayanan kepada masyarakat umum. Pelayanan Negara kepada masyarakat umum itu dibagi menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) saat ini, membuat masyarakat tidak

BAB I PENDAHULUAN. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) saat ini, membuat masyarakat tidak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bertambahnya jumlah pejabat umum yang bernama Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) saat ini, membuat masyarakat tidak asing lagi dengan keberadaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Masalah Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam pendekatan, yaitu pendekatan yuridis normatif. Penelitian hukum normatif adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap interaksi yang dilakukan manusia dengan sesamanya, tidak

BAB I PENDAHULUAN. Setiap interaksi yang dilakukan manusia dengan sesamanya, tidak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap interaksi yang dilakukan manusia dengan sesamanya, tidak dapat lepas dari etika karena dapat menjaga martabat sebagai makhluk yang sempurna. Sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya segala sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang baik dengan sengaja maupun tidak, harus dapat dimintakan pertanggungjawaban terlebih lagi yang berkaitan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pada saat ini perkumpulan orang di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang. (UUPT) modalnya terdiri dari sero-sero atau saham-saham.

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang. (UUPT) modalnya terdiri dari sero-sero atau saham-saham. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) modalnya terdiri dari sero-sero

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.3, 2014 HUKUM. Notaris. Jabatan. Jasa Hukum. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Definisi Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut Perseroan) menurut

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Definisi Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut Perseroan) menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Definisi Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut Perseroan) menurut Undang Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseoan Terbatas ( UUPT ) adalah badan hukum persekutuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perseroan Terbatas (PT), dulu disebut juga Naamloze Vennootschaap (NV) 1, adalah suatu persekutuan untuk menjalankan usaha yang memiliki modal terdiri dari Saham,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengatur hidup manusia dalam bermasyarakat. Didalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. mengatur hidup manusia dalam bermasyarakat. Didalam kehidupan 11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial yang hidup berkelompok akan berusaha agar tatanan kehidupan masyarakat seimbang dan menciptakan suasana tertib, damai, dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undangundang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perbuatan hukum pada prinsipnya dapat dilakukan bebas bentuk. Pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perbuatan hukum pada prinsipnya dapat dilakukan bebas bentuk. Pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbuatan hukum pada prinsipnya dapat dilakukan bebas bentuk. Pada prinsipnya perjanjian terbentuk secara konsensuil, bukan formil. Bagi suatu perbuatan hukum satu-satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan akta pemberian hak tanggungan atas tanah. 3 Dalam pengelolaan bidang

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan akta pemberian hak tanggungan atas tanah. 3 Dalam pengelolaan bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelaksanaan tanah diselenggarakan atas dasar peraturan perundangundangan tertentu, yang secara teknis menyangkut masalah pengukuran, pemetaan dan pendaftaran peralihannya.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang

Lebih terperinci

Piagam Direksi. PT Link Net Tbk ( Perseroan )

Piagam Direksi. PT Link Net Tbk ( Perseroan ) Piagam Direksi PT Link Net Tbk ( Perseroan ) BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 Definisi 1. Rapat Umum Pemegang Saham ( RUPS ) berarti organ Perseroan yang memiliki wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemerintah. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemerintah. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia merupakan suatu negara hukum dimana kekuasaan tunduk pada hukum. Sebagai negara hukum, maka hukum mempunyai kedudukan paling tinggi dalam pemerintahan,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 40-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 13, 1995 ( Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3587) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

BAB 2 PERANAN NOTARIS DALAM RUPS YANG BERKAITAN DENGAN PEMBERHENTIAN ANGGOTA DEWAN KOMISARIS PERSEROAN

BAB 2 PERANAN NOTARIS DALAM RUPS YANG BERKAITAN DENGAN PEMBERHENTIAN ANGGOTA DEWAN KOMISARIS PERSEROAN 11 BAB 2 PERANAN NOTARIS DALAM RUPS YANG BERKAITAN DENGAN PEMBERHENTIAN ANGGOTA DEWAN KOMISARIS PERSEROAN 2.1.Tinjauan Umum Terhadap Peranan Notaris dan Perseroan Terbatas serta Organ Perseroan Terbatas

Lebih terperinci

1 / 25 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Y A Y A S A N Diubah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Pasal 1 ayat (3) menentukan secara tegas bahwa negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. dalam Pasal 1 ayat (3) menentukan secara tegas bahwa negara Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Pasal 1 ayat (3) menentukan secara tegas bahwa negara Republik Indonesia adalah negara hukum. Prinsip

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam setiap hubungan hukum kehidupan masyarakat, baik dalam

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam setiap hubungan hukum kehidupan masyarakat, baik dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Akta otentik sebagai alat bukti terkuat dan terpenuh mempunyai peranan penting dalam setiap hubungan hukum kehidupan masyarakat, baik dalam berbagai hubungan bisnis,

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA) Sumber: LN 1995/13; TLN NO. 3587 Tentang: PERSEROAN TERBATAS Indeks: PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, LAMPIRAN 218 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan negara merupakan salah satu asas pokok. pembentukan pemerintah Negara Kesatuan Republik

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan negara merupakan salah satu asas pokok. pembentukan pemerintah Negara Kesatuan Republik BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Tujuan negara merupakan salah satu asas pokok pembentukan pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tujuan ini telah dicetuskan di dalam Pembukaan Undang-undang

Lebih terperinci

BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI

BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI A. Perseroan Terbatas sebagai Badan Hukum Dewasa ini Perseroan Terbatas merupakan

Lebih terperinci

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN) disebutkan bahwa y

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN) disebutkan bahwa y PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum yang mempunyai berbagai macam profesi yang bergerak di bidang hukum. Profesi di bidang hukum merupakan suatu profesi yang ilmunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum maupun perbuatan hukum yang terjadi, sudah barang tentu menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. hukum maupun perbuatan hukum yang terjadi, sudah barang tentu menimbulkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan berkembangnya kehidupan manusia dalam bermasyarakat, banyak sekali terjadi hubungan hukum. Hubungan hukum tersebut, baik peristiwa hukum maupun perbuatan

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 2/Apr-Jun/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 2/Apr-Jun/2015 KAJIAN YURIDIS PELANGGARAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA AUTENTIK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 JO. UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 1 Oleh : Cicilia R. S. L. Tirajoh 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan sektor pelayanan jasa publik yang saat ini semakin berkembang,

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan sektor pelayanan jasa publik yang saat ini semakin berkembang, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan masyarakat memerlukan kepastian hukum. Selain itu, memerlukan sektor pelayanan jasa publik yang saat ini semakin berkembang, seiring meningkatnya kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertulis untuk berbagai kegiatan ekonomi dan sosial di masyarakat. Notaris

BAB I PENDAHULUAN. tertulis untuk berbagai kegiatan ekonomi dan sosial di masyarakat. Notaris 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jabatan Notaris diadakan atau kehadirannya dikehendaki oleh aturan hukum dengan maksud membantu dan melayani masyarakat yang membutuhkan alat bukti tertulis

Lebih terperinci

B A B II TINJAUAN PUSTAKA. Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007

B A B II TINJAUAN PUSTAKA. Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 B A B II TINJAUAN PUSTAKA A. Perseroan Terbatas 1. Dasar Hukum Perseroan Terbatas Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu wadah yang disebut masyarakat, dan untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu wadah yang disebut masyarakat, dan untuk memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial selalu berhubungan dengan manusia lain dalam suatu wadah yang disebut masyarakat, dan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya ia memerlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Kemasyarakatan yang dikenal sebagai notariat timbul dari

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Kemasyarakatan yang dikenal sebagai notariat timbul dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lembaga Kemasyarakatan yang dikenal sebagai notariat timbul dari kebutuhan dalam pergaulan sesama manusia, yang menghendaki adanya alat bukti baginya mengenai hubungan

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS 1 tahun ~ keharusan Perseroan menyesuaikan ketentuan Undang-undang ini Pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, Perseroan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian dan

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian dan perlindungan hukum menuntut

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Akta-akta yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris bersifat autentik dan

BAB I PENDAHULUAN. Akta-akta yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris bersifat autentik dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehadiran jabatan Notaris dikehendaki oleh aturan hukum dengan tujuan untuk membantu dan melayani masyarakat yang membutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat

Lebih terperinci

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI DAFTAR ISI PASAL 1 Tujuan... 2 PASAL 2 Definisi... 2 PASAL 3 Keanggotaan Direksi... 2 PASAL 4 Persyaratan... 3 PASAL 5 Masa Jabatan... 4 PASAL 6 Pemberhentian Sementara...

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERBUATAN-PERBUATAN PENDIRI SEBELUM PERSEROAN MEMPEROLEH PENGESAHAN BADAN HUKUM Oleh: Adem Panggabean BAB I PENDAHULUAN

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERBUATAN-PERBUATAN PENDIRI SEBELUM PERSEROAN MEMPEROLEH PENGESAHAN BADAN HUKUM Oleh: Adem Panggabean BAB I PENDAHULUAN AKIBAT HUKUM TERHADAP PERBUATAN-PERBUATAN PENDIRI SEBELUM PERSEROAN MEMPEROLEH PENGESAHAN BADAN HUKUM Oleh: Adem Panggabean A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Perseroan Terbatas (PT) sebelumnya diatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mengenai definisi perusahaan dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan.

BAB I PENDAHULUAN. Mengenai definisi perusahaan dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah perusahaan untuk pertama kalinya terdapat di dalam Pasal 6 KUHD yang mengatur mengenai penyelenggaraan pencatatan yang wajib dilakukan oleh setiap orang

Lebih terperinci

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan Notaris sangat penting dalam membantu menciptakan kepastian dan perlindungan hukum bagi masyarakat, karena Notaris sebagai pejabat umum berwenang untuk membuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial, tidak akan lepas dari apa yang dinamakan dengan tanggung jawab.

BAB I PENDAHULUAN. sosial, tidak akan lepas dari apa yang dinamakan dengan tanggung jawab. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Kebijakan pemerintah terhadap jabatan notaris, bahwa Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD Negara R.I. tahun 1945

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Dalam perkembangan jaman yang semakin maju saat ini membuat setiap orang dituntut untuk senantiasa meningkatkan kualitas diri dan kualitas hidupnya. Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. modal yang sehat, transfaran dan efisien. Peningkatan peran di bidang pasar

BAB I PENDAHULUAN. modal yang sehat, transfaran dan efisien. Peningkatan peran di bidang pasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kebijakan dalam sektor ekonomi adalah pengembangan pasar modal yang sehat, transfaran dan efisien. Peningkatan peran di bidang pasar modal, merupakan suatu

Lebih terperinci

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI PT MULTIFILING MITRA INDONESIA Tbk ( Perseroan )

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI PT MULTIFILING MITRA INDONESIA Tbk ( Perseroan ) PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI PT MULTIFILING MITRA INDONESIA Tbk ( Perseroan ) 1. Landasan Hukum a. Undang-Undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas; b. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Semakin meningkatnya kebutuhan atau kepentingan setiap orang, ada kalanya seseorang yang memiliki hak dan kekuasaan penuh atas harta miliknya tidak

Lebih terperinci

Piagam Dewan Komisaris. PT Link Net Tbk ( Perseroan )

Piagam Dewan Komisaris. PT Link Net Tbk ( Perseroan ) Piagam Dewan Komisaris PT Link Net Tbk ( Perseroan ) BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 D e f i n i s i 1. Rapat Umum Pemegang Saham ( RUPS ) berarti organ Perseroan yang memiliki wewenang yang tidak diberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada warga. organ pemerintah yang melaksanakan tugas dan kewenangannya agar

BAB I PENDAHULUAN. untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada warga. organ pemerintah yang melaksanakan tugas dan kewenangannya agar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara sebagai pemegang kekuasaan tertinggi memiliki kewajiban untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada warga negaranya. Di dalam menjalankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dirujuk untuk penyelesaian perselisihan itu. Perjanjian kontrak kerja dengan

BAB I PENDAHULUAN. dirujuk untuk penyelesaian perselisihan itu. Perjanjian kontrak kerja dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perjanjian kontrak kerja merupakan elemen dalam suatu perjanjian dan melekat pada suatu hubungan bisnis/kerja baik skala besar maupun kecil, baik domestik maupun internasional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain (pembeli). Pihak

BAB I PENDAHULUAN. haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain (pembeli). Pihak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jual beli tanah merupakan suatu perjanjian dalam mana pihak yang mempunyai tanah (penjual) berjanji dan mengikatkan diri untuk menyerahkan haknya atas tanah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB II HUBUNGAN ANTARA PENEGAKAN KODE ETIK NOTARIS DENGAN KEBERADAAN UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS TERHADAP PROFESI PEKERJAAN NOTARIS

BAB II HUBUNGAN ANTARA PENEGAKAN KODE ETIK NOTARIS DENGAN KEBERADAAN UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS TERHADAP PROFESI PEKERJAAN NOTARIS 31 BAB II HUBUNGAN ANTARA PENEGAKAN KODE ETIK NOTARIS DENGAN KEBERADAAN UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS TERHADAP PROFESI PEKERJAAN NOTARIS A. Fungsi, Kewenangan Notaris dan Hubungan Penegakan Kode Etik Notaris

Lebih terperinci

PT FIRST MEDIA Tbk Piagam Direksi

PT FIRST MEDIA Tbk Piagam Direksi PT FIRST MEDIA Tbk Piagam Direksi BAB I: PENDAHULUAN Pasal 1 D e f i n i s i 1. Rapat Umum Pemegang Saham ( RUPS ) berarti Organ Perusahaan yang memiliki wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan business judgment..., Kanya Candrika K, FH UI, , TLN No. 4756, Pasal 1 angka 1.

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan business judgment..., Kanya Candrika K, FH UI, , TLN No. 4756, Pasal 1 angka 1. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perseroan Terbatas ( PT ) adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal

Lebih terperinci

BAB II PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI BADAN HUKUM PRIVAT. Dari kata Perseroan Terbatas dapat diartikan bahwa, kata Perseroan

BAB II PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI BADAN HUKUM PRIVAT. Dari kata Perseroan Terbatas dapat diartikan bahwa, kata Perseroan BAB II PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI BADAN HUKUM PRIVAT A. Pengertian Perseroan Terbatas Dari kata Perseroan Terbatas dapat diartikan bahwa, kata Perseroan berasal dari kata Sero", yang mempunyai arti Saham.

Lebih terperinci

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perbankan, pertanahan, kegiatan sosial, pasar modal, dan untuk kepastian

BAB 1 PENDAHULUAN. perbankan, pertanahan, kegiatan sosial, pasar modal, dan untuk kepastian 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Notaris sebagai pejabat umum, merupakan salah satu pejabat negara yang dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberikan pelayanan umum kepada masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan usaha pencegahan maupun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA SERTA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS. A. Pengertian Akta dan Macam-Macam Akta

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA SERTA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS. A. Pengertian Akta dan Macam-Macam Akta BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA SERTA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS A. Pengertian Akta dan Macam-Macam Akta Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta dan dalam bahasa

Lebih terperinci

KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DI BAWAH TANGAN YANG TELAH MEMPEROLEH LEGALITAS DARI NOTARIS. Oleh : Lusy K.F.R. Gerungan 1

KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DI BAWAH TANGAN YANG TELAH MEMPEROLEH LEGALITAS DARI NOTARIS. Oleh : Lusy K.F.R. Gerungan 1 KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DI BAWAH TANGAN YANG TELAH MEMPEROLEH LEGALITAS DARI NOTARIS Oleh : Lusy K.F.R. Gerungan 1 A. PENDAHULUAN Notaris dengan kewenangan yang diberikan oleh perundang-undangan itu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menanamkan modalnya di Indonesia. Untuk itu diperlukan dukungan dari

BAB I PENDAHULUAN. menanamkan modalnya di Indonesia. Untuk itu diperlukan dukungan dari 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Banyak perusahaan lokal dan internasional mencari berbagai kegiatan dalam rangka menanamkan modalnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan secara tegas bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara hukum. Prinsip negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut juga termasuk mengatur hal-hal yang diantaranya hubungan antar

BAB I PENDAHULUAN. tersebut juga termasuk mengatur hal-hal yang diantaranya hubungan antar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah merupakan negara hukum, dimana hukum mempunyai kedudukan paling tinggi dalam segala hal. Keberadaan hukum tersebut juga termasuk mengatur hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tugas, fungsi dan kewenangan Notaris. Mereka belum bisa membedakan tugas mana

BAB I PENDAHULUAN. tugas, fungsi dan kewenangan Notaris. Mereka belum bisa membedakan tugas mana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar masyarakat Indonesia masih belum faham terhadap pengertian, tugas, fungsi dan kewenangan Notaris. Mereka belum bisa membedakan tugas mana yang menjadi

Lebih terperinci

a. Kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap; b. Para pihak (siapa-orang) yang menghadap pada Notaris;

a. Kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap; b. Para pihak (siapa-orang) yang menghadap pada Notaris; 59 dengan mencari unsur-unsur kesalahan dan kesengajaan dari Notaris itu sendiri. Hal itu dimaksudkan agar dapat dipertanggungjawabkan baik secara kelembagaan maupun dalam kapasitas Notaris sebagai subyek

Lebih terperinci

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DEWAN KOMISARIS PT MULTIFILING MITRA INDONESIA Tbk ( Perseroan )

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DEWAN KOMISARIS PT MULTIFILING MITRA INDONESIA Tbk ( Perseroan ) PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DEWAN KOMISARIS PT MULTIFILING MITRA INDONESIA Tbk ( Perseroan ) 1. Landasan Hukum a. Undang-Undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas; b. Peraturan Otoritas Jasa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

PIAGAM DIREKSI & DEWAN KOMISARIS. PT UNGGUL INDAH CAHAYA Tbk.

PIAGAM DIREKSI & DEWAN KOMISARIS. PT UNGGUL INDAH CAHAYA Tbk. PIAGAM DIREKSI & DEWAN KOMISARIS PT UNGGUL INDAH CAHAYA Tbk. 1 PIAGAM DIREKSI & DEWAN KOMISARIS PT UNGGUL INDAH CAHAYA Tbk. BAGIAN I : DASAR HUKUM Pembentukan, pengorganisasian, mekasnisme kerja, tugas

Lebih terperinci