BAB II. AKTA NOTARIS SEBAGAI AKTA OTENTIK YANG MEMILIKI KESALAHAN MATERIL A. Tinjauan Yuridis Tentang Akta dan Macam-Macam Akta

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II. AKTA NOTARIS SEBAGAI AKTA OTENTIK YANG MEMILIKI KESALAHAN MATERIL A. Tinjauan Yuridis Tentang Akta dan Macam-Macam Akta"

Transkripsi

1 BAB II AKTA NOTARIS SEBAGAI AKTA OTENTIK YANG MEMILIKI KESALAHAN MATERIL A. Tinjauan Yuridis Tentang Akta dan Macam-Macam Akta Akta menurut A.Pitlo merupakan surat yang ditandatangani, diperbuat untuk dipakai sebagai bukti, dan untuk dipergunakan oleh orang, untuk keperluan siapa surat itu dibuat. 32 Menurut Sudikno Mertokusumo, akta adalah surat yang diberi tanda tangan yang memuat peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar suatu hak atau perikatan, yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian. 33 Dengan demikian akta merupakan surat yang ditandatangani, memuat peristiwa-peristiwa atau perbuatan hukum dan digunakan sebagai pembuktian. Menurut Subekti, akta berbeda dengan surat, selanjutnya dikatakan bahwa kata akta bukan berarti surat melainkan harus diartikan dengan perbuatan hukum, berasal dari kata acte yang dalam bahasa Perancis berarti perbuatan. 34 Berdasarkan pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan akta, adalah: Perbuatan (handeling) atau perbuatan hukum (rechtscandeling) 32 A.Pitlo, Pembuktian dan Daluwarsa, Alih Bahasa M.Isa Arief, (Jakarta: Intermasa, 1986), hal Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata di Indonesia, (Yogyakarta: Liberty, 1998), hal R. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermasa, 1980), hal Victor M. Situmorang dan Cormentyna Sitanggang, Gross Akta dalam Pembuktian dan Eksekusi, (Jakarta: Rinika Cipta, 1993), hal.26

2 2. Suatu tulisan yang dibuat untuk dipakai atau untuk digunakan sebagai bukti perbuatan hukum tersebut, yaitu berupa tulisan yang diajukan kepada pembuktian sesuatu. Fungsi akta salah satunya adalah sebagai alat bukti, dan selanjutnya mengenai alat bukti ini di dalam hukum perdata diatur dalam ketentuan Pasal 1866 KUHPerdata, terdiri dari: 1. Alat bukti tulisan, 2. Pembuktian dengan saksi-saksi, 3. Persangkaan-persangkaan, 4. Pengakuan, dan 5. Sumpah. Pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan-tulisan otentik maupun dengan tulisan-tulisan di bawah tangan. Tulisan-tulisan otentik berupa akta otentik, yang dibuat dalam bentuk yang sudah ditentukan oleh undang-undang, dibuat di hadapan pejabat-pejabat (pegawai umum) yang diberi wewenang dan di tempat dimana akta tersebut dibuat. Akta termasuk sebagai salah satu bukti tertulis, yang dibedakan menjadi dua bagian yaitu: 1. Surat yang berbentuk akta, 2. Surat-surat lain yang bukan berbentuk akta. Apa yang dikemukakan oleh Subekti diatas dalam memberikan pengertian akta lebih menonjolkan pada isi akta, yaitu berisikian perbuatan hukum yang dibuat oleh pihak-pihak. Perbuatan hukum tersebut diwujudkan

3 dalam suatu tulisan-tulisan yang digunakan sebagai alat bukti telah terjadinya suatu ikatan. Oleh karena berisikan suatu perbuatan hukum antara para pihak dan digunakan sebagai bukti, maka surat meskipun dibuat dalam bentuk tertulis, namun karena tidak berisikan adanya perbuatan hukum, maka tulisan tersebut tidak dapat disebut sebagai akta, tetapi surat biasa. Selanjutnya mengenai syarat-syarat yang harus dipenuhi supaya surat dapat disebut dengan akta dan memiliki kekuatan pembuktian terhadap adanya perbuatan hukum yang telah dilakukan oleh para pihak yang berkepentingan, maka akta tersebut harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1. Surat itu harus ditandatangani, 2. Surat itu harus memuat peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar suatu hak atau perikatan, dan 3. Surat itu diperuntukkan sebagai alat bukti. Surat yang berupa akta itu harus ditandatangani, kewajiban penandatanganan ini dimaksudkan untuk mengetahui pihak-pihak yang melakukan perbuatan hukum yang tanda tangannya dibubuhkan dalam surat atau akta tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah pihak yang membubuhkan tanda tangan tersebut mempunyai kekuasaan untuk itu. Keharusan penandatanganan ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1869 KUHPerdata, yang menentukan bahwa: suatu akta yang karena tidak berkuasanya atau tidak cakapnya pegawai dimaksud atau karena cacat dalam bentuknya tidak dapat diperlakukan sebagai akta otentik, namun demikian mempunyai kekuatan sebagai tulisan dibawah tangan jika surat tersebut

4 ditandatangani oleh para pihak. Jadi, apabila suatu surat tersebut adalah akta, namun karena sesuatu hal, misalnya cacat bentuk atau sebab lain yang berakibat cacatnya akta, meskipun akta tersebut otentik otomatis berubah menjadi akta dibawah tangan bagi pihak-pihak yang menandatangani aktaakta tersebut, sehingga derajat kekuatan pembuktiannya di bawah akta otentik. Mengenai unsur-unsur dan syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam pembuatan akta otentik dapat dilihat di dalam ketentuan Pasal 1868 KUHPerdata yang dirumuskan sebagai berikut: 1. Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang. Artinya jika bentuknya tidak ditentukan oleh Undang-Undang maka salah satu unsur akta otentik itu tidak terpenuhi dan jika tidak dipenuhi unsur dari padanya maka tidak akan pernah ada yang disebut dengan akta otentik. Pasal 38 UUJN yang mengatur mengenai bentuk akta. 2. Akta itu harus dibuat oleh door atau dihadapan ten overstaan seorang pejabat umum. Pasal 1 angka 7 UUJN menentukan bahwa akta notaris adalah akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam UUJN, dan secara tersirat dalam Pasal 58 ayat (2) UUJN disebutkan bahwa notaris wajib membuat daftar akta dan mencatat semua akta yang dibuat oleh atau di hadapan notaris. 3. Bahwa akta itu dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk membuatnya di tempat di mana akta itu dibuat.

5 Wewenang notaris meliputi 4 (empat) hal, yaitu: 36 a. Notaris harus berwenang sepanjang yang menyangkut akta yang harus dibuat itu; Wewenang notaris dalam pembuatan akta otentik sepanjang tidak dikecualikan kepada pihak atau pejabat lain, atau notaris juga berwenang membuatnya di samping dapat dibuat oleh pihak atau pejabat lain, mengandung makna bahwa wewenang notaris dalam membuat akta otentik mempunyai wewenang yang umum, sedangkan pihak lainnya mempunyai wewenang terbatas. Pasal 15 UUJN telah menentukan wewenang notaris. b. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai orang-orang untuk kepentingan siapa akta itu dibuat. Meskipun notaris dapat membuat akta untuk setiap orang, tapi agar menjaga netralitas notaris dalam pembuatan akta, ada batasan bahwa menurut Pasal 52 UUJN notaris tidak diperkenankan untuk membuat akta untuk diri sendiri, istri/suami atau orang lain yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan notaris, baik karena perkawinan maupun hubungan darah dalam garis keturunan lurus kebawah dan/atau ke atas tanpa pembatasan derajat, serta dalam garis ke samping sampai dengan derajat ketiga, serta menjadi pihak untuk diri sendiri, maupun dalam suatu kedudukan ataupun dengan perantaraan kuasa. 36 G.H.S. Lumban Tobing, Op.Cit, hal. 49

6 c. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai tempat, dimana akta itu dibuat. Pasal 18 ayat (1) UUJN menentukan bahwa notaris harus berkedudukan di daerah kabupaten atau kota. Setiap notaris sesuai dengan keinginannya mempunyai tempat kedudukan dan berkantor di daerah kabupaten atau kota. Notaris mempunyai wilayah jabatan meliputi seluruh wilayah propinsi dari tempat kedudukannya (Pasal 19 ayat (2) UUJN). Pengertian pasal-pasal tersebut bahwa notaris dalam menjalankan tugas jabatannya tidak hanya harus berada di tempat kedudukannya, karena notaris mempunyai wilayah jabatan seluruh propinsi. d. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai waktu pembuatan akta itu. Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya harus dalam keadaan aktif, artinya tidak dalam keadaan cuti atau diberhentikan sementara waktu. Notaris yang sedang cuti, sakit atau diberhentikan sementara berhalangan untuk menjalankan tugas jabatannya. Agar tidak terjadi kekosongan, maka notaris yang bersangkutan dapat menunjuk notaris pengganti (Pasal 1 angka (3) UUJN). Berdasarkan bentuknya akta terbagi menjadi atas akta otentik dan akta dibawah tangan. Yang menjadi dasar hukumnya adalah Pasal 1867 KUHPerdata yaitu pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisantulisan otentik maupun dengan tulisan-tulisan di bawah tangan.

7 1. Akta Otentik Akta otentik adalah akta yang dibuat oleh pejabat yang diberi wewenang untuk itu oleh penguasa, menurut ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan, baik dengan maupun tanpa bantuan dari yang berkepentingan, yang mencatat apa yang dimintakan untuk dimuat di dalamnya oleh yang berkepentingan. Akta otentik terutama memuat keterangan seorang pejabat, yang menerangkan apa yang dilakukannya dan dilihat di hadapannya. 37 berikut: Dalam Pasal 165 HIR dan 285 Rbg, akta otentik adalah suatu akta yang dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang diberi wewenang untuk itu, merupakan bukti yang lengkap antara para pihak dan para ahli warisnya dan mereka yang mendapat hak daripadanya tentang yang tercantum di dalamnya dan bahkan sebagai pemberitahuan belaka, akan tetapi yang terakhir ini hanya diberitahukan itu berhubungan dengan perihal pada akta itu. Pejabat yang dimaksudkan antara lain ialah notaris, panitera, jurusita, pegawai pencatat sipil, hakim dan sebagainya. Menurut C.A.Kraan, akta otentik mempunyai ciri-ciri sebagai 38 a. Suatu tulisan dengan sengaja dibuat semata-mata untuk dijadikan bukti atau suatu bukti dari keadaan sebagaimana disebutkan di dalam tulisan dibuat dan dinyatakan oleh pejabat yang berwenang. Tulisan tersebut turut ditandatangani oleh atau hanya ditandatangani oleh pejabat yang bersangkutan saja. 37 Sjaifurrachman dan Habib Adjie, Op.Cit, hal Herlien Soerojo, Kepastian Hukum Hak Atas Tanah di Indonesia, (Surabaya: Arkola, 2003), Hal.148

8 b. Suatu tulisan sampai ada bukti sebaliknya, dianggap berasal dari pejabat yang berwenang. c. Ketentuan peraturan perundang-undangan yang harus dipenuhi; ketentuan tersebut mengatur tata cara pembuatannya (sekurang-kurangnya memuat ketentuan-ketentuan mengenai tanggal, tempat dibuatnya akta suatu tulisan, nama dan kedudukan atau jabatan pejabat yang membuatnya) d. Seorang pejabat yang diangkat oleh negara dan mempunyai sifat dan pekerjaan yang mandiri serta tidak memihak dalam menjalankan jabatannya. e. Pernyataan atau fakta dari tindakan yang disebut oleh pejabat adalah hubungan hukum di dalam bidang hukum privat. 2. Akta di Bawah Tangan Akta dibawah tangan adalah akta yang dibuat serta ditandatangani oleh para pihak yang bersepakat dalam perikatan atau antara para pihak yang berkepentingan saja. Menurut Sudikno Mertokusumo, akta dibawah tangan adalah akta yang sengaja dibuat untuk pembutkian oleh para pihak tanpa bantuan dari seorang pejabat. Jadi semata-mata dibuat antara para pihak yang berkepentingan. 39 Dalam Pasal 101 ayat (b) Undang-Undang No. 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, menyatakan bahwa akta dibawah tangan adalah surat yang dibuat dan ditandatangani oleh pihak-pihak yang bersangkutan 39 Sudikno Mertokusumo, Op. Cit, Hal.125

9 dengan maksud untuk dipergunakan sebagai alat bukti tentang peristiwa atau peristiwa hukum yang tercantum di dalamnya. Dalam Pasal 1874 KUHPerdata, menyatakan bahwa yang dianggap sebagai tulisan dibawah tangan adalah akta yang ditandatangani di bawah tangan, surat, daftar, surat urusan rumah tangga dan tulisan-tulisan yang lain yang dibuat tanpa perantara seorang pejabat umum. Adapun yang termasuk akta dibawah tangan adalah: 40 a. Legalisasi Yaitu akta dibawah tangan yang belum ditandatangani, diberikan pada notaris dan dihadapan notaris ditandatangani oleh para pihak yang bersangkutan, setelah isi akta dijelaskan oleh notaris kepada mereka. Pada legalisasi, tanda tangannya dihadapan yang melegalisasi. b. Waarmerken Yaitu akta dibawah tangan yang didaftarkan untuk memberikan tanggal yang pasti. Akta yang sudah ditandatangani diberikan kepada notaris untuk didaftarkan dan diberi tanggal yang pasti. Pada waarmerken tidak menjelaskan mengenai siapa yang menandatangani dan apakah penandatanganan memahami isi akta. Hanya mempunyai kepastian tanggal saja dan tidak ada kepastian tanda tangan. Perbedaan antara akta otentik dengan akta dibawah tangan antara lain: A.Kohar, Notaris Berkomunikasi, (Bandung: Alumni, 1984), hal G.H.S. Lumban Tobing, Op.Cit, hal.54

10 a. Akta otentik mempunyai tanggal yang pasti, sedang mengenai tanggal dari akta yang dibuat di bawah tangan tidak selalu demikian. b. Grosse dari akta otentik dalam beberapa hal mempunyai kekuatan eksekutorial seperti putusan hakim, sedang akta yang dibuat dibawah tangan tidak pernah mempunyai kekuatan eksekutorial. c. Kemungkinan akan hilangnya akta yang dibuat di bawah tangan lebih besar dibandingkan dengan akta otentik. B. Bentuk-Bentuk Akta Otentik Dari pengertian-pengertian akta otentik diatas, maka bentuk akta otentik ada dua, yaitu: Akta yang dibuat oleh (door) notaris atau yang dinamakan akta relaas atau akta pejabat (ambtelijke akten). akta pejabat merupakan akta yang dibuat oleh pejabat yang diberi wewenang untuk itu dengan mana pejabat menerangkan apa yang dilihat serta apa yang dilakukannya, jadi inisiatif tidak berasal dari orang yang namanya diterangkan didalam akta. Ciri khas yang nampak pada akta pejabat, yaitu tidak adanya komparisi dan notaris bertanggung jawab penuh atas pembuatan akta ini. Notaris juga dilarang melakukan suatu justifikasi (penilaian) sepanjang pembuatan akta pejabat. 2. Akta yang dibuat di hadapan (ten overstaan) notaris atau yang dinamakan akta partij (partij-akten). 42 Ibid, hal. 51

11 akta yang dibuat dihadapan pejabat yang diberi wewenang untuk itu dan akta itu dibuat atas permintaan pihak-pihak yang berkepentingan. Ciri khas akta ini adanya komparisi atas keterangan yang menyebutkan kewenangan para pihak dalam melakukan perbuatan melawan hukum yang dimuat dalam akta. Perbedaan diantara kedua golongan akta itu dapat dilihat dari bentuk akta-akta itu, antara lain: Keharusan adanya tanda tangan pada akta partij. Undang-Undang mengharuskan bahwa akta-akta partij, dengan diancam akan kehilangan otentisitasnya atau dikenakan denda, harus ditandatangani oleh para pihak yang bersangkutan atau setidak-tidaknya di dalam akta itu oleh pihak atau para pihak yang bersangkutan, misalnya para pihak atau salah satu pihak buta huruf atau tangannya lumpuh dan lain sebagainya, keterangan mana harus dicantumkan oleh notaris dalam akta itu dan keterangan itu dalam hal ini berlaku sebagai ganti tanda tangan. 2. Tanda tangan tidak merupakan keharusan bagi otentisitas dari akta pejabat. Untuk akta relaas tidak menjadi soal, apakah orang-orang yang hadir itu menolak untuk menandatangani akta itu. Apabila misalnya pada pembuatan berita acara rapat para pemegang saham dalam perseroan terbatas orang-orang yang hadir telah meninggalkan rapat sebelum akta itu ditandatangani, maka cukup notaris menerangkan di dalam akta, bahwa 43 Ibid, hal. 52

12 para yang hadir telah meninggalkan rapat sebelum menandatangani akta itu dan dalam hal ini akta itu tetap merupakan akta otentik. 3. Pada akta partij dapat digugat isinya, tanpa menuduh akan kepalsuannya, dengan jalan menyatakan bahwa keterangan dari para pihak yang bersangkutan ada diuraikan menurut sesungguhnya dalam akta itu, akan tetapi keterangan itu adalah tidak benar. Artinya terhadap keterangan yang diberikan itu diperkenankan pembuktian sebaliknya (tegenbewijs). 4. Terhadap kebenaran isi dari akta pejabat tidak dapat digugat, kecuali dengan menuduh bahwa akta itu adalah palsu. Akta notaris sebagai akta otentik mempunyai kekuatan nilai pembuktian sebagai berikut: Kekuatan pembuktian lahiriah (uitwendige bewijskracht) Kemampuan lahiriah akta notaris, merupakan kemampuan akta itu sendiri untuk membuktikan keabsahannya sebagai akta otentik. Jika dilihat dari luar (lahirnya) sebagai akta otentik serta sesuai dengan aturan hukum yang sudah ditentukan mengenai syarat akta otentik, maka akta tersebut berlaku sebagai akta otentik, sampai terbukti sebaliknya, artinya sampai ada yang membuktikan bahwa akta tersebut bukan akta otentik secara lahiriah. Dalam hal ini beban pembuktian ada pada pihak yang menyangkal keotentikan akta notaris. Parameter untuk menentukan akta notaris sebagai akta otentik, yaitu tanda tangan dari notaris yang bersangkutan, baik yang ada 44 Sjaifurrachman dan Habib Adjie, Op.Cit, hal. 116

13 pada minuta dan salinan dan adanya awal akta (mulai dari judul) sampai dengan akhir akta. Nilai pembuktian akta notaris dari aspek lahiriah, akta tersebut harus dilihat apa adanya, bukan dilihat ada apa. Secara lahiriah tidak perlu dipertentangkan dengan alat bukti yang lainnya. Jika ada yang menilai bahwa suatu akta notaris tidak memenuhi syarat sebagai akta, maka yang bersangkutan wajib membuktikan bahwa akta tersebut secara lahiriah bukan akta otentik. Penyangkalan atau pengingkaran bahwa secara lahiriah akta notaris sebagai akta otentik menjadi bukan akta otentik, maka penilaian pembuktiannya harus didasarkan kepada syarat-syarat akta notaris sebagai akta otentik. Pembuktian semacam ini harus dilakukan melalui upaya gugatan ke pengadilan. Penggugat harus dapat membuktikan bahwa secara lahiriah akta yang menjadi objek gugatan bukan akta notaris. 2. Kekuatan pembuktian formil (formele bewijskracht) Akta notaris harus memberikan kepastian bahwa sesuatu kejadian dan fakta tersebut dalam akta betul-betul dilakukan oleh notaris atau diterangkan oleh pihak-pihak yang menghadap pada saat yang tercantum dalam akta sesuai dengan prosedur yang sudah ditentukan dalam pembuatan akta notaris. Secara formal untuk membuktikan kebenaran dan kepastian tentang hari, tanggal, bulan, tahun, pukul (waktu) menghadap, dan para pihak yang menghadap, paraf dan tanda tangan para pihak/penghadap, saksi dan notaris

14 (pada akta pejabat/berita acara), dan mencatatkan keterangan atau pernyataan para pihak/penghadap (pada akta pihak). Jika aspek formal dipermasalahkan oleh para pihak, maka harus dibuktikan dari formalitas akta, yaitu harus dapat membuktikan ketidakbenaran hari, tanggal, bulan, tahun, dan pukul menghadap, membuktikan ketidakbenaran mereka yang menghadap, membuktikan ketidakbenaran apa yang dilihat, disaksikan dan didengar oleh notaris, juga harus dapat membuktikan ketidakbenaran pernyataan atau keterangan para pihak yang diberikan/disampaikan di hadapan notaris, dan didengar oleh notaris, juga harus dapat membuktikan ketidakbenaran apa yang dilihat, disaksikan dan didengar oleh notaris, juga harus dapat membuktikan ketidakbenaran pernyataan atau keterangan para pihak yang diberikan/disampaikan di hadapan notaris, dan ketidakbenaran tandatangan para pihak, saksi, dan notaris ataupun ada prosedur pembuatan akta yang tidak dilakukan. Pihak yang mempermasalahkan akta tersebut harus melakukan pembuktian terbalik untuk menyangkal aspek formal dari akta notaris. Jika tidak mampu membuktikan ketidakbenaran tersebut, maka akta tersebut harus diterima oleh siapa pun. Pengingkaran atau penyangkalan tersebut harus dilakukan dengan suatu gugatan ke pengadilan umum, dan penggugat harus dapat membuktikan bahwa pada aspek formal yang dilanggar atau tidak sesuai dalam akta yang bersangkutan, misalnya bahwa yang bersangkutan tidak pernah merasa

15 menghadap notaris pada hari, tanggal, bulan, tahun, dan pukul yang tersebut dalam awal akta, atau merasa tanda tangan yang tersebut dalam akta bukan tanda tangan dirinya. Jika hal ini terjadi, yang bersangkutan atau penghadap tersebut menggugat notaris dan harus dapat membuktikan ketidakbenaran aspek formal tersebut. 3. Kekuatan pembuktian material (materiele bewijskracht) Merupakan kepastian tentang materi suatu akta, bahwa apa yang tersebut dalam akta merupakan pembuktian yang sah terhadap pihak-pihak yang membuat akta atau mereka yang mendapat hak dan berlaku untuk umum, kecuali ada pembuktian sebaliknya. Keterangan atau pernyataan yang dituangkan/dimuat dalam akta pejabat (atau berita acara), atau keterangan atau para pihak yang diberikan/disampaikan di hadapan notaris (akta pihak) dan para pihak harus dinilai benar berkata yang kemudian dituangkan/dimuat dalam akta berlaku sebagai yang benar atau setiap orang yang datang menghadap notaris yang kemudian keterangannya dituangkan/dimuat dalam akta harus dinilai telah benar berkata. 45 Jika ternyata pernyataan/keterangan para penghadap tersebut menjadi tidak benar berkata, maka hal tersebut menjadi tanggung jawab para pihak sendiri. Notaris terlepas dari hal semacam itu. Dengan demikian isi akta notaris mempunyai kepastian sebagai yang sebenarnya, menjadi bukti yang sah untuk diantara para pihak dan para ahli waris serta para penerima hak mereka AKTA-NOTARIS.pdf, diakses pada tanggal 9 Maret 2016, pada pukul WIB

16 Jika akan membuktikan aspek materil dari akta, maka yang bersangkutan harus dapat membuktikan bahwa notaris tidak menerangkan atau menyatakan yang sebenarnya dalam akta (akta pejabat), atau para pihak yang telah benar berkata (di hadapan notaris) menjadi tidak benar berkata, dan harus dilakukan pembuktian terbalik untuk menyangkal aspek materil dari akta notaris. Ketiga aspek tersebut di atas merupakan kesempurnaan akta Notaris sebagai akta otentik. Jika dapat dibuktikan dalam suatu persidangan di pengadilan, bahwa ada salah satu aspek tersebut tidak benar, seperti terrdapatnya kesalahan materil dalam akta notaris, maka akta yang bersangkutan dapat menjadi batal demi hukum atau akta tersebut didegradasikan kekuatan pembuktiannya sebagai akta yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan. C. Kriteria Akta Notaris Dan Akibat Hukum Akta Otentik Yang Memiliki Kesalahan Materil Kesalahan materil adalah kesalahan dari materi/isi akta yang awalnya pembuatan akta tersebut telah sesuai dengan undang-undang dan isi akta tersebut telah disepakati oleh para pihak namun adanya wanprestasi atau perbuatan melawan hukum dari salah satu pihak yang mengakibatkan akta tersebut tidak mempunyai kekuatan pembuktian akta otentik dan dalam hal ini notaris tidak dapat disalahkan dikarenakan notaris telah membuat akta sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku Hasil wawancara dengan Bapak Notaris Suprayitno, SH, MKn, Majelis Pengawas Daerah Kota Medan, tanggal 15 Agustus 2016

17 Kesalahan materil adalah kesalahan dari isi akta dikarenakan adanya pihak yang menyelundupkan perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan akta tersebut tidak mempunyai kekuatan pembuktian secara materil walaupun secara lahiriah dan formalnya sudah sesuai dengan ketentuan yang sudah ditentukan oleh undang-undang maka akta yang mempunyai salah satu unsur kesalahan tersebut langsung dapat batal secara hukum. 47 Dari penjelasan mengenai kesalahan materil diatas dapat disimpulkan kriteria akta notaris sebagai akta otentik yang memiliki kesalahan materil adalah 1. Adanya Kesalahan Atas Isi Akta Notaris kesalahan yang terjadi pada isi akta bisa terjadi apabila para pihak memberikan keterangan yang pada saat pembuatan akta dianggap benar, tetapi setelah itu kemudian ternyata tidak benar. Misalnya: a. Yang bersangkutan mengaku bahwa perempuan yang dibawanya adalah istrinya, kemudian ternyata bukan istrinya. b. Yang bersangkutan mengaku telah dewasa ternyata kemudian belum dewasa. c. Yang bersangkutan mengaku sebagai Warga Negara Indonesia kemudian ternyata Warga Negara Asing. d. Yang bersangkutan memberikan bukti-bukti pemilikan atas objek perjanjian yang dikemudian hari ternyata bukti tersebut palsu. 47 Hasil wawancara dengan Bapak Notaris Yusrizal, SH, MKn, Ketua Pengurus Daerah Kota Medan Ikatan Notaris Indonesia, tanggal 16 Agustus 2016

18 2. Sebab Cacat Kehendak Perjanjian yang lahir dari kesepakatan dari bertemunya penawaran dan penerimaan, pada kondisi normal adalah bersesuaian antara kehendak dan pernyataan. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan bahwa kesepakatan dibentuk oleh adanya unsur cacat kehendak wilsgebreke. 48 Perjanjian yang proses pembentukannya dipengaruhi adanya unsur cacat kehendak tersebut mempunyai akibat hukum dapat dibatalkan vernietigbaar. Dalam KUHPerdata terdapat 3 hal yang dapat dijadikan alasan pembatalan perjanjian berdasarkan cacat kehendak, yaitu: a. Kekhilafan atau kesesatan (dwaling) Terdapat kekhilafan atau kesesatan, hal ini terkait dengan hakekat benda atau orang dan pihak lawan harus mengetahui atau setidaktidaknya mengetahui bahwa sifat atau keadaan yang menimbulkan kesesatan bagi pihak lain sangat menentukan, terkait syarat dapat dikenali atau diketahui. 49 b. Paksaan (dwang) Paksaan timbul apabila seseorang tergerak untuk menutup perjanjian atau memberikan kesepakatan dibawah ancaman yang bersifat melanggar hukum. 50 c. Penipuan (bedrog) Penipuan merupakan bentuk kesesatan yang dikualifisir. Maksud dikualifisir artinya memang terdapat kesesatan salah satu pihak, namun 48 Sjaifurrachman dan Habib Adjie, Op.Cit, hal Pasal 1322 KUHPerdata 50 Pasal KUHPerdata

19 kesesatan ini disengaja oleh pihak lain. Jadi persamaan antara kesesatan dan penipuan adalah adanya pihak yang sesat sedangkan perbedaannya terletak pada unsur kesengajaan untuk menyesatkan pada penipuan Perbuatan Melanggar Hukum (Onrechtmatige Daad) Perbuatan melanggar hukum merupakan perbuatan yang menimbulkan kerugian, dan secara normatif perbuatan tersebut tunduk pada ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata. Terdapat beberapa kriteria perbuatan melanggar hukum, antara lain: 52 a. Melanggar Hak Subjektif Orang Lain Suatu perbuatan atau tidak berbuat merupakan perbuatan melanggat hukum apabila terjadi pelanggaran terhadap hak subjektif seseorang. Yang dimaksud dengan hak subjektif adalah suatu kewenangan khusus seseorang yang diakui oleh hukum, kewenangan itu diberikan kepadanya untuk mempertahankan kepentingannya. Hak-hak yang diakui sebagai hak subjektif, menurut yurisprudensi antara lain: 53 1) Hak-hak kebendaan serta hak-hak absolut lainnya (eigendom, erfpacht, hak oktrooi dan lain-lain). 2) Hak-hak pribadi (hak atas integritas pribadi dan integritas badaniah, kehormatan serta nama baik dan sebagainya). 3) Hak-hak khusus, seperti hak penghunian yang dimiliki seseorang penyewa. b. Bertentangan Dengan Asas Kepatutan, Ketelitian Dan Sikap Hati-Hati. 51 Pasal 1328 KUHPerdata 52 Sjaifurrachman dan Habib Adjie, Op.Cit, hal Setiawan, Aneka Masalah Hukum dan Hukum Acara Perdata, (Bandung: Alumni, 2008), hal 260

20 Kepatutan, ketelitian dan sikap hati-hati mewajibkan setiap orang dalam memenuhi kepentingannya memperhatikan kepentingan orang lain. Pemenuhan kepentingan seseorang haruslah dilaksanakan sedemikian rupa, sehingga tidak berbahaya bagi kepentingan warga masyarakat yang lain. Dalam melaksanakan kepentingan tersebut seseorang haruslah memperhatikan norma-norma kepatutan, ketelitian serta sikap hatihati, sehingga tindakannya tidak boleh membahayakan atau merugikan orang lain. Dalam hal ia bertindak tanpa memperhatikan norma-norma tersebut dan tindakannya itu menimbulkan kerugian bagi orang lain, maka dapat dikatakan bahwa orang itu melakukan perbuatan melanggar hukum. Cacatnya akta notaris yang memiliki kesalahan materil dapat berakibat hukum menimbulkan kebatalan bagi suatu akta notaris. Ditinjau dari sanksi atau akibat hukum dari kebatalan dapat dibedakan menjadi: Batal demi hukum van rechtswege nietig 2. Dapat dibatalkan vernietigbaar 3. Non existent Akibat hukum dari suatu akta yang memiliki kesalahan materilpada prinsipnya dapat menjadi batal demi hukum, dapat dibatalkan atau non existent, yaitu ketiganya mengakibatkan perbuatan hukum tersebut menjadi 54 Herlien Budiono, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata Di Bidang Kenotariatan, (Bandung: Citra Aditya Bhakti, 2007), Hal 363

21 tidak berlaku atau perbuatan hukum tersebut tidak mempunyai akibat hukum. Titik perbedaannya pada waktu berlakunya kebatalan tersebut yaitu: Batal demi hukum, akibatnya perbuatan hukum yang dilakukan tidak mempunyai akibat hukum sejak terjadinya perbuatan hukum tersebut atau berdaya surut (ex tunc), dalam praktek batal demi hukum didasarkan pada putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. 2. Dapat dibatalkan, akibatnya perbuatan hukum yang dilakukan tidak mempunyai akibat hukum sejak terjadinya pembatalan dan dimana pembatalan atau pengesahan perbuatan hukum tersebut tergantung pada pihak tertentu yang menyebabkan perbuatan hukum tersebut dapat dibatalkan. Akta yang sanksinya dapat dibatalkan, tetap berlaku dan mengikat selama belum ada putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yang membatalkan akta tersebut. 3. Non existent, akibatnya perbuatan hukum yang dilakukan tidak ada atau non existent yang disebabkan tidak dipenuhinya essensialia dari suatu perjanjian atau tidak memenuhi salah satu unsur, atau semua unsur dalam suatu perbuatan hukum tertentu. Sanksi non existent secara dogmatis tidak diperlukan putusan pengadilan namun dalam praktek tetap diperlukan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap dan implikasinya sama dengan batal demi hukum. 55 Ibid, hal.370

22 Batal demi hukum tidak mensyaratkan inisiatif para pihak, karena perjanjian oleh hukum dianggap tidak pernah ada. Elly Erawati dan Herlien Budiono berpendapat bahwa batal demi hukum merupakan frasa di bidang hukum yang bermakna sesuatu menjadi tidak berlaku atau tidak sah karena berdasarkan hukum atau peraturan perundang-undangan). Batal demi hukum menunjukkan bahwa tidak berlaku atau tidak sahnya sesuatu tersebut terjadi seketika, spontan, otomatis dengan sendirinya, sepanjang persyaratan atau keadaan yang membuat batal demi hukum itu terpenuhi Elly Erawati dan Herlien Budiono, Penjelasan Hukum Tentang Kebatalan Perjanjian, (Jakarta: National Legal Reform Program, 2010), hal. 4

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA SERTA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS. A. Pengertian Akta dan Macam-Macam Akta

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA SERTA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS. A. Pengertian Akta dan Macam-Macam Akta BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA SERTA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS A. Pengertian Akta dan Macam-Macam Akta Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta dan dalam bahasa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL. Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL. Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL 2.1 Pengertian Akta Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta dan dalam bahasa Inggris disebut act atau deed. Secara etimologi menurut

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN HUKUM ATAS BATASAN TURUNNYA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS BERDASARKAN UUJN NO. 2 TAHUN 2014

BAB II KEDUDUKAN HUKUM ATAS BATASAN TURUNNYA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS BERDASARKAN UUJN NO. 2 TAHUN 2014 BAB II KEDUDUKAN HUKUM ATAS BATASAN TURUNNYA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS BERDASARKAN UUJN NO. 2 TAHUN 2014 A. Karakter Yuridis Akta Notaris Dalam hukum acara perdata, alat bukti yang sah atau diakui

Lebih terperinci

ANALISIS YURIDIS KESALAHAN MATERIL AKTA NOTARIS DAN AKIBAT HUKUMNYA (STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI MEDAN NO.625/PDT.G/2013/PN.MDN) AN NISAA LUBIS

ANALISIS YURIDIS KESALAHAN MATERIL AKTA NOTARIS DAN AKIBAT HUKUMNYA (STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI MEDAN NO.625/PDT.G/2013/PN.MDN) AN NISAA LUBIS AN NISAA LUBIS 1 ANALISIS YURIDIS KESALAHAN MATERIL AKTA NOTARIS DAN AKIBAT HUKUMNYA (STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI MEDAN NO.625/PDT.G/2013/PN.MDN) AN NISAA LUBIS ABSTRACT There are many cases related

Lebih terperinci

BAB II AKTA NOTARIS DAPAT MENJADI BATAL OLEH SUATU PUTUSAN PENGADILAN

BAB II AKTA NOTARIS DAPAT MENJADI BATAL OLEH SUATU PUTUSAN PENGADILAN 28 BAB II AKTA NOTARIS DAPAT MENJADI BATAL OLEH SUATU PUTUSAN PENGADILAN A. Karakter Yuridis Akta Notaris Dalam hukum acara perdata, alat bukti yang sah atau diakui oleh hukum terdiri dari : a. Bukti tulisan;

Lebih terperinci

BAB II PROSEDUR PENGAMBILAN FOTOKOPI MINUTA AKTA DAN PEMANGGILAN NOTARIS DI INDONESIA

BAB II PROSEDUR PENGAMBILAN FOTOKOPI MINUTA AKTA DAN PEMANGGILAN NOTARIS DI INDONESIA BAB II PROSEDUR PENGAMBILAN FOTOKOPI MINUTA AKTA DAN PEMANGGILAN NOTARIS DI INDONESIA A. Akta Notaris Sebagai Alat Bukti Tertulis Yang Sempurna Lembaga Notariat merupakan lembaga kemasyarakatan yang timbul

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA. Menurut S. J. Fockema Andreae, dalam bukunya Rechts geleerd

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA. Menurut S. J. Fockema Andreae, dalam bukunya Rechts geleerd BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA A. Pengertian Akta Menurut S. J. Fockema Andreae, dalam bukunya Rechts geleerd Handwoorddenboek, kata akta itu berasal dari bahasa Latin acta yang berarti geschrift 32

Lebih terperinci

BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS

BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS A. Kedudukan Notaris Pasal 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (UUJN), menyebutkan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mempunyai peran paling pokok dalam setiap perbuatan-perbuatan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mempunyai peran paling pokok dalam setiap perbuatan-perbuatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian Seiring dengan perkembangan zaman dan era globalisasi saat ini, peran notaris sebagai pejabat umum pembuat akta yang diakui secara yuridis oleh

Lebih terperinci

Judul buku: Kebatalan dan pembatalan akta notaris. Pengarang: Dr. Habib Adjie, S.H., M.Hum. Editor: Aep Gunarsa

Judul buku: Kebatalan dan pembatalan akta notaris. Pengarang: Dr. Habib Adjie, S.H., M.Hum. Editor: Aep Gunarsa Judul buku: Kebatalan dan pembatalan akta notaris Pengarang: Dr. Habib Adjie, S.H., M.Hum. Editor: Aep Gunarsa Penerbit dan pencetak: PT Refika Aditama (Cetakan kesatu, Juni 2011. Cetakan kedua, April

Lebih terperinci

Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa

Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa... 473 Kewajiban pihak yang satu adalah menyerahkan barangnya untuk dinikmati oleh pihak yang lain, sedangkan kewajiban pihak yang terakhir ini adalah membayar harga

Lebih terperinci

KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DI BAWAH TANGAN YANG TELAH MEMPEROLEH LEGALITAS DARI NOTARIS. Oleh : Lusy K.F.R. Gerungan 1

KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DI BAWAH TANGAN YANG TELAH MEMPEROLEH LEGALITAS DARI NOTARIS. Oleh : Lusy K.F.R. Gerungan 1 KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DI BAWAH TANGAN YANG TELAH MEMPEROLEH LEGALITAS DARI NOTARIS Oleh : Lusy K.F.R. Gerungan 1 A. PENDAHULUAN Notaris dengan kewenangan yang diberikan oleh perundang-undangan itu,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA OTENTIK, HAK TANGGUNGAN DAN ROYA. Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA OTENTIK, HAK TANGGUNGAN DAN ROYA. Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA OTENTIK, HAK TANGGUNGAN DAN ROYA 2.1 Tinjauan Tentang Akta Otentik 2.1.1. Pengertian Akta Otentik Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Akta-akta yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris bersifat autentik dan

BAB I PENDAHULUAN. Akta-akta yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris bersifat autentik dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehadiran jabatan Notaris dikehendaki oleh aturan hukum dengan tujuan untuk membantu dan melayani masyarakat yang membutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat

Lebih terperinci

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP AKTA PELEPASAN HAK DENGAN GANTI RUGI YANG LAHIR AKIBAT WANPRESTASI HUTANG PIUTANG

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP AKTA PELEPASAN HAK DENGAN GANTI RUGI YANG LAHIR AKIBAT WANPRESTASI HUTANG PIUTANG BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP AKTA PELEPASAN HAK DENGAN GANTI RUGI YANG LAHIR AKIBAT WANPRESTASI HUTANG PIUTANG A. Tinjauan Umum Akta Otentik dan Akta dibawah tangan Pengertian akta menurut Sudikno Mertokusumo

Lebih terperinci

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN) disebutkan bahwa y

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN) disebutkan bahwa y PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum yang mempunyai berbagai macam profesi yang bergerak di bidang hukum. Profesi di bidang hukum merupakan suatu profesi yang ilmunya

Lebih terperinci

KEDUDUKAN AKTA OTENTIK SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERDATA. Oleh : Anggun Lestari Suryamizon, SH. MH

KEDUDUKAN AKTA OTENTIK SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERDATA. Oleh : Anggun Lestari Suryamizon, SH. MH MENARA Ilmu Vol. X Jilid 1 No.70 September 2016 KEDUDUKAN AKTA OTENTIK SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERDATA Oleh : Anggun Lestari Suryamizon, SH. MH ABSTRAK Pembuktian merupakan tindakan yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Pasal 1 ayat (3) menentukan secara tegas bahwa negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. dalam Pasal 1 ayat (3) menentukan secara tegas bahwa negara Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Pasal 1 ayat (3) menentukan secara tegas bahwa negara Republik Indonesia adalah negara hukum. Prinsip

Lebih terperinci

AKTA NOTARIS SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PENYELESAIAN PERKARA PERDATA MISSARIYANI / D ABSTRAK

AKTA NOTARIS SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PENYELESAIAN PERKARA PERDATA MISSARIYANI / D ABSTRAK AKTA NOTARIS SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PENYELESAIAN PERKARA PERDATA MISSARIYANI / D 101 10 630 ABSTRAK Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik mengenal semua perbuatan, perjanjian

Lebih terperinci

NOTARIS TIDAK BERWENANG MEMBUAT SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT), TAPI BERWENANG MEMBUAT AKTA KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (AKMHT)

NOTARIS TIDAK BERWENANG MEMBUAT SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT), TAPI BERWENANG MEMBUAT AKTA KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (AKMHT) NOTARIS TIDAK BERWENANG MEMBUAT SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT), TAPI BERWENANG MEMBUAT AKTA KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (AKMHT) Pasal 15 ayat (1) undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TERHADAP NOTARIS DAN KEWENANGANNYA DALAM UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS

BAB III TINJAUAN TERHADAP NOTARIS DAN KEWENANGANNYA DALAM UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS BAB III TINJAUAN TERHADAP NOTARIS DAN KEWENANGANNYA DALAM UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS A. Karakteristik Notaris Jabatan Notaris diadakan atau kehadirannya dikehendaki oleh aturan hukum dengan maksud untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya segala sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang baik dengan sengaja maupun tidak, harus dapat dimintakan pertanggungjawaban terlebih lagi yang berkaitan

Lebih terperinci

BAB II KECAKAPAN HUKUM SESEORANG YANG BERADA DI DALAM RUMAH TAHANAN MENANDATANGANI AKTA NOTARIS

BAB II KECAKAPAN HUKUM SESEORANG YANG BERADA DI DALAM RUMAH TAHANAN MENANDATANGANI AKTA NOTARIS 29 BAB II KECAKAPAN HUKUM SESEORANG YANG BERADA DI DALAM RUMAH TAHANAN MENANDATANGANI AKTA NOTARIS A. Tinjauan Umum Notaris 1. Sejarah Notaris Lembaga Notariat mempunyai peranan yang penting, karena yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Kemasyarakatan yang dikenal sebagai notariat timbul dari

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Kemasyarakatan yang dikenal sebagai notariat timbul dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lembaga Kemasyarakatan yang dikenal sebagai notariat timbul dari kebutuhan dalam pergaulan sesama manusia, yang menghendaki adanya alat bukti baginya mengenai hubungan

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017. KEKUATAN PEMBUKTIAN SURAT MENURUT HUKUM ACARA PERDATA 1 Oleh: Fernando Kobis 2

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017. KEKUATAN PEMBUKTIAN SURAT MENURUT HUKUM ACARA PERDATA 1 Oleh: Fernando Kobis 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN SURAT MENURUT HUKUM ACARA PERDATA 1 Oleh: Fernando Kobis 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana pengaturan bukti surat menurut Hukum Acara Perdata

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG ALAT BUKTI SURAT ELEKTORNIK. ( )

BAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG ALAT BUKTI SURAT ELEKTORNIK. ( ) BAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG ALAT BUKTI SURAT ELEKTORNIK (Email) 1. Pengertian Alat Bukti Dalam proses persidangan, alat bukti merupakan sesuatu yang sangat penting fungsi dan keberadaanya untuk menentukan

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 2/Apr-Jun/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 2/Apr-Jun/2015 KAJIAN YURIDIS PELANGGARAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA AUTENTIK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 JO. UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 1 Oleh : Cicilia R. S. L. Tirajoh 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum maupun perbuatan hukum yang terjadi, sudah barang tentu menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. hukum maupun perbuatan hukum yang terjadi, sudah barang tentu menimbulkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan berkembangnya kehidupan manusia dalam bermasyarakat, banyak sekali terjadi hubungan hukum. Hubungan hukum tersebut, baik peristiwa hukum maupun perbuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Notaris sebagai pihak yang bersentuhan langsung dengan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Notaris sebagai pihak yang bersentuhan langsung dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberadaan notaris sangat penting ditengah-tengah masyarakat. Notaris memberikan jaminan kepastian hukum pada masyarakat menyangkut pembuatan akta otentik. Akta

Lebih terperinci

BAB 2 PERANAN NOTARIS DALAM PERUBAHAN PERSEROAN TERBATAS NON FASILITAS MENJADI PENANAMAN MODAL ASING

BAB 2 PERANAN NOTARIS DALAM PERUBAHAN PERSEROAN TERBATAS NON FASILITAS MENJADI PENANAMAN MODAL ASING BAB 2 PERANAN NOTARIS DALAM PERUBAHAN PERSEROAN TERBATAS NON FASILITAS MENJADI PENANAMAN MODAL ASING 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Tinjauan Umum Notaris 2.1.1.1 Sejarah Singkat dan Jabatan Notaris berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilihat atau diketahui saja, melainkan hukum dilaksanakan atau ditaati. Hukum

BAB I PENDAHULUAN. dilihat atau diketahui saja, melainkan hukum dilaksanakan atau ditaati. Hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum bukanlah semata-mata sekedar sebagai pedoman untuk dibaca, dilihat atau diketahui saja, melainkan hukum dilaksanakan atau ditaati. Hukum harus dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB II PROSEDUR PEMBUATAN AKTA KEPUTUSAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM

BAB II PROSEDUR PEMBUATAN AKTA KEPUTUSAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM BAB II PROSEDUR PEMBUATAN AKTA KEPUTUSAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM A. Bentuk-bentuk Rapat Umum Pemegang Saham dan Pengaturannya 1. Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham Notaris yang hadir dalam pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA TEORI. Undang Hukum Perdata tentang Perikatan. Mempunyai sifat sistem terbuka,

BAB III KERANGKA TEORI. Undang Hukum Perdata tentang Perikatan. Mempunyai sifat sistem terbuka, 1 BAB III KERANGKA TEORI A. Perjanjian Hukum tentang Perjanjian diatur dalam buku III Kitab Undang- Undang Hukum Perdata tentang Perikatan. Mempunyai sifat sistem terbuka, maksudnya dalam hukum perikatan/perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemerintah. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemerintah. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia merupakan suatu negara hukum dimana kekuasaan tunduk pada hukum. Sebagai negara hukum, maka hukum mempunyai kedudukan paling tinggi dalam pemerintahan,

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. VI/No. 1/Jan-Feb/2017

Lex Crimen Vol. VI/No. 1/Jan-Feb/2017 KEDUDUKAN AKTA DI BAWAH TANGAN YANG TELAH DILEGALISASI NOTARIS DALAM PEMBUKTIAN DI PENGADILAN 1 Oleh : Sita Arini Umbas 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apa fungsi legalisasi

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II HUBUNGAN ANTARA PENEGAKAN KODE ETIK NOTARIS DENGAN KEBERADAAN UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS TERHADAP PROFESI PEKERJAAN NOTARIS

BAB II HUBUNGAN ANTARA PENEGAKAN KODE ETIK NOTARIS DENGAN KEBERADAAN UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS TERHADAP PROFESI PEKERJAAN NOTARIS 31 BAB II HUBUNGAN ANTARA PENEGAKAN KODE ETIK NOTARIS DENGAN KEBERADAAN UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS TERHADAP PROFESI PEKERJAAN NOTARIS A. Fungsi, Kewenangan Notaris dan Hubungan Penegakan Kode Etik Notaris

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 25 BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Hukum perjanjian

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.3, 2014 HUKUM. Notaris. Jabatan. Jasa Hukum. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB II AKIBAT HUKUM TERHADAP AKTA WASIAT YANG DIBUAT OLEH NOTARIS YANG MELAKUKAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM DALAM PEMBUATAN AKTA WASIAT

BAB II AKIBAT HUKUM TERHADAP AKTA WASIAT YANG DIBUAT OLEH NOTARIS YANG MELAKUKAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM DALAM PEMBUATAN AKTA WASIAT 31 BAB II AKIBAT HUKUM TERHADAP AKTA WASIAT YANG DIBUAT OLEH NOTARIS YANG MELAKUKAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM DALAM PEMBUATAN AKTA WASIAT A. Akta Wasiat Sebagai Akta Notaris Sebagaimana ditentukan dalam

Lebih terperinci

Jurnal Independent Vol 2 No P a g e. Oleh : Bambang Eko Muljono, SH, S.pN, M.Hum, MMA

Jurnal Independent Vol 2 No P a g e. Oleh : Bambang Eko Muljono, SH, S.pN, M.Hum, MMA KEABSAHAN AKTA NOTA RIIL DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS Oleh : Bambang Eko Muljono, SH, S.pN, M.Hum, MMA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Dalam perkembangan jaman yang semakin maju saat ini membuat setiap orang dituntut untuk senantiasa meningkatkan kualitas diri dan kualitas hidupnya. Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Notaris sebagai pejabat umum merupakan salah satu organ Negara yang dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum kepada masyarakat, teristimewa dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1. Hal itu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1. Hal itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1 Hal itu menegaskan bahwa pemerintah menjamin kepastian hukum dalam kehidupan bermasyarakat,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993 hlm. 23

PENDAHULUAN. R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993 hlm. 23 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Sebagai negara hukum pemerintah negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bukti dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN. bukti dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hukum perdata mengenal mengenal tentang adanya alat-alat bukti. Alat bukti dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUH Perdata)

Lebih terperinci

TANGAN YANG DILEGALISASI NOTARIS 1 Oleh : Ghita Aprillia Tulenan 2

TANGAN YANG DILEGALISASI NOTARIS 1 Oleh : Ghita Aprillia Tulenan 2 KEDUDUKAN DAN FUNGSI AKTA DI BAWAH TANGAN YANG DILEGALISASI NOTARIS 1 Oleh : Ghita Aprillia Tulenan 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana fungsi akta dibawah tangan

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan A. Pengertian Perjanjian Jual Beli BAB II PERJANJIAN JUAL BELI Jual beli termasuk dalam kelompok perjanjian bernama, artinya undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan pengaturan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia di dalam perjalanan hidupnya pasti akan mengalami peristiwa hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah kejadian, keadaan atau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan secara tegas bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara hukum. Prinsip negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kewenangan lainnya, yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN. kewenangan lainnya, yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Notaris adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik dan kewenangan lainnya, yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaanya kedua belah pihak mengacu kepada sebuah perjanjian layaknya

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaanya kedua belah pihak mengacu kepada sebuah perjanjian layaknya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Manusia dalam menjalankan hubungan hukum terhadap pihak lain akan membutuhkan suatu kesepakatan yang akan dimuat dalam sebuah perjanjian, agar dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan perikatan yang terkait dengan kehidupan sehari-hari dan juga usaha

BAB I PENDAHULUAN. dengan perikatan yang terkait dengan kehidupan sehari-hari dan juga usaha 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Kehadiran notaris sebagai pejabat publik adalah jawaban dari kebutuhan masyarakat akan kepastian hukum atas setiap perikatan yang dilakukan, berkaitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berupa oral (words spoken by a witness in court) dan documentary (the production of a

BAB I PENDAHULUAN. berupa oral (words spoken by a witness in court) dan documentary (the production of a BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Alat bukti yang sah atau diterima dalam suatu perkara (perdata), pada dasarnya terdiri dari ucapan dalam bentuk keterangan saksi-saksi, pengakuan, sumpah, dan tertulis

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PEMBATALAN AKTA OTENTIK SEBAGAI AKTA PENGAKUAN HUTANG (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN No.: 384/Pdt.G/2010/PN.Jkt.

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PEMBATALAN AKTA OTENTIK SEBAGAI AKTA PENGAKUAN HUTANG (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN No.: 384/Pdt.G/2010/PN.Jkt. 1 TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PEMBATALAN AKTA OTENTIK SEBAGAI AKTA PENGAKUAN HUTANG (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN No.: 384/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Sel) Oleh Rina Puspitasari Mahasiswi FHUI Program Ext. (0806370412)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Notaris adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik dan kewenangan lainnya, yang ditentukan oleh Undang-Undang. Keberadaan Notaris sangat penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengatur hidup manusia dalam bermasyarakat. Didalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. mengatur hidup manusia dalam bermasyarakat. Didalam kehidupan 11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial yang hidup berkelompok akan berusaha agar tatanan kehidupan masyarakat seimbang dan menciptakan suasana tertib, damai, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 diperbaharui dan dirubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris yang untuk selanjutnya dalam penulisan

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Notaris sebagai pejabat umum yang diangkat oleh negara memiliki kewajiban dan kewenangan yang diatur secara khusus dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan

Lebih terperinci

BAB I. Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan

BAB I. Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan BAB I 1. Latar Belakang Masalah Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan jaminan kepastian atas transaksi bisnis yang dilakukan para pihak, sifat otentik atas akta yang dibuat oleh

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Adami,Chazawi,Kejahatan Terhadap Pemalsuan, Jakarta: Raja Grafindo

DAFTAR PUSTAKA. Adami,Chazawi,Kejahatan Terhadap Pemalsuan, Jakarta: Raja Grafindo DAFTAR PUSTAKA A. Buku Adami,Chazawi,Kejahatan Terhadap Pemalsuan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001 Adjie, Habib,Hukum Notaris Indonesia Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tinjauan yuridis..., Ravina Arabella Sabnani, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Tinjauan yuridis..., Ravina Arabella Sabnani, FH UI, Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Cakupan pembagunan nasional ini

Lebih terperinci

TESIS KEWAJIBAN NOTARIS DALAM MEMBACAKAN AKTA

TESIS KEWAJIBAN NOTARIS DALAM MEMBACAKAN AKTA TESIS KEWAJIBAN NOTARIS DALAM MEMBACAKAN AKTA OLEH : RANTY ARTSILIA, S.H. NIM : 030810526-N PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA S U R A B A Y A 2 0 0 9 i KEWAJIBAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkuat dan terpenuh, namun terdapat beberapa kasus yang membuat Pengadilan menilai

BAB I PENDAHULUAN. terkuat dan terpenuh, namun terdapat beberapa kasus yang membuat Pengadilan menilai BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sehubungan dengan kekuatan akta autentik yang merupakan alat bukti tertulis terkuat dan terpenuh, namun terdapat beberapa kasus yang membuat Pengadilan menilai bahwa

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol.III/No. 1/Jan-Mar/2015

Lex Privatum, Vol.III/No. 1/Jan-Mar/2015 TINJAUAN YURIDIS TENTANG KEKUATAN MENGIKAT SUATU AKTA NOTARIS 1 Oleh : Christin Sasauw 2 ABSTRAK Kekuatan akta Notaris sebagai alat bukti terletak pada kekhasan karakter pembuatnya, yaitu Notaris sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Di dalam Buku III KUH Perdata mengenai hukum perjanjian terdapat dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis

Lebih terperinci

Perjanjian Sewa Menyewa yang Dibuat di Hadapan Notaris Kaitannya dengan Putusan Hakim Mahkamah Agung

Perjanjian Sewa Menyewa yang Dibuat di Hadapan Notaris Kaitannya dengan Putusan Hakim Mahkamah Agung Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa... 471 Perjanjian Sewa Menyewa yang Dibuat di Hadapan Notaris Kaitannya dengan Putusan Hakim Mahkamah Agung Heru Guntoro Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan hukum dalam mendukung jalannya roda pembangunan maupun dunia usaha memang sangat penting. Hal ini terutama berkaitan dengan adanya jaminan kepastian hukum.

Lebih terperinci

BAB IV. Putusan Pengadilan Agama Malang No.0758/Pdt.G/2013 Tentang Perkara. HIR, Rbg, dan KUH Perdata atau BW. Pasal 54 Undang-undang Nomor 7

BAB IV. Putusan Pengadilan Agama Malang No.0758/Pdt.G/2013 Tentang Perkara. HIR, Rbg, dan KUH Perdata atau BW. Pasal 54 Undang-undang Nomor 7 BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PENGAKUAN SEBAGAI UPAYA PEMBUKTIAN DALAM PUTUSAN PENGADILAN AGAMA MALANG NO. 0758/PDT.G/2013 TENTANG PERKARA CERAI TALAK A. Analisis Yuridis Terhadap Pengakuan Sebagai

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.3, 2014 HUKUM. Notaris. Jabatan. Jasa Hukum. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perbuatan hukum pada prinsipnya dapat dilakukan bebas bentuk. Pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perbuatan hukum pada prinsipnya dapat dilakukan bebas bentuk. Pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbuatan hukum pada prinsipnya dapat dilakukan bebas bentuk. Pada prinsipnya perjanjian terbentuk secara konsensuil, bukan formil. Bagi suatu perbuatan hukum satu-satunya

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. III/No. 4/Mei/2015. AKIBAT HUKUM BAGI NOTARIS DALAM PELANGGARAN PENGGANDAAN AKTA 1 Oleh: Reinaldo Michael Halim 2

Lex et Societatis, Vol. III/No. 4/Mei/2015. AKIBAT HUKUM BAGI NOTARIS DALAM PELANGGARAN PENGGANDAAN AKTA 1 Oleh: Reinaldo Michael Halim 2 AKIBAT HUKUM BAGI NOTARIS DALAM PELANGGARAN PENGGANDAAN AKTA 1 Oleh: Reinaldo Michael Halim 2 ABSTRAK Dilakukannya penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah akibat hukum bagi notaris dalam pelanggaran

Lebih terperinci

BAB II. A. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT). Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan adalah kuasa yang diberikan

BAB II. A. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT). Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan adalah kuasa yang diberikan 28 BAB II KEDUDUKAN HUKUM ATAS SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN KE-DUA (II) DAN BERIKUTNYA SEBAGAI PERPANJANGAN SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN PERTAMA (I) YANG TELAH BERAKHIR JANGKA WAKTU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tugas, fungsi dan kewenangan Notaris. Mereka belum bisa membedakan tugas mana

BAB I PENDAHULUAN. tugas, fungsi dan kewenangan Notaris. Mereka belum bisa membedakan tugas mana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar masyarakat Indonesia masih belum faham terhadap pengertian, tugas, fungsi dan kewenangan Notaris. Mereka belum bisa membedakan tugas mana yang menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam setiap hubungan hukum kehidupan masyarakat, baik dalam

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam setiap hubungan hukum kehidupan masyarakat, baik dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Akta otentik sebagai alat bukti terkuat dan terpenuh mempunyai peranan penting dalam setiap hubungan hukum kehidupan masyarakat, baik dalam berbagai hubungan bisnis,

Lebih terperinci

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN Rosdalina Bukido 1 Abstrak Perjanjian memiliki peran yang sangat penting dalam hubungan keperdataan. Sebab dengan adanya perjanjian tersebut akan menjadi jaminan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semua akta adalah otentik karena ditetapkan oleh undang-undang dan juga

BAB I PENDAHULUAN. Semua akta adalah otentik karena ditetapkan oleh undang-undang dan juga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semua akta adalah otentik karena ditetapkan oleh undang-undang dan juga karena dibuat oleh atau dihadapan seorang pejabat umum. Tugas dan pekerjaan notaris sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat dapat menghasilkan suatu peristiwa-peristiwa tersebut dapat

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat dapat menghasilkan suatu peristiwa-peristiwa tersebut dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam kehidupan bermasyarakat tidak bisa terlepas dari hubungan manusia lainnya hal ini membuktikan bahwa manusia merupakan mahkluk sosial. Interaksi atau hubungan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa Negara Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

BAB II BATASAN PELANGGARAN YANG DILAKUKAN NOTARIS DALAM UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS DAN KODE ETIK NOTARIS

BAB II BATASAN PELANGGARAN YANG DILAKUKAN NOTARIS DALAM UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS DAN KODE ETIK NOTARIS BAB II BATASAN PELANGGARAN YANG DILAKUKAN NOTARIS DALAM UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS DAN KODE ETIK NOTARIS A. Kedudukan Notaris Selaku Pejabat Publik Terhadap Akta yang Dibuat Sesuai dengan Syarat Formil

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kerangka Teori 1. Tinjauan tentang Jabatan Notaris a. Dasar Hukum Jabatan Notaris Tentang Notaris di Indonesia, semula diatur di dalam Reglement op het Notarisambt in Nederlands

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 2/Apr-Jun/2015. KEKUATAN AKTA DI BAWAH TANGAN SEBAGAI ALAT BUKTI DI PENGADILAN 1 Oleh : Richard Cisanto Palit 2

Lex Privatum, Vol. III/No. 2/Apr-Jun/2015. KEKUATAN AKTA DI BAWAH TANGAN SEBAGAI ALAT BUKTI DI PENGADILAN 1 Oleh : Richard Cisanto Palit 2 KEKUATAN AKTA DI BAWAH TANGAN SEBAGAI ALAT BUKTI DI PENGADILAN 1 Oleh : Richard Cisanto Palit 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apa yang menjadi dasar pembuatan akta

Lebih terperinci

BAB III SIFAT AKTA PEMINDAHAN HAK ATAS TANAH YANG DIBUAT OLEH PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH

BAB III SIFAT AKTA PEMINDAHAN HAK ATAS TANAH YANG DIBUAT OLEH PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH BAB III SIFAT AKTA PEMINDAHAN HAK ATAS TANAH YANG DIBUAT OLEH PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH 1. Jenis Akta Pemindahan Hak Atas Tanah Yang Dibuat Oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah Dalam rangka mencapai kepastian

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS LEGALISASI AKTA DI BAWAH TANGAN OLEH NOTARIS AYU RISKIANA DINARYANTI / D

TINJAUAN YURIDIS LEGALISASI AKTA DI BAWAH TANGAN OLEH NOTARIS AYU RISKIANA DINARYANTI / D TINJAUAN YURIDIS LEGALISASI AKTA DI BAWAH TANGAN OLEH NOTARIS AYU RISKIANA DINARYANTI / D 101 10 225 ABSTRAK Kekuatan pembuktian akta di bawah tangan sebagai alat bukti dalam proses persidangan di pengadilan

Lebih terperinci

BAB 2 PERANAN NOTARIS DALAM TINDAK LANJUT MEMORANDUM OF UNDERSTANDING

BAB 2 PERANAN NOTARIS DALAM TINDAK LANJUT MEMORANDUM OF UNDERSTANDING 25 BAB 2 PERANAN NOTARIS DALAM TINDAK LANJUT MEMORANDUM OF UNDERSTANDING 2.1 Tinjauan Umum Notaris Lembaga kemasyarakatan yang dikenal dengan notariat timbul dari kebutuhan dalam pergaulan sesama manusia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum adalah kehendak untuk bersikap adil (recht ist wille zur gerechttigkeit).

BAB I PENDAHULUAN. hukum adalah kehendak untuk bersikap adil (recht ist wille zur gerechttigkeit). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan secara tegas bahwa negara Republik Indonesia adalah negara hukum. Mochtar Kusumaatmadja mengatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran, BAB I PENDAHULUAN Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran, perkawinan, dan kematian. Dengan adanya kelahiran maka berakibat pada timbulnya hak dan kewajban baik dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu perjanjian tertulis merupakan hal yang sangat penting dan dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, hal ini

Lebih terperinci

a. Kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap; b. Para pihak (siapa-orang) yang menghadap pada Notaris;

a. Kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap; b. Para pihak (siapa-orang) yang menghadap pada Notaris; 59 dengan mencari unsur-unsur kesalahan dan kesengajaan dari Notaris itu sendiri. Hal itu dimaksudkan agar dapat dipertanggungjawabkan baik secara kelembagaan maupun dalam kapasitas Notaris sebagai subyek

Lebih terperinci

commit to user BAB II LANDASAN TEORI

commit to user BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kerangka Teori 1. Tinjauan tentang Jabatan Notaris a. Dasar Hukum Jabatan Notaris Tentang Notaris di Indonesia, semula diatur di dalam Reglement op het Notarisambt in Nederlands

Lebih terperinci

RELEVANSI DAN KEKUATAN HUKUM AKTA PERDAMAIAN DALAM PENYELESAIAN SENGKETA DI BIDANG EKONOMI

RELEVANSI DAN KEKUATAN HUKUM AKTA PERDAMAIAN DALAM PENYELESAIAN SENGKETA DI BIDANG EKONOMI Fiat Justisia Jurnal Ilmu Hukum Volume 9 No. 1, Januari-Maret 2015. ISSN 1978-5186 RELEVANSI DAN KEKUATAN HUKUM AKTA PERDAMAIAN DALAM PENYELESAIAN SENGKETA DI BIDANG EKONOMI Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

ANALISIS TANGGUNG JAWAB NOTARIS TERHADAP KEABSAHAN AKTA PEMBATALAN (Kasus Putusan Nomor 534/PDT.G/2008/PN.JKT.BAR Tanggal 31 Desember 2008) TESIS

ANALISIS TANGGUNG JAWAB NOTARIS TERHADAP KEABSAHAN AKTA PEMBATALAN (Kasus Putusan Nomor 534/PDT.G/2008/PN.JKT.BAR Tanggal 31 Desember 2008) TESIS ANALISIS TANGGUNG JAWAB NOTARIS TERHADAP KEABSAHAN AKTA PEMBATALAN (Kasus Putusan Nomor 534/PDT.G/2008/PN.JKT.BAR Tanggal 31 Desember 2008) TESIS DANIETA YULINDA 0906497645 UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam kegiatannya untuk memenuhi kehidupan sehari-hari tidak

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam kegiatannya untuk memenuhi kehidupan sehari-hari tidak 1 A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN Manusia dalam kegiatannya untuk memenuhi kehidupan sehari-hari tidak lepas dari keterikatan dengan sesamanya. Setiap individu mempunyai kehendak dan kepentingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan serta penghidupan masyarakat baik dari segi sosial, ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan serta penghidupan masyarakat baik dari segi sosial, ekonomi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan salah satu sumber alam yang sangat penting bagi kehidupan manusia karena fungsi dan perannya mencakup berbagai aspek kehidupan serta penghidupan

Lebih terperinci

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.62904/PP/M.IIIB/99/2015. Tahun Pajak : 2011

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.62904/PP/M.IIIB/99/2015. Tahun Pajak : 2011 Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.62904/PP/M.IIIB/99/2015 Jenis Pajak : Gugatan Tahun Pajak : 2011 Pokok Sengketa Menurut Tergugat : bahwa yang menjadi sengketa dalam gugatan ini adalah Penerbitan Surat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa negara Indonesia adalah Negara Hukum (rechstaat) dan bukan merupakan Negara berdasarkan kekuasaan (machtstaat).

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Gedung DitJend. Peraturan Perundang-undangan Jln. Rasuna Said Kav. 6-7, Kuningan, Jakarta Selatan Email: admin@legalitas.org Go Back Tentang Kami Forum Diskusi FAQ Web Mail. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

MATERI PENYULUHAN HUKUM CARA MEMBUAT KONTRAK DI BAWAH TANGAN 1 Oleh: Ahdiana Yuni Lestari, S.H.,M.Hum 2

MATERI PENYULUHAN HUKUM CARA MEMBUAT KONTRAK DI BAWAH TANGAN 1 Oleh: Ahdiana Yuni Lestari, S.H.,M.Hum 2 MATERI PENYULUHAN HUKUM CARA MEMBUAT KONTRAK DI BAWAH TANGAN 1 Oleh: Ahdiana Yuni Lestari, S.H.,M.Hum 2 A. Pengertian Akta di Bawah Tangan Akta di bawah tangan adalah akta yang sengaja dibuat untuk pembuktian

Lebih terperinci

Lampiran 1 Pasal-Pasal KUHP Mengenai Pembuktian dengan Tulisan

Lampiran 1 Pasal-Pasal KUHP Mengenai Pembuktian dengan Tulisan 104 Lampiran 1 Pasal-Pasal KUHP Mengenai Pembuktian dengan Tulisan Pasal 1867 berbunyi, Pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan otentik atau dengan tulisan di bawah tangan. Pasal 1868 berbunyi

Lebih terperinci