HUBUNGAN CURAH HUJAN DENGAN KEJADIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI PROVINSI SUMATERA SELATAN MUHAMMAD DERY FAUZAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HUBUNGAN CURAH HUJAN DENGAN KEJADIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI PROVINSI SUMATERA SELATAN MUHAMMAD DERY FAUZAN"

Transkripsi

1 HUBUNGAN CURAH HUJAN DENGAN KEJADIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI PROVINSI SUMATERA SELATAN MUHAMMAD DERY FAUZAN DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

2

3 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan Curah Hujan dengan Kejadian Kebakaran Hutan dan Lahan di Provinsi Sumatera Selatan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2013 Muhammad Dery Fauzan NIM E

4 ABSTRAK MUHAMMAD DERY FAUZAN. Hubungan Curah Hujan Dengan Kejadian Kebakaran Hutan dan Lahan di Provinsi Sumatera Selatan. Dibimbing oleh ERIANTO INDRA PUTRA. Keberadaan hutan di Indonesia amat rentan terhadap gangguan, terutama kebakaran hutan. Salah satu pemicu terjadinya kebakaran hutan dan lahan adalah kondisi cuaca yang sangat kering pada musim kemarau. Sumatera Selatan merupakan wilayah yang memiliki tingkat kerawanan kebakaran hutan yang tinggi, termasuk kedalam tiga provinsi dengan kebakaran hutan tertinggi di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh curah hujan terhadap kejadian kebakaran di Provinsi Sumatera Selatan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa musim kemarau di Sumatera Selatan terjadi pada bulan Juli sampai September dengan puncak musim kemarau pada bulan Agustus. Jumlah hotspot meningkat antara bulan Mei sampai Oktober, dengan puncak musim kebakaran terjadi pada bulan September. Penelitian ini menunjukkan bahwa ratarata curah hujan harian dan 10 harian dapat digunakan untuk menerangkan kejadian kebakaran. Hasil dari penelitian ini menekankan bahwa kegiatan pencegahan kebakaran di Sumatera Selatan sebaiknya dimulai sejak bulan Mei saat curah hujan mulai menurun dan hotspot mulai meningkat. Kata kunci : curah hujan, hotspot, kebakaran, Sumatera Selatan ABSTRACT MUHAMMAD DERY FAUZAN. The Relation Between Precipitation and Forest and Land Fire Occurrences In South Sumatera Province. Supervised by ERIANTO INDRA PUTRA. Forest existence in Indonesia is vulnerable due to a disturbance, particularly forest fire. One of the causes of forest and land fire is the weather condition which is so fierce in the drought season. South Sumatera is an area with high vulnerability of forest fire, it is included into three provinces with the highest forest fire occurrence in Indonesia. This research aim to analize the influence of precipitation toward the forest and land fire occurrences at South Sumatera province. The result shows that the drought season in South Sumatera occur from July until September, with the peak season at August. The number of hotspot increase between May until October with peak of forest fire occurrence at September, right after the peak of drought season at August. It is clearly showed that daily and 10-daily mean of daily precipitation could be used to explain forest fire occurences. The result of this research emphasize that forest fire prevention in South Sumatera strongly suggested to be started at May when the number of precipitation decrease drastically and the number of hotspot increase. Keywords : forest fire, hotspot, precipitation, South Sumatera

5 HUBUNGAN CURAH HUJAN DENGAN KEJADIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI PROVINSI SUMATERA SELATAN MUHAMMAD DERY FAUZAN Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Silvikultur DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

6

7 Judul Skripsi : Hubungan Curah Hujan dengan Kejadian Kebakaran Hutan dan Lahan di Provinsi Sumatera Selatan Nama : Muhammad Dery Fauzan NIM : E Disetujui oleh Dr Erianto Indra Putra, SHut, MSi Pembimbing I Diketahui oleh Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto, MS Ketua Departemen Silvikultur Tanggal Lulus:

8 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta ala atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah kebakaran hutan, dengan judul Hubungan Curah Hujan dengan Kejadian Kebakaran Hutan dan Lahan di Provinsi Sumatera Selatan. Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada Bapak Dr Erianto Indra Putra SHut, MSi selaku pembimbing, Dr Ir Endes N. Dahlan MS sebagai dosen penguji, dan Dr Ir Sri Wilarso Budi R. MS sebagai ketua pada sidang komprehensif, serta para dosen yang telah memberikan pengajaran yang sangat berharga. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada BMKG, Weather Underground, NASA-FIRMS serta kepada teman-teman Silvikultur 46 yang telah membantu selama pengerjaan skripsi ini. Ungkapan terima kasih yang paling besar disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, September 2013 Muhammad Dery Fauzan

9 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 1 Manfaat Penelitian 1 METODE 2 Lokasi dan Waktu Praktek 2 Alat dan Bahan 2 Analisis Data 2 HASIL DAN PEMBAHASAN 2 Kondisi Umum Provinsi Sumatera Selatan 2 Pola Curah Hujan Provinsi Sumatera Selatan 4 Pola Sebaran Hotspot 6 Pengaruh Curah Hujan terhadap Jumlah Hotspot 8 Analisis Uji Korelasi 11 SIMPULAN DAN SARAN 12 Simpulan 12 Saran 12 DAFTAR PUSTAKA 12 LAMPIRAN 14 RIWAYAT HIDUP 15

10 DAFTAR TABEL 1 Jumlah hotspot di Provinsi Sumatera Selatan periode Jumlah hotspot tertinggi dan jumlah curah hujan di Sumatera Selatan Jumlah hotspot terendah dan jumlah curah hujan di Sumatera Selatan DAFTAR GAMBAR 1 Peta wilayah administratif Provinsi Sumatera Selatan (sumber: Bakosurtanal) 3 2 Pembagian wilayah iklim di Indonesia (Aldrian dan Susanto 2003) 4 3 Grafik Curah hujan pada 3 zona iklim di Indonesia: zona A, zona B, zona C (Aldrian dan Susanto 2003) 5 4 Pola curah hujan zona A (Aldrian dan Susanto 2003) (a) dan pola curah hujan Provinsi Sumatera Selatan hasil penelitian ini (b) 6 5 Pola sebaran hotspot di Sumatera Selatan tahun Grafik rata-rata jumlah curah hujan dan jumlah hotspot harian di Sumatera Selatan periode Grafik rata-rata jumlah curah hujan dan jumlah hotspot 10 harian di Sumatera Selatan periode Grafik rata-rata jumlah curah hujan dan jumlah hotspot bulanan di Sumatera Selatan periode DAFTAR LAMPIRAN 1 Hasil Analisis Uji korelasi Curah Hujan dan Hotspot di Sumatera Selatan. 14

11 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan merupakan salah satu potensi alam terbesar di Indonesia, namun keberadaan hutan di Indonesia amat rentan terhadap gangguan terutama kebakaran hutan. Kebakaran hutan dan lahan merupakan gangguan hutan yang paling merugikan, karena dapat mengganggu stabilitas dan kelestarian hutan. Pencegahan dan pengendalian sangat diperlukan untuk meminimalkan dampak kebakaran hutan dan lahan. Kebakaran hutan di indonesia telah menimbulkan dampak negatif baik dari segi ekologi maupun ekonomi. Kebakaran hutan dan lahan sebagian besar terjadi karena interaksi manusia dengan hutan, namun kebakaran hutan dan lahan dapat terjadi pula karena faktor alam, salah satunya adalah iklim. Iklim merupakan salah satu faktor alami yang dapat menyebabkan terjadinya suatu kebakaran hutan, karena kondisi iklim (suhu, kelembaban, curah hujan, kecepatan angin) dapat mempengaruhi tingkat kekeringan bahan bakar permukaan, banyaknya oksigen yang ada, dan kecepatan penyebaran api (Syaufina 2008). Indonesia memiliki karakterisktik curah hujan yang berbeda pada setiap bulannya. Salah satu pemicu terjadinya kebakaran hutan dan lahan adalah kondisi cuaca yang sangat kering pada musim kemarau. Sumatera Selatan merupakan wilayah yang memiliki tingkat kerawanan kebakaran hutan yang tinggi, termasuk kedalam tiga provinsi dengan kebakaran hutan tertinggi di Indonesia (Kartodiharjo dan Jhamtani 2006). Kondisi iklim Sumatera Selatan yang berada pada daerah tropis memiliki curah hujan serta kelembaban tinggi yang menyebabkan kemungkinan terjadinya kebakaran karena faktor alam sangat kecil terjadi, namun pada kondisi tertentu beberapa daerah di Sumatera Selatan mengalami musim kemarau yang ekstrim, oleh karena itu pemantauan potensi kebakaran hutan harus dilakukan secara berkala. Tujuan Penelitian Pelaksanaan penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh curah hujan terhadap kejadian kebakaran di Provinsi Sumatera Selatan. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai pengaruh curah hujan terhadap kejadian kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Sumatera Selatan, sehingga tindakan pencegahan maupun pemantauan kebakaran hutan dapat lebih mudah dilakukan.

12 2 METODE Lokasi dan Waktu Praktek Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kebakaran Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor pada bulan April 2013 sampai Agustus Alat dan Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa data sekunder: Data curah hujan harian Provinsi Sumatera Selatan periode tahun 2005 sampai dengan 2012 yang diperoleh dari BMKG pusat dan Weather Underground, data sebaran hotspot Provinsi Sumatera Selatan periode tahun 2005 sampai dengan 2012 yang diperoleh dari NASA- FIRMS MODIS hotspot dataset. Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat tulis, seperangkat komputer dengan beberapa perangkat program, yaitu Arc ViewGIS 3.3 untuk pengolahan dalam format Sistem Informasi Geografis (SIG), MS Excel untuk pengolahan grafik dan tabulasi, dan MINITAB 16 untuk analisis uji korelasi. Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis deskriptif dan statistik. Analisis data yang pertama dilakukan adalah pemetaan sebaran hotspot harian di Provinsi Sumatera Selatan pada tahun dan dengan menggunakan data hotspot MODIS. Setelah itu dilakukan perhitungan nilai ratarata hotspot harian, 10 harian, dan bulanan di Provinsi Sumatera Selatan pada periode tahun dengan menggunakan Arc ViewGIS 3.3, dan perhitungan nilai rata-rata curah hujan harian, 10 harian, dan bulanan di Provinsi Sumatera Selatan pada periode tahun Perhitungan data harian, 10 harian, dan bulanan atau disebut metode dasarian merupakan metode yang digunakan pada analisis curah hujan yang dilakukan oleh BMKG. Analisis data berikutnya yaitu Analisis uji korelasi menggunakan software MINITAB 16. Analisis uji korelasi dilakukan untuk mengetahui tingkat hubungan antara parameter curah hujan dan hotspot, yang dilakukan menggunakan rata-rata harian, 10 harian, dan bulanan. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Provinsi Sumatera Selatan Provinsi Sumatera Selatan merupakan bagian dari Pulau Sumatera yang mempunyai luas wilayah km 2, terletak pada 1 LS-4 LS dan 102 BT- 106 BT. Di sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi Jambi, di sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Kepulauan Bangka dan Belitung, di sebelah Selatan berbatasan dengan Provinsi Lampung, dan di sebelah Barat berbatasan langsung

13 dengan Provinsi Bengkulu (Dishubkominfo Provinsi Sumatera Selatan) (Gambar 1). 3 Gambar 1 Peta wilayah administratif Provinsi Sumatera Selatan (sumber: Bakosurtanal) Provinsi Sumatera Selatan memiliki luas daratan sebesar hektar dan dialiri banyak sungai, salah satunya yaitu sungai Musi yang merupakan sungai terpanjang di Pulau sumatera dengan panjang sekitar 750 km. Provinsi Sumatera Selatan mempunyai iklim tropis dan basah. Faktor alam berupa kondisi iklim selama ini memberikan peranan yang besar sebagai faktor pemicu terjadinya kebakaran hutan dan lahan. Sumatera Selatan sebagai kawasan tropis, memiliki dua musim yang ekstrim antara musim hujan dan kemarau. Pada musim kemarau merupakan periode rawan terjadi kebakaran hutan dan lahan meskipun tidak setiap tahun terjadi kemarau panjang. Luas wilayah Provinsi Sumatera Selatan sebagian besar masih merupakan areal hutan dengan luas lebih dari separuh luas wilayah daratan di Sumatera Selatan yang mencapai ha atau sebesar 43 persen. Kawasan hutan di Provinsi Sumatera Selatan terdiri dari hutan lindung, hutan konservasi, dan hutan produksi. Tutupan lahan di Provinsi Sumatera Selatan didominasi oleh lahan gambut, namun banyak juga lahan yang di dominasi oleh alang-alang dan semak. Banyaknya lahan-lahan tidur di Sumatera Selatan yang umumnya didominasi jenis alang-alang dan semak belukar serta adanya kegiatan perambahan dan penebangan liar semakin mempertinggi tingkat resiko kebakaran hutan dan lahan. Kondisi geomorphologis berupa tipe lahan basah gambut yang cukup luas mendominasi empat kabupaten, yaitu Kabupaten Musi Banyuasin, Banyuasin, Ogan Ilir dan Ogan Komering Ilir (Dishubkominfo Provinsi Sumatera Selatan). Selama ini diketahui bahwa lahan gambut mudah terbakar pada saat kering dan

14 4 menjadi sumber utama terjadinya kabut asap pada musim kebakaran hutan dan lahan. Tipologi lahan basah gambut yang masih asli dan belum banyak campur tangan manusia sebenarnya merupakan kawasan yang tidak mudah terbakar, karena intensitas penggenangan air yang lama hampir sepanjang tahun menjadikan kawasan ini memiliki kelembaban yang tinggi. Namun adanya perubahan keseimbangan ekosistem sebagai akibat pembuatan kanal-kanal besar untuk pemukiman transmigrasi di sebagian lahan basah gambut di daerah Ogan Komering Ilir, Banyuasin dan Musi Banyuasin, maka cadangan air di areal tersebut segera terbuang melalui kanal-kanal, sehingga pada musim kemarau lahan basah ini menjadi kering dan mudah terbakar. Pengusahaan hutan pada hutan rawa gambut juga memberikan kontribusi terhadap perubahan ekosistem lahan basah tersebut sehingga menjadi ekosistem yang rawan terhadap kebakaran (Noor et al. 2008). Pola Curah Hujan Provinsi Sumatera Selatan Provinsi Sumatera Selatan termasuk kedalam wilayah beriklim tropis dengan rata-rata curah hujan tahunannya sebanyak mm yang dipengaruhi oleh musim hujan dan musim kemarau. Zona iklim di wilayah Indonesia menurut Aldrian dan Susanto (2003) terbagi menjadi tiga zona, yaitu zona A (selatan Indonesia dari Sumatera bagian selatan ke Pulau Timor, Kalimantan bagian selatan, Sulawesi dan sebagian dari Irian Jaya), zona B (Indonesia barat daya, Sumatera bagian utara dan Kalimantan bagian timur laut), dan zona C (Maluku dan sebagian dari Sulawesi) (Gambar 2). Gambar 2 Pembagian wilayah iklim di Indonesia (Aldrian dan Susanto 2003)

15 Zona A merupakan wilayah dengan curah hujan maksimum pada bulan Desember/Januari/Februari (DJF) dan minimum pada bulan Juli/Agustus/September (JAS) (Gambar 3). Hal ini mengilustrasikan dua zona monsun: monsun basah dari November hingga Maret (NDJFM) dan monsun kering dari Mei hingga September (MJJAS). Siklus tahunan zona B mempunyai dua puncak pada bulan Oktober/November/Desember (OND) dan juga pada bulan Maret/April/Mei (MAM). Perbedaan yang cukup mencolok terdapat di zona C dimana daerah ini mempunyai satu puncak pada bulan Mei/Juni/Juli (Gambar 3) (Aldrian dan Susanto 2003). 5 Gambar 3 Grafik Curah hujan pada 3 zona iklim di Indonesia: zona A, zona B, zona C (Aldrian dan Susanto 2003) Data jumlah curah hujan rata-rata bulanan dari tahun 2005 sampai tahun 2012 menunjukan bahwa pola curah hujan di Provinsi Sumatera Selatan memiliki pola yang sama dengan siklus curah hujan zona A (Gambar 4). Menurut Schmidt dan Ferguson (1951), kriteria curah hujan bulanan terbagi menjadi tiga yaitu: Bulan basah (CH >100 mm), bulan lembab (CH antara mm), dan bulan kering (CH <60 mm). Rata-rata curah hujan bulanan di Sumatera Selatan pada periode tahun 2005 sampai dengan 2012 adalah mm. Curah hujan tinggi (>100 mm) di Sumatera Selatan terjadi pada bulan November-April, sedangkan curah hujan rendah (<100 mm) terjadi pada bulan Juli September (Gambar 4). Pola hujan di Sumatera Selatan termasuk kedalam pola hujan monsun. Gambar 4 menunjukan perbedaan yang jelas antara periode musim hujan dan periode musim kemarau. Pola hujan monsun memiliki tipe curah hujan yang bersifat unimodial (satu puncak musim hujan), musim hujan pada bulan Desember/Januari/Februari (DJF) dan musim kemarau pada bulan Juni/Juli/Agustus (JJA) (Tjasyono 2004). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa puncak curah hujan di Sumatera Selatan terjadi pada bulan Maret, sedangkan puncak musim kemarau pada saat curah hujan mencapai titik paling rendah yaitu pada bulan Agustus.

16 6 (a) (b) Gambar 4 Pola curah hujan zona A (Aldrian dan Susanto 2003) (a) dan pola curah hujan Provinsi Sumatera Selatan hasil penelitian ini (b) Pola Sebaran Hotspot Hotspot pada dasarnya merupakan sebuah titik panas, namun banyak orang yang salah mengartikannya sebagai titik api. Menurut menhut No. P12/Pmenhut- II/2009 Pasal 1 angka 9, titik panas atau hotspot adalah indikator kebakaran hutan yang mendeteksi suatu lokasi yang memiliki suhu relatif lebih tinggi dibandingkan suhu di sekitarnya. Data hotspot dapat dijadikan sebagai salah satu indikator tentang kemungkinan terjadinya kebakaran sehingga perlu dilakukan analisa, pemantauan, dan terkadang dilakukan cek lapangan (ground surveying) untuk mengetahui apakah diperlukan tindakan penanggulangan dini khususnya pada saat musim kemarau dimana penyebaran api sangat cepat (Adinugroho et al. 2005). Menurut Davis et al. (2009) titik hotspot dideteksi oleh MODIS menggunakan Terra (EOS AM) dan Aqua (EOS PM) dari NASA Earth Observing System (EOS). MODIS akan mendeteksi suatu objek di permukaan bumi yang memiliki suhu relatif lebih tinggi dibandingkan dengan suhu sekitarnya. Suhu yang dideteksi adalah 320 K (siang) dan 315 K (malam) untuk sebuah hotspot. Hotspot MODIS terdeteksi pada ukuran 1 km x 1 km atau 1 km 2 sehingga setiap hotspot atau kebakaran yang terdeteksi diwakili oleh 1 km piksel, MODIS memiliki beberapa kelebihan yaitu lebih banyaknya spektral panjang gelombang dan lebih telitinya cakupan lahan serta lebih seringnya frekuensi pengamatan (Solichin et al. 2007). Hotspot di Sumatera Selatan selalu ditemukan pada periode tahun (Gambar 4). Banyaknya jumlah hotspot di Sumatera Selatan bersifat fluktuatif dari tahun Gambar 4 menunjukkan perbedaan yang cukup terlihat pada tahun 2006, pada peta sebaran hotspot tahun 2006 terlihat bahwa terdapat banyak titik hotspot yang ditemukan, kondisi sebaliknya terlihat pada tahun 2010 dimana pada peta sebaran hotspot terlihat bahwa titik panas yang ditemukan relatif sedikit sehingga dapat dikatakan bahwa tahun 2006 memiliki

17 sebaran hotspot yang tertinggi, dan tahun 2010 memiliki sebaran hotspot yang paling rendah. 7 Gambar 5 Pola sebaran hotspot di Sumatera Selatan tahun Menurut data jumlah hotspot, kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Sumatera Selatan terbesar terjadi pada tahun 2006, Tabel 1 menunjukan bahwa tahun 2006 memiliki jumlah hotspot yang terbesar yaitu titik, dan jumlah terendah pada tahun 2010 yaitu sebanyak 930 titik. Faktor utama yang mempengaruhi perilaku kebakaran hutan yaitu bahan bakar (kadar air, jumlah, ukuran, dan susunan bahan bakar), kondisi cuaca (suhu, curah hujan, kelembaban, dan angin), dan topografi (Wibowo 2003). Table 1 Jumlah hotspot di Provinsi Sumatera Selatan periode Tahun Jumlah Hotspot Curah Hujan (mm) Sumber : Hasil Pengolahan Data

18 8 Pengaruh Curah Hujan terhadap Jumlah Hotspot Hasil perhitungan jumlah rata-rata curah hujan harian dan jumlah rata-rata hostpot harian disajikan pada Gambar 6. Puncak tertinggi jumlah hotspot berada antara hari ke , dimana jumlah curah hujan berada dibawah angka ratarata harian yaitu sebesar 5.8 mm, sedangkan jumlah hotspot terendah berada antara hari ke , atau pada saat jumlah curah hujan berada diatas rata-rata harian yaitu 5.8 mm Hari Hotspot CH Rata-rata CH Gambar 6 Grafik rata-rata jumlah curah hujan harian dan jumlah hotspot harian di Sumatera Selatan periode Hasil perhitungan jumah curah hujan rata-rata setiap 10 harian dan jumlah hotspot rata-rata tiap 10 harian juga menunjukkan perbandingan yang sama dengan hasil perhitungan jumlah rata-rata curah hujan harian dan jumlah rata-rata hostpot harian (Gambar 7). Pucak tertinggi jumlah hotspot berada antara bulan Agustus Oktober, dimana jumlah curah hujan berada dibawah angka rata-rata 10 harian yaitu sebesar 5.8 mm, sedangkan jumlah hotspot terendah berada antara bulan Desember Maret, dimana jumlah curah hujan berada diatas rata-rata harian yaitu 5.8 mm. Gambar 7 menunjukkan bahwa jumlah hotspot mulai mengalami kenaikan pada bulan Juni, dan terus naik sampai titik tertinggi pada bulan Agustus, lalu akan mengalami penurunan kembali pada bulan November sampai pada akhir musim hujan sekitar bulan Maret. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata curah hujan 10 harian memiliki pengaruh terhadap jumlah rata-rata hotspot 10 harian yang ditemukan pada periode tahun

19 9 Gambar 7 Grafik rata-rata jumlah curah hujan 10 harian dan jumlah hotspot 10 harian di Sumatera Selatan periode Hasil perhitungan jumlah rata-rata curah hujan bulanan dan jumlah rata-rata hostpot bulanan disajikan pada Gambar 8. Pucak tertinggi jumlah hotspot berada pada bulan September, dimana jumlah curah hujan berada dibawah angka 100 mm (bulan lembab dan bulan kering), sedangkan jumlah hotspot terendah berada pada bulan Januari, dimana jumlah curah hujan berada diatas angka 100 mm (bulan basah). Gambar 8 menunjukan bahwa curah hujan bulanan berbanding terbalik dengan hotspot bulanan, dimana apabila jumlah curah hujan naik, maka jumlah hotspot yang ditemukan akan menurun, dan sebaliknya apabila jumlah curah hujan turun, makan jumlah hotspot akan mengalami kenaikan. Gambar 8 Grafik rata-rata jumlah curah hujan bulanan dan jumlah hotspot bulanan di Sumatera Selatan periode

20 10 Jumlah hotspot di Sumatera Selatan umumnya meningkat pada saat curah hujan berada dibawah rata-rata (rendah) (Tabel 2). Tabel 2 menunjukkan bahwa jumlah hotspot tertinggi pada setiap tahunnya terjadi pada bulan Agustus Oktober, pada bulan-bulan tersebut terjadi musim kemarau di Provinsi Sumatera Selatan. Tabel 2 Jumlah hotspot tertinggi dan jumlah curah hujan di Sumatera Selatan Tahun Bulan Jumlah Hotspot Curah Hujan (mm) 2005 September Oktober September September September Agustus September September Sumber : Hasil Pengolahan Data Jumlah hotspot di Sumatera Selatan berada pada jumlah terendah pada saat curah hujan berada diatas rata-rata (tinggi) (Tabel 3). Tabel 3 menunjukkan bahwa jumlah hotspot terendah pada setiap tahunnya terjadi pada bulan November Februari, pada bulan-bulan tersebut terjadi musim hujan di Provinsi Sumatera Selatan. Tabel 3 Jumlah hotspot terendah dan jumlah curah hujan di Sumatera Selatan Tahun Bulan Jumlah Hotspot Curah Hujan (mm) 2005 Februari Januari Januari Desember Januari November Januari Desember Sumber : Hasil Pengolahan Data

21 Jumlah curah hujan dan jumlah hotspot di Provinsi Sumatera Selatan pada periode 2005 sampai 2012 bersifat fluktuatif setiap tahunnya. Hasil perhitungan menunjukan bahwa tahun 2006 menjadi tahun dengan jumlah hotspot tertinggi sepanjang periode Curah hujan dan kelembaban udara sangat berkaitan dengan musim kebakaran hutan, karena mempengaruhi bahan bakar dan faktor cuaca lainnya. Bahan bakar akan menyerap air dari udara yang lembab dan melepaskan uap air ke udara yang kering. Iklim tropis yang dimiliki Indonesia secara umum menimbulkan dua musim, yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Kebakaran hutan biasanya terjadi pada saat musim kemarau. Dalam situasi tertentu sering terjadi suasana kekeringan yang amat tajam dimana curah hujan sedemikian rendahnya. Pada situasi semacam itu umumnya kondisi kelembaban udara juga relatif rendah sehingga suasana kering tersebut merupakan saat yang sangat rawan bagi penularan dan penyebaran api. Pada musim kering kelembaban udara akan menentukan jumlah kadar air yang terkandung dalam bahan bakar, sehingga dapat menjadi indikator bahaya kebakaran. Menurut Syaufina (2008), curah hujan merupakan unsur iklim yang memiliki korelasi yang tinggi dengan kejadian kebakaran hutan dan curah hujan merupakan faktor yang paling tinggi dalam menentukan akumulasi bahan bakar. Gambar 6, 7, dan 8 menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai curah hujan maka jumlah hotspot akan semakin menurun, dan sebaliknya semakin rendah nilai curah hujan maka jumlah hotspot cenderung naik. Hal ini menunjukkan bahwa curah hujan memiliki keterkaitan dengan kejadian kebakaran. Menurut Brown dan Davis (1973), faktor dominan yang menentukan potensi terjadinya kebakaran adalah keadaan cuaca di mana kebakaran hutan sering terjadi pada cuaca yang cocok untuk terjadinya kebakaran. Kebakaran terjadi pada buan-bulan yang memiliki curah hujan yg rendah pada musim kemarau. Menurut Syaufina (2008) luas dan frekuensi kebakaran hutan tertinggi terjadi pada bulan-bulan dengan curah hujan rendah (kurang dari 60 mm), pada periode tersebut terjadi pengeringan bahan bakar yang intensif. Analisis Uji Korelasi Perhitungan Analisis uji korelasi dan P-value digunakan untuk mengetahui tingkat keterkaitan antara parameter curah hujan dan hotspot. Nilai R-square yang rendah pada uji korelasi antara curah hujan dan kejadian kebakaran baik pada kejadian harian, 10 harian dan bulanan menunjukan bahwa lebih banyak faktor lain yang menyebabkan kejadian kebakaran daripada faktor curah hujan. R-square cukup besar hanya ditunjukkan oleh hubungan antara curah hujan bulanan dengan kejadian hotspot bulanan (R-square = 31.7%) sedangkan R-square untuk 10 harian sebesar 16.3%, dan untuk harian sebesar 4.7%. Untuk itu dilakukan pengamatan terhadap nilai P-value untuk menentukan keeratan pengaruh curah hujan terhadap kejadian kebakaran. Pada parameter nilai rata-rata jumlah curah hujan dan jumlah hotspot harian, nilai P-value yang di dapat yaitu sebesar Nilai P-value yang kurang dari 0.05 pada parameter rataan curah hujan dan jumlah hotspot harian, menunjukkan bahwa curah hujan harian mempengaruhi kejadian hotspot harian. Pada parameter nilai rata-rata jumlah curah hujan dan jumlah hotspot 10 harian, nilai P-value yang di dapat yaitu sebesar Nilai P-value yang kurang dari 11

22 pada parameter rataan curah hujan dan jumlah hotspot 10 harian menunjukkan bahwa curah hujan mempengaruhi kejadian hotspot 10 harian di Sumsel pada periode Hasil Analisis uji korelasi yang berbeda didapat pada parameter nilai ratarata jumlah curah hujan dan jumlah hotspot per bulan, nilai P-value yang di dapat yaitu sebesar Hal ini menunjukkan bahwa curah hujan harian dan 10 harian lebih dapat digunakan untuk menunjukkan kejadian kebakaran di Sumatera Selatan dibandingkan dengan parameter bulanan. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Dari penelitian yang berjudul Hubungan Curah Hujan dengan Kejadian Kebakaran di Provinsi Sumatera Selatan ini dapat disimpulkan bahwa musim kemarau di Sumatera Selatan terjadi pada bulan Juli sampai September dengan puncak musim kemarau pada bulan Agustus. Jumlah hotspot meningkat antara bulan Mei sampai Oktober mengikuti pola curah hujan yang rendah pada bulanbulan tersebut. Puncak musim kebakaran di Sumatera Selatan terjadi pada bulan September setelah terjadinya puncak musim kemarau di bulan Agustus. Perhitungan hasil analisis uji korelasi nilai P-value yang kurang dari 0.05 pada parameter rataan curah hujan dan jumlah hotspot harian dan pada parameter rataan curah hujan dan jumlah hotspot 10 harian menunjukkan bahwa curah hujan harian dan 10 harian mempengaruhi kejadian hotspot harian dan 10 harian. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menambahkan parameterparameter lain seperti suhu dan kecepatan angin, dan penelitian lebih lanjut pada daerah-daerah lain yang memiliki tingkat kerawanan kebakaran yang tinggi. Pengawasan kebakaran perlu lebih ditingkatkan mulai bulan Mei sampai Oktober, karena pada bulan tersebut curah hujan di Sumatera Selatan menurun dan hotspot berada pada jumlah yang tinggi. DAFTAR PUSTAKA Adinugroho WC, Saharjo BH, Siboro L, Suryadiputra INN Panduan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut. Bogor (ID): Wetlands Internasional. Aldrian E, Susanto RD Identification of Three Dominant Precipitation Regions Within Indonesia and their Relationship to Sea Surface Temperature. Int J Climatol 23: [Bakosurtanal] Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional. Peta Provinsi Sumatera Selatan [Internet]. [diunduh 19 Sep 2013]. Tersedia pada: Brown AA and KP Davis Forest Fire Control and Use. New York (US): McGraw-Hill.

23 [Dishubkominfo] Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Provinsi Sumatera Selatan. Sekilas Sumsel [Internet]. [diakses 2013 Agu 8]. Tersedia pada: Kartodihardjo dan Jhamtani, Politik Lingkungan dan Kekuasaan di Indonesia. Jakarta (ID): PT Equinox Publishing Indonesia. Noor YR, Kaat A, Silvius M, Tol S, Widyastuti W Seputar Gambut di Asia Tenggara, Khususnya Indonesia. Palangka Raya (ID): Central Kalimantan Peatlands Project (CKPP). Schmidt FH, and JHA Ferguson Rainfall Type Based on Wet and Dry Period Ratio for Indonesia with Western New Gurinea. Kementerian Perhubungan. Jakarta (ID): Jawatan Meteorologi dan Geofisika. Solichin, Hasanuddin, dan Christiana Panduan Pengumpulan Informasi Kebakaran Hutan dan Lahan melalui Internet. Palembang (ID): SSFFMP. Syaufina L Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia: Perilaku Api, Penyebab, dan Dampak Kebakaran. Malang (ID): Bayumedia Publishing. Tjasyono B Klimatologi. Cetakan ke-2. Bandung (ID): ITB Press. Wibowo A Permasalahan dan Pengendalian Kebakaran Hutan di Indonesia. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. 13

24 14 Lampiran 1 Hasil Analisis Uji korelasi Curah Hujan dan Hotspot di Sumatera Selatan. A. Harian Predictor Coef SE Coef T P CH R-Sq = 4.7% R-Sq(adj) = 4.5% B. 10 Harian Predictor Coef SE Coef T P CH R-Sq = 16.3% R-Sq(adj) = 14.0% C. Bulanan Predictor Coef SE Coef T P CH R-Sq = 31.7% R-Sq(adj) = 24.8%

25 15 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 25 April 1991 dari ayah Mamduh Saefullah dan ibu Euis Ratna Dewi N. penulis adalah putra pertama dari tiga bersaudara. Tahun 2003 penulis lulus dari SMP Negeri 1 kota Bogor. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 3 Kota Bogor dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Ujian Talenta Mandiri IPB dan diterima di Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum kebakaran hutan tahun ajaran , dan asisten praktikum pemantauan kesehatan hutan tahun ajaran Penulis juga pernah aktif sebagai pengurus Tree Grower Community (TGC) yaitu himpunan mahasiswa silvikultur IPB. Bulan Juli 2011 penulis melakukan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan di Taman Wisata Alam Tangkuban Parahu Bandung, dan KPH Cikiong Jawa Barat. Bulan Juli-Agustus 2012 penulis melakukan Praktik Pengelolaan Hutan di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi, dan Perum Perhutani Cianjur. Bulan Februari-April 2013 penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan di IUPHHK- HA PT. East Point Indonesia Kalimantan Tengah dengan judul Perlindungan Hutan di IUUPHK-HA PT. East Point Indonesia.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 16 5.1 Hasil 5.1.1 Pola curah hujan di Riau BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Data curah hujan bulanan dari tahun 2000 sampai dengan 2009 menunjukkan bahwa curah hujan di Riau menunjukkan pola yang sama dengan

Lebih terperinci

HUBUNGAN CURAH HUJAN DAN TITIK PANAS (HOTSPOT) DALAM KAITANNYA DENGAN TERJADINYA KEBAKARAN DI PROVINSI ACEH DESI MARDIANI

HUBUNGAN CURAH HUJAN DAN TITIK PANAS (HOTSPOT) DALAM KAITANNYA DENGAN TERJADINYA KEBAKARAN DI PROVINSI ACEH DESI MARDIANI HUBUNGAN CURAH HUJAN DAN TITIK PANAS (HOTSPOT) DALAM KAITANNYA DENGAN TERJADINYA KEBAKARAN DI PROVINSI ACEH DESI MARDIANI DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebakaran Hutan 2.1.1 Definisi Menurut Brown dan Davis (1973) dalam Yonatan (2006) kebakaran hutan adalah suatu proses reaksi cepat dari oksigen dengan unsur-unsur lain ditandai

Lebih terperinci

HUBUNGAN CURAH HUJAN DAN TITIK PANAS (HOTSPOT) DALAM KAITANNYA DENGAN TERJADINYA KEBAKARAN DI PROVINSI RIAU TAHUN 2013 LAKSMI DEWANTI

HUBUNGAN CURAH HUJAN DAN TITIK PANAS (HOTSPOT) DALAM KAITANNYA DENGAN TERJADINYA KEBAKARAN DI PROVINSI RIAU TAHUN 2013 LAKSMI DEWANTI HUBUNGAN CURAH HUJAN DAN TITIK PANAS (HOTSPOT) DALAM KAITANNYA DENGAN TERJADINYA KEBAKARAN DI PROVINSI RIAU TAHUN 2013 LAKSMI DEWANTI DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 22 BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1 Luas dan Lokasi Wilayah Merang Peat Dome Forest (MPDF) memiliki luas sekitar 150.000 ha yang terletak dalam kawasan Hutan Produksi (HP) Lalan di Kecamatan

Lebih terperinci

VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI

VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

Hubungan Suhu Muka Laut Perairan Sebelah Barat Sumatera Terhadap Variabilitas Musim Di Wilayah Zona Musim Sumatera Barat

Hubungan Suhu Muka Laut Perairan Sebelah Barat Sumatera Terhadap Variabilitas Musim Di Wilayah Zona Musim Sumatera Barat 1 Hubungan Suhu Muka Laut Perairan Sebelah Barat Sumatera Terhadap Variabilitas Musim Di Wilayah Zona Musim Sumatera Barat Diyas Dwi Erdinno NPT. 13.10.2291 Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi Dan Geofisika,

Lebih terperinci

PENGARUH ANOMALI SEA SURFACE TEMPERATURE (SST) DAN CURAH HUJAN TERHADAP POTENSI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI PROVINSI RIAU EREKSO HADIWIJOYO

PENGARUH ANOMALI SEA SURFACE TEMPERATURE (SST) DAN CURAH HUJAN TERHADAP POTENSI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI PROVINSI RIAU EREKSO HADIWIJOYO PENGARUH ANOMALI SEA SURFACE TEMPERATURE (SST) DAN CURAH HUJAN TERHADAP POTENSI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI PROVINSI RIAU EREKSO HADIWIJOYO DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. non hutan atau sebaliknya. Hasilnya, istilah kebakaran hutan dan lahan menjadi. istilah yang melekat di Indonesia (Syaufina, 2008).

TINJAUAN PUSTAKA. non hutan atau sebaliknya. Hasilnya, istilah kebakaran hutan dan lahan menjadi. istilah yang melekat di Indonesia (Syaufina, 2008). 3 TINJAUAN PUSTAKA Kebakaran hutan didefenisikan sebagai suatu kejadian dimana api melalap bahan bakar bervegetasi, yang terjadi didalam kawasan hutan yang menjalar secara bebas dan tidak terkendali di

Lebih terperinci

Pendugaan Emisi Karbon (CO 2 ) akibat Kebakaran Hutan dan Lahan pada Berbagai Tipe Penutupan Lahan di Propinsi Riau Tahun

Pendugaan Emisi Karbon (CO 2 ) akibat Kebakaran Hutan dan Lahan pada Berbagai Tipe Penutupan Lahan di Propinsi Riau Tahun JURNAL 130 Bambang SILVIKULTUR Hero Saharjo TROPIKA et al. J.Silvikultur Tropika Vol. 04 No. 3 Desember 2013, Hal. 130 135 ISSN: 2086-8227 Pendugaan Emisi Karbon (CO 2 ) akibat Kebakaran Hutan dan Lahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Sumatera Selatan secara astronomis berada pada posisi 1 35 LS 5 LS dan 102 25 BT - 106 BT. Iklim daerah ini tropis dan basah, musim hujan terjadi antara

Lebih terperinci

PENYEBAB KEBAKARAN HUTAN DI KAWASAN HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, JAWA BARAT ALDI YUSUP

PENYEBAB KEBAKARAN HUTAN DI KAWASAN HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, JAWA BARAT ALDI YUSUP PENYEBAB KEBAKARAN HUTAN DI KAWASAN HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, JAWA BARAT ALDI YUSUP DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

Lebih terperinci

PENGARUH DIPOLE MODE TERHADAP CURAH HUJAN DI INDONESIA

PENGARUH DIPOLE MODE TERHADAP CURAH HUJAN DI INDONESIA Pengaruh Dipole Mode Terhadap Curah Hujan di Indonesia (Mulyana) 39 PENGARUH DIPOLE MODE TERHADAP CURAH HUJAN DI INDONESIA Erwin Mulyana 1 Intisari Hubungan antara anomali suhu permukaan laut di Samudra

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. wilayah Sumatera dan Kalimantan. Puncak jumlah hotspot dan kebakaran hutan

PENDAHULUAN. wilayah Sumatera dan Kalimantan. Puncak jumlah hotspot dan kebakaran hutan PENDAHULUAN Latar Belakang Kebakaran hutan akhir-akhir ini sering terjadi di Indonesia khususnya di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Puncak jumlah hotspot dan kebakaran hutan dan lahan pada periode 5 tahun

Lebih terperinci

PEMETAAN DAERAH RAWAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI KABUPATEN TOBA SAMOSIR PROVINSI SUMATERA UTARA SKRIPSI

PEMETAAN DAERAH RAWAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI KABUPATEN TOBA SAMOSIR PROVINSI SUMATERA UTARA SKRIPSI PEMETAAN DAERAH RAWAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI KABUPATEN TOBA SAMOSIR PROVINSI SUMATERA UTARA SKRIPSI Oleh MAYA SARI HASIBUAN 071201044 PROGRAM STUDI MANAJEMEN HUTAN DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebakaran Hutan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Definisi dan Tipe Kebakaran Hutan dan Lahan Kebakaran hutan adalah sebuah kejadian terbakarnya bahan bakar di hutan oleh api dan terjadi secara luas tidak

Lebih terperinci

POTENSI KEBAKARAN HUTAN DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO BERDASARKAN CURAH HUJAN DAN SUMBER API SELVI CHELYA SUSANTY

POTENSI KEBAKARAN HUTAN DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO BERDASARKAN CURAH HUJAN DAN SUMBER API SELVI CHELYA SUSANTY POTENSI KEBAKARAN HUTAN DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO BERDASARKAN CURAH HUJAN DAN SUMBER API SELVI CHELYA SUSANTY DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 POTENSI

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5. Sebaran Hotspot Tahunan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Potensi kebakaran hutan dan lahan yang tinggi di Provinsi Riau dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: penggunaan api, iklim, dan perubahan tata guna

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Lahan gambut merupakan salah satu tipe ekosistem yang memiliki kemampuan menyimpan lebih dari 30 persen karbon terestrial, memainkan peran penting dalam siklus hidrologi serta

Lebih terperinci

III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1. Letak dan Luas Lokasi penelitian terletak di dalam areal IUPHHK PT. Sari Bumi Kusuma Unit Seruyan (Kelompok Hutan Sungai Seruyan Hulu) yang berada pada koordinat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebakaran hutan dan Lahan 2.1.1 Pengertian dan Proses Terjadinya Kebakaran Hutan dan Lahan Kebakaran hutan oleh Brown dan Davis (1973) dalam Syaufina (2008) didefinisikan

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN VEGETASI BERDASARKAN NILAI NDVI DAN FAKTOR BIOFISIK LAHAN DI CAGAR ALAM DOLOK SIBUAL-BUALI SKRIPSI

ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN VEGETASI BERDASARKAN NILAI NDVI DAN FAKTOR BIOFISIK LAHAN DI CAGAR ALAM DOLOK SIBUAL-BUALI SKRIPSI ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN VEGETASI BERDASARKAN NILAI NDVI DAN FAKTOR BIOFISIK LAHAN DI CAGAR ALAM DOLOK SIBUAL-BUALI SKRIPSI Oleh : Ardiansyah Putra 101201018 PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.. Parameter Curah Hujan model REMO Data curah hujan dalam keluaran model REMO terdiri dari 2 jenis, yaitu curah hujan stratiform dengan kode C42 dan curah hujan konvektif dengan

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Geografis Kabupaten Bandung terletak di Provinsi Jawa Barat, dengan ibu kota Soreang. Secara geografis, Kabupaten Bandung berada pada 6 41 7 19 Lintang

Lebih terperinci

ANALISIS HUBUNGAN CURAH HUJAN DENGAN DISTRIBUSI DAN KEMUNCULAN TITIK PANAS (HOTSPOT) UNTUK DETEKSI DINI DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR MIRZHA HANIFAH

ANALISIS HUBUNGAN CURAH HUJAN DENGAN DISTRIBUSI DAN KEMUNCULAN TITIK PANAS (HOTSPOT) UNTUK DETEKSI DINI DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR MIRZHA HANIFAH ANALISIS HUBUNGAN CURAH HUJAN DENGAN DISTRIBUSI DAN KEMUNCULAN TITIK PANAS (HOTSPOT) UNTUK DETEKSI DINI DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR MIRZHA HANIFAH DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Analisis Karakteristik Intensitas Curah Hujan di Kota Bengkulu

Analisis Karakteristik Intensitas Curah Hujan di Kota Bengkulu Analisis Karakteristik Intensitas Curah Hujan di Kota Bengkulu Arif Ismul Hadi, Suwarsono dan Herliana Abstrak: Penelitian bertujuan untuk memperoleh gambaran siklus bulanan dan tahunan curah hujan maksimum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit akibat virus yang ditularkan oleh vektor nyamuk dan menyebar dengan cepat. Data menunjukkan peningkatan 30 kali lipat dalam

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Lokasi penelitian ini meliputi wilayah Kota Palangkaraya, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Katingan, Kabupaten

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 7 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum dan Distribusi Titik Panas (hotspot)provinsi Jambi Provinsi Jambi secara geografis terletak antara 0 o 45-2 o 45 LS dan 101 o 104 o 55 BT, terletak di tengah Pulau Sumatera

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

POLA ANGIN DARAT DAN ANGIN LAUT DI TELUK BAYUR. Yosyea Oktaviandra 1*, Suratno 2

POLA ANGIN DARAT DAN ANGIN LAUT DI TELUK BAYUR. Yosyea Oktaviandra 1*, Suratno 2 POLA ANGIN DARAT DAN ANGIN LAUT DI TELUK BAYUR Yosyea Oktaviandra 1*, Suratno 2 1 Jurusan Klimatologi, Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Jakarta 2 Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi

Lebih terperinci

PENYUSUNAN PETA ZONA AGROEKOLOGI (ZAE) DAERAH TANGKAPAN AIR DANAU TOBA SKRIPSI OLEH: KHAIRULLAH AGROEKOTEKNOLOGI

PENYUSUNAN PETA ZONA AGROEKOLOGI (ZAE) DAERAH TANGKAPAN AIR DANAU TOBA SKRIPSI OLEH: KHAIRULLAH AGROEKOTEKNOLOGI PENYUSUNAN PETA ZONA AGROEKOLOGI (ZAE) DAERAH TANGKAPAN AIR DANAU TOBA SKRIPSI OLEH: KHAIRULLAH 100301230 AGROEKOTEKNOLOGI Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Program Studi

Lebih terperinci

ANALISIS CURAH HUJAN, TIPE IKLIM DAN EVAPOTRANSPIRASI POTENSIAL UNTUK KOTA MEDAN

ANALISIS CURAH HUJAN, TIPE IKLIM DAN EVAPOTRANSPIRASI POTENSIAL UNTUK KOTA MEDAN ANALISIS CURAH HUJAN, TIPE IKLIM DAN EVAPOTRANSPIRASI POTENSIAL UNTUK KOTA MEDAN TUGAS MINI RISET METEOROLOGI DAN KLIMATOLOGI Disusun Oleh : Samuel Novan Manik 3173331043 JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI FAKULTAS

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 8 eigenvalue masing-masing mode terhadap nilai total eigenvalue (dalam persen). PC 1 biasanya menjelaskan 60% dari keragaman data, dan semakin menurun untuk PC selanjutnya (Johnson 2002, Wilks 2006, Dool

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

INFORMASI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN BERDASARKAN INDEKS KEKERINGAN DAN TITIK PANAS DI KABUPATEN SAMOSIR

INFORMASI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN BERDASARKAN INDEKS KEKERINGAN DAN TITIK PANAS DI KABUPATEN SAMOSIR INFORMASI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN BERDASARKAN INDEKS KEKERINGAN DAN TITIK PANAS DI KABUPATEN SAMOSIR Oleh Perdamean Abadi. P 061201018 Manajemen Hutan DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

ANALISIS SEBARAN SPASIAL IKLIM KLASIFIKASI SCHMIDT-FERGUSON KABUPATEN BANTAENG.

ANALISIS SEBARAN SPASIAL IKLIM KLASIFIKASI SCHMIDT-FERGUSON KABUPATEN BANTAENG. ANALISIS SEBARAN SPASIAL IKLIM KLASIFIKASI SCHMIDT-FERGUSON KABUPATEN BANTAENG. Sitti Nur Faridah 1, Daniel Useng 1 dan Chaidir Wibowo 2 1 Program Studi Keteknikan Pertanian Fak. Pertanian Univ. Hasanuddin.

Lebih terperinci

RINGKASAN BAKHTIAR SANTRI AJI.

RINGKASAN BAKHTIAR SANTRI AJI. PEMETAAN PENYEBARAN POLUTAN SEBAGAI BAHAN PERTIMBANGAN PEMBANGUNAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI KOTA CILEGON BAKHTIAR SANTRI AJI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

Prakiraan Daerah Penangkapan Ikan Laut di Laut Banda Berdasarkan Data Citra Satelit. Forecasting Fishing Areas in Banda Sea Based on Satellite Data

Prakiraan Daerah Penangkapan Ikan Laut di Laut Banda Berdasarkan Data Citra Satelit. Forecasting Fishing Areas in Banda Sea Based on Satellite Data Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-4 Tahun 2017 Prakiraan Daerah Penangkapan Ikan Laut di Laut Banda Berdasarkan Data Citra Satelit Forecasting Fishing Areas in Banda Sea Based on Satellite Data Muhammad

Lebih terperinci

global warming, periode iklim dapat dihitung berdasarakan perubahan setiap 30 tahun sekali.

global warming, periode iklim dapat dihitung berdasarakan perubahan setiap 30 tahun sekali. 4.5. Iklim 4.5.1. Tipe Iklim Indonesia merupakan wilayah yang memiliki iklim tropis karena dilewati garis khatulistiwa. Iklim tropis tersebut bersifat panas dan menyebabkan munculnya dua musim, yaitu musim

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bagi kehidupan manusia. Disamping itu hutan juga memiliki fungsi hidrologi sebagai

I. PENDAHULUAN. bagi kehidupan manusia. Disamping itu hutan juga memiliki fungsi hidrologi sebagai I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan aset kekayaan yang bukan saja penting bagi bangsa Indonesia, namun juga bagi sebagian penduduk dunia. Keragaman hayati yang tinggi terdapat pada hutan

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

POTENSI SIMPANAN KARBON TANAH (SOIL CARBON STOCK) PADA AREAL REHABILITASI TOSO COMPANY Ltd. DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT NAELI FAIZAH

POTENSI SIMPANAN KARBON TANAH (SOIL CARBON STOCK) PADA AREAL REHABILITASI TOSO COMPANY Ltd. DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT NAELI FAIZAH POTENSI SIMPANAN KARBON TANAH (SOIL CARBON STOCK) PADA AREAL REHABILITASI TOSO COMPANY Ltd. DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT NAELI FAIZAH DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebakaran Hutan 2.1.1 Pengertian dan Proses Terjadinya Kebakaran Kebakaran hutan secara umum didefinisikan sebagai kejadian alam yang bermula dari proses reaksi secara cepat

Lebih terperinci

PENDUGAAN EMISI GAS RUMAH KACA AKIBAT KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN PADA BERBAGAI TIPE TUTUPAN LAHAN DI PROVINSI SUMATERA SELATAN TAHUN

PENDUGAAN EMISI GAS RUMAH KACA AKIBAT KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN PADA BERBAGAI TIPE TUTUPAN LAHAN DI PROVINSI SUMATERA SELATAN TAHUN Jurnal Silvikultur Tropika Vol. 06 No. 2, Agustus 2015, Hal 132-138 ISSN: 2086-8227 PENDUGAAN EMISI GAS RUMAH KACA AKIBAT KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN PADA BERBAGAI TIPE TUTUPAN LAHAN DI PROVINSI SUMATERA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebakaran hutan merupakan fenomena yang sering terjadi di Indonesia (Stolle et al, 1999) yang menjadi perhatian lokal dan global (Herawati dan Santoso, 2011). Kebakaran

Lebih terperinci

IV KONDISI UMUM TAPAK

IV KONDISI UMUM TAPAK IV KONDISI UMUM TAPAK 4.1 Letak, Luas, dan Batas Tapak Secara geografis kawasan Gunung Kapur Cibadak Ciampea terletak pada 16 32 BT 16 35 46 BT dan 6 36 LS 6 55 46 LS. Secara administratif terletak di

Lebih terperinci

ANALISIS KARAKTERISTIK INTENSITAS CURAH HUJAN DI KOTA BENGKULU

ANALISIS KARAKTERISTIK INTENSITAS CURAH HUJAN DI KOTA BENGKULU ANALISIS KARAKTERISTIK INTENSITAS CURAH HUJAN DI KOTA BENGKULU Arif Ismul Hadi, Suwarsono, dan Herliana Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Bengkulu Jl. Raya Kandang Limun, Bengkulu, Telp. (0736)

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

KAJIAN TEMPORAL KEKERINGAN MENGGUNAKAN PERHITUNGAN KEETCH BYRAM DRYNESS INDEX (KBDI) DI WILAYAH BANJARBARU, BANJARMASIN DAN KOTABARU PERIODE

KAJIAN TEMPORAL KEKERINGAN MENGGUNAKAN PERHITUNGAN KEETCH BYRAM DRYNESS INDEX (KBDI) DI WILAYAH BANJARBARU, BANJARMASIN DAN KOTABARU PERIODE KAJIAN TEMPORAL KEKERINGAN MENGGUNAKAN PERHITUNGAN KEETCH BYRAM DRYNESS INDEX (KBDI) DI WILAYAH BANJARBARU, BANJARMASIN DAN KOTABARU PERIODE 2005 2013 Herin Hutri Istyarini 1), Sri Cahyo Wahyono 1), Ninis

Lebih terperinci

Analisis Hujan Ekstrim Berdasarkan Parameter Angin dan Uap Air di Kototabang Sumatera Barat Tia Nuraya a, Andi Ihwan a*,apriansyah b

Analisis Hujan Ekstrim Berdasarkan Parameter Angin dan Uap Air di Kototabang Sumatera Barat Tia Nuraya a, Andi Ihwan a*,apriansyah b Analisis Hujan Ekstrim Berdasarkan Parameter Angin dan Uap Air di Kototabang Sumatera Barat Tia Nuraya a, Andi Ihwan a*,apriansyah b a Jurusan Fisika FMIPA Universitas Tanjungpura Pontianak b Program Studi

Lebih terperinci

ANALISIS ANGIN ZONAL DI INDONESIA SELAMA PERIODE ENSO

ANALISIS ANGIN ZONAL DI INDONESIA SELAMA PERIODE ENSO Analisis Angin Zonal di Indonesia selama Periode ENSO (E. Mulyana) 115 ANALISIS ANGIN ZONAL DI INDONESIA SELAMA PERIODE ENSO Erwin Mulyana 1 Intisari Telah dianalisis angin zonal di Indonesia selama periode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Maksud dan Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Maksud dan Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu sumber energi yang telah lama digunakan dan telah berkembang hingga saat ini adalah batubara. Semakin menurunnya tren produksi minyak dan gas saat ini membuat

Lebih terperinci

Pendugaan Emisi CO 2 sebagai Gas Rumah Kaca akibat Kebakaran Hutan dan Lahan pada Berbagai Tipe Penutupan Lahan di Kalimantan Tengah, Tahun

Pendugaan Emisi CO 2 sebagai Gas Rumah Kaca akibat Kebakaran Hutan dan Lahan pada Berbagai Tipe Penutupan Lahan di Kalimantan Tengah, Tahun JURNAL Vol. 03 Desember SILVIKULTUR 2012 TROPIKA Pendugaan Emisi Gas CO 2 143 Vol. 03 No. 03 Desember 2012, Hal. 143 148 ISSN: 2086-8227 Pendugaan Emisi CO 2 sebagai Gas Rumah Kaca akibat Kebakaran Hutan

Lebih terperinci

PENENTUAN TINGKAT KEKRITISAN LAHAN DENGAN MENGGUNAKAN GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM DI SUB DAS AEK RAISAN DAN SUB DAS SIPANSIHAPORAS DAS BATANG TORU

PENENTUAN TINGKAT KEKRITISAN LAHAN DENGAN MENGGUNAKAN GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM DI SUB DAS AEK RAISAN DAN SUB DAS SIPANSIHAPORAS DAS BATANG TORU PENENTUAN TINGKAT KEKRITISAN LAHAN DENGAN MENGGUNAKAN GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM DI SUB DAS AEK RAISAN DAN SUB DAS SIPANSIHAPORAS DAS BATANG TORU SKRIPSI OLEH: BASA ERIKA LIMBONG 061201013/ MANAJEMEN

Lebih terperinci

PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA)

PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA) PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA) Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA I. PENDAHULUAN Wilayah Indonesia berada pada posisi strategis, terletak di daerah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian METODE Waktu dan Tempat Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian METODE Waktu dan Tempat Penelitian PENDAHULUAN Latar Belakang Kejadian kebakaran wilayah di Indonesia sudah menjadi peristiwa tahunan, khususnya di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Pada tahun 2013 kebakaran di Pulau Sumatera semakin meningkat

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

SERANGAN Ganoderma sp. PENYEBAB PENYAKIT AKAR MERAH DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT DEASY PUTRI PERMATASARI

SERANGAN Ganoderma sp. PENYEBAB PENYAKIT AKAR MERAH DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT DEASY PUTRI PERMATASARI SERANGAN Ganoderma sp. PENYEBAB PENYAKIT AKAR MERAH DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT DEASY PUTRI PERMATASARI DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

MODEL SPASIAL TINGKAT KERAWANAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN (Studi Kasus di Wilayah Propinsi Kalimantan Tengah) SAMSURI

MODEL SPASIAL TINGKAT KERAWANAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN (Studi Kasus di Wilayah Propinsi Kalimantan Tengah) SAMSURI MODEL SPASIAL TINGKAT KERAWANAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN (Studi Kasus di Wilayah Propinsi Kalimantan Tengah) SAMSURI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN Dengan ini saya

Lebih terperinci

ESTIMASI NILAI TPW (TOTAL PRECIPITABLE WATER) DI ATAS DAERAH PADANG DAN BIAK BERDASARKAN HASIL ANALISIS DATA RADIOSONDE IRE PRATIWI

ESTIMASI NILAI TPW (TOTAL PRECIPITABLE WATER) DI ATAS DAERAH PADANG DAN BIAK BERDASARKAN HASIL ANALISIS DATA RADIOSONDE IRE PRATIWI ESTIMASI NILAI TPW (TOTAL PRECIPITABLE WATER) DI ATAS DAERAH PADANG DAN BIAK BERDASARKAN HASIL ANALISIS DATA RADIOSONDE IRE PRATIWI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI SPASIAL MENGGUNAKAN SUHU PERMUKAAN DARAT (LST) DARI DATA MODIS TERRA/AQUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERINGAN WAHYU ARIYADI

ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI SPASIAL MENGGUNAKAN SUHU PERMUKAAN DARAT (LST) DARI DATA MODIS TERRA/AQUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERINGAN WAHYU ARIYADI ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI SPASIAL MENGGUNAKAN SUHU PERMUKAAN DARAT (LST) DARI DATA MODIS TERRA/AQUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERINGAN WAHYU ARIYADI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Curah hujan dan ketersediaan air tanah merupakan dua faktor utama yang saling berkaitan dalam memenuhi kebutuhan air tanaman. Terutama untuk tanaman pertanian. yang

Lebih terperinci

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

PEMETAAN DAERAH RAWAN LONGSOR KABUPATEN KARO PROVINSI SUMATERA UTARA

PEMETAAN DAERAH RAWAN LONGSOR KABUPATEN KARO PROVINSI SUMATERA UTARA PEMETAAN DAERAH RAWAN LONGSOR KABUPATEN KARO PROVINSI SUMATERA UTARA HASIL PENELITIAN OLEH: ANITA NAOMI LUMBAN GAOL 061201012/ MANAJEMEN HUTAN DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

Buletin Pemantauan Ketahanan Pangan INDONESIA. Volume 7, Agustus 2017

Buletin Pemantauan Ketahanan Pangan INDONESIA. Volume 7, Agustus 2017 Buletin Pemantauan Ketahanan Pangan INDONESIA Volume 7, Agustus 2017 IKLIM DAN KETAHANAN PANGAN April - Juni 2017 Rendahnya kejadian kebakaran hutan Musim panen utama padi dan jagung lebih tinggi dari

Lebih terperinci

PENDUGAAN SERAPAN KARBON DIOKSIDA PADA BLOK REHABILITASI CONOCOPHILLIPS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI PRASASTI RIRI KUNTARI

PENDUGAAN SERAPAN KARBON DIOKSIDA PADA BLOK REHABILITASI CONOCOPHILLIPS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI PRASASTI RIRI KUNTARI PENDUGAAN SERAPAN KARBON DIOKSIDA PADA BLOK REHABILITASI CONOCOPHILLIPS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI PRASASTI RIRI KUNTARI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PERENCANAAN PROGRAM INTERPRETASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT ADAM FEBRYANSYAH GUCI

PERENCANAAN PROGRAM INTERPRETASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT ADAM FEBRYANSYAH GUCI PERENCANAAN PROGRAM INTERPRETASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT ADAM FEBRYANSYAH GUCI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS UNIT RESPON HIDROLOGI DAN KADAR AIR TANAH PADA HUTAN TANAMAN DI SUB DAS CIPEUREU HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SANDY LESMANA

ANALISIS UNIT RESPON HIDROLOGI DAN KADAR AIR TANAH PADA HUTAN TANAMAN DI SUB DAS CIPEUREU HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SANDY LESMANA ANALISIS UNIT RESPON HIDROLOGI DAN KADAR AIR TANAH PADA HUTAN TANAMAN DI SUB DAS CIPEUREU HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SANDY LESMANA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Lokasi CV. Jayabaya Batu Persada secara administratif terletak pada koordinat 106 O 0 51,73 BT dan -6 O 45 57,74 LS di Desa Sukatani Malingping Utara

Lebih terperinci

ANALISISPERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI WAMPU, KABUPATEN LANGKAT, SUMATERA UTARA

ANALISISPERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI WAMPU, KABUPATEN LANGKAT, SUMATERA UTARA 1 ANALISISPERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI WAMPU, KABUPATEN LANGKAT, SUMATERA UTARA SKRIPSI Oleh : EDRA SEPTIAN S 121201046 MANAJEMEN HUTAN PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

KEKERINGAN TAHUN 2014: NORMAL ATAUKAH EKSTRIM?

KEKERINGAN TAHUN 2014: NORMAL ATAUKAH EKSTRIM? KEKERINGAN TAHUN 2014: NORMAL ATAUKAH EKSTRIM? * Parwati Sofan, Nur Febrianti, M. Rokhis Khomarudin Kejadian kebakaran lahan dan hutan di Sumatera Selatan dan Kalimantan Tengah pada pertengahan bulan September

Lebih terperinci

PENGARUH MONSUN MUSIM PANAS LAUT CHINA SELATAN TERHADAP CURAH HUJAN DI BEBERAPA WILAYAH INDONESIA

PENGARUH MONSUN MUSIM PANAS LAUT CHINA SELATAN TERHADAP CURAH HUJAN DI BEBERAPA WILAYAH INDONESIA PENGARUH MONSUN MUSIM PANAS LAUT CHINA SELATAN TERHADAP CURAH HUJAN DI BEBERAPA WILAYAH INDONESIA Martono Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan Iklim LAPAN, Jl.dr.Djundjunan 133, Bandung, 40173 E-mail :

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak dan Luas. Komponen fisik

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak dan Luas. Komponen fisik KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak dan Luas Daerah penelitian mencakup wilayah Sub DAS Kapuas Tengah yang terletak antara 1º10 LU 0 o 35 LS dan 109 o 45 111 o 11 BT, dengan luas daerah sekitar 1 640

Lebih terperinci

Kata kunci: Fungsi hutan, opini masyarakat, DAS Kelara

Kata kunci: Fungsi hutan, opini masyarakat, DAS Kelara Opini Masyarakat Terhadap Fungsi Hutan di Hulu DAS Kelara OPINI MASYARAKAT TERHADAP FUNGSI HUTAN DI HULU DAS KELARA Oleh: Balai Penelitian Kehutanan Makassar, Jl. Perintis Kemerdekaan Km.16 Makassar, 90243,

Lebih terperinci

LAPORAN MINI RISET METEOROLOGI DAN KLIMATOLOGI ANALISIS CURAH HUJAN, TIPE IKLIM DAN EVAPOTRANSPIRASI POTENSIAL UNTUK KOTA MEDAN.

LAPORAN MINI RISET METEOROLOGI DAN KLIMATOLOGI ANALISIS CURAH HUJAN, TIPE IKLIM DAN EVAPOTRANSPIRASI POTENSIAL UNTUK KOTA MEDAN. LAPORAN MINI RISET METEOROLOGI DAN KLIMATOLOGI ANALISIS CURAH HUJAN, TIPE IKLIM DAN EVAPOTRANSPIRASI POTENSIAL UNTUK KOTA MEDAN Dosen Pengampu: Drs. Kamarlin Pinem, M.Si Riki Rahmad, S.Pd., M.Sc. Oleh

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TUMBUHAN OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MUHAMMAD IRKHAM NAZMURAKHMAN

PEMANFAATAN TUMBUHAN OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MUHAMMAD IRKHAM NAZMURAKHMAN 1 PEMANFAATAN TUMBUHAN OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MUHAMMAD IRKHAM NAZMURAKHMAN DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PEMANFAATAN PETA HARI TANPA HUJAN GUNA DETEKSI DINI KEBAKARAN HUTAN DI OGAN KOMERING ILIR, SUMATERA SELATAN

PEMANFAATAN PETA HARI TANPA HUJAN GUNA DETEKSI DINI KEBAKARAN HUTAN DI OGAN KOMERING ILIR, SUMATERA SELATAN PEMANFAATAN PETA HARI TANPA HUJAN GUNA DETEKSI DINI KEBAKARAN HUTAN DI OGAN KOMERING ILIR, SUMATERA SELATAN Dyni Frina Meisda (1), Widada Sulistya (2), Dede Tarmana (3) Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi

Lebih terperinci

PENGARUH FENOMENA GLOBAL DIPOLE MODE POSITIF DAN EL NINO TERHADAP KEKERINGAN DI PROVINSI BALI

PENGARUH FENOMENA GLOBAL DIPOLE MODE POSITIF DAN EL NINO TERHADAP KEKERINGAN DI PROVINSI BALI PENGARUH FENOMENA GLOBAL DIPOLE MODE POSITIF DAN EL NINO TERHADAP KEKERINGAN DI PROVINSI BALI Maulani Septiadi 1, Munawar Ali 2 Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (STMKG), Tangerang Selatan

Lebih terperinci

MONITORING DINAMIKA ATMOSFER DAN PRAKIRAAN CURAH HUJAN SEPTEMBER 2016 FEBRUARI 2017

MONITORING DINAMIKA ATMOSFER DAN PRAKIRAAN CURAH HUJAN SEPTEMBER 2016 FEBRUARI 2017 BMKG MONITORING DINAMIKA ATMOSFER DAN PRAKIRAAN CURAH HUJAN SEPTEMBER 2016 FEBRUARI 2017 Status Perkembangan 26 September 2016 PERKEMBANGAN ENSO, MONSUN, MJO & IOD 2016/17 Angin ANALISIS ANGIN LAP 850mb

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG MEKANISME PENCEGAHAN PENCEMARAN DAN/ATAU KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN/ATAU LAHAN MENTERI

Lebih terperinci

Bulan Januari-Februari yang mencapai 80 persen. Tekanan udara rata-rata di kisaran angka 1010,0 Mbs hingga 1013,5 Mbs. Temperatur udara dari pantauan

Bulan Januari-Februari yang mencapai 80 persen. Tekanan udara rata-rata di kisaran angka 1010,0 Mbs hingga 1013,5 Mbs. Temperatur udara dari pantauan Menjadi bagian dari negara Kepulauan Indonesia, Surabaya dikaruniai oleh iklim tropis dengan kelembaban udara cukup tinggi sepanjang tahun, yakni antara 70-90%. Secara geografis, Kota Pahlawan ini berada

Lebih terperinci

KAJIAN KONTAMINAN NITROGEN DAN FOSFOR DI SUB DAS SEI KALEMBA (DAS PADANG) AREAL PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PTP. NUSANTARA IV PABATU PADA MUSIM KEMARAU

KAJIAN KONTAMINAN NITROGEN DAN FOSFOR DI SUB DAS SEI KALEMBA (DAS PADANG) AREAL PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PTP. NUSANTARA IV PABATU PADA MUSIM KEMARAU KAJIAN KONTAMINAN NITROGEN DAN FOSFOR DI SUB DAS SEI KALEMBA (DAS PADANG) AREAL PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PTP. NUSANTARA IV PABATU PADA MUSIM KEMARAU SKRIPSI OLEH : KIKI FADLI 110308003/KETEKNIKAN PERTANIAN

Lebih terperinci

Sebelah Selatan, berbatasan dengan Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Tasikmalaya. Sebelah Barat, berbatasan dengan Kabupaten Sumedang.

Sebelah Selatan, berbatasan dengan Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Tasikmalaya. Sebelah Barat, berbatasan dengan Kabupaten Sumedang. Letak Kabupaten Majalengka secara geografis di bagian Timur Provinsi Jawa Barat yaitu Sebelah Barat antara 108 0 03-108 0 19 Bujur Timur, Sebelah Timur 108 0 12-108 0 25 Bujur Timur, Sebelah Utara antara

Lebih terperinci

LAJU INFILTRASI TANAH DIBERBAGAI KEMIRINGAN LERENG HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT LINGGA BUANA

LAJU INFILTRASI TANAH DIBERBAGAI KEMIRINGAN LERENG HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT LINGGA BUANA LAJU INFILTRASI TANAH DIBERBAGAI KEMIRINGAN LERENG HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT LINGGA BUANA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

KAJIAN UMUM WILAYAH Wilayah Administrasi, Letak Geografis dan Aksesbilitas

KAJIAN UMUM WILAYAH Wilayah Administrasi, Letak Geografis dan Aksesbilitas KAJIAN UMUM WILAYAH Pengembangan Kota Terpadu Mandiri (KTM) di Kawasan Transmigrasi dirancang dengan kegiatan utamanya pertanian termasuk pengelolaan sumberdaya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA Press Release BMKG Jakarta, 12 Oktober 2010 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA 2 BMKG A F R I C A A S I A 3 Proses EL NINO, DIPOLE MODE 2 1 1963 1972 1982 1997 1 2 3 EL NINO / LA NINA SUHU PERAIRAN

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. American Geology Institute Glossary of Geology and Related Sciences, American Geological Institute, Washington, D.C., hal.

DAFTAR PUSTAKA. American Geology Institute Glossary of Geology and Related Sciences, American Geological Institute, Washington, D.C., hal. DAFTAR PUSTAKA Aldrian, E, Susanto, R, D. 2003. Identification of Three Dominant Rainfall Region Within Indonesia And Their Relationship to Sea Surface Temperature. International Journal of Climatology.

Lebih terperinci

PENYUSUNAN SOFTWARE APLIKASI SPASIAL UNTUK MENENTUKAN TINGKAT KEKERINGAN METEOROLOGI DI INDONESIA

PENYUSUNAN SOFTWARE APLIKASI SPASIAL UNTUK MENENTUKAN TINGKAT KEKERINGAN METEOROLOGI DI INDONESIA PENYUSUNAN SOFTWARE APLIKASI SPASIAL UNTUK MENENTUKAN TINGKAT KEKERINGAN METEOROLOGI DI INDONESIA Adi Witono, Lely Q.A, Hendra Sumpena Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan Iklim LAPAN witonoadi@yahoo.com,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. beragam adat istiadat, bahasa, agama serta memiliki kekayaan alam, baik yang ada di

I. PENDAHULUAN. beragam adat istiadat, bahasa, agama serta memiliki kekayaan alam, baik yang ada di 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang cukup luas dengan penduduk yang beragam adat istiadat, bahasa, agama serta memiliki kekayaan alam, baik yang ada di

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

Iklim / Climate BAB II IKLIM. Climate. Berau Dalam Angka 2013 Page 11

Iklim / Climate BAB II IKLIM. Climate. Berau Dalam Angka 2013 Page 11 BAB II IKLIM Climate Berau Dalam Angka 2013 Page 11 Beraua dalam Angka 2013 Page 12 Kondisi iklim di Berau sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim di Samudra Pasifik. Secara umum iklim akan dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN KABUPATEN TOBA SAMOSIR SKRIPSI. Oleh : PUTRI SINAMBELA /MANAJEMEN HUTAN

ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN KABUPATEN TOBA SAMOSIR SKRIPSI. Oleh : PUTRI SINAMBELA /MANAJEMEN HUTAN ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN KABUPATEN TOBA SAMOSIR SKRIPSI Oleh : PUTRI SINAMBELA 071201035/MANAJEMEN HUTAN DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2011 LEMBAR PENGESAHAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penerbitan publikasi prakiraan musim hujan ini.

KATA PENGANTAR. Kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penerbitan publikasi prakiraan musim hujan ini. KATA PENGANTAR Penyajian Prakiraan Musim Hujan 2016/2017 di Provinsi Sumatera Selatan ditujukan untuk memberi informasi kepada masyarakat, disamping publikasi buletin agrometeorologi, analisis dan prakiraan

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 10 SUMBERDAYA LAHAN Sumberdaya Lahan Lahan dapat didefinisikan sebagai suatu ruang di permukaan bumi yang secara alamiah dibatasi oleh sifat-sifat fisik serta bentuk

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 7 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis Kabupaten Karawang Wilayah Kabupaten Karawang secara geografis terletak antara 107 02-107 40 BT dan 5 56-6 34 LS, termasuk daerah yang relatif rendah

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu.

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu. 25 IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak dan luas DAS Cisadane segmen Hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane secara keseluruhan terletak antara 106º17-107º BT dan 6º02-6º54 LS. DAS Cisadane segmen hulu berdasarkan

Lebih terperinci

DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E

DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E14101043 DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN LUKMANUL HAKIM.

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP Buletin Prakiraan Musim Kemarau 2016 i KATA PENGANTAR Penyajian prakiraan musim kemarau 2016 di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung diterbitkan untuk memberikan informasi kepada masyarakat disamping publikasi

Lebih terperinci

Bab 3. Deskripsi Daerah Penelitian

Bab 3. Deskripsi Daerah Penelitian Bab 3 Deskripsi Daerah Penelitian 25 III.1. Pengantar Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Aluh-Aluh, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, dengan mengambil studi kasus praktik pendidikan dan pembelajaran

Lebih terperinci