HUBUNGAN CURAH HUJAN DAN TITIK PANAS (HOTSPOT) DALAM KAITANNYA DENGAN TERJADINYA KEBAKARAN DI PROVINSI RIAU TAHUN 2013 LAKSMI DEWANTI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HUBUNGAN CURAH HUJAN DAN TITIK PANAS (HOTSPOT) DALAM KAITANNYA DENGAN TERJADINYA KEBAKARAN DI PROVINSI RIAU TAHUN 2013 LAKSMI DEWANTI"

Transkripsi

1 HUBUNGAN CURAH HUJAN DAN TITIK PANAS (HOTSPOT) DALAM KAITANNYA DENGAN TERJADINYA KEBAKARAN DI PROVINSI RIAU TAHUN 2013 LAKSMI DEWANTI DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

2

3 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan Curah Hujan dan Titik Panas (Hotspot) dalam Kaitannya dengan Terjadinya Kebakaran di Provinsi Riau 2013 adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2014 Laksmi Dewanti NIM E

4 ABSTRAK LAKSMI DEWANTI. Hubungan Curah Hujan dan Titik Panas (Hotspot) dalam Kaitannya dengan Terjadinya Kebakaran di Provinsi Riau Dibimbing oleh BAMBANG HERO SAHARJO dan ERIANTO INDRA PUTRA. Provinsi Riau merupakan salah satu provinsi yang paling sering mengalami kejadian kebakaran hutan dan lahan. Kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau terjadi setiap tahun pada dekade terakhir. Iklim merupakan salah satu faktor alami yang dapat menyebabkan terjadinya kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara curah hujan dengan titik panas (hotspot) di Provinsi Riau pada tahun 2013 dan mengetahui daerah yang paling parah dilanda kebakaran. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa musim kemarau di Provinsi Riau pada tahun 2013 terjadi pada bulan April sampai September dengan puncak musim kemarau pada bulan Juni, yang diikuti dengan peningkatan jumlah titik panas (hotspot) meningkat pada bulan-bulan tersebut. Penelitian ini menunjukkan bahwa curah hujan mempengaruhi kejadian kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau pada tahun Penelitian ini menunjukan 6.52% dari luas seluruh wilayah Riau terbakar pada tahun 2013 dengan jumlah hotspot dan luasan areal terbakar tertinggi terjadi pada Kabupaten Rokan Hilir sebanyak titik dan ha, Kabupaten Bengkalis titik dan ha dan Kabupaten Pelalawan titik dan ha. Kata kunci : Curah hujan, hotspot, luas kebakaran hutan dan lahan, Provinsi Riau ABSTRACT LAKSMI DEWANTI. Relationship of Rainfall and Hotspot in Relation to the Occurrence on Fire in Riau Province, Supervised by BAMBANG HERO SAHARJO and ERIANTO INDRA PUTRA. Riau province has become one of the province that suffered from forest and land fires. Forest and land fires in Riau Province occur every year in the last decade. Climate is one of the natural factors that can lead to forest and land fires in Riau Province. The aim of this study was to determine the relationship between rainfall and hotspots in Riau Province in 2013 and to provide the most area suffered from forest and land fire occurrences. This study showed that the dry season in Riau Province in 2013 occurred from April to September with peak dry season in June, which was followed with an of hotspots. This study shows that rainfall affects forest and land fires in Riau Province in Around 6.52% of at Riau province was burned in Highest number of hotspots and largest area burned area montly occurred at Rokan Hilir with hotspot and ha burned area, Bengkalis hotspot and ha burned area, and Pelalawan hotspot and ha burned area. Keywords: Forest and land fires, hotspot, largest area burned, rainfall, Riau province

5 HUBUNGAN CURAH HUJAN DAN TITIK PANAS (HOTSPOT) DALAM KAITANNYA DENGAN TERJADINYA KEBAKARAN DI PROVINSI RIAU TAHUN 2013 LAKSMI DEWANTI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Silvikultur DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

6

7 Judul Penelitian Nama Mahasiswa NRP Program Studi : Hubungan Curah Hujan dan Titik Panas (Hotspot) dalam Kaitannya dengan Terjadinya Kebakaran di Provinsi Riau Tahun 2013 : Laksmi Dewanti : E : Silvikultur Disetujui oleh Prof Dr Ir Bambang Hero Saharjo, MAgr Pembimbing I Dr Erianto Indra Putra, SHut, MSi Pembimbing II Diketahui oleh Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto, MS Ketua Departemen Silvikultur Tanggal Lulus :

8 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta ala atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah kebakaran hutan, dengan judul Hubungan Curah Hujan dengan Titik Panas (Hotspot) dalam Kaitannya dengan Terjadinya Kebakaran di Provinsi Riau Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Bambang Hero Saharjo, MAgr dan Dr Erianto Indra Putra, SHut, MSi selaku pembimbing, Dra Sri Rahayu, MSi sebagai dosen penguji, dan Dr Ir Istomo, MS sebagai ketua pada sidang komprehensif, serta para dosen yang telah memberikan pengajaran sangat berharga. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Weather Underground, NASA-FIRMS, kepada teman-teman satu bimbingan, sahabat dan teman-teman Silvikultur 47 yang telah membantu selama pengerjaan skripsi ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, kakak serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Juli 2014 Laksmi Dewanti

9 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL iii DAFTAR GAMBAR iii PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 METODE PRAKTEK 2 Waktu dan Tempat 2 Alat 2 Bahan 2 Analisis Data 2 HASIL DAN PEMBAHASAN 3 Kondisi Umum Provinsi Riau 3 Pola Sebaran Hotspot 5 Pengaruh Curah Hujan Terhadap Jumlah Hotspot 8 SIMPULAN DAN SARAN 12 Kesimpulan 12 Saran 12 DAFTAR PUSTAKA 12 RIWAYAT HIDUP 14

10 DAFTAR TABEL 1 Jumlah titik panas (hotspot) Kabupaten dan Kota di Provinsi Riau tahun Pendugaan luas area terbakar di Provinsi Riau tahun DAFTAR GAMBAR 1 Peta wilayah administratif Provinsi Riau 2 Sebaran Hotspot di Riau tahun Grafik jumlah curah hujan harian dan jumlah hotspot harian di Provinsi Riau tahun Grafik jumlah curah hujan 10 harian dan jumlah hotspot 10 harian di Provinsi Riau tahun Grafik jumlah curah hujan bulanan dan jumlah hotspot bulanan harian di Provinsi Riau tahun Grafik regresi linear curah hujan dan jumlah hotspot di Provinsi Riau tahun

11 PENDAHULUAN Latar Belakang Provinsi Riau merupakan salah satu provinsi yang paling sering mengalami kejadian kebakaran hebat terutama di lahan gambut. Anderson dan Brown (2001) menyebutkan bahwa di Sumatera teridentifikasi 7 kawasan utama rawan kebakaran yaitu: (i) Sumatera Utara (perbatasan Riau), (ii) lahan basah Sungai Kampar di Riau, (iii) lahan basah di pesisir Sumatera Barat (perbatasan Sumatera Utara), (iv) Sumatera Barat (lahan basah dipesisir Bengkulu), (v) lahan basah Sungai Batanghari di Jambi berbatasan dengan taman Nasional Berbak, (vi) rawa di pedalaman Sumatera Selatan, dan (vii) lahan basah di pesisir Sumatera Selatan. Sebanyak enam dari tujuh zona rawan kebakaran tersebut mempunyai ciri-ciri yang sama yaitu berada dalam lahan basah yang kaya akan gambut. Kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Provinsi Riau pada tahun 2013 dianggap sebagai kebakaran terparah yang melanda Provinsi Riau setelah pada era tahun 1990 hingga 1997 sempat menjadi puncak terparah peristiwa kebakaran hutan dan lahan di Riau. Ketika tahun kawasan yang terbakar atau dibakar adalah kawasan hutan alam yang dulu banyak terdapat di Provinsi Riau (Kasri 2013). Tahun 1997 menjadi puncak kebakaran yang hebat dengan luas lahan yang terbakar cukup besar, namun kondisi pencemaran udara yang ada tidak separah pada tahun Kebakaran hutan dan lahan yang terjadi pada tahun 1997 juga dapat dipadamkan dengan mudah karena bagian lahan yang terbakar hanya permukaannya saja (Kasri 2013), berbeda dengan kondisi kebakaran yang terjadi di tahun 2013 yang sulit dipadamkan, sebab lahan yang terbakar merupakan lahan gambut dengan kedalaman hingga lima meter. Kebakaran yang terjadi terus membesar dipengaruhi oleh tiupan angin yang terus berhembus, bahkan hembusan angin ini mendorong kabut asap hingga ke negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia. Iklim merupakan salah satu faktor alami yang dapat menyebabkan terjadinya suatu kebakaran hutan, karena kondisi iklim (suhu, kelembaban, curah hujan, kecepatan angin) dapat mempengaruhi tingkat kekeringan bahan bakar permukaan, banyaknya oksigen yang ada, dan kecepatan penyebaran api (Syaufina 2008). Kondisi iklim Provinsi Riau yang berada pada daerah tropis memiliki curah hujan serta kelembaban tinggi yang menyebabkan kemungkinan terjadinya kebakaran karena faktor alam sangat kecil terjadi, namun pada kondisi tertentu beberapa daerah di Provinsi Riau mengalami musim kemarau yang ekstrim, oleh karena itu pemantauan potensi kebakaran hutan harus dilakukan secara berkala. Informasi deteksi titik panas (hotspot) dapat memberikan informasi mengenai indikasi terjadinya kebakaran. Adanya pengaruh dari unsur iklim, terutama curah hujan terhadap terjadinya kebakaran hutan dapat diketahui dengan mencari hubungan antara hotspot dengan kondisi curah hujan, sebagai suatu indikator terjadinya kebakaran hutan dan lahan.

12 2 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara curah hujan dengan kejadian kebakaran hutan dan lahan dan mengetahui sebaran kejadian kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau pada tahun Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai pengaruh curah hujan terhadap kejadian kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau dan wilayah yang dilanda kebakaran terparah, sehingga tindakan pencegahan maupun pemantauan kebakaran hutan dapat lebih mudah dilakukan. METODE PNELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kebakaran Hutan dan Lahan Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dimulai pada bulan Februari sampai Mei Alat Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat tulis, seperangkat komputer dengan beberapa perangkat program, yaitu Arc ViewGIS 3.2 untuk pengolahan dalam format Sistem Informasi Geografis (SIG), MS Excel untuk pengolahan grafik dan tabulasi. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa data sekunder: Data curah hujan harian Provinsi Riau periode tahun 2013 yang diperoleh dari Weather Underground dan data sebaran hotspot Provinsi Riau periode tahun 2013 yang diperoleh dari NASA- FIRMS MODIS hotspot dataset. Analisis Data Data yang digunakan adalah data sekunder. Data sekunder yang dimaksud meliputi: (i) data sebaran hotspot di Provinsi Riau tahun2013, (ii) data curah hujan di Provinsi Riau 2013, dan (iii) berbagai literatur yang mendukung penelitian.

13 Pengolahan Data Pengolahan data terbagi menjadi dua, yaitu: 1) pengolahan data penyebaran hotspot beserta rekapitulasi data hotspot dan 2) pengolahan data curah hujan. Informasi penyebaran hotspot diperoleh melalui pengolahan data dengan menggunakan software Arc ViewGIS 3.2, sedangkan untuk pengolahan data curah hujan dilakukan dengan menggunakan software Microsoft Exel. 3 Analisis Data Analisis data yang pertama dilakukan adalah pemetaan sebaran titik panas (hotspot) di Provinsi Riau pada tahun 2013 dengan confidence 50. Setelah itu dilakukan rekapitulasi jumlah titik panas (hotspot) harian, 10 harian dan bulanan, serta melakukan pengolahan luas area yang terbakar di Provinsi Riau pada tahun Analisis data berikutnya adalah perhitungan nilai curah hujan 10 harian dan bulanan di Provinsi Riau tahun 2013 berdasarkan nilai curah hujan harian. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Provinsi Riau Provinsi Riau Secara geografis terletak antara Lintang Selatan Lintang Utara dan antara Bujur Timur. Batas-batas Provinsi Riau bila dilihat posisinya dengan negara tetangga dan provinsi lainnya, yaitu sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka dan Provinsi Sumatera Utara, sebelah Selatan berbatasan denganp Provinsi Jambi dan Provinsi Sumatera Barat, sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Kepulauan Riau dan Selat Malaka, dan sebelah Barat berbatasan dengan Provinsi Sumatera Barat dan Sumatera Utara (Dinas Kehutanan Provinsi Riau 2013). Luas Wilayah Provinsi Riau adalah Km 2 yang membentang dari lereng Bukit Barisan hingga Selat Malaka, terdiri dari Luas daratan Km 2 dan luas lautan Km 2 (Pemerintah Provinsi Riau 2013). Untuk Luas Kawasan hutan di Provinsi Riau sesuai SK Menhut No 173/Kpts-II/1986 tanggal 6 Juni 2011 tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi Riau adalah seluas ha, kawasan hutan tersebut meliputi : Hutan Konservasi seluas : ha, Hutan Lindung seluas : ha, Hutan Produksi Terbatas seluas : ha,hutan Produksi Tetap seluas : ha, Hutan Produksi yang dapat dikonversi : ha (Dinas Kehutanan Provinsi Riau 2013). Daerah Riau beriklim tropis basah dengan rata-rata curah hujan berkisar antara mm per tahun yang dipengaruhi oleh musim kemarau dan musim hujan. Daerah yang paling sering ditimpa hujan setiap tahun adalah Kota 12 Pekanbaru 193 hari, Kabupaten Indragiri Hulu 178 hari, Kabupaten Pelalawan 147 hari, Kabupaten Rokan Hulu 136 hari, dan Kabupaten Kampar dengan jumlah hari hujan 110 hari. Jumlah Curah Hujan tertinggi pada tahun 2009 terjadi di Kabupaten Kampar dengan curah hujan sebesar mm, disusul Kota Pekanbaru sebesar mm, sedangkan curah hujan terendah terjadi di Kota Dumai sebesar mm. Selanjutnya menurut catatan Stasiun Meteorologi

14 4 Simpang Tiga, suhu udara rata-rata di Kota Pekanbaru tahun 2009 menunjukkan 28 o C dengan suhu maksimum 36 o C dan suhu minimum 21 o C (BPS Riau 2010). Gambar 1 Peta wilayah administratif Provinsi Riau Secara umum topografi Provinsi Riau merupakan daerah dataran rendah dan agak bergelombang dengan ketinggian pada beberapa kota yang terdapat di Wilayah Provinsi Riau antara 2 91 m dpl. Provinsi Riau memiliki empat jenis tanah (Zwieryeki dalam BPS Riau 2011), yakni : (i) jenis tanah organosol glei humus, (ii) jenis tanah padsolik merah kuning dari alluvium, (iii) jenis tanah padsolik merah kuning dari batuan endapan, (iv) jenis tanah podsolik merah kuning dari batuan endapan dan batuan beku. Jenis-jenis tanah tersebut terutama didapati di daerah-daerah sepanjang pantai sampai dengan pertengahan daratan yang berformasi sebagai daratan muda tidak bergunung-gunung, bahkan beberapa bagian terdiri dari tanah berawa-rawa. Selain jenis tanah tersebut, dibeberapa daerah di Provinsi Riau juga tersebar tanah gambut dengan luas seluruh lahan gambut di Provinsi Riau adalah hektar dan terdapat hampir di semua wilayah kabupaten, tetapi yang paling luas terdapat di wilayah kabupaten yang berada di pantai timur. Enam kabupaten yang memiliki lahan gambut paling luas berturut-turut adalah Kabupaten Indragiri Hilir (983 ribu ha atau 24.3% dari total lahan di provinsi), Bengkalis (856 ribu ha atau 21.2%), Pelalawan (680 ribu ha atau 16.8%), Siak (504 ribu ha atau 12.5%), Rokan Hilir (454 ribu ha atau 11.2%), dan Indragiri Hulu (222 ribu ha atau 5.5%). Kabupaten yang lain seperti Kampar,

15 Karimun, dan Pekanbaru hanya mempunyai lahan gambut kurang dari 5% (Wahyunto et al., 2005). 5 Pola Sebaran Hotspot Riau merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang setiap tahunnya terdeteksi adanya hotspot. Hampir setiap tahun terjadi kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau yang menyebabkan kerusakan dan pencemaran lingkungan yang tidak hanya terjadi di dalam negeri namun hingga luar batas negara. Titik panas (hotspot) merupakan suatu istilah untuk titik yang memiliki suhu lebih tinggi dibandingkan dengan nilai ambang batas yang telah ditentukan oleh data digital satelit. Menhut No.P12/Pmenhut-II/2009 Pasal 1 angka 9 menyatakan bahwa titik panas atau hotspot adalah indikator kebakaran hutan yang mendeteksi suatu lokasi yang memiliki suhu relative lebih tingi dibandingkan suhu di sekitarnya. Metode yang digunakan dalam pemantauan titik panas (hotspot) adalah metode penginderaan jauh dengan menggunakan satelit. Salah satu perangkat yang digunakan dalam memantau kebakaran hutan dan lahan adalah Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer (MODIS). MODIS adalah salah satu instrument utama yang dibawa Earth Observing System (EOS) Terra dan Aqua satelittes, yang merupakan bagian dari program antariksa Amerika Serikat, National Aeronautics and Space Administration (NASA). MODIS mengorbit bumi secara polar yaitu dari utara menuju selatan pada ketinggian 705 km dan melewati garis khatulistiwa pada pukul waktu lokal. MODIS mempunyai cakupan lebih luas dari pada sensor AVHRR sebesar 2.33 km dengan resolusi spasial yang lebih baik. Selain itu MODIS mempunyai jendela atau kanal spektral yang lebih sempit dan beragam. Produk MODIS dikategorikan menjadi tiga bagian yaitu produk pengamatan vegetasi, radiasi permukaan bumi dan tutupan lahan. Hasil pencapaian dari produk MODIS antara lain pendeteksian kebakaran hutan, pendeteksian penutupan lahan, dan pengukuran suhu permukaan bumi (Thoha 2008). Titik hotspot dideteksi oleh MODIS menggunakan satelit Terra (EOS AM) dan Aqua (EOS PM) dari NASA Earth Observing System (EOS). MODIS akan mendeteksi suatu objek di permukaan bumi yang memiliki suhu relatif lebih tinggi dibandingkan dengan suhu sekitarnya. Suhu yang dideteksi adalah 320 K (siang) dan 315 K (malam) untuk sebuah hotspot. Hotspot MODIS terdeteksi pada ukuran 1 km x 1 km atau 1 km 2 sehingga setiap hotspot atau kebakaran yang terdeteksi diwakili oleh 1 km pixel. MODIS memiliki beberapa kelebihan yaitu lebih banyaknya spektral panjang gelombang dan lebih telitinya cakupan lahan serta lebih kerapnya frekuensi pengamatan (Solichin et al. 2007). Hotspot di Provinsi Riau pada tahun 2013 selalu ditemukan pada setiap bulannya. Berdasarkan hasil perhitungan untuk jumlah hotspot yang ada di Provinsi Riau pada tahun 2013 diuraikan per-kabupaten (Tabel 1). Jumlah hotspot yang ada di Provinsi Riau pada tahun 2013 tertingggi berada pada Kabupaten Rokan Hilir (3 128 titik), diikuti Bengkalis (3 021 titik) dan Pelalawan (2 097 titik). Sedangkan untuk Kota Dumai dan Kota Pekanbaru jumlah hotspot yang ditemukan sangat rendah yaitu 1 dan 4 titik. Jumlah hotspot yang tinggi pada Kabupaten Rokan Hilir, Bengkalis, dan Pelalawan diduga terjadi akibat adanya

16 6 Kabupaten dan Kota kegiatan pengkonversian lahan hutan menjadi perkebunan dan lahan pertanian yang dilakukan dengan cara pembakaran oleh pengusaha HTI dan perkebunan sawit (Putra 2012). Akar permasalahan terjadinya kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau 90% oleh aktivitas manusia, dan hanya 10% disebabkan oleh alam (WWF 2010). Tingginya jumlah hotspot pada ketiga Kabupaten tersebut juga dapat dipengaruhi oleh pembukaan lahan yang dilakukan di lahan bergambut, sebab ketiganya merupakan Kabupaten di Provinsi Riau dengan luasan lahan gambut cukup besar. Syaufina (2008) menyebutkan bahwa gambut merupakan bahan bakar yang baik dengan nilai kalor lebih besar daripada kayu yang dapat mencapai 27,7 KJ/g dengan kadar abu yang rendah (sekitar 13%). Kemunculan hotspot terbanyak berada pada bulan Juni sebanyak titik, diikuti bulan Agustus dan Juli sebanyak dan titik. Jumlah terendah kemunculan hotspot berada pada bulan November dan Desember dimana hanya ditemukan 11 dan 12 titik. Hal ini disebabkan oleh rendahnya jumlah curah hujan pada bulan Juni-Agustus, dimana pada bulan-bulan tersebut hari hujan yang ada hanya sedikit dan hari lainnya tidak turuh hujan dan tingginya jumlah curah hujan pada bulan November-Desember. Syaufina (2008) menyampaikan bahwa kekeringan berhubungan erat dengan kejadian kebakaran hutan yang besar di beberapa tempat di bumi. Kekeringan menyebabkan kadar air vegetasi turun. Selanjutnya, kekurangan kadar air yang panjang dapat menyebabkan tanaman mati, kayu besar kehilangan kadar air dan potensi kebakaran menjadi tinggi. Tabel 1 Jumlah titik panas (hotspot) Kabupaten dan Kota di Provinsi Riau tahun Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Augts Sep Okt Nov Des Jumlah Bengkalis Indragiri Hilir Indragiri Hulu Kampar Kota Dumai Kota Pekanbaru Kuantan Singingi Pelalawan Rokan Hilir Rokan Hulu Siak Jumlah Sumber : Hasil Pengolahan Data Jumlah hotspot dapat menjadi penduga awal luas area terbakar disuatu wilayah. Luas area terbakar di Provinsi Riau tahun 2013 disajikan pada Tabel 2. Luas area terbakar terluas pada tahun 2013 terdapat pada Kabupaten Rokan Hilir sebesar ha atau 16.91% dari luas wilayahnya, diikuti Kabupaten

17 Bengkalis sebesar atau 17.14% dari luas wilayahnya, dan Kabupaten Pelalawan sebesar ha atau 8.28% dari luas wilayahnya. Untuk Provinsi Riau tahun 2013 secara keseluruhan luas area yang terbakar sebesar ha atau 6.52% wilayah daratan Riau terbakar. Tabel 2 Pendugaan luas areal terbakar di Provinsi Riau tahun 2013 Kabupaten dan kota Luas Kabupaten dan Kota (ha) Luas area terbakar (ha) Persen area terbakar (%) Bengkalis Indragiri Hilir Indragiri Hulu Kampar Kota Dumai Kota Pekanbaru Kuantan Singingi Pelalawan Rokan Hilir Rokan Hulu Siak Jumlah Sumber: Pemerintah Provinsi Riau 2013 dan Hasil pengolahan data 7 Gambar 2 Sebaran Hotspot di Riau tahun 2013

18 8 Pengaruh Curah Hujan Terhadap Jumlah Hotspot Iklim tropis membuat Indonesia memiliki 2 musim, yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Kebakaran hutan biasanya terjadi pada saat musim kemarau. Pada musim kemarau curah hujan sangat berkurang dan umumnya kondisi kelembaban udara juga relatif rendah sehingga suasana kering tersebut merupakan saat yang sangat rawan bagi terjadinya kebakaran (Sukamawati 2006). Curah hujan merupakan unsur iklim yang memiliki korelasi tinggi dengan kejadian kebakaran hutan dan merupakan faktor yang paling tinggi dalam menentukan akumulasi bahan bakar (Syaufina 2008). Musim kebakaran hutan berhubungan dengan pola hujan, terutama dengan kekeringan. Puncak musim kebakaran di Riau terjadi pada musim kemarau. Jika curah hujan tinggi maka kelembaban akan tinggi sehingga kejadian kebakaran akan sulit. Menurut Mackinno et al. (1997) dalam Hadiwijoyo 2012, bulan basah ditandai dengan curah hujan >200 mm/bulan, sedangkan bulan kering ditandai oleh curah hujan <100 mm/bulan. Pada musim kering kelembaban udara sangat menentukan kadar air yang dapat dijadikan sebagai indikator bahaya kebakaran Gambar 3 Grafik jumlah curah hujan harian dan jumlah hotspot harian di Provinsi Riau tahun 2013 Hasil perhitungan jumlah curah hujan harian dan jumlah hostpot harian disajikan pada Gambar 3. Puncak tertinggi jumlah hotspot berada pada hari ke- 170 sebanyak titik, dimana jumlah curah hujan berada pada jumlah terendah yaitu 0.00 mm atau tidak turun hujan pada hari tersebut, sedangkan jumlah hotspot terendah berada pada hari ke 363 sebanyak 0 titik, pada saat jumlah curah hujan mencapai nilai tertinggi ( mm). Tingginya jumlah curah hujan pada hari ke 363 berpotensi terjadinya banjir. Berdasarkan prediksi yang dilakukan BMKG Pekanbaru dalam Kuswanto 2013, memperkirakan potensi banjir cukup

19 tinggi antara Normal hingga Atas Normal karena wilayah Provinsi Riau pada bulan Desember 2013 sebagian Kabupaten atau Kota mengalami puncak musim hujan yang pertama tahun , sehingga diperkirakan hampir sebagian besar kabupaten dan Kota di Propinsi Riau akan berpeluang mengalami daerah rawan potensi banjir dalam kategori menengah. Daerah dengan potensi rawan banjir kategori tinggi diperkirakan terjadi di wilayah Kabupaten Kampar bagian selatan. Daerah dengan potensi rawan banjir kategori rendah terjadi di daerah sebagian Kabupaten Bengkalis bagian timur dan utara. 9 Gambar 4 Grafik rata-rata jumlah curah hujan 10 harian dan jumlah hotspot 10 harian di Provinsi Riau tahun 2013 Hasil perhitungan jumah curah hujan rata-rata 10 harian (dasarian) dan jumlah hotspot tiap 10 harian (Gambar 4) menunjukan puncak tertinggi jumlah hotspot berada pada bulan Juni dasarian-2 dimana jumlah curah hujan berada dibawah angka rata-rata 10 harian yaitu sebesar 8.45 mm, kemudian turun pada bulan Juli dan meningkat kembali pada bulan Agustus diikuti dengan peningkatan jumlah curah hujan 10 harian. Walaupun bulan Agustus didominasi oleh musim kemarau, namun ada satu hari di dasarian-3 dimana intensitas curah hujan sangat tinggi yaitu mm, yang menyebabkan peningkatan jumlah curah hujan bulanan di bulan Agustus. Meskipun terjadi satu hari hujan dengan intensitas tinggi tidak mempengaruhi peningkatan jumlah hotspot di bulan Agustus, sebab hari lainnya di bulan tersebut hanya ada beberapa hari hujan dengan intensitas rendah dan bahkan beberapa hari tidak turun hujan. Pada situasi kering inilah kebakaran hutan dan lahan terjadi. Kejadian kebakaran ini semakin tinggi karena didukung dengan perubahan suhu yang sangat panas di siang hari. Perubahan suhu yang terjadi di bulan Agustus mencapai 35 0 C (suhu rata-rata C). Curah hujan yang turun secara tidak teratur akan mengakibatkan bahan bakar memiliki cukup waktu untuk menurunkan kadar air yang terkandung di dalamnya sehingga akan lebih berpotensi untuk terbakar jika terdapat faktor penyulut (Sukmawati 2006).

20 10 Jumlah hotspot terendah berada antara bulan Oktober-Desember, dimana jumlah curah hujan berada diatas rata-rata harian yaitu 8.45 mm. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata curah hujan 10 harian memiliki pengaruh terhadap jumlah rata-rata hotspot 10 harian yang ditemukan pada periode tahun Peristiwa kebakaran akan sangat rendah apabila musim hujan telah stabil, dimana hampir setiap hari turun hujan. Pada kondisi ini hutan dan lahan gambut akan tergenang oleh air sehingga bahan bakar mempunyai kadar air tinggi dan sulit terbakar (Sukmawati 2006). Gambar 5 Grafik rata-rata jumlah curah hujan bulanan dan jumlah hotspot bulanan di Provinsi Riau tahun 2013 Hasil perhitungan jumlah rata-rata curah hujan bulanan dan jumlah hostpot bulanan disajikan pada Gambar 5. Puncak tertinggi jumlah hotspot berada pada bulan Juni sebanyak titik, sedangkan jumlah hotspot terendah berada pada bulan November sebanyak 11 titik. Pada saat jumlah curah hujan mengalami peningkatan, maka jumlah hotspot yang ditemukan akan mengalami penurunan, dan sebaliknya apabila jumlah curah hujan mengalami penurunan, maka jumlah hotspot akan mengalami peningkatan. Perkecualian ditemukan pada bulan Agustus dimana curah hujan yang tinggi dibulan ini berasal dari curah hujan yang terjadi pada hari 234 sebesar mm. Jumlah hotspot tertinggi pada bulan Juni tahun titik berdasarkan penyebaran jumlah hotspot bulanan pada saat curah hujan mm. Curah hujan tertinggi pada bulan Desember tahun 2013 adalah mm dengan jumlah hotspot sebanyak 12 titik. Hal ini menunjukkan bahwa curah hujan mempunyai kaitan erat dengan kejadian kebakaran. Faktor dominan yang menentukan potensi terjadinya kebakaran adalah keadaan cuaca di mana kebakaran hutan sering terjadi atau cuaca yang cocok untuk terjadinya kebakaran hutan (Brown dan Davis 1973).

21 Secara statistik dapat dilihat bahwa antara curah hujan dengan hotspot baik yang harian, 10 harian, maupun bulanan tidak berpengaruh secara nyata sebab nilai P-value yang diperoleh Menurut Kirkwood BR, Sterne (2007) intepretasi P- value dapat dilakukan sebagai berikut: P-value <0.001; adanya bukti yang kuat untuk menolak hipotesa nol; P-value <0.01 ; adanya bukti yang sedang untuk menolak hipotesa nol; P-value >0.1; adanya bukti yang lemah untuk menolak hipotesa nol. Tetapi, hal yang perlu diperhatikan, nilai P-value tergantung dari jumlah sampel. Sehingga, jika jumlah sampelnya kecil nilai P- value umumnya lebih >0.05, kemungkinan hubungan antara jumlah curah hujan dengan deteksi titik panas (hotspot) itu mungkin ada, walaupun kecil, tetapi karena jumlah sampel yang digunakan kecil dalam hal ini hanya satu tahun, hubungan antara variable tidak dapat terdektesi. Untuk curah hujan harian dan hotspot harian mempunyai hubungan yang dimana mempunyai nilai R-square sebesar nilai P-value sebesar dan mempunyai persamaannya dimana y = 0.007x adalah jumlah hotspot dan x adalah curah hujan.. Pada parameter nilai rata-rata jumlah curah hujan dan jumlah hotspot 10 harian, didapatkan nilai R-square sebesar dan nilai P- value sebesar dan mempunyai persamaan y = 7.263x dimana y adalah jumlah hotspot dan x adalah curah hujan. Pada parameter nilai rata-rata jumlah curah hujan dan jumlah hotspot bulanan mempunyai nilai R-square sebesar dan nilai P-value sebesar dengan persamaan y= 175.6x dimana y adalah jumlah hotspot dan x adalah curah hujan. Notasi negatif (-) pada hasil uji korelasi tersebut menunjukkan arah kedua hubungan antara jumlah curah hujan dengan jumlah data hotspot baik dalam persamaan harian, 10 harian, maupun bulanan mempunyai hubungan terbalik. Hubungan terbalik ini memberikan arti bahwa penurunan curah hujan berpotensi meningkatkan jumlah hotspot dan sebaliknya, peningkatan jumlah curah hujan berpotensi menurunkan jumlah hotspot. 11 Gambar 6 Grafik regresi linear curah hujan dan jumlah hotspot di Provinsi Riau tahun 2013

22 12 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Penelitian ini menunjukann bahwa pada tahun 2013 musim kemarau di Provinsi Riau terjadi pada bulan April sampai September dengan puncak musim kemarau pada bulan Juni yang diikuti dengan peningkatan jumlah hotspot pada bulan-bulan tersebut. Total luas area terbakar di Riau pada tahun 2013 adalah sebesar ha atau 6.52% dari luas wilayah Provinsi Riau. Kebakaran terbesar terdapat di Kabupaten Rokan Hilir dengan jumlah titik hotspot titik dan luas terbakar ha, Kabupaten Bengkalis (3 021 titik dan ha), Kabupaten Pelalawan (2 097 titik dan ha). Jumlah curah hujan berbanding terbalik dengan jumlah hotspot, dimana apabila jumlah curah hujan naik, maka jumlah hotspot yang ditemukan akan menurun, dan sebaliknya apabila jumlah curah hujan turun, maka jumlah hotspot akan mengalami kenaikan. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh curah hujan dengan titik panas (hotspot) menggunakan kisaran waktu yang lebih lama agar menghasilkan pengaruh yang lebih signifikan dan perlu adanya peta kerawanan kebakaran pada daerah yang tergolong rawan kebakaran sebagai tindakan pencegahan dini terhadap bahaya kebakaran hutan dan lahan. DAFTAR PUSTAKA Anderson IP, Brown MR Fire Zones And The Theart To The Wetlands Of Sumatera, Indonesia. Palembang: Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan. [BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi Riau Riau dalam Angka Pekanbaru: BPS Provinsi Riau. Brown AA, Davis KP Forest Fire Control and Use. New York, USA: McGraw-Hill Book Company. [Dishut] Dinas Kehutanan Provinsi Riau. Profil Kehutanan Riau [Internet]. [diakses 31 Mei 2014].Tersedia pada: dephut. go. Id / uploads /files/76333af5b0c4474a6498f7d3d pdf. Hadiwijoyo E Pengaruh Anomali Sea Surface Temperature (SST) dan Curah Hujan terhadap Potensi Kebakaran Hutan dan Lahan di Provinsi Riau [skripsi]. Bogor: Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan IPB. Irwanto Pengendalian Kebakaran Hutan di Indonesia[Internet]. [diakses 31 Mei 2014]. Tersedia pada: Kasri A Pakar: Asap Riau Terparah Sepanjang Sejarah. [Internet]. [diakses 28 Januari 2014]. Tersedia pada: http ://regional. kompas.com /read/2013/ 06/25/ / mediasibr.html.

23 Kirkwood BR, Sterne JA Essential Medical Statistics India: Replika Press. Kuswanto A Seluruh Kabupaten Kota di Riau Berpotensi Banjir. [Internet]. [diakses 11 Juli 2014]. Tersedia pada: Pemerintah Provinsi Riau. Pemerintah Provinsi Riau [Internet]. [diakses 31 Mei 2014]. Tersedia pada: /index.php?/detail/61.in. Putra RM Pendugaan gas emisi rumah kaca (CO2) akibat kebakaran hutan dan lahan pada berbagai tipe penutupan lahan di Provinsi Riau tahun [skripsi]. Bogor: Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan IPB. Solichin, Hasanuddin, dan Cristina Panduan Pengumpulan Informasi Kebakaran Hutan dan lahan melalui Internet. Palembang (ID).SSFFMP Sukmawati A Hubungan Antara Curah Hujan Dengan Titik Panas (Hotspot) Sebagai Indikator Terjadinya Kebakaran Hutan dan Lahan Di Kabupaten Pontianak Provinsi Kalimantan Barat [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan IPB. Syaufina L Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia: Perilaku Api, Penyebab,dan Dampak Kebakaran. Malang (ID): Bayumedia Publishing. Thoha AS Penggunaan data hotspot untuk monitoring kebakaran hutan dan lahan Indonesia [Internet]. [diakses 14 Mei 2014]. Tersedia pada: Wardhana A Penyusunan peringkat bahaya kebakaran hutan berdasarkan indeks kekeringan Keetch-Byram Drought Index (KBDI) dan kode kekeringan (Drought Code/DC) di Provinsi Riau [skripsi]. Bogor: Jurusan Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB. Wahyunto, S. Ritung, Suparto, and H. Subagjo Peatland distribution and its C content in Sumatra and Kalimantan.Wetland Int l Indonesia Programme and Wildlife Habitat Canada. Bogor: Indonesia. [WWF Indonesia] World Wildlife Fund Indonesia Fire Bulletin in Year Buletin WWF Indonesia (6): 2-5. [Internet]. [diakses 11 Juli 2014]. Tersedia pada: _28_jan_11.pdf.. 13

24 14 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 1 Agustus 1992 dari ayah Juradi dan ibu Napiyah penulis adalah putri kedua dari dua bersaudara. Tahun 2004 penulis lulus dari SMP Negeri 4 Kota Depok. Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Citeureup dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai pengurus Tree Grower Community (TGC) yaitu himpunan mahasiswa silvikultur IPB. Bulan Juni 2012 penulis melakukan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan di Gunung Papandayan dan Pantai Sancang Timur. Bulan Juni-Juli 2013 penulis melakukan Praktik Pengelolaan Hutan di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi, dan Perum Perhutani Cianjur. Bulan Februari-April 2014 penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan di Perhutani Unit III, KPH Cianjur, Jawa Barat.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 16 5.1 Hasil 5.1.1 Pola curah hujan di Riau BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Data curah hujan bulanan dari tahun 2000 sampai dengan 2009 menunjukkan bahwa curah hujan di Riau menunjukkan pola yang sama dengan

Lebih terperinci

HUBUNGAN CURAH HUJAN DAN TITIK PANAS (HOTSPOT) DALAM KAITANNYA DENGAN TERJADINYA KEBAKARAN DI PROVINSI ACEH DESI MARDIANI

HUBUNGAN CURAH HUJAN DAN TITIK PANAS (HOTSPOT) DALAM KAITANNYA DENGAN TERJADINYA KEBAKARAN DI PROVINSI ACEH DESI MARDIANI HUBUNGAN CURAH HUJAN DAN TITIK PANAS (HOTSPOT) DALAM KAITANNYA DENGAN TERJADINYA KEBAKARAN DI PROVINSI ACEH DESI MARDIANI DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5. Sebaran Hotspot Tahunan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Potensi kebakaran hutan dan lahan yang tinggi di Provinsi Riau dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: penggunaan api, iklim, dan perubahan tata guna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebakaran hutan (wildfire/forest fire) merupakan kondisi dimana keadaan api menjadi tidak terkontrol dalam vegetasi yang mudah terbakar di daerah pedesaan atau daerah

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Bengkalis merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Riau. Wilayahnya mencakup daratan bagian pesisir timur Pulau Sumatera dan wilayah kepulauan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebakaran hutan dan Lahan 2.1.1 Pengertian dan Proses Terjadinya Kebakaran Hutan dan Lahan Kebakaran hutan oleh Brown dan Davis (1973) dalam Syaufina (2008) didefinisikan

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti secara geografis terletak pada koordinat antara sekitar 0 42'30" - 1 28'0" LU dan 102 12'0" - 103 10'0" BT, dan terletak

Lebih terperinci

HUBUNGAN CURAH HUJAN DENGAN KEJADIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI PROVINSI SUMATERA SELATAN MUHAMMAD DERY FAUZAN

HUBUNGAN CURAH HUJAN DENGAN KEJADIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI PROVINSI SUMATERA SELATAN MUHAMMAD DERY FAUZAN HUBUNGAN CURAH HUJAN DENGAN KEJADIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI PROVINSI SUMATERA SELATAN MUHAMMAD DERY FAUZAN DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bagi kehidupan manusia. Disamping itu hutan juga memiliki fungsi hidrologi sebagai

I. PENDAHULUAN. bagi kehidupan manusia. Disamping itu hutan juga memiliki fungsi hidrologi sebagai I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan aset kekayaan yang bukan saja penting bagi bangsa Indonesia, namun juga bagi sebagian penduduk dunia. Keragaman hayati yang tinggi terdapat pada hutan

Lebih terperinci

Studi Akurasi Citra Landsat 8 dan Citra MODIS untuk Pemetaan Area Terbakar (Studi Kasus: Provinsi Riau)

Studi Akurasi Citra Landsat 8 dan Citra MODIS untuk Pemetaan Area Terbakar (Studi Kasus: Provinsi Riau) A758 Studi Akurasi Citra Landsat 8 dan Citra MODIS untuk Pemetaan Area Terbakar (Studi Kasus: Provinsi Riau) Agita Setya Herwanda, Bangun Muljo Sukojo Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Lahan gambut merupakan salah satu tipe ekosistem yang memiliki kemampuan menyimpan lebih dari 30 persen karbon terestrial, memainkan peran penting dalam siklus hidrologi serta

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 53 IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil yang terdapat di Selat Malaka dan secara geografis terletak di antara pesisir Kota Dumai dengan

Lebih terperinci

III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1. Letak dan Luas Lokasi penelitian terletak di dalam areal IUPHHK PT. Sari Bumi Kusuma Unit Seruyan (Kelompok Hutan Sungai Seruyan Hulu) yang berada pada koordinat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebakaran Hutan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Definisi dan Tipe Kebakaran Hutan dan Lahan Kebakaran hutan adalah sebuah kejadian terbakarnya bahan bakar di hutan oleh api dan terjadi secara luas tidak

Lebih terperinci

INFORMASI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN BERDASARKAN INDEKS KEKERINGAN DAN TITIK PANAS DI KABUPATEN SAMOSIR

INFORMASI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN BERDASARKAN INDEKS KEKERINGAN DAN TITIK PANAS DI KABUPATEN SAMOSIR INFORMASI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN BERDASARKAN INDEKS KEKERINGAN DAN TITIK PANAS DI KABUPATEN SAMOSIR Oleh Perdamean Abadi. P 061201018 Manajemen Hutan DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebakaran Hutan 2.1.1 Definisi Menurut Brown dan Davis (1973) dalam Yonatan (2006) kebakaran hutan adalah suatu proses reaksi cepat dari oksigen dengan unsur-unsur lain ditandai

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. non hutan atau sebaliknya. Hasilnya, istilah kebakaran hutan dan lahan menjadi. istilah yang melekat di Indonesia (Syaufina, 2008).

TINJAUAN PUSTAKA. non hutan atau sebaliknya. Hasilnya, istilah kebakaran hutan dan lahan menjadi. istilah yang melekat di Indonesia (Syaufina, 2008). 3 TINJAUAN PUSTAKA Kebakaran hutan didefenisikan sebagai suatu kejadian dimana api melalap bahan bakar bervegetasi, yang terjadi didalam kawasan hutan yang menjalar secara bebas dan tidak terkendali di

Lebih terperinci

KAJIAN TEMPORAL KEKERINGAN MENGGUNAKAN PERHITUNGAN KEETCH BYRAM DRYNESS INDEX (KBDI) DI WILAYAH BANJARBARU, BANJARMASIN DAN KOTABARU PERIODE

KAJIAN TEMPORAL KEKERINGAN MENGGUNAKAN PERHITUNGAN KEETCH BYRAM DRYNESS INDEX (KBDI) DI WILAYAH BANJARBARU, BANJARMASIN DAN KOTABARU PERIODE KAJIAN TEMPORAL KEKERINGAN MENGGUNAKAN PERHITUNGAN KEETCH BYRAM DRYNESS INDEX (KBDI) DI WILAYAH BANJARBARU, BANJARMASIN DAN KOTABARU PERIODE 2005 2013 Herin Hutri Istyarini 1), Sri Cahyo Wahyono 1), Ninis

Lebih terperinci

PENDUGAAN EMISI GAS RUMAH KACA AKIBAT KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN PADA BERBAGAI TIPE TUTUPAN LAHAN DI PROVINSI SUMATERA SELATAN TAHUN

PENDUGAAN EMISI GAS RUMAH KACA AKIBAT KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN PADA BERBAGAI TIPE TUTUPAN LAHAN DI PROVINSI SUMATERA SELATAN TAHUN Jurnal Silvikultur Tropika Vol. 06 No. 2, Agustus 2015, Hal 132-138 ISSN: 2086-8227 PENDUGAAN EMISI GAS RUMAH KACA AKIBAT KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN PADA BERBAGAI TIPE TUTUPAN LAHAN DI PROVINSI SUMATERA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebakaran Hutan 2.1.1 Pengertian dan Proses Terjadinya Kebakaran Kebakaran hutan secara umum didefinisikan sebagai kejadian alam yang bermula dari proses reaksi secara cepat

Lebih terperinci

KEKERINGAN TAHUN 2014: NORMAL ATAUKAH EKSTRIM?

KEKERINGAN TAHUN 2014: NORMAL ATAUKAH EKSTRIM? KEKERINGAN TAHUN 2014: NORMAL ATAUKAH EKSTRIM? * Parwati Sofan, Nur Febrianti, M. Rokhis Khomarudin Kejadian kebakaran lahan dan hutan di Sumatera Selatan dan Kalimantan Tengah pada pertengahan bulan September

Lebih terperinci

BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Pengumpulan data penelitian ini dilaksanakan di Jakarta dan Bogor untuk organisasi-organisasi tingkat nasional, di Pekanbaru dan Pontianak masingmasing untuk tingkat

Lebih terperinci

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 22 BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1 Luas dan Lokasi Wilayah Merang Peat Dome Forest (MPDF) memiliki luas sekitar 150.000 ha yang terletak dalam kawasan Hutan Produksi (HP) Lalan di Kecamatan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Lokasi penelitian ini meliputi wilayah Kota Palangkaraya, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Katingan, Kabupaten

Lebih terperinci

KONDISI FISIK BAB I 1.1. LUAS WILAYAH DAN BATAS WILAYAH

KONDISI FISIK BAB I 1.1. LUAS WILAYAH DAN BATAS WILAYAH BAB I KONDISI FISIK 1.1. LUAS WILAYAH DAN BATAS WILAYAH Sebelum dilakukan pemekaran wilayah, Kabupaten Kampar merupakan salah satu Kabupaten yang memiliki wilayah terluas di Provinsi Riau dengan luas mencapai

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP Buletin Prakiraan Musim Kemarau 2016 i KATA PENGANTAR Penyajian prakiraan musim kemarau 2016 di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung diterbitkan untuk memberikan informasi kepada masyarakat disamping publikasi

Lebih terperinci

PEMETAAN DAERAH RAWAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI KABUPATEN TOBA SAMOSIR PROVINSI SUMATERA UTARA SKRIPSI

PEMETAAN DAERAH RAWAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI KABUPATEN TOBA SAMOSIR PROVINSI SUMATERA UTARA SKRIPSI PEMETAAN DAERAH RAWAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI KABUPATEN TOBA SAMOSIR PROVINSI SUMATERA UTARA SKRIPSI Oleh MAYA SARI HASIBUAN 071201044 PROGRAM STUDI MANAJEMEN HUTAN DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara 4.1.1 Kondisi Geografis Propinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) terletak di Jazirah Tenggara Pulau Sulawesi, terletak di bagian selatan

Lebih terperinci

BAB III Data Lokasi 3.1. Tinjauan Umum DKI Jakarta Kondisi Geografis

BAB III Data Lokasi 3.1. Tinjauan Umum DKI Jakarta Kondisi Geografis BAB III Data Lokasi 3.1. Tinjauan Umum DKI Jakarta 3.1.1. Kondisi Geografis Mengacu kepada Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Akhir Masa Jabatan 2007 2012 PemProv DKI Jakarta. Provinsi DKI Jakarta

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 2 (2013), Hal ISSN :

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 2 (2013), Hal ISSN : Analisis Tingkat Kekeringan Menggunakan Parameter Cuaca di Kota Pontianak dan Sekitarnya Susi Susanti 1), Andi Ihwan 1), M. Ishak Jumarangi 1) 1Program Studi Fisika, FMIPA, Universitas Tanjungpura, Pontianak

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. wilayah Sumatera dan Kalimantan. Puncak jumlah hotspot dan kebakaran hutan

PENDAHULUAN. wilayah Sumatera dan Kalimantan. Puncak jumlah hotspot dan kebakaran hutan PENDAHULUAN Latar Belakang Kebakaran hutan akhir-akhir ini sering terjadi di Indonesia khususnya di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Puncak jumlah hotspot dan kebakaran hutan dan lahan pada periode 5 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebakaran hutan merupakan fenomena yang sering terjadi di Indonesia (Stolle et al, 1999) yang menjadi perhatian lokal dan global (Herawati dan Santoso, 2011). Kebakaran

Lebih terperinci

Buletin Pemantauan Ketahanan Pangan INDONESIA. Volume 7, Agustus 2017

Buletin Pemantauan Ketahanan Pangan INDONESIA. Volume 7, Agustus 2017 Buletin Pemantauan Ketahanan Pangan INDONESIA Volume 7, Agustus 2017 IKLIM DAN KETAHANAN PANGAN April - Juni 2017 Rendahnya kejadian kebakaran hutan Musim panen utama padi dan jagung lebih tinggi dari

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Geografis Kabupaten Bandung terletak di Provinsi Jawa Barat, dengan ibu kota Soreang. Secara geografis, Kabupaten Bandung berada pada 6 41 7 19 Lintang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Maret hingga Agustus. Kondisi ini didukung oleh suhu rata-rata 21 0 C 36 0 C dan

BAB I PENDAHULUAN. Maret hingga Agustus. Kondisi ini didukung oleh suhu rata-rata 21 0 C 36 0 C dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 Kabupaten/Kota di Provinsi Riau. Kota Dumai sangat dipengaruhi oleh iklim laut. Musim hujan jatuh pada bulan September hingga

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

Pendugaan Emisi Karbon (CO 2 ) akibat Kebakaran Hutan dan Lahan pada Berbagai Tipe Penutupan Lahan di Propinsi Riau Tahun

Pendugaan Emisi Karbon (CO 2 ) akibat Kebakaran Hutan dan Lahan pada Berbagai Tipe Penutupan Lahan di Propinsi Riau Tahun JURNAL 130 Bambang SILVIKULTUR Hero Saharjo TROPIKA et al. J.Silvikultur Tropika Vol. 04 No. 3 Desember 2013, Hal. 130 135 ISSN: 2086-8227 Pendugaan Emisi Karbon (CO 2 ) akibat Kebakaran Hutan dan Lahan

Lebih terperinci

Ratio of Hotspot Source as an Indicator of Forest and Peat Fire and Its Correlation with Rainfall in Sepahat Village, Bengkalis District, Riau

Ratio of Hotspot Source as an Indicator of Forest and Peat Fire and Its Correlation with Rainfall in Sepahat Village, Bengkalis District, Riau Jurnal Silvikultur Tropika Vol. 05 No. 2 Agustus 2014, Hal 113-118 ISSN: 2086-82 Perbandingan Sumber Hotspot sebagai Indikator Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut dan Korelasinya dengan Curah Hujan di Desa

Lebih terperinci

Gambar 9. Peta Batas Administrasi

Gambar 9. Peta Batas Administrasi IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Letak Geografis Wilayah Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Selatan pada koordinat 6 56'49'' - 7 45'00'' Lintang Selatan dan 107 25'8'' - 108 7'30'' Bujur

Lebih terperinci

KONDISI UMUM PERUSAHAAN

KONDISI UMUM PERUSAHAAN KONDISI UMUM PERUSAHAAN Sejarah Kebun PT. National Sago Prima dahulu merupakan salah satu bagian dari kelompok usaha Siak Raya Group dengan nama PT. National Timber and Forest Product yang didirikan pada

Lebih terperinci

ANALISA DAERAH POTENSI BANJIR DI PULAU SUMATERA, JAWA DAN KALIMANTAN MENGGUNAKAN CITRA AVHRR/NOAA-16

ANALISA DAERAH POTENSI BANJIR DI PULAU SUMATERA, JAWA DAN KALIMANTAN MENGGUNAKAN CITRA AVHRR/NOAA-16 ANALISA DAERAH POTENSI BANJIR DI PULAU SUMATERA, JAWA DAN KALIMANTAN MENGGUNAKAN CITRA AVHRR/NOAA-16 Any Zubaidah 1, Suwarsono 1, dan Rina Purwaningsih 1 1 Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumatera Utara memiliki luas total sebesar 181.860,65 Km² yang terdiri dari luas daratan sebesar 71.680,68 Km² atau 3,73 % dari luas wilayah Republik Indonesia. Secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebakaran Hutan 1. Definisi dan Tipe Kebakaran Hutan dan Lahan Kebakaran hutan adalah suatu kejadian dimana api melalap bahan bakar bervegetasi yang terjadi di kawasan hutan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. merupakan hasil pemutakhiran rata-rata sebelumnya (periode ).

KATA PENGANTAR. merupakan hasil pemutakhiran rata-rata sebelumnya (periode ). KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan

Lebih terperinci

ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI SPASIAL MENGGUNAKAN SUHU PERMUKAAN DARAT (LST) DARI DATA MODIS TERRA/AQUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERINGAN WAHYU ARIYADI

ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI SPASIAL MENGGUNAKAN SUHU PERMUKAAN DARAT (LST) DARI DATA MODIS TERRA/AQUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERINGAN WAHYU ARIYADI ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI SPASIAL MENGGUNAKAN SUHU PERMUKAAN DARAT (LST) DARI DATA MODIS TERRA/AQUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERINGAN WAHYU ARIYADI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

PENGANTAR. Bogor, Maret 2017 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI BOGOR

PENGANTAR. Bogor, Maret 2017 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI BOGOR PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofísika () setiap tahun menerbitkan dua buku Prakiraan Musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap awal Maret dan Prakiraan Musim Hujan setiap awal

Lebih terperinci

VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI

VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 19 3.1 Luas dan Lokasi BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Kabupaten Humbang Hasundutan mempunyai luas wilayah seluas 2.335,33 km 2 (atau 233.533 ha). Terletak pada 2 o l'-2 o 28' Lintang Utara dan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Fisiografi 1. Letak Wilayah Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110 33 00 dan 110 13 00 Bujur Timur, 7 34 51 dan 7 47 30 Lintang Selatan. Wilayah

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak dan Luas. Komponen fisik

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak dan Luas. Komponen fisik KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak dan Luas Daerah penelitian mencakup wilayah Sub DAS Kapuas Tengah yang terletak antara 1º10 LU 0 o 35 LS dan 109 o 45 111 o 11 BT, dengan luas daerah sekitar 1 640

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 23 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) Hasil olahan citra Modis Level 1 yang merupakan data harian dengan tingkat resolusi spasial yang lebih baik yaitu 1 km dapat menggambarkan

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan penggunaan lahan akhir-akhir ini semakin mengalami peningkatan. Kecenderungan peningkatan penggunaan lahan dalam sektor permukiman dan industri mengakibatkan

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Administrasi Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Selatan pada koordinat 6º56'49'' - 7 º45'00'' Lintang Selatan dan 107º25'8'' - 108º7'30'' Bujur Timur

Lebih terperinci

Tingkat Kenyamanan Iklim Daerah Tujuan Wisata Di Pulau Jawa Bagian Tengah Dengan Menggunakan Tourism Climate Index

Tingkat Kenyamanan Iklim Daerah Tujuan Wisata Di Pulau Jawa Bagian Tengah Dengan Menggunakan Tourism Climate Index Tingkat Kenyamanan Iklim Daerah Tujuan Wisata Di Pulau Jawa Bagian Tengah Dengan Menggunakan Tourism Climate Index Herwina Dewani, Sobirin, Djoko Harmantyo Departemen Geografi, Fakultas Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

PENGANTAR. Bogor, Maret 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI DARMAGA BOGOR

PENGANTAR. Bogor, Maret 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI DARMAGA BOGOR PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofísika () setiap tahun menerbitkan dua buku Prakiraan Musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap awal Maret dan Prakiraan Musim Hujan setiap awal

Lebih terperinci

PEMETAAN POHON PLUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS. Oleh MENDUT NURNINGSIH E

PEMETAAN POHON PLUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS. Oleh MENDUT NURNINGSIH E PEMETAAN POHON PLUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Oleh MENDUT NURNINGSIH E01400022 DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

Pendugaan Emisi CO 2 sebagai Gas Rumah Kaca akibat Kebakaran Hutan dan Lahan pada Berbagai Tipe Penutupan Lahan di Kalimantan Tengah, Tahun

Pendugaan Emisi CO 2 sebagai Gas Rumah Kaca akibat Kebakaran Hutan dan Lahan pada Berbagai Tipe Penutupan Lahan di Kalimantan Tengah, Tahun JURNAL Vol. 03 Desember SILVIKULTUR 2012 TROPIKA Pendugaan Emisi Gas CO 2 143 Vol. 03 No. 03 Desember 2012, Hal. 143 148 ISSN: 2086-8227 Pendugaan Emisi CO 2 sebagai Gas Rumah Kaca akibat Kebakaran Hutan

Lebih terperinci

PENGARUH ANOMALI SEA SURFACE TEMPERATURE (SST) DAN CURAH HUJAN TERHADAP POTENSI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI PROVINSI RIAU EREKSO HADIWIJOYO

PENGARUH ANOMALI SEA SURFACE TEMPERATURE (SST) DAN CURAH HUJAN TERHADAP POTENSI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI PROVINSI RIAU EREKSO HADIWIJOYO PENGARUH ANOMALI SEA SURFACE TEMPERATURE (SST) DAN CURAH HUJAN TERHADAP POTENSI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI PROVINSI RIAU EREKSO HADIWIJOYO DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 7 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum dan Distribusi Titik Panas (hotspot)provinsi Jambi Provinsi Jambi secara geografis terletak antara 0 o 45-2 o 45 LS dan 101 o 104 o 55 BT, terletak di tengah Pulau Sumatera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kalimantan Selatan sebagai salah satu wilayah Indonesia yang memiliki letak geografis di daerah ekuator memiliki pola cuaca yang sangat dipengaruhi oleh aktifitas monsoon,

Lebih terperinci

Gbr1. Lokasi kejadian Banjir dan sebaran Pos Hujan di Kabupaten Sidrap

Gbr1. Lokasi kejadian Banjir dan sebaran Pos Hujan di Kabupaten Sidrap BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BALAI BESAR METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA WILAYAH IV MAKASSAR STASIUN KLIMATOLOGI KELAS I MAROS JL. DR. RATULANGI No. 75A Telp. (0411) 372366 Fax. (0411)

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP PROPINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan YME atas berkat dan rahmat Nya kami dapat menyusun laporan dan laporan Prakiraan Musim Kemarau 2016 di wilayah Propinsi Banten

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. IV. GAMBARAN UMUM A. Kondisi Umum Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. Luas wilayah Kabupaten Lampung Tengah sebesar 13,57 % dari Total Luas

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN VEGETASI BERDASARKAN NILAI NDVI DAN FAKTOR BIOFISIK LAHAN DI CAGAR ALAM DOLOK SIBUAL-BUALI SKRIPSI

ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN VEGETASI BERDASARKAN NILAI NDVI DAN FAKTOR BIOFISIK LAHAN DI CAGAR ALAM DOLOK SIBUAL-BUALI SKRIPSI ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN VEGETASI BERDASARKAN NILAI NDVI DAN FAKTOR BIOFISIK LAHAN DI CAGAR ALAM DOLOK SIBUAL-BUALI SKRIPSI Oleh : Ardiansyah Putra 101201018 PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

POTENSI KEBAKARAN HUTAN DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO BERDASARKAN CURAH HUJAN DAN SUMBER API SELVI CHELYA SUSANTY

POTENSI KEBAKARAN HUTAN DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO BERDASARKAN CURAH HUJAN DAN SUMBER API SELVI CHELYA SUSANTY POTENSI KEBAKARAN HUTAN DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO BERDASARKAN CURAH HUJAN DAN SUMBER API SELVI CHELYA SUSANTY DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 POTENSI

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA Press Release BMKG Jakarta, 12 Oktober 2010 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA 2 BMKG A F R I C A A S I A 3 Proses EL NINO, DIPOLE MODE 2 1 1963 1972 1982 1997 1 2 3 EL NINO / LA NINA SUHU PERAIRAN

Lebih terperinci

KONDISI W I L A Y A H

KONDISI W I L A Y A H KONDISI W I L A Y A H A. Letak Geografis Barito Utara adalah salah satu Kabupaten di Propinsi Kalimantan Tengah, berada di pedalaman Kalimantan dan terletak di daerah khatulistiwa yaitu pada posisi 4 o

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Geografis LS dan BT. Beriklim tropis dengan

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Geografis LS dan BT. Beriklim tropis dengan III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Geografis Secara geografis Kabupaten Tebo terletak diantara titik koordinat 0 52 32-01 54 50 LS dan 101 48 57-101 49 17 BT. Beriklim tropis dengan ketinggian

Lebih terperinci

ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI SPASIAL MENGGUNAKAN SUHU PERMUKAAN DARAT (LST) DARI DATA MODIS TERRA/AQUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERINGAN WAHYU ARIYADI

ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI SPASIAL MENGGUNAKAN SUHU PERMUKAAN DARAT (LST) DARI DATA MODIS TERRA/AQUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERINGAN WAHYU ARIYADI ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI SPASIAL MENGGUNAKAN SUHU PERMUKAAN DARAT (LST) DARI DATA MODIS TERRA/AQUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERINGAN WAHYU ARIYADI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam dekade terakhir kebakaran hutan sudah menjadi masalah global.

I. PENDAHULUAN. Dalam dekade terakhir kebakaran hutan sudah menjadi masalah global. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam dekade terakhir kebakaran hutan sudah menjadi masalah global. Hal itu terjadi karena dampak dari kebakaran hutan tersebut bukan hanya dirasakan ole11 Indonesia saja

Lebih terperinci

BMKG PRESS RELEASE BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BMKG PRESS RELEASE BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG PRESS RELEASE BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG OUTLINE I. GEMPABUMI TSUNAMI KEPULAUAN MENTAWAI (25 - oktober 2010); Komponen Tsunami Warning System (TWS) : Komponen Structure : oleh

Lebih terperinci

DAMPAK KEKERINGAN DAN GANGGUAN ASAP AKIBAT EL NINO 2015 TERHADAP PERFORMA TANAMAN KELAPA SAWIT DI BAGIAN SELATAN SUMATERA

DAMPAK KEKERINGAN DAN GANGGUAN ASAP AKIBAT EL NINO 2015 TERHADAP PERFORMA TANAMAN KELAPA SAWIT DI BAGIAN SELATAN SUMATERA DAMPAK KEKERINGAN DAN GANGGUAN ASAP AKIBAT EL NINO 2015 TERHADAP PERFORMA TANAMAN KELAPA SAWIT DI BAGIAN SELATAN SUMATERA Nuzul Hijri Darlan, Iput Pradiko, Muhdan Syarovy, Winarna dan Hasril H. Siregar

Lebih terperinci

Analisa Kesesuaian Lahan Dan Potensi Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Tanah Laut Menggunakan Sistem Informasi Geografis

Analisa Kesesuaian Lahan Dan Potensi Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Tanah Laut Menggunakan Sistem Informasi Geografis Analisa Kesesuaian Lahan Dan Potensi Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Tanah Laut Menggunakan Sistem Informasi Geografis Widiarti 1 dan Nurlina 2 Abstrak: Kalimantan Selatan mempunyai potensi untuk

Lebih terperinci

EVALUASI MUSIM HUJAN 2007/2008 DAN PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2008 PROVINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA

EVALUASI MUSIM HUJAN 2007/2008 DAN PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2008 PROVINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan ( 12070 ) Telp: (021) 7353018 / Fax: 7355262, Tromol Pos. 7019 / Jks KL, E-mail

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan April 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan

Lebih terperinci

PENGANTAR. Bogor, September 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI DARMAGA BOGOR. DEDI SUCAHYONO S, S.Si, M.Si NIP

PENGANTAR. Bogor, September 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI DARMAGA BOGOR. DEDI SUCAHYONO S, S.Si, M.Si NIP Prakiraan Musim Hujan 2016/2017 Provinsi Jawa Barat PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofísika () setiap tahun menerbitkan dua buku Prakiraan Musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Maksud dan Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Maksud dan Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu sumber energi yang telah lama digunakan dan telah berkembang hingga saat ini adalah batubara. Semakin menurunnya tren produksi minyak dan gas saat ini membuat

Lebih terperinci

Pengelolaan Sawit di Lahan Gambut sesuai PermenLHK no 14, 15 dan 16/2017 di Lahan Gambut

Pengelolaan Sawit di Lahan Gambut sesuai PermenLHK no 14, 15 dan 16/2017 di Lahan Gambut Pengelolaan Sawit di Lahan Gambut sesuai PermenLHK no 14, 15 dan 16/2017 di Lahan Gambut Oleh Basuki Sumawinata Dept. Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Faperta, IPB Presentasi disampaikan pada pertemuan

Lebih terperinci

PENYEBAB KEBAKARAN HUTAN DI KAWASAN HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, JAWA BARAT ALDI YUSUP

PENYEBAB KEBAKARAN HUTAN DI KAWASAN HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, JAWA BARAT ALDI YUSUP PENYEBAB KEBAKARAN HUTAN DI KAWASAN HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, JAWA BARAT ALDI YUSUP DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

Lebih terperinci

INDEKS KEKERINGAN PROVINSI RIAU MENGGUNAKAN TEORI RUN BERBASIS DATA SATELIT

INDEKS KEKERINGAN PROVINSI RIAU MENGGUNAKAN TEORI RUN BERBASIS DATA SATELIT INDEKS KEKERINGAN PROVINSI RIAU MENGGUNAKAN TEORI RUN BERBASIS DATA SATELIT Barcha Yolandha Sharie (1), Manyuk Fauzi (2), Rinaldi (2) Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Riau 1)

Lebih terperinci

PENDUGAAN SERAPAN KARBON DIOKSIDA PADA BLOK REHABILITASI CONOCOPHILLIPS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI PRASASTI RIRI KUNTARI

PENDUGAAN SERAPAN KARBON DIOKSIDA PADA BLOK REHABILITASI CONOCOPHILLIPS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI PRASASTI RIRI KUNTARI PENDUGAAN SERAPAN KARBON DIOKSIDA PADA BLOK REHABILITASI CONOCOPHILLIPS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI PRASASTI RIRI KUNTARI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 8 eigenvalue masing-masing mode terhadap nilai total eigenvalue (dalam persen). PC 1 biasanya menjelaskan 60% dari keragaman data, dan semakin menurun untuk PC selanjutnya (Johnson 2002, Wilks 2006, Dool

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Perubahan Rasio Hutan Sebelum membahas hasil simulasi model REMO, dilakukan analisis perubahan rasio hutan pada masing-masing simulasi yang dibuat. Dalam model

Lebih terperinci

Gambar 3 Sebaran curah hujan rata-rata tahunan Provinsi Jawa Barat.

Gambar 3 Sebaran curah hujan rata-rata tahunan Provinsi Jawa Barat. 11 yang akan datang, yang cenderung mengalami perubahan dilakukan dengan memanfaatkan keluaran model iklim. Hasil antara kondisi iklim saat ini dan yang akan datang dilakukan analisis dan kemudian dilakukan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27" Lintang Selatan dan 110º12'34" - 110º31'08" Bujur Timur. Di

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27 Lintang Selatan dan 110º12'34 - 110º31'08 Bujur Timur. Di IV. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai lima Kabupaten dan satu Kotamadya, salah satu kabupaten tersebut adalah Kabupaten Bantul. Secara geografis,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil 5.1.1 Penutupan Lahan Penutupan lahan yang terdapat di Kalimantan Tengah terdiri atas 18 jenis penutupan lahan. Tabel 1 menyajikan penutupan lahan di Kalimantan Tengah.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian METODE Waktu dan Tempat Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian METODE Waktu dan Tempat Penelitian PENDAHULUAN Latar Belakang Kejadian kebakaran wilayah di Indonesia sudah menjadi peristiwa tahunan, khususnya di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Pada tahun 2013 kebakaran di Pulau Sumatera semakin meningkat

Lebih terperinci

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Evapotranspirasi Potensial Standard (ETo)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Evapotranspirasi Potensial Standard (ETo) xviii BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Evapotranspirasi Potensial Standard (ETo) Evapotranspirasi adalah jumlah air total yang dikembalikan lagi ke atmosfer dari permukaan tanah, badan air, dan vegetasi oleh

Lebih terperinci

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Geografis Wilayah Provinsi Jawa Barat Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak antara 5 54' - 7 45' LS dan 106 22' - 108 50 BT dengan areal seluas 37.034,95

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia, setelah Brazil (Anonimus, 2009). Brazil merupakan salah satu negara dengan

Lebih terperinci

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec BAB III KONDISI UMUM LOKASI Lokasi penelitian bertempat di Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Kota Banjarbaru, Kabupaten Kota Banjarmasin, dan Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 16 KONDISI UMUM WILAYAH STUDI Kondisi Geografis dan Administratif Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49

Lebih terperinci

RINGKASAN BAKHTIAR SANTRI AJI.

RINGKASAN BAKHTIAR SANTRI AJI. PEMETAAN PENYEBARAN POLUTAN SEBAGAI BAHAN PERTIMBANGAN PEMBANGUNAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI KOTA CILEGON BAKHTIAR SANTRI AJI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Sumatera Utara adalah salah satu provinsi yang berada di Pulau Sumatera dengan posisi 1-4 Lintang Utara dan 98-100 Bujur Timur. Letak geografis Sumatera Utara

Lebih terperinci

KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI

KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan September 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan November, Desember 2013 dan Januari 2014 disusun berdasarkan hasil pengamatan data hujan dari 60 stasiun

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 39 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Kabupaten Deli Serdang merupakan bagian dari wilayah Propinsi Sumatera Utara dan secara geografis Kabupaten ini terletak pada 2º 57-3º

Lebih terperinci

PENENTUAN POLA SEBARAN KONSENTRASI KLOROFIL-A DI SELAT SUNDA DAN PERAIRAN SEKITARNYA DENGAN MENGGUNAKAN DATA INDERAAN AQUA MODIS

PENENTUAN POLA SEBARAN KONSENTRASI KLOROFIL-A DI SELAT SUNDA DAN PERAIRAN SEKITARNYA DENGAN MENGGUNAKAN DATA INDERAAN AQUA MODIS PENENTUAN POLA SEBARAN KONSENTRASI KLOROFIL-A DI SELAT SUNDA DAN PERAIRAN SEKITARNYA DENGAN MENGGUNAKAN DATA INDERAAN AQUA MODIS Firman Ramansyah C64104010 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci