BAB II KAJIAN PUSTAKA. kekuatan tulang dan meningkatkan resiko keropos tulang. meningkatkan kejadian fraktur tulang (Shen et al., 2010).

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA. kekuatan tulang dan meningkatkan resiko keropos tulang. meningkatkan kejadian fraktur tulang (Shen et al., 2010)."

Transkripsi

1 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Osteoporosis Menurut National Osteoporosis Foundation (2014), osteoporosis adalah penyakit tulang dengan karakteristik massa tulang yang rendah, terjadi kerusakan mikro-arsitektur jaringan tulang yang mempengaruhi kekuatan tulang dan meningkatkan resiko keropos tulang. Osteoporosis adalah suatu keadaan yang menyebabkan tulang kehilangan massa tulang, mengubah mikroarsitektur jaringan tulang sampai melewati ambang batas sehingga tulang menjadi rapuh dan akibatnya tulang akan mudah patah. Osteoporosis ditandai dengan adanya massa tulang yang rendah yang memicu kerapuhan tulang dan meningkatkan kejadian fraktur tulang (Shen et al., 2010). Definisi osteoporosis yang sering digunakan adalah definisi dari WHO dimana osteoporosis adalah suatu penyakit yang memiliki sifat berkurangnya massa tulang dan kelainan mikroarsitektur jaringan tulang, dengan akibat meningkatnya kerapuhan tulang dan resiko terjadinya fraktur tulang. Karakteristik osteoporosis ditandai dengan adanya penurunan kekuatan tulang. Kekuatan tulang ini adalah hasil integrasi antara mineralisasi, arsitektur tulang, bone turn over dan akumulasi 7

2 2 kerusakan tulang. Osteoporosis identik dengan kehilangan massa tulang, yaitu kelainan tulang yang merujuk pada kelainan kekuatan tulang. Apabila kekuatan tulang ini menurun maka merupakan faktor predisposisi terjadinya fraktur (National Osteoporosis Foundation, 2014). Massa tulang pada manusia dipengaruhi oleh faktor genetik dengan kontribusi dari nutrisi, keadaan endokrin, aktivitas fisik dan kondisi kesehatan saat masa pertumbuhan. Proses pembentukan tulang yang memelihara kesehatan tulang dapat dikategorikan sebagai program pencegahan, secara kontinyu mengganti tulang yang lama dan menggantikannya dengan tulang yang baru. Kehilangan massa tulang terjadi saat keseimbangan proses pembentukan tulang terganggu sehingga resorpsi tulang lebih banyak dari pembentukan tulang baru. Ketidakseimbangan ini biasanya terjadi pada orang lanjut usia dan pada wanita yang mengalami menopause. Kehilangan massa tulang dapat mengubah mikro-arsitek jaringan tulang dan meningkatkan resiko fraktur tulang (National Osteoporosis Foundation, 2014). Gambar 2.1 Mikrograph tulang normal (National Osteoporosis Foundation, 2014)

3 3 Gambar 2.2 Mikrograph tulang yang mengalami osteoporosis (National Osteoporosis Foundation, 2014) Penyebab Osteoporosis Usia, jenis kelamin dan ras merupakan faktor penentu utama dari massa tulang dan resiko patah tulang. Osteoporosis dapat terjadi pada semua usia, namun hal ini lebih banyak terjadi pada orang lanjut usia. Selama masa anak-anak dan dewasa muda, pembentukan tulang jauh lebih cepat dibandingkan dengan kerusakan tulang. Titik puncak massa tulang (peak bone mass) tercapai pada sekitar usia 30 tahun, dan setelah itu mekanisme resorpsi tulang menjadi jauh lebih cepat dibandingkan dengan pembentukan tulang. Penurunan massa tulang yang cepat akan menyebabkan kerusakan pada mikroarsitektur tulang khususnya pada tulang trabekular (National Osteoporosis Foundation, 2014). Secara garis besar patofisiologi osteoporosis berawal dari adanya massa puncak tulang yang rendah disertai adanya penurunan massa tulang. Massa puncak tulang yang rendah ini diduga berkaitan dengan faktor genetik, sedangkan faktor yang menyebabkan penurunan massa tulang adalah proses menua, menopause, faktor lain yaitu obat obatan, aktivitas

4 4 fisik yang kurang serta gaya hidup tidak sehat. Akibat massa puncak tulang yang rendah disertai adanya penurunan massa tulang menyebabkan densitas tulang menurun yang merupakan faktor resiko terjadinya fraktur (National Osteoporosis Foundation, 2014). Sebuah studi epidemiologi mengindikasi hubungan antara asupan antioksidan dan kesehatan tulang (Rao et al., 2012). Beberapa penelitian melaporkan adanya efek stress oksidatif terhadap diferensiasi dan fungsi osteoklas serta pengaruhnya terhadap peningkatan kehilangan massa tulang (Bai et al., 2004). Stress oksidatif dapat menghambat pertumbuhan tulang dengan cara menghambat diferensiasi osteoblas melalui extracellular signal-regulated kinase (ERK) dan ERK-dependent nuclear factor-kb signaling pathway (Bai et al., 2004; Shen et al., 2009). Reactive Oxygen Species (ROS) merupakan molekul yang sangat reaktif, mengandung molekul oksigen dan radikal bebas, termasuk hidroksil (OH) dan radikal superoksida (O 2 ), hidrogen peroksida (H 2 O 2 ), oksigen singlet, dan peroksida lemak. ROS dapat mengakibatkan stres oksidatif karena sifat radikal bebasnya menyebabkan kerusakan beberapa biomolekul, seperti DNA, protein, dan lipid (Baek et al.,2010). ROS dihasilkan oleh mitokondria, selanjutnya produksi ROS akan mengaktivasi jalur regulasi proses inflamasi melalui mekanisme aktivasi ERK dan ERK selanjutnya akan mengaktivasi produksi Nuclear Factor kb (NF-kB) dan NF-kB akan merangsang produksi sitokin proinflamasi,

5 5 seperti TNF-α dan IL-6. TNF-α dan IL-6 akan meningkatkan osteoklastogenesis, menghambat apoptosis osteoklas dan menghambat aktivasi osteoblas (Vali et al., 2007) Jenis-jenis Osteoporosis Osteoporosis postmenopausal, terjadi karena kekurangan hormonestrogen, yang membantu mengatur transportasi kalsium ke dalam tulang pada wanita. Biasanya gejala timbul pada wanita yang berusia di antara tahun, tetapi bisa mulai muncul lebih cepat ataupun lebih lambat. Namun tidak semua wanita memiliki resiko yang sama untuk menderita osteoporosis postmenopausal, wanita kulit putih dan daerah timur lebih mudah menderita penyakit ini daripada wanita kulit hitam. Osteoporosis senilis, kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan diantara kecepatan resorpsi tulang dan pembentukan tulang yang baru. Senilis berarti bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada usia diatas 70 tahun dan 2 kali lebih sering menyerang wanita. Wanita seringkali menderita osteoporosis senilis dan postmenopausal. Osteoporosis sekunder, dialami kurang dari 5% penderita osteoporosis, yang disebabkan oleh keadaan medis lainnya atau oleh obatobatan. Penyakit ini bisa disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal (terutama tiroid, paratiroid dan adrenal) dan obat-obatan

6 6 (misalnya kortikosteroid, barbiturat, anti-kejang dan hormon tiroid yang berlebihan). Konsumsi alkohol yang berlebihan dan merokok bisa memperburuk keadaan ini (Mulyaningsih, 2008) Pengobatan Osteoporosis Osteoporosis sebenarnya dapat dicegah sejak dini dengan membudayakan perilaku hidup sehat yaitu mengkonsumsi makanan dengan gizi seimbang yang memenuhi kebutuhan nutrisi dengan unsur kaya serat, rendah lemak dan kaya kalsium ( mg kalsium per hari), berolahraga secara teratur, tidak merokok dan tidak mengkonsumsi minuman beralkohol (National Osteoporosis Foundation, 2014). WHO Scientific Group On The Assessment Of Osteoporosis At Primary Health Care Level (2007) menegaskan agar semua negara anggota WHO memiliki program global dan harus memperhatikan faktor gizi, terutama asupan kalsium dan vitamin D yang memadai. Merokok harus dihindari, bukan semata-mata karena efek yang mungkin pada metabolisme skeletal, tetapi banyak efek samping lain yang terkait dengan merokok. Mengurangi konsumsi alkohol dan menghindari imobilitas juga direkomendasikan sebagai tindakan peningkatan kesehatan masyarakat. Pengobatan osteoporosis dapat dilakukan dengan obat kalsium, vitamin D dan terapi hormon estrogen pengganti. Namun pemberian

7 7 hormon estrogen memiliki efek samping seperti obesitas dan migren serta dapat meningkatkan risiko terjadinya hiperplasia bahkan kanker payudara dan endometrium. Efek samping tersebut dapat dikurangi dengan pemberian hormon kombinasi antara estrogen dan progesteron, namun hal ini masih diperdebatkan para ahli dan peneliti (Wratsangka, 1999). Menurut National Osteoporosis Foundation (2014), ada beberapa jenis obat yang disetujui FDA untuk pencegahan dan atau pengobatan osteoporosis postmenopause termasuk bifosfonat (alendronate, alendronate plus D, ibandronate, risedronate dan asam zoledronic), kalsitonin, estrogen (estrogen dan atau terapi hormon), agonis estrogen / antagonis (raloxifene), kompleks estrogen jaringan-selektif (conjugated estrogen / bazedoxifene), hormon paratiroid (PTH [1-34], teriparatide) dan denosumab RANKL inhibitor. Farmakoterapi juga dapat mengurangi patah tulang pada pasien dengan massa tulang yang rendah (osteopenia) tanpa fraktur, namun bukti yang mendukung hal ini tidak kuat. 2.2 Struktur Tulang Struktur tulang terdiri dari atas sel, serat dan substansi dasar, namun komponen ekstraselnya mengapur menjadi substansi keras yang cocok untuk fungsi menyokong dan pelindung kerangka. Secara makroskopik, tulang dibedakan menjadi dua bentuk tulang yaitu tulang kompak

8 8 (substansia kompakta) dan tulang spons (substansia spongiosa). Tulang kompak tampak sebagai massa utuh padat dengan ruang-ruang kecil yang hanya tampak dengan menggunakan mikroskop. Kedua bentuk tulang saling berhubungan tanpa batas jelas (Fawcet, 1994). Gambar 2.3 Fotomikrograph potongan sagital ujung proksimal humerus sendi bahu (Fawcet, 1994) Substansi interstisial tulang terdiri atas dua komponen utama yaitu matriks organik sebanyak 35% dan garam-garam anorganik sejumlah 65%. Matriks organik terdiri atas 90 % serat-serat kolagen yang terbenam dalam substansi dasar kaya proteoglikan, terutama kolagen tipe I. Bahan anorganik tulang terdiri atas endapan sejenis kalsium fosfat submikroskopik. Pada tulang yang aktif bertumbuh, terdapat empat jenis sel yaitu sel osteoprogenitor, osteoblas, osteosit dan osteoklas. Sel osteoprogenitor paling aktif selama pertumbuhan tulang dan akan diaktifkan kembali semasa kehidupan dewasa saat pemulihan fraktur tulang dan bentuk cerea lainnya. Osteoblas adalah sel pembentuk tulang

9 9 yang berkembang dan dewasa. Sel utama tulang dewasa adalah osteosit, yang terdapat dalam lacuna didalam matriks yang mengapur. Osteoklas adalah sel yang memiliki peran dalam resorpsi tulang dalam proses remodeling tulang. Osteoklas menempati lekukan yang disebut lakuna Howship yang terjadi akibat kerja erosif osteoklas pada tulang dibawahnya (Fawcet, 1994). Sel osteoblas dan osteoklas berperan dalam pengaturan metabolisme tulang dan keduanya terlibat dalam perkembangan osteoporosis. Ketidakseimbangan antara pembentukan tulang dan resorpsi tulang adalah kunci dari patofisiologi dari penyakit tulang pada orang dewasa termasuk osteoporosis (Shen et al., 2010) Osteoblas Osteoblas adalah sel pembentuk tulang dari tulang yang berkembang dan dewasa. Selama deposisi aktif dari matriks baru, mereka tersusun sebagai lapis epiteloid sel-sel kuboid atau kolumnar pada permukaan tulang. Inti osteoblas biasanya terletak pada ujung sel paling jauh dari permukaan tulang. Sitoplasmanya sangat basofilik dan sebuah kompleks Golgi tampak mencolok sebagai daerah lebih pucat antara inti dan dasar sel. Pada mikrograph elektrik, osteoblas memiliki struktur yang diharapkan dari sel yang aktif menghasilkan protein. Retikulum

10 10 endoplasmanya yang luas ditaburi ribosom dan banyak ribosom bebas terdapat dalam sitoplasma. Meskipun osteoblas terpolarisasi terhadap tulang dibawahnya, pembebasan produknya agaknya tidak terbatas pada kutub basal karena ada sel diantaranya yang berangsur-angsur diselubungi oleh sekretnya sendiri dan ditransformasi menjadi osteosit, terkurung dalam matriks tulang yang baru dibentuk. Selain mensekresi berbagai unsur matriks seperti kolagen tipe I, proteoglikan, osteokalsin, osteonektin, dan osteopoetin, osteoblas juga menghasilkan faktor penumbuh yang memiliki efek autokrin dan parakrin penting pada pertumbuhan tulang. Mereka juga memiliki reseptor permukaan terhadap berbagai hormon, vitamin, dan sitokin yang mempengaruhi aktivitasnya (Fawcet, 1994) Osteoklas Seumur hidup tulang tetap mengalami remodeling intern dan pembaruan yang mencakup menghilangkan matriks tulang pada banyak tempat, diikuti penggantiannya berupa deposisi tulang baru. Dalam proses ini, agen resorpsi tulang adalah osteoklas, sel-sel besar sampai berdiameter 150 μm dan mengandung sampai 50 inti sel. Sel-sel ini menempati lekukan yang disebut lakuna Howship, terjadi akibat kerja erosif osteoklas pada tulang dibawahnya (Fawcet, 1994).

11 11 Osteoklas adalah sel multinukleus yang berperan dalam proses resorpsi tulang (Shen et al., 2010). Osteoklas merupakan satu-satunya sel yang dikenal mampu meresorbsi tulang. Osteoklas yang teraktivasi berasal dari sel-sel prekursor mononuklear dari monosit makrofag. Sel prekursor monosit-makrofag mononuklear telah diidentifikasi dalam berbagai jaringan, tetapi sel prekursor monosit-makrofag mononuklear pada sumsum tulang diperkirakan memiliki osteoklas paling banyak (Clarke, 2006). Osteoklas menunjukkan polaritas nyata, dengan intinya mengumpul dekat permukaan bebasnya yang licin, sedangkan permukaan dekat tulang menunjukkan garis-garis radial yang dulu ditafsirkan sebagai brush border. Tetapi mikrograf elektron menunjukkan bahwa mereka tidak begitu teratur dan terdiri atas lipatan-lipatan dalam dari membran yang membatasi sejumlah besar cabang mirip daun, dipisahkan oleh celah-celah sempit. Berbeda dengan brush border, yang merupakan kekhususan permukaan stabil, pada osteoklas sangat aktif dan terus mengubah konfigurasinya. Studi sinematografik merekam penjuluran dan penarikan kembali cabang-cabang bordernya dan perubahan bentuknya. Istilah deskriptif ruffled border kini banyak dipakai untuk membedakan kekhususan pada dasar osteoklas ini dari brush border pada permukaan lumen epitel absorptif (Fawcet, 1994).

12 12 Receptor activator of NF-kB ligand (RANKL) dan Macrofag Colony Stimulating Factor (M-CSF) merupakan dua sitokin yang berperan dalam pembentukan osteoklas. Kedua sitokin tersebut diproduksi oleh sel stromal pada sumsum tulang dan dalam membran osteoblas, serta osteoklastogenesis memerlukan keberadaan sel stromal dan osteoblas pada sumsum tulang. RANKL merupakan bagian dari keluarga TNF dan merupakan faktor penting dalam pembentukan osteoklas. M-CSF diperlukan untuk proliferasi, pertahanan dan diferensiasi dari prekursor osteoklas, untuk pertahanan osteoklas dan keperluan penataan sitoskeletal pada saat resorbsi tulang. Osteoprotegrin (OPG) merupakan protein yang mampu mengikat RANKL dengan afinitas yang tinggi untuk menghambat aksi dari reseptor RANK (Clarke, 2008) Proses Pembentukan Tulang Kerangka manusia dewasa memiliki total 213 tulang yang memiliki berbagai fungsi, selain memberikan dukungan struktural untuk tubuh dan tempat melekatnya otot-otot, melindungi struktur organ vital dan membantu pemeliharaan homeostasis mineral dan keseimbangan asambasa, berfungsi sebagai reservoir faktor pertumbuhan dan sitokin serta menyediakan lingkungan untuk hematopoesis dalam sumsum tulang. Setiap tulang selalu mengalami remodeling selama hidup untuk membantu beradaptasi dengan perubahan kekuatan biomekanik, serta perombakan

13 13 tulang yang tua dan mengalami kerusakan mikro dan menggantinya dengan yang baru (Stranding, 2004). Tulang memiliki beberapa fungsi penting sebagai tempat penyimpanan kalsium dan fosfor. Fungsi tersebut sangat penting untuk regulasi kalsium dan fosfor dalam darah yang dipengaruhi oleh asupan mineral dalam usus dan sekresi mineral dalam urin. Mekanisme homeostasis tulang diatur oleh hormon paratiroid (PTH), Calcitonin (CT) dan vitamin D (Lerner, 2006). Remodeling tulang adalah proses dimana tulang diperbarui untuk menjaga kekuatan tulang dan homeostasis mineral. Perombakan melibatkan penghapusan terus menerus tulang yang sudah tua, penggantian ini memiliki sintesis matriks protein yang baru, dan mineralisasi matriks selanjutnya untuk membentuk tulang baru. Proses remodeling tulang meresorbsi tulang yang lama dan membentuk tulang baru untuk mencegah akumulasi tulang dengan kerusakan mikro. Perombakan dimulai sebelum kelahiran dan berlanjut sampai kematian. Unit remodeling tulang terdiri dari osteoklas dan osteoblas yang secara berurutan melaksanakan resorpsi tulang tua dan pembentukan tulang baru. Siklus remodeling terdiri dari empat fase berurutan yaitu aktivasi, resorpsi, pembalikan dan pembentukan. Tempat perombakan dapat berkembang secara acak tetapi juga ditargetkan ke daerah-daerah yang memerlukan perbaikan tulang (Clarke, 2008).

14 14 Jaringan tulang tidaklah statik, tulang yang sehat memerlukan proses remodeling dan modeling secara kontinyu untuk mempertahankan fungsi penunjang dan sebagai regulator homeostasis mineral (Lerner, 2006) Densitas Tulang Densitas tulang dipengaruhi oleh koordinasi aktivitas osteoblas dan osteoklas. Proses remodeling tulang ini tidak hanya untuk mempertahankan massa tulang, tetapi berfungsi juga untuk memperbaiki kerusakan mikro pada tulang, untuk mencegah terlalu banyak tulang yang tua dan untuk fungsi homeostasis mineral. Aktivitas osteoblas dan osteoklas dikontrol oleh berbagai macam hormon dan sitokin. Yang terpenting adalah hormon seks untuk menjaga massa tulang tetap seimbang dan jika kekurangan salah satu hormon seks baik estrogen maupun testosteron dapat menurunkan massa tulang dan meningkatkan resiko osteoporosis (Lerner, 2006). Sifat mekanikal tulang sangat tergantung pada sifat material tulang tersebut. Pada tulang kortikal kekuatan tulangnya sangat tergantung pada kepadatan dan porositasnya. Semakin bertambahnya umur, tulang semakin keras karena mineralisasi sekunder semakin baik, tetapi juga tulang semakin getas, tidak mudah menerima beban (Fawcet, 1994).

15 15 Pada tulang trabekular, kekuatan tulang juga tergantung pada kepadatan tulang dan porositasnya. Penurunan densitas tulang trabekular sekitar 25%, sesuai dengan peningkatan umur tahun dan penurunan kekuatan tulang sekitar 44%. Sifat mekanikal tulang trabekular ditentukan oleh mikroarsitekturnya, yaitu susunan trabekulasi pada tulang tersebut, termasuk jumlah, ketebalan, jarak dan interkoherensi antara satu trabekulasi dengan trabekula lainnya. Dengan bertambahnya umur, jumlah dan ketebalan trabekula akan menurun, jarak antar trabekula dengan trabekula lainnya bertambah jauh dan interkoneksi juga makin buruk karena banyaknya trabekula yang putus (Fawcet, 1994). 2.3 Kombucha tea Sejarah Kombucha tea adalah teh yang dibuat dengan fermentasi teh hitam, gula dan kultur Kombucha (Chen dan Liu, 2000). Cita rasa Kombucha tea sedikit manis dan asam (Jayabalan et al., 2008). Teh ini juga disebut dengan berbagai nama yang berbeda seperti Fungus japonicas, Fungo-Japan, Manchurian mushroom tea, Combucha fungus tea, Pichia fermentans, Cembuya oientalis, Tschambucco, Volga spring, Mo-gu, Champinon de longue vie, Teekwass, Kwassan, Kargasok tea dan the champagne of life (Cavusoglu dan Guler, 2010).

16 16 Minuman Kombucha tea telah dinikmati di banyak negara dalam waku yang lama, dan akhir-akhir ini banyak laporan ilmiah yang mengindikasi teh ini mampu menjaga kesehatan dan mencegah penyakit kronis. Teh ini aslinya dari Cina dan berkembang mulai tahun 220 SM dimana Divine Che dianugrahi oleh kaisar dinasti Tsin atas minuman pendetoks dan penambah energinya. Pada tahun 414 SM, teh inidibawa oleh Dokter Kombu dari Korea ke Jepang untuk mengobati masalah pencernaan sang kaisar Jepang saat itu. Kemudian teh tersebut dikenalkan di negara Eropa oleh penjelajah Portugis dan Belanda. Sebutan Tea Kvass untuk Kombucha tea dikenalkan di Rusia oleh para pedagang Cina (Dufresne dan Farnworth, 2000). Kultur Kombucha merupakan lapisan bersifat gelatinoid (gel) dan liat berbentuk piringan datar berwarna putih dengan ketebalan 0,3-1,2 cm. Struktur ini tersusun atas selulosa hasil metabolisme bakteri asam asetat. Kultur Kombucha ini terbentuk mula-mula berupa lapisan tipis seperti film di permukaan cairan teh dan semakin lama tumbuh meluas dan menebal secara berlapis. Kultur Kombucha dapat terletak mengapung di permukaan cairan atau kadang tenggelam dalam medium teh (Rinihapsari dan Richter, 2008). Para ahli menyebut jamur bakteri ini dengan sebutan Symbiosis Colony of

17 17 Bactery Yeast (koloni scoby). Sifatnya yang seperti gel membuat bentuk koloni scoby mengikuti bentuk wadah (tempat pembiakan). Tumbuh pada lingkungan yang mengandung glukosa, misalnya teh manis (Naland, 2008) Kandungan Kultur Kombucha tea dapat mencakup beberapa jenis ragi dan bakteri seperti Saccharomycodes ludwigii, Schizosaccharomyces pombe, Brettanomyces bruxellensis, Bacterium xylinum, Bacterium gluconicum, Bacterium xylinoides, Bacterium katogenum, Pichia fermentans and Candida stellata. Didalamnya juga berisi pendetoks hati, antioksidan, polifenol, probiotik, dan bentuk bebas asam amino (Cavusoglu dan Guler, 2010). Polifenol merupakan senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan yang paling kuat (Cabrera et al., 2003). Selama fermentasi, kultur Kombucha akan menghasilkan sejumlah alkohol (0,5-1%), karbon dioksida, vitamin B kompleks (B1/tiamin, B2/riboflavin, B3/niasin, B6/piridoksin, B12/sianokobalamin, vitamin C, asam folat, asam glukoronat, asam asetat, asam laktat, asam amino esensial, enzim, antibiotik dan kandungan lain seperti polifenol (Naland, 2008).

18 18 Polifenol diketahui tidak hanya berperan dalam pencegahan penyakit jantung dan kanker, tetapi juga pencegahan osteoporosis karena potensi karakter antioksidan dan antiinflamasi. Selain itu Polifenol golongan Katekin juga menghambat produksi dari TNF-α dan IL-6 sehingga osteoblas mampu bertahan lebih lama. Katekin juga menghambat proses aktivasi Nuclear Factor-κB (NF-κB) sehingga menurunkan pertumbuhan sel osteoklas (Shen et al., 2010). Polifenol yang terdapat dalam Kombucha tea yaitu epicatechin (EC), epigallocatechin (EGC), epicatechin gallate (ECG), epigallocatechin gallate (EGCG), theaflavin (TF) dan thearubigins (TR)(Jayabalan et al., 2007). Salah satu katekin yaitu EGC, dapat menstimulasi diferensiasi osteoblas dan menghambat induksi RANKL dalam diferensiasi osteoklas (Ko et al., 2009). EGCG dan theaflavin dapat meningkatkan jumlah osteoblas, osteoblastogenesis, dan pembentukan tulang, terbukti dengan adanya peningkatan kelangsungan hidup osteoblastik, proliferasi dan diferensiasi tulang (Vali et al., 2007). Tes fitokimia dilakukan pada Kombucha tea hasil fermentasi 14 hari, hasil yang didapatkan adanya kandungan triterpenoid (+), steroid (+), flavonoid (+), alkaloid (+), fenolat (+), tanin (+) dan saponin (+).

19 Manfaat Rendahnya produktivitas kontaminasi dari mikroorganisme berbahaya yang menyebabkan penyakit membuat Kombucha tea aman untuk dipersiapkan sendiri di rumah tanpa risiko patogenik untuk kesehatan (Talawat et al., 2006). Beberapa penelitian telah dilakukan terhadap sejumlah pemakai Kombucha yang terdapat di daerah Kargasok (Rusia), Polandia, Amerika, Cina dan beberapa negara lainnya untuk membuktikan khasiat Kombucha tea. Penduduk Kargasok mengkonsumsi Kombucha tea setiap hari sehingga banyak yang berumur panjang bahkan lebih dari 100 tahun. Meskipun sudah tua, mereka tetap melakukan aktifitas seperti orang yang masih produktif. Selain itu di Rusia, Kombucha tea juga digunakan untuk mengobati pecandu minuman keras. Setelah mengkonsumsi Kombucha tea secara rutin, kebiasaan minum minuman beralkohol akan berkurang dan bahkan ditinggalkan. Efektifitas penyembuhan dari Kombucha tea berbasis pada asam glukonat, asam glukoronat, asam laktat, asam asetat, vitamin C, vitamin B serta zat-zat antibiotik. Meskipun demikian, Kombucha tea bukanlah obat dan tidak bisa menggantikan penggunaan obat resep dokter. Prinsipnya Kombucha tea berperan meningkatkan derajat kesehatan dan daya tahan tubuh. Dengan

20 20 meningkatnya kondisi daya tahan dan kesehatan tubuh, pencegahan dan penyembuhan berbagai macam penyakit bisa lebih optimal (Naland, 2008). Hasil fermentasi dan oksidasi dari mikroorganisme pada Kombucha tea menghasilkan berbagai macam asam organik, vitamin dan enzim-enzim. Penelitian menunjukkan bahwa Kombucha tea mampu meningkatkan daya tahan terhadap kanker, mencegah penyakit jantung, melancarkan pencernaan, menstimulasi kekebalan tubuh dan mengurangi peradangan (Dufresne dan Farnworth, 2000). Aktivitas antioksidan Kombucha tea meningkat sejalan dengan lamanya fermentasi (Suhartatik dan Kurniawati, 2008) Proses fermentasi Proses fermentasi dimulai saat kultur mengubah glukosa menjadi alkohol dan karbondioksida. Kemudian bereaksi dengan air membentuk asam karbonat. Alkohol akan teroksidasi menjadi asam asetat. Asam glukonat terbentuk dari oksidasi glukosa oleh bakteri dari genus Acetobacter. Kultur dalam waktu bersamaan juga menghasilkan asam-asam organik lainnya. Jika nutrisi dalam medium telah habis dikonsumsi, kultur akan berhenti tumbuh tetapi tidak mati. Kultur akan aktif lagi jika memperoleh nutrisi kembali. Lama fermentasi berkisar 4-14 hari. Semakin lama fermentasi maka akan semakin asam dan rasa manis semakin berkurang. Lama fermentasi yang disarankan

21 21 adalah 14 hari karena gula telah benar-benar difermentasi dan minuman memiliki rasa yang kuat seperti anggur (Hidayat et al., 2006). 2.4 Tikus wistar Tikus wistar adalah salah satu strain dari tikus putih (Rattus norvegicus) yang merupakan tikus rumah dan binatang asli Asia, India, dan Eropa Barat. Tikus laboratorium adalah spesies tikus putih yang dibesarkan dan disimpan untuk penelitian ilmiah. Tikus laboratorium akan digunakan sebagai model hewan yang penting untuk penelitian. Klasifikasidari tikus putih Kingdom : Animalia Phylum : Chordota Subphylum : Vertebrata Class : Mammalia Order : Rodentia Family : Muridae Genus : Rattus Species : Norwegicus

BAB I PENDAHULUAN. Manusia yang telah memasuki usia diatas 55 tahun mengalami proses penuaan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia yang telah memasuki usia diatas 55 tahun mengalami proses penuaan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia yang telah memasuki usia diatas 55 tahun mengalami proses penuaan secara alamiah yang nantinya akan menimbulkan masalah kesehatan, mental, sosial, ekonomi,

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA DENGAN OSTEOPOROSIS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA DENGAN OSTEOPOROSIS ASUHAN KEPERAWATAN PADA DENGAN OSTEOPOROSIS TINJAUAN TEORI 1. Definisi Osteoporosis adalah penyakit metabolisme tulang yang cirinya adalah pengurangan massa tulang dan kemunduran mikroarsitektur tulang

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa kadar NO serum awal penelitian dari

BAB VI PEMBAHASAN. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa kadar NO serum awal penelitian dari BAB VI PEMBAHASAN VI.1. Pembahasan Hasil uji statistik menunjukkan bahwa kadar NO serum awal penelitian dari kedua kelompok tak berbeda bermakna. Kadar NO serum antar kelompok berbeda bermakna. Kadar NO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kandidiasis. Dermatomikosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. dan kandidiasis. Dermatomikosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi yang disebabkan oleh jamur adalah dermatomikosis dan kandidiasis. Dermatomikosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh anggota kelompok jamur yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. cara ditempuh, antara lain memperhatikan dan mengatur makanan yang

I. PENDAHULUAN. cara ditempuh, antara lain memperhatikan dan mengatur makanan yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Manusia berusaha untuk tetap sehat dan panjang umur dalam hidupnya. Berbagai cara ditempuh, antara lain memperhatikan dan mengatur makanan yang dikonsumsi,

Lebih terperinci

IV. Hasil dan Pembahasan

IV. Hasil dan Pembahasan IV. Hasil dan Pembahasan 4.1. Keasaman Total, ph. Ketebalan Koloni Jamur dan Berat Kering Sel pada Beberapa Perlakuan. Pada beberapa perlakuan seri pengenceran kopi yang digunakan, diperoleh data ph dan

Lebih terperinci

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA EFEK PEMBERIAN Kombucha coffee TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus. L) JANTAN YANG DIINDUKSI Uric Acid SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

EFEK PEMBERIAN KOMBUCHA COFFEE TERHADAP KANDUNGAN KOLESTEROL DARAH TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus L) JANTAN YANG DIINDUKSI URIC ACID

EFEK PEMBERIAN KOMBUCHA COFFEE TERHADAP KANDUNGAN KOLESTEROL DARAH TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus L) JANTAN YANG DIINDUKSI URIC ACID EFEK PEMBERIAN KOMBUCHA COFFEE TERHADAP KANDUNGAN KOLESTEROL DARAH TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus L) JANTAN YANG DIINDUKSI URIC ACID SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia selalu berusaha untuk tetap sehat dan panjang umur dalam

BAB I PENDAHULUAN. Manusia selalu berusaha untuk tetap sehat dan panjang umur dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Manusia selalu berusaha untuk tetap sehat dan panjang umur dalam hidupnya. Berbagai cara ditempuh, antara lain dengan memperhatikan dan mengatur makanan yang dikonsumsi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Osteoporosis atau keropos tulang adalah penyakit kronik yang ditandai dengan pengurangan massa tulang yang disertai kemunduran mikroarsitektur tulang dan penurunan kualitas

Lebih terperinci

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S1 Program Studi Pendidikan Biologi

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S1 Program Studi Pendidikan Biologi EFEK PEMBERIAN KOMBUCHA COFFEE TERHADAP KADAR ASAM URAT DARAH TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus L) JANTAN YANG DIINDUKSI URIC ACID SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

OSTEOPOROSIS DEFINISI

OSTEOPOROSIS DEFINISI OSTEOPOROSIS DEFINISI Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang, dan porous berarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang yang keropos, yaitu penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenis kanker yang mempunyai tingkat insidensi yang tinggi di dunia, dan kanker kolorektal) (Ancuceanu and Victoria, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. jenis kanker yang mempunyai tingkat insidensi yang tinggi di dunia, dan kanker kolorektal) (Ancuceanu and Victoria, 2004). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Insiden penyakit kanker di dunia mencapai 12 juta penduduk dengan PMR 13%. Diperkirakan angka kematian akibat kanker adalah sekitar 7,6 juta pada tahun 2008. Di negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi jamur yang menyebabkan penyakit kulit dan kuku

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi jamur yang menyebabkan penyakit kulit dan kuku BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi jamur yang menyebabkan penyakit kulit dan kuku masih banyak dijumpai. Penyakit tersebut disebabkan oleh beberapa jamur salah satunya adalah Tricophyton

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya patah tulang. Selama ini osteoporosis indentik dengan orang tua tapi

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya patah tulang. Selama ini osteoporosis indentik dengan orang tua tapi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Osteoporosis merupakan penyakit yang paling umum terjadi pada tulang, penyakit ini ditandai dengan penurunan kepadatan tulang dan peningkatan risiko terjadinya patah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Makanan adalah sumber kehidupan. Di era modern ini, sangat banyak berkembang berbagai macam bentuk makanan untuk menunjang kelangsungan hidup setiap individu. Kebanyakan

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN PENUNJANG DIAGNOSTIK

PEMERIKSAAN PENUNJANG DIAGNOSTIK ETIOLOGI Kadar hormon tiroid dan paratiroid yang berlebihan dapat mengakibatkan hilangnya kalsium dalam jumlah yang lebih banyak. Obat-obat golongan steroid pun dapat mengakibatkan hilangnya kalsium dari

Lebih terperinci

STRUKTUR HISTOLOGI PANKREAS TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus L) YANG DIINDUKSI GLUKOSA SETELAH PEMBERIAN KOMBUCHA COFFEE PER-ORAL

STRUKTUR HISTOLOGI PANKREAS TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus L) YANG DIINDUKSI GLUKOSA SETELAH PEMBERIAN KOMBUCHA COFFEE PER-ORAL STRUKTUR HISTOLOGI PANKREAS TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus L) YANG DIINDUKSI GLUKOSA SETELAH PEMBERIAN KOMBUCHA COFFEE PER-ORAL SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

2014 STUDI OPTIMASI PEMBUATAN KOMBUCHA DARI EKSTRAK TEH HITAM SERTA UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN

2014 STUDI OPTIMASI PEMBUATAN KOMBUCHA DARI EKSTRAK TEH HITAM SERTA UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teh merupakan salah satu minuman yang sangat populer dikonsumsi di banyak negara. Teh menjadikan sebagai salah satu komoditi hasil perkebunan yang mempunyai peran cukup

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 0 BAB 5 HASIL PENELITIAN Berdasarkan pengamatan menggunakan mikroskop dengan pembesaran 4x dan 10x terhadap 60 preparat, terlihat adanya peradangan yang diakibatkan aplikasi H 2 O 2 10%, serta perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 41,4% dan osteoporosis selalu menyertai usia lanjut baik perempuan maupun laki-laki,

BAB I PENDAHULUAN. 41,4% dan osteoporosis selalu menyertai usia lanjut baik perempuan maupun laki-laki, BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Para ahli tulang Indonesia sepakat bahwa dengan meningkatnya harapan hidup rakyat Indonesia penyakit kerapuhan tulang akan sering dijumpai. Sejak tahun 1990 sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas hidup manusia, baik kemajuan dalam bidang sosioekonomi

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas hidup manusia, baik kemajuan dalam bidang sosioekonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai kemajuan dalam segala aspek kehidupan manusia saat ini telah meningkatkan kualitas hidup manusia, baik kemajuan dalam bidang sosioekonomi maupun dalam bidang

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. berhentinya siklus menstruasi disebabkan oleh jumlah folikel yang mengalami

BAB I. PENDAHULUAN. berhentinya siklus menstruasi disebabkan oleh jumlah folikel yang mengalami 1 BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar belakang World Health Organization (WHO) mendefinisikan menopause sebagai berhentinya siklus menstruasi disebabkan oleh jumlah folikel yang mengalami atresia terus meningkat,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penuaan Menjadi tua adalah proses alamiah yang akan dialami oleh semua manusia. Penuaan bukan hanya proses menjadi tua. Penuaan adalah apa yang membuat tua tidak sebaik baru dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan penyebab kematian kedua di negara-negara barat

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan penyebab kematian kedua di negara-negara barat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker merupakan penyebab kematian kedua di negara-negara barat setelah penyakit kardiovaskuler. Setiap tahun, lebih kurang 10 juta jiwa di dunia didiagnosis kanker

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari seduhan tanaman teh ( Camelia sinensis ). Secara umum teh

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari seduhan tanaman teh ( Camelia sinensis ). Secara umum teh BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Teh merupakan minuman penyegar sehari-hari tanpa alkohol yang berasal dari seduhan tanaman teh ( Camelia sinensis ). Secara umum teh dibedakan menjadi 2 yaitu teh hijau

Lebih terperinci

KADAR GLUKOSA DARAH TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus L) JANTAN YANG TERBEBANI KOLESTEROL SETELAH PEMBERIAN KOMBUCHA COFFEE

KADAR GLUKOSA DARAH TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus L) JANTAN YANG TERBEBANI KOLESTEROL SETELAH PEMBERIAN KOMBUCHA COFFEE KADAR GLUKOSA DARAH TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus L) JANTAN YANG TERBEBANI KOLESTEROL SETELAH PEMBERIAN KOMBUCHA COFFEE SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan, manusia amat tergantung kepada alam sekeliling. Yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan, manusia amat tergantung kepada alam sekeliling. Yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan, manusia amat tergantung kepada alam sekeliling. Yang paling mendasar manusia memerlukan oksigen, air serta sumber bahan makanan yang disediakan alam.

Lebih terperinci

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas.

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini studi tentang hubungan antara makanan dan kesehatan memerlukan metode yang mampu memperkirakan asupan makanan biasa. Pada penelitian terdahulu, berbagai upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya kesadaran masyarakatakan hidup sehat. menyebabkan jumlah usia lanjut menjadi semakin banyak, tak terkecuali di

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya kesadaran masyarakatakan hidup sehat. menyebabkan jumlah usia lanjut menjadi semakin banyak, tak terkecuali di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkatnya kesadaran masyarakatakan hidup sehat menyebabkan jumlah usia lanjut menjadi semakin banyak, tak terkecuali di Indonesia. Jumlah usia lanjut di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pada zaman modern ini, seluruh dunia mengalami pengaruh globalisasi dan hal ini menyebabkan banyak perubahan dalam hidup manusia, salah satunya adalah perubahan gaya

Lebih terperinci

Tulang Rawan. Struktur Dasar, Tipe dan Lokasi

Tulang Rawan. Struktur Dasar, Tipe dan Lokasi Tulang Rawan Struktur Dasar, Tipe dan Lokasi Suatu tulang rawan memiliki khondrosit yang tersimpan di dalam ruangan (lacunae) dalam matriks ekstraselular. Tulang rawan mengandung banyak air (menyebabkannya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. progresif. Proses ini dikenal dengan nama menua atau penuaan (aging). Ada

I. PENDAHULUAN. progresif. Proses ini dikenal dengan nama menua atau penuaan (aging). Ada 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring bertambahnya usia, daya fungsi makhluk hidup akan menurun secara progresif. Proses ini dikenal dengan nama menua atau penuaan (aging). Ada beberapa faktor yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes melitus merupakan suatu penyakit kronis yang ditandai oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes melitus merupakan suatu penyakit kronis yang ditandai oleh BAB 1 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN Diabetes melitus merupakan suatu penyakit kronis yang ditandai oleh adanya hiperglikemia akibat defisiensi sekresi hormon insulin, kurangnya respon tubuh terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Umumnya anti nyamuk digunakan sebagai salah satu upaya untuk mengatasi

BAB I PENDAHULUAN. Umumnya anti nyamuk digunakan sebagai salah satu upaya untuk mengatasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anti nyamuk merupakan benda yang sudah tak asing lagi bagi kita. Umumnya anti nyamuk digunakan sebagai salah satu upaya untuk mengatasi gigitan nyamuk. Jenis formula

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Osteoporosis merupakan salah satu penyakit degeneratif yang. menjadi permasalah global di bidang kesehatan termasuk di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Osteoporosis merupakan salah satu penyakit degeneratif yang. menjadi permasalah global di bidang kesehatan termasuk di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Osteoporosis merupakan salah satu penyakit degeneratif yang menjadi permasalah global di bidang kesehatan termasuk di Indonesia. Osteoporosis merupakan penyakit ditandai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kelainan pada sekresi insulin, kerja insulin atau bahkan keduanya. Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. kelainan pada sekresi insulin, kerja insulin atau bahkan keduanya. Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik yang memiliki karakteristik berupa hiperglikemia yang terjadi karena adanya suatu kelainan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Aktivitas fisik adalah kegiatan hidup yang harus dikembangkan dengan harapan dapat memberikan nilai tambah berupa peningkatan kualitas, kesejahteraan, dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dunia sekarang mengalami penderitaan akibat dampak epidemik dari berbagai penyakit penyakit akut dan kronik yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Penyakit penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 dan 2001 serta Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, telah terjadi transisi epidemiologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amerika misalnya, sebagian besar masyarakat menyukai minuman ini, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Amerika misalnya, sebagian besar masyarakat menyukai minuman ini, sehingga 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kopi merupakan salah satu minuman yang sangat di gemari oleh masyarakat Indonesia karena rasa dan aromanya. Minuman ini di gemari oleh segala umur secara turun temurun.

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Diabetes melitus (DM) adalah suatu keadaan akibat defisiensi insulin absolut yang dapat berkembang ke arah hiperglikemi dan sering dihubungkan dengan komplikasi mikrovaskuler

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berlebihnya asupan nutrisi dibandingkan dengan kebutuhan tubuh sehingga

BAB 1 PENDAHULUAN. berlebihnya asupan nutrisi dibandingkan dengan kebutuhan tubuh sehingga BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obesitas adalah kondisi berlebihnya berat badan akibat banyaknya lemak pada tubuh, yang umumnya ditimbun dalam jaringan subkutan (bawah kulit), di sekitar organ tubuh,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit kelainan metabolisme yang disebabkan kurangnya hormon insulin. Kadar glukosa yang tinggi dalam tubuh tidak seluruhnya dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jumlah penderita diabetes mellitus (DM) di Indonesia menurut World Health

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jumlah penderita diabetes mellitus (DM) di Indonesia menurut World Health BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jumlah penderita diabetes mellitus (DM) di Indonesia menurut World Health Organizaton (WHO) pada tahun 2000 diperkirakan sekitar 4 juta orang, jumlah tersebut diperkirakan

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 NAMA NIM : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 PROGRAM S1 KEPERAWATAN FIKKES UNIVERSITAS MUHAMMADIAH SEMARANG 2014-2015 1 LAPORAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah banyak akan menimbulkan stres oksidatif yang dapat merusak sel yang pada

BAB I PENDAHULUAN. jumlah banyak akan menimbulkan stres oksidatif yang dapat merusak sel yang pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu penyebab penuaan dini adalah merokok. Dimana asap rokok mengandung komponen yang menyebabkan radikal bebas. Radikal bebas dalam jumlah banyak akan menimbulkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kecamatan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Itik Cihateup

PENDAHULUAN. Kecamatan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Itik Cihateup I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Itik merupakan jenis unggas petelur maupun pedaging yang cukup produktif dan potensial disamping ayam. Itik Cihateup berasal dari Desa Cihateup, Kecamatan Rajapolah, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat dunia termasuk Indonesia (global epidemic). World

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat dunia termasuk Indonesia (global epidemic). World BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi kronis menular yang masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dunia termasuk Indonesia (global epidemic). World Health Organization

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Luka adalah kasus yang paling sering dialami oleh manusia, angka kejadian luka

BAB I PENDAHULUAN. Luka adalah kasus yang paling sering dialami oleh manusia, angka kejadian luka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Luka jaringan lunak rongga mulut banyak dijumpai pada pasien di klinik gigi. Luka adalah kasus yang paling sering dialami oleh manusia, angka kejadian luka

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dari masa remaja memberikan dampak pada masalah kesehatan. Salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. dari masa remaja memberikan dampak pada masalah kesehatan. Salah satu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan gaya hidup pada masa dewasa awal sebagai masa transisi dari masa remaja memberikan dampak pada masalah kesehatan. Salah satu perhatian khusus adalah masalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola makan modern yang banyak mengandung kolesterol, disertai intensitas makan yang tinggi, stres yang menekan sepanjang hari, obesitas dan merokok serta aktivitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Di zaman modern sekarang ini banyak hal yang memang dibuat untuk memudahkan manusia dalam melakukan aktivitasnya, termasuk makanan instan yang siap saji. Kemudahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Manusia dapat terpapar logam berat di lingkungan kehidupannya seharihari.

BAB 1 PENDAHULUAN. Manusia dapat terpapar logam berat di lingkungan kehidupannya seharihari. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dapat terpapar logam berat di lingkungan kehidupannya seharihari. Pada lingkungan yang kadar logam beratnya cukup tinggi, kontaminasi dalam makanan, air, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Teh sarang semut merupakan salah satu jenis teh herbal alami yang terbuat

BAB I PENDAHULUAN. Teh sarang semut merupakan salah satu jenis teh herbal alami yang terbuat IX-xi BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Teh sarang semut merupakan salah satu jenis teh herbal alami yang terbuat dari bahan utama yaitu tumbuhan umbi yang digunakan oleh semut sebagai sarang sehingga

Lebih terperinci

Pengertian Mitokondria

Pengertian Mitokondria Home» Pelajaran» Pengertian Mitokondria, Struktur, dan Fungsi Mitokondria Pengertian Mitokondria, Struktur, dan Fungsi Mitokondria Pengertian Mitokondria Mitokondria adalah salah satu organel sel dan berfungsi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik karbohidrat, yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik karbohidrat, yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik karbohidrat, yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) akibat berkurangnya sekresi insulin,

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN KOMBUCHA TEA PER-ORAL TERHADAP KADAR TRIGLISERIDA DARAH TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus L.) TUA SKRIPSI

PENGARUH PEMBERIAN KOMBUCHA TEA PER-ORAL TERHADAP KADAR TRIGLISERIDA DARAH TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus L.) TUA SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN KOMBUCHA TEA PER-ORAL TERHADAP KADAR TRIGLISERIDA DARAH TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus L.) TUA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gaya hidup adalah cara hidup berdasarkan pola perilaku yang berhubungan dengan karakteristik individu, interaksi sosial, dan kondisi kehidupan sosial ekonomi serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. vulgaris disertai dengan suatu variasi pleomorfik dari lesi, yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. vulgaris disertai dengan suatu variasi pleomorfik dari lesi, yang terdiri dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akne vulgaris merupakan suatu penyakit dari unit pilosebasea yang dapat sembuh sendiri, terutama dijumpai pada anak remaja. Kebanyakan kasus akne vulgaris disertai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengidap penyakit ini, baik kaya, miskin, muda, ataupun tua (Hembing, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. mengidap penyakit ini, baik kaya, miskin, muda, ataupun tua (Hembing, 2004). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyak orang yang masih menganggap penyakit diabetes merupakan penyakit orang tua atau penyakit yang timbul karena faktor keturunan. Padahal diabetes merupakan penyakit

Lebih terperinci

KANDUNGAN SENYAWA ISOFLAVON DALAM TEMPE DAN MANFAATNYA BAGI KESEHATAN. Dr. Sri Handayani

KANDUNGAN SENYAWA ISOFLAVON DALAM TEMPE DAN MANFAATNYA BAGI KESEHATAN. Dr. Sri Handayani KANDUNGAN SENYAWA ISOFLAVON DALAM TEMPE DAN MANFAATNYA BAGI KESEHATAN Dr. Sri Handayani Tim PPM Jurusan Pendidikan Kimia FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2008

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pola perilaku makan seseorang dibentuk oleh kebiasaan makan yang merupakan ekspresi setiap individu dalam memilih makanan. Oleh karena itu, ekspresi setiap individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup secara tidak langsung menyebabkan manusia terus-menerus dihadapkan

BAB I PENDAHULUAN. hidup secara tidak langsung menyebabkan manusia terus-menerus dihadapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perubahan pola hidup serta terjadinya penurunan kualitas lingkungan hidup secara tidak langsung menyebabkan manusia terus-menerus dihadapkan pada persoalan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dibandingkan dengan unggas-unggas lainnya seperti ayam. Fakultas Peternakan

PENDAHULUAN. dibandingkan dengan unggas-unggas lainnya seperti ayam. Fakultas Peternakan I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Itik Cihateup termasuk kedalam jenis unggas air yang memiliki sifat fisiologik terbiasa dengan air dan kemampuan thermoregulasi yang rendah dibandingkan dengan unggas-unggas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan suatu proses proliferasi sel di dalam tubuh yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan suatu proses proliferasi sel di dalam tubuh yang tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker merupakan suatu proses proliferasi sel di dalam tubuh yang tidak terkendali. Di perkirakan setiap tahun 12 juta orang di seluruh dunia menderita kanker dan 7,6

Lebih terperinci

yang tidak sehat, gangguan mental emosional (stres), serta perilaku yang berkaitan

yang tidak sehat, gangguan mental emosional (stres), serta perilaku yang berkaitan BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit tidak menular (PTM) menjadi penyebab utama kematian secara global, kematian akibat Penyakit Tidak Menular (PTM) diperkirakan akan terus meningkat di seluruh

Lebih terperinci

BAB II KEROPOS TULANG (OSTEOPOROSIS)

BAB II KEROPOS TULANG (OSTEOPOROSIS) BAB II KEROPOS TULANG (OSTEOPOROSIS) Bab kedua ini memberikan penjelasan umum tentang tulang dan keropos tulang, meliputi definisi keropos tulang, struktur tulang, metabolisme tulang, fungsi tulang, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi yang semakin maju, terjadi pergeseran dan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi yang semakin maju, terjadi pergeseran dan perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi yang semakin maju, terjadi pergeseran dan perubahan yang sangat signifikan, banyak sekali aktivitas lingkungan yang menghasilkan radikal bebas sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga disertai dengan kemunduran kemampuan psikis, fisik dan sosial.

BAB I PENDAHULUAN. juga disertai dengan kemunduran kemampuan psikis, fisik dan sosial. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menjadi tua merupakan salah satu proses kehidupan seseorang yang ditandai dengan penurunan berbagai macam fungsi tubuh, seperti penurunan fungsi jantung, hati dan alat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Minat dan kesadaran untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut semakin

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Minat dan kesadaran untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut semakin I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Minat dan kesadaran untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut semakin meningkat yaitu tidak lagi terbatas pada tumpatan dan pencabutan gigi, namun salah satunya adalah perawatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. semua orang menginginkan hal yang serba instan, termasuk makanan yang cepat

PENDAHULUAN. semua orang menginginkan hal yang serba instan, termasuk makanan yang cepat 23 PENDAHULUAN Latar Belakang Di era globalisasi ini pola makan yang tidak tepat telah menjadi faktor utama munculnya penyakit degeneratif. Aktivitas yang semakin padat menjadikan semua orang menginginkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lunak dan tulang penyangga gigi dengan prevalensi dan intensitas yang masih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lunak dan tulang penyangga gigi dengan prevalensi dan intensitas yang masih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit periodontal merupakan suatu peradangan, degenerasi jaringan lunak dan tulang penyangga gigi dengan prevalensi dan intensitas yang masih tinggi. Menurut WHO

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Proliferasi Berdasarkan Population Doubling Time (PDT) Population Doubling Time (PDT) adalah waktu yang diperlukan oleh populasi sel untuk menjadikan jumlahnya dua

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Menopause Seiring dengan bertambahnya usia, banyak hal yang terjadi dengan proses perkembangan dan pertumbuhan pada manusia. Namun, pada suatu saat perkembangan dan pertumbuhan

Lebih terperinci

OHM PELANGSING OBAT HERBAL MAMI PELANGSING

OHM PELANGSING OBAT HERBAL MAMI PELANGSING OHM PELANGSING OBAT HERBAL MAMI PELANGSING Rp 195.000,- per botol @ 625 ml Rp 100.000,- per botol @ 300 ml Kombinasi khasiat 10 tanaman herbal khas Indonesia menurunkan berat badan. Anjuran minum 2x sehari:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) adalah kumpulan gejala penyakit degeneratif kronis yang disebabkan karena kelainan metabolisme karbohidrat akibat kekurangan hormon Insulin baik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teh adalah minuman yang cukup populer di seluruh dunia. Teh telah dikonsumsi sejak lama di Cina, India, dan Jepang. Tanaman teh masuk pertama kali ke Indonesia pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Klasifikasi diabetes mellitus menurut ADA (2005) antara lain diabetes mellitus

BAB I PENDAHULUAN. Klasifikasi diabetes mellitus menurut ADA (2005) antara lain diabetes mellitus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus merupakan suatu kelainan metabolisme pada tubuh yang dicirikan dengan kadar gula yang tinggi atau hiperglikemia akibat kelainan sekresi insulin, kerja

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tulang adalah organ keras yang berfungsi sebagai alat gerak pasif dan menjadi tempat pertautan otot, tendo, dan ligamentum. Tulang juga berfungsi sebagai penopang tubuh,

Lebih terperinci

Patogenesis dan Metabolisme Osteoporosis pada Manula

Patogenesis dan Metabolisme Osteoporosis pada Manula Patogenesis dan Metabolisme Osteoporosis pada Manula Hikmat Permana Sub Bagian Endokrinologi dan Metabolisme Bagian Ilmu Penyakit Dalam RS Perjan Hasan Sadikin FK Universitas Padjadjaran Bandung Osteoporosis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daur hidup manusia akan melewati fase usia lanjut (proses penuaan). Proses penuaan merupakan hal yang tidak dapat dihindari, dimana mulai terjadi perubahan fisik dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. The World Health

BAB I PENDAHULUAN. utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. The World Health BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Preeklamsi merupakan penyulit utama dalam kehamilan dan penyebab utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. The World Health Organization (WHO) melaporkan angka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi saat ini, penyakit jantung menjadi penyakit pembunuh

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi saat ini, penyakit jantung menjadi penyakit pembunuh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi saat ini, penyakit jantung menjadi penyakit pembunuh nomor satu di dunia (WHO, 2009). Hal tersebut tidak hanya semata-mata akibat usia lanjut,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengambil kebijakan di bidang kesehatan. Beberapa dekade belakangan ini,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengambil kebijakan di bidang kesehatan. Beberapa dekade belakangan ini, 9 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit diabetes melitus merupakan suatu penyakit yang mempunyai karakterisktik meningkatnya nilai glukosa plasma darah. Kondisi hiperglikemia ini diakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hati adalah organ terbesar dalam tubuh. Penyakit pada hati merupakan salah satu masalah kesehatan yang serius. Hepatitis adalah suatu peradangan difus jaringan hati

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tingkat gen akan kehilangan kendali normal atas pertumbuhannya. Tumor

I. PENDAHULUAN. tingkat gen akan kehilangan kendali normal atas pertumbuhannya. Tumor I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tumor adalah jaringan baru (neoplasma) yang timbul dalam tubuh akibat berbagai faktor penyebab tumor yang menyebabkan jaringan setempat pada tingkat gen akan kehilangan

Lebih terperinci

Gambar 4. Grafik Pertambahan Bobot Badan Tikus

Gambar 4. Grafik Pertambahan Bobot Badan Tikus BAB IV HASIL PEMBAHASAN Pengaruh pemberian ekstrak etanol purwoceng (Pimpinella alpina) terhadap pertambahan bobot badan tikus betina bunting pada umur kebuntingan 0-13 hari dapat dilihat pada Tabel 2.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Abad 20 merupakan era dimana teknologi berkembang sangat pesat yang disebut pula sebagai era digital. Kemajuan teknologi membuat perubahan besar bagi peradaban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. merupakan salah satu tujuan kesehatan gigi, khususnya di bidang ilmu

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. merupakan salah satu tujuan kesehatan gigi, khususnya di bidang ilmu BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Mempertahankan gigi selama mungkin di dalam rongga mulut merupakan salah satu tujuan kesehatan gigi, khususnya di bidang ilmu konservasi gigi. Idealnya gigi dalam keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan oksidatif dan injuri otot (Evans, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan oksidatif dan injuri otot (Evans, 2000). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Latihan fisik secara teratur memberikan banyak manfaat bagi kesehatan termasuk mengurangi risiko penyakit kardiovaskuler, osteoporosis, dan penyakit diabetes (Senturk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Osteoporosis merupakan penyakit tulang yang pada tahap awal belum

BAB I PENDAHULUAN. Osteoporosis merupakan penyakit tulang yang pada tahap awal belum BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Osteoporosis merupakan penyakit tulang yang pada tahap awal belum memberikan gejala-gejala yang diketahui (asymtomatic disease). Osteoporosis baru diketahui ada apabila

Lebih terperinci

Nutrisi untuk Mendukung Tenaga Kerja yang Sehat dan Produktif. dr. Yulia Megawati

Nutrisi untuk Mendukung Tenaga Kerja yang Sehat dan Produktif. dr. Yulia Megawati Nutrisi untuk Mendukung Tenaga Kerja yang Sehat dan Produktif dr. Yulia Megawati Tenaga Kerja Adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Merokok merupakan suatu masalah kesehatan pada masyarakat dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Merokok merupakan suatu masalah kesehatan pada masyarakat dan merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Merokok merupakan suatu masalah kesehatan pada masyarakat dan merupakan ancaman besar bagi kesehatan di dunia (Emmons, 1999). Merokok memberikan implikasi terhadap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengurangi kualitas dan angka harapan hidup. Menurut laporan status global

BAB 1 PENDAHULUAN. mengurangi kualitas dan angka harapan hidup. Menurut laporan status global BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok berbahaya bagi kesehatan, menyebabkan banyak penyakit dan mengurangi kualitas dan angka harapan hidup. Menurut laporan status global World Health Organization

Lebih terperinci

Tulang dan sendi merupakan kerangka tubuh yang menyebabkan tubuh dapat berdiri tegak,

Tulang dan sendi merupakan kerangka tubuh yang menyebabkan tubuh dapat berdiri tegak, WIJUMA CL Tulang dan sendi merupakan kerangka tubuh yang menyebabkan tubuh dapat berdiri tegak, Tempat melekatnya otot-otot sehingga memungkinkan jalannya pembuluh darah, Tempat sumsum tulang dan syaraf

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hiperlipidemia merupakan penyakit yang banyak terjadi saat ini. Ada hubungan erat antara hiperlipidemia dengan peningkatan risiko penyakit jantung koroner. Berdasarkan

Lebih terperinci

Osteoporosis Apakah tulang anda beresiko?

Osteoporosis Apakah tulang anda beresiko? Osteoporosis Apakah tulang anda beresiko? Apakah itu Osteoporosis? Osteoporosis adalah penyakit yang ditandai dengan massa tulang rendah dan hilangnya jaringan tulang yang dapat menyebabkan tulang lemah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tingginya penyakit infeksi seperti thypus abdominalis, TBC dan diare, di sisi lain

BAB I PENDAHULUAN. tingginya penyakit infeksi seperti thypus abdominalis, TBC dan diare, di sisi lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia saat ini terjadi transisi epidemiologi yakni di satu sisi masih tingginya penyakit infeksi seperti thypus abdominalis, TBC dan diare, di sisi lain mulai meningkatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tantangan dalam bidang kesehatan di beberapa negara (Chen et al., 2011).

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tantangan dalam bidang kesehatan di beberapa negara (Chen et al., 2011). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes tipe 2 merupakan kelainan heterogen yang ditandai dengan menurunnya kerja insulin secara progresif (resistensi insulin), yang diikuti dengan ketidakmampuan

Lebih terperinci