Gambar 2.1. Geometri lapisan bumi [

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Gambar 2.1. Geometri lapisan bumi [http://pubs.usgs.gov/publications/text/historical.html]"

Transkripsi

1 BAB II DASAR TEORI 2.1 Dinamika Struktur Bumi Berdasarkan sifat fisisnya, interior bumi terdiri dari beberapa lapisan seperti yang diilustrasikan pada Gambar 2.1. Lapisan lapisan tersebut memiliki sifat dan karakteristik berbeda-beda satu sama lain. Lapisan tersebut dibagi atas [Cook, 1973] : 1. Lapisan terdalam dari bumi adalah inner core (inti dalam). Inti dalam bumi merupakan zat padat yang dikelilingi oleh lapisan outer core (inti luar) yang cair. 2. Lapisan mesosfer mengelilingi inti bumi. Mesosfer terdiri dari batu-batuan padat (besi dan silikat magnesium) dan juga lapisan batuan leleh (magma) yang sebagian muncul ke permukaan bumi pada saat letusan gunung api. 3. Lapisan asthenosfer, adalah lapisan atas dari mesosphere atau mantel bumi. Lapisan ini mempunyai sifat panas, fluida dan dapat bergerak. 4. Lapisan lithosfer, adalah lapisan terluar dari bumi, tempat berpijaknya benua dan samudra. Bersifat padat dan kaku dengan temperatur yang lebih dingin. Gambar 2.1. Geometri lapisan bumi [ 6

2 Lapisan litosfer seolah-olah mengapung dan selalu dalam keadaan tidak stabil, bergerak karena ada beban atau gaya yang bekerja padanya. Salah satu tenaga endogen yang menyebabkan terjadinya pergerakan lempeng adalah distribusi panas atau yang dikenal dengan arus konveksi. Arus konveksi terjadi karena massa temperatur tinggi (lapisan inti, mesosfer dan astenosfer) mengalir ke daerah bertemperatur rendah (litosfer) dan sebaliknya massa temperatur rendah mengalir ke daerah bertemperatur tinggi. Menurut teori tektonik lempeng, litosfer bumi tidak merupakan kesatuan melainkan terpecah-pecah menjadi beberapa bagian yang kemudian disebut lempeng (plate) bumi. Lempeng bumi terdiri dan dua jenis, yaitu lempeng benua (continental plate) dan lempeng samudera (oceanic plate). Lempeng benua adalah lempeng yang menopang benua, tersusun dari material batuan yang relatif ringan seperti granit. Contohnya lempeng Eurasia yang menopang benua Asia dan Eropa. Sedangkan lempeng samudera adalah lempeng yang menopang samudera, tersusun dari material batuan yang relatif padat seperti basalt. Contohnya lempeng Pasifik yang menopang Ssamudera Pasifik. Tepi-tepi dari lempeng-lempeng ini, dimana satu sama lain saling bertemu dan melawan, merupakan zona dimana akivitas geologinya sangat tinggi. Ukuran lempeng bervariasi dan mulai yang kecil sampai sangat besar, lempeng-lempeng tersebut bergerak dengan arah dan kecepatan yang berbeda-beda. Secara umum pergerakan lempeng yang terjadi dapat digolongkan kedalam tiga jenis, yaitu [Cook, 1973] : 1. Transform Slip, yaitu pergerakan sejajar antara dua buah lempeng. Batas kedua lempeng yang bergerak ini disebut zona singgungan (transform). Zona ini ditandai dengan adanya dua lempeng yang berdekatan bergerak relatif sejajar satu sama lain sehingga pada bidang batas terjadi gesekan. Contoh batas lempeng semacam ini adalah sesar San Andreas di California USA. Pada zona singgungan, apabila dua lempeng yang berbatasan 7

3 bergerak relatif satu sama lain, maka akan timbul gaya saling tekan pada bidang batas kedua lempeng disertai timbulnya energi akibat gaya dorong lempeng. 2. Convergence Slip, yaitu pergerakan antara dua buah lempeng yang saling mendekat (menumbuk). Pada batas antara kedua lempeng yang bergerak dapat dibagi menjadi dua zona, yaitu : a. Zona tumbukan (collision zone) pergerakan pada zona tumbukan kedua lempeng mengakibatkan terbentuknya pegunungan lipatan karena kedua lempeng tersebut memiliki berat jenis yang sama. b. Zona subduksi (subduction zone) Secara umum bila berat jenis kedua lempeng yang bertumbukan berbeda, dimana lempeng benua bertemu dengan lempeng samudera, lempeng yang lebih berat (lempeng samudera) akan menghujam di bawah lempeng yang lebih ringan (lempeng benua). 3. Divergence Slip, yaitu pergerakan antara dua buah lempeng yang saling menjauh (berlawanan arah). Batas kedua lempeng yang bergerak ini disebut zona divergen. Hasil aktivitas tektonik semacam ini adalah terjadinya semacam punggungan (ridge) di tengah-tengah samudera. Kemudian bila lempeng lempeng bergerak membentuk celah, mengakibatkan material lelehan dari astenosfer terinjeksi naik ke atas, mendingin, lalu membentuk lantai samudra baru yang berupa pematang tengah samudra, seperti yang terjadi di Samudra Atlantik. Contohnya ialah terbentuknya Atlantic Mid-Ocean ridge yang memisahkan lempeng benua Afrika dengan lempeng benua Amerika. Kepulauan Indonesia berada pada zona aktivitas tektonik aktif karena Indonesia merupakan daerah pertemuan tiga lempeng tektonik besar, yaitu lempeng Indo- Australia, lempeng Eurasia, dan lempeng Pasifik. Lempeng Indo-Australia 8

4 membentang di belahan Selatan hingga timur berimpitan di Samudra Indonesia dengan lempeng Eurasia di belahan Utara. Diatas Pulau Papua lempeng Indo Australia bergesekan dengan Lempeng Pasifik. Sedangkan lempeng Eurasia menujam lempeng Pasifik di utara Halmahera. Karena dilalui oleh ketiga lempeng yang aktif bergerak tersebut di Indonesia banyak terdapat sesar ( fault ) yang diakibatkan oleh pergerakan lempeng tersebut. Berdasarkan cakupannya, skala gejala geodinamika bumi dapat dibagi menjadi tiga sebagai berikut : 1. Skala Global, skala yang menyangkut bumi secara keseluruhan atau sebagian dan bumi yang dapat dibandingkan sama dengan lempeng tektonik yang terbesar. Informasi tentang pergerakan dapat diperoleh dan survei pada jaring geodetik kontinental atau nasional. Gejala-gejala yang termasuk skala global ini yaitu gerakan antar lempeng, rotasi bumi, gerakan kutub, gaya berat, dinamika konveksi dan sebagainya. 2. Skala Regional, gejala dinamika bumi skala regional terjadi dalam jarak kurang dari ukuran lempeng tektonik yang umum, tetapi tidak lebih besar dan beberapa ratus kilometer. Yang termasuk dalam skala ini antara lain deformasi regional sepanjang sesar dan geologi regional. 3. Skala Lokal, gejala dinamika bumi skala lokal membicarakan fenomena gerakan regional lebih awal. Beberapa fenomena yang terjadi dalam skala lokal diantaranya gerakan tanah, perubahan muka air tanah. dan dampak medan geomagnetik dan geolistrik lokal. 2.2 Sesar (Fault) Sesar merupakan salah satu bentuk patahan dari lapisan batuan yang mengakibatkan suatu lapisan bergerak relatif turun atau naik, ataupun bergerak kekanan atau kekiri terhadap lapisan batuan yang lainnya. 9

5 Berdasarkan Pergerakan Relatifnya, sesar dapat dikelompokkan menjadi 3 bagian, yaitu : a. Sesar Naik ( Thrusting Fault ), adalah sesar dengan arah gerakan dominan pada arah vertikal, ditandai salah satunya adalah dengan Dip Angle yang kecil. Contohnya reverse fault yang dapat dilihat pada Gambar 2.2: Gambar 2.2. Sesar naik b. Sesar Normal atau disebut juga Sesar turun ( Normal Fault ), adalah sesar dengan arah gerakan dominan pada arah vertikal, Dip Angle untuk sesar ini cukup besar dibandingkan dengan jenis sebelumnya. Atau bisa disebut sebagai satu bentuk rekahan pada lapisan bumi yg memungkinkan satu blok batuan bergerak relatif turun terhadap blok lainnya. Dapat dilihat pada gambar 2.3 dibawah: Gambar 2.3. Sesar normal 10

6 c. Sesar Geser ( Strike Slip Fault ), adalah sesar dengan arah gerakan dominan pada arah horizontal. Sesar ini dibedakan menjadi dua jenis, yaitu sesar Geser Menganan ( right-lateral strike-slip fault ) dengan Sesar Geser Mengiri ( Left-lateral strike-slip fault ). Ilustrasi sesar geser dapat dilihat pada gambar 2.4: Gambar 2.4. Sesar geser (dalam contoh ini sesar mengiri) Pada batas lempeng yang berupa sesar, sering kali ditemui gempa-gempa kecil sebelum terjadinya sebuah gempa besar, seperti halnya dijelaskan dalam Gambar 2.5 dibawah ini: Bidang kontak rata Bidang kontak tidak rata Gambar 2.5. Karakteristik Bidang sesar 11

7 Apabila bidang kontak dari sesar rata, maka tidak akan terjadi akumulasi energi, kemungkinan tidak akan terjadi gempa, karena blok-blok yang berbatasan saling melewati begitu saja. Energi yang terjadi kecil dan masih dapat diimbangi oleh sifat elastik dari lempeng. Tetapi, bidang kontak sesar biasanya tidak rata sehingga pada waktu terjadi kontak, blok-blok tektonik yang bertemu pada suatu saat akan mengalami mekanisme saling menahan atau mengunci sehingga kedua blok tertahan dan tidak dapat bergerak. Pada saat itu akan terjadi akumulasi energi akibat adanya dua gaya yang berlawanan arah, energi yang terkumpul semakin lama semakin besar sampai pada suatu saat akumulasi energi tersebut tidak dapat diibangi oleh elastisitas dari bidang kontak. Blok-blok lempeng yang tadi saling mengunci akan terlepas disertai pelepasan energi yang menjadi gelombang gempa. Setelah pelepasan energi tersebut, kedua blok lempeng akan mulai bergerak kembali sampai pada suatu saat blok blok lempeng itu akan menemukan keadaan stabil lagi. Pada saat terkuncinya blok lempeng tektonik, titik-titik pada daerah yang berada di daerah sekitar sesar mempunyai kecepatan gerak yang kecil, namun memiliki energi yang besar karena pada daerah tersebut terdapat akumulasi energi. Sedangkan titik titik yang terletak jauh dari pusat penguncian sesar akan memiliki kecepatan gerak yang besar, tetapi akumulasi energinya tidak sebesar pada daerah sekitar sesar. Pada titik dimana pergerakannya nol dapat diprediksi sebagai pusat penguncian sesar (locked area). Ini berguna sebagai salah satu cara memprediksi posisi sesar. Sebagai contoh, pada gambar dibawah ini, dapat dikatakan bahwa pusat penguncian sesar terletak pada perpotongan salib sumbu dimana nilai pergerakannya nol. Kecendrungan besarnya vektor pergeseran akan berbanding lurus dengan jarak posisi titik dari tempat kedua blok terkunci. Mekanisme peng akumulasian energi pada sesar diilustrasikan pada Gambar 2.6 dibawah: 12

8 Kecepata Jarak Kecepatan pada bidang sesar Perbandingan dalam sistem koordinat Gambar 2.6. Perbandingan kecepatan pergeseran sesar 2.3 Sesar Cimandiri Dalam teori tektonik lempeng, Indonesia dianggap sbagai hasil pertemuan tiga lempeng dunia yaitu lempeng Indo-Australia, lempeng eurasia dan lempeng pasifik. Interaksi dari lempeng-lempeng tersebut menyebabkan terbentuknya sesar-sesar di kepulauan Indonesia. Aktifitas subduksi lempeng Indo-Australia yang menujam lempeng Eurasia dengan arah tujaman yang tegak lurus terhadap pulau jawa mengakibatkan terbentuknya sesar sesar aktif di pulau jawa, baik sesar sesar besar (sesar mayor) maupun sesar sesar kecil (sesar minor). Sesar Cimandiri adalah sesar aktif yang terdapat di Selatan Sukabumi yang terbentuk akibat aktivitas subduksi lempeng Indo-Australia dibawah lempeng Eurasia. Sesar Cimandiri berarah Timur Laut Barat Daya yang terbentuk pada masa Meosen [Anugrahadi, 1993]. Menurut evolusi geologi, Sesar cimandiri merupakan bagian dari cekungan Bogor. Cekungan (basin) adalah suatu daerah di bumi yang menjadi tempat sendimen diendapkan, dalam artian lain cekungan merupakan suatu daerah yang lebih rendah dari daerah disekitarnya [Soejono, 2003]. Daerah sesar Cimandiri merupakan endapan termuda dari Cekungan Bogor berupa breksi, berumur Meosen akhir dan termasuk Formasi Cimandiri di bagian lembah Cimandiri. 13

9 Formasi Cimandiri tersebar di tepi lereng utara dari paparan pegunungan Jawa Barat Selatan, yang bertepatan dengan batas selatan Cekungan Bogor. Sesar Cimandiri yang berarah Barat Daya - Timur Laut sering dikenal dengan nama Arah Meratus (Meratus trend). Arah Meratus dapat diartikan sebagai arah yang mengikuti pola busur umum Kapur yang menerus ke pegunungan Meratus di Kalimantan. Menurut [Soejono, 2003] sifat batuan sedimen di sebelah Utara dari sesar juga berbeda dengan di bagian Selatan sesar. Sebelah Utara sesar dikenal sebagai lembah Cimandiri (Pelabuhan Ratu - Sukabumi) sedangkan sebelah Selatan sesar dikenal sebagai blok Jampang Kulon. Pada batas dari kedua formasi inilah diperkirakan posisi sesar Cimandiri. Penampang dan struktur geologi dari formasi sekitar sesar Cimandiri tesebut dapat dilihat pada Gambar 2.7 dan Gambar 2.8. Fluktuasi dari laut dangkal sampai darat di blok Jampang Kulon menunjukan bahwa Sesar Cimandiri sebagai sesar dengan gerak turun, dimana blok Lembah Cimandiri sebagai bagian yang turun. Di daerah lebih ke Utara, didapatkan tandatanda bahwa sesar Cimandiri bersifat sesar Normal dimana bagian Utara (blok lembah Cimandiri) relatif turun. Gambar 2.7 Penampang blok Jampang dan blok Cimandiri [Soejono, 2003] 14

10 Gambar 2.8 Struktur geologi sesar Cimandiri [Soejono,2003] Sesar Cimandiri sulit di jumpai tanda-tandanya dengan jelas di lapangan, karena umumnya tertutup oleh endapan aluvium resen sungai Cimandiri dan diperkirakan sifat gerakannya berbeda-beda dari satu tempat ke tempat lain demikian pula dari waktu ke waktu lain. Di sekitar sesar Cimandiri juga terdapat beberapa sesar sesar kecil (sesar minor) diantaranya sesar G. Walat, sesar G. Wayang, sesar Pameungpeuk, sesar Bojongkawung, sesar Cikalong, sesar Cigadung dan banyak lainnya. Umur struktur batuan sesar sesar kecil tesebut lebih muda dibandingkan dengan sesar utama yaitu sesar Cimandiri. Lebih lanjut lagi dengan menggunakan teknik analisis struktur geologi yang dilakukan dengan metoda statistik yang diperkenalkan oleh J. Angelier (1979) yaitu metoda analisis populasi sesar dan metoda dihrogen tegak lurus, disimpulkan bahwa tegasan terbesar yang mempengaruhi sesar Cimandiri Timur daerah Padalarang-Cipatat, berarah utara selatan, dan sesar Cimandiri timur merupakan jenis sesar geser mengiri. 15

11 Daerah Sukabumi bagian Selatan dan Cianjur bagian selatan disusun oleh aluvium, batuan gunungapi Kuarter serta batu gamping dan batuan berumur Tersier lainnya. Aluvium dan batuan gunungapi bersifat urai, lepas, unconsolidated sehingga bersifat memperkuat efek goncangan gempa. Karakteristik pergeseran sesar yang diperoleh dari survei GPS di sekitar sesar Cimandiri ini selanjutnya akan diintegrasikan dengan informasi seismisitas dan informasi histori aktivitas sesar untuk mengetahui karakteristik sesar Cimandiri, dan selanjutnya model ini diharapkan dapat membantu upaya pemantauan potensi dan mitigasi bencana. Yang menjadi perhatian serius adalah sesar ini dikelilingi wilayah padat penduduk, seperti Sukabumi, Cianjur, Bandung, dan Cimahi. Tentunya diperlukan perhatian khusus untuk terus memantau dan mempelajari aktivitas sesar ini agar dampak negatif yang diakibatkan gempa dapat dikurangi. 2.4 Deformasi Deformasi didefinisikan sebagai perubahan bentuk, posisi dan dimensi dari suatu materi, atau sebagai perubahan kedudukan (pergerakan) suatu materi baik secara absolut maupun relatif dalam suatu kerangka referensi tertentu akibat suatu gaya yang bekerja terhadap materi tersebut. Dikatakan absolut apabila yang dikaji adalah gerakan titik-titik itu sendiri, dan dikatakan relatif apabila gerakan titik-titik tersebut dikaji terhadap titik yang lain. Dengan demikian deformasi adalah perubahan bentuk, posisi dan dimensi suatu benda yang mengacu kepada sistem koordinat yang digunakan. Dalam kaitannya dengan studi karakteristik sesar cimandiri, titik-titik pengamatan ditempatkan tersebar di sekitar sesar Cimandiri (ilustrasi dapat dilihat pada Gambar

12 Satelit 1 Satelit 2 Satelit 3 C C Survei kala I A A B B D D Survei kala II Gambar 2.9. Pemantauan deformasi sesar [Abidin, 2001] Reaksi dari materi terhadap gaya deformasi ini digolongkan kedalam sifat deformasi sifat elastik dan sifat plastik. a. Sifat elastik Materi yang mengalami deformasi dengan sifat elastik akan kembali ke bentuk semula setelah gaya deformasi tidak bekerja. b. Sifat plastik Materi yang mengalami deformasi dengan sifat plastik tidak akan kembali lagi ke bentuk awal ketika gaya deformasi tidak bekerja lagi, karena efekefek yang terjadi akibat gaya deformasi menempel. Dilihat dari waktu pemantauannya, deformasi dapat digolongkan menjadi: 1. pemantauan episodik, dimana pemantauan dilakukan secara berkala dalam selang waktu tertentu. 2. Pemantauan kontinu, dimana pemantauan deformasi dilakukan secara terus menerus secara otomatis. 17

13 Untuk mengetahui sifat deformasi yang terjadi dibutuhkan informasi mengenai status geometrik dari materi berupa posisi, bentuk, dan dimensi yang dapat diperoleh melalui analisis geometrik menggunakan data hasil pengamatan geodetik terhadap gaya respon suatu benda terhadap gaya deformasi. Sifat deformasi dapat juga diperoleh dari interpretasi status fisik yang diturunkan dari sifat materi yang terdeformasi, internal stress (tegangan yang terjadi pada materi), hubungan fungsional antara beban dengan deformasi yang terjadi. Melalui penelitian pemantauan deformasi, pengetahuan mengenai sifat benda yang mengalami deformasi akan dapat diketahui. Pemantauan deformasi sesar Cimandiri ini dapat dikatagorikan sebagai deformasi berskala regional dengan perubahan yang relatif lambat Analisis Geometrik Status Geometrik deformasi dapat diperoleh dengan Analisis Geometrik yang menggunakan data hasil pengamatan geodetik terhadap efek-efek respon suatu materi terhadap gaya deformasi. Dengan menguraikan hasil pengamatan geodetik menjadi parameter-parameter deformasi, maka disusun model matematika yang mewakili jenis deformasi suatu materi. Analisis Geometrik dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu : 1. Analisis displacement Merupakan analisis geometrik yang menunjukkan perubahan posisi suatu materi dengan menggunakan data perbedaan posisi yang berasal dari perataan data pengamatan geodetik medan displacement pada epoch yang berbeda. 2. Analisis regangan Merupakan analisis geometrik yang menunjukkan perubahan posisi, bentuk dan dimensi suatu materi dengan menggunakan data dimensi suatu materi. 18

14 2.5 Global Positioning System Global Positioning System (GPS) adalah sistem satelit navigasi dan penentuan posisi milik Amerika Serikat yang didesain untuk memberikan posisi dan kecepatan tiga dimensi yang teliti serta informasi mengenai waktu, secara kontinu di seluruh dunia tanpa bergantung waktu dan cuaca, kepada banyak orang tanpa tergantung pada batas-batas politik dan batas alam. [Abidin, 2001]. Konsep dasar penentuan posisi dengan GPS adalah reseksi (pengikatan kebelakang) dengan jarak, yaitu dengan pengukuran jarak secara simultan ke beberapa satelit GPS yang koordinatnya diketahui. Dimana posisi satelit diketahui kemudian dihitung posisi pengamat, dengan mengukur jarak antara satelit dan pengamat. Dalam hal ini terdapat tiga parameter posisi pengamat (Xr, Yr, Zr). Pengukuran jarak dari satelit ke receiver dapat dilakukan melalui pengamatan Pseudorange dan Carier Phase. Prinsip pengamatan pseudorange adalah pengukuran jarak, yaitu dengan membandingkan kode yang diterima dari satelit, dengan kode replika yang diformulasikan didalam receiver. Waktu yang diperlukan untuk menghimpitkan kedua kode tersebut adalah waktu yang diperlukan oleh kode tersebut untuk menempuh jarak dari satelit ke pengamat. Dengan mengalikan lama waktu yang diperlukan untuk menghimpitkan kedua kode tersebut dengan kecepatan cahaya, maka jarak antara pengamat dengan satelit dapat ditentukan. Untuk pengukuran jarak dengan fase, nilai ambiguitas fase harus ditentukan terlebih dahulu, karena hasil ukuran fase sinyal GPS bukanlah merupakan jarak absolut dari satelit ke receiver. Untuk mendapatkan jarak antara pengamat dan satelit, panjang gelombang dikalikan dengan jumlah hasil ukuran fase + cycle ambiguity. 19

15 2.5.1 Kesalahan dan Bias Dalam perjalanannya dari satelit hingga mencapai antenna di permukaan bumi, sinyal GPS akan dipengaruhi oleh beberapa kesalahan dan bias. Kesalahan dan bias GPS pada dasarnya dapat dikelompokkan atas kesalahan dan bias yang terkait dengan [Abidin,2001]: 1. Satelit, seperti kesalahan ephemeris, jam satelit, dan selective availability. 2. Medium propagasi, seperti bias ionosfer dan bias troposfer. 3. Receiver GPS, seperti kesalahan jam receiver, kesalahan yang terkait dengan antena, dan noise (derau) 4. Data pengamatan, seperti ambiguitas fase dan cycle slip, dan 5. Lingkungan sekitar GPS receiver seperti multipath dan imaging Cycle slips Fenomena berubahnya nilai ambiguitas fase, yang disebabkan oleh terputusnya sinyal dari satelit ke penerima sehingga menyebabkan terjadinya inisiasi ulang dalam penetapan nilai ambiguitas fase. Sumber penyebab cycle slips dapat dikategorikan menjadi tiga bagian, yaitu (1) terhalangnya sinyal satelit oleh pohon, gedung, dsb, (2) rendahnya nilai SNR akibat kondisi ionosfer yang kurang baik, dan (3) terjadinya gangguan dalam sistem alat penerima sehingga menyebabkan kesalahan dalam pemrosesan sinyal Multipath Suatu fenomena dimana satu atau lebih sinyal yang dipantulkan oleh objek di permukaan bumi, mencapai antenna sebagai tambahan pada sinyal yang datang langsung dari satelit sehingga sinyal yang diterima antenna merupakan perpaduan (interferensi) antara sinyal langsung dari satelit dan sinyal-sinyal pantul tersebut. 20

16 Noise Bagian dari suatu radiasi yang merupakan informasi yang tidak dapat dimengerti atau tidak diinginkan oleh penerima. Istilah ini biasa digunakan dalam bidang elektronika untuk menyatakan besarnya variasi acak dari gelombang radio, tegangan, dsb. Ambiguitas fase Jumlah gelombang penuh antara satelit dan alat penerima yang tidak teramati / tidak diketahui. Kesalahan jam receiver Adalah tidak stabilnya dan tidak telitinya jam yang digunakan receiver dibandingkan dengan jam atom yang digunakan oleh satelit Ketelitian Posisi Ketelitian posisi yang diperoleh dari survai GPS mempunyai tingkat ketelitian yang berbeda-beda dari yang sangat teliti (orde millimeter) sampai orde meter. Tingkat ketelitian tersebut secara umum bergantung pada empat faktor yaitu ketelitian data yang digunakan, geometri pengamatan, strategi pengamatan yang digunakan, dan strategi pengolahan data yang diterapkan. Faktor-faktor tersebut dapat digambarkan pada Tabel 2.1 berikut [Abidin,2001]: 21

17 Tabel 2.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi ketelitian survey GPS Jenis data KETELITIAN DATA Kualitasreceiver GPS Level dari kesalahan dan bias Lokasi titik Jumlah titik Konfigurasi jaring GEOMETRI PENGAMATAN Karakteristik baseline Jumlah satelit Lokasi dan distribusi satelit Metode pengamatan Waktu pengamatan STRATEGI PENGAMATAN Lama pengamatan Pengikatan ke titik tetap Perangkat lunak Pengolahan awal Eliminasi kesalahan dan bias STRATEGI PENGOLAHAN DATA Pengolahan baseline Perataan jaring Kontrol kualitas Transformasi koordinat Metode Penentuan Posisi Berdasarkan mekanisme pengaplikasiannya, metode penentuan posisi dengan GPS dapat dikelompokkan atas beberapa metode yaitu [Abidin, 2000]: absolute, differential, static, kinematic, rapid static, pseudo-kinematic, dan stop and go. seperti yang terlihat pada Gambar

18 Gambar 2.10 Metode penentuan posisi dengan GPS [Abidin, 2001] Metode penentuan posisi dengan GPS dapat dibagi menjadi 2 metode secara garis besar, yaitu absolut positioning dan differential positioning. Metode-metode ini yang menentukan ketelitian posisi yang diinginkan. Metode differential positioning minimal membutuhkan 2 receiver, ketelitian yang diperoleh bisa sampai ke fraksi millimeter. Hal ini disebabkan atara lain karena differencing process dapat mengeliminir atau mereduksi efek-efek dari berbagai kesalahan dan bias. Selain itu, posisi titik juga ditentukan relatif terhadap monitor station. Efektifitas differencing process sangat tergantung pada dekat-jauhnya dari monitor station, semakin dekat akan semakin efektif. Titik yang ditentukan posisinya bisa diam (statik) atau bergerak (kinematik) dan dapat menggunakan data pseudorange atau dan data fase. Aplikasi utama yang biasa digunakan pada metode ini adalah survey geodesi, geodinamika dan seismik maupun navigasi yang berketelitian tinggi. Untuk kasus studi geodetik aktifitas sesar, tentunya dibutuhkan peralatan, metode penentuan posisi, dan strategi pengolahan data yang memadai karena diharapkan dapat memberikan nilai vektor pergerakan dengan tingkat presisi sampai beberapa mm. Dengan kemampuan dan konsistensi 23

19 yang dimiliki GPS maka diharapkan besarnya pergerakan sesar yang kecil dan lamban akan dapat terdeteksi dengan baik. Prinsip penentuan aktivitas sesar dengan metode survei GPS adalah dengan cara menempatkan beberapa titik di beberapa lokasi yang dipilih, secara periodik ditentukan koordinatnya secara teliti dengan menggunakan metode survei GPS. Sedangkan Metode yang dipakai dalam penelitian Sesar Cimandiri ini adalah metode diferensial (baseline) + data Fase dan code dengan moda jaring. Dalam hal ini metode yang dipilih adalah statik geodetik (penentuan posisi dengan differensial) dengan tipe episodik. Pada metode diferensial episodik, pemantauan dilakukan secara berkala dalam selang waktu sembilan bulan. Kemudian data pengukuran diolah secara post-processing. 2.6 Kerangka ITRF Keberadaan suatu kerangka referensi sangat dibutuhkan dalam penentuan solusi posisi beserta kecepatan dari stasion pengamatan di permukaan bumi ini. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga konsistensi kerangka koordinat yang akan digunakan untuk mendefenisikan posisi dari dari titik titik pengamatan yang diukur pada epoch yang berbeda. ITRF adalah realisasi dari International Terestrial Reference System (ITRS). Orientasi sumbu koordinat dari sistem ini tidak memiliki residual dari rotasi kecepatan horisontal relatif terhadap kerak bumi, dimana titik pusat koordinatnya adalah geocenter. Sumbu Z-nya sejajar dengan sumbu rotasi rata-rata bumi yang didefinisikan oleh IERS Reference Pole (IRP). Sumbu Y-nya adalah bidang meridian Greenwich yng dinamakan IERS Reference Meridian (IRM) dan terletak pada bidang ekuator bumi. Sedangkan sumbu Z-nya tegak lurus dengan sumbu X dan Z dan membentuk system koordinat tangan kanan. Berkaitan dengan pemakaian GPS dalam tugas akhir ini, dimana GPS menggunakan sistem World Geodetic System 84 (WGS84), maka hasil 24

20 pengamatan yang diperoleh akan diikatkan kedalam sistem kerangka referensi terestrial ITRF00. ITRF00 disusun berdasarkan kombinasi simultan nilai koordinat dan kecepatan stasion-stasion pengamatan VLBI, SLR, GPS dan DORIS. Epoch referensi yang digunakan adalah epoch 1 Januari Realisasi kerangka referensi ITRF00 ini terdiri atas stasion-stasion International Geodynamic Services (IGS) yang tersebar secara global. Titik titik ITRF terdapat pada semua lempeng tektonik utama serta hampir semua lempeng lempeng yang kecil. Pada umumnya titik-titik ikat yang dipilih adalah stasion-stasion IGS yang merupakan penyusun ITRF2000 dengan letak terdekat dari daerah sesar Cimandiri. Pemilihan ini juga didasarkan pada pertimbangan agar jaring survei pengamatan terletak di dekat pusat jaring titik ikat, dalam hal ini berlaku untuk jaring pengamatan regional maupun global. Karena semua hasil perhitungan multibaseline dipetakan ke dalam ITRF2000 menggunakan 7 parameter transformasi Helmert, maka sedikitnya digunakan 3 stasion referensi untuk masing-masing solusi harian jaring regional dan lokal. Pemilihan lokasi stasion-stasion referensi yang terletak di perbatasan jaring regional-lokal tersebut digunakan untuk mendorong penggunakan parameter Helmert yang tepat di daerah tersebut. Pemilihan stasion-stasion referensi tidak harus sama untuk setiap survei, karena pemilihannya berdasarkan keperluan dalam meletakkan lokasi survei di tengahtengah jaring fix. Dengan cara yang sama, hal ini dapat diterapkan untuk mengikat jaring lokal ke dalam jaring regional. Pengikatan ke dalam ITRF2000 dilakukan melalui transformasi Helmert dengan mengestimasikan 7 parameter Helmert yang terdiri dari 3 parameter translasi, 3 parameter rotasi dan 1 parameter skala. Stasion-stasion yang tercakup dalam ITRF2000 selanjutnya diseleksi untuk mengestimasikan parameter-parameter ini. 25

21 2.7 Euler Pole Titik titik pengamatan GPS sesar Cimandiri mengalami beberapa pergerakan. Pergerakan tersebut harus dihilangkan agar vektor pergeseran yang didapatkan nantinya adalah vektor pergeseran sesar yang sesungguhnya. Pergerakan tersebut antara lain: 1. Pergerakan sumbu rotasi bumi relatif terhadap kerak bumi atau yang disebut pergerakan kutub bumi. karena pengukuran koorditnat titik titik GPS dilakukan pada waktu yang berbeda (dengan selang 9 bulan) dimana sumbu rotasi bumi pada kedua kala pengamatan akan berbeda. 2. Pergerakan sunda block (sunda block motion). Sesar cimandiri merupakan bagian dari sunda blok, untuk mendapatkan vektor pergeseran titik titik pengamatan sesar cimandiri yang sesungguhnya, maka efek dari sunda block motion ini harus dihilangkan Vektor pergeseran yang didapat dari pengolahan data GPS masih dipengaruhi oleh pergerakan sunda blok. Selanjutnya untuk mendapatkan nilai pergeseran titik yang menggambarkan aktifitas sesar, maka efek dari pergerakan blok sunda (sunda block motion) harus dihilangkan. Untuk menghitung besarnya pergerakan sunda blok, digunakan metode Euler Pole. Ilustrasi penentuan pergerakan sunda blok dengan metode euler pole dapat dilihat pada gambar 2.15 : Gambar 2.11 illustrasi Euler pole 26

22 Pergerakan lempeng pada permukaan bumi atau ellipsoid dihitung berdasarkan kecepatan pergerakan lempeng tersebut terhadap suatu sumbu/pole. Dengan sumbu ini kita menentukan pergerakan pada titik titik di permukaan bumi. Titik titik tersebut digambarkan dalam lintang (λ), bujur (φ) dan sudut rotasi (ө). Kecepatan rotasi digambarkan dengan arah dan besar sudut rotasi (ө). Namun sudut rotasi tersebut sangat kecil (dθ), maka kecepatan sudut rotasi dirumuskan sebagai berikut: ω = dθ/dt (1) Maka kecepatan blok (dalam cm/tahun) dihitung berdasarkan dengan persamaan: V = ω. R.sinα (2) Dimana: R adalah panjang jari jari bumi. α adalah sudut antara suatu titik pada blok dengan sumbu putar / pole. Setelah nilai pergeseran sunda blok diketahui maka vektor pergeseran masing masing titik titik pengamatan dikurangkan dengan vektor pergerakan sunda blok pada titik tersebut. Dalam tugas akhir ini model eulerpole yang digunakan adalah model [bock 2003]. esesar = epengolahan esundablock (3) nsesar = npengolahan nsundablock (4) 27

BAB II DASAR TEORI Tektonik Lempeng

BAB II DASAR TEORI Tektonik Lempeng BAB II DASAR TEORI 2.1. Tektonik Lempeng Bumi berbentuk ellipsoid. Bumi terdiri dari beberapa lapisan seperti yang diilustrasikan pada gambar 2.1. Lapisan-lapisan tersebut memiliki sifat dan karakteristik

Lebih terperinci

BAB II Studi Potensi Gempa Bumi dengan GPS

BAB II Studi Potensi Gempa Bumi dengan GPS BAB II Studi Potensi Gempa Bumi dengan GPS 2.1 Definisi Gempa Bumi Gempa bumi didefinisikan sebagai getaran pada kerak bumi yang terjadi akibat pelepasan energi secara tiba-tiba. Gempa bumi, dalam hal

Lebih terperinci

Dalam pengembangannya, geodinamika dapat berguna untuk : a. Mengetahui model deformasi material geologi termasuk brittle atau ductile

Dalam pengembangannya, geodinamika dapat berguna untuk : a. Mengetahui model deformasi material geologi termasuk brittle atau ductile Geodinamika bumi 9. GEODINAMIKA Geodinamika adalah cabang ilmu geofisika yang menjelaskan mengenai dinamika bumi. Ilmu matematika, fisika dan kimia digunakan dalam geodinamika berguna untuk memahami arus

Lebih terperinci

Kelompok VI Karakteristik Lempeng Tektonik ATRIA HAPSARI DALIL MALIK. M HANDIKA ARIF. P M. ARIF AROFAH WANDA DIASTI. N

Kelompok VI Karakteristik Lempeng Tektonik ATRIA HAPSARI DALIL MALIK. M HANDIKA ARIF. P M. ARIF AROFAH WANDA DIASTI. N Kelompok VI Karakteristik Lempeng Tektonik Created By: ASRAWAN TENRIANGKA ATRIA HAPSARI DALIL MALIK. M HANDIKA ARIF. P M. ARIF AROFAH WANDA DIASTI. N 1. JENIS LEMPENG Berdasarkan jenis bahan batuan pembentuknya,

Lebih terperinci

BAB III GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS)

BAB III GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) BAB III GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) III. 1 GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) Global Positioning System atau GPS adalah sistem radio navigasi dan penentuan posisi menggunakan satelit [Abidin, 2007]. Nama

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Gunungapi

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Gunungapi BAB II DASAR TEORI 2.1 Gunungapi Gunungapi terbentuk sejak jutaan tahun lalu hingga sekarang. Pengetahuan tentang gunungapi berawal dari perilaku manusia dan manusia purba yang mempunyai hubungan dekat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesar Cimandiri (gambar 1.1) merupakan sesar aktif yang berada di wilayah selatan Jawa Barat, tepatnya berada di Sukabumi selatan. Sesar Cimandiri memanjang dari Pelabuhan

Lebih terperinci

Note : Kenapa Lempeng bergerak?

Note : Kenapa Lempeng bergerak? Note : Kenapa Lempeng bergerak? Lapisan paling atas bumi, kerak bumi (litosfir), merupakan batuan yang relatif dingin dan bagian paling atas berada pada kondisi padat dan kaku. Di bawah lapisan ini terdapat

Lebih terperinci

Pengertian Dinamika Geologi. Dinamika Geologi. Proses Endogen. 10/05/2015 Ribka Asokawaty,

Pengertian Dinamika Geologi. Dinamika Geologi. Proses Endogen. 10/05/2015 Ribka Asokawaty, Pengertian Dinamika Geologi Dinamika Geologi Dinamika Geologi merupakan semua perubahan geologi yang terus-menerus terjadi di bumi, baik karena proses eksogen maupun proses endogen. Ribka F. Asokawaty

Lebih terperinci

ANALISIS KETELITIAN DATA PENGUKURAN MENGGUNAKAN GPS DENGAN METODE DIFERENSIAL STATIK DALAM MODA JARING DAN RADIAL

ANALISIS KETELITIAN DATA PENGUKURAN MENGGUNAKAN GPS DENGAN METODE DIFERENSIAL STATIK DALAM MODA JARING DAN RADIAL ANALISIS KETELITIAN DATA PENGUKURAN MENGGUNAKAN GPS DENGAN METODE DIFERENSIAL STATIK DALAM MODA JARING DAN RADIAL Oleh : Syafril Ramadhon ABSTRAK Ketelitian data Global Positioning Systems (GPS) dapat

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Global Positioning System (GPS) Konsep Penentuan Posisi Dengan GPS

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Global Positioning System (GPS) Konsep Penentuan Posisi Dengan GPS BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Global Positioning System (GPS) 2.1.1 Konsep Penentuan Posisi Dengan GPS GPS (Global Positioning System) merupakan sistem satelit navigasi dan penentuan posisi menggunakan satelit.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama, yaitu lempeng Indo-Australia di bagian Selatan, lempeng Eurasia di bagian

BAB I PENDAHULUAN. utama, yaitu lempeng Indo-Australia di bagian Selatan, lempeng Eurasia di bagian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepulauan Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik utama, yaitu lempeng Indo-Australia di bagian Selatan, lempeng Eurasia di bagian Utara, dan

Lebih terperinci

Gempa atau gempa bumi didefinisikan sebagai getaran yang terjadi pada lokasi tertentu pada permukaan bumi, dan sifatnya tidak berkelanjutan.

Gempa atau gempa bumi didefinisikan sebagai getaran yang terjadi pada lokasi tertentu pada permukaan bumi, dan sifatnya tidak berkelanjutan. 1.1 Apakah Gempa Itu? Gempa atau gempa bumi didefinisikan sebagai getaran yang terjadi pada lokasi tertentu pada permukaan bumi, dan sifatnya tidak berkelanjutan. Getaran tersebut disebabkan oleh pergerakan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1. Subduksi antara Lempeng Samudera dan Lempeng Benua [Katili, 1995]

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1. Subduksi antara Lempeng Samudera dan Lempeng Benua [Katili, 1995] BAB II DASAR TEORI II. 1. Gempabumi II. 1.1. Proses Terjadinya Gempabumi Dinamika bumi memungkinkan terjadinya Gempabumi. Di seluruh dunia tidak kurang dari 8000 kejadian Gempabumi terjadi tiap hari, dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dzikri Wahdan Hakiki, 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dzikri Wahdan Hakiki, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia terdiri dari 3 lempeng tektonik yang bergerak aktif, yaitu lempeng Eurasia diutara, lempeng Indo-Australia yang menujam dibawah lempeng Eurasia dari selatan,

Lebih terperinci

BAB II SISTEM SATELIT NAVIGASI GPS

BAB II SISTEM SATELIT NAVIGASI GPS BAB II SISTEM SATELIT NAVIGASI GPS Satelit navigasi merupakan sistem radio navigasi dan penentuan posisi menggunakan satelit. Satelit dapat memberikan posisi suatu objek di muka bumi dengan akurat dan

Lebih terperinci

UNIT X: Bumi dan Dinamikanya

UNIT X: Bumi dan Dinamikanya MATERI KULIAH IPA-1 JURUSAN PENDIDIKAN IPA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FOTO YANG RELEVAN UNIT X: Bumi dan Dinamikanya I Introduction 5 Latar Belakang Pada K-13 Kelas VII terdapat KD sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu karakteristik bumi adalah bumi merupakan salah satu bentuk alam yang bersifat dinamis yang disebabkan oleh tenaga-tenaga yang bekerja di dalam bumi itu sendiri

Lebih terperinci

TEORI TEKTONIK LEMPENG. 2. Geologi Indonesia

TEORI TEKTONIK LEMPENG. 2. Geologi Indonesia TEORI TEKTONIK LEMPENG 2. Geologi Indonesia Teori ini menyatakan bahwa kerak bumi & litosfer yg mengapung di atas astenosfer dianggap satu lempeng yg saling berhubungan. kulit bumi terdiri atas beberapa

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat dapat dikelompokkan menjadi 6 zona fisiografi yang berarah barat-timur (van Bemmelen, 1949) (Gambar 2.1). Zona-zona tersebut dari utara ke selatan yaitu:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar belakang. tatanan tektonik yang kompleks. Pada bagian barat Indonesia terdapat subduksi

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar belakang. tatanan tektonik yang kompleks. Pada bagian barat Indonesia terdapat subduksi BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang Indonesia terletak pada pertemuan antara tiga lempeng besar yakni lempeng Eurasia, Hindia-Australia, dan Pasifik yang menjadikan Indonesia memiliki tatanan tektonik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang subduksi Gempabumi Bengkulu 12 September 2007 magnitud gempa utama 8.5

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang subduksi Gempabumi Bengkulu 12 September 2007 magnitud gempa utama 8.5 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia terletak pada pertemuan antara lempeng Australia, Eurasia, dan Pasifik. Lempeng Australia dan lempeng Pasifik merupakan jenis lempeng samudera dan bersifat

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara umum wilayah utara Jawa Barat merupakan daerah dataran rendah, sedangkan kawasan selatan merupakan bukit-bukit dengan sedikit pantai serta dataran tinggi.

Lebih terperinci

TUGAS TERSTRUKTUR ANALISIS LANSEKAP TEKTONISME

TUGAS TERSTRUKTUR ANALISIS LANSEKAP TEKTONISME TUGAS TERSTRUKTUR ANALISIS LANSEKAP TEKTONISME Oleh: Nama : Wulan Kartika Wardani NIM : 135040200111089 Kelas : D PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2016 TEKTONISME

Lebih terperinci

PAPER LABORATORIUM PALEONTOLOGI, GEOLOGI FOTO DAN GEOOPTIK PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

PAPER LABORATORIUM PALEONTOLOGI, GEOLOGI FOTO DAN GEOOPTIK PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO PAPER 7 BUSUR MAGMATISME Disusun Oleh: Rayto Wahyu, ST 211001131200** LABORATORIUM PALEONTOLOGI, GEOLOGI FOTO DAN GEOOPTIK PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG MARET

Lebih terperinci

GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) Mulkal Razali, M.Sc

GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) Mulkal Razali, M.Sc GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) Mulkal Razali, M.Sc www.pelagis.net 1 Materi Apa itu GPS? Prinsip dasar Penentuan Posisi dengan GPS Penggunaan GPS Sistem GPS Metoda Penentuan Posisi dengan GPS Sumber Kesalahan

Lebih terperinci

METODE PENENTUAN POSISI DENGAN GPS

METODE PENENTUAN POSISI DENGAN GPS METODE PENENTUAN POSISI DENGAN GPS METODE ABSOLUT Metode Point Positioning Posisi ditentukan dalam sistem WGS 84 Pronsip penentuan posisi adalah reseksi dengan jarak ke beberapa satelit secara simultan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi dan Geomorfologi Regional Secara fisiografis, daerah Jawa Barat dibagi menjadi 6 zona yang berarah timur-barat ( van Bemmelen, 1949 ). Zona tersebut dari arah utara

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara umum Jawa Barat dibagi menjadi 3 wilayah, yaitu wilayah utara, tengah, dan selatan. Wilayah selatan merupakan dataran tinggi dan pantai, wilayah tengah merupakan

Lebih terperinci

PEMODELAN TINGKAT AKTIVITAS SESAR CIMANDIRI BERDASARKAN DATA DEFORMASI PERMUKAAN

PEMODELAN TINGKAT AKTIVITAS SESAR CIMANDIRI BERDASARKAN DATA DEFORMASI PERMUKAAN PEMODELAN TINGKAT AKTIVITAS SESAR CIMANDIRI BERDASARKAN DATA DEFORMASI PERMUKAAN TUGAS AKHIR Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Oleh : Aris Phyrus Honggorahardjo 15105069

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BABI PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BABI PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tektonisme adalah proses yang terjadi akibat pergerakan, pengangkatan, lipatan dan patahan pada struktur tanah di suatu daerah. Yang di maksud lipatan adalah bentuk muka

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI REGIONAL

BAB III TATANAN GEOLOGI REGIONAL BAB III TATANAN GEOLOGI REGIONAL 3.1 Fisiografi Jawa Barat Van Bemmelen (1949) membagi zona fisiografi Jawa Barat menjadi empat bagian (Gambar 3.1). Pembagian zona yang didasarkan pada aspek-aspek fisiografi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lempeng tektonik kepulauan Indonesia terletak di pertemuan tiga lempeng utama yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Interaksi dari ke tiga lempeng tersebut

Lebih terperinci

TEORI LEMPENG TEKTONIK

TEORI LEMPENG TEKTONIK TEORI LEMPENG TEKTONIK ABSTRAK Teori tektonik lempeng merupakan teori yang sangat penting untuk dipelajari, karena teori ini mampu menjelaskan teka-teki geologi yang sebelumnya masih menjadi perdebatan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara fisiografis, van Bemmelen (1949) membagi Jawa Barat menjadi 4 bagian yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung, dan Zona Pegunungan Selatan Jawa

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Menurut Van Bemmelen (1949), secara fisiografis dan struktural daerah Jawa Barat dapat di bagi menjadi 4 zona, yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung

Lebih terperinci

Oleh : Upi Supriatna, S.Pd

Oleh : Upi Supriatna, S.Pd Oleh : Upi Supriatna, S.Pd Tenaga endogen adalah tenaga yang berasal dari dalam bumi yang menyebabkan perubahan pada kulit bumi. Tenaga endogen ini sifatnya membentuk permukaan bumi menjadi tidak rata.

Lebih terperinci

BAB II SEISMISITAS WILAYAH INDONESIA KHUSUSNYA PANGANDARAN DAN SURVEI GPS SEBAGAI METODE PEMANTAUAN DEFORMASI BUMI

BAB II SEISMISITAS WILAYAH INDONESIA KHUSUSNYA PANGANDARAN DAN SURVEI GPS SEBAGAI METODE PEMANTAUAN DEFORMASI BUMI BAB II SEISMISITAS WILAYAH INDONESIA KHUSUSNYA PANGANDARAN DAN SURVEI GPS SEBAGAI METODE PEMANTAUAN DEFORMASI BUMI 2.1 Seismisitas Wilayah Indonesia Indonesia merupakan salah satu wilayah dengan seismisitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Gambar sesar aktif disekitar Bandung [ Anugrahadi, 1993]

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Gambar sesar aktif disekitar Bandung [ Anugrahadi, 1993] BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesar Cimandiri adalah sesar aktif yang terdapat di Selatan Sukabumi. Sesar Cimandiri ini berarah Barat Daya Timur Laut [Anugrahadi, 1993]. Dari penelitian di lapangan

Lebih terperinci

Besarnya pergeseran pada masing masing titik pengamatan setelah dikurangi vektor pergeseran titik BAKO dapat dilihat pada Tabel 4.

Besarnya pergeseran pada masing masing titik pengamatan setelah dikurangi vektor pergeseran titik BAKO dapat dilihat pada Tabel 4. Besarnya pergeseran pada masing masing titik pengamatan setelah dikurangi vektor pergeseran titik BAKO dapat dilihat pada Tabel 4.5 berikut : Tabel 4.5 Nilai pergeseran kala I kala II setelah sunda block

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS Seismisitas sesar Cimandiri Ada beberapa definisi seismisitas, sebagai berikut :

BAB IV ANALISIS Seismisitas sesar Cimandiri Ada beberapa definisi seismisitas, sebagai berikut : BAB IV ANALISIS Analisis yang dilakukan untuk dapat melihat karakteristik deformasi sesar cimandiri berdasarkan dua kala pengamatan pada tugas akhir ini meliputi seismisitas, analisis terhadap standar

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Menurut Van Bemmelen (1949), secara fisiografis dan struktural daerah Jawa Barat dapat di bagi menjadi 4 zona, yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah inti, putih telurnya adalah selubung, dan cangkang telurnya adalah kerak.

BAB I PENDAHULUAN. adalah inti, putih telurnya adalah selubung, dan cangkang telurnya adalah kerak. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Bumi memiliki struktur dalam yang hampir sama dengan telur. Kuning telurnya adalah inti, putih telurnya adalah selubung, dan cangkang telurnya adalah kerak. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. Lama Pengamatan GPS. Gambar 4.1 Perbandingan lama pengamatan GPS Pangandaran kala 1-2. Episodik 1 Episodik 2. Jam Pengamatan KRTW

BAB IV ANALISIS. Lama Pengamatan GPS. Gambar 4.1 Perbandingan lama pengamatan GPS Pangandaran kala 1-2. Episodik 1 Episodik 2. Jam Pengamatan KRTW BAB IV ANALISIS Dalam bab ke-4 ini dibahas mengenai analisis dari hasil pengolahan data dan kaitannya dengan tujuan dan manfaat dari penulisan tugas akhir ini. Analisis dilakukan terhadap data pengamatan

Lebih terperinci

TENAGA GEOLOGI & TEORI-TEORI TEKTONISME. Yuli Ifana Sari, M.Pd.

TENAGA GEOLOGI & TEORI-TEORI TEKTONISME. Yuli Ifana Sari, M.Pd. TENAGA GEOLOGI & TEORI-TEORI TEKTONISME Yuli Ifana Sari, M.Pd. Bentuk Permukaan Bumi di Daratan Bentuk Permukaan Bumi di Lautan TENAGA GEOLOGI Tenaga Endogen Tenaga Eksogen Variasi bentuk Permukaan Bumi

Lebih terperinci

DISKRIPSI GEOLOGI STRUKTUR SESAR DAN LIPATAN

DISKRIPSI GEOLOGI STRUKTUR SESAR DAN LIPATAN DISKRIPSI GEOLOGI STRUKTUR SESAR DAN LIPATAN Mekanisme Sesar 1. Pengenalan a) Sesar merupakan retakan yang mempunyai pergerakan searah dengan arah retakan. Ukuran pergerakan ini adalah bersifat relatif

Lebih terperinci

Sebaran Jenis Patahan Di Sekitar Gunungapi Merapi Berdasarkan Data Gempabumi Tektonik Tahun

Sebaran Jenis Patahan Di Sekitar Gunungapi Merapi Berdasarkan Data Gempabumi Tektonik Tahun Sebaran Jenis Patahan Di Sekitar Gunungapi Merapi Berdasarkan Data Gempabumi Tektonik Tahun 1977 2010 Fitri Puspasari 1, Wahyudi 2 1 Metrologi dan Instrumentasi Departemen Teknik Elektro dan Informatika

Lebih terperinci

DISKRIPSI GEOLOGI STRUKTUR SESAR DAN LIPATAN

DISKRIPSI GEOLOGI STRUKTUR SESAR DAN LIPATAN DISKRIPSI GEOLOGI STRUKTUR SESAR DAN LIPATAN DISKRIPSI GEOLOGI STRUKTUR SESAR DAN LIPATAN Mekanisme Sesar 1. Pengenalan a) Sesar merupakan retakan yang mempunyai pergerakan searah dengan arah retakan.

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Fisiografi Jawa Barat dapat dikelompokkan menjadi 6 zona yang berarah barattimur (van Bemmelen, 1949 dalam Martodjojo, 1984). Zona-zona ini dari utara ke

Lebih terperinci

SURVEI HIDROGRAFI PENGUKURAN DETAIL SITUASI DAN GARIS PANTAI. Oleh: Andri Oktriansyah

SURVEI HIDROGRAFI PENGUKURAN DETAIL SITUASI DAN GARIS PANTAI. Oleh: Andri Oktriansyah SURVEI HIDROGRAFI PENGUKURAN DETAIL SITUASI DAN GARIS PANTAI Oleh: Andri Oktriansyah JURUSAN SURVEI DAN PEMETAAN UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI PALEMBANG 2017 Pengukuran Detil Situasi dan Garis Pantai

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.2

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.2 SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.2 1. Naiknya Pulau Simeuleu bagian utara saat terjadi gempa di Aceh pada tahun 2004 merupakan contoh gerakan.... epirogenetik

Lebih terperinci

BAB II GEMPA BUMI DAN GELOMBANG SEISMIK

BAB II GEMPA BUMI DAN GELOMBANG SEISMIK BAB II GEMPA BUMI DAN GELOMBANG SEISMIK II.1 GEMPA BUMI Seperti kita ketahui bahwa bumi yang kita pijak bersifat dinamis. Artinya bumi selalu bergerak setiap saat, baik itu pergerakan akibat gaya tarik

Lebih terperinci

SESAR MENDATAR (STRIKE SLIP) DAN SESAR MENURUN (NORMAL FAULT)

SESAR MENDATAR (STRIKE SLIP) DAN SESAR MENURUN (NORMAL FAULT) SESAR MENDATAR Pergerakan strike-slip/ pergeseran dapat terjadi berupa adanya pelepasan tegasan secara lateral pada arah sumbu tegasan normal terkecil dan terdapat pemendekan pada arah sumbu tegasan normal

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 15 TAHUN 2013 /2001 TENTANG SISTEM REFERENSI GEOSPASIAL INDONESIA 2013

PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 15 TAHUN 2013 /2001 TENTANG SISTEM REFERENSI GEOSPASIAL INDONESIA 2013 PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 15 TAHUN 2013 /2001 TENTANG SISTEM REFERENSI GEOSPASIAL INDONESIA 2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB 3. Pembentukan Lautan

BAB 3. Pembentukan Lautan BAB 3. Pembentukan Lautan A. Pendahuluan Modul ini membahas tentang teori dan analisa asal-usul lautan yang meliputi hipotesa pelepasan lempeng, teori undasi dan teori tektonik lempeng. Selain itu dalam

Lebih terperinci

2014 INTERPRETASI STRUKTUR GEOLOGI BAWAH PERMUKAAN DAERAH LEUWIDAMAR BERDASARKAN ANALISIS SPEKTRAL DATA GAYABERAT

2014 INTERPRETASI STRUKTUR GEOLOGI BAWAH PERMUKAAN DAERAH LEUWIDAMAR BERDASARKAN ANALISIS SPEKTRAL DATA GAYABERAT BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Satuan tektonik di Jawa Barat adalah jalur subduksi Pra-Eosen. Hal ini terlihat dari batuan tertua yang tersingkap di Ciletuh. Batuan tersebut berupa olisostrom yang

Lebih terperinci

BAB 2 STUDI REFERENSI

BAB 2 STUDI REFERENSI BAB 2 STUDI REFERENSI Pada bab ini akan dijelaskan berbagai macam teori yang digunakan dalam percobaan yang dilakukan. Teori-teori yang didapatkan merupakan hasil studi dari beragai macam referensi. Akan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI 4.1 Struktur Sesar Struktur sesar yang dijumpai di daerah penelitian adalah Sesar Naik Gunungguruh, Sesar Mendatar Gunungguruh, Sesar Mendatar Cimandiri dan Sesar Mendatar

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Fisiografi Jawa Barat dibagi menjadi empat bagian besar (van Bemmelen, 1949): Dataran Pantai Jakarta (Coastal Plain of Batavia), Zona Bogor (Bogor Zone),

Lebih terperinci

GEOLOGI REGIONAL. Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949)

GEOLOGI REGIONAL. Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949) BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Fisiografi Jawa Barat menurut van Bemmelen (1949) terbagi menjadi enam zona (Gambar 2.1), yaitu : 1. Zona Gunungapi Kuarter 2. Zona Dataran Aluvial Jawa Barat Utara

Lebih terperinci

Gempabumi Sumba 12 Februari 2016, Konsekuensi Subduksi Lempeng Indo-Australia di Bawah Busur Sunda Ataukah Busur Banda?

Gempabumi Sumba 12 Februari 2016, Konsekuensi Subduksi Lempeng Indo-Australia di Bawah Busur Sunda Ataukah Busur Banda? Gempabumi Sumba 12 Februari 2016, Konsekuensi Subduksi Lempeng Indo-Australia di Bawah Busur Sunda Ataukah Busur Banda? Supriyanto Rohadi, Bambang Sunardi, Rasmid Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL Indonesia merupakan tempat pertemuan antara tiga lempeng besar, yaitu Lempeng Eurasia yang relatif diam, Lempeng Pasifik yang relatif bergerak ke arah Barat Laut, dan Lempeng Hindia

Lebih terperinci

BAB III DEFORMASI BERDASARKAN MODEL DISLOKASI DAN VEKTOR PERGESERAN GPS

BAB III DEFORMASI BERDASARKAN MODEL DISLOKASI DAN VEKTOR PERGESERAN GPS BAB III DEFORMASI BERDASARKAN MODEL DISLOKASI DAN VEKTOR PERGESERAN GPS III.1. Pengamatan Deformasi Akibat Gempabumi dengan GPS Deformasi akibat gempabumi nampak jelas mengubah bentuk suatu daerah yang

Lebih terperinci

Trench. Indo- Australia. 5 cm/thn. 2 cm/thn

Trench. Indo- Australia. 5 cm/thn. 2 cm/thn Setelah mengekstrak efek pergerakan Sunda block, dengan cara mereduksi velocity rate dengan velocity rate Sunda block-nya, maka dihasilkan vektor pergeseran titik-titik GPS kontinyu SuGAr seperti pada

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir Pemodelan Numerik Respons Benturan Tiga Struktur Akibat Gempa BAB I PENDAHULUAN

Laporan Tugas Akhir Pemodelan Numerik Respons Benturan Tiga Struktur Akibat Gempa BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Saat ini lahan untuk pembangunan gedung yang tersedia semakin lama semakin sedikit sejalan dengan bertambahnya waktu. Untuk itu, pembangunan gedung berlantai banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia termasuk daerah yang rawan terjadi gempabumi karena berada pada pertemuan tiga lempeng, yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia, dan Pasifik. Aktivitas kegempaan

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.4

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.4 SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.4 1. Garis yang menghubungkan tempat-tempat yang dilaui gempa pada waktu yang sama disebut.... mikroseista pleistoseista makroseista

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Van Bemmelen (1949) secara fisiografi membagi Jawa Barat menjadi 6 zona berarah barat-timur (Gambar 2.1) yaitu: Gambar 2.1. Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen,

Lebih terperinci

PETA TERESTRIAL: PEMBUATAN DAN PENGGUNAANNYA DALAM PENGELOLAAN DATA GEOSPASIAL CB NURUL KHAKHIM

PETA TERESTRIAL: PEMBUATAN DAN PENGGUNAANNYA DALAM PENGELOLAAN DATA GEOSPASIAL CB NURUL KHAKHIM PETA TERESTRIAL: PEMBUATAN DAN PENGGUNAANNYA DALAM PENGELOLAAN DATA GEOSPASIAL CB NURUL KHAKHIM UU no. 4 Tahun 2011 tentang INFORMASI GEOSPASIAL Istilah PETA --- Informasi Geospasial Data Geospasial :

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI JALUR SESAR MINOR GRINDULU BERDASARKAN DATA ANOMALI MEDAN MAGNET

IDENTIFIKASI JALUR SESAR MINOR GRINDULU BERDASARKAN DATA ANOMALI MEDAN MAGNET Identifikasi Jalur Sesar Minor Grindulu (Aryo Seno Nurrohman) 116 IDENTIFIKASI JALUR SESAR MINOR GRINDULU BERDASARKAN DATA ANOMALI MEDAN MAGNET IDENTIFICATION OF GRINDULU MINOR FAULT LINES BASED ON MAGNETIC

Lebih terperinci

JAGAD RAYA DAN TATA SURYA V

JAGAD RAYA DAN TATA SURYA V KTSP & K-13 Kelas X geografi JAGAD RAYA DAN TATA SURYA V Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami perubahan bentuk muka Bumi. 2. Memahami

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGOLAHAN DATA 4.1 Pengolahan Data Data GPS yang digunakan pada Tugas Akhir ini adalah hasil pengukuran secara kontinyu selama 2 bulan, yang dimulai sejak bulan Oktober 2006 sampai November 2006

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL Indonesia merupakan tempat pertemuan antara tiga lempeng, yaitu Lempeng Eurasia yang relatif diam, Lempeng Pasifik Barat yang relatif bergerak ke arah baratlaut, dan Lempeng Hindia

Lebih terperinci

ANALISA SESAR AKTIF MENGGUNAKAN METODE FOCAL MECHANISM (STUDI KASUS DATA GEMPA SEPANJANG CINCIN API ZONA SELATAN WILAYAH JAWA BARAT PADA TAHUN

ANALISA SESAR AKTIF MENGGUNAKAN METODE FOCAL MECHANISM (STUDI KASUS DATA GEMPA SEPANJANG CINCIN API ZONA SELATAN WILAYAH JAWA BARAT PADA TAHUN ANALISA SESAR AKTIF MENGGUNAKAN METODE FOCAL MECHANISM (STUDI KASUS DATA GEMPA SEPANJANG CINCIN API ZONA SELATAN WILAYAH JAWA BARAT PADA TAHUN 1999-2009) Oleh: Siti Rahmatul Aslamiah Roemaf ABSTRAK: Daerah

Lebih terperinci

Yang kedua adaah diketemukannya fosil-fosil yang berasal dari binatang dan tumbuhan yang tersebar luas dan terpisah di beberapa benua :

Yang kedua adaah diketemukannya fosil-fosil yang berasal dari binatang dan tumbuhan yang tersebar luas dan terpisah di beberapa benua : Teori Tektonik Lempeng Pembentukan bentuk muka bumi dapat dijabarkan melalui Teori Tektonik Lempeng. Teori ini awalnya berasal dari pengembangan hipotesa yang dikatakan oleh Alfred Wagener. Dia mengatakan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat Van Bemmelen (1949) membagi fisiografi Jawa Barat menjadi 4 zona, yaitu: 1. Dataran Pantai Jakarta. 2. Zona Bogor 3. Zona Depresi Tengah Jawa Barat ( Zona

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lempeng besar (Eurasia, Hindia-Australia, dan Pasifik) menjadikannya memiliki

BAB I PENDAHULUAN. lempeng besar (Eurasia, Hindia-Australia, dan Pasifik) menjadikannya memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Posisi Kepulauan Indonesia yang terletak pada pertemuan antara tiga lempeng besar (Eurasia, Hindia-Australia, dan Pasifik) menjadikannya memiliki tatanan tektonik

Lebih terperinci

DOSEN PENGAMPU: Dr. Ir. SUDARTO, MS. DISUSUN OLEH: NAMA : ASTIDHIA NADIA NIM : KELAS : C

DOSEN PENGAMPU: Dr. Ir. SUDARTO, MS. DISUSUN OLEH: NAMA : ASTIDHIA NADIA NIM : KELAS : C TUGAS TERSTUKTUR MATA KULIAH ANALISIS LANSKAP TERPADU TEORI PEMBENTUKAN MUKA BUMI (Plate Tectonic Theory) DAN PROSES PEMBENTUKAN/GEOMORFOLOGI KOTA SURABAYA-JAWA TIMUR DOSEN PENGAMPU: Dr. Ir. SUDARTO, MS.

Lebih terperinci

PENENTUAN POSISI DENGAN GPS

PENENTUAN POSISI DENGAN GPS PENENTUAN POSISI DENGAN GPS Disampaikan Dalam Acara Workshop Geospasial Untuk Guru Oleh Ir.Endang,M.Pd, Widyaiswara BIG BADAN INFORMASI GEOSPASIAL (BIG) Jln. Raya Jakarta Bogor Km. 46 Cibinong, Bogor 16911

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 GEOGRAFIS Jawa bagian barat secara geografis terletak diantara 105 0 00-108 0 65 BT dan 5 0 50 8 0 00 LS dengan batas-batas wilayahnya sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI Menurut van Bemmelen (1949), fisiografi Jawa Barat dibagi menjadi enam zona, yaitu Zona Dataran Aluvial Utara Jawa Barat, Zona Antiklinorium Bogor, Zona Gunungapi

Lebih terperinci

batuan pada kulit bumi secara tiba-tiba akibat pergerakaan lempeng tektonik.

batuan pada kulit bumi secara tiba-tiba akibat pergerakaan lempeng tektonik. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gempa bumi merupakan peristiwa bergetarnya bumi karena pergeseran batuan pada kulit bumi secara tiba-tiba akibat pergerakaan lempeng tektonik. Pergerakan tiba-tiba

Lebih terperinci

Buku 2: RKPM (Rencana Kegiatan Pembelajaran Mingguan) Modul Pembelajaran Pertemuan ke III GEODINAMIKA

Buku 2: RKPM (Rencana Kegiatan Pembelajaran Mingguan) Modul Pembelajaran Pertemuan ke III GEODINAMIKA UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS MIPA/JURUSAN FISIKA/PRODI GEOFISIKA Sekip Utara, Po. Box. 21 Yogyakarta 55281, Indonesia Buku 2: RKPM (Rencana Kegiatan Pembelajaran Mingguan) Modul Pembelajaran Pertemuan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat Fisiografi Jawa Barat (Gambar 2.1), berdasarkan sifat morfologi dan tektoniknya dibagi menjadi empat bagian (Van Bemmelen, 1949 op. cit. Martodjojo, 1984),

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL II.2 Fisiografi Regional Secara fisiografis, daerah Jawa Barat dibagi menjadi 4 zona (Gambar 2.1), pembagian zona tersebut berdasarkan sifat-sifat morfologi dan tektoniknya (van

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang 1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Tatanan tektonik daerah Kepala Burung, Papua memegang peranan penting dalam eksplorasi hidrokarbon di Indonesia Timur. Eksplorasi tersebut berkembang sejak ditemukannya

Lebih terperinci

Mengapa proyeksi di Indonesia menggunakan WGS 84?

Mengapa proyeksi di Indonesia menggunakan WGS 84? Nama : Muhamad Aidil Fitriyadi NPM : 150210070005 Mengapa proyeksi di Indonesia menggunakan WGS 84? Jenis proyeksi yang sering di gunakan di Indonesia adalah WGS-84 (World Geodetic System) dan UTM (Universal

Lebih terperinci

TEORI TEKTONIK LEMPENG

TEORI TEKTONIK LEMPENG Pengenalan Gempabumi BUMI BENTUK DAN UKURAN Bumi berbentuk bulat seperti bola, namun rata di kutub-kutubnya. jari-jari Khatulistiwa = 6.378 km, jari-jari kutub=6.356 km. Lebih dari 70 % permukaan bumi

Lebih terperinci

Lempeng Tektonik (Tectonic Plate) Oseanografi Fisika

Lempeng Tektonik (Tectonic Plate) Oseanografi Fisika Lempeng Tektonik (Tectonic Plate) Oseanografi Fisika Dan Dia menancapkan gunung-gunung di bumi supaya bumi itu tidak goncang bersama kamu, (dan Dia menciptakan) sungai-sungai dan jalan-jalan agar kamu

Lebih terperinci

GEMPA BUMI DAN AKTIVITASNYA DI INDONESIA

GEMPA BUMI DAN AKTIVITASNYA DI INDONESIA GEMPA BUMI DAN AKTIVITASNYA DI INDONESIA Disusun Oleh: Josina Christina DAFTAR ISI Kata Pengantar... 2 BAB I... 3 1.1 Latar Belakang... 3 1.2 Tujuan... 3 1.3 Rumusan Masalah... 4 BAB II... 5 2.1 Pengertian

Lebih terperinci

PENGGUNAAN TEKNOLOGI GNSS RT-PPP UNTUK KEGIATAN TOPOGRAFI SEISMIK

PENGGUNAAN TEKNOLOGI GNSS RT-PPP UNTUK KEGIATAN TOPOGRAFI SEISMIK PENGGUNAAN TEKNOLOGI GNSS RT-PPP UNTUK KEGIATAN TOPOGRAFI SEISMIK Oleh : Syafril Ramadhon ABSTRAK Salah satu kegiatan eksplorasi seismic di darat adalah kegiatan topografi seismik. Kegiatan ini bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.3 Batasan Masalah Penelitian ini dibatasi pada aspek geologi serta proses sedimentasi yang terjadi pada daerah penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. 1.3 Batasan Masalah Penelitian ini dibatasi pada aspek geologi serta proses sedimentasi yang terjadi pada daerah penelitian. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tugas Akhir mahasiswa merupakan suatu tahap akhir yang wajib ditempuh untuk mendapatkan gelar kesarjanaan strata satu di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI JAWA BARAT Van Bemmelen (1949) membagi fisiografi Jawa Barat dibagi menjadi 4 zona, yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung, dan Zona Pegunungan Selatan.

Lebih terperinci

Datum dan Ellipsoida Referensi

Datum dan Ellipsoida Referensi Datum dan Ellipsoida Referensi RG141227 - Sistem Koordinat dan Transformasi Semester Gasal 2016/2017 Ira M Anjasmara PhD Jurusan Teknik Geomatika Datum Geodetik Datum Geodetik adalah parameter yang mendefinisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertemuan diantara tiga lempeng besar, yaitu lempeng pasifik, lempeng Indo-

BAB I PENDAHULUAN. pertemuan diantara tiga lempeng besar, yaitu lempeng pasifik, lempeng Indo- BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sulawesi terletak di bagian tengah wilayah kepulauan Indonesia dengan luas wilayah 174.600 km 2 (Sompotan, 2012). Pulau Sulawesi terletak pada zona pertemuan

Lebih terperinci

1. Deskripsi Riset I

1. Deskripsi Riset I 1. Deskripsi Riset I (Karakterisasi struktur kerak di bawah zona transisi busur Sunda-Banda menggunakan metoda inversi gabungan gelombang permukaan dan gelombang bodi dari data rekaman gempa dan bising

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Peta Tektonik Indonesia (Bock, dkk., 2003)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Peta Tektonik Indonesia (Bock, dkk., 2003) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia terletak pada tiga pertemuan lempeng besar dunia yaitu Lempeng Indo-Australia di bagian selatan, Lempeng Pasifik di bagian timur, dan Lempeng Eurasia di

Lebih terperinci

BAB II GEMPA ACEH DAN DAMPAKNYA TERHADAP BATAS

BAB II GEMPA ACEH DAN DAMPAKNYA TERHADAP BATAS BAB II GEMPA ACEH DAN DAMPAKNYA TERHADAP BATAS II.1 Gempa Bumi Gempa bumi didefinisikan sebagai getaran sesaat akibat terjadinya sudden slip (pergeseran secara tiba-tiba) pada kerak bumi. Sudden slip terjadi

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH TOTAL ELECTRON CONTENT (TEC) DI LAPISAN IONOSFER PADA DATA PENGAMATAN GNSS RT-PPP

ANALISIS PENGARUH TOTAL ELECTRON CONTENT (TEC) DI LAPISAN IONOSFER PADA DATA PENGAMATAN GNSS RT-PPP ANALISIS PENGARUH TOTAL ELECTRON CONTENT (TEC) DI LAPISAN IONOSFER PADA DATA PENGAMATAN GNSS RT-PPP Oleh : Syafril Ramadhon ABSTRAK Metode Real Time Point Precise Positioning (RT-PPP) merupakan teknologi

Lebih terperinci

BAB 2 Tatanan Geologi Regional

BAB 2 Tatanan Geologi Regional BAB 2 Tatanan Geologi Regional 2.1 Geologi Umum Jawa Barat 2.1.1 Fisiografi ZONA PUNGGUNGAN DEPRESI TENGAH Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949). Daerah Jawa Barat secara fisiografis

Lebih terperinci