BAB I. PENDAHULUAN. konsumsi. Ketiga, SDA berfungsi sebagai penyedia jasa-jasa lingkungan, seperti. manfaat lingkungan untuk menopang kehidupan.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I. PENDAHULUAN. konsumsi. Ketiga, SDA berfungsi sebagai penyedia jasa-jasa lingkungan, seperti. manfaat lingkungan untuk menopang kehidupan."

Transkripsi

1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam (SDA) memberikan peranan penting dalam kehidupan manusia. Sebagaimana dikemukakan Pearce & Turner (1990) bahwa SDA setidaknya memiliki tiga jenis fungsi. Fungsi yang pertama adalah SDA sebagai penyedia bahan baku (input) untuk proses produksi dan konsumsi langsung. Kedua, SDA berperan sebagai penyerap limbah (residu) dari proses produksi dan konsumsi. Ketiga, SDA berfungsi sebagai penyedia jasa-jasa lingkungan, seperti misalnya keindahan panorama alam, menyediakan oksigen bagi makhluk hidup di planet bumi, sebagai habitat bagi makhluk hidup dan memberikan berbagai manfaat lingkungan untuk menopang kehidupan. 1 Apabila dipandang dalam kerangka sebuah sistem, SDA atau sistem lingkungan berperan sebagai penopang bagi sub sistem ekonomi. Pertumbuhan dan perkembangan sub sistem ekonomi dipengaruhi oleh kondisi yang terjadi pada sistem lingkungan. Ketergantungan sistem ekonomi terhadap sistem lingkungan antara lain dalam hal memperoleh input untuk proses produksi dan konsumsi langsung serta penyerapan limbah/hasil sampingan dari kedua proses tersebut. Karena hubungan tersebut, maka keberlanjutan sistem ekonomi perlu ditopang oleh kelestarian sistem lingkungan. Proses produksi dan konsumsi langsung yang terus berlanjut bahkan semakin meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk berimplikasi terhadap peningkatan volume sistem ekonomi. Di lain pihak, sistem lingkungan, 1 David W. Pearce dan Richard K. Turner, Economics of Natural Resources and The Environment (New York: Harvester Wheatsheaf, 1990), hal

2 yang menopang sub sistem ekonomi, tidak mengalami penambahan volume, bahkan diduga mengalami penyusutan sediaan bahan mentah (input) dan terjadi degradasi manfaat lingkungan. Jika kondisi demikian benar terjadi dan terus berlangsung serta tidak ada upaya reinvestasi sumber daya alam, maka generasi mendatang diperkirakan akan menghadapi kekurangan input SDA dan rendahnya kualitas lingkungan hidup. Pada akhirnya, pembangunan ekonomi yang berlangsung demikian berpotensi menyisakan kesulitan bagi generasi yang akan datang untuk mencapai kesejahteraan. Kesejahteraan pada generasi yang akan datang maupun pada generasi sekarang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan konsumi terhadap barang dan jasa yang untuk itu diperlukan pendapatan. Dalam ilmu ekonomi, pendapatan dipengaruhi oleh kapital (yang meliputi sumber daya alam, sumber daya manusia dan modal fisik). Hubungan antara pendapatan dan kapital tersebut dapat dinyatakan dalam persamaan Y = f (A), Y adalah pendapatan dan A adalah kapital. Hubungan fungsi tersebut mengindikasikan bahwa jumlah pendapatan ditentukan oleh ketersediaan kapital. Penurunan sediaan kapital, dapat berdampak terhadap penurunan jumlah pendapatan yang dapat mempengaruhi jumlah konsumsi pada periode berikutnya. Konsumsi yang berkelanjutan adalah prinsip utama dari pendapatan lestari. Sebagaimana dikemukakan oleh Hicks (1946) bahwa yang dimaksud dengan pendapatan adalah jumlah pengeluaran konsumsi pada suatu periode waktu yang 2

3 tidak menurunkan kemampuan belanja konsumsi pada periode waktu berikutnya. 2 Hartwick (1977) telah mengungkapkan salah satu upaya untuk mencapai keberlanjutan konsumsi tersebut yaitu dengan cara menginvestasikan penerimaan dari hasil ekstraksi SDA tak terbarukan, seperti halnya penerimaan dari hasil penambangan minyak bumi, ke dalam usaha produktif. 3 Kaidah Hartwick (Hartwick Rule) tersebut kemudian diinterpretasikan Solow (1986) sebagai upaya untuk mempertahankan nilai sediaan kapital agar tidak menyusut atau agar nilai sediaan kapital berada pada level yang mantap (constant capital), yang merupakan salah satu prasyarat untuk mencapai keberlanjutan konsumsi. 4 Hingga saat ini, indikator yang digunakan untuk menilai kinerja pembangunan ekonomi di Indonesia adalah Produk Domestik Bruto (PDB) atau dikenal juga sebagai PDB Konvensional/PDB Coklat. Adapun, pada tingkat regional provinsi atau kabupaten/kota adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang juga disebut sebagai PDRB Konvensional/PDRB Coklat. Nilai PDB maupun PDRB tersebut dimungkinkan masih mengandung komponen deplesi dan apresiasi SDA serta degradasi dan apresiasi jasa lingkungan. Oleh karena itu baik PDB maupun PDRB dianggap belum mampu menggambarkan keberlanjutan pembangunan ekonomi. Demikian pula halnya dengan status sediaan sumber daya (kapital) juga belum terekam, akibatnya dampak pembangunan ekonomi pada periode yang lalu terhadap sediaan kapital pun belum bisa diketahui. 2 J.R. Hicks, Value and Capital, An Inquiry into some Fundamental Principles of Economic Theory, Second Edition (Oxford, UK: Clarendon Press, 1946), hal John M. Hartwick, Intergenerational Equity and the Investing of Rents from Exhaustible Resources, American Economic Review, Vol. 67 (5): Robert M. Solow, On the Intergenerationl Allocation of Resources, Scandanavian Journal of Economics, Vol. 88 (1) :

4 Situasi demikian seperti disebutkan di muka, untuk tingkat regional diduga terjadi dalam perekonomian Provinsi Riau. Berdasarkan nilai PDRB Konvensional (PDRB), Provinsi Riau menduduki peringkat pertama sebagai penghasil PDRB per kapita tertinggi diantara provinsi lainnya di wilayah Sumatera pada tahun Nilai PDRB per kapita provinsi ini pada tahun tersebut mencapai Rp. 53,26 juta (BPS, 2009). 5 Adapun pada tingkat nasional, Provinsi Riau menempati urutan ketiga di bawah Provinsi Kalimantan Timur dan Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta. 6 Ditinjau dari pertumbuhan PDRB Konvensionalnya, perekonomian Provinsi Riau juga menunjukkan tren yang menaik. PDRB konvensional Provinsi Riau meningkat dari Rp. 75,2 triliun pada tahun 2004 menjadi Rp. 91,1 triliun pada tahun 2008 (BPS Provinsi Riau, 2009). 7 Nilai positif indikator perekonomian Provinsi Riau sebagaimana diuraikan di muka, diduga disertai dengan kemerosotan sediaan sumber daya alam dan degradasi manfaat jasa lingkungan. Dugaan tersebut dilandasi oleh realitas yang menunjukkan bahwa separuh dari nilai PDRB Provinsi Riau disokong oleh sektor pertambangan dan penggalian. 8 Kontribusi terhadap PDRB Provinsi Riau dari sektor ini diperoleh dari hasil ekstraksi barang tambang, yang antara lain terdiri dari minyak bumi, gas alam dan batu bara. Kegiatan ekstraksi barang tambang tersebut di muka diduga dapat mempengaruhi sediaan (deposit) barang tambang dan menimbulkan polusi. 5 Badan Pusat Statistik, Perkembangan Beberapa Indikator Sosial-Ekonomi Indonesia, (Jakarta: Badan Pusat Statistik, 2009), hal Ibid. 7 Ibid, hal Badan Pusat Statistik Provinsi Riau, Riau Dalam Angka 2009, (Pekanbaru: Badan Pusat Statistik Provinsi Riau, 2009), hal

5 Selain itu, hampir seperlima dari PDRB Provinsi Riau disumbang oleh hasil produksi sektor pertanian, yang didalamnya antara lain meliputi sub sektor perkebunan dan kehutanan. 9 Kegiatan produksi pada sektor ini diduga berpengaruh terhadap sediaan sumber daya hutan dan manfaat jasa lingkungan yang dihasilkan hutan. Dua hasil kajian telah melaporkan terjadinya penyusutan luas areal hutan di wilayah Provinsi Riau. Pertama, hasil kajian Nurfatriani & Ginoga (2008) yang mengungkapkan bahwa pengurangan luas areal hutan di Provinsi Riau selama periode tahun mencapai 50%. 10 Kedua, hasil kajian Uryu et al. (2008) yang menyatakan bahwa pengurangan luas areal hutan Riau pada tahun sekitar 65%. 11 Kedua hasil kajian tersebut di muka senada menyatakan bahwa konversi hutan alam menjadi perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu penyebab penyusutan luas areal hutan di Provinsi Riau. Bahkan, Nurfatriani & Ginoga (2008) menyebutkan bahwa konversi hutan untuk keperluan tersebut merupakan penyebab penyusutan areal hutan terbesar. Adapun menurut Uryu et al. (2008), konversi hutan menjadi areal perkebunan sawit pada periode mencapai 1,11 juta ha atau 30% dari total deforestasi di Provinsi Riau Badan Pusat Statistik Provinsi Riau, Riau Dalam Angka 2009, (Pekanbaru: Badan Pusat Statistik Provinsi Riau, 2009), hal Fitri Nurfatriani dan Kirsfianti L. Ginoga, Persepsi Para Pihak dalam Perancangan REDD di Propinsi Riau, Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan, Vol 5, No.3, (2008): Yuriko Uryu, Claudius Mott, Nazir Foead, Kokok Yulianto, Arif Budiman, Setiabudi, Fumiaki Takakai, Nursamsu, Sunarto, Elisabet Purastuti, Nurchalis Fadhli, Cobar M.B. Hutajulu, Julia Jaenicke, Ryusuke Hatano, Florian Siegert dan Michael Stuve, Deforestation, Forest Degradatin, Biodiversity Loss and CO2 Emission in Riau, Sumatera, Indonesia, Technical Report dipersembahkan untuk WWF Indonesia, Februari, 2008, hal Ibid. hal

6 Penyusutan sumber daya hutan tidak hanya mempengaruhi jumlah output yang berupa barang (hasil hutan kayu dan non-kayu), tetapi juga mempengaruhi manfaat jasa lingkungan hutan yang berpotensi menimbulkan kerugian ekonomi. Sebagai contoh, bencana banjir yang akhir-akhir ini kerapkali melanda beberapa daerah di wilayah Provinsi Riau diduga erat kaitannya dengan penyusutan sumber daya hutan. Bencana banjir tersebut telah mengakibatkan kerugian yang relatif besar bagi perekonomian Provinsi Riau. Sebagai gambaran, kerugian ekonomi akibat bencana banjir yang terjadi pada akhir tahun 2002 hingga April 2003 ditaksir mencapai Rp. 832,14 milyar. 13 Jika penilaian kinerja pembangunan ekonomi masih menggunakan PDRB Konvensional, maka penurunan sediaan SDA dan kemerosotan sediaan manfaat lingkungan di Provinsi Riau seperti diuraikan di muka tidak dapat terpantau dalam sistem perekonomian, akibatnya tingkat konsumsi lestari dan nilai sediaan kapital pada periode yang akan datang berpotensi untuk menurun. Untuk meminimalkan potensi penurunan tingkat konsumsi dan sediaan kapital tersebut, maka dapat dilakukan dengan cara pemantauan pendapatan lestari, nilai sediaan kapital serta ukuran relatif sistem ekonomi terhadap sistem lingkungan. Nilai pendapatan lestari dapat ditaksir dengan menggunakan indikator PDRB Lestari, sedangkan sediaan kapital dapat dinilai dengan menggunakan indikator Tabungan Asli Regional (Regional Genuine Saving) dan ukuran relatif sistem ekonomi terhadap sistem lingkungan dipantau dengan menggunakan skala optimal sistem ekonomi. 13 Greenomics Indonesia, Walhi Eksekutif Daerah Riau dan ATTR, Banjir Riau: Siapa Rugi? (Jakarta: Greenomics Indonesia, Walhi Eksekutif Daerah Riau dan ATTR, 2003), hal. 9. 6

7 1.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan pengetahuan mengenai dampak perubahan yang terjadi pada sistem lingkungan terhadap keberlanjutan pembangunan ekonomi. Selain itu, penelitian juga dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana selayaknya perubahan yang terjadi dalam sistem lingkungan tersebut diposisikan dalam rangka pemantauan kinerja keberlanjutan pembangunan ekonomi. Secara khusus, tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi tentang: 1. Dampak perubahan nilai sediaan (stock) SDA dan manfaat jasa lingkungan terhadap pendapatan ekonomi (PDRB) Lestari Provinsi Riau. 2. Dampak perubahan nilai sediaan SDA dan manfaat jasa lingkungan terhadap Tabungan Asli Regional Provinsi Riau. 3. Sinergi antara PDRB Lestari (Sustainable Income) dan Tabungan Asli (Genuine Saving) dalam pemantauan kinerja kelestarian pembangunan ekonomi Provinsi Riau. 4. Skala Optimal sistem ekonomi dalam lingkup Provinsi Riau. 1.3 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi ilmu pengetahuan khususnya dalam hal penghitungan perubahan nilai sediaan SDA dan manfaat jasa lingkungan untuk menaksir PDRB Lestari, Tabungan Asli Regional Provinsi dan Skala Optimal sistem ekonomi. Selain itu, hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi referensi kebijakan bagi para pengambil keputusan 7

8 untuk menentukan arah kebijakan pembangunan ekonomi di Provinsi Riau dalam rangka mengantisipasi penurunan kuantitas dan kualitas SDA dan lingkungan. 1.4 Signifikansi Penelitian Integrasi nilai perubahan sediaan SDA dalam penaksiran kinerja pembangunan berkelanjutan di Indonesia telah dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu, antara lain Repetto et al. (1989), Alisjahbana & Yusuf (2003), Affianto (2004), BPKH XI & FKT UGM (2007) serta Yusuf (2010). Diantara para peneliti tersebut, hanya Yusuf (2010) yang tidak menyertakan faktor penambahan dalam menaksir perubahan sediaan sumber daya hutan, sedangkan peneliti lainnya telah memperhitungkannya walau hanya satu aspek, yaitu pertumbuhan tegakan. Dalam hal penilaian perubahan sumber daya hutan, kajian yang dilakukan oleh BPKH XI & FKT UGM (2007) memberikan gambaran yang lebih menyeluruh karena perubahan sediaan tersebut dinilai berdasarkan perbedaan sediaan tegakan antara dua titik waktu pelaksanaan risalah hutan. Cara demikian dipandang dapat menggambarkan perubahan tegakan yang lebih mendekati keadaan sebenarnya karena sediaan (stok) tegakan merupakan resultan dari dinamika tegakan yang terdiri dari proses penambahan dan pengurangan. Hal lainnya yang menunjukkan ketidakseragaman diantara penelitian terdahulu adalah dalam hal penilaian degradasi lingkungan. Untuk menaksir kinerja keberlanjutan pembangunan ekonomi, para peneliti umumnya hanya memperhitungkan faktor pengurang yaitu nilai degradasi lingkungan, seperti nilai kerugian akibat polusi (Alisjahbana & Yusuf, 2003; Affianto, 2004; Yusuf, 2010). 8

9 Berbeda dari para peneliti tersebut, BPKH XI & FKT UGM (2007) tidak hanya menilai manfaat lingkungan yang hilang tetapi juga memperhitungkan nilai manfaat lingkungan hutan yang masih tersedia. Dengan demikian, manfaat lingkungan tidak senantiasa mengalami kemerosotan (degradasi) tetapi juga dapat terjadi peningkatan (apresiasi) jika kondisi hutannya masih terjaga dengan baik. Penilaian manfaat lingkungan yang dilakukan di dalam kajian BPKH XI & FKT UGM (2007) antara lain meliputi manfaat hutan dalam mengurangi risiko banjir dan kekeringan serta manfaat hutan sebagai penyimpan karbon. Penilaian perubahan sediaan sumber daya hutan dan manfaat jasa lingkungan hutan pada penelitian ini dilakukan berdasarkan perubahan sediaan sumber daya hutan pada dua titik waktu pengamatan sebagaimana dilakukan oleh BPKH XI & FKT UGM (2007). Penaksiran perubahan sediaan tegakan pada penelitian tersebut di muka dihitung berdasarkan data tegakan yang merupakan hasil risalah hutan yang dilakukan secara berkala. Kondisi yang berbeda dihadapi dalam penilaian perubahan sediaan tegakan hutan di Provinsi Riau. Data tegakan belum terekam secara menyeluruh dan berkala. Kegiatan risalah hutan melalui kegiatan Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB) baru sampai pada tahap pengukuran pertama sehingga belum tersedia data hasil pengukuran pada titik waktu yang berbeda. Oleh karena itu, perubahan sediaan tegakan dan manfaat lingkungan pada penelitian ini ditaksir berdasarkan perubahan luas hutan menurut peta penutupan lahan yang kemudian dikonversi ke dalam bentuk nilai moneter perubahan sediaan tegakan dan manfaat jasa lingkungan. 9

10 Penelitian ini tidak hanya mengkaji perubahan sediaan SDA pada sumber daya hutan, tetapi juga mengamati perubahan sedian barang tambang yang merupakan kontributor terbesar bagi PDRB Provinsi Riau. Selain itu sektor pertambangan diduga memiliki keterkaitan dengan perubahan sediaan sumber daya hutan seiring dengan dimulainya ekstraksi batu bara di wilayah Provinsi Riau. Berbeda dengan penaksiran perubahan sediaan sumber daya hutan, penaksiran perubahan sediaan barang tambang tidak dilakukan atas perbedaan sediaan antara dua titik waktu inventarisasi, melainkan ditaksir berdasarkan jumlah ekstraksinya. Hal ini dilakukan mengingat barang tambang tergolong sebagai SDA yang proses pembentukkannya memakan waktu sangat lama, yang oleh karena itu dapat dianggap sebagai SDA yang tidak mengalami pertumbuhan. Berkaitan dengan manfaat jasa lingkungan sebagai penyimpan karbon, penelitian ini tidak hanya menilai perubahan sediaan karbon pada penutupan lahan yang berupa hutan tetapi juga pada jenis penutupan lahan non-hutan. Di samping itu, kajian ini juga memperhitungkan perubahan sediaan karbon yang tersimpan di bawah permukaan, yaitu pada lahan gambut. Namun, penaksiran perubahan sediaanya tidak dilakukan sebagaimana diaplikasikan pada vegetasi tetapi dihitung berdasarkan jumlah karbon yang terlepas dari lahan gambut yang disebabkan oleh kebakaran dan pengeringan lahan gambut. Selain hal-hal yang telah diuraikan di muka, penelitian ini tidak hanya mengintegrasikan nilai perubahan sediaan SDA dan manfaat jasa lingkungan terhadap nilai pendapatan lestari tetapi juga terhadap nilai sediaan kapital. Di samping itu, nilai perubahan SDA dan manfaat jasa lingkungan juga dipandang 10

11 sebagai opportunity cost yang kemudian digunakan dalam penaksiran ukuran relatif sistem ekonomi terhadap sistem lingkungan untuk mengetahui kondisi skala optimalnya. 1.5 Batasan dan Ruang Lingkup Penelitian Kontribusi sektor primer terhadap PDRB Provinsi Riau hingga penelitian dilakukan masih cukup besar, yaitu sekitar 70%. 14 Dalam sistem perekonomian, sektor primer meliputi berbagai bidang yang memanfaatkan sumber daya alam secara langsung atau memberikan kontribusi terhadap nilai PDRB melalui hasil eksploitasi sumber daya alam. Dua sektor yang termasuk ke dalam kategori ini adalah sektor pertambangan dan pengaggalian serta sektor pertanian. Kontribusi sektor pertambangan dan penggalian terhadap PDRB Provinsi Riau dihasilkan dari proses ekstraksi minyak bumi, gas alam dan batu bara. Adapun sumbangan terbesar sektor pertanian dihasilkan dari hasil produksi sub sektor perkebunan. Kontribusi sub sektor kehutanan menempati urutan kedua setelah perkebunan. 15 Pada satu dekade terakhir ini, sub sektor perkebunan mulai menggantikan posisi yang sebelumnya diduduki oleh sub sektor kehutanan. Situasi tersebut agaknya terkait dengan tingginya konversi hutan menjadi perkebunan kelapa sawit sebagaimana terungkap melalui hasil penyelidikan 14 Badan Pusat Statistik Provinsi Riau, Riau Dalam Angka 2009, (Pekanbaru: Badan Pusat Statistik Provinsi Riau, 2009), hal Badan Pusat Statistik Provinsi Riau, Pendapatan regional Provinsi Riau Menurut Lapangan Usaha , (Pekanbaru: Badan Pusat Statistik Provinsi Riau, 2010), hal

12 Nurfatriani & Ginoga (2008) 16 serta Uryu et al ). Oleh karena itu, pendapatan (PDRB) yang dihasilkan sub sektor perkebunan dimungkinkan telah menyebabkan deplesi sumber daya hutan dan mempengaruhi manfaat jasa lingkungan yang dihasilkan hutan. Beberapa manfaat jasa lingkungan yang dihasilkan hutan antara lain sebagai: pencegah erosi, pereduksi risiko banjir dan kekeringan, penjaga keanekaragaman hayati, penyedia oksigen bagi makhluk hidup, habitat bagi berbagai makhluk hidup (Pearce & Turner (1990) 18 dan sebagai penyimpan karbon (Costanza et al., 1997) 19. Dua manfaat hutan yang perannya semakin mengemuka sehubungan dengan bencana banjir dan kebakaran hutan dan lahan gambut yang kerapkali melanda beberapa daerah di Provinsi Riau adalah peran hutan sebagai pereduksi risiko banjir dan kekeringan serta sebagai penyerap dan penyimpan karbon. Selain itu, berdasarkan hasil kajian de Groot et al. (2012), kedua manfaat jasa lingkungan tersebut dinilai sebagai yang paling tinggi dibandingkan dengan manfaat jasa lingkungan lainnya. 20 Hal senada juga 16 Fitri Nurfatriani dan Kirsfianti L. Ginoga, Persepsi Para Pihak dalam Perancangan REDD di Propinsi Riau, Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan, Vol 5, No.3, (2008): Yuriko Uryu, Claudius Mott, Nazir Foead, Kokok Yulianto, Arif Budiman, Setiabudi, Fumiaki Takakai, Nursamsu, Sunarto, Elisabet Purastuti, Nurchalis Fadhli, Cobar M.B. Hutajulu, Julia Jaenicke, Ryusuke Hatano, Florian Siegert dan Michael Stuve, Deforestation, Forest Degradatin, Biodiversity Loss and CO2 Emission in Riau, Sumatera, Indonesia, Technical Report dipersembahkan untuk WWF Indonesia, Februari, 2008, hal David W. Pearce & Richard K. Turner, Economics of Natural Resources and The Environment (New York: Harvester Wheatsheaf, 1990), p Robert Costanza, Ralph d Arge, Rudolf de Groot, Stephen Farberk, Monica Grasso, Bruce Hannon,Karin Limburg, Shahid Naeem, Robert V. O Neill, Jose Paruelo, Robert G. Raskin, Paul Suttonkk & Marjan van den Belt. The value of the world's ecosystem services and natural capital, Nature, Vol 387: hal.254, Rudolf de Groot, Luke Brander, Sander van der Ploeg, Robert Costanza, Florence Bernard, Leon Braat, Mike Christie, Neville Crossman, Andrea Ghermandi, Lars Hein, Salman Hussain,Pushpam Kumar, Alistair McVittie, Rosimeiry Portela, Luis C. Rodriguez, Patrick ten 12

13 terungkap dari hasil kajian van Beukering yang menemukan bahwa manfaat hutan dalam mengatur volume aliran air dan mencegah banjir mencapai 42% dari nilai total manfaat jasa lingkungan hutan. 21 Atas dasar pemikiran-pemikiran sebagaimana diuraikan di muka, maka kajian perubahan sediaan sumber daya alam pada penelitian ini hanya meliputi barang tambang dan sumber daya hutan. Demikian pula halnya dengan manfaat jasa lingkungan yang dihasilkan hutan hanya meliputi manfaatnya dalam mengurangi risiko banjir dan kekeringan serta dalam menyerap dan menyimpan karbon. Selain kedua manfaat jasa lingkungan tersebut, penelitian juga menyertakan nilai emisi karbon melalui pembakaran bahan bakar minyak (BBM) sebagai salah satu opportunity cost yang dapat mempengaruhi pendapatan lestari dan tabungan asli serta skala optimal sistem ekonomi terhadap sistem lingkungan. Brink &Pieter van Beukering. Global estim ates of the value of ecosystems and their services in monetary units, Ecosystem Services, Vol 1(2012): hal Pieter van Beukering, Herman S.J. Cesar & Marco A. Janssen. Economic valuation of the Leuser National Park on Sumatra, Indonesia, Ecological Economics, Vol 44 (2003): hal

3.5.4 Analisis Skala Optimal Prosedur Analisis

3.5.4 Analisis Skala Optimal Prosedur Analisis DAFTAR ISI COVER HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii PRAKATA... iv DAFTAR ISI... x DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xv ABSTRACT... xvii INTISARI......

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekonomi tidak akan pernah ada tanpa sumberdaya alam dan lingkungan karena setiap aktivitas ekonomi pastilah bersentuhan dengan salah satu atau bahkan keduanya sekaligus.

Lebih terperinci

SUPPLY-SIDE ECONOMICS DAN PERTUMBUHAN EKONOMI BABEL Sebuah Tinjauan Teoritis dan Proposal Tahun Investasi di Babel

SUPPLY-SIDE ECONOMICS DAN PERTUMBUHAN EKONOMI BABEL Sebuah Tinjauan Teoritis dan Proposal Tahun Investasi di Babel SUPLEMEN 1 SUPPLY-SIDE ECONOMICS DAN PERTUMBUHAN EKONOMI BABEL Sebuah Tinjauan Teoritis dan Proposal Tahun Investasi di Babel Salah satu strategi Presiden Ronald Reagen di bidang ekonomi ketika memimpin

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman

PENDAHULUAN. mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman PENDAHULUAN Latar Belakang Terdegradasinya keadaan hutan menyebabkan usaha kehutanan secara ekonomis kurang menguntungkan dibandingkan usaha komoditi agribisnis lainnya, sehingga memicu kebijakan pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor sosial budaya dan lingkungan. Salah satu sektor lingkungan yang terkait

BAB I PENDAHULUAN. sektor sosial budaya dan lingkungan. Salah satu sektor lingkungan yang terkait BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan berkelanjutan yang dilaksanakan oleh pemerintahan daerah di Indonesia sejak adanya otonomi daerah harus terintegrasi antar berbagai sektor. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati. Dengan kata lain manfaat

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati. Dengan kata lain manfaat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan memiliki peranan penting bagi kehidupan manusia, baik yang berupa manfaat ekonomi secara langsung maupun fungsinya dalam menjaga daya dukung lingkungan. Hutan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN ,87 Milyar atau senilai 14,99 % dari Produk Domestik Bruto

PENDAHULUAN ,87 Milyar atau senilai 14,99 % dari Produk Domestik Bruto PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Jawa Timur adalah salah satu provinsi yang menjadi kutub pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dengan didukung oleh ketersediaan infrastruktur dan sumber daya lokal, pembangunan

Lebih terperinci

Kepastian Pembiayaan dalam keberhasilan implementasi REDD+ di Indonesia

Kepastian Pembiayaan dalam keberhasilan implementasi REDD+ di Indonesia ISSN : 2085-787X Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SOSIAL, EKONOMI, KEBIJAKAN DAN PERUBAHAN IKLIM Jl. Gunung Batu No.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. tujuan pembangunan ekonomi secara makro adalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. tujuan pembangunan ekonomi secara makro adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan ekonomi secara makro adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi disamping dua tujuan lainnya yaitu pemerataan dan stabilitas. Indikator

Lebih terperinci

PDRB HIJAU (KONSEP DAN METODOLOGI )

PDRB HIJAU (KONSEP DAN METODOLOGI ) PDRB HIJAU (KONSEP DAN METODOLOGI ) Oleh: M. Suparmoko Materi disampaikan pada Pelatihan Penyusunan PDRB Hijau dan Perencanaan Kehutanan Berbasis Penataan Ruang pada tanggal 4-10 Juni 2006 1 Hutan Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bawah tanah. Definisi hutan menurut Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. bawah tanah. Definisi hutan menurut Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan sumber daya alam yang menyimpan kekayaan keanekaragaman hayati dan sumber daya alam lain yang terdapat di atas maupun di bawah tanah. Definisi hutan

Lebih terperinci

Tantangan dan strategi pembangunan berkelanjutan melalui pengelolaan sumberdaya alam dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi

Tantangan dan strategi pembangunan berkelanjutan melalui pengelolaan sumberdaya alam dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi Tantangan dan strategi pembangunan berkelanjutan melalui pengelolaan sumberdaya alam dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi Elham Sumarga Rapat Konsultasi Analisis Ekonomi Regional PDRB se-kalimantan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi prioritas dunia saat ini. Berbagai skema dirancang dan dilakukan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelestarian lingkungan dekade ini sudah sangat terancam, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate change) yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sumberdaya hutan tropis yang dimiliki negara Indonesia, memiliki nilai dan peranan penting yang bermanfaat dalam konteks pembangunan berkelanjutan. Manfaat yang didapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bukan lagi terbatas pada aspek perdagangan dan keuangan, tetapi meluas keaspek

BAB I PENDAHULUAN. bukan lagi terbatas pada aspek perdagangan dan keuangan, tetapi meluas keaspek BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi ekonomi merupakan dunia kegiatan dan keterkaitan perekonomian. Kegiatan-kegiatan perekonomian tidak lagi sekedar nasional tapi bahkan internasional, bukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan kebutuhan hidup manusia, tidak dapat dipungkiri bahwa tekanan terhadap perubahan lingkungan juga akan meningkat

Lebih terperinci

VISI HIJAU UNTUK SUMATRA

VISI HIJAU UNTUK SUMATRA REPORT FEBRUARY 2O12 Ringkasan Laporan VISI HIJAU UNTUK SUMATRA Menggunakan informasi Jasa Ekosistem untuk membuat rekomensi rencana peruntukan lahan di tingkat provinsi dan kabupaten. Sebuah Laporan oleh

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Uraian dalam Bab ini menjelaskan hasil pengolahan data dan pembahasan terhadap 4 (empat) hal penting yang menjadi fokus dari penelitian ini, yaitu: (1) peranan sektor kehutanan

Lebih terperinci

PENCEGAHANKEBAKARAN LAHAN DAN KEBUN. Deputi Bidang Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup Solo, 27 Maret 2013

PENCEGAHANKEBAKARAN LAHAN DAN KEBUN. Deputi Bidang Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup Solo, 27 Maret 2013 PENCEGAHANKEBAKARAN LAHAN DAN KEBUN Deputi Bidang Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup Solo, 27 Maret 2013 OUTLINE I. PENDAHULUAN II. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN KEBAKARAN LAHAN DAN KEBUN: anggaran atau

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / BAB IV TINJAUAN EKONOMI 2.1 STRUKTUR EKONOMI Produk domestik regional bruto atas dasar berlaku mencerminkan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu daerah. Pada tahun 2013, kabupaten Lamandau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan perkapita penduduk yang diikuti oleh perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006 4.1. Gambaran Umum inerja perekonomian Jawa Barat pada tahun ini nampaknya relatif semakin membaik, hal ini terlihat dari laju pertumbuhan ekonomi Jawa

Lebih terperinci

PDRB HIJAU SEKTOR KEHUTANAN MELALUI PENDEKATAN NILAI EKONOMI JASA LINGKUNGAN. Emi Roslinda

PDRB HIJAU SEKTOR KEHUTANAN MELALUI PENDEKATAN NILAI EKONOMI JASA LINGKUNGAN. Emi Roslinda PDRB HIJAU SEKTOR KEHUTANAN MELALUI PENDEKATAN NILAI EKONOMI JASA LINGKUNGAN Emi Roslinda Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura Pontianak Email : eroslinda71@gmail.com ABSTRAK Secara konvensional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara yang sudah menjadi agenda setiap tahunnya dan dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara yang sudah menjadi agenda setiap tahunnya dan dilakukan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi adalah masalah yang penting dalam perekonomian suatu negara yang sudah menjadi agenda setiap tahunnya dan dilakukan oleh suatu negara bertujuan untuk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam 11 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan, termasuk hutan tanaman, bukan hanya sekumpulan individu pohon, namun merupakan suatu komunitas (masyarakat) tumbuhan (vegetasi) yang kompleks yang terdiri dari pohon,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan. masyarakat meningkat dalam periode waktu yang panjang.

BAB I PENDAHULUAN. yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan. masyarakat meningkat dalam periode waktu yang panjang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum pembangunan ekonomi di definisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan masyarakat meningkat dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perkebunan menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2004 tentang Perkebunan, adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah dan/atau

Lebih terperinci

Pembangunan Kehutanan

Pembangunan Kehutanan KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Pembangunan Kehutanan Sokoguru Pembangunan Nasional Berkelanjutan Dr. Ir. Hadi Daryanto, DEA (Sekretaris Jenderal) Disampaikan dalam Seminar

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN IMPLIKASI. 6.1 Kesimpulan. sektor kehutanan yang relatif besar. Simulasi model menunjukkan bahwa perubahan

BAB VI KESIMPULAN DAN IMPLIKASI. 6.1 Kesimpulan. sektor kehutanan yang relatif besar. Simulasi model menunjukkan bahwa perubahan BAB VI KESIMPULAN DAN IMPLIKASI 6.1 Kesimpulan Perubahan iklim diperkirakan memberikan dampak pada perekonomian dan sektor kehutanan yang relatif besar. Simulasi model menunjukkan bahwa perubahan iklim

Lebih terperinci

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG STRATEGI DAN RENCANA AKSI PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DARI DEFORESTASI DAN DEGRADASI HUTAN ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR

Lebih terperinci

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 11/02/34/Th.XVI, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN SEBESAR 5,40 PERSEN Kinerja perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) selama tahun

Lebih terperinci

KEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT

KEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT KEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT Dr. David Pokja Pangan, Agroindustri, dan Kehutanan Komite Ekonomi dan Industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya alam merupakan sumberdaya yang esensial bagi kelangsungan hidup manusia. Ketiadaan hak kepemilikan (property right) pada sumberdaya alam mendorong terjadinya

Lebih terperinci

I. PENDAHUL'CJAN Latar Belakang

I. PENDAHUL'CJAN Latar Belakang I. PENDAHUL'CJAN 1.1. Latar Belakang Selama tiga dekade terakhir, sumber daya hutan telah menjadi modal utama pembangunan ekonomi nasional, yang memberi dampak positif terhadap peningkatan devisa, penyerapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan (UU RI No. 41

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan (UU RI No. 41 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang

Lebih terperinci

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 65 V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 5.1. Gambaran Umum dan Hasil dari Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Pada bab ini dijelaskan

Lebih terperinci

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN IV. DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Bertambahnya jumlah penduduk berarti pula bertambahnya kebutuhan konsumsi secara agregat. Peningkatan pendapatan diperlukan

Lebih terperinci

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model Boks 1 Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model I. Latar Belakang Perkembangan ekonomi Riau selama beberapa kurun waktu terakhir telah mengalami transformasi.

Lebih terperinci

Kebijakan Fiskal Sektor Kehutanan

Kebijakan Fiskal Sektor Kehutanan Kebijakan Fiskal Sektor Kehutanan Prof. Dr. Singgih Riphat Badan Kebijakan Fiskal Departemen Keuangan PENYUMBANG EMISI CO 2 TERBESAR DI DUNIA Indonesia menempati urutan ke 16 dari 25 negara penyumbang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor utama perekonomian di Indonesia. Konsekuensinya adalah bahwa kebijakan pembangunan pertanian di negaranegara tersebut sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kajian Penelitian Peranan Ekonomi Kehutanan Peranan ekonomi kehutanan antara lain dapat ditunjukkan oleh kontribusi manfaat pengusahaan hutan alam dalam peningkatan devisa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Potensi sumber daya alam Indonesia sangat melimpah, antara lain potensi

BAB I PENDAHULUAN. Potensi sumber daya alam Indonesia sangat melimpah, antara lain potensi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi sumber daya alam Indonesia sangat melimpah, antara lain potensi sumber daya alam dari kehutanan. Hasil hutan dapat dimanfaatkan sebesarbesarnya untuk kemakmuran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alam baik itu berupa sumber daya tanah, air, udara dan sumber daya alam lainnya

BAB I PENDAHULUAN. alam baik itu berupa sumber daya tanah, air, udara dan sumber daya alam lainnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya memerlukan sumber daya alam baik itu berupa sumber daya tanah, air, udara dan sumber daya alam lainnya yang termasuk ke dalam

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 4.1. Gambaran Umum awa Barat adalah provinsi dengan wilayah yang sangat luas dengan jumlah penduduk sangat besar yakni sekitar 40 Juta orang. Dengan posisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan pembangunan daerah di Indonesia pada dasarnya didasari oleh kebijaksanaan pembangunan nasional dengan mempertimbangkan karakteristik dan kebutuhan daerah. Kebijaksanaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap sumberdaya alam memiliki fungsi penting terhadap lingkungan. Sumberdaya alam berupa vegetasi pada suatu ekosistem hutan mangrove dapat berfungsi dalam menstabilkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di dunia,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya pembangunan ekonomi jangka panjang yang terencana dan dilaksanakan secara bertahap. Pembangunan adalah suatu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dititikberatkan pada pertumbuhan sektor-sektor yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tujuan pembangunan pada dasarnya mencakup beberapa

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009

Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009 Contributor : Doni Prihatna Tanggal : April 2012 Posting : Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009 Pada 19 Januari 2012 lalu, Presiden Republik Indonesia mengeluarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam dekade terakhir kebakaran hutan sudah menjadi masalah global.

I. PENDAHULUAN. Dalam dekade terakhir kebakaran hutan sudah menjadi masalah global. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam dekade terakhir kebakaran hutan sudah menjadi masalah global. Hal itu terjadi karena dampak dari kebakaran hutan tersebut bukan hanya dirasakan ole11 Indonesia saja

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konteks global emisi gas rumah kaca (GRK) cenderung meningkat setiap tahunnya. Sumber emisi GRK dunia berasal dari emisi energi (65%) dan non energi (35%). Emisi

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. mengedepankan dethronement of GNP, pengentasan garis kemiskinan,

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. mengedepankan dethronement of GNP, pengentasan garis kemiskinan, 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Paradigma pembangunan modern memandang suatu pola yang berbeda dengan pembangunan ekonomi tradisional yang berfokus pada peningkatan Produk Domestik Regional Bruto

Lebih terperinci

Strategi dan Rencana Aksi Pengurangan Emisi GRK dan REDD di Provinsi Kalimantan Timur Menuju Pembangunan Ekonomi Hijau. Daddy Ruhiyat.

Strategi dan Rencana Aksi Pengurangan Emisi GRK dan REDD di Provinsi Kalimantan Timur Menuju Pembangunan Ekonomi Hijau. Daddy Ruhiyat. Strategi dan Rencana Aksi Pengurangan Emisi GRK dan REDD di Provinsi Kalimantan Timur Menuju Pembangunan Ekonomi Hijau Daddy Ruhiyat news Dokumen terkait persoalan Emisi Gas Rumah Kaca di Kalimantan Timur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berupaya memajukan perekonomiannya dengan berbagai faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. berupaya memajukan perekonomiannya dengan berbagai faktor yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi selalu menjadi topik utama dalam bidang ilmu ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan permasalahan jangka panjang yang menjadi tolak ukur dalam mengukur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Kalimantan Tengah

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Kalimantan Tengah Emisi bersih GRK Dugaan emisi bersih tahunan GRK dari penggunaan lahan lahan dan perubahan penggunaan lahan di hutan dan lahan gambut akibat ulah manusia selama 2001-2012. Hasil yang ada menunjukkan jumlah

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR Pada bab ini dijelaskan mengenai gambaran umum SNSE Kabupaten Indragiri Hilir yang meliputi klasifikasi SNSE Kabupaten Indragiri

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) merupakan sistem yang kompleks dan terdiri dari komponen utama seperti vegetasi (hutan), tanah, air, manusia dan biota lainnya. Hutan sebagai

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG 2008 2011 NOMOR KATALOG : 9302008.1114 UKURAN BUKU JUMLAH HALAMAN : 21,00 X 28,50 CM : 78 HALAMAN + XIII NASKAH : - SUB BAGIAN TATA USAHA - SEKSI STATISTIK SOSIAL

Lebih terperinci

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di DKI Jakarta

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di DKI Jakarta Emisi bersih GRK Dugaan emisi bersih tahunan GRK dari penggunaan lahan lahan dan perubahan penggunaan lahan di hutan dan lahan gambut akibat ulah manusia selama 2001-2012. Hasil yang ada menunjukkan jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris dengan kekayaan hayati yang melimpah, hal ini memberikan keuntungan bagi Indonesia terhadap pembangunan perekonomian melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional merupakan cerminan keberhasilan pembangunan. perlu dilaksanakan demi kehidupan manusia yang layak.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional merupakan cerminan keberhasilan pembangunan. perlu dilaksanakan demi kehidupan manusia yang layak. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya pembangunan adalah suatu proses perubahan yang direncanakan dan merupakan rangkaian kegiatan yang berkesinambungan, berkelanjutan dan bertahap menuju tingkat

Lebih terperinci

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN 1994-2003 6.1. Hasil Validasi Kebijakan Hasil evaluasi masing-masing indikator

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan konsentrasi karbon di atmosfer menjadi salah satu masalah lingkungan yang serius dapat mempengaruhi sistem kehidupan di bumi. Peningkatan gas rumah kaca (GRK)

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang desentralisasi membuka peluang bagi daerah untuk dapat secara lebih baik dan bijaksana memanfaatkan potensi yang ada bagi peningkatan kesejahteraan dan kualitas

Lebih terperinci

RESOURCES ACCOUNTING VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN 2015/2016

RESOURCES ACCOUNTING VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN 2015/2016 RESOURCES ACCOUNTING VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN 2015/2016 PENDAHULUAN Kritik Hueting (1980) dlm bukunya New Scarcity and Economic Growth : menyatakan bhw penggunaan Gross National Product

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi disuatu Negara yang diukur dari perbedaan PDB tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu bangsa. Industrialisasi dapat diartikan sebagai suatu proses

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu bangsa. Industrialisasi dapat diartikan sebagai suatu proses BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam proses pembangunan ekonomi, industrialisasi merupakan salah satu tahap perkembangan yang dianggap penting untuk dapat mempercepat kemajuan ekonomi suatu bangsa.

Lebih terperinci

BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015

BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015 BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015 BALAI SIDANG JAKARTA, 24 FEBRUARI 2015 1 I. PENDAHULUAN Perekonomian Wilayah Pulau Kalimantan

Lebih terperinci

KONTRIBUSI HIJAU SEKTOR KEHUTANAN PADA PDRB DAN PEMBANGUNAN REGIONAL KABUPATEN BATANG HARI PROVINSI JAMBI 1

KONTRIBUSI HIJAU SEKTOR KEHUTANAN PADA PDRB DAN PEMBANGUNAN REGIONAL KABUPATEN BATANG HARI PROVINSI JAMBI 1 KONTRIBUSI HIJAU SEKTOR KEHUTANAN PADA PDRB DAN PEMBANGUNAN REGIONAL KABUPATEN BATANG HARI PROVINSI JAMBI 1 Oleh: Yugi Setyarko *) 1 Disarikan dari hasil penelitian, Penyusunan Kontribusi Hijau Sektor

Lebih terperinci

BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA

BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA 4.1. Landasan Berfikir Pengembangan SRAP REDD+ Provinsi Papua Landasan berpikir untuk pengembangan Strategi dan Rencana Aksi (SRAP) REDD+ di Provinsi

Lebih terperinci

Modul 1. Hutan Tropis dan Faktor Lingkungannya Modul 2. Biodiversitas Hutan Tropis

Modul 1. Hutan Tropis dan Faktor Lingkungannya Modul 2. Biodiversitas Hutan Tropis ix H Tinjauan Mata Kuliah utan tropis yang menjadi pusat biodiversitas dunia merupakan warisan tak ternilai untuk kehidupan manusia, namun sangat disayangkan terjadi kerusakan dengan kecepatan yang sangat

Lebih terperinci

NSDA DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN. Deputi Bappenas Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup

NSDA DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN. Deputi Bappenas Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup NSDA DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN Deputi Bappenas Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Sambutan dalam Rapat Koordinasi/Temu Karya Nasional Penyusunan Neraca Sumberdaya Alam Daerah Kemendagri,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN ALAT ANALISIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN ALAT ANALISIS DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii HALAMAN PERSEMBAHAN... iv PRAKATA... v DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xiii

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II-2011

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II-2011 No. 43/08/63/Th XV, 05 Agustus 20 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II-20 Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II-20 tumbuh sebesar 5,74 persen jika dibandingkan triwulan I-20 (q to q)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengelolaan sumberdaya hutan pada masa lalu banyak menimbulkan kerugian baik secara sosial, ekonomi, dan ekologi. Laju angka kerusakan hutan tropis Indonesia pada

Lebih terperinci

IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR 4.1. Dinamika Disparitas Wilayah Pembangunan wilayah merupakan sub sistem dari pembangunan koridor ekonomi dan provinsi dan merupakan bagian

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. situ, sungai, maupun cekungan air tanah. Indonesia memiliki lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. situ, sungai, maupun cekungan air tanah. Indonesia memiliki lebih dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap tanggal 22 Maret, dunia memperingati Hari Air Sedunia (HAD), hari dimana warga dunia memperingati kembali betapa pentingnya air untuk kelangsungan hidup untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang disebutkan di atas, terdapat unsur-unsur yang meliputi suatu kesatuan

BAB I PENDAHULUAN. yang disebutkan di atas, terdapat unsur-unsur yang meliputi suatu kesatuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungan, yang satu dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia jugalah yang melakukan kerusakan di muka bumi ini dengan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. manusia jugalah yang melakukan kerusakan di muka bumi ini dengan berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lingkungan yang bersih adalah dambaan setiap insan. Namun kenyataannya, manusia jugalah yang melakukan kerusakan di muka bumi ini dengan berbagai macam kegiatan yang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman LEMBAR PENGESAHAN... i KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI. Halaman LEMBAR PENGESAHAN... i KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... i KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Masalah... 7 1.3 Tujuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sehingga pembangunan bidang pertambangan merupakan tanggung jawab bersama. Oleh karenanya

Lebih terperinci

Deforestasi merupakan penghilangan dan penggundulan hutan yang tidak

Deforestasi merupakan penghilangan dan penggundulan hutan yang tidak Deforestasi merupakan penghilangan dan penggundulan hutan yang tidak terkendali. Dilakukan dengan cara menebang, membakar, atau mengalihkan fungsi hutan menjadi pertambangan. Degradasi hutan merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses transformasi yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Pembangunan ekonomi dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang masih memegang peranan dalam peningkatan perekonomian nasional. Selain itu, sebagian besar penduduk Indonesia masih menggantungkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Jawa merupakan salah satu pulau yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Jawa merupakan salah satu pulau yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Jawa merupakan salah satu pulau yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Hampir seluruh kegiatan ekonomi berpusat di Pulau Jawa. Sebagai pusat pertumbuhan

Lebih terperinci

memuat hal yang mendasari kegiatan penelitian. Rumusan masalah permasalahan yang diteliti dan pertanyaan penelitian. Tujuan penelitian berisikan

memuat hal yang mendasari kegiatan penelitian. Rumusan masalah permasalahan yang diteliti dan pertanyaan penelitian. Tujuan penelitian berisikan BAB I. PENDAHU LUAN BAB I. PENDAHULUAN Hal pokok yang disajikan dalam bagian ini yaitu : (1) latar belakang, (2) rumusan masalah, (3) tujuan peneltian, dan (4) manfaat penelitian. Latar belakang memuat

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK

BADAN PUSAT STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK No. 50/08/Th.XII, 10 Agustus 2009 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2009 Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Bruto (PDB) pada triwulan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia terjadi setiap tahun dan cenderung meningkat dalam kurun waktu 20 tahun terakhir. Peningkatan kebakaran hutan dan lahan terjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. Seiring dengan semakin meningkatnya aktivitas perekonomian di suatu wilayah akan menyebabkan semakin

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2012 DAN TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2012 DAN TAHUN 2012 No. 06/02/62/Th. VII, 5 Februari 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2012 DAN TAHUN 2012 Perekonomian Kalimantan Tengah triwulan IV-2012 terhadap triwulan III-2012 (Q to Q) secara siklikal

Lebih terperinci

AKUNTING SUMBERDAYA ALAM LAHAN DAN LINGKUNGAN: KABUPATEN KUTAI TIMUR

AKUNTING SUMBERDAYA ALAM LAHAN DAN LINGKUNGAN: KABUPATEN KUTAI TIMUR J. Tek. Ling Vol. 12 No. 2 Hal. 217-223 Jakarta, Mei 2011 ISSN 1441-318X AKUNTING SUMBERDAYA ALAM LAHAN DAN LINGKUNGAN: KABUPATEN KUTAI TIMUR Rony M. Bishry Peneliti di Pusat Teknologi Lingkungan Badan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang mengikuti

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang mengikuti BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang mengikuti pertumbuhan pendapatan perkapita, akan membawa suatu perubahan mendasar dalam struktur ekonomi, dari ekonomi

Lebih terperinci