ANALISA KELAYAKAN INDUSTRI FILLET IKAN PATIN BEKU. (Pangasius hypophthalmus) DI KABUPATEN BOGOR. Oleh RONNY MARTHA FO

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISA KELAYAKAN INDUSTRI FILLET IKAN PATIN BEKU. (Pangasius hypophthalmus) DI KABUPATEN BOGOR. Oleh RONNY MARTHA FO"

Transkripsi

1 ANALISA KELAYAKAN INDUSTRI FILLET IKAN PATIN BEKU (Pangasius hypophthalmus) DI KABUPATEN BOGOR Oleh RONNY MARTHA FO FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 1

2 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Seiring dengan meningkatnya laju pertumbuhan jumlah penduduk maka tingkat konsumsi masyarakat semakin meningkat. Tentu saja kebutuhan akan daging sebagai salah satu makanan pokok juga semakin meningkat. Saat ini tingkat konsumsi daging sapi dan daging ayam di Indonesia masih lebih tinggi dibandingkan tingkat konsumsi daging ikan. Akan tetapi masyarakat mulai mengalihkan konsumsi daging sapi dan ayam ke daging ikan yang disebabkan makin meluasnya pengetahuan masyarakat akan manfaat kesehatan yang terkandung di daging ikan, serta harganya yang relatif lebih murah (Pikiran Rakyat, 2002). Ikan adalah salah satu sumber pangan yang nilai gizinya sangat baik karena antara lain mengandung protein sebesar 16 persen sampai 26 persen dari bobotnya. Bagi tubuh manusia, protein berfungsi untuk pertumbuhan dan penggantian sel-sel yang rusak atau aus. Selain protein, ikan mengandung omega-3 yang berfungsi mencegah terjadinya penyakit jantung, serta mengandung kalsium, kalium, dan fosfor yang dibutuhkan untuk kesehatan tubuh kita. Mutu protein ikan cukup baik (93%) dengan nilai cerna 100, artinya seluruh kandungan protein bahan pangan tersebut dapat dicerna dan diserap oleh usus untuk dimanfaatkan oleh tubuh (Subiyakto, 2003). Ikan patin (Pangasius hypophthalmus) adalah salah satu ikan yang banyak ditemukan di perairan umum di Indonesia seperti sungai, waduk dan rawa. Ikan patin juga memiliki sifat yang menguntungkan, antara lain fekunditas yang tinggi, bersifat omnivora dan laju pertumbuhannya cepat sehingga dapat dibudidayakan secara masal. Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan ikan yang semakin meningkat, maka budidaya ikan patin dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif yang menguntungkan. Selain itu, ikan patin dapat dijadikan sebagai bahan industri dengan mengolahnya menjadi fillet. Hal ini dikarenakan Ikan patin memilki keunggulan tersendiri, antara lain tidak bersisik, durinya relatif sedikit dan dagingnya putih kemerahan serta mudah dikuliti sehingga relatif mudah dibuat fillet yang baik 2

3 (Susanto dan Amri, 1999). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ikan patin memiliki prospek yang bagus dalam agroindustri. Fillet merupakan bahan setengah jadi dari daging ikan yang nantinya akan diolah menjadi makanan lain seperti abon, bakso, sosis, dan juga dapat digunakan untuk fortifikasi berbagai aneka produk olahan. Fillet memiliki beberapa keuntungan sebagai bahan baku olahan, antara lain bebas duri dan tulang, dapat disimpan lebih lama, serta dapat menghemat waktu dan tenaga kerja karena penanganannya lebih mudah, sehingga akan memudahkan dan mengefesienkan proses produksi serta meningkatkan mutu produk olahannya. Kabupaten Bogor dipilih sebagai lokasi pendirian industri karena industri yang akan didirikan ini berorientasi pada kedekatan dengan konsumen, bukan kedekatan dengan sumber bahan baku. Konsumen dari produk fillet ikan patin ini adalah pengolahan bakso ikan, sosis, dan abon, dan letak industri pengolahan tersebut tersebar di daerah DKI Jakarta, Kabupaten Tangerang, dan Kabupaten Bogor.. B. TUJUAN PENELITIAN Tujuan penelitian ini adalah : 1. Mendapatkan gambaran dasar tentang kemungkinan usaha fillet ikan patin beku yang berlokasi di kabupaten Bogor. 2. Melakukan analisa sensitifitas terhadap perubahan komponen biaya produksi yang mungkin terjadi pada usaha ini. C. RUANG LINGKUP PENELITIAN Ruang lingkup pelaksanaan penelitian ini meliputi hal-hal sebagai berikut : 1. Usaha fillet ikan patin yang dijadikan sebagai referensi adalah unit usaha fillet ikan patin Patin Kita yang berlokasi di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. 2. Usaha fillet ikan patin yang dikaji meliputi kegiatan penyiangan, pemotongan dan pemisahan daging, pencucian, dan pembekuan. 3. Aspek yang diamati adalah aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis teknologis, aspek manajemen operasional, aspek finansial, serta aspek yuridis. 3

4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. IKAN PATIN Ikan patin (Pangasius hypophthalmus) banyak ditemukan di perairan umum seperti sungai, waduk, dan rawa. Kerabat dekat ikan patin yang ada di Indonesia umumnya memiliki ciri-ciri keluarga Pangasidae, yaitu bentuk badannya sedikit memipih, tidak bersisik, atau sisiknya halus sekali. Kerabat ikan patin di Indonesia cukup banyak diantaranya : Pangasius polyuranoda (ikan juaro), Pangasius macronema (ikan roes, riu, lancang), Pangasius micronemus (wakal, riuscaring), Pangasius nasutus (pedado), Pangasius nieuwenhuisii (lawang). Gambar 1 di bawah ini menunjukkan gambar fisik dari ikan patin. Berikut ini adalah klasifikasi ikan patin (Susanto dan Amri,1999) : Ordo : Ostariophysi Sub ordo : Siluroidea Famili : Pangasidae Genus : Pangasius Spesies : Pangasius hypophthalmus. Gambar 1. Gambar ikan patin (Pangasius hypophthalmus) Selanjutnya Susanto dan Amri (1999) menyatakan bahwa ikan patin memiliki badan memanjang berwarna putih seperti perak dengan punggung berwarna kebiru-biruan. Panjang tubuhnya bisa mencapai 120 cm. Kepala ikan patin relatif kecil dengan bukaan di ujung kepala di sebelah bawah. Pada sudut mulutnya terdapat dua pasang kumis yang berfungsi sebagai peraba. Ikan patin memiliki keunggulan tersendiri, yaitu memiliki fekunditas yang tinggi, bersifat omnivora, laju pertumbuhan yang cepat sehingga dapat diproduksi secara masal, 4

5 tidak bersisik, durinya relatif sedikit dan dagingnya putih kemerahan serta mudah dikuliti sehingga relatif mudah dibuat fillet yang baik. B. FILLET IKAN PATIN Fillet merupakan bahan setengah jadi dari daging ikan yang akan diolah lagi menjadi makanan lain seperti abon, bakso, sosis, dan juga dapat digunakan untuk fortifikasi berbagai aneka produk olahan. Secara teknis, proses pengolahan ikan patin menjadi fillet tidak sulit. Menurut Peranginangin et.al. (1999), prinsip dasarnya adalah daging ikan diambil, dibersihkan dari bahan-bahan yang tidak diinginkan (tulang, sisik, kulit, dan lain-lain), dicuci, dan dibekukan. Selanjutnya fillet dapat langsung diolah menjadi produk olahan lain. Berikut ini beberapa keuntungan penggunaan fillet : 1. Dapat digunakan langsung untuk pengolahan produk-produk makanan seperti bakso, sosis, kamaboko, burger dan lain-lain. 2. Tidak berbau, bebas tulang dan duri, sehingga produk-produk olahannya mudah dikonsumsi oleh berbagai tingkat usia. 3. Suplai dan harganya relatif stabil karena fillet dapat disimpan lama dan ini memudahkan perencanaan olahannya. 4. Biaya penyimpanan, distribusi dan transportasi lebih murah, karena fillet merupakan bagian ikan yang bermanfaat saja. 5. Menghemat waktu dan tenaga kerja karena penanganannya lebih mudah. 6. Masalah pembuangan limbah yang relatif lebih mudah diatasi. Satu hal penting yang perlu diperhatikan, bahwa dalam mengolah fillet diperlukan daging ikan yang bermutu tinggi. Karena itu, cara yang ditempuh harus selalu disertai upaya mempertahankan mutu daging ikan tetap tinggi. Dalam hal ini penggunaan suhu rendah merupakan hal yang mutlak diperlukan, baik selama penyiangan, pencucian, hingga pengemasan. Pencuciannya pun menggunakan air bersih yang didinginkan (dengan es atau dengan cara lain). Keteledoran dalam menerapkan sistem rantai dingin ini dapat berakibat penurunan sifat fungsional fillet, yaitu kemampuan dalam membentuk gel (Peranginangin et.al.,1999). 5

6 C. STUDI KELAYAKAN Studi kelayakan merupakan evaluasi pendahuluan yang bertujuan untuk menghemat waktu dan biaya evaluasi sehingga investor dapat menentukan apakah proyek masih berarti untuk dilanjutkan atau harus dihentikan. Laporan studi kelayakan haruslah meyakinkan, dengan disertai tentang harapan keberhasilan proyek, dengan didukung oleh bukti-bukti realistis dan dengan tidak lupa menunjukkan berbagai resiko yang mungkin dihadapi (Sutojo,1993). Menurut Husnan dan Suwarsono (1997), studi kelayakan adalah penelitian tentang dapat tidaknya suatu proyek investasi dilaksanakan dengan berhasil. Umumnya penelitian studi kelayakan dilakukan terhadap aspek-aspek pasar, teknis, keuangan, hukum dan ekonomi negara. Tolak ukur studi kelayakan adalah nilai moneter. Dalam studi kelayakan, semua komponen manfaat dan biaya dinilai dengan harga pasar. Penilaian terhadap keadaan dan prospek suatu industri dilakukan atas kriteria tertentu yang disusun dengan mempertimbangkan manfaat bagi perusahaan dan negara. Kriteria-kriteria tersebut mencakup aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis teknologis, aspek manajemen operasional dan aspek finansial (Sutojo, 1993). 1. Aspek Pasar dan Pemasaran Menurut Sutojo (1993), dalam melakukan analisa aspek pasar dan pemasaran terdapat lima hal yang diteliti yaitu kedudukan produk yang direncanakan akan diluncurkan, komposisi dan perkembangan permintaan dari masa yang telah lampau hingga sekarang, proyeksi permintaan produk di masa mendatang, kemungkinan persaingan dengan industri sejenis serta peranan pemerintah dan swasta dalam menunjang perkembangan pemasaran produk. Husnan dan Suwarsono (1997) menambahkan, bahwa analisa aspek pasar dan pemasaran terhadap usulan suatu proyek ditujukan untuk mendapatkan gambaran mengenai besar pasar potensial yang tersedia untuk masa yang akan datang, besar pangsa pasar yang dapat diserap oleh proyek tersebut dari keseluruhan pasar potensial, serta perkembangan pangsa pasar tersebut di masa yang mendatang dan gambaran mengenai strategi pemasaran yang digunakan untuk mencapai pangsa pasar yang telah ditetapkan. 2. Aspek Teknis Teknologis 6

7 Aspek teknis teknologis merupakan aspek yang berkenaan dengan proses pembangunan industri secara teknis dan operasi setelah industri itu dibangun (Husnan dan Suwarsono, 1997). Ditambahkan oleh Sutojo (1993), evaluasi aspek teknis teknologis meliputi penentuan kapasitas produksi ekonomis proyek, jenis teknologi yang paling cocok serta penggunaan mesin dan peralatan. Di samping itu perlu diteliti dan diajukan saran tentang tempat dan tata letak pabrik. Dari hasil analisa aspek teknologis maka dapat diketahui rancangan awal penaksiran biaya investasi termasuk biaya eksploitasinya. Pelaksanaan dari evaluasi aspek teknologis seringkali tidak memberikan keputusan yang baku, atau dengan kata lain masih tersedia berbagai alternatif jawaban. Karenanya sangat perlu diperhatikan suatu atau beberapa pengalaman pada proyek lain yang serupa dilokasi lain dengan menggunakan teknik dan teknologi serupa. Keberhasilan penggunaan teknologi serupa di tempat lain sangat membantu dalam pengambilan keputusan akhir, setidaknya memperhatikan pengalaman di tempat lain tidak dapat begitu saja ditinggalkan (Husnan dan Suwarsono, 1997). a. Pemilihan Teknologi Biasanya suatu produk tertentu dapat diproses dengan lebih dari satu cara. Ketepatan pemilihan teknologi yang sesuai menggunakan kriteria derajat mekanisasi yang diinginkan, manfaat ekonomi yang diharapkan, bahan mentah yang digunakan, keberhasilan penerapan teknologi sejenis di tempat lain, kemampuan tenaga kerja dalam pengoperasiannya, dan pertimbangan kemungkinan teknologi lanjutan. b. Kapasitas Produksi Kapasitas produksi adalah jumlah produk yang seharusnya diproduksi untuk mencapai keuntungan yang optimal, dengan mengkombinasikan faktor internal dengan faktor eksternal perusahaan. Faktor eksternal adalah pangsa pasar yang mungkin diraih, sedangkan faktor internal adalah usaha pemasaran yang dilakukan dan variabel teknik yang berkaitan langsung dengan proses produksi (Husnan dan Suwarsono, 1997). 7

8 Faktor yang perlu diperhatikan dalam penentuan kapasitas produksi adalah : 1. Batasan permintaan, yang telah diketahui dalam dalam penghitungan pangsa pasar. 2. Tersedianya kapasitas mesin yang dibatasi oleh kapasitas teknis atau kapasitas ekonomis. 3. Jumlah dan kemampuan tenaga kerja 4. Kemampuan finansial dan manajemen 5. Antisipasi terhadap kemungkinan perubahan teknologi. c. Penentuan Lokasi Lokasi penting bagi perusahaan, karena mempengaruhi kedudukan perusahaan dalam persaingan dan menentukan kelangsungan hidup perusahaan tersebut. Penentuan lokasi yang kurang tepat merupakan salah satu penyebab perusahaan beroperasi secara tidak efisien dan efektif, sehingga biaya operasi menjadi tinggi. Oleh karena itu dalam penentuan lokasi suatu industri diperlukan suatu pengkajian terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas dari industri tersebut. Lokasi suatu industri sangat dipengaruhi oleh strategi pemerintahan, letak sumber bahan baku, daerah pemasaran, serta faktor lingkungan (Sutojo, 1993). Menurut Husnan dan Suwarsono (1997), variabel yang perlu diperhatikan dalam penentuan lokasi proyek dibedakan menjadi 2 (dua) golongan, yaitu faktor primer dan faktor sekunder. Faktor primer akan berpengaruh secara langsung terhadap kegiatan produksi dan distribusi dari proyek yang akan didirikan. Faktor primer tersebut adalah : 1. Ketersediaan bahan baku 2. Letak pasar yang dituju 3. Tenaga listrik dan air 4. Ketersediaan tenaga kerja 5. Fasilitas transportasi Faktor sekunder yang perlu mendapat perhatian dalam penentuan lokasi proyek adalah : 8

9 1. Hukum dan peraturan yang berlaku 2. Iklim, keadaan tanah 3. Sikap dari masyarakat setempat, termasuk adat istiadatnya 4. Rencana masa depan perusahaan, dalam kaitannya dengan perluasan d. Perencanaan Tata Letak Mesin dan Ruangan Layout merupakan keseluruhan proses penentuan bentuk dan penempatan fasilitas-fasilitas yang dimiliki perusahaan. Perencaan ini bertujuan untuk mengoptimalkan keterkaitan antar pekerja, aliran bahan, aliran informasi dan metoda yang dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan perusahaan secara efisien, ekonomis dan aman (Apple, 1990). Keterkaitan aktivitas akan menjadi pedoman dalam perancangan tata letak ruang suatu pabrik secara menyeluruh. Derajat hubungan aktivitas dapat diberi sandi sebagai berikut : A (absolutely necessary) menunjukkan bahwa letak antar kegiatan yang satu harus saling berdekatan dan bersebelahan dengan kegiatan yang lain E (especially important) menunjukkan bahwa letak antar kegiatan harus bersebelahan I (important) menunjukkan bahwa letak antara satu kegiatan dengan kegiatan lain cukup berdekatan O (ordinary) menunjukkan bahwa letak antara satu kegiatan dengan kegiatan lain tidak harus saling berdekatan U (unimportant) menunjukkan bahwa letak antara satu kegiatan dengan kegiatan lain bebas dan tidak saling terkait X (undesirable) menunjukkan bahwa letak antara satu kegiatan dengan kegiatan lain tidak boleh saling berdekatan, atau harus saling berjauhan. Derajat keterkaitan ini kemudian digunakan dalam bagan keterkaitan antar aktivitas. Berdasarkan bagan keterkaitan antar aktivitas kemudian disusun suatu tata letak fasilitas. Tabel 1 menunjukkan alasan dalam penilaian derajat hubungan aktivitas. 9

10 Tabel 1. Derajat hubungan antar aktivitas. Sandi Alasan 1 Urutan Kerja 2 Penggunaan Peralatan Yang Sama 3 Penggunaan Ruang Yang Sama 4 Penggunaan Pekerja Yang Sama 5 Efisiensi Jarak, Waktu dan Kerja 6 Kemudahan Melakukan Pengawasan 7 Adanya Kontak Kerja 8 Adanya Komunikasi Lisan Atau Tulisan Sumber : Apple (1990) 3. Aspek Manajemen Operasional Menurut Ariyoto (1980), manajemen adalah cara mencapai tujuan dari sumber-sumber yang ada. Sumber-sumber ini adalah uang (modal), mesin dan peralatan, tenaga kerja, dan material. Dalam aspek manajemen dan operasi ini terutama dibahas tentang pertimbangan-pertimbangan pokok dalam membentuk organisasi, bentuk kepemilikan, struktur organisasi, deskripsi tugas, tenaga kerja dan persyaratannya, dan jadwal proyek. Analisa aspek manajemen operasional dimaksudkan untuk memberikan gambaran mengenai struktur organisasi dan perusahaan sehingga akan diketahui tenaga manajemen apa dan berapa yang diperlukan untuk mengelola proyek secara berhasil (Sutojo, 1993). 4. Aspek Finansial Menurut Edris (1983) masalah yang hendak dikaji dalam aspek finansial adalah masalah keuntungan proyek. Kesehatan keuangan perusahaan ditentukan oleh profitabilitas dan likuiditas, namun profitabilitas adalah yang terpenting. Evaluasi finansial dimaksudkan untuk memperkirakan jumlah dana yang diperlukan, baik untuk dana tetap maupun modal kerja awal. Selain itu pada evaluasi aspek finansial juga dipelajari struktur pembiayaan serta sumber dana yang menguntungkan, 10

11 sumber dana modal yang digunakan, berapa bagian dari jumlah kebutuhan dana tersebut yang wajar dibiayai dari pinjaman pihak ketiga serta dari mana sumbernya dan berapa besarnya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam analisa finansial adalah diantaranya modal investasi, modal kerja, dan penyusutan (Ariyoto, 1980). Menurut Kadariah et al (1987), analisa finansial suatu proyek memandang perbandingan pengeluaran uang dan perolehan keuntungan dari proyek tersebut. Bila analisa tersebut menunjukkan net benefit yang positif, maka proyek tersebut dapat dilanjutkan. Bila sebaliknya, yaitu jika net benefit bernilai negatif, maka proyek tersebut sebaiknya dibatalkan. Menurut Gray et al (1997), analisa finansial dalam kerangka evaluasi proyek lebih bersifat analisa tentang arus dana, baik dana tetap maupun modal kerja awal. Proyek dikatakan layak dijalankan secara finansial dengan melihat kriteria-kriteria investasi sebagai berikut : 1. Net Present Value (NPV), yaitu selisih antara nilai sekarang dari penerimaan (benefit) dengan nilai sekarang dari pengeluaran (cost) pada tingkat suku bunga tertentu. 2. Internal Rate Of return (IRR), yaitu suatu tingkat bunga modal yang mengakibatkan nilai sekarang dari aliran uang suatu proyek sama dengan nol. 3. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), yaitu perbandingan antara NVP positif terhadap NVP negatif. 4. Break Even Point (BEP), waktu pengembalian investasi awal dimana keputusan yang diambil berdasarkan kriteria waktu. 5. Analisa sensitifitas, analisa mengenai sensitifitas proyek terhadap perubahan kenaikan biaya operasional maupun perubahan harga jual produk. 5. Aspek Yuridis Aspek yuridis juga merupakan aspek yang tidak kalah pentingnya dalam hal pendirian usaha karena dalam aspek yuridis seperti yang diterangkan oleh Ariyoto (1980) dibahas mengenai perijinan usaha, status 11

12 usaha, pajak dan lain sebagainya. Aspek ini sangat berkaitan langsung dengan langkah yang diambil oleh badan usaha. Untuk menampung aspirasi dalam tujuan usaha diperlukan suatu wadah untuk melegalisasi usaha. 12

13 III. METODE PENELITIAN A. KERANGKA PEMIKIRAN Ikan patin digolongkan sebagai salah satu komoditas unggulan sub-sektor perikanan yang dapat digunakan untuk menanggulangi krisis moneter dan ekonomi dikarenakan mempunyai sifat yang menguntungkan yaitu ukuran per individu yang besar, kebiasaan makan yang omnivora, mudah bertelur, serta memiliki mutu daging yang digemari masyarakat luas. Selain itu ikan patin pun memiliki sifat-sifat yang dibutuhkan untuk membuat fillet yang baik. Hal tersebut menyebabkan kegiatan usaha fillet ikan patin memiliki prospek yang cerah untuk dikembangkan. Kajian Usaha fillet Ikan Patin dilakukan agar dapat memberikan gambaran kepada pihak-pihak yang terkait dalam pendirian usaha fillet ikan patin sejauh mana usaha ini dapat memberikan keuntungan di masa yang akan datang. Gambaran selengkapnya mengenai kerangka pemikiran ada pada Lampiran 1. B. METODE PENGUMPULAN DATA Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Pengumpulan data bertujuan untuk memperoleh informasi, gambaran dan keterangan tentang hal-hal yang berhubungan dengan studi kelayakan yang akan dikaji, sehingga diharapkan data-data yang diperoleh dapat digunakan untuk pemecahan masalah dan proses pengambilan keputusan. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dan survei lapangan dengan instansi serta para pakar pada bidang terkait, diantaranya dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bogor, diskusi dan pencatatan data dengan pimpinan usaha serta karyawan Usaha fillet Ikan Patin Patin Kita, serta pengamatan terhadap kegiatan usaha fillet ikan patin beku. Data primer yang dikumpulkan meliputi komponen dan nilai investasi, biaya tetap, biaya variabel, modal investasi, teknik pembenihan, pemasaran hasil usaha, serta komponen keputusan penentuan lokasi usaha. Data sekunder berupa informasi-informasi yang berhubungan dengan objek penelitian yang diperoleh dari studi pustaka, serta laporan dari berbagai instansi. Data sekunder meliputi data potensi dan keadaan umum wilayah, harga tanah, 13

14 pajak bumi dan bangunan, data volume perdagangan ikan patin dan fillet ikan, serta biaya tetap dan tidak tetap. Data sekunder diperoleh melalui pencatatan data yang telah tersedia di instansi-instansi terkait seperti data dari Biro Pusat Statistik (BPS), BAPPEDA Kabupaten Bogor, departemen kelautan dan perikanan, Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, perpustakaan, kantor kecamatan, serta instansi terkait lainnya. C. ANALISA DATA Analisa data bertujuan untuk meyederhanakan data dalam bentuk yang mudah dipahami. Analisa data meliputi analisa aspek pemasaran, analisa aspek teknis teknologis, analisa aspek manajemen operasional, analisa aspek yuridis, dan analisa aspek finansial. Data yang sudah terkumpul diolah dengan bantuan komputer dan disajikan dalam bentuk tabulasi yang digunakan untuk mengelompokkan dan mengklasifikasi data yang ada serta mempermudah dalam melakukan analisa data. 1. Analisa Pasar dan Pemasaran Analisa pasar dan pemasaran berpedoman pada Husnan dan Suwarsono (1997), yang menyatakan bahwa aspek pasar dan pemasaran mempelajari : a. Permintaan produk serta proyeksi permintaan produk tersebut pada masa yang kan datang. b. Supply yang berasal dari dalam negri maupun impor dan perkembangannya, serta faktor yang mempengaruhinya seperti produk saingannya. c. Harga produk dan perbandingannya dengan barang-barang impor atau produksi dalam negri lainnya, serta kecenderungan harga tersebut. 2. Analisa Teknis dan Teknologis Analisa teknis dan teknologis mengkaji pemilihan teknologi, penentuan kapasitas produksi, pemilihan lokasi pabrik, serta tata letak mesin dan ruangan. Kapasitas produksi ditentukan dari hasil analisa aspek pemasaran. Kebutuhan ruang dan tata letak ditentukan dengan menggunakan konsep lay out produk (lay out garis) dimana mesin dan peralatan disusun berdasarkan urutan operasi pembuatan produk dan derajat hubungan antar aktivitasnya. 3. Analisa Manajemen Operasional 14

15 Kajian aspek manajemen operasional ini meliputi : a. Rencana struktur organisasi yang sesuai Struktur organisasi perusahaan formal dapat membantu menjelaskan tugas, wewenang, dan tanggung jawab manajemen. b. Pelaporan Segala bentuk kegiatan perusahaan akan dicatat. Hal ini diperlukan untuk mengendalikan perusahaan agar dapat berjalan dengan baik. c. Kebutuhan tenaga kerja dan spesifikasinya Setiap tenaga kerja dibutuhkan persyaratan tertentu ditinjau dari pendidikan, pengalaman, kesehatan dan lain sebagainya yang menunjang fungsi tugas dari pekerjaannnya. 4. Analisa Finansial Analisa finansial mengkaji jumlah dan sumber dana yang digunakan, serta keuntungan yang didapat setelah proyek berjalan. Dari perhitungan tersebut dapat diperoleh sebuah keputusan apakah proyek bisa menguntungkan secara finansial bagi investor. Faktor-faktor yang dikaji adalah sebagai berikut : a. Net Present Value (NPV) NPV adalah metode untuk menghitung selisih antara nilai sekarang investasi dengan nilai sekarang penerimaan-penerimaan kas bersih (operasional maupun terminal arus kas) di masa yang akan datang. Untuk menghitung nilai sekarang, tingkat bunga yang dianggap relevan perlu ditentukan terlebih dahulu. Tingkat bunga tersebut dapat diperoleh dengan memelihara tingkat bunga pinjaman jangka panjang yang berlaku di pasar modal atau dengan mempergunakan tingkat bunga pinjaman yang harus dibayar oleh pemilik proyek (Gray et al, 1997). Menurut Gray et al (1997), formula yang digunakan untuk menghitung NPV adalah : n Bt Ct t NPV = t= (1 + i) 0 dimana 15

16 Bt = benefit social bruto pada tahun t C = biaya social bruto sehubungan dengan proyek pada tahun t i = tingkat suku bunga pada periode-i t = periode investasi (t=0, 1, 2, 3,...,n) Dari hasil perhitungan nilai NPV, akan memunculkan tiga kemungkinan, yaitu apabila hasil perhitungan nilai NPV dalam evaluasi suatu proyek didapatkan nilai yang lebih besar atau sama dengan nol, maka artinya proyek tersebut layak untuk dilaksanakan. Apabila hasil perhitungan NPV menghasilkan nilai sama dengan nol, proyek tersebut akan mengembalikan biaya persis sebesar opportunity cost faktor produk modal. Sedangkan apabila dari hasil perhitungan NPV mengahasilkan nilai kurang dari nol, hal ini berarti bahwa proyek tidak dapat menghasilkan senilai biaya yang dipergunakan dan oleh karena itu pelaksanaannya harus ditolak (Gray et al, 1997). b. Internal Rate of Return (IRR) Menurut Sutojo (1993), IRR adalah tingkat bunga yang bila dipergunakan untuk mendiskonto seluruh kas masuk pada tahun-tahun operasi proyek akan menghasilkan jumlah kas yang sama dengan investasi proyek. Pada dasarnya IRR menggambarkan persentase laba nyata yang dihasilkan proyek. IRR adalah nilai discount rate social yang membuat NPV proyek sama dengan nol. Formula matematik IRR menurut Gray et al (1997) adalah : t n Bt = 0 (1 + i) t n Ct = t= 0 (1 + i) t n Bt Ct t atau t= 0 (1 + i) = 0 dimana Bt = benefit social bruto pada tahun t Ct = biaya social bruto sehubungan dengan proyek pada tahun t i = tingkat suku bunga (%) n = umur ekonomis proyek 16

17 c. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) Net B/C merupakan angka perbandingan antar jumlah present value yang positif dengan present value yang negatif. Secara umum Gray et al (1997) menjelaskan rumus Net B/C sebagai berikut : Net B/C = n t= Bt Ct t 0 (1 + i) n t= Ct Bt t 0 (1 + i) untuk Bt untuk Bt Ct > 0 Ct < 0 Kriteria kelayakan proyek adalah jika Net B/C lebih besar sama dengan satu dan dikatakan tidak layak apabila kurang dari satu. d. Break Even Point (BEP) Menurut Sotojo (1993), proyek dikatakan impas apabila jumlah hasil penjualan produk pada suatu periode tertentu sama dengan jumlah biaya yang ditanggung dimana proyek tersebut tidak mengalami kerugian tetapi juga tidak mengalami untung. Jumlah hasil penjualan minimal yang harus dilampaui dapat dihitung dengan rumus : N = BT h bv dimana N = jumlah penjualan yang dicari BT = jumlah biaya yang ditanggung oleh proyek tiap masa operasi tertentu h = harga jual yang direncanakan untuk setaip satuan produk bv = jumlah biaya variable tiap satuan produk e. Jangka Waktu Pengembalian Modal (Pay Back Period) 17

18 Pay Back Period menunjukkan berapa lama modal yang ditanam dalam investasi akan kembali, dimana pengembalian modal ini dipandang dari arus kas masuk (cash in flow). Penilaian terhadap Pay Back Period dilakukan dengan menggunakan rumus ( Rk Ek)( P / F, i, k) P > 0 dimana : m = nilai pay back period R = pendapatan bersih untuk periode ke-i E = pengeluaran untuk periode ke-k P = investasi awal 0 0 f. Analisa Sensitivitas Analisa sensitivitas bertujuan untuk mengkaji sejauh mana perubahan unsur-unsur dalam aspek finansial mempengaruhi keputusan yang diambil. Gray et al (1997) menambahkan bahwa analisa sensitivitas diperlukan apabila terjadi kesalahan dalam menilai suatu biaya atau manfaat serta untuk mengantisipasi terjadinya perubahan suatu unsur harga pada saat proyek tersebut dilaksanakan. Perhitungan kembali perlu dilakukan mengingat proyeksi-proyeksi yang dilaksanakan mengandung unsur ketidakpastian tentang apa yang terjadi dimasa yang akan datang. Gray et al (1997) menyatakan bahwa perubahan-perubahan yang mungkin terjadi adalah sebagai berikut : Kenaikan dalam biaya kontruksi (cost over-run) karena perhitungan yang terlalu rendah dimana kemudian ternyata pada saat pelaksanaan biaya-biaya meningkat karena peningkatan harga peralatan, mesin dan bahan bangunan. Perubahan dalam harga hasil produksi, misalnya karena turunnya harga produk di pasaran umum. Terjadinya penurunan pelaksanaan pekerjaan (produktivitas menurun), dan lain-lain. 18

19 19

20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISA PASAR DAN PEMASARAN Fillet patin merupakan bahan baku untuk industri pengolahan lanjutan lainnya, seperti industri pengolahan sosis dan industri pengolahan bakso. Oleh karena itu, pangsa pasarnya adalah industri-industri pengolahan lanjutan lainnya, baik skala besar maupun kecil. Fillet patin merupakan produk baru, di Kabupaten Bogor industri pengolahan fillet patin hanya terdapat di Kecamatan Dramaga, yaitu industri pengolahan fillet patin Patin Kita yang merupakan proyek percontohan milik IPB, sedangkan di wilayah Indonesia lainnya sampai saat ini belum tercatat di departemen perindustrian dan perdagangan. 1. Permintaan dan Penawaran Data permintaan dan penawaran fillet ikan patin tidak tercatat di Departemen Perindustrian dan Perdagangan serta di Departemen Kelautan dan Perikanan, begitu pula di Dinas Perindustrian dan Perdagangan maupun di Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor. Hal ini karena fillet patin merupakan produk baru. Begitu pula data permintaan dan penawaran fillet ikan untuk pasar domestik tidak tercatat di Departemen Kelautan dan Perikanan maupun Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Data yang tercatat pada kedua departemen tersebut adalah data perkembangan ekspor komoditi hasil perikanan, untuk fillet/hasil perikanan lainnya yaitu sebesar kg pada tahun 2001 dan kg pada tahun 2002, atau naik sebesar 35 persen. (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2004). Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2. Dalam beberapa tahun terakhir ini ekspor komoditi perikanan Indonesia terus menunjukkan laju kenaikan. Berbeda dengan komoditi lain yang mengalami kemerosotan ekspor sebagai dampak krisis moneter, ekspor produk perikanan hampir tidak terpengaruh oleh resesi ekonomi bahkan nilainya cenderung meningkat. Dari data ekspor perikanan tahun menunjukkan kenaikan 7,01 % pertahun (volume) dan 4,9 % pertahun (nilai) (Ditjen Perikanan, 2000). Kecenderungan ini nampaknya disebabkan karena 20

21 kandungan lokal komoditi perikanan sangat tinggi sehingga daya saingnya di pasaran global lebih kuat. Selain itu pula kekurangan pasokan ikan di pasaran dunia ikut mempengaruhi kecenderungan tersebut, dimana menurut FAO diperkirakan kekurangan tersebut hingga tahun 2010 dapat mencapai 2 juta ton pertahun. Tabel 2. Perkembangan ekspor komoditi hasil perikanan menurut komoditas utama Tahun Komoditas Utama Volume (kg) Tahun 2001 Tahun 2002 Kenaikan (%) Udang Tidak Beku ,30 Udang Beku ,12 Udang Dalam Kaleng ,77 Tuna Segar ,52 Tuna/Cakalang Beku ,67 Tuna Dalam Kaleng ,54 Ikan Lainnya Hdp/Sgr ,60 Ikan Lainnya Beku ,31 Ikan Kering/Asin/Asap ,04 Ikan Lainnya Kaleng ,43 Kepiting Segar/Dingin ,01 Kepiting Beku ,00 Kepiting Dalam Kaleng ,47 Paha Kodok ,58 Ubur-ubur Kering/Asin ,69 Siput/Bekicot ,37 Kerupik Udang ,53 Lemak dan Minyak Ikan ,61 Rumput Laut Kering ,99 Koral dan Kulit Kerang ,58 Mutiara ,58 Ikan Hias ,84 Ikan Kering Teri Asin ,98 Hasil Perikanan Lain ,00 Jumlah Total ,93 Sumber : Departemen Kelautan dan Perikanan RI, Pasar domestik cukup besar, dari produksi perikanan 1998 tercatat 4,7 juta ton yang dipasarkan dalam negeri dan ini masih belum cukup memenuhi 21

22 kecukupan pangan penduduk akan ikan. Berdasarkan tingkat konsumsi ikan per kapita penduduk Indonesia pada tahun 1998 baru mencapai 19,25 kg/kapita/tahun atau 72,5 % dari standar kecukupan pangan akan ikan sebesar 26,55 kg/kapita/tahun (Kusumastanto, 2001). Dengan ditargetkan 22 kg/kapita saja, pasar domestik masih memerlukan tambahan pasok ikan lebih 0,5 juta ton/tahun (Suboko, 2001). Dari data-data diatas maka dengan demikian dapat disimpulkan bahwa peluang pasar produk olahan hasil perikanan masih luas. Untuk menentukan kapasitas produksi yang direncanakan, akan menggunakan data referensi dari Unit Usaha fillet Patin Kita yang merupakan unit usaha yang sejenis dengan industri yang akan didirikan. Kapasitas produksi unit usaha fillet Patin Kita mencapai 144 ton per tahunnya. 2. Penentuan Harga Jual Fillet patin yang akan dipasarkan, dikemas dalam kemasan plastik. Harga jual yang ditetapkan sebesar Rp ,- per kg berdasarkan harga jual dengan margin keuntungan sebesar 35%. Penghitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2. Dalam penentuan harga jual, margin ditentukan dengan angka dari 1-100% dan margin yang diinginkan dinyatakan dalam persentase (Ibrahim, 1998). Pada tahun 2003, harga ikan patin di wilayah Kabupaten Bogor di tingkat petani adalah Rp. 6000,- per kg, sedangkan harga di tingkat pengecer berkisar antara Rp Rp per kg. Oleh karena itu penetapan harga bahan baku untuk industri fillet patin ini menggunakan harga bahan baku terendah di tingkat pengecer, yaitu sebesar Rp. 7000,- per kg. 3. Konsep Produk Menurut Peranginangin (1999), fillet ikan merupakan bahan setengah jadi dari daging ikan yang nantinya akan dijadikan lagi menjadi makanan lain seperti bakso, abon, dan sosis. Oleh karena itu target pasar yang akan dijadikan sebagai konsumen untuk industri fillet ikan patin ini adalah produsen pengolahan makanan berbahan dasar daging atau ikan. Konsumsi fillet untuk konsumen rumah tangga tidaklah populer di Indonesia dikarenakan harga fillet yang relatif lebih mahal dibandingkan 22

23 harga ikan atau daging segar. Sebagai perbandingan, harga ikan patin segar di pasaran berkisar diantara Rp Rp ,- per kg, sedangkan harga fillet di iusaha yang akan direncanakan ini adalah Rp per kg. Sedangkan untuk industri pengolahan makanan, fillet mempunyai beberapa kelebihan, yaitu biaya penyimpanan, distribusi, dan transportasi yang lebih murah karena fillet merupakan bagian ikan yang bermanfaat saja, serta menghemat waktu dan tenaga kerja karena penanganannya lebih mudah. Dalam proses produksi, bahan baku ikan patin yang digunakan berukuran 1 2 kg. Kemudian dari ikan patin berukuran 1 kg didapat fillet ikan berukuran 0,65 kg yang dikemas dalam ukuran 2 kg. Kemasan 2 kg dipilih untuk mempercepat proses pembekuannya. Hal ini diperhitungkan karena penggunaan suhu rendah merupakan hal mutlak untuk menjaga mutu fillet, semakin cepat fillet mencapai suhu yang diinginkan dalam penyimpanan maka semakin baik mutu fillet. Jika fillet dikemas dalam ukuran lebih besar dari 2 kg maka semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk membekukannya sehingga mutunya menjadi kurang baik. Begitu pula dalam proses pendistribusiannya penggunaan suhu rendah juga adalah hal penting. Oleh karena itu selama proses distribusi produk ke konsumen yang ditargetkan digunakan mobil boks berpendingin. B. ANALISA TEKNIS TEKNOLOGIS 1. Penentuan Lokasi Penentuan lokasi penting untuk dilakukan karena berkaitan dengan efisiensi transportasi, sifat bahan baku atau produk, dan kemudahan mencapai konsumen. Dengan kata lain, lokasi menentukan besaran biaya produksi. Oleh karena itu penentuan lokasi mempengaruhi kedudukan perusahaan dalam persaingan dan kelangsungan hidup di masa yang akan datang. Menurut Husnan dan Suwarsono (1997), dalam penentuan lokasi pabrik terkadang sering terjadi perbedaan antara bobot faktor ketersediaan bahan mentah dan letak pasar yang dituju, artinya suatu pabrik kadang-kadang memerlukan kedekatan dengan bahan mentah tetapi karenanya harus berjauhan dengan pasar yang dituju atau sebaliknya. Lokasi yang dipilih 23

24 untuk pendirian industri ini adalah Kabupaten Bogor karena lokasi ini dekat dengan konsumen yang akan dibidik, yaitu industri pengolahan hasil perikanan. Kriteria pemilihan lokasi pabrik yang akan didirikan antara lain : a. Kedekatan dengan jalan raya. Karena pabrik yang akan dibangun ini mengutamakan kedekatan dengan konsumen, maka kedekatan dengan jalan raya menuju lokasi konsumen merupakan faktor penting untuk kemudahan sarana transportasi. b. Tenaga listrik dan air. Pasokan tenaga listrik penting dalam industri ini mengingat faktor pembekuan sangat penting untuk mutu produk fillet. Ketersediaan air selain dibutuhkan dalam proses produksi juga dibutuhkan untuk kolam penampungan bahan baku untuk menjaga kesegarannya. Oleh karena itu kedekatan dengan sumber air seperti sungai atau waduk turut menjadi faktor yang diperhitungkan. c. Lingkungan Karena dalam proses produksi dan hasil akhir produk mementingkan kebersihan sebagai bahan baku untuk produk konsumsi, maka lokasi pabrik yang didirikan pun harus bersih dan jauh dari lokasi pembuangan sampah atau pembuangan limbah. Selain itu untuk kelancaran proses produksi, maka lokasi pabrik harus jauh dari lokasi yang sering terkena bencana alam seperti banjir, longsor, atau gempa bumi. 2. Perencanaan Kapasitas Walaupun tidak tersedia data fillet ikan untuk pasar domestik, berdasarkan analisa pasar dan pemasaran disimpulkan masih luasnya peluang pasar untuk produk pengolahan hasil perikanan. Dalam penentuan kapasitas produksi digunakan data produksi pada unit usaha fillet Patin Kita, yang menggambarkan jumlah permintaan fillet ikan patin yang ada di unit usaha tersebut. 24

25 Produksi fillet pada unit usaha Patin Kita tahun 2002 sebesar 80 ton, sedangkan pada tahun 2003 sebesar 144 ton. Pada tahun 2002 produksi fillet tersebut belum berjalan optimal karena unit usaha tersebut baru berdiri di tahun 2002, sedangkan pada tahun 2003 kapasitas produksi telah berjalan sesuai dengan kapasitas yang direncanakan. Oleh karena itu, kapasitas produksi untuk industri yang akan didirikan ini sebesar 144 ton per tahun. Untuk menghasilkan 144 ton fillet per tahun, maka bahan baku berupa ikan patin segar yang dibutuhkan adalah sebanyak kg. Jumlah ini akan dapat terpenuhi mengingat jumlah penawaran ikan patin di kabupaten Bogor pada tahun 2003 mencapai kg. Data penawaran ikan patin di Kabupaten Bogor pada tahun 2003 dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini. Tabel 3. Jumlah penawaran ikan patin di Kabupaten Bogor tahun 2003 Bulan Jumlah (kg) Januari - Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Total Sumber : Laporan Tahunan, Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, Neraca Massa Efektifitas proses produksi yang telah berjalan dapat di awasi dengan memperhatikan necara massa dan diagram alir proses produksi perusahaan. Neraca massa terdiri dari sejumlah jumlah input dan output bahan dalam suatu rangkaian proses. Selain berfungsi sebagai upaya pengendalian ketika proses telah berjalan, neraca ini juga berfungsi untuk menentukan kapasitas produksi 25

26 dari jumlah bahan baku yang tersedia atau besaran jumlah bahan baku yang dibutuhkan untuk dapat memenuhi kapasitas produksi yang diinginkan. Diagram alir dan neraca massa dari proses pengolahan fillet patin beku dapat dilihat pada Gambar 2 dan Gambar 3. 26

27 Ikan patin 1000 gram Air 850 g Pencucian Air 850 g Air 1200 g Penyiangan Pencucian (Buang Kepala & Isi Perut) Loss 190 Gram Air 1200 g Air 1200 g Skinning/Boning Pencucian (Buang Kulit & Tulang) Loss 160 Gram Air 1200 g Fillet Patin 650 gram Gambar 2. Neraca massa proses pengolahan fillet ikan patin 27

28 Ikan Patin Penimbangan Air Pencucian Air Kotor Penyiangan (Buang Kepala & Isi Perut) Kepala & isi perut ikan patin Air Pencucian (Pembersihan Darah) Air Kotor & darah ikan patin Pemisahan Kulit & Tulang (Skinning/Boning) Kulit & tulang ikan patin Air Pencucian (Pembersihan Darah) Air Kotor & darah ikan patin Penimbangan Packing/Pengemasan Pembekuan/Freezer Fillet Patin Beku Gambar 3. Diagram alir proses pengolahan Fillet patin 28

29 4. Teknologi Proses Produksi Fillet merupakan daging yang telah dibersihkan dan dicuci berulangulang sehingga sebagian besar bau, darah, pigmen, dan lemak hilang. Khusus untuk fillet ikan, mutu kesegaran ikan yang digunakan harus benar-benar terjaga. Penggunaan ikan yang kurang segar maupun ikan yang telah dibekukan akan menurunkan mutu fillet. Secara teknis semua jenis ikan dapat dijadikan fillet. Menurut Peranginangin (1999), jenis ikan yang akan memberikan hasil fillet yang lebih baik setidaknya memiliki klasifikasi ikan yang berdaging putih, tidak berbau lumpur dan tidak terlalu berbau amis serta mempunyai kemampuan membentuk gel yang bagus. Bahan dasar (ikan) yang dipilih untuk industri ini adalah ikan patin (Pangasius hypophthalmus) karena ikan ini mempunyai sifat yang memenuhi kesesuaian yang dibutuhkan untuk menghasilkan fillet yang baik. Berikut ini adalah tahapan proses yang dibutuhkan dalam pengolahan fillet patin : a. Persiapan Bahan Baku Tahapan ini terdiri dari proses penerimaan ikan patin hidup, penimbangan, penampungan, serta pencucian. Ikan patin hidup yang dibawa dari petani/pengecer disimpan di kolam penampungan yang tersedia. Hal ini dibutuhkan untuk menjaga kesegaran ikan yang akan diolah. Ikan yang siap dipotong terlebih dahulu dicuci untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang mungkin menempel dikulitnya. Pencucian ini termasuk penting agar kotoran-kotoran tersebut tidak mencemari daging saat dilakukan proses penyiangan. b. Penyiangan Proses penyiangan bertujuan untuk menghilangkan kepala dan isi perut lalu dicuci bersih. Penyiangan dilakukan dengan hati-hati agar isi perut tidak mencemari daging. Bagian kepala dan isi perut banyak mengandung enzim protease dan lemak serta menjadi sumber bakteria yang dapat menurunkan mutu ikan dan akibatnya dapat menurunkan kemampuan fillet dalam membentuk gel. Selain itu, isi perut ikan dapat berpengaruh terhadap penampakan produk karena mengakibatkan warna 29

30 fillet dan produk olahannya menjadi gelap. Contoh daging patin yang telah disiangi dan dicuci bersih nampak pada Gambar 4. di bawah ini. Gambar 4. Daging patin yang telah disiangi. c. Pemisahan Kulit dan Tulang (Skinning & Boning) Ikan patin yang digunakan sebagai bahan baku berukuran minimal 1 kg sehingga lebih mudah dalam membuang kulit dan tulangnya. Proses pembuangan kulit dan tulang adalah sebagai berikut: ikan diletakkan dengan posisi miring, lalu menggunakan pisau, daging pada pangkal insang dipotong sampai ke tulang. Selanjutnya ikan dibalik dan daging disayat dari arah ekor ke kepala. Agar tidak banyak daging yang tertinggal di tulang, pisau agak ditekan menempel ke tulang. Setelah daging terpisah dari tulang, kulit ikan dipisahkan sehingga diperoleh daging yang bebas tulang dan kulit. Fillet lalu dicuci bersih dalam suatu wadah dengan air dingin, untuk menghilangkan kotoran dan sisa darah. Bak fiber glass merupakan pilihan yang baik sebagai medium wadah karena mudah dibersihkan, dipindahkan, dan dikeringkan. Hal yang tidak boleh dilupakan adalah selama proses ini dan seterusnya adalah penambahan es secukupnya secara kontinyu untuk menghambat penurunan kesegaran ikan. d. Penimbangan Sebelum tahapan penimbangan dilakukan, terlebih dahulu dilakukan pemeriksan kebersihan daging, apakah telah benar-benar bersih dari kulit, tulang, dan kotoran lainnya. Proses penimbangan diperlukan untuk proses pengemasan. Daging ditimbang dan dipotong untuk ukuran 2 kg. Gambar 5 30

31 di bawah ini, memperlihatkan contoh fillet ikan patin sebelum dilakukan langkah pengemasan. Gambar 5. Fillet sebelum dikemas e. Pengemasan Setelah daging dipotong, maka tahapan berikutnya adalah memasukkannya ke dalam kantong plastik kemasan berukuran 2 kg dan diletakkan dalam wadah pre-cooling yang berisi es sebelum dipindahkan ke ruang penyimpanan. Contoh fillet ikan patin yang telah dikemas dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 6. Fillet yang telah dikemas 31

32 f. Pembekuan Fasilitas pendingin yang digunakan adalah freezer (alat pembeku). Suhu yang dibutuhkan adalah -20 C agar fillet dapat bertahan hingga 3 bulan atau lebih, tanpa banyak mengalami perubahan sifat fungsionalnya. Bahkan, apabila proses pengolahan berjalan benar, pembekuan berjalan cepat dan penyimpanan memenuhi standar persyaratan, maka fillet dapat bertahan hingga 1 tahun. Apabila suhu penyimpanan sekitar -10 C, fillet hanya dapat bertahan hingga 1 bulan, namun tidak dapat dipakai lagi setelah 3 bulan karena sifat fungsional (kemampuan membentuk gel) fillet telah rusak. Fasilitas pendingin yang tersedia dipasaran terdiri dari berbagai jenis daya, mulai dari 350 watt, 500 watt, 700 watt, dan 1000 watt. Dengan daya 350 watt maka dapat menurunkan suhu fillet hingga -20 C dalam waktu 12 jam sebanyak 99 kg fillet daging. Kapasitas dari freezer dengan daya 350 watt tersebut adalah sebesar 50 kg daging. Dengan kapasitas produksi yang direncanakan sebesar 144 ton/tahun atau sekitar 600 kg/harinya maka dibutuhkan 12 unit freezer dan cadangan freezer sebanyak 3 unit untuk mengantisipasi kerusakan freezer dan kelebihan produksi yang mungkin terjadi. Karena fluktuasi suhu yang terjadi selama proses penyimpanan dapat menurunkan kemampuan fillet dalam membentuk gel, maka penyediaan gen-set dibutuhkan agar dapat memasok penyediaan listrik jika terjadi sesuatu pada pasokan listrik dari PLN. 5. Bahan Baku dan Input Bahan baku utama yang digunakan dalam industri ini adalah ikan patin (Pangasius hypophthalmus) hidup. Berdasarkan analisa penentuan jumlah kapasitas produksi yang telah dilakukan, maka jumlah bahan baku yang dibutuhkan adalah kg per tahun, setara dengan kg ikan patin per minggu, atau sebanyak 923 kg per hari. Jumlah penawaran ikan patin di Kabupaten Bogor sebagian besar berasal dari pengecer dari waduk cirata, waduk saguling dan waduk jatiluhur. Produksi ikan patin di waduk jatiluhur sebesar 10 ton/bulan (Dinas Kukm Jabar, 2003), sedangkan produksi ikan 32

33 patin di waduk cirata sebesar 12 ton/bulan dan di waduk saguling sebesar 15 ton/bulan (Hikmayani et.al, 2003). Bahan baku berupa ikan patin hidup diperoleh dari petani produsen yang ada di wilayah kabupaten Bogor, serta dari penyalur yang berasal dari wilayah di luar kabupaten Bogor. Jumlah yang dibutuhkan sebanyak kg ikan patin per minggu. Pengiriman bahan baku ini diantar langsung menuju pabrik secara rutin oleh penyalur setiap harinya dengan jumlah rata-rata 923 kg. 6. Pemilihan Mesin dan Peralatan Untuk pengolahan fillet, peralatan yang diperlukan dapat sederhana dan dapat pula berupa peralatan serba mesin tergantung pada skala dan bentuk usaha. Skala yang dipilih untuk industri fillet patin ini adalah skala kecil karena adanya keterbatasan pasar dan penekanan biaya investasi. Jika memilih bentuk usaha dengan skala besar, maka biaya investasi yang diperlukan untuk peralatan akan semakin besar. Susunan peralatan yang dibutuhkan dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini. 33

34 Tabel 4. Kebutuhan Alat Berdasarkan proses/diagram alir. Proses Peralatan Spesifikasi Jumlah Bahan Baku -Timbangan gantung - Kapasitas 100 kg 1 -Gentong Timbang - Kapasitas 50 l 1 Pencucian -Bak Segi Empat - Ukuran 70 cm x 60 cm 2 x 50 cm Penyiangan/Pencucian Darah - Pisau - Pisau Daging 5 - Meja pengolahan - Terbuat dari ubin, 2 ukuran 3 m x 1 m x 0.75 m -Bak/Ember penampung - Kapasitas 50 kg 2 limbah - Baki penampung daging - Ukuran 0.75 m x 0.5 m 2 x 0.5 m - Baki dorong - Kapasitas 100 kg 2 Pemisahan Kulit dan - Meja pengolahan - Stainless steel, 3 m x 1 2 daging m x 0.75 m - Pisau - Pisau Daging 5 Penimbangan -Timbangan digital - Kapasitas 50 kg 1 Packing -Wadah pre-cooling - Ukuran t = 0.75 m; d = 1.5 m 1 Pembekuan/penyimpanan - Freezer - ukuran 1.5 m x 0.75 m x 0.6 m Kebutuhan Ruangan Ruangan yang dibutuhkan oleh industri mencakup 2 (dua) jenis ruangan, yaitu ruangan untuk produksi (pabrik) dan ruangan non-produksi. Ruangan produksi adalah tempat pengolahan ikan patin menjadi fillet, sedangkan ruangan non-produksi, yaitu ruangan untuk kegiatan yang secara langsung tidak berkaitan dengan proses produksi tetapi mendukung kegiatan produksi meliputi ruangan perkantoran dan kegiatan lainnya. 34

35 a. Ruangan Produksi Penentuan kebutuhan ruangan yang akan digunakan mengacu pada dasar perhitungan sebagai berikut : Kebutuhan luas ruangan mesin adalah maksimum panjang mesin/alat dikalikan maksimum lebarnya. Kebutuhan luas ruangan untuk operator adalah maksimum panjang peralatan dikalikan satu meter. Kebutuhan luas ruangan untuk bahan disesuaikan dengan bentuk wadah/bahannya. Kelonggaran yang dipakai adalah 150%, kelonggaran ini dipergunakan untuk jarak antar peralatan serta lorong untuk pergerakan orang dan barang. (Apple,1990). Kebutuhan luas ruangan untuk proses produksi fillet patin dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Kebutuhan luas ruangan di industri pengolahan fillet patin Lokasi Luas (m²) Peralatan Operator Sub Kelonggaran Total Penimbangan Pencucian dan Penyiangan Skinning/Boning & Pencucian Penimbangan Packing Total kelonggaran ( = Sub Total x 150% b. Ruangan Non-Produksi Ruangan non-produksi meliputi kantor, kolam penampungan (penyimpanan bahan baku), tempat pembekuan (penyimpanan barang jadi), pos keamanan, dan lahan parkir. Kebutuhan luas ruangan non-produksi dalam industri pengolahan fillet patin dapat dilihat di Tabel 6. 35

36 Tabel 6. Kebutuhan luas ruangan non-produksi industri pengolahan fillet patin. Ruangan Luas (m²) Jumlah (Unit) Total (m²) R. Direktur R. Ka.Bag R.Staff R. Tamu Kamar Kecil Musholla Dapur Gudang Genset Kolam Penyimpanan Tempat Pembekuan Pos Keamanan Lahan Parkir Total Perencanaan Tata Letak Perencanaan tata-letak industri pengolahan industri pengolahan fillet patin ini menggunakan derajat keterkaitan aktivitas menurut Apple (1990), yang terdiri dari ruangan produksi dan ruangan non-produksi. C. ANALISA MANAJEMEN OPERASIONAL 1. Struktur Organisasi Industri pengolahan fillet patin ini akan dijalankan oleh seorang direktur dengan dibantu oleh tiga kepala bagian, yaitu kepala bagian produksi, kepala bagian administrasi dan keuangan, dan kepala bagian pemasaran. Struktur 36

ANALISA KELAYAKAN INDUSTRI FILLET IKAN PATIN BEKU. (Pangasius hypophthalmus) DI KABUPATEN BOGOR. Oleh RONNY MARTHA FO

ANALISA KELAYAKAN INDUSTRI FILLET IKAN PATIN BEKU. (Pangasius hypophthalmus) DI KABUPATEN BOGOR. Oleh RONNY MARTHA FO ANALISA KELAYAKAN INDUSTRI FILLET IKAN PATIN BEKU (Pangasius hypophthalmus) DI KABUPATEN BOGOR Oleh RONNY MARTHA FO3496087 2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 1 I. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual III. METODE PENELITIAN Nilai tambah yang tinggi yang diperoleh melalui pengolahan cokelat menjadi berbagai produk cokelat, seperti cokelat batangan merupakan suatu peluang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. KERANGKA PEMIKIRAN KONSEPTUAL Gambir merupakan salah satu produk ekspor Indonesia yang prospektif, namun hingga saat ini Indonesia baru mengekspor gambir dalam bentuk gambir asalan.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 3.1 Kerangka Pemikiran. 3.2 Metode Penelitian

III. METODOLOGI. 3.1 Kerangka Pemikiran. 3.2 Metode Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran Ketersediaan bahan baku ikan hasil tangkap sampingan yang melimpah merupakan potensi yang besar untuk dijadikan surimi. Akan tetapi, belum banyak industri di Indonesia

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. A. Kerangka Pemikiran. B. Pendekatan Studi Kelayakan

III. METODOLOGI. A. Kerangka Pemikiran. B. Pendekatan Studi Kelayakan III. METODOLOGI A. Kerangka Pemikiran Pengembangan industri tepung dan biskuit dari tepung kepala ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) harus mempertimbangkan beberapa faktor, yaitu analisis pasar dan pemasaran,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Proyek adalah suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan kemanfaatan (benefit),

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN III. 1. KERANGKA PEMIKIRAN Terbatasnya sumber daya minyak dan kemampuan kapasitas produksi minyak mentah di dalam negeri telah menjadikan sekitar 50% pemenuhan bahan bakar nasional

Lebih terperinci

A. Kerangka Pemikiran

A. Kerangka Pemikiran III. METODOLOGI PENELITIAN A. Kerangka Pemikiran Penelitian ini mengkaji studi kelayakan pendirian industri pengolahan keripik nangka di kabupaten Semarang. Studi kelayakan dilakukan untuk meminimumkan

Lebih terperinci

VII. RENCANA KEUANGAN

VII. RENCANA KEUANGAN VII. RENCANA KEUANGAN Rencana keuangan bertujuan untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan dengan membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan. Untuk melakukan

Lebih terperinci

IV METODOLOGI PENELITIAN

IV METODOLOGI PENELITIAN IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di sebuah lokasi yang berada Desa Kanreapia Kecamatan Tombolo Pao, Kabupaten Gowa, Propinsi Sulawesi Selatan. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Maju Bersama, Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS FINANSIAL

VIII. ANALISIS FINANSIAL VIII. ANALISIS FINANSIAL Analisis aspek finansial bertujuan untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan dengan membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan.

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikirian Teoritis 3.1.1 Studi Kelayakan Proyek Studi kelayakan proyek adalah penelitian tentang dapat tidaknya suatu proyek (biasanya merupakan proyek investasi)

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoretis Kerangka pemikiran teoretis merupakan suatu penalaran peneliti yang didasarkan pada pengetahuan, teori, dalil, dan proposisi untuk menjawab suatu

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Studi Kelayakan Proyek Proyek merupakan suatu kegiatan untuk membangun sistem yang belum ada. Sistem dibangun dahulu oleh proyek, kemudian dioperasionalkan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Definisi Proyek Menurut Kadariah et al. (1999) proyek merupakan suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS FINANSIAL

VIII. ANALISIS FINANSIAL VIII. ANALISIS FINANSIAL Analisis finansial bertujuan untuk menghitung jumlah dana yang diperlukan dalam perencanaan suatu industri melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan dengan membandingkan

Lebih terperinci

IV. DESKRIPSI USAHA PENGOLAHAN TEPUNG UBI JALAR

IV. DESKRIPSI USAHA PENGOLAHAN TEPUNG UBI JALAR IV. DESKRIPSI USAHA PENGOLAHAN TEPUNG UBI JALAR 4.1 Gambaran Umum Kelompok Tani Hurip Kelompok Tani Hurip terletak di Desa Cikarawang Kecamatan Darmaga. Desa Cikarawang adalah salah satu Desa di Kecamatan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Proyek adalah kegiatan-kegiatan yang dapat direncanakan dan dilaksanakan dalam suatu bentuk kesatuan dengan mempergunakan

Lebih terperinci

6 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN SURIMI

6 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN SURIMI 6 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN SURIMI 6.1 Pendahuluan Industri surimi merupakan suatu industri pengolahan yang memiliki peluang besar untuk dibangun dan dikembangkan. Hal ini didukung oleh adanya

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Kerangka pemikiran penelitian ini diawali dengan melihat potensi usaha yang sedang dijalankan oleh Warung Surabi yang memiliki banyak konsumen

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Proyek adalah kegiatan-kegiatan yang direncanakan dan dilaksanakan dalam satu bentuk kesatuan dengan mempergunakan sumber-sumber untuk mendapatkan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 KERANGKA PEMIKIRAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 KERANGKA PEMIKIRAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 KERANGKA PEMIKIRAN Upaya yang dapat ditempuh untuk meningkatkan produksi minyak bumi, salah satunya dengan menerapkan teknologi Enhanched Oil Recovery (EOR) pada lapangan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Bisnis Studi kelayakan bisnis merupakan penelitian terhadap rencana bisnis yang tidak hanya menganalisis layak atau tidak

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikirian Teoritis Penelitian tentang analisis kelayakan yang akan dilakukan bertujuan melihat dapat tidaknya suatu usaha (biasanya merupakan proyek atau usaha investasi)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu aktivitas ekonomi dalam agribisnis adalah bisnis peternakan. Agribisnis bidang ini utamanya dilatarbelakangi oleh fakta bahwa kebutuhan masyarakat akan produk-produk

Lebih terperinci

II. KERANGKA PEMIKIRAN

II. KERANGKA PEMIKIRAN II. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan kumpulan teori yang digunakan dalam penelitian. Teori-teori ini berkaitan erat dengan permasalahan yang ada

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Pengertian Studi Kelayakan Proyek Proyek adalah suatu kegiatan yang mengeluarkan uang atau biaya dengan harapan untuk memperoleh hasil dan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis mengemukakan teori-teori terkait penelitian. Teori-teori tersebut antara lain pengertian proyek, keterkaitan proyek dengan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Penentuan Narasumber

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Penentuan Narasumber IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di peternakan milik Bapak Sarno yang bertempat di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa barat. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Restoran Pastel and Pizza Rijsttafel yang terletak di Jalan Binamarga I/1 Bogor. Pemilihan tempat penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Agrifarm, yang terletak di desa Cihideung Udik Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Tahap Pengumpulan Data dan Informasi

III. METODOLOGI. Tahap Pengumpulan Data dan Informasi 23 III METODOLOGI Penelitian ini dilakukan dalam empat tahapan penelitian yaitu tahap pengumpulan data dan informasi, tahap pengkajian pengembangan produk, tahap pengkajian teknologi, tahap uji coba dan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian kelayakan Usaha pembenihan dan pembesaran ikan lele Sangkuriang dilakukan di Perusahaan Parakbada, Katulampa, Kota Bogor, Provinsi Jawa

Lebih terperinci

BAB IV KERANGKA PEMIKIRAN

BAB IV KERANGKA PEMIKIRAN 23 BAB IV KERANGKA PEMIKIRAN 4.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 4.1.1 Studi Kelayakan Usaha Proyek atau usaha merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan manfaat (benefit) dengan menggunakan sumberdaya

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis mengemukakan teori-teori terkait penelitian. Teori-teori tersebut antara lain pengertian proyek, keterkaitan proyek dengan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Proyek memiliki beberapa pengertian. Menurut Kadariah et al. (1999) proyek ialah suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Pada bagian ini dijelaskan tentang konsep yang berhubungan dengan penelitian kelayakan Usaha pembenihan dan pembesaran ikan lele Sangkuriang di

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di PT Mekar Unggul Sari, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan alasan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Penelitian Usaha warnet sebetulnya tidak terlalu sulit untuk didirikan dan dikelola. Cukup membeli beberapa buah komputer kemudian menginstalnya dengan software,

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Sistem Agribisnis Agribisnis sering diartikan secara sempit, yaitu perdagangan atau pemasaran hasil pertanian.sistem agribisnis sebenarnya

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1.Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Menurut Husnan dan Suwarsono (2000), proyek pada dasarnya merupakan kegiatan yang menyangkut pengeluaran modal (capital

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tulang Bawang. Pengambilan data dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Juli

III. METODE PENELITIAN. Tulang Bawang. Pengambilan data dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Juli III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi penelitian pendirian agroindustri berbasis ikan dilaksanakan di Kabupaten Tulang Bawang. Pengambilan data dilakukan pada bulan Mei sampai dengan

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang

KERANGKA PEMIKIRAN. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang berhubungan dengan penelitian studi kelayakan usaha pupuk kompos pada Kelompok Tani

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Usaha Mi Ayam Bapak Sukimin yang terletak di Ciheuleut, Kelurahan Tegal Lega, Kota Bogor. Lokasi penelitian diambil secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Data dan Instrumentasi 4.3. Metode Pengumpulan Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Data dan Instrumentasi 4.3. Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengambil tempat di kantor administratif Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) Jawa Barat yang berlokasi di Kompleks Pasar Baru Lembang

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Pengertian Usaha

III. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Pengertian Usaha III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Pengertian Usaha Menurut Gittinger (1986) bisnis atau usaha adalah suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perikanan merupakan salah satu subsektor pertanian yang potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Hal ini dikarenakan sebagian besar wilayah Indonesia terdiri atas perairan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Dian Layer Farm yang terletak di Kampung Kahuripan, Desa Sukadamai, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. (Purposive) dengan alasan daerah ini cukup representatif untuk penelitian yang

METODOLOGI PENELITIAN. (Purposive) dengan alasan daerah ini cukup representatif untuk penelitian yang IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan data dilakukan pada bulan Februari sampai dengan bulan Maret 2011, bertempat di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor,

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 17 BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Proyek adalah suatu kegiatan yang mengeluarkan uang atau biaya-biaya dengan harapan akan memperoleh hasil yang secara logika merupakan wadah

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Penentuan Responden

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Penentuan Responden IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Elsari Brownies and Bakery yang terletak di Jl. Pondok Rumput Raya No. 18 Bogor. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur 47 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Kadariah (2001), tujuan dari analisis proyek adalah :

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Kadariah (2001), tujuan dari analisis proyek adalah : III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Analisis Kelayakan Investasi Pengertian Proyek pertanian menurut Gittinger (1986) adalah kegiatan usaha yang rumit karena penggunaan sumberdaya

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 17 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Usaha Kecil Menengah (UKM) pengolahan pupuk kompos padat di Jatikuwung Innovation Center, Kecamatan Gondangrejo Kabupaten

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Proses produksi kopi luwak adalah suatu proses perubahan berbagai faktor

III. METODE PENELITIAN. Proses produksi kopi luwak adalah suatu proses perubahan berbagai faktor III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup semua pengertian yang digunakan untuk memperoleh data yang akan dianalisis sesuai dengan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Packing House Packing house ini berada di Desa Hegarmanah, Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi. Packing house dibangun pada tahun 2000 oleh petani diatas lahan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pulau Panggang, Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu, DKI

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual 3.1.1. Studi Kelayakan Bisnis Bisnis adalah kegiatan yang dilakukan oleh individu dan sekelompok orang (organisasi) yang menciptakan nilai (create

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik agar penambangan yang dilakukan tidak menimbulkan kerugian baik. dari segi materi maupun waktu. Maka dari itu, dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. baik agar penambangan yang dilakukan tidak menimbulkan kerugian baik. dari segi materi maupun waktu. Maka dari itu, dengan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pertambangan membutuhkan suatu perencanaan yang baik agar penambangan yang dilakukan tidak menimbulkan kerugian baik dari segi materi maupun waktu. Maka dari

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan Desember 2014.

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan Desember 2014. II. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan Desember 2014. Tempat Pengambilan sampel harga pokok produksi kopi luwak dilakukan di usaha agroindustri

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 17 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Gula merah tebu merupakan komoditas alternatif untuk memenuhi kebutuhan konsumsi gula. Gula merah tebu dapat menjadi pilihan bagi rumah tangga maupun industri

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Domba Tawakkal, yang terletak di Jalan Raya Sukabumi, Desa Cimande Hilir No.32, Kecamatan Caringin, Kabupaten

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual 3.1.1. Studi Kelayakan Bisnis Bisnis adalah seluruh kegiatan yang diorganisasikan oleh orang-orang yang berkecimpung di dalam bidang perniagaan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang dipergunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Analisis Kelayakan Usaha Analisis Kelayakan Usaha atau disebut juga feasibility study adalah kegiatan untuk menilai sejauh mana manfaat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bisnis pembuatan kerupuk kulina (kulit ikan nila) merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Bisnis pembuatan kerupuk kulina (kulit ikan nila) merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN Bisnis pembuatan kerupuk kulina (kulit ikan nila) merupakan salah satu bentuk kegiatan menciptakan nilai tambah kulit ikan nila dengan mengidentifikasi peluang bisnis kerupuk tersebut

Lebih terperinci

VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL Analisis finansial dilakukan untuk melihat sejauh mana Peternakan Maju Bersama dapat dikatakan layak dari aspek finansial. Untuk menilai layak atau tidak usaha tersebut

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

KERANGKA PEMIKIRAN. 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Studi kelayakan merupakan bahan pertimbangan dalam mengambil suatu keputusan, apakah menerima atau menolak dari suatu gagasan

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Wilayah Kabupaten Lampung Barat pada bulan Januari

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Wilayah Kabupaten Lampung Barat pada bulan Januari 47 BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan di Wilayah Kabupaten Lampung Barat pada bulan Januari sampai dengan Februari 2011. 3.2 Bahan dan alat Bahan yang di

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL Pada penelitian ini dilakukan analisis kelayakan finansial untuk mengetahui kelayakan pengusahaan ikan lele phyton, serta untuk mengetahui apakah usaha yang dilakukan pada

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS BIAYA PENGERINGAN GABAH MENGUNAKAN PENGERING RESIRKULASI

BAB V ANALISIS BIAYA PENGERINGAN GABAH MENGUNAKAN PENGERING RESIRKULASI BAB V ANALISIS BIAYA PENGERINGAN GABAH MENGUNAKAN PENGERING RESIRKULASI 5.1 PENDAHULUAN Pengembangan usaha pelayanan jasa pengeringan gabah dapat digolongkan ke dalam perencanaan suatu kegiatan untuk mendatangkan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual

III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual 3.1.1. Studi Kelayakan Bisnis Bisnis adalah seluruh kegiatan yang diorganisasikan oleh orang-orang yang berkecimpung di dalam bidang perniagaan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di penggilingan padi Sinar Ginanjar milik Bapak Candran di Desa Jomin Timur, Kecamatan Kota Baru, Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Pemilihan

Lebih terperinci

VII. ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

VII. ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL VII. ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL Pada penelitian ini dilakukan analisis kelayakan finansial untuk mengetahui kelayakan pengusahaan ikan lele, serta untuk mengetahui apakah usaha yang dilakukan pada kelompok

Lebih terperinci

ASPEK FINANSIAL Skenario I

ASPEK FINANSIAL Skenario I VII ASPEK FINANSIAL Setelah menganalisis kelayakan usaha dari beberapa aspek nonfinansial, analisis dilanjutkan dengan melakukan analisis kelayakan pada aspek finansial yaitu dari aspek keuangan usaha

Lebih terperinci

C.3. AGROINDUSTRI TEPUNG CABE I. PENDAHULUAN

C.3. AGROINDUSTRI TEPUNG CABE I. PENDAHULUAN C.3. AGROINDUSTRI TEPUNG CABE I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cabe berasal dari Amerika Tengah dan saat ini merupakan komoditas penting dalam kehidupan masyarakat di Indonesia. Hampir semua rumah tangga

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur. Lokasi penelitian

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur. Lokasi penelitian 36 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur. Lokasi penelitian dipilih secara purposive (sengaja) dengan pertimbangan bahwa daerah

Lebih terperinci

TUGAS PENGANTAR EKONOMI PRODUKSI ANALISIS USAHA JAHIT ARYAN TAILOR

TUGAS PENGANTAR EKONOMI PRODUKSI ANALISIS USAHA JAHIT ARYAN TAILOR TUGAS PENGANTAR EKONOMI PRODUKSI ANALISIS USAHA JAHIT ARYAN TAILOR Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Ekonomi Produksi Perikanan dan Kelautan Disusun Oleh: Ludfi Dwi 230110120120 Sofan

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN PERLUASAN USAHA PEMASOK IKAN HIAS AIR TAWAR Budi Fish Farm Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor. Oleh: DWIASIH AGUSTIKA A

ANALISIS KELAYAKAN PERLUASAN USAHA PEMASOK IKAN HIAS AIR TAWAR Budi Fish Farm Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor. Oleh: DWIASIH AGUSTIKA A ANALISIS KELAYAKAN PERLUASAN USAHA PEMASOK IKAN HIAS AIR TAWAR Budi Fish Farm Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor Oleh: DWIASIH AGUSTIKA A 14105665 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. tentang istilah-istilah dalam penelitian ini, maka dibuat definisi operasional

III. METODE PENELITIAN. tentang istilah-istilah dalam penelitian ini, maka dibuat definisi operasional III. METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional Untuk memperjelas dan menghindari kesalahpamaham mengenai pengertian tentang istilah-istilah dalam penelitian ini, maka dibuat definisi operasional sebagai

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di perusahaan peternakan sapi perah di CV. Cisarua Integrated Farming, yang berlokasi di Kampung Barusireum, Desa Cibeureum, Kecamatan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi. Pemilihan lokasi secara sengaja (purposive) berdasarkan pertimbangan bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki keragaman sumber daya alam. Salah satu keragaman sumber daya alam yang belum dikembangkan secara maksimal adalah komoditas peternakan.

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Pengambilan data dilakukan di Kecamatan Tarumajaya Kabupaten Bekasi. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive), dengan pertimbangan

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Definisi Proyek Kegiatan proyek dapat diartikan sebagai satu kegiatan sementara yang berlangsung dalam jangka waktu terbatas, dengan alokasi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 16 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Usaha pengembangan kerupuk Ichtiar merupakan suatu usaha yang didirikan dengan tujuan untuk memanfaatkan peluang yang ada. Melihat dari adanya peluang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Produksi Secara umum produksi diartikan sebagai suatu kegiatan atau proses yang mentransformasikan masukan (input) menjadi hasil keluaran (output). Dalam arti sempit, pengertian

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Blendung, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini ditentukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. dengan membangun suatu tempat pengelolaan sampah, tetapi yang dapat

KERANGKA PEMIKIRAN. dengan membangun suatu tempat pengelolaan sampah, tetapi yang dapat III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Sampah adalah sesuatu yang tidak berguna lagi, dibuang oleh pemiliknya atau pemakai semula (Tandjung, 1982 dalam Suprihatin et al,1999). Dibutuhkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Definisi dan Batasan Operasional Untuk memperjelas dan menghindari kesalahpamaham mengenai pengertian tentang istlah-istilah dalam penelitian ini maka dibuat definisi dan batasan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. sangat tinggi. Jumlah penduduk Indonesia di tahun 2008 diperkirakan sebesar

1. PENDAHULUAN. sangat tinggi. Jumlah penduduk Indonesia di tahun 2008 diperkirakan sebesar 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat tinggi. Jumlah penduduk Indonesia di tahun 2008 diperkirakan sebesar 227.779.100 orang dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN dan HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Tinjauan teknologi pengolahan sagu Teknologi merupakan sumberdaya buatan manusia yang kompetitif dan selalu

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, 26 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan dengan pertimbangan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Metode Pengumpulan Data

IV METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada Laboratorium Percontohan Pabrik Mini Pusat Kajian Buah Tropika (LPPM PKBT) yang berlokasi di Tajur sebagai sumber informasi

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN. 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

IV METODE PENELITIAN. 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di peternakan kambing perah Prima Fit yang terletak di Desa Cibuntu, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat.

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Manfaat dan Biaya Dalam menganalisa suatu usaha, tujuan analisa harus disertai dengan definisi-definisi mengenai biaya-biaya dan manfaat-manfaat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

A. Kerangka Pemikiran

A. Kerangka Pemikiran III. METODOLOGI A. Kerangka Pemikiran Analisis kelayakan pendirian industri bioinsektisda Bta di Bogor merupakan analisis yang dilakukan sebagai bagian dari tahap pra invetasi pada proyek pembangunan industri

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kaya akan sumberdaya alam yang dapat di gali untuk kesejahteraan umat manusia. Salah satu sumberdaya alam yang berpotensi yaitu sektor perikanan.

Lebih terperinci