BAB II BENTUK-BENTUK PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL (INTERNATIONAL DISPUTE SETTLEMENT) A. Pengertian Penyelesaian Sengketa Internasional

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II BENTUK-BENTUK PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL (INTERNATIONAL DISPUTE SETTLEMENT) A. Pengertian Penyelesaian Sengketa Internasional"

Transkripsi

1 40 BAB II BENTUK-BENTUK PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL (INTERNATIONAL DISPUTE SETTLEMENT) A. Pengertian Penyelesaian Sengketa Internasional 1. Pengertian Sengketa Internasional, Penyebab Sengketa Internasional, dan Penyelesaian Sengketa Internasional Sengketa (dispute) diartikan sebagai pertikaian ataupun konflik. 38 Sementara itu, Mahkamah Internasional Permanen dalam sengketa Mavrommatis Palestine Concessions (Preliminary Objections) (1924) mendefinisikan pengertian sengketa sebagai: disagreement on a point of law or fact, a conflict of legal views or interest between two persons. 39 Sedangkan sengketa hukum (conflict of laws) dalam Black s Law Dictionary adalah perbedaan antara hukum suatu negara yang berbeda atau negara-negara dalam kasus di mana transaksi atau kejadian sentral yang terjadi dalam kasus ini memiliki koneksi dua atau lebih yurisdiksi. Berkenaan sengketa internasional dapat diamati sebagaimana diuraikan John G. Merrills. Merrills mengamati bahwa suatu persengketaan sebagai terjadinya perbedaan pemahaman akan suatu keadaan atau obyek yang diikuti oleh pengklaim oleh satu pihak dan penolakan di pihak lainnya. Karena itu, sengketa internasional adalah perselisihan, yang tidak secara eksklusif melibatkan negara, dan memiliki konsekuensi pada lingkup internasional. Persoalan yang 38 Bryan A. Garner, Black s Law Dictionary, (St. Paul: Thomson West, 2004), hal 319 dan Huala Adolf, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, (Bandung: Sinar Grafika, 2004), hal 2 29

2 41 timbul adalah apa yang bisa dijadikan sebagai subjek persengketaan. Ia mengatakan pula bahwa subyek dari persengketaan dapat bermacam-macam, mulai dari sengketa mengenai kebijakan suatu negara sampai persoalan perbatasan. 40 Dengan demikian sengketa dapat terjadi diantara pihak individu-individu, antara pihak individu dan negara dan sengketa di antara negara-negara atau sengketa internasional. Sengketa diantara pihak individu-individu dan pihak individu dengan negara dapat terjadi karena adanya pelanggaran kontrak atau perjanjian oleh satu pihak. Selanjutnya, sengketa tersebut dapat pula menghadapi berbagai kesulitan, yang meliputi hal pilihan hukum, persoalan lex loci contractus (tempat dimana perjanjian dibuat), persoalan the proper law of the contract, terutama yang dianut oleh common law system. Juga dapat menghadapi kesulitan berkenaan dengan persoalan the most characteristic connection, atau yang menyangkut centre of gravity the most closely connection, and the most substantially connection. 41 Padahal dengan adanya kontrak atau perjajian itu, maka para pihak yang mengikatkan diri pada perjanjian tersebut harus mematuhi semua yang diperjanjikan sebagaimana termuat dalam perjanjian. 42 Para pihak harus 40 Dewa Gede Sudika Mangku, Suatu Kajian Umum Tentang Penyelesaian Sengketa Internasional Termasuk di Dalam Tubuh ASEAN, Perspektif, (Volume XVII No. 3 Tahun 2012 Edisi September), hal Victor Purba, Kontrak Jual Beli Barang Internasional (Konvensi Vienna 1980), (Jakarta: Universitas Indonesia Fakultas Hukum Program Pascasarjana, 2002), hal R. Subekti menyatakan, bahwa perjanjian adalah suatu perhubungan hukum Antara dua orang atau lebih, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu dari pihak yang lain, dan yang pihak yang lain tersebut berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu Sedangkan menurut Abdul Kadir Muhammad, perjanjian adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih yang saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan.h.

3 42 melaksanakannya karena setiap perjanjian yang dibuat secara sah berlaku seperti undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Akan tetapi, kadangkala dalam pelaksanaannya mungkin saja mengalami hambatan-hambatan yang pada akhirnya mempengaruhi tujuan dari perjanjian yang mereka buat. Bahkan, lebih berat lagi dapat menimbulkan perselisihan atau konflik akibat tidak dapat dilaksanakannya perjanjian itu oleh salah satu pihak. 43 Adanya tindakan yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam hal tidak dapat dilaksanakannya perjanjian tersebut tidak hanya menimbulkan perselisihan atau konflik namun juga menimbulkan kerugian terhadap pihak lain yang merupakan awal dari proses yang dapat berakhir dengan penerapan proses penyelesaian sengketa. 44 Dalam konteks sengketa internasional, dapat saja diawali dari sikap bermusuhan yang dimulai karena adanya perbedaan pendapat yang mungkin juga berakar pada masalah yang jauh lebih kompleks dan mempunyai riwayat historis yang panjang, seringkali menjadi sebab timbulnya sengketa. 45 Adanya hubungan-hubungan internasional yang diadakan antarnegara, negara dengan individu, atau negara dengan organisasi internasional juga tidak selamanya terjalin dengan baik. Acap kali hubungan itu menimbulkan sengketa diantara mereka. Sengketa dapat bermula dari berbagai sumber potensi sengketa. Sumber potensi sengketa antarnegara dapat berupa perbatasan, sumber daya alam, Sudiarto dan Zaeni Asyhadie, Mengenal Arbitrase Salah Satu Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2004), hal 1 43 Ibid, hal H.S Kartadjoemena,Op cit, hal Sri Setianingsih Suwardi, Penyelesaian Sengketa Internasional, (Jakarta: UI Press, 2006), hal 1

4 43 kerusakan, kerusakan lingkungan, perdagangan, dan lain-lain. Manakala hal demikian itu terjadi, hukum internasional memainkan peranan yang tidak kecil dalam penyelesaiannya. 46 Upaya-upaya penyelesaian terhadapnya telah menjadi perhatian yang cukup penting di masyarakat internasional sejak awal abad ke-20. Upaya-upaya ini ditujukan untuk menciptakan hubungan antarnegara yang lebih baik berdasarkan prinsip perdamaian dan keamanan internasional. Peran yang dimainkan hukum internasional dalam penyelesaian sengketa internasional adalah memberikan cara bagaimana para pihak yang bersengketa menyelesaikan sengketanya menurut hukum internasional. Dalam perkembangan awalnya, hukum internasional mengenal dua cara penyelesaian, yaitu cara penyelesaian secara damai dan perang (militer). Cara perang untuk menyelesaikan sengketa merupakan cara yang telah diakui dan dipraktikkan sejak lama. Bahkan perang telah juga dijadikan sebagai alat atau instrument dan kebijakan luar negeri. Sebagai contoh, Napoleon Bonaparte menggunakan perang untuk menguasai wilayah-wilayah di Eropa di abad XIX. 47 Namun dewasa ini hukum internasional telah menetapkan kewajiban minimum kepada semua negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk menyelesaikan sengketa internasionalnya secara damai. Ketentuan ini tersurat khususnya dalam Pasal 1, 2 dan 33 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa. Menurut Levy, kewajiban ini sifatnya sudah menjadi hukum internasional universal. Kewajiban tersebut mensyaratkan bahwa negara-negara harus menyelesaikan 46 Huala Adolf, Op Cit, hal 1 47 Ibid, hal 1

5 44 sengketanya dengan cara-cara damai sedemikian rupa sehingga perdamaian dan keamanan internasional dan keadilan tidak terancam. Meskipun sifatnya universal, kewajiban tersebut tidak berarti mengikat secara mutlak terhadap negara. Negara ialah satu-satunya subjek hukum internasional yang memiliki kedaulatan penuh. Ia adalah subjek hukum internasional par excellence. Karena itu, suatu negara meskipun tunduk kepada kewajiban penyelesaian sengketa secara damai, ia tetap memiliki kewenangan penuh untuk menentukan cara-cara atau metode penyelesaian sengketanya. Kewajiban tersebut tetap tunduk kepada kesepakatan (konsensus) negara yang bersangkutan. 48 Salah satu tujuan didirikannya Perserikatan Bangsa-Bangsa adalah untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional. Hal ini tampak pada Pasal 1 ayat (1) Piagam Perserikata Bangsa-Bangsa. Tersirat dalam ketentuan pasal tersebut fungsi dari badan dunia ini dan negara-negara anggotanya, yaitu untuk bersama-sama menciptakan dan mendorong penyelesaian sengketa internasional. yaitu: 49 Adapun isi dari Pasal 1 ayat (1) Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa To maintain international peace and security, and to that end: to take effective collective measures for the prevention and removal of threats to the peace, and for the suppression of acts of aggression or other breaches of the peace, and to bring about by peaceful means, and in conformity with the principles of justice and international law, adjustment or settlement of international disputes or situations which might lead to a breach of the peace. 48 Ibid, hal United Nations, Handbook on the Peaceful Settlement of Disputes Between States, (New York: United Nations Publication, 1992), hal 3

6 45 Khususnya terhadap negara-negara anggotanya, Pasal 2 ayat (3) Piagam memberikan pengaturan lebih lanjut guna melaksanakan dan mencapai tujuan di atas. Pasal ini mewajibkan semua negara anggotanya untuk menempuh cara-cara penyelesaian secara damai. Pasal 2 ayat (3) yang sangat penting ini menyatakan: All members shall settle their international disputes by peaceful means in such a manner that international peace and security are not endangered. Kata shall (harus) dalam kalimat di atas merupakan salah satu kata kunci yang mewajibkan negara-negara menempuh cara damai saja dalam menyelesaikan sengketanya. Kewajiban lainnya yang terdapat dalam Pasal 2 ayat (4). Pasal ini menyatakan bahwa dalam hubungan internasional, semua negara harus menahan diri dari cara-cara kekerasan, yaitu ancaman dan penggunaan senjata terhadap negara lain atau cara-cara yang tidak sesuai dengan tujuan Perserikatan Bangsa- Bangsa. Pasal 2 ayat (4) berbunyi: All members shall refain in their international relations from threat or use of force against the territorial integrity or political independence of any state or in any manner inconsistent with the purpose of the United Nations. Hal yang perlu ditekankan dari dua kewajiban yang tertuang dalam kedua ayat di atas, yaitu kewajiban menahan diri menggunakan kekuatan bersenjata. Kedua kewajiban tersebut harus dipandang berdiri sendiri. Khusus mengenai prinsip larangan penggunaan kekuatan bersenjata atau yang tidak damai, meskipun tersurat dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, namun dalam

7 46 perkembangannya kemudian tidak lagi semata-mata mengikat negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa. 50 Adapun salah satu fungsi penyelesaian sengketa adalah agar supaya norma-norma hukum yang mengatur hubungan diantara anggota masyarakat dipatuhi. Dengan perkataan lain di dalamnya terkandung fungsi pengawasan. Dalam masyarakat nasional, pengawasan ini dipercayakan pada suatu lembaga yaitu negara, sedangkan dalam masyarakat internasional, yang tidak mempunyai kekuasaan sentral diserahkan pada para anggotanya sendiri. 51 Menurut Van Hoof pengawasan internasional mempunyai tiga fungsi: Review Function: Pada umumnya, review diartikan sebagai mengukur atau menilai sesuatu berdasarkan tolak ukur tertentu. Dalam konteks hukum, ini berarti menilai sesuatu perilaku untuk menentukan kesesuaiannya dengan aturan hukum. Review function dalam hubungannya dengan negara dilaksanakan apabila perilaku suatu negara dinilai menurut hukum internasional oleh suatu lembaga pengawasan yang mempunyai status internasional. Pengawasan ini dilakukan oleh suatu negara atau lebih atau oleh suatu lembaga yang dibentuk menurut perjanjian internasional. Hasil dari pengawasan ini adalah suatu keputusan tentang sesuai tidaknya tindakan negara tersebut dengan hukum internasional. 2. Correction Function: Fungsi ini dilaksanakan manakala telah timbul suatu keadaan yang bertentangan dengan hukum internasional. Namun demikian, 50 Ibid, hal Hata, Perdagangan Internasional Dalam Sistem GATT dan WTO Aspek-Aspek Hukum dan Non Hukum, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2006) hal Ibid, hal

8 47 fungsi ini dapat pula bersifat preventif, manakala negara-negara menyesuaikan diri pada aturan-aturan hukum internasional sebagai akibat eksistensi atau ancaman dari mekanisme koreksi ini. Tujuan akhir dari pengawasan internasional adalah untuk memastikan kepatuhan terhadap aturan-aturan hukum internasional. Oleh karena itu, pelanggarannya harus diperbaiki. Terlepas dari kasus-kasus dimana negara yang melakukan pelanggaran memperbaiki pelanggaran atas kehendak sendiri, kepatuhan terhadap hukum internasional harus dipastikan melalui persuasi atau paksaan dari luar. Ini merupakan fungsi koreksi dari pengawasan internasional, yang biasa juga disebut sebagai fungsi pemaksa (enforcement function). Satu persoalan yang terkait dengan hal ini adalah pengenaan sanksi dalam hukum internasional. 3. Creative Function: Sekali pun review dan creative function merupakan bagian pokok dari pengawasan, namun pengawasan juga dapat berfungsi kreatif, terutama dalam hukum internasional. Hal ini disebabkan karena tidak adanya semacam lembaga eksekutif dan judikatif. Tindakan-tindakan legislatif seringkali abstrak atau tidak jelas. Oleh karena itu usaha untuk memperjelas norma-norma hukum internasional ini merupakan bagian dari fungsi pengawasan yaitu fungsi kreatif. Jadi fungsi kreatif ini berupa penafsiran atas aturan-aturan hukum internasional yang belum jelas. 2. Bentuk-Bentuk Sengketa Internasional Semua orang tentu tidak ingin bersengketa dengan orang lain. Semua orang sesungguhnya berkeinginan hidup dengan damai dan saling menghormati.

9 48 Namun dalam kehidupan masyarakat yang sangat kompleks, baik secara etnik, ekonomi, sosial, budaya dan ragam keinginan yang berbeda dari setiap orang, konflik atau sengketa sulit untuk dihindarkan. Konflik dapat terjadi antara dua pihak secara individual, dapat juga secara komunal, bahkan dapat melibatkan banyak pihak dan negara, dari konflik yang sederhana sampai yang paling krusial. Berbagai sengketa dapat dikelompokkan: Sengketa keluarga, meliputi masalah waris, perceraian, dan perwalian. 2. Sengketa bisnis, meliputi sengketa perburuhan, kontrak, persaingan usaha, sengketa konsumen, perbankan. 3. Sengketa pertanahan, meliputi permasalahan yang berkaitan dengan hak-hak atas tanah. 4. Sengketa antara masyarakat dan negara, dapat terjadi ketika masyarakat merasakan perlakuan yang tidak adil dari negara, dan negara beranggapan masyarakat sulit diatur. 5. Sengketa adat, berkenaan dengan perilaku dan asset-aset yang berada dalam otoritas penguasa adat. Terjadi pada masyarakat yang masih menganut hukum adat. 6. Sengketa pers, yaitu sengketa yang timbul sebagai akibat pemberitaan pers terhadap seseorang, sekelompok orang dan badan hukum. 7. Sengketa lingkungan, yaitu sengketa yang berkaitan dengan persoalan lingkungan hidup. 53 Candra Irawan, Aspek Hukum dan Mekanisme Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan (Alternative Dispute Resolution) Di Indonesia (Bandung: Mandar Maju, 2010), hal 1

10 49 Di dalam studi hukum internasional publik, dikenal dua macam sengketa internasional, yaitu sengketa hukum (legal or judicial disputes) dan sengketa politik (political or nonjusticiable disputes). Sebetulnya tidak ada kriteria yang jelas dan diterima secara umum mengenai pengertian kedua istilah tersebut. Yang kerap kali dipakai menjadi ukuran suatu sengketa dipandang sebagai sengketa hukum yaitu manakala sengketa tersebut bisa atau dapat diserahkan dan diselesaikan oleh pengadilan internasional. 54 Namun pandangan demikian sulit diterima. Sengketa-sengketa internasional, secara teoritis pada pokoknya selalu dapat diselesaikan oleh pengadilan internasional. Sesulit apa pun suatu sengketa, sekalipun tidak ada pengaturannya, suatu pengadilan internasional tampaknya bisa memutuskannya dengan bergantung kepada prinsip kepatutan dan kelayakan (ex aequo et bono). Pada pokoknya, ada banyak sengketa yang bisa diserahkan dan kemungkinan besar bisa diselesaikan oleh pengadilan internasional. Tetapi karena salah satu atau kedua negara enggan menyerahkannya kepada pengadilan, pengadilan menjadi tidak berwenang mengadilinya. Dalam hal ini, yang menjadi dasar hukum bagi pengadilan untuk melaksanakan yurisdiksinya adalah kesepakatan para pihak yang bersengketa. 55 Meskipun sulit untuk membuat perbedaan tegas antara istilah sengketa hukum dan sengketa politik, namun ada tiga doktrin penting yang berkembang dalam hukum internasional. Tiga doktrin tersebut antara lain sebagai berikut: Huala Adolf, Op cit, hal 3 55 Ibid, hal Ibid, hal 4-6

11 50 1. Pendapat Friedmann Pendapat yang pertama adalah pendapat yang dikemukakan oleh golongan sarjana hukum internasional Amerika Serikat dengan pemukanya Profesor Wolfgang Friedmann. Beliau menyatakan meskipun sulit untuk membedakan kedua pengertian tersebut, namun perbedaannya dapat terlihat pada konsepsi sengketanya. Pandangan ini tampaknya diikuti oleh International Court of Justice (ICJ). 2. Pendapat Waldlock Pendapat kedua dikemukakan oleh para sarjana dan ahli hukum internasional dari Inggris yang membentuk suatu kelompok studi mengenai penyelesaian sengketa tahun 1963 yang diketuai oleh Sir Humprey Waldlock. Menurut kelompok studi ini penentuan suatu sengketa sebagai suatu sengketa hukum atau politik bergantung sepenuhnya kepada para pihak yang bersangkutan. Jika para pihak menentukan sengketanya sebagai sengketa hukum maka sengketa tersebut adalah sengketa hukum. Sebaliknya, jika sengketa tersebut menurut para pihak membutuhkan patokan tertentu yang tidak ada dalam hukum internasional, misalnya soal perlucutan senjata maka sengketa tersebut adalah sengketa politik. 3. Pendapat jalan tengah (Oppenheim-Kelsen) Pendapat ketiga adalah golongan yang Huala Adolf sebut sebagai pendapat jalan tengah. Mereka adalah sekelompok sarjana yang merupakan gabungan sarjana Eropa (seperti De Visscher, Geamanu,

12 51 Oppenheim) dan Amerika Serikat (Seperti Hans Kelsen). Menurut Oppenheim dan Kelsen, tidak ada pembenaran ilmiah serta tidak ada dasar kriteria objektif yang mendasari pembedaan Antara sengketa politik dan hukum. Menurut mereka, setiap sengketa biasanya terkait antarnegara yang berdaulat. Mungkin saja dalam sengketa yang dianggap sebagai sengketa hukum terkandung kepentingan politis yang tinggi dari negara yang bersangkutan. Begitu pula sebaliknya, terhadap sengketa yang dianggap memiliki sifat politis, prinsip-prinsip atau aturan hukum internasional boleh jadi dapat diterapkan. Menurut pandangan Huala Adolf, dari ketiga doktrin yang telah disebutkan diatas, pendekatan yang diambil oleh Waldlock lebih tepat. Jika timbul sengketa antara dua negara, bentuk atau jenis sengketa yang bersangkutan ditentukan sepenuhnya oleh para pihak. Suatu sengketa hukum, bisa berupa penetapan garis batas wilayah, pelanggaran hak-hak istimewa diplomatik, sengketa hak-hak dan kewajiban dalam perdagangan, dan lain-lain. Pastinya, sengketa demikian sedikit banyak mempengaruhi hubungan (baik) kedua negara. Bagaimana kedua negara memandang sengketa tersebut. Akhirnya menjadi faktor penentu apakah sengketa yang bersangkutan sengketa hukum atau politik. 57 B. Upaya Penyelesaian Sengketa Internasional Pada umumnya metode-metode penyelesaian sengketa digolongkan ke dalam dua kategori yaitu cara-cara penyelesaian secara damai dan cara-cara 57 Ibid, hal 7

13 52 penyelesaian secara paksa atau dengan kekerasan (A.A.S.P. Dian Saraswati, 2007:19). Cara-cara penyelesaian sengketa secara damai dapat dilakukan apabila para pihak telah menyepakati untuk menemukan suatu solusi yang bersahabat. J.G. Starke mengklasifikasikan suatu metode penyelesaian sengketa-sengketa internasional secara damai atau bersahabat yaitu sebagai berikut (J.G. Starke, 2007: 646): arbitrase, penyelesaian yudisial (judicial settlement), negosiasi, jasajasa baik (good offices), mediasi, konsiliasi, penyelidikan (Inquiry), dan penyelesaian di bawah naungan organisasi PBB. Sementara itu, F. Sugeng Istanto (1998:88), menyatakan bahwa penyelesaian secara damai dapat dilakukan melalui beberapa cara yakni: rujuk, penyelesaian sengketa di bawah perlindungan PBB, arbitrasi dan peradilan. Sedangkan apabila negara-negara tidak dapat mencapai suatu kesepakatan untuk menyelesaikan sengketa-sengketa mereka secara damai maka cara pemecahan yang mungkin adalah dengan melalui cara-cara kekerasan seperti perang dan tindakan bersenjata non perang, retorsi, tindakan-tindakan pembalasan (Reprisal), blokade secara damai (Pacific Blockade), dan intervensi Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Damai Cara penyelesaian sengketa dengan damai dapat dilihat dalam Pasal 33 (1) Piagam PBB, yaitu: perundingan (negotiation), penyelidikan (inquiry), mediasi (mediation), konsiliasi (conciliation), Arbitrase (arbitration), penyelesaian menurut hukum (judicial settlement) melalui badan atau pengaturan regional atau 58 Dewa Gede Sudika Mangku, Op cit, hal 151,155 dan 156

14 53 dengan cara damai yang dipilih sendiri. 59 Adapun penjelasan dari masing-masing penyelesaian sengketa dengan damai adalah sebagai berikut: 1. Perundingan (Negotiation) Negosiasi atau perundingan adalah cara penyelesaian sengketa yang paling penting dan banyak ditempuh, serta efektif dalam menyelesaikan sengketa internasional. Praktik negara-negara menunjukkan bahwa mereka lebih cenderung untuk menggunakan sarana negosiasi sebagai langkah awal untuk menyelesaikan sengketanya. Negosiasi adalah perundingan yang diadakan secara langsung Antara para pihak dengan tujuan untuk mencari penyelesaian melalui dialog tanpa melibatkan pihak ketiga. Menurut Fleischhauer, dengan tidak adanya keikutsertaan pihak ketiga dalam penyelesaian sengketa, masyarakat internasional telah menjadikan negosiasi ini sebagai langkah pertama dalam penyelesaian sengketa. 60 Deklarasi Manila di dalam hal penyelesaian sengketa internasional secara damai menyoroti fleksibilitas sebagai salah satu ciri dari negosiasi secara langsung sebagai sarana penyelesaian sengketa secara damai. Negosiasi adalah cara yang fleksibel dari suatu penyelesaian sengketa secara damai di dalam beberapa hal. Hal tersebut dapat diaplikasikan ke semua jenis sengketa, baik itu politik, hukum maupun teknis Sri Setianingsih Suwardi, Op cit, hal 4 60 Huala Adolf, Op cit, hal United Nations, Op cit, hal 9

15 54 2. Penyelidikan (Inquiry) Para pihak yang bersengketa dapat pula menunjuk suatu badan independen untuk menyelidiki fakta-fakta yang menjadi sebab sengketa. Tujuan utamanya adalah untuk memberikan laporan kepada para pihak mengenai fakta yang ditelitinya. Dengan adanya pencarian fakta-fakta demikian, diharapkan proses penyelesaian sengketa di antara para pihak dapat segera diselesaikan. 62 penyelidikan sebagai sarana penyelesaian sengketa telah diatur dalam sejumlah perjanjian bilateral dan multilateral, termasuk perjanjian liga bangsabangsa, piagam PBB dan instrumen konstituen dari badan-badan khusus tertentu dan organisasi internasional lainnya dalam sistem PBB, dan dalam berbagai instrumen oleh badan-badan regional Mediasi (Mediation) Ketika para pihak yang bersengketa internasional tidak dapat menyelesaikan sengketanya dengan cara negosiasi, intervensi ataupun campur tangan dari pihak ketiga adalah cara yang mungkin untuk memecahkan kebuntuan dan menghasilkan solusi yang dapat diterima. 64 Mediasi merupakan suatu prosedur penengahan di mana seseorang bertindak sebagai kendaraan untuk berkomunikasi antarpara pihak, sehingga pandangan mereka yang berbeda atas sengketa tersebut dapat dipahami dan 62 Huala Adolf, Op cit, hal United Nations, Op cit, hal Barry E. Carter dan Philip R. Trimble, International Law, (London: Little, Brown and Company, 1991), hal 258

16 55 mungkin didamaikan, tetapi tanggung jawab utama tercapainya suatu perdamaian tetap berada di tangan para pihak sendiri. 65 Mediasi melibatkan keikutsertaan pihak ketiga (mediator) yang netral dan independen dalam suatu sengketa. Mediator bisa negara, individu, organisasi internasional, dan lain-lain. Dalam menjalankan fungsinya, mediator tidak tunduk pada suatu aturan hukum acara tertentu. Ia bebas menentukan bagaimana proses penyelesaian sengketanya berlangsung. Peranannya di sini tidak semata-mata mempertemukan para pihak agar bersedia berunding, tetapi ia juga terlibat dalam perundingan dengan para pihak dan bisa pula memberikan saran-saran atau usulan penyelesaian sengketa. Bahkan mediator dapat pula berupaya mendamaikan para pihak Konsiliasi (Conciliation) Menurut J. G. Starke (1991:673), istilah konsiliasi mempunyai suatu arti yang luas dan sempit. Dalam pengertian luas, konsiliasi mencakup berbagai ragam metode dimana suatu sengketa diselesaikan secara damai dengan bantuan negaranegara lain atau badan- badan penyelidik dan komite-komite penasihat yang tidak berpihak. Dalam pengertian sempit, konsiliasi berarti penyerahan suatu sengketa kepada sebuah komisi atau komite untuk membuat laporan beserta usulan-usulan kepada para pihak bagi penyelesaian sengketa tersebut, usulan itu tidak memiliki sifat mengikat. Konsiliasi menurut the Institute of International Law melalui the Regulations on the Procedure of International Conciliation yang telah 65 Frans Hendra Winarta, Hukum Penyelesaian Sengketa Arbitrase Nasional Indonesia dan Internasional, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), hal Huala Adolf, Op cit, hal 33-34

17 56 diadopsinya pada tahun 1961 dalam Pasal 1 dinyatakan, sebagai suatu metode dari penyelesaian sengketa bersifat internasional di dalam suatu komisi yang dibentuk oleh pihak-pihak, baik sifatnya permanen atau ad hoc (sementara) berkaitan dengan proses penyelesaian sengketa. Proses seperti ini berupaya mendamaikan pandangan-pandangan para pihak yang bersengketa meskipun usulan-usulan penyelesaian yang dibuat oleh konsiliator sifatnya tidak mempunyai kekuatan hukum Arbitrase (Arbitration) Praktik penyelesaian perselisihan melalui pihak ketiga bukan merupakan hal baru yang muncul bersamaan dengan munculnya pemerintahan-pemerintahan modern, karena dalam sejarahnya yang panjang model penyelesaian arbitrase ternyata sudah dipraktikkan oleh bangsa-bangsa yang hidup sejak jaman Yunani Kuno. 68 Aristoteles, misalnya menganggap arbitrase sebagai alternative dari pengadilan karena keadilan bagi filosof besar ini merupakan sesuatu yang berlaku lebih dari sekedar hukum tertulis. Sangatlah adil kata Aristoteles memilih arbitrase dibandingkan pengadilan umum, karena pandangan-pandangan arbiter selalu bertumpu pada keadilan, sementara hakim hanya terfokus pada hukum. Alasan menunjuk arbiter dalam penyelesaian perselisihan karena adanya jaminan dipenuhinya rasa adil bagi para pihak Dewa Gede Sudika, Op cit hal Maqdir Ismail, Pengantar Praktek Arbitrase di Indonesia, Malaysia, Singapura dan Australia, (Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia, 2007), hal 1 69 Ibid, hal 1-2

18 57 Di zaman penjajahan Belanda, keberadaan lembaga arbitrase sebagai salah satu alternatif penyelesaian sengketa sudah diperkenalkan melalui Reglement op de Rechtsvordering (RV) dan Het Herziene Indonesisch Reglement (HIR) ataupun Rechtsreglement Bitengewesten (RBg).. Pasal 377 HIR dan Pasal 705 RBg secara umum menyatakan bahwa apabila orang Indonesia atau orang timur asing menghendaki persengketaan yang terjadi di antara mereka dapat diselesaikan oleh juru pisah (wasit) dengan tunduk pada ketentuan pengadilan yang berlaku bagi orang Eropa. 70 Secara singkat arbitrase adalah salah satu pranata penyelesaian sengketa (disputes) perdata (private) di luar pengadilan (non-litigation) dengan dibantu oleh seorang atau beberapa orang pihak ketiga (arbiter) yang bersifat netral yang diberi kewenangan untuk membantu para pihak menyelesaikan sengketa yang sedang mereka hadapi. Penyelesaian sengketa melalui arbitrase ini didasarkan pada perjanjian atau klausula arbitrase (arbitration clause), yang dibuat secara tertulis oleh para pihak, baik sebelum maupun setelah timbulnya sengketa Penyelesaian Menurut Hukum (Judicial Settlement) Penyelesaian yudisial berarti suatu penyelesaian yang dihasilkan melalui suatu pengadilan yudisial internasional yang dibentuk sebagaimana mestinya dengan memperlakukan dari suatu kaidah-kaidah hukum. Peradilan yudisial ini menurut F. Sugeng Istanto juga dapat disamakan dengan suatu peradilan internasional. Di dalam Peradilan Internasional penyelesaian masalah dilakukan 70 Candra Irawan, Op cit, hal Suleman Batubara dan Orinton Purba, Arbitrase Internasional Penyelesaian Sengketa Investasi Asing Melalui ICSID, UNCITRAL, dan SIAC, (Jakarta: Raih Asa Perkasa, 2013), hal 8

19 58 dengan menerapkan ketentuan hukum yang dibentuk secara teratur. Pengadilan dapat dibagi ke dalam dua kategori yaitu pengadilan permanen dan pengadilan ad hoc atau pengadilan khusus. Pengadilan internasional permanen contohnya adalah Mahkamah Internasional (ICJ). Menurut F. Sugeng Istanto (1998:94), peradilan internasional berbeda dengan arbitrase internasional yakni ketentuan yang dijadikan dasar pembuatan keputusan dan sifat acaranya. Peradilan internasional memutuskan masalah yang diajukan kepadanya pada prinsipnya hanya berdasarkan pada ketentuan hukum, sedangkan arbitrasi internasional dapat memutuskan masalah yang diajukan kepadanya dapat berdasarkan ketentuan hukum ataupun berdasarkan kepantasan dan kebaikan dan di samping itu acara dalam peradilan internasional yang pada prinsipnya adalah terbuka, sedangkan arbitrasi internasional adalah tertutup Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Paksa Bila terjadi sengketa dan ternyata para pihak tidak dapat menyelesaikan sengketanya secara damai, kadang-kadang salah satu pihak terpaksa mengambil tindakan sepihak. Tindakan sepihak demikian dilakukan dengan sasaran untuk mencapai tujuannya dengan menguntungkan pihaknya sendiri. Tindakan tersebut berupa tindakan paksaan, yang berupa tekanan agar pihak lain merasa terpaksa menerima kehendaknya. 73 Dalam hukum internasional dikenal beberapa bentuk tindakan paksaan, dikenal beberapa bentuk tindakan paksaan, yaitu: Dewa Gede Sudika Mangku, Op cit, hal Sri Setianingsih Suwardi, Op cit hal Ibid, hal

20 59 1. Retorsi Tindakan kekerasan di sini yang paling lemah, pada hakikatnya ini merupakan tindakan pembalasan, tindakan yang tak bersahabat dan tindakan paksaan ini tidak bertentangan dengan hukum internasional publik. Tindakantindakan retorsi ini dapat dimisalkan seperti pemutusan hubungan diplomatic, pembatasan gerak-gerik perwakilan diplomatik negara lawan, penarikan kembali exequatur bagi konsul negara lawan, penghapusan hak-hak istimewa warga negara/ perusahaan milik negara lawan, penutupan tapal batas bagi arus lalu lintas, dan penolakan barang impor hasil negara lawan atau kenaikan bea masuk bagi produk negara lawan. Jika diperhatikan maka retorsi tidak melanggar hukum internasional. Sebaliknya bila dilihat dari kepentingan negara lawan, maka retorsi ini melanggar haknya. Ciri khas dari retorsi ini adalah bahwa tindakan pembalasan tidak bertentangan/melanggar hukum internasional. 2. Tindakan pembalasan (reprisals) Tindakan pembalasan adalah suatu cara yang dipergunakan oleh suatu negara untuk membela hak dan kepentingannya, dengan mendapatkan ganti rugi atau pemulihan hak secara langsung ataupun tidak langsung bagi kerugian yang dideritanya karena tindakan pihak lawan tidak bersedia untuk menyelesaikannya/memperbaiki kesalahannya secara damai. Jika dibandingkan dengan retorsi maka tindakan pembalasan ini adalah suatu tindakan yang dalam keadaan normal bertentangan dengan hukum internasional. Atau dapat dikatakan bahwa tindakan pembalasan ini adalah suatu tindakan melawan hukum yang

21 60 dalam keadaan tertentu/khusus dibolehkan oleh hukum internasional. Sedangkan dalam retorsi maka tindakannya tidak melanggar hukum internasional. 3. Blokade secara damai (pacifil blockade) Blokade secara damai lazim dipakai untuk memaksakan agar negara pihak lawan menyetujui permintaan negara yang memblokir. Jika dibandingkan dengan bentuk tindakan pembalasan maka blokade dengan damai adalah bentuk khusus dari tindakan pembalasan. Blokade secara damai disebutkan dalam Pasal 42 piagam PBB yaitu sebagai salah satu tindakan yang dapat diambil oleh Dewan Keamanan dalam menjalankan tugasnya untuk memulihkan dan mempertahakan perdamaian dan keamanan nasional. 4. Intervensi (Intervention) Intervensi sebagai suatu sarana untuk menyelesaikan sengketa Antara pihak yang terlibat dalam konflik. Ini merupakan campur tangan pihak ketiga dalam sengketa Antara para pihak yang terlibat dalam konflik yang bermaksud untuk menyelesaikan sengketa mereka. Campur tangan pihak ketiga dalam mencari penyelesaian Antara para pihak yang bersengketa harus dibedakan dengan campur tangan pihak ketiga dalam sengketa yang berupa good offices, mediasi atau nasihat-nasihat pihak ketiga dalam usaha mencari penyelesaian sengketa. Dalam hal tertentu intervensi juga dapat dilakukan pihak ketiga setelah pecah perang antara para pihak sebagai konsekuensi dari sengketa mereka. 5. Perang dan tindakan bersenjata non perang (war and amed conflict nonwar)

22 61 Perang adalah cara terakhir yang ditempuh pihak yang bersengketa dimana salah satu pihak memaksakan pihak lain untuk menerima penyelesaian sengketa yang dikehendakinya. Menurut Oppenheim Lauterpacht, perang adalah suatu sengketa bersenjata antara dua negara atau lebih yang mempergunakan kekuatan bersenjatanya dengan maksud mengadu kekuatan masing-masing untuk dapat mencapai perdamaian setelah mendapatkan kemenangan. Lain halnya menurut F. Sugeng Istanto, pertikaian bersenjata atau perang adalah suatu pertentangan yang disertai penggunaan kekerasan angkatan bersenjata masing- masing pihak dengan tujuan menundukkan lawan dan menetapkan persyaratan perdamaian secara sepihak. Sementara itu, menurut J. G. Starke, keseluruhan tujuan dari perang adalah untuk dapat menaklukkan negara lawan dan untuk membebankan syarat-syarat penyelesaian dimana negara yang ditaklukkan itu tidak memiliki alternatif lain selain mematuhinya. 75 C. Sengketa Internasional di Bidang Perdagangan 1. Globalisasi Ekonomi Globalisasi bukanlah sesuatu yang baru. Semangat pencerahan Eropa di abad pertengahan yang mendorong pencarian dunia baru bisa dikategorikan sebagai arus globalisasi. Revolusi industri dan transportasi di abad-18 juga merupakan pendorong tren globalisasi. Yang membedakannya dengan arus 75 Dewa Gede Sudika Mangku, Op cit, hal 155

23 62 globalisasi yang terjadi dua-tiga dekade belakangan ini adalah kecepatan dan jangkauannya. 76 Dalam dua dekade terakhir ini, percepatan proses globalisasi secara fundamental telah mengubah struktur dan pola hubungan perdagangan dan keuangan internasional. Hal ini menjadi fenomena penting dan sekaligus merupakan suatu era baru yang ditandai dengan adanya pertumbuhan perdagangan internasional yang tinggi, semakin besarnya perkembangan pasar modal internasional, penyebaran investasi secara langsung, dan tingginya mobilitas pemasukan modal portofolio swasta antara negara-negara maju dan berkembang. Di samping itu, interaksi berskala global antara perusahaanperusahaan multinasional melalui aliansi eksternal yang semakin beragam cakupannya, Antara lain seperti: joint venture, sub-contracting, licensing, dan persekutuan antar perusahaan (inter-firm agreement) lainnya ini menandai pola baru dari hubungan aktifitas industri internasional (international inter-industrial linkage). Apabila suatu negara ingin masuk dan menjadi bagian dari jaringan hubungan global (global relation network) yang efisien dan berdaya saing tinggi dalam rangka memanfaatkan peluang bagi kepentingan kesejahteraan nasionalnya, maka negara tersebut harus memenuhi tuntutan liberalisasi dan reformasi di bidang ekonomi dan keuangan. Dalam lingkungan bisnis internasional yang tercipta melalui perkembangan globalisasi ini, negara yang ingin terlibat langsung di dalamnya perlu memperhatikan dan mengantisipasi dua hal pokok. Pertama, 76 Mari Pangestu, Sjahrir, dan Ari A. Perdana (ed), Indonesia dan Tantangan Ekonomi Global, (Jakarta: Centre for Strategic and International Studies, 2003), hal x pada bagian kata pengantar

24 63 tingginya tingkat ketergantungan antar negara-negara, dan kedua, semakin tajamnya persaingan di pasar dunia. 77 Fenomena ekonomi dunia yang ada sekarang ini membuat banyak negara, termasuk Indonesia, dituntut untuk mengikuti kecenderungan arus globalisasi yang mengarah pada penduniaan dalam arti peringkasan atau perapatan dunia ( compression of the world) di bidang ekonomi. Seiring dengan itu, globalisasi ekonomi yang akhir-akhir ini semakin dikembangkan pula oleh prinsip liberalisasi perdagangan (trade liberalization) atau perdagangan bebas (free trade) lainnya telah mempengaruhi hukum setiap negara, terutama pada negara-negara yang terlibat dalam perdagangan bebas tersebut. Boleh dikatakan bahwa arus globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas yang terjadi sekarang ini sangat sulit untuk ditolak kehadirannya dan harus diikuti mengingat kepentingan ekonomi negara masing-masing. Globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas tersebut berkembang melalui perundingan dan perjanjian internasional Pengertian Perdagangan Internasional dan Sengketa Internasional di Bidang Perdagangan Timbulnya kebebasan dalam melaksanakan perdagangan antarnegara, atau disebut dengan perdagangan internasional termotivasi oleh paham atau teori yang dikemukakan oleh Adam Smith dalam bukunya The Wealth of Nations. 79 Ahli ekonomi Inggris tersebut adalah perintis ekonomi modern dan juga seorang hal 4 77 Bismar Nasution, Op-Cit, hal 1 78 Ibid, hal Muhammad Sood, Hukum Perdagangan Internasional, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011,

25 64 pendukung pasar bebas dan perdagangan bebas. Argumentasinya adalah perdagangan bebas memungkinkan setiap negara untuk mengambil keuntungan dari keuntungan komparatif yang dimilikinya. Keuntungan akan dirasakan oleh setiap negara karena masing-masing memiliki spesialisasi di bidang yang dianggap paling unggul. Wilayah perdagangan bebas yang lebih luas memungkinkan perusahaan dan individu untuk lebih terspesialisasi dan menjadi semakin baik lagi. 80 Istilah perdagangan Internasional (International Trade) atau disebut dengan perdagangan antar bangsa, pertama kali dikenal di Benua Eropa yang kemudian berkembang di Asia dan Afrika. Menurut Sumantoro, pengertian perdagangan internasional adalah: the exchange of goods and services between nations dan selanjutnya as used, it generally refers to the total goods and services exchanges among all nations, intinya mengandung pengertian pertukaran seluruh barang dan jasa antara semua negara/bangsa. Jadi istilah perdagangan internasional sebenarnya adalah kegiatan pertukaran barang, jasa, dan modal antarpenduduk suatu negara dengan penduduk negara lain. Sementara itu, M. Rafiqul Islam mengemukakan bahwa perdagangan internasional adalah a wide ranging, transnational, commercial, exchange of goods and services between individual business persons, trading bodies and states. Berdasarkan definisi tersebut, bahwa hubungan finansial terkait erat dengan perdagangan internasional. Keterkaitan ini tampak karena hubungan-hubungan keuangan ini 80 Joseph E. Stiglitz, Making Globalization Work [Menyiasati Globalisasi Menuju Dunia yang Lebih Adil], diterjemahkan oleh Edrijani Azwaldi, (Bandung, PT Mizan Pustaka, 2007), hal 128

26 65 mendampingi transaksi keuangan antara para pedagang (dengan pengecualian transaksi barter atau counter-trade). 81 Dari pengertian-pengertian perdagangan internasional di atas, dapat dikatakan bahwa perdagangan internasional tidak berbeda dengan pertukaran barang antar dua orang di suatu negara, perbedaannya adalah bahwa perdagangan internasional orang yang satu kebetulan berada di negara yang berbeda. Dengan demikian, perdagangan internasional merupakan perdagangan dari suatu negara ke lain negara di luar perbatasan negara yang meliputi dua kegiatan pokok. Di dalam melakukan kegiatan perdagangan internasional, para pelaku bisnis mengacu kepada kaidah-kaidah hukum yang bersifat internasional, baik ketentuan hukum perdata internasional (private international law) maupun ketentuan hukum public internasional (public international law). Kaidah hukum internasional yang mengatur masalah perdagangan internasional yang disebut dengan hukum perdagangan internasional, adalah kaidah hukum internasional yang mengatur tentang pertukaran barang, jasa maupun modal antar penduduk dari suatu negara dengan negara lainnya, atau yang terjadi antar dua atau lebih warga atau penduduk (subjek hukum) yang berbeda negara. 82 Beberapa sarjana telah memberikan definisi tentang hukum perdagangan internasional sebagaimana dikemukakan oleh Huala Adolf. Salah satunya adalah Schmitthoff. Schmitthoff mengemukakan bahwa hukum perdagangan internasional sebagai: the body of rules governing commercial relationship of private law nature involving different nations. Definisi tersebut menunjukkan 81 Muhammad Sood, Op cit, hal Ibid, hal 18

27 66 dengan jelas bahwa aturan-aturan ini bersifat komersial, dan termasuk dalam bidang hukum privat (private law); atau ruang lingkup bidang hukum perdagangan internasional tidak termasuk aturan dalam hubungan hukum komersial internasional yang merupakan bidang hukum publik (public international trade law). Dengan kata lain Schmitthoff menegaskan bahwa wilayah hukum perdagangan internasional publik yang mengatur hubungan internasional, misalnya yang mengatur hubungan dagang dalam kerangka GATT, atau mengatur blok-blok perdagangan regional. 83 Hukum perdagangan internasional terdiri dari beberapa perjanjian perdagangan yang bersifat bilateral, regional dan perjanjian-perjanjian perdagangan yang bersifat multilateral. Perjanjian multilateral yang paling penting dan paling besar dari semua perjanjian perdagangan multilateral adalah perjanjian Marrakesh mengenai pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia yang dibentuk pada tanggal 15 April Perjanjian perdagangan yang multilateral ini merupakan hukum dari perjanjian dalam Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). 84 Transaksi-transaksi atau hubungan dagang banyak bentuknya, dari berupa hubungan jual beli barang, pengiriman dan penerimaan barang, produksi barang dan jasa berdasarkan suatu kontrak, dan lain-lain. Semua transaksi tersebut sarat dengan potensi melahirkan sengketa. Umumnya sengketa-sengketa dagang kerap didahului oleh penyelesaian oleh negosiasi. Jika cara penyelesaian ini gagal atau tidak berhasil, barulah ditempuh cara-cara lainnya seperti penyelesaian melalui pengadilan atau arbitrase. Penyerahan sengketa, baik kepada pengadilan maupun 83 Ibid, hal An An Chandrawulan, Op cit, hal 121

28 67 ke arbitrase, kerap kali didasarkan pada suatu perjanjian di antara para pihak. Langkah yang biasa ditempuh adalah dengan membuat suatu perjanjian atau memasukkan suatu klausul penyelesaian sengketa ke dalam kontrak atau perjanjian yang mereka buat, baik ke pengadilan atau ke badan arbitrase. 85 Dasar hukum bagi forum atau badan penyelesaian sengketa yang akan menangani sengketa adalah kesepakatan para pihak. Kesepakatan tersebut diletakkan, baik pada waktu kontrak ditandatangani atau setelah sengketa timbul. Biasanya pula kelalaian para pihak untuk menentukan forum ini akan berakibat pada kesulitan dalam penyelesaian sengketanya karena dengan adanya kekosongan pilihan forum tersebut akan menjadi alasan yang kuat bagi setiap forum untuk menyatakan dirinya berwewenang untuk memeriksa suatu sengketa. 86 Di samping forum pengadilan atau badan arbitrase, para pihak dapat pula menyerahkan sengketanya kepada cara alternatif penyelesaian sengketa, yang lazim dikenal sebagai ADR (Alternative Dispute Resolution) atau APS (Alternatif Penyelesaian Sengketa). Pengaturan alternatif di sini dapat berupa cara alternatif di samping pengadilan. Bisa juga berarti alternatif penyelesaian sengketa yang para pihak dapat gunakan, termasuk alternatif penyelesaian melalui pengadilan. Biasanya pula dalam klausul tersebut dimasukkan atau dinyatakan pula hukum yang akan diterapkan oleh badan penyelesaian sengketa Huala Adolf, Hukum Perdagangan Internasional, Op cit, hal Ibid, hal Ibid, hal 193

29 68 3. Prinsip-Prinsip Penyelesaian Sengketa Internasional di Bidang Perdagangan Dalam hukum perdagangan internasional, dapat dikemukakan prinsipprinsip mengenai penyelesaian sengketa perdagangan internasional, yaitu sebagai berikut: Prinsip Kesepakatan Para Pihak (Konsensus) Prinsip kesepakatan para pihak merupakan prinsip fundamental dalam penyelesaian sengketa perdagangan internasional. Prinsip inilah yang menjadi dasar untuk dilaksanakan atau setidaknya suatu proses penyelesaian sengketa. Prinsip ini pula dapat menjadi dasar apakah suatu proses penyelesaian sengketa yang sudah berlangsung diakhiri. Jadi, prinsip ini sangat esensial. Badan-badan peradilan (termasuk arbitrase) harus menghormati apa yang para pihak sepakati. 2. Prinsip Kebebasan Memilih Cara-Cara Penyelesaian Sengketa Prinsip penting kedua adalah prinsip di mana para pihak memiliki kebebasan penuh untuk menentukan dan memilih cara atau mekanisme bagaimana sengketanya diselesaikan (principle of free choice of means). Prinsip ini termuat antara lain dalam Pasal 7 The UNCITRAL Model Law on International Commercial Arbitration. Pasal ini memuat definisi mengenai perjanjian arbitrase, yaitu perjanjian penyerahan sengketa ke suatu badan arbitrase. Menurut pasal ini, penyerahan sengketa kepada arbitrase merupakan kesepakatan atau perjanjian para pihak. Artinya, penyerahan suatu sengketa ke badan arbitrase haruslah berdasarkan pada kebebasan para pihak untuk memilihnya. 88 Ibid, hal

30 69 3. Prinsip Kebebasan Memilih Hukum Prinsip penting lainnya adalah prinsip kebebasan para pihak untuk menentukan sendiri hukum apa yang akan diterapkan (bila sengketanya diselesaikan) oleh badan peradilan (arbitrase) terhadap pokok sengketa. Kebebasan para pihak untuk menentukan hukum ini termasuk kebebasan untuk memilih kepatutan dan kelayakan (ex aequo et bono). Prinsip yang terakhir ini adalah sumber di mana pengadilan akan memutus sengketa berdasarkan prinsipprinsip keadilan, kepatutan atau kelayakan suatu penyelesaian sengketa. 4. Prinsip Iktikad Baik (Good Faith) Prinsip iktikad baik dapat dikatakan sebagai prinsip fundamental dan paling sentral dalam penyelesaian sengketa. Prinsip ini mensyaratkan dan mewajibkan adanya iktikad baik dari para pihak dalam menyelesaikan sengketanya. Dalam penyelesaian sengketa, prinsip ini tercermin dalam dua tahap. Pertama, prinsip iktikad baik disyaratkan untuk mencegah timbulnya sengketa yang dapat mempengaruhi hubungan-hubungan baik di antara negara. Kedua, prinsip ini disyaratkan harus ada ketika para pihak menyelesaikan sengketanya melalui cara-cara penyelesaian sengketa yang dikenal dalam hukum (perdagangan) internasional, yakni negosiasi, mediasi, konsiliasi, arbitrase, pengadilan atau cara-cara pilihan para pihak lainnya. 5. Prinsip Exhaustion of Local Remedies Prinsip Exhaustion of Local Remedies sebenarnya semula lahir dari prinsip hukum kebiasaan internasional. Dalam upayanya merumuskan pengaturan mengenai prinsip ini, Komisi Hukum Internasional PBB (International Law Commision)

31 70 memuat aturan khusus mengenai prinsip ini dalam Pasal 22 mengenai ILC Draft Articles on State Responsibility. Menurut prinsip ini, hukum kebiasaan internasional menetapkan bahwa sebelum para pihak mengajukan sengketanya ke pengadilan internasional, langkah-langkah penyelesaian sengketa yang tersedia atau diberikan oleh hukum nasional suatu negara harus terlebih dahulu ditempuh (exhausted). D. Bentuk-Bentuk Penyelesaian Sengketa Internasional di Bidang Perdagangan Forum penyelesaian sengketa dalam hukum perdagangan internasional pada prinsipnya juga sama dengan forum yang dikenal dalam hukum penyelesaian sengketa (internasional) pada umumnya. Forum tersebut adalah negosiasi, penyelidikan fakta-fakta (inquiry), mediasi, konsiliasi, arbitrase, penyelesaian melalui hukum atau melalui pengadilan, atau cara-cara penyelesaian sengketa lainnya yang dipilih dan disepakati para pihak. 89 Namun, penyelidikan fakta (inquiry), penyelesaian melalui hukum dan cara-cara lainnya yang para pihak sepakati tidak termasuk dalam bahasan. 1. Negosiasi dan Konsultasi Negosiasi adalah cara penyelesaian sengketa yang dilakukan langsung oleh para pihak yang berperkara dengan cara melalui saluran diplomatik biasa. Cara ini sangat praktis dan efektif. Hal ini disebabkan karena cara penyelesaian 89 Ibid, hal

32 71 dengan negosiasi ini para pihak dapat langsung berhubungan dan saling memberikan pengertian tentang apa yang dikehendaki, oleh karenanya kedua belah pihak dapat bertindak dengan bijaksana untuk menyelesaikan sengketa yang mereka hadapi. Dalam hal para pihak telah sepakat untuk mengadakan penyesuaian tentang fakta-fakta yang menjadi sengketa maka kedua pihak akan mudah mencapai kesepakatan. Negosiasi adalah suatu teknik penyelesaian sengketa secara damai yang penting, karena negosiasi adalah suatu usaha untuk mencegah timbulnya sengketa yang lebih serius. Di mana telah diakui bahwa pencegahan adalah lebih penting dari pengobatan. Salah satu bentuk negosiasi adalah konsultasi. 90 Adapun menurut Gary Goodpaster, negosiasi adalah proses bekerja untuk mencapai suatu perjanjian dengan pihak lain, suatu proses interaksi dan komunikasi yang sama dinamis dan variasinya, serta halus dan bernuansa, sebagaimana keadaan atau yang dapat dicapai orang. Orang melakukan negosiasi dalam situasi yang tidak dapat terhitung di mana mereka perlu atau ingin sesuatu yang pihak lain dapat memberi atau menahannya; bila mereka ingin untuk mencapai kerja sama, bantuan atau persetujuan dari pihak lain; atau ingin menyelesaikan atau mengurangi sengketa dan konflik. Hal demikian mencakup mulai dari upaya kerja sama sederhana dan bersahabat hingga transaksi bisnis yang mungkin menguntungkan bersama, hingga kompetisi antagonistic, dan 90 Sri Setianingsih Suwardi, Op cit, hal 7

33 72 bahkan sampai pada hal rumit dari konflik yang keras dan kelihatan sengit antara para pihak yang saling bermusuhan. 91 Dalam Black s Law Dictionary menyatakan, consultation is the act of asking the advice or opinion of someone (such as a lawyer). Jika diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia berarti konsultasi adalah suatu tindakan dari seseorang meminta nasihat atau pendapat kepada seseorang (seperti yang dilakukan oleh penasihat hukum). Orang yang memberi konsultasi disebut sebagai konsultan yaitu orang yang karena pendidikan, pengalaman dan keahlian mengenai hal tertentu. Melengkapi definisi yang diberikan Black s Law Dictionary, Candra Irawan berpendapat bahwa konsultasi adalah suatu tindakan yang bersifat personal (pribadi dan tertutup) antara satu pihak tertentu yang disebut klien dengan pihak-pihak lain yang memiliki keahlian tertentu yang disebut konsultan untuk mendapatkan nasihat atau pendapat/pertimbangan mengenai sesuatu hal (masalah) agar memperoleh jalan keluar Mediasi Mediasi adalah suatu cara penyelesaian melalui pihak ketiga. Pihak ketiga tersebut bisa individu (pengusaha) atau lembaga atau organisasi profesi atau dagang. 93 Black s Law Dictionary memberikan definisi mediation is a method of nonbinding dispute resolution involving a neutral third party who tries to help the disputing parties reach a mutually agree able solution, jika diterjemahkan berarti 1 91 Gary Goodpaster, Panduan Negosiasi dan Mediasi, (Jakarta: Proyek ELIPS, 1999), hal 92 Candra Irawan, Op cit, hal Huala Adolf, Op cit, hal 203

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG 14 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL A.

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG 14 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL A. BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 14 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL A. Introduction Transaksi-transaksi atau hubungan dagang banyak bentuknya, mulai

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 12 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL

BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 12 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 12 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL A. Pendahuluan Transaksi-transaksi atau hubungan dagang banyak bentuknya, mulai

Lebih terperinci

SENGKETA INTERNASIONAL

SENGKETA INTERNASIONAL SENGKETA INTERNASIONAL HUKUM INTERNASIONAL H. Budi Mulyana, S.IP., M.Si Indonesia-Malaysia SENGKETA INTERNASIONAL Pada hakikatnya sengketa internasional adalah sengketa atau perselisihan yang terjadi antar

Lebih terperinci

Pada pokoknya Hukum Internasional menghendaki agar sengketa-sengketa antar negara dapat diselesaikan secara damai he Hague Peace

Pada pokoknya Hukum Internasional menghendaki agar sengketa-sengketa antar negara dapat diselesaikan secara damai he Hague Peace Pasal 2 (3) dari Piagam PBB - Semua anggota wajib menyelesaikan perselisihan internasional mereka melalui cara-cara damai sedemikian rupa sehingga perdamaian, keamanan dan keadilan internasional tidak

Lebih terperinci

S I L A B I A. IDENTITAS MATA KULIAH INTERNASIONAL STATUS MATA KULIAH KODE MATA KULIAH : JUMLAH SKS : 2 PRASYARAT : SEMESTER SAJIAN : SEMESTER 7

S I L A B I A. IDENTITAS MATA KULIAH INTERNASIONAL STATUS MATA KULIAH KODE MATA KULIAH : JUMLAH SKS : 2 PRASYARAT : SEMESTER SAJIAN : SEMESTER 7 1 S I L A B I A. IDENTITAS MATA KULIAH NAMA MATA KULIAH : PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL : WAJIB STATUS MATA KULIAH KODE MATA KULIAH : JUMLAH SKS : 2 PRASYARAT : SEMESTER SAJIAN : SEMESTER 7 B. DESKRIPSI

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL. A. Sejarah Perkembangan Penyelesaian Sengketa Internasional

BAB II PENGATURAN HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL. A. Sejarah Perkembangan Penyelesaian Sengketa Internasional 28 BAB II PENGATURAN HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL A. Sejarah Perkembangan Penyelesaian Sengketa Internasional Dalam realita, hubungan-hubungan internasional yang dilakukan

Lebih terperinci

HUKUM INTERNASIONAL DAN MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL

HUKUM INTERNASIONAL DAN MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL HUKUM INTERNASIONAL DAN MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL Oleh : IKANINGTYAS, SH.LLM Fakultas Hukum Universitas Brawijaya 1 Pengertian Hk. Internasional ialah keseluruhan kaedah dan asas yang

Lebih terperinci

Upaya Penyelesaian Sengketa Di Bidang HEI RANAH PUBLIK PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL PADA UMUMNYA 20/05/2017

Upaya Penyelesaian Sengketa Di Bidang HEI RANAH PUBLIK PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL PADA UMUMNYA 20/05/2017 PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL PADA UMUMNYA Upaya Penyelesaian Sengketa Di Bidang HEI -Ranah Publik -Ranah Privat Lebih didahulukan upaya penyelesaian secara DAMAI Baca Charter of the United Nations,

Lebih terperinci

H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI

H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI Pasal 2 (3) dari Piagam PBB Semua anggota wajib menyelesaikan perselisihan internasional mereka melalui cara-cara damai sedemikian rupa

Lebih terperinci

NASKAH PENJELASAN PROTOCOL TO THE ASEAN CHARTER ON DISPUTE SETTLEMENT MECHANISM (PROTOKOL PIAGAM ASEAN MENGENAI MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA)

NASKAH PENJELASAN PROTOCOL TO THE ASEAN CHARTER ON DISPUTE SETTLEMENT MECHANISM (PROTOKOL PIAGAM ASEAN MENGENAI MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA) NASKAH PENJELASAN PROTOCOL TO THE ASEAN CHARTER ON DISPUTE SETTLEMENT MECHANISM (PROTOKOL PIAGAM ASEAN MENGENAI MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA) 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Protokol Piagam ASEAN

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL SECARA DAMAI. Dewi Triwahyuni

PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL SECARA DAMAI. Dewi Triwahyuni PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL SECARA DAMAI Dewi Triwahyuni DASAR HUKUM Pencegahan penggunaan kekerasan atau terjadinya peperangan antar negara mutlak dilakukan untuk terhindar dari pelanggaran hukum

Lebih terperinci

Pada umumnya hukum internasional membedakan sengketa internasional atas sengketa yang

Pada umumnya hukum internasional membedakan sengketa internasional atas sengketa yang A. PENDAHULUAN Pada umumnya hukum internasional membedakan sengketa internasional atas sengketa yang bersifat politik dan sengketa yang bersifat hukum. Sengketa politik adalah sengketa dimana suatu negara

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL

PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL 1 BATASAN SENGKETA INTERNASIONAL Elemen sengketa hukum internasional : a. mampu diselesaikan oleh aturan HI b. mempengaruhi kepentingan vital negara c. penerapan HI

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN LEMBAGA PERMANENT COURT OF ARBITRATION DALAM PENYELESAIAN SENGKETA

BAB II KEDUDUKAN LEMBAGA PERMANENT COURT OF ARBITRATION DALAM PENYELESAIAN SENGKETA BAB II KEDUDUKAN LEMBAGA PERMANENT COURT OF ARBITRATION DALAM PENYELESAIAN SENGKETA D. Pengertian Sengketa Internasional Sengketa biasanya bermula dari suatu situasi dimana ada pihak yang merasa dirugikan

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA KASUS INVESTASI AMCO VS INDONESIA MELALUI ICSID

PENYELESAIAN SENGKETA KASUS INVESTASI AMCO VS INDONESIA MELALUI ICSID PENYELESAIAN SENGKETA KASUS INVESTASI AMCO VS INDONESIA MELALUI ICSID Oleh : Aldo Rico Geraldi Ni Luh Gede Astariyani Dosen Bagian Hukum Tata Negara ABSTRACT This writing aims to explain the procedure

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. III/No. 5/Juni/2015

Lex et Societatis, Vol. III/No. 5/Juni/2015 KLAUSUL ARBITRASE DAN PENERAPANNYA DALAM PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS 1 Oleh : Daru Tyas Wibawa 2 ABSTRAK Dari segi tipe penelitian, maka penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang menurut

Lebih terperinci

KEKUATAN MENGIKAT RESOLUSI DEWAN KEAMANAN PBB DALAM PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL

KEKUATAN MENGIKAT RESOLUSI DEWAN KEAMANAN PBB DALAM PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL KEKUATAN MENGIKAT RESOLUSI DEWAN KEAMANAN PBB DALAM PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL Oleh I Komang Oka Dananjaya Progam Kekhususan Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT The

Lebih terperinci

Sarana utama memulai & mengembangkan hubungan internasional. Bentuk semua perbuatan hukum dan transaksi masyarakat internasional

Sarana utama memulai & mengembangkan hubungan internasional. Bentuk semua perbuatan hukum dan transaksi masyarakat internasional Perjanjian Internasional Sarana utama memulai & mengembangkan hubungan internasional Bentuk semua perbuatan hukum dan transaksi masyarakat internasional Sarana menetapkan kewajiban pihak terlibat dalam

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan 99 BAB 5 PENUTUP 5.1.Kesimpulan Berbagai macam pernyataan dari komunitas internasional mengenai situasi di Kosovo memberikan dasar faktual bahwa bangsa Kosovo-Albania merupakan sebuah kelompok yang memiliki

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 1995 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN KERAJAAN SPANYOL MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN SECARA RESIPROKAL ATAS PENANAMAN

Lebih terperinci

MEDIASI ATAU KONSILIASI DALAM REALITA DUNIA BISNIS

MEDIASI ATAU KONSILIASI DALAM REALITA DUNIA BISNIS MEDIASI ATAU KONSILIASI DALAM REALITA DUNIA BISNIS Ditujukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Metode Alternatif Penyelesaian Sengketa Disusun Oleh: Raden Zulfikar Soepinarko Putra 2011 200 206 UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. * Dosen Pembimbing I ** Dosen Pembimbing II *** Penulis. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. * Dosen Pembimbing I ** Dosen Pembimbing II *** Penulis. A. Latar Belakang Adapun metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian hukum normatif dan metode penelitian hukum sosiologis. Penelitian hukum normatif mengkaji data-data sekunder di bidang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengenai dilaksanakan atau tidaknya kewajiban-kewajiban yang terdapat dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengenai dilaksanakan atau tidaknya kewajiban-kewajiban yang terdapat dalam 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sengketa Internasional Menurut Mahkamah Internasional, sengketa internasional merupakan suatu situasi ketika dua negara mempunyai pandangan yang bertentangan mengenai dilaksanakan

Lebih terperinci

Traffic "waves" 2. Hukum internasional publik berbeda dengan hukum perdata internasional.

Traffic waves 2. Hukum internasional publik berbeda dengan hukum perdata internasional. Traffic "waves" Traffic jams are usually caused because there must be an accident, some type of serious incident up ahead just out of sight, the roads are icey and dangerous, or its rush hour. For more

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. I/No. 4/Agustus/2013. PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK DAGANG INTERNASIONAL 1 Oleh : Raditya N. Rai 2

Lex et Societatis, Vol. I/No. 4/Agustus/2013. PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK DAGANG INTERNASIONAL 1 Oleh : Raditya N. Rai 2 PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK DAGANG INTERNASIONAL 1 Oleh : Raditya N. Rai 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui prinsip-prinsip apa yang ada dalam hukum kontrak dagang internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena ini memusatkan perhatian pada kewajiban individu dalam berhubungan

BAB I PENDAHULUAN. karena ini memusatkan perhatian pada kewajiban individu dalam berhubungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum kontrak termasuk dalam ranah hukum perdata, disebut demikian karena ini memusatkan perhatian pada kewajiban individu dalam berhubungan dengan individu lain untuk

Lebih terperinci

RESENSI BUKU. : Investor-State Arbitration. Rubins, Borzu Sabahi. Judul. Penulis buku : Christopher F. Dugan, Don Wallace, Jr., Noah D.

RESENSI BUKU. : Investor-State Arbitration. Rubins, Borzu Sabahi. Judul. Penulis buku : Christopher F. Dugan, Don Wallace, Jr., Noah D. RESENSI BUKU Judul : Investor-State Arbitration Penulis buku : Christopher F. Dugan, Don Wallace, Jr., Noah D. Rubins, Borzu Sabahi Penerbit : Oxford University Press Bahasa : Inggris Jumlah halaman :

Lebih terperinci

BAB III. PENUTUP. internasional dan merupakan pelanggaran terhadap resolusi-resolusi terkait

BAB III. PENUTUP. internasional dan merupakan pelanggaran terhadap resolusi-resolusi terkait BAB III. PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan apa yang telah disampaikan dalam bagian pembahasan, maka dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut. Dewan Keamanan berdasarkan kewenangannya yang diatur

Lebih terperinci

Alternative Dispute Resolution dalam Sengketa Bisnis

Alternative Dispute Resolution dalam Sengketa Bisnis Alternative Dispute Resolution dalam Sengketa Bisnis P R E P A R E D B Y : I R M A M. N A W A N G W U L A N, M B A M G T 4 0 1 - H U K U M B I S N I S S E M E S T E R G A N J I L 2 0 1 4 U N I V E R S

Lebih terperinci

BEBERAPA CATATAN TENTANG BADAN PENYELESAIAN SENGKETA; ARBITRASE oleh: Prof. DR. H. Yudha Bhakti A., SH., MH.

BEBERAPA CATATAN TENTANG BADAN PENYELESAIAN SENGKETA; ARBITRASE oleh: Prof. DR. H. Yudha Bhakti A., SH., MH. 1 BEBERAPA CATATAN TENTANG BADAN PENYELESAIAN SENGKETA; ARBITRASE oleh: Prof. DR. H. Yudha Bhakti A., SH., MH. I Berkembangnya usaha perniagaan di Indonesia telah membawa pada suatu segi yang lain dari

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA DI BIDANG PENANAMAN MODAL ANTARA PEMERINTAH DAN PENANAM MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

: Public International Law: Contemporary Principles and Perspectives Penulis buku : Gideon Boas Penerbit :

: Public International Law: Contemporary Principles and Perspectives Penulis buku : Gideon Boas Penerbit : RESENSI BUKU Judul : Public International Law: Contemporary Principles and Perspectives Penulis buku : Gideon Boas Penerbit : Bahasa : Inggris Jumlah halaman : x + 478 Tahun penerbitan : 2012 Pembuat resensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK DEMOKRATIK TIMOR- LESTE TENTANG AKTIFITAS KERJA SAMA DIBIDANG PERTAHANAN

Lebih terperinci

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini:

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini: LAMPIRAN II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG DALAM HUKUM INTERNASIONAL

PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG DALAM HUKUM INTERNASIONAL PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG DALAM HUKUM INTERNASIONAL (SUATU TINJAUAN TERHADAP FORUM PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL NON LITIGASI) Oleh: Benny Asrianto 1 dan Oksep Adhayanto 2 Abstract Settlement

Lebih terperinci

PILIHAN HUKUM DALAM KONTRAK BISNIS I.

PILIHAN HUKUM DALAM KONTRAK BISNIS I. PILIHAN HUKUM DALAM KONTRAK BISNIS I. Latar Belakang. Kontrak binis Internasional selalu dipertautkan oleh lebih dari system hukum. Apabila para pihak dalam kontrak kontrak bisnis yang demikian ini tidak

Lebih terperinci

Muhammad Risnain, S.H.,M.H. 1

Muhammad Risnain, S.H.,M.H. 1 PROBLEMATIKA PILIHAN HUKUM (CHOICE OF LAW) DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TRANSAKSI BISNIS ELEKTRONIK INTERNASIONAL DALAM UNDANG- UNDANG (UU) NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

Lebih terperinci

Christian Daniel Hermes Dosen Fakultas Hukum USI

Christian Daniel Hermes Dosen Fakultas Hukum USI Peranan Dinas Tenaga Kerja Dalam Penyelesaian Hubungan Industrial Di Kota Pematangsiantar Christian Daniel Hermes Dosen Fakultas Hukum USI Abstrak Beragam permasalahan melatarbelakangi konflik Hubungan

Lebih terperinci

PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH KERAJAAN THAILAND MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN MODAL

PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH KERAJAAN THAILAND MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN MODAL PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH KERAJAAN THAILAND MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN MODAL Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Thailand,

Lebih terperinci

BAB 1 SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL

BAB 1 SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL BAB 1 SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL 1.0 Pendahuluan Hukum internasional, pada dasarnya terbentuk akibat adanya hubungan internasional. Secara spesifik, hukum internasional terdiri dari peraturan-peraturan

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL. Wahyuningsih

PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL. Wahyuningsih PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL Wahyuningsih 2012 Judul: Penyelesaian Sengketa Internasional Penulis: Wahyuningsih Editor: Endra Wijaya Deni Bram Kolase pada kover: een Hak cipta pada penulis. Hak

Lebih terperinci

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU HUKUM RENCANA KEGIATAN PROGRAM PEMBELAJARAN (RKPP) Mata Kuliah Kode SKS Semester Nama Dosen Hukum dan Peradilan Niaga SHPDT1210 2 VI Marnia Rani Deskripsi Mata Kuliah Standar Kompetensi Mata kuliah Hukum dan

Lebih terperinci

A. Analisis Proses Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Agama Purwodadi

A. Analisis Proses Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Agama Purwodadi BAB IV ANALISIS A. Analisis Proses Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Agama Purwodadi Berdasarkan apa yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya dapat diketahui bahwa secara umum mediasi diartikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha dalam perkembangan dunia yang semakin. pesat membutuhkan suatu hukum guna menjamin kepastian dan memberi

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha dalam perkembangan dunia yang semakin. pesat membutuhkan suatu hukum guna menjamin kepastian dan memberi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Perkembangan dunia usaha dalam perkembangan dunia yang semakin pesat membutuhkan suatu hukum guna menjamin kepastian dan memberi perlindungan bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Kegiatan usaha

BAB I PENDAHULUAN. serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Kegiatan usaha 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertentangan tersebut menimbulkan perebutan hak, pembelaan atau perlawanan

BAB I PENDAHULUAN. pertentangan tersebut menimbulkan perebutan hak, pembelaan atau perlawanan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sengketa adalah suatu pertentangan atas kepentingan, tujuan dan atau pemahaman antara dua pihak atau lebih. Sengketa akan menjadi masalah hukum apabila pertentangan

Lebih terperinci

TESIS ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DALAM KONTRAK SHOWBIZ DI INDONESIA

TESIS ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DALAM KONTRAK SHOWBIZ DI INDONESIA TESIS ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DALAM KONTRAK SHOWBIZ DI INDONESIA OLEH : RADEN BONNY RIZKY NPM 201220252022 PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER ILMU HUKUM UNIVERSITAS BHAYANGKARA JAKARTA RAYA 2016 TESIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan prinsip syari ah tidak mungkin dihindari akan terjadinya konflik. Ada yang berujung sengketa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. 1.1 Tinjauan Umum Mengenai Subjek Hukum Internasional Pengertian Subjek Hukum Internasional

BAB II TINJAUAN UMUM. 1.1 Tinjauan Umum Mengenai Subjek Hukum Internasional Pengertian Subjek Hukum Internasional 19 BAB II TINJAUAN UMUM 1.1 Tinjauan Umum Mengenai Subjek Hukum Internasional 1.1.1 Pengertian Subjek Hukum Internasional Secara umum subyek hukum diartikan sebagai pendukung / pemilik hak dan kewajiban.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang dalam melakukan kehidupan sehari-hari, seringkali tidak pernah lepas dalam melakukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang dalam melakukan kehidupan sehari-hari, seringkali tidak pernah lepas dalam melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang dalam melakukan kehidupan sehari-hari, seringkali tidak pernah lepas dalam melakukan hubungan dengan orang lain. Hubungan tersebut menimbulkan hak

Lebih terperinci

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA Negara-Negara Pihak pada Protokol ini, Didorong oleh dukungan penuh terhadap Konvensi tentang Hak-Hak Anak, yang

Lebih terperinci

Latar Belakang dan Sejarah Terbentuknya. WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) Bagian Pertama. Fungsi WTO. Tujuan WTO 4/22/2015

Latar Belakang dan Sejarah Terbentuknya. WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) Bagian Pertama. Fungsi WTO. Tujuan WTO 4/22/2015 WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) Bagian Pertama Hanif Nur Widhiyanti, S.H.,M.Hum. Latar Belakang dan Sejarah Terbentuknya TidakterlepasdarisejarahlahirnyaInternational Trade Organization (ITO) dangeneral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jangkauannya. Para pelaku bisnis tidak hanya melakukan kerja sama dengan

BAB I PENDAHULUAN. jangkauannya. Para pelaku bisnis tidak hanya melakukan kerja sama dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan bilateral di dunia internasional memiliki andil yang cukup signifikan dalam hal pelaksanaan bisnis dunia. Sebagai salah satu contohnya, perkembangan dalam praktik

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG 6 M E D I A S I A.

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG 6 M E D I A S I A. BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 6 M E D I A S I A. Pengertian dan Karakteristik Mediasi Mediasi berasal dari bahasa Inggris mediation atau penengahan, yaitu penyelesaian

Lebih terperinci

PERJANJIAN INTERNASIONAL DI ERA GLOBALISASI

PERJANJIAN INTERNASIONAL DI ERA GLOBALISASI PERJANJIAN INTERNASIONAL DI ERA GLOBALISASI DISUSUN OLEH : Sudaryanto, S.H., M.Hum FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS TUJUH BELAS AGUSTUS SEMARANG TAHUN 2011 BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Hukum Perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara modern. Hukum memiliki peran yang dominan dalam. ekonomi dan budaya pada masa pembangunan suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara modern. Hukum memiliki peran yang dominan dalam. ekonomi dan budaya pada masa pembangunan suatu negara. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional dewasa ini merupakan kebutuhan dari setiap negara modern. Hukum memiliki peran yang dominan dalam mengadakan perubahan-perubahan

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA TERHADAP INVESTOR ASING JIKA TERJADI SENGKETA HUKUM DALAM PENANAMAN MODAL

PENYELESAIAN SENGKETA TERHADAP INVESTOR ASING JIKA TERJADI SENGKETA HUKUM DALAM PENANAMAN MODAL PENYELESAIAN SENGKETA TERHADAP INVESTOR ASING JIKA TERJADI SENGKETA HUKUM DALAM PENANAMAN MODAL Oleh : I Nyoman Sudiawan I Gusti Ayu Agung Ariani Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

KEPUTUSAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR : KEP 02/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA

KEPUTUSAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR : KEP 02/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA KEPUTUSAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR : KEP 02/BAPMI/11.2009 TENTANG PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Volume 12 Nomor 1 Maret 2015

Volume 12 Nomor 1 Maret 2015 Volume 12 Nomor 1 Maret 2015 ISSN 0216-8537 9 77 0 21 6 8 5 3 7 21 12 1 Hal. 1-86 Tabanan Maret 2015 Kampus : Jl. Wagimin No.8 Kediri - Tabanan - Bali 82171 Telp./Fax. : (0361) 9311605 KEWENANGAN PRESIDEN

Lebih terperinci

PUBLIC POLICY SEBAGAI ALASAN PEMBATALAN PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DI INDONESIA

PUBLIC POLICY SEBAGAI ALASAN PEMBATALAN PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DI INDONESIA PUBLIC POLICY SEBAGAI ALASAN PEMBATALAN PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DI INDONESIA Oleh: Anastasia Maria Prima Nahak I Ketut Keneng Bagian Peradilan Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL MELALUI KEKUATAN BERSENJATA OLEH PERSERIKATAN BANGSA- BANGSA DALAM MENJAGA PERDAMAIAN DUNIA MELDA THERESIA S

PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL MELALUI KEKUATAN BERSENJATA OLEH PERSERIKATAN BANGSA- BANGSA DALAM MENJAGA PERDAMAIAN DUNIA MELDA THERESIA S PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL MELALUI KEKUATAN BERSENJATA OLEH PERSERIKATAN BANGSA- BANGSA DALAM MENJAGA PERDAMAIAN DUNIA MELDA THERESIA S 080200220 A. ABSTRAK International relations that happened

Lebih terperinci

MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA DI ASEAN Lembaga dan Proses

MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA DI ASEAN Lembaga dan Proses MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA DI ASEAN Lembaga dan Proses Oleh : Hilton Tarnama Putra Eka An Aqimuddin Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2011 Hak Cipta 2011 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Lebih terperinci

Kontrak: Pendekatan-pendekatan Hukum Perdata dan Common Law

Kontrak: Pendekatan-pendekatan Hukum Perdata dan Common Law Kontrak: Pendekatan-pendekatan Hukum Perdata dan Common Law Sistem Common Law: Kebanyakan negara-negara yang dulunya di bawah pemerintahan Kolonial Inggris manganut sistem hukum kasus (common law) Inggris.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

Oleh: Hengki M. Sibuea *

Oleh: Hengki M. Sibuea * Perbandingan Efektivitas Penyelesaian Sengketa Komersial Melalui Pengadilan dan Arbitrase, Ditinjau dari Jangka Waktu, Pasca Diterbitkannya SEMA No. 2 Tahun 2014 Tentang Penyelesaian Perkara Di Pengadilan

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 1 PENYELESAIAN SENGKETA MELALUI MEDIASI DALAM PERKARA WARISAN DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajad Sarjana Hukum dalam

Lebih terperinci

PERAN NOTARIS DI DALAM PEMBUATAN AKTA YANG MEMUAT KLAUSA ARBITRASE DAN IMPLIKASI HUKUMNYA

PERAN NOTARIS DI DALAM PEMBUATAN AKTA YANG MEMUAT KLAUSA ARBITRASE DAN IMPLIKASI HUKUMNYA Jurnal Repertorium Volume III No. 2 Juli-Desember 2016 PERAN NOTARIS DI DALAM PEMBUATAN AKTA YANG MEMUAT KLAUSA ARBITRASE DAN IMPLIKASI HUKUMNYA Farizal Caturhutomo Mahasiswa Magister Kenotariatan Universitas

Lebih terperinci

Upaya Penyelesaian Sengketa Di Bidang HEI RANAH PUBLIK PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL PADA UMUMNYA 4/2/2015

Upaya Penyelesaian Sengketa Di Bidang HEI RANAH PUBLIK PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL PADA UMUMNYA 4/2/2015 PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL PADA UMUMNYA Upaya Penyelesaian Sengketa Di Bidang HEI -Ranah Publik -Ranah Privat Lebih didahulukan upaya penyelesaian secara DAMAI Baca Charter of the United Nations,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. Sengketa internasional (International Dispute) adalah suatu perselisihan antara subjeksubjek

BAB II TINJAUAN UMUM. Sengketa internasional (International Dispute) adalah suatu perselisihan antara subjeksubjek BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Sengketa Internasional Hubungan-hubungan internasional yang diadakan antar negara, negara dengan individu, atau negara dengan organisasi internasional tidak selamanya terjalin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah. mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah. mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai terbentuk ditandai dengan berbagai peristiwa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam hubungan bisnis atau perjanjian, selalu ada kemungkinan timbulnya perselisihan/sengketa. Sengketa yang perlu diantisipasi adalah mengenai bagaimana cara

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Peraturan Arbitrase Proses Acara Cepat KLRCA PERATURAN ARBITRASE SKEMA IMBALAN DAN BIAYA ADMINISTRASI PEDOMAN UNTUK PERATURAN ARBITRASE

DAFTAR ISI. Peraturan Arbitrase Proses Acara Cepat KLRCA PERATURAN ARBITRASE SKEMA IMBALAN DAN BIAYA ADMINISTRASI PEDOMAN UNTUK PERATURAN ARBITRASE DAFTAR ISI Peraturan Arbitrase Proses Acara Cepat KLRCA Bagian I PERATURAN ARBITRASE PROSES Acara Cepat KLRCA Bagian II SKEMA IMBALAN DAN BIAYA ADMINISTRASI Bagian III PEDOMAN UNTUK PERATURAN ARBITRASE

Lebih terperinci

CARA MENYELESAIKAN SENGKETA DALAM EKONOMI MAKALAH. Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Aspek Hukum dalam Bisnis

CARA MENYELESAIKAN SENGKETA DALAM EKONOMI MAKALAH. Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Aspek Hukum dalam Bisnis CARA MENYELESAIKAN SENGKETA DALAM EKONOMI MAKALAH Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Aspek Hukum dalam Bisnis Dosen Pengampu: Ahmad Munir SH, MH. Oleh: Kelompok 9 Isti anatul Hidayah (15053012)

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1997 TENTANG PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA) DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL Resolusi disahkan oleh konsensus* dalam Sidang IPU ke-128 (Quito, 27 Maret 2013) Sidang ke-128 Inter-Parliamentary

Lebih terperinci

UU 9/1997, PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA)

UU 9/1997, PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA) Copyright 2002 BPHN UU 9/1997, PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA) *9571 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR

Lebih terperinci

MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL (STUDI KASUS NIKARAGUA AMERIKA SERIKAT)

MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL (STUDI KASUS NIKARAGUA AMERIKA SERIKAT) MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL (STUDI KASUS NIKARAGUA AMERIKA SERIKAT) Oleh: Ida Primayanthi Kadek Sarna Program Kekhususan Hukum Internasional dan Bisnis Internasional Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

PELANGGARAN KEDAULATAN NEGARA TERKAIT TINDAKAN SPIONASE DALAM HUBUNGAN DIPLOMASI INTERNASIONAL

PELANGGARAN KEDAULATAN NEGARA TERKAIT TINDAKAN SPIONASE DALAM HUBUNGAN DIPLOMASI INTERNASIONAL PELANGGARAN KEDAULATAN NEGARA TERKAIT TINDAKAN SPIONASE DALAM HUBUNGAN DIPLOMASI INTERNASIONAL Oleh Ngakan Kompiang Kutha Giri Putra I Ketut Sudiartha Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPPRES 60/1994, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DENGAN PEMERINTAH REPUBLIK ITALIA MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN MODAL Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DENGAN PEMERINTAH REPUBLIK ITALIA MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN MODAL (Keputusan Presiden Nomor 60 Tahun 1994 Tanggal

Lebih terperinci

MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN SECARA MEDIASI TERHADAP PRODUK CACAT DALAM KAITANNYA DENGAN TANGGUNG JAWAB PRODUSEN

MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN SECARA MEDIASI TERHADAP PRODUK CACAT DALAM KAITANNYA DENGAN TANGGUNG JAWAB PRODUSEN MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN SECARA MEDIASI TERHADAP PRODUK CACAT DALAM KAITANNYA DENGAN TANGGUNG JAWAB PRODUSEN Oleh : I Gede Agus Satrya Wibawa I Nengah Suharta Bagian Hukum Bisnis Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khususnya di Indonesia mau tidak mau akan menghadapi situasi baru dalam dunia

BAB I PENDAHULUAN. khususnya di Indonesia mau tidak mau akan menghadapi situasi baru dalam dunia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini Indonesia akan menghadapi ASEAN Free Trade Area atau (AFTA) yang akan aktif pada tahun 2015 1. Masyarakat dikawasan ASEAN khususnya di Indonesia mau tidak

Lebih terperinci

International Dispute. 4

International Dispute. 4 MATERI PERKULIAHAN HUKUM INTERNASIONAL MATCH DAY 15 METODE PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL A. Penyelesaian Sengketa Dengan Cara Damai Pertikaian atau sengketa adalah dua kata yang dipergunakan secara

Lebih terperinci

Pengantar Hukum WTO. Peter Van den Bossche, Daniar Natakusumah dan Joseph Wira Koesnaidi 1

Pengantar Hukum WTO. Peter Van den Bossche, Daniar Natakusumah dan Joseph Wira Koesnaidi 1 Pengantar Hukum WTO Peter Van den Bossche, Daniar Natakusumah dan Joseph Wira Koesnaidi 1 PRAKATA Penulis mengucapkan terimakasih kepada Pak Adolf Warauw S.H., LL.M. dan Prof. Hikmahanto Juwana S.H., LL.M.,

Lebih terperinci

PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH KERAJAAN DENMARK MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN PENANAMAN MODAL

PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH KERAJAAN DENMARK MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN PENANAMAN MODAL PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH KERAJAAN DENMARK MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN PENANAMAN MODAL Pembukaan Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Denmark

Lebih terperinci

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.93, 2015 PENGESAHAN. Agreement. Asosiasi Bangsa- Bangsa Asia Tenggara. Republik India. Penyelesaian Sengketa. Kerja Sama Ekonomi. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. World Trade Organization (WTO) secara resmi berdiri pada. tanggal 1 Januari 1995 dengan disepakatinya Agreement the World

BAB I PENDAHULUAN. World Trade Organization (WTO) secara resmi berdiri pada. tanggal 1 Januari 1995 dengan disepakatinya Agreement the World BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah World Trade Organization (WTO) secara resmi berdiri pada tanggal 1 Januari 1995 dengan disepakatinya Agreement the World Trade Organization ditandatangani para

Lebih terperinci

HUKUM PERJANJIAN. Aspek Hukum dalam Ekonomi Hal. 1

HUKUM PERJANJIAN. Aspek Hukum dalam Ekonomi Hal. 1 HUKUM PERJANJIAN Ditinjau dari Hukum Privat A. Pengertian Perjanjian Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain/lebih (Pasal

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN OLEH TERORIS,

Lebih terperinci

HUKUM PAJAK INTERNASIONAL

HUKUM PAJAK INTERNASIONAL HUKUM PAJAK INTERNASIONAL PELAKSANAAN DAN HAMBATAN DALAM PENEGAKAN PAJAK INTERNASIONAL MAKALAH Disusun dalam memenuhi nilai Tugas dalam Mata Kuliah Hukum Pajak Semester Genap - Tahun Akademik 2009-2010

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG INTERNASIONAL DALAM KERANGKA WTO (WORLD TRADE ORGANIZATION)

PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG INTERNASIONAL DALAM KERANGKA WTO (WORLD TRADE ORGANIZATION) PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG INTERNASIONAL DALAM KERANGKA WTO (WORLD TRADE ORGANIZATION) Oleh: Hasan Basri, S.H. WTO dewasa ini telah menjadi organisasi internasional yang sangat dominan dalam membentuk

Lebih terperinci

DAFTAR ISI UNDANG-UNDANG ARBITRASE TAHUN Undang-undang Arbitrase Tahun (Direvisi tahun 2011)

DAFTAR ISI UNDANG-UNDANG ARBITRASE TAHUN Undang-undang Arbitrase Tahun (Direvisi tahun 2011) DAFTAR ISI Undang-undang Arbitrase Tahun 2005 UNDANG-UNDANG ARBITRASE TAHUN 2005 (Direvisi tahun 2011) 2 Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur SUSUNAN BAGIAN Bagian I Pendahuluan 1. Judul singkat

Lebih terperinci

Oleh : Ayu Diah Listyawati Khesary Ida Bagus Putu Sutama. Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

Oleh : Ayu Diah Listyawati Khesary Ida Bagus Putu Sutama. Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana PENYELESAIAN PERSELISIHAN ANTARA PEKERJA DENGAN PENGUSAHA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL Oleh : Ayu Diah Listyawati Khesary Ida Bagus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling membutuhkan satu sama lainnya. Dengan adanya suatu hubungan timbal

BAB I PENDAHULUAN. saling membutuhkan satu sama lainnya. Dengan adanya suatu hubungan timbal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia merupakan makhluk sosial yang dalam kehidupan sehari-hari saling membutuhkan satu sama lainnya. Dengan adanya suatu hubungan timbal balik, bukan tidak

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Peraturan Mediasi KLRCA

DAFTAR ISI Peraturan Mediasi KLRCA DAFTAR ISI Peraturan Mediasi KLRCA Bagian I PERATURAN MEDIASI KLRCA Bagian II SKEMA Bagian III UU MEDIASI 2012 Bagian IV PANDUAN PERATURAN MEDIASI KLRCA 2 Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur Peraturan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

PERTANGGUNGJAWABAN IMPORTIR ATAS KERUGIAN EKSPORTIR AKIBAT DARI FREE ON BOARD TRAP

PERTANGGUNGJAWABAN IMPORTIR ATAS KERUGIAN EKSPORTIR AKIBAT DARI FREE ON BOARD TRAP PERTANGGUNGJAWABAN IMPORTIR ATAS KERUGIAN EKSPORTIR AKIBAT DARI FREE ON BOARD TRAP oleh Angela Paramitha Sasongko I Made Pujawan Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Dalam transaksi

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA INVESTASI ASING DALAM BIDANG PERTAMBANGAN MELALUI ARBITRASE INTERNASIONAL 1 Oleh : Dadang A. Van Gobel 2

PENYELESAIAN SENGKETA INVESTASI ASING DALAM BIDANG PERTAMBANGAN MELALUI ARBITRASE INTERNASIONAL 1 Oleh : Dadang A. Van Gobel 2 PENYELESAIAN SENGKETA INVESTASI ASING DALAM BIDANG PERTAMBANGAN MELALUI ARBITRASE INTERNASIONAL 1 Oleh : Dadang A. Van Gobel 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

Artikel 22 ayat 1, DSU Agreement.

Artikel 22 ayat 1, DSU Agreement. BAB IV KESIMPULAN World Trade Organization (WTO) atau Organisasi Perdagangan Dunia merupakan satu-satunya badan internasional yang secara khusus mengatur masalah perdagangan antar negara. Sistem perdagangan

Lebih terperinci

H. Budi Mulyana, S.IP., M.Si

H. Budi Mulyana, S.IP., M.Si H. Budi Mulyana, S.IP., M.Si PASAL 3, DEKLARASI MONTEVIDEO 1933: Keberadaan politik suatu negara, bebas dari pengakuannya oleh negara lain. PERMASALAHAN: 1. Recognition is a political act with legal consequences.

Lebih terperinci