Infrastruktur dan Logistik. Arianto A. Patunru LPEM-FEUI. Pendahuluan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Infrastruktur dan Logistik. Arianto A. Patunru LPEM-FEUI. Pendahuluan"

Transkripsi

1 Infrastruktur dan Logistik Arianto A. Patunru LPEM-FEUI Pendahuluan Sebelum krisis ekonomi 1997/1998, perekonomian Indonesia mencatat kemajuan yang mengesankan: PDB tumbuh 7,5% per tahun selama dua dekade. Namun krisis merontokkan pertumbuhan hingga minus 13% pada tahun 1998 disertai inflasi 76% dan hilangnya 2/3 pendapatan per kapita. Sepuluh tahun kemudian perekonomian pulih: PDB, pendapatan per kapita, konsumsi, dan ekspor telah melebihi tingkat sebelum krisis. Inflasi relatif terkendali pada 6-7%, nilai tukar lebih stabil di sekitar Rp 9,100, dan indeks harga saham menembus 2,000. Defisit fiskal serta hutang dapat ditekan secara signifikan. Namun investasi masih belum mencapai tingkat sebelum krisis. Perekonomian masih sangat bergantung pada konsumsi (terutama oleh pemerintah) dan ekspor (terutama karena harga internasional yang tinggi). Ternyata pola perekonomian Indonesia pasca krisis tidak jauh berbeda dengan apa yang terjadi di Malaysia, Thailand, dan Korea: konsumsi melebihi tingkatnya sebelum krisis, namun tidak demikian halnya dengan investasi (kecuali Korea sejak 2004). Dalam hal ekspor, Indonesia masih relatif lambat dibanding negara-negara korban krisis lainnya. Kendala utama dari pertumbuhan ekspor yang lambat ini terjadi di sektor manufaktur yang mengandalkan tenaga kerja. Nilai dollar dari ekspor sektor ini turun drastis dari 23% tahun ke 2% tahun Pada tahun 2007 dan awal 2008, ekspor kembali bergeliat. Namun sebuah krisis baru yang berasal dari Amerika Serikat pada paruh kedua 2008 segera menjalar ke seluruh dunia, menyebabkan permintaan terhadap ekpsor Indonesia menurun drastis. Hingga paruh pertama 2009, ekspor Indonesia masih mengalami kontraksi. Basri dan Patunru (2008) menyimpulkan bahwa rendahnya tingkat investasi dan lambatnya pertumbuhan ekspor Indonesia pada masa normal (di luar krisis) di atas disebabkan oleh kendala-kendala di sisi penawaran yang pada gilirannya bermuara pada apresiasi nilai tukar, ekonomi biaya tinggi (termasuk kondisi infrastruktur yang jelek, pungutan liar, biaya logistik atau masalah iklim investasi pada umumnya), serta perubahan pola investasi dari sektor tradable (umumnya adalah komoditi ekstraktif) ke non-tradable (umumnya adalah konstruksi, transportasi, dan komunikasi). Tulisan ini menyoroti masalah dan isu seputar infrastruktur dan biaya logistik. Infrastruktur: Listrik, Air, Telekomunikasi Targat pertumbuhan ekonomi pemeritahan SBY sebesar 7% akan sulit tercapai kecuali jika dilakukan perbaikan signifikan terhadap infrastruktur (LPEM-FEUI 2005a). Kondisi infrastruktur yang dianggap paling menghambat oleh pelaku bisnis 1

2 terdapat di jalan, listrik, pelabuhan, air, dan telekomunikasi (LPEM-FEUI 2006, 2007). Tidak memadainya infrastuktur menurut Kong dan Ramayandi (2008) disebabkan oleh tiga faktor: kurangnya alokasi anggaran, penggunaan yang tidak optimal atas anggaran yang ada, serta koordinasi yang buruk antara yurisdiksi. Sayangnya, partisipasi swasta juga masih kurang. Narjoko dan Jotzo (2007) mencatat bahwa pihak swasta tidak banyak terlibat dalam proyek-proyek infrastuktur karena sektor perbankan domestik juga enggan mengucurkan kredit ke sektor tersebut, implementasi dari kebijakan infrastruktur tidak efektif, serta banyak proyek infrastruktur harus beroperasi di bawah kondisi non-pasar: jasa infrastruktur kebanyakan harus dijual pada harga jauh di bawah biaya pengadaannya. Dalam hal listrik, adalah benar bahwa penjualan PLN (dengan pertumbuhan rata-rata 15%) telah melebihi dua kali lipat penjualan sebelum krisis (Bank Dunia 2004). Namun permintaan dan kebutuhan akan listrik pasca krisis tumbuh jauh melebihi kemampuan penyediaannya. Akibatnya, dengan tarif yang dipatok, seringkali terjadi pemutusan aliran listrik kondisi yang sangat merugikan terutama bagi industri. Sekalipun waktu untuk mendapatkan sambungan baru tidak terlalu lama, masalah lebih besar timbul ketika perusahaan ingin meningkatkan kapasitas terpasangnya. Seringkali perusahaan harus membeli transformer sendiri lalu melakukan skema bagi-biaya dengan PLN: tarif lebih rendah selama periode waktu tertentu sampai transformer dinyatakan menjadi milik PLN dan tarif dinaikkan kembali. Biaya pembelian tansformer sendiri tidak kecil: untuk ukuran menengah sekitar Rp 500 juta. Gambaran yang hampir sama terjadi dalam hal penyediaan air. Dalam sebuah survei (LPEM-FEUI, 2005a) responden dari kalangan industri melaporkan bahwa dalam 6 bulan mereka mengalami masalah serius dengan air rata-rata sebanyak 29 kali (berkaitan dengan bau, warna, serta pemutusan aliran air). Karena kapasitas yang terbatas, PDAM memang memprioritaskan pelayanan kepada rumah tangga ketimbang industri. Akibatnya kebanyakan industri menggunakan sumber air sendiri (umumnya sumur dalam) untuk tujuan produksi dan hanya menggunakan air yang disediakan PDAM untuk kebutuhan aktivitas kantor. Sama halnya dengan PLN, PDAM juga menawarkan skema bagi-biaya, yang umumnya dimanfaatkan oleh industri yang berada di lokasi jauh dari pipa distribusi air. Pengusaha akan menanggung biaya instalasi pipa dari terminal air terdekat ke lokasi industri. Dalam hal telekomunikasi, gambarannya tidak separah listrik dan air. Survei LPEM tahun 2005 tersebut melaporkan rata-rata 9 kali gangguan serius dalam 6 bulan pada sambungan telpon tetap yang dioperasikan oleh PT Telkom. Namun pertumbuhan yang sangat pesat dari industri telpon seluler tampaknya telah membantu meringankan masalah dalam hal telekomunikasi. Studi LPEM-FEUI (2007) melaporkan bahwa jumlah sambungan telpon seluler untuk setiap 100 individu di wilayah tertentu ( teledensitas ) pada tahun 2005 meningkat lebih dari 20 kali sambungan pada thaun Dengan revoulusi alat komunikasi seluler dewasa ini, masalah di bidang telekomunikasi dapat dikatakan minimal. 2

3 Logistik: Jalan, Pelabuhan, Kelancaran Arus Barang Studi LPEM-FEUI (2005b) menemukan bahwa biaya logistik di Indonesia mencapai 14% dari biaya produksi total, jauh melebihi biaya di Jepang misalnya yang hanya mencapai 4,9%. Survei tersebut memilah biaya logistik ke dalam tiga segmen, yaitu logistik input (dari vendor atau pelabuhan ke pabrik), logitik internal (dalam pabrik), serta logistik output (dari pabrik ke pelabuhan). Biaya logistik terbesar terjadi di segmen logistik input yaitu 7.2%, diikuti oleh logistik output 4% dan logistik internal 2.9%. Masalah-masalah utama dalam logitik meliputi infrastruktur jalan yang jelek, pungutan liar di jalan dan di pelabuhan, serta peraturan pemerintah (terutama pajak lokal dan upah minimum). Manajemen pelabuhan yang buruk disertai infrastruktur yang tidak memadai memberi jalan lebih luas bagi pungutan liar. Waktu tunggu menjadi lebih panjang karena fasilitas seperti crane, forklift, dan docking juga terbatas, kompetensi sumber daya manusia masih rendah (lebih rendah daripada Singapura, Malaysia, China, Thailand, dan India, menurut survei Bank Dunia 2008), serta perangkat elektronik untuk pertukaran data belum berfungsi efisien. Dalam situasi seperti ini insentif untuk meminta dan membayar pungutan tambahan meningkat untuk mempercepat proses klarifikasi barang maupun dokumen. Benar bahwa, sekalipun masih lebih kompleks daripada di Malaysia dan Singapura (Bank Dunia 2008) prosedur impor dan ekspor mengalami perbaikan dalam hal waktu penyelesaiannya di pelabuhan (LPEM-FEUI 2007). Namun ada indikasi bahwa semakin cepatnya proses klarifikasi adalah fungsi dari pembayaran informal. Selain itu, sistem manajemen PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo), BUMN yang ditugaskan mengelola pelabuhan bersama Administrasi Pelabuhan (Adpel dari Departemen Perhubungan) menyebabkan insentif untuk berbenah diri sangat kecil, karena ada unit Pelindo yang mengalami kerugian akan pasti ditutup oleh unit Pelindo lain yang mencatat untung (Patunru, Nurridzki, Rivayani 2009). Di jalan, hal yang serupa terjadi. Pungutan liar memang sebagian besar terjadi di dalam proses pengantaran. Pemungut bervariasi dari oknum aparat pemerintah sampai oknum petugas polisi, dari organisasi yang mengaku LSM sampai preman secara kelompok maupun individu (LPEM-FEUI 2007). Pungutan liar ini berkisar antara 1,3% (survei 2007) sampai 1,7% (survei 2005) dari biaya produksi total, berdasarkan informasi dari responden. Studi lain juga menemukan bahwa biaya operasi kendaraan truk untuk kebutuhan usaha dagang di Indonesia lebih tinggi daripada di negara lain di Asia, sebagian dikarenakan oleh buruknya infrastrukutur jalan maupun kondisi geografis serta terbebaninya supir truk oleh berbagai pungutan: retribusi lokal, pungutan resmi maupun tidak resmi di jembatan timbang, serta pungutan oleh oknum polisi dan preman (LPEM- FEUI dan The Asia Foundation 2008). Apa yang Telah Dilakukan Patut dicatat bahwa pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi masalah-masalah di atas. Untuk tujuan umum menarik investasi, pemerintah telah mengeluarkan 3 paket kebijakan pada tahun 2006: paket infrastruktur (Peraturan Menteri Keuangan No. 38/PMK.01/2006), paket investasi (Instruksi Presiden No. 3/2006), paket 3

4 sektor finansial (Keputusan Bersama Menko Perekonomian, Menteri Keuangan, Menteri BUMN, dan Gubernur Bank Indonesia Tanggal 5 Juli 2006). Bulan Juni 2007 pemerintah kembali mengeluarkan sebuah paket kebijakan (Instruksi Presiden No. 6/2007) untuk investasi, sektor keuangan, infrastruktur, dan UMKM. Juga pada tahun 2007 DPR akhirnya mensahkan undang-undang investasi setelah sekian lama dibahas (UU No. 25/2007) yang selain menghilangkan dikotomi PMA-PMDN juga menyederhanakan regulasi, melindungi hak milik dan investasi, dan memberikan insentif fiskal. Peraturan yang menyertai undang-undang ini antara lain adalah kriteria dan daftar negatif investasi (Peraturan Presiden No. 76 dan 77/2007). Seperti diduga, daftar negatif langsung menimbulkan kontroversi (Takii dan Ramstetter 2007). Merespon hal ini, pemerintah mengeluarkan revisi atas daftar negatif tersebut (Peraturan Presiden No.111/2007 dan lanjutannya). Inpres 6/2007 sendiri dilanjutkan oleh Inpres 5/2008 yang meliputi program-program perbaikan yang akan diselesaikan sampai akhir masa kepemimpinan SBY tahun Lebih spesifik untuk isu infrastruktur dan logistik, pemerintah melakukan beberapa kebijakan yang bertujuan untuk memberi insentif kepada pihak swasta untuk berinvestasi di sektor infrastruktur di samping kebijakan lain untuk membantu pendanaan dan untuk memperbaiki manajemen. Misalnya, pada tahun 2006 Menteri Keuangan membentuk Unit Manajemen Risiko untuk mengawasai pelaksanaan mekanisme bagi-risiko proyekproyek kerjasama pemerintah-swasta. Pemerintah juga memutuskan memberikan dukungan kredit untuk proyek listrik 10,000 megawatt dan untuk proyek tol Trans-Jawa. Untuk memperbaiki proses pembebasan tanah yang seringkali menjadi masalah dalam proyek infrastruktur, pemerintah juga membentuk Unit Investasi Pemerintah dan mengalokasikan sekitar Rp 2 triliun tahun 2006, 2007, dan 2008 kepada unit ini untuk membantu percepatan pembangunan infrastruktur. (Dapat dicatat pula di sini, bahwa sebagai respon atas krisis 2008, pemerintah telah melakukan kebijakan stimulasi fiskal. Sebagian dari stimulasi tersebut diarahkan juga untuk perbaikan infrastruktur. Sayang sekali realisasi pengeluaran ternyata menjadi sangat lamban). Apa yang Perlu Dilakukan Pembangunan infrsatruktur tentu saja perlu terus dilanjutkan. Dalam jangka pendek dan menengah, selayaknya fokus diberikan kepada listrik dan air. Untuk jalan dan pelabuhan yang menjadi tulang punggung sistem logistik, pembangunan hard infrastructure (penambahan ruas dan panjang jalan, dsb) sama pentingnya dengan soft infrastructure (mis. perbaikan SDM dan pemberantasan pungli di jalan). Untuk memperbaiki sistem logistik diperlukan reformasi yang berfokus kepada pendirian dan optimalisasi fungsi pusat distribusi logistik. Pelembagaan seharusnya bisa dilakukan dalam jangka pendek (1 tahun). Setelah itu, dalam jangka menengah (hingga 5 tahun), sistem logistik perlu terintegrasi dengan layanan perbankan dan kepelabuhanan dengan berbasis teknologi informasi. Dalam jangka lebih panjang (lebih dari 5 tahun), sistem yang efisien dan meminimalkan tatap muka manusia-ke-manusia (sebaliknya, lebih mengandalkan teknologi tanpa kertas) dapat terus dipromosikan. 4

5 Selain itu, khusus untuk pelabuhan dan transportasi laut (baik domestik maupun internasional), perkuatan azas cabotage perlu terus dilakukan, tanpa mengurangi potensi manfaat yang didapatkan perekonmian domestik dengan berkerjasama dengan pelayaran internasional. Dalam jangka pendek dan menengah, perbaikan administrasi perlu disempurnakan. Hal ini mencakup penyelesaian masalah tumpang-tindih wewenang dan tugas Pelindo, Adpel, Polisi Laut, dsb.; konsolidasi hukum dan peraturan, penyederhanaan perijinan, dan penertiban penomoran kapal. Infrastruktur pelabuhan juga perlu diperbaiki (port crane, container crane, fasilitas roll-on-roll-off, serta pelebaran dan pendalaman beberapa pelabuhan utama untuk memenuhi standar international hub). Dalam jangka lebih panjang, peningkatan SDM perlu terus dilanjutkan. 5

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri JUNI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Juni 2017 Pendahuluan Membaiknya perekonomian dunia secara keseluruhan merupakan penyebab utama membaiknya kinerja ekspor Indonesia pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah tidak bisa berjalan sendiri karena dibutuhkan biaya yang sangat besar.

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah tidak bisa berjalan sendiri karena dibutuhkan biaya yang sangat besar. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangunan disegala bidang harus terus dilakukan oleh pemerintah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Untuk melaksanakan pembangunan, pemerintah

Lebih terperinci

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2008 Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 Asumsi Dasar dan Kebijakan Fiskal 2008 Sesuai dengan ketentuan UU Nomor 17 Tahun 2003, Pemerintah Pusat diwajibkan untuk menyampaikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. Pada satu sisi Indonesia terlalu cepat melakukan

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi

Lebih terperinci

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER PANDANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA PANITIA ANGGARAN DPR RI MENGENAI LAPORAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II APBN TA 2006 2006 Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi disuatu Negara yang diukur dari perbedaan PDB tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun pertumbuhan ekonomi setelah krisis ekonomi yang melanda

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun pertumbuhan ekonomi setelah krisis ekonomi yang melanda 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang Meskipun pertumbuhan ekonomi setelah krisis ekonomi yang melanda indonesia pada tahun 1998 menunjukkan nilai yang positif, akan tetapi pertumbuhannya rata-rata per

Lebih terperinci

1. Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum 1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap

Lebih terperinci

ANALISIS PELUANG INTERNASIONAL

ANALISIS PELUANG INTERNASIONAL ANALISIS PELUANG INTERNASIONAL SELEKSI PASAR DAN LOKASI BISNIS INTERNASIONAL Terdapat dua tujuan penting, konsentrasi para manajer dalam proses penyeleksian pasar dan lokasi, yaitu: - Menjaga biaya-biaya

Lebih terperinci

Oleh : Ir. Hervian Tahier Wakil Ketua Umum

Oleh : Ir. Hervian Tahier Wakil Ketua Umum LOGO www.themegallery.com Oleh : Ir. Hervian Tahier Wakil Ketua Umum Company Logo www.themegallery.com Secara potensi, kondisi geografis dan demografis Indonesia khususnya Prov. Sumatera Utara menawarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama beberapa tahun terakhir (2005-2009), ekonomi Indonesia membaik dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata 5,5 persen. Namun kinerja itu masih jauh jika dibanding

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan yang terencana. Perencanaan wilayah adalah mengetahui dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan yang terencana. Perencanaan wilayah adalah mengetahui dan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Perencanaan Wilayah Adanya otonomi daerah membuat pemerintah daerah berhak untuk membangun wilayahnya sendiri. Pembangunan yang baik tentunya adalah pembangunan yang terencana.

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. 4.1 Gambaran Umum Perekonomian di Negara-negara ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM. 4.1 Gambaran Umum Perekonomian di Negara-negara ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Perekonomian di Negara-negara ASEAN+3 4.1.1 Produk Domestik Bruto (PDB) Selama kurun waktu tahun 2001-2010, PDB negara-negara ASEAN+3 terus menunjukkan tren yang meningkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mengambil langkah meningkatkan BI-rate dengan tujuan menarik minat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mengambil langkah meningkatkan BI-rate dengan tujuan menarik minat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia pernah mengalami krisis pada tahun 1997, ketika itu nilai tukar rupiah merosot tajam, harga-harga meningkat tajam yang mengakibatkan inflasi yang tinggi,

Lebih terperinci

Perekonomian Suatu Negara

Perekonomian Suatu Negara Menteri Keuangan RI Jakarta, Maret 2010 Perekonomian Suatu Negara Dinamika dilihat dari 4 Komponen= I. Neraca Output Y = C + I + G + (X-M) AS = AD II. Neraca Fiskal => APBN Total Pendapatan Negara (Tax;

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini peranan minyak bumi dalam kegiatan ekonomi sangat besar. Bahan bakar minyak digunakan baik sebagai input produksi di tingkat perusahaan juga digunakan untuk

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi diartikan juga sebagai peningkatan output masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi diartikan juga sebagai peningkatan output masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan bagian penting dari pembangunan suatu negara bahkan bisa dikatakan sebagai salah satu indikator dalam menentukan keberhasilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan disegala bidang harus terus dilakukan oleh pemerintah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Untuk melaksanakan pembangunan, pemerintah tidak bisa

Lebih terperinci

Ketua Komisi VI DPR RI. Anggota Komisi VI DPR RI

Ketua Komisi VI DPR RI. Anggota Komisi VI DPR RI PEMBERDAYAAAN KOPERASI & UMKM DALAM RANGKA PENINGKATAN PEREKONOMIAN MASYARAKAT 1) Ir. H. Airlangga Hartarto, MMT., MBA Ketua Komisi VI DPR RI 2) A. Muhajir, SH., MH Anggota Komisi VI DPR RI Disampaikan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Terima kasih. Tim Penyusun. Penyusunan Outlook Pembangunan dan Indeks Daya Saing Infrastruktur

KATA PENGANTAR. Terima kasih. Tim Penyusun. Penyusunan Outlook Pembangunan dan Indeks Daya Saing Infrastruktur KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa kami panjatkan, karena hanya dengan rahmat dan karunia- Nya, dapat menyelesaikan Executive Summary Penyusunan Outlook Pembangunan dan Indeks Daya Saing

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 4.1 Perkembangan Harga Minyak Dunia Pada awal tahun 1998 dan pertengahan tahun 1999 produksi OPEC turun sekitar tiga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan cerminan

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan cerminan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk disertai dengan perubahan

Lebih terperinci

Kemandirian Ekonomi Nasional: Bagaimana Kita Membangunnya? Umar Juoro

Kemandirian Ekonomi Nasional: Bagaimana Kita Membangunnya? Umar Juoro Kemandirian Ekonomi Nasional: Bagaimana Kita Membangunnya? Umar Juoro Pendahuluan Kemandirian ekonomi semestinya didefinisikan secara fleksibel dan bersifat dinamis. Kemandirian lebih dilihat dari kemampuan

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Karena pada dasarnya, investasi merupakan satu pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Karena pada dasarnya, investasi merupakan satu pengeluaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Investasi atau penanaman modal merupakan instrumen penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang ada di suatu negara atau wilayah. Karena pada dasarnya, investasi

Lebih terperinci

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala BAPPENAS

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala BAPPENAS Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala BAPPENAS Seminar Nasional Sosialisasi Produk Perencanaan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Bandung, 11 November 2010 1 Infrastruktur

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi suatu negara merupakan salah satu tolak ukur untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi suatu negara merupakan salah satu tolak ukur untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi suatu negara merupakan salah satu tolak ukur untuk mengetahui apakah suatu negera tersebut memiliki perekonomian yang baik (perekonomiannya meningkat)

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat

Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia masih tetap kuat tetapi tekanan semakin meningkat Indikator ekonomi global telah sedikit membaik, harga komoditas telah mulai meningkat

Lebih terperinci

Disampaikan: Edy Putra Irawady Deputi Menko Perekonomian Bidang Industri dan Perdagangan

Disampaikan: Edy Putra Irawady Deputi Menko Perekonomian Bidang Industri dan Perdagangan Disampaikan: Edy Putra Irawady Deputi Menko Perekonomian Bidang Industri dan Perdagangan 1 PENGAMANAN UMUM Penempatan likuiditas dana di Bank2 BUMN Menerbitkan 2 Perpu (Penjaminan, kolateral Pinjaman)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menerus berupaya untuk mensejahterakan rakyatnya. Salah satu hal yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. menerus berupaya untuk mensejahterakan rakyatnya. Salah satu hal yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara yang berkembang, sehingga terus menerus berupaya untuk mensejahterakan rakyatnya. Salah satu hal yang dapat dilakukan negara guna

Lebih terperinci

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 REPUBLIK INDONESIA LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 Dalam tahun 2000 pemulihan ekonomi terus berlangsung. Namun memasuki tahun

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Berbagai kajian menunjukkan bahwa selama 20 tahun mendatang aliran peti kemas di Indonesia akan meningkat secara dramatis, dari 8,8 juta TEUs pada tahun 2009 diperkirakan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. A. Perkembangan Penanaman Modal Dalam Negeri di Indonesia

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. A. Perkembangan Penanaman Modal Dalam Negeri di Indonesia BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Perkembangan Penanaman Modal Dalam Negeri di Indonesia PMDN dapat diartikan sebagai kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

Artikel Prof Mudrajad Kuncoro di Investor Daily: Paket Kebijakan Plus Revolusi Mental Thursday, 19 May :39

Artikel Prof Mudrajad Kuncoro di Investor Daily: Paket Kebijakan Plus Revolusi Mental Thursday, 19 May :39 Prof Mudrajad Kuncoro Paket Kebijakan Plus Revolusi Mental* Oleh: Mudrajad Kuncoro** Laporan Bank Dunia yang berjudul Doing Business 2016 (DB2016) menempatkan Indonesia pada peringkat 109 dari 189 negara.

Lebih terperinci

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen) BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 13/02/35/Th. XII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR I. PERTUMBUHAN DAN STRUKTUR EKONOMI MENURUT LAPANGAN USAHA Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang memiliki banyak sumber daya alam dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang memiliki banyak sumber daya alam dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang memiliki banyak sumber daya alam dan termasuk sebagai salah satu negara berkembang di dunia membutuhkan dana untuk mendukung pertumbuhan

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, KINERJA DAN DAYA SAING INDUSTRI ELEKTRONIKA DI INDONESIA JOHANNA SARI LUMBAN TOBING H

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, KINERJA DAN DAYA SAING INDUSTRI ELEKTRONIKA DI INDONESIA JOHANNA SARI LUMBAN TOBING H ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, KINERJA DAN DAYA SAING INDUSTRI ELEKTRONIKA DI INDONESIA JOHANNA SARI LUMBAN TOBING H14104016 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM NEGARA ASEAN 5+3

IV. GAMBARAN UMUM NEGARA ASEAN 5+3 IV. GAMBARAN UMUM NEGARA ASEAN 5+3 4.1 Gambaran Umum Kesenjangan Tabungan dan Investasi Domestik Negara ASEAN 5+3 Hubungan antara tabungan dan investasi domestik merupakan indikator penting serta memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara, terutama untuk negara-negara yang sedang berkembang. Peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA Gedung Utama, Departemen Keuangan, Jl. Lapangan Banteng Timur No.-4 Jakarta Pusat Tel: (0) 80-884 Fax: (0) 44-094 Website: http://www.ekon.go.id

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015 A. Perkembangan Perekonomian Saudi Arabia. 1. Dana Moneter Internasional (IMF) menyatakan pertumbuhan ekonomi di Saudi Arabia diatur melambat

Lebih terperinci

Ekonomi 2009: Perlu langkah-langkah Baru

Ekonomi 2009: Perlu langkah-langkah Baru Ekonomi 2009: Perlu langkah-langkah Baru Yoke Muelgini** Senin, 19 Januari 2009 SELAIN bagaimana menyiapkan kado agenda pemilu dalam pesta demokrasi 2009, tantangan besar yang mengancam sepanjang 2009

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara fundamental, bahwa gerak perdagangan semakin terbuka, dinamis, dan cepat yang menyebabkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah)

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam beberapa dekade terakhir, perekonomian Indonesia telah menunjukkan integrasi yang semakin kuat dengan perekonomian global. Keterkaitan integrasi ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G).

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam sistem perekonomian terbuka, perdagangan internasional merupakan komponen penting dalam determinasi pendapatan nasional suatu negara atau daerah, di

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010 PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak Juni 2010 viii Ringkasan Eksekutif: Keberlanjutan di tengah gejolak Indonesia terus memantapkan kinerja ekonominya yang kuat,

Lebih terperinci

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011 Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011 Nomor. 30/AN/B.AN/2010 0 Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR-RI Analisis Asumsi Makro Ekonomi

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan, meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara untuk melaksanakan tugas mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesinambungan fiskal (fiscal sustainability) merupakan kunci dari kebijakan

BAB I PENDAHULUAN. Kesinambungan fiskal (fiscal sustainability) merupakan kunci dari kebijakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesinambungan fiskal (fiscal sustainability) merupakan kunci dari kebijakan fiskal pemerintah. Pada dasarnya, kebijakan fiskal mempunyai keterkaitan yang erat dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan tersebut muncul dari faktor internal maupun faktor eksternal. Namun saat ini, permasalahan

Lebih terperinci

Policy Brief Outlook Penurunan BI Rate & Ekspektasi Dunia Usaha No. 01/01/2016

Policy Brief Outlook Penurunan BI Rate & Ekspektasi Dunia Usaha No. 01/01/2016 Policy Brief Outlook Penurunan BI Rate & Ekspektasi Dunia Usaha No. 01/01/2016 Overview Beberapa waktu lalu Bank Indonesia (BI) dalam RDG 13-14 Januari 2016 telah memutuskan untuk memangkas suku bunga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian Indonesia dewasa ini makin berkembang. Peran Indonesia dalam perekonomian global makin besar dimana Indonesia mampu mencapai 17 besar perekonomian dunia

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Penyesuaian berlanjut

Ringkasan eksekutif: Penyesuaian berlanjut Ringkasan eksekutif: Penyesuaian berlanjut Indonesia sedang mengalami penyesuaian ekonomi yang cukup berarti yang didorong oleh perlemahan neraca eksternalnya yang membawa perlambatan pertumbuhan dan peningkatan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA 4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua Provinsi Papua terletak antara 2 25-9 Lintang Selatan dan 130-141 Bujur Timur. Provinsi Papua yang memiliki luas

Lebih terperinci

PROYEKSI MAKROEKONOMI INDONESIA

PROYEKSI MAKROEKONOMI INDONESIA PROYEKSI MAKROEKONOMI INDONESIA 2009-2013 Biro Riset LMFEUI Gejolak makroekonomi mulai terjadi sejalan dengan fluktuasi harga energi dan komoditas sejak semester kedua 2007. Fluktuasi tersebut disusul

Lebih terperinci

Fokus Negara IMF. Fokus Negara IMF. Ekonomi Asia yang Dinamis Terus Memimpin Pertumbuhan Global

Fokus Negara IMF. Fokus Negara IMF. Ekonomi Asia yang Dinamis Terus Memimpin Pertumbuhan Global Fokus Negara IMF Orang-orang berjalan kaki dan mengendarai sepeda selama hari bebas kendaraan bermotor, diadakan hari Minggu pagi di kawasan bisnis Jakarta di Indonesia. Populasi kaum muda negara berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penanaman modal yang sering disebut juga investasi merupakan langkah

BAB I PENDAHULUAN. Penanaman modal yang sering disebut juga investasi merupakan langkah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penanaman modal yang sering disebut juga investasi merupakan langkah awal kegiatan produksi. Adanya modal dalam sebuah perusahaan menjamin berlangsungnya proses

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam menjalankan pemerintahan dan pembangunan, pemerintah membutuhkan dana yang tidak sedikit. Penerimaan devisa yang berasal dari ekspor dan adanya berbagai

Lebih terperinci

HUBUNGAN KAUSALITAS ANTARA EKSPOR NON MIGAS TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TAHUN SKRIPSI

HUBUNGAN KAUSALITAS ANTARA EKSPOR NON MIGAS TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TAHUN SKRIPSI HUBUNGAN KAUSALITAS ANTARA EKSPOR NON MIGAS TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TAHUN 1980-2008 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka dimana lalu lintas perekonomian internasional sangat penting dalam perekonomian

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Perlambatan pertumbuhan Indonesia terus berlanjut, sementara ketidakpastian lingkungan eksternal semakin membatasi ruang bagi stimulus fiskal dan moneter

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI JULI 2014

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI JULI 2014 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI JULI 2014 A. Perkembangan perekonomian dan perdagangan Thailand 1. Selama periode Januari-Juli 2014, neraca perdagangan Thailand dengan Dunia

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009

KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009 KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009 Â Krisis keuangan global yang melanda dunia sejak 2008 lalu telah memberikan dampak yang signifikan di berbagai sektor perekonomian, misalnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi

I. PENDAHULUAN. jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah sektor riil dalam pembahasan mengenai ekonomi makro menggambarkan kondisi perekonomian dipandang dari sisi permintaan dan penawaran barang dan jasa. Oleh karena

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. Globalisasi mencerminkan hubungan tanpa batas antara negara satu

Bab I. Pendahuluan. Globalisasi mencerminkan hubungan tanpa batas antara negara satu Bab I Pendahuluan a. Latar belakang Globalisasi mencerminkan hubungan tanpa batas antara negara satu dengan negara lain yang saling ketergantungan sehingga melahirkan adanya perekonomian internasional.

Lebih terperinci

Potensi Kerentanan Ekonomi DKI Jakarta Menghadapi Krisis Keuangan Global 1

Potensi Kerentanan Ekonomi DKI Jakarta Menghadapi Krisis Keuangan Global 1 Boks I Potensi Kerentanan Ekonomi DKI Jakarta Menghadapi Krisis Keuangan Global 1 Gambaran Umum Perkembangan ekonomi Indonesia saat ini menghadapi risiko yang meningkat seiring masih berlangsungnya krisis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi sebuah negara, keberhasilan pembangunan ekonominya dapat diukur dan digambarkan secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2007) menyatakan

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran,Triwulan III - 2005 135 ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2005 Tim Penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan internasional merupakan aspek yang sangat penting dalam. perekonomian setiap Negara di dunia. Tanpa adanya perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan internasional merupakan aspek yang sangat penting dalam. perekonomian setiap Negara di dunia. Tanpa adanya perdagangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional merupakan aspek yang sangat penting dalam perekonomian setiap Negara di dunia. Tanpa adanya perdagangan internasional, kebutuhan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saing global, dan memperbaiki iklim investasi secara keseluruhan.

BAB I PENDAHULUAN. saing global, dan memperbaiki iklim investasi secara keseluruhan. BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Infrastruktur berperan penting, tidak hanya sebagai penunjang ekonomi, tetapi juga merupakan bagian dari penyediaan pelayanan dasar yang diperlukan dalam rangka mencapai standar

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi, BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti

Lebih terperinci

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL Tren melambatnya perekonomian regional masih terus berlangsung hingga triwulan III-2010. Ekonomi triwulan III-2010 tumbuh 5,71% (y.o.y) lebih rendah dibandingkan triwulan

Lebih terperinci

Perekonomian Indonesia Pada Masa Reformasi

Perekonomian Indonesia Pada Masa Reformasi Modul ke: 04Fakultas Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi S1 MANAJEMEN Sejarah Perkembangan Perekonomian Indonesia Periode Revormasi Krisis ekonomi di Indonesia Fundamental ekonomi nasional pengaruh

Lebih terperinci

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia E. PAGU ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM No. Program Sasaran Program Pengembangan Kelembagaan Ekonomi dan Iklim Usaha Kondusif 1. Peningkatan Iklim Investasi dan Realisasi Investasi Mendukung terciptanya kesempatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi pada dasarnya untuk memenuhi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat (social welfare) tidak bisa sepenuhnya

Lebih terperinci

LPEM LAPORAN TRIWULAN PEREKONOMIAN 2017 Q1

LPEM LAPORAN TRIWULAN PEREKONOMIAN 2017 Q1 LPEM FEB UI LPEM LAPORAN TRIWULAN PEREKONOMIAN 2017 Q1 Highlight Ÿ Petumbuhan PDB Q1 2017 sekitar 5.0% (y.o.y.), PDB 2017 diprediksi akan tumbuh pada kisaran 5.1-5.3% (y.o.y.); Ÿ Pertumbuhan konsumsi domestik

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

Daya Saing Global Indonesia versi World Economic Forum (WEF) 1. Tulus Tambunan Kadin Indonesia

Daya Saing Global Indonesia versi World Economic Forum (WEF) 1. Tulus Tambunan Kadin Indonesia Daya Saing Global Indonesia 2008-2009 versi World Economic Forum (WEF) 1 Tulus Tambunan Kadin Indonesia Tanggal 8 Oktober 2008 World Economic Forum (WEF), berkantor pusat di Geneva (Swis), mempublikasikan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2003 TENTANG PAKET KEBIJAKAN EKONOMI MENJELANG DAN SESUDAH BERAKHIRNYA PROGRAM KERJASAMA DENGAN INTERNATIONAL MONETARY FUND PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 1.2 SISI PENAWARAN Di sisi penawaran, hampir keseluruhan sektor mengalami perlambatan. Dua sektor utama yang menekan pertumbuhan ekonomi triwulan III-2012 adalah sektor pertanian dan sektor jasa-jasa mengingat

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JULI 2015

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JULI 2015 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JULI 2015 A. Perkembangan Perekonomian Saudi Arabia. 1. Laju pertumbuhan Produk domestik bruto (PDB) Saudi Arabia selama kuartal kedua tahun 2015

Lebih terperinci

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas Sektor industri merupakan salah satu sektor yang mampu mendorong percepatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini hampir semua negara-negara di dunia menganut sistem pasar bebas

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini hampir semua negara-negara di dunia menganut sistem pasar bebas BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat ini hampir semua negara-negara di dunia menganut sistem pasar bebas sehingga terkait satu sama lain. Aliran dana bebas keluar masuk dari satu negara ke negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

KRISIS EKONOMI DI INDONESIA MATA KULIAH PEREKONOMIAN INDONESIA

KRISIS EKONOMI DI INDONESIA MATA KULIAH PEREKONOMIAN INDONESIA KRISIS EKONOMI DI INDONESIA MATA KULIAH PEREKONOMIAN INDONESIA Definisi Krisis ekonomi : Suatu kondisi dimana perekonomian suatu negara mengalami penurunan akibat krisis keuangan Krisis keuangan/ moneter

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN KABUPATEN WONOGIRI

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN KABUPATEN WONOGIRI BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN KABUPATEN WONOGIRI A. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kondisi ekonomi makro yang baik, yang ditandai dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tingkat

Lebih terperinci

KINERJA PENCIPTAAN LAPANGAN KERJA TIGA PEMERINTAHAN

KINERJA PENCIPTAAN LAPANGAN KERJA TIGA PEMERINTAHAN Kajian INDEF KINERJA PENCIPTAAN LAPANGAN KERJA TIGA PEMERINTAHAN Oleh Dradjad H. Wibowo (Ekonom Senior INDEF, Wanhor PAN) Andry Satrio Nugroho (Peneliti INDEF) Nailul Huda (Peneliti INDEF) Izzudin Al Farras

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan ekonomi secara makro, di samping kebijakan fiskal juga terdapat kebijakan moneter yang merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat dan berdampak luas bagi perekonomian, baik di dalam negeri maupun di tingkat dunia

Lebih terperinci

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 81 BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA Negara-negara yang tergabung dalam ASEAN bersama dengan Cina, Jepang dan Rep. Korea telah sepakat akan membentuk suatu

Lebih terperinci

sektor investasi dalam negeri, namun peningkatan dari sisi penanaman modal asing mampu menutupi angka negatif tersebut dan menghasilkan akumulasi

sektor investasi dalam negeri, namun peningkatan dari sisi penanaman modal asing mampu menutupi angka negatif tersebut dan menghasilkan akumulasi BAB V KESIMPULAN Provinsi NTB merupakan daerah yang menjanjikan bagi investasi termasuk investasi asing karena kekayaan alam dan sumber daya daerahnya yang melimpah. Provinsi NTB dikenal umum sebagai provinsi

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 1.2 SISI PENAWARAN Dinamika perkembangan sektoral pada triwulan III-2011 menunjukkan arah yang melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Keseluruhan sektor mengalami perlambatan yang cukup signifikan

Lebih terperinci

4. Outlook Perekonomian

4. Outlook Perekonomian 4. Outlook Perekonomian Pada tahun 2007-2008, ekspansi perekonomian Indonesia diprakirakan terus berlanjut dengan dilandasi oleh stabilitas makroekonomi yang terjaga. Pertumbuhan ekonomi pada 2007 diprakirakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. iklimnya, letak geografisnya, penduduk, keahliannya, tenaga kerja, tingkat harga,

BAB I PENDAHULUAN. iklimnya, letak geografisnya, penduduk, keahliannya, tenaga kerja, tingkat harga, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap negara selalu berbeda bila ditinjau dari sumber daya alamnya, iklimnya, letak geografisnya, penduduk, keahliannya, tenaga kerja, tingkat harga, keadaan struktur

Lebih terperinci

Paket Kebijakan Ekonomi (Tahap XV)

Paket Kebijakan Ekonomi (Tahap XV) Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Laporan Publik Paket Kebijakan Ekonomi (Tahap XV) PENGEMBANGAN USAHA DAN DAYA SAING PENYEDIA JASA LOGISTIK NASIONAL Jakarta, 15 Juni 2017

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang dipicu dengan gejolak nilai tukar sejak Juli 1997 berdampak luas terhadap perekonomian nasional. Selama semester II/1997 dan tahun 1998, semua indikator

Lebih terperinci