Hipertrophic Pyloric Stenosis

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Hipertrophic Pyloric Stenosis"

Transkripsi

1 LAPORAN KASUS Diajukan sebagai salah satu persyaratan PPDS 1 Radiologi Hipertrophic Pyloric Stenosis Oleh : Ana Basirotul Alawiyah Pembimbing : dr. Hesti Gunarti Sp.Rad BAGIAN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA

2 BAB I PENDAHULUAN Hipertropi pyloric stenosis (HPS) merupakan gangguan gastrointestinal paling sering pada bayi muda. Insidensinya 1-2 : 1000 kelahiran hidup. Kondisi ini umum terjadi pada bayi umur 2-10 minggu kehidupan. Klinisi yang pertama kali memperkenalkan HPS adalah Fabricious Hildanus di tahun Pada tahun 1877 Harald Hirschsprung s melaporkan dua kasus fatal pada kongres anak di jerman dan memberikan pengertian yang modern tentang HPS. Pada HPS terjadi penebalan muskulus sirkuler antropirolus dan menyebabkan konstriksi dan obstruksi di gastric outlet. Obstruksi gastric outlet menyebabkan muntah proyektil dan non billous, hilangnya asam hidroklorida dan berkembang menjadi hipokloremi, alkalosis metabolik dan dehidrasi 1 dan menyebabkan kematian pada lebih dari 50% pasien yang terkena 2,3,4. Diagnosis primer didapatkan dengan palpasi pilorus yang mengalami hipertropi berupa olive like mass di kuadran kanan atas dan dianggap tanda diagnostik tanpa diperlukan evaluasi lebih lanjut. Karena pemeriksaan klinis pada bayi sulit karena bayi menangis dan membutuhkan waktu yang lama, sehingga saat ini penggunaan imejing radiologi untuk mendeteksi HPS meningkat 2,3. Double track sign pertama kali di sampaikan oleh Haran et al di tahun 1966, menunjukkan sensitivitas 95% untuk mendeteksi HPS dengan pemeriksaan UGI kontras barium. Pemeriksaan dengan barium merupakan pemeriksaan penting untuk deteksi HPS sampai akhir tahun Pada tahun 1977 Teele dan Smith memperkenalkan USG sebagai pilihan prosedur diagnostik alat diagnosis HPS karena 2

3 tekniknya cepat dan populer 1. Indeks muskulus pilorik di perkenalkan di tahun 1988 dan dinyatakan lebih handal dibanding kriteria pengukuran sebelumnya pada diagnosis menggunakan USG 3. Kepercayaan terhadap imejing radiologi dalam mendiagnosis stenosis pilorik meningkat. Tren ini meningkatkan USG sebagai pemeriksaan rutin pada pasien yang dicurigai HPS 1. Sensitivitas dan spesifitas USG sampai 89%-100% dan akurasinya 100%. Hal ini merupakan alasan mengapa USG secara luas digunakan 2. Endoskopi disebutkan oleh beberapa penulis sebagai alat diagnostik yang sukses untuk mendeteksi HPS pada beberapa tahun terakhir, namun karena endoskopi merupakan tindakan invasif dan mahal, penggunaan modalitas ini berkurang. Pada beberapa kasus meskipun pada USG ditemukan HPS, namun sering tidak ditemukan tanda pada pemeriksaan klinis 2. Alasan dari laporan kasus ini adalah HPS merupakan kasus dengan gambaran khas berdasar temuan USG, namun terkadang sulit menemukan gambaran khas tersebut sehingga diperlukan pengetahuan, khususnya residen untuk menegakkan diagnosis HPS. Tujuan laporan kasus ini adalah melaporkan kasus HPS yang berdasar foto polos radiologi dan USG sesuai dengan referensi dan hasil post operasi. 3

4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Hipertropi pyloric stenosis (HPS) merupakan suatu kondisi yang terjadi pada bayi dengan lambung bagian pilorus mengalami penebalan yang abnormal. Definisi menurut Wikipedia encyclopedia, HPS adalah penyempitan di jalan keluar lambung sampai bagian pertama dari duodenum menyebabkan pembesaran (hipertropi) muskulus sekitar jalan keluar tersebut (pilorus) dan mengalami spasme saat lambung kosong 5. B. Anatomi lambung Lambung merupakan organ berbentuk kantong seperti huruf J, dengan volume pada orang dewasa cc pada saat berdilatasi. Sedang lambung bayi baru lahir mempunyai kapasitas 10-20cc, bayi usia 1 minggu 30-90cc, bayi usia 2-3 minggu cc, bayi usia 1 bulan cc, bayi usia 3 bulan cc, dan bayi usia 1 tahun cc. Pada bagian superior, lambung berbatasan dengan bagian distal esofagus, sedangkan bagian inferior berbatasan dengan duodenum. Lambung terletak pada daerah epigastrium dan meluas ke hipokhondrium kiri. Kecembungan lambung yang meluas ke gastroesofageal junction disebut kurvatura mayor. Kelengkungan lambung bagian kanan disebut kurvatura minor, dengan ukuran ¼ dari panjang kurvatura mayor. Seluruh organ lambung terdapat di dalam rongga peritoneum dan ditutupi oleh omentum 6. 4

5 Gambar 1 dan 2 merupakan anatomi lambung. Secara anatomi terbagi atas 5 daerah yaitu: (1) Kardia, daerah yang kecil terdapat pada bagian superior di dekat gastroesofageal junction; (2) Fundus, bagian berbentuk kubah yang berlokasi pada bagian kiri dari kardia dan meluas ke superior melebihi tinggi gastroesofageal junction; (3) Korpus, merupakan 2/3 bagian dari lambung dan berada di bawah fundus sampai ke bagian paling bawah yang melengkung ke kanan membentuk huruf J (4) Antrum pilori, adalah bagian 1/3 bagian distal dari lambung. Keberadaannya secara horizontal meluas dari korpus hingga ke sphincter pilori (5) Sphincter pilori, merupakan bagian tubulus yang paling distal dari lambung. Bagian ini secara kelesuluruhan dikelilingi oleh lapisan otot yang tebal dan berfungsi mengontrol lewatnya makanan ke duodenum. Permukaan fundus dan korpus banyak dijumpai lipatan rugae lambung. Pembuluh darah yang mensuplai lambung merupakan percabangan dari arteri celiac, hepatik dan splenik. Aliran pembuluh vena lambung dapat secara langsung masuk ke sistem portal atau secara tidak langsung melalui vena splenik dan vena mesenterika superior. Nervus vagus mensuplai persyarafan parasimpatik ke lambung dan pleksus celiac merupakan inervasi simpatik. Banyak ditemukan pleksus saluran limfatik dan kelenjar getah bening lainnya 6. Dinding lambung terdiri dari empat lapisan yaitu lapisan mukosa, submukosa, muskularis eksterna (propria) dan serosa. Permukaan mukosa dilapisi oleh sel epitel kolumnar penghasil mukus dan meluas ke sebagian foveolar atau pit. Lapisan mukosa terbagi atas dua lapisan yaitu lamina propria dan lapisan muskularis mukosa. Pada lapisan muskularis mukosa, terdapat lapisan otot sirkuler pada bagian 5

6 dalam dan lapisan otot longitudinal pada bagian luarnya. Otot-otot ini berkelanjutan membentuk kelompokan kecil (fascia) otot polos yang tipis menuju ke bagian dalam lamina propria hingga ke permukaan epitel. Pada lapisan sub-mukosa, jaringannya longgar dan mengandung sejumlah jaringan ikat elastik, terdapat pleksus arteri, vena, pembuluh limfe dan pleksus nervus Meissner. Muskularis eksterna terdiri dari tiga lapisan yaitu longitudinal luar (outer longitudinal), sirkuler dalam (inner sirkuler) dan oblik yang paling dalam (innermost oblique). Lapisan sirkuler sphincter pilorik pada gastroesofageal junction. Pleksus Auerbach (myenteric) berlokasi pada daerah di antara lapisan sirkular dan longitudinal dari muskularis eksterna 6. C. Epidemiologi HPS sering terjadi pada bayi dengan usia kehidupan 2-10 minggu, namun beberapa literatur 2-12 minggu. Insidensinya di populasi barat 2-4 per 1000 bayi lahir hidup tetapi pada populasi asia dan afrika lebih rendah. Bayi laki-laki lebih banyak terkena daripada perempuan dengan perbandingan 4:1. Alasan kenapa lebih banyak pada laki-laki tidak diketahui. Terdapat beberapa eviden kejadian HPS meningkat pada kelahiran anak pertama dan 7% terjadi pada keluarga yang mempunyai riwayat serupa. HPS lebih sering terjadi pada bayi yang mendapatkan minum dari botol pada populasi pedesaan 4. Resiko yang rendah terjadi pada umur ibu yang lebih tua, pendidikan ibu yang tinggi, dan berat badan lahir rendah 8. D. Gejala Klinis Manifestasi kinis HPS adalah obstruksi yang menyebabkan muntah proyektil non bilous sesudah pemberian minuman formula atau ASI. Muntah yang terus 6

7 menerus menyebabkan terjadinya pengosongan lambung. Tampak peristaltik lambung dan teraba masa di perut yang bentuk olive di kuadran kanan atas. Frekuensi dan volume muntah sering kuat dan berkepanjangan, sehingga produk muntah bisa berupa darah kebiruan karena gastritis. Pada suatu penelitian, 66 % pasien disertai hematemesis karena esofagitis atau gastritis 8. Tergantung berapa lama gejala terjadi, sebagian pasien mengalami dehidrasi, alkalosis hipokalemia, irritable, berat badan turun, dan pertumbuhan lambat 7. Keadaan jaundice terjadi pada kira-kira 2% bayi dengan HPS sekunder 2. Tujuh persen berhubungan dengan malformasi. Tiga malformasi utama yaitu malformasi intestinal, obsruksi uropati dan atresia esofagus. Selain itu anomali lain yang berhubungan dengan stenosis pilorus antara lain hiatal hernia, gangguan aktifitas hepatic glucovenyl transferase (sindrom Gilbert) 8. E. Etiologi Etiologi HPS sampai saat ini belum diketahui. HPS bisa merupakan kejadian kongenital maupun didapat. Teori yang menjelaskan etiologi ini antara lain hiperaktifitas lambung yang menyebabkan spasme, hipertropi muskulus dan inervasi pilorus yang abnormal 7. Adanya predisposisi genetik disertai faktor lingkungan merupakan penjelasan yang paling banyak diterima. Abnormalitas kromosom yang dilaporkan antara lain adanya translokasi kromosom 8 dan 17 serta trisomi sebagian dari kromosom 9. Kontribusi genetik didukung oleh suatu fakta 19% laki-laki dan 7% perempuan dengan ibu yang mengalami stenosis pilorus. Stenosis pilorus terjadi hanya pada 5% laki-laki dan 2,5% perempuan dengan ayah yang mempunyai 7

8 penyakit serupa. Sedangkan hubungan HPS dengan bayi kembar monozigot terlihat pada 0,25 0,44 sedangkan kembar dizigot 0,05-0,1 9. F. Patogenesis Meskipun HPS pada bayi adalah kondisi paling umum yang membutuhkan pembedahan dalam beberapa bulan pertama kehidupan, namun patogenesisnya tidak sepenuhnya dipahami. Perkembangan terbaru patogenesis HPS pada bayi antara lain: (1) Adanya bukti menunjukkan sel-sel otot polos di HPS pada bayi tidak mempunyai inervasi yang baik (2) Karena non-adrenergik, saraf non-kolinergik merupakan mediator relaksasi otot halus, sehingga terdapat kemungkinan tidak adanya saraf ini di otot pilorus menyebabkan kontraksi berlebihan dan terjadi hipertrofik otot pilorus sirkuler (3) Terdapat sejumlah protein matriks ekstraseluler yang abnormal dalam otot pilorus hipertrofik. Sel otot sirkuler pada HPS secara aktif mensintesis kolagen dan hal ini bertanggung jawab tehadap karakter dari tumor pilorus (4) Peningkatan ekspresi insulin-like growth factor-i, transforming growth factor- beta 1, dan plateletderived growth factor-bb dan reseptor otot hipertrofik pilorus menunjukkan peningkatan sintesis lokal dari faktor pertumbuhan dan mungkin memainkan peran penting dalam hipertrofi otot polos HPS 10. Teori lain yang menyebabkan terjadinya HPS pada bayi antara lain teori abnormalitas genetik, teori kausa infeksi dan teori hiperasiditas 11. Selain itu defisiensi lokal dari neuronal nitric oxide synthase di pylorus bertanggung jawab terhadap manifestasi klinis dari HPS. Defisiensi neuronal nitric oxide synthase menyebabkan 8

9 kurangnya oksidasi nitrat dan menyebabkan relaksasi otot sehinggga terjadi obstruksi pilorus 12. G. Diagnosis Untuk menegakkan diagnosis HPS diperlukan pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan USG dan pemeriksaan gastrointestinal dengan kontras. 1. Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan klinis didapatkan gambaran yang bervariasi. Bayi datang ke klinisi bisa masih dalam hidrasi baik maupun sudah mengalami dehidrasi berat. Namun bayi sering datang dengan tanda dehidrasi berupa berat badan rendah dan nafsu makan yang tak terpuaskan sehingga tampak kening muka berkerut dan keriput. Pada beberapa bayi, didapatkan perut buncit di hipokondrium, dan tampak aktivitas peristaltik meningkat di dinding perut yang tipis. Pada palpasi tampak masa bentuk bulat telur, mobile, yang teraba di epigastrium atau di kuadran kanan dan disebut sebagai olive sign (gambar 3). Tanda tersebut diaggap menjadi hallmark diagnostik HPS. Pada beberapa penelitian 70% pasien HPS mempunyai tanda olive sign (+) dan dengan gelombang peristaltik yang meningkat. Namun sensitivitas temuan olive sign pada HPS 75%-85% Foto polos radiografi Foto polos radiografi tidak mempunyai peran penting dalam penentuan diagnosis HPS. Distensi lambung masif (diameter > 7cm) dengan isi cairan atau udara dengan gambaran gas di intestinal minimal yang disebut sebagai single bubble 9

10 (gambar 4) umumnya mendukung diagnosis HPS. Namun temuan tersebut tidak spesifik. Karena jika sebelum dilakukan foto polos pasien muntah, lambung tampak tidak terlalu distensi 7. Selain itu tampak gambaran caterpillar yang merupakan tanda peningkatan gelombang peristaltik di gaster. 3. Pemeriksaan ultrasonografi USG menjadi modalitas pilihan untuk diagnosis HPS. Selain sensitifitas dan spesifitas yang tinggi, sonografi bebas dari radiasi dan dapat mengikuti visualisasi dari muskulus pilorus secara langsung. Pemeriksaan menggunakan transduser linear 5-7,5 MHz. Transduser sampai 10 MHz dapat digunakan tergantung ukuran bayi dan dalamnya pilorus 1. Anatomi normal lambung pada pemeriksaan USG (gambar 5), pada potongan longitudinal dengan meletakkan probe sedikit ke kanan dari midline tampak bull s eye appearance dari antrum lambung yang letaknya di anterior pankreas dan vena mesenterika superior. Pada potongan melintang gambaran bull s eye dari antropilorus terdiri atas: a) gambaran pencil thin yang sulit diukur, dengan tepi luar anekoik menggambarkan adanya lingkaran normal. b) permukaan dalam yang ekogen menggambarkan mukosa dan submukosa, dan c) pusat yang paling dalam berupa anekoik (menggambaran cairan di saluran). Sken yang terbaik dan termudah untuk mengevaluasi antropilorus normal adalah posisi longitudinal 8. Gambaran klasik sonografi HPS adalah lingkaran hipoekoik muskulus pilorus yang hipertropi yang mengelilingi mukosa yang ekogen di tengahnya pada potongan melintang dan disebut sebagai doughnut sign atau bull s eye atau target sign (gambar 10

11 6). Muskulus biasanya tampak hipoekoik tetapi kadang-kadang membentuk pola yang tidak seragam. Tampak muskulus lebih ekoik di banding area dekatnya namun kurang ekoik di sisi yang lain. Hal itu disebabkan efek anisotropik yang berhubungan dengan tranduser USG dan serabut silindris muskulus pilorus 7. Pada potongan longitudinal muskulus silindris relatif lebih hipoekoik dibanding hepar 9. Diameter pilorus pada potongan melintang (meliputi lumen dan kedua dinding pilorus) jarang di ukur. Panjang saluran pilorus (struktur ekogenik) dapat diukur namun lebih pendek dibanding panjang muskulus pilorus (struktur hipoekoik). Terdapat beberapa perbedaan kriteria indeks ukuran sebagai indikator HPS. Menurut Dahnert dalam Radiol Oncol 2001 oleh Frkovic M et al menyebutkan kriteria HPS jika tebal muskulus pilorus 3mm pada potongan melintang, diameter pilorus potongan transversal 13 mm dan panjang saluran pilorus 17 mm 7. Sedang kriteria HPS pada USG menurut al-alawee MS et al. adalah: a) adanya penebalan muskulus pilorus pada potongan melintang dan longitudinal 4-7 mm, b) adanya saluran pilorus yang mengalami elongasi (lebih dari 14 mm) atau disebut sebagai cervix sign (gambar 7), dan c) adanya obstruksi gastric outlet (misalnya saluran pilorus tidak pernah membuka secara normal) 7. Batas ini lebih rendah pada bayi umur kurang dari 30 hari. Menurut Chan et al, pada bayi kurang dari 21 hari menggunakan cut off tebal muskulus pylorus 3,5 mm. Gambaran cervix sign disebabkan karena indentasi masa muskulus di antrum yang terisi oleh cairan pada potongan longitudinal. Gambaran antral nipple sign (gambar 8) yang merupakan gambaran mukosa saluran pilorus yang redundant dan 11

12 mengalami protusio masuk kedalam antrum lambung. Diagnosis HPS dengan USG mempunyai spesifitas dan sensitifitas yang tinggi (96% dan 100%) serta positive predictive value lebih besar dari 90% 7. Saat relaksasi sering HPS pada bayi sulit dibedakan dengan pilorospasme. Pilorospasme di hipotesakan sebagai suatu stadium awal dari HPS, tetapi hal itu belum terbukti Pemeriksaan gastrointestinal bagian atas (upper gastrointestinal/ugi) dengan kontras Sebelum sonografi popular digunakan, pemeriksaan UGI dengan kontras menjadi andalan diagnosis gangguan gastric outlet obstruction selama bertahuntahun. Pemeriksaan UGI dengan kontras pada HPS menunjukkan tanda tidak langsung berupa adanya efek pilorus pada lumen. Pada kasus-kasus yang meragukan pada pemeriksaan USG diperlukan pemeriksaan UGI dengan kontras untuk memastikan diagnosis. Selama pemeriksaan UGI dengan kontras lambung harus dikosongkan melalui selang naso gastric tube (NGT) sebelum dan sesudah dilakukan pemeriksaan agar tidak terjadi refluks dari isi lambung. Kriteria primer diagnosis HPS pada pemeriksaan UGI dengan kontras adalah adanya penyempitan saluran pilorus, elongasi saluran pilorus dengan efek masa pilorus ke lambung dan duodenum. Bahan kontras yang melalui saluran pilorus menyebabkan lumen kanal terurai, pada beberapa kasus bahan kontras terlihat melalui lebih dari satu saluran dengan lipatan mukosa, yang dikenal sebagai double atau 12

13 triple track sign (gambar 9). Gambaran lain yang ditemukan adalah string sign yang disebabkan karena penyempitan saluran pilorus menyebabkan kontras yang lewat hanya sedikit dan shoulder sign yang disebabkan karena adanya efek masa dari pilorus yang mengalami hipertropi pada antrum (gambar 10,11). Gambaran teat sign merupakan puncak dari kontras di sisi curvatura minor antrum akibat adanya peristaltik sedang gambaran beak sign merupakan gambaran puncak kontras yang masuk ke dalam saluran pylorus yang menyempit 1,9,13. Dasar dari bulbus terindentasi oleh penebalan muskulus pilorus menimbulkan gambaran mushroom sign/umbrella sign (gambar 12). Temuan tambahan yang lain adalah adanya hiperperistaltik lambung (caterpillar sign), volume residu lambung yang besar dan pengosongan lambung yang terlambat 1. Namun pengosongan lambung yang terlambat bukan indikator HPS karena dapat terjadi pada kasus pylorospasme, hipotonia lambung, sepsis dan ileus 7. H. Penatalaksanaan 1. Koreksi elektrolit dan rehidrasi Pasien dengan HPS biasanya mengalami gangguan elektrolit. Gangguan elektrolit ringan dapat dikoreksi dengan 0,45% salin dan 5% dextrose sebelum dilakukan tidakan operasi. Gangguan elektrolit berat dikoreksi dengan 0,9% salin dengan bolus 10-20cc/kgBB, diikuti oleh pemberian 0,9% salin dalam 5% dextrose. Kalium di tambahkan jika diperlukan. 13

14 2. Dekompresi naso gastrik Setelah diagnosis HPS ditegakkan, semua makanan di stop dan dilakukan aspirasi semua isi lambung melalui NGT. Biasanya isi lambung berupa susu yang telah menggumpal sehingga dilakukan lavage dengan saline sampai evakuasi lambung adekuat. Setelah isi lambung kosong, NGT dikeluarkan untuk mencegah perburukan gangguan elektrolit karena aspirasi dari isi lambung. 3. Pembedahan Pembedahan pada pasien HPS bukan merupakan tindakan darurat. Sehingga diperlukan koreksi elektrolit sebelum dilakukan tindakan bedah. Kadang-kadang pasien HPS mengalami jaundice akibat kegagalan sementara dari aktifitas glucoronyl transferase. Keadaan ini self limited setelah operasi. Standar operasi pada pasien HPS adalah Ramstedt pyloromyotomy. Secara klasik operasi dilakukan dengan insisi di perut kuadran kanan atas atau insisi secara melintang di daerah supra umbilikal. Insisi secara vertikal di buat di permukaan mid anterior muskulus superfisial dan serosa, 1-2 mm dari pyloroduodenal junction sampai 0,5 cm ke antrum bagian bawah. Serabut dibawahnya dibagi dengan diseksi tumpul dan penjepit. Dilakukan perawatan untuk mencegah perforasi mukosa terutama di bagian bawah insisi. Tampak protusio dari mukosa gaster mengindikasikan tanda obstruksi. Perforasi mukosa biasanya terjadi di duodenal end dan terindikasi dengan adanya cairan empedu. Namun ketika hal ini terjadi, perbaikan dilakukan dengan menggunakan sutura monofilamen absorbable jangka panjang dan ditempatkan melintang dan ditutup dengan omentum. Selanjutnya udara dimasukkan melalui NGT untuk evaluasi integritas mukosa duodenal 9. 14

15 I. Diagnosis banding Diagnosis banding bayi dengan HPS adalah GERD (gastroesophageal reflux disease), pylorospasme, atresia pylorus, stenosis duodeni, malrotasi atau midgut volvulus 15. Selama bertahun-tahun ahli radiologi menganggap pylorospasm terjadi karena spasme cincin pilorus atau spingter pilorus. Spasme cincin (atau "sphincter") menutup apertura pilorus, sehingga menunda pengosongan lambung dan menyebabkan retensi. Dengan kata lain, jika lambung terisi penuh oleh kontras barium, menunjukkan pengosongan tertunda, atau kegagalan pengosongan lambung dalam waktu tertentu (tanpa adanya lesi organik), ahli radiologi yang lebih tua cenderung menyebut sebagai "pylorospasm". Namun beberapa ahli menyatakan pylorospasme merupakan kontraksi tonik dari antrum bukan hanya kontraksi dari spingter. Penyakit yang mendasari pylospasme dapat berupa ulkus duodenum, ulkus lambung, gangguan nervus, atau spasme reflek akibat penyakit di organ perut lainnya 16. Atresia pilorus merupakan kasus yang jarang. Insidennya 1 per bayi hidup dan kir-kira 1% dari semua kasus atresia intestinal. Diagnosis suspek atresia pilorus bisa didapatkan gejala muntah non bilious pada hari pertama kehidupan dengan didukung adanya distensi abdomen dengan atau tanpa gangguan nafas. Diagnosis dikonfirmasi dengan foto polos abdomen dan ditemukan gambaran dilatasi gaster (single bubble appearance) namun tidak disertai adanya gambaran udara usus di distal gaster. Pemeriksaaan USG tidak dapat memberikan gambaran yang khas. 15

16 Namun pada USG prenatal didapatkan gambaran distensi gaster dengan polihidramnion 17. Stenosis duodeni adalah penyempitan atau striktura lumen duodenum yang abnormal menyebabkan obstruksi yang tidak lengkap. Berbeda dengan atresia duodeni yang menyebabkan obstruksi lengkap. Stenosis dan atresia duodeni umumnya terdapat pada bagian pertama dan kedua duodenum, terutama di daerah sekitar papilla vateri. Saluran empedu utama dapat berhubungan dengan mukosa intraluminal web. Bila lumen sangat kecil, gejala menyerupai atresia. Bila lumen agak longgar, gejala muncul saat berumur beberapa bulan/tahun. Manifestasinya berupa muntah bilious dan non bilious. Malformasi atau midgut volvulus merupakan suatu kondisi usus menjadi terpelintir yang disebabkan karena malrotasi selama masa perkembangan janin. Malrotasi usus terjadi ketika sekuen embriologi normal saat perkembangan dan fiksasi usus terganggu atau terputus. Usus yang mengalami malrotasi rentan terhadap puntiran, dan dapat menyebabkan midgut volvulus. Pada neonatus, malrotasi dengan midgut volvulus mempunyai tanda khas berupa muntah empedu dengan tanda radiografi menunjukkan adanya obstruksi usus letak tinggi dan gambaran double bubble. J. Prognosis Sebagian besar bayi membaik setelah operasi dan tidak memerlukan tambahan intervensi medis lebih jauh. Setelah pembedahan pyloromyotomy muskulus pilorus menjadi ke ukuran normal dan ketika dilihat selama operasi hanya tampak garis halus 16

17 diatas pilorus di sisi myotomy 9. Namun, beberapa kasus pilorus bisa tetap menebal setelah pembedahan dan bisa sampai 5 bulan untuk kembali ke ketebalan normal. Pada minggu pertama setelah operasi, ketebalan muskulus bisa sama atau bahkan lebih tebal dari sebelum operasi dan secara bertahap dapat kembali normal. Bagian anterior muskulus cenderung untuk normal lebih dahulu, dan biasanya berkurang 3 mm selama 3 bulan. Bagian posterior merupakan bagian yang terakhir untuk menjadi normal, biasanya terjadi setelah 5 bulan 14. Pyloromyotomy inkomplet dapat terjadi namun sulit dinilai selama fase awal paska operasi. Pencitraan paska operasi biasanya sulit di interpretasi dan tidak membantu. Namun jika terjadi obstruksi gatric outlet komplet maka diperlukan pyloromyotomy ulang. Mortalitas jarang, dan jika terjadi biasanya disebabkan karena kurangnya cairan dan elektrolit pada pasien 9. 17

18 BAB III LAPORAN KASUS Dilaporkan sebuah kasus bayi laki-laki usia 21 hari datang ke RS Sardjito dengan keluhan muntah menyemprot. Pasien merupakan rujukan dari spesialis anak dengan diagnosis piloris spasme. Dua puluh satu hari sebelum masuk rumah sakit, lahir bayi laki-laki dari seorang ibu umur 21 tahun P1A0 dengan umur kehamilan 40 minggu 5 hari di puskesmas ditolong bidan. Bayi lahir spontan dan langsung menangis, AS tidak diketahui, berat badan 3000 gram, mekonium keluar < 24 jam. Pada usia 13 hari (7 HSMRS) saat anak menetek anak muntah 4-5 kali, muntah langsung dan menyemprot. Pasien dibawa ke puskesmas dan dirujuk ke RS W. Di RS W pasien di rawat selama 5 hari dengan diagnosis dehidrasi. Pasien diterapi dengan infus. Tak tampak perbaikan pada pasien dan pasien pulang paksa. Pada usia 20 hari (1 HSMRS) pasien masih muntah dan pasien di bawa ke spesialis anak, dikatakan pasien mengalami kelainan usus. Pada HMRS (tanggal ) keluhan menetap, muntah proyekti 3x/10 jam, tiap kali muntah cc, isi muntah sesuai yang diminum (ASI), tak tampak warna kehijauan. Pasien di bawa ke RSI dan di rujuk ke RSS. Pada saat masuk pasien tampak kehausan, kompos mentis, gerakan kurang aktif, nangis masih kuat. Suhu tubuh pasien 35,9 derajat celsius, nadi=135 x /m, respirasi = 45 x /m. Tampak mata cowong, tak teraba pembesaran limfonodi pada leher. Pemeriksaan palpasi tampak perut distensi di epigastrium, peristaltik (+) normal, olive sign (+), pada perkusi 18

19 terdengar timpani. Pemeriksaan ekstremitas akral masih hangat, turgor kulit turun. Pada RT: TMSA dalam batas normal, mukosa licin. Pemeriksaan laboratorium tanggal hasil: Hb= 19,7; AT=63.000; AL=10,7; albumin=4,4; GDS=47; Na=174, K=3,0; Cl=10. Pemeriksaan laboratorium ke 2 tanggal hasil: Hb: 13; AT=99.000; AL=12.900; Alb=2,5; GDS=65; Na=139; K=3,26; Cl=10,1. Pada hari yang sama (tanggal ) dilakukan pemeriksaan foto polos babygram dengan hasil thorax: pulmo dan besar jantung dalam batas normal, abdomen: tampak distensi gaster dengan gambaran udara usus minimal didistal dari gaster, single bubble appearance (+) menyokong gambaran HPS, saran USG abdomen. Dilakukan pemeriksaan USG pada hari yang sama hasil: pada gaster tampak tebal dinding muskulus pylorus 4,7 cm dan panjang 19 cm. Pemeriksaan organ lain VF, lien, ren bilateral, dan vesica urinaria dalam batas normal. Kesan: mengarah gambaran HPS. Dari pemeriksaan fisik, laboratorium, foto babygram dan USG sesuai gambaran HPS. Pasien di diagnosis sebagai gastric outlet obstruction suspek HPS dengan dehidrasi tak berat. Pasien direncanakan dilakukan operasi Ramstedt pyloromyotomy. Pasien menjalani operasi Ramstedt pyloromyotomy pada tanggal Diagnosis paska operasi HPS. Paska operasi albumin dan angka trombosit turun dengan suhu tubuh berubah-ubah disertai intoleransi makananan, takipnea dan ikterik. Tanggal 25 pasien membaik dan dipulangkan. 19

20 BAB IV PEMBAHASAN Hipertrophic pyloric stenosis merupakan kondisi tersering pada bayi yang memerlukan pembedahan pada awal awal bulan kehidupan. HPS mempunyai karakter adanya penebalan muskulus dan kegagalan saluran pilorus relaksasi menyebabkan obstruksi gastric outlet, disertai adanya elongasi saluran dan penebalan mukosa. Diagnosis HPS ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik, pemeriksaan radiologis berupa foto polos radiografi, UGI dengan kontras, dan pemeriksaan USG. Tanda khas HPS pada pemeriksaan fisik dengan ditemukan olive sign di kuadran kanan atas. Pada foto polos tampak gambaran single bubble dengan udara usus minimal di distal gaster. Pada pemeriksaan UGI dengan kontras tampak gambaran double atau triple track sign, string sign, shoulder sign, beak sign, pyloric teat sign, mushroom sign, caterpillar sign, volume residu lambung yang besar dan pengosongan lambung yang terlambat. Sedang pada USG ditemukan gambaran doughnut sign atau bull s eye atau target sign pada potongan melintang dan gambaran cervix sign dan antral nipple sign pada potongan longitudinal. Cut off ketebalan muskulus pilorus bervariasi berdasarkan penelitian dari tahun ke tahun. Menurut Bruyn dalam buku paediatric ultrasound pada tahun 1988 cut off diagnosis HPS jika tebal muskulus pilorus 4,8±0,6 mm dan panjang saluran 21 ± 3mm. Pada tahun 1994 jika tebal muskulus pilorus 4-4,4 mm dan panjang saluran 11-15mm, sedang tahun 1998, jika tebal muskulus 20

21 pilorus > 3 mm dan panjang saluran > 15mm, diameter pylorus > 11 mm dan volume pilorus > 12 ml. USG merupakan modalitas diagnostik yang lebih disukai dan merupakan teknik yang non invasif. Namun diperlukan penelitian yang sistematik dan dinamik serta perlu memperhatikan kesulitan teknis dan cara mengatasinya. Pada saat pemeriksaan USG pada bayi curiga HPS, jika memungkinkan seharusnya tidak diberi makan selama setidaknya 3 jam. Lambung dibuat distensi dengan memberikan cairan bening sehingga dapat memberikan efek acoustic shadow melalui pilorus dan organ disekitarnya dapat divisualisasikan lebih mudah. Bayi diberikan cairan air glukosa dan di masukkan melalui tabung nasogastrik. Pasien ditempatkan terlentang dan dilakukan sken dengan meletakkan transduser ke kanan dari midline dan dengan arah transduser secara transversal maupun longitudinal dari pilorus. Cara terbaik dan lebih mudah untuk mengevaluasi pilorus baik lapisan otot maupun tebal otot serta aktifitas peristaltik lambung dengan potongan longitudinal. Penggunaan anestesi pada bayi tidak diperlukan. Hal-hal yang perlu dinilai pada pemeriksaan USG pada pasien curiga HPS adalah panjang saluan pilorus, ketebalan dan diameter muskulus 8. Namun pada beberapa penelitian diameter muskulus tidak diukur. Kesulitan yang paling sering pada pemeriksaan USG adalah lambung yang terisi udara sehingga penebalan muskulus pilorus tidak dapat terlihat dengan baik. Cara yang paling mudah untuk mencegahnya adalah dengan menempatkan bayi pada 21

22 posisi oblik dengan sisi kanan di bawah. Posisi ini akan menyebabkan cairan mengisi antrum. Lambung yang terisi susu juga dapat menimbulkan suatu artefak. Cara mengatasinya dengan memberikan bayi air atau bahkan menempatkan NGT dan mengosongkan lambung dan kemudian diisi dengan air. Lambung yang terlalu distensi menyebabkan pilorus tergeser ke bagian distal sehingga sulit di visualisasi. Pada situasi ini bayi dipindahkan pada posisi oblik dengan sisi kiri di bawah sehingga membantu pilorus pindah ke posisi lebih anterior. Perlu diingat bahwa pilorus yang normal sulit di visualisasi dibanding pilorus yang mengalami hipertropi 14. Pada pasien ini pada pemeriksan fisik palpasi ditemukan olive sign (+). Namun klinisi ingin memastikan diagnosis mereka dengan meminta pemeriksaan radiologi berupa foto polos babygram dan USG. Pada foto polos babygram ditemukan gambaran single bubble (+), yang merupakan tanda HPS, meskipun bukan tanda khas, karena gambaran tersebut dapat juga terjadi pada pylorospasme, hipotonia lambung, sepsis dan ileus. Saat pemeriksaan USG, awalnya tampak gambaran udara dalam lambung yang prominen sehingga kesulitan dalam visualisasi lambung, pilorus bahkan organ disekitarnya. Kemudian pasien diminta untuk dipasang NGT dan diisi dengan air. Beberapa saat kemudian pasien di USG ulang. Didapatkan hasil adanya hipertropi muskulus pilorus dengan tebal 4,7 mm dan panjang elongasi dari muskulus pilorus (cervix sign) 19 mm. Pada pasien juga tampak obstruksi gastric outlet (pilorus tidak dapat membuka secara normal). Pasien tidak diminta pemeriksaan UGI dengan 22

23 kontras karena tidak ada keraguan terhadap diagnosis HPS baik dari pemeriksaan fisik, radiografi polos (babygram) maupun USG. Persamaan HPS dengan pylorospasme yaitu adanya distensi lambung yang diakibatkan karena pengosongan lambung yang terlambat. Sedangkan yang membedakan, pada pylorospasme biasanya disertai dengan penyakit yang lain misalnya penyakit pada kandung empedu dan appendiks. Untuk diagnosis lebih lanjut di lakukan pemeriksaan USG. Berdasar penelitian oleh Hernanz-Schulman dalam jurnal ultrasound medical oleh Cohen et al menyebutkan pilorospasme memiliki keterlambatan pengosongan lambung dan panjang pylorus antara 10 dan 14 mm (tapi tidak lebih besar dari 14 mm) dan tebal muskulus pylorus antara 1,3-2,7 mm. Pada pilolorospasme terdapat ukuran yang bervariasi pada beberapa seri pencitraan. HPS dibedakan dengan atresia pilorus berdasar klinis dan gambaran foto polos abdomen. Pada atresia pilorus terjadi muntah non bilious pada awal kehidupan. Foto polos abdomen didapatkan gambaran single bubble tanpa disertai adanya udara usus di distal dari gaster. Stenosis duodeni dibedakan dengan HPS berdasar anamnesa. Pada stenosis duodeni muntah bisa bilous maupun non bilous. Pada foto polos abdomen ditemukan gambaran double bubble. Seperti halnya stenosis duodeni, malrotasi atau midgut volvulus, dibedakan dari HPS dari anamnesis pada midgut volvulus gejalanya berupa muntah billous. Pada pemeriksaan radiografi polos tampak gambaran double bubble. 23

24 Namun pada pemeriksaan USG baik stenosis duodeni dan midgut volvulus tak tampak adanya penebalan muskulus pilorus. Pada midgut volvulus tampak gambaran whirlpool sign dan pada pemeriksaan dengan kontras tampak gambaran twisted ribbon sign. 24

25 KESIMPULAN Dilaporkan kasus bayi umur 21 hari dengan keluhan muntah proyektil dengan dehidrasi tak berat. Gejala pada pasien muntah menyemprot sejak umur 13 hari dan didiagnosis HPS setelah umur 21 hari. Penegakan diagnosis HPS berdasarkan pemeriksaan fisik ditemukan olive sign (+) dan peristaltik meningkat, serta tanda dehidrasi tak berat dengan hipokalemia. Pada pemeriksaan penunjang foto babygram ditemukan adanya distensi gaster masif dengan single bubble appearance (+). Gambaran tersebut dapat menyokong gambaran HPS. Pada pemeriksaan USG ditemukan doughnut sign dan cervix sign dengan tebal muskulus pilorus ukuran 4,7 mm dan panjang pilorus 19 mm. Pemeriksaan tersebut sesuai dengan gambaran hypertrophic pyloric stenosis, dengan cut off nilai normal tebal muskulus pilorus < 3 mm dan panjang saluran pilorus < 15 mm. Dari pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang radiologis (foto polos dan USG) mendukung diagnosis HPS. Tindakan yang dilakukan ramstedt pyloromyotomy dengan diagnosis post pyloromyotomy adalah hypertrophic pyloric stenosis. 25

26 LAMPIRAN DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Gambar 2. Diagram empat daerah anatomi dan tiga daerah histologik lambung. Ketebalan gaster (merah) dan bagian kelenjar berbeda pada berbagai daerah di lambung. Warna pada kelenjar sesuai dengan warna daerah anatomik lambung. Histologi kelenjar dibedakan atas warna merah muda, hijau, dan biru Gambar 2 26

27 Gambar 3. Olive sign dengan gelombang peristaltik Gambar 3 Gambar 4. Distensi gaster massif (single bubble) dengan gambaran udara usus minimal didistal) emedicine.medscape.com Gambar 4 Gambar 5. Anatomi normal antral gaster. A dan C: diagram yang menunjukkan ilustrasi sonografi di B dan D. B merupakan potongan transversal/ melintang dan D adalah potongan longitudinal. (M) permukaan muskulus, (Mu) adalah sub mukosa dan (F) adalah cairan di dalam saluran, cairan didalam duodenum (D) (THE IRAQI POSTEGRADUATE MEDICAL JOURNAL) Gambar 5a 27

28 Gambar 5b. HPS. A dan C merupakan diagram yang merepresentasikan B dan D. B potongan transversal dan D potongan longitudinal. M adalah mukosa, Mu adalah sub mukosa. GB = gall bladder, P=saluran pylorus, S = stomach Gambar 5b Gambar 6. Pilorus menunjukkan target sign atau doughnut sign pada HPS. Tanda ini merepresentasikan mukosa yang ekogenik dalam pylorus yang dikelilingi penebalan dinding muskulus yang hipoekoik. Gambar 6 Gambar 7. Cervix sign pada HPS Menggambarkan indentasi pylorus masuk ke antrum yang terisi cairan Gambar 7 28

29 Gambar 8. Antral nipple sign pada HPS Menunjukkan adanya redundant mukosa pyloric yang mengalami protusio masuk ke antrum gaster. Gambar 8 Gambar 9. Double track sign pada HPS Gambar 9 Gambar 10. Penyempitan pylorus (panah) dengan shoulder sign prominen (kepala panah tertutup) dan pengosongan lambung yang terlambat pada pasien1 bulan dgn stenosis pylorus. Pediatr Surg Int (1990) Gambar 10 29

30 Gambar 11. Pemeriksaan UGI menunjukkan adanya obstruksi pylorus dengan string sign. Temuan ini konsisten dengan stenosis pylorus. Gambar 11 Gambar 12. Mushroom sign /umbrella sign pada stenosis pylorus ricstenosisumbrellasign.html Gambar 12 Gambar 13 (gambar kasus) Gambar 13 (kasus) Foto baby gram tanggal Foto babygram, AP view, asimetris, kondisi cukup,hasil : Thorax: - pengembangan kedua paru cukup - Tak tampak gambaran reticulogranuler di kedua pulmo - Tak tampak penebalan pleural space - Kedua diaphragm intak - Cor, konfigurasi normal Abdomen : - Tampak distensi abdomen - Preperitoneal fat line relative tegas - Tampak distensi gaster dengan gambaran udara usus minimal didistal gaster, single bubble (+) - Konfigurasi hepar normal - Sistema tulang yang tervisualisasi intak Kesan : - Thorax : pulmo dan besar cor dalam batas normal - Abdomen: menyokong gambaran HPS 30

31 Gambar 14 (kasus) Gambar 14.Expertise USG Dilakukan USG dengan klinis HPS, hasil : Hepar : ukuran dan echostruktur normal, permukaan licin, sistema bilier dan vaskuler intrahepatal tak prominen, tak tampak massa Lien, pankreas, ren dextra et sinistra dalam batas normal Gaster : tampak gambaran pylorus dengan target sign (+) tebal dinding 4,7 mm dan cervix sign (+) panjang saluran pylorus 19 mm Kesan : mengarah gambaran HPS 31

32 DAFTAR PUSTAKA 1. Croteau L, Arkovitz M, Berlin R, Josephs M, Kotagal U, Reeves S, et al. Hypertrophic pyloric stenosis: evidence based clinical practice guideline for hypertrophic pyloric stenosis. Children's Hospital Medical Center Cincinnati Available from default.htm 2. Katami A, Ghoroubi G, Imanzadeh F, Attaran M, Mehrafarin M, Sohrabi MR. Olive palpation, sonography and barium study in the diagnosis of hypertrophic pyloric stenosis: decline in physicians art barium. Iran J Radiol 2009; 6(2): Godbole P, Sprigg A, Dickson JAS, Lin PC. Ultrasound compared with clinical examination in infantile hypertrophic pyloric stenosis. Arch Dis Child 1996; 75: Aspelund G, Jacob C, Langer. Current management of hypertrophic pyloric stenosis. Seminars in pediatric surgery. 2007; 16: Anonim. Wikipedia: The free encyclopedia. Available from wikipedia org/wiki/ Hypertrophic pyloric stenosis. Di download pada tanggal This 15 December Anonim. Abdomen. Bagian anatomi embriologi dan antropologi FK UGM Yogyakarta Frkovi M, Kuhar MA, Perho E, Babi VB, Molnar M, Vukovi J. Diagnostic imaging of hypertrophic pyloric stenosis (HPS). Radiol Oncol. 2001; 35(1): Al-alawee MS, Zangana AF, Almishhadany SS. The role of ultrasonography in infantile hypertrophied pyloric stenosis. The iraqi postgraduate medical journal. 2006; 5(1): Chirdan LB, Ameh EA, Thomas AH. Infantile hypertrophic pyloric stenosis. J Pediatr Surg; 2008: 43:

33 10. Ohshiro K, Puri P. Pathogenesis of infantile hypertrophic pyloric stenosis: recent progress. Pediatr Surg Int. April, 1998; 13(4): Rogers IM. New insights on the pathogenesis of pyloric stenosis of infancy: A review with emphasis on the hyperacidity theory. Open Journal of Pediatrics ; Mulholland MW, Lillemoe KD, Doherty GM, Maier RV, Simeone DM, Upchurch R. Greenfield s surgery: scientific principles and practice, 5 th edition. Lippincott Williams & Wilkins Schulman MH, Lowe LH, Neblett WW, Polk DB, Perez R, Scherker LE, et al. In vivo visualizations: is there an etiologic role?. American Journal Radiology. October, 2001; 177: Dias SC, Swinson S, Torrao H, Goncalves L, Kurochka S, Vaz CP, et al. Hypertrophic pyloric stenosis: tip and trick for ultrasound diagnosis. Insight imaging. 2012; 3: Humphries JA, Steele A. Diagnosing infantile hypertrophic ploric stenosis. Clinical review. 2012; 22(9): 10, Keet AD. Pylorospasm: The pyloric sphincteric cylinder in health and disease. 1998; 20; 89. Available from Heinen F, Elias D, Pietrani M, Verdaguer P. Pyloric atresia. August, Available from 33

PYLORUS STENOSIS HYPERTROPHY

PYLORUS STENOSIS HYPERTROPHY PYLORUS STENOSIS HYPERTROPHY Tujuan 1. Tujuan Umum Setelah menyelesaikan modul ini peserta didik memahami dan mengerti tentang embriologi, anatomi, fisiologi, patologi dan patogenesis dari hypertrophic

Lebih terperinci

Anatomi, Histologi, dan Fisiologi Lambung. Anak Agung K Tri K

Anatomi, Histologi, dan Fisiologi Lambung. Anak Agung K Tri K Anatomi, Histologi, dan Fisiologi Lambung Anak Agung K Tri K 111 0211 075 ANATOMI LAMBUNG (GASTER) Bentuk : seperti huruf J Letak : terletak miring dari regio hipochondrium kiri cavum abdominis mengarah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sekitar 5%-10% dari seluruh kunjungan di Instalasi Rawat Darurat bagian pediatri merupakan kasus nyeri akut abdomen, sepertiga kasus yang dicurigai apendisitis didiagnosis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kuman dapat tumbuh dan berkembang-biak di dalam saluran kemih (Hasan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kuman dapat tumbuh dan berkembang-biak di dalam saluran kemih (Hasan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Infeksi saluran kemih (ISK) adalah suatu keadaan yang menyebabkan kuman dapat tumbuh dan berkembang-biak di dalam saluran kemih (Hasan dan Alatas, 1985).

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prevalensi Prevalensi adalah jumlah orang dalam populasi yang menderita suatu penyakit atau kondisi pada waktu tertentu; pembilang dari angka ini adalah jumlah kasus yang ada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 7 HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Fisik Anjing Lokal Hewan yang digunakan adalah anjing lokal berjumlah 2 ekor berjenis kelamin betina dengan umur 6 bulan. Pemilihan anjing betina bukan suatu perlakuan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. terhentinya migrasi kraniokaudal sel krista neuralis di daerah kolon distal pada

BAB I. PENDAHULUAN. terhentinya migrasi kraniokaudal sel krista neuralis di daerah kolon distal pada BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Hirschsprung adalah suatu kelainan kongenital pada kolon yang ditandai dengan tiadanya sel ganglion parasimpatis pada pleksus submukosus Meissneri dan pleksus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konstipasi berasal dari bahasa Latin constipare yang berarti ramai bersama. 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konstipasi berasal dari bahasa Latin constipare yang berarti ramai bersama. 18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Konstipasi Konstipasi berasal dari bahasa Latin constipare yang berarti ramai bersama. 18 Konstipasi secara umum didefinisikan sebagai gangguan defekasi yang ditandai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sampai saat ini apendisitis merupakan penyebab terbanyak dilakukannya operasi pada anak-anak. Selain itu apendisitis yang ditandai dengan keluhan nyeri perut kanan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 10 Gambar 4 Pengukuran sonogram duodenum dengan Image J. A: Sonogram duodenum pada posisi transduser sagital. l: lapisan lumen, M: mukosa, SM: submukosa, TM: tunika muskularis, dan S: serosa. B: Skema

Lebih terperinci

PENGERTIAN Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) ialah bayi baru lahir yang berat badannya saat kelahiran kurang dari gram (sampai dengan g

PENGERTIAN Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) ialah bayi baru lahir yang berat badannya saat kelahiran kurang dari gram (sampai dengan g ASUHAN PADA BAYI DENGAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH By. Farida Linda Sari Siregar, M.Kep PENGERTIAN Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) ialah bayi baru lahir yang berat badannya saat kelahiran kurang dari

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN ASKEP PADA KLIEN DENGAN PERDARAHAN SALURAN CERNA

LAPORAN PENDAHULUAN ASKEP PADA KLIEN DENGAN PERDARAHAN SALURAN CERNA 1 LAPORAN PENDAHULUAN ASKEP PADA KLIEN DENGAN PERDARAHAN SALURAN CERNA I Deskripsi Perdarahan pada saluran cerna terutama disebabkan oleh tukak lambung atau gastritis. Perdarahan saluran cerna dibagi menjadi

Lebih terperinci

PENYAKIT HIRSCHSPRUNG

PENYAKIT HIRSCHSPRUNG PENYAKIT HIRSCHSPRUNG Tujuan 1. Tujuan Instruksional Umum (TIU): - Peserta didik memahami dan mengerti tentang embriologi, anatomi, dan fisiologi saluran cerna; memahami dan mengerti patologi dan patogenesis

Lebih terperinci

Definisi. Kelainan ini tidak diturunkan dan memerlukan waktu bertahuntahun hingga menimbulkan gejala

Definisi. Kelainan ini tidak diturunkan dan memerlukan waktu bertahuntahun hingga menimbulkan gejala Definisi Ketiadaan peristaltik korpus esofagus bagian bawah dan hipertonisitas sfingter esofagus bagian bawah (SEB/ cincin otot antara esophagus bagian bawah dan lambung) akibat degenerasi ganglia pleksus

Lebih terperinci

SAKIT PERUT PADA ANAK

SAKIT PERUT PADA ANAK SAKIT PERUT PADA ANAK Oleh dr Ruankha Bilommi Spesialis Bedah Anak Lebih dari 1/3 anak mengeluh sakit perut dan ini menyebabkan orang tua membawa ke dokter. Sakit perut pada anak bisa bersifat akut dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu tempat terjadinya inflamasi primer akut. 3. yang akhirnya dapat menyebabkan apendisitis. 1

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu tempat terjadinya inflamasi primer akut. 3. yang akhirnya dapat menyebabkan apendisitis. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Salah satu penyakit bedah mayor yang sering terjadi adalah. 1 merupakan nyeri abdomen yang sering terjadi saat ini terutama di negara maju. Berdasarkan penelitian epidemiologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang muncul membingungkan (Axelsson et al., 1978). Kebingungan ini tampaknya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang muncul membingungkan (Axelsson et al., 1978). Kebingungan ini tampaknya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyak kendala yang sering dijumpai dalam menentukan diagnosis peradangan sinus paranasal. Gejala dan tandanya sangat mirip dengan gejala dan tanda akibat infeksi saluran

Lebih terperinci

SISTEM PENCERNAAN MAKANAN. SUSUNAN SALURAN PENCERNAAN Terdiri dari : 1. Oris 2. Faring (tekak) 3. Esofagus 4. Ventrikulus

SISTEM PENCERNAAN MAKANAN. SUSUNAN SALURAN PENCERNAAN Terdiri dari : 1. Oris 2. Faring (tekak) 3. Esofagus 4. Ventrikulus SISTEM PENCERNAAN MAKANAN SUSUNAN SALURAN PENCERNAAN Terdiri dari : 1. Oris 2. Faring (tekak) 3. Esofagus 4. Ventrikulus 5. Intestinum minor : Duodenum Jejenum Iliem 6. Intestinum mayor : Seikum Kolon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan dokter, hal ini menyebabkan kesulitan mendiagnosis apendisitis anak sehingga 30

BAB I PENDAHULUAN. dengan dokter, hal ini menyebabkan kesulitan mendiagnosis apendisitis anak sehingga 30 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Insiden kematian apendisitis pada anak semakin meningkat, hal ini disebabkan kesulitan mendiagnosis appendik secara dini. Ini disebabkan komunikasi yang sulit antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi penuh sejak janin berada dalam rahim(kira-kira pada. gestasi minggu ke-8). Tanpa adanya jantung yang berdenyut dan

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi penuh sejak janin berada dalam rahim(kira-kira pada. gestasi minggu ke-8). Tanpa adanya jantung yang berdenyut dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem kardiovaskular adalah sistem organ pertama yang berfungsi penuh sejak janin berada dalam rahim(kira-kira pada gestasi minggu ke-8). Tanpa adanya jantung yang

Lebih terperinci

Pelayanan Kesehatan bagi Anak. Bab 7 Gizi Buruk

Pelayanan Kesehatan bagi Anak. Bab 7 Gizi Buruk Pelayanan Kesehatan bagi Anak Bab 7 Gizi Buruk Catatan untuk fasilitator Ringkasan kasus Joshua adalah seorang anak laki-laki berusia 12 bulan yang dibawa ke rumah sakit kabupaten dari rumah yang berlokasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2006). Infeksi bakteri sebagai salah satu pencetus apendisitis dan berbagai hal

BAB I PENDAHULUAN. 2006). Infeksi bakteri sebagai salah satu pencetus apendisitis dan berbagai hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apendiks merupakan salah satu organ yang fungsinya belum diketahui secara pasti. Apendiks sering menimbulkan masalah kesehatan, salah satunya adalah apendisitis (Sjamsuhidayat

Lebih terperinci

KONSEP TEORI. 1. Pengertian

KONSEP TEORI. 1. Pengertian KONSEP TEORI 1. Pengertian Kolik Abdomen adalah gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang traktus intestinal (Nettina, 2001). Obstruksi terjadi ketika ada gangguan yang menyebabkan terhambatnya aliran

Lebih terperinci

SKILL-LAB (RADIOLOGI)

SKILL-LAB (RADIOLOGI) Rabu, 15 Desember 2010 Skills-Lab SKILL-LAB (RADIOLOGI) Bismillaahirrahmaanirrahiim... Pertama tama, mari kita lihat checklistnya dulu. No ASPEK PENILAIAN Mahasiswa dapat menjelaskan 1. Posisi foto: AP,

Lebih terperinci

GANGGUAN NAPAS PADA BAYI

GANGGUAN NAPAS PADA BAYI GANGGUAN NAPAS PADA BAYI Dr R Soerjo Hadijono SpOG(K), DTRM&B(Ch) Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi BATASAN Frekuensi napas bayi lebih 60 kali/menit, mungkin menunjukkan satu atau

Lebih terperinci

MAKALAH ASUHAN NEONATUS, BAYI DAN BALITA ATRESIA ANI DAN ATRESIA REKTAL

MAKALAH ASUHAN NEONATUS, BAYI DAN BALITA ATRESIA ANI DAN ATRESIA REKTAL MAKALAH ASUHAN NEONATUS, BAYI DAN BALITA ATRESIA ANI DAN ATRESIA REKTAL Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kulia Asuhan Neonatus Bayi Dan Balita Dosen : Yuliasti Eka Purwaningrum SST, MPH Disusun oleh :

Lebih terperinci

PERGERAKAN MAKANAN MELALUI SALURAN PENCERNAAN

PERGERAKAN MAKANAN MELALUI SALURAN PENCERNAAN PERGERAKAN MAKANAN MELALUI SALURAN PENCERNAAN FUNGSI PRIMER SALURAN PENCERNAAN Menyediakan suplay terus menerus pada tubuh akan air, elektrolit dan zat gizi, tetapi sebelum zat-zat ini diperoleh, makanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membuat protein, dan mengatur sensitivitas tubuh terhadap hormon

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membuat protein, dan mengatur sensitivitas tubuh terhadap hormon BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tiroid merupakan salah satu kelenjar endokrin pada tubuh manusia yang terletak di bagian depan leher. Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroksin dan triodotironin

Lebih terperinci

TUGAS NEONATUS. Pengampu : Henik Istikhomah, S.SiT, M.Keb POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURAKARTA JURUSAN KEBIDANAN TAHUN AJARAN 2013/2014

TUGAS NEONATUS. Pengampu : Henik Istikhomah, S.SiT, M.Keb POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURAKARTA JURUSAN KEBIDANAN TAHUN AJARAN 2013/2014 TUGAS NEONATUS Pengampu : Henik Istikhomah, S.SiT, M.Keb POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURAKARTA JURUSAN KEBIDANAN TAHUN AJARAN 2013/2014 ELISABETH INDRI N (P2722 4012 193) ELLA MASCHULATUL M ( P 2722

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara berkembang, salah satunya di Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dispepsia menurut kriteria Rome III didefinisikan sebagai sekumpulan gejala yang berlokasi di epigastrium, terdiri dari nyeri ulu hati atau ketidaknyamanan, bisa disertai

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN RADIOGRAFI KALSIFIKASI ARTERI KAROTID. Tindakan membaca foto roentgen haruslah didasari dengan kemampuan

BAB 3 GAMBARAN RADIOGRAFI KALSIFIKASI ARTERI KAROTID. Tindakan membaca foto roentgen haruslah didasari dengan kemampuan BAB 3 GAMBARAN RADIOGRAFI KALSIFIKASI ARTERI KAROTID Tindakan membaca foto roentgen haruslah didasari dengan kemampuan seorang dokter gigi untuk mengenali anatomi normal rongga mulut, sehingga jika ditemukan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI

PENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI PENDAHULUAN Hemotoraks adalah kondisi adanya darah di dalam rongga pleura. Asal darah tersebut dapat dari dinding dada, parenkim paru, jantung, atau pembuluh darah besar. Normalnya, rongga pleura hanya

Lebih terperinci

TUGAS NEONATUS. Pengampu : Henik Istikhomah, S.SiT, M.Keb POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURAKARTA JURUSAN KEBIDANAN TAHUN AJARAN 2013/2014

TUGAS NEONATUS. Pengampu : Henik Istikhomah, S.SiT, M.Keb POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURAKARTA JURUSAN KEBIDANAN TAHUN AJARAN 2013/2014 TUGAS NEONATUS Pengampu : Henik Istikhomah, S.SiT, M.Keb POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURAKARTA JURUSAN KEBIDANAN TAHUN AJARAN 2013/2014 Anggota Kelompok 2 Aprilia Amalia Candra (P27224012 171) Aprilia

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Foramen Mentale Foramen mentale adalah suatu saluran terbuka pada korpus mandibula. Melalui foramen mentale dapat keluar pembuluh darah dan saraf, yaitu arteri, vena

Lebih terperinci

LAPORAN KASUS BEDAH SEORANG PRIA 34 TAHUN DENGAN TUMOR REGIO COLLI DEXTRA ET SINISTRA DAN TUMOR REGIO THORAX ANTERIOR

LAPORAN KASUS BEDAH SEORANG PRIA 34 TAHUN DENGAN TUMOR REGIO COLLI DEXTRA ET SINISTRA DAN TUMOR REGIO THORAX ANTERIOR LAPORAN KASUS BEDAH SEORANG PRIA 34 TAHUN DENGAN TUMOR REGIO COLLI DEXTRA ET SINISTRA DAN TUMOR REGIO THORAX ANTERIOR Diajukan guna melengkapi tugas Komuda Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas

Lebih terperinci

Sem 9 G M Q 79.3 K6 K6 K6 K6 P5.A3 P5.A3 P5.A3 P5.A5 P5.A5 P5.A Sem 3. Sem 5. Sem 4

Sem 9 G M Q 79.3 K6 K6 K6 K6 P5.A3 P5.A3 P5.A3 P5.A5 P5.A5 P5.A Sem 3. Sem 5. Sem 4 MODUL GASTROSCHISIS KODE MODUL : MBA 010 A. Definisi Gastroschisis adalah kegagalan penutupan dinding perut dengan defek berada di sebelah kanan umbilikal cord (95% kasus) disertai dengan herniasi organ

Lebih terperinci

Gambar 1 urutan tingkat perkembangan divertikulum pernapasan dan esophagus melalui penyekatan usus sederhana depan

Gambar 1 urutan tingkat perkembangan divertikulum pernapasan dan esophagus melalui penyekatan usus sederhana depan EMBRIOLOGI ESOFAGUS Rongga mulut, faring, dan esophagus berasal dari foregut embrionik. Ketika mudigah berusia kurang lebih 4 minggu, sebuah divertikulum respiratorium (tunas paru) Nampak di dinding ventral

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR. saluran usus (Price, 1997 : 502). Obserfasi usus aiau illeus adalah obstruksi

BAB I KONSEP DASAR. saluran usus (Price, 1997 : 502). Obserfasi usus aiau illeus adalah obstruksi BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian Obstruksi usus atau illeus adalah gangguan aliran normal isi usus sepanjang saluran usus (Price, 1997 : 502). Obserfasi usus aiau illeus adalah obstruksi saluran cerna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. a. Latar Belakang. Congenital rubella syndrome (CRS) adalah kumpulan kelainan kongenital yang

BAB I PENDAHULUAN. a. Latar Belakang. Congenital rubella syndrome (CRS) adalah kumpulan kelainan kongenital yang BAB I PENDAHULUAN a. Latar Belakang Congenital rubella syndrome (CRS) adalah kumpulan kelainan kongenital yang terjadi pada anak sebagai akibat dari infeksi rubela pada ibu selama kehamilan. WHO memperkirakan

Lebih terperinci

Sejarah X-Ray. Wilheim Conrad Roentgen

Sejarah X-Ray. Wilheim Conrad Roentgen PENCITRAAN X-RAY Sejarah X-Ray Wilheim Conrad Roentgen DEFINISI Sinar X adalah pancaran gelombang elektromagnetik yang sejenis dengan gelombang radio, panas, cahaya, dan sinar ultraviolet tetapi dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Apendisitis akut adalah peradangan/inflamasi dari apendiks vermiformis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Apendisitis akut adalah peradangan/inflamasi dari apendiks vermiformis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Apendisitis akut adalah peradangan/inflamasi dari apendiks vermiformis (umbai cacing). 1,2 Penyakit ini diduga inflamasi dari caecum (usus buntu) sehingga disebut typhlitis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu kegawatdaruratan paling umum di bidang bedah. Di Indonesia, penyakit. kesembilan pada tahun 2009 (Marisa, dkk., 2012).

BAB I PENDAHULUAN. satu kegawatdaruratan paling umum di bidang bedah. Di Indonesia, penyakit. kesembilan pada tahun 2009 (Marisa, dkk., 2012). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanda dan gejala klasik apendisitis akut pertama kali dilaporkan oleh Fitz pada tahun 1886 (Williams, 1983). Sejak saat itu apendisitis akut merupakan salah satu kegawatdaruratan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Foramen Mentale Foramen mentale adalah suatu saluran terbuka pada korpus mandibula. Foramen ini dilalui saraf mental, arteri dan vena. Nervus mentalis adalah cabang terkecil

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Epidemiologi ISK pada anak bervariasi tergantung usia, jenis kelamin, dan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Epidemiologi ISK pada anak bervariasi tergantung usia, jenis kelamin, dan BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Epidemiologi Infeksi Saluran Kemih Epidemiologi ISK pada anak bervariasi tergantung usia, jenis kelamin, dan faktor-faktor lainnya. Insidens ISK tertinggi terjadi pada tahun

Lebih terperinci

IBU DGN MOLAHIDATIDOSA, PLASENTA PREVIA, ABRUPSIO PLASENTA

IBU DGN MOLAHIDATIDOSA, PLASENTA PREVIA, ABRUPSIO PLASENTA ASUHAN KEPERAWATAN ASUHAN IBU DGN MOLAHIDATIDOSA, PLASENTA PREVIA, ABRUPSIO PLASENTA For better health Oleh Ni Ketut Alit Armini School Of Nursing Faculty Of Medicine Airlangga University MOLA HIDATIDOSA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sering terjadi pada laki-laki usia lanjut. BPH dapat mengakibatkan keadaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sering terjadi pada laki-laki usia lanjut. BPH dapat mengakibatkan keadaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hiperplasia prostat jinak (BP H) merupakan penyakit jinak yang paling sering terjadi pada laki-laki usia lanjut. BPH dapat mengakibatkan keadaan pembesaran prostat jinak

Lebih terperinci

Kanker Payudara. Breast Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Payudara. Breast Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Payudara Kanker payudara merupakan kanker yang paling umum diderita oleh para wanita di Hong Kong dan negara-negara lain di dunia. Setiap tahunnya, ada lebih dari 3.500 kasus kanker payudara baru

Lebih terperinci

Pertumbuhan Janin Terhambat. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

Pertumbuhan Janin Terhambat. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi Pertumbuhan Janin Terhambat Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi Definisi Janin dengan berat badan kurang atau sama dengan 10 persentil, atau lingkaran perut kurang atau sama dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. walaupun pemeriksaan untuk apendisitis semakin canggih namun masih sering terjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. walaupun pemeriksaan untuk apendisitis semakin canggih namun masih sering terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Apendisitis merupakan kasus paling sering dilakukan pembedahaan pada anak, walaupun pemeriksaan untuk apendisitis semakin canggih namun masih sering terjadi keterlambatan

Lebih terperinci

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Usus Besar Kanker usus besar merupakan kanker yang paling umum terjadi di Hong Kong. Menurut statistik dari Hong Kong Cancer Registry pada tahun 2013, ada 66 orang penderita kanker usus besar dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kemajuan kesehatan suatu negara. Menurunkan angka kematian bayi dari 34

BAB 1 PENDAHULUAN. kemajuan kesehatan suatu negara. Menurunkan angka kematian bayi dari 34 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2.500 gram dan merupakan penyumbang tertinggi angka kematian perinatal dan neonatal. Kematian neonatus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sikap yang biasa saja oleh penderita, oleh karena tidak memberikan keluhan

I. PENDAHULUAN. sikap yang biasa saja oleh penderita, oleh karena tidak memberikan keluhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembesaran kelenjar (nodul) tiroid atau struma, sering dihadapi dengan sikap yang biasa saja oleh penderita, oleh karena tidak memberikan keluhan yang begitu berarti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai aksis longitudinal sehingga menyebabkan obstruksi saluran pencernaan.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai aksis longitudinal sehingga menyebabkan obstruksi saluran pencernaan. BAB I PENDAHULUAN Volvulus usus adalah kondisi terputarnya segmen usus terhadap usus itu sendiri, mengelilingi mesenterium dari usus tersebut dimana mesenterium itu sebagai aksis longitudinal sehingga

Lebih terperinci

STATUS COASS KEBIDANAN DAN KANDUNGAN

STATUS COASS KEBIDANAN DAN KANDUNGAN STATUS COASS KEBIDANAN DAN KANDUNGAN Identitas a. Nama : Ny T b. Umur : 37 tahun c. Tanggal lahir : 12/09/2014 d. No. MR : 01213903 e. Alamat : Jl. A RT 01 RW 08 f. Telefon : - g. Nama suami : S h. Umur

Lebih terperinci

DDH (Developmental Displacement of the Hip)-I

DDH (Developmental Displacement of the Hip)-I DDH (Developmental Displacement of the Hip)-I DDH juga diistilahkan sebagai Developmental Displasia of the hip. Dahulu, lebih populer dengan nama CDH (Congenital Dislocation of the Hip) atau yang dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit membran hialin (PMH) atau dikenal juga dengan hyaline

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit membran hialin (PMH) atau dikenal juga dengan hyaline BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit membran hialin (PMH) atau dikenal juga dengan hyaline membrane disease (HMD) adalah penyakit pernafasan akut yang diakibatkan oleh defisiensi surfaktan

Lebih terperinci

M/ WITA/ P4A0

M/ WITA/ P4A0 RESUME 1.Ny. E/35 tahun/mrs 7 Juni 2015 jam 05.15 WITA/ G 3 P 2 A 0 Aterm Inpartu Kala I Fase Aktif, PER 2.Ny. M/17 tahun/mrs 6 Juni 2015 jam 15.30 WITA/ G 1 P 0 A 0 gravid 40 minggu, janin tunggal hidup,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempelajari kelainan bawaan disebut dismorfologi. 1. dari seluruh kematian neonatus) yang disebabkan oleh kelainan kongenital di

BAB I PENDAHULUAN. mempelajari kelainan bawaan disebut dismorfologi. 1. dari seluruh kematian neonatus) yang disebabkan oleh kelainan kongenital di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kelainan kongenital atau bawaan adalah kelainan yang sudah ada sejak lahir yang dapat disebabkan oleh faktor genetik maupun non genetik. Ilmu yang mempelajari

Lebih terperinci

Laporan Kasus. Water Sealed Drainage Mini dengan Catheter Intravena dan Modifikasi Fiksasi pada kasus Hidropneumotoraks Spontan Sekunder

Laporan Kasus. Water Sealed Drainage Mini dengan Catheter Intravena dan Modifikasi Fiksasi pada kasus Hidropneumotoraks Spontan Sekunder Laporan Kasus Water Sealed Drainage Mini dengan Catheter Intravena dan Modifikasi Fiksasi pada kasus Hidropneumotoraks Spontan Sekunder Martin Leman, Zubaedah Thabrany, Yulino Amrie RS Paru Dr. M. Goenawan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang ditandai oleh peningkatan kadar glukosa darah kronik (Asdi, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang ditandai oleh peningkatan kadar glukosa darah kronik (Asdi, 2000). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit heterogen yang serius yang ditandai oleh peningkatan kadar glukosa darah kronik (Asdi, 2000). Risiko kematian penderita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Rumusan Masalah. 1.3 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Rumusan Masalah. 1.3 Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami definisi, penyebab, mekanisme dan patofisiologi dari inkontinensia feses pada kehamilan. INKONTINENSIA

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Duodenum merupakan bagian yang paling sering terjadi obstruksi. Obstruksi duodenum

BAB I. PENDAHULUAN. Duodenum merupakan bagian yang paling sering terjadi obstruksi. Obstruksi duodenum BAB I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Duodenum merupakan bagian yang paling sering terjadi obstruksi. Obstruksi duodenum kongenital secara etiologi diklasifikasikan menjadi 2 tipe antara lain obstruksi

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL. Grafik 4.1. Frekuensi Pasien Berdasarkan Diagnosis. 20 Universitas Indonesia. Karakteristik pasien...,eylin, FK UI.

BAB 4 HASIL. Grafik 4.1. Frekuensi Pasien Berdasarkan Diagnosis. 20 Universitas Indonesia. Karakteristik pasien...,eylin, FK UI. BAB 4 HASIL Dalam penelitian ini digunakan 782 kasus yang diperiksa secara histopatologi dan didiagnosis sebagai apendisitis, baik akut, akut perforasi, dan kronis pada Departemen Patologi Anatomi FKUI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kulit terbagi 2 kelompok yaitu melanoma dan kelompok non

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kulit terbagi 2 kelompok yaitu melanoma dan kelompok non 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker kulit terbagi 2 kelompok yaitu melanoma dan kelompok non melanoma. Kelompok non melanoma dibedakan atas karsinoma sel basal (KSB), karsinoma sel skuamosa

Lebih terperinci

DIARE AKUT. Berdasarkan Riskesdas 2007 : diare merupakan penyebab kematian pada 42% bayi dan 25,2% pada anak usia 1-4 tahun.

DIARE AKUT. Berdasarkan Riskesdas 2007 : diare merupakan penyebab kematian pada 42% bayi dan 25,2% pada anak usia 1-4 tahun. DIARE AKUT I. PENGERTIAN Diare akut adalah buang air besar lebih dari 3 kali dalam 24 jam dengan konsistensi cair dan berlangsung kurang dari 1 minggu. Kematian disebabkan karena dehidrasi. Penyebab terbanyak

Lebih terperinci

Dr. Prastowo Sidi Pramono, Sp.A

Dr. Prastowo Sidi Pramono, Sp.A Dr. Prastowo Sidi Pramono, Sp.A PENYAKIT JANTUNG BAWAAN Penyakit jantung yang dibawa dari lahir kelainan pada struktur jantung atau fungsi sirkulasi jantung yang dibawa dari lahir akibat gangguan atau

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ulkus Peptikum 2.1.1 Definisi Ulkus peptikum merupakan luka terbuka dengan pinggir edema disertai indurasi dengan dasar tukak tertutup debris (Tarigan, 2009). Ulkus peptikum

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Hati adalah organ tubuh yang paling besar dan paling kompleks. Hati yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Hati adalah organ tubuh yang paling besar dan paling kompleks. Hati yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hati adalah organ tubuh yang paling besar dan paling kompleks. Hati yang terletak di persimpangan antara saluran cerna dan bagian tubuh lainnya, mengemban tugas yang

Lebih terperinci

LBM 1 Bayiku Lahir Kecil

LBM 1 Bayiku Lahir Kecil LBM 1 Bayiku Lahir Kecil STEP 1 1. Skor Ballard dan Dubowitz : penilaian dilakukan sebelum perawatan bayi, yang dinilai neurologisnya dan aktivitas fisik 2. Kurva lubschenko dan Nellhause : 3. Hyaline

Lebih terperinci

BAYI DENGAN RESIKO TINGGI: KELAINAN JANTUNG KONGENITAL. OLEH. FARIDA LINDA SARI SIREGAR, M.Kep

BAYI DENGAN RESIKO TINGGI: KELAINAN JANTUNG KONGENITAL. OLEH. FARIDA LINDA SARI SIREGAR, M.Kep BAYI DENGAN RESIKO TINGGI: KELAINAN JANTUNG KONGENITAL OLEH. FARIDA LINDA SARI SIREGAR, M.Kep PENDAHULUAN Sekitar 1% dari bayi lahir menderita kelainan jantung bawaan. Sebagian bayi lahir tanpa gejala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini terdapat diseluruh dunia, bahkan menjadi problema utama di negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. ini terdapat diseluruh dunia, bahkan menjadi problema utama di negara-negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dalam pleura berupa transudat atau eksudat yang diakibatkan terjadinya ketidakseimbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimana pada pria membentuk sebuah kantong tertutup sedangkan pada wanita berhubungan

BAB I PENDAHULUAN. dimana pada pria membentuk sebuah kantong tertutup sedangkan pada wanita berhubungan BAB I PENDAHULUAN Peritoneum merupakan membran serosa pada tubuh yang terbesar dan paling kompleks, dimana pada pria membentuk sebuah kantong tertutup sedangkan pada wanita berhubungan dengan rongga ekstraperitoneal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dunia. Pada tahun 2012 sekitar 8,2 juta kematian diakibatkan oleh kanker. Kanker

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dunia. Pada tahun 2012 sekitar 8,2 juta kematian diakibatkan oleh kanker. Kanker BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker merupakan salah satu penyebab kematian terbesar di seluruh dunia. Pada tahun 2012 sekitar 8,2 juta kematian diakibatkan oleh kanker. Kanker merupakan

Lebih terperinci

PERBEDAAN CARDIOTHORACIC RATIO

PERBEDAAN CARDIOTHORACIC RATIO PERBEDAAN CARDIOTHORACIC RATIO PADA FOTO THORAX STANDAR USIA DI BAWAH 60 TAHUN DAN DI ATAS 60 TAHUN PADA PENYAKIT HIPERTENSI DI RS. PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR. sepanjang saluran usus (Price, 1997 : 502). Obstruksi usus atau illeus adalah obstruksi saluran cerna tinggi artinya

BAB I KONSEP DASAR. sepanjang saluran usus (Price, 1997 : 502). Obstruksi usus atau illeus adalah obstruksi saluran cerna tinggi artinya BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian Obstruksi usus atau ilieus adalah gangguan aliran normal isi usus sepanjang saluran usus (Price, 1997 : 502). Obstruksi usus atau illeus adalah obstruksi saluran cerna

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apendiks diartikan sebagai bagian tambahan, aksesori atau bagian tersendiri yang melekat ke struktur utama dan sering kali digunakan untuk merujuk pada apendiks vermiformis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan tidak adanya sel ganglion parasimpatis pada myenteric dan submucosal

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan tidak adanya sel ganglion parasimpatis pada myenteric dan submucosal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hirschsprung s disease merupakan penyakit motilitas usus kongenital yang ditandai dengan tidak adanya sel ganglion parasimpatis pada myenteric dan submucosal

Lebih terperinci

Kanker Rahim - Gejala, Tahap, Pengobatan, dan Resiko

Kanker Rahim - Gejala, Tahap, Pengobatan, dan Resiko Kanker Rahim - Gejala, Tahap, Pengobatan, dan Resiko Apakah kanker rahim itu? Kanker ini dimulai di rahim, organ-organ kembar yang memproduksi telur wanita dan sumber utama dari hormon estrogen dan progesteron

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kandungan. Kelainan penyerta yang timbul pada bayi baru lahir akan menghambat

BAB I PENDAHULUAN. kandungan. Kelainan penyerta yang timbul pada bayi baru lahir akan menghambat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Proses pembentukan manusia yang berkualitas dimulai sejak masih di dalam kandungan. Kelainan penyerta yang timbul pada bayi baru lahir akan menghambat proses

Lebih terperinci

DAFTAR LAMPIRAN. Gambar 1. Stadium Perkembangan Bronkhopulmoner 8. Gambar 2. Pembentukan Tunas Pulmo 8

DAFTAR LAMPIRAN. Gambar 1. Stadium Perkembangan Bronkhopulmoner 8. Gambar 2. Pembentukan Tunas Pulmo 8 DAFTAR LAMPIRAN Gambar 1. Stadium Perkembangan Bronkhopulmoner 8 Gambar 2. Pembentukan Tunas Pulmo 8 Gambar 3. Anatomi Jalan Napas. Laring, trakhea dan bronkhus tampak ventral 8 1 Gambar 4. Zona konduktoria

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor

LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor A. DEFINISI Jaringan lunak adalah bagian dari tubuh yang terletak antara kulit dan tulang serta organ tubuh bagian dalam. Yang tergolong jaringan lunak antara lain

Lebih terperinci

Kekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan

Kekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan F. KEPERAWATAN Kekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan Kaji TTV, catat perubahan TD (Postural), takikardia, demam. Kaji turgor kulit, pengisian kapiler dan

Lebih terperinci

ABSTRAK ETIOPATOGENESIS ULKUS PEPTIKUM. Nita Amelia, 2006, Pembimbing utama : Freddy T Andries, dr., M.S.

ABSTRAK ETIOPATOGENESIS ULKUS PEPTIKUM. Nita Amelia, 2006, Pembimbing utama : Freddy T Andries, dr., M.S. ABSTRAK ETIOPATOGENESIS ULKUS PEPTIKUM Nita Amelia, 2006, Pembimbing utama : Freddy T Andries, dr., M.S. Ulkus peptikum adalah salah satu penyakit saluran pencernaan tersering. Lesi dari ulkus peptikum

Lebih terperinci

BAB I ORGANISASI ORGAN

BAB I ORGANISASI ORGAN BAB I ORGANISASI ORGAN Dalam bab ini akan dibahas struktur histologis dan fungsi dari parenkima dan stroma, organisasi organ tubuler, organisasi organ padat dan membran sebagai organ simplek. Semua organ

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Intensif Care Unit berkembang cepat sejak intensif care unit (Intensive Terapy

BAB I PENDAHULUAN. Intensif Care Unit berkembang cepat sejak intensif care unit (Intensive Terapy BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intensif Care Unit berkembang cepat sejak intensif care unit (Intensive Terapy Unit) ditemukan pada tahun 1950 di daratan Eropa sebanyak 80%, saat terjadi epidemic Poliomyelitis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui struktur yang secara normal berisi (Ester, 2001).

BAB I PENDAHULUAN. melalui struktur yang secara normal berisi (Ester, 2001). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hernia adalah protrusi abnormal organ, jaringan, atau bagian organ melalui struktur yang secara normal berisi (Ester, 2001). Hernia adalah sebuah tonjolan atau

Lebih terperinci

CARA YANG TEPAT DETEKSI DINI KANKER PAYUDARA

CARA YANG TEPAT DETEKSI DINI KANKER PAYUDARA CARA YANG TEPAT DETEKSI DINI KANKER PAYUDARA Oleh : Debby dan Arief Dalam tubuh terdapat berjuta-juta sel. Salah satunya, sel abnormal atau sel metaplasia, yaitu sel yang berubah, tetapi masih dalam batas

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Metabolisme bilirubin meliputi sintesis, transportasi, intake dan konjugasi serta

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Metabolisme bilirubin meliputi sintesis, transportasi, intake dan konjugasi serta BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Metabolisme Bilirubin Metabolisme bilirubin meliputi sintesis, transportasi, intake dan konjugasi serta ekskresi. Bilirubin merupakan katabolisme dari heme pada sistem retikuloendotelial.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis sebagian besar bakteri ini menyerang

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis sebagian besar bakteri ini menyerang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Penyakit Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis sebagian besar bakteri ini menyerang bagian paru, namun tak

Lebih terperinci

RONTGEN Rontgen sinar X

RONTGEN Rontgen sinar X RONTGEN Penemuan sinar X berawal dari penemuan Rontgen. Sewaktu bekerja dengan tabung sinar katoda pada tahun 1895, W. Rontgen menemukan bahwa sinar dari tabung dapat menembus bahan yang tak tembus cahaya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Sekitar 1% dari bayi lahir menderita kelainan jantung bawaan. Sebagian bayi lahir tanpa gejala dan gejala baru tampak pada masa kanak- kan

PENDAHULUAN Sekitar 1% dari bayi lahir menderita kelainan jantung bawaan. Sebagian bayi lahir tanpa gejala dan gejala baru tampak pada masa kanak- kan BAYI DENGAN RESIKO TINGGI: KELAINAN JANTUNG KONGENITAL OLEH. FARIDA LINDA SARI SIREGAR, M.Kep PENDAHULUAN Sekitar 1% dari bayi lahir menderita kelainan jantung bawaan. Sebagian bayi lahir tanpa gejala

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Apendisitis adalah suatu peradangan pada apendiks, suatu organ

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Apendisitis adalah suatu peradangan pada apendiks, suatu organ BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Apendisitis adalah suatu peradangan pada apendiks, suatu organ tambahan seperti kantung yang terletak pada bagian inferior dari sekum atau biasanya disebut usus buntu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Sebagai tinjauan pustaka berikut ini ada beberapa contoh penelitian yang sudah dilakukan oleh para peneliti yang dapat digunakan sebagai

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian. Apendisitis akut adalah penyebab paling sering dari nyeri abdomen akut yang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian. Apendisitis akut adalah penyebab paling sering dari nyeri abdomen akut yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Apendisitis akut adalah penyebab paling sering dari nyeri abdomen akut yang memerlukan tindakan pembedahan. Diagnosis apendisitis akut merupakan hal yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Spondylitis tuberculosis atau yang juga dikenal sebagai Pott s disease

BAB I PENDAHULUAN. Spondylitis tuberculosis atau yang juga dikenal sebagai Pott s disease BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Spondylitis tuberculosis atau yang juga dikenal sebagai Pott s disease merupakan suatu penyakit yang banyak terjadi di seluruh dunia. Terhitung kurang lebih 3 juta

Lebih terperinci

Carolina M Simanjuntak, S.Kep, Ns AKPER HKBP BALIGE

Carolina M Simanjuntak, S.Kep, Ns AKPER HKBP BALIGE Carolina M Simanjuntak, S.Kep, Ns Berat badan 2500-4000 gram. Panjang badan lahir 48-52 cm. Lingkar dada 30-35 cm. Lingkar kepala 33-35 cm. Kulit kemerah-merahan dan licin karena jaringan subcutan cukup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan adalah modal utama bagi manusia, kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan adalah modal utama bagi manusia, kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah modal utama bagi manusia, kesehatan merupakan bagian yang terpenting dalam menjaga kelangsungan hidup seseorang. Jika seseorang sedang tidak dalam kondisi

Lebih terperinci

APPENDICITIS (ICD X : K35.0)

APPENDICITIS (ICD X : K35.0) RUMAH SAKIT RISA SENTRA MEDIKA MATARAM PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) SMF ILMU BEDAH TAHUN 2017 APPENDICITIS (ICD X : K35.0) 1. Pengertian (Definisi) 2. Anamnesis 3. Pemeriksaan Fisik 4. Kriteria Diagnosis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker ovarium adalah suatu massa atau jaringan baru yang. abnormal yang terbentuk pada jaringan ovarium serta mempunyai sifat

BAB I PENDAHULUAN. Kanker ovarium adalah suatu massa atau jaringan baru yang. abnormal yang terbentuk pada jaringan ovarium serta mempunyai sifat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker ovarium adalah suatu massa atau jaringan baru yang abnormal yang terbentuk pada jaringan ovarium serta mempunyai sifat dan bentuk berbeda dari sel asalnya.

Lebih terperinci