A. Latar Belakang Masalah
|
|
- Sudomo Setiabudi
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semua orang pasti menginginkan kehidupan yang sejahtera baik secara fisik, materi maupun psikologis dan menghindari kehidupan yang menekan serta tidak menyenangkan, remaja adalah salah satu fase yang membutuhkan bimbingan dalam kehidupan karena konflik psikologis dari dalam diri sangat dominan terjadi pada remaja yang disebabkan oleh perkembangan fisik, kognitif, kejiwaan, dan sosial (Said, 2015). Masa remaja adalah sebuah konstruksi sosial, sebelum abad ke-20 tidak ada konsep mengenai remaja karena dahulu anak-anak akan memasuki masa dewasa saat matang secara fisik atau saat sudah bekerja sedangkan pada masa kini persiapan menuju kedewasaan membutuhkan waktu yang lebih panjang dan tidak memiliki batasan yang jelas, proses masuk ke dunia kerja cenderung terjadi lebih lambat dalam masyarakat yang kompleks, serta membutuhkan periode pendidikan lebih panjang untuk mempersiapkan tanggung jawab sebagai orang dewasa (Papalia, Olds & Feldman, 2009). Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak menuju kedewasaan, yang berlangsung sejak usia 10 atau 11 tahun sampai pada masa remaja akhir sekitar usia 18 sampai 21 tahun. Masa peralihan memberikan remaja kesempatan untuk tumbuh, tidak hanya dalam dimensi fisik, tetapi juga dalam kompetensi kognitif, sosial, kemandirian, harga diri, dan kedekatan hubungan dengan orang lain (Papalia, dkk 2009). Perubahan yang tampak jelas pada masa remaja adalah perkembangan fisik, yaitu masa alat-alat kelamin manusia mencapai 1
2 2 kematangannya secara seksual, pertumbuhan secara cepat pada tinggi dan berat badan, serta perubahan bentuk tubuh yang sudah seperti tubuh orang dewasa, masa ini juga disebut sebagai pubertas (Sarwono, 2012). Remaja juga menunjukkan perkembangan yang pesat pada kemampuan kognitifnya, Piaget (dalam Ali & Asrori, 2012) mengatakan bahwa pada masa remaja sudah berada pada tahap operasional formal dan sudah mampu berpikir abstrak, logis, rasional, serta mampu memecahkan persoalan-persoalan yang bersifat hipotetis. Sejalan dengan perkembangan kognitif pada waktu yang sama remaja juga mengalami perkembangan moral. Kohlberg (dalam Papalia, dkk 2009) menyatakan remaja berada pada tingkat penalaran moral konvensional yaitu suatu tingkatan dimana remaja mulai mematuhi aturan sosial, menginternalisasi standar dari figur otoritas, berusaha menyenangkan orang lain, dan mempertahankan aturan sosial. Pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi pada masa remaja menyebabkan kebutuhan remaja juga meningkat. Kebutuhan psikologis adalah kebutuhan yang paling penting bagi remaja karena dengan terpenuhinya kebutuhan psikologis maka remaja akan mampu menunjukkan perilaku yang positif dalam hidup. Remaja sangat membutuhkan ketenangan, kedamaian, kesempatan mengembangkan potensi, cinta dan kasih sayang, pujian, motivasi, penghargaan, dikenal oleh orang lain, diterima dan dihargai oleh orang sekitar, kebebasan, sosialisasi dalam kehidupan dan kesetiakawanan, prestasi, arahan dan bimbingan, serta pendidikan agama (Said, 2015). Remaja yang kebutuhan psikologisnya terpenuhi akan memperoleh suatu kepuasan hidup, selanjutnya remaja akan merasa gembira, harmonis, dan produktif.
3 3 Sebaliknya, remaja akan mengalami kekecewaan, ketidakpuasan, atau bahkan frustrasi, dan pada akhirnya akan mengganggu pertumbuhan dan perkembangannya jika kebutuhan psikologisnya tidak terpenuhi (Ali & Asrori, 2012). Kondisi kebutuhan remaja yang meningkat, memunculkan tugas-tugas baru yang harus dilakukan dan dicapai oleh remaja yang disebut tugas perkembangan. Hurlock (dalam Ali & Asrori, 2012) menyatakan tugas perkembangan remaja yang penting yaitu, mencapai hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita, mencapai peran sosial pria dan wanita, menerima keadaan diri apa adanya, mencari kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya, mencapai jaminan kebebasan ekonomis, memilih dan menyiapkan lapangan pekerjaan, persiapan untuk memasuki kehidupan berkeluarga, mengembangkan keterampilan intelektual, memperoleh suatu himpunan nilai-nilai dan sistem etika sebagai pedoman tingkah laku. Havighurst (dalam Ali & Asrori, 2012) menyatakan bahwa jika berhasil menjalankan sebagian besar tugas perkembangan akan menimbulkan kebahagiaan dan membawa kearah keberhasilan, akan tetapi jika gagal akan menimbulkan rasa tidak bahagia dan kesulitan dalam menghadapi tugas-tugas berikutnya. Perkembangan fisik, kognitif, psikologis, dan sosial yang berlangsung sangat cepat membuat remaja membutuhkan bimbingan dan lingkungan yang sesuai untuk memahami karakteristik masa perkembangannya. Berbagai problematika yang muncul seringkali terjadi karena kurangnya pengalaman remaja dalam berinteraksi dengan tuntutan pertumbuhan dan kebutuhan remaja yang terus berkembang (Said, 2015). Sebagian remaja mengalami masalah dalam menghadapi berbagai perubahan yang terjadi secara bersamaan dan membutuhkan bantuan saat menjalani masa ini (Papalia, dkk 2009).
4 4 Salah satu contoh perubahan yang dialami remaja akhir adalah masa peralihan jenjang pendidikan dari Sekolah Menengah Atas (SMA) menuju Perguruan Tinggi (Hurlock, 1980). Tidak jarang remaja akhir harus pergi merantau untuk melanjutkan pendidikan menuju Perguruan Tinggi yang menyebabkan remaja akhir tinggal jauh dari orang tua, keluarga, dan teman-teman sewaktu SMA. Akibatnya remaja akhir bisa mengalami top-dog phenomenon yaitu fenomena berupa keadaan bergerak dari posisi teratas saat remaja menjadi senior di SMA menuju ke posisi paling bawah saat remaja menjadi junior di Perguruan Tinggi (Santrock, 2002). Tinggal jauh dari orang tua, teman-teman dekat sewaktu SMA, harus menyesuaikan diri dengan lingkungan baru, memulai hubungan sosial dengan teman baru dan senior di Perguruan Tinggi menjadi situasi yang dihadapi oleh remaja akhir. Hasil studi pendahuluan yang didapatkan peneliti setelah mewawancarai kelompok remaja akhir yaitu tiga mahasiswa perantauan yang beragama Islam, adalah terjadi fenomena seperti merasa kesepian, kesendirian dan tidak ada orang yang bisa dimintai pertolongan saat pertama kali memasuki lingkungan perkuliahan di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, berikut kutipan wawancara: Karena disini saya sendiri dan otomatis tidak mempunyai siapa-siapa yang bisa saya mintai bantuan (Preliminary Study, VerLC11). Sejalan dengan pendapat dari Allen dan Laursen (dalam Papalia, dkk 2009) bahwa remaja merasa aman jika memiliki hubungan dan dukungan penuh dari orang tua yang memahami cara remaja melihat diri sendiri, mendorong usaha remaja untuk mencapai kemandirian, serta menyediakan tempat yang aman di saat remaja mengalami tekanan emosional, sedangkan mahasiswa yang jauh dari rumah mengalami hal yang sebaliknya ketika mengalami tekanan emosional mereka
5 5 kurang merasa aman karena jauh dari orang tua. Berikut kutipan wawancara tekanan emosional yang dihadapi responden pertama kali datang ke Bali untuk melanjutkan kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana: Pertama ke Bali itu pastinya kaget, karena budayanya berbeda di lingkungan pertama, terus juga ee yang kedua itu kita harus belajar karena disini saya perantau untuk hidup mandiri untuk bisa ee mengatur keuangan sendiri ee biasanya dulu kalau masih SMA itu masih diatur sama orang tua diurus segala keperluannya, sedangkan disini kita harus ngurus segala sesuatunya itu sendiri jadinya disini kita harus belajar lebih dewasa dan mandiri. Terutama di masa ospek juga disana kita harus bisa gimana caranya sistemnya ini membuat kaget karena perubahan sistem belajar itu berubah banget, kalau misalnya ospek itu dari waktu SMA kita nggak pernah belajar cari jurnal disini kita harus tugas-tugas waktu ospeknya cari jurnal dan lain sebagainya, ngatur waktu malah waktu ospek kita nggak ada waktu tidur sama sekali dan itu bener-bener kaget banget. Beda banget ya sistem belajar waktu SMA sama waktu kuliah itu beda banget kadang ada rasa kesepian juga karena disini kita engga tahu siapa-siapa, engga punya temen siapa-siapa dan memang harus bisa survive hidup disini dan harus ee belajar lagi cari temen lagi dan ngatur semuanya sendiri. (Preliminary Study, VerLC1). Salah satu sarana untuk membantu mahasiswa perantauan khususnya yang beragama Islam dalam menjalani perkuliahan di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana adalah Islamic Medical Activists (IMA). IMA adalah organisasi kemahasiswaan yang beranggotakan mahasiswa Muslim di lingkup Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Mayoritas anggota IMA adalah remaja akhir yaitu remaja yang berusia tahun, ini dikarenakan pada saat awal memasuki jenjang perkuliahan remaja pada umumnya berada pada rentang usia tahun. Islamic Medical Activist (IMA) adalah organisasi yang bersifat independen dan berasaskan kekeluargaan yang berdiri pada tahun IMA merupakan organisasi yang bernuansa sosial, berwawasan cendekia, dan memiliki visi maju untuk menyongsong masa depan. IMA memiliki tujuan antara lain sebagai tempat untuk persaudaraan dan interaksi, meningkatkan kesejahteraan anggota, membina kepribadian anggota yang bermoral, berbudi, mengembangkan potensi kreatif dan
6 6 keilmuan anggota, membina kehidupan beragama, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, berperan aktif dalam dunia pendidikan, serta berpartisipasi secara konstruktif dalam pembangunan masyarakat (AD/ART IMA, 2015). Berdasarkan hasil wawancara terhadap tiga mahasiswa perantauan yang pada awal memasuki perkuliahan di Fakultas Kedokteran belum bergabung dengan IMA namun sekarang sudah menjadi anggota IMA lebih dari satu tahun, diperoleh informasi bahwa IMA mempunyai kegiatan-kegiatan yang positif seperti mengadakan seminar tentang melakukan prosesi sunat (sirkumsisi), mengadakan pelayanan kesehatan gratis untuk masyarakat, mengadakan prosesi sunat gratis bagi masyarakat, dan khusus untuk hari raya Idhul Adha IMA mengadakan penyembelihan hewan untuk dikorbankan (qurban) dan dagingnya dibagikan kepada panti asuhan (Preliminary Study, VerLC6 & VerLC7). IMA memiliki perbedaan dengan organisasi lain yang ada di lingkungan Fakultas Kedokteran diantaranya karena IMA adalah organisasi yang bersifat independen jadi dalam melakukan kegiatan dana yang dikeluarkan bersifat swadaya dari anggota atau mencari dana lewat sponsor. Selain itu yang membedakan IMA dengan organisasi lain di Fakultas Kedokteran adalah sifatnya yang tidak mengikat, contohnya jika organisasi lain mewajibkan calon anggotanya menjadi anggota muda terlebih dahulu setelah itu wajib menjadi panitia suatu kegiatan agar bisa diangkat menjadi anggota sebuah organisasi maka hal ini tidak diwajibkan dalam IMA karena seluruh mahasiswa Muslim yang sedang menempuh studi di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana merupakan anggota IMA sehingga tidak ada istilah calon anggota IMA (AD/ART IMA, 2015). Responden wawancara menyampaikan bahwa setelah menjadi anggota IMA responden mulai merasakan dan mendapatkan manfaat positif. Manfaat yang di
7 7 dapat setelah menjadi anggota IMA dan mengikuti kegiatan-kegiatan IMA diceritakan melalui kutipan wawancara berikut: emm rasanya seneng sih ketemu temen baru terus ketemu temen seperjuangan sama-sama perantau sama sama se-muslim terus sama-sama senasib sepenanggungan, sama-sama enggak tau apa-apa. Seneng aja ternyata ada lo tempat dimana kita bisa ketemu orang yang sama backgroundnya gitu. Ehmm bermanfaat banget ya kalo saya ikut kegiatan IMA itu karena yang pertama menambah silaturahmi ternyata kita nggak sendiri di Bali karena kan ee mayoritas di Bali penduduknya beragama Hindu ternyata disini kita bisa ketemu lagi sama temen-temen yang sama kayak kita terus tambah lagi eee temen-temen gak hanya satu prodi tapi dari prodi lainnya juga banyak, dan karena eee di IMA juga ee sangat kekeluargaan ya jadi saya ngerasa nyaman di IMA. Banyak banget manfaat ikut IMA missal ikut tenda tensi dan pelayanan kesehatan itu disitu kita diajarkan untuk belajar ilmu baru seperti mengukur tensi, asam urat eee cek gula darah akhirnya saya belajar dan bisa. Ada juga kegiatan refreshing, ada juga animasi itu kan ee menjalin hubungan dan mengenal sama alumni, kakak kelas, adik kelas juga yang baru jadinya menambah banyak link dan juga dari IMA sendiri eee apa ya ada ya bertemu dengan sahabat-sahabat misalnya temen itu enggak dari satu prodi aja malah temen deket saya itu ada yang dari temen IMA itu sendiri. Jadi karena kenal itu jadi temen satu kos terus juga saling sharing kehidupan di Bali itu gimana, terus juga abis itu di IMA kan ada yang namanya Liqo (sharing ilmu agama dan sekaligus perkumpulan tetapi hanya khusus sesama perempuan) nah kebetulan saya juga ikut nah itu banyak manfaatnya terutama untuk kita yang perantau gimana kita di daerah rantau harus bisa bergaul dengan baik dan memilih temen dengan baik nah menurut saya itu IMA bisa jadi tempat bagi para perantau untuk eee tidak terbawa arus yang tidak baik atau gimana. (Preliminary Study, VerLC3-4) Masa remaja bisa disebut sebagai masa sosial karena sepanjang masa remaja hubungan sosial makin tampak jelas dan dominan. Kesadaran akan kesunyian menyebabkan remaja mencari kompensasi dengan mencari hubungan dengan orang lain atau berusaha mencari pergaulan. Penghayatan kesadaran akan kesunyian yang mendalam dari remaja merupakan dorongan pergaulan untuk menemukan pernyataan diri akan kemampuan kemandiriannya (Ali & Asrori, 2012). Mahasiswa yang membutuhkan hubungan sosial dan menyadari akan kesunyian membuat mahasiswa berusaha untuk mencari pergaulan.
8 8 Salah satu wadah yang menyediakan tempat untuk mahasiswa perantauan yang beragama Islam memulai hubungan sosial pertama kali di lingkungan kampus adalah IMA, karena pada mulai awal mahasiswa Muslim mengikuti ospek, IMA sudah mulai mendata mahasiswa Muslim lalu mengajak berinteraksi dan memfasilitasi kebutuhan-kebutuhan contohnya memberikan pinjaman buku untuk kuliah, memberikan informasi tentang perkuliahan di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dan memperkenalkan mahasiswa baru dengan mahasiswa senior dikampus, jadi bisa dikatakan IMA sebagai keluarga awal bagi mahasiswa Muslim dan perantauan saat berada di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. IMA juga bisa disebut sebagai batu pijakan untuk memulai hubungan dan interaksi sosial yang lebih besar lagi dengan seluruh mahasiswa di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana (Preliminary Study, VerLC2). Islamic Medical Activists (IMA) bisa menjadi lingkungan positif yang mendukung bagi mahasiswa perantauan tentang perkuliahan di Bali, karena IMA bisa menjadi sarana yang membantu remaja untuk memenuhi kebutuhan psikologis remaja seperti kebutuhan akan kesempatan mengembangkan potensi, cinta dan kasih sayang, pujian, motivasi, penghargaan, dikenal oleh orang lain, diterima dan dihargai oleh orang sekitar, kebebasan, sosialisasi dalam kehidupan dan kesetiakawanan, prestasi, arahan dan bimbingan, serta pendidikan agama karena jika kebutuhan psikologis remaja terpenuhi maka akan timbul suatu kepuasan hidup, selanjutnya remaja akan merasa gembira, harmonis, dan produktif (Ali & Asrori, 2012) Havighurst (dalam Ali & Asrori, 2012) juga menyatakan bahwa jika remaja berhasil menjalankan sebagian besar tugas perkembangannya maka akan timbul kebahagiaan dan membawa kearah keberhasilan. Remaja yang berhasil memenuhi
9 9 kebutuhan dan tugas perkembangannya membuat remaja memperoleh kepuasan hidup dan juga kebahagiaan yang diyakini dapat membentuk kesejahteraan dalam dirinya. Hal-hal positif seperti kebahagiaan dan kepuasan juga turut berpengaruh dalam pembentukan kondisi psikologis yang positif (positive psychological functioning) yang membawa kepada terbentuknya kesejahteraan psikologis (psychological well-being) dalam diri seseorang (Ryff & Keyes, 1995). Psychological well-being merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan kesejahteraan psikologis individu berdasarkan pemenuhan kriteria fungsi psikologi secara positif. Menurut Papalia, dkk (2009) deskripsi orang yang memiliki kesejahteraan psikologis yang baik adalah orang yang mampu merealisasikan potensi yang dimilikinya secara berkelanjutan, mampu membentuk hubungan yang hangat dengan orang lain, mandiri dalam menghadapi tekanan sosial, menerima diri apa adanya, memiliki arti dalam hidup, serta mampu mengontrol lingkungan eksternal. Psychological well-being merupakan kesejahteraan psikologis yang ditentukan oleh hasil evaluasi atas pengalaman-pengalaman hidupnya. Evaluasi dari pengalaman-pengalaman dapat membuat psychological well-being seseorang rendah atau sebaliknya justru membuat psychological well-being meningkat (Ryff, 1989). Pengalaman-pengalaman selama menjadi anggota IMA ternyata memberikan manfaat yang sifatnya positif seperti pengalaman berinteraksi dengan masyarakat saat melakukan pelayanan kesehatan, memperoleh pengetahuan tentang cara melakukan penyunatan (sirkumsisi) sekaligus mempraktekkannya, IMA bisa menjadi keluarga baru bagi mahasiswa perantauan sehingga mereka tidak merasa kesepian sekaligus bisa saling tolong-menolong jika terjadi sesuatu, IMA bisa menjadi tempat untuk berdiskusi tentang materi perkuliahan dan saling
10 10 meminjamkan buku yang menjadi acuan dalam mata kuliah (Preliminary Study, VerLC8 & VerLC11). Wood, Joseph, dan Maltby (2009) menyatakan salah satu faktor yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis seseorang adalah rasa syukur. Rasa syukur berkorelasi signifikan dengan kesejahteraan psikologis, rasa syukur berkaitan dengan positive coping, fungsi sosial dan memiliki efek sebab-akibat pada positive well-being dan hubungan sosial. Mahasiswa perantauan yang mampu dan senantiasa bersyukur karena mendapat keluarga baru salah satunya melalui IMA diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan psikologisnya. Penelitian juga membuktikan rasa syukur berkorelasi negatif dengan perilaku anti-sosial, phobia, gangguan kecemasan, gangguan panik, dan mental hyperorexia (Kendler, 2003). Rasa syukur juga memberikan pandangan positif bagi individu terhadap kehidupannya (Wood, 2008) yang berkorelasi dengan kesejahteraan psikologis (Wood, 2009). Psychological well-being pada mahasiswa yang mengikuti IMA juga dapat ditingkatkan melalui pengembangan perilaku-perilaku yang positif, diharapkan dari perilaku positif tersebut dapat membantu mahasiswa mengembangkan pertumbuhan dirinya karena pertumbuhan pribadi (personal growth) merupakan salah satu aspek dari psychological well-being (Ryff, 1989). Perilaku positif yang mendukung pertumbuhan pribadi sudah termanifestasi dalam program-program IMA yang sifatnya perilaku prososial. William (dalam Dayakisni & Hudaniah, 2006) membatasi perilaku prososial secara lebih rinci sebagai perilaku yang memiliki intensi untuk mengubah keadaan fisik atau psikologis penerima bantuan dari kurang baik menjadi lebih baik, dalam arti secara
11 11 material dan psikologis, dalam hal ini dapat dikatakan bahwa perilaku prososial bertujuan untuk meningkatkan well-being orang lain. Perilaku prososial yang dilakukan oleh IMA seperti melakukan tebar daging pada saat hari raya Idhul Adha dan juga pelayanan kesehatan gratis seperti cek tensi, wawancara kesehatan, sampai pemberian pengobatan melalui oral dan injeksi merupakan intensi untuk mengubah keadaan fisik dan psikologis orang lain agar menjadi lebih baik. Seseorang memunculkan perilaku yang rela mengorbankan diri sendiri demi orang lain ketika sebenarnya mampu untuk tidak peduli dikarenakan oleh perilaku prososial, yaitu setiap perilaku yang mempunyai tujuan menguntungkan orang lain. Organisasi IMA walaupun secara kelembagaan bersifat independen dan tidak berada dibawah dekanat sehingga setiap kegiatan yang dilakukan harus menggunakan dana swadaya dari masing-masing anggota, tidak menghalangi untuk menjalankan kegiatan yang membantu orang lain dan dilakukan tanpa pamrih. Perilaku prososial yang dilakukan oleh IMA juga tidak memandang sekat-sekat keagamaan walaupun organisasi ini dalam namanya bernafaskan Islam akan tetapi setiap perilaku prososial yang dilakukan selalu terbuka untuk masyarakat umum dibawah bingkai kebhinekaan (AD/ART IMA, 2015). Menurut riset yang dilakukan oleh Williamson dan Clark (dalam Taylor, Peplau & Sears, 2009) mahasiswa yang bisa memberi pertolongan kepada orang lain melaporkan bahwa perasaannya menjadi lebih senang dan tenang dibanding mahasiswa yang tidak diberi kesempatan untuk membantu. Mahasiswa yang memberi pertolongan juga melaporkan bahwa merasa dirinya lebih baik (misalnya lebih sabar, tidak egois, dan dapat diandalkan). Menurut riset melakukan hal-hal positif seperti perilaku prososial ternyata terbukti bisa membuat kondisi perasaan mahasiswa menjadi lebih baik dan membuatnya lebih yakin terhadap kemampuan
12 12 diri sendiri. Dengan demikian, diharapkan perilaku prososial yang dilakukan oleh remaja akhir anggota IMA dapat memberikan kontribusi yang positif bagi psychological well-being dirinya. Berdasarkan penjelasan diatas peneliti tertarik untuk mengangkat penelitian dengan judul Hubungan Rasa Syukur dan Perilaku Prososial terhadap Psychological Well-Being pada Remaja Akhir Anggota Islamic Medical Activist Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan fungsional antara rasa syukur dan perilaku prososial terhadap psychological wellbeing pada remaja akhir anggota Islamic Medical Activists Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan rasa syukur dan perilaku prososial terhadap psychological well-being pada remaja akhir anggota Islamic Medical Activists Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan kajian pemikiran dalam ilmu pengetahuan psikologi khususnya dalam Psikologi Perkembangan, Psikologi Positif, Psikologi Sosial serta dapat berkontribusi terhadap teori yang berkaitan dengan rasa syukur, perilaku prososial dan psychological well-being.
13 13 2. Manfaat Praktis Manfaat praktis dari penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi peneliti sendiri maupun bagi pihak-pihak lainnya, uraian manfaat praktis dari penelitian ini sebagai berikut: a. Manfaat bagi remaja akhir 1) Memberikan informasi bagi anggota IMA maupun remaja akhir yang tergabung dalam organisasi mengenai hubungan antara rasa syukur dan perilaku prososial terhadap kesejahteraan psikologis. 2) Penelitian ini diharapkan bisa memengaruhi wawasan dan pola pikir anggota IMA maupun remaja akhir yang tergabung dalam organisasi sehingga senantiasa bersyukur dan menolong orang lain dalam kehidupannya karena akan menciptakan evaluasi pengalaman positif dengan harapan agar remaja akhir bisa memperoleh kesejahteraan psikologis. b. Manfaat bagi orang tua 1) Memberi informasi kepada orang tua mengenai hubungan fungsional antara rasa syukur dan perilaku prososial terhadap psychological well-being pada remaja akhir, agar orang tua bisa mulai mengajarkan anak sejak dini untuk senantiasa bersyukur dan melakukan tindakan untuk membantu sesama dengan ikhlas dengan begitu anak akan tumbuh dengan pengalaman-pengalaman yang positif sehingga diharapkan mampu menciptakan keadaan kesejahteraan psikologis sejak dini dan semakin matang ketika mencapai fase remaja.
14 14 c. Manfaat bagi Perguruan Tinggi 1) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada pihak perguruan tinggi terkait keadaan psikologis remaja akhir saat berada di bangku perkuliahan khususnya remaja perantauan, serta menjadi acuan agar perguruan tinggi senantiasa mendukung dan memfasilitasi kegiatan-kegiatan organisasi IMA maupun organisasi lainnya yang bersifat prososial dengan harapan agar remaja akhir dapat mencapai psychological well-being yang baik. d. Manfaat bagi peneliti 1) Memberikan pemahaman yang lebih mendalam terkait dengan hubungan rasa syukur dan perilaku prososial terhadap pembentukan kesejahteraan psikologis anggota IMA maupun remaja yang tergabung dalam organisasi.
15 15 E. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian mengenai rasa syukur, perilaku prosial dan psychological well-being telah dilakukan sebelumnya. Berikut beberapa penelitian mengenai rasa syukur, perilaku prososial dan psychological well-being, antara lain : 1. Hubungan antara Gratitude dan Psychological Well-Being pada Mahasiswa oleh Fitri Oktaviani Putri pada tahun 2012 dari Universitas Indonesia. Penelitian ini dilakukan untuk melihat apakah terdapat hubungan antara gratitude dan psychological well-being pada mahasiswa.variabel gratitude diukur dengan SS8 (skala syukur 8). Variabel psychological well-being diukur dengan alat ukur self-report yang diadaptasi dari penelitian sebelumnya oleh Hapsari (2011), yang menggunakan Ryff s Scale of Psychological Well-Being (1989). Penelitian ini melibatkan 340 responden berusia 17 sampai 25 tahun. Hasil penelitian ini adalah terdapat hubungan positif yang signifikan antara gratitude dan psychological wellbeing. Penelitian ini menemukan bahwa tidak ada perbedaan signifikan antara responden yang tergabung dan tidak tergabung dalam perkumpulan keagamaan baik pada gratitude maupun psychological well-being. 2. Gratitude Predicts Psychological Well-Being Above the Big Five Facets oleh Wood, Joseph, dan Maltby pada tahun Penelitian ini untuk menguji apakah rasa syukur mempengaruhi psychological well-being. Responden dalam penelitian ini adalah mahasiswa yang berjumlah 201 orang terdiri dari 128 perempuan dan 73 laki-laki berusia tahun. Pengukuran rasa syukur dalam penelitian ini menggunakan gratitude questionnaire-6 (GQ-6), sedangkan untuk psychological well-being diukur menggunakan skala psychological well-being dari Ryff. Metode analisis dengan menggunakan analisis multiple regression. Hasil penelitian ini menujukkan bahwa rasa syukur memiliki korelasi yang lemah dengan
16 16 aspek otonomi, korelasi sedang dengan aspek penguasaan lingkungan dan tujuan hidup, serta korelasi yang kuat dengan aspek pertumbuhan pribadi, aspek hubungan positif dengan orang lain, dan aspek penerimaan diri. Korelasi ini menunjukkan bahwa rasa syukur adalah prediktor penting dari psychological well-being. 3. Hubungan antara Perilaku Prososial dengan Psychological Well-Being pada Remaja oleh Megawati pada tahun 2015 dari Universitas Udayana. Metodologi dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara perilaku prososial dengan psychological well-being pada remaja di kota Denpasar. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah cluster random sampling. Subjek dalam penelitian ini adalah 214 remaja berusia tahun, remaja laki-laki berjumlah 91 orang dan remaja perempuan berjumlah 123 orang. Pengukuran variabel psychological well-being dan perilaku prososial menggunakan skala. Data yang diperoleh dari penelitian ini dianalisis menggunakan analisis regresi sederhana untuk melihat hubungan antara variabel perilaku prososial dan psychological well-being. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan signifikan dan positif antara perilaku prososial dengan psychological well-being yang berarti semakin tinggi nilai perilaku prososial semakin tinggi pula psychological well-being remaja. Nilai koefisien determinasi sebesar 0,372 menunjukkan sumbangan perilaku prososial terhadap psychological well-being sebesar 37,2% sedangkan sisanya 62,8% disumbang oleh faktor-faktor lain seperti usia, kelas sosial ekonomi, relasi sosial, dan faktor kepribadian. 4. Pengaruh Kedekatan Dengan Korban dan Sikap terhadap Bullying terhadap Tindakan Prososial Bystander Bullying di SMA oleh Sudibyo (2012) dari Universitas Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
17 17 kedekatan dengan korban dan sikap terhadap bullying terhadap perilaku prososial pada siswa SMA di Jakarta dan sekitarnya. Subjek pada penelitian ini adalah siswa/i, SMA dalam tahap remaja yakni tahun berjumlah 80 orang. Teknik pengambilan sampel menggunakan accidental sampling panel (pengambilan sampel dipilih berdasarkan tersedianya individu dan kemauan untuk mengikuti penelitian). Pengukuran sikap menggunakan alat ukur sikap terhadap bullying. Hasil penelitian ini menunjukkan tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara kedekatan dengan korban terhadap perilaku prososial pada siswa SMA. Artinya, seseorang yang ingroup dengan korban tidak memiliki perbedaan skor prososial yang signifikan daripada orang yang outgroup dengan korban. Namun terdapat pengaruh yang signifikan sikap terhadap bullying terhadap perilaku prososial pada siswa SMA. Artinya, seseorang yang memiliki sikap negatif terhadap bullying akan memiliki lebih tinggi skor prososial secara signifikan daripada orang yang memiliki sikap positif terhadap bullying. Selain itu, tidak ada interaksi pengaruh kedekatan dan sikap terhadap bullying terhadap perilaku prososial. 5. Psychological Well-Being pada Remaja yang Orang Tua Bercerai dan Yang Tidak Bercerai (Utuh) oleh Werdyaningrum (2013) dari Universitas Muhammadiyah Malang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan psychological well-being yang signifikan antara remaja yang orang tuanya bercerai dengan remaja yang orang tuanya tidak bercerai (utuh). Subjek dalam penelitian ini adalah 102 remaja usia tahun yang terdiri dari 51 remaja yang orang tuanya bercerai dan 51 remaja yang orang tuanya utuh. Data dikumpulkan dengan skala Ryff s Psychological Well-Being Scale. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan nilai psychological well-being yang signifikan antara remaja yang orang tuanya bercerai dan remaja dengan orang tua yang utuh
18 18 (t= 9.813; p = 0.000, p < 0.01). Remaja yang orang tuanya bercerai memiliki nilai psychological well-being yang lebih rendah dibandingkan remaja yang orang tuanya tidak bercerai (utuh). Penelitian yang peneliti lakukan berbeda dari penelitian yang sudah dijabarkan sebelumnya. Perbedaan tersebut antara lain terletak pada variabel penelitian yang peneliti pilih yaitu psychological well-being, rasa syukur, dan perilaku prososial. Metodologi penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif dengan teknik pengambilan sampel berupa cluster sampling. Lokasi tempat peneliti melakukan penelitian juga berbeda dengan lokasi penelitian yang telah dijabarkan di atas. Lokasi penelitian bertempat di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar, Bali. Karakteristik subjek penelitian juga berbeda yaitu remaja akhir anggota IMA dengan rentang usia tahun. Berdasarkan beberapa penelitian yang dijabarkan sebelumnya belum pernah ada yang melakukan penelitian dengan judul hubungan rasa syukur dan perilaku prososial terhadap psychological wellbeing pada remaja akhir anggota Islamic Medical Activists (IMA) Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
M. Lutfi Hadi Wicaksono dan Luh Kadek Pande Ary Susilawati Psikologi Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana
Jurnal Psikologi Udayana 2016, Vol. 3, No. 2, 196-208 Program Studi Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Udayana ISSN: 2354 5607 HUBUNGAN RASA SYUKUR DAN PERILAKU PROSOSIAL TERHADAP PSYCHOLOGICAL
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tugas perkembangan pada remaja salah satunya adalah mencapai kematangan hubungan sosial dengan teman sebaya baik pria, wanita, orang tua atau masyarakat. Dimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga merupakan dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang OMK (Orang Muda Katolik) merupakan sebuah wadah yang dapat menghimpun para pemuda Katolik untuk terus melayani Tuhan dan sesama, sebagai sebuah komunitas keagamaan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN hingga (Unicef Indonesia, 2012). Menurut Departemen Sosial
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan jumlah panti asuhan terbesar di dunia dengan perkiraan jumlah lembaga pengasuhan anak pada tahun 2007 sekitar 5.250 hingga 8.610 (Unicef
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Carol D. Ryff merupakan penggagas teori Psychological well-being.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PSYCHOLOGICAL WELL-BEING 2.1.1. Definisi Psychological Well-Being Carol D. Ryff merupakan penggagas teori Psychological well-being. Menurut Ryff (1989), psychological well being
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Atas (SMA) untuk melanjutkan studinya. Banyaknya jumlah perguruan tinggi di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perguruan tinggi saat ini menjadi incaran para siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) untuk melanjutkan studinya. Banyaknya jumlah perguruan tinggi di Indonesia menjadikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Psychological well-being (PWB) atau kesejahteraan psikologis merupakan suatu kondisi yang menjadikan individu dapat mengenali, menggali dan memiliki potensi yang khas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. usia 18 hingga 25 tahun (Santrock, 2010). Pada tahap perkembangan ini, individu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seorang individu dapat dikatakan menginjak masa dewasa awal ketika mencapai usia 18 hingga 25 tahun (Santrock, 2010). Pada tahap perkembangan ini, individu mengalami
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian dari keluarga, dimana sebagian besar kelahiran disambut bahagia oleh anggota keluarganya, setiap orang tua mengharapkan anak yang sehat,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mutia Ramadanti Nur,2013
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam perkembangan selama hidupnya, manusia dihadapkan pada dua peran yaitu sebagai mahluk individu dan mahluk sosial. Sebagai mahluk sosial, manusia selalu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan generasi muda yang berperan sebagai penerus cita-cita
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan generasi muda yang berperan sebagai penerus cita-cita bangsa, oleh karena itu remaja diharapkan dapat mengembangkan potensi diri secara optimal
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena melajang pada era modern ini menjadi sebuah trend baru dalam
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fenomena melajang pada era modern ini menjadi sebuah trend baru dalam kehidupan manusia, terutama di kota besar di Indonesia, seperti Jakarta. Sampai saat ini memang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu sejak dilahirkan akan berhadapan dengan lingkungan yang menuntutnya untuk menyesuaikan diri. Penyesuaian diri yang dilakukan oleh individu diawali dengan penyesuaian
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia dikatakan makhluk sosial yang mempunyai akal pikiran di
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dikatakan makhluk sosial yang mempunyai akal pikiran di mana dapat berkembang dan diperkembangkan (Giri Wiloso dkk, 2012). Sebagai makhluk sosial, manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami perubahan-perubahan di berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan, teknologi, politik, ekonomi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa berada pada masa dewasa awal. Pada masa ini, mahasiswa berada pada masa transisi dari masa remaja ke masa dewasa. Pada masa transisi ini banyak hal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap pasangan yang telah menikah tentu saja tidak ingin terpisahkan baik
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pasangan yang telah menikah tentu saja tidak ingin terpisahkan baik secara fisik maupun psikologis. Namun kenyataanya, tuntutan tugas dan profesi dalam pekerjaan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak
7 TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Keluarga merupakan tempat pertama dan utama dimana seorang anak dididik dan dibesarkan. Berdasarkan Undang-undang nomor 52 tahun 2009, keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. muncul melalui proses evaluasi masing-masing individu terhadap kehidupannya
1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai latar belakang masalah, rumusan permasalahan penelitian, tujuan penelitian, signifikansi penelitian, isu etis, cakupan penelitian, dan sistematika penelitian.
Lebih terperinciPerkembangan Sepanjang Hayat
Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Dewasa Awal dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Masa Dewasa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan yang bermutu adalah yang mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang saling membutuhkan dan saling berinteraksi. Dalam interaksi antar manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa peralihan seseorang dari masa kanak-kanak menuju
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa peralihan seseorang dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang berlangsung dari usia 10 atau 11 tahun. Pada masa ini seseorang mengalami
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat penting dalam pembentukan karakter bangsa. Hal ini
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan sangat penting dalam pembentukan karakter bangsa. Hal ini dapat terwujud dengan adanya partisipasi dan dukungan perangkat yang baik. Salah satu perangkat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia terdapat 6 agama yang diakui negara yaitu Islam, Kristen,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Di Indonesia terdapat 6 agama yang diakui negara yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha dan Konghucu (Penetapan Presiden RI Nomor 1 tahun 1965). Setiap agama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, masalah-masalah yang muncul dalam kehidupan remaja sering menimbulkan berbagai tantangan bagi para orang dewasa. Banyak hal yang timbul pada masa remaja,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di era modern saat ini semua individu pasti mengalami fase mulai dari bayi, anak-anak, remaja, dewasa dan lanjut usia dan hal itu sudah sewajarnya terjadi dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan suatu hal yang sangat penting, diantaranya sebagai sumber dukungan sosial bagi individu, dan juga pernikahan dapat memberikan kebahagiaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan formal di Indonesia merupakan rangkaian jenjang pendidikan yang wajib dilakukan oleh seluruh warga Negara Indonesia, di mulai dari Sekolah Dasar
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Body Image 1. Pengertian Body image adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well Being. perspektif besar mengenai psychological well being yang diturunkan dari dua
14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Psychological Well Being 1. Konsep Psychological Well Being Konsep psychological well being sendiri mengacu pada pengalaman dan fungsi psikologis yang optimal. Sampai saat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. diwarnai dengan berbagai macam emosi, baik itu emosi positif maupun
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia pada umumnya pasti tidak akan terlepas dari permasalahan sepanjang masa hidupnya. Hal ini dikarenakan manusia merupakan makhluk sosial yang setiap harinya pasti
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman membuat manusia harus bisa beradaptasi dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan zaman membuat manusia harus bisa beradaptasi dengan lingkungannya agar mampu bertahan dalam berbagai aspek kehidupan. Individu dituntut mampu menjadi manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mencari pengalaman hidup serta ingin menuntut ilmu yang lebih tinggi di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap individu mempunyai keinginan untuk mengubah diri menjadi lebih baik. Hal ini bisa disebabkan lingkungan tempat tinggalnya kurang baik, ingin mencari pengalaman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkembangan dari mulai lahir sampai dengan meninggal dunia. Dari semua fase
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Selama rentang kehidupan manusia, telah terjadi banyak pertumbuhan dan perkembangan dari mulai lahir sampai dengan meninggal dunia. Dari semua fase perkembangan manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai
Lebih terperinciTranskrip Wawancara dengan Anak Korban Broken Home
Transkrip Wawancara dengan Anak Korban Broken Home Informan 1 Nama : AD Jenis kelamin : Perempuan Usia : 14 Tahun Pendidikan : SMP Hari/tanggal wawancara : Jum at, 4 April 2014 Tempat wawancara : Rumah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang berarti tidak dapat hidup tanpa orang lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, baik terhadap
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan
BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode dalam rentang kehidupan adalah penting namun kadar kepentingannya berbedabeda. Kadar kepentingan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah lakunya dengan situasi orang lain. Sebagai mahluk sosial, manusia membutuhkan pergaulan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari hubungannya dengan orang lain. Keberadaan orang lain dibutuhkan manusia untuk melakukan suatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perceraian merupakan kata yang umum dan tidak asing lagi di telinga masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi trend, karena untuk menemukan informasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dian Lidriani, 2014
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Populasi lansia di dunia mengalami peningkatan pesat. Berdasarkan hasil penelitian Kinsella &Velkof (2001), bahwa sepanjang tahun 2000, populasi lansia dunia tumbuh
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA GEGAR BUDAYA DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA BERSUKU MINANG DI UNIVERSITAS DIPONEGORO
HUBUNGAN ANTARA GEGAR BUDAYA DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA BERSUKU MINANG DI UNIVERSITAS DIPONEGORO Astrid Oktaria Audra Siregar 15010113140084 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO ABSTRAK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hubungan Kecerdasan..., Leila, Fakultas Psikologi 2016
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa merupakan individu yang sedang menuju kematangan pribadi dan mempunyai berbagai macam potensi, dengan potensi itu menjadikan mahasiswa dapat membuat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Individu pada hakikatnya selalu mengalami proses pertumbuhan dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Individu pada hakikatnya selalu mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan sepanjang hidup, artinya secara fisik individu akan terus tumbuh namun akan berhenti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial setiap manusia mempunyai dorongan untuk berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai dorongan untuk bersosialisasi.
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI II. A. DUKUNGAN SOSIAL II. A. 1. Definisi Dukungan Sosial Menurut Orford (1992), dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian, dan penghargaan yang diandalkan pada saat individu mengalami
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada perguruan tinggi mahasiswa tahun pertama harus bersiap menghadapi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada perguruan tinggi tahun pertama harus bersiap menghadapi dunia baru yaitu dunia perkuliahan yang tentu saja berbeda jauh dengan kultur dan sistem pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Dalam kehidupan, belum ada seorang manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain (www.wikipedia.com).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial yang tidak
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Manusia sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia memerlukan norma atau
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. didik, sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seseorang yang masuk instansi pendidikan tertentu disebut peserta didik, sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Remaja. suatu konsep yang sekarang kita sebut sebagai remaja (adolescence). Ketika buku
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Remaja 1. Definisi Remaja Pada akhir abad ke-19 dan pada awal abad ke-20, para ahli menemukan suatu konsep yang sekarang kita sebut sebagai remaja (adolescence). Ketika buku
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbatas pada siswa baru saja. Penyesuaian diri diperlukan remaja dalam menjalani
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu masalah yang dihadapi siswa dalam memasuki lingkungan sekolah yang baru adalah penyesuaian diri, walaupun penyesuaian diri tidak terbatas pada siswa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. (Stanley Hall dalam Panuju, 2005). Stres yang dialami remaja berkaitan dengan proses perkembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tawuran terjadi dikalangan pelajar sudah menjadi suatu hal yang biasa, sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi di tangerang,
Lebih terperinciBAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan
BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan sering menilai seseorang berdasarkan pakaian, cara bicara, cara berjalan, dan bentuk tubuh. Lingkungan mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam
Lebih terperinciSUSI RACHMAWATI F
HUBUNGAN ANTARA PENYESUAIAN PERKAWINAN DENGAN KEHARMONISAN KELUARGA PADA AWAL PERKAWINAN PASANGAN BERSTATUS MAHASISWA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memiliki konsep diri dan perilaku asertif agar terhindar dari perilaku. menyimpang atau kenakalan remaja (Sarwono, 2007).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Siswa SMA berada pada usia remaja yaitu masa peralihan antara masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan perubahan fisik dan psikologis. Dengan adanya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pola Kelekatan Orangtua Tunggal Dengan Konsep Diri Remaja Di Kota Bandung
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Idealnya, di dalam sebuah keluarga yang lengkap haruslah ada ayah, ibu dan juga anak. Namun, pada kenyataannya, saat ini banyak sekali orang tua yang menjadi orangtua
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Komisi Remaja adalah badan pelayanan bagi jemaat remaja berusia tahun. Komisi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu gereja yang sudah berdiri sejak tahun 1950 di Indonesia adalah Gereja Kristen Indonesia atau yang biasa disebut GKI. GKI adalah sekelompok gereja
Lebih terperincipara1). BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Menjadi tua merupakan suatu proses perubahan alami yang terjadi pada setiap individu. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan 60 tahun sampai 74 tahun sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang berlangsung sejak usia 10 atau 11 tahun, atau bahkan lebih awal yang disebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam rentang kehidupan, pastinya setiap individu akan mengalami sebuah fase kehidupan. Fase kehidupan tersebut berawal sejak dari kandungan, masa kanak-kanak,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara bertahap yaitu adanya suatu proses kelahiran, masa anak-anak, remaja,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan dan perkembangan kehidupan seorang manusia berjalan secara bertahap yaitu adanya suatu proses kelahiran, masa anak-anak, remaja, dewasa, dan lanjut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa dimana peserta didik bergaul, belajar dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa dimana peserta didik bergaul, belajar dan memperoleh ilmu sesuai dengan tingkat kebutuhannya yang dilaksanakan secara formal sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi serta restrukturisasi organisasi, begitu pula di Indonesia.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era globalisasi membawa kemajuan dan perubahan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi serta restrukturisasi organisasi, begitu pula di Indonesia. Hal ini menimbulkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dianggap sebagai masa topan badai dan stres, karena remaja telah memiliki
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi ke masa dewasa. Masa ini dianggap sebagai masa topan badai dan stres, karena remaja telah memiliki keinginan bebas untuk menentukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. individual yang bisa hidup sendiri tanpa menjalin hubungan apapun dengan individu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang paling mulia di dunia ini dimana manusia memiliki akal, pikiran, dan perasaan. Manusia bukanlah makhluk individual yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Anak jalanan di Indonesia mengalami peningkatan pesat dalam beberapa tahun belakangan. Seseorang bisa dikatakan anak jalanan apabila berumur dibawah 18 tahun, yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Manusia mengalami
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Manusia mengalami pertumbuhan secara fisik dan perkembangan menuju tingkatan yang lebih tinggi. Menurut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa awal adalah masa dimana seseorang memperoleh pasangan hidup, terutama bagi seorang perempuan. Hal ini sesuai dengan teori Hurlock (2002) bahwa tugas masa
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Prostitusi merupakan fenomena yang tiada habisnya. Meskipun telah dilakukan upaya untuk memberantasnya dengan menutup lokalisasi, seperti yang terjadi di lokalisasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah bersatunya dua orang manusia yang bersama-sama sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat keterikatan secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Individu yang memasuki tahap dewasa awal memiliki berbagai tugas perkembangan. Salah satu tugas perkembangan dewasa awal adalah mencari cinta (Santrock,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dimana pada masa tersebut merupakan periode peralihan dan perubahan. Hurlock
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan suatu periode perkembangan yang penting, dimana pada masa tersebut merupakan periode peralihan dan perubahan. Hurlock (1980:206) menyatakan
Lebih terperinciBAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang
BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Menurut Undang-Undang RI Nomor 34 tahun 2004, Tentara Nasional Indonesia sebagai alat pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia, bertugas melaksanakan kebijakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berbicara tentang siswa sangat menarik karena siswa berada dalam kategori
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbicara tentang siswa sangat menarik karena siswa berada dalam kategori usia remaja yang tidak pernah lepas dari sorotan masyarakat baik dari sikap, tingkah laku,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pasal 31 ayat 1 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa tiap-tiap warga negara
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan (Kartono, 2007). Pendidikan di Indonesia diatur dengan jelas pada pasal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Hasil Presentase Pernikahan Dini di Pedesaan dan Perkotaan. Angka Pernikahan di Indonesia BKKBN (2012)
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Angka pernikahan dini di Indonesia terus meningkat setiap tahunya. Data Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional BKKBN (2012), menyatakan bahwa angka pernikahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Imas Halimatusa diah, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan pada hakikatnya adalah suatu proses pembelajaran yang terjadi pada tiap individu dalam mengembangkan berbagai dimensi pribadinya. Baik itu berupa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang paling dinanti-nantikan. Pada pasangan yang sulit memiliki anak, segala
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setelah sepasang pria dan wanita menikah, memiliki anak merupakan hal yang paling dinanti-nantikan. Pada pasangan yang sulit memiliki anak, segala upaya akan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Berikut kutipan wawancara yang dilakukan peneliti dengan seorang wanita
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berikut kutipan wawancara yang dilakukan peneliti dengan seorang wanita yang bernama Mimi, usia 21 tahun, sudah menikah selama 2 tahun dan memiliki 1 orang anak, mengenai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara berkembang, remaja merupakan bagian terbesar dalam populasi. Data demografi menunjukkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, biasaya. perubahan penampilan pada orang muda dan perkembangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah periode perkembangan selama dimana individu mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, biasaya antara usia 13 dan 20 tahun.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa Remaja merupakan suatu fase transisi dari anak-anak menjadi dewasa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa Remaja merupakan suatu fase transisi dari anak-anak menjadi dewasa (Passer & Smith, 2008). Fase remaja menunjukkan perkembangan transisional yang pesat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wanita merupakan individu yang memiliki keterbukaan dalam membagi permasalahan kehidupan maupun penilaian mereka mengenai sesuatu ataupun tentang orang lain.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya, mengenal lingkungannya, dan mengenal masyarakat di sekitarnya. Remaja mulai memahami
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lembaga kesejahteraan sosial yang mempunyai kewajiban untuk memberikan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara umum anak-anak tinggal dengan orang tua mereka di rumah, tetapi ada juga sebagian anak yang tinggal di panti asuhan. Panti asuhan adalah suatu lembaga
Lebih terperinciPENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN
PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk kebahagiaan dirinya dan memikirkan wali untuk anaknya jika kelak
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Selama 10 tahun saya menjanda, tidak ada pikiran untuk menikah lagi, karena pengalaman yang tidak menyenangkan dengan perkawinan saya. Tapi anak sudah besar,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia. Manusia dapat menjalankan berbagai macam aktivitas hidup dengan baik bila memiliki kondisi kesehatan
Lebih terperinci