BAB VI STRATEGI DAN PERANCANGAN PROGRAM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB VI STRATEGI DAN PERANCANGAN PROGRAM"

Transkripsi

1 99 BAB VI STRATEGI DAN PERANCANGAN PROGRAM 6.1 Perumusan Alternatif Strategi dan Program Untuk dapat merumuskan alternatif strategi dan program peningkatan pelayanan sampah perumahan pada kajian ini digunakan metode AHP (Analytical Hierarchy Process). Responden dalam penelitian ini diberikan suatu daftar pertanyaan terstruktur dalam bentuk kuesioner. Model kuesioner dapat dilihat pada Lampiran 1. Struktur hirarki yang digunakan untuk menggambarkan elemenelemen yang diprioritaskan untuk dikembangkan terdiri dari 4 hirarki (level). Hirarki pertama adalah tujuan yaitu meningkatkan cakupan pelayanan sampah perumahan di Kabupaten Bogor. Hirarki kedua adalah kebijakan strategis yang potensial dapat dilakukan yang dirumuskan menjadi :1) Peningkatan Sarana Pelayanan, 2) Peningkatan Kerjasama dengan Dunia Usaha, 3) Peningkatan peran Masyarakat. Hirarki ketiga faktor-faktor yang mendukung dalam alternatif strategi tersebut, dan hirarki keempat adalah prioritas langkah strategis/program yang bisa dikembangkan dan ditingkatkan. Kebijakan strategis Peningkatan Sarana Pelayanan perlu ditingkatkan karena dalam pelaksanaan pelayanan persampahan masih banyak kekurangan dalam hal aspek peralatan angkutan dan pembuangan sampah. Kebijakan strategis Peningkatan Kerjasama dengan Dunia Usaha diperlukan karena produk-produk dari industri ikut serta dalam meningkatkan jumlah dan jenis sampah terutama sampah kemasan. Pihak pengembang perumahan juga perlu diikutkan dalam pengelolaan sampah sehingga dapat mengurangi volume sampah yang harus dikelola oleh pemerintah daerah. Sedangkan kebijakan strategis Peningkatan Peran Masyarakat juga diperlukan karena pemerintah daerah masih menghadapi kendala dalam hal sarana dan anggaran, sehingga dibutuhkan peran serta masyarakat untuk mengurangi sampah dari sumbernya dan pembayaran retribusi sampah. Struktur Hirarki yang digunakan untuk menggambarkan elemen-elemen yang diprioritaskan dalam peningkatan cakupan pelayanan sampah perumahan dapat dilihat pada Tabel 22. Dalam pemilihan prioritasnya, setiap elemen pada

2 100 kebijakan strategis memiliki prioritasnya masing-masing. Sehingga prioritas yang akan dihasilkan pun dapat mempengaruhi prioritas sub kriteria di bawahnya dan pada akhirnya mempengaruhi prioritas langkah strategis yang penting untuk ditingkatkan. Tabel 22. Struktur Hirarki Peningkatan Cakupan Pelayanan Sampah Perumahan di Kabupaten Bogor Level 1 Level 2 Level 3 Level 4 Tujuan Kebijakan Faktor Pendukung Langkah Strategis Strategis Peningkatan Cakupan Pelayanan Sampah Perumahan Peningkatan Sarana Pelayanan Peningkatan Kerjasama dengan dunia Usaha Peningkatan Peran Masyarakat Penambahan/ Perbaikan Sarana Operasional Optimalisasi TPA Eksisting Penyediaan TPA Alternatif Industri Pengembang Penerapan 3R Ketaatan Pembayaran Retribusi Penambahan Kendaraan Angkutan Perbaikan Kendaraan Angkutan Penambahan Alat Berat di TPA Peningkatan Teknis Pembuangan Penerapan Pengelolaan sampah TPA disetiap Wilayah TPA di Lokasi Strategis untuk semua wilayah Industri yang mengolah sampah produknya sendiri Industri Pengolah Sampah ( Sampah sebagai bahan produksi/bahan bakar) Penyediaan Sarana Pewadahan/Pengumpulan Penyediaan Organisasi Pengolah sampah Sosialisasi dan Edukasi Bantuan Sarana dan Pendampingan Insentif dan Disinsentif Ketaatan Besaran Tarif Retribusi Sampah Ketaatan Waktu Pembayaran 6.2. Analisis Prioritas Pengembangan Kebijakan Berdasarkan pendapat enam orang orang responden, maka diperoleh matriks persepsi dari masing-masing responden sebagaimana Lampiran 2. Responden dipilih secara sengaja yang terdiri dari unsur pemerintah sebanyak lima orang yaitu berasal dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan, Bappeda dan Badan Lingkungan Hidup serta satu orang dari wakil masyarakat. Alasan pemilihan responden yang berasal dari unsur pemerintah karena sebagai pemegang dan penentu arah kebijakan pembangunan khususnya mengenai pelayanan dan pengelolaan sampah serta juga sebagai pihak yang mengetahui mengenai permasalahan persampahan di Kabupaten Bogor, sedangkan alasan pemilihan responden yang berasal dari wakil masyarakat karena responden

3 101 tersebut sebagai ketua RW sekaligus ketua kelompok pengelolaan 3R di Perumahan Puspa Raya, sehingga mengetahui langsung permasalahan pengelolaan 3R di masyarakat. Metode yang digunakan dalam pengisian keputusan AHP dilakukan secara terpisah melalui wawancara dan kuisioner yang kemudian dilakukan perhitungan pendapat gabungan dengan rata-rata penilaian dari semua responden dengan menggunakan metode rata-rata ukur/rata-rata geometris. Hasil perhitungan pendapat gabungan juga dapat dilihat pada Lampiran 2 dan hasil pengolahan AHP menggunakan Expert Choice 2000 dapat dilihat pada Lampiran 3. Berdasarkan hasil olahan data menggunakan Expert Choice 2000, terlihat bahwa untuk mencapai tujuan peningkatan cakupan pelayanan sampah perumahan di Kabupaten Bogor, elemen kebijakan strategis Peningkatan Sarana Pelayanan memiliki bobot 0,450, Peningkatan Kerjasama dengan Dunia Usaha memiliki bobot 0,215 dan Peningkatan Peran Masyarakat memiliki bobot 0,335. Dengan demikian urutan prioritas yang lebih diutamakan dalam peningkatan cakupan pelayanan persampahan perumahan adalah Peningkatan Sarana Pelayanan dan berikutnya Peningkatan Peran Masyarakat. Bobot persepsi gabungan responden dalam pohon hirarki peningkatan cakupan pelayanan sampah perumahan di Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Gambar 4.

4 Peningkatan Cakupan Pelayanan Sampah Perumahan (Kajian di Kabupaten Bogor) (1,00) 84 Peningkatan Sarana Pelayanan (0,450) Peningkatan Kerjasama dengan dunia usaha/swasta (0,215) Peningkatan Peran Masyarakat (0,335) Penambahan /Perbaikan Sarana Operasional (0,246) Optimalisasi TPA Eksisting (0,104) Penyediaan TPA Alternatif (0,100) Industri (0,106) Pengembang (0,110) Penerapan 3R (0, 271) Ketaatan Pembayaran Retribusi Sampah (0,064) Penambahan Kendaraan Angkutan (0,169) Perbaikan Kendaraan Angkutan (0,038) Penambahan Alat Berat di TPA (0,039) Peningkatan Teknis Pembuangan (0,059) Penerapan Pengelolaan Sampah (0,045) TPA di setiap wilayah (Barat,Tengah dan Timur) (0,062) TPA di Lokasi Strategis untuk Semua Wilayah (0, 038) Industri yang mengelola sampah produknya sendiri (0,032) Industri Pengolah Sampah (Sampah sebagai bahan produksi/bahan bakar) (0,074) Penyediaan sarana pewadahan/ pemilahan ( 0,063) Penyediaan organisasi pengelola sampah di lingkungan perumahan (0,047) Sosialisasi dan Edukasi (0,127) Bantuan Sarana dan pendampingan (0,094) Insentif dan Disinsentif (0,051) Ketaatan sesuai besaran tarif retribusi (0,037) Ketaatan waktu pembayaran (0,027) Gambar 4. Bobot Persepsi Gabungan Responden dalam Peningkatan Cakupan Pelayanan Sampah Perumahan

5 Peningkatan Sarana Pelayanan Pada kebijakan Peningkatan Sarana Pelayanan, sub kriteria yang memiliki bobot tertinggi adalah Penambahan/Perbaikan Sarana Operasional dengan nilai bobot 0,548, kemudian berikutnya Optimalisasi TPA Eksisting dengan nilai bobot 0,230, dan Penyediaan TPA Alternatif dengan nilai bobot 0,222 (Gambar 5). Penambahan/Perbaikan Sarana Operasional dinilai sebagai aspek utama dalam keberhasilan peningkatan cakupan pelayanan sampah karena berhubungan langsung dengan operasional di masyarakat. Sumber : Data Olah AHP dengan Expert Choice 2000 Gambar 5. Grafik Prioritas Aspek yang Dipertimbangkan pada Kebijakan Peningkatan Sarana Pelayanan Pada aspek Penambahan/Perbaikan Sarana Operasional, rata-rata responden lebih memilih memprioritaskan langkah strategis Penambahan Kendaraan Pengangkut Sampah (bobot 0,687) kemudian berikutnya adalah Penambahan Alat Berat (bobot 0,157) dan Perbaikan Kendaraan Pengangkut Sampah (bobot 0,156). Urutan prioritas langkah-langkah strategis pada kriteria Penambahan/Perbaikan Sarana Pelayanan ditunjukkan pada Gambar 6.

6 104 Sumber : Data Olah AHP dengan Expert Choice 2000 Gambar 6. Grafik Prioritas Langkah Strategis pada Aspek Penambahan/Perbaikan Sarana Operasional Penambahan Kendaraan Pengangkut Sampah dinilai sangat diperlukan untuk meningkatkan cakupan pelayanan sampah perumahan, mengingat jumlah kendaraan angkutan yaitu dump truck dan arm roll tidak sebanding dengan jumlah timbulan sampah yang harus diangkut di Kabupaten Bogor. Pada aspek Optimalisasi TPA Eksisting, langkah strategis yang lebih diprioritaskan adalah Peningkatan Teknis Pembuangan (bobot 0,565) daripada penerapan pengelolaan sampah di TPA dengan bobot 0,435 (Gambar 7), karena saat ini sistem yang digunakan di TPA Galuga adalah controlled landfill sehingga perlu ditingkatkan menjadi sanitary landfill. Selain itu perlu untuk ditunjang dengan penerapan pengelolaan sampah di TPA. Sampah di Galuga yang berasal dari Kabupaten Bogor belum ada upaya penanganan lain seperti pengomposan atau pemisahan sampah. Sumber : Data Olah AHP dengan Expert Choice 2000 Gambar 7. Grafik Prioritas Langkah Strategis pada Aspek Optimalisasi TPA Eksisting Pada aspek Penyediaan TPA Alternatif, langkah strategis yang lebih diprioritaskan adalah penyediaan TPA disetiap wilayah barat, tengah dan timur

7 105 (bobot 0,622) daripada Penyediaan TPA di lokasi strategis untuk semua wilayah dengan bobot 0,378 (Gambar 8). Hal tersebut untuk mempersingkat ritasi pengangkutan sampah bagi setiap wilayah sehingga akan lebih banyak jumlah timbulan sampah yang dapat diangkut dan meningkatkan cakupan pelayanan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan. Sumber : Data Olah AHP dengan Expert Choice 2000 Gambar 8. Grafik Prioritas Langkah Strategis pada Aspek Penyediaan TPA Alternatif Berdasarkan analisis prioritas secara global menggunakan Expert Choice 2000, didapat bahwa distribusi prioritas langkah strategis yang memiliki prioritas tertinggi pada kebijakan Peningkatan Sarana Pelayanan adalah langkah-langkah strategis dalam aspek penambahan/perbaikan sarana operasional, baru kemudian aspek Optimalisasi TPA Eksisting dan Penyediaan TPA Alternatif (Tabel 23). Dengan demikian perlu dipertimbangkan untuk menambah jumlah kendaraan angkutan sampah.

8 106 Tabel 23. Urutan Elemen yang Diprioritaskan Secara Global dalam Peningkatan Sarana Pelayanan Urutan ELemen Level Bobot Prioritas 1 Peningkatan Sarana Pelayanan 2 0,450 1 Penambahan/Perbaikan Sarana Operasional 3 0,246 2 Optimalisasi TPA Eksisting 3 0,104 3 Penyediaan TPA Alternatif 3 0,100 1 Penambahan Kendaraan Angkutan 4 0,169 2 Penyediaan TPA di Setiap Wilayah Barat, Tengah, 4 0,062 Timur 3 Peningkatan Teknis Pembuangan 4 0,059 4 Penerapan Pengelolaan Sampah 4 0,045 5 Penambahan Alat Berat di TPA 4 0,039 6 Perbaikan Kendaraan Angkutan Penyediaan TPA di Lokasi Strategis untuk Semua Wilayah 4 0,038 Sumber : Data Primer (diolah) Peningkatan Peran Masyarakat Pada kebijakan Peningkatan Peran masyarakat, aspek yang memiliki bobot tertinggi adalah Penerapan 3R (bobot 0,809) dan berikutnya adalah Ketaatan Pembayaran Retribusi dengan bobot 0,191 (Gambar 9). Kedua kriteria ini merupakan faktor yang mempengaruhi Peran Masyarakat dalam meningkatkan pelayanan persampahan. Penerapan 3R merupakan bentuk keterlibatan langsung masyarakat dalam mengurangi sampah dari sumbernya dan Ketaatan Pembayaran Retribusi dapat membantu pemerintah daerah memperoleh anggaran untuk pelayanan dan pengelolaan sampah. Sumber : Data Olah AHP dengan Expert Choice 2000 Gambar 9. Grafik Prioritas Aspek yang Dipertimbangkan pada Kebijakan Strategi Peningkatan Peran Masyarakat Aspek Penerapan 3R sangat diperlukan dalam mendukung keberhasilan peningkatan pelayanan persampahan dan juga sudah diamanatkan dalam Undangundang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, untuk itu langkah

9 107 strategis yang lebih diprioritaskan oleh responden adalah Sosialisasi dan Edukasi (bobot 0,468), disusul Bantuan Sarana dan Pendampingan (bobot 0,345) dan berikutnya Insentif dan disinsentif dengan bobot 0,187 (Gambar 10). Agar Penerapan 3R dapat berjalan baik dimasyarakat maka langkah yang diprioritaskan adalah Sosialisasi dan Edukasi, karena untuk mengubah pola pikir dan prilaku masyarakat mengenai keberadaan dan penanganan sampah bukanlah hal yang mudah karena masyarakat sudah terbiasa menganggap sampah adalah barang yang tidak bermanfaat dan harus dienyahkan dari pandangannnya. Untuk memberi pemahaman dan pengetahuan penerapan 3R maka prioritas utama adalah diberikan sosialisasi dan edukasi baik berupa seminar ataupun pelatihan-pelatihan kepada masyarakat. Setelah adanya keinginan dari warga masyarakat sendiri untuk menerapkan 3R maka barulah pemerintah daerah memberikan bantuan berupa sarana dan pendampingan. Penghargaan juga perlu diberikan atas usaha masyarakat dalam pengurangan sampah. Sumber : Data Olah AHP dengan Expert Choice 2000 Gambar 10. Grafik Prioritas Langkah Strategis pada Aspek Penerapan 3R Pada aspek Ketaatan Pembayaran Retribusi, peran serta masyarakat yang lebih diprioritaskan adalah Ketaatan Pembayaran Sesuai Tarif Retribusi (bobot 0,582) lalu berikutnya Ketaatan Waktu Pembayaran dengan bobot 0,418 (Gambar 11). Pembayaran retribusi sampah harus sesuai tarif yang ditetapkan dalam peraturan daerah karena ada warga masyarakat yang membayar masih di bawah tarif retribusi.

10 108 Sumber : Data Olah AHP dengan Expert Choice 2000 Gambar 11. Grafik Prioritas Langkah Strategis pada Aspek Ketaatan Pembayaran Retribusi Berdasarkan analisis prioritas secara global menggunakan Expert Choice 2000, didapat bahwa distribusi prioritas langkah strategis yang memiliki prioritas tertinggi pada kebijakan Peningkatan Peran Masyarakat adalah Sosialisasi dan Edukasi dan Bantuan Sarana dan Pendampingan (Tabel 24). Dengan demikian untuk meningkatkan peran masyarakat maka diperlukan rancangan program yang lebih berpihak pada kedua langkah tersebut. Tabel 24. Urutan Elemen yang diprioritaskan secara Global dalam Peningkatan Peran Masyarakat. Urutan Elemen Level Bobot Prioritas 2 Peningkatan Peran Masyarakat 2 0,335 1 Penerapan 3R 3 0,271 2 Ketaatan Pembayaran Retribusi Sampah 3 0,064 1 Sosialisasi dan Edukasi 4 0,127 2 Bantuan Sarana dan Pendampingan 4 0,094 3 Insentif dan Disinsentif 4 0,051 4 Ketaatan Sesuai Besaran Tarif Retribusi 4 0,037 5 Ketaatan Waktu Pembayaran 4 0,027 Sumber : Data Primer (diolah) Berdasarkan hasil analisis sensitivitas terhadap keenam-belas langkah untuk mencapai tujuan Peningkatan Cakupan Pelayanan Persampahan diperoleh bahwa Penambahan Kendaraan Angkutan sampah adalah langkah yang memiliki nilai tertingi (bobot 0,169), kemudian berikutnya adalah Sosialisasi dan Edukasi Penerapan 3R (bobot 0,127) serta Bantuan Sarana dan Pendampingan (bobot 0, 094) (Tabel 25).

11 109 Tabel 25. Urutan Prioritas Global Program Peningkatan Cakupan Pelayanan Sampah Perumahan di Kabupaten Bogor Urutan Langkah Strategis/Program Bobot 1 Penambahan Kendaraan Angkutan 0,169 2 Sosialisasi dan Edukasi 3R 0,127 3 Bantuan Sarana dan Pendampingan 0,094 4 Industri Pengolah Sampah 0,074 5 Penyediaan Sarana Pewadahan/Pengumpulan oleh Pengembang 0,063 6 Penyediaan TPA di Setiap Wilayah (Barat, Tengah, Timur) 0,062 7 Peningkatan Teknis Pembuangan 0,059 8 Insentif dan Disinsentif 0,051 9 Penyediaan Organisasi Pengelola Sampah 0, Penerapan Pengelolaan Sampah di TPA 0, Penambahan Alat Berat di TPA 0, Ketaatan Sesuai Tarif Retribusi 0, Perbaikan Kendaraan Angkutan 0, TPA di Lokasi Strategis Untuk Semua Wilayah 0, Industri yang Mengelola Sampah Produknya Sendiri 0, Ketaatan Waktu Pembayaran 0,027 Sumber : Data Primer (Diolah) Jumlah 1,000 Urutan prioritas di atas menggunakan modus Sintesis Distribusi (Distributive Synthesize) yaitu jika perancangan program yang akan disusun dipilih berdasarkan beberapa alternatif yang diprioritaskan. Grafik hasil sintesis menggunakan modus Sintesis Distribusi dapat dilihat pada Gambar 12.

12 110 Sumber : Data Olah AHP dengan Expert Choice 2000 Gambar 12. Grafik Hasil Sintesis Menggunakan Modus Sintesis Distribusi (Distribusi Synthesize) 6.3 Perancangan Program Dari hasil AHP dan wawancara dengan sejumlah individu dan pejabat daerah yang terkait maka diperoleh rumusan strategi dan program dalam peningkatan cakupan pelayanan sampah perumahan di Kabupaten Bogor sebagai berikut : 1. Penambahan sarana operasional yaitu dengan program penambahan kendaraan angkutan sampah. Untuk UPT Wilayah Cibinong kendaraan pengangkut sampah saat ini berjumlah 33 unit sedangkan kebutuhan kendaraan adalah sebanyak 165 unit dump truck. Melalui hasil perhitungan kebutuhan biaya penambahan sarana angkutan sampah yaitu dump truck sebanyak 132 unit maka dibutuhkan biaya sebesar

13 111 Rp ,00. Untuk upah petugas operasional sebanyak 825 orang maka diperlukan biaya per tahun sebesar Rp ,00. Sedangkan untuk biaya pemeliharaan 165 unit kendaraan per tahun sebesar Rp ,00. Sehingga total biaya yang dibutuhkan untuk penambahan 132 unit dump truck dan operasional 165 kendaraan angkutan sampah per tahun adalah sebesar Rp ,00. Biaya tersebut sangatlah besar dan pemerintah daerah akan kesulitan dalam pendanaan karena keterbatasan anggaran yang dimiliki. Untuk tahun 2009, anggaran Dinas Kebersihan dan Pertamanan yang meliputi lima UPTD untuk penambahan 16 truk sampah dan operasional 66 truk sampah hanya sebesar Rp ,00. Kendala lain yang dihadapi adalah akan sulit dilakukan pengawasan yang obyektif terhadap aparat dan sarana operasional dengan jumlah yang besar tersebut. Masyarakat juga akan tidak termotivasi untuk ikut terlibat langsung dalam pengelolaan sampah apabila pemerintah daerah masih terus melakukan sistem pengelolaan sampah secara konvensional. Hasil AHP menunjukkan bahwa pendapat responden utama memperlihatkan pandangan yang tidak sesuai dengan fakta-fakta obyektif yang ada karena apabila dilakukan penambahan kendaraan angkutan sampah maka akan terbentur pada berbagai kendala yang tersebut diatas. Cakupan pelayanan yang memungkinkan dan perlu direalisasikan untuk jangka pendek sampai dengan tahun 2013 sesuai target RPJMD yaitu sebesar 31 %, maka armada angkutan yang dibutuhkan di UPTD Wilayah Cibinong untuk mengangkut sebesar 31 % dari timbulan sampah adalah sebanyak 51 kendaraan. Untuk itu diperlukan tambahan 18 kendaraan angkutan sampah dengan total biaya sebesar Rp ,00 sebagaimana disajikan dalam Tabel 26. Sisa timbulan sampah sebesar 69 % perlu penanganan atau pelayanan dari pemerintah daerah melalui alternatif penanganan, yaitu program 3R.

14 112 Tabel 26. Skenario Perkiraan Biaya untuk Memenuhi 31% Kebutuhan Sarana Operasional Pengangkutan Sampah di UPT Wilayah Cibinong No Uraian Volume Biaya (Rp) Jumlah (Rp) ( 3 X 4 ) Pengadaan truk sampah 7M 3 18 unit , ,00 2 Pemeliharaan kendaraan 51 unit , ,00 3 Bahan Bakar (BBM) 51 unit , ,00 4 Sopir 51 orang X 12 Bln , ,00 5 Kernet/Juru angkut sampah 204 orang X 12 Bln , ,00 Total (Rp) ,00 Sumber : Keputusan Bupati Bogor No. 900/512/Kpts/Huk/2009 dan Hasil Analisis 2. Penerapan Program 3R di masyarakat dengan program : a. Pelembagaan dan Edukasi Program 3R Untuk meningkatkan cakupan pelayanan sampah di UPT Wilayah Cibinong diperlukan penambahan sarana operasional pelayanan sampah yang cukup besar sehingga dibutuhkan anggaran yang sangat besar pula, oleh karena itu diperlukan alternatif pengolahan sampah di tingkat lokal yaitu dengan pengurangan dan penganan sampah dari sumbernya melalui program penerapan 3R. Tahapan pertama yang dilakukan adalah dengan dilakukan pelembagaan dan edukasi mengenai 3R yaitu menyebarluaskan pengetahuan dan informasi kepada masyarakat tentang pentingnya upaya pengurangan sampah, pengolahan sampah dan optimalisasi pemanfaatan sampah. Bentuk-bentuk kegiatan yang dapat dilakukan yaitu dengan menayangkan iklan layanan masyarakat, penyebaran brosur atau pamflet, pelatihan kader 3R ataupun seminar. Bagi warga masyarakat yang sudah mendapat pelatihan 3R harus terus diberi motivasi untuk menyebarkan informasi 3R dilingkungannya. b. Pembentukan Kelompok 3R di Masyarakat Setelah masyarakat memiliki pemahaman yang baik mengenai 3R dan memiliki keinginan kuat untuk melaksanakan 3R di lingkungannya maka agar program dapat berjalan baik dan terkoordinir maka diperlukan suatu

15 113 kelompok. Pembentukan kelompok ini harus berasal dari masyarakat sendiri dan akan lebih baik dilibatkan seorang tokoh yang mampu menggerakan masyarakat. Untuk penguatan peran dari kelompok ini maka diperlukan juga pelatihan manajemen organisasi bagi pengurus kelompok. c. Bantuan Sarana dan Pendampingan 3R Sarana yang diperlukan dalam program 3R antara lain adalah alat pencacah, bangunan atau rumah kompos, gerobak, tempat pengomposan, mesin daur ulang plastik dan sebagainya. Berdasarkan hasil penelitian bahwa terdapat kelompok masyarakat yang memiliki keinginan kuat untuk melaksanakan 3R namun belum dapat berjalan dengan optimal karena belum seluruh kebutuhan sarana dapat diberikan oleh pemerintah. Maka untuk pemenuhan perlengkapan sarana pengolahan 3R di masyarakat dapat dilakukan dengan bantuan dari program PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat) dengan melakukan kerjasama dengan dengan instansi lain yang terkait. Kegiatan 3R ini dapat menjadi usaha yang menguntungkan secara ekonomi jika dikelola dengan lebih profesional, sehingga untuk mendapatkan modal sarana dan prasarana dapat dilakukan dengan kerjasama dengan instansi lain yang memiliki program atau kegiatan pemberian dana/pinjaman lunak. Pendampingan juga harus dilakukan oleh pemerintah daerah selain untuk meningkatkan ketrampilan mengenai teknis penerapan 3R juga untuk memberikan motivasi dan semangat kepada masyarakat/kelompok masyarakat agar terus melakukan kegiatan 3R dilingkungannya. d. Bantuan Pemasaran Produk 3R Hal yang tak kalah penting dari kegiatan 3R adalah pemasaran produk hasil 3R. Untuk pemasaran kompos dapat dilakukan kerjasama dengan Dinas Pertanian dan Kehutanan, sedangkan untuk pemasaran hasil kerajinan sampah plastik atau kertas dapat dilakukan dengan bekerjasama dengan Dinas Usaha Kecil Menengah, Perindustrian dan Perdagangan. Untuk memperluas pasar pupuk kompos maka diperlukan peran pemerintah daerah untuk membuat kebijakan yang meningkatkan

16 114 pertanian organik dan mengganti penggunaan pupuk kimia dengan pupuk kompos untuk kegiatan pertanian pangan, perkebunan dan kehutanan. 3. Pemisahan fungsi regulator dan operator dalam pengelolaan sampah Pengawasan yang lebih obyektif terhadap pengelolaan sampah masih diperlukan agar kualitas dan profesionalitas pelayanan dapat lebih terjamin, oleh karena itu perlu dilakukan pemisahan fungsi regulator (pembuat kebijakan) dan operator (pelaksana kegiatan pelayanan). Apabila dinas akan berperan sebagai operator maka diperlukan institusi pengawas yang berperan sebagai regulator. Namun apabila untuk menyelenggarakan pelayanan persampahan dikontrakkan dengan pihak ketiga, maka dinas perlu berfungsi sebagai regulator yang handal dengan tetap berkoordinasi dengan instansi terkait.

K U E S I O N E R. Intensitas Pentingnya

K U E S I O N E R. Intensitas Pentingnya 105 Lampiran 1. Model Kuesioner AHP yang Digunakan Untuk Mencapai Tujuan Peningkatan Cakupan Sampah Perumahan Nama Responden Pendidikan SMA Sarjana Master Doktor Keterwakilan Jabatan/Pekerjaan K U E S

Lebih terperinci

BAB III METODE KAJIAN

BAB III METODE KAJIAN 47 BAB III METODE KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Meningkatnya aktivitas perkotaan seiring dengan laju pertumbuhan ekonomi masyarakat yang kemudian diikuti dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk akan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KOMPOSISI DAN KARAKTERISTIK SAMPAH KOTA BOGOR 1. Sifat Fisik Sampah Sampah berbentuk padat dibagi menjadi sampah kota, sampah industri dan sampah pertanian. Komposisi dan jumlah

Lebih terperinci

PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR : 3 TAHUN 2016 TENTANG

PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR : 3 TAHUN 2016 TENTANG PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR : 3 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

EVALUASI SISTEM PENGANGKUTAN SAMPAH DI KOTA MALANG

EVALUASI SISTEM PENGANGKUTAN SAMPAH DI KOTA MALANG PROGRAM PASCA SARJANA TEKNIK PRASARANA LINGKUNGAN PERMUKIMAN JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER EVALUASI SISTEM PENGANGKUTAN SAMPAH DI KOTA MALANG Disusun Oleh

Lebih terperinci

BAB VIII STRATEGI DAN PROGRAM PEMBERDAYAAN FAKIR MISKIN

BAB VIII STRATEGI DAN PROGRAM PEMBERDAYAAN FAKIR MISKIN 111 BAB VIII STRATEGI DAN PROGRAM PEMBERDAYAAN FAKIR MISKIN Sekalipun pelaksanaan P2FM-BLPS di Kabupaten Bogor mengalami berbagai kendala, namun program tersebut sangat mendukung kebijakan pemberdayaan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Laporan Akhir PENYUSUNAN LAYANAN PERSAMPAHAN KOTA BOGOR

KATA PENGANTAR. Laporan Akhir PENYUSUNAN LAYANAN PERSAMPAHAN KOTA BOGOR KATA PENGANTAR Dokumen Layanan Persampahan Kota Bogor merupakan dokumen yang memuat keadaaan terkini kondisi persampahan Kota Bogor. Penyusunan dokumen ini pada dasarnya ditujukan pada pendayagunaan segenap

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI BADAN LINGKUNGAN HIDUP KOTA PROBOLINGGO Sejarah Singkat Badan Lingkungan Hidup Kota Probolinggo

BAB II DESKRIPSI BADAN LINGKUNGAN HIDUP KOTA PROBOLINGGO Sejarah Singkat Badan Lingkungan Hidup Kota Probolinggo BAB II DESKRIPSI BADAN LINGKUNGAN HIDUP KOTA PROBOLINGGO 2.1. Sejarah Singkat Badan Lingkungan Hidup Kota Probolinggo Hingga pertengahan tahun 2005 pengelolaan lingkungan hidup di Kota Probolinggo dilaksanakan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN LOKASI Penelitian dimulai pada bulan Oktober sampai Desember 2008, bertempat di beberapa TPS pasar di Kota Bogor, Jawa Barat yaitu pasar Merdeka, pasar Jl. Dewi

Lebih terperinci

Rute Pengangkutan Eksisting Kendaraan Arm Roll Truck

Rute Pengangkutan Eksisting Kendaraan Arm Roll Truck Rute Pengangkutan Eksisting Kendaraan Arm Roll Truck TPA POOL Keterangan : BL 8041 AJ BL 8098 AH Kontainer 4. TPS Gerobak 1,5 m³ sebanyak 6 unit, bak pasangan bata terbuka 3 m³ sebanyak 1 unit, kontainer

Lebih terperinci

EVALUASI SISTEM PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH DI KOTA TRENGGALEK

EVALUASI SISTEM PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH DI KOTA TRENGGALEK EVALUASI SISTEM PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH DI KOTA TRENGGALEK Joko Widodo dan Yulinah Trihadiningrum Program Pasca Sarjana Jurusan Teknik Lingkungan FTSP - ITS Surabaya ABSTRAK Pembuangan akhir sampah yang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Adapun bab ini berisi kesimpulan dan rekomendasi dari penelitian mengenai Kajian Pengelolaan Sampah yang Terintegrasi untuk Mendukung Pengelolaan Sampah yang Berkelanjutan.

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 71 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Perangkat Hukum dan Peraturan 5.1.1 Kebijakan Nasional Pengelolaan Sampah Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memberikan hak kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sampah merupakan limbah yang dihasilkan dari adanya aktivitas manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Sampah merupakan limbah yang dihasilkan dari adanya aktivitas manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Sampah merupakan limbah yang dihasilkan dari adanya aktivitas manusia. Jumlah atau volume sampah sebanding dengan tingkat konsumsi manusia terhadap barang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan pengalaman yang lalu hanya beberapa hari saja TPA Leuwigajah ditutup, sampah di Bandung Raya sudah menumpuk. Oleh karena itu sebagai solusinya Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sampah sebagai material sisa aktivitas manusia maupun proses alam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sampah sebagai material sisa aktivitas manusia maupun proses alam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah sebagai material sisa aktivitas manusia maupun proses alam yang berbentuk padat seringkali menjadi penyebab timbulnya masalah jika tidak dikelola dengan baik.

Lebih terperinci

EVALUASI UNTUK PENGEMBANGAN SISTEM PENGELOLAAN PERSAMPAHAN DI KOTA MARTAPURA DARI SEGI PENGUMPULAN DAN PENGANGKUTAN

EVALUASI UNTUK PENGEMBANGAN SISTEM PENGELOLAAN PERSAMPAHAN DI KOTA MARTAPURA DARI SEGI PENGUMPULAN DAN PENGANGKUTAN EVALUASI UNTUK PENGEMBANGAN SISTEM PENGELOLAAN PERSAMPAHAN DI KOTA MARTAPURA DARI SEGI PENGUMPULAN DAN PENGANGKUTAN Ahmad Solhan, Sarwoko Mangkoedihardjo Jurusan Teknik Lingkungan, FTSP Program Pascasarjana,

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS DAYA DUKUNG LINGKUNGAN UPS MUTU ELOK. Jumlah Timbulan Sampah dan Kapasitas Pengelolaan Sampah

BAB VII ANALISIS DAYA DUKUNG LINGKUNGAN UPS MUTU ELOK. Jumlah Timbulan Sampah dan Kapasitas Pengelolaan Sampah BAB VII ANALISIS DAYA DUKUNG LINGKUNGAN UPS MUTU ELOK 7.1. Jumlah Timbulan Sampah dan Kapasitas Pengelolaan Sampah Total timbulan sampah yang diangkut dari Perumahan Cipinang Elok memiliki volume rata-rata

Lebih terperinci

l. PENDAHULUAN Sampah pada dasarnya merupakan suatu bahan yang terbuang atau

l. PENDAHULUAN Sampah pada dasarnya merupakan suatu bahan yang terbuang atau l. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sampah pada dasarnya merupakan suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari hasil aktivitas kehidupan manusia baik individu maupun kelompok maupun proses-proses alam yang

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN ASET SISTEM PERSAMPAHAN DI KOTA POSO

STRATEGI PENGELOLAAN ASET SISTEM PERSAMPAHAN DI KOTA POSO STRATEGI PENGELOLAAN ASET SISTEM PERSAMPAHAN DI KOTA POSO Oleh : EBERT FEBRIANUS TONIMBA Dosen Pembimbing : Prof. Ir. JONI HERMANA, M.Sc.ES., Ph.D. LATAR BELAKANG Kondisi sarana dan prasarana yang tersedia

Lebih terperinci

BANTAENG, 30 JANUARI (Prof. DR. H.M. NURDIN ABDULLAH, M.Agr)

BANTAENG, 30 JANUARI (Prof. DR. H.M. NURDIN ABDULLAH, M.Agr) LAMPIRAN V PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.53/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2016 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM ADIPURA FORMULIR ISIAN SISTEM MANAJEMEN PROGRAM

Lebih terperinci

B A B V PROGRAM DAN KEGIATAN

B A B V PROGRAM DAN KEGIATAN B A B V PROGRAM DAN KEGIATAN Bagian ini memuat daftar program dan kegiatan yang menjadi prioritas sanitasi Tahun 0 06 ini disusun sesuai dengan strategi untuk mencapai tujuan dan sasaran dari masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurang tepat serta keterbatasan kapasitas dan sumber dana meningkatkan dampak

BAB I PENDAHULUAN. kurang tepat serta keterbatasan kapasitas dan sumber dana meningkatkan dampak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan industri dan urbanisasi pada daerah perkotaan dunia yang tinggi meningkatkan volume dan tipe sampah. Aturan pengelolaan sampah yang kurang tepat

Lebih terperinci

ASPEK MANAJEMEN (INSTITUSI, PERATURAN DAN PEMBIAYAAN)

ASPEK MANAJEMEN (INSTITUSI, PERATURAN DAN PEMBIAYAAN) ASPEK MANAJEMEN (INSTITUSI, PERATURAN DAN PEMBIAYAAN) A. KELEMBAGAAN 1. UMUM Sejalan dengan perkembangan kondisi sosial perekonomian suatu kota, kompleksitas permasalahan sampahpun akan meningkat, seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kebutuhan akan transportasi dan merangsang perkembangan suatu wilayah atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kebutuhan akan transportasi dan merangsang perkembangan suatu wilayah atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transportasi pada dasarnya mempunyai dua fungsi utama, yaitu melayani kebutuhan akan transportasi dan merangsang perkembangan suatu wilayah atau daerah tertentu. Masalah

Lebih terperinci

BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL 4.1 SASARAN DAN ARAHAN PENAHAPAN PENCAPAIAN Sasaran Sektor Sanitasi yang hendak dicapai oleh Kabupaten Gunungkidul adalah sebagai berikut : - Meningkatkan

Lebih terperinci

BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI. 3.1 Tujuan, Sasaran, dan Strategi Pengembangan Air Limbah Domestik

BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI. 3.1 Tujuan, Sasaran, dan Strategi Pengembangan Air Limbah Domestik III-1 BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI Pada bab strategi percepatan pembangunan sanitasi akan dijelaskan lebih detail mengenai tujuan sasaran dan tahapan pencapaian yang ingin dicapai dalam

Lebih terperinci

BAB III PERAN DINAS LINGKUNGAN HIDUP KOTA CIREBON DALAM PENGOLAHAN SAMPAH TAHUN 2016

BAB III PERAN DINAS LINGKUNGAN HIDUP KOTA CIREBON DALAM PENGOLAHAN SAMPAH TAHUN 2016 BAB III PERAN DINAS LINGKUNGAN HIDUP KOTA CIREBON DALAM PENGOLAHAN SAMPAH TAHUN 2016 Kota Cirebon memiliki luas wilayah administratif yang relatif sempit dibandingkan dengan Kota-Kota lainnya di Propinsi

Lebih terperinci

KAJIAN PENGANGKUTAN SAMPAH DI KECAMATAN MATARAM

KAJIAN PENGANGKUTAN SAMPAH DI KECAMATAN MATARAM KAJIAN PENGANGKUTAN SAMPAH DI KECAMATAN MATARAM Astrin Muziarni *) dan Yulinah Trihadiningrum Program Studi Magister Manajemen Teknologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember Jl. Cokroaminoto 12A, Surabaya

Lebih terperinci

Lampiran A. Kerangka Kerja Logis Air Limbah

Lampiran A. Kerangka Kerja Logis Air Limbah Lampiran A. Kerangka Kerja Logis Air Limbah Permasalahan Mendesak Tujuan Sasaran Strategi Program Kegiatan 1. Meningkatnya pembangunan Tersedianya Tersedianya Penyusunan Masterplan Penyusunan Masterplan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bandar Lampung yang dikategorikan sebagai kota yang sedang berkembang,

I. PENDAHULUAN. Bandar Lampung yang dikategorikan sebagai kota yang sedang berkembang, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bandar Lampung yang dikategorikan sebagai kota yang sedang berkembang, menghasilkan sampah dengan karakteristik yang bervariasi. Peningkatan jumlah penduduk mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS 4.1 Pelaksanaan Survai Pelaksanaan survai dilakukan dengan melakukan penyebaran kuesioner kepada responden yang telah ditentukan. Dalam hal penyebaran kuesioner, cara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah merupakan segala sesuatu yang tidak dikehendaki lagi lalu dibuang. Sampah merupakan konsekuensi dari adanya aktifitas manusia. Setiap aktifitas manusia pasti

Lebih terperinci

STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI

STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI Percepatan Pembangunan Sanitasi 18 BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI Bab ini merupakan inti dari penyusunan Sanitasi Kabupaten Pinrang yang memaparkan mengenai tujuan, sasaran dan strategi

Lebih terperinci

LAMPIRAN II HASIL ANALISA SWOT

LAMPIRAN II HASIL ANALISA SWOT LAMPIRAN II HASIL ANALISA SWOT Lampiran II. ANALISA SWOT Analisis SWOT adalah metode perencanaan strategis yang digunakan untuk mengevaluasi kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities),

Lebih terperinci

BAB V IMPLEMENTASI PROGRAM KOMPOSTING RUMAH TANGGA

BAB V IMPLEMENTASI PROGRAM KOMPOSTING RUMAH TANGGA BAB V IMPLEMENTASI PROGRAM KOMPOSTING RUMAH TANGGA 5.1 Latar Belakang Program Setiap rumah tangga adalah produsen sampah, baik sampah organik maupun sampah anorganik. Cara yang paling efektif untuk mengatasi

Lebih terperinci

BAB VI PENGELOLAAN SAMPAH 3R BERBASIS MASYARAKAT DI PERUMAHAN CIPINANG ELOK. menjadi tiga macam. Pertama, menggunakan plastik kemudian

BAB VI PENGELOLAAN SAMPAH 3R BERBASIS MASYARAKAT DI PERUMAHAN CIPINANG ELOK. menjadi tiga macam. Pertama, menggunakan plastik kemudian BAB VI PENGELOLAAN SAMPAH 3R BERBASIS MASYARAKAT DI PERUMAHAN CIPINANG ELOK 6.1. Pewadahan Sampah Pewadahan individual Perumahan Cipinang Elok pada umumnya dibagi menjadi tiga macam. Pertama, menggunakan

Lebih terperinci

STUDI KINERJA TEKNIK OPERASIONAL DALAM MANAJEMEN PERSAMPAHAN DI KOTA MARTAPURA KABUPATEN BANJAR KALIMANTAN SELATAN TUGAS AKHIR

STUDI KINERJA TEKNIK OPERASIONAL DALAM MANAJEMEN PERSAMPAHAN DI KOTA MARTAPURA KABUPATEN BANJAR KALIMANTAN SELATAN TUGAS AKHIR STUDI KINERJA TEKNIK OPERASIONAL DALAM MANAJEMEN PERSAMPAHAN DI KOTA MARTAPURA KABUPATEN BANJAR KALIMANTAN SELATAN TUGAS AKHIR Oleh: ACHMAD YANI L2D 301 317 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Manfaat Batasan Masalah...

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Manfaat Batasan Masalah... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERNYATAAN... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii ABSTRAK... iv UCAPAN TERIMA KASIH... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... x BAB I PENDAHULUAN...1 1.1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk yang tinggi dengan pertumbuhan cepat di kota bila

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk yang tinggi dengan pertumbuhan cepat di kota bila BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepadatan penduduk yang tinggi dengan pertumbuhan cepat di kota bila tidak diimbangi dengan fasilitas lingkungan yang memadai, seperti penyediaan perumahan, air bersih

Lebih terperinci

PERINGATAN HARI LINGKUNGAN HIDUP

PERINGATAN HARI LINGKUNGAN HIDUP 36 PERINGATAN HARI LINGKUNGAN HIDUP 37 EKSPOSE P1 ADIPURA TAHUN 2017 / 2018 21 38 39 KOORDINASI PENYAMBUTAN PENGHARGAAN TENTANG LINGKUNGAN HIDUP Merupakan kegiatan untuk memberikan apresiasi kepada masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diikuti oleh peningkatan perpindahan sebagian rakyat pedesaan ke kota dengan

BAB I PENDAHULUAN. diikuti oleh peningkatan perpindahan sebagian rakyat pedesaan ke kota dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan pembangunan wilayah perkotaan di Indonesia, diikuti oleh peningkatan perpindahan sebagian rakyat pedesaan ke kota dengan anggapan akan memperoleh

Lebih terperinci

PENGELOLAAN PERSAMPAHAN

PENGELOLAAN PERSAMPAHAN PENGELOLAAN PERSAMPAHAN 1. LATAR BELAKANG PENGELOLAAN SAMPAH SNI 19-2454-1991 tentang Tata Cara Pengelolaan Teknik Sampah Perkotaan, mendefinisikan sampah sebagai limbah yang bersifat padat, terdiri atas

Lebih terperinci

Konsep penanganan sampah dengan sistem koperasi. Oleh Kelompok 9

Konsep penanganan sampah dengan sistem koperasi. Oleh Kelompok 9 Konsep penanganan sampah dengan sistem koperasi Oleh Kelompok 9 Kondisi Eksisting TPS Balubur : Jalan Taman Sari Wilayah cakupan : Kelurahan Sekeloa, Kelurahan Taman Sari, dan Kelurahan Lebak Gede Jumlah

Lebih terperinci

POTENSI PEMANFATAN SAMPAH DI PASAR LEUWILIANG, CIGUDEG DAN JASINGA KABUPATEN BOGOR MELALUI PENGOLAHAN SAMPAH TERPADU

POTENSI PEMANFATAN SAMPAH DI PASAR LEUWILIANG, CIGUDEG DAN JASINGA KABUPATEN BOGOR MELALUI PENGOLAHAN SAMPAH TERPADU INFOMATEK Volume 9 Nomor 2 Desember 207 POTENSI PEMANFATAN SAMPAH DI LEUWILIANG, CIGUDEG DAN JASINGA KABUPATEN BOGOR MELALUI PENGOLAHAN SAMPAH TERPADU Ratnaningsih *), Pramiati Purwaningrum, Fajriani Widya

Lebih terperinci

ISI TABEL... GAMBAR... BAB I PENDAHULUAN... 1

ISI TABEL... GAMBAR... BAB I PENDAHULUAN... 1 ISI DAFTAR DAFTAR TABEL...... GAMBAR..... BAB I PENDAHULUAN........ 1 BAB II BAB III 1.1 Latar Belakang dan Masalah... 1.2 Identifikasi Masalah... 1.3 Tujuan.. 1.4 Kerangka Pemikiran TINJAUAN PUSTAKA...

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PELATIHAN SUMBER DAYA MANUSIA DI DINAS PERINDUSTRIAN, PERDAGANGAN DAN KOPERASI KABUPATEN X KALIMANTAN TENGAH

PENGEMBANGAN PELATIHAN SUMBER DAYA MANUSIA DI DINAS PERINDUSTRIAN, PERDAGANGAN DAN KOPERASI KABUPATEN X KALIMANTAN TENGAH PENGEMBANGAN PELATIHAN SUMBER DAYA MANUSIA DI DINAS PERINDUSTRIAN, PERDAGANGAN DAN KOPERASI KABUPATEN X KALIMANTAN TENGAH Eko Nurmianto Jurusan Teknik Industri, ITS, Surabaya, Email : nurmi@sby.centrin.net.id

Lebih terperinci

BUPATI BANJAR PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI BANJAR NOMOR 68 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BANJAR PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI BANJAR NOMOR 68 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI BANJAR PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI BANJAR NOMOR 68 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN DENGAN

Lebih terperinci

V. PERAN PEMANGKU KEPENTINGAN DALAM PENGELOLAAN KEBERSIHAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN KOTA BANDAR LAMPUNG. Abstrak

V. PERAN PEMANGKU KEPENTINGAN DALAM PENGELOLAAN KEBERSIHAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN KOTA BANDAR LAMPUNG. Abstrak V. PERAN PEMANGKU KEPENTINGAN DALAM PENGELOLAAN KEBERSIHAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN KOTA BANDAR LAMPUNG Abstrak Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengkaji peran perguruan tinggi, badan usaha/pihak

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 116 TAHUN 2016 T E N T A N G

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 116 TAHUN 2016 T E N T A N G BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 116 TAHUN 2016 T E N T A N G KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI, DAN TATA KERJA DINAS LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN BANTUL

Lebih terperinci

V ANALISIS HASIL STUDI AHP

V ANALISIS HASIL STUDI AHP V ANALISIS HASIL STUDI AHP 1. Landasan Aspek dan Kriteria yang Menjadi Bahan Pertimbangan Penentuan Teknologi Pengolahan Sampah di Jakarta Timur Analisis pendapat gabungan para responden menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah terjadi perubahan mendasar terhadap tatanan pemerintahan. Yaitu dengan

BAB I PENDAHULUAN. adalah terjadi perubahan mendasar terhadap tatanan pemerintahan. Yaitu dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan situasi kondisi pemerintahan Indonesia dewasa ini tidak terlepas dari pengaruh dan maraknya tuntutan profesi.salah satu dampaknya adalah terjadi

Lebih terperinci

1.2 Telah Terbentuknya Pokja AMPL Kabupaten Lombok Barat Adanya KSM sebagai pengelola IPAL Komunal yang ada di 6 lokasi

1.2 Telah Terbentuknya Pokja AMPL Kabupaten Lombok Barat Adanya KSM sebagai pengelola IPAL Komunal yang ada di 6 lokasi Lampiran 2: Hasil analisis SWOT Tabel Skor untuk menentukan isu strategis dari isu-isu yang diidentifikasi (teknis dan non-teknis) untuk sektor Air Limbah di Kabupaten Lombok Barat sebagai berikut : a.

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK BARAT NOMOR 6A TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN PERSAMPAHAN / KEBERSIHAN BUPATI LOMBOK BARAT, Menimbang : a. bahwa salah satu faktor

Lebih terperinci

Program penyusunan Masterplan. Tersedianya Master Plan sistem pengelolaan air limbah domestik tahun Penyusunan Master Plan skala kabupaten

Program penyusunan Masterplan. Tersedianya Master Plan sistem pengelolaan air limbah domestik tahun Penyusunan Master Plan skala kabupaten Tabel 2.20 Kerangka Kerja Logis Air Limbah 1. Belum adanya Master Plan air limbah domestic Program penyusunan Masterplan 2. Belum ada regulasi yang mengatur limbah domestic 3. Belum adanya sarana dan Prasarana

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN MURUNG RAYA.

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN MURUNG RAYA. PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN MURUNG RAYA. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MURUNG RAYA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh kota-kota di Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh kota-kota di Indonesia adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh kota-kota di Indonesia adalah sampah kota. Data Kementerian Lingkungan Hidup tahun 2010 menyebutkan volume rata-rata

Lebih terperinci

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. manusia yang beragam jenisnya maupun proses alam yang belum memiliki nilai

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. manusia yang beragam jenisnya maupun proses alam yang belum memiliki nilai II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Sampah Sampah merupakan barang sisa yang sudah tidak berguna lagi dan harus dibuang. Berdasarkan istilah lingkungan untuk manajemen, Basriyanta

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini masalah lingkungan hidup menjadi tanggung jawab bersama seluruh masyarakat. Salah satu hal yang berkaitan dengan lingkungan hidup ini adalah penanganan

Lebih terperinci

PERENCANAAN SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH DI KECAMATAN CANDISARI KOTA SEMARANG

PERENCANAAN SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH DI KECAMATAN CANDISARI KOTA SEMARANG PERENCANAAN SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH DI KECAMATAN CANDISARI KOTA SEMARANG Maharyati Puji Lestari*), Syafrudin*) Irawan Wisnu Wardana *) ABSTRACT Municipal solid wastes are all the wastes arising from

Lebih terperinci

5.1 PROGRAM DAN KEGIATAN SEKTOR & ASPEK UTAMA

5.1 PROGRAM DAN KEGIATAN SEKTOR & ASPEK UTAMA Bagian ini memuat daftar program dan kegiatan yang menjadi prioritas pembangunan sanitasi Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011 2015 ini disusun sesuai dengan strategi untuk mencapai tujuan dan sasaran dari

Lebih terperinci

KAJIAN PEMBIAYAAN SAMPAH DALAM MENDUKUNG PENGELOLAAN SAMPAH DI PASAR JOHAR KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR. Oleh: Andrik F. C. A.

KAJIAN PEMBIAYAAN SAMPAH DALAM MENDUKUNG PENGELOLAAN SAMPAH DI PASAR JOHAR KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR. Oleh: Andrik F. C. A. KAJIAN PEMBIAYAAN SAMPAH DALAM MENDUKUNG PENGELOLAAN SAMPAH DI PASAR JOHAR KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh: Andrik F. C. A. L2D 005 341 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

VI.1. Gambaran Umum Pemantauan Dan Evaluasi Sanitasi

VI.1. Gambaran Umum Pemantauan Dan Evaluasi Sanitasi BAB VI MONITORING DAN EVALUASI Dalam bab ini akan dijelaskan strategi untuk melakukan pemantauan/ monitoring dan evaluasi dengan fokus kepada pemantauan dan evaluasi Strategi Kabupaten Berskala Kota ()

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SAMPAH 3R BERBASIS PEMBERDAYAN MASYARAKAT MELALUI KOMBINASI BANK SAMPAH DAN TPS 3R

PENGELOLAAN SAMPAH 3R BERBASIS PEMBERDAYAN MASYARAKAT MELALUI KOMBINASI BANK SAMPAH DAN TPS 3R PENGELOLAAN SAMPAH 3R BERBASIS PEMBERDAYAN MASYARAKAT MELALUI KOMBINASI BANK SAMPAH DAN TPS 3R PROFIL KOTA PALEMBANG KEC. SEMATANG BORANG KEC. KEMUNING KEC. ILIR TIMUR II KEC. BUKIT KECIL KEC. ILIR BARAT

Lebih terperinci

BUPATI GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR + BUPATI GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Bantar Gebang mempunyai areal seluas 108 ha. Luas areal kerja efektif kurang lebih 69 ha yang dibagi dalam lima zona, masing-masing

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Maret hingga bulan November 2009, bertempat di laboratorium dan di lapangan. Penelitian di lapangan ( pengecekan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelaksanaan otonomi daerah memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengatur dan mengelola dirinya sendiri. Sebagai administrator penuh, masing-masing daerah harus

Lebih terperinci

RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKATIF DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN KABUPATEN BOGOR TAHUN

RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKATIF DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN KABUPATEN BOGOR TAHUN RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, KINERJA, KELOMPOK DAN PENDANAAN INDIKATIF DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN KABUPATEN BOGOR TAHUN 2008-2013 Visi : Terwujudnya lingkungan yang bersih, indah dan tertib serta sehat

Lebih terperinci

Pengelolaan Sampah Terpadu. Berbasis Masyarakat Kelurahan Karang Anyar

Pengelolaan Sampah Terpadu. Berbasis Masyarakat Kelurahan Karang Anyar Pengelolaan Sampah Terpadu Berbasis Masyarakat Kelurahan Karang Anyar Pesatnya pembangunan perkotaan tidak hanya menimbulkan dampak positif bagi berkembangnya kota tersebut tetapi juga menimbulkan dampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan pertumbuhan penduduk dan perkembangan Kota

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan pertumbuhan penduduk dan perkembangan Kota BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan pertumbuhan penduduk dan perkembangan Kota Karanganyar yang terus meningkat disertai dengan peningkatan kualitas dan kuantitas kegiatan manusia sehari-hari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia menuntut Pemerintah Daerah untuk

I. PENDAHULUAN. Pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia menuntut Pemerintah Daerah untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia menuntut Pemerintah Daerah untuk melaksanakan berbagai kebijakan yang berorientasi pada upaya mempercepat terwujudnya kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN VIII.1. Kesimpulan Hasil dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Dalam perencanaan, masyarakat berpartisipasi melalui Paguyuban Bersatu dalam menyampaikan keinginan

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 77 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 77 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 77 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS LINGKUNGAN HIDUP DAN KEBERSIHAN KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM DAN KONSEP PERENCANAAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) KALIORI SEBAGAI WISATA EDUKASI

BAB IV GAMBARAN UMUM DAN KONSEP PERENCANAAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) KALIORI SEBAGAI WISATA EDUKASI BAB IV GAMBARAN UMUM DAN KONSEP PERENCANAAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) KALIORI SEBAGAI WISATA EDUKASI Pada bab ini berisi deskripsi dan gambaran umum dari TPA Kaliori sebagai wisata edukasi yang kemudian

Lebih terperinci

KERANGKA KERJA LOGIS KABUPATEN TANAH DATAR 2015

KERANGKA KERJA LOGIS KABUPATEN TANAH DATAR 2015 KERANGKA KERJA LOGIS KABUPATEN TANAH DATAR 2015 No PERMASALAHAN MENDESAK ISU-ISU STRATEGIS TUJUAN SASARAN INDIKATOR STRATEGI INDIKASI PROGRAM INDIKASI KEGIATAN A SEKTOR AIR LIMBAH A TEKNIS/AKSES 1 Belum

Lebih terperinci

VI. PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SEBAGAI MITRA PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGELOLAAN KEBERSIHAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN KOTA BANDAR LAMPUNG.

VI. PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SEBAGAI MITRA PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGELOLAAN KEBERSIHAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN KOTA BANDAR LAMPUNG. VI. PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SEBAGAI MITRA PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGELOLAAN KEBERSIHAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN KOTA BANDAR LAMPUNG Abstrak Pengelolaan kebersihan lingkungan, khususnya sampah di kota

Lebih terperinci

PENGOLAHAN SAMPAH DENGAN SISTEM 3R (REDUCE, REUSE, RECYCLE)

PENGOLAHAN SAMPAH DENGAN SISTEM 3R (REDUCE, REUSE, RECYCLE) PENGOLAHAN SAMPAH DENGAN SISTEM 3R (REDUCE, REUSE, RECYCLE) Disampaikan oleh: DINAS CIPTA KARYA DAN TATA RUANG KABUPATEN KENDAL 2016 Dasar hukum Pengelolaan Sampah Undang undang no. 18 tahun 2008 ttg Pengelolaan

Lebih terperinci

B A B I I I ISU STRATEGIS DAN TANTANGAN LAYANAN SANITASI KOTA

B A B I I I ISU STRATEGIS DAN TANTANGAN LAYANAN SANITASI KOTA B A B I I I ISU STRATEGIS DAN TANTANGAN LAYANAN SANITASI KOTA 3.1 ENABLING AND SUSTAINABILITY ASPECT Aspek-aspek non teknis yang menunjang keberlanjutan program dimaksudkan dalam bagian ini adalah isu-isu

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di KUB Hurip Mandiri Kecamatan Cisolok,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di KUB Hurip Mandiri Kecamatan Cisolok, 98 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di KUB Hurip Mandiri Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan

Lebih terperinci

NOTULENSI KOORDINASI DAN PENDATAAN PENGELOLAAN SAMPAH DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA (PPS) BELAWAN NO SUMBER INFORMASI HASIL KOORDINASI

NOTULENSI KOORDINASI DAN PENDATAAN PENGELOLAAN SAMPAH DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA (PPS) BELAWAN NO SUMBER INFORMASI HASIL KOORDINASI NOTULENSI KOORDINASI DAN PENDATAAN PENGELOLAAN SAMPAH DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA (PPS) BELAWAN Kota Medan, 29 Agustus 2017 NO SUMBER INFORMASI HASIL KOORDINASI 1. Bu Ida dan pak Suyono (PPS Belawan)

Lebih terperinci

VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. VISI DAN MISI DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN Visi adalah gambaran arah pembangunan atau kondisi masa depan yang ingin dicapai melalui penyelenggaraan

Lebih terperinci

PERENCANAAN PENGELOLAAN SAMPAH KAWASAN KECAMATAN JEKULO-KUDUS

PERENCANAAN PENGELOLAAN SAMPAH KAWASAN KECAMATAN JEKULO-KUDUS PERENCANAAN PENGELOLAAN SAMPAH KAWASAN KECAMATAN JEKULO-KUDUS Nurramadhani Widodo*), Wiharyanto Oktiawan*) Titik Istirokhatun *) Program Studi Teknik Lingkungan FT UNDIP, Jl. Prof. H.Sudarto, SH Tembalang

Lebih terperinci

EVALUASI SISTEM PEMROSESAN AKHIR SAMPAH DI TPA LADANG LAWEH KABUPATEN PADANG PARIAMAN MENUJU CONTROLLED LANDFILL

EVALUASI SISTEM PEMROSESAN AKHIR SAMPAH DI TPA LADANG LAWEH KABUPATEN PADANG PARIAMAN MENUJU CONTROLLED LANDFILL EVALUASI SISTEM PEMROSESAN AKHIR SAMPAH DI TPA LADANG LAWEH KABUPATEN PADANG PARIAMAN MENUJU CONTROLLED LANDFILL Oleh : ROFIHENDRA NRP. 3308 202 014 Dosen Pembimbing : Prof. Dr. YULINAH TRIHADININGRUM,

Lebih terperinci

DAFTAR TABEL. Halaman

DAFTAR TABEL. Halaman DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1 Kriteria-kriteria Evaluasi Kebijakan Publik... 18 Tabel 2.3 Skala Perbandingan Berpasangan..... 21 Tabel 3.1 Konversi Angka... 29 Tabel 4.1 Tingkat Kelerengan Wilayah Kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 19 BAB I PENDAHULUAN a. Latar Belakang Sampah merupakan konsekuensi dari adanya aktivitas manusia. Seiring peningkatan populasi penduduk mengakibatkan meningkatnya jumlah dan keragaman sampah yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Volume sampah setiap harinya terus bertambah banyak sampah begitu saja di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Volume sampah setiap harinya terus bertambah banyak sampah begitu saja di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Volume sampah setiap harinya terus bertambah banyak sampah begitu saja di buang tanpa memikirkan dampak dari menumpuknya sampah salah satunya sampah organik,

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SAMPAH PERMUKIMAN DI KAWASAN PERDESAAN KABUPATEN PONOROGO ( STUDI KASUS KECAMATAN BUNGKAL )

PENGELOLAAN SAMPAH PERMUKIMAN DI KAWASAN PERDESAAN KABUPATEN PONOROGO ( STUDI KASUS KECAMATAN BUNGKAL ) PRESENTASI TESIS PENGELOLAAN SAMPAH PERMUKIMAN DI KAWASAN PERDESAAN KABUPATEN PONOROGO ( STUDI KASUS KECAMATAN BUNGKAL ) DOSEN PEMBIMBING Prof. Dr. YULINAH TRIHADININGRUM, MApp.Sc OLEH : MALIK EFENDI (3310202708)

Lebih terperinci

Uraian secara lengkap setiap aspek dan kriteria yang menjadi bahan. pertimbangan dalam penentuan teknologi pengolahan sampah di Jakarta Timur

Uraian secara lengkap setiap aspek dan kriteria yang menjadi bahan. pertimbangan dalam penentuan teknologi pengolahan sampah di Jakarta Timur Keterangan Gambar 2 : K 1 = Penyerapan tenaga kerja K 2 = Potensi konflik dengan masyarakat rendah K 3 = Menumbuhkan lapangan usaha K 4 = Menumbuhkan sektor formal dan/atau informal K 5 = Penguatan peran

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN ASET SISTEM PERSAMPAHAN DI KOTA POSO

STRATEGI PENGELOLAAN ASET SISTEM PERSAMPAHAN DI KOTA POSO STRATEGI PENGELOLAAN ASET SISTEM PERSAMPAHAN DI KOTA POSO Ebert Febrianus Tonimba dan Joni Hermana Masters Program in Engineering Asset Management FTSP - ITS E-mail : e_tonimba@ce.its.ac.id ABSTRAK Pengelolaan

Lebih terperinci

BAB IV STRATEGI PENGEMBANGAN SANITASI

BAB IV STRATEGI PENGEMBANGAN SANITASI BAB IV STRATEGI PENGEMBANGAN SANITASI Dalam membuat strategi pengembangan sanitasi di Kabupaten Grobogan, digunakan metode SWOT. Analisis SWOT adalah metode perencanaan strategis yang digunakan untuk mengevaluasi

Lebih terperinci

BAB I Permasalahan Umum Persampahan

BAB I Permasalahan Umum Persampahan BAB I Permasalahan Umum 1.1. Timbulan Sampah Permasalahan yang berhubungan dengan timbulan sampah antara lain sebagai berikut: Produksi sampah setiap orang rata-rata terus meningkat seiring dengan meningkatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat. Selain itu, pemerintah daerah

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat. Selain itu, pemerintah daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era otonomi daerah ini pemerintah daerah berusaha untuk mengatur roda kepemerintahannya sendiri yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH SPESIFIK

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH SPESIFIK PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH SPESIFIK I. UMUM Berbeda dengan jenis sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga yang

Lebih terperinci

BAB IV STRATEGI PENGEMBANGAN SANITASI

BAB IV STRATEGI PENGEMBANGAN SANITASI BAB IV STRATEGI PENGEMBANGAN SANITASI Dalam membuat strategi pengembangan sanitasi di Kabupaten Kendal, digunakan metode SWOT. Analisis SWOT adalah metode perencanaan strategis yang digunakan untuk mengevaluasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. open dumping atau penimbunan terbuka, incenerator atau di bakar, sanitary landfill

BAB I PENDAHULUAN. open dumping atau penimbunan terbuka, incenerator atau di bakar, sanitary landfill BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dewasa ini, sampah sudah menjadi masalah secara umum yang terjadi di kota-kota di Indonesia. Mulai dari pembuangan sampah yang tidak pada tempatnya, permasalahan pengangkutan,

Lebih terperinci

IbM PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA SEBAGAI UPAYA MENCIPTAKAN KAMPUNG PRO IKLIM (PROKLIM)

IbM PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA SEBAGAI UPAYA MENCIPTAKAN KAMPUNG PRO IKLIM (PROKLIM) IbM PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA SEBAGAI UPAYA MENCIPTAKAN KAMPUNG PRO IKLIM (PROKLIM) Karmanah 1), Dyah Budibruri Wibaningwati 2), Abdul Rahman Rusli 3) 1 PS. Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di lembaga-lembaga pendidikan dan pemerintah di

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di lembaga-lembaga pendidikan dan pemerintah di 45 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lembaga-lembaga pendidikan dan pemerintah di Provinsi Lampung yaitu Badan Ketahanan Pangan Daerah Provinsi Lampung,

Lebih terperinci

Lampiran IA Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 12/SE/M/2011 Tanggal : 31 Oktober 2011

Lampiran IA Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 12/SE/M/2011 Tanggal : 31 Oktober 2011 Lampiran IA Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 12/SE/M/2011 Tanggal : 31 Oktober 2011 KATA PENGANTAR Bertambahnya produksi sampah diberbagai kota dewasa ini tidak lepas dari perubahan pola hidup

Lebih terperinci

VII ANALISIS KETERKAITAN HASIL AHP DENGAN CVM

VII ANALISIS KETERKAITAN HASIL AHP DENGAN CVM VII ANALISIS KETERKAITAN HASIL AHP DENGAN CVM Studi AHP menghasilkan prioritas utama teknologi pengomposan dan incenerator untuk diterapkan dalam pengolahan sampah di Jakarta Timur. Teknologi pengomposan

Lebih terperinci