ASPEK MANAJEMEN (INSTITUSI, PERATURAN DAN PEMBIAYAAN)
|
|
- Teguh Dharmawijaya
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 ASPEK MANAJEMEN (INSTITUSI, PERATURAN DAN PEMBIAYAAN) A. KELEMBAGAAN 1. UMUM Sejalan dengan perkembangan kondisi sosial perekonomian suatu kota, kompleksitas permasalahan sampahpun akan meningkat, seperti meningkatnya produksi sampah dari tahun ke tahun, menurunnya kualitas lingkungan perkotaan karena penanganan sampah yang kurang memadai, kebutuhan biaya operasi dan pemeliharaan yang terus meningkat tanpa diimbangi dengan penerimaan retribusi yang memadai, kesulitan mendapatkan lahan TPA, teknis pengoperasian prasarana dan sarana persampahan yang juga memadai dan lainlain Keandalan institusi pengelola adalah hal penting dalam mengatasi permasalahan tersebut di atas. Dengan demikian maka institusi pengelola persampahan merupakan kunci pokok dalam suatu sistem pengelolaan persampahan, karena melalui aspek ini aktifitas pengelolaan dapat diatur sedemikian rupa untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Organisasi pengelola sampah tersebut mempunyai tugas tidak hanya memberikan pelayanan kebersihan kota saja, tetapi juga mampu mengembangkan kapasitas dan potensi yang ada dalam rangka menciptakan kualitas lingkungan perkotaan yang bersih dan sehat. Hal-hal yang mempengaruhi kebutuhan akan bentuk institusi yang mengelola persampahan suatu kota adalah kategori kota, status kota dan jumlah penduduk. Makin besar suatu kota maka besaran produksi sampah yang harus dikelola akan makin banyak sehingga kebutuhan akan sarana prasarana persampahanpun akan meningkat. Kebutuhan dana otomatis juga meningkat sejalan dengan itu. Kompleksitas permasalahan akan semakin besar apabila tidak diimbangi dengan profesionalisme penanganan sampah. Mengacu pada kebijaksanaan dan strategi nasional pembangunan bidang persampahan serta ketentuan kelembagaan yang ada, yaitu Kepmendagri No. 80/1994, bahwa institusi pengelola persampahan untuk kota metropolitan dan kota besar pada prinsipnya diarahkan menjadi Perusahaan Daerah Kebersihan atau Dinas Kebersihan Pola Maksimal atau Dinas Kebersihan Pola Minimal atau Suku Dinas Kebersihan (Pola Maksimal) atau Suku Dinas Pekerjaan Umum (Pola Minimal). 2. PERMASALAHAN Secara umum permasalahan yang ada pada instansi pengelola persampahan adalah sebagai berikut: a. Bentuk organisasi yang ada pada umumnya masih belum sesuai dengan ketentuan yang berlaku, terlalu sederhana, belum sesuai dengan 1
2 kewenangan pelayanan yang dibutuhkan kecuali untuk beberapa kotamadya saja masih belum sesuai dengan ketentuan yang berlaku b. Sebagian besar institusi pengelola persampahan adalah berbentuk Dinas, Suku Dinas atau Seksi dengan kewenangan yang terbatas c. Masih kurangnya kerjasama antara instansi terkait seperti dengan Dinas Pasar dalam hal keterpaduan pengumpulan sampah pasar, Dinas PU dalam hal pengangkutan sampah saluran/sungai, PLN/PDAM dalam hal penarikan retribusi dan kerjasama dengan masyarakat dalam hal pengumpulan dan pengolahan sampah yang dilaksanakan oleh RT/RW atau LKMD d. Struktur Organisasi kebanyakan belum sesuai dengan kapasitas dan beban kerja, belum menggambarkan siklus aktifitas tahapan pengelolaan, lingkup tugas belum jelas dan fungsi pembinaan masyarakt belum optimal e. Tata laksana kerja pada umumnya belum dinyatakan secara jelas, termasuk prosedur penarikan retribusinya, demikian pula pencatatan administrasi rutin sering tidak ada f. Tenaga ahli terbatas, penempatan personil kurang terencana, pemanfaatan kurang seimbang serta jenjang karir yang tidak jelas g. Motivasi karyawan yang belum bersungguh, karena ada anggapan bahwa pekerjaan yang berkaitan dengan sampah adalah hal yang kurang bermanfaat dan kurang menarik. Permasalahan yang lebih spesifik khususnya yang berkaitan dengan masalah pengelolaan aset persampahan adalah sebagai berikut: a. Ketidakberhasilan pengelolaan UDPK di beberapa kota disebabkan oleh tidak adanya penugasan yang jelas terhadap upaya-upaya terobosan dalam pengurangan atau pemanfaatan sampah. Apabila pelaksanaan UDPK diserahkan kepada masyarakat, pada umumnya Pemda tidak melakukan pembinaan dan pengawasan yang memadai khususnya yang berkaitan dengan masalah pemasaran b. Kendala dalam pengoperasian TPA pada umumnya lebih didominasi masalah teknis dan biaya, kalaupun ada yang berkaitan dengan masalah organisasi adalah kurangnya tenaga yang terampil dalam meningkatkan kondisi TPA secara lebih memadai. 3. UPAYA PENINGKATAN Dalam rangka meningkatkan kinerja pengelolaan persampahan disuatu kota ditinjau dari aspek organisasi, ada beberapa alternatif yang perlu dipertimbangkan sebagai berikut: a. Peningkatan institusi secara menyeluruh sesuai dengan ketentuan Departemen Dalam Negeri (Keputusan Menteri Dalam Negeri No.80/1994 tentang Struktur Organisasi Daerah Tingkat II dan Surat Keputusan Dalam Negeri No.52/1996 tentang Struktur Organisasi Pemerintah Kota Administratif). b. Peningkatan struktur organisasi Dinas/Suku Dinas yang ada sebagai upaya transisi yang mengarah pada struktur organisasi yang sesuai dengan ketentuan tersebut diatas sebelum melakukan perubahan institusi secara 2
3 menyeluruh. Peningkatan tersebut sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan teknis operasionalnya. c. Peningkatan kerja sama dengan instansi terkait dengan peran masing-masing yang lebih proporsional, seperti dengan Dinas Pasar, Dinas PU, PLN / PDAM, LKMD, Swasta dan lain-lain sesuai dengan kebutuhan d. Peningkatan tata laksana kerja dari masing-masing unit organisasi secara lebih jelas, realistis dan terukur. e. Peningkatan kualitas personil melalui pelatihan baik yang diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat, maupun oleh Pemerintah Daerah Tingkat I dibidang persampahan. Peningkatan kualitas personil ini sebaiknya dilakukan secara terencana dengan konsekuensi orang yang telah mengikuti pelatihan tidak dipindahkan ke bagian yang sama sekali tidak berhubungan dengan masalah pengelolaan persampahan. Pelatihan yang dapat diikuti adalah pelatihan untuk tingkat Kepala Dinas sampai kepada tingkat Pelaksana bahkan juga pelatihan tingkat lanjutan khusus untuk meningkatkan kualitas TPA. f. Peningkatan aspek organisasi yang berkaitan dengan pengelolaan aset persampahan seperti pada fasilitas pengolahan persampahan skala lingkungan (UDPK, Insinerator) adalah dengan memberikan kewenangan khusus pada salah satu seksi (seperti Seksi Kebersihan) untuk melaksanakan kegiatan operasional secara sungguh-sungguh (apabila UDPK dilaksanakan sendiri oleh Pemda) atau melaksanakan pembinaan termasuk pelatihan kepada masyarakat bila pengoperasian fasilitas tersebut dilakukan oleh organisasi masyarakat, artinya Pemda bertanggung jawab juga dalam masalah pengendaliannya. B. PEMBIAYAAN 1. UMUM Aspek Pembiayaan dalam Sistem Pengelolaan Persampahan mempunyai peran penting dalam menjalankan roda operasi dan pemeliharaan sarana dan prasarana persampahan. Berbagai masalah penanganan sampah yang timbul pada umumnya disebabkan oleh adanya keterbatasan dana, seperti keterbatasan dana investasi peralatan, dana operasi dan pemeliharaan sehingga kualitas pelayanan sampah sangat ditentukan oleh harga satuan per meter 3 sampah. Besaran biaya satuan ini bahkan dapat digunakan sebagai indikator tingkat efisiensi atau keberhasilan pengelolaan sampah disuatu kota. Tanpa ditunjang dana yang memadai, akan sulit mewujudkan kondisi kota yang bersih dan sehat. Kebutuhan biaya pengelolaan sampah ini akan meningkat sejalan dengan tingkat pelayanan atau volume sampah yang harus dikelola. Pihak institusi pengelola persampahan dituntut untuk dapat merencanakan kebutuhan dana secara akurat setiap tahunnya agar roda pengelolaan dapat terus berjalan sesuai dengan tujuan utama, yaitu mewujudkan kota bersih dan sehat. Meskipun tanggung jawab pengelolaan persampahan sebenarnya ada pada pihak Pemda tingkat II (PP 14/1987), tetapi Pemerintah Pusat tetap memberikan bantuan sebagai wujud pembinaan. Sesuai dengan Kebijaksanaan dan Strategi Nasional Pembangunan bidang Persampahan, bahwa untuk mencapai target tingkat pelayanan 60 % - 80 % pada Pelita VI, Pemerintah Pusat telah 3
4 memberikan bantuan proyek berupa peralatan pengumpulan, pemindahan, pengangkutan dan alat berat untuk TPA. Bantuan ini bersifat stimulan sehingga Pemda diminta untuk dapat mengoperasikan, memelihara dan mengembangkannya. Selain itu Pemerintah Pusat juga memberikan bantuan teknis berupa Studi/Perencanaan dan Pedoman Teknis serta bantuan Pelatihan. Pada saat ini kendala yang dihadapi oleh Pemerintah Daerah dalam mengembangkan sistem pengelolaan sampah adalah tidak saja dana investasi yang terbatas tetapi juga keterbatasan biaya investasi, operasi dan pemeliharaan sarana dan prasarana persampahan tersebut, sehingga optimalisasi penggunaan peralatan yang ada kurang memadai. 2. PERMASALAHAN Pada umumnya permasalahan yang berkaitan dengan aspek pembiayaan adalah sebagai berikut : a. Adanya keterbatasan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang dialokasikan untuk kegiatan pengelolaan persampahan baik untuk investasi maupun biaya operasi dan pemeliharaan. b. Realisasi penarikan retribusi masih rendah. Hal tersebut disebabkan oleh metoda penarikan yang belum memadai, kurangnya kesadaran masyarakat, serta kurangnya perhatian Pemerintah Daerah. Hasil penarikan retribusi tidak seluruhnya dapat dialokasikan untuk biaya pengelolaan persampahan. c. Kurang siapnya sistem penarikan retribusi termasuk kesiapan aparat pelaksana dalam memberikan pelayanan yang memadai d. Adanya kesan double retribusi yang sebenarnya adalah iuran pengumpulan sampah dan retribusi pengangkutan sampah (dari TPS ke TPA). Hal tersebut disebabkan karena kurangnya sosialisasi kepada masyarakat. e. Besarnya tarif retribusi masih belum didasarkan pada tingkat kemampuan membayar masyarakat maupun besaran volume sampah yang dihasilkan oleh setiap penghasil sampah. f. Sumber dana alternatif seperti dana masyarakat, hibah, pinjaman lunak maupun peran serta swata belum digali secara optimal. Selain hal-hal tersebut diatas, contoh permasalahan yang berkaitan dengan biaya pengelolaan aset persampahan adalah sebagai berikut : a. Keterbatasan biaya pemeliharaan gerobak sering mengakibatkan gerobak rusak (tidak terpakai) sebelum umur teknisnya habis. b. Pengoperasia truck yang tidak efisien seperti penggunaan secara door to door, ritasi yang rendah ( < dari 3 rit / hari), tidak memiliki rute yang jelas, volume angkutan yang tidak sesuai dengan kapasitas truck dan lain-lain menyebabkan peningkatan biaya operasi dan pemeliharaan.transfer Depo yang ada tidak dimanfaatkan, sehingga pola pengumpulan sampahnya menggunakan pola pengumpulan langsung dengan truk. Pola ini selain tidak efisien juga sangat mahal. c. Pihak pengelola UDPK menghadapi kesulitan dalam memasarkan produk komposnya, sehingga pendapatannya tidak dapat menutupi biaya operasi dan pemeliharaan. 4
5 d. Terbatashya biaya operasi dan pemeliharaan TPA, terutama dalam hal penyediaan biaya untuk tanah penutup dan pengoperasian alat berat. e. Besarnya biaya pengoperasian Insinerator disebabkan karena banyaknya bahan bakar yang digunakan untuk membakar sampah (nilai kalor sampah rendah dan kadar air sampah tinggi). 3. UPAYA PENINGKATAN Dalam rangka meningkatkan efisiensi pengelolaan persampahan, diperlukan langkah kongkrit terutama dari segi pembiayaannya, yaitu peningkatan alokasi biaya operasi dan pemeliharaan sesuai dengan kebutuhan serta menggali dana dari masyarakat secara optimal melalui perbaikan sistem retribusi. a. Kebutuhan Biaya Operasi dan Pemeliharaan (OIP) Aset Persampahan Untuk dapat menyusun rencana biaya operasi dan pemeliharaan Aset Persampahan, perlu diketahui komponen pembiayaannya itu sendiri serta perkiraan besarnya masing-masing komponen tersebut. Dengan perkiraan tersebut serta adanya potensi dana masyarakat, dapat diperkirakan berapa sebenarnya subsidi yang diperlukan guna penanganan operasi dan pemeliharaan tersebut. Biaya operasi dan pemeliharaan adalah biaya yang dibutuhkan untuk keperluan rutin, meliputi kebutuhab gaji upah, kebutuhan biaya operasi kendaraan (bahan bakar, oli dan lain-lain), kebutuhan biaya perawatan dan perbaikan (service, suku cadang dan lain-lain), pendidikan dan latihan rutin, pengendalian serta administrasi kantor / lapangan. Komponen struktur pembiayaan menurut tahap pengelolaan adalah sebagai berikut : 1). Biaya O/P Pewadahan Pada tahap pewadahan, biaya investasi dan pemeliharaannya disarankan dilakukan oleh masyarakat sendiri sebagai bentuk peran serta masyarakat. 2). Biaya O/P Pengumpulan Biaya operasional dan pemeliharaan pengumpulan terdiri dari : Biaya upah penarik gerobak Biaya perlengkapan kerja seperti baju seragam, sepatu kerja dan lainlain Tunjangan kesehatan dan kesejahteraan Biaya penggantian ban dan perbaikan gerobak 3). Biaya O/P Pemindahan (Transfer Depo) Biaya operasional dan pemeliharaan pemindahan sampah terdiri dari : Biaya upah personil Biaya listrik dan air Biaya peralatan penunjang Biaya perawatan bangunan 4). Biaya O/P Pengangkutan Biaya operasional dan pemeliharaan pengangkutan adalah : Biaya personil (gaji / upah) untuk sopir dan crew 5
6 Biaya operasi (bahan bakar, oil) Biaya peralatan bantu seperti baju seragam, sepatu kerja, sapu sekop dan lain-lain Biaya perawatan kendaraan seperti pencucian, pelumasan, penggantian ban, perbaikan dan lain-lain. 5). Biaya O/P UDPK Biaya operasional dan pemeliharaan UDPK adalah : Biaya personil (gaji/upah) Biaya operasi (air, listrik dan lain-lain) Biaya perlengkapan kerja seperti baju seragam, sepatu kerja, sekop, Biaya pengepakan kompos Biaya perawatan bangunan UDPK 6). Biaya O/P Insinerator Biaya operasi dan pemeliharaan Insinerator terdiri dari : Biaya gaji/upah Biaya bahan bakar Listrik Biaya perwatan bangunan Insinerator 7). Biaya O/P TPA Biaya operasional dan pemeliharaan TPA meliputi : Biaya personil (petugas TPA dan operator alat berat) Biaya bahan bakar alat berat Biaya perawatan alat berat seperti pelurasan, pergantian suku. cadang, dan lain-lain Biaya penutupan tanah (tanah penutup) Biaya penyemprotan insektisida Biaya reklamasi lahan dan penghijauan di bekas TPA Biaya perawatan dan perbaikan fasilitas TPA (jalan masuk, kantor, saluran drainase, ventilasi gas, pengolahan lindi dan lain-lain) Listrik, air dan lain-lain b. Peningkatan Retribusi Dalam rangka melaksanakan pola pembiayaan cost recovery, upaya peningkatan biaya operasi dan pemeliharaan harus diikuti dengan perbaikan sistem penarikan retribusi. Perbaikan tersebut meliputi perbaikan tarif dan pola penarikan retribusi. Kedua hal tersebut akan sangat mendukung dalam penyediaan biaya pengelolaan persampahan suatu kota. 1). Tarif Retribusi. Retribusi merupakan salah satu bentuk nyata partisipasi masyarakat didalam membiayai program pengelolaan persampahan. Retribusi harus disiapkan dengan seksama serta mempunyai landasan yang kokoh, agar masyarakat dapat menerima kenyataan bahwa untuk hidup sehat diperlukan biaya dan masyarakat dapat percaya bahwa uang yang dibayarnya benar-benar digunakan untuk pengelolaan persampahan Komponen yang perlu diperhatikan dalam menyiapkan penentuan tarif. retribusi adalah sebagai berikut : 6
7 Kebutuhan biaya pengelolaan per tahun Tingkat pelayanan / jumlah sampah yang dikelola Jumlah timbulan sampah masing-masing sumber Pengelompokan wajib retribusi Pola subsidi silang Kemampuan Pemda mensubsidi Kemampuan dan kemauan masyarakat membayar retribusi (ditinjau dari tingkat penghasilan masyarakat berpendapatan tinggi, menengah dan rendah serta urgensi pelayanan yang dituntut oleh masyarakat) Pengelompokan wajib retribusi harus memperhatikan jenis aktifitas atau usaha apakah bersifat komersial atau sosial, dapat juga dilakukan pengelompokan kualitas seperti kelas atas, menengah dan rendah. Pengelompokan tersebut terdiri dari : Kelompok Perumahan Kelompok Komersial (toko, pasar, salon, bioskop, hotel, restoran dan lainlain) Kelompok Fasilitas umum (perkantoran, sekolah, rumah sakit dan lainlain) Kelompok Fasilitas sosial (tempat ibadah, panti asuhan dan lain-lain) Pembedaan kelompok dan kelas tersebut didasarkan pada keinginan menerapkan konsep subsidi silang antar wajib retribusi, dengan prinsip produsen mensubsidi konsumen ataupun status ekonomi kuat mensubsidi yang lemah. Konsep subsidi silang adalah : Mensubsidi, berarti tarif retribusi lebih besar dari rata-rata biaya satuan Netral, berarti retribusi sama dengan rata-rata biaya satuan Disubsidi, berarti retribusi lebih kecil dari rata-rata biaya satuan Langkah-Iangkah perhitungan retribusi : Tentukan jumlah penduduk kota Tentukan jumlah penduduk yang dilayani Tentukan pendapatan rata-rata rumah tangga per bulan (tinggi, menengah dan rendah) Tentukan timbulan sampah tiap sumber yang dilayani Tentukan biaya pengelolaan per tahun Tentukan efisiensi retribusi tertagih Tentukan jumlah bobot pada masing-masing pelanggan (pembobotan digunakan untuk subsidi silang). Pembobotan untuk pemukiman didasarkan pada pendapatan per KK dan untuk non permukiman didasarkan pada perperkiraan volume sampah per klasifikasi sumber. Untuk kelompok komersil disetarakan dengan govngan perumahan tinggi, fasilitas umum setara dengan golongan menengah dan fasilitas sosial setara dengan golongan perumahan rendah. Tentukan tarif dasar dengan cara : Tarif dasar = Biaya penqelolaan per bulan x 100 % (atau 80 %) Jumlah bobot retribusi Besarnya tarif retribusi dihitung dengan cara : tarif dasar dikaiikan dengan masing-masing bobotnya. 7
8 2). Pola Penarikan Retribusi Metoda yang digunakan dalam penarikan retribusi adalah sebagai berkut: Penarikan retribusi secara mandiri Penarikan retribusi dilakukan langsung oleh petugas dari organisasi pengelola sampah. Bekerja sama dengan organisasi lain Ada beberapa bentuk kerja sama, yaitu : 1. Kerja sama dengan RT/RW dan Kelurahan, caranya dikaitkan dengan iuran keamanan 2. Kerja sama dengan PLN, dikaitkan dengan sistem pembayaran rekening listrik. Pembayaran listrik dapat dilakukan setelah mamperlihatkan tanda bukti pembayaran retribusi sampah. Loket pembayaran dapat dilakukan di Bank, Kelurahan atau loket PLN. 3. Kerja sama dengan PDAM, dikaitkan dengan sistem pembayaran rekening air sepert halnya dengan PLN. 8
DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i BAB I DESKRIPSI maksud dan tujuan ruang lingkup pengertian... 1
DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i BAB I DESKRIPSI..... maksud dan tujuan....2 ruang lingkup....3 pengertian... BAB II PERSYARATAN PERSYARATAN... 3 BAB III KETENTUAN KETENTUAN... 4 3. Umum... 4 3.2 perencanaan...
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah merupakan segala sesuatu yang tidak dikehendaki lagi lalu dibuang. Sampah merupakan konsekuensi dari adanya aktifitas manusia. Setiap aktifitas manusia pasti
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Laporan Akhir PENYUSUNAN LAYANAN PERSAMPAHAN KOTA BOGOR
KATA PENGANTAR Dokumen Layanan Persampahan Kota Bogor merupakan dokumen yang memuat keadaaan terkini kondisi persampahan Kota Bogor. Penyusunan dokumen ini pada dasarnya ditujukan pada pendayagunaan segenap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat. Selain itu, pemerintah daerah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era otonomi daerah ini pemerintah daerah berusaha untuk mengatur roda kepemerintahannya sendiri yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan
Lebih terperinciPERANSERTA PEMERINTAH, SWASTA, DAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA SEMARANG DINAS KEBERSIHAN & PERTAMANAN KOTA SEMARANG TAHUN 2010
PERANSERTA PEMERINTAH, SWASTA, DAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA SEMARANG DINAS KEBERSIHAN & PERTAMANAN KOTA SEMARANG TAHUN 2010 SKPD DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN KOTA SEMARANG Visi :
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Bandar Lampung yang dikategorikan sebagai kota yang sedang berkembang,
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bandar Lampung yang dikategorikan sebagai kota yang sedang berkembang, menghasilkan sampah dengan karakteristik yang bervariasi. Peningkatan jumlah penduduk mengakibatkan
Lebih terperinciDAFTAR TABEL. Halaman
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1 Kriteria-kriteria Evaluasi Kebijakan Publik... 18 Tabel 2.3 Skala Perbandingan Berpasangan..... 21 Tabel 3.1 Konversi Angka... 29 Tabel 4.1 Tingkat Kelerengan Wilayah Kota
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelaksanaan otonomi daerah memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengatur dan mengelola dirinya sendiri. Sebagai administrator penuh, masing-masing daerah harus
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KOMPOSISI DAN KARAKTERISTIK SAMPAH KOTA BOGOR 1. Sifat Fisik Sampah Sampah berbentuk padat dibagi menjadi sampah kota, sampah industri dan sampah pertanian. Komposisi dan jumlah
Lebih terperinciKAJIAN PEMBIAYAAN SAMPAH DALAM MENDUKUNG PENGELOLAAN SAMPAH DI PASAR JOHAR KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR. Oleh: Andrik F. C. A.
KAJIAN PEMBIAYAAN SAMPAH DALAM MENDUKUNG PENGELOLAAN SAMPAH DI PASAR JOHAR KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh: Andrik F. C. A. L2D 005 341 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian 2.1.1 Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Menurut Halim (2004:15-16) APBD adalah suatu anggaran daerah, dimana memiliki unsur-unsur
Lebih terperinciIDENTIFIKASI PREFERENSI MASYARAKAT DALAM SISTEM PENGELOLAAN PERSAMPAHAN PERMUKIMAN (Studi Kasus: Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon) TUGAS AKHIR
IDENTIFIKASI PREFERENSI MASYARAKAT DALAM SISTEM PENGELOLAAN PERSAMPAHAN PERMUKIMAN (Studi Kasus: Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon) TUGAS AKHIR Oleh: TAUFIK HIDAYAT L2D 098 468 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH
Lebih terperinciBAB VI STRATEGI DAN PERANCANGAN PROGRAM
99 BAB VI STRATEGI DAN PERANCANGAN PROGRAM 6.1 Perumusan Alternatif Strategi dan Program Untuk dapat merumuskan alternatif strategi dan program peningkatan pelayanan sampah perumahan pada kajian ini digunakan
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut Halim (2008:96) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Kelompok PAD dipisahkan
Lebih terperinciBAB II DESKRIPSI BADAN LINGKUNGAN HIDUP KOTA PROBOLINGGO Sejarah Singkat Badan Lingkungan Hidup Kota Probolinggo
BAB II DESKRIPSI BADAN LINGKUNGAN HIDUP KOTA PROBOLINGGO 2.1. Sejarah Singkat Badan Lingkungan Hidup Kota Probolinggo Hingga pertengahan tahun 2005 pengelolaan lingkungan hidup di Kota Probolinggo dilaksanakan
Lebih terperinciEVALUASI SISTEM PENGANGKUTAN SAMPAH DI KOTA MALANG
PROGRAM PASCA SARJANA TEKNIK PRASARANA LINGKUNGAN PERMUKIMAN JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER EVALUASI SISTEM PENGANGKUTAN SAMPAH DI KOTA MALANG Disusun Oleh
Lebih terperinciKAJIAN PENGANGKUTAN SAMPAH DI KECAMATAN MATARAM
KAJIAN PENGANGKUTAN SAMPAH DI KECAMATAN MATARAM Astrin Muziarni *) dan Yulinah Trihadiningrum Program Studi Magister Manajemen Teknologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember Jl. Cokroaminoto 12A, Surabaya
Lebih terperinciBAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Berdasarkan Pasal 18 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, bahwa dalam rangka penyusunan Rancangan APBD diperlukan penyusunan Kebijakan
Lebih terperinciVI ANALISIS HASIL STUDI CVM
VI ANALISIS HASIL STUDI CVM 1. Karakteristik Rumah Tangga Jakarta Timur Dalam Masalah Sampah Hasil studi CVM menunjukkan bahwa dari 200 responden rumah tangga, 75% diantaranya membayar retribusi kebersihan
Lebih terperinciPERENCANAAN UMUM 1. PENDAHULUAN
PERENCANAAN UMUM 1. PENDAHULUAN Kondisi krisis ekonomi secara nasional yang telah berlangsung sejak 1998, berdampak pula terhadap penurunan kondisi kebersihan diberbagai kota di Indonesia secara signifikan.
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA TARAKAN TAHUN 2009 NOMOR 01 PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 01 TAHUN 2009 TENTANG
LEMBARAN DAERAH KOTA TARAKAN TAHUN 2009 NOMOR 01 PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 01 TAHUN 2009 TENTANG PEMBERIAN BIAYA PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH KEPADA PETUGAS PEMUNGUT PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Januari 2001 telah memberikan kewenangan yang luas, nyata dan. bertanggungjawab kepada daerah secara proporsional mengatur dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan otonomi daerah berlaku secara efektif sejak awal Januari 2001 telah memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggungjawab kepada daerah
Lebih terperinciWALIKOTA BATU KOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG CIPTA KARYA DAN TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
SALINAN WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM CIPTA KARYA DAN TATA RUANG KOTA BATU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA
Lebih terperinciWALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT
WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 33 TAHUN 2015 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG, Menimbang
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN
(RPJMD) Tahun 20162021 BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Keuangan Kabupaten Pandeglang dikelola berdasarkan ketentuan peraturan yang berlaku diantaranya UndangUndang
Lebih terperinciPROFIL KABUPATEN / KOTA
PROFIL KABUPATEN / KOTA KOTA NANGGROE ACEH DARUSSALAM KOTA ADMINISTRASI Profil Wilayah Kota Lhokseumawe telah menjadi sebuah kota otonom, yang berarti Kota Lhokseumawe telah siap untuk berdiri sendiri
Lebih terperinciEVALUASI SISTEM PEMROSESAN AKHIR SAMPAH DI TPA LADANG LAWEH KABUPATEN PADANG PARIAMAN MENUJU CONTROLLED LANDFILL
EVALUASI SISTEM PEMROSESAN AKHIR SAMPAH DI TPA LADANG LAWEH KABUPATEN PADANG PARIAMAN MENUJU CONTROLLED LANDFILL Oleh : ROFIHENDRA NRP. 3308 202 014 Dosen Pembimbing : Prof. Dr. YULINAH TRIHADININGRUM,
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Adapun bab ini berisi kesimpulan dan rekomendasi dari penelitian mengenai Kajian Pengelolaan Sampah yang Terintegrasi untuk Mendukung Pengelolaan Sampah yang Berkelanjutan.
Lebih terperinciBAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH
BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Berdasarkan strategi dan arah kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Polewali Mandar dalam Rencana
Lebih terperinciKAJIAN PENGELOLAAN PERSAMPAHAN DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR
KAJIAN PENGELOLAAN PERSAMPAHAN DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh : TAUFIK YOGA PANGARSO L2D 098 469 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2003 ABSTRAK Peningkatan
Lebih terperinciEVALUASI PENGELOLAAN SAMPAH PASAR JOHAR BERDASARKAN PERSEPSI PENGELOLA DAN PEDAGANG SERTA ARAHAN PENGELOLAANNYA TUGAS AKHIR (TKP 481)
EVALUASI PENGELOLAAN SAMPAH PASAR JOHAR BERDASARKAN PERSEPSI PENGELOLA DAN PEDAGANG SERTA ARAHAN PENGELOLAANNYA TUGAS AKHIR (TKP 481) Disusun Oleh : NIKEN SUSANAWATI L2D 099 441 i ABSTRAK Aktivitas dari
Lebih terperinciBAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Berdasarkan Pasal 18 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, bahwa dalam rangka penyusunan Rancangan APBD diperlukan penyusunan Kebijakan
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN
BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa Lalu 3.1.1. Kinerja Pelaksanaan APBD 3.1.1.1. Sumber Pendapatan Daerah Sumber pendapatan daerah terdiri
Lebih terperinciRute Pengangkutan Eksisting Kendaraan Arm Roll Truck
Rute Pengangkutan Eksisting Kendaraan Arm Roll Truck TPA POOL Keterangan : BL 8041 AJ BL 8098 AH Kontainer 4. TPS Gerobak 1,5 m³ sebanyak 6 unit, bak pasangan bata terbuka 3 m³ sebanyak 1 unit, kontainer
Lebih terperinciLampiran IA Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 12/SE/M/2011 Tanggal : 31 Oktober 2011
Lampiran IA Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 12/SE/M/2011 Tanggal : 31 Oktober 2011 KATA PENGANTAR Bertambahnya produksi sampah diberbagai kota dewasa ini tidak lepas dari perubahan pola hidup
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dengan pertambahan jumlah penduduk Kota Padang yang semakin tinggi,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Dengan pertambahan jumlah penduduk Kota Padang yang semakin tinggi, dan dengan perubahan pola konsumsi masyarakat yang tidak terkendali serta pertumbuhan industri
Lebih terperinciPENGELOLAAN SAMPAH GEDUNG GEOSTECH
PENGELOLAAN SAMPAH GEDUNG GEOSTECH Suprapto Pusat Teknologi Lingkungan, Kedeputian TPSA Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Jl. M.H. Thamrin No. 8, Lantai 12, Jakarta 10340 e-mail: suprapto.bpptbas@yahoo.com
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk yang tinggi dengan pertumbuhan cepat di kota bila
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepadatan penduduk yang tinggi dengan pertumbuhan cepat di kota bila tidak diimbangi dengan fasilitas lingkungan yang memadai, seperti penyediaan perumahan, air bersih
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pelaksanaan berasal dari kata laksana yang berarti kegiatan 5. Pelaksanaan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelaksanaan Pelaksanaan berasal dari kata laksana yang berarti kegiatan 5. Pelaksanaan juga dapat diartikan sebagai suatu rencana realistis, praktis dan pragmatis yang telah
Lebih terperinciKETERKAITAN ANTARA ALOKASI ANGGARAN PEMBANGUNAN TERHADAP SEKTOR UNGGULAN di JAWA TIMUR
KETERKAITAN ANTARA ALOKASI ANGGARAN PEMBANGUNAN TERHADAP SEKTOR UNGGULAN di JAWA TIMUR Kondisi Umum Keuangan Kabupaten Kota di Jawa Timur Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah, maka kewenangan pemerintah
Lebih terperinciBAB 2 KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI
BAB 2 KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI Sebagai sebuah dokumen rencana strategis berjangka menengah yang disusun untuk percepatan pembangunan sektor sanitasi skala kota, kerangka kebijakan pembangunan sanitasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. wajib membayarnya dengan tidak mendapat prestasi kembali. Secara langsung, yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Secara umum pajak diartikan sebagai pungutan dari masyarakat oleh negara berdasarkan undang-undang yang bersifat dapat dipaksakan dan terutang oleh yang
Lebih terperinciPROFIL KABUPATEN / KOTA
PROFIL KABUPATEN / KOTA KOTA MOJOKERTO JAWA TIMUR KOTA MOJOKERTO ADMINISTRASI Profil Wilayah Kota yang terkenal dengan makanan khas ondeondenya ini menyandang predikat kawasan pemerintahan dengan luas
Lebih terperinciPROFIL KABUPATEN / KOTA
PROFIL KABUPATEN / KOTA KOTA JAWA TIMUR KOTA ADMINISTRASI Profil Wilayah Secara astronomis Kota Lumajang terletak pada posisi 112 5-113 22 Bujur Timur dan 7 52-8 23 Lintang Selatan. Dengan wilayah seluas
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variable Penelitian 2.1.1 Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah, pendapatan
Lebih terperinciBAB II STUDI PUSTAKA 2.1. TARIF TOL
BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. TARIF TOL Menurut UU No.13/1980, tol adalah sejumlah uang tertentu yang dibayarkan untuk pemakaian jalan tol.. Kemudian pada tahun 2001 Presiden mengeluarkan PP No. 40/2001. Sesuai
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pemerintahan dengan kewenangan otonomi daerah beserta perangkat
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Depok resmi menjadi suatu daerah otonom yang memiliki pemerintahan dengan kewenangan otonomi daerah beserta perangkat kelengkapannya sejak ditingkatkannya status
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN I. UMUM Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah mengamanatkan perlunya
Lebih terperinciLAMPIRAN A. Sejarah Program Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan di Indonesia ( )
LAMPIRAN A Sejarah Program Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan di Indonesia (1970-2000) LAMPIRAN A Sejarah Program Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan di Indonesia (1970-2000) Bagian
Lebih terperinciRANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR. TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013 WALIKOTA DEPOK,
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR. TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013 WALIKOTA DEPOK, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 181 ayat (1) Undang-Undang
Lebih terperinciPROSES PENYUSUNAN PERENCANAAN SISTEM PENGELOLAAN PERSAMPAHAN
PROSES PENYUSUNAN PERENCANAAN SISTEM PENGELOLAAN PERSAMPAHAN I. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Kondisi pengelolaan persampahan di berbagai kota di Indonesia terlihat masih belum berjalan dengan baik.
Lebih terperinciWALIKOTA PAREPARE PERATURAN WALIKOTA PAREPARE NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI DAN RINCIAN TUGAS DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN
WALIKOTA PAREPARE PERATURAN WALIKOTA PAREPARE NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI DAN RINCIAN TUGAS DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAREPARE, Menimbang
Lebih terperinciPROFIL KABUPATEN / KOTA
PROFIL KABUPATEN / KOTA KOTA DEPOK JAWA BARAT KOTA DEPOK ADMINISTRASI Profil Wilayah Salah satu penyebab Kota ini berkembang pesat seperti sekarang adalah setelah adanya keputusan untuk memindahkan sebagian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Angkutan umum sebagai bagian sistem transportasi merupakan kebutuhan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Angkutan umum sebagai bagian sistem transportasi merupakan kebutuhan masyarakat untuk menunjang aktivitas sehari-hari dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan
Lebih terperinciPENJABARAN LAPORAN REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH
Lampiran II Perwal Penjabaran Pertanggungjawaban APBD TA 2016 Nomor : 36 Tahun 201 Tanggal : 22 Agustus 201 Urusan Pemerintahan : 1. 08 Urusan Wajib Lingkungan Hidup Unit Organisasi : 1. 08. 01 DINAS KEBERSIHAN
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN UMUM DINAS KEBERSIHAN KOTA MEDAN. A. Sejarah Singkat Dinas Kebersihan Kota Medan
BAB II GAMBARAN UMUM DINAS KEBERSIHAN KOTA MEDAN A. Sejarah Singkat Dinas Kebersihan Kota Medan Pengelolaan sampah sudah dimulai sejak pemerintahan Hindia Belanda, setelah Indonesia merdeka, pengelolaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK) Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu Tahun 2015
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Maksud dan Tujuan Penyusunan Laporan Keuangan Laporan keuangan disusun untuk menyediakan informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh
Lebih terperinciKAJIAN PENGELOLAAN SAMPAH UNTUK MENINGKATKAN PELAYANAN ASET DI KABUPATEN KARAWANG
KAJIAN PENGELOLAAN SAMPAH UNTUK MENINGKATKAN PELAYANAN ASET DI KABUPATEN KARAWANG NANANG FAKHRURAZI 1,JONI HERMANA 2, IDAA WARMADEWANTHI 2 1 Program Magister Bidang Keahlian Manajemen Aset Jurusan Teknik
Lebih terperinciPROFIL KABUPATEN / KOTA
PROFIL KABUPATEN / KOTA KOTA KENDARI SULAWESI TENGGARA KOTA KENDARI ADMINISTRASI Profil Wilayah Kota Kendari merupakan bagian dari wilayah administrasi dari propinsi Sulawesi Tenggara. Batas-batas administratif
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PEDOMAN ALOKASI BIAYA PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH MENTERI DALAM NEGERI,
KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PEDOMAN ALOKASI BIAYA PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 76 ayat (2) Peraturan
Lebih terperinciPENGELOLAAN PERSAMPAHAN
PENGELOLAAN PERSAMPAHAN 1. LATAR BELAKANG PENGELOLAAN SAMPAH SNI 19-2454-1991 tentang Tata Cara Pengelolaan Teknik Sampah Perkotaan, mendefinisikan sampah sebagai limbah yang bersifat padat, terdiri atas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Republik Indonesia No. 25 Tahun 1999 telah menyebabkan perubahan yang mendasar mengenai
Lebih terperinciEVALUASI PENGANGKUTAN SAMPAH DAN PENGEMBANGAN SARANA PERSAMPAHAN DI KOTA PALANGKA RAYA
EVALUASI PENGANGKUTAN SAMPAH DAN PENGEMBANGAN SARANA PERSAMPAHAN DI KOTA PALANGKA RAYA Kristub Subur, Agustina Wilujeng, Harmin Sulistiyaning Titah Program Studi Magister Teknik Prasarana Lingkungan Pemukiman
Lebih terperinciBAB V ANGGARAN PEMBANGUNAN DAERAH
BAB V ANGGARAN PEMBANGUNAN DAERAH 5.1 PENDANAAN Rencana alokasi pendanaan untuk Percepatan Pembangunan Daerah pada Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) 2009 memberikan kerangka anggaran yang diperlukan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa pertambahan penduduk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Salah satu landasan yuridis bagi pengembangan Otonomi Daerah di Indonesia adalah lahirnya Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Pengganti
Lebih terperinci1.2 Telah Terbentuknya Pokja AMPL Kabupaten Lombok Barat Adanya KSM sebagai pengelola IPAL Komunal yang ada di 6 lokasi
Lampiran 2: Hasil analisis SWOT Tabel Skor untuk menentukan isu strategis dari isu-isu yang diidentifikasi (teknis dan non-teknis) untuk sektor Air Limbah di Kabupaten Lombok Barat sebagai berikut : a.
Lebih terperinci- 2 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 9. Cukup jelas. Pasal 2. Pasal 3. Cukup jelas. Pasal 4. Cukup jelas. Pasal 5. Cukup jelas. Pasal 6. Cukup jelas.
PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 0000 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA I. UMUM Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang
Lebih terperinciPROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR : 3 TAHUN 2016 TENTANG
PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR : 3 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciEVALUASI UNTUK PENGEMBANGAN SISTEM PENGELOLAAN PERSAMPAHAN DI KOTA MARTAPURA DARI SEGI PENGUMPULAN DAN PENGANGKUTAN
EVALUASI UNTUK PENGEMBANGAN SISTEM PENGELOLAAN PERSAMPAHAN DI KOTA MARTAPURA DARI SEGI PENGUMPULAN DAN PENGANGKUTAN Ahmad Solhan, Sarwoko Mangkoedihardjo Jurusan Teknik Lingkungan, FTSP Program Pascasarjana,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sampah sebagai material sisa aktivitas manusia maupun proses alam
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah sebagai material sisa aktivitas manusia maupun proses alam yang berbentuk padat seringkali menjadi penyebab timbulnya masalah jika tidak dikelola dengan baik.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Otonomi Daerah Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah merupakan landasan yuridis bagi pengembangan otonomi daerah di Indonesia, akan tetapi
Lebih terperinciPROFIL KABUPATEN / KOTA
PROFIL KABUPATEN / KOTA KOTA JAWA TIMUR KOTA ADMINISTRASI Profil Wilayah Kota Tuban merupakan ibukota Kabupaten Tuban. Apabila dilihat dari posisi Kota Tuban yang berada di jalan arteri primer yang menghubungkan
Lebih terperinciBAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI. 3.1 Tujuan, Sasaran, dan Strategi Pengembangan Air Limbah Domestik
III-1 BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI Pada bab strategi percepatan pembangunan sanitasi akan dijelaskan lebih detail mengenai tujuan sasaran dan tahapan pencapaian yang ingin dicapai dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ditinggalkan karena dianggap tidak menghargai kaidah-kaidah demokrasi. Era reformasi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahirnya era reformasi yang di prakarsai oleh mahasiswa 10 tahun silam yang ditandai dengan tumbangnya resim orde baru di bawah pimpinan Presiden Suharto, telah membawa
Lebih terperinci, ,00 10, , ,00 08,06
E. AKUNTABILITAS KEUANGAN Perkembangan realisasi pendapatan daerah selama 5 (lima) tahun terakhir sejak Tahun 2008 sampai dengan tahun 2013 selalu menunjukkan peningkatan. Berdasarkan realisasi pendapatan
Lebih terperinciWALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA KEDIRI WALIKOTA KEDIRI,
WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA KEDIRI WALIKOTA KEDIRI, Menimbang : a. bahwa memenuhi ketentuan pasal 18 ayat 1, 2 dan 3 Peraturan Daerah
Lebih terperinciPROFIL KABUPATEN / KOTA
PROFIL KABUPATEN / KOTA KOTA BANGKA BELITUNG KOTA ADMINISTRASI Profil Wilayah Kondisi tanah dan keterbatasan lahan Kota Pangkal Pinang kurang memungkinkan daerah ini mengembangkan kegiatan pertanian. Dari
Lebih terperinciBAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN
BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah 3.1.1 Kondisi Ekonomi Daerah Tahun 2011 dan Perkiraan Tahun 2012 Kerangka Ekonomi Daerah dan Pembiayaan
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA LUBUKLINGGAU NERACA Per 31 Desember 2008 dan 2007
LAPORAN KEUANGAN POKOK 1. NERACA KOMPARATIF PEMERINTAH KOTA LUBUKLINGGAU NERACA Per 31 Desember 2008 dan 2007 U R A I A N 31 Desember 2008 31 Desember 2007 ASET ASET LANCAR 94.045.349.685,03 117.364.626.222,84
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No. 22 Tahun 1999 yang telah diganti dengan UU No. 34 Tahun 2004
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut UU No. 22 Tahun 1999 yang telah diganti dengan UU No. 34 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, menyebutkan bahwa melalui otonomi daerah, pembangunan ekonomi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengelolaan sampah perlu dilakukan secara menyeluruh dan terpadu dari sumber sampai dengan pemrosesan akhir. Hal ini perlu dilakukan mengingat sampah telah menjadi permasalahan
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN BLITAR
LAPORAN KEUANGAN TAHUN ANGGARAN 2013 1 DAFTAR ISI Pernyataan Tanggung Jawab... 3 Laporan Realisasi Anggaran... 4 Neraca... 5 Catatan Atas Laporan Keuangan... 6 - BAB I Pendahuluan... 6 - BAB II Ekonomi
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA TARAKAN TAHUN 2010 NOMOR 11
LEMBARAN DAERAH KOTA TARAKAN TAHUN 2010 NOMOR 11 PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 11 TAHUN 2010 T E N TA N G PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2010 DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah adalah salah satu landasan yuridis bagi pengembangan otonomi daerah di Indonesia. Dalam Undang-undang
Lebih terperinciBAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH A. KEBIJAKAN PENDAPATAN DAERAH Pendapatan Daerah adalah hak Pemerintah Daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih, pendapatan daerah dimaksud
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia pada tahun 2001,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia pada tahun 2001, pemerintah daerah merupakan organisasi sektor publik yang diberikan kewenangan oleh pemerintah
Lebih terperinciBERITA DAERAH KOTA BOGOR
BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2010 NOMOR 9 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG REKLASIFIKASI GOLONGAN TARIF PELANGGAN PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM (PDAM) TIRTA PAKUAN KOTA BOGOR
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN
BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa Lalu Sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2007 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah,
Lebih terperinciKONTRIBUSI REALISASI PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DALAM MENDUKUNG PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH
1 KONTRIBUSI REALISASI PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DALAM MENDUKUNG PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH (Studi Kasus Pada Pemerintah Kota Salatiga) SKRIPSI Diajukan
Lebih terperinciJURNAL SKRIPSI EVALUASI POTENSI PENDAPATAN PAJAK DAN RETRIBUSI DAERAH DI KABUPATEN WONOGIRI
JURNAL SKRIPSI EVALUASI POTENSI PENDAPATAN PAJAK DAN RETRIBUSI DAERAH DI KABUPATEN WONOGIRI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang
1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Pesatnya pertambahan penduduk menyebabkan meningkatnya berbagai aktivitas sosial ekonomi masyarakat, pembangunan fasilitas kota seperti pusat bisnis, komersial dan industri,
Lebih terperinciPROFIL KABUPATEN / KOTA
PROFIL KABUPATEN / KOTA KOTA SIDAMANIK SUMATERA UTARA KOTA SIDAMANIK ADMINISTRASI Profil Kota Kota Kisaran merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Simalungun Propinsi Sumatera Utara. PENDUDUK Jumlah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pemerintah pusat sehingga dengan demikian pembangunan daerah diupayakan sejalan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA
LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA Nomor 02 Tahun 2011 PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SAMARINDA, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diikuti oleh peningkatan perpindahan sebagian rakyat pedesaan ke kota dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan pembangunan wilayah perkotaan di Indonesia, diikuti oleh peningkatan perpindahan sebagian rakyat pedesaan ke kota dengan anggapan akan memperoleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I-1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan dan pembangunan di wilayah perkotaan di Indonesia, diikuti oleh peningkatan perpindahan sebagian penduduk perdesaan ke kota dengan anggapan akan
Lebih terperinciWALIKOTA PROBOLINGGO
WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PEMANFAATAN LAHAN UNTUK PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang : a. bahwa dinamika perkembangan
Lebih terperinciWALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR
WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN WALIKOTA NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGELOLAAN
Lebih terperinciBUPATI TRENGGALEK PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 92 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN TRENGGALEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI TRENGGALEK PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 92 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN TRENGGALEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang : a. bahwa pertambahan
Lebih terperinci