SEKOLAH ILMU DAN TEKNOLOGI HAYATI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2010

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SEKOLAH ILMU DAN TEKNOLOGI HAYATI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2010"

Transkripsi

1 Tugas Filsafat Ilmu (BI7101) Dosen : Intan Ahmad, PhD BIOETIKA : EUTANASIA Disusun oleh : SEKOLAH ILMU DAN TEKNOLOGI HAYATI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2010

2 BIOETIKA : EUTANASIA Bioetika (Wikipedia, 2009) Adalah : Biologi dan ilmu kedokteran yang menyangkut masalah di bidang kehidupan, tidak hanya memperhatikan masalah-masalah yang terjadi pada masa sekarang, tetapi juga memperhatikan kemungkinan timbulnya pada masa yang akan datang. Fransese Abel merumuskan definisi tentang bioetika (dalam Bertens, 2009) sebagai studi interdisipliner tentang problem-problem yang ditimbulkan oleh perkembangan di bidang biologi dan ilmu kedokteran baik pada skala mikro maupun makro, dan dampaknya atas masyarakat luas serta sistem nilainya kini dan masa mendatang. Dalam Wikipedia juga dikemukakan bahwa terdapat tiga etika dalam bioetika, yaitu : 1. Etika sebagai nilai-nilai dan asas-asas moral yang dipakai seseorang atau suatu kelompok sebagai pegangan bagi tingkah lakunya. 2. Etika sebagai kumpulan asas dan nilai yang berkenaan dengan moralitas (apa yang dianggap baik atau buruk). Contohnya: kode etik kedokteran, kode etik rumah sakit. 3. Etika sebagai ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dari sudut norma dan nilai-nilai moral. Jacques (19980) menyatakan bahwa pada saat ini terdapat cakupan bioetika tentang kajiankajian mengenai penanganan pasien yang tidak mungkin tertolong lagi, eutanasia, rekayasa genetik, stem cell, dan banyak kajian lainnya. Dan salah satu kajian dalam bioetika yang masih menjadi kontroversi pada saat ini adalah mengenai Eutanasia. Eutanasia (Bahasa Yunani: -ευ, eu yang artinya "baik", dan thanatos yang berarti kematian) adalah praktek pencabutan kehidupan manusia atau hewan melalui cara yang dianggap tidak menimbulkan rasa sakit atau menimbulkan rasa sakit yang minimal, biasanya dilakukan dengan cara memberikan suntikan yang mematikan (Wikipedia Bahasa Indonesia).

3 Eutanasia dapat juga didefinisikan sebagai tindakan mengakhiri hidup seorang individu secara tidak menyakitkan, ketika tindakan tersebut dapat dikatakan sebagai bantuan untuk meringankan penderitaan dari individu yang akan mengakhiri hidupnya (Parikesit, 2007). Hadiwardoyo (1989) menyatakan bahwa dahulu istilah euthanasia menunjukkan usaha tenaga medis untuk membantu para pasien supaya dapat meninggal dengan baik, tanpa penderitaan yang terlalu hebat. Apabila euthanasia dipandang sebagai bantuan medis pada pasien yang sudah mendekati akhir hidupnya, dengan cara yang sesuai dengan perikemanusiaan, maka tindakan tersebut baik motivasi tau caranya tidak bertentangan dengan rasa hormat terhadap martabat manusia. Pada saat ini banyak sekali pertentangan terhadap praktek eutanasia. Ada pihak-pihak yang kontra terutama dari kalangan pemuka agama yang menganggap bahwa tindakan eutanasia merupakan upaya pembunuhan baik yang dilakukan secara terencana ataupun tidak dan juga dipandang menyalahi aturan agama karena mendahului kehendak Allah SWT. Tetapi tidak sedikit juga yang menjadi kelompok yang pro akan tindakan eutanasia ini yang umumnya di anut terutama oleh kebanyakan pasien atau orang yang memiliki penyakit atau penderitaan yang tak berkesudahan dan kesempatan untuk sembuhnya tipis. Mereka merasa bahwa dengan melakukan eutanasia, selain tidak terlalu lama mengalami penderitaan, mereka juga tidak merepotkan dan membebani pihak keluarga yang selama ini mengurus dan mengusahakan dana perawatan mereka. Menurut Utomo (2009), dalam praktek kedokteran dikenal dua macam eutanasia yaitu, euthanasia aktif dan eutanasia pasif. Eutanasia aktif ialah tindakan dokter mempercepat kematian pasien dengan memberikan suntikan ke dalam tubuh pasien tersebut. Suntikan dilakukan pada saat keadaan penyakit pasien sudah sangat parah atau sudah sampai pada stadium akhir, yang menurut perkiraan/perhitungan medis sudah tidak mungkin lagi bisa sembuh atau bertahan lama. Alasan yang lazim dikemukakan dokter ialah bahwa pengobatan yang diberikan hanya akan

4 memperpanjang penderitaan pasien, tidak mengurangi keadaan sakitnya yang memang sudah parah. Contoh kasus etanisia aktif misalnya pada orang yang mengalami keadaan koma yang sangat lama, karena bagian otaknya terserang penyakit atau bagian kepalanya mengalami benturan yang sangat keras. Dalam keadaan demikian ia hanya mungkin dapat hidup dengan mempergunakan alat pernafasan, sedangkan dokter ahli berkeyakinan bahwa penderita tidak akan dapat disembuhkan. Alat pernafasan itulah yang memompa udara ke dalam paru-parunya dan menjadikannya dapat bernapas secara otomatis. Jika alat pernapasan tersebut dihentikan (dilepas), maka penderita sakit tidak mungkin dapat melanjutkan pernafasannya sebagai cara aktif yang kemudian akan memudahkan proses kematiannya. Eutanasia pasif adalah tindakan dokter berupa penghentian pengobatan pasien yang menderita sakit keras, yang secara medis sudah tidak mungkin lagi dapat disembuhkan. Penghentian pemberian obat ini berakibat mempercepat kematian pasien. Alasan yang lazim dikemukakan ialah karena keadaan ekonomi pasien yang terbatas, sementara dana yang dibutuhkan untuk biaya pengobatan cukup tinggi, sedangkan fungsi pengobatan menurut perhitungan dokter sudah tidak efektif lagi. Ada lagi upaya lain yang bisa digolongkan dalam eutanasia pasif, yaitu upaya dokter menghentikan pengobatan terhadap pasien yang menurut penelitian medis masih mungkin bisa sembuh. Contoh kasus dalam hal ini seseorang yang kondisinya sangat kritis dan akut karena menderita kelumpuhan tulang belakang yang biasa menyebabkan kelumpuhan pada kedua kaki dan kehilangan kontrol pada kandung kencing dan usus besar. Penderita penyakit ini senantiasa dalam kondisi lumpuh dan selalu membutuhkan bantuan khusus selama hidupnya. Atau penderita kelumpuhan otak yang menyebabkan keterbelakangan pikiran dan kelumpuhan badannya dengan studium beragam yang biasanya penderita penyakit ini akan lumpuh fisiknya dan otaknya serta selalu memerlukan bantuan khusus selama hidupnya. Dalam keadaan demikian ia dapat saja dibiarkan tanpa diberi pengobatan yang mungkin akan dapat membawa kematiannya.

5 Dalam contoh tersebut, penghentian pengobatan merupakan salah satu bentuk eutanasia pasif. Menurut gambaran umum, para penderita penyakit seperti itu terutama anak-anak tidak berumur panjang, maka menghentikan pengobatan dan mempermudah kematian secara pasif itu mencegah perpanjangan penderitaan si anak atau kedua orang tuanya. Dalam Aturan Hukum Aturan hukum mengenai masalah eutanasia sangat berbeda-beda di seluruh dunia dan seringkali berubah seiring dengan perubahan norma-norma budaya dan tersedianya perawatan atau tindakan medis. Di beberapa negara, tindakan ini dianggap legal, sedangkan di negaranegara lainnya dianggap melanggar hukum. Karena sensitifnya isu ini, pembatasan dan prosedur yang ketat selalu diterapkan tanpa memandang status hukumnya. Menurut Hilman (dalam Jurnal Persi, 2006), Membiarkan penderita meninggal secara alamiah, dengan alasan karena menurut logika medik tidak mungkin lagi dapat disembuhkan, secara etika dapat diterima dan bukan merupakan pelanggaran. Di dalam Wikipedia (2009) dinyatakan bahwa di dunia ini terdapat beberapa negara yang telah melegalkan tindakan eutanasia dengan beberapa persyaratan dan pertanyaan yang harus dipenuhi oleh pasien ataupun keluarganya, diantaranya Belgia, Belanda dan negara bagian Oregon di Amerika. Di dalamnya juga disebutkan bahwa Senator Philippe Mahoux, dari partai sosialis yang merupakan salah satu penyusun rancangan undang-undang tersebut menyatakan bahwa seorang pasien yang menderita secara jasmani dan psikologis adalah merupakan orang yang memiliki hak penuh untuk memutuskan kelangsungan hidupnya dan penentuan saat-saat akhir hidupnya. Berdasarkan hukum di Indonesia, eutanasia merupakan sesuatu perbuatan yang melawan hukum, seperti yang dapat dilihat pada peraturan perundang-undangan Pasal 344 Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang menyatakan bahwa "Barang siapa menghilangkan nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutkannya dengan nyata dan sungguhsungguh, dihukum penjara selama-lamanya 12 tahun". Seperti juga yang dinyatakan pada

6 pengaturan pasal-pasal 338, 340, 345, dan 359 KUHP yang dapat dikatakan memenuhi unsurunsur delik dalam perbuatan eutanasia. Dengan demikian, secara formal hukum yang berlaku di negara kita memang tidak mengizinkan tindakan eutanasia oleh siapa pun (Wikipedia, 2009). Ketua umum pengurus besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Farid Anfasal Moeloek dalam suatu pernyataannya yang dimuat oleh majalah Tempo Selasa 5 Oktober 2004 menyatakan bahwa : Eutanasia atau "pembunuhan tanpa penderitaan" hingga saat ini belum dapat diterima dalam nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat Indonesia. "Eutanasia hingga saat ini tidak sesuai dengan etika yang dianut oleh bangsa dan melanggar hukum positif yang masih berlaku yakni KUHP (Wikipedia, 2009). Utomo (2009) mengutarakan bahwa dalam prakteknya, para dokter tidak mudah melakukan eutanasia ini, meskipun dari sudut kemanusiaan dibenarkan adanya eutanasia dan merupakan hak bagi pasien yang menderita sakit yang tidak dapat disembuhkan (sesuai dengan Deklarasi Lisboa 1981). Akan tetapi dokter tidak dibenarkan serta merta melakukan upaya aktif untuk memenuhi keinginan pasien atau keluarganya tersebut. Hal ini disebabkan oleh dua hal, pertama, karena adanya persoalan yang berkaitan dengan kode etik kedokteran, disatu pihak dokter dituntut untuk membantu meringankan penderitaan pasien, akan tetapi dipihak lain menghilangkan nyawa orang merupakan pelanggaran terhadap kode etik itu sendiri. Kedua, tindakan menghilangkan nyawa orang lain dalam perundng-undangan merupakan tindak pidana, yang secara hukum di negara manapun, tidak dibenarkan oleh Undang-undang. Dalam Ajaran Islam Islam mengakui hak seseorang untuk hidup dan mati, namun hak tersebut merupakan anugerah Allah kepada manusia. Hanya Allah yang dapat menentukan kapan seseorang lahir dan kapan ia mati (QS 22: 66; 2: 243). Oleh karena itu, bunuh diri diharamkan dalam hukum Islam meskipun tidak ada teks dalam Al Quran maupun Hadis yang secara eksplisit melarang bunuh diri. Kendati demikian, ada sebuah ayat yang menyiratkan hal tersebut, "Janganlah

7 engkau membunuh dirimu sendiri," (QS 4: 29), yang makna langsungnya adalah "Janganlah kamu saling berbunuhan." Dengan demikian, seorang Muslim (dokter) yang membunuh seorang Muslim lainnya (pasien) disetarakan dengan membunuh dirinya sendiri (Wikipedia, 2009). Eutanasia dalam ajaran Islam disebut qatl ar-rahmah atau taisir al-maut (eutanasia), yaitu suatu tindakan memudahkan kematian seseorang dengan sengaja tanpa merasakan sakit, karena kasih sayang, dengan tujuan meringankan penderitaan si sakit, baik dengan cara positif maupun negatif. Pada konferensi pertama tentang kedokteran Islam di Kuwait tahun 1981, dinyatakan bahwa tidak ada suatu alasan yang membenarkan dilakukannya eutanasia ataupun pembunuhan berdasarkan belas kasihan (mercy killing) dalam alasan apapun juga. Eutanasia dapat dilakukan dengan memberikan obat-obatan tertentu atau dengan menghentikan pengobatan maupun alat bantu hidup yang sedang dilakukan. Pengertian mempercepat kematian dalam terminologi Islam tidak dikenal. Dalam ajaran Islam, yang menentukan kematian adalah Allah (QS.Yunus:49). Dengan demikian eutanasia sebenarnya merupakan pembunuhan, yang diminta atau mendapat persetujuan dari pihak pasien dan keluarganya. Dalam Wikipedia (2009) juga disebutkan bahwa pada prinispnya pembunuhan secara sengaja terhadap orang yang sedang sakit berarti mendahului takdir. Allah telah menentukan batas akhir usia manusia. Dengan mempercepat kematiannya, pasien tidak mendapatkan manfaat dari ujian yang diberikan Allah Swt kepadanya, yakni berupa ketawakalan kepada-nya Raulullah saw bersabda: Tidaklah menimpa kepada seseorang muslim suatu musibah, baik kesulitan, sakit, kesedihan, kesusahan maupun penyakit, bahkan duri yang menusuknya, kecuali Allah menghapuskan kesalahan atau dosanya dengan musibah yang dicobakannya itu. (HR Bukhari dan Muslim). Hal itu karena yang berhak mematikan dan menghidupkan manusia hanyalah Allah dan oleh karenanya manusia dalam hal ini tidak mempunyai hak atau kewenangan untuk memberi hidup dan atau mematikannya. (QS.Yunus:56, Al-Mulk:1-2).

8 Eutanasia Menurut Pandangan Saya Pribadi Saya mengambil kasus Eutanasia sebagai makalah bioetika karena apa yang menjadi bahasannya pernah terjadi pada kehidupan saya pribadi. Dimulai dari peristiwa dioperasinya jantung ayah saya (operasi by pass) karena kondisinya yang sering merasakan sesak dan sakit di bagian dada. Dokter mendiagnosis bahwa hampir 70% pembuluh darah di jantung sudah tersumbat atau tidak berfungsi baik yang diakibatkan kebiasaan buruk ayah saya sebagai perokok. Dokter menyarankan untuk dilakukan operasi By pass untuk menghilangkan sumbatan tersebut. Pembuluh di jantung yang hilang karena dipotong akan digantikan oleh pembuluh yang berasal dari betisnya. Hari kedua setelah operasi, ayah saya sudah bisa sadar, mengkonsumsi makanan cair dan berkomunikasi dengan kami. Tapi di hari ketiga ayah saya tidak sadarkan diri (koma). Tim dokter mengatakan bahwa terjadi emboli (gelembung udara) di daerah sambungan pembuluh di betis sehingga darah tidak dapat mengalir ke kaki bagian bawah. Yang kemudian menjadi berita mengejutkan pada saat dokter meminta persetujuan keluarga untuk mengamputasi kaki ayah saya sampai batas lutut karena kaki di bawah lutut menjadi busuk. Setelah berunding, keluarga memutuskan untuk tidak mengamputasi kaki ayah saya dengan banyak sekali pertimbangan yang harus diperhatikan. Pada hari-hari berikutnya, karena pembusukan pada organ tubuh ayah saya terus menjalar ke arah tubuh bagian atas, ayah saya mengalami kegagalan organ-organ vital seperti fungsi jantung dan ginjal sehingga setiap hari ayah saya harus menjalani cuci darah dan tergantung pada alat bantu nafas. Kami tahu bahwa ayah saya masih mendengar setiap kami mengajak bicara beliau. Itu dapat kami ketahui dari matanya yang berair setiap kami berbicara kepada beliau meskipun secara fisik tidak ada tanda-tanda pergerakan atau kehidupan. Tim dokter telah menjelaskan kepada pihak keluarga bahwa kemungkinan hidup ayah saya tinggal 10% dan meminta pertimbangan dari keluarga untuk penanganan ke depan. Pihak keluarga berkumpul dan merundingkan tindakan apa yang akan diambil. Kami berfikir tidak mau mendahului kehendak yang maha kuasa. Segala usaha kami upayakan untuk kesembuhan ayah kami. Tapi akhirnya kami harus ikhlas juga dengan kehendak-nya. Tepat hari ke sepuluh, tim dokter kembali merundingkan kepada pihak keluarga tentang kondisi ayah saya. Dan kami sekeluarga membuat kesepakatan untuk menyerahkan sepenuhnya keputusan yang terbaik

9 bagi ayah kami kepada dokter dan tim dokter memutuskan untuk menghentikan dan melepas alat bantu nafas dan semua peralatan medis yang terpasang pada tubuh ayah saya dan mengikhlaskan ayah saya untuk kembali pada sang Khalik. Bukan karena kami tidak sayang atau tidak perduli dengan kondisi ayah kami, tapi karena kami sangat menyayangi beliau dan kami tahu juga sadar bahwa ayah saya lebih menderita dibanding apa yang terlihat dari luar. Oleh karena itu kami mengijinkan dokter untuk menghentikan semua upaya medis yang selama ini diberikan pada ayah saya. Kami berharap ayah kami tidak lagi mengalami lagi penderitaan yang selama koma/tidak sadar beliau rasakan. Semoga keputusan yang kami ambil adalah keputusan yang tepat dan semoga Allah SWT mengampuni dosa kami apabila keputusan yang diambil tidak tepat. Kami hanya tidak ingin ayah kami menderita lebih lama. Tepat jam 9.00 dokter melepas semua peralatan yang terpasang pada tubuh ayah saya, dan kemudian beliau menghembuskan nafas terakhirnya. Jadi menurut saya, keputusan untuk mengambil tindakan eutanasia tergantung pada banyak hal dan alasan. Tapi yang utama bahwa keluarga telah sepakat untuk mengambil tindakan tersebut karena pasien sendiri secara medis sudah terlalu kecil harapan hidupnya atau dilakukan terhadap penderita penyakit yang tidak mempunyai harapan sembuh (hopeless). Kita tidak pernah tahu apakah tindakan melepas atau menghentikan alat bantu nafas adalah tindakan yang bertentangan dengan kehendak Allah SWT karena kita juga tidak tahu apakah mempertahankan hidup seseorang dengan bantuan alat bantu nafaspun termasuk menentang kehendak-nya. Berdasarkan penuturan Utomo (2009), melakukan pengobatan atau berobat hukumnya sunnah ataupun wajib apabila penderita dapat diharapkan kesembuhannya. Sedangkan jika secara perhitungan akurat medis yang dapat dipertanggungjawabkan sudah tidak ada harapan sembuh, sesuai dengan sunnatullah dalam hukum kausalitas yang dikuasai para ahli seperti dokter ahli maka tidak ada seorang pun yang mengatakan sunnah berobat apalagi wajib. Apabila penderita sakit kelangsungan hidupnya tergantung pada pemberian berbagai macam media pengobatan dengan cara meminum obat, suntikan, infus dan sebagainya, atau menggunakan alat pernapasan buatan dan peralatan medis modern lainnya dalam waktu yang

10 cukup lama, tetapi penyakitnya tetap saja tidak ada perubahan, maka melanjutkan pengobatannya itu tidak wajib dan tidak juga sunnah sebagaimana difatwakan oleh Syeikh Yusuf Al-Qardhawi dalam Fatawa Mu ashirahnya, bahkan mungkin kebalikannya yakni tidak mengobatinya itulah yang wajib atau sunnah. Utomo (2009) juga menjelaskan bahwa memudahkan proses kematian (taisir al-maut) semacam ini dalam kondisi sudah tidak ada harapan yang sering diistilahkan dengan qatl arrahma (membiarkan perjalanan menuju kematian karena belas kasihan), karena dalam kasus ini tidak didapati tindakan aktif dari dokter maupun orang lain. Tetapi dokter ataupun orang terkait lainnya dengan pasien hanya bersikap meninggalkan sesuatu yang hukumnya tidak wajib ataupun tidak sunnah, sehingga tidak dapat dikenai sanksi hukuman menurut syari ah maupun hukum positif. Tindakan eutanasia pasif oleh dokter dalam kondisi seperti ini adalah jaiz (boleh) dan dibenarkan syari ah apabila keluarga pasien mengizinkannya demi meringankan penderitaan dan beban pasien dan keluarganya. Hal yang terkait dengan contoh yaitu menghentikan alat pernapasan buatan dari pasien, yang menurut pandangan dokter ahli ia sudah mati atau dikategorikan telah mati karena jaringan otak ataupun fungsi syaraf sebagai media hidup dan merasakan telah rusak. Kalau yang dilakukan dokter tersebut semata-mata menghentikan alat pengobatan, hal ini sama dengan tidak memberikan pengobatan. Eutanasia untuk hal seperti ini adalah bukan termasuk kategori eutanasia aktif yang diharamkan. Dengan demikian, tindakan tersebut dibenarkan syari ah dan tidak terlarang terutama bila peralatan bantu medis tersebut hanya dipergunakan pasien sekadar untuk kehidupan lahiriah yang tampak dalam pernapasan dan denyut nadi saja, padahal bila dilihat secara medis dari segi aktivitas maka pasien tersebut sudah seperti orang mati, tidak responsif, tidak dapat mengerti sesuatu dan tidak merasakan apa-apa, karena jaringan otak dan sarafnya sebagai sumber semua aktivitas hidup itu telah rusak. Membiarkan si sakit dalam kondisi seperti itu hanya akan menghabiskan biaya dan tenaga yang banyak serta memperpanjang tanggungan beban. Selain itu juga dapat menghalangi pemanfaatan peralatan tersebut oleh pasien lain yang membutuhkannya.

11 DAFTAR PUSTAKA Bertens, K. Bioetika. Asal usul tujuan, dan cakupannya. Pusat Pengembangan Etika. Universitas Atma Jaya. Jakarta. Hadiwardoyo, A.P Etika Medis. Pustaka Filsafat. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Hilman, I Membiarkan Mati Secara Alamiah (Letting Die Naturally) Pada Pasien Yang Secara Medis Tidak Mungkin Lagi Dapat Disembuhkan. Jurnal Persi Vol 06. Jacques, T.P Ethics, Theory and Practice. Glencoe Publishing co., Inc. Encino. California. Parikesit, A.A Euthanasia dan Kematian Bermartabat. Suatu Tinjauan Bioetika. Netsains.com>SchoolWork>Homework. Utomo, S.B Hukum Euthanasia dan Kode Etik Kedokteran. Fikih Kontemporer. Wikipedia Bioetika. Wikipedia Bahasa Indonesia. Ensiklopedia Bebas. Id.wikipedia.org/wiki/Bioetika. Wikipedia Eutanasia. Wikipedia Bahasa Indonesia. Ensiklopedia Bebas. Id.wikipedia.org/wiki/Bioetika.

BAB III ANALISIS DAN KAJIAN YURIDIS MENGENAI EUTHANASIA DIPANDANG DARI SEGI HAM

BAB III ANALISIS DAN KAJIAN YURIDIS MENGENAI EUTHANASIA DIPANDANG DARI SEGI HAM BAB III ANALISIS DAN KAJIAN YURIDIS MENGENAI EUTHANASIA DIPANDANG DARI SEGI HAM 3.1 Kronologi kasus Ayah Ana Widiana Kasus berikut merupakan kasus euthanasia yang terjadi pada ayah dari Ana Widiana salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang tidak dapat menghindari adanya kemajuan dan perkembangan di bidang kedokteran khususnya dan bidang teknologi pada umumnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada seluruh makhluk hidup di jagad raya ini, termasuk pula manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. kepada seluruh makhluk hidup di jagad raya ini, termasuk pula manusia yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kematian merupakan suatu ketentuan yang telah digariskan oleh Tuhan kepada seluruh makhluk hidup di jagad raya ini, termasuk pula manusia yang telah ditentukan secara

Lebih terperinci

EUTHANASIA DALAM PERSPEKTIF ISLAM

EUTHANASIA DALAM PERSPEKTIF ISLAM EUTHANASIA DALAM PERSPEKTIF ISLAM OLEH : RAMADHAN SYAHMEDI SIREGAR, S.Ag, MA Dosen FK USU Dosen Tetap Fak. Syari`ahah Intitut Agama Islam Negeri (IAIN-SU) Medan Euthanasia berasal dari kata Yunani, eu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. problematika dan mengontrol perkembangan tersebut.salah satu problematika

BAB I PENDAHULUAN. problematika dan mengontrol perkembangan tersebut.salah satu problematika BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini banyak sekali berbagai permasalahan dan problematika yang sering muncul di tengah-tengah kehidupan masyarakat yang semakin berkembang dan tidak sedikit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. emosi harapan dan kekhawatiran makhluk insani. perjanjian terapeutik adalah Undang undang nomor 36 tahun 2009 tentang

BAB I PENDAHULUAN. emosi harapan dan kekhawatiran makhluk insani. perjanjian terapeutik adalah Undang undang nomor 36 tahun 2009 tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak awal mengenai umat manusia sudah dikenal adanya hubungan kepercayaan antara dua insan, yaitu manusia penyembuh dan penderita yang ingin disembuhkan. Dalam zaman

Lebih terperinci

ASPEK HUKUM EUTHANASIA. By L. Ratna Kartika Wulan

ASPEK HUKUM EUTHANASIA. By L. Ratna Kartika Wulan ASPEK HUKUM EUTHANASIA By L. Ratna Kartika Wulan POKOK BAHASAN DEFINISI PERMASALAHAN EUTHANASIA HAK UNTUK MATI PANDANGAN HKM THD EUTHANASIA JENIS EUTHANASIA PRO & KONTRA EUTHANASIA DEFINISI SECARA HARAFIAH

Lebih terperinci

dan dalam ayat lain disebutkan, "Janganlah engkau membunuh dirimu sendiri," (QS 4: 29),

dan dalam ayat lain disebutkan, Janganlah engkau membunuh dirimu sendiri, (QS 4: 29), Euthanasia Dalam Islam Seperti dalam agama-agama Ibrahim lainnya (Yahudi dan Kristen), Islam mengakui hak seseorang untuk hidup dan mati, namun hak tersebut merupakan anugerah Allah kepada manusia. Hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan berbagai permasalahannya, dan diakhiri dengan kematian. Dari proses

BAB I PENDAHULUAN. dengan berbagai permasalahannya, dan diakhiri dengan kematian. Dari proses BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap makhluk hidup termasuk manusia, akan mengalami siklus kehidupan yang dimulai dari proses pembuahan, kelahiran, kehidupan di dunia dengan berbagai permasalahannya,

Lebih terperinci

BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN

BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN A. Analisa Yuridis Malpraktik Profesi Medis Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 merumuskan banyak tindak pidana

Lebih terperinci

EUTHANASIA DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA DAN KAITANNYA DENGAN HUKUM PIDANA

EUTHANASIA DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA DAN KAITANNYA DENGAN HUKUM PIDANA EUTHANASIA DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA DAN KAITANNYA DENGAN HUKUM PIDANA Oleh: NUR HAYATI Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonusa Esa Unggul ABSTRAK EUTHANASIA merupakan salah satu masalah etika

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN [LN 2009/144, TLN 5063]

UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN [LN 2009/144, TLN 5063] UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN [LN 2009/144, TLN 5063] BAB XX KETENTUAN PIDANA Pasal 190 (1) Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan yang melakukan praktik

Lebih terperinci

Nomor : Fakultas : Angkatan / Semester : PETUNJUK PENGISIAN

Nomor : Fakultas : Angkatan / Semester : PETUNJUK PENGISIAN Nomor : Fakultas : Angkatan / Semester : PETUNJUK PENGISIAN 1. Bacalah pernyataan-pernyataan pada lembar berikut, kemudian jawablah dengan sungguh-sungguh sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. 2. Jawablah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu hal yang tidak menyenangkan dan kalau mungkin tidak dikehendaki. Namun

BAB I PENDAHULUAN. suatu hal yang tidak menyenangkan dan kalau mungkin tidak dikehendaki. Namun 8 A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Suatu keinginan kematian bagi sebagaian besar umat manusia merupakan suatu hal yang tidak menyenangkan dan kalau mungkin tidak dikehendaki. Namun demikian manusia

Lebih terperinci

Transplantasi Organ di Pandang dari Kode Etika, Agama dan Segi Hukum di Indonesia

Transplantasi Organ di Pandang dari Kode Etika, Agama dan Segi Hukum di Indonesia Transplantasi Organ di Pandang dari Kode Etika, Agama dan Segi Hukum di Indonesia Transplatansi organ atau jarigan tubuh manusia merupakan tindakan medik yang sangat bermanfaat bagi pasien dengan gangguan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya penemuan-penemuan teknologi modern, mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya penemuan-penemuan teknologi modern, mengakibatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pesatnya penemuan-penemuan teknologi modern, mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan yang sangat cepat di dalam kehidupan sosial budaya manusia. Semua problema,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang biasa disebut dengaan istilah mengugurkan kandungan. Aborsi

BAB 1 PENDAHULUAN. yang biasa disebut dengaan istilah mengugurkan kandungan. Aborsi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Aborsi adalah pembunuhan janin yang di ketahui oleh masyarakat yang biasa disebut dengaan istilah mengugurkan kandungan. Aborsi dibedakan antara aborsi yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia, selain dapat memberikan kemudahan-kemudahan bagi manusia

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia, selain dapat memberikan kemudahan-kemudahan bagi manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pola hidup modern sekarang ini menimbulkan dampak yang besar dalam kehidupan manusia, selain dapat memberikan kemudahan-kemudahan bagi manusia dalam menjalankan aktifitasnya,

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. Di abad 20 ini ilmu pengetahuan dan teknologi mengalami kemajuan yang

BABI PENDAHULUAN. Di abad 20 ini ilmu pengetahuan dan teknologi mengalami kemajuan yang BABI PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di abad 20 ini ilmu pengetahuan dan teknologi mengalami kemajuan yang pesat. Hal ini tetjadi karena adanya berbagai penemuan yang sangat bermanfaat

Lebih terperinci

Majalah Kedokteran Andalas No.1. Vol.34. Januari-Juni

Majalah Kedokteran Andalas No.1. Vol.34. Januari-Juni Majalah Kedokteran Andalas No.1. Vol.34. Januari-Juni 2010 26 PENDAHULUAN Pengertian aborsi menurut hukum adalah tindakan menghentian kehamilan atau mematikan janin sebelum waktu kelahiran, tanpa melihat

Lebih terperinci

MAKALAH MEMAHAMI PANDANGAN AGAMA-AGAMA DI INDONESIA TERHADAP TINDAKAN MEDIS KEBIDANAN TENTANG EUTHANASIA

MAKALAH MEMAHAMI PANDANGAN AGAMA-AGAMA DI INDONESIA TERHADAP TINDAKAN MEDIS KEBIDANAN TENTANG EUTHANASIA MAKALAH MEMAHAMI PANDANGAN AGAMA-AGAMA DI INDONESIA TERHADAP TINDAKAN MEDIS KEBIDANAN TENTANG EUTHANASIA Disusun oleh : 1. Diah Novitasari 2. Lailatul Nasiroh 3. Zubaidah AKADEMI KEBIDANAN ISLAM AL HIKMAH

Lebih terperinci

BAB III PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT DALAM KUHP

BAB III PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT DALAM KUHP 40 BAB III PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT DALAM KUHP 1. Pengertian Penganiayaan yang berakibat luka berat Dalam Undang-Undang tidak memberikan perumusan apa yang dinamakan penganiayaan. Namun menurut

Lebih terperinci

Istilah kode berasal dari kata latin codex yang antara lain berarti buku, atau sesuatu yang tertulis, atau seperangkat asas-asas atau aturan-aturan.

Istilah kode berasal dari kata latin codex yang antara lain berarti buku, atau sesuatu yang tertulis, atau seperangkat asas-asas atau aturan-aturan. Apa itu Kode Etik? Aturan etika adalah terjemahan dari asasasas etika menjadi ketentuan-ketentuan pragmatis yang memuat hal-hal yang boleh dilakukan dan hal-hal yang harus dihindari. Aturan-aturan etika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perilaku manusia sangat dipengaruhi oleh segala aspek kehidupan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perilaku manusia sangat dipengaruhi oleh segala aspek kehidupan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perilaku manusia sangat dipengaruhi oleh segala aspek kehidupan yang ada di sekitarmya, seperti aspek ekonomi, sosial, politik, budaya, bahkan juga faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Pada abad ke-21, teknologi dan ilmu pengetahuan mengalami kemajuan yang pesat. Kemajuan tersebut dapat terjadi karena adanya penemuan-penemuan yang bermanfaat untuk

Lebih terperinci

Kalender Doa. Oktober Berdoa Bagi Wanita Yang Menderita Karena Aborsi

Kalender Doa. Oktober Berdoa Bagi Wanita Yang Menderita Karena Aborsi Kalender Doa Oktober 2017 Berdoa Bagi Wanita Yang Menderita Karena Aborsi Dengan adanya 56 juta aborsi di seluruh dunia, maka tak terbilang jumlah wanita yang menghadapi penderitaan, rasa bersalah, kemarahan

Lebih terperinci

PANDUAN PENOLAKAN RESUSITASI (DNR)

PANDUAN PENOLAKAN RESUSITASI (DNR) PANDUAN PENOLAKAN RESUSITASI (DNR) A. PENGERTIAN Resusitasi merupakansegala bentuk usaha medis, yang dilakukan terhadap mereka yang berada dalam keadaan darurat atau kritis, untuk mencegah kematian. Do

Lebih terperinci

ETIKA ADMINISTRASI HENDRA WIJAYANTO

ETIKA ADMINISTRASI HENDRA WIJAYANTO ETIKA ADMINISTRASI HENDRA WIJAYANTO Beberapa Definisi Etika, dari bahasa Yunani ethos, artinya: kebiasaan atau watak Moral, dari bahasa Latin mos (jamak: mores), artinya: cara hidup atau kebiasaan /adat.

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS PERBANDINGAN PENGANIYAAN TERHADAP IBU HAMIL YANG MENGAKIBATKAN KEGUGURAN JANIN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM PIDANA POSITIF

BAB III ANALISIS PERBANDINGAN PENGANIYAAN TERHADAP IBU HAMIL YANG MENGAKIBATKAN KEGUGURAN JANIN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM PIDANA POSITIF BAB III ANALISIS PERBANDINGAN PENGANIYAAN TERHADAP IBU HAMIL YANG MENGAKIBATKAN KEGUGURAN JANIN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM PIDANA POSITIF Untuk mengetahui bagaimana persamaan dan perbedaan antara

Lebih terperinci

KODE ETIK KEDOKTERAN/MEDICOLEGAL DAN PATIENT SAFETY

KODE ETIK KEDOKTERAN/MEDICOLEGAL DAN PATIENT SAFETY KODE ETIK KEDOKTERAN/MEDICOLEGAL DAN PATIENT SAFETY ANANG TRIBOWO IDI CABANG PALEMBANG HOTEL AMELIA, 1-2 APRIL 2017 PEMAHAMAN ETIKA ETIKA K. BERTENS 1997 ETIKA DAN ETIKET MORAL TATA KRAMA/ SOPAN SANTUN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN EUTHANASIA. misteri yang sangat besar. Proses pembuahan yang rumit mulai dapat dikenali dan

BAB II TINJAUAN EUTHANASIA. misteri yang sangat besar. Proses pembuahan yang rumit mulai dapat dikenali dan BAB II TINJAUAN EUTHANASIA 1. Pengertian Euthanasia Setiap makhluk hidup, termasuk manusia akan mengalami siklus kehidupan yang dimulai dari proses pembuahan, kelahiran, kehidupan di dunia dengan berbagai

Lebih terperinci

Moral Akhir Hidup Manusia

Moral Akhir Hidup Manusia Modul ke: 07Fakultas Psikologi Pendidikan Agama Katolik Moral Akhir Hidup Manusia Oleh : Drs. Sugeng Baskoro, M.M Program Studi Psikologi Bagian Isi TINJAUAN MORAL KRISTIANI AKHIR HIDUP MANUSIA (HUKUMAN

Lebih terperinci

JURNAL TRANSPLANTASI ORGAN TUBUH MENURUT UNDANG-UNDANG

JURNAL TRANSPLANTASI ORGAN TUBUH MENURUT UNDANG-UNDANG JURNAL TRANSPLANTASI ORGAN TUBUH MENURUT UNDANG-UNDANG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teknologi masa kini terus menuju perubahan yang sangat signifikan seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan.

Lebih terperinci

Bioteknologi adalah teknik-teknik yang menggunakan organisme hidup atau substansi dari organisme-organisme tersebut untuk membuat atau mengubah

Bioteknologi adalah teknik-teknik yang menggunakan organisme hidup atau substansi dari organisme-organisme tersebut untuk membuat atau mengubah Bioteknologi adalah teknik-teknik yang menggunakan organisme hidup atau substansi dari organisme-organisme tersebut untuk membuat atau mengubah sebuah produk untuk menghasilkan barang atau jasa yang bermanfaat

Lebih terperinci

MEMAHAMI STROKE. Berdasarkan Pengalamanku

MEMAHAMI STROKE. Berdasarkan Pengalamanku MEMAHAMI STROKE Berdasarkan Pengalamanku Pada bagian ini, menurut pengalaman dan kesaksianku. Aku melakukan riset sendiri untuk berusaha memberikan pemahaman sederhana mengenai stroke 1 Seberapa Mematikannya

Lebih terperinci

JURNAL TRANSPLANTASI ORGAN TUBUH MENURUT PANDANGAN ISLAM

JURNAL TRANSPLANTASI ORGAN TUBUH MENURUT PANDANGAN ISLAM JURNAL TRANSPLANTASI ORGAN TUBUH MENURUT PANDANGAN ISLAM BAB I PENDAHULUAN Masalah transplantasi organ tubuh merupakan masalah ijtihadiyah yang terbuka kemungkinan untuk didiskusikan, karena belum pernah

Lebih terperinci

Manusia adalah makhluk sosial ( Zoon Politicon ) Kehidupan manusia diatur dalam : * Hukum * Kaidah agama * Kaidah sosial bukan hukum ( kebiasaan,

Manusia adalah makhluk sosial ( Zoon Politicon ) Kehidupan manusia diatur dalam : * Hukum * Kaidah agama * Kaidah sosial bukan hukum ( kebiasaan, Manusia adalah makhluk sosial ( Zoon Politicon ) Kehidupan manusia diatur dalam : * Hukum * Kaidah agama * Kaidah sosial bukan hukum ( kebiasaan, moral positif, kesopanan ) Kaidah yang bersifat : * Otonom

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Belakangan ini banyak sekali ditemukan kasus-kasus tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Belakangan ini banyak sekali ditemukan kasus-kasus tentang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belakangan ini banyak sekali ditemukan kasus-kasus tentang pengguguran kandungan atau aborsi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia 1, aborsi /abor.si/ berarti

Lebih terperinci

BAB III KASUS PERMOHONAN EUTHANASIA DARI PIHAK KELUARGA AGIAN ISNA NAULI DAN KASUS PERMOHONAN EUTHANASIA DARI PIHAK KELUARGA SITI JULAEHA

BAB III KASUS PERMOHONAN EUTHANASIA DARI PIHAK KELUARGA AGIAN ISNA NAULI DAN KASUS PERMOHONAN EUTHANASIA DARI PIHAK KELUARGA SITI JULAEHA BAB III KASUS PERMOHONAN EUTHANASIA DARI PIHAK KELUARGA AGIAN ISNA NAULI DAN KASUS PERMOHONAN EUTHANASIA DARI PIHAK KELUARGA SITI JULAEHA A. Kasus Posisi 1. Kasus Suami Agian Isna Nauli Ajukan Euthanasia

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Euthanasia dan Hak Hidup Menurut Perspektif Sosiologis

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Euthanasia dan Hak Hidup Menurut Perspektif Sosiologis BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Euthanasia dan Hak Hidup Menurut Perspektif Sosiologis Masyarakat yang sedang mengalami perubahan karena upaya pembangunan, hukum juga akan mengalami perubahan sesuai dengan

Lebih terperinci

A. Analisis Terhadap Tinjauan Aborsi Menurut PP. Nomor 61 Tahun Menurut ketentuan yang ada dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana

A. Analisis Terhadap Tinjauan Aborsi Menurut PP. Nomor 61 Tahun Menurut ketentuan yang ada dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP TINDAKAN ABORSI KARENA KEDARURATAN MEDIS MENURUT PERATURAN PEMERINTAH (PP) NOMOR 61 TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI A. Analisis Terhadap Tinjauan Aborsi

Lebih terperinci

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA A. Batasan Pengaturan Tindak Pidana Kekekerasan Fisik

Lebih terperinci

BAB XX KETENTUAN PIDANA

BAB XX KETENTUAN PIDANA Undang-undang Kesehatan ini disyahkan dalam sidang Paripurna DPR RI tanggal 14 September 2009 1 PASAL-PASAL PENYIDIKAN DAN HUKUMAN PIDANA KURUNGAN SERTA PIDANA DENDA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN HUKUM PIDANA INDONESIA TENTANG EUTHANASIA. 1. Pengaturan Euthanasia dalam Hukum Pidana Indonesia (KUHP)

BAB III KEBIJAKAN HUKUM PIDANA INDONESIA TENTANG EUTHANASIA. 1. Pengaturan Euthanasia dalam Hukum Pidana Indonesia (KUHP) BAB III KEBIJAKAN HUKUM PIDANA INDONESIA TENTANG EUTHANASIA 1. Pengaturan Euthanasia dalam Hukum Pidana Indonesia (KUHP) Dilihat dari segi perundang-undangan dewasa ini, belum ada pengaturan yang baru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuhan Yang Maha Esa tersebut tidak boleh dicabut oleh siapapun termasuk oleh

BAB I PENDAHULUAN. Tuhan Yang Maha Esa tersebut tidak boleh dicabut oleh siapapun termasuk oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuhan Yang Maha Esa memberikan anugerah kepada manusia yaitu sebuah kehidupan yang harus dihormati oleh setiap orang. Kehidupan yang diberikan oleh Tuhan Yang

Lebih terperinci

MEDIKO LEGAL PADA HEMATOLOGI DAN ONKOLOGI. Dr. H. Edi Sulistyono, MM ( Plt. Kepala Dinas Kesehatan Kab. Pati )

MEDIKO LEGAL PADA HEMATOLOGI DAN ONKOLOGI. Dr. H. Edi Sulistyono, MM ( Plt. Kepala Dinas Kesehatan Kab. Pati ) MEDIKO LEGAL PADA HEMATOLOGI DAN ONKOLOGI Dr. H. Edi Sulistyono, MM ( Plt. Kepala Dinas Kesehatan Kab. Pati ) SUMPAH DOKTER Demi Allah ( Demi Tuhan ) saya bersumpah, bahwa: 1. Saya akan membaktikan hidup

Lebih terperinci

BAB II TANGGUNG JAWAB DOKTER YANG MELAKUKAN EUTHANASIA. A. Tanggung Jawab Dokter Menurut Profesi Medis.

BAB II TANGGUNG JAWAB DOKTER YANG MELAKUKAN EUTHANASIA. A. Tanggung Jawab Dokter Menurut Profesi Medis. BAB II TANGGUNG JAWAB DOKTER YANG MELAKUKAN EUTHANASIA A. Tanggung Jawab Dokter Menurut Profesi Medis. Pada dasawarsa ini para dokter dan petugas kesehatan lain menghadapi sejumlah masalah dalam bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelahiran, kehidupan, serta kematian. Kematian adalah sebuah keniscayaan bagi

BAB I PENDAHULUAN. kelahiran, kehidupan, serta kematian. Kematian adalah sebuah keniscayaan bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan di dunia terdiri dari beberapa siklus, dimulai dari pembuahan, kelahiran, kehidupan, serta kematian. Kematian adalah sebuah keniscayaan bagi semua makhluk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bayi yang belum lahir atau orang yang terpidana mati. 1

BAB I PENDAHULUAN. bayi yang belum lahir atau orang yang terpidana mati. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hak asasi manusia merupakan hak yang melekat pada manusia secara alami sejak ia di lahirkan, bahkan jika kepentingannya dikehendaki, walaupun masih dalam kandungan

Lebih terperinci

ETIKA KEPERAWATAN YUNIAR MANSYE SOELI

ETIKA KEPERAWATAN YUNIAR MANSYE SOELI ETIKA KEPERAWATAN YUNIAR MANSYE SOELI DEFINISI Keperawatan merupakan salah satu profesi yang bergerak pada bidang kesejahteraan manusia yaitu dengan memberikan bantuan kepada individu yang sehat maupun

Lebih terperinci

Menggapai Ridha Allah dengan Birrul Wâlidain. Oleh: Muhsin Hariyanto

Menggapai Ridha Allah dengan Birrul Wâlidain. Oleh: Muhsin Hariyanto Menggapai Ridha Allah dengan Birrul Wâlidain Oleh: Muhsin Hariyanto AL-BAIHAQI, dalam kitab Syu ab al-îmân, mengutip hadis Nabi s.a.w. yang diriwayatkan oleh Abdullah ibn Amr ibn al- Ash: Ridha Allah bergantung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah pengetahuan. Kemudian Plato, menurutnya baik itu apabila ia dikuasai oleh

BAB I PENDAHULUAN. adalah pengetahuan. Kemudian Plato, menurutnya baik itu apabila ia dikuasai oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Etika di mulai pada abad ke lima sebelum masehi. Berbagai mazhab di yunani yang ditandai dengan kehadiran Socrates, yang mengatakan bahwa kebaikan itu adalah

Lebih terperinci

Hukum dan Pers. Oleh Ade Armando. Seminar Nasional Mengurai Delik Pers Dalam RUU KUHP Hotel Sofyan Betawi, Kamis, 24 Agustus 2006

Hukum dan Pers. Oleh Ade Armando. Seminar Nasional Mengurai Delik Pers Dalam RUU KUHP Hotel Sofyan Betawi, Kamis, 24 Agustus 2006 Hukum dan Pers Oleh Ade Armando Seminar Nasional Mengurai Delik Pers Dalam RUU KUHP Hotel Sofyan Betawi, Kamis, 24 Agustus 2006 1 Bukan Kebebasan Tanpa Batas Kemerdekaan media tidak pernah berarti kemerdekaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada zaman globalisasi dewasa ini tanpa disadari kita telah membuat nilainilai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada zaman globalisasi dewasa ini tanpa disadari kita telah membuat nilainilai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada zaman globalisasi dewasa ini tanpa disadari kita telah membuat nilainilai moral yang ada di dalam masyarakat kita semakin berkurang. Pergaulan bebas dewasa

Lebih terperinci

Pendapat Hukum Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) atas Kasus Fidelis: PN Sanggau Mestinya Melepaskan Fidelis dari Seluruh Tuntutan Hukum

Pendapat Hukum Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) atas Kasus Fidelis: PN Sanggau Mestinya Melepaskan Fidelis dari Seluruh Tuntutan Hukum Pendapat Hukum Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) atas Kasus Fidelis: PN Sanggau Mestinya Melepaskan Fidelis dari Seluruh Tuntutan Hukum Kepada Yth: Ketua PN Sanggau Cq. Majelis Hakim yang memeriksa

Lebih terperinci

ANALISA PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA BAGI DOKTER TERHADAP KASUS EUTHANASIA DITINJAU DARI KUHP YANG BERTENTANGAN DENGAN HAK ASASI MANUSIA

ANALISA PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA BAGI DOKTER TERHADAP KASUS EUTHANASIA DITINJAU DARI KUHP YANG BERTENTANGAN DENGAN HAK ASASI MANUSIA ANALISA PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA BAGI DOKTER TERHADAP KASUS EUTHANASIA DITINJAU DARI KUHP YANG BERTENTANGAN DENGAN HAK ASASI MANUSIA Dewa Ayu Tika Pramanasari Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT INTERNAL TIMUS KOMISI III DPR-RI DALAM RANGKA PEMBAHASAN RANCANGAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA --------------------------------------------------- (BIDANG HUKUM, HAM

Lebih terperinci

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 116, Tambaha

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 116, Tambaha No.1775, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DJSN. Kode Etik. Majelis Kehormatan. PERATURAN DEWAN JAMINAN SOSIAL NASIONAL NOMOR 02 TAHUN 2014 TENTANG KODE ETIK DAN MAJELIS KEHORMATAN DEWAN JAMINAN SOSIAL

Lebih terperinci

ABORTUS PROVOCATUS DAN HUKUM SYAFRUDDIN, SH, MH. Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

ABORTUS PROVOCATUS DAN HUKUM SYAFRUDDIN, SH, MH. Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ABORTUS PROVOCATUS DAN HUKUM SYAFRUDDIN, SH, MH Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara A. Pendahuluan : Pengertian Abortus (aborsi). Di kalangan ahli kedokteran dikenal dua macam abortus (keguguran

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan kesehatan ditujukan untuk

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP TINDAK PIDANA PENGEDARAN SEDIAAN FARMASI TANPA IZIN EDAR

BAB IV TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP TINDAK PIDANA PENGEDARAN SEDIAAN FARMASI TANPA IZIN EDAR BAB IV TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP TINDAK PIDANA PENGEDARAN SEDIAAN FARMASI TANPA IZIN EDAR A. Tinjauan Hukum Pidana Islam terhadap Tindak Pidana Pengedaran Sediaan Farmasi Tanpa Izin Edar Sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perputaran zaman dari masa kemasa membawa kehidupan. masyarakat selalu berubah, berkembang menurut keadaan, tempat dan

BAB I PENDAHULUAN. Perputaran zaman dari masa kemasa membawa kehidupan. masyarakat selalu berubah, berkembang menurut keadaan, tempat dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perputaran zaman dari masa kemasa membawa kehidupan masyarakat selalu berubah, berkembang menurut keadaan, tempat dan waktu. Oleh karena itu timbullah bermacam

Lebih terperinci

PMR WIRA UNIT SMA NEGERI 1 BONDOWOSO Materi 3 Penilaian Penderita

PMR WIRA UNIT SMA NEGERI 1 BONDOWOSO Materi 3 Penilaian Penderita Saat menemukan penderita ada beberapa hal yang harus dilakukan untuk menentukan tindakan selanjutnya, baik itu untuk mengatasi situasi maupun untuk mengatasi korbannya. Langkah langkah penilaian pada penderita

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Merokok merupakan kebiasaan buruk yang menjadi masalah seluruh dunia baik Negara maju maupun Negara berkembang. Di negara-negara yang maju kebiasaan merokok telah jauh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Rahasia medis menjadi salah satu unsur terpenting. dalam hubungannya antara dokter dengan pasien.

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Rahasia medis menjadi salah satu unsur terpenting. dalam hubungannya antara dokter dengan pasien. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Rahasia medis menjadi salah satu unsur terpenting dalam hubungannya antara dokter dengan pasien. Hal ini karena hubungan dokter dengan pasien merupakan hubungan berdasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Memiliki anak adalah dambaan sebagian besar pasangan suami istri. Anak sebagai buah cinta pasangan suami-istri, kelahirannya dinantikan. Dalam usaha untuk

Lebih terperinci

Euthanasia ditinjau dari segi HAM dan Bioetika Kedokteran

Euthanasia ditinjau dari segi HAM dan Bioetika Kedokteran Euthanasia ditinjau dari segi HAM dan Bioetika Kedokteran Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia yang dalam penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan

Lebih terperinci

KOALISI MASYARAKAT UNTUK KESEHATAN. Usulan Untuk Amendemen UUD 45 dan GBHN. Hak Terhadap Pelayanan Kesehatan 1

KOALISI MASYARAKAT UNTUK KESEHATAN. Usulan Untuk Amendemen UUD 45 dan GBHN. Hak Terhadap Pelayanan Kesehatan 1 KOALISI MASYARAKAT UNTUK KESEHATAN Usulan Untuk Amendemen UUD 45 dan GBHN Hak Terhadap Pelayanan Kesehatan 1 Prolog Beberapa tahun lalu seorang ibu mengalami kecelakaan di Lampung, namun sesampainya di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang mengedepankan hukum seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar tahun 1945 dalam Pasal 1 ayat 3 sebagai tujuan utama mengatur negara.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan akibat buruk merokok, baik secara langsung maupun tidak langsung.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan akibat buruk merokok, baik secara langsung maupun tidak langsung. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Merokok mengganggu kesehatan barangkali merupakan istilah yang tepat, namun tidak populer dan tidak menarik bagi perokok. Banyak orang sakit akibat merokok, tetapi orang

Lebih terperinci

BAB VI MORAL AKHIR HIDUP MANUSIA

BAB VI MORAL AKHIR HIDUP MANUSIA Modul ke: BAB VI MORAL AKHIR HIDUP MANUSIA Fakultas MKCU Dosen : Drs. Petrus Yusuf Adi Suseno, M.H. Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id 1 A. PENDAHULUAN Moral : perbuatan/tindakan yang baik atau

Lebih terperinci

bersalah, dan kematian. Penderitaan bisa berupa kesulitan-kesulitan. Hal yang paling mendasar

bersalah, dan kematian. Penderitaan bisa berupa kesulitan-kesulitan. Hal yang paling mendasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Frankl (2008), ada tiga serangkai tragedi dalam kehidupan, yaitu penderitaan, rasa bersalah, dan kematian. Penderitaan bisa berupa kesulitan-kesulitan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang juga memiliki kedudukan yang sangat penting. Akhlak merupakan buah

BAB I PENDAHULUAN. yang juga memiliki kedudukan yang sangat penting. Akhlak merupakan buah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akhlak merupakan salah satu dari tiga kerangka dasar ajaran Islam yang juga memiliki kedudukan yang sangat penting. Akhlak merupakan buah yang dihasilkan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dengan pesatnya penemuan-penemuan teknologi modern, mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan yang sangat cepat di dalam kehidupan sosial budaya manusia. Di antar

Lebih terperinci

EUTHANASIA DITINJAU DARI ASPEK HUKUM PIDANA DAN HAK ASASI MANUSIA SKRIPSI

EUTHANASIA DITINJAU DARI ASPEK HUKUM PIDANA DAN HAK ASASI MANUSIA SKRIPSI EUTHANASIA DITINJAU DARI ASPEK HUKUM PIDANA DAN HAK ASASI MANUSIA SKRIPSI Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Universitas Negeri Semarang Oleh : Rindi Ramadhini 3450405038 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SANKSI PIDANA PELANGGARAN HAK PEMEGANG PATEN MENURUT UU NO. 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SANKSI PIDANA PELANGGARAN HAK PEMEGANG PATEN MENURUT UU NO. 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SANKSI PIDANA PELANGGARAN HAK PEMEGANG PATEN MENURUT UU NO. 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN A. Analisis Terhadap Sanksi Pidana Pelanggaran Hak Pemegang Paten Menurut UU.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEMENJARAAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PUTUSAN NO.203/PID.SUS/2011/PN.

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEMENJARAAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PUTUSAN NO.203/PID.SUS/2011/PN. BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEMENJARAAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PUTUSAN NO.203/PID.SUS/2011/PN.SKH A. Analisis Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan

Lebih terperinci

PRINSIP DASAR BIOETIKA. Oleh: E. Suryadi Fakultas Kedokteran UGM

PRINSIP DASAR BIOETIKA. Oleh: E. Suryadi Fakultas Kedokteran UGM PRINSIP DASAR BIOETIKA Oleh: E. Suryadi Fakultas Kedokteran UGM Pendahuluan: Pengertian Bioetika Awalnya adalah Etika bioteknologi yaitu suatu studi masalah etika terkait produksi, penggunaan dan modifikasi

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN MALAPRAKTEK KEDOTERAN DI INDONESIA

BAB II PENGATURAN MALAPRAKTEK KEDOTERAN DI INDONESIA BAB II PENGATURAN MALAPRAKTEK KEDOTERAN DI INDONESIA Semakin maraknya kasus malapraktek medik yang terjadi akhir-akhir ini semakin membuat masyarakat resah, sehingga mendorong masyarakat lebih kritis dan

Lebih terperinci

Soal Tentir Asas-Asas Hukum Pidana 2015

Soal Tentir Asas-Asas Hukum Pidana 2015 Soal Tentir Asas-Asas Hukum Pidana 2015 Soal Pilihan Ganda 1. Nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali, yang merupakan intisari dari Pasal 1 ayat 1 KUHP berisikan hal berikut kecuali.. a.

Lebih terperinci

PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA RUMAH SAKIT. DENGAN YAYASAN CINTA SEDEKAH

PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA RUMAH SAKIT. DENGAN YAYASAN CINTA SEDEKAH PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA RUMAH SAKIT. DENGAN YAYASAN CINTA SEDEKAH TENTANG PELAYANAN KEROHANIAN BAGI PASIEN MUSLIM RUMAH SAKIT KOTA/KABUPATEN.. NOMOR :... Pada hari ini.., tanggal.., bulan.., tahun,

Lebih terperinci

PROPOSAL TESIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN SEBAGAI KONSUMEN JASA DI BIDANG PELAYANAN MEDIS (SUATU TINJAUAN DARI SUDUT HUKUM PERDATA)

PROPOSAL TESIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN SEBAGAI KONSUMEN JASA DI BIDANG PELAYANAN MEDIS (SUATU TINJAUAN DARI SUDUT HUKUM PERDATA) PROPOSAL TESIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN SEBAGAI KONSUMEN JASA DI BIDANG PELAYANAN MEDIS (SUATU TINJAUAN DARI SUDUT HUKUM PERDATA) 1.1.Latar Belakang Masalah Dalam dunia medis yang semakin berkembang,

Lebih terperinci

PERBEDAAN ETIKA ETIKET MORAL DAN HUKUM

PERBEDAAN ETIKA ETIKET MORAL DAN HUKUM PERBEDAAN ETIKA ETIKET MORAL DAN HUKUM Disusun oleh : NURMA YUSNITA,AMK NIM SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAHARATU PRODI S1 KEPERAWATAN 2017 Jalan Kaswari Nomor 10 A-D Sukajadi Pekanbaru Telp/Fax (0761)24586

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan kesehatan ditujukan untuk

Lebih terperinci

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT TIMUS KOMISI III DPR-RI DENGAN KEPALA BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL (BPHN) DALAM RANGKA PEMBAHASAN RANCANGAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA ---------------------------------------------------

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa Undang-Undang Dasar Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Rumah sakit sebagai satu lembaga sosio-ekonomi juga lembaga kemanusiaan yang memiliki nilai-nilai dan martabat luhur, sebaiknya mengutamakan nilai-nilai moral dan tidak

Lebih terperinci

Written by Dr. Brotosari Wednesday, 12 August :25 - Last Updated Friday, 09 December :45

Written by Dr. Brotosari Wednesday, 12 August :25 - Last Updated Friday, 09 December :45 Agus sudah terbang dari Sabang sampai Merauke mencari pengobatan alternatif untuk menyembuhkan perutnya yang membesar. Sudah habis lebih kurang 51 juta rupiah. Cowok ganteng ini punya perut besar seperti

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. maka sampailah pada kesimpulan sebagai berikut : 1. Adapun manfaat dari segi medis adalah merokok mengurangi resiko

BAB V PENUTUP. maka sampailah pada kesimpulan sebagai berikut : 1. Adapun manfaat dari segi medis adalah merokok mengurangi resiko BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari uraian yang telah dikemukakan penulis pada bab-bab sebelumnya, maka sampailah pada kesimpulan sebagai berikut : 1. Adapun manfaat dari segi medis adalah merokok mengurangi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini membahas aspek yang terkait dengan penelitian ini yaitu : 1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Spiritualitas

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini membahas aspek yang terkait dengan penelitian ini yaitu : 1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Spiritualitas BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini membahas aspek yang terkait dengan penelitian ini yaitu : 1. Karakteristik Pemenuhan Kebutuhan Spiritualitas 1.1 Definisi Spiritualitas 1.2 Karakteristik Spiritualitas 1.3

Lebih terperinci

Dr. Mudzakkir, S.H., M.H Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia

Dr. Mudzakkir, S.H., M.H Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia PERKEMBANGAN RUMUSAN TINDAK PIDANA YANG TERKAIT DENGAN KARYA JURNALISTIK DALAM RUU KUHP Oleh Dr. Mudzakkir, S.H., M.H Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Makalah disampaikan pada

Lebih terperinci

Inform Consent. Purnamandala Arie Pradipta Novita Natasya Calvindra L

Inform Consent. Purnamandala Arie Pradipta Novita Natasya Calvindra L Inform Consent Purnamandala Arie Pradipta Novita Natasya Calvindra L 1 PENDAHULUAN Malpraktek pada dasarnya adalah tindakan tenaga profesional (profesi) yang bertentangan dengan Standard Operating Procedure

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 1992 TENTANG KESEHATAN [LN 1992/100, TLN 3495]

UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 1992 TENTANG KESEHATAN [LN 1992/100, TLN 3495] UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 1992 TENTANG KESEHATAN [LN 1992/100, TLN 3495] BAB X KETENTUAN PIDANA Pasal 80 (1) Barang siapa dengan sengaja melakukan tindakan medis tertentu terhadap ibu hamil yang tidak

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Undang-Undang Dasar Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akhir-akhir ini mengakibatkan perubahan-perubahan yang demikian cepat dalam

BAB I PENDAHULUAN. akhir-akhir ini mengakibatkan perubahan-perubahan yang demikian cepat dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat pada akhir-akhir ini mengakibatkan perubahan-perubahan yang demikian cepat dalam kehidupan

Lebih terperinci

Allah berfirman. Dan rahasiakanlah perkataanmu atau nyatakanlah; sesungguhnya Dia Maha Mengetahui apa yang bergejolak di dalam dada.

Allah berfirman. Dan rahasiakanlah perkataanmu atau nyatakanlah; sesungguhnya Dia Maha Mengetahui apa yang bergejolak di dalam dada. ARTIPENTING DZIKIR DAN DO A BERBAGAI pertanyaan pernah disampaikan oleh para jamaah saya, termasuk pertanyaan tentang urgensi dzkir dan doa. Dan pertanyaan itu sebenarnya telah saya jawab dalam beberap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan tidak dapat diukur dengan uang ataupun harta kekayaan yang lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan tidak dapat diukur dengan uang ataupun harta kekayaan yang lainnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan sebuah anugerah Allah yang tak ternilai bagi manusia. Dengan kesehatan manusia dapat beraktivitas maupun bekerja secara optimal. Kesehatan tidak

Lebih terperinci

WRAP UP SKENARIO 2 EUTHANASIA PILIHAN TERAKHIR

WRAP UP SKENARIO 2 EUTHANASIA PILIHAN TERAKHIR WRAP UP SKENARIO 2 EUTHANASIA PILIHAN TERAKHIR Kelompok A - 1 a. Abyan Fajri Ramadhan 1102015003 b. Adelin Luthfiana Fajrin 1102015004 c. Abellani Yulitasari 1102015001 d. Abiyyu Ghiyats Mahardika 1102015002

Lebih terperinci