tubuh manusia. Menurut Matilla-Sandholm (1999), peranan probiotik yang besar

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "tubuh manusia. Menurut Matilla-Sandholm (1999), peranan probiotik yang besar"

Transkripsi

1 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bakteri Probiotik Bakteri probiotik merupakan bakteri yang memiliki peranan penting bagi tubuh manusia. Menurut Matilla-Sandholm (1999), peranan probiotik yang besar pada tubuh karena peranan fisiologisnya yang penting dalam menjaga keseimbangan mikroflora saluran pencernaan sehingga terbentuk suatu ekosistem yang unik, dimana terjadi interaksi yang kompleks yang bekerja secara sinergis dan antagonis tergantung dari galur yang terlibat, jumlah, dan aktivitas metaboliknya. Menurut Reid (1999), suatu mikroba dikatakan probiotik bila memenuhi beberapa persyaratan, diantaranya: a) Stabil terhadap asam (terutama asam lambung), sehingga mampu bertahan dan hidup selama melalui lambung dan usus. b) Stabil terhadap garam empedu dan mampu bertahan hidup selama berada pada bagian atas usus kecil. c) Memproduksi senyawa antimikroba seperti asam, hidrogen peroksida dan bakteriosin. d) Mampu menempel dan mengkolonisasi sel usus manusia. Hal ini akan meningkatkan kompetisi dengan mikroba patogen dan penyebab karsinogen. e) Tumbuh baik dan berkembang dalam saluran pencernaan. f) Koagregasi membentuk lingkungan mikroflora yang normal dan seimbang. g) Aman digunakan oleh manusia. h) Tahan terhadap mikrobisida dan spermisida vaginal. Sifat ini diperlukan untuk probiotik yang ditujukan untuk mengobati infeksi saluran urinovaginal. 6

2 7 Mikroba yang digunakan sebagai probiotik dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Mikroba yang Digunakan sebagai Probiotik BAL Lactobacillus Bifidobacterium Species BAL yang lain L. acidophilus B. adolescentis Enterococcus L. casei B. animalis faecalis L. amylovorus B. bifidum E. faecium L. delbrueckii B. breve Lactococcus lactis subsp bulgaricus B. infantis Leuconostoc L. gallinarum B. lactis mesenteroides L. gasseri B. longum Pediococcus L. johnsonii acidilactici L. paracasei Streptococcus L. plantarum thermophilus L. reuteri Sporolactobacillus L. rhamnosus inulis Sumber: Holzapfel, et al., 2001 Selain spesies BAL Bacillus cereus var. toyoi Escherichia coli strain nissle Propionibacterium freudenreichii Saccharomyces cerevisiae S. boulardii Bakteri probiotik yang biasa digunakan umumnya berasal dari bakteri gram positif kelompok Bakteri Asam Laktat (BAL). Menurut Soeharsono (2010) dikutip Ramadhani (2015), mikroorganisme probiotik terutama terdiri dari strain Lactobacillus, Bifidobacterium, dan Streptoccus. Lactobacillus merupakan strain bakteri yang berasal dari mikroflora manusia, biasanya merupakan bagian dari ekosistem usus, namun jumlahnya bervariasi pada manusia. Bifidobacteria juga merupakan bagian dari mikroflora usus, namun spesiesnya berbeda berdasarkan usia; seperti contohnya bayi baru lahir sudah memiliki kolonisasi B. breve dan B. infantis, dan kolonisasi lebih banyak terjadi pada bayi yang mendapatkan ASI dibandingkan bayi yang mendapatkan susu formula. Probiotik didefinisikan sebagai makanan suplemen berupa mikroba hidup yang memberi keuntungan pada manusia khususnya dalam keseimbangan mikroflora

3 8 usus (Fuller, 1999 dikutip Rizqiati, 2006). Menurut FAO/WHO (2006), mikroba probiotik yang digunakan untuk manusia harus memenuhi kualifikasi yaitu: isolat bakteri harus original dari manusia atau hewan, menunjukkan efek menguntungkan pada host, tidak bersifat patogen dan toksik, mengandung sel hidup mikroba yang cukup signifikan, dapat bertahan dan bersifat metabolik pada saluran pencernaan, tetap hidup selama penyimpanan dan penggunaannya, dan bersifat antagonis terhadap mikroba patogen. Viabilitas sel bakteri dalam produk pangan probiotik harus mengandung jumlah sel hidup minimal 10 7 CFU/g produk (Ouwehand dan Salminen, 1998 dikutip Krasaekoopt, Bhandari, dan Hilton, 2006). Viabilitas merupakan parameter ketahanan suatu mikroba dalam hal ini terhadap penyimpanan dan terhadap kondisi tubuh, dimana mikroba probiotik dapat dikatakan bermanfaat saat mikroba tersebut telah sampai di usus. Menurut Dave dan Shah (1997), beberapa faktor yang mempengaruhi eksistensi bakteri probiotik dalam suatu produk di antaranya, ph, post-acidification (selama penyimpanan) dalam produk fermentasi, produksi hidrogen peroksida, toksisitas oksigen (permeabilitas kemasan terhadap oksigen), suhu penyimpanan, stabilitas dalam bentuk kering atau bekunya, keberadaan protease untuk memecah protein susu menjadi komponen yang lebih sederhana, dan kesesuaiannya dengan kultur yang secara alami terdapat pada produk (selama fermentasi). International Dairy Federation merekomendasikan bahwa bakteri probiotik harus aktif dan berlimpah dalam produk dan harus terdapat sekitar 10 7 cfu/g berat kering (Sultana, et al., 2000).

4 Bifidobacterium bifidum Bakteri Bifidobacterium bifidum termasuk golongan bakteri asam laktat dari filum Actinobacteria, kelas Actinobacteria, ordo Bifidobacteriales, famili Bifidobacteriaceae, dengan genus Bifidobacterium. Bakteri ini memiliki bentuk batang melengkung membentuk huruf V atau huruf Y tergantung pada kondisi kulturnya, memiliki panjang 2-8 µm, membentuk spora, dan non motil. Bakteri ini bersifat gram positif, katalase negatif, dan anaerobik dengan suhu pertumbuhan optimumnya C, bersifat heterofermentatif, memfermentasi laktosa untuk menghasilkan asam laktat dan asam asetat dengan rasio 2:3 tanpa menghasilkan CO 2 (Chateris, Kelly, Morelli, dan Collins, 2002 dikutip Aritama, 2013). Bentuk koloni B. bifidum dapat dilihat pada gambar 1. Bentuk Sel Gambar 1. Bentuk Sel Bifidobacterium (Anonim a, 2009) Menurut Soeharsono (2010), Bifidobacterium sp mempunyai bentuk koloni yang bulat, teratur, lembut putih berkilau, cembung, pertumbuhan seperti bentuk pohon dengan percabangan (arborescent), dan ada yang tepi luar koloni tegas dan rata (entire), transparan, cembung halus, ada yang non transparan, ada yang berwarna krem seperti benang tepi licin (filiform), koloni ada yang berukuran sangat kecil.

5 10 Bifidobacterium merupakan komponen mikroflora penting dalam usus manusia dan hewan (Modler, 1994). Efek yang menguntungkan dari B. bifidum adalah kemampuannya untuk menghasilkan antibiotik bifidin yang stabil pada suhu 100 C selama 30 menit. Selain itu, bakteri ini juga memiliki aktivitas antibakteri dan antagonis terhadap mikroba patogen, termasuk genus Salmonella, Escherichia, Proteus, Shigella, dan Candida (Gagnon, et al., 2004) Lactobacillus plantarum Lactobacillus plantarum merupakan salah satu bakteri probiotik dari filum Firmicutes, kelas Bacilli, ordo Lactobacillales, famili Lactobacilliceae, dan genus Lactobacillus. Karakteristik dari L. plantarum adalah berbentuk batang (0,5-1,5 s/d 1,0-10 µm) dan tidak bergerak (non motil). Bakteri ini memiliki sifat katalase negatif, aerob atau fakultatif anaerob, mampu mencairkan gelatin, cepat mencerna protein, tidak mereduksi nitrat, toleran terhadap asam, dan mampu memproduksi asam laktat. Dalam media agar, L. plantarum membentuk koloni berukuran 2-3 mm, berwarna putih opaque, conveks, dan dikenal sebagai bakteri pembentuk asam laktat (Kuswanto dan Sudarmadji, 1988 dikutip Rostini, 2007). Menurut Frazier dan Westhoff (1998), L. plantarum adalah salah satu jenis BAL homofermentatif dengan temperatur optimal lebih rendah dari 37 C. Bentuk sel L. plantarum dapat dilihat pada Gambar 2. Menurut Delgado, et al. (2001), dalam keadaan asam, L. plantarum memiliki kemampuan untuk menghambat bakteri patogen dan bakteri pembusuk. Selain itu, L.

6 11 plantarum juga mempunyai kemampuan untuk menghasilkan bakteriosin yang berfungsi sebagai zat antibiotik (Jenie dan Rini, 1995). Bentuk sel Lactobacillus acidophilus Gambar 2. Bentuk Sel Lactobacillus plantarum (Milton, 2010) Lactobacillus acidophilus merupakan nama spesies bakteri dari filum Firmicutes, kelas Bacilli, ordo Lactobacillales, famili Lactobacilliceae, dan genus Lactobacillus. Bakteri ini termasuk dalam golongan BAL homofermentatif. Menurut Nakazawa dan Hosono (1992) dikutip Aritama (2013), L.acidophilus tidak dapat tumbuh pada suhu < 15 C, memiliki suhu pertumbuhan optimum pada C dan ph optimum pada 5,5-6,0, dan memproduksi threonin adolase dan alkohol dehidrogenase yang akan mempengaruhi aroma. L. acidophilus termasuk golongan bakteri gram positif, non motil, memiliki bentuk batang dengan ukuran 0,6 0,9 hingga 1,0 6,0 µm, sel tunggal, berpasangan, ataupun membentuk rantai pendek (Breed, Murray, dan Smith, 1957). L. acidophilus dapat ditemukan dalam gastro intestinal manusia, hewan, mulut, dan vagina. Bakteri ini merupakan flora normal dalam saluran cerna yang sangat penting dalam memberikan pertahanan saluran cerna dengan cara menghambat kolonisasi

7 12 mikroba patogen (Subijanti dan Rahuh, 2005 dikutip Sulistijowati, 2012). Bentuk sel L. acidophilus dapat dilihat pada Gambar 3. Sel bakteri L. acidophilus Gambar 3. Bentuk Sel Lactobacillus acidophilus (Pyar dan Peh, 2014) L.acidophilus merupakan bakteri probiotik karena mampu melewati hambatan-hambatan hingga ke usus dalam keadaan hidup seperti asam lambung, enzim air liur, dan asam empedu (Aritama, 2013). L. acidophilus mempunyai ketahanan terhadap asam lambung buatan dengan ph 2,5 selama 3 jam dan bakteriosin yang dihasilkan tetap aktif pada ph 3 sampai ph 10 (Tamime A. dan R. K. Robinson, 1999 dikutip Senditya, dkk., 2014). Bakteri ini dapat memproduksi berbagai zat metabolit, seperti : asam organik, hidrogen peroksida, dan berbagai bakteriosin yang dapat menghambat perkembangan patogen (Kanbe, 1992). Bakteri ini mampu meningkatkan efisiensi penyerapan kalsium, besi, dan fosfor karena adanya asam laktat yang dihasilkan. Menurut Nakazawa dan Hosono (1992), L.acidophilus diduga dapat menurunkan kadar kolesterol, mengendalikan pertumbuhan kanker melalui aktivitas enzimnya yang mampu menurunkan produksi karsinogenik dan mencegah pengembangan kanker di dalam pencernaan.

8 Suspensi Bakteri Probiotik Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut yang terdispersi dalam fase cair. Salah satu masalah yang dihadapi dalam proses pembuatan suspensi adalah cara memperlambat pengendapan partikel serta menjaga homogenitas dari partikel. Menurut Lachman, Herbert, dan Joseph (1994), beberapa faktor yang mempengaruhi stabiltas suspensi, antara lain: a) Ukuran partikel Ukuran partikel erat hubungannya dengan luas penampang partikel tersebut serta daya tekan ke atas dari cairan suspensi. Hubungan antara ukuran partikel merupakan perbandingan terbalik dengan luas penampangnya, sedangkan antar luas penampang dengan daya tekan ke atas merupakan hubungan linier. Artinya semakin besar ukuran partikel maka semakin kecil luas penampangnya. b) Kekentalan Kekentalan suatu cairan mempengaruhi pula kecepatan aliran dari cairan tersebut, semakin kental suatu cairan kecepatan alirannya semakin turun (kecil). c) Jumlah partikel atau konsentrasi Apabila di dalam suatu ruangan berisi partikel dalam jumlah besar, maka partikel tersebut akan susah melakukan gerakan yang bebas karena sering terjadi benturan antara partikel tersebut. Benturan akan menyebabkan terbentuknya endapan dari zat tersebut, oleh karena itu semakin besar konsentrasi partikel, semakin besar kemungkinan terjadinya endapan partikel dalam waktu yang singkat.

9 14 d) Sifat atau muatan partikel Suatu suspensi kemungkinan besar terdiri dari beberapa macam campuran bahan yang sifatnya tidak sama, dengan demikian ada kemungkinan terjadi interaksi antar bahan yang menghasilkan bahan yang sukar larut dalam cairan tersebut. Suspensi dengan partikel padat berupa sel bakteri probiotik disebut dengan suspensi bakteri probiotik. Pemilihan bahan pensuspensi yang digunakan harus sesuai dengan karakteristik partikel yang ingin dibuat suspensi dan tujuan pembuatan suspensi. Bahan pensuspensi untuk bakteri probiotik untuk tujuan preparasi enkapsulasi bakteri hendaknya berupa nutrisi (bahan makanan) yang diperlukan untuk pertumbuhan dan aktivitas bakteri. Hal ini bertujuan agar bakteri dapat berkembang biak dengan pesat sehingga didapat bakteri terenkapsulasi dalam jumlah banyak. Menurut Schiegel dan Karin (1994), secara garis besar nutrisi dibagi menjadi tujuh golongan yaitu: a) Air Air merupakan komponen utama sel mikroba dan medium. Fungsi air adalah sebagai sumber oksigen untuk bahan organik sel pada respirasi, sebagai pelarut, dan alat pengangkut dalam metabolisme. b) Sumber energi Ada beberapa sumber energi untuk mikroba yaitu senyawa organik atau anorganik yang dapat dioksidasi dan cahaya terutama cahaya matahari. c) Sumber karbon Sumber karbon untuk mikroba dapat berbentuk senyawa organik maupun anorganik. Senyawa organik meliputi karbohidrat, lemak, protein, asam amino, asam

10 15 organik, garam asam organik, polialkohol, dan sebagainya. Senyawa anorganik misalnya karbonat dan gas CO 2 yang merupakan sumber karbon utama terutama untuk tumbuhan tingkat tinggi. d) Sumber akseptor elektron Proses oksidasi biologi merupakan proses pengambilan dan pemindahan elektron dari substrat, karena elektron dalam sel tidak berada dalam bentuk bebas, maka harus ada suatu zat yang dapat menangkap elektron tersebut. Penangkap elektron ini disebut akseptor elektron. Akseptor elektron ialah agensia pengoksidasi. Pada mikrobia yang dapat berfungsi sebagai akseptor elektron ialah O 2, senyawa organik, NO - 3, NO - 2, N 2 O, SO - 4, CO 2, dan Fe 3+. e) Sumber mineral Mineral merupakan bagian dari sel. Unsur penyusun utama sel ialah C, O, N, H, dan P. unsur mineral lainnya yang diperlukan sel ialah K, Ca, Mg, Na, S, Cl. Unsur mineral yang digunakan dalam jumlah sangat sedikit ialah Fe, Mn, Co, Cu, Bo, Zn, Mo, Al, Ni, Va, Sc, Si, Tu, dan sebagainya yang tidak diperlukan jasad. Unsur yang digunakan dalam jumlah besar disebut unsur makro, dalam jumlah sedang unsur oligo, dan dalam jumlah sangat sedikit unsur mikro. Selain berfungsi sebagai penyusun sel, unsur mineral juga berfungsi untuk mengatur tekanan osmose, kadar ion H + (keasaman, ph), dan potensial oksidasi-reduksi (redox potential) medium. f) Faktor tumbuh Faktor tumbuh ialah senyawa organik yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan (sebagai precursor atau penyusun bahan sel) dan senyawa ini tidak

11 16 dapat disintesis dari sumber karbon yang sederhana. Faktor tumbuh sering juga disebut zat tumbuh dan hanya diperlukan dalam jumlah sangat sedikit. g) Sumber nitrogen Mikroba dapat menggunakan nitrogen dalam bentuk amonium, nitrat, asam amino, protein, dan sebagainya. Jenis senyawa nitrogen yang digunakan tergantung pada jenis jasadnya. Beberapa mikroba dapat menggunakan nitrogen dalam bentuk gas N 2. Mikroba ini disebut mikrobia penambat nitrogen. Susu skim mengandung nutrien yang relatif kaya, terutama kandungan gula. Gula susu, yaitu laktosa, yang terdapat pada susu skim berkisar antara 49,5%-52% (Sawitri, Manab, dan Huda, 2014). Keadaan ini baik untuk mendukung pertumbuhan strain Lactobacillus yang umumnya memiliki enzim laktase yang mampu mengubah laktosa menjadi glukosa, sehingga susu skim dapat dijadikan sebagai bahan pensuspensi bakteri probiotik Mikroenkapsulasi Probiotik Enkapsulasi adalah sebuah proses penyalutan (coating) suatu bahan dengan menggunakan bahan lainnya. Bahan yang akan disalut biasanya disebut bahan inti atau bahan internal, sedangkan dinding pelapisnya biasanya adalah suatu lapisan polimer. Mikroenkapsulasi adalah suatu teknologi proses penggunaan penyalut yang relatif tipis pada partikel-partikel kecil zat padat atau tetesan cairan dan dispersi (Lachman, et al., 1994). Hasil dari proses mikroenkapsulasi disebut mikrokapsul. Mikrokapsul memiliki ukuran lebih dari 1 μm, biasanya antara μm dengan bentuk sferis (bentuk bola) atau tidak beraturan (Ghosh, 2006). Zat-zat yang

12 17 terkurung di dalam mikrokapsul dapat berwujud padat, cair atau gas dengan sifat permukaan hidrofilik (dapat mengikat air) atau hidrofobik (tidak dapat mengikat air). Struktur yang menyelimuti bahan mikrokapsul disebut dinding, kulit atau film pelindung yang berguna untuk melindungi inti dari kerusakan dan inti dapat terlepas pada saat kondisi yang memungkinkan. Teknologi enkapsulasi dapat diterapkan pada bakteri probiotik untuk melindungi dari kondisi lingkungan yang ekstrim, sehingga dapat memperpanjang umur simpannya (Krasaekoop, Bhandari, dan Deeth, 2003). Enkapsulasi probiotik telah banyak dilakukan untuk meningkatkan ketahanan selama dalam jalur pencernaan (ph rendah dan cairan empedu) serta meningkatkan ketahanan atau viabilitas sel probiotik selama proses pembuatan produk dan penyimpanan (Sultana, et al., 2000) Tujuan Mikroenkapsulasi Proses mikroenkaspsulasi memiliki beberapa tujuan, antara lain (Ghosh, 2006 dan Deasy, 1984 dikutip Pawestrisiwi, 2011): a) Perlindungan bahan inti yang sensitif atau tidak stabil dari pengaruh lingkungan sebelum digunakan. b) Memperbaiki kelarutan, kemampuan disperse, dan sifat alir bahan inti. c) Peningkatan waktu simpan dengan mencegah reaksi degradasi (oksidasi dan dehidrasi) d) Mengatur pelepasan bahan inti e) Mengurangi bahaya dari bahan inti yang toksik

13 18 f) Menutupi bau dan rasa yang tidak enak g) Mengubah bentuk cairan menjadi padatan h) Mengurangi sifat iritasi bahan inti terhadap lambung dan saluran pencernaan i) Mencegah inkompatibilitas antara komposisi dalam sediaan j) Mengurangi sifat higroskopis bahan inti Morfologi Mikrokapsul Morfologi mikrokapsul yang dihasilkan terutama tergantung pada bahan inti dan proses pembentukan dinding mikrokapsul. Berdasarkan morfologinya, mikrokapsul dapat diklasifikasikan menjadi tiga tipe, yaitu mononuklear, polinuklear, dan matrik. Morfologi mikrokapsul dapat dilihat pada Gambar 4. Mikrokapsul Mononuklear Polinuklear Matriks Gambar 4. Morfologi Mikrokapsul (Ghosh, 2006) Tipe mononuklear terdiri dari satu inti yang dikelilingi bahan penyalut (dinding mikrokapsul) sedangkan tipe polinuklear terdiri dari banyak inti dalam satu mikrokapsul. Pada tipe matriks, bahan inti terdistribusi secara homogen pada bahan penyalut (Ghosh, 2006).

14 19 Morfologi mikrokapsul dengan bahan penyalut dan bakteri probiotik sebagai inti menggunakan metode freeze drying akan menghasilkan morfologi mikrokapsul matriks. Menurut penelitian Setyawati (2014) tentang penentuan proporsi enkapsulan kombinasi dan biomassa bakteri dalam pembuatan kultur mikroenkapsulasi, permukaan mikrokapsul yang dihasilkan ditemukan lekukan-lekukan (dents) dan tidak dijumpai retakan atau pecah-pecah, hal ini sebagai indikasi sifat perlindungan yang baik dari matriks mikrokapsul terhadap inti terutama yang sensitif antara lain terhadap oksigen. Selain itu, menurut Nicholaas dan Shimoni (2010) dikutip Adiyaman (2013), pemakaian metode freeze drying pada proses enkapsulasi akan menghasilkan morfologi matriks dengan ukuran partikel μm Komponen Mikroenkapsulasi Pada prinsipnya, ada tiga bahan yang terlibat dalam proses mikroenkapsulasi, yaitu: a) Bahan Inti Bahan inti adalah bahan spesifik yang akan disalut, dapat berupa zat padat, cair, maupun gas. Inti zat padat dapat berupa campuran dari bagian-bagian yang aktif, stabilisator, pengencer, pengisi, dan penghambat atau pemacu pelepasan. Inti zat cair dapat terdiri dari senyawa polar atau non polar sebagai bahan aktif atau sebagai media bagi bahan aktif dalam bentuk larutan, suspensi atau emulsi (Lachman, et al., 1994). Kompatibilitas dari bahan inti dengan bahan penyalut menjadi kriteria yang penting untuk meningkatkan efisiensi mikroenkapsulasi. Bahan inti sebaiknya tidak larut dan tidak bereaksi dengan bahan penyalut dan pelarut yang digunkaan. Ukuran

15 20 bahan inti juga memegang peranan penting untuk difusi, permeabilitas, dan pengendalian pelepasan bahan inti. Mikrokapsul dapat mengandung bahan inti sampai 99% dihitung terhadap berat mikrokapsul (Lachman, et al., 1994). b) Penyalut Bahan penyalut adalah bahan yang digunakan untuk melapisi inti dengan tujuan tertentu seperti menutupi rasa dan bau yang tidak enak, perlindungan terhadap pengaruh lingkungan, meningkatkan stabilitas, mencegah penguapan, kesesuaian dengan bahan inti maupun bahan lain yang berhubungan dengan proses penyalutan serta sesuai dengan metode mikroenkapsulasi yang digunakan. Bahan penyalut harus mampu memberikan suatu lapisan tipis yang kohesif dengan bahan inti, dapat bercampur secara kimia, tidak bereaksi dengan inti (bersifat inert), dan mempunyai sifat yang sesuai dengan tujuan penyalutan. Bahan penyalut yang digunakan dapat berupa polimer alam, semi sintetik, maupun sintetik. Jumlah penyalut yang digunakan antara 1-70% dan pada umumnya digunakan 3-30% dengan ketebalan dinding penyalut 0,1-6,0 μm (Istiyani, 2008). c) Pelarut Pelarut adalah bahan yang digunakan untuk melarutkan bahan penyalut dan mendispersikan bahan inti. Pemilihan pelarut biasanya berdasarkan sifat kelarutan dari bahan inti atau zat aktif dan bahan penyalut, dimana pelarut yang digunakan tersebut tidak atau hanya sedikit melarutkan bahan inti tetapi dapat melarutkan bahan penyalut. Pelarut polar akan melarutkan pelarut polar dan pelarut non polar akan melarutkan pelarut non polar (Istiyani, 2008).

16 Bahan Penyalut Bahan penyalut adalah bahan yang berfungsi sebagai penyalut bahan inti (bahan aktif) dalam proses enkapsulasi. Penggunaan bahan enkapsulasi (coating) perlu diperhatikan, karena bahan-bahan tertentu belum tentu cocok dengan bahan jenis lainnya. Bahan penyalut harus mampu memberikan suatu lapisan tipis yang kohesif dengan bahan inti, dapat bercampur secara kimia, tidak bereaksi dengan bahan inti dan dapat memberikan sifat penyalutan yang diinginkan seperti kekuatan, fleksibilitas, impermeabilitas, sifat-sifat optic, dan stabilitas (Lachman, et al., 1994 dikutip Pawestrisiwi, 2011). Menurut Quellet, Taschi, dan Ubink (2001), bahan penyalut harus memiliki kriteria sebagai berikut: a) Bersifat melindungi komponen aktif dari kerusakan seperti oksidasi dan cahaya. b) Harus memiliki sifat kehilangan komponen aktif yang rendah selama proses berlangsung. c) Komponen enkapsulat dapat terdispersi dalam larutan pengkapsul secara merata engan ukuran yang kecil. d) Bahan pengkapsul harus memiliki sistem pengendalian pelepasan komponen aktif selama penyimpanan. e) Bahan pengenkapsulasi harus aman. f) Bahan pengenkapsulasi harus memiliki sifat fungsional spesifik seperti sifat emulsi, pembentukan film, dan dapat membentuk larutan konsentrasi tinggi. Menurut Fardiaz (1989), untuk mencegah kerusakan selama proses pengeringan maka digunakan komponen pelindung yang mempunyai sifat: 1) dapat

17 22 mencegah terjadinya pengeringan total, sehingga kerusakan DNA dan kematian sel dapat dicegah; 2) meminimalkan pembentukan kirstal es selama pembekuan cepat; 3) melindungi kultur kering dari kerusakan fisik. Beberapa bahan penyalut yang digunakan untuk mikroenkapsulasi dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Bahan Penyalut yang Digunakan untuk Mikroenkapsulasi Kelompok Jenis Gum Gum arab, agar, natrium alginat, karagenan Karbohidrat Pati, dekstrin, sukrosa, sirup jagung, CMC, etil selulosa, metil selulosa, nitro selulosa, asetil selulosa, aetat fitat selulosa, asetat butilay fitat selulosa Lemak Lilin, parafin, tristearin, asam stearat, monogliserida, digliserida, lilin tawon, minyak, lemak, minyak keras Bahan anorganik kalsium fosfat, silikat, tanah liat Protein gluten, kasein, gelatin, albumin Sumber : Jackson dan Lee, 1991 Bahan penyalut yang umum digunakan dalam proses mikroenkapsulasi mikroorganisme adalah berbagai jenis polisakarida, seperti maltodekstrin, dan protein, seperti susu skim. Menurut Koswara (2009), maltodekstrin merupakan bahan penyalut yang harganya relatif murah, lebih komersil, mudah didapat, dan sering digunakan dalam indusrti pangan dibandingkan bahan penyalut lainnya. Menurut Young, Sarda, dan Rosenberg (1995), susu skim adalah salah satu bahan penyalut yang umum digunakan, terutama sebagai penyalut matriks yang diaplikasikan secara oral Susu Skim Susu skim merupakan salah satu produk susu dengan kadar lemak yang rendah, yaitu 0,6-1,25% (Sawitri, et al., 2014). Menurut Iswahanik (2001), susu skim

18 23 merupakan sisa hasil pemisahan semua atau kebanyakan lemak susu dengan alat separator sentrifugal kontinyu. Susu skim yang banyak beredar di pasaran biasanya berbentuk bubuk dengan karakteristik berwarna putih, bersifat free flowing, dan bebas gumpalan, cita rasanya pada kondisi kering tidak berbau. Protein merupakan kandungan terbesar pada susu skim. Komponen protein pada susu skim yang paling penting adalah kasein. Kasein merupakan fraksi utama protein yang mengendap saat susu segar diasamkan pada ph 4-6 pada suhu 20 C. Kasein menyusun 76-86% dari total protein susu skim. Protein nonkasein yang tertinggal setelah pengendapan kasein disebut protein whey atau serum protein. Whey menyusun 14-24% dari total protein susu skim (Thompson, et al., 1965). Protein whey bersifat labil terhadap panas dan terdenaturasi pada suhu 80 C. Hal ini berbeda dengan kasein yang stabil pada suhu 140 C. Komposisi nutrisi susu skim bubuk dalam 100 g bahan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Komposisi Nutrisi Susu Skim Bubuk dalam 100 g bahan Komponen Jumlah Energi 362 kkal Protein 35,6 g Lemak 1 g Karbohidrat 52 g Kalsium 1300 mg Fosfor 1030 mg Zat besi 1 mg Vitamin A 0 IU Vitamin B1 0,35 mg Vitamin C 7 mg Sumber: Anonim b (2001)

19 Maltodekstrin Maltodekstrin merupakan salah satu bahan penyalut yang banyak digunakan pada industri pangan. Menurut Deman (1993), maltodekstrin merupakan produk hasil hidrolisis pati dengan menggunakan asam maupun enzim yang terdiri dari campuran glukosa, maltosa, oligosaokarida, dan dekstrin. Maltodekstrin pada dasarnya merupakan senyawa hasil hidrolisis pati yang tidak sempurna atau disebut hidrolisis parsial, yang terdiri dari campuran gula-gula dalam bentuk sederhana (mono dan disakarida) dalam jumlah kecil, oligosokarida dengan rantai pendek dalam jumlah relatif tinggi serta sejumlah kecil oligosakarida berantai panjang (Luthana, 2008 dikutip Lubis, 2011). Rumus umum maltodekstrin adalah [(C 6 H 10 O 5 )nh 2 O)]. Maltodekstrin didefinisikan sebagai produk hidrolisis pati yang mengandung unit α-d-glukosa yang sebagian besar terkait melalui ikatan 1,4 glikosidik dengan DE kurang dari 20 (Kearsley dan Dziedzic, 1995 dikutip Nurulhida, 2012 ) Menurut Chafid dan Kusumawardhani (2010), perbedaan nilai DE akan mempengaruhi karakteristik maltodekstrin. Jika nilai DE tinggi maka hygroscopicity, plasticity, sweeteness, solubility, dan osmolality maltodekstrin pun akan meningkat. Namun jika nilai DE rendah, yang akan meningkat adalah berat molekul, viscocity, cohesiveness, dan film-forming properties. Pernyataan ini didukung oleh Fennema (1996) dikutip Badarudin (2006) yang menjelaskan bahwa nilai DE berbanding terbalik dengan berat molekul, dimana maltodekstrin dengan nilai DE rendah biasanya bersifat non higroskopis sedangkan maltodekstrin dengan nilai DE tinggi bersifat higroskopis. Selain itu, maltodekstrin DE rendah cenderung mempunyai sifat yang mendekati sifat pati, sedangkan maltodekstrin DE tinggi cenderung bersifat seperti sirup jagung.

20 25 Penggunaan maltodekstrin terutama ditujukan untuk memberikan tekstur dan bentuk produk, mengontrol kristalisasi selama proses pembekuan (freezing), pengganti lemak, pembentuk film, dapat membentuk lapisan, tahan terhadap kekempalan, mampu mengikat flavor, dapat menjadi barrier oksigen, mempunyai dispersibilitas dan solubilitas yang baik (Frye & Setser, 1993 dikutip Iskandar, 2001). Maltodekstrin merupakan bahan pengental sekaligus dapat sebagai emulsifier, mudah melarut pada air dingin dan merupakan oligosakarida yang tergolong dalam prebiotik. Secara nyata dapat memperlancar saluran pencernaan dengan membantu berkembangnya bakteri probiotik (Triyono, 2010) Freeze Drying Freeze drying atau dehidrasi beku (pengeringan beku) merupakan suatu sistem yang menggunakan vakum tinggi untuk memungkinkan terciptanya suatu keadaan suhu dan tekanan sehingga sifat fisik suatu substrat bahan pangan dapat diatur pada suatu titik kritis yang memungkinkan berhasilnya proses pengeringan dengan potensi rehidrasi yang dapat diperbaiki (Desrosier, 1988). Bahan aktif dan bahan penyalut terlarut dalam air dapat mengering beku untuk menghasilkan produk berpori dan tidak mengkerut (Zuidam, N.J dan Nedovic V.A, 2010). Komponen alat freeze dryer terdiri dari: vacuum pump, ice condenser chamber, ice condenser, glass lid, drying chamber, heatable shelf, vacuum sensor, drain valve, pressure control valve, aeration valve, rubber valve, thermal insulation, LDplus control and system main switch (Christ, 2006). Gambar alat freeze dryer dapat dilihat pada Gambar 5

21 26 Penutup kaca Ruang pengeringan Rak Ruang kondensor Kontrol sistem LDplus Tombol On/Off Gambar 5. Freeze dryer Christ alpha 1-4 LD-plus (Christ, 2006) Menurut Haryani, Maulina, dan Haqioroh (2012), freeze drying dapat menyisakan kadar air hingga 1%, sehingga produk bahan alam yang dikeringkan menjadi stabil dan memenuhi syarat untuk pembuatan sediaan farmasi dari bahan alam yang kadar airnya harus kurang dari 10%. Berdasarkan hal tersebut, bahan pangan yang telah di freeze drying akan menjadi tahan lama karena metode freeze drying menghilangkan kandungan air dalam bahan pangan sehingga dapat meminimalisir terjadinya kerusakan bahan pangan oleh mikrooganisme dan enzim. Selain itu, freeze drying juga dapat mengurangi berat total bahan pangan sehingga akan memudahkan dalam proses transportasi. Hal yang perlu diperhatikan adalah semakin tipis bagian yang ingin di freeze drying, maka waktu yang diperlukan semakin singkat pula. Proses pengeringan beku mengubah bentuk es dalam bahan yang beku langsung menjadi uap air tanpa mengalami proses pencairan terlebih dahulu. Sampel akan dibekukan terlebih dahulu, lalu setelah itu dimasukkan dalam alat freeze dryer

22 27 yang akan diset suhu dan tekanannya dibawah titik triple. Proses pengeringan beku (freeze dryer) suatu bahan didahului dengan proses pembekuan. Proses pembekuan pada prakteknya dilakukan dengan memasukkan dalam ruang pembeku dengan suhu - 40 C, pada suhu ini produk akan membeku dengan cepat dan akan dihasilkan produk beku yang tidak merusak tekstur. Kualitas produk secara umum juga akan ditentukan oleh kualitas produk beku. Faktor utama proses pembekuan yang akan mempengaruhi mutu produk kering-beku yang dihasilkan adalah faktor kecepatan pembekuan (Hariyadi, 2013). Proses pengeringan dilakukan dengan mengendalikan kondisi tekanan dan suhu. Pada kondisi tekanan 6.11 mbar dan suhu 0 C, air akan berada pada kondisi kesetimbangan antara uap, air, dan es. Titik dimana terjadi kesetimbangan antar ketiga fase tersebut disebut sebagai titik triple (Christ, 2006). Kurva kesetimbangan antara uap, air, dan es dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 6. Kurva Kesetimbangan Antara Uap, Air Dan Es (Christ, 2006) Titik triple ini menunjukan hubungan antara suhu dan tekanan yang digunakan untuk dapat melakukan sublimasi pada proses freeze drying, dimana semakin rendah suhu yang digunakan maka semakin rendah pula tekanan yang

23 28 digunakan. Hubungan antara tekanan dan suhu pada saat proses sublimasi dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Hubungan Antara Tekanan dan Suhu pada saat Proses Sublimasi o C mbar o C Mbar o C mbar o C mbar Sumber: Christ (2006) Mekanisme freeze drying menjadikan material bahan menjadi awet tanpa mengalami perubahan sifat biologi, kimia, dan struktur. Integritas produk tetap terjaga karena matriks es yang kaku menahan komponen padatan dalam bahan tetap pada tempatnya. Mekanisme proses pengeringan beku dapat dilihat pada Gambar 7. Proses pengeringan (sublimasi) dilakukan dengan cara memasukkan produk beku ke dalam ruangan vakum. Harus dipertahankan bahwa kondisi proses tetap di bawah titik triple, sehingga bisa dijamin bahwa proses sublimasi bisa terjadi, dan tidak terjadi proses pelelehan. Kristal-kristal es yang berada pada struktur produk

24 29 pangan dipaksa untuk langsung mengalami sublimasi. Mekanisme alat freeze dryer yaitu uap air yang dihasilkan kemudian disedot dan dikondensasikan sehingga tidak membasahi produk yang sedang dikeringkan Pengemasan Gambar 7. Mekanisme Terjadinya Pengeringan Beku (Hariyadi, 2013) Pengemasan merupakan salah satu proses penting pada industri untuk menjaga mutu dan kualitas produk yang akan dipasarkan ke konsumen. Menurut Buckle, et al. (1987), pengemasan harus dilakukan dengan benar karena pengemasan yang salah dapat menyebabkan produk menjadi tidak memenuhi syarat mutunya. Pengemasan dilakukan untuk membantu untuk mencegah atau mengurangi kerusakan, melindungi produk yang ada di dalamnya, melindungi dari bahaya pencemaran serta gangguan fisik (gesekan, benturan, getaran). Selain itu, pengemasan juga mempermudah dalam proses penyimpanan, pengangkutan, dan pemasaran produk. Dewasa ini, kemasan sudah memiliki bentuk dan bahan yang beragam jenisnya. Pemilihan bentuk dan jenis kemasan harus disesuaikan dengan produk yang akan dikemas, sehingga dapat memenuhi fungsi kemasan sebagai wadah produk,

25 30 pelindung produk, alat komunikasi, dan penambah daya tarik produk (Robertson, 1993 dikutip Ramadhani, 2015). Penggunaan kemasan dalam industri pangan harus dapat berfungsi dengan baik untuk mencegah penurunan mutu dan aman, serta tidak mengubah komposisi produk yang dikemas. Menurut Buckle, et al., (1987) dikutip Ramadhani, 2015, kemasan yang dapat digunakan sebagai wadah penyimpanan harus memenuhi beberapa persyaratan, yakni dapat mempertahankan mutu produk supaya tetap bersih serta mampu memberi perlindungan terhadap produk dari kotoran, pencemaran, dan kerusakan fisik, serta dapat menahan perpindahan gas dan uap air. Pengemasan dapat mempengaruhi daya awet bahan pangan yang dikemasnya. Faktor-faktor utama yang mempengaruhi daya awet bahan pangan yang telah dikemas adalah : 1) Sifat alamiah dari bahan pangan dan mekanisme dimana bahan ini mengalami kerusakan, misalnya kepekaannya terhadap kelembaban dan oksigen, dan kemungkinan terjadinya perubahan-perubahan kimia dan fisik di dalam bahan pangan. 2) Ukuran bahan pengemas sehubungan dengan volumenya. 3) Kondisi atmosfer (terutama suhu dan kelembaban) di mana kemasan dibutuhkan untuk melindungi selama pengangkutan dan sebelum digunakan. 4) Ketahanan bahan pengemas secara keseluruhan terhadap gas atmosfer dan bau, termasuk ketahanan dari tutup, penutupan, dan lipatan. Setiap bahan pangan masing-masing memiliki karakteristik yang berbedabeda dalam sifatnya untuk menyerap atau mengeluarkan udara dan uap air. Hal ini

26 31 menyebabkan perlu adanya kemasan yang mempunyai daya tembus rendah sehingga menahan penyerapan air dan oksigen ke bahan pangan (Buckle, et al., 1987). Produk kering yang memiliki sifat hidrofilik harus dilindungi dari penyerapan uap air karena dapat menurunkan kualitasnya. Umumnya produk-produk ini memiliki kelembaban relatif yang rendah oleh sebab itu harus dikemas dengan kemasan yang memiliki permeabilitas air yang rendah untuk mencegah produk yang berkadar gula tinggi merekat atau produk-produk tepung menjadi basah sehingga tidak lagi bersifat menggumpal (free flowing) (Syarief, Sassya, dan Isyana, 1989 dikutip Ramadhani, 2015). Salah satu kemasan yang dapat digunakan adalah kemasan metalized plastic Metalized Plastic Plastik merupakan bahan dasar kemasan yang paling sering digunakan dalam pengemasan pangan. Kemasan plastik memiliki kelebihan dibandingkan kemasan lainnya, yaitu harga yang relatif murah, dapat dibentuk menjadi berbagai macam bentuk, dan dapat mengurangi biaya transportasi. Plastik juga memiliki sifat ringan, transparan, kuat, termoplastis, dan selektif dalam permeabilitasnya terhadap uap air, O 2, dan CO 2. Sifat permeabilitas plastik terhadap uap air dan udara menyebabkan plastik mampu berperan memodifikasi ruang kemas selama penyimpanan (Fitria, 2007). Salah satu jenis kemasan plastik yang sering digunakan dalam industri pangan adalah metalized plastic. Metalized plastic merupakan kombinasi antara plastik dengan aluminium yang cocok digunakan sebagai pengemas makanan kering, keju, dan roti panggang (Fitria, 2007). Metallized plastic bersifat tidak meneruskan cahaya,

27 32 menghambat masuknya oksigen, menahan bau, memberikan efek mengkilap, dan mampu menahan gas (Brown, 1992). Kemasan metallized plastic dapat dilihat pada gambar 8. Gambar 8. Kemasan metallized plastic (Dokumentasi Pribadi, 2015) Metalizing merupakan proses pelapisan salah satu sisi film plastik transparan dengan logam pada kondisi yang sangat vakum. Penggunaan logam yang dimaksud umumnya adalah aluminium. Kemurnian alumunium adalah 99,90 % dengan diameter wire sebesar 1,96 mm. Proses metalisasi dilakukan dengan cara menguapkan dan melelehkan aluminium pada suhu 1500 C. Uap aluminium akan melapisi film plastik yang berputar pada sebuah rol pendingin bersuhu ± 15 C (Febriyanti, 2002). Pengaturan rol pendingin pada suhu tersebut bertujuan agar film tidak meleleh ketika terkena uap alumunium yang panas (Febriyanti, 2002 dikutip Paramitha, 2011). Menurut Matsumoto (1999), walaupun lapisan penglogaman ini sangatlah tipis, sekitar Å (0,03-0,1 μm) tetapi dapat meningkatkan perlindungan, menahan bau, memberikan efek kilap dan menahan gas. Menurut Sumanti, Djali, dan Lanti (2009), metalized plastic memiliki permeabilitas sebesar g/m 2.24h.

28 33 Menurut Brown (1992), plastik yang dilapisi logam (metalized plastic) dapat meningkatkan penampilan dan mengurangi transmisi. Plastik ini dapat melindungi produk dari cahaya. Penggunaan plastik ini antara lain untuk mengemas kopi, makanan kering, keju, dan roti panggang karena ketahanan terhadap uap air dan gas, tidak meneruskan cahaya, dan menghambat masuknya oksigen. Selain itu, metalized plastic mudah disobek sehingga memudahkan konsumen saat membuka kemasan Pendugaan Umur Simpan Menurut Institute of Food Technologist, umur simpan produk pangan adalah selang waktu antara saat produksi hingga saat konsumsi dimana produk berada dalam kondisi yang memuaskan pada sifat-sifat penampakan, rasa, aroma, tekstur, dan nilai gizi (Arpah, 2001). Terjadinya perubahan selama penyimpanan akan mempengaruhi mutu produk pangan tersebut. Peraturan mengenai penentuan umur simpan bahan pangan di Indonesia terdapat dalam UU Pangan No. 7 tahun 1996 dan PP No. 69 tahun Umur simpan produk pangan biasa dituliskan sebagai best before date yang berarti produk masih dalam kondisi baik dan masih dapat dikonsumsi beberapa saat setelah tanggal yang tercantum terlewati. Istilah lain yang digunakan adalah use by date yang menyatakan produk tidak dapat lagi dikonsumsi, karena berbahaya bagi kesehatan manusia (produk yang sangat mudah rusak oleh mikroba) setelah tanggal yang tercantum terlewati (Ellis, 1994). Menurut Syarief, et al. (1989), faktor-faktor yang mempengaruhi umur simpan bahan pangan yang dikemas adalah keadaan alamiah atau sifat makanan dan

29 34 mekanisme berlangsungnya perubahan, misalnya kepekaan terhadap air dan oksigen dan kemungkinan terjadinya perubahan kimia internal dan fisik, ukuran kemasan dalam hubungannya dengan volume, kondisi atmosfir (terutama suhu dan kelembaban) dimana kemasan dapat bertahan selama transit dan sebelum digunakan, kekuatan keseluruhan dari kemasan terhadap keluar masuknya gas, air, dan bau, termasuk perekatan, penutupan, dan bagian-bagian yang terlipat. Penentuan umur simpan suatu produk pangan dilakukan dengan mengamati produk pangan selama penyimpanan sampai terjadi perubahan yang tidak dapat diterima lagi oleh konsumen (Ellis, 1994). Syarief dan Halid (1993) menyatakan bahwa perubahan mutu pangan terutama dapat diketahui dari perubahan faktor mutu tersebut. Oleh karena itu, dalam menentukan daya simpan suatu produk perlu dilakukan pengukuran terhadap atribut mutu produk tersebut. Jenis atribut mutu yang diuji tergantung pada jenis produk pangan. Suatu produk pangan, tidak semua parameter harus diuji, melainkan salah satu saja, yakni parameter yang paling cepat memengaruhi penerimaan konsumen. Salah satu kendala yang sering dihadapi industri pangan dalam penentuan masa kadaluarsa produk adalah waktu. Menurut Syarief, et al. (1989), secara garis besar umur simpan produk pangan dapat diduga dan kemudian ditetapkan umur simpannya dengan menggunakan dua konsep yaitu dengan metode konvesional (Extended Storage Studies) dan metode percepatan (Accelerated Shelf Life Testing). Metode konvensional adalah penentuan umur simpan dengan cara menyimpan suatu seri produk pada kondisi normal sehari-hari sambil dilakukan pengamatan terhadap penurunan mutunya hingga mencapai tingkat kadaluarsa. Metode ini akurat

30 35 dan tepat, namun membutuhkan waktu yang panjang dan analisis parameter mutu yang relatif banyak. Biasanya metode konvensional digunakan untuk produk yang mempunyai masa kadaluarsa kurang dari 3 bulan (Arpah, 2001). Metode Accelerated Shelf Life Testing (ASLT) menggunakan suatu kondisi lingkungan yang dapat mempercepat reaksi deteriorasi (penurunan mutu) produk pangan Accelerated Shelf Life Testing (ASLT) Metode Accelerated Shelf Life Testing (ASLT) dilakukan dengan cara menyimpan produk pangan pada lingkungan ekstrim, sehingga menyebabkan produk pangan yang disimpan cepat rusak, baik pada suhu atau kelembaban ruang penyimpanan yang lebih tinggi. Salah satu keuntungan metode ASS (Accelerated Storage Studies) atau metode akselerasi ini adalah waktu yang relatif singkat (3-4 bulan), namun memiliki ketepatan dan akurasi yang tinggi. Pendekatan metode ASLT dapat dilakukan dengan model kadar air kritis. Menurut Kusnandar (2006) dikutip Nugroho (2007), model kadar air kritis biasanya digunakan untuk produk yang mudah rusak karena penyerapan air dari lingkungan selama penyimpanan. Selain model kadar air kritis, metode ASLT dapat dilakukan dengan model Arrhenius. Model Arrhenius banyak digunakan untuk pendugaan umur simpan bahan pangan yang mudah rusak oleh reaksi kimia, seperti oksidasi lemak, reaksi Maillard, denaturasi protein, serta yang sensitif terhadap suhu (Ristiani, 2014). Model Arrhenius banyak digunakan oleh industri pangan karena dapat memberikan kerusakan produk pangan secara tepat dengan waktu yang relatif singkat. Model Arrhenius menggunakan teori kinetika yang pada umumnya

31 36 menggunakan ordo nol atau satu untuk produk pangan. Model persamaan matematika pada pendekatan kadar air diturunkan dari hukum difusi Fick unidireksional. Terdapat empat model matematika yang sering digunakan, yaitu model Heiss dan Eichner (1971), model Rudolf (1986), model Labuza (1982), dan model paruh waktu (Syarief dan Halid, 1993). Menurut Syarief dan Halid (1993), dalam penentuan umur simpan, metode Arrhenius sangat baik untuk diterapkan dalam penyimpanan produk pada suhu penyimpanan yang relatif stabil dari waktu ke waktu. Selanjutnya laju penurunan mutu ditentukan dengan persamaan Arrhenius berdasarkan persamaan. K T = A 0. e Ea/RT = A 0. e B/T Keterangan: K T = laju reaksi pada suhu T A 0 = konstanta laju kinetik pre-eksponensial E a = energi aktivasi (Joule/g mol) R = tetapan gas konstan (8.315 J/g mol o K) T = temperature penyimpanan ( o K) B = konstanta eksponensial Interpretasi Ea (energi aktivasi) dapat memberikan gambaran mengenai besarnya pengaruh temperatur terhadap reaksi. Nilai Ea diperoleh dari slope grafik garis lurus hubungan ln K dengan (1/T). Dengan demikian, energi aktivasi yang besar mempunyai arti bahwa nilai ln K berubah cukup besar dengan hanya perubahan beberapa derajat dari temperatur. Dengan demikian, nilai slope akan besar (Arpah,

32 ). Lebih lanjut, besarnya nilai energi aktivasi dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu : 1) Kecil (Ea 2-15 kkal/mol), kerusakan produk diakibatkan karena kerusakan karatenoid, klorofil, atau oksidasi asam lemak. 2) Sedang (Ea kkal/mol), kerusakan produk diakibatkan karena kerusakan vitamin, kerusakan pigmen yang larut air, dan reaksi Mailard. 3) Besar (Ea kkal/mol), kerusakan produk diakibatkan karena denaturasi enzim, inaktivasi mikroba dan sporanya. Reaksi kimia pada umumnya dipengaruhi oleh suhu. Oleh sebab itu model Arrhenius mensimulasikan percepatan kerusakan produk pada kondisi penyimpanan suhu tinggi di atas suhu penyimpanan normal. Laju reaksi kimia yang dapat memicu kerusakan produk pangan umumnya mengikuti laju reaksi ordo 0 dan ordo 1 (Kusnandar, 2006 dikutip Wahyuningrum, 2010). Laju perubahan A menjadi B pada reaksi ordo 0 dinyatakan sebagai berikut: dc dt = k dengan mengintegralkan kedua ruas persamaan diatas, diperoleh persamaan sebagai berikut: Dimana: C 0 = nilai mutu awal Ct = nilai mutu pada masa akhir shelf life K = konstanta laju reaksi Ct = C 0 + Kt

33 38 Menurut Labuza (1982) dan penelitian Hariyadi dan Andarwulan (2006), tipe kerusakan pangan yang mengikuti model reaksi ordo nol adalah perubahan kadar air; degradasi enzimatis (misalnya pada buah dan sayuran segar serta beberapa pangan beku); reaksi kecoklatan non-enzimatis (misalnya pada biji-bijian kering dan produk susu kering); dan reaksi oksidasi lemak (misalnya peningkatan ketengikan pada snack, makanan kering dan pangan beku). Jika pada reaksi ordo nol, persentase penurunan mutu bersifat konstan pada suhu tetap, maka pada reaksi ordo satu penurunan mutu terjadi secara eksponensial. Pada reaksi ordo satu, laju perubahan A menjadi B dinyatakan sebagai berikut: dc = K Cn dt dengan integrasi, diperoleh persamaan sebagai berikut: Dimana: ln C t = ln C 0 + K T (t) C 0 = nilai mutu yang tersisa setelah waktu t C t = nilai mutu pada akhir masa shelf life K = konstanta laju reaksi ordo-1 (first order) Tipe kerusakan bahan pangan yang termasuk dalam rekasi ordo satu diantaranya (1) ketengikan (misalnya pada minyak salad dan sayuran kering); (2) pertumbuhan mikroorganisme (misal pada ikan dan daging, serta kematian mikoorganisme akibat perlakuan panas); (3) produksi off flavor oleh mikroba; (4) kerusakan vitamin dalam makanan kaleng dan makanan kering; dan (5) kehilangan mutu protein (makanan kering) (Labuza, 1982 dan Hariyadi dan Andrawulan, 2006).

34 39 Konstanta laju reaksi kimia (k), baik ordo nol maupun ordo satu dapat dipengaruhi oleh suhu. Secara umum reaksi kimia lebih cepat terjadi pada suhu tinggi. Oleh sebab itu konstanta laju reaksi kimia (k) akan semakin besar pada suhu yang lebih tinggi. Penentuan umur simpan dengan pendekatan Arrhenius dilakukan dalam beberapa tahapan, yaitu penetapan parameter kriteria kadaluarsa, pemilihan jenis dan tipe pengemas, penentuan suhu untuk pengujian, prakiraan waktu dan frekuensi pengambilan contoh, plotting data sesuai ordo reaksi, analisis sesuai suhu penyimpanan, dan analisis pendugaan umur simpan sesuai batas akhir penurunan mutu yang dapat ditolerir (Kusnandar, 2004 dikutip Ristiani, 2014). Menurut Herawati, 2008 dikutip Ramadhani, 2015, penentuan umur simpan dengan AAS perlu mempertimbangkan faktor teknis dan ekonomis dalam distribusi produk yang di dalamnya mencakup keputusan manajemen yang bertanggung jawab. Perubahan indikator mutu disebabkan adanya pengaruh dari faktor lingkungan, seperti suhu, kelembaban, dan tekanan udara atau karena faktor komposisi produk pangan tersebut. Suhu merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap perubahan mutu makanan, semakin tinggi suhu penyimpanan maka laju reaksi berbagai senyawa kimia di dalam bahan pangan akan semakin cepat. Oleh karena itu faktor suhu harus selalu diperhitungkan dalam menduga kecepatan penurunan mutu,. Penggunaan suhu inkubasi untuk mengetahui umur simpan produk dapat dilihat pada Tabel 5.

35 40 Tabel 5. Suhu Percobaan Penyimpanan ( C) yang Dianjurkan untuk Menguji Masa Kadaluarsa Makanan Jenis makanan beku Jenis makanan kering semi basah Makanan yang diolah secara termal -40 (kontrol) 0 (kontrol) 5 (kontrol) -15 Suhu kamar Suhu kamar (jika diperlukan) Sumber : Syarief dan Halid, Model Q 10 merupakan pemanfaatan lebih lanjut dari model Arrhenius. Model ini dipakai untuk menduga berapa besar perubahan laju reaksi oksidasi atau laju penurunan mutu produk makanan jika produk tersebut disimpan pada suhu-suhu tertentu (Ristiani, 2014). Model Q 10 dapat digunakan untuk menduga masa kadaluarsa produk makanan tertentu yang disimpan pada berbagai suhu (Syarief dan Halid, 1993). Q 10 disebut juga dengan istilah faktor percepatan reaksi yang dirumuskan sebagai berikut: Q 10 = K 35 K 25 = A 0e Ea/R(T+10) A 0 e Ea/R(T) Model Arrhenius dilakukan dengan menyimpan produk pangan dengan kemasan pada suhu penyimpanan ekstrim. Percobaan dengan metode Arrhenius bertujuan untuk menentukan konstanta laju reaksi (k) pada beberapa suhu penyimpanan ekstrim, yang selanjutnya dilakukan ekstrapolasi untuk menghitung konstanta laju reaksi (k) pada suhu penyimpanan yang diinginkan melalui persamaan Arrhenius. Dari persamaan tersebut dapat ditentukan nilai k (konstanta penurunan

36 41 mutu) pada suhu penyimpanan umur simpan, kemudian dihitung umur simpan sesuai dengan ordo reaksinya (Wahyuningrum, 2010).

adalah produk pangan dengan menggunakan bakteri probiotik. Produk pangan Bakteri probiotik merupakan bakteri baik yang dapat memberikan keseimbangan

adalah produk pangan dengan menggunakan bakteri probiotik. Produk pangan Bakteri probiotik merupakan bakteri baik yang dapat memberikan keseimbangan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu produk pangan fungsional yang banyak dikembangkan saat ini adalah produk pangan dengan menggunakan bakteri probiotik. Produk pangan probiotik merupakan produk

Lebih terperinci

pangan fungsional yang beredar di pasaran. Salah satu pangan fungsional yang

pangan fungsional yang beredar di pasaran. Salah satu pangan fungsional yang III. KERANGKA PIKIRAN DAN HIPOTESIS 3.1. Kerangka Pikiran Kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan memicu banyaknya produk pangan fungsional yang beredar di pasaran. Salah satu pangan fungsional

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Parameter sensori sangat penting pada tahap penelitian dan pengembangan produk pangan baru. Produk baru yang dihasilkan harus memiliki penanganan yang tepat agar

Lebih terperinci

5.1 Morfologi Suspensi Mikrokapsul Bakteri Probiotik. digunakan sebelum dilakukan proses freeze drying. Pengamatan morfologi dilakukan

5.1 Morfologi Suspensi Mikrokapsul Bakteri Probiotik. digunakan sebelum dilakukan proses freeze drying. Pengamatan morfologi dilakukan V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Morfologi Suspensi Mikrokapsul Bakteri Probiotik Morfologi sel bakteri mikrokapsul suspensi perlu diverifikasi untuk memastikan bahwa bakteri yang hasil penyalutan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. bawang putih, dan asam jawa. Masing-masing produsen bumbu rujak ada yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. bawang putih, dan asam jawa. Masing-masing produsen bumbu rujak ada yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bumbu rujak Rujak manis adalah semacam salad. Rujak manis terdiri dari campuran beberapa potongan buah segar dengan dibumbui saus manis pedas. Pada umumnya bumbu rujak manis terbuat

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kubis merupakan salah satu jenis sayuran yang termasuk dalam famili Brassicaceae, tumbuh di daerah yang berhawa sejuk, yaitu pada ketinggian 800-2000 m di atas permukaan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

I. PENDAHULUAN. (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat I. PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6)

Lebih terperinci

dari reaksi kimia. d. Sumber Aseptor Elektron

dari reaksi kimia. d. Sumber Aseptor Elektron I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan didefenisikan sebagai pertambahan kuantitas konstituen seluler dan struktur organisme yang dapat dinyatakan dengan ukuran, diikuti pertambahan jumlah, pertambahan

Lebih terperinci

III. TINJAUAN PUSTAKA

III. TINJAUAN PUSTAKA III. TINJAUAN PUSTAKA A. SUSU BUBUK Menurut Chandan (1997), susu segar secara alamiah mengandung 87.4% air dan sisanya berupa padatan susu sebanyak (12.6%). Padatan susu terdiri dari lemak susu (3.6%)

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah,

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah, Maksud dan tujuan penelitian, Manfaat penelitian, Kerangka Berpikir, Hipotesa penelitian dan Waktu dan tempat penelitian.

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id I. PENDAHULUAN

bio.unsoed.ac.id I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN Yoghurt merupakan minuman yang dibuat dari susu sapi dengan cara fermentasi oleh mikroorganisme. Yoghurt telah dikenal selama ribuan tahun dan menarik banyak perhatian dalam beberapa tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi terhadap flavor dan berperan terhadap pembentukan warna.

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi terhadap flavor dan berperan terhadap pembentukan warna. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Redistilat asap cair merupakan suatu campuran larutan dan dispersi koloid dari uap asap dalam air yang diperoleh dari pirolisis kayu (Maga,1987). Redistilat asap

Lebih terperinci

Percobaan akan dilakukan pada bulan Mei-September Percobaan. Keteknikan Pengolahan Pangan, Laboratorium Pilot Plan, dan Laboratorium Kimia

Percobaan akan dilakukan pada bulan Mei-September Percobaan. Keteknikan Pengolahan Pangan, Laboratorium Pilot Plan, dan Laboratorium Kimia IV. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Percobaan Percobaan akan dilakukan pada bulan Mei-September 2015. Percobaan dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Pangan, Laboratorium Isolasi, Laboratorium

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. KOPI INSTAN

II. TINJAUAN PUSTAKA A. KOPI INSTAN II. TINJAUAN PUSTAKA A. KOPI INSTAN Kopi instan dibuat dari kopi bubuk yang diekstrak dengan menggunakan air (Clarke, 1988). Di dalam Encyclopedia Britanica (1983), disebutkan bahwa pada pembuatan kopi

Lebih terperinci

5.1 Total Bakteri Probiotik

5.1 Total Bakteri Probiotik V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Total Bakteri Probiotik Berdasarkan hasil pengamatan (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perlakuan penambahan bakteri L. acidophilus pada perbandingan tepung bonggol pisang batu

Lebih terperinci

III. NUTRISI DAN MEDIUM KULTUR MIKROBA

III. NUTRISI DAN MEDIUM KULTUR MIKROBA III. NUTRISI DAN MEDIUM KULTUR MIKROBA Medium pertumbuhan (disingkat medium) adalah tempat untuk menumbuhkan mikroba. Mikroba memerlukan nutrisi untuk memenuhi kebutuhan energi dan untuk bahan pembangun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nilai gizi yang sempurna ini merupakan medium yang sangat baik bagi

I. PENDAHULUAN. nilai gizi yang sempurna ini merupakan medium yang sangat baik bagi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Susu merupakan bahan makanan yang mempunyai nilai gizi tinggi. Hampir semua zat yang dibutuhkan oleh tubuh kita terdapat dalam susu. Susunan nilai gizi yang sempurna ini

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mikroorganisme tersebar luas di alam seperti di udara, air, tanah, dalam saluran pencernaan hewan, pada permukaan tubuh dan dapat dijumpai pula pada pangan. Mikroorganisme

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memberikan efek menyehatkan bagi inangnya dengan cara memperbaiki komposisi

I. PENDAHULUAN. memberikan efek menyehatkan bagi inangnya dengan cara memperbaiki komposisi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkatnya kebutuhan konsumen akan produk yang dapat memberikan efek menguntungkan bagi kesehatan mendorong pengembangan probiotik. Probiotik adalah mikroorganisme

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING (Laporan Penelitian) Oleh PUTRI CYNTIA DEWI JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PETANIAN

Lebih terperinci

PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK PANGAN

PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK PANGAN PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK PANGAN Paper Pendugaan Umur Simpan Produk Kopi Instan Formula Merk-Z Dengan Metode Arrhenius, kami ambil dari hasil karya tulis Christamam Herry Wijaya yang merupakan tugas

Lebih terperinci

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri PENANGANAN Jenis Kerusakan Bahan Pangan Kerusakan mikrobiologis Kerusakan mekanis Kerusakan fisik Kerusakan biologis Kerusakan kimia Kerusakan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kubis putih (Brassica oleracea) merupakan salah satu komoditi pertanian yang banyak dibudidayakan di Indonesia, dapat dipasarkan tanpa terpengaruh musim. Di Jawa Tengah,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I. PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi I. PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian. BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

PENENTUAN KADALUWARSA PRODUK PANGAN

PENENTUAN KADALUWARSA PRODUK PANGAN PENENTUAN KADALUWARSA PRODUK PANGAN HANDOUT MATA KULIAH : REGULASI PANGAN (KI 531) OLEH : SUSIWI S JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA F P M I P A UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2009 Handout PENENTUAN KADALUWARSA

Lebih terperinci

masyarakat adalah keju, yoghurt, kefir, maupun susu fermentasi (Siswanti,

masyarakat adalah keju, yoghurt, kefir, maupun susu fermentasi (Siswanti, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini memudahkan masyarakat untuk mendapatkan informasi mengenai makanan maupun minuman yang memiliki dampak yang positif bagi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Proses Pengolahan Bumbu Pasta Ayam Goreng Proses pengolahan bumbu pasta ayam goreng meliputi tahapan sortasi, penggilingan, penumisan, dan pengentalan serta pengemasan. Sortasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB PENDAHULUAN. Latar Belakang Probiotik merupakan organisme hidup yang mampu memberikan efek yang menguntungkan kesehatan hostnya apabila dikonsumsi dalam jumlah yang cukup (FAO/WHO, 200; FAO/WHO, 2002;

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah jenis tanaman sayur umbi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah jenis tanaman sayur umbi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Probiotik merupakan organisme hidup yang mampu memberikan efek yang menguntungkan kesehatan apabila dikonsumsi dalam jumlah yang cukup (FAO/WHO,2001) dengan memperbaiki

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kubis putih merupakan bahan pangan yang banyak ditemukan di Indonesia dan sudah tidak asing bagi masyarakat. Kubis putih dapat hidup pada dataran tinggi salah satunya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang

I. PENDAHULUAN. Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang kedelai (Glycine max) yang diolah melalui proses fermentasi oleh kapang. Secara umum,

Lebih terperinci

SUSU. b. Sifat Fisik Susu Sifat fisik susu meliputi warna, bau, rasa, berat jenis, titik didih, titik beku, dan kekentalannya.

SUSU. b. Sifat Fisik Susu Sifat fisik susu meliputi warna, bau, rasa, berat jenis, titik didih, titik beku, dan kekentalannya. SUSU a. Definisi Susu Air susu termasuk jenis bahan pangan hewani, berupa cairan putih yang dihasilkan oleh hewan ternak mamalia dan diperoleh dengan cara pemerahan (Hadiwiyoto, 1983). Sedangkan menurut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Karakteristik teh hijau No Parameter SNI Menurut Nasution dan Tjiptadi (1975) 1 Keadaan - Rasa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Karakteristik teh hijau No Parameter SNI Menurut Nasution dan Tjiptadi (1975) 1 Keadaan - Rasa IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISASI PRODUK Karakteristik produk diketahui dengan melakukan analisis proksimat terhadap produk teh hijau. Analisis proksimat yang dilakukan adalah kadar air, kadar

Lebih terperinci

Pengeringan Untuk Pengawetan

Pengeringan Untuk Pengawetan TBM ke-6 Pengeringan Untuk Pengawetan Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui penggunaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan cepat mengalami penurunan mutu (perishable food). Ikan termasuk komoditi

I. PENDAHULUAN. dan cepat mengalami penurunan mutu (perishable food). Ikan termasuk komoditi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahan pangan mentah merupakan komoditas yang mudah rusak sejak dipanen. Bahan pangan mentah, baik tanaman maupun hewan akan mengalami kerusakan melalui serangkaian reaksi

Lebih terperinci

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN BAB VI PEMBAHASAN Kefir adalah susu yang difermentasi dengan Kefir Grains yang terdiri dari berbagai jenis bakteri asam laktat dan ragi. Kefir, sejenis susu fermentasi yang terbuat dari bakteri hidup.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan bahan yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan fungsinya tidak pernah digantikan oleh senyawa lain. Sebuah molekul air terdiri dari sebuah atom

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan Pengeringan yang dilakukan dua kali dalam penelitian ini bertujuan agar pengeringan pati berlangsung secara merata. Setelah dikeringkan dan dihaluskan

Lebih terperinci

Gambar 1. Wortel segar

Gambar 1. Wortel segar II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Wortel Wortel (Daucus carota) adalah tumbuhan sayur yang ditanam sepanjang tahun, terutama di daerah pegunungan yang memiliki suhu udara dingin dan lembab, kurang lebih

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yaitu berkisar jam pada suhu ruang 27 C. Salah satu alternatif untuk

I. PENDAHULUAN. yaitu berkisar jam pada suhu ruang 27 C. Salah satu alternatif untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mie basah merupakan produk pangan yang terbuat dari terigu dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan, berbentuk khas mie (Badan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Wortel Wortel (Daucus carota L.) merupakan tumbuhan yang biasanya ditanam setiap satu tahun sekali atau setiap dua kali setahun, terutama di daerah pegunungan yang memiliki suhu

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Indonesia banyak sekali ditumbuhi oleh tanaman rimpang karena Indonesia merupakan negara tropis. Rimpang-rimpang tersebut dapat digunakan sebagai pemberi cita

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gaplek (Manihot esculenta Crantz) Gaplek (Manihot Esculenta Crantz) merupakan tanaman perdu. Gaplek berasal dari benua Amerika, tepatnya dari Brasil. Penyebarannya hampir

Lebih terperinci

Nilai gizi atau dikenal juga dengan Nutrition Facts menurut BPOM (2009) merupakan informasi yang menyebutkan jumlah zat-zat gizi yang terkandung

Nilai gizi atau dikenal juga dengan Nutrition Facts menurut BPOM (2009) merupakan informasi yang menyebutkan jumlah zat-zat gizi yang terkandung BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Peking Itik Peking merupakan itik tipe pedaging yang termasuk dalam kategori unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem pemeliharaan itik Peking

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Definisi Probiotik dan Morfologi Bifidobacterium longum. kemampuan terapeutik pada manusia yang mengkonsumsi makanan atau

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Definisi Probiotik dan Morfologi Bifidobacterium longum. kemampuan terapeutik pada manusia yang mengkonsumsi makanan atau II. TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Probiotik dan Morfologi Bifidobacterium longum Probiotik didefinisikan sebagai mikrobia hidup yang memiliki kemampuan terapeutik pada manusia yang mengkonsumsi makanan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. sehat juga semakin meningkat. Produk-produk fermentasi bisa berasal dari berbagai

I PENDAHULUAN. sehat juga semakin meningkat. Produk-produk fermentasi bisa berasal dari berbagai I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, dan (6) Hipotesis Penelitian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Yogurt adalah pangan fungsional yang menarik minat banyak masyarakat untuk mengkonsumsi dan mengembangkannya. Yogurt yang saat ini banyak dikembangkan berbahan dasar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Susu Susu merupakan bahan pangan yang baik bagi manusia karena mengandung zat gizi yang tinggi, yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Susu adalah suatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. beberapa manfaat salah satunya adalah sebagai probiotik. Hal ini

PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. beberapa manfaat salah satunya adalah sebagai probiotik. Hal ini PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Bakteri asam laktat (BAL) merupakan bakteri yang memiliki beberapa manfaat salah satunya adalah sebagai probiotik. Hal ini dikarenakan asam - asam organik yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Nasi Uduk Makanan pokok sebagian besar penduduk Indonesia adalah nasi. Menurut Kristiatuti dan Rita (2004) makanan pokok adalah makanan yang dapat dikonsumsi

Lebih terperinci

Media Kultur. Pendahuluan

Media Kultur. Pendahuluan Media Kultur Materi Kuliah Bioindustri Minggu ke 4 Nur Hidayat Pendahuluan Medium untuk pertumbuhan skala laboratorium umumnya mahal sehingga dibutuhkan perubahan agar dapat dipakai medium yang murah sehingga

Lebih terperinci

TEKNIK PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN Interaksi Bahan dan Teknologi Pengemasan

TEKNIK PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN Interaksi Bahan dan Teknologi Pengemasan TEKNIK PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN Interaksi Bahan dan Teknologi Pengemasan Interaksi Bahan dan Kemasan Pertukaran Udara dan Panas Kelembaban Udara Pengaruh Cahaya Aspek Biologi Penyimpanan Migrasi Zat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produk yang dihasilkan oleh itik yang bernilai ekonomis antara lain: telur, daging,

I. PENDAHULUAN. Produk yang dihasilkan oleh itik yang bernilai ekonomis antara lain: telur, daging, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Itik merupakan salah satu unggas penting yang diternakkan di Indonesia. Ternak ini memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi dengan produk yang dihasilkannya. Produk yang

Lebih terperinci

Prinsip proses pengawetan dengan penurunan kadar air pada bahan pangan hasil ternak. Firman Jaya

Prinsip proses pengawetan dengan penurunan kadar air pada bahan pangan hasil ternak. Firman Jaya Prinsip proses pengawetan dengan penurunan kadar air pada bahan pangan hasil ternak Firman Jaya OUTLINE PENGERINGAN PENGASAPAN PENGGARAMAN/ CURING PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bakteri asam laktat (BAL) adalah kelompok bakteri yang bersifat Gram

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bakteri asam laktat (BAL) adalah kelompok bakteri yang bersifat Gram 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bakteri Asam Laktat (BAL) Bakteri asam laktat (BAL) adalah kelompok bakteri yang bersifat Gram positif, tidak berspora, berbentuk bulat atau batang serta memiliki kemampuan mengubah

Lebih terperinci

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN EFEK PENGERINGAN TERHADAP PANGAN HASIL TERNAK PERLAKUAN SEBELUM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pengawetan dengan suhu rendah bertujuan untuk memperlambat atau menghentikan metabolisme. Hal ini dilakukan berdasarkan fakta bahwa respirasi pada buah dan sayuran tetap

Lebih terperinci

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus Populasi Kultur Starter HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Perhitungan populasi dilakukan untuk mendapatkan kultur starter yang terbaik dari segi jumlah maupun kualitasnya. Pada tahap pendahulan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A.Tinjauan Pustaka. 1.Tanaman Tebu. tinggi dibanding tanaman lain dalam hal pemenuhan kebutuhan pemanis (Lutony,

BAB II LANDASAN TEORI. A.Tinjauan Pustaka. 1.Tanaman Tebu. tinggi dibanding tanaman lain dalam hal pemenuhan kebutuhan pemanis (Lutony, BAB II LANDASAN TEORI A.Tinjauan Pustaka 1.Tanaman Tebu Tanaman tebu merupakan sumber pemanis yang paling populer di dunia. Selain itu tanaman tebu juga diketahui mempunyai tingkat produksi gula yang tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat

BAB I PENDAHULUAN. berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan merupakan dua proses yang berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat mempengaruhi seseorang di saat mereka dewasa.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yoghurt merupakan proses fermentasi dari gula susu (laktosa) menjadi asam laktat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yoghurt merupakan proses fermentasi dari gula susu (laktosa) menjadi asam laktat BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Yoghurt Yoghurt atau yogurt adalah produk yang dihasilkan melalui fermentasi bakteri pada susu. Berbagai jenis susu dapat digunakan untuk membuat yoghurt, tapi produksi yoghurt

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Produk probiotik diharapkan mengandung sel probiotik hidup dalam jumlah tertentu, namun aktivitas metabolismenya diharapkan tidak menyebabkan perubahan pada produk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. negatif dan oksidase positif, dengan asam laktat sebagai produk utama

II. TINJAUAN PUSTAKA. negatif dan oksidase positif, dengan asam laktat sebagai produk utama 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. BAKTERI ASAM LAKTAT Bakteri asam laktat (BAL) adalah bakteri gram positif berbentuk batang, tidak membentuk spora, bersifat anaerob, pada umumnya tidak motil, katalase negatif

Lebih terperinci

IV. Hasil dan Pembahasan

IV. Hasil dan Pembahasan IV. Hasil dan Pembahasan 4.1. Keasaman Total, ph. Ketebalan Koloni Jamur dan Berat Kering Sel pada Beberapa Perlakuan. Pada beberapa perlakuan seri pengenceran kopi yang digunakan, diperoleh data ph dan

Lebih terperinci

bermanfaat bagi kesehatan manusia. Di dalam es krim yoghurt dapat

bermanfaat bagi kesehatan manusia. Di dalam es krim yoghurt dapat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Badan Standarisasi Nasional (1995), es krim adalah jenis makanan semi padat yang dibuat dengan cara pembekuan tepung es krim atau dari campuran susu, lemak hewani

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN Fermentasi Acar Kubis Putih

4. PEMBAHASAN Fermentasi Acar Kubis Putih 4. PEMBAHASAN 4.1. Fermentasi Acar Kubis Putih Fermentasi merupakan salah satu metode untuk memperpanjang umur simpan suatu bahan pangan. Ketika fermentasi berlangsung, kandungan gula sangat dibutuhkan

Lebih terperinci

Media Kultur. Pendahuluan. Komposisi Media 3/9/2016. Materi Kuliah Mikrobiologi Industri Minggu ke 3 Nur Hidayat

Media Kultur. Pendahuluan. Komposisi Media 3/9/2016. Materi Kuliah Mikrobiologi Industri Minggu ke 3 Nur Hidayat Media Kultur Materi Kuliah Mikrobiologi Industri Minggu ke 3 Nur Hidayat Pendahuluan Medium untuk pertumbuhan skala laboratorium umumnya mahal sehingga dibutuhkan perubahan agar dapat dipakai medium yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (a) (b) (c) (d) Gambar 1. Lactobacillus plantarum 1A5 (a), 1B1 (b), 2B2 (c), dan 2C12 (d) Sumber : Firmansyah (2009)

TINJAUAN PUSTAKA. (a) (b) (c) (d) Gambar 1. Lactobacillus plantarum 1A5 (a), 1B1 (b), 2B2 (c), dan 2C12 (d) Sumber : Firmansyah (2009) TINJAUAN PUSTAKA Lactobacillus plantarum Bakteri L. plantarum termasuk bakteri dalam filum Firmicutes, Ordo Lactobacillales, famili Lactobacillaceae, dan genus Lactobacillus. Lactobacillus dicirikan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. populasi mikrobia dengan berbagai ukuran dan kompleksitas. Bakteri

I. PENDAHULUAN. populasi mikrobia dengan berbagai ukuran dan kompleksitas. Bakteri I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam saluran pencernaan unggas khususnya sekum dan tembolok, terdapat populasi mikrobia dengan berbagai ukuran dan kompleksitas. Bakteri tersebut umumnya bersifat fermentatif.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dikenal dengan nama sapi Grati. Bentuk dan sifat sapi PFH sebagian besar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dikenal dengan nama sapi Grati. Bentuk dan sifat sapi PFH sebagian besar 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Peranakan Friesian Holstein Sapi Peranakan Friesian Holstein (PFH) merupakan sapi hasil persilangan antara bangsa-bangsa sapi asli Indonesia (Jawa dan Madura)

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu. dan termasuk ke dalam famili Solanacea. Buahnya merupakan sumber vitamin

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu. dan termasuk ke dalam famili Solanacea. Buahnya merupakan sumber vitamin I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia dewasa diperkirakan sekitar 0.1% dari total populasi bakteri. Populasi BAL,

I. PENDAHULUAN. manusia dewasa diperkirakan sekitar 0.1% dari total populasi bakteri. Populasi BAL, I. PENDAHULUAN Bakteri asam laktat (BAL) adalah salah satu mikroorganisme utama dalam saluran pencernaan manusia normal. Populasinya di dalam saluran pencernaan manusia dewasa diperkirakan sekitar 0.1%

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk memenuhi kebutuhan protein hewani, salah satu bahan pangan asal ternak yang dapat digunakan adalah susu. Susu merupakan bahan makanan yang istimewa bagi manusia

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN.. HALAMAN PENGESAHAN.. RIWAYAT HIDUP.. i ABSTRAK... ii ABSTRACT.. iii UCAPAN TERIMAKASIH. iv DAFTAR ISI....... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL

Lebih terperinci

Pembuatan Yogurt. 1. Pendahuluan

Pembuatan Yogurt. 1. Pendahuluan Pembuatan Yogurt 1. Pendahuluan Yoghurt merupakan salah satu olahan susu yang diproses melalui proses fermentasi dengan penambahan kultur organisme yang baik, salah satunya yaitu bakteri asam laktat. Melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan fungsional adalah pangan olahan yang mengandung satu atau lebih komponen fungsional yang berdasarkan kajian ilmiah mempunyai fungsi fisiologis tertentu, terbukti

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat Sifat yang terpenting dari bakteri asam laktat adalah memiliki kemampuan untuk memfermentasi gula menjadi asam laktat. Berdasarkan tipe fermentasi, bakteri asam laktat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Yogurt merupakan produk semi solid yang dibuat dari susu standarisasi dengan penambahan aktivitas simbiosis bakteri asam laktat (BAL), yaitu Streptococcous thermophilus

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji pendahuluan Mikrokapsul memberikan hasil yang optimum pada kondisi percobaan dengan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu. Yoghurt adalah salah satu produk olahan pangan bersifat probiotik yang

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu. Yoghurt adalah salah satu produk olahan pangan bersifat probiotik yang I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. kesehatan. Nutrisi dalam black mulberry meliputi protein, karbohidrat serta

I PENDAHULUAN. kesehatan. Nutrisi dalam black mulberry meliputi protein, karbohidrat serta I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah, (3) Maksud dan tujuan penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka pemikiran, dan (6) Hipotesis. 1.1 Latar

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian I PENDAHULUAN Dalam bab ini akan dibahas mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Calf starter merupakan susu pengganti (milk replacer) yang diberikan ke

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Calf starter merupakan susu pengganti (milk replacer) yang diberikan ke 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Calf Starter Calf starter merupakan susu pengganti (milk replacer) yang diberikan ke pedet untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya (Winarti et al., 2011). Kebutuhan pedet dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Salah satu produk pangan fungsional yang berkembang saat ini dan baik untuk kesehatan usus adalah produk sinbiotik. Produk sinbiotik merupakan produk yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Probiotik merupakan organisme hidup yang mampu memberikan efek yang menguntungkan bagi kesehatan inangnya apabila dikonsumsi dalam jumlah yang cukup (FAO/WHO, 2001;

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. panjang serta bersifat anaerob fakultatif dan katalase negatif (Prescott et al.,

I. PENDAHULUAN. panjang serta bersifat anaerob fakultatif dan katalase negatif (Prescott et al., 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lactobacillus merupakan genus terbesar dalam kelompok bakteri asam laktat (BAL) dengan hampir 80 spesies berbeda. Bakteri ini berbentuk batang panjang serta bersifat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin HASIL DAN PEMBAHASAN Bakteriosin merupakan senyawa protein yang berasal dari Lactobacillus plantarum 2C12. Senyawa protein dari bakteriosin telah diukur konsentrasi dengan menggunakan

Lebih terperinci

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI ASAM LAKTAT DARI FESES BAYI DAN EVALUASI IN VITRO POTENSI PROBIOTIK

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI ASAM LAKTAT DARI FESES BAYI DAN EVALUASI IN VITRO POTENSI PROBIOTIK ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI ASAM LAKTAT DARI FESES BAYI DAN EVALUASI IN VITRO POTENSI PROBIOTIK 1. Widodo, S.P., M.Sc., Ph.D. 2. Prof. drh. Widya Asmara, S.U., Ph.D. 3. Tiyas Tono Taufiq, S.Pt, M.Biotech

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Susu Kuda Sumbawa Kuda Sumbawa dikenal sebagai ternak penghasil susu yang dapat dikonsumsi oleh manusia. Orang-orang mengenalnya dengan sebutan susu kuda. Susu kuda

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membentuk lapisan kompleks yang menyelimuti inti. Bahan inti yang dilindungi

I. PENDAHULUAN. membentuk lapisan kompleks yang menyelimuti inti. Bahan inti yang dilindungi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Enkapsulasi merupakan teknik melindungi suatu material yang dapat berupa komponen bioaktif berbentuk cair, padat, atau gas menggunakan penyalut yang membentuk lapisan

Lebih terperinci

PAPER BIOKIMIA PANGAN

PAPER BIOKIMIA PANGAN PAPER BIOKIMIA PANGAN BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu kimia terkait erat dengan kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari urusan sandang dan pangan, bahan bakar, obat-obatan sampai bahan konstruksi

Lebih terperinci