5.1 Morfologi Suspensi Mikrokapsul Bakteri Probiotik. digunakan sebelum dilakukan proses freeze drying. Pengamatan morfologi dilakukan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "5.1 Morfologi Suspensi Mikrokapsul Bakteri Probiotik. digunakan sebelum dilakukan proses freeze drying. Pengamatan morfologi dilakukan"

Transkripsi

1 V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Morfologi Suspensi Mikrokapsul Bakteri Probiotik Morfologi sel bakteri mikrokapsul suspensi perlu diverifikasi untuk memastikan bahwa bakteri yang hasil penyalutan sesuai dengan bakteri yang digunakan sebelum dilakukan proses freeze drying. Pengamatan morfologi dilakukan dengan melakukan pewarnaan Gram pada saat hari ke-0 dan hari ke-20. Hasil pengamatan morfologi dapat dilihat pada Tabel 6 untuk hari ke-0 dan Tabel 7 untuk hari ke-20. Tabel 6. Verifikasi Morfologi Bakteri Mikrokapsul Suspensi Hari ke-0 Mikrokapsul Suspensi Bakteri L. plantarum Bentuk Sel : Batang Warna : Ungu Pewarnaan : Gram Positif Perbesaran 1000x Mikrokapsul Suspensi Bakteri L. acidophilus Bentuk Sel : Batang Warna : Ungu Pewarnaan : Gram Positif Perbesaran 1000x Mikrokapsul Suspensi Bakteri B. bifidum Bentuk Sel : Batang Warna : Ungu Pewarnaan : Gram Positif Perbesaran 1000x 53

2 54 Tabel 7. Verifikasi Morfologi Bakteri Mikrokapsul Suspensi Hari ke-20 Mikrokapsul Suspensi Bakteri L. plantarum Bentuk Sel : Batang Warna : Ungu Pewarnaan : Gram Positif Perbesaran 1000x Mikrokapsul Suspensi Bakteri L. acidophilus Bentuk Sel : Batang Warna : Ungu Pewarnaan : Gram Positif Perbesaran 1000x Mikrokapsul Suspensi Bakteri B. bifidum Bentuk Sel : Batang Warna : Ungu Pewarnaan : Gram Positif Perbesaran 1000x Berdasarkan Tabel 6 dan Tabel 7, bentuk sel dari ketiga jenis bakteri tersebut tidak banyak mengalami perubahan setelah disimpan 20 hari. Pada bakteri L. plantarum dan L. acidophilus memiliki bentuk batang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sukarminah, Sumanti, dan Hanidah (2008) bahwa bakteri jenis Lactobacillus memiliki bentuk batang, gram positif, dan sering ditemukan dalam produk-produk susu. Pengamatan pada bakteri B. bifidum ditemukan koloni bakteri berbentuk batang dan membentuk seperti huruf Y. Hasil ini sesuai dengan

3 55 pernyataan Soeharsono (2010), Bifidobacterium sp mempunyai bentuk koloni pertumbuhan seperti bentuk pohon dengan percabangan (arborescent). Ketiga bakteri yang digunakan memiliki warna ungu saat dilakukan pewarnaan Gram. Hasil pewarnaan ini termasuk dalam bakteri Gram positif. Menurut Sudarsono (2008), hasil pewarnaan Gram positif berwarna ungu, sedangkan bakteri Gram negatif berwarna merah muda. Hal tersebut didasarkan atas perbedaan komposisi dinding sel yang dimiliki keduanya. Pewarnaan Gram positif terbentuk karena asam-asam ribonukleat pada sitoplasma sel membentuk ikatan yang lebih kuat dengan kompleks ungu kristal violet, sehingga ikatan kimiawi tersebut tidak mudah dipecahkan oleh pemucat warna. Sel Gram positif mempunyai dinding dengan lapisan peptidoglikan yang lebih tebal dari sel Gram negatif. Bakteri Gram negatif mengandung lipid dan lemak dalam persentase yang lebih tinggi daripada bakteri Gram positif Bentuk dan Ukuran Mikrokapsul Suspensi Bakteri Probiotik Pengamatan morfologi dan ukuran mikrokapsul suspensi bakteri probiotik dilakukan dengan menggunakan mikroskop fluoresences. Serbuk mikrokapsul hasil freeze-drying ditempatkan merata pada object glass, lalu diamati dibawah mikroskop dengan pembesaran 40 kali. Pengamatan bentuk maupun ukuran ini dibandingkan dengan mikrokapsul biomassa bakteri probiotik dengan jenis bakteri yang sama. Hasil perbandingan dapat dilihat pada Tabel 8.

4 56 Tabel 8. Pengamatan Perbandingan Bentuk dan Ukuran Mikrokapsul Suspensi dan Biomassa Bakteri Probiotik Pengamatan Mikrokapsul Suspensi L. acidophilus Mikrokapsul Biomassa L. acidophilus Bentuk Tidak beraturan, seperti Tidak beraturan, seperti pecahan pecahan kaca kaca Ukuran 151,59 μm 159,64 μm Gambar Berdasarkan Tabel 8, perbandingan bentuk dari mikrokapsul supensi maupun biomassa bakteri L. acidophilus sama-sama menunjukkan bentuk lekukan yang tidak beraturan. Bentuk serbuk mikrokapsul bakteri probiotik ini saat diamati dibawah mikroskop fluoresences memiliki bentuk tidak beraturan dan seperti pecahan kaca. Bentuk mikrokapsul yang baik adalah bulat tanpa kerutan yang berarti bahan aktif terkapsul dengan baik (Khasanah, dkk., 2015). Hasil lekukan yang tidak beraturan tersebut berkaitan dengan bahan penyalut yang digunakan, yaitu maltodesktrin dan susu skim. Maltodesktrin memiliki sifat emulsi yang kurang baik bila dibandingkan dengan susu skim. (Dickinson, 2003). Hasil yang didapatkan seharusnya memiliki bentuk yang bulat dan tidak pecah-pecah akibat adanya susu skim, namun konsentrasi maltodesktrin yang lebih besar dibandingkan susu skim menyebabkan bentuk tidak beraturan dan pecah-pecah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sheu, 1998 dalam Thies, 2001, bahwa lekukan-lekukan yang terbentuk karena sifat yang dimiliki

5 57 material bahan enkapsulan yang digunakan seperti polisakarida. Selain akibat dari bahan enkapsul yang digunakan, menurut Buma dan Henstra (1971) dalam Rosenberg et al, (1985), lekukan terjadi juga akibat proses penyusutan atau pengkerutan partikel yang terjadi saat proses pengeringan dan pendinginan. Lekukan yang serupa juga diamati pada partikel susu bubuk. Ukuran dari mikrokapsul suspensi maupun biomassa bakteri L. acidophilus berturut-turut adalah 151,59 μm dan 159,64 μm pada pembesaran 40 kali. Ukuran mikrokapsul tersebut dipilih pada bentuk mikrokapsul yang paling besar, karena bentuk mikrokapsul yang dihasilkan tidak beraturan. Ukuran ini sesuai dengan pendapat Lachman et al (1994) dikutip Istiyani (2008), bahwa bahan inti mikrokapsul dapat berupa partikel tunggal atau bentuk agregat dan biasanya memiliki ukuran partikel antara mikrometer. 5.2 Kadar Air Mikrokapsul Suspensi Bakteri Probiotik Hasil analisis (Lampiran 3) menunjukan terdapat hubungan linier antara lama penyimpanan terhadap jumlah kadar air. Persamaan regresi, koefisien determinasi (R 2 ), serta koefisien korelasi (r) hubungan antara lama penyimpanan (x) dengan kadar air (y) pada berbagai jenis mikrokapsul suspensi bakteri probiotik dan suhu penyimpanan dapat dilihat pada Lampiran 3 dan Gambar 9.

6 KADAR AIR (%) y = 0.136x r = R 2 = y = 0.134x r = R 2 = y = 0.118x y = 0.131x r = R 2 = r = R 2 = y = 0.081x r = R 2 = y = 0.110x r = R 2 = LAMA PENYIMPANAN (HARI) B. bifidum 25 B. bifidum 35 L. plantarum 25 L. plantarum 35 L. acidophilus 25 L. acidophillus 35 Gambar 9. Hubungan antara Lama Penyimpanan dengan Kadar Air Suspensi Bakteri Probiotik Berdasarkan grafik pada Gambar 9 dapat dilihat bahwa lama penyimpanan mikrokapsul suspensi bakteri probiotik pada kemasan metalized plastic berpengaruh terhadap jumlah kadar air mikroenkapsulasi tersebut. Nilai R 2 yang didapatkan sebesar 0,834 0,978, artinya lama penyimpanan mempengaruhi kadar air sebesar 83,4 97,8%, sisanya dipengaruhi oleh variabel lain. Nilai Keeratan hubungan (r) sebesar 0,913 0,989 menyatakan bahwa antara kadar air mikroenkapsulasi suspensi bakteri probiotik dan suhu penyimpanan memiliki hubungan yang sangat kuat terhadap lama penyimpanan. Nilai slope dari persamaan regresi menunjukkan bahwa setiap peningkatan lama penyimpanan akan menaikan kadar air sebesar 0,081 0,136. Peningkatan kadar air ini disebabkan mikrokapsul ini bersifat higroskopis karena penggunaan maltodesktrin sebagai bahan penyalut. Maltodekstrin terdiri dari

7 59 granula-granula yang bersifat hidrofilik. Molekul maltodekstrin tersebut mempunyai banyak gugus hidroksil sehingga dapat mengikat air dalam jumlah besar. Terjadinya ikatan antara gugus hidroksil dengan molekul air akan menyebabkan molekul air yang semula berada di luar granula maltodekstrin dan dalam keadaan bebas menjadi berada dalam granula dan tidak bebas lagi. Semakin tinggi kadar maltodekstrin yang ditambahkan semakin kental suspensi yang dihasilkan sehingga semakin sulit terjadinya penguapan air, karena maltodekstrin mempunyai kemampuan pengikatan yang baik (Hui, 1993). Kadar air mikrokapsul tiga suspensi bakteri probiotik yang dihasilkan setelah proses freeze drying pada hari ke 0 penyimpanan rata-rata kurang dari 3%. Rendahnya kadar air dari mikrokapsul yang dihasilkan ini dipengaruhi oleh penggunaan metode freeze drying. Menurut Haryani et al. (2012), metode freeze drying dapat meninggalkan kadar air produk hingga 1%. Berdasarkan pernyataan tersebut, metode freeze drying dapat menyebabkan bahan pangan menjadi lebih kering dan tahan lebih lama. Kadar air rata-rata tiga mikrokapsul suspensi bakteri probiotik pada akhir penyimpanan atau hari ke-20 berkisar 4,18 4,95%. Nilai kadar air hasil penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan kadar air mikrokapsul beberapa penelitian sebelumnya, sehingga dapat dikatakan baik. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Seveline (2005), enkapsulasi bakteri probiotik dengan penambahan dekstrin dan triasil gliserol menghasilkan kadar air sebesar 7-12%. Penelitian yang dilakukan oleh Rizqiati et al. (2009) menghasilkan kadar air pada mikrokapsul suspensi bakteri L.plantarum dengan bentuk kultur suspensi yang menggunakan bahan enkapsulasi

8 60 campuran susu skim-gum arab sebesar 9,2% dan bahan enkapsulasi susu skim sebesar 8,9%. Rendahnya kadar air produk mikrokapsul ini disebabkan juga karena produk mikrokapsul suspensi bakteri probiotik ini dikemas menggunakan kemasan metalized plastic. Kemasan metalized plastic memiliki permeabilitas yang rendah, yaitu sebesar g/m 2.24h Rendahnya permeabilitas ini menyebabkan transfer air dan uap air dari lingkungan sulit menembus kemasan karena tingkat kerapatan yang lebih rendah. 5.3 Viabilitas Mikrokapsul Suspensi Bakteri Probiotik Viabilitas merupakan parameter ketahanan suatu mikroba dalam hal ini terhadap penyimpanan dan terhadap kondisi tubuh, dimana mikroba probiotik dapat dikatakan bermanfaat saat mikroba tersebut telah sampai di usus. Penghitungan hasil viabilitas pada penelitian ini adalah persentase perbandingan jumlah sel bakteri pada awal penyimpanan sampai hari ke-20 penyimpanan. Hasil viabilitas dari tiga mikrokapsul suspensi bakteri probiotik dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Viabilitas Tiga Mikrokapsul Suspensi Bakteri Probiotik Bakteri Jumlah Total Jumlah Total Suhu ( Hari Bakteri Bakteri C) (cfu/g) (cfu/g) L. plantarum x ,96 log x ,90 log x ,96 log x ,44 log L. acidophilus x ,52 log x ,09 log x ,52 log x ,71 log B. bifidum x ,45 log x ,44 log x ,45 log x ,19 log % Viabilitas 88,08 84,94 91,42 88,55 94,04 92,43

9 61 Data pada Tabel 9 menunjukkan bahwa nilai viabilitas dari tiga suspensi mikrokapsul bakteri pada semua perlakuan berada diatas 80%. Bakteri L. plantarum memiliki viabilitas terendah, sedangkan B. bifidum merupakan bakteri dengan viabilitas tertinggi. Bakteri B. bifidum memiliki ketahanan yang lebih baik dibandingkan dua bakteri lainnya berdasarkan hasil viabilitas pada tabel diatas. Hal ini berkaitan dengan kemampuan masing-masing karakteristik dan sifat jenis bakteri yang berbeda-beda. Hasil pada Tabel 9 menunjukkan bahwa suhu penyimpanan juga mempengaruhi viabilitas bakteri. Viabilitas bakteri pada suhu 35 C memiliki nilai viabilitas yang lebih rendah dibandingkan pada suhu 25 C. Hal ini disebabkan semakin tinggi suhu penyimpanan, maka pertumbuhan bakteri semakin meningkat, sehingga penurunan jumlah bakteri semakin cepat. Menurut Dave dan Shah (1997), suhu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri probiotik dalam suatu produk. Produk mikrokapsul suspensi bakteri probiotik pada penelitian ini mengalami proses pengemasan, maka jenis kemasan yang digunakan mempengaruhi viabilitas dari sel bakteri. Permeabilitas yang rendah pada kemasan metalized plastic menjaga produk tetap kering karena aktivitas air (A w ) yang rendah sehingga laju penurunan mutu terhambat. Hal itu diperkuat dengan pernyataan Labuza (1980) dikutip deman (1989), bahwa aktivitas air berpengaruh besar terhadap laju dari banyak reaksi kimia dalam makanan dan terhadap laju pertumbuhan mikroba.

10 Ketahanan Mikrokapsul Suspensi Bakteri Probiotik Terhadap ph Rendah Bakteri probiotik merupakan bakteri yang berguna untuk membantu sistem pencernaan pada tubuh manusia, oleh karena itu bakteri ini harus tahan terhadap saluran pencernaan manusia yang memiliki ph rendah. Pengujian ketahanan ph rendah pada mikrokapsul suspensi bakteri probiotik ini dilakukan dengan cara perhitungan jumlah koloni bakteri pada media MRS Agar yang sudah dimodifikasi dengan penambahan HCl 37% hingga media memiliki nilai ph sebesar ± 2. Hasil ketahanan mikrokapsul terhadap ph rendah dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Ketahanan Mikrokapsul Suspensi Bakteri Probiotik Terhadap ph rendah Jumlah Total Bakteri Jumlah % Bakteri (cfu/g) Penurunan Penurunan Jam ke-0 Jam ke-5 (cfu/g) L. plantarum 1,1 x ,4 x ,66 log 13,09 L. acidophilus 1,9 x ,1 x ,24 log 4,54 B. bifidum 1,1 x ,1 x ,04 log 0,79 Berdasarkan Tabel 10, nilai persentase penurunan jumlah bakteri pada ketiga kultur bakteri yang digunakan tidak lebih dari 15% setelah 5 jam. Hal ini disebabkan karena tiga jenis bakteri yang digunakan termasuk bakteri asam laktat yang tahan terhadap ph rendah dan kebanyakan hidup pada saluran pencernaan manusia. Menurut Modler (1994), bakteri Bifidobacterium merupakan komponen mikroflora penting dalam usus manusia dan hewan. Sama halnya dengan bakteri L. acidophilus yang merupakan flora normal dalam saluran cerna yang sangat penting dalam

11 63 memberikan pertahanan saluran cerna dengan cara menghambat kolonisasi mikroba patogen (Subijanti dan Rahuh, 2005 dikutip Sulistijowati, 2012). Pengamatan ketahanan ph ini dilakukan pada akhir masa penyimpanan di suhu 25 C karena pada kondisi tersebut merupakan rata-rata suhu ruang dan produk makanan paling mudah disimpan pada suhu tersebut. Pengamatan dengan menghitung jumlah koloni bakteri dilakukan pada jam ke-0 dan jam ke-5. Penentuan waktu ini berdasarkan lamanya makanan pada lambung yaitu 2-6 jam (Gropper dan Groof, 2001 dikutip Puspawati, 2008). Penggunaan HCl 37% pada media MRS Agar bertujuan untuk mengkondisikan ph pada asam lambung, yaitu ph 2-3. Asam lambung (HCl) termasuk asam kuat yang terdisosiasi dalam medium dan mampu menurunkan ph eksternal tetapi tidak dapat menembus membran sel. Adaptasi struktur membran luar merupakan mekanisme resistensi bakteri terhadap asam yang tergolong asam kuat. Adaptasi dapat berupa perubahan komposisi asam lemak dan fosfolipid membran (Puspawati et al, 2010). 5.5 Ketahanan Mikrokapsul Suspensi Bakteri Probiotik Terhadap Garam Empedu Salah satu syarat bakteri probiotik adalah dapat bertahan terhadap garam empedu yang disekresikan oleh hati. Menurut Russel (1992), ketahanan terhadap garam empedu merupakan ciri yang penting bagi bakteri probiotik sebab menentukan aktivitasnya didalam saluran pencernaan, terutama di saluran usus bagian atas tempat empedu disekresikan. Konsentrasi garam empedu yang digunakan sebesar 0,5%. Hal

12 64 ini dikarenakan konsentrasi tersebut ekuivalen dengan konsentrasi fisiologis garam empedu dalam duodenum (Moser dan Savage, 2001). Pengujian ketahanan terhadap garam empedu ini sama dengan pengujian ketahanan ph rendah. Perbedaannya terletak pada penambahan bile salt agar pada media MRS Agar sebanyak 0,5%. Hasil pengujian ketahanan mikrokapsul suspensi bakteri probiotik terhadap garam empedu dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Ketahanan Mikrokapsul Suspensi Bakteri Probiotik Terhadap Garam Empedu Jumlah Total Jumlah % Bakteri Bakteri (cfu/g) Penurunan Penurunan Jam ke-0 Jam ke-5 (cfu/g) L. plantarum 1,2 x ,1 x ,04 log 20,47 L. acidophilus 2,4 x ,2 x ,05 log 19,52 B. bifidum 1,4 x ,1 x ,11 log 21,55 Berdasarkan Tabel 11, ketiga bakteri memiliki ketahanan yang baik terhadap garam empedu. Hal ini dapat dilihat bahwa penurunan akibat garam empedu rata-rata turun tidak lebih dari 25%. Hasil ini menyatakan bahwa ketiga jenis bakteri yang digunakan termasuk dalam kelompok bakteri probiotik karena dapat tahan terhadap garam empedu. Garam empedu termasuk dalam kelompok garam natrium dan kalium dari asam empedu yang berkonjugasi dengan glisin atau taurin, suatu turunan dari sistin. Penurunan jumlah sel bakteri pada Tabel 11 disebabkan reaksi bakteri dengan garam empedu 0,5% yang menyebabkan terjadinya kebocoran pada sel yang

13 65 diinduksi oleh garam empedu, namun tidak sampai menyebabkan sel mengalami lisis (Puspawati et al., 2010). Toleransi terhadap garam empedu diduga disebabkan oleh peranan polisakarida sebagai salah satu komponen penyusun dinding sel bakteri gram positif namun mekanisme yang terlibat didalamnya belum diketahui dengan jelas (Surono et al., 2000). Ketahanan terhadap garam empedu juga dipengaruhi oleh bahan penyalut yang digunakan. Penyalut pada penelitian ini adalah 10% susu skim yang dikombinasikan dengan maltodekstrin 20% dan memberikan ketahanan terhadap garam empedu yang baik. Hal ini sesuai dengan penelitian Puspawati (2008), bahwa susu skim memberikan ketahanan yang terbaik dibanding bahan penyalut lain (sukrosa, laktosa, dan maltodekstrin). 5.6 Umur Simpan Mikrokapsulasi Suspensi Bakteri Probiotik Pendugaan umur simpan mikroenkapsulasi suspensi bakteri probiotik ini menggunakan model Arrhenius. Model Arrhenius dipilih karena adanya kultur bakteri probiotik yang sensitif terhadap perubahan suhu penyimpanan pada produk ini. Penentuan umur simpan dengan model Arrhenius menggunakan data objektif yang didapat dari hasil perhitungan jumlah koloni bakteri dengan metode Total Plate Count (TPC), yang diasumsikan sebagai kinetika perubahan mutu, setiap 5 hari sekali selama 20 hari. Menurut Burgain et al. (2010), syarat makanan probiotik harus memiliki jumlah BAL sebesar 10 7 CFU/g ketika akan dikonsumsi. Jumlah tersebut merupakan batas minimal yang digunakan apabila suatu produk pangan dikatakan sebagai probiotik. Data kinetika perubahan yang didapat selama 25 hari kemudian

14 66 diplotkan dalam bentuk kurva linier dan eksponensial untuk mengetahui ordo reaksi yang berlaku pada perubahan mutu yang terjadi. Tahapan untuk menentukan umur simpan pada produk pangan, yaitu penentuan ordo reaksi, perhitungan nilai Q 10 (laju penurunan mutu), Ea (Energi Aktivasi), A o (nilai laju kinetik pre-eksponensial), dan K (nilai laju kinetik) Penentuan Ordo Reaksi Penentuan ordo reaksi pada model Arrhenius berkaitan dengan laju perubahan mutu produk. Jika pada reaksi ordo nol, persentase penurunan mutu bersifat konstan pada suhu tetap, maka pada reaksi ordo satu penurunan mutu terjadi secara eksponensial. Data yang diplotkan untuk kurva ordo nol adalah waktu dalam hari (x) dan jumlah mikroba (y) pada penyimpanan suhu 25 o C dan 35 o C, sedangkan data yang diplotkan untuk kurva ordo satu adalah waktu dalam hari (x) dan ln jumlah mikroba (y) pada penyimpanan suhu 25 o C dan 35 o C. Hasil perhitungan jumlah mikroba selama penyimpanan dapat dilihat pada Lampiran 5, sedangkan nilai R 2 (R square) yang terbentuk berdasarkan ordo reaksi pada semua perlakuan dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Nilai R 2 (R square) pada Ordo nol dan Ordo 1 Kultur Baktreri Perlakuan Nilai R 2 Ordo Nol Ordo Satu L. plantarum LP25 0,537 0,834 LP35 0,526 0,853 L. acidophilus LA25 0,542 0,726 LA35 0,526 0,735 B. bifidum BB25 0,916 0,951 BB35 0,892 0,992

15 67 Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 12, nilai koefisien determinasi (R 2 ) pada ordo satu disetiap perlakuan suhu penyimpanan lebih besar dibandingkan dengan koefisien determinasi (R 2 ) pada ordo nol. Hasil tersebut sesuai dengan pernyataan Labuza (1982) bahwa penurunan mutu yang diakibatkan kerusakan bahan pangan yang mengikuti kinetika reaksi ordo satu meliputi ketengikan, pertumbuhan mikroba, produksi off-flavour (penyimpangan flavor) oleh mikroba pada daging, ikan, unggas, kerusakan vitamin, penurunan mutu protein, dan sebagainya. Metode Arrhenius memiliki dua parameter ordo reaksi unutuk penentuan umur simpan, yaitu ordo nol dan ordo satu (Ramadhani, 2015). Umumnya, reaksi kimia dipengaruhi oleh suhu, sehingga model Arrhenius ini mensimulasikan percepatan kerusakan produk pada kondisi penyimpanan diatas suhu penyimpanan normal. Laju reaksi kimia yang dapat memicu kerusakan produk pangan umumnya mengikuti laju reaksi ordo 0 dan ordo 1 (Kusnandar, 2006 dikutip Wahyuningrum, 2010). Ordo reaksi yang terpilih ditentukan berdasarkan koefisien determinasi atau koefisien penentu (R 2 ) terbesar antara ordo nol dan ordo satu. Setelah ditentukan ordo reaksinya, kemudian dilakukan penentuan nilai K. Nilai K merupakan laju kinetik konstan yang terjadi selama penyimpanan akibat adanya pengaruh suhu terhadap kecepatan reaksi atau secara empiris dapat dinyatakan sebagai konstanta penurunan mutu (Arpah, 2001 dikutip Ristiani, 2014). Penentuan nilai K pada suhu 25 o C dan 35 o C dilakukan berdasarkan nilai slope pada persamaan ordo reaksi satu. Nilai K pada setiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 13.

16 68 Tabel 13. Laju Kinetik Konstan (K) pada Penyimpanan Suhu 25 o C dan 35 o C Kultur Bakteri Suhu 25 o C Nilai K Suhu 35 o C L. plantarum -0,207-0,265 L. acidophilus -0,142-0,178 B. bifidum -0,107-0,144 Berdasarkan Tabel 13, nilai K yang didapatkan dari tiap kultur bakteri bernilai negatif (-). Nilai K yang bernilai negatif menandakan bahwa penurunan mutu yang terjadi diakibatkan oleh berkurangnya jumlah BAL pada mikrokapsul suspensi bakteri probiotik. Penurunan BAL ini berhubungan dengan lama penyimpanan produk yang diakibatkan oleh faktor lingkungan serta kemasan yang digunakan. Menurut Sumanti, dkk (2013), peningkatan lama penyimpanan akan menurunkan pertumbuhan BAL sebesar CFU/g. Kemasan metalized plastic yang digunakan juga membantu menjaga produk dari faktor lingkungan sehingga laju penurunan mutu produk terhambat. Hal ini sesuai dengan penelitian Ramadhani (2015), bahwa bahwa nilai K pada perlakuan kemasan plastik metalized plastic lebih kecil dibandingkan dengan nilai K pada perlakuan kemasan plastic nylon pada biskuit sinbiotik. Selain itu, dapat dilihat bahwa nilai K pada suhu 35 o C lebih besar dibandingkan dengan dengan nilai K pada suhu 25 o C. Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan suhu penyimpanan menyebabkan laju penurunan mutu akan semakin meningkat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Syarief dan Halid (1993), bahwa secara umum reaksi kimia lebih cepat terjadi pada suhu tinggi. Oleh sebab itu konstanta laju reaksi kimia (k) akan semakin besar pada suhu yang lebih tinggi.

17 Mencari Nilai Q 10 Setelah dilakukan penentuan nilai K pada suhu 25 o C dan 35 o C, kemudian dilakukan perhitungan terhadap nilai Q 10. Nilai Q 10 merupakan faktor percepatan reaksi penurunan mutu terhadap suhu. Nilai Q 10 ditentukan berdasarkan rasio antara nilai K pada kedua suhu penyimpanan. Nilai Q 10 pada berbagai perlakuan dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Nilai Q 10 pada Semua Perlakuan Kultur Bakteri Nilai Q 10 L. plantarum 1,2802 L. acidophilus 1,2535 B. bifidum 1,3458 Berdasarkan Tabel 14 diketahui bahwa nilai Q 10 dari bakteri L. plantarum pada suhu penyimpanan 25 C dan 35 C adalah 1,2802, yang artinya bahwa setiap kenaikan suhu 10 C maka terjadi peningkatan laju kinetik terhadap penurunan mutu sebesar 1,2802. Hal tersebut menunjukkan bahwa laju penurunan mutu mikrokapsul suspensi bakteri L. plantarum pada suhu 35 C sama dengan 1,2802 kali laju penurunan mutu mikrokapsul suspensi bakteri probiotik pada suhu 25 C. Hal ini juga berlaku untuk bakteri L. acidophilus dan B. bifidum yang memiliki nilai Q 10 masingmasing 1,2535 dan 1,3458. Model Q 10 adalah pemanfaatan lebih lanjut dari model Arrhenius. Model ini dipakai untuk menduga berapa besar perubahan laju reaksi atau laju penurunan mutu produk makanan jika produk tersebut disimpan pada suhu-suhu tertentu. Suhu

18 70 merupakan faktor penting pada laju perubahan mutu makanan. Dengan demikian model ini dapat digunakan untuk menduga masa kadaluarsa produk makanan tertentu yang disimpan pada berbagai suhu (Syarief dan Halid, 1993) Mencari Nilai C dan Energi Aktivasi (Ea) Nilai C merupakan fungsi dari laju reaksi terhadap suhu tinggi. Nilai C dicari untuk memperoleh nilai Ea (energi aktivasi). Menurut Labuza (1982), energi aktivasi merupakan energi minimum yang dibutuhkan agar reaksi deteriosasi dapat berjalan. Nilai C dan Ea (energi aktivasi) dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Nilai C dan Ea pada Semua Perlakuan Kultur Bakteri Nilai C Ea (J/mol) L. plantarum 2267, ,6438 L. acidophilus 2073, ,326 B. bifidum 2772, ,7871 Berdasarkan data pada Tabel 15, nilai Ea dari terbesar sampai terkecil berturut-turut adalah B. bifidum, L. plantarum, dan L. acidophilus. Menurut Handayani (2008), semakin besar nilai Ea maka energi yang dibutuhkan agar reaksi dapat berjalan akan semakin besar sehingga akan lebih lama mengalami kemunduran mutu. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa bakteri B. bifidum mengalami kemunduran mutu yang lebih lama dan bakteri L. acidophilus mengalami kemunduran mutu tercepat. Hal ini berkaitan dengan kemampuan bakteri selama penyimpanan. Berdasarkan penelitian Goderska dan Zbigniew (2008), L. acidophilus

19 71 pada kultur kering mengalami penurunan jumlah bakteri lebih cepat dibandingkan B. bifidum pada penyimpanan di suhu 4 C. Kemunduran mutu karena penurunan jumlah bakteri ini juga dapat dipengaruhi kemasan yang digunakan. Kemasan metalized plastic yang digunakan memiliki kemampuan mempertahankan mutu produk yang dikemas. Hal ini sesuai dengan penelitian Ramadhani (2015) bahwa kemasan metalized plastic menghasilkan nilai Ea lebih besar dibandingkan dengan menggunakan plastik nylon, sehingga energi yang dibutuhkan agar reaksi dapat berjalan akan semakin besar sehingga akan lebih lama mengalami kemunduran mutu. Nilai permeabilitas kemasan yang tinggi dapat mempercepat kemunduran mutu suatu produk. Menurut Ristiani (2014), semakin tinggi permeabilitas suatu kemasan maka uap air atau gas akan semakin mudah masuk dan keluar dari kemasan sehingga memerlukan energi aktivasi yang semakin sedikit untuk terjadinya penurunan mutu Mencari Nilai Laju Kinetik Pre-eksponansia (A 0 ) dan Laju Kinetik pada Berbagai Suhu (K T ) Tahap selanjutnya adalah menghitung nilai A 0 dan nilai K T. nilai A 0 merupakan konstanta pre-eksponansial yang memiliki nilai konstan yang tidak dipengaruhi oleh suhu penyimpanan. Nilai K merupakan laju kinetik konstan, dimana dalam grafik K dinyatakan sebagai slope. Ea merupakan energi aktivasi, R merupakan tetapan gas konstan (8,315 J/mol.K), dan T merupakan suhu penyimpanan (dalam Kelvin).

20 72 Nilai laju kinetik (K) berhubungan dengan umur simpan mikroenkapsulasi suspensi bakteri probiotik. Semakin tinggi nilai K, maka penurunan mutu yang terjadi akan semakin besar sehingga umur simpan mikrokapsul suspensi probiotik ini akan semakin pendek. Nilai A 0 dan K T dapat dilihat pada Tabel 16 dan Tabel 17. Tabel 16. Nilai Laju Kinetik Pre-eksponensia (A 0 ) pada Berbagai Perlakuan Kultur Bakteri Nilai A 0 L. plantarum -416,7867 L. acidophilus -119,0981 B. bifidum -1171,4286 Tabel 17. Laju Kinetik (K) pada Berbagai Suhu Penyimpanan Suhu Nilai K Penyimpanan ( o C) L. plantarum L. acidophilus B. bifidum 5-0,1198-0,0687-0, ,1383-0,0783-0, ,1589-0,0890-0, ,1818-0,1006-0, ,2070-0,1133-0, ,2347-0,1271-0, ,2650-0,1420-0,1442 Berdasarkan Tabel 16, dapat dilihat bahwa mikrokapsul suspensi bakteri L.plantarum memiliki nilai konstanta pre-eksponensial sebesar -416,7821. Bakteri L.acidophilus memiliki nilai konstanta pre-eksponensial -119,0981, sedangkan untuk bakteri B.bifidum memiliki nilai konstanta pre-eksponensial sebesar -1171,4286. Nilai konstanta pre-eksponensial (A0) dilakukan untuk menghitung laju kinetik (K) pada berbagai suhu penyimpanan sehingga umur simpan suatu produk dapat didapat.

21 73 Berdasarkan Tabel 17, nilai laju kinetik (K) berbagai suhu penyimpanan pada bakteri L. plantarum berkisar antara -0,1198 sampai -0,2650. Bakteri L.acidophilus memiliki nilai laju kinetik -0,0687 sampai -0,1420, sedangkan untuk bakteri B.bifidum memiliki nilai nilai laju kinetik sebesar -0,0546 sampai -0,1442. Semakin rendah rendah suhu penyimpanan maka nilai K akan semakin menurun. Hal ini dikarenakan semakin rendah suatu suhu penyimpanan, maka laju kinetik kerusakan bahan pangan akan semakin rendah pula. Secara umum reaksi kimia lebih cepat terjadi pada suhu tinggi. Oleh sebab itu konstanta laju reaksi kimia (k) akan semakin besar pada suhu yang lebih tinggi (Syarief dan Halid, 1991 dikutip Ramadhani, 2015) Jenis kemasan yang digunakan juga berpengaruh terhadap nilai K. Berdasarkan penelitian Ramadhani (2015), permeabilitas suatu kemasan berbanding lurus dengan nilai K yang dihasilkan. Kemasan metalized plastic memiliki permeabilitas yang rendah, yaitu 0,3205 g/m 2.24h, sehingga uap air atau gas tidak akan mudah masuk dan keluar dari kemasan. Menurut Labuza (1980) dikutip deman (1989), aktivitas air berpengaruh besar terhadap laju dari banyak reaksi kimia dalam makanan dan terhadap laju pertumbuhan mikroba Perhitungan Umur Simpan (t) Perhitungan umur dapat diperluas pada berbagai suhu penyimpanan selain suhu penyimpanan pada saat penelitian. Perhitungan umur simpan pada berbagai suhu ini menggunakan persamaan Arrhenius dengan model laju kinetika berdasarkan ordo satu yang telah didapatkan. Tujuan perhitungan pada berbagai suhu ini adalah

22 74 untuk memberikan rekomendasi pada konsumen pada suhu berapa produk ini disimpan. Batasan nilai mutu akhir pada waktu t pada mikrokapsul suspensi bakteri probiotik adalah 1 x 10 7 cfu/g. Nilai ini berdasarkan rekomendasi dari International Dairy Federation merekomendasikan bahwa bakteri probiotik harus aktif dan berlimpah dalam produk dan harus terdapat minimal 10 7 cfu/g berat kering (Sultana, et al., 2000). Umur simpan mikroenkpasulasi suspensi bakteri probiotik pada berbagai suhu penyimpanan dan berbagai jenis kemasan dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Umur Simpan Mikrokapsul Suspensi Bakteri Probiotik pada Berbagai Suhu Penyimpanan Suhu Umur Simpan (Hari) Penyimpanan ( o C) L. plantarum L. acidophilus B. bifidum Berdasarkan Tabel 18, umur simpan dari setiap jenis mikrokapsul suspensi bakteri probiotik berbeda-beda. Mikrokapsul suspensi bakteri L.plantarum yang disimpan pada suhu 25 C dapat bertahan hingga 22 hari, mikrokapsul suspensi bakteri L.acidophilus dapat bertahan hingga 31 hari. Mikrokapsul suspensi bakteri B. bifidum juga memiliki umur simpan selama 31 hari pada suhu penyimpanan yang sama (suhu 25 C).

23 75 Peningkatan suhu penyimpanan menghasilkan umur simpan yang semakin singkat. Hal ini ditunjukkan juga pada Tabel 18. Menurut Ramadhani (2015), hal ini dapat disebabkan oleh semakin tinggi suhu maka laju kerusakan mutu akibat matinya bakteri yang ada semakin meningkat. Suhu merupakan faktor yang berpengaruh terhadap perubahan makanan. Semakin tinggi suhu penyimpanan maka laju reaksi berbagai senyawa kimia akan semakin meningkat (Syarief dan Halid, 1993). Umur simpan mikrokapsul suspensi bakteri probiotik terlama adalah pada suhu penyimpanan rendah. Menurut Rahmad (2012), suhu dibawah 10 o C dapat menghambat kecepatan tumbuh bakteri sehingga umur simpan produk probiotik lebih panjang daripada produk probiotik yang disimpan pada suhu ruang. Jenis kemasan dan metode pengemasasan juga mempengaruhi umur simpan produk mikrokapsul suspensi probiotik. Rendahnya permeabilitas kemasan menyebabkan penurunan jumlah bakteri probiotik berjalan dengan lambat, karena aktivitas air berpengaruh besar terhadap laju dari banyak reaksi kimia dalam makanan dan terhadap laju pertumbuhan mikroba (Labuza, 1980 dikutip deman, 1989). Metode pengemasan vakum akan mengurangi udara yang ada dalam kemasan. Semakin banyak uap air yang masuk kedalam bahan maka laju pertumbuhan mikroba akan semakin besar pula sehingga umur simpan produk menjadi singkat.

adalah produk pangan dengan menggunakan bakteri probiotik. Produk pangan Bakteri probiotik merupakan bakteri baik yang dapat memberikan keseimbangan

adalah produk pangan dengan menggunakan bakteri probiotik. Produk pangan Bakteri probiotik merupakan bakteri baik yang dapat memberikan keseimbangan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu produk pangan fungsional yang banyak dikembangkan saat ini adalah produk pangan dengan menggunakan bakteri probiotik. Produk pangan probiotik merupakan produk

Lebih terperinci

pangan fungsional yang beredar di pasaran. Salah satu pangan fungsional yang

pangan fungsional yang beredar di pasaran. Salah satu pangan fungsional yang III. KERANGKA PIKIRAN DAN HIPOTESIS 3.1. Kerangka Pikiran Kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan memicu banyaknya produk pangan fungsional yang beredar di pasaran. Salah satu pangan fungsional

Lebih terperinci

Percobaan akan dilakukan pada bulan Mei-September Percobaan. Keteknikan Pengolahan Pangan, Laboratorium Pilot Plan, dan Laboratorium Kimia

Percobaan akan dilakukan pada bulan Mei-September Percobaan. Keteknikan Pengolahan Pangan, Laboratorium Pilot Plan, dan Laboratorium Kimia IV. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Percobaan Percobaan akan dilakukan pada bulan Mei-September 2015. Percobaan dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Pangan, Laboratorium Isolasi, Laboratorium

Lebih terperinci

masyarakat adalah keju, yoghurt, kefir, maupun susu fermentasi (Siswanti,

masyarakat adalah keju, yoghurt, kefir, maupun susu fermentasi (Siswanti, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini memudahkan masyarakat untuk mendapatkan informasi mengenai makanan maupun minuman yang memiliki dampak yang positif bagi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memberikan efek menyehatkan bagi inangnya dengan cara memperbaiki komposisi

I. PENDAHULUAN. memberikan efek menyehatkan bagi inangnya dengan cara memperbaiki komposisi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkatnya kebutuhan konsumen akan produk yang dapat memberikan efek menguntungkan bagi kesehatan mendorong pengembangan probiotik. Probiotik adalah mikroorganisme

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. bawang putih, dan asam jawa. Masing-masing produsen bumbu rujak ada yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. bawang putih, dan asam jawa. Masing-masing produsen bumbu rujak ada yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bumbu rujak Rujak manis adalah semacam salad. Rujak manis terdiri dari campuran beberapa potongan buah segar dengan dibumbui saus manis pedas. Pada umumnya bumbu rujak manis terbuat

Lebih terperinci

bulan Februari 2017, sedangkan penelitian utama dilaksanakan bulan April hingga

bulan Februari 2017, sedangkan penelitian utama dilaksanakan bulan April hingga IV. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian pendahuluan dilaksanakan dari bulan Januari sampai dengan bulan Februari 2017, sedangkan penelitian utama dilaksanakan bulan April

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pati merupakan polisakarida yang terdiri atas unit-unit glukosa anhidrat.

BAB I PENDAHULUAN. Pati merupakan polisakarida yang terdiri atas unit-unit glukosa anhidrat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pati merupakan polisakarida yang terdiri atas unit-unit glukosa anhidrat. Komposisi utama pati adalah amilosa dan amilopektin yang mempunyai sifat alami berbeda-beda.

Lebih terperinci

PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK PANGAN

PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK PANGAN PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK PANGAN Paper Pendugaan Umur Simpan Produk Kopi Instan Formula Merk-Z Dengan Metode Arrhenius, kami ambil dari hasil karya tulis Christamam Herry Wijaya yang merupakan tugas

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Parameter sensori sangat penting pada tahap penelitian dan pengembangan produk pangan baru. Produk baru yang dihasilkan harus memiliki penanganan yang tepat agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi terhadap flavor dan berperan terhadap pembentukan warna.

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi terhadap flavor dan berperan terhadap pembentukan warna. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Redistilat asap cair merupakan suatu campuran larutan dan dispersi koloid dari uap asap dalam air yang diperoleh dari pirolisis kayu (Maga,1987). Redistilat asap

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Teknologi

III. METODE PENELITIAN. Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Teknologi III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Biomassa, Laboratorium Analisis Hasil Pertanian di Jurusan Teknologi Hasil

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tahap I Pemeriksaan Kemurnian Kultur Starter dan Penentuan Kurva Pertumbuhan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tahap I Pemeriksaan Kemurnian Kultur Starter dan Penentuan Kurva Pertumbuhan 47 HASIL DAN PEMBAHASAN Tahap I Pemeriksaan Kemurnian Kultur Starter dan Penentuan Kurva Pertumbuhan Pemeriksaan kemurnian kultur starter dilakukan terhadap lima jenis bakteri, yaitu St RRM-01 dan Lb RRM-01

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Probiotik merupakan organisme hidup yang mampu memberikan efek yang menguntungkan kesehatan apabila dikonsumsi dalam jumlah yang cukup (FAO/WHO,2001) dengan memperbaiki

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB PENDAHULUAN. Latar Belakang Probiotik merupakan organisme hidup yang mampu memberikan efek yang menguntungkan kesehatan hostnya apabila dikonsumsi dalam jumlah yang cukup (FAO/WHO, 200; FAO/WHO, 2002;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Salah satu produk pangan fungsional yang berkembang saat ini dan baik untuk kesehatan usus adalah produk sinbiotik. Produk sinbiotik merupakan produk yang memiliki

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat 14 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan dar i bulan Mei Agustus 2009 yang merupakan bagian dari penelitian Hibah Kemitraan Studi Efikasi Makanan Fungsional Berbasis Tepung Ikan dan

Lebih terperinci

merupakan salah satu produk pangan yang cukup digemari oleh masyarakat lokal seperti umbi-umbian dan kacang-kacangan. Penggunaan bahan baku yang

merupakan salah satu produk pangan yang cukup digemari oleh masyarakat lokal seperti umbi-umbian dan kacang-kacangan. Penggunaan bahan baku yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produk pangan siap santap berupa makanan cair atau berupa bubur instan merupakan salah satu produk pangan yang cukup digemari oleh masyarakat sekarang. Saat ini produk

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING (Laporan Penelitian) Oleh PUTRI CYNTIA DEWI JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PETANIAN

Lebih terperinci

tubuh manusia. Menurut Matilla-Sandholm (1999), peranan probiotik yang besar

tubuh manusia. Menurut Matilla-Sandholm (1999), peranan probiotik yang besar II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bakteri Probiotik Bakteri probiotik merupakan bakteri yang memiliki peranan penting bagi tubuh manusia. Menurut Matilla-Sandholm (1999), peranan probiotik yang besar pada tubuh

Lebih terperinci

3. HASIL PENELITIAN Acar Kubis Putih (Brassica oleracea)

3. HASIL PENELITIAN Acar Kubis Putih (Brassica oleracea) 3. HASIL PENELITIAN 3.1. Acar Kubis Putih (Brassica oleracea) Bahan utama yang digunakan sebagai substrat untuk proses fermentasi acar ini adalah kubis putih yang berasal dari daerah Getasan, Kopeng (Gambar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan cepat mengalami penurunan mutu (perishable food). Ikan termasuk komoditi

I. PENDAHULUAN. dan cepat mengalami penurunan mutu (perishable food). Ikan termasuk komoditi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahan pangan mentah merupakan komoditas yang mudah rusak sejak dipanen. Bahan pangan mentah, baik tanaman maupun hewan akan mengalami kerusakan melalui serangkaian reaksi

Lebih terperinci

VIABILITAS BAKTERI DAN KUALITAS PERMEN PROBIOTIK DENGAN VARIASI JENIS ENKAPSULAN

VIABILITAS BAKTERI DAN KUALITAS PERMEN PROBIOTIK DENGAN VARIASI JENIS ENKAPSULAN VIABILITAS BAKTERI DAN KUALITAS PERMEN PROBIOTIK DENGAN VARIASI JENIS ENKAPSULAN VIABILITY OF BACTERIA AND PROBIOTICS CANDY QUALITY WITH VARIATIONS IN THE TYPE OF ENCAPSULANT Osmond 1, L.M. Purwijantiningsih

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 39 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Lemak Daging Ayam Broiler yang Diberi Probiotik Berbasis Susu Sapi dan Susu Kedelai Fermentasi. Hasil pengamatan kadar lemak daging ayam broiler pada peneitian dapat

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Organoleptik Bakso Ikan Nila Merah Uji organoleptik mutu sensorik yang dilakukan terhadap bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Yoghurt adalah poduk koagulasi susu yang dihasilkan melalui proses fermentasi bakteri asam laktat Lactobacillus bulgaricus dan Strepcoccus thermophilus, dengan atau tanpa

Lebih terperinci

5.1 Total Bakteri Probiotik

5.1 Total Bakteri Probiotik V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Total Bakteri Probiotik Berdasarkan hasil pengamatan (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perlakuan penambahan bakteri L. acidophilus pada perbandingan tepung bonggol pisang batu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KULTUR UJI 4.1.1 Kemurnian kultur Kemurnian kultur uji merupakan faktor penting yang harus diperhatikan dalam melakukan validasi metode analisis karena dapat mempengaruhi hasil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. populasi mikrobia dengan berbagai ukuran dan kompleksitas. Bakteri

I. PENDAHULUAN. populasi mikrobia dengan berbagai ukuran dan kompleksitas. Bakteri I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam saluran pencernaan unggas khususnya sekum dan tembolok, terdapat populasi mikrobia dengan berbagai ukuran dan kompleksitas. Bakteri tersebut umumnya bersifat fermentatif.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Karakteristik teh hijau No Parameter SNI Menurut Nasution dan Tjiptadi (1975) 1 Keadaan - Rasa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Karakteristik teh hijau No Parameter SNI Menurut Nasution dan Tjiptadi (1975) 1 Keadaan - Rasa IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISASI PRODUK Karakteristik produk diketahui dengan melakukan analisis proksimat terhadap produk teh hijau. Analisis proksimat yang dilakukan adalah kadar air, kadar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Konfirmasi Kultur Starter BAL Indigenous Dadiah dan Bakteri Patogen Indikator

HASIL DAN PEMBAHASAN Konfirmasi Kultur Starter BAL Indigenous Dadiah dan Bakteri Patogen Indikator HASIL DAN PEMBAHASAN Konfirmasi Kultur Starter BAL Indigenous Dadiah dan Bakteri Patogen Indikator Pemeriksaan terhadap kultur starter sebelum diolah menjadi suatu produk sangatlah penting. Hal ini bertujuan

Lebih terperinci

III. TINJAUAN PUSTAKA

III. TINJAUAN PUSTAKA III. TINJAUAN PUSTAKA A. SUSU BUBUK Menurut Chandan (1997), susu segar secara alamiah mengandung 87.4% air dan sisanya berupa padatan susu sebanyak (12.6%). Padatan susu terdiri dari lemak susu (3.6%)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama dalam penyimpanannya membuat salah satu produk seperti keripik buah digemari oleh masyarat. Mereka

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 31 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Keju Lunak Rendah Lemak Karakterisasi keju lunak rendah lemak dilakukan sesuai dengan parameter atribut mutu yang diamati selama masa penyimpanan. Untuk satu produk,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yaitu berkisar jam pada suhu ruang 27 C. Salah satu alternatif untuk

I. PENDAHULUAN. yaitu berkisar jam pada suhu ruang 27 C. Salah satu alternatif untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mie basah merupakan produk pangan yang terbuat dari terigu dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan, berbentuk khas mie (Badan

Lebih terperinci

Gambar 6. Morfologi Kultur Starter Yogurt (a) dan (b), Kultur Probiotik (c) dan (d) dengan Perbesaran 100x

Gambar 6. Morfologi Kultur Starter Yogurt (a) dan (b), Kultur Probiotik (c) dan (d) dengan Perbesaran 100x HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap I: Pembuatan dan Evaluasi Kultur Starter Yogurt dengan SinbiotiTerenkapsulasi dalam Bentuk Granul Pada penelitian tahap I didapatkan hasil pengujian kemurnian masingmasing

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG III. KERANGKA PIKIRAN DAN HIPOTESIS 3.1. Kerangka Pikiran Pangan fungsional mendapat nilai tertinggi kedua berdasarkan hasil penilaian konsumen terhadap pangan berdasarkan kepentingannya (Astawan, 2010),

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berasal dari susu seperti yogurt, keju, es krim dan dadih (produk olahan susu fermentasi

I. PENDAHULUAN. berasal dari susu seperti yogurt, keju, es krim dan dadih (produk olahan susu fermentasi I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masyarakat Indonesia telah banyak mengenal produk pangan fermentasi antara lain yang berasal dari susu seperti yogurt, keju, es krim dan dadih (produk olahan susu fermentasi

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG V. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 Analisis Kimia.1.1 Kadar Air Hasil analisis regresi dan korelasi (Lampiran 3) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara jumlah dekstrin yang ditambahkan pada

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7)

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Proses Pengolahan Bumbu Pasta Ayam Goreng Proses pengolahan bumbu pasta ayam goreng meliputi tahapan sortasi, penggilingan, penumisan, dan pengentalan serta pengemasan. Sortasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Yogurt merupakan produk semi solid yang dibuat dari susu standarisasi dengan penambahan aktivitas simbiosis bakteri asam laktat (BAL), yaitu Streptococcous thermophilus

Lebih terperinci

ABSTRAK. Keripik pisang merupakan makanan ringan yang mudah mengalami ketengikan. Salah

ABSTRAK. Keripik pisang merupakan makanan ringan yang mudah mengalami ketengikan. Salah 1 KAJIAN LAMA SIMPAN KERIPIK PISANG KEPOK PUTIH (Musa acuminate sp.) BERDASARKAN TINGKAT AROMA, RASA DAN KERENYAHAN ORGANOLEPTIK DALAM BERBAGAI JENIS KEMASAN DENGAN MODEL PENDEKATAN ARRHENIUS Citra Ratri

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Analisa Kimia

4. PEMBAHASAN 4.1. Analisa Kimia 4. PEMBAHASAN Biskuit adalah salah satu makanan ringan yang disukai oleh masyarakat, sehingga dilakukan penelitian untuk mengembangkan produk biskuit yang lebih sehat. Pembuatan biskuit ini menggunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.

Lebih terperinci

KETAHANAN DAN VIABILITAS Lactobacillus plantarum YANG DIENKAPSULASI DENGAN SUSU SKIM DAN GUM ARAB SETELAH PENGERINGAN DAN PENYIMPANAN

KETAHANAN DAN VIABILITAS Lactobacillus plantarum YANG DIENKAPSULASI DENGAN SUSU SKIM DAN GUM ARAB SETELAH PENGERINGAN DAN PENYIMPANAN KETAHANAN DAN VIABILITAS Lactobacillus plantarum YANG DIENKAPSULASI DENGAN SUSU SKIM DAN GUM ARAB SETELAH PENGERINGAN DAN PENYIMPANAN HENI RIZQIATI F 251020021 SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Lampiran 1. Tata letak Pabrik Firmenich Indonesia

Lampiran 1. Tata letak Pabrik Firmenich Indonesia LAMPIRAN 56 Lampiran 1. Tata letak Pabrik Firmenich Indonesia 57 Lampiran 2. Skema Pembuatan Flavor Emulsi Air dimineralisasi Pelarut Bahan baku (cair) Bahan baku (bubuk) Mulai Persiapan bahan Penimbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat

BAB I PENDAHULUAN. berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan merupakan dua proses yang berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat mempengaruhi seseorang di saat mereka dewasa.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Jumlah Bakteri Asam Laktat pada Media Susu Skim.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Jumlah Bakteri Asam Laktat pada Media Susu Skim. HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan Penelitian Persiapan penelitian meliputi pembiakan kultur pada media susu skim. Pembiakan kultur starter pada susu skim dilakukan untuk meningkatkan populasi kultur yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penurunan ini disebabkan proses fermentasi yang dilakukan oleh L. plantarum

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penurunan ini disebabkan proses fermentasi yang dilakukan oleh L. plantarum BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Soygurt Sari Tempe Medium susu tempe yang dipergunakan mempunyai ph awal 6, setelah diinokulasi dengan bakteri L. plantarum, 10 jam kemudian ph turun menjadi 4. Penurunan

Lebih terperinci

bermanfaat bagi kesehatan manusia. Di dalam es krim yoghurt dapat

bermanfaat bagi kesehatan manusia. Di dalam es krim yoghurt dapat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Badan Standarisasi Nasional (1995), es krim adalah jenis makanan semi padat yang dibuat dengan cara pembekuan tepung es krim atau dari campuran susu, lemak hewani

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membentuk lapisan kompleks yang menyelimuti inti. Bahan inti yang dilindungi

I. PENDAHULUAN. membentuk lapisan kompleks yang menyelimuti inti. Bahan inti yang dilindungi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Enkapsulasi merupakan teknik melindungi suatu material yang dapat berupa komponen bioaktif berbentuk cair, padat, atau gas menggunakan penyalut yang membentuk lapisan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. KOPI INSTAN

II. TINJAUAN PUSTAKA A. KOPI INSTAN II. TINJAUAN PUSTAKA A. KOPI INSTAN Kopi instan dibuat dari kopi bubuk yang diekstrak dengan menggunakan air (Clarke, 1988). Di dalam Encyclopedia Britanica (1983), disebutkan bahwa pada pembuatan kopi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. KARAKTERISTIK PENGERINGAN LAPISAN TIPIS SINGKONG 4.1.1. Perubahan Kadar Air Terhadap Waktu Proses pengeringan lapisan tipis irisan singkong dilakukan mulai dari kisaran kadar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. yang optimum untuk gum arabika dan tapioka yang kemudian umur simpannya akan

HASIL DAN PEMBAHASAN. yang optimum untuk gum arabika dan tapioka yang kemudian umur simpannya akan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Enkapsulasi Minyak Cengkeh Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan perbandingan konsentrasi yang optimum untuk gum arabika dan tapioka yang kemudian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. absorpsi produk pencernaan. Sepanjang permukaan lumen usus halus terdapat

PENDAHULUAN. absorpsi produk pencernaan. Sepanjang permukaan lumen usus halus terdapat I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usus halus merupakan organ utama tempat berlangsungnya pencernaan dan absorpsi produk pencernaan. Sepanjang permukaan lumen usus halus terdapat banyak villi. Pada permukaan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah,

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah, Maksud dan tujuan penelitian, Manfaat penelitian, Kerangka Berpikir, Hipotesa penelitian dan Waktu dan tempat penelitian.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu. Yoghurt adalah salah satu produk olahan pangan bersifat probiotik yang

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu. Yoghurt adalah salah satu produk olahan pangan bersifat probiotik yang I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Data rata-rata parameter uji hasil penelitian, yaitu laju pertumbuhan spesifik (LPS), efisiensi pemberian pakan (EP), jumlah konsumsi pakan (JKP), retensi protein

Lebih terperinci

Susut Mutu Produk Pasca Panen

Susut Mutu Produk Pasca Panen Susut Mutu Produk Pasca Panen Rini Yulianingsih Atribut Mutu Tekstur Aroma dan Rasa Warna Nilai Gizi 1 Reaksi Kimia dan Biokimia Lipid O 2, Panas Katalis Peroksida Karbohidrat Protein Panas, asam kuat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Yogurt adalah pangan fungsional yang menarik minat banyak masyarakat untuk mengkonsumsi dan mengembangkannya. Yogurt yang saat ini banyak dikembangkan berbahan dasar

Lebih terperinci

Keteknikan Pengolahan Pangan, Laboratorium Isolasi, Laboratorium Teknologi. Pengolahan Pangan, Laboratorium Kimia Pangan, Laboratorium Invivo,

Keteknikan Pengolahan Pangan, Laboratorium Isolasi, Laboratorium Teknologi. Pengolahan Pangan, Laboratorium Kimia Pangan, Laboratorium Invivo, IV. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Percobaan Penelitian pendahuluan dilaksanakan dari bulan Desember sampai dengan bulan Januari 2017 sedangkan penelitian utama dilaksanakan bulan Maret

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Buah Mahkota Dewa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Buah Mahkota Dewa IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Buah Mahkota Dewa 1. Perubahan Kadar Air terhadap Waktu Pengeringan buah mahkota dewa dimulai dari kadar air awal bahan sampai mendekati

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Suhu pada Respirasi Brokoli Pada hasil penelitian menunjukkan bahwa brokoli mempunyai respirasi yang tinggi. Namun pada suhu yang rendah, hasil pengamatan menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu jenis makanan atau mmuman fungsional yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu jenis makanan atau mmuman fungsional yang banyak BABI PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu jenis makanan atau mmuman fungsional yang banyak dikembangkan akhir-akhir ini adalah produk probiotik. Makanan atau minuman probiotik merupakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN Proses respirasi sangat mempengaruhi penyimpanan dari buah melon yang terolah minimal, beberapa senyawa penting

Lebih terperinci

Menurut Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, jumlah kasus gizi

Menurut Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, jumlah kasus gizi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Status gizi merupakan salah satu penentu kualitas kesehatan manusia. Menurut Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, jumlah kasus gizi buruk pada tahun 2007

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji pendahuluan Mikrokapsul memberikan hasil yang optimum pada kondisi percobaan dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERTUMBUHAN BAL ISOLAT ASI PADA MEDIA YANG MENGANDUNG SENYAWA UJI 1. Pertumbuhan BAL Isolat ASI pada MRSB yang Mengandung 2-propanol dan MRSB yang Mengandung Natrium tioglikolat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. JUMLAH SPORA HIDUP (VSC) Viable Spore Count (VSC) digunakan untuk menganalisa jumlah spora hidup yang terkandung di dalam campuran spora kristal. Pembentukan spora tergantung

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENELITIAN SERI I 4.1.1. Perubahan Kapasitas Antioksidan Bir Pletok Selama Penyimpanan Penentuan kapasitas antioksidan diawali dengan menentukan persamaan kurva standar asam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Definisi Probiotik dan Morfologi Bifidobacterium longum. kemampuan terapeutik pada manusia yang mengkonsumsi makanan atau

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Definisi Probiotik dan Morfologi Bifidobacterium longum. kemampuan terapeutik pada manusia yang mengkonsumsi makanan atau II. TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Probiotik dan Morfologi Bifidobacterium longum Probiotik didefinisikan sebagai mikrobia hidup yang memiliki kemampuan terapeutik pada manusia yang mengkonsumsi makanan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGERINGAN BEKATUL Proses pengeringan bekatul dilakukan dengan pengering rak karena cocok untuk bahan padat, suhu udara dapat dikontrol, dan terdapat sirkulator udara. Kipas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Toleransi Isolat Bakteri Asam Laktat asal Daging pada ph Lambung dan ph Usus

HASIL DAN PEMBAHASAN Toleransi Isolat Bakteri Asam Laktat asal Daging pada ph Lambung dan ph Usus HASIL DAN PEMBAHASAN Toleransi Isolat Bakteri Asam Laktat asal Daging pada ph Lambung dan ph Usus Menurut Havenaar et al. (1992), dalam pengembangan galur probiotik baru, perlu dilakukan seleksi secara

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN Fermentasi Acar Kubis Putih

4. PEMBAHASAN Fermentasi Acar Kubis Putih 4. PEMBAHASAN 4.1. Fermentasi Acar Kubis Putih Fermentasi merupakan salah satu metode untuk memperpanjang umur simpan suatu bahan pangan. Ketika fermentasi berlangsung, kandungan gula sangat dibutuhkan

Lebih terperinci

METODE Lokasi dan Waktu Materi Rancangan Percobaan

METODE Lokasi dan Waktu Materi Rancangan Percobaan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorioum Mikrobiologi Bagian Teknologi Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Sosis Sapi Nilai ph Sosis Sapi Substrat antimikroba yang diambil dari bakteri asam laktat dapat menghasilkan senyawa amonia, hidrogen peroksida, asam organik (Jack

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. poliaromatik hidrokarbon / PAH (Panagan dan Nirwan, 2009). Redestilat asap cair

I. PENDAHULUAN. poliaromatik hidrokarbon / PAH (Panagan dan Nirwan, 2009). Redestilat asap cair I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asap cair tempurung kelapa merupakan hasil pirolisis tempurung kelapa yang komponen penyusunnya berupa selulosa, hemiselulosa dan lignin, yang dimurnikan dengan proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Allah Subhanahu wa Ta ala menciptakan segala sesuatu tanpa sia-sia,

BAB I PENDAHULUAN. Allah Subhanahu wa Ta ala menciptakan segala sesuatu tanpa sia-sia, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Allah Subhanahu wa Ta ala menciptakan segala sesuatu tanpa sia-sia, terdapat banyak pelajaran yang dapat diambil dari segala ciptaannya. Sekecilkecilnya makhluk ciptaannya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Diversifikasi produk olahan kelapa yang cukup potensial salah satunya adalah

I. PENDAHULUAN. Diversifikasi produk olahan kelapa yang cukup potensial salah satunya adalah I. PENDAHULUAN A. Latar belakang dan Masalah Diversifikasi produk olahan kelapa yang cukup potensial salah satunya adalah pengembangan santan menjadi minuman susu kelapa. Santan kelapa sebagai bahan baku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun. Hasil

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun. Hasil BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan masyarakat terhadap protein hewani mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun. Hasil penelitian Setiawan (2006),

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 17 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fateta-IPB.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan, ditentukan lima formula

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan, ditentukan lima formula BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Formulasi Granul Mengapung Teofilin Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan, ditentukan lima formula untuk dibandingkan karakteristiknya, seperti terlihat pada Tabel

Lebih terperinci

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus Populasi Kultur Starter HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Perhitungan populasi dilakukan untuk mendapatkan kultur starter yang terbaik dari segi jumlah maupun kualitasnya. Pada tahap pendahulan

Lebih terperinci

Gambar 1. Wortel segar

Gambar 1. Wortel segar II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Wortel Wortel (Daucus carota) adalah tumbuhan sayur yang ditanam sepanjang tahun, terutama di daerah pegunungan yang memiliki suhu udara dingin dan lembab, kurang lebih

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. mempunyai kandungan nutrisi yang lengkap seperti laktosa, lemak, protein,

PENDAHULUAN. mempunyai kandungan nutrisi yang lengkap seperti laktosa, lemak, protein, PENDAHULUAN Latar Belakang Susu merupakan bahan pangan yang mempunyai nilai gizi tinggi karena mempunyai kandungan nutrisi yang lengkap seperti laktosa, lemak, protein, berbagai vitamin, dan mineral (Widodo,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Produk probiotik diharapkan mengandung sel probiotik hidup dalam jumlah tertentu, namun aktivitas metabolismenya diharapkan tidak menyebabkan perubahan pada produk

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id I. PENDAHULUAN

bio.unsoed.ac.id I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN Yoghurt merupakan minuman yang dibuat dari susu sapi dengan cara fermentasi oleh mikroorganisme. Yoghurt telah dikenal selama ribuan tahun dan menarik banyak perhatian dalam beberapa tahun

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AKTIVITAS KUALITATIF ENZIM KITINOLITIK (INDEKS KITINOLITIK)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AKTIVITAS KUALITATIF ENZIM KITINOLITIK (INDEKS KITINOLITIK) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AKTIVITAS KUALITATIF ENZIM KITINOLITIK (INDEKS KITINOLITIK) Peremajaan dan purifikasi terhadap kedelapan kultur koleksi isolat bakteri dilakukan terlebih dahulu sebelum pengujian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. upaya untuk menyelamatkan harga jual buah jambu getas merah terutama

BAB I PENDAHULUAN. upaya untuk menyelamatkan harga jual buah jambu getas merah terutama 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buah jambu getas merah merupakan buah-buahan tropis yang mudah sekali mengalami kerusakan dan secara nyata kerusakannya terjadi pada saat penanganan, transportasi,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kubis putih merupakan bahan pangan yang banyak ditemukan di Indonesia dan sudah tidak asing bagi masyarakat. Kubis putih dapat hidup pada dataran tinggi salah satunya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Daging Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Daging Sapi IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Daging Sapi Hasil penelitian pengaruh berbagai konsentrasi sari kulit buah naga merah sebagai perendam daging sapi terhadap total bakteri

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah jenis tanaman sayur umbi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah jenis tanaman sayur umbi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bakteri Asam Laktat Bakteri asam laktat (BAL) memiliki beberapa karakteristik. Adapun karakteristik bakteri asam laktat yaitu, merupakan bakteri Gram positif, tidak membentuk

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen, Departemen Pertanian, Cimanggu, Bogor. Waktu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin HASIL DAN PEMBAHASAN Bakteriosin merupakan senyawa protein yang berasal dari Lactobacillus plantarum 2C12. Senyawa protein dari bakteriosin telah diukur konsentrasi dengan menggunakan

Lebih terperinci