PENDUGAAN BIOMASSA ATAS PERMUKAAN PADA TEGAKAN PINUS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENDUGAAN BIOMASSA ATAS PERMUKAAN PADA TEGAKAN PINUS"

Transkripsi

1 PENDUGAAN BIOMASSA ATAS PERMUKAAN PADA TEGAKAN PINUS (Pinus merkusii Jungh et de Vriese) MENGGUNAKAN CITRA ALOS PALSAR RESOLUSI SPASIAL 50 M DAN 12,5 M (Studi Kasus di KPH Banyumas Barat) AHSANA RISKA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

2 RINGKASAN AHSANA RISKA. E Pendugaan Biomassa Atas Permukaan pada Tegakan Pinus (Pinus merkusii Jungh et de Vriese) Menggunakan Citra ALOS PALSAR Resolusi Spasial 50 m dan 12,5 m (Studi Kasus di KPH Banyumas Barat). Skripsi. Manajemen Hutan, Institut Pertanian Bogor. Dibimbing oleh Dr. Ir. M. Buce Saleh, MS. Pengamatan hutan dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh semakin hari semakin berkembang. Informasi yang disajikan pun terbilang lengkap dan dapat diperoleh dalam waktu yang singkat. Saat ini metode pendugaan biomassa dapat juga dilakukan dengan menggunakan metode penginderaan jauh. Posisi Indonesia yang sering dipengaruhi awan jika ditangkap dengan satelit optik dapat direduksi dengan menggunakan sistem penginderaan jauh aktif (radar). Pada tahun 2006, pemerintah Jepang meluncurkan satelit ALOS (Advanced Land Observing Sattelite) yang membawa sensor radar. Salah satu jenis sensornya yaitu PALSAR (Phased Array Type L-band Shynyhetic Aperture Radar) dapat digunakan untuk menduga biomassa suatu tegakan. Penelitian ini bertujuan untuk (1) menganalisis cara menduga biomassa pinus (Pinus merkusii Jungh et de Vriese) di lapangan; (2) menganalisis korelasi nilai backscatter dengan biomassa pinus secara spasial dengan menggunakan citra ALOS PALSAR resolusi spasial 50 m dan 12,5 m, dan (3) memetakan pendugaan biomassa pinus. Analisis backscatter dalam penelitian ini dilakukan terhadap dua polarisasi citra, yaitu HH dan HV. Perhitungan biomassa dilakukan dengan menggunakan alometrik dan konversi biomassa menggunakan koefisien BEF (Biomass Ekspansion Factor). Pemilihan model terbaik dinilai berdasarkan parameter nilai koefisien determinasi yang disesuaikan (R 2 adj), nilai overall accuracy dan Kappa accuracy paling tinggi serta nilai Root Mean Square Error (RMSE) paling rendah. Dari analisis model yang dicobakan untuk menduga biomassa diperoleh hasil, untuk citra resolusi 50 m adalah model Y = Exp(a+ bx 1 +cx 2 ) dengan nilai R 2 adj (koefisien determinasi yang disesuaikan) 44,2%, OA (overall accuracy) 72,97%, KA (Kappa accuracy) 54,32% dan RMSE 67,48. Dalam menduga biomassa dengan metode alometrik, model yang bisa digunakan adalah model Y = a+ bx 1 +cx 2 dengan nilai R 2 adj 25,8%, OA 72,97%, KA 51,06% dan RMSE 105,5332 untuk citra resolusi 12,5 m. Dari model yang terpilih, dapat dibuat peta sebaran biomassa dengan skala 1 : sampai 1 : untuk citra resolusi 50 m dan skala 1 : sampai 1 : untuk citra resolusi 12,5 m. Peta sebaran biomassa dari citra biomassa resolusi 50 m yang belum di-filtering dan telah di-filtering didominasi oleh biomassa kelas dua. Sedangkan pada citra biomassa resolusi 12,5 m, sebelum di-filtering sebaran biomassa didominasi oleh biomassa kelas tiga tetapi setelah di-filtering sebaran biomassa didominasi oleh biomassa kelas satu. Kata Kunci : Biomassa, ALOS PALSAR, Backscatter SUMMARY

3 AHSANA RISKA. E Above-Ground Biomass Estimation in Pine (Pinus merkusii Jungh et de Vriese) Using ALOS PALSAR Image with 50 M and 12.5 M Spatial Resolution (Case Study at KPH Banyumas Barat). Report. Forest Management, Bogor Agricultural University. Supervised by Dr. Ir. M. Buce Saleh, MS. Forest observing by using remote sensing tecnology is developed day by day. It also serve a complete information and could be accsessed in short time. Today, estimation of plant biomass method also could use remote sensing tecnology. Indonesia s position which always affected by cloud if using optic sattelite could reduced by using active remote sensing system (radar). In 2006, Japan goverment launched ALOS (Advanced Land Observing Sattelite) sattelite which bring radar censor. One kind of its censor is PALSAR (Phased Array Type L-band Shyntetic Aperture Radar) could be used to estimate biomass of stand. The aims of this study are (1) to analyze the methods to estimate pine biomass on the field; (2) to analyze corelation between backscatter and pine biomass spatially by using ALOS PALSAR Image with 50 m and 12,5 m spatial resolution, and (3) mapping estimation of pine biomass. Backscatter analysis in this study carried out in two kind of polarization image, they are HH and HV polarization. Biomass were calculated using alometric and biomass conversion using BEF (Biomass Ekspansion Factor) coeficient. The best model selection based on parameters maximum root square adjusted (R 2 adj), overall accuracy and Kappa accuracy, and minimum Root Mean Square Error (RMSE). Based on model analysis, to estimate biomass, the best model for image with 50 m spatial resolution is Y = Exp(a+ bx 1 +cx 2 ) with R 2 adj (root square adjusted) 44.2%, OA (overall accuracy) 72.97%, KA (Kappa accuracy) 54.32% and RMSE To estimate biomass by alometric method, the best model is Y = a+ bx 1 +cx 2 with R 2 adj 25,8%, OA 72.97%, KA 51.06% and RMSE 105,5332 for image with 12.5 m spatial resolution. The selected model could be used to make map distribution of biomass with scale 1 : to 1 : for image with 50 m spatial resolution and 1 : to 1 : for image with 12.5 m spatial resolution. Map distribution of biomass for image with 50 m spatial resolution unfiltered and fileterd are dominated by 2 nd class of biomass. Whereas for image with 12.5 m spatial resolution, before filtered it dominated by 3 rd class of biomass but after filtered it dominated by 1 st class of biomass. Keywords : Biomass, ALOS PALSAR, Backscatter

4 PENDUGAAN BIOMASSA ATAS PERMUKAAN PADA TEGAKAN PINUS (Pinus merkusii Jungh et de Vriese) MENGGUNAKAN CITRA ALOS PALSAR RESOLUSI SPASIAL 50 M DAN 12,5 M (Studi Kasus KPH BANYUMAS BARAT) AHSANA RISKA Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

5 RINGKASAN AHSANA RISKA. E Pendugaan Biomassa Atas Permukaan pada Tegakan Pinus (Pinus merkusii Jungh et de Vriese) Menggunakan Citra ALOS PALSAR Resolusi Spasial 50 m dan 12,5 m (Studi Kasus di KPH Banyumas Barat). Skripsi. Manajemen Hutan, Institut Pertanian Bogor. Dibimbing oleh Dr. Ir. M. Buce Saleh, MS. Pengamatan hutan dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh semakin hari semakin berkembang. Informasi yang disajikan pun terbilang lengkap dan dapat diperoleh dalam waktu yang singkat. Saat ini metode pendugaan biomassa dapat juga dilakukan dengan menggunakan metode penginderaan jauh. Posisi Indonesia yang sering dipengaruhi awan jika ditangkap dengan satelit optik dapat direduksi dengan menggunakan sistem penginderaan jauh aktif (radar). Pada tahun 2006, pemerintah Jepang meluncurkan satelit ALOS (Advanced Land Observing Sattelite) yang membawa sensor radar. Salah satu jenis sensornya yaitu PALSAR (Phased Array Type L-band Shynyhetic Aperture Radar) dapat digunakan untuk menduga biomassa suatu tegakan. Penelitian ini bertujuan untuk (1) menganalisis cara menduga biomassa pinus (Pinus merkusii Jungh et de Vriese) di lapangan; (2) menganalisis korelasi nilai backscatter dengan biomassa pinus secara spasial dengan menggunakan citra ALOS PALSAR resolusi spasial 50 m dan 12,5 m, dan (3) memetakan pendugaan biomassa pinus. Analisis backscatter dalam penelitian ini dilakukan terhadap dua polarisasi citra, yaitu HH dan HV. Perhitungan biomassa dilakukan dengan menggunakan alometrik dan konversi biomassa menggunakan koefisien BEF (Biomass Ekspansion Factor). Pemilihan model terbaik dinilai berdasarkan parameter nilai koefisien determinasi yang disesuaikan (R 2 adj), nilai overall accuracy dan Kappa accuracy paling tinggi serta nilai Root Mean Square Error (RMSE) paling rendah. Dari analisis model yang dicobakan untuk menduga biomassa diperoleh hasil, untuk citra resolusi 50 m adalah model Y = Exp(a+ bx 1 +cx 2 ) dengan nilai R 2 adj (koefisien determinasi yang disesuaikan) 44,2%, OA (overall accuracy) 72,97%, KA (Kappa accuracy) 54,32% dan RMSE 67,48. Dalam menduga biomassa dengan metode alometrik, model yang bisa digunakan adalah model Y = a+ bx 1 +cx 2 dengan nilai R 2 adj 25,8%, OA 72,97%, KA 51,06% dan RMSE 105,5332 untuk citra resolusi 12,5 m. Dari model yang terpilih, dapat dibuat peta sebaran biomassa dengan skala 1 : sampai 1 : untuk citra resolusi 50 m dan skala 1 : sampai 1 : untuk citra resolusi 12,5 m. Peta sebaran biomassa dari citra biomassa resolusi 50 m yang belum di-filtering dan telah di-filtering didominasi oleh biomassa kelas dua. Sedangkan pada citra biomassa resolusi 12,5 m, sebelum di-filtering sebaran biomassa didominasi oleh biomassa kelas tiga tetapi setelah di-filtering sebaran biomassa didominasi oleh biomassa kelas satu. Kata Kunci : Biomassa, ALOS PALSAR, Backscatter SUMMARY

6 AHSANA RISKA. E Above-Ground Biomass Estimation in Pine (Pinus merkusii Jungh et de Vriese) Using ALOS PALSAR Image with 50 M and 12.5 M Spatial Resolution (Case Study at KPH Banyumas Barat). Report. Forest Management, Bogor Agricultural University. Supervised by Dr. Ir. M. Buce Saleh, MS. Forest observing by using remote sensing tecnology is developed day by day. It also serve a complete information and could be accsessed in short time. Today, estimation of plant biomass method also could use remote sensing tecnology. Indonesia s position which always affected by cloud if using optic sattelite could reduced by using active remote sensing system (radar). In 2006, Japan goverment launched ALOS (Advanced Land Observing Sattelite) sattelite which bring radar censor. One kind of its censor is PALSAR (Phased Array Type L-band Shyntetic Aperture Radar) could be used to estimate biomass of stand. The aims of this study are (1) to analyze the methods to estimate pine biomass on the field; (2) to analyze corelation between backscatter and pine biomass spatially by using ALOS PALSAR Image with 50 m and 12,5 m spatial resolution, and (3) mapping estimation of pine biomass. Backscatter analysis in this study carried out in two kind of polarization image, they are HH and HV polarization. Biomass were calculated using alometric and biomass conversion using BEF (Biomass Ekspansion Factor) coeficient. The best model selection based on parameters maximum root square adjusted (R 2 adj), overall accuracy and Kappa accuracy, and minimum Root Mean Square Error (RMSE). Based on model analysis, to estimate biomass, the best model for image with 50 m spatial resolution is Y = Exp(a+ bx 1 +cx 2 ) with R 2 adj (root square adjusted) 44.2%, OA (overall accuracy) 72.97%, KA (Kappa accuracy) 54.32% and RMSE To estimate biomass by alometric method, the best model is Y = a+ bx 1 +cx 2 with R 2 adj 25,8%, OA 72.97%, KA 51.06% and RMSE 105,5332 for image with 12.5 m spatial resolution. The selected model could be used to make map distribution of biomass with scale 1 : to 1 : for image with 50 m spatial resolution and 1 : to 1 : for image with 12.5 m spatial resolution. Map distribution of biomass for image with 50 m spatial resolution unfiltered and fileterd are dominated by 2 nd class of biomass. Whereas for image with 12.5 m spatial resolution, before filtered it dominated by 3 rd class of biomass but after filtered it dominated by 1 st class of biomass. Keywords : Biomass, ALOS PALSAR, Backscatter

7 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pendugaan Biomassa Atas Permukaan pada Tegakan Pinus (Pinus merkusii Jungh et de Vriese) Menggunakan Citra ALOS PALSAR Resolusi Spasial 50 m dan 12,5 m (Studi Kasus KPH Banyumas Barat) adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah di perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Mei 2011 Ahsana Riska NRP. E

8 Judul Skripsi : Pendugaan Biomassa Atas Permukaan pada Tegakan Pinus (Pinus merkusii Jungh et de Vriese) Menggunakan Citra ALOS PALSAR Resolusi Spasial 50 m dan 12,5 m (Studi Kasus KPH Banyumas Barat) Nama Mahasiswa : AHSANA RISKA Nomor Pokok : E Menyetujui : Dosen Pembimbing, (Dr. Ir. Muhamad Buce Saleh, MS) NIP Mengetahui : Ketua Departemen Manajemen Hutan (Dr. Ir. Didik Suharjito, MS) NIP Tanggal Lulus :

9 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tangal 29 Juni 1988 di Luwu, Sulawesi Selatan. Penulis adalah anak pertama dari empat bersaudara pasangan Bapak Muhammad Arif dan Ibu Nurmiati. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN No. 2 Sengkang lulus tahun 2000, pendidikan menengah pertama di SLTP Negeri 1 Sengkang lulus tahun 2003, dan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 2 Sengkang lulus tahun Pada tahun yang sama, penulis diterima di IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) dan pada tahun 2007 penulis diterima di Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Geomatika dan Inderaja Kehutanan pada tahun ajaran Selain itu, penulis juga aktif sebagai sekertaris umum dalam Pengurus Cabang Sylva IPB periode , anggota Kelompok Studi Planologi ( ) dan divisi Keprofesian ( ) dalam Forest Management Student Club (FMSC), serta menjadi volunteer di FORCI Development tahun 2009 sampai sekarang. Penulis juga aktif berpatisipasi dalam berbagai kepanitiaan kegiatan kemahasiswaan di Institut Pertanian Bogor. Penulis melakukan kegiatan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Baturraden dan Cilacap, Jawa Tengah pada tahun 2008; Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), Sukabumi dan KPH Cianjur Jawa Barat pada tahun 2009 dan Praktek Kerja Lapang (PKL) di KPH Bojonegoro, Jawa Timur pada tahun 2010.

10 UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada : 1. Orang tua penulis Bapak Muhammad Arif dan Ibu Nurmiati, adik-adik penulis M. Ulil Ahsan, M. Aprizal Budi Akhsan Jaya, dan Siti Hartina Adiningsih, serta keluarga besar penulis untuk dukungan dan kasih sayangnya, 2. Dr. Ir. M. Buce Saleh, MS selaku dosen pembimbing, atas segala kesabarannya telah membimbing penulis, 3. Prof. Dr. I Nengah Surati Jaya, M.Agr dan Dr. Dra. Nining Puspaningsih, M.Si, 4. Ibu Dra. Sri Rahaju, M.Si dan Bapak Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA selaku tim penguji, 5. Bapak Dr. Ir. Juang Matangaran,MS selaku Komisi Pendidikan, 6. Mochammad Fajrin S.Kpm, atas kesetiaan dan kesabarannya mendampingi penulis, 7. Rizka Wulandari, Nur Illiyyina Syarief, Nila Novianti,Sinta Umar Tomasina Lika Aulia Indina, Ineza Febrianty dan Kak Muhammad Wahyu atas dukungan yang selalu diberikan tanpa henti kepada penulis, 8. Bapak Uus Saepul M. dan Aa Edwine Setia P. atas segala bimbingan yang diberikan kepada penulis, 9. Mamih Fitri Amelia, Teteh Dian Nurhadiatin, Kak M. Farikhin Yanuarefa atas bantuan dan kerjasamanya selama ini, 10. Seluruh dosen dan staf Departemen Manajemen Hutan, 11. Japan International Cooperation Agency (JICA) dan Japan Aerospace Exploration Agency (JAXA) sebagai penyedia data yang penulis gunakan dalam penelitian ini, 12. Keluarga besar lab. Remote Sensing dan GIS : Kak Puut Rahayu, Kak Diah Rany, Kak Ratih P., Kak Dian Amallia, Kak Fatah, Kak Galih, Kak Faris, Kak Risa, Kak Khoiruzaman, Kak Angel, Kak Afifah, Anom K., I Putu Indra, I Putu Ananta, Ratih SM, Nurindah R.,Tulang Daulay, Pak Mukalil, Pak Ayub, Pak Jaya, Pak Kunkun atas dukungannya,

11 13. Keluarga besar MNH khususnya MNH 43 atas segala kebersamaan dan dukungannya, 14. Pak Dayat, Pak Kuswoyo dan semua jajaran staff KPH Banyumas Barat atas bantuan dan dukungannya, 15. Rekan-rekan FORCI Development, Om Bagong, Om Yusup, Mbak Wita, Mas Jombie, Om Radit, Pipito, Putri N., Kak Hangga, Tia, Endrow, Syauqi, Mas Aswar atas semua motivasi dan pembelajarannya selama ini, 16. Keluarga divisi acara BCR 09, dek Ammar, papih Mamat, Kunin, Yani, Tatan, Lembong, Rama, Adam, Oneng, Mput, Lilik, Adam atas segala dukungannya, 17. Keluarga besar Pengurus Cabang Sylva Indonesia IPB, 18. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas semua bantuan dan dukungannya.

12 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan kemudahan dan kelancaran kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul Pendugaan Biomassa Atas Permukaan pada Tegakan Pinus (Pinus merkusii Jungh et de Vriese) Menggunakan Citra ALOS PALSAR Resolusi 50 m dan 12,5 m (Studi Kasus KPH Banyumas Barat). Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini berisi gambaran mengenai analisis hubungan antara nilai backscatter dan biomassa tegakan pinus di lapangan menggunakan citra ALOS PALSAR resolusi spasial 50 m dan 12,5 m, serta memetakan pendugaan biomassa pinus di lapangan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran, kritik, dan masukan demi perbaikan tulisan ini. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan. Bogor, Mei 2011 Penulis

13 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... iv DAFTAR LAMPIRAN... v BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan Manfaat... 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radar (Radio Detecting and Ranging) PALSAR (Phased Array Type L-band Synthetic Aperture Radar) Biomassa Pinus (Pinus merkusii Jungh et de Vriese)... 7 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Tahapan Pelaksanaan Pengolahan Data Citra Pengambilan Data Lapangan Pengolahan Data Lapangan Analisis Data Pembuatan Peta Sebaran Biomassa Atas Permukaan Penghitungan Overall accuracy dan Kappa accuracy BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Administratif Topografi Iklim Tanah Daerah Aliran Sungai (DAS)... 18

14 ii Halaman 4.6 Tutupan Lahan Pemanfaatan Pinus di KPH Banyumas Barat BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Pengolahan Data Lapangan Hasil Pengolahan Data Citra ALOS PALSAR Pemilihan Model Terbaik Peta Sebaran Biomassa BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 41

15 DAFTAR TABEL No. Halaman 1. Karakteristik PALSAR Jenis Tanah di Kawasan Hutan KPH Banyumas Barat SWP DAS dan Sub DAS KPH Banyumas Barat Jumlah Sadapan Pinus KPH Banyumas Barat Hasil Analisis Regresi Pemilihan Model Terbaik untuk Pendugaan Biomassa Hasil Perhitungan Overall accuracy dan Kappa accuracy... 30

16 DAFTAR GAMBAR No. Halaman 1. Citra ALOS PALSAR Resolusi 50 m dan 12,5 m Peta Kawasan Hutan KPH Banyumas Barat Diagram Alur Penelitian Grafik Sebaran Diameter dan Tinggi Pohon Tegakan KU I, KU II, KU III, KU IV, KU V, KU VI, KU VII, KU VIII Grafik Hubungan Kelas Umur dan Biomassa BEF Grafik Hubungan Kelas Umur dan Biomassa Alometrik Grafik Nilai Backscatter Polarisasi HH Citra ALOS PALSAR Resolusi 50 m dan 12,5 m Grafik Nilai Backscatter Polarisasi HV Citra ALOS PALSAR Resolusi 50 m dan 12,5 m Peta Sebaran Biomassa Menggunakan Koefisien BEF Pinus KPH Banyumas Barat Citra ALOS PALSAR Resolusi 50 m non-filtering Peta Sebaran Biomassa Menggunakan Koefisien BEF Pinus KPH Banyumas Barat Citra ALOS PALSAR Resolusi 50 m filtering kernel 3x Peta Sebaran Biomassa Menggunakan Koefisien BEF Pinus KPH Banyumas Barat Citra ALOS PALSAR Resolusi 50 m filtering kernel 5x Peta Sebaran Biomassa Menggunakan Koefisien BEF Pinus KPH Banyumas Barat Citra ALOS PALSAR Resolusi 50 m filtering kernel 7x Peta Sebaran Biomassa Menggunakan Alometrik Pinus KPH Banyumas Barat Citra ALOS PALSAR Resolusi 12,5 m nonfiltering... 35

17 v Halaman 15. Peta Sebaran Biomassa Menggunakan Alometrik Pinus KPH Banyumas Barat Citra ALOS PALSAR Resolusi 12,5 m filtering kernel 3x Peta Sebaran Biomassa Menggunakan Alometrik Pinus KPH Banyumas Barat Citra ALOS PALSAR Resolusi 12,5 m filtering kernel 5x Peta Sebaran Biomassa Menggunakan Alometrik Pinus KPH Banyumas Barat Citra ALOS PALSAR Resolusi 12,5 m filtering kernel 7x

18 DAFTAR LAMPIRAN No. Halaman 1. Rekapitulasi Hasil Pengolahan Data Lapangan Gambar Citra Biomassa Foto-foto Lapangan Diagram Pencar Biomassa dan Nilai Backscatter... 50

19 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karbondioksida (CO 2 ) merupakan salah satu gas rumah kaca yang paling berperan sebagai perangkap panas di atmosfer sehingga menyebabkan terjadinya pemanasan global dan perubahan iklim. Peningkatan karbondioksida di udara kebanyakan berasal dari pembakaran bahan bakar fosil, kegiatan penggunaan lahan, serta alih guna lahan dan hutan khususnya kegiatan deforestasi dan degradasi hutan. Dalam rangka meminimalisasi dampak perubahan iklim ini, lembaga dunia telah mencanangkan program melalui Protokol Kyoto Perjanjian tersebut mewajibkan negara-negara industri menurunkan emisinya sebanyak 5% dari tingkat tahun Hasil yang diperoleh dari perjanjian tersebut tidak sebesar yang diharapkan. Selanjutnya, pada Desember 2007 di Bali dilaksanakan pertemuan UNFCCC yang ke 13. Dari pertemuan tersebut Indonesia mengusulkan konsep REDD (Reduced Emision from Deforestation and forest Degradation), konsep ini menjadi awalan konsep carbon trade sebagai kontribusi negara-negara pemilik hutan tropis untuk mengurangi kerusakan hutan dan mencegah pemanasan global. Hutan mengabsorpsi CO 2 selama fotosintesis dan menyimpannya sebagai materi organik dalam biomassa tumbuhan. Biomassa tumbuhan merupakan ukuran yang paling sering digunakan untuk menggambarkan dan mempelajari pertumbuhan tanaman. Informasi tentang potensi biomassa tumbuhan dapat diperoleh menggunakan metode konvensional, akan tetapi metode tersebut memerlukan waktu dan biaya yang besar serta sulit untuk memenuhi tuntutan informasi saat ini yang mensyaratkan kecepatan, ketelitian dan keakuratan tinggi dalam penyajian informasi. Pengamatan hutan dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh semakin hari semakin berkembang. Informasi yang disajikan pun terbilang lengkap dan dapat diperoleh dalam waktu yang singkat. Saat ini metode pendugaan biomassa dapat juga dilakukan dengan menggunakan metode penginderaan jauh. Posisi Indonesia yang sering dipengaruhi awan jika ditangkap

20 2 dengan satelit optik dapat direduksi dengan menggunakan sistem penginderaan jauh aktif (radar). Pada tahun 2006, pemerintah Jepang meluncurkan satelit ALOS (Advanced Land Observing Sattelite) yang membawa sensor radar. Salah satu jenis sensornya yaitu PALSAR (Phased Array Type L-band Shynyhetic Aperture Radar) dapat digunakan untuk menduga biomassa suatu tegakan. 1.2 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Menganalisis cara menduga biomassa pinus (Pinus merkusii Jungh et de Vriese.) di lapangan. 2. Menganalisis korelasi nilai backscatter dengan biomassa pinus secara spasial dengan menggunakan citra ALOS PALSAR resolusi spasial 50 m dan 12,5 m. 3. Memetakan pendugaan biomassa pinus. 1.3 Manfaat 1. Memberikan informasi tentang potensi biomassa tegakan pinus di kawasan hutan KPH Banyumas Barat. 2. Sebagai masukan dalam pembuatan kebijakan mengenai perdagangan karbon.

21 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 RADAR (Radio Detecting and Ranging) Penginderaan jauh sistem aktif menggunakan tenaga elektromagnetik yang dibangkitkan oleh sensor radar. Kata RADAR merupakan suatu singkatan untuk Radio Detecting and Ranging. Sesuai dengan nama yang digunakan, radar dikembangkan sebagai suatu cara yang menggunakan gelombang radio untuk mendeteksi adanya objek dan menentukan jarak (posisi)-nya (Lillesand dan Kiefer 1990). Tenaga yang dibangkitkan berupa pulsa berenergi tinggi. Tenaga dipancarkan pada waktu yang sangat pendek sekitar 10-6 detik. Pancarannya ditujukan pada arah objek sehingga pulsa radar mengenai objek, dan dipantulkan kembali ke sensor radar. Sensor radar dapat mengukur dan mencatat waktu dari saat pemancaran tenaga hingga kembali ke sensor, mengukur dan mencatat intensitas tenaga balik (backscatter) pulsa radar (Purwadhi 2001). (Lillesand dan Kiefer 1990) menuliskan bahwa sebagian besar radar penginderaan jauh berwahana udara dilakukan dengan sistem yang menggunakan antena yang dipasang pada bagian bawah pesawat dan diarahkan ke samping. Sistem semacam ini dinamakan Side Looking Radar (SLR) atau Side Looking Aperture Radar (SLAR). Sistem SLAR menghasilkan jalur citra yang bersinambungan yang menggambarkan daerah medan luas serta berdekatan dengan jalur terbang. Kenampakan unsur medan pada citra dipengaruhi oleh faktor sifat khas sinyal yang ditransmisikan dan sifat permukaan yang memantulkannya di medan. Sifat khas sinyal yang ditransmisikan dipengaruhi oleh (a) panjang gelombang dan kemampuan daya tembusnya terhadap atmosfer dan permukaan tanah, (b) sudut depresi antena, merupakan salah satu aspek geometrik pada citra radar dan penyebab terjadinya efek pantulan balik pulsa radar, efek bayangan pada objek yang tinggi, efek relief (topografi) seperti efek rebah ke dalam, efek pemendekan lereng, (c) polarisasi atau pengarahan vektor elektrik pada gelombang elektromagnetik pulsa radar menurut suatu bidang datar, (d) arah pengamatan

22 4 antena, erat hubungannya dengan arah objek, yang mempengaruhi pantulan balik pulsa radar (Purwadhi 2001). Sinyal radar dapat ditransmisikan dan/atau diterima dalam bentuk polarisasi yang berbeda. Maksudnya, sinyal dapat disaring sedemikian rupa sehingga getaran gelombang elektrik dibatasi hanya pada satu bidang datar yang tegak lurus arah perjalanan gelombang. Satu sinyal SLAR dapat ditransmisikan pada bidang mendatar (H) ataupun tegak (V). Sinyal tersebut dapat pula diterima pada bidang mendatar atau tegak. Jadi, kita mempunyai kemungkinan empat kombinasi sinyal transmisi dan penerimaan yang berbeda yaitu dikirim H, diterima H, dikirim H, diterima V, dikirim V, diterima H, dikirim V, dan diterima V. Citra dengan polarisasi searah dihasilkan dari paduan HH dan VV. Citra dengan polarisasi silang dihasilkan dari paduan HV dan VH. Karena berbagai objek mengubah polarisasi tenaga yang mereka pantulkan dalam berbagai tingkatan maka bentuk polarisasi sinyal mempengaruhi kenampakan objek pada citra yang dihasilkan (Lillesand dan Kiefer 1990). Banyak sifat khas medan yang bekerja bersama dengan panjang gelombang dan polarisasi sinyal radar untuk menentukan intensitas hasil balik radar dari objek. Akan tetapi faktor utama yang mempengaruhi intensitas hasil balik radar dari objek adalah ukuran (geometris) dan sifat dielektrik objek. Efek geometri sensor/objek dari intensitas backscatter radar terpadu dengan efek kekasaran permukaan. Kekasaran permukaan objek merupakan fungsi variasi relief sehubungan dengan panjang gelombang pantulan tenaga. Permukaan dengan kekasaran yang pada dasarnya sama atau lebih besar dari panjang gelombang yang ditransmisikan, tampak kasar. Sifat dielektrik kenampakan medan bekerja sangat erat dengan sifat khas geometri untuk menentukan intensitas hasil balik radar. Satu ukuran bagi sifat khas elektrik obyek adalah tetapan dielektrik komplek. Parameter ini merupakan suatu indikasi bagi daya pantul dan konduktivitas/daya hantar berbagai material (Lillesand dan Kiefer 1990). Secara teori, vegetasi mempunyai permukaan yang kasar dan kandungan kelembaban yang tinggi sehingga vegetasi lebih banyak menghamburkan dan memantulkan energi radar yang datang sedangkan energi radar yang terserap objek hanya sedikit atau bahkan tidak ada. Pantulan dan hamburan yang kuat dari

23 5 vegetasi akan memberikan rona yang sangat cerah pada citra. Variasi rona yang disebabkan adanya variasi permukaan vegetasi ini dapat menunjukkan perbedaan kekasaran vegetasi sebagai akibat perbedaan lebar tajuk. Semakin kasar vegetasi akan memberikan tone yang cerah, hutan akan tampak cerah karena tajuknya kasar. Lebar tajuk dapat dihubungkan dengan diameter atau volume pohon dimana sejalan dengan perkembangan tajuk akan diikuti membesarnya diameter batang (Puspitasari 2010). 2.2 PALSAR (Phased Array Type L-band Synthetic Aperture Radar) Satelit ALOS (Advanced Land Observing Sattelite) adalah satelit milik Jepang yang diluncurkan pada 24 Januari 2006 menggunakan roket H-II dan didesain untuk dapat beroperasi selama 3-5 tahun. ALOS merupakan satelit Jepang yang menjadi pengembangan satelit sebelumnya yaitu JERS (Japanesse Earth Resources Sattelite). ALOS dilengkapi tiga instrumen penginderaan jauh yaitu PRISM (Panchromatik Remote-sensing Instrumen Stereo Mapping), AVNIR-2 (Advanced Visible and Near Infrared Radiometer type-2) dan PALSAR (Phased-Array type L-band Synthetic Aperture Radar). PALSAR merupakan sensor gelombang mikro aktif menggunakan frekuensi L-band. Sensor ini memberikan kinerja yang lebih tinggi daripada sensor SAR (Synthetic Apertur Radar) pada satelit JERS-1. Hamazaki (1999) menjelaskan bahwa PALSAR adalah pengembangan versi dari JERS-1/SAR. PALSAR diharapkan dapat digunakan untuk observasi kawasan, pengamatan bencana, dan survei sumber daya alam. PALSAR memiliki sudut insidensi 8 60 derajat. PALSAR dalam mode resolusi tinggi dengan sudut insidensi standar (39 derajat) memiliki resolusi spasial 10 m dengan luas jangkauan 70 km, -23 db rasio noise. Mode PALSAR ScanSAR memiliki tambahan untuk resolusi tinggi konvesionil. Dengan mode ini kita dapat mendapatkan citra SAR seluas 250 sampai 350 km yang lebih luas 3 sampai 5 kali dari ukuran citra SAR konvensionil. Sensor PALSAR bisa memodifikasi sudut nadir dalam selang 10 sampai 51 menggunakan teknologi antena phased-array dengan 80 receive/transmit modul. ScanSAR mode dapat menghasilkan cakupan citra seluas 350 km dengan polarisasi tunggal secara horisontal (HH) maupun vertikal (HV). Polarsasi

24 6 berubah di setiap transmisi pulsa dan dua polarisasi sinyal yang diterima bersamaan. Dengan batas maksimum data transmisi (240 mbit/sec) kita dapat memperoleh cakupan data dengan lebar 30 km dan resolusi spasial 30 m (Sovzond 2007). Karakteristik PALSAR dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 1 Karakteristik PALSAR Mode Karakteristik Polarimetric Fine ScanSAR (Experiment Mode) Frekuensi MHz (L-Band) Lebar Kanal 28/114 MHz Polarisasi HH/VV/HH+HV atau VV+VH HH atau HV HH+HV+VH+VV Resolusi 10 m (2 look)/20 m Spasial (4 look) 100 m (multi look) 30 m Lebar Cakupan 70 km km 30 km Incidence Angle 8-60 derajat derajat 8-30 derajat NE Sigma 0 <-23 db (70 km) >-25 db (60 km) <-25 db <-29 db Panjang Bit 3 bit atau 5 bit 5 bit 3 bit atau 5 bit Ukuran AZ:8.9 m x EL:2.9 m (Sumber : Jaxa 2006) 2.3 Biomassa Jumlah biomassa dalam hutan merupakan hasil perbedaan produksi melalui fotosintesis dan konsumsi tumbuhan melalui respirasi dan proses pemanenan. Biomassa merupakan ukuran penting untuk menilai perubahan struktur hutan. Perubahan dalam biomassa hutan bisa disebabkan oleh suksesi alami: kegiatan manusia seperti silvikultur, pemanenan, dan pendegradasian; serta dampak alami dari kebakaran dan perubahan iklim. Biomassasa hutan juga relevan dengan isu perubahan iklim. Biomassa didefinisikan sebagai jumlah total bahan organik di atas tanah pada pohon, termasuk daun, ranting, cabang, batang utama, dan kulit yang dinyatakan dalam berat kering oven ton per unit area (Brown 1997). Pendugaan biomassa dapat dilakukan dengan metode destructive sampling dan non-destructive sampling. Metode destructive sampling, dilakukan dengan

25 7 memanen beberapa pohon contoh dalam plot-plot yang telah ditentukan dan selanjutnya menimbang berat kering dari pohon-pohon tersebut. Metode ini membutuhkan biaya yang besar dan waktu yang relatif lama untuk memperoleh hasil yang diinginkan (Mawobe 2006; Pepen DS 2007; Erlangga 2009). Metode selanjutnya adalah pendugaan biomassa dengan menggunakan data hasil inventarisasi hutan yang ada. Metode ini termasuk metode non-destructive sampling karena tidak memerlukan pemanenan pohon contoh dalam pendugaan biomassanya. Pengkonversian hasil inventarisasi hutan dalam bentuk volume dilakukan dengan mengalikan nilai tersebut dengan konstanta nilai Biomass Exspansion Factor (BEF) (Jelkanen et al 2005; Balinda 2008; Wulder et al 2008) Beberapa penelitian lain juga melakukan pendugaan biomassa dengan memanfaatkan teknologi penginderaan jauh. Data yang digunakan adalah data biomassa yang di ukur di lapangan dan kemudian menghubungkan data tersebut dengan data nilai backscatter citra. Dengan menganalisis hubungan tersebut, akan diperoleh persamaan yang bisa digunakan untuk menduga potensi biomassa melalui peta citra. Metode ini memiliki akurasi data yang cukup baik, disamping itu waktu dan biaya yang dibutuhkan juga relatif tidak mahal (Bergen and Doubson 1999; Lu 2006; Ahmed et al 2009) Awaya (2009) melakukan studi di daerah Palangkaraya mengenai analisis regresi hubungan antara biomassa dan koefisien backscatter dari data PALSAR. Dari studi tersebut diperoleh hasil bahwa polarisasi HV menunjukkan hubungan yang lebih baik dengan biomassa dibandingkan polarisasi HH. Rauste et al (2007) melakukan penelitian mengenai pemrosesan dan analisis data citra ALOS PALSAR di daerah Heinavesi, Finlandia. Dari penelitian tersebut diperoleh kesimpulan bahwa polarisasi silang (HV) dari L-band SAR memiliki korelasi yang lebih baik dengan biomassa hutan dibandingkan dengan polarisasi searah (HH) dengan nilai saturasi sekitar 150 m 3 /Ha. 2.4 Pinus (Pinus merkusii Jungh et de Vriese) Pinus (Pinus merkusii Jungh et De Vriese) adalah salah satu tanaman dari famili Pinaceae. Nama lokal pinus antara lain tusam (Indonesia), uyam (Aceh), son song bai (Thailand), dan tenasserim pine (Inggris). Pinus jenis ini merupakan

26 8 satu-satunya pinus yang sebaran alaminya sampai di selatan khatulistiwa. Di Asia Tenggara menyebar di Burma, Thailand, Laos, Kamboja, Vietnam, Indonesia, dan Filipina. Tumbuhan ini tumbuh pada ketinggian mdpl pada berbagai tipe tanah dan iklim. Pinus merupakan pohon besar berbatang lurus, silindris. Tegakan masak dapat mencapai tinggi 30 m, diameter cm. Tegakan tua mencapai 45 m, diameter 140 cm. Tajuk pohon muda berbentuk piramid, setelah tua lebih rata dan tersebar. Kulit pohon muda abu-abu, sesudah tua berwarna gelap dan terdapat alur (Hidayat dan Hansen 2001). Pinus merkusii Jungh et De Vriese atau sering disebut tusam merupakan salah satu jenis pohon industri yang mempunyai nilai produksi tinggi dan merupakan salah satu prioritas jenis untuk reboisasi terutama di luar Pulau Jawa. Di Pulau Jawa, pinus atau tusam dikenal sebagai penghasil kayu, resin dan gondorukem yang dapat diolah lebih lanjut sehingga mempunyai nilai ekonomi yang lebih tinggi. Kelemahan dari Pinus merkusii adalah peka terhadap kebakaran, karena menghasilkan serasah daun yang tidak mudah membusuk secara alami. Kebakaran hutan umumnya terjadi pada saat musim kemarau, karena saat itu kandungan air, baik pada ranting-ranting dan serasah di lantai hutan maupun pohon menjadi berkurang sehingga kemungkinan untuk mengalami kebakaran menjadi lebih besar. Selain itu, produksi serasah pinus termasuk tinggi, yaitu sebesar 12,56-16,65 ton/ha (Komaryati et al 2002 diacu dalam Siregar 2005).

27 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada November 2010 April 2011 dengan daerah penelitian KPH Banyumas Barat (Bagian Hutan Dayeuluhur, Majenang dan Lumbir). Pengolahan dan analisis data dilakukan di Laboratorium Remote Sensing dan GIS Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. 3.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah GPS CS 60, Klinometer, alat tulis, galah, tambang, kamera SLR yang dilengkapi dengan lensa Fish Eye, dan satu unit komputer pribadi yang dilengkapi dengan software Erdas Imagine Ver 9.1, ArcView GIS Ver 3.2, SPSS Statistics 17.0, dan Microsoft Office Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Citra ALOS PALSAR tahun perekaman 2009 dengan resolusi spasial 50 m dan 12,5 m daerah Majenang, Jawa Tengah. a b Gambar 1 Citra ALOS PALSAR resolusi 50 m (a) dan 12,5 m (b) 2. Data hasil inventarisasi tegakan pinus (Pinus merkusii Jungh et De Vriese) dalam kegiatan Project for support on Forest Resources Management Through Leveraging Sattelite Image Information tahun 2010 di lokasi KPH Banyumas Barat (Bagian Hutan Dayeuluhur, Majenang, dan Lumbir) dengan unit contoh lingkaran berdasarkan kelas umur.

28 10 3. Peta kawasan hutan KPH Banyumas Barat. Gambar 2 Peta Kawasan Hutan KPH Banyumas Barat

29 Tahapan Pelaksanaan Tahapan pelaksanaan secara umum dapat dilihat pada Gambar 3 di bawah : Persiapan dan Pengumpulan Data Hasil Inventarisasi Tegakan Citra ALOS PALSAR Perhitungan Biomassa dan Volume Pengkonversian Nilai Dijital Dimensi Tegakan dan Nilai Biomassa Nilai Backscatter Overlay Data Analisis Statistik dan Penyusunan Model Pendugaan Biomassa dan Volume Model Terbaik Penghitungan Overall Accuracy dan Kappa Accuracy Pembuatan Peta Sebaran Biomassa Selesai Gambar 3 Diagram alur penelitian

30 Pengolahan Data Citra Analisis Backscatter Analisis backscatter dalam penelitian ini dilakukan terhadap polarisasi HH dan HV. Nilai backscatter dapat diperoleh dengan rumus kalibrasi berikut : NRCS(dB) = 10*log10(DN 2 ) + CF (Shimada et al 2009) Keterangan : NRCS = Normalized Radar Cross Section DN = Digital Number CF = Calibration Factor, yaitu -83 untuk HH dan HV Filtering Image Proses filtering image dilakukan dengan menggunakan bantuan software ERDAS IMAGINE 9.1 dengan menu Radar (Radar Interpreter Speckle Supression). Filtering image ini dilakukan pada citra-citra hasil model terbaik yang telah dibuat. Setiap citra model dilakukan filtering dengan kernel 3x3, 5x5, dan 7x Pengambilan Data Lapangan Penentuan plot contoh di lapangan didasarkan pada keterwakilan masingmasing kelas umur yang tersedia di lapangan. Kelas umur dikelompokkan ke dalam tiga kelompok yaitu : a. Kelompok umur muda Untuk tegakan dengan kelas umur I sampai III. Pengambilan data dilakukan dengan membuat plot lingkaran seluas 0,02 Ha (D 7,29 m). b. Kelompok umur sedang Untuk tegakan dengan kelas umur IV sampai VI. Pengambilan data dilakukan dengan membuat plot lingkaran seluas 0,04 Ha (D 11,28 m). c. Kelompok umur tua Untuk tegakan kelas umur VII up, pengambilan data dilakukan dengan membuat plot lingkaran seluas 0,1 Ha (D 17,28 m) Pengolahan Data Lapangan Pengolahan data lapangan dilakukan untuk menduga biomassa atas permukaan plot-plot yang telah diukur. Pendugaan biomassa atas permukaan dilakukan dengan menggunakan alometrik yang telah tersedia dan menggunakan koefisien BEF.

31 13 Alometrik yang digunakan dalam pendugaan biomassa atas permukaan pada penelitian ini adalah : BAP = X 2,802 (Heriansyah 2005) Keterangan : BAP = Biomassa Atas Permukaan X = Diameter (cm) Pendugaan biomassa atas permukaan menggunakan Biomass Expansion Factor (BEF) dilakukan dengan menggunakan rumus : BAP = V*BEF Keterangan : BAP = Biomassa Atas Permukaan V = Volume Tegakan berdasarkan Tabel Volume Lokal V = *D 2,72647 untuk wilayah Bagian Hutan Majenang V = *D 3, untuk wilayah Bagian Hutan Dayeuh Luhur V = *D 2, untuk wilayah Bagian Hutan Lumbir (KPH Banyumas Barat 1995) BEF = Biomass Expansion Factor dengan koefisien 1,4 untuk Pinus pada hutan tropis (Heriyanto et al 2005) Analisis Data Analisis hubungan antara biomassa dengan nilai backscatter dilakukan dengan meyusun model hubungan biomassa atas permukaan dengan nilai backscatter pada citra. Model-model yang dicobakan adalah sebagai berikut : Model Eksponensial Y = a*exp (bx) Y = Exp (a + bx) Model Inverse Polymonial Y = X / (a + bx) Model Regresi Linear Berganda Y = a + bx 1 + cx 2 Y = Exp(a + bx 1 + cx 2 )

32 14 Keterangan : Y = Biomassa Atas Permukaan X 1 X 2 a,b,c = Nilai backscatter polarisasi HH = Nilai backscatter polarisasi HV = Nilai estimasi parameter Penyusunan model hubungan biomassa dengan nilai backscatter masingmasing polarisasi pada citra ALOS PALSAR menggunakan metode penentuan subset predictor berdasarkan kriteria koefisien determinasi yang disesuaikan (R 2 adj). Kita akan mengetahui seberapa besar nilai backscatter dari masing-masing polarisasi tersebut dapat menjelaskan nilai biomassa. Proses menganalisis hubungan nilai backscatter dan biomassa dilakukan dengan menggunakan software SPSS Pemilihan model terbaik menggunakan kriteria koefisien determinasi yang disesuaikan (R 2 adj) dan nilai Overall accuracy dan Kappa accuracy paling tinggi serta Root Mean Square Error (RMSE) paling rendah. Semakin tinggi nilai koefisien determinasi yang disesuaikan (R 2 adj), maka semakin besar peranan nilai backsatter dalam menjelaskan nilai biomassa atas permukaan. Selang nilai untuk koefisien determinasi yang disesuaikan (R 2 adj) adalah 0 100%. Semakin rendah nilai RMSE maka semakin akurat hasil penaksiran yang diperoleh Pembuatan Peta Sebaran Biomassa Atas Permukaan. Pembuatan peta sebaran dilakukan dengan bantuan software Erdas Imagine 9.1 dan ArcView 3.2. Peta sebaran dibuat berdasarkan kelas yang telah ditentukan. Penentuan banyaknya kelas diperoleh dengan acuan Starges : K = 1 + (3,3) log n Keterangan : K = Banyaknya kelas n = Banyaknya data Selang kelas ditentukan dengan : I = (Bmax Bmin) / K Keterangan : I = Interval kelas Bmax = Biomassa maksimum

33 15 Bmin = Biomassa minimum K = Banyaknya kelas Penghitungan Overall Accuracy dan Kappa Accuracy Analisis akurasi hasil pengklasifikasian kelas dilakukan dengan menghitung Overall Accuracy dan Kappa Accuracy menggunakan rumus berikut : OA = Keterangan : OA X ii N r i=1 Xii N 100% = Overall Accuracy = Nilai diagonal dari matriks kontingens baris ke-i dan kolom ke-i = Banyaknya pixel dalam contoh r ҡ = N i=1 X ii i=1 X i+ X +i 100% N 2 X i+ X +i Keterangan : r X ii = nilai diagonal dari matrik kontingensi baris ke-i dan kolom ke-i X +i = jumlah piksel dalam kolom ke-i X i+ = jumlah piksel dalam baris ke-i N = banyaknya piksel dalam contoh

34 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI KPH Banyumas Barat merupakan salah satu badan pengelola hutan di Pulau Jawa yang berada dalam lingkup Perusahaan Umum Kehutanan Negara (Perum Perhutani) Unit I Jawa Tengah. KPH Banyumas Barat mengelola kawasan seluas ,20 Ha yang terdiri atas 6 Bagian Hutan (BH) yaitu BH Dayeuluhur, BH Majenang, BH Lumbir, BH Sidareja, dan BH Cilacap. Bagian Hutan ini kemudian di bagi menjadi 8 BKPH (Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan) yaitu BKPH Lumbir, BKPH Majenang, BKPH Sidareja, BKPH Wanareja, BKPH Bokol, BKPH Kawunganten, BKPH Rawa Timur dan BKPH Rawa Barat. 4.1 Letak Administratif KPH Banyumas Barat secara administratif kawasan hutannya masuk pada wilayah administratif Kabupaten Banyumas (8.235,80 Ha) dan Kabupaten Cilacap (47.310,40 Ha) (RPKH KPH Banyumas Barat 2002). 4.2 Topografi Topografi wilayah kawasan hutan KPH Banyumas Barat cukup beragam. Setiap bagian hutan memiliki konfigurasi lapangan datar, lereng, miring, sangat berombak/bergelombang dan berbukit. Elevasi kawasan hutan KPH Banyumas Barat berkisar antara ketinggian 7 mdpl mdpl. 4.3 Iklim KPH Banyumas Barat mempunyai iklim tropis basah. Rata-rata suhu bulanan 26,3º C dengan suhu minimal 24,4º C dan suhu maksimal 30,9º C. Tipe iklim di Kabupaten Banyumas menurut Smith Ferguson adalah tipe B (basah) dengan curah hujan mm/thn (RPKH KPH Banyumas Barat 2002). 4.4 Tanah Tabel 2 merupakan jenis tanah yang tersebar di berbagai lokasi pada KPH Banyumas Barat :

35 17 Tabel 2 Jenis Tanah di Kawasan Hutan KPH Banyumas Barat No Macam Tanah Bahan Induk Fisiografi Lokasi / RPH 1 Komplek latosol merah kekuningan, latosol coklat podsolik merah dan litosol Tuf dan bahan vulkan masam, intermedier dan basis Vulkan dan batuan lipatan Wanareja, Dayeuhluhur, Majenang 2 Latosol tua kemerahan Tuf Vulkan, Intermedier 3 Litosol Coklat Tuf Vulkan, Intermedier Vulkan Daratan 4 Grumosol kelabu Endapan liat Bukit Lipatan 5 Komplek Gromosol dan Regusol serta mediteran Batu kapur dan napal 6 Litosol Coklat Tuv Vulkan intermedier 7 Latosol coklat tua kemerahan 8 Komplek Gromosol dan Regusol serta mediteran Tuv Vulkan, Intermedier Batu kapur dan napal Vulkan Vulkan dan bukit lipatan Bukit lipatan Bukit lipatan Wanareja, Dayeuhluhur, Majenang Wanareja, Dayeuhluhur, Majenang Sidareja, Ciporos, Gandrungmangu, Cidora, Besuki, Randegan, Citepus, Mentasan, Kedungwadas, Julangmangu, Kalijeruk, Kubangkangkung Sidareja, Ciporos, Gandrungmangu, Cidora, Besuki, Randegan, Citepus, Mentasan, Kedungwadas, Julangmangu, Kalijeruk, Kubangkangkung Sidareja, Ciporos, Gandrungmangu, Cidora, Besuki, Randegan, Citepus, Mentasan, Kedungwadas, Julangmangu, Kalijeruk, Kubangkangkung Sidareja, Ciporos, Gandrungmangu, Cidora, Besuki, Randegan, Citepus, Mentasan, Kedungwadas, Julangmangu, Kalijeruk, Kubangkangkung Surusunda, Karangpucung, Samudra, Banteran, Lumbir 9 Komplek Latosol merah kekuningan dan latosol Batu endapan dan Vulkan Vulkan dan bukit lipatan Surusunda, Karangpucung, Samudra, Banteran, Lumbir 10 Aluvial kelabu kekuningan (Sumber : RPKH KPH Banyumas Barat 2002) Endapan liat Daratan Majenang, Pesahangan, Cimanggu

36 Daerah Aliran Sungai (DAS) Kawasan hutan KPH Banyumas Barat berada dalam Satuan Wilayah Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (SWP DAS) Serayu dan Citanduy. Pembagian SWP DAS dan Sub DAS dalam wilayah KPH Banyumas Barat dapat dilihat pada tabel 3 : Tabel 3 SWP DAS dan Sub DAS KPH Banyumas Barat No Bagian Hutan DAS Sub DAS 1 Dayeuhluhur Citanduy Citanduy 2 Majenang Citanduy Citanduy 3 Lumbir Serayu Citanduy 4 Sidareja Serayu Citanduy Tajum Citanduy Jeruklegi, Cibeureum Tajum 5 Cilacap Cintanduy Jeruklegi, Cibeureum 4.6 Tutupan Lahan Kawasan hutan KPH Banyumas Barat terdiri atas tutupan lahan berupa hutan, lahan pertanian, perkebunan dan pemukiman. Tutupan lahan berupa hutan di dominasi oleh hutan tanaman khususnya jenis pinus. Terdapat pula hutan tanaman jenis lain seperti mahoni, jati dan salam. Lahan pertanian yang dominan adalah sawah tapi terkadang berubah fungsi sebagai pertanian lahan kering saat musim kering tiba. Selain itu terdapat pula pemukiman-pemukiman masyarakat di sekitar hutan baik itu di batas luar kawasan hutan maupun enclave yang berada dalam kawasan hutan. 4.7 Pemanfaatan Pinus di KPH Banyumas Barat KPH Banyumas Barat wilayah produksinya didominasi oleh kelas hutan pinus dengan jenis pinus, Pinus merkusii. Oleh karena itu, pinus dan berbagai produk turunannya menjadi produksi andalan KPH Banyumas Barat. Pada tahun 2008, KPH Banyumas Barat menjadi produsen getah pinus terbesar di Perhutani Unit 1 Jawa Tengah dengan total produksi kg getah pinus. Tabel 4 menunjukkan data pungutan getah Pinus KPH Banyumas Barat untuk tahun kegiatan 2010 :

37 19 Tabel 4 Jumlah Sadapan Pinus KPH Banyumas Barat Prasadap Non kayu Sat BKPH Wnr Mjn Lbr Sdrj Kwt Bkl Luas Ha Σ Phn Phn Prod. Ton Sadap Lanjut Luas Ha Σ Phn Phn Prod. Ton (Sumber : RKT KPH Banyumas Barat 2010) Keterangan : Wnr : Wanareja Sdrj : Sidareja Mjn : Majenang Kwt : Kawunganten Lbr : Lumbir Bkl : Bokol Σ

38 Tinggi (m) BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Pengolahan Data Lapangan Penelitian ini dilakukan di tiga Bagian Hutan (BH) yaitu BH Dayeuluhur, BH Majenang, dan BH Lumbir. Plot contoh yang diambil tersebar di tiga kelompok Kelas Umur (KU) yaitu KU muda sejumlah 17 plot contoh, KU sedang sejumlah 17 plot contoh dan KU tua sejumlah 4 plot. Pada setiap plot dilakukan perhitungan volume berdasarkan alometrik tabel volume lokal per bagian hutan sedangkan perhitungan biomassa dilakukan dengan menggunakan alometrik dan BEF (Biomassa Expansion Factor). Berikut merupakan grafik sebaran diameter dan tinggi pohon berdasarkan kelas umur masing-masing plot contoh : KU Diameter (cm) Gambar 4 Grafik sebaran diameter dan tinggi pohon

39 21 a b c d e f g h Gambar 5 a) tegakan KU I, b) tegakan KU II, c) tegakan KU III, d) tegakan KU IV, e) tegakan KU V, f) tegakan KU VI, g) tegakan KU VII, h) tegakan KU VIII

40 Biomassa (Ton/Ha) Biomassa (Ton/Ha) 22 Berikut adalah grafik hubungan kelas umur dan biomassa dengan perhitungan berdasarkan koefisien BEF dan perhitungan alometrik : Kelas Umur Gambar 6 Grafik hubungan kelas umur dan biomassa BEF Kelas Umur Gambar 7 Grafik hubungan kelas umur dan biomassa alometrik 8 Dari grafik tersebut dapat diketahui bahwa biomassa untuk perhitungan alometrik lebih besar dari biomassa BEF. Total biomassa per plot yang diperoleh berkisar dari 2, ,4004 Ton/Ha untuk biomassa perhitungan alometrik

41 23 dan 2, ,9863 Ton/Ha untuk biomassa perhitungan BEF. Jumlah biomassa per plot dipengaruhi oleh diameter, tinggi dan jumlah pohon masingmasing plot. Jumlah pohon masing-masing plot dipengaruhi faktor jarak antar pohon. Jarak antar pohon pada perusahaan pengelolaan hutan seperti Perhutani biasanya ditentukan dalam perencanaan pengelolaan hutan yang diatur melalui kegiatan penjarangan. Plot yang memiliki biomassa dan volume yang lebih tinggi daripada plot yang lain, ini disebabkan karena wilayah pengambilan plot contoh tersebut masih belum dilakukan proses penjarangan sehingga kerapatan pohonpohonnya masih tinggi dan menyebabkan jumlah pohon di dalam plot contoh lebih banyak dibandingkan plot contoh lain yang kelas umurnya relatif sama. Dari hasil perhitungan biomassa diperoleh hasil, biomassa atas permukaan dengan menggunakan persamaan alometrik berbeda dengan perhitungan biomassa atas permukaan menggunakan koefisien BEF. Hal ini disebabkan karena perhitungan menggunakan koefisien BEF sifatnya lebih umum. Nilai koefisien tersebut digunakan untuk jenis pinus pada hutan tropis sedangkan persamaan alometrik yang digunakan untuk perhitungan biomassa pada penelitian ini sifatnya lebih khusus karena persamaan tersebut dibuat untuk perhitungan pinus pada daerah dengan ketinggian dan topografi yang kurang lebih sama dengan daerah penelitian. Sehingga pada penelitian ini, penggunaan metode alometrik untuk menghitung biomassa di lapangan lebih dianjurkan.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di KPH Banyumas Barat (Bagian Hutan Dayeuluhur, Majenang dan Lumbir). Penelitian ini dilakukan dengan mengolah dan menganalisis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penginderaan Jauh Penginderaan jauh merupakan suatu teknik pengukuran atau perolehan informasi dari beberapa sifat obyek atau fenomena dengan menggunakan alat perekam yang secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penginderaan Jauh Penginderaan jauh merupakan tehnik dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, wilayah atau fenomena dengan menganalisa data yang diperoleh

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 21 BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di KPH Kebonharjo Perum Perhutani Unit I, Jawa Tengah. Meliputi Bagian Hutan (BH) Tuder dan Balo, pada Kelas Perusahaan Jati.

Lebih terperinci

PENYUSUNAN MODEL PENDUGAAN DAN PEMETAAN BIOMASSA PERMUKAAN PADA TEGAKAN JATI

PENYUSUNAN MODEL PENDUGAAN DAN PEMETAAN BIOMASSA PERMUKAAN PADA TEGAKAN JATI PENYUSUNAN MODEL PENDUGAAN DAN PEMETAAN BIOMASSA PERMUKAAN PADA TEGAKAN JATI (Tectona grandis Linn.F) MENGGUNAKAN CITRA ALOS PALSAR RESOLUSI 50 M DAN 12,5 M (Studi Kasus : KPH Kebonharjo Perhutani Unit

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki hutan tropis terbesar di dunia, dengan kondisi iklim basa yang peluang tutupan awannya sepanjang tahun cukup tinggi.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penginderaan Jauh Penginderaan jauh merupakan ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Posisi Indonesia berada di daerah tropis mengakibatkan hampir sepanjang tahun selalu diliputi awan. Kondisi ini mempengaruhi kemampuan citra optik untuk menghasilkan

Lebih terperinci

Kegiatan konversi hutan menjadi lahan pertambangan melepaskan cadangan

Kegiatan konversi hutan menjadi lahan pertambangan melepaskan cadangan Kegiatan konversi hutan menjadi lahan pertambangan melepaskan cadangan karbon ke atmosfir dalam jumlah yang cukup berarti. Namun jumlah tersebut tidak memberikan dampak yang berarti terhadap jumlah CO

Lebih terperinci

PENDUGAAN BIOMASSA TEGAKAN PINUS MENGGUNAKAN BACKSCATTER ALOS PALSAR, UMUR, DAN TINGGI TEGAKAN: KASUS DI KPH BANYUMAS BARAT, JAWA TENGAH

PENDUGAAN BIOMASSA TEGAKAN PINUS MENGGUNAKAN BACKSCATTER ALOS PALSAR, UMUR, DAN TINGGI TEGAKAN: KASUS DI KPH BANYUMAS BARAT, JAWA TENGAH PENDUGAAN BIOMASSA TEGAKAN PINUS MENGGUNAKAN BACKSCATTER ALOS PALSAR, UMUR, DAN TINGGI TEGAKAN: KASUS DI KPH BANYUMAS BARAT, JAWA TENGAH ADITYA PRADHANA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penginderaan Jauh (Remote Sensing) Penginderaan jauh (remote sensing) merupakan ilmu dan seni pengukuran untuk mendapatkan informasi dan pada suatu obyek atau fenomena, dengan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luas kawasan hutan Indonesia berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan tentang penunjukan kawasan hutan dan perairan provinsi adalah 133.300.543,98 ha (Kementerian

Lebih terperinci

MODEL PENDUGA BIOMASSA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HARLYN HARLINDA

MODEL PENDUGA BIOMASSA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HARLYN HARLINDA MODEL PENDUGA BIOMASSA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HARLYN HARLINDA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 24 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Pengolahan data Biomassa Penelitian ini dilakukan di dua bagian hutan yaitu bagian Hutan Balo dan Tuder. Berdasarkan hasil pengolahan data lapangan diperoleh dari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa

II. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Biomassa Biomassa merupakan bahan organik dalam vegetasi yang masih hidup maupun yang sudah mati, misalnya pada pohon (daun, ranting, cabang, dan batang utama) dan biomassa

Lebih terperinci

BAB II METODE PENELITIAN 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Agustus 2010 sampai bulan September 2011, diawali dengan tahap pengambilan data sampai dengan pengolahan dan penyusunan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 20 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Profil Singkat Perum Perhutani dan KPH Banyumas Barat Perum Perhutani adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berbasis sumberdaya hutan yang diberi tugas dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Jati (Tectona grandis Linn. f) Jati (Tectona grandis Linn. f) termasuk kelompok tumbuhan yang dapat menggugurkan daunnya sebagaimana mekanisme pengendalian diri terhadap

Lebih terperinci

BAB II METODE PENELITIAN

BAB II METODE PENELITIAN BAB II METODE PENELITIAN 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dimulai pada bulan Agustus 2010 sampai dengan bulan Nopember 2010. Lokasi penelitian terletak di Kabupaten Simalungun dan sekitarnya, Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sumberdaya alam ialah segala sesuatu yang muncul secara alami yang dapat digunakan untuk pemenuhan kebutuhan manusia pada umumnya. Hutan termasuk kedalam sumber daya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Informasi Geografis (SIG) SIG dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan, dan menganalisis objekobjek serta fenomena

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Informasi Geografis (SIG) SIG dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan, dan menganalisis objekobjek serta fenomena 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Informasi Geografis (SIG) SIG dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan, dan menganalisis objekobjek serta fenomena dimana lokasi geografi merupakan karakteristik yang

Lebih terperinci

q Tujuan dari kegiatan ini diperolehnya peta penggunaan lahan yang up-to date Alat dan Bahan :

q Tujuan dari kegiatan ini diperolehnya peta penggunaan lahan yang up-to date Alat dan Bahan : MAKSUD DAN TUJUAN q Maksud dari kegiatan ini adalah memperoleh informasi yang upto date dari citra satelit untuk mendapatkan peta penggunaan lahan sedetail mungkin sebagai salah satu paramater dalam analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. global, sehingga terjadi penyimpangan pemanfaatan fungsi hutan dapat merusak

BAB I PENDAHULUAN. global, sehingga terjadi penyimpangan pemanfaatan fungsi hutan dapat merusak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam komunitas alam lingkungannya dan tidak dapat

Lebih terperinci

Legenda: Sungai Jalan Blok sawah PT. Sang Hyang Seri Kabupaten Subang

Legenda: Sungai Jalan Blok sawah PT. Sang Hyang Seri Kabupaten Subang 17 III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Oktober 2010 dan berakhir pada bulan Juni 2011. Wilayah penelitian berlokasi di Kabupaten Subang, Jawa Barat (Gambar

Lebih terperinci

Phased Array Type L-Band Synthetic Aperture Radar (PALSAR)

Phased Array Type L-Band Synthetic Aperture Radar (PALSAR) LAMPIRAN 51 Phased Array Type L-Band Synthetic Aperture Radar (PALSAR) Sensor PALSAR merupakan pengembangan dari sensor SAR yang dibawa oleh satelit pendahulunya, JERS-1. Sensor PALSAR adalah suatu sensor

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan 15 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli sampai dengan April 2011 dengan daerah penelitian di Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, dan Kabupaten Cianjur,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemantauan Padi dengan SAR Polarisasi Tunggal Pada awal perkembangannya, sensor SAR hanya menyediakan satu pilihan polarisasi saja. Masalah daya di satelit, kapasitas pengiriman

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Identifikasi Tutupan Lahan di Lapangan Berdasarkan hasil observasi lapangan yang telah dilakukan di Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Tapanuli Utara, dan Kabupaten

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum tentang Pinus 2.1.1. Habitat dan Penyebaran Pinus di Indonesia Menurut Martawijaya et al. (2005), pinus dapat tumbuh pada tanah jelek dan kurang subur, pada tanah

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai September 2011. Kegiatan penelitian ini meliputi tahap prapenelitian (persiapan, survei), Inventarisasi (pengumpulan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PENAFSIRAN VISUAL ANTARA CITRA ALOS PALSAR RESOLUSI 50 M DENGAN CITRA LANDSAT RESOLUSI 30 M DALAM MENGIDENTIFIKASI PENUTUPAN LAHAN

PERBANDINGAN PENAFSIRAN VISUAL ANTARA CITRA ALOS PALSAR RESOLUSI 50 M DENGAN CITRA LANDSAT RESOLUSI 30 M DALAM MENGIDENTIFIKASI PENUTUPAN LAHAN PERBANDINGAN PENAFSIRAN VISUAL ANTARA CITRA ALOS PALSAR RESOLUSI 50 M DENGAN CITRA LANDSAT RESOLUSI 30 M DALAM MENGIDENTIFIKASI PENUTUPAN LAHAN (Studi Kasus di Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, dan

Lebih terperinci

+ MODEL SPASIAL PENDUGAAN DAN PEMETAAN BIOMASSA DI ATAS PERMUKAAN TANAH MENGGUNAKAN CITRA ALOS PALSAR RESOLUSI 12.5 M MITRA ELISA HUTAGALUNG

+ MODEL SPASIAL PENDUGAAN DAN PEMETAAN BIOMASSA DI ATAS PERMUKAAN TANAH MENGGUNAKAN CITRA ALOS PALSAR RESOLUSI 12.5 M MITRA ELISA HUTAGALUNG + MODEL SPASIAL PENDUGAAN DAN PEMETAAN BIOMASSA DI ATAS PERMUKAAN TANAH MENGGUNAKAN CITRA ALOS PALSAR RESOLUSI 12.5 M MITRA ELISA HUTAGALUNG DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemampuan hutan dan ekosistem didalamnya sebagai penyimpan karbon dalam bentuk biomassa di atas tanah dan di bawah tanah mempunyai peranan penting untuk menjaga keseimbangan

Lebih terperinci

PERBEDAAN INTERPRETASI CITRA RADAR DENGAN CITRA FOTO UDARA

PERBEDAAN INTERPRETASI CITRA RADAR DENGAN CITRA FOTO UDARA PERBEDAAN INTERPRETASI CITRA RADAR DENGAN CITRA FOTO UDARA I. Citra Foto Udara Kegiatan pengindraan jauh memberikan produk atau hasil berupa keluaran atau citra. Citra adalah gambaran suatu objek yang

Lebih terperinci

PEMETAAN POHON PLUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS. Oleh MENDUT NURNINGSIH E

PEMETAAN POHON PLUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS. Oleh MENDUT NURNINGSIH E PEMETAAN POHON PLUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Oleh MENDUT NURNINGSIH E01400022 DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 10 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium dan di lapang. Pengolahan citra dilakukan di Bagian Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial dan penentuan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 DEM (Digital elevation Model) Definisi DEM

BAB II DASAR TEORI. 2.1 DEM (Digital elevation Model) Definisi DEM BAB II DASAR TEORI 2.1 DEM (Digital elevation Model) 2.1.1 Definisi DEM Digital Elevation Model (DEM) merupakan bentuk penyajian ketinggian permukaan bumi secara digital. Dilihat dari distribusi titik

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.. Variasi NDVI Citra AVNIR- Citra AVNIR- yang digunakan pada penelitian ini diakuisisi pada tanggal Desember 008 dan 0 Juni 009. Pada citra AVNIR- yang diakuisisi tanggal Desember

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November Penelitian ini

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November Penelitian ini METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November 2012. Penelitian ini dilaksanakan di lahan sebaran agroforestri yaitu di Kecamatan Sei Bingai, Kecamatan Bahorok,

Lebih terperinci

II METODOLOGI PENELITIAN

II METODOLOGI PENELITIAN 2.1 Waktu dan Tempat II METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2010 sampai dengan Mei 2011. Penelitian dilakukan di wilayah Kerja HTI PT Toba Pulp Lestari Sektor Tele Kecamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hasil sensus jumlah penduduk di Indonesia, dengan luas wilayah kurang lebih 1.904.569 km 2 menunjukkan adanya peningkatan jumlah penduduk, dari tahun 2010 jumlah penduduknya

Lebih terperinci

DETEKSI EKOSISTEM MANGROVE DI CILACAP, JAWA TENGAH DENGAN CITRA SATELIT ALOS

DETEKSI EKOSISTEM MANGROVE DI CILACAP, JAWA TENGAH DENGAN CITRA SATELIT ALOS DETEKSI EKOSISTEM MANGROVE DI CILACAP, JAWA TENGAH DENGAN CITRA SATELIT ALOS Oleh : Tresna Sukmawati Suhartini C64104020 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7 Matrik korelasi antara peubah pada lokasi BKPH Dungus

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7 Matrik korelasi antara peubah pada lokasi BKPH Dungus BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Korelasi antar peubah Besarnya kekuatan hubungan antar peubah dapat dilihat dari nilai koefisien korelasinya (r). Nilai koefisien korelasi memberikan pengertian seberapa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. hutan yang luas diberbagai benua di bumi menyebabkan karbon yang tersimpan

PENDAHULUAN. hutan yang luas diberbagai benua di bumi menyebabkan karbon yang tersimpan PENDAHULUAN Latar Belakang Pencemaran lingkungan, pembakaran hutan dan penghancuran lahan-lahan hutan yang luas diberbagai benua di bumi menyebabkan karbon yang tersimpan dalam biomassa hutan terlepas

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang.

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang. III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Oktober 2010. Lokasi penelitian di Kota Palembang dan Laboratorium Analisis Spasial Lingkungan, Departemen Konservasi Sumberdaya

Lebih terperinci

PENGOLAHAN CITRA SATELIT ALOS PALSAR MENGGUNAKAN METODE POLARIMETRI UNTUK KLASIFIKASI LAHAN WILAYAH KOTA PADANG ABSTRACT

PENGOLAHAN CITRA SATELIT ALOS PALSAR MENGGUNAKAN METODE POLARIMETRI UNTUK KLASIFIKASI LAHAN WILAYAH KOTA PADANG ABSTRACT Eksakta Vol. 18 No. 1, April 2017 http://eksakta.ppj.unp.ac.id E-ISSN : 2549-7464 P-ISSN : 1411-3724 PENGOLAHAN CITRA SATELIT ALOS PALSAR MENGGUNAKAN METODE POLARIMETRI UNTUK KLASIFIKASI LAHAN WILAYAH

Lebih terperinci

MODEL ALOMETRIK BIOMASSA PUSPA (Schima wallichii Korth.) BERDIAMETER KECIL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI RENDY EKA SAPUTRA

MODEL ALOMETRIK BIOMASSA PUSPA (Schima wallichii Korth.) BERDIAMETER KECIL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI RENDY EKA SAPUTRA MODEL ALOMETRIK BIOMASSA PUSPA (Schima wallichii Korth.) BERDIAMETER KECIL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI RENDY EKA SAPUTRA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB III METODA. Gambar 3.1 Intensitas total yang diterima sensor radar (dimodifikasi dari GlobeSAR, 2002)

BAB III METODA. Gambar 3.1 Intensitas total yang diterima sensor radar (dimodifikasi dari GlobeSAR, 2002) BAB III METODA 3.1 Penginderaan Jauh Pertanian Pada penginderaan jauh pertanian, total intensitas yang diterima sensor radar (radar backscattering) merupakan energi elektromagnetik yang terpantul dari

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian 22 METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Sukabumi, Jawa Barat pada 7 wilayah kecamatan dengan waktu penelitian pada bulan Juni sampai November 2009. Pada lokasi penelitian

Lebih terperinci

II METODE PENELITIAN 2.1 Tempat dan Waktu Penelitian

II METODE PENELITIAN 2.1 Tempat dan Waktu Penelitian 7 II METODE PENELITIAN 2.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai Bulan Oktober 2010 sampai dengan April 2011, yang meliputi kegiatan persiapan penelitian, pelaksanaan penelitian, pengolahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di dunia,

Lebih terperinci

PENDUGAAN BIOMASSA DI ATAS PERMUKAAN TANAH PADA TEGAKAN AKASIA

PENDUGAAN BIOMASSA DI ATAS PERMUKAAN TANAH PADA TEGAKAN AKASIA i PENDUGAAN BIOMASSA DI ATAS PERMUKAAN TANAH PADA TEGAKAN AKASIA (Acacia mangium) MENGGUNAKAN CITRA ALOS PALSAR RESOLUSI 12,5 M (Studi Kasus di Areal Revegetasi Tambang Batubara PT. Arutmin Indonesia Site

Lebih terperinci

POTENSI JASA LINGKUNGAN TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus hybrid) DALAM PENYIMPANAN KARBON DI PT. TOBA PULP LESTARI (TPL). TBK

POTENSI JASA LINGKUNGAN TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus hybrid) DALAM PENYIMPANAN KARBON DI PT. TOBA PULP LESTARI (TPL). TBK POTENSI JASA LINGKUNGAN TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus hybrid) DALAM PENYIMPANAN KARBON DI PT. TOBA PULP LESTARI (TPL). TBK SKRIPSI Tandana Sakono Bintang 071201036/Manajemen Hutan PROGRAM STUDI KEHUTANAN

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN

1. BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1. BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peta menggambarkan data spasial (keruangan) yang merupakan data yang berkenaan dengan lokasi atau atribut dari suatu objek atau fenomena di permukaan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Febuari 2009 sampai Januari 2010, mengambil lokasi di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pengolahan dan Analisis

Lebih terperinci

PENDUGAAN SERAPAN KARBON DIOKSIDA PADA BLOK REHABILITASI CONOCOPHILLIPS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI PRASASTI RIRI KUNTARI

PENDUGAAN SERAPAN KARBON DIOKSIDA PADA BLOK REHABILITASI CONOCOPHILLIPS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI PRASASTI RIRI KUNTARI PENDUGAAN SERAPAN KARBON DIOKSIDA PADA BLOK REHABILITASI CONOCOPHILLIPS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI PRASASTI RIRI KUNTARI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

KAJIAN DAERAH RAWAN BENCANA TSUNAMI BERDASARKAN CITRA SATELIT ALOS DI CILACAP, JAWA TENGAH

KAJIAN DAERAH RAWAN BENCANA TSUNAMI BERDASARKAN CITRA SATELIT ALOS DI CILACAP, JAWA TENGAH KAJIAN DAERAH RAWAN BENCANA TSUNAMI BERDASARKAN CITRA SATELIT ALOS DI CILACAP, JAWA TENGAH Oleh : Agus Supiyan C64104017 Skripsi PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan yaitu bulan Juli-Agustus 2010 dengan pemilihan lokasi di Kota Denpasar. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E

DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E14101043 DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN LUKMANUL HAKIM.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2011 sampai dengan Januari 2012 dengan daerah penelitian di Desa Sawohan, Kecamatan Buduran, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dantempat Penelitian ini dilakukan selama empat bulan: 1 bulanu ntuk pengumpulan data lapang di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan 4 bulan untuk pengolahan data

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada daerah kajian Provinsi Kalimantan Barat. Pengolahan dan analisis data dilakukan di Laboratorium Fisik Remote Sensing dan Sistem

Lebih terperinci

MODEL ALOMETRIK BIOMASSA DAN PENDUGAAN SIMPANAN KARBON RAWA NIPAH (Nypa fruticans)

MODEL ALOMETRIK BIOMASSA DAN PENDUGAAN SIMPANAN KARBON RAWA NIPAH (Nypa fruticans) MODEL ALOMETRIK BIOMASSA DAN PENDUGAAN SIMPANAN KARBON RAWA NIPAH (Nypa fruticans) SKRIPSI OLEH: CICI IRMAYENI 061202012 / BUDIDAYA HUTAN DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyerapan karbon oleh hutan dilakukan melalui proses fotosintesis. Pada proses

BAB I PENDAHULUAN. Penyerapan karbon oleh hutan dilakukan melalui proses fotosintesis. Pada proses BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan sumber daya alam yang penting untuk kehidupan manusia karena hutan memiliki fungsi sosial, ekonomi dan lingkungan. Fungsi lingkungan dari hutan salah

Lebih terperinci

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian 10 BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Maret 2011 dan berakhir pada bulan Oktober 2011. Penelitian ini terdiri atas pengamatan di lapang dan analisis

Lebih terperinci

PEMANFAATAN CITRA ALOS PALSAR DALAM MENDUGA BIOMASA HUTAN ALAM: STUDI KASUS DI TAMAN NASIONAL BOGANI NANI WARTABONE

PEMANFAATAN CITRA ALOS PALSAR DALAM MENDUGA BIOMASA HUTAN ALAM: STUDI KASUS DI TAMAN NASIONAL BOGANI NANI WARTABONE Pemanfaatan Citra ALOS PALSAR dalam Menduga (Nurlita Indah Wahyuni) PEMANFAATAN CITRA ALOS PALSAR DALAM MENDUGA BIOMASA HUTAN ALAM: STUDI KASUS DI TAMAN NASIONAL BOGANI NANI WARTABONE THE UTILIZATION OF

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia memiliki kekayaan vegetasi yang beraneka ragam dan melimpah di seluruh wilayah Indonesia. Setiap saat perubahan lahan vegetasi seperti hutan, pertanian, perkebunan

Lebih terperinci

III HASIL DAN PEMBAHASAN

III HASIL DAN PEMBAHASAN 25 3.1 Eksplorasi Data Lapangan III HASIL DAN PEMBAHASAN Data lapangan yang dikumpulkan merupakan peubah-peubah tegakan yang terdiri dari peubah kerapatan pancang, kerapatan tiang, kerapatan pohon, diameter

Lebih terperinci

ESTIMASI BIOMASSA PADA DAERAH REKLAMASI MENGGUNAKAN DATA CITRA ALOS PALSAR : Studi Kasus Wilayah Kerja Pertambangan Batubara di Kalimantan Timur

ESTIMASI BIOMASSA PADA DAERAH REKLAMASI MENGGUNAKAN DATA CITRA ALOS PALSAR : Studi Kasus Wilayah Kerja Pertambangan Batubara di Kalimantan Timur ESTIMASI BIOMASSA PADA DAERAH REKLAMASI MENGGUNAKAN DATA CITRA ALOS PALSAR : Studi Kasus Wilayah Kerja Pertambangan Batubara di Kalimantan Timur M. Lutfi & Harry Tetra Antono Pusat Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teknologi Penginderaan Jauh Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh

Lebih terperinci

DISTRIBUSI, KERAPATAN DAN PERUBAHAN LUAS VEGETASI MANGROVE GUGUS PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU MENGGUNAKAN CITRA FORMOSAT 2 DAN LANDSAT 7/ETM+

DISTRIBUSI, KERAPATAN DAN PERUBAHAN LUAS VEGETASI MANGROVE GUGUS PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU MENGGUNAKAN CITRA FORMOSAT 2 DAN LANDSAT 7/ETM+ DISTRIBUSI, KERAPATAN DAN PERUBAHAN LUAS VEGETASI MANGROVE GUGUS PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU MENGGUNAKAN CITRA FORMOSAT 2 DAN LANDSAT 7/ETM+ Oleh : Ganjar Saefurahman C64103081 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebakaran Hutan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Definisi dan Tipe Kebakaran Hutan dan Lahan Kebakaran hutan adalah sebuah kejadian terbakarnya bahan bakar di hutan oleh api dan terjadi secara luas tidak

Lebih terperinci

PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk

PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk ALFARED FERNANDO SIAHAAN DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Spektral Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR-2 yang diakuisisi pada tanggal 30 Juni 2009 seperti yang tampak pada Gambar 11. Untuk dapat

Lebih terperinci

KEMAMPUAN SERAPAN KARBONDIOKSIDA PADA TANAMAN HUTAN KOTA DI KEBUN RAYA BOGOR SRI PURWANINGSIH

KEMAMPUAN SERAPAN KARBONDIOKSIDA PADA TANAMAN HUTAN KOTA DI KEBUN RAYA BOGOR SRI PURWANINGSIH KEMAMPUAN SERAPAN KARBONDIOKSIDA PADA TANAMAN HUTAN KOTA DI KEBUN RAYA BOGOR SRI PURWANINGSIH Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH DEPARTEMEN KONSERVASI

Lebih terperinci

Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH

Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 Kemampuan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman

PENDAHULUAN. mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman PENDAHULUAN Latar Belakang Terdegradasinya keadaan hutan menyebabkan usaha kehutanan secara ekonomis kurang menguntungkan dibandingkan usaha komoditi agribisnis lainnya, sehingga memicu kebijakan pemerintah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 2.1 Hutan Tropika Dataran Rendah BAB II TINJAUAN PUSTAKA Di dalam Undang Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, dijelaskan bahwa hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

Lebih terperinci

PENYUSUNAN MODEL PENDUGAAN DAN PEMETAAN BIOMASSA PERMUKAAN PADA TEGAKAN JATI

PENYUSUNAN MODEL PENDUGAAN DAN PEMETAAN BIOMASSA PERMUKAAN PADA TEGAKAN JATI PENYUSUNAN MODEL PENDUGAAN DAN PEMETAAN BIOMASSA PERMUKAAN PADA TEGAKAN JATI (Tectona grandis Linn.F) MENGGUNAKAN CITRA ALOS PALSAR RESOLUSI 50 M DAN 12,5 M (Studi Kasus : KPH Kebonharjo Perhutani Unit

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap sumberdaya alam memiliki fungsi penting terhadap lingkungan. Sumberdaya alam berupa vegetasi pada suatu ekosistem hutan mangrove dapat berfungsi dalam menstabilkan

Lebih terperinci

PERANAN CITRA SATELIT ALOS UNTUK BERBAGAI APLIKASI TEKNIK GEODESI DAN GEOMATIKA DI INDONESIA

PERANAN CITRA SATELIT ALOS UNTUK BERBAGAI APLIKASI TEKNIK GEODESI DAN GEOMATIKA DI INDONESIA PERANAN CITRA SATELIT ALOS UNTUK BERBAGAI APLIKASI TEKNIK GEODESI DAN GEOMATIKA DI INDONESIA Atriyon Julzarika Alumni Teknik Geodesi dan Geomatika, FT-Universitas Gadjah Mada, Angkatan 2003 Lembaga Penerbangan

Lebih terperinci

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 19 3.1 Luas dan Lokasi BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Kabupaten Humbang Hasundutan mempunyai luas wilayah seluas 2.335,33 km 2 (atau 233.533 ha). Terletak pada 2 o l'-2 o 28' Lintang Utara dan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di daerah Daerah Aliran Sungai (DAS) Cipunagara dan sekitarnya, Jawa Barat (Gambar 1). DAS Cipunagara berada dibawah pengelolaan

Lebih terperinci

HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, DENGAN METODA STRATIFIED SYSTEMATIC SAMPLING WITH RANDOM

HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, DENGAN METODA STRATIFIED SYSTEMATIC SAMPLING WITH RANDOM PENDUGAAN POTENSI TEGAKAN HUTAN PINUS (Pinus merkusii) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, DENGAN METODA STRATIFIED SYSTEMATIC SAMPLING WITH RANDOM START MENGGUNAKAN UNIT CONTOH LINGKARAN KONVENSIONAL

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya,

Lebih terperinci

EKSPLORASI ALOS PALSAR MENGGUNAKAN POLSARPRO V3.0 DENGAN AREAL KAJIAN PT. SANG HYANG SERI, SUBANG, JAWA BARAT. Oleh : DERY RIANSYAH A

EKSPLORASI ALOS PALSAR MENGGUNAKAN POLSARPRO V3.0 DENGAN AREAL KAJIAN PT. SANG HYANG SERI, SUBANG, JAWA BARAT. Oleh : DERY RIANSYAH A EKSPLORASI ALOS PALSAR MENGGUNAKAN POLSARPRO V3.0 DENGAN AREAL KAJIAN PT. SANG HYANG SERI, SUBANG, JAWA BARAT Oleh : DERY RIANSYAH A24103087 DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

ANGKA BENTUK DAN MODEL VOLUME KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT DIANTAMA PUSPITASARI

ANGKA BENTUK DAN MODEL VOLUME KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT DIANTAMA PUSPITASARI ANGKA BENTUK DAN MODEL VOLUME KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT DIANTAMA PUSPITASARI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERTANIAN LAHAN KERING SEBAGAI PENDORONG EROSI DI DAERAH ALIRAN CI KAWUNG

PERKEMBANGAN PERTANIAN LAHAN KERING SEBAGAI PENDORONG EROSI DI DAERAH ALIRAN CI KAWUNG PERKEMBANGAN PERTANIAN LAHAN KERING SEBAGAI PENDORONG EROSI DI DAERAH ALIRAN CI KAWUNG M. YULIANTO F. SITI HARDIYANTI PURWADHI EKO KUSRATMOKO I. PENDAHULUAN Makin sempitnya perairan laguna Segara Anakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ancaman perubahan iklim sangat menjadi perhatian masyarakat dibelahan dunia manapun. Ancaman dan isu-isu yang terkait mengenai perubahan iklim terimplikasi dalam Protokol

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA . II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penginderaan Jauh Penginderaan jauh merupakan ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang objek, daerah atau gejala dengan jalan menganalisis data yang diperoleh dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN Hutan berperan penting dalam menjaga kesetabilan iklim global, vegetasi hutan akan memfiksasi CO2 melalui proses fotosintesis. Jika hutan terganggu maka siklus CO2

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE 9 II. BAHAN DAN METODE 2.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Kabupaten Simalungun, Kabupaten Serdang Bedagai, Kabupaten Asahan dan Kota Pematang Siantar Provinsi Sumatera

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN BERBAGAI JENIS STIMULANSIA TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS

PENGARUH PEMBERIAN BERBAGAI JENIS STIMULANSIA TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS PENGARUH PEMBERIAN BERBAGAI JENIS STIMULANSIA TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS (Pinus merkusii Jung et de Vriese) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT NURKHAIRANI DEPARTEMEN HASIL

Lebih terperinci

ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT

ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT. SARMIENTO PARAKANTJA TIMBER KALIMANTAN TENGAH Oleh : SUTJIE DWI UTAMI E 14102057 DEPARTEMEN MANAJEMEN

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Penampilan Citra Dual Polarimetry PALSAR / ALOS Penampilan citra dual polarimetry : HH dan HV level 1. 5 PALSAR/ALOS masing-masing dapat dilihat pada ENVI 4. 5 dalam bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang manfaat serta fungsinya belum banyak diketahui dan perlu banyak untuk dikaji. Hutan berisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat tumbuh-tumbuhan yang di kuasai pepohonan dan mempunyai kondisi

I. PENDAHULUAN. masyarakat tumbuh-tumbuhan yang di kuasai pepohonan dan mempunyai kondisi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan bagian dari ekosistem alam sebagai assosiasi flora fauna yang didominasi oleh tumbuhan berkayu yang menempati areal yang sangat luas sehingga menciptakan

Lebih terperinci

RINGKASAN BAKHTIAR SANTRI AJI.

RINGKASAN BAKHTIAR SANTRI AJI. PEMETAAN PENYEBARAN POLUTAN SEBAGAI BAHAN PERTIMBANGAN PEMBANGUNAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI KOTA CILEGON BAKHTIAR SANTRI AJI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 14 III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan sejak bulan April 2009 sampai November 2009 di Laboratorium Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra, Departemen Ilmu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemanasan global merupakan salah satu isu di dunia saat ini. Masalah pemanasan global ini bahkan telah menjadi agenda utama Perserikatan Bangsabangsa (PBB). Kontributor

Lebih terperinci