PEMATANGAN CERVIX (CERVICAL RIPENING) PADA PERSALINAN PRETERM: PERAN INTERLEUKIN-8. Dr. dr. I B G Fajar Manuaba, SpOG, MARS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMATANGAN CERVIX (CERVICAL RIPENING) PADA PERSALINAN PRETERM: PERAN INTERLEUKIN-8. Dr. dr. I B G Fajar Manuaba, SpOG, MARS"

Transkripsi

1 PEMATANGAN CERVIX (CERVICAL RIPENING) PADA PERSALINAN PRETERM: PERAN INTERLEUKIN-8 Dr. dr. I B G Fajar Manuaba, SpOG, MARS BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FK UNUD/RSUP SANGLAH DENPASAR

2 2 BAB I PENDAHULUAN Persalinan preterm sampai saat ini masih merupakan masalah yang utama khususnya pada bagian obstetri dan perinatologi. Baik di negara berkembang maupun negara maju penyebab morbiditas dan mortalitas neonatus tertinggi adalah akibat adanya bayi yang lahir preterm, dimana kurang lebih 75% dari kematian neonatus disebabkan oleh karena bayi yang lahir preterm 1. Di seluruh dunia ditemukan sekitar 70% persalinan preterm merupakam penyebab kematian perinatal dan hampir separuhnya mengalami kelainan neurologis jangka panjang 2. Penyebab dari persalinan preterm sering kali tidak diketahui secara pasti. Beberapa konsep yang menjelaskan penyebab terjadinya persalinan preterm pada dasarnya selalu dihubungkan dengan kejadian-kejadian infeksi di dalam cairan amnion, utero-placental ischemia, regangan uterus yang berlebihan, kelainankelainan endokrin dan suatu respon imun yang tidak normal dari ibu maupun janin. Lockwood (2001) mengemukakan tentang hubungan antara kejadian persalinan preterm tersebut dengan proses keradangan yang terjadi pada jaringan desidua, korion dan amnion 3. Masalah lain yang dapat timbul adalah masalah perkembangan neurologis seperti serebral palsi, gangguan intelektual, retardasi mental, gangguan sensoris, kelainan perilaku, dan gangguan konsentrasi. Hal ini dapat mengakibatkan rendahnya kualitas sumber daya manusia di masa yang akan datang. Selain itu, perawatan bayi preterm juga membutuhkan teknologi kedokteran canggih dan mahal 4. Pada tahun 2005, sebanyak 12,5 juta kelahiran atau 9,6% dari semua kelahiran di seluruh dunia adalah kelahiran preterm. Kejadian tertinggi kelahiran preterm berada di Afrika dan Amerika Utara (11,9% dan 10,6% dari semua kelahiran), dan terendah berada di Eropa (6,2%) 5. Di Indonesia diperkirakan persalinan preterm terjadi 10% dari sekitar 4 juta kelahiran, dan angka kematian neonatal sebanyak 20% dari seluruh persalinan preterm 6.

3 3 Pada pasien-pasien dengan gejala klinis persalinan preterm menunjukan peningkatan berbagai sitokin di dalam serum maternal sehingga diperkirakan sitokin memainkan peranan penting dalam inisiasi persalinan preterm. Salah satu sitokin peradangan pada serum adalah interleukin-8 (IL-8). Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa peningkatan kadar serum maternal interleukin-8 berkaitan dengan inisiasi persalinan preterm meskipun hasilnya masih bervariasi 7,8. Proses pematangan servik ditandai dengan perubahan konsistensi, pendataran dan dilatasi servik. Proses ini dievaluasi dengan skor Bishop. Agen yang dapat digunakan untuk proses pematangan servik adalah kemokin yaitu interleukin-8. Interleukin-8 merupakan faktor kemotaktik yang terlibat dalam proses pematangan servik dimana proses ini terjadi pada saat onset persalinan. Fungsi utama dari interleukin-8 adalah untuk induksi proses kemotaksis pada target sel yaitu neutrofil 9. Konsentrasi interleukin-8 meningkat pada servik saat onset dari persalinan dan terlibat dalam proses perubahan jaringan yaitu proses pematangan servik 10. Para peneliti memperkirakan bahwa peran interleukin-8 dalam pematangan servik dapat menginisiasi persalinan preterm.

4 4 BAB II PERSALINAN PRETERM 2.1 Batasan Menurut American College of Obstetricians and Gynecologists, 1995, persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi antara usia kehamilan 20 sampai 37 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir 11. Indikator yang sering dipakai untuk terjadinya persalinan adalah kontraksi uterus dengan frekwensi minimal 2 kali setiap 10 menit dan lamanya kontraksi 30 detik atau lebih, disertai perubahan pada servik yang progresif, seperti: dilatasi servik 2 cm dan penipisan 80% 8. Definisi persalinan preterm lainnya yaitu munculnya kontraksi uterus dengan intensitas dan frekuensi yang cukup untuk menyebabkan penipisan dan dilatasi servik sebelum memasuki usia gestasi yang matang, antara 20 sampai 37 minggu Insiden Persalinan Preterm Di setiap negara kejadian persalinan preterm sangat bervariasi. Di Spanyol tahun 1997 terjadi partus preterm 7 % dari seluruh kelahiran 13. Hal yang sama terjadi terjadi juga di Inggris dan Wales dimana pada tahun 1997, 50,3% dari seluruh kematian neonatus berhubungan dengan imaturitas 14. Di Indonesia insiden persalinan preterm belum diketahui secara pasti, tapi di beberapa rumah sakit pemerintah pada tahun-tahun terakhir menunjukan persentasi yang bervariasi. Di RSU DR Wahidin Sudirohusodo Makasar periode 1 Juli Juli 2003 dari 1171 persalinan didapatkan sebanyak 86 kasus persalinan preterm 7,3% 15. Di RSU Sanglah Denpasar tahun , persalinan preterm sekitar 8,3% dari seluruh persalinan 16. Di RSU dr. Saiful

5 5 Anwar Malang pada tahun 2001 tercatat insiden persalinan preterm sebesar 6,7% Etiologi Persalinan Preterm Pada kebanyakan kasus, penyebab pasti dari persalinan preterm tidak diketahui. Secara garis besar terdapat tiga kelompok yang mungkin menjadi penyebab persalinan preterm 1, yaitu : 1. Persalinan preterm atas indikasi ibu atau janin (iatrogenik) Persalinan dibuat atas indikasi medis dimana kehamilannya dapat membahayakan ibu atau janinnya. Pada kasus ini janin dilahirkan untuk mencegah morbiditas atau mortalitas pada ibu dan atau janin tanpa memperhatikan usia kehamilan. Kondisi ini termasuk preeklamsia, hipertensi kronis, diabetes mellitus, plasenta previa atau solusio plasenta. Persalinan seperti ini terjadi sekitar 20 % dari seluruh persalinan preterm. 2. Sekitar 30-40% persalinan preterm disebabkan oleh pecahnya membran koriamnion pada usia kehamilan preterm dengan atau tanpa adanya infeksi. Kondisi ini sering didahului oleh adanya tanda-tanda persalinan preterm spontan. 3. Sisanya 40-50% penyebab persalinan preterm tidak diketahui (idiopatik). 2.4 Faktor Risiko Persalinan Preterm Sangat disayangkan jika hingga kini, sulit untuk menentukan secara dini dan akurat seorang wanita hamil akan mengalami persalinan preterm. Bahkan sistim skoring yang meliputi: jumlah kehamilan, status sosial ekonomi, umur wanita saat hamil dan riwayat persalinan preterm/abortus, pernah dikembangkan untuk menentukan wanita-wanita mana saja yang perlu mendapat pemantauan lebih intensif. Tapi kenyataannya sistem ini belum dapat menurunkan insiden persalinan preterm 18. Meskipun demikian ada beberapa faktor risiko yang

6 6 diketahui meningkatkan persalinan preterm yang dibagi dalam dua kriteria 19, yaitu: Mayor: 1. Kehamilan multipel 2. Hidramnion 3. Anomali uterus 4. Pembukaan serviks 2 cm pada usia kehamilan > 32 minggu 5. Panjang serviks < 2,5 cm pada usia kehamilan > 32 minggu (dengan TVS) 6. Riwayat abortus pada trimester II > 1x 7. Riwayat persalinan preterm sebelumnya 8. Operasi abdominal pada kehamilan preterm 9. Riwayat konisasi 10. Iritabilitas uterus 11. Penggunaan cocaine atau amfetamin. Minor : 1. Penyakit-penyakit yang disertai demam 2. Riwayat perdarahan pervaginam setelelah usia kehamialn 12 minggu 3. Riwayat pielonefritis 4. Merokok lebih dari 10 batang perhari 5. Riwayat abortus pada trimester II 6. Riwayat abortus pada trimester I lebih dari 2x. Wanita hamil tergolong mempunyai risiko tinggi untuk terjadi persalinan preterm jika dijumpai satu atau lebih faktor risiko mayor atau dua atau lebih faktor risiko minor, atau ditemukan kedua faktor risiko (mayor dan minor).

7 7 2.5 Patogenesis Persalinan Preterm Partus adalah proses keluarnya janin dari uterus ke lingkungan di luar uterus. Onset dan kemajuan dari proses ini ditandai oleh suatu peristiwa yang kompleks dan saling mempengaruhi serta melibatkan faktor maternal, janin dan plasenta, seperti: prostaglandin, kortisol, progesteron dan oksitosin dimana produk-produk yang dihasilkan ini akan berinteraksi dengan sitokin dalam memberi isyarat untuk dimulai atau dihentikannya suatu proses persalinan 20. Hal ini perlu dipahami dimana uterus yang telah dijaga ketenangannya selama kehamilan, akan mengalami perubahan yaitu terjadinya kontraksi uterus yang terkoordinir dan dilatasi servik yang selanjutnya akan diikuti dengan keluarnya janin melalui jalan lahir. Agar proses persalinan ini berhasil maka memerlukan adanya kematangan dari sistem organ janin supaya dapat bertahan hidup di luar uterus, begitu juga pada ibu terjadi perubahan pada organ-organ khususnya untuk persiapan laktasi pada masa postpartum. Oleh karena itu, sinkronisasi waktu janin menjadi matur dan stimulus untuk terjadinya aktivitas uterus meningkat harus sesuai seperti yang diinginkan, banyak bukti menyatakan bahwa janin sendiri yang menjadi pencetus semua kejadian ini 1. Persalinan preterm mungkin lebih menunjukkan sebagai suatu sindrom dibandingkan suatu diagnosa yang spesifik karena penyebabnya yang bervariasi. Persalinan preterm ini juga menunjukan adanya ketidaksinkronan pada mekanisme yang bertanggung jawab untuk mempertahankan ketenangan uterus, seperti: peran dari enzim 15 prostaglandin dehidrogenase (PGDH) yang dihasilkan oleh jaringan korionik dan trofoblas yang dapat mendegradasi prostaglandin-e 2 yang diproduksi oleh amnion, sehingga mencegah prostaglandin mencapai miometrium dan meniadakan kontraksi. Infeksi kronis menyebabkan penurunan aktivitas dari enzim ini yang diikuti dengan peningkatan secara kuantitatif dari prostaglandin sehingga dapat mencapai miometrium dan terjadilah kontraksi uterus.

8 8 Alternatif lain adalah terjadinya suatu hubungan singkat atau karena peningkatan yang luar biasa (overwhelming) dari kaskade yang biasa terjadi pada persalinan normal. Tentu saja pada kaskade ini, unit fetoplasenta dapat menjadi pencetus terjadinya persalinan preterm, seperti: jika kondisi (lingkungan) intra uterin menjadi tidak nyaman dan mengancam kesejahteraan janin. Pada kebanyakan kasus wanita hamil dengan infeksi, kadar produk-produk dari lipooksigenase dan siklooksigenase meningkat demikian juga kadar sitokin meningkat, seperti: IL-6 dan IL-8 21,22. Ternyata makin banyak bukti yang menunjukan bahwa mungkin sepertiga kejadian persalian preterm pada populasi (wanita hamil) berkaitan dengan infeksi intra uterin. Dari penelitian yang dilakukan oleh Bobbit (2004) membuktikan bahwa infeksi intra amnion subklinis sebagai penyebab persalinan preterm dimana dengan amniosintesis didapatkan mikroorganisme patogen sekitar 20% dari wanita-wanita yang mengalami persalinan preterm dengan membran korioamnion yang intak dan tanpa gejala klinis infeksi 23. Tempat-tempat potensial infeksi bakteri intra uteri dapat dilihat pada gambar 2.1. Bakteri yang sering dihubungkan dengan terjadinya persalinan preterm adalah: Ureaplasma urealyticum, Mycoplasma hominis, Gardnerella Ureaplasma dan Escherchia coli, tapi kebanyakan bakteri-bakteri vagina ini virulensinya rendah. Bakteri lain yang juga sering berhubungan dengan infeksi saluran genitalia, seperti: N. Gonorrhoeae, C. Trachomatis, Streptococcus group B dan E.Coli. Cara masuknya mikroorganisme penyebab infeksi intra amnion dapat melalui 24 : 1. Jalur ascenden dari vagina dan servik 2. Secara hematogen melalui plasenta (transplacental infection) 3. Penetrasi langsung dari rongga peritoneum melalui tuba fallopi 4. Akibat trauma saat melakukan suatu pemeriksaan yang invasif, seperti: amniosintesis, percutaneous fetal blood sampling, chorionic villous sampling/shunting.

9 9 Cara yang paling sering untuk menyebabkan infeksi intra uteri adalah melalui jalur ascenden. Jalur ini diperkirakan mempunyai empat tahapan, yaitu: Tahap I : Adanya perubahan flora bakteri di vagina/servik atau adanya organisme patologis (seperti: N. gonorrhea) pada servik. Adanya vaginosis bakterialis dapat menunjukan awal dari tahap I. Tahap II: Saat bakteri mampu mendapatkan akses ke intrauteri, mereka dapat menyebakan desiduitis, korioamnionitis, koriovaskulitis. Tahap III: Jika invasi dari infeksi dapat mencapai rongga amnion. Pecahnya membran korioamnion bukan prasyarat terjadinya infeksi intra amnion karena bakteri mampu melintasi membran yang intak. Tahap IV: Saat berada di rongga amnion bakteri bisa mendapatkan akses ke janin melalui port d entre yang beragam. Aspirasi cairan amnion yang terinfeksi dapat menyebabkan kongenital pneumonia dan bila memasuki aliran darah janin dapat mengakibatkan bakterimia pada janin dan sepsis. Invasi bakteri ke dalam koriodesidua (kolonisasi bakteri koriodesidual) akan melepaskan produk-produknya, seperti: endotoksin dan eksotoksin serta mengaktifkan sistem monosit-makrofag pada host (janin/ibu) yang kemudian melepaskan sejumlah sitokin seperti TNF-, IL-1, IL-6, dan IL-8. Selanjutnya sitokin, endotoksin dan eksotoksin menstimulasi biosintesis protaglandin F2- dan E2 di desidua atau amnion dan melepaskannya. Puncak dari sintesis ini adalah pelepasan metaloprotease dan unsur-unsur bioaktif lainnya.

10 10 Gambar 2.1. Tempat Potensial Infeksi Bakteri Intra Uteri 1 Prostaglandin menstimulasi kontraksi uterus dan peningkatan metaloprotease pada selaput korioamnion dapat menimbulkan pecahnya selaput korioamnion dan pada servik dapat merubah jaringan kolagen pada servik menjadi lebih lunak. Lebih jelasnya mekanisme persalinan preterm karena infeksi dapat dilihat pada gambar 2.2. Hasil-hasil penelitian pada binatang, in vitro dan manusia menunjukan hasil yang sama tentang bagaimana infeksi dapat menyebabkan partus preterm.

11 11 Gambar 2.2. Jalur Potensial Koloni Bakteri Koriodesidua 1 Selanjutnya persalinan preterm karena infeksi juga melibatkan janin itu sendiri dimana akibat infeksi terjadi peningkatan aktivitas dari poros hypothalamicpituitary-adrenal (HPA) janin dan plasenta dalam memproduksi corticotropin releasing hormone (CRH) yang mengakibatkan sekresi kortikotropin janin meningkat, sehingga aktivitas adrenal janin juga meningkat dalam mensekresi kortisol. Peningkatan kortisol akan meningkatkan produksi prostaglandin. Tidak hanya kortisol, tapi juga meningkatkan sitokin dan jika ini terjadi maka janin perlu segera dilahirkan. Peningkatan CRH secara dini pada plasenta, desidua dan korioamnion juga terjadi karena stress yang dialami oleh ibu hamil karena faktor lingkungan maternal dan sosiodemografi seperti, kemiskinan, status perkawinan, kehilangan pekerjaan, kehilangan orang terdekat, tidak punya tempat tinggal, sering dihubungkan dengan terjadinya persalinan preterm 25.

12 12 Aktivasi dari Poros Hipotalamus Ibu Janin Janin-Ibu stress Onset persalinan yang dini/prematur Imflamasi Infeksi : - Khoriodesidua - Sistemik Perdarahan Desidua Abruption Distensi Uterus yang Patologis Kehamilan multifetal Polihidramnion Abnormalitas uterus Mediator Biokemia CRH E E TNF IL-1 Thrombin Mechanical stretch Gap junction IL-6 Reseptor oksitoksin Korion Sintesis PG + + Jalur umum Protease Uterotonin Perubahan Servik Ruptur selaput Khorioamnion Persalinan Kontraksi Uterus Gambar 2.3. Jalur Patogenesis Utama dari Persalinan Preterm 3

13 13 BAB III PROSES PEMATANGAN SERVIK (CERVICAL RIPENING) Selama kehamilan, servik harus tetap terjaga konsistensinya yang kaku dan tetap tertutup sehingga hasil konsepsi tidak keluar. Dengan dimulainya onset pematangan servik, maka servik akan diubah menjadi lebih lunak dan mudah berdilatasi sehingga dengan adanya kontraksi uterus maka janin dapat dilahirkan. Proses pematangan servik ini merupakan proses awal dari adanya kontraksi uterus 26. Proses persalinan melibatkan tiga proses fisiologis yang terpisah yaitu proses perubahan (remodelling) dari servik yang disertai dengan proses pematangan dan dilatasi servik sehingga bayi dapat lahir melalui jalan lahir, melemahnya dan pecahnya selaput ketuban, dan inisiasi dari kontraksi yang ritmis disertai peningkatan amplitudo dan frekuensinya 27. Proses perubahan dari servik dibagi dalam empat fase yang saling tumpang tindih yaitu: pelembutan, pematangan, dilatasi dan pemulihan servik setelah melahirkan 28. Proses pematangan servik ditandai dengan perubahan konsistensi, pendataran dan dilatasi servik. Proses ini dievaluasi dengan skor Bishop. Proses ini dibagi ke dalam dua fase. Adapun fase pertama adalah fase lambat (slow ripening) atau tahap persiapan. Pada fase ini terjadi perubahan gradual dari kadar kolagen. Fase ini berlangsung kurang lebih mulai 32 minggu, atau paling awal pada usia minggu. Fase kedua adalah fase cepat (rapid ripening) yang terjadi sesaat sebelum onset persalinan 27. Proses pematangan servik melibatkan perubahan besar pada jaringan ikat di servik. Selama fase lambat terjadi penurunan jumlah kolagen sampai 30% dan proteoglikan sampai 50% dibandingkan dengan ibu yang tidak hamil. Proses akhir dari pematangan servik ini adalah melembutnya dan dilatasi dari servik. Mekanisme yang terlibat dalam proses pematangan servik ini belum sepenuhnya diketahui 29. Proses perlunakan dari servik merupakan hasil dari peningkatan vaskularitasnya, hipertrofi stroma, hipertrofi dan hiperplasia glandular, serta perubahan pada matriks ekstraseluler. Selain itu pula terjadi proses perubahan

14 14 pada kolagen yaitu perubahan jumlah ikatan silang kovalen diantara tripel helik kolagen yang secara normal dibutuhkan untuk stabilitas fibril kolagen 11. Matriks ekstraseluler pada servik berjumlah sekitar 85% dan serat otot hanya 6-10%. Matriks ekstraseluler servik mengandung komponen fibriler, proteoglikan, hyaluronan, dan glikoprotein. Komponen fibriler terdiri dari kolagen dan elastin. Pada servik, kolagen menempati jumlah terbnyak yaitu 80% dimana didominasi oleh kolagen tipe I dan tipe III 10. Ikatan kolagen akan membentuk kekakuan dari servik dan dengan cepat mengalami perubahan oleh pengaruh enzim kolagenase. Gambar 3.1. Proses Pembentukan Kolagen 11

15 15 Kolagen merupakan komponen utama dari servik dan bertanggung jawab terhadap struktur servik. Setiap molekul kolagen mengandung tiga rantai α dimana ketiganya berikatan satu sama lain membentuk prokolagen. Molekul tripel helik kolagen berikatan silang satu sama lain dengan bantuan aktivitas enzim lisil oksidase yang dapat membentuk fibril yang panjang. Fibril kolagen berinteraksi dengan proteoglikan ukuran kecil yaitu dekorin dan biglikan serta protein seluler yaitu tromboposdin-2. Interaksi ini akan mengakibatkan fibril kolagen menjadi satu kesatuan yang kompak 11,30. Kolagen yang terdapat dalam servik terutama kolagen tipe I, III dan IV. Kolagen tipe I dan III merupakan komponen jaringan ikat utama, sedangkan yang tipe IV ditemukan berhubungan dengan otot polos dan vaskuler. Dengan bertambahnya umur kehamilan maka serat kolagen, otot polos dan fibroblas tersusun dengan rapat yang bertujuan untuk meningkatkan kekuatan atau daya regang jaringan sehubungan dengan bertambahnya berat janin 30. Gambar 3.2. Peran Dekorin dalam Pematangan Servik 11

16 16 Pematangan servik behubungan dengan berkurangnya kadar kolagen serta penurunan jumlah serat kolagen. Selain itu juga terjadi proses penurunan daya regang dari matriks ekstraseluler dari servik. Terdapat perubahan pada proses ini yaitu terjadi penurunan kadar dekorin (dermatan sulfat proteoglikan 2) yang menyebabkan separasi dari serat kolagen. Kedua hal inilah yang mengakibatkan proses perlunakan servik 30. Gambar 3.3. Matriks Ekstraseluler Pada Servik 11 Dengan proses pematangan servik, terjadi penurunan jumlah kolagen. Selain itu terjadi pula perubahan pada konsentrasi proteoglikan. Yang utama adalah penurunan konsentrasi dekorin dan peningkatan kadar kondroitin sulfat proteoglikan vercican, sedikit sulfat proteoglikan biglikan dan sulfat proteoglikan heparan. Versican dapat menarik air dan berikan dengan hyaluronan serta menghasilkan disintegrasi dari ikatan kolagen dan perubahan pada struktur fisiknya sehingga menghasilkan jaringan yang lunak dan elastis yang nantinya akan diikuti dengan proses dilatasi servik 10.

17 17 Proses perlunakan servik merupakan akibat dari proses pencernaan kolagen dalam servik serta peningkatan kandungan air. Dengan adanya pematangan servik maka bagian atas dari servik yaitu ostium uteri internum bergerak ke lateral sehingga menjadi sulit dibedakan dengan segmen bawah rahim. Hal ini menandakan bahwa ostium uteri internum merupakan tempat dimana proses pematangan servik menjadi maksimal 31. Gambar 3.4. Ostium Uteri Internum Sebagai Tempat Dimulainya Pematangan Servik 31 Terdapat interaksi hormonal pada proses ini yaitu terjadi peningkatan kadar enzim siklooksigenase-2 yang mengakibatkan peningkatan kadar prostaglandin E2 (PGE2) lokal di servik. Hal ini akan mengakibatkan: - Dilatasi dari pembuluh darah kecil di servik - Peningkatan degradasi kolagen

18 18 - Peningkatan asam hyaluronidase - Peningkatan kemotaksis leukosit yang mengakibatkan degradasi kolagen - Peningkatan pelepasan interleukin-8 27,30. Agen yang dapat digunakan untuk proses pematangan servik adalah kemokin yaitu interleukin-8. Interleukin-8 mempunyai efek yang selektif dalam menstimulasi pelepasan kolagenase dari granula spesifik tanpa pelepasan protease desktruktif yang lainnya. Kecepatan produksi neutrofil sekitar perhari sehingga neutrofil merupakan sumber yang tak terbatas dari kolagenase 32. Interleukin-8 dapat bekerja secara sinergis dengan prostaglandin dalam merangsang proses pematangan servik. Gambar 3.5. Proses Pematangan Servik 31

19 19 BAB IV INTERLEUKIN-8 Interleukin-8 merupakan anggota dari sitokin kemokin yang pertama kali diidentifikasi pada tahun Interleukin-8 merupakan faktor solubel yang terdapat dalam larutan supernatan setelah adanya stimulasi endotoksin terhadap monosit. Bioaktivitas dari interleukin-8 ditandai dengan keterlibatannya dalam aktivasi leukosit polimorfonuklear (neutrofil) yaitu sebagai kemotaksis dan pelepasan granula 33. Interleukin-8 dalam menjalankan aktivitasnya melalui dua reseptor dengan afinitas tinggi yaitu IL-8RA dan IL-8RB. Kedua reseptor ini dikenal saat ini dengan nama CXC reseptor kemokin 1 dan 2 (CXCR1 dan CXCR2). Reseptor ini merupakan anggota dari reseptor transmembran terkait protein-g dan mempunyai kesamaan asam amino sebanyak 77%. Meskipun interleukin-8 dapat berikatan dengan kedua reseptor tersebut dengan afinitas tinggi, tetapi hanya tipe 1 saja yang spesifik untuk interleukin-8, sedangkan reseptor tipe 2 dapat berikatan dengan kemokin lain yaitu GRO, NAP-2 dan ENA-78 33,34. Kemokin adalah kelompok dari protein proinflamasi dengan massa molekul rendah yang sesuai dengan kadar asam aminonya. Selain itu disertai dengan aktivitas kemotaktik yang poten terhdapa leukosit baik in vivo maupun in vitro. Kelompok ini terbagi dalam dua subfamili utama berdasakan struktur molekul, yaitu kemokin-α dan kemokin-β. Kemokin-α (C-X-C) merupakan kelompok dengan asam amino berada pada dua residu sistein yang pertama, sedangkan kemokin-β (C-C) mengandung lebih sedikit asam amino pada posisi ini. Interleukin-8 merupakan kelompok kemokin-α, sedangkan kelompok kemokin-β adalah MCP-1 (Monocyte Chemotactic Peptide-1) atau RANTES (Regulated on Activation, Normal T cell-expressed and Secreted). Terdapat perbedaan fungsi dari kedua kemokin ini. Kemokin-α menunjuukan efek kemotaktiknya terhadap neutrofil dan juga sel lain termasuk sel mononuklear tetapi tidak pada monosit. Sedangkan kemokin-β mempunyai efek kemotaktik terhadap sel mononuklear termasuk monosit dan juga granulosit 31,33,34.

20 20 Terdapat banyak sel yang telah terbukti menghasilkan interleukin-8. Selsel tersebut adalah monosit, makrofag, sel endotel, limfosit, sel epitel, sel otot polos, sel mesangial ginjal, kondrosit, sel sinovial, hepatosit, keratinosit, astrosit, neutrofil, berbagai sel tumor yang menginduksi terbentuknya melanoma, kanker ovarium, dan sel kanker paru 33. Sitokin inflamasi juga berperan dalam menginduksi interleukin-8 yaitu interleukin-1α, interleukin-1β, interleukin-2, interleukin-7, TNF-α, dan lipopolisakarida (LPS). Selain itu produksi interleukin-8 juga distimulasi oleh beberapa keadaan yaitu hipoksia, radiasi dengan sinar ultraviolet B, infeksi virus, dan infeksi bakteri 34,35. Gambar 4.1. Struktur Interleukin-8 9 Interleukin-8 ditandai dengan kemampuannya dalam menginduksi aktivasi neutrofil sehingga mengalami degranulasi, perubahan bentuk dan kemotaksis. Fungsi lainnya yaitu dengan meregulasi ekspresi molekul adesi pada permukaan sel neutrofil yang mengakibatkan perubahan vital dalam migrasi sel in vivo. Neutrofil ditranspotasikan melalui pembuluh darah dengan cara menggunakan molekul adesi yaitu L-selectin, mengadakan kontak dengan endotel, kemudian

21 21 akan menempel pada permukaan endotel tersebut. Ikatan selektin dengan endotel relatif lemah sehingga neutrofil dapat dibawa oleh aliran darah ke tempat terjadinya infeksi. Terdapat hipotesa bahwa pada saat neutrofil mengadakan kontak dengan gradien interleukin-8 yang solid yang berikatan dengan endotel maka akan muncul sinyal melalui reseptor interleukin-8 sehingga terjadi penyebaran dari L-selectin disertai peningkatan regulasi dari integrin molekul adesi yaitu LFA-1 dan Mac-1 pada permukaan neutrofil. Ikatan integrin ini merupakan ikatan yang kuat dengan molekul adesi interseluler (ICAM) pada endotel sehingga pergerakan neutrofil berhenti. Kemudian terjadi migrasi sel melalui mekanisme haptotaktik menembus endotelium menuju ke tempat kemoatraktan 33,34. Gambar 4.2. Proses Aktivasi Makrofag dan Fibroblas 34 Transduksi sinyal dari reseptor diterima melalui ikatan dengan protein-g, dan melibatkan aktivasi protein kinase C (PKC) serta mobilisasi kalsium intraseluler. Pada neutrofil, reseptor akan berikatan dengan interleukin-8 melalui protein-g. Melalui aktivasi dari fosfotidil inositol yang spesifik terhadap

22 22 fosfolipase C, terbentuk dua second messengers yaitu diasilgliserol dan inositol 1,4,5-trifosfat (IP 3 ). Diasilgliserol mengaktivasi proterin kinase C sementara IP3 akan melepaskan kalsium dari penyimpanan intraseluler sehingga terjadi peningkatan konsentrasi kalsium intraseluler yang bersifat transien dimana hal ini diperlukan dalam menginduksi proses eksositosis 28,31,33. Perubahan struktur servik saat persalinan yang ditandai dengan penurunan konsentrasi kolagen, berkurangnya matriks dan peningkatan kandungan air menandakan bahwa jaringan servik memberikan tahanan yang rendah. Selama kontraksi uterus jaringan servik mengalami proses penipisan dan dilatasi. Pada saat pematangan servik terjadi proses disosiasi dan degradasi kolagen yang mengakibatkan perubahan struktur kolagen selama periode ini. Perubahan katalitik dari kolagen ini dimediasi oleh enzim kolagenase (matriks metaloproteinase) yang telah dibuktikan pada beberapa penelitian bahwa kadarnya meningkat pada serviks saat partus 26. Kolagenase yang terpenting adalah matriks metaloproteinase-8 yang dilepaskan lebih besar dari granula neutrofil yang spesifik dibandingkan dengan yang disintesa oleh stroma fibroblas servik. Terjadi infiltrasi neutrofil ke dalam stroma servik saat inpartu dan mengakibatkan proses degranulasi. Interleukin-8 merupakan suatu kemokin yang berfungsi untuk mengikat dan mengaktifkan neutrofil. Proses ekstravasasi neutrofil terjadi dengan cara proses adesi dan diapedesis melalui endotel pembuluh darah. Hal ini akan diikuti dengan proses aktivasi neutrofil oleh interleukin-8. Pada beberapa penelitian terhadap kelinci dan manusia, pemberian injeksi interleukin-8 akan menginduksi eksudasi plasma dan infiltrasi neutrofil yang masif, tetapi tidak komponen leukosit yang lainnya. Akumulasi neutrofil ini biasanya paling banyak ditemukan di sekitar vena. Penelitian yang dilakukan pada babi dan kelinci mendapatkan bahwa pemberian interleukin-8 pada servik ternyata dapat merangsang pematangan servik 26. Interleukin-8 merupakan kemokin yang dihasilkan oleh makrofag dan tipe sel lainnya seperti sel epitel dan sel endotel. Fungsi utama dari interleukin-8 adalah untuk induksi proses kemotaksis pada target sel yaitu neutrofil 9. Interleukin-8 diproduksi oleh endometrium, koriodesidua, desidua plasenta dan

23 23 miometrium, pada servik wanita hamil dan tidak hamil. Ekspresi interleukin-8 meningkat sesuai dengan pertambahan usia kehamilan dan pada saat inpartu. Interleukin-8 juga berperan dalam pematangan servik, berperan dalam pembentukan segmen bawah rahim pada kehamilan lewat waktu dan sebagai mediasi dalam infiltrasi sitokin inflamasi ke dalam miometrium selama inpartu. Kadar interleukin-8 meningkat enam kali lipat bila dibandingkan dengan keadaan servik ibu yang tidak hamil. Selain itu kadarnya meningkat sampai 11 kali lipat pada ibu hamil yang menjalani proses persalinan pervaginam 36. Interleukin-8 adalah kemotaktik ampuh dan merupakan faktor pengaktif neutrofil 10,35,37. Kemokin ini merupakan bagian dari respon ditimbulkan dalam host terhadap invasi mikroba, itulah sebabnya mengapa diperkirakan bahwa IL-8 bertanggung jawab atas pelepasan neutrofil pada selaput ketuban dan plasenta selama terjadi infeksi intrauterin 38. Konsentrasi interleukin-8 meningkat pada servik saat onset dari persalinan dan terlibat dalam proses perubahan jaringan 10. Gambar 4.3. Peranan Sitokin Proinflamasi 27 Masuknya neutrofil ke dalam servik telah dipostulasikan sebagai bagian integral dari onset persalinan, dimana kolagenase berperan dalam proses

24 24 pematangan servik yang dihasilkan dari neutrofil perifer dan jumlahnya meningkat selama proses ini. Peningkatan kadar interleukin-8 sebelum onset persalinan dapat membantu proses masuknya neutrofil (recruitment) ke servik. Interleukin-8 dan PGE 2 bekerja secara sinergis dalam proses ini. Neutrofil diaktivasi oleh interleukin-8 dan mengakibatkan pelepasan enzim litik yaitu kolagenase dan elastase 36. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian interleukin-8 in vivo baik melalui intradermal maupun intraperitoneal menghasilkan infiltrasi neutrofil di tempat pemberian 33. Neutrofil merupakan sumber dari enzim kolagenase yang terdapat dalam granula spesifik yang dapat diproduksi melalui proses degranulasi yang diperantarai oleh sitokin yaitu interleukin-8. Dua fungsi utama dari interleukin-8 inilah yaitu proses masuknya neutrofil (recruitment) dan menstimulasi neutrofil untuk memproduksi kolagenase menjadikan interleukin-8 ini merupakan agen yang kuat untuk proses inisiasi pengaturan matriks ekstraseluler pada proses pematangan servik. Kadar neutrofil dalam darah cukup tinggi yaitu 6x10 6 ml dengan produksi harian rata-rata perhari 32. Gambar 4.4. Peran Interleukin-8 dalam Pematangan Servik 40

25 25 Interleukin-8 merupakan faktor kemotaktik yang terlibat dalam proses pematangan servik dan pecahnya selaput ketuban. Berdasarkan penelitian terakhir, didapatkan bahwa tingginya kadar interleukin-8 menggambarkan tingginya risiko persalinan preterm (RR 3,7 (1,1-12,1)) dan kadarnya lebih tinggi pada ibu hamil yang mengalami persalinan preterm dibandingkan dengan ibu hamil preterm yang tidak mengalami proses persalinan 39. Penelitian yang dikerjakan oleh Senntrom dkk dengan cara melakukan biopsi pada servik sebanyak > 300 mg yang diambil dari servik anterior yang dikerjakan menit pasca persalinan pervaginam dan dari wanita yang tidak hamil. Dari biopsi tersebut didapatkan kadar rata-rata interleukin-8 pada wanita yang tidak hamil sebesar 330 pg/ml ( ). Pada wanita pasca melahirkan didapatkan kadar rata-rata pg/ml ( ) 29,35.

26 26 BAB V RINGKASAN Persalinan preterm sampai saat ini masih merupakan masalah yang utama khususnya pada bagian obstetri dan perinatologi. Baik di negara berkembang maupun negara maju penyebab morbiditas dan mortalitas neonatus tertinggi adalah akibat adanya bayi yang lahir preterm, dimana kurang lebih 75% dari kematian neonatus disebabkan oleh karena bayi yang lahir preterm. Di seluruh dunia ditemukan sekitar 70% persalinan preterm merupakam penyebab kematian perinatal dan hampir separuhnya mengalami kelainan neurologis jangka panjang. Penyebab dari persalinan preterm sering kali tidak diketahui secara pasti. Pada pasien-pasien dengan gejala klinis persalinan preterm menunjukan peningkatan berbagai sitokin di dalam serum maternal sehingga diperkirakan sitokin memainkan peranan penting dalam inisiasi persalinan preterm. Salah satu sitokin peradangan pada serum adalah interleukin-8 (IL-8). Proses pematangan servik ditandai dengan perubahan konsistensi, pendataran dan dilatasi servik. Pematangan servik behubungan dengan berkurangnya kadar kolagen serta penurunan jumlah serat kolagen. Selain itu juga terjadi proses penurunan daya regang dari matriks ekstraseluler dari servik. Terdapat perubahan pada proses ini yaitu terjadi penurunan kadar dekorin (dermatan sulfat proteoglikan 2) yang menyebabkan separasi dari serat kolagen. Agen yang dapat digunakan untuk proses pematangan servik adalah interleukin-8. Dapat disimpulkan bahwa peran interleukin-8 adalah menginduksi aktivasi neutrofil sehingga mengalami degranulasi, perubahan bentuk dan kemotaksis. Neutrofil tersebut yang nantinya akan melepaskan enzim kolagenase yaitu matriks metaloproteinase-8 (MMP-8) yang dapat mencerna serat kolagen pada servik. Selain itu interleukin-8 juga bekerja sinergis dengan prostaglandin dalam menginisiasi persalinan preterm melalui proses pematangan servik.

27 27

Tugas Biologi Reproduksi

Tugas Biologi Reproduksi Tugas Biologi Reproduksi Nama :Anggun Citra Jayanti Nim :09004 Soal : No.01 Mengkritisi tugas dari: Nama :Marina Nim :09035 Soal: No.05 factor yang memepengaruhi pematangan serviks Sebelum persalinan dimulai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk mengukur status kesehatan ibu disuatu negara. Dari hasil Survei Demografi dan Kesehatan Dasar Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) ditingkat dunia AKB berkisar sekitar 37 per 1000

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) ditingkat dunia AKB berkisar sekitar 37 per 1000 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka angka kematian bayi (AKB) pada saat ini masih menjadi persoalan di Indonesia. Menurut World Health Organization (WHO) ditingkat dunia AKB berkisar sekitar 37

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang diawali terjadinya ketuban pecah dini. Akan tetapi sulit menentukan

BAB I PENDAHULUAN. yang diawali terjadinya ketuban pecah dini. Akan tetapi sulit menentukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampai saat ini mortalitas dan morbiditas neonatus pada bayi preterm / prematur masih sangat tinggi. Hal ini berkaitan dengan maturitas organ pada bayi lahir seperti

Lebih terperinci

PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-8 SERUM PADA PERSALINAN PRETERM DAN PERSALINAN ATERM. dr. Tjokorda Gde Agung Suwardewa, SpOG (K)

PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-8 SERUM PADA PERSALINAN PRETERM DAN PERSALINAN ATERM. dr. Tjokorda Gde Agung Suwardewa, SpOG (K) PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-8 SERUM PADA PERSALINAN PRETERM DAN PERSALINAN ATERM dr. Tjokorda Gde Agung Suwardewa, SpOG (K) BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA RSUP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persalinan kurang bulan merupakan masalah di bidang obstetrik dan perinatologi karena berhubungan dengan tingginya angka morbiditas dan mortalitas bayi. Tujuh puluh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Insidensi di negara berkembang sekitar 5-9 % (Goldenberg, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. Insidensi di negara berkembang sekitar 5-9 % (Goldenberg, 2008). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persalinan preterm adalah kelahiran sebelum usia kehamilan 37 minggu. Angka kejadian persalinan preterm secara global sekitar 9,6%. Insidensi di negara berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketuban pecah dini (KPD) adalah keluarnya air ketuban (cairan amnion) sebelum

BAB I PENDAHULUAN. Ketuban pecah dini (KPD) adalah keluarnya air ketuban (cairan amnion) sebelum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketuban pecah dini (KPD) adalah keluarnya air ketuban (cairan amnion) sebelum terjadinya persalinan. KPD merupakan masalah penting dalam obstetri berkaitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada umur. kehamilan 20 <37 minggu. Bayi yang dilahirkan pada usia kehamilan

BAB I PENDAHULUAN. Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada umur. kehamilan 20 <37 minggu. Bayi yang dilahirkan pada usia kehamilan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada umur kehamilan 20

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekaligus juga meningkatkan resiko persalinan prematur. KPD yang terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. sekaligus juga meningkatkan resiko persalinan prematur. KPD yang terjadi pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehamilan dengan ketuban Pecah Dini (KPD) masih merupakan masalah penting dalam bidang obstetri, karena berkaitan dengan penyulit atau komplikasi yang dapat meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Ketuban pecah dini (KPD) terjadi pada sekitar sepertiga dari

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Ketuban pecah dini (KPD) terjadi pada sekitar sepertiga dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Ketuban pecah dini (KPD) terjadi pada sekitar sepertiga dari kelahiran prematur dan dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas perinatal yang signifikan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI 8 BAB II TINJAUAN TEORI A. Tinjauan Teori 1. Pengertian Prematur Persalinan merupakan suatu diagnosis klinis yang terdiri dari dua unsur, yaitu kontraksi uterus yang frekuensi dan intensitasnya semakin

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang mempunyai plak, kalkulus dan peradangan gingiva. Penyakit periodontal

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang mempunyai plak, kalkulus dan peradangan gingiva. Penyakit periodontal BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Periodontitis adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri anaerob gram negatif pada rongga mulut yang mengakibatkan kerusakan pada jaringan pendukung gigi. 4,7,18 Penyakit periodontal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh persalinan prematur, sedangkan kematian perinatal sendiri

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh persalinan prematur, sedangkan kematian perinatal sendiri 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persalinan prematur diartikan sebagai dimulainya kontraksi uterus yang teratur disertai pendataran serviks yang diikuti turunnya bayi pada usia kehamilan kurang dari

Lebih terperinci

SINOPSIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN PERSALINAN PREMATUR DI KAB BOJONEGORO TESIS OLEH INDRAYANTI

SINOPSIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN PERSALINAN PREMATUR DI KAB BOJONEGORO TESIS OLEH INDRAYANTI SINOPSIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN PERSALINAN PREMATUR DI KAB BOJONEGORO TESIS OLEH INDRAYANTI PROGRAM STUDI MAGISTER KEBIDANAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA BAB 1 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gastritis adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan peradangan pada lapisan lambung. Berbeda dengan dispepsia,yang bukan merupakan suatu diagnosis melainkan suatu

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit periodontal adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit periodontal adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Penyakit periodontal adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram negatif, anaerob dan mikroaerofilik yang berkolonisasi di area subgingiva. Jaringan periodontal yang

Lebih terperinci

Proses fisiologis dan biokimiawi yang meregulasi proses persalinan

Proses fisiologis dan biokimiawi yang meregulasi proses persalinan Proses fisiologis dan biokimiawi yang meregulasi proses persalinan Terdiri dari beberapa proses seperti: 1. Perubahan anatomis dan fisiologis miometrium Pertama, terjadi pemendekan otot polos miometrium

Lebih terperinci

MEKANISME INFLAMASI DAN INFEKSI PADA PERSALINAN PRETERM

MEKANISME INFLAMASI DAN INFEKSI PADA PERSALINAN PRETERM MEKANISME INFLAMASI DAN INFEKSI PADA PERSALINAN PRETERM Tjokorda Gde Agung Suwardewa Pendahuluan Persalinan preterm masih merupakan masalah Obstetri, khususnya dibidang kedokteran fetomaternal. Hal ini

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. periodontal dapat menjadi faktor risiko untuk terjadinya kelahiran bayi prematur

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. periodontal dapat menjadi faktor risiko untuk terjadinya kelahiran bayi prematur BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Kelahiran bayi prematur BBLR merupakan salah satu masalah kesehatan utama dalam masyarakat dan merupakan penyebab utama kematian neonatal serta gangguan perkembangan saraf dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gangguan pada berbagai organ. Sampai saat ini preeklamsia masih merupakan

BAB I PENDAHULUAN. gangguan pada berbagai organ. Sampai saat ini preeklamsia masih merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Preeklamsia adalah suatu sindroma penyakit yang dapat menimbulkan gangguan pada berbagai organ. Sampai saat ini preeklamsia masih merupakan penyulit utama dalam kehamilan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persalinan. Ketuban pecah dini preterm (KPDP) adalah pecahnya ketuban

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persalinan. Ketuban pecah dini preterm (KPDP) adalah pecahnya ketuban BAB II TINJAUAN PUSTAKA Ketuban pecah dini (KPD) merujuk pada pasien dengan usia kehamilan diatas 37 minggu dan mengalami pecah ketuban sebelum dimulainya proses persalinan. Ketuban pecah dini preterm

Lebih terperinci

BAB 2 TERMINOLOGI SITOKIN. Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur

BAB 2 TERMINOLOGI SITOKIN. Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur BAB 2 TERMINOLOGI SITOKIN Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur immunitas, inflamasi dan hematopoesis. 1 Sitokin adalah salah satu dari sejumlah zat yang disekresikan oleh

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Induksi Persalinan a. Pengertian Induksi persalinan adalah suatu upaya atau intervensi yang dilakukan untuk memulai persalinan pada saat sebelum atau sesudah

Lebih terperinci

KADAR INTERLEUKIN-8 SERUM IBU PADA KEHAMILAN PRETERM DENGAN KETUBAN PECAH SPONTAN DAN KETUBAN TIDAK PECAH

KADAR INTERLEUKIN-8 SERUM IBU PADA KEHAMILAN PRETERM DENGAN KETUBAN PECAH SPONTAN DAN KETUBAN TIDAK PECAH KADAR INTERLEUKIN-8 SERUM IBU PADA KEHAMILAN PRETERM DENGAN KETUBAN PECAH SPONTAN DAN KETUBAN TIDAK PECAH Dr. dr. I B G Fajar Manuaba, SpOG, MARS BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepsis merupakan kondisi yang masih menjadi masalah kesehatan dunia karena pengobatannya yang sulit sehingga angka kematiannya cukup tinggi. Penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum dimulainya

BAB I PENDAHULUAN. Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum dimulainya BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum dimulainya tanda tanda persalinan, yang ditandai dengan pembukaan serviks 3 cm pada primipara atau 5 cm pada

Lebih terperinci

Dr. dr. Mintareja Teguh, Sp.OG(K)

Dr. dr. Mintareja Teguh, Sp.OG(K) PERBEDAAN KADAR SERUM MATRIX METALLOPROTEINASE-9 PADA PERSALINAN PRETERM DIBANDINGKAN DENGAN KEHAMILAN PRETERM YANG TIDAK INPARTU Dr. dr. Mintareja Teguh, Sp.OG(K) BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dewasa ini paling banyak mendapat perhatian para ahli. Di. negara-negara maju maupun berkembang, telah banyak penelitian

BAB I PENDAHULUAN. yang dewasa ini paling banyak mendapat perhatian para ahli. Di. negara-negara maju maupun berkembang, telah banyak penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Endometriosis merupakan salah satu penyakit jinak ginekologi yang dewasa ini paling banyak mendapat perhatian para ahli. Di negara-negara maju maupun berkembang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi

BAB I PENDAHULUAN. kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hipertensi dalam kehamilan merupakan penyebab 3 besar kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi dalam kehamilan, syndrom preeklampsia,

Lebih terperinci

PERAN MATRIX METALLOPROTEINASE (MMPs) PADA PEMATANGAN SERVIKS DALAM KASUS PERSALINAN PRETERM

PERAN MATRIX METALLOPROTEINASE (MMPs) PADA PEMATANGAN SERVIKS DALAM KASUS PERSALINAN PRETERM PERAN MATRIX METALLOPROTEINASE (MMPs) PADA PEMATANGAN SERVIKS DALAM KASUS PERSALINAN PRETERM Pemberi Materi : Prof. Dr. dr. I Made Bakta, Sp.PD (KHOM) TJOKORDA GDE AGUNG SUWARDEWA NIM. 109027005 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1. Perumusan masalah Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di Amerika Serikat dan bertanggung jawab terhadap 1,2% seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang obstetri, karena merupakan penyulit 2% sampai 20% dari semua

BAB I PENDAHULUAN. bidang obstetri, karena merupakan penyulit 2% sampai 20% dari semua 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketuban Pecah Dini (KPD) masih merupakan masalah penting dalam bidang obstetri, karena merupakan penyulit 2% sampai 20% dari semua kelahiran dan mengakibatkan peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memindahkan kekuatan dari otot ke tulang sehingga dapat. menghasilkan gerakan pada sendi. Tendon memiliki kekuatan yang lebih besar

BAB I PENDAHULUAN. memindahkan kekuatan dari otot ke tulang sehingga dapat. menghasilkan gerakan pada sendi. Tendon memiliki kekuatan yang lebih besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tendon merupakan salah satu bagian dari sistem muskulotendinous yang memiliki fungsi utama memindahkan kekuatan dari otot ke tulang sehingga dapat menghasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. The World Health

BAB I PENDAHULUAN. utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. The World Health BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Preeklamsi merupakan penyulit utama dalam kehamilan dan penyebab utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. The World Health Organization (WHO) melaporkan angka

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. yang berasal dari implantasi endometriosis dan pertumbuhan jaringan. endometrium yang mencapai rongga peritoneal.

BAB I. Pendahuluan. yang berasal dari implantasi endometriosis dan pertumbuhan jaringan. endometrium yang mencapai rongga peritoneal. BAB I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Penelitian. Endometriosis merupakan penyakit yang timbul pada 10% wanita reproduktif dan memiliki gejala nyeri pelvis, dismenorea, dan infertilitas. 1 Endometriosis

Lebih terperinci

Patofisiologi. ascending infection. Infeksi FAKTOR LAIN. infeksi intraamnion. Pembesaran uterus kontraksi uterus dan peregangan berulang

Patofisiologi. ascending infection. Infeksi FAKTOR LAIN. infeksi intraamnion. Pembesaran uterus kontraksi uterus dan peregangan berulang KETUBAN PECAH DINI Pengertian Ketuban pecah dini atau yang sering disebut dengan KPD adalah ketuban pecah spontan tanpa diikuti tanda-tanda persalinan, ketuban pecah sebelum pembukaan 3 cm (primigravida)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan indikator kesehatan suatu. negara. AKI di dunia secara global sebesar 216/ kelahiran hidup.

PENDAHULUAN. Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan indikator kesehatan suatu. negara. AKI di dunia secara global sebesar 216/ kelahiran hidup. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan indikator kesehatan suatu negara. AKI di dunia secara global sebesar 216/100.000 kelahiran hidup. Kematian ibu adalah jumlah kematian

Lebih terperinci

Persalinan Preterm. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

Persalinan Preterm. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi Persalinan Preterm Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi Definisi Persalinan preterm adalah perubahan serviks dan disertai kontraksi uterus yang teratur sebanyak 4 kali dalam 20

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dunia sekarang mengalami penderitaan akibat dampak epidemik dari berbagai penyakit penyakit akut dan kronik yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Penyakit penyakit

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penurunan jumlah ookista dalam feses merupakan salah satu indikator bahwa zat yang diberikan dapat berfungsi sebagai koksidiostat. Rataan jumlah ookista pada feses ayam berdasarkan

Lebih terperinci

PERSALINAN PRETERM. Dr. Hotma Partogi Pasaribu, Sp.OG. Departemen Obstetri & Ginekologi Fakultas kedokteran USU RSHAM -RSPM

PERSALINAN PRETERM. Dr. Hotma Partogi Pasaribu, Sp.OG. Departemen Obstetri & Ginekologi Fakultas kedokteran USU RSHAM -RSPM PERSALINAN PRETERM Dr. Hotma Partogi Pasaribu, Sp.OG Departemen Obstetri & Ginekologi Fakultas kedokteran USU RSHAM -RSPM Tujuan Definisi dan insiden Etiologi Diagnosis Penatalaksaan - Persalinan lama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bakteriuria 2.1.1 Definisi Infeksi saluran kemih adalah keadaan yang ditandai dengan ditemukannya bakteri dalam kultur/biakan urin dengan jumlah >10 5 /ml. 3 Terdapat 2 keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asfiksia neonatorum merupakan kegawatdaruratan bayi baru lahir berupa gagal nafas secara spontan dan teratur beberapa saat setelah lahir yang ditandai dengan hipoksemia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa salah satunya diukur dari besarnya angka kematian (morbiditas). Makin

BAB I PENDAHULUAN. bangsa salah satunya diukur dari besarnya angka kematian (morbiditas). Makin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut World Health Organization (WHO), indikator kesejahteraan suatu bangsa salah satunya diukur dari besarnya angka kematian (morbiditas). Makin tinggi angka tersebut,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Gangguan Hipertensi dalam Kehamilan. mmhg dan Tekanan darah diastolik mmhg), sedang (Tekanan darah

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Gangguan Hipertensi dalam Kehamilan. mmhg dan Tekanan darah diastolik mmhg), sedang (Tekanan darah BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Gangguan Hipertensi dalam Kehamilan a. Definisi Gangguan hipertensi dalam kehamilan didefinisikan sebagai kenaikan tekanan darah sistolik >140mmHg dan tekanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cedera ginjal akut (Acute Kidney Injury / AKI) memiliki insidensi yang terus meningkat setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN. Cedera ginjal akut (Acute Kidney Injury / AKI) memiliki insidensi yang terus meningkat setiap tahunnya 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Cedera ginjal akut (Acute Kidney Injury / AKI) memiliki insidensi yang terus meningkat setiap tahunnya (Cerda et al., 2008). Berbagai macam strategi pencegahan telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Endometriosis merupakan salah satu penyakit ginekologi yang sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan (sel-sel kelenjar dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. kehamilan ektopik yang berakhir dengan keadaan ruptur atau abortus. 12 Kehamilan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. kehamilan ektopik yang berakhir dengan keadaan ruptur atau abortus. 12 Kehamilan 24 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Definisi Kehamilan Ektopik Terganggu Kehamilan ektopik merupakan kehamilan yang terjadi diluar rongga uteri. Lokasi tersering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelahiran seorang bayi juga merupakan peristiwa sosial yang ibu dan

BAB I PENDAHULUAN. Kelahiran seorang bayi juga merupakan peristiwa sosial yang ibu dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Persalinan dan kelahiran merupakan kejadian fisiologis yang normal. Kelahiran seorang bayi juga merupakan peristiwa sosial yang ibu dan keluarga nantikan selama 9

Lebih terperinci

MASALAH. Keluarnya cairan berupa air-air dari vagina setelah kehamilan berusia 22 minggu. sebelum proses persalinan berlangsung.

MASALAH. Keluarnya cairan berupa air-air dari vagina setelah kehamilan berusia 22 minggu. sebelum proses persalinan berlangsung. KETUBAN PECAH DINI PRELABOR RUPTURE OF THE MEMBRANES (PROM) By: Prof. Dr. T. M. Hanafiah, SpOG (K) Definisi Diagnosis Manajemen Preterm & Term DEFINISI Ketuban Pecah Dini Preterm - < 37 minggu kehamilan(pprom)

Lebih terperinci

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Mekanisme Pertahanan Tubuh Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Plasenta Previa 2

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Plasenta Previa 2 TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Definisi dan Klasifikasi Plasenta previa ialah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim sedemikian rupa sehingga menutupi sebagian atau seluruh dari ostium uteri internum.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak tiga jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. plasenta) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui

BAB I PENDAHULUAN. plasenta) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

Mekanisme Persalinan Normal. Dr. Iskandar Syahrizal SpOG

Mekanisme Persalinan Normal. Dr. Iskandar Syahrizal SpOG Mekanisme Persalinan Normal Dr. Iskandar Syahrizal SpOG Mekanisme Persalinan dan Kemajuan Persalinan Persalinan / Partus Adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup, dari dalam uterus

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Hormon tiroid disintesis dan disekresi oleh kelenjar tiroid, sintesis dan sekresi

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Hormon tiroid disintesis dan disekresi oleh kelenjar tiroid, sintesis dan sekresi BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hormon tirod Hormon tiroid disintesis dan disekresi oleh kelenjar tiroid, sintesis dan sekresi hormon tiroid oleh kelenjar tiroid ini diregulasi oleh hipotalamus dan hipofisis

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA POST KURETASE DENGAN PLASENTA PREVIA DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

HUBUNGAN ANTARA POST KURETASE DENGAN PLASENTA PREVIA DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan HUBUNGAN ANTARA POST KURETASE DENGAN PLASENTA PREVIA DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Diajukan oleh: Endang Setyorini

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. cedera abrasi menyerupai dengan cedera peritoneum saat operasi abdomen..

BAB VI PEMBAHASAN. cedera abrasi menyerupai dengan cedera peritoneum saat operasi abdomen.. BAB VI PEMBAHASAN Pembentukan adhesi intraperitoneum secara eksperimental dapat dilakukan melalui berbagai cara, yaitu model iskemia, model perlukaan peritoneum, model cedera termal, dengan benda asing,

Lebih terperinci

Migrasi Lekosit dan Inflamasi

Migrasi Lekosit dan Inflamasi Migrasi Lekosit dan Inflamasi Sistem kekebalan bergantung pada sirkulasi terusmenerus leukosit melalui tubuh Untuk Respon kekebalan bawaan - berbagai limfosit, granulosit, dan monosit dapat merespon Untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kulit merupakan organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasi dari lingkungan hidup manusia. Berat kulit kira-kira 15% dari berat badan seseorang. Kulit merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehamilan (HDK), infeksi, partus lama/macet, dan abortus. 1 Infeksi

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehamilan (HDK), infeksi, partus lama/macet, dan abortus. 1 Infeksi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) berdasarkan SDKI 2007 mencapai 228 per 100.000 KH, tahun 2012 mengalami peningkatan menjadi 359 per 100.000 KH. 1 Sedangkan jumlah kematian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Hasil Penelitian Berdasarkan penelitian yang dilakukan selama bulan September hingga Oktober, sebanyak 256 populasi pasien rawat inap yang mendapatkan induksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan adalah pertumbuhan dan perkembangan janin intrauterine sejak konsepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan. Dalam masa kehamilan, tentunya tidak lepas

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Persalinan prematur dapat diartikan sebagai dimulainnya kontraksi uterus yang teratur yang disertai pendataran dan/atau dilatasi serviks serta turunnya bayi pada wanita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Persalinan preterm sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan yang serius

BAB I PENDAHULUAN. Persalinan preterm sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan yang serius 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persalinan preterm sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan yang serius di bidang obstetri dan perinatologi. Hal ini karena kelahiran bayi preterm merupakan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Siklus Menstruasi Remaja Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang utuh dari hipotalamus-hipofise-ovarium. Struktur alat reproduksi, status nutrisi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keputihan yang dalam istilah medis disebut fluor albus atau leucorrhoea

BAB I PENDAHULUAN. Keputihan yang dalam istilah medis disebut fluor albus atau leucorrhoea BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keputihan yang dalam istilah medis disebut fluor albus atau leucorrhoea merupakan cairan yang keluar dari vagina (Mansjoer, 2000:376). Keputihan dapat terjadi pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. umur kehamilan minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir. Badan

BAB 1 PENDAHULUAN. umur kehamilan minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir. Badan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Persalinan preterm (prematur) merupakan persalinan yang berlangsung pada umur kehamilan 20-37 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir. Badan Kesehatan Dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons,

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons, mencangkup beberapa komponen inflamasi, berpengaruh terhadap penyembuhan dan nyeri pascabedah.sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. awal minggu gestasi ke-20 sampai akhir minggu gestasi ke-37 (Varney,

BAB I PENDAHULUAN. awal minggu gestasi ke-20 sampai akhir minggu gestasi ke-37 (Varney, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persalinan prematur adalah persalinan yang dimulai setiap saat setelah awal minggu gestasi ke-20 sampai akhir minggu gestasi ke-37 (Varney, 2007). Persalinan prematur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Disfungsi dasar panggul merupakan salah satu penyebab morbiditas yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Disfungsi dasar panggul merupakan salah satu penyebab morbiditas yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Disfungsi dasar panggul merupakan salah satu penyebab morbiditas yang dapat menurunkan kualitas hidup wanita. Disfungsi dasar panggul memiliki prevalensi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Ketuban Pecah Dini 2.1.1 Definisi ketuban pecah dini preterm Ketuban Pecah Dini Preterm adalah pecahnya ketuban secara spontan sebelum saatnya persalinan dan terjadi saat usia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diikuti oleh kompensasi anti-inflamasi atau fenotip imunosupresif yang

BAB I PENDAHULUAN. diikuti oleh kompensasi anti-inflamasi atau fenotip imunosupresif yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Trauma pembedahan menyebabkan perubahan hemodinamik, metabolisme, dan respon imun pada periode pasca operasi. Seperti respon fisiologis pada umumnya, respon

Lebih terperinci

BAB ΙΙ TINJAUAN PUSTAKA

BAB ΙΙ TINJAUAN PUSTAKA BAB ΙΙ TINJAUAN PUSTAKA A. Ketuban Pecah Dini (KPD) 1. Pengertian KPD KPD adalah pecahnya ketuban sebelum waktu melahirkan yang terjadi pada saat akhir kehamilan maupun jauh sebelumnya (Nugroho, 2010).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dan sepsis merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di Intensive Care Unit (ICU). Tingginya biaya perawatan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara terminologi kedokteran abortus ialah suatu keadaan yang tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara terminologi kedokteran abortus ialah suatu keadaan yang tidak BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. DEFINISI Secara terminologi kedokteran abortus ialah suatu keadaan yang tidak direncanakan, diduga atau terjadi tiba-tiba gugurnya janin dalam kandungan sebelum janin dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang International Non Goverment Organization (NGO) Forum on Indonesian Development (INFID) menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara di Asia Tenggara dengan kematian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Ketuban pecah dini (KPD) merupakan masalah penting dalam obstetri

BAB 1 PENDAHULUAN. Ketuban pecah dini (KPD) merupakan masalah penting dalam obstetri BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketuban pecah dini (KPD) merupakan masalah penting dalam obstetri berkaitan dengan penyulit kelahiran prematur dan terjadinya infeksi korioamnionitis sampai sepsis,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mencit terinfeksi E. coli setelah pemberian tiga jenis teripang ditunjukkan pada

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mencit terinfeksi E. coli setelah pemberian tiga jenis teripang ditunjukkan pada BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Data hasil penelitian jumlah netrofil yang menginvasi cairan intraperitoneal mencit terinfeksi E. coli setelah pemberian tiga jenis teripang ditunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang . BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah abortus dipakai untuk menunjukkan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan. Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum viabel,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sasaran Pembangunan Millenium Development Goals (MDGS) adalah 102 per

BAB I PENDAHULUAN. Sasaran Pembangunan Millenium Development Goals (MDGS) adalah 102 per 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Salah satu indikator terpenting untuk menilai keberhasilan kualitas pelayanan obstetri dan ginekologi dapat tercermin dalam penurunan Angka Kematian Ibu (AKI). Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Plasenta previa adalah plasenta yang menutupi ostium uteri internum baik

BAB 1 PENDAHULUAN. Plasenta previa adalah plasenta yang menutupi ostium uteri internum baik BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Plasenta previa adalah plasenta yang menutupi ostium uteri internum baik sepenuhnya atau sebagian atau yang meluas cukup dekat dengan leher rahim yang menyebabkan pendarahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Preeklamsia a) Definisi Preeklamsia Preeklamsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria akibat kehamilan, setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji tantang virus AI H5N1 pada dosis 10 4.0 EID 50 /0,1 ml per ekor secara intranasal menunjukkan bahwa virus ini menyebabkan mortalitas pada ayam sebagai hewan coba

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatitis alergika adalah suatu peradangan pada kulit yang didasari oleh reaksi alergi/reaksi hipersensitivitas tipe I. Penyakit yang berkaitan dengan reaksi hipersensitivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Makanan adalah sumber kehidupan. Di era modern ini, sangat banyak berkembang berbagai macam bentuk makanan untuk menunjang kelangsungan hidup setiap individu. Kebanyakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penurunan angka kematian ibu (AKI) dan bayi sampai pada batas angka

BAB 1 PENDAHULUAN. penurunan angka kematian ibu (AKI) dan bayi sampai pada batas angka BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ukuran keberhasilan suatu pelayanan kesehatan tercermin dari penurunan angka kematian ibu (AKI) dan bayi sampai pada batas angka terendah yang dapat dicapai sesuai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan janin intrauterin mulai sejak konsepsi dan berakhir sampai

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan janin intrauterin mulai sejak konsepsi dan berakhir sampai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan adalah saat yang paling menggembirakan dan ditunggutunggu setiap pasangan suami istri. Kehamilan merupakan pertumbuhan dan perkembangan janin intrauterin

Lebih terperinci

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas.

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini studi tentang hubungan antara makanan dan kesehatan memerlukan metode yang mampu memperkirakan asupan makanan biasa. Pada penelitian terdahulu, berbagai upaya

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. penyakit akibat pajanan debu tersebut antara lain asma, rhinitis alergi dan penyakit paru

B A B I PENDAHULUAN. penyakit akibat pajanan debu tersebut antara lain asma, rhinitis alergi dan penyakit paru B A B I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajanan debu kayu yang lama dapat menyebabkan berbagai gangguan pada sistem pernafasan, pengaruh pajanan debu ini sering diabaikan sehingga dapat menimbulkan berbagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Inflamasi adalah respons protektif jaringan terhadap jejas yang tujuannya

BAB 1 PENDAHULUAN. Inflamasi adalah respons protektif jaringan terhadap jejas yang tujuannya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Inflamasi adalah respons protektif jaringan terhadap jejas yang tujuannya adalah untuk melokalisir dan merusak agen perusak serta memulihkan jaringan menjadi

Lebih terperinci

KAJIAN BIOMOLEKULAR PADA PERSALINAN PRETERM AKIBAT INFEKSI

KAJIAN BIOMOLEKULAR PADA PERSALINAN PRETERM AKIBAT INFEKSI KAJIAN BIOMOLEKULAR PADA PERSALINAN PRETERM AKIBAT INFEKSI dr. TjokordaGdeAgungSuwardewa, Sp.OG(K) BAGIAN /SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FK UNUD/RSUP SANGLAH DENPASAR 2014 i BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bakteremia didefinisikan sebagai keberadaan kuman dalam darah yang dapat berkembang menjadi sepsis. Bakteremia seringkali menandakan penyakit yang mengancam

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dalam saluran rahim oleh kontraksi otot-otot rahim. Persalinan normal adalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dalam saluran rahim oleh kontraksi otot-otot rahim. Persalinan normal adalah BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Persalinan 1.1 Pengertian Persalinan Persalinan adalah proses untuk mendorong keluar janin dan placenta dari dalam saluran rahim oleh kontraksi otot-otot rahim. Persalinan normal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Preeklamsia merupakan salah satu kontributor utama morbiditas dan mortalitas pada ibu dan janin. Etiopatogenesis pasti sampai saat ini belum jelas dan masih

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) telah dikategorikan sebagai penyakit yang terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan jumlah pasien yang terus meningkat

Lebih terperinci

PATOGENISITAS MIKROORGANISME

PATOGENISITAS MIKROORGANISME PATOGENISITAS MIKROORGANISME PENDAHULUAN Pada dasarnya dari seluruh m.o yg terdapat di alam, hanya sebagian kecil saja yg patogen maupun potensial patogen. Patogen adalah organisme yg menyebabkan penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Selama kehamilan, wanita dihadapkan pada berbagai komplikasi yang mungkin terjadi, salah satunya adalah abortus. Abortus adalah kejadian berakhirnya kehamilan secara

Lebih terperinci