BAB II KAJIAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Ketuban Pecah Dini Definisi ketuban pecah dini preterm Ketuban Pecah Dini Preterm adalah pecahnya ketuban secara spontan sebelum saatnya persalinan dan terjadi saat usia kehamilan belum mencapai aterm atau 37 minggu. Faktor risiko terjadinya ketuban pecah dini pada kehamilan preterm adalah : Riwayat persalinan preterm, infeksi, kehamilan kembar dan solusio plasenta. Saat dirawat di Rumah sakit, 75% menjadi inpartu, 5% lahir dengan komplikasi, 10% bersalin dalam waktu 48 jam, 7% terjadi persalinan lebih dari 48 jam (Cunningham, 2010) Insiden ketuban pecah dini preterm Menurut Eastman, insiden ketuban pecah dini ini kira-kira 12 % dari semua kehamilan normal. Sedangkan insidensi ketuban pecah dini preterm terdapat sekitar 2-5 % dari seluruh kehamilan (Getahun, 2010). Sekitar 70% kasus ketuban pecah dini terjadi pada kehamilan di aterm, tetapi di pusat rujukan, lebih dari 50% kasus dapat terjadi pada kehamilan prematur. Meskipun beberapa kemajuan dalam memperpanjang periode laten setelah terjadinya ketuban pecah dini preterm dan pencegahan kemungkinan terulangnya, tetapi ketuban pecah dini preterm tetap menjadi kontributor utama bagi keseluruhan masalah lahir prematur (Mochtar, 2012). 24

2 25 Kelahiran prematur merupakan masalah yang cukup besar mengingat besarnya angka morbiditas dan mortalitas perinatal. Pada penelitian yang ada di dapatkan 75-90% dari morbiditas dan mortalitas neonatal dikarenakan akibat prematuritas. Ketuban pecah dini preterm dikaitkan dengan 30-40% kelahiran prematur dan diidentifikasikan penyebab utama kelahiran prematur, dan terjadi pada sekitar kehamilan setiap tahun di Amerika Serikat. Ketika ketuban pecah dini preterm terjadi, risiko yang signifikan terjadi baik untuk janin dan ibu. (Amy, et al., 2003). Di Negara berkembang angka kejadian persalinan preterm bervariasi, di India sekitar 30%, Afrika selatan sekitar 15%, Sudan 31% dan Malaysia 10%. Di Indonesia angka kejadian prematuritas nasional belum ada, namun angka kejadian bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) dapat mencerminkan angka kejadian prematuritas secara kasar. Angka kejadian BBLR Nasional Rumah Sakit adalah 27,9 %. Di RSUP Sanglah Denpasar tahun , persalinan preterm sekitar 8,3% dari seluruh persalinan. Sedangkan pada periode Januari 2008 sampai dengan Oktober 2011 sebesar 9,33% dari seluruh persalinan Patogenesis ketuban pecah dini Ketuban pecah dini atau premature rupture of the membrane (PROM) adalah pecahnya selaput ketuban secara spontan pada saat belum menunjukkan tanda-tanda persalinan, bila satu jam kemudian tidak timbul tanda-tanda awal persalinan. Bila pecahnya selaput ketuban terjadi sebelum umur kehamilan 37 minggu disebut ketuban pecah dini preterm / preterm rupture of the membrane (PPROM) (Cunningham, 2010). Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI di

3 26 Semarang tahun 2005 menetapkan bahwa persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada usia kehamilan minggu (Binarso, 2010). Ketuban pecah dini terjadi pada 12% kehamilan (Mochtar, 2012) dan dapat terjadi komplikasi seperti korioamnionitis sampai 30% dari kasus ketuban pecah dini. Komplikasi pada janin berhubungan dengan kejadian prematuritas dimana 80% kasus ketuban pecah dini preterm akan terjadi proses persalinan kurang dari 7 hari dengan risiko infeksi yang akan meningkat baik pada ibu maupun bayinya. Reaksi radang yang hebat ditempat pecahnya selaput ketuban sudah ditemukan sejak 1950, dan hal ini diketahui sebagai infeksi. Pajanan invitro terhadap protease bakteri meningkatkan kemungkinan selaput ketuban ketuban untuk pecah. Jadi, mikroorganisme yang memperoleh akses ke selaput janin mungkin dapat menyebabkan pecah ketuban, persalinan pretem atau keduanya (Cunningham, 2010). Mekanisme pecah ketuban yang terjadi sebelum aterm terjadi oleh karena berbagai faktor yang akhirnya mempercepat lemahnya membran ketuban. Hal ini peningkatan sitokin-sitokin lokal dan ketidakseimbangan dalam interaksi antara matrix metalloproteinase (MMP) dan tissue inhibitor matrixmetyalloproteinase (TiMP), peningkatan aktivitas-aktivitas kolagenase dan protease, peningkatan tekanan intrauterin (misalnya : Polyhydramnios). Selanjutnya faktor risiko klinis, termasuk gangguan jaringan ikat (misalnya pada sindrom Ehlers-Danlos). Asending infeksi melalui kolonisasi bakteri juga dapat menyebabkan lokal respon inflamasi termasuk memproduksi sitokin-sitokin, prostaglandin, dan MMP yang

4 27 dapat menyebabkan melemahnya dan terjadi degradasinya dari membran ketuban (Goldsmith,et al., 2005) Faktor infeksi Infeksi intrauterin disebabkan oleh bakteri yang dianggap menjadi penyebab utama infeksi terkait persalinan prematur. Rongga ketuban biasanya steril dan atau dibawah 1% pada persalinan aterm terdapat bakteri dalam cairan ketuban. Isolasi bakteri dalam cairan ketuban adalah temuan patologis yang dikenal sebagai invasi mikroba dari rongga amnion. Kebanyakan kolonisasi tersebut subklinis dan tidak terdeteksi tanpa analisis cairan ketuban. Frekuensi tergantung pada presentasi klinis dan usia kehamilan. Pada pasien dengan persalinan prematur dengan membran utuh, didapatkan kultur bakteri pada cairan ketuban adalah 12,8%. Kemudian dilakukan pengukuran pada pasien tersebut pada saat dimulai proses pengeluaran janin, frekuensi menjadi hampir dua kali lipat (22%). Pada ketuban pecah dini preterm didapatkan kultur bakteri pada cairan ketuban adalah 32,4%, dan kemudian dilakukan pengukuran kembali pada saat dimulai proses pengeluaran janin menjadi 75% (Agrawal, et al., 2011). Infeksi dapat menyebabkan ketuban pecah dini sebesar 10-30% melalui beberapa mekanisme. Beberapa flora-flora vagina seperti Streptokokus grup B, Stafilokokus aureus, Trichomonas vaginalis mensekresi protease yang akan menyebabkan terjadinya degradasi membran pada selaput ketuban dan akhirnya melemahkan selaput ketuban. Respon terhadap infeksi berupa reaksi terjadinya reaksi inflamasi akan merangsang produksi sitokin, MMP, dan prostaglandin oleh

5 28 netrofil PMN dan makrofag. IL-1, IL6, TNF-α yang diproduksi oleh monosit akan meningkatkan aktivitas MMP-1 dan MMP-3 pada sel korion (Dudley, 1997). Infeksi bakteri dan respon inflamasi juga merangsang produksi prostaglandin oleh selaput ketuban yang diduga berhubungan dengan ketuban pecah dini preterm karena menyebabkan irritabilitas pada uterus dan terjadi degradasi kolagen membran. Beberapa jenis bakteri tertentu dapat menghasilkan fosfolipase A2 yang melepaskan prekursor prostaglandin dari membran fosfolipid. Respon imunologis terhadap infeksi juga menyebabkan produksi prostaglandin oleh sel korion akibat perangsangan sitokin yang diproduksi oleh monosit. Sitokin juga terlibat dalam induksi enzim Siklooksigenase II yang berfungsi mengubah asam arakhidonat menjadi prostaglandin. Prostaglandin mengganggu sintesis kolagen pada selaput ketuban dan meningkatkan aktivitas matriks MMP-1 dan MMP-3 (Ulug, 2001). Infeksi sistemik bisa berasal dari penyakit periodontal, pneumonia, sepsis, prankreatis, pielonefritis, infeksi traktus genitalis, korioamnionitis dan infeksi amnion semuanya berhubungan dengan terjadinya pecahnya ketuban. Infeksi bakteri juga merangsang produksi prostaglandin, dimana dapat meningkatkan risiko pecahnya selaput ketuban preterm yang diakibatkan oleh degradasi dari selaput ketuban. Beberapa bakteri vaginal menghasilkan fosfolipase A2, dimana fosfolipase A2 ini akan melepaskan asam arakhidonat. Lebih lanjut, respon imun tubuh terhadap infeksi bakteri akan meningkatkan produksi sitokin yang akan meningkatkan produksi dari prostaglandin. Dimana sitokin ini juga akan

6 29 meningkatkan kadar MMP yang akan mengakibatkan degradasi kolagen dan akan mengakibatkan pecahnya selaput ketuban (Goldenberg, et al., 2003). Gambar 2.1 Jalur Yang Berpotensial Terjadinya Infeksi Intra Uterine (Goldenberg, et al, 2008) Faktor nutrisi Gangguan nutrisi seperti mikronutrien merupakan faktor predisposisi adanya gangguan pada struktur kolagen. Asam askorbat yang berperan dalam pembentukan struktur kolagen tripel heliks berhubungan dengan pecahnya selaput ketuban. Zat tersebut kadarnya lebih rendah pada kasus ketuban pecah dini (Chalis, 2005). Asupan nutrisi ibu sebelum dan selama kehamilan dapat mempengaruhi kondisi janin dan berpengaruh pada kejadian persalinan prematur. Beberapa faktor

7 30 yang berpotensi sebagai penyumbang risiko persalinan prematur spontan antara lain rendahnya berat badan ibu sebelum kehamilan, indeks massa tubuh, dan kenaikan berat badan semasa kehamilan (Sabarudin, et al., 2011) Faktor hormon Progesteron dan estradiol menekan proses remodeling matriks ektraseluler pada jaringan reprodruktif. Kedua hormon ini dapat menurunkan konsentrasi MMP-1 dan MMP-3 serta meningkatkan konsentrasi TiMP pada fibroblast serviks. Tingginya konsentrasi progesteron menyebabkan penurunan produksi kolagenase. Hormon relaxin diproduksi oleh sel desidua dan plasenta berfungsi mengatur pembentukan jaringan ikat, dan mempunyai aktivitas yang berlawanan dengan efek inhibisi oleh progesterone dan estradiol dengan meningkatkan aktivitas MMP-3 dan MMP-9 dalam membran janin. Aktivitas hormon ini meningkat sebelum persalinan pada selaput ketuban saat aterm (Goldsmith, et al., 2005) Faktor apoptosis Apoptosis adalah istilah yang digunakan sebagai sinonim dari proses kematian sel. Proses apoptosis sangat dipengaruhi oleh sinyal yang berasal dari protein ekstraseluler dan intraseluler. Faktor ekstraseluler sangat dipengaruhi oleh infeksi yang telah lama dikenal sebagai pencetus ketuban pecah dini, sedangkan faktor intraseluler diperankan oleh p53 yang merupakan suatu protein yang berperan dalam apoptosis intraseluler melalui pengaktifan protein bax yang memacu pelepasan sitokrom c. Fungsi normal p53 adalah sebagai penjaga proteinom. Pada keadaan dimana jumlah p53 rendah maka p53 akan berperan

8 31 sebagai penjaga sel, sedangkan dalam jumlah banyak akan menyebabkan pengaktifan apoptosis ( Suhaimi, 2012). Kadar p53 pada selaput amnion lebih tinggi pada kehamilan dengan ketuban pecah dini dibandingkan dengan kehamilan normal. Kadar p53 > 0,97 U/ml berisiko lebih dari 30 kali menyebabkan ketuban pecah dini ( Suhaimi, 2012) Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi perubahan kimia yang menyebabkan selaput ketuban rapuh pada bagian tertentu saja, bukan karena seluruh selaput ketuban rapuh. Pada ketuban pecah dini aterm ditemukan sel-sel yang mengalami kematian sel terprogram (apaptosis) di amnion dan korion terutama disekitar robekan pada selaput ketuban. Pada kasus koriomnionitis terlihat sel-sel yang mengalami apaptosis akan melekat dengan granulosit, kemudian menunjukkan terjadinya respon-respon imunologis mempercepat terjadinya kematian sel. Kematian sel terprogram terjadi setelah proses degradasi matriks ektraseluler dimulai (Soewarto, 2010). Proses apoptosis dipercepat pada terjadinya robekan selaput ketuban pada kehamilan dengan ketuban pecah dini baik melalui jalur caspase-dependent dan caspase independent, dapat dilihat untuk jalur caspase-dependent dengan memeriksa eksekutor utama apoptosis yaitu caspase-3 dan jalur caspase independent dengan parameter endonuclease-g, hal ini disebabkan faktor endonuclease- G ini muncul paling awal dan dominan sebagai bentuk respons adanya apoptosis melalui caspase-independent (Prabantoro, et al., 2011).

9 Faktor mekanis Peregangan secara mekanis akan merangsang beberapa faktor diselaput ketuban seperti MMP-1 pada membran. IL-6 yang diproduksi dari sel amnion dan korion bersifat kemotaktik terhadap neutrofil dan merangsang aktivitas kolagenase. Hal-hal tersebut akan menyebabkan terganggunya keseimbangan proses sintesis dan degradasi matriks ekstraseluler yang akhirnya menyebabkan pecahnya selaput ketuban (Heaps, et al., 2005). Degradasi kolagen dimediasi oleh MMP yang dihambat oleh inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor protease. Pecahnya selaput ketuban saat persalinan disebabkan oleh melemahnya selaput ketuban karena kontraksi uterus dan peregangan yang berulang. Daya regang ini dipengaruhi oleh keseimbangan antara sintesis dan degradasi komponen matriks ekstraseluler pada selaput ketuban. Pada ketuban pecah dini terjadi perubahan-perubahan seperti penurunan jumlah jaringan kolagen, serta peningkatan aktivitas kolagenolitik. Degradasi kolagen tersebut terutama disebabkan oleh MMP (Heaps, et al., 2005). MMP ini merupakan suatu grup enzim yang dapat memecah komponenkomponen matriks ekstraseluler. Enzim tersebut diproduksi dalam selaput ketuban. MMP-1 dan MMP-8 berperan pada pembelahan tripel heliks dari kolagen fibrin (tipe I dan III), dan selanjutnya didegradasi oleh MMP-2 dan MMP-9 yang juga memecah kolagen tipe IV. Pada selaput ketuban juga diproduksi penghambat MMP / TIMP. TIMP-1 menghambat aktivitas MMP-2. TIMP-3 dan TIMP-4 mempunyai aktivitas yang sama dengan TIMP-1 (Heaps, et al., 2005)

10 33 Lapisan dalam amnion merupakan mikrovili yang berfungsi mentransfer cairan dan metabolik. Lapisan ini menghasilkan zat penghambat MMP-1. Sel mesenkim berfungsi menghasilkan kolagen sehingga menjadi lentur dan kuat. Disamping itu, selaput amnion menghasilkan sitokin IL-6, IL-8, MCP-1 (Monocyte Chemoattractant Protein-1), zat ini bermanfaat untuk melawan bakteri. Di samping itu, selaput amnion menghasilkan zat vasoaktif seperti Endothelin-1 (Vasokonstriktor), dan PHRP (Parathyroid Hormone Related Protein) suatu vasorelaxan. Dengan demikian, selaput amnion mengatur peredaran darah dan tonus pembuluh lokal (Cunningham, 2010). Upaya yang dilakukan ketika terjadi ketuban pecah dini preterm ada dua yaitu: 1. Penatalaksanaan non intervensi yaitu menunggu terjadinya persalinan spontan. 2. Intervensi yang meliputi kortikosteroid dimana diberikan bersama atau tanpa tokolitik untuk mencegah terjadinya persalinan preterm, sehingga janin mempunyai waktu yang cukup untuk proses pematangan paru janin. Ditahun 1998, American Congress Obsteticians and Gynecologics membuat tinjauan tentang pecah ketuban dini preterm. Faktor risiko yang diketahui untuk pecah ketuban preterm adalah riwayat persalinan preterm sebelumnya, infeksi cairan amnion tersembunyi, janin ganda dan solusio plasenta (Cunningham, 2010). Meskipun kompilkasi ini ditemukan hanya 1,7% dari kehamilan, kondisi ini merupakan penyebab 20% kematian perinatal selama periode waktu ini. Pecah ketuban preterm ternyata berkaitan dengan komplikasi obstetri lain yang

11 34 mempengaruhi hasil perinatal, antara lain kehamilan multijanin, presentasi bokong, korioamnionitis dan gawat janin intrapartum. Sebagai konsekuensi komplikasi-komplikasi ini, seksio sesaria dilakukan pada 40% wanita. Pada saat masuk, 75% wanita sudah inpartu, 5% melahirkan karena penyulit lain, dan 10% lainnya melahirkan setelah persalinan spontan dalam 48 jam. Hanya terdapat 7% wanita yang proses kelahirannya tertunda 48 jam atau lebih setelah pecah ketuban. Periode waktu dari ketuban pecah preterm sampai proses kelahiran berbanding terbalik dengan usia gestasi saat ketuban pecah. Jika ketuban pecah pada trimester III, hanya diperlukan beberapa hari saja hingga kelahiran terjadi dibandingkan dengan trimester II (Cunningham, 2010). Gambar 2.2 Skema Gambar Membran Janin Manusia Dan Protein Komponen (Heaps, et al., 2005).

12 Peran Sitokin Dan Prostaglandin Pada Ketuban Pecah Dini Preterm Definisi sitokin Sitokin (Bahasa Yunani : Cyto : Sel ; dan Kinos : Gerakan) adalah satu dari sejumlah zat yang disekresikan oleh sel-sel spesifik sistem kekebalan tubuh yang membawa sinyal lokal antara sel dan memiliki efek pada sel-sel lain. Sitokin adalah kategori isyarat molekul yang digunakan secara ekstensif dalam komunikasi selular terdiri protein, peptida, atau glikoprotein. Istilah sitokin meliputi keluarga besar dan beragam regulator polipeptida yang diproduksi secara luas diseluruh tubuh oleh beragam sel embriologis. IL 6 adalah salah satu tipe dari sitokin yang ada (Kishimoto, 2003) IL-6 Interleukin-6 (IL-6) adalah sitokin Pleiotropic dengan berbagai aktivitas biologis, diproduksi oleh baik limfoid dan non-limfoid sel dan mengatur reaktivitas imun, respon fase akut, peradangan, dan hematopoiesis onkogenesis. IL-6 pada awalnya dikenal dengan berbagai nama, seperti Interferon-b2 (IFNb2), T-cell Replacing Factor (TRF)-Like Factor, B-Cell Differentiation Factor, 26- kda protein, B-Cell Stimulatory Factor-2 (BSF2), Hybridoma Plasmacytoma Growth Factor (HPGF or IL-HP1), Hepatocyte- Stimulating Factor (HSF), dan Monocyte Granulocyte Inducer type 2 (MGI-2). Namun, kloning molekuler IFNb2, 26-kDa protein dan BSF-2 dilakukan penelitian dan terungkap bahwa semua molekul adalah identik. Kemudian hal tersebut diusulkan pada akhir 1988 bahwa molekul ini disebut IL-6. Dalam bagian berikutnya, struktur dan fungsi IL-

13 36 6 dan reseptor pada mekanisme ketuban pecah dini preterm akan dijelaskan (Kishimoto, 2003) Pengaruh IL-6 dalam pecah ketuban Persalinan spontan berkaitkan dengan aktivasi reaksi inflamasi dalam jaringan kehamilan. Sitokin menyebabkan perekrutan sel inflamasi ke dalam membran korio desidual. Meskipun kehamilan cukup bulan atau aterm berhubungan dengan respon inflamasi, infeksi intra uterin yang dimediasi dengan pelepasan sitokin, diduga menjadi faktor penyebab dalam terjadinya kehamilan dengan ketuban pecah dini preterm. Pada penelitian sebelumnya dinyatakan bahwa kehamilan prematur berkaitkan dengan peningkatan konsentrasi sitokin seperti Interleukin (IL): IL-1b, IL-6, IL-8, IL-10 dan Tumor Necrotic Factor -α (TNF-α). Secara khusus, peningkatan konsentrasi IL-6 tampaknya menjadi penanda infeksi intrauterin yang akan berdampak terjadinya untuk kelahiran prematur (Matthew, et al., 2001). Bukti yang telah disajikan bahwa janin merespon proses inflamasi mungkin juga berkontribusi terhadap peningkatan konsentrasi sitokin intrauterin yang berakibat terjadinya persalinan prematur. Hal ini akan memungkinkan perawatan lebih obyektif dan akan menghindari pengobatan yang tidak seperlunya. Sehingga terjadinya persalinan prematur dapat dicegah (Matthew, et al., 2001). Penelitian lebih lanjut menyatakan bahwa sitokin berpartisipasi secara aktif dalam patofisiologi normal dan abnormal pada masa kehamilan dan masa nifas. Colony Stimulating Factor-l (CSF-1) terlibat dalam proses untuk

14 37 implantasi, dan Granulocyte-Makrofag Colony Stimulating Factor (GM-CSF) telah menunjukkan berperan dalam merangsang pertumbuhan plasenta. IL-l dan Tumor Necrotic Factor (TNF) terlibat pada inisiasi nifas dalam pengaturan infeksi pada intra uterin. Penelitian menyatakan bahwa IL-l dan TNF telah terdeteksi pada cairan amniotik pada wanita yang hamil dengan ketuban pecah dini preterm. Sitokin tersebut diproduksi oleh desidua dalam menanggapi adanya paparan endotoksin. Dan kedua sitokin tersebut dapat merangsang amnion dan desidua untuk memproduksi prostaglandin. Pengamatan ini mendorong kami untuk menyelidiki partisipasi IL-6. IL-6 dikenal seperti sitokin lainnya sebagai mediator utama dalam menanggapi infeksi dan jaringan yang cedera. IL-6 dihasilkan oleh sel-sel jaringan stroma endometrium untuk merespon adanya IL-l dan Interferon-γ (IFN-γ). IL-6 juga dihasilkan oleh desidual dalam merespon adanya endotoksin. Selain itu, pada penelitian sebelumnya melaporkan IL-6 akan meningkat pada wanita yang hamil dengan ketuban pecah dini preterm. (Romero, et al., 1991). Peningkatan kadar IL-6 akan memacu pembentukan MMP-9 (Yoneda, et al., 2009), Peningkatan kadar Metalloproteinase ini menyebabkan melemahnya khorioamnion sehingga memudahkan terjadi ruptur melalui degradasi kolagen (Goldenberg, et al., 2003).

15 38 IL IL MMP Gambar 2.3 Mekanisme Terjadinya Persalinan Preterm (Goldenberg, et al., 2003) PGE2 Prostaglandin E2 (PGE2) disintesis oleh jaringan intrauterin (desidua dan selaput janin) (Kniss,et al., 1993). Mekanisme PGE2 dalam inisiasi persalinan telah menjadi salah satu paradigma utama dalam proses kelahiran manusia. Meskipun bukti kuat mendukung peran prostaglandin dalam timbulnya persalinan cukup bulan, ada data mengenai peran mereka dalam persalinan prematur.

16 39 Klarifikasi masalah ini sangat penting untuk memahami diagnosis dan patofisiologi persalinan prematur dan untuk pengembangan bentuk yang lebih efektif dalam upaya pengobatan (Mitchel, et al., 2003). Kadar Prostaglandin akan meningkat secara drastis pada cairan ketuban pada saat proses persalinan dimulai. Sebuah perbedaan yang signifikan untuk prostaglandin pada arteriovenosa dalam plasma tali pusat menunjukkan bahwa plasenta juga merupakan sumber penting bagi PGE2 dalam sirkulasi janin selama akhir kehamilan akhir (Grigsby, et al., 2006) Pengaruh PGE2 dalam pecah ketuban Prostaglandin dianggap sebagai mediator sentral dalam proses kelahiran, produksi prostaglandin oleh jaringan intrauterin meningkat sebelum dan selama tahap awal proses persalinan. Hal ini dapat diketahui dari penelitian yang ada, yaitu terjadi peningkatan dalam cairan ketuban dan serum plasma ibu dan urin. PGE2 dan PGF2α dikenal sebagai stimulator kuat kontraktilitas miometrium dan dapat menginduksi persalinan pada semua umur kehamilan, sedangkan inhibitor prostaglandin dapat memperpanjang proses kehamilan (Kayem, et al., 2002). Kelahiran adalah suatu proses fisiologis yang kompleks yang terjadi karena faktor janin, plasenta dan ibu. PGE2 yang terlibat dalam onset dan kemajuan persalinan, dan peningkatan sintesis prostaglandin oleh Cyclooxygenase (COX) dalam jaringan intrauterin (plasenta dan selaput janin) merupakan faktor yang berperan penting dalam memicu terjadinya proses ketuban pecah dini. Membran selaput ketuban utuh serta sel-sel diisolasi dari amnion, korion dan

17 40 desidua menghasilkan PGE2 dalam menanggapi rangsangan sitokin seperti IL-6 dan IL-1 (Farina, et al., 2006). Permulaan waktunya pembentukan prostaglandin mungkin berhubungan dengan persalinan prematur yang dapat terjadi sebagai akibat dari infeksi intrauterin. Ada bukti bahwa sel-sel dari membran amnion merupakan sumber utama PGE2 dalam intrauterin, karena jaringan amnion kaya mengandung Fosfolipid Arachidonyl dan berisi fosfolipase A2 yang mengkatalisis pelepasan Asam Arakidonat untuk biosintesis prostaglandin, dan amnion sel yang disebabkan oleh Epidermal Growth Factor (EGF) (Kniss, et al., 2003). Ada bukti bahwa EGF berasal dari janin setidaknya bertanggung jawab untuk memicu timbulnya sintesis prostaglandin oleh sel amnion. Epidermal Growth Factor menyebabkan peningkatan cairan ketuban saat kehamilan. Sel-sel amnion dan baris sel amnion mengandung reseptor afinitas tinggi untuk Epidermal Growth Factor. Kemudian Epidermal Growth Factor merangsang pembentukan PGE2 dalam sel-sel amnion (Kniss, et al., 2003). Pada kehamilan tanpa komplikasi, proses penurunan posisis janin yang disebabkan Epidermal Growth Factor yang terakumulasi dalam cairan ketuban sebagai janin matang, dan setelah mencapai konsentrasi ambang batas, merangsang PGE2 yang di biosintesis oleh sel amnion. Dalam kasus persalinan prematur (<37 minggu kehamilan), sistem sinyal normal diaktifkan proses prematur. Salah satu penyebab yang mungkin untuk ini adalah produksi sinyal tambahan dari ibu. Aktivasi dari sistem kekebalan tubuh ibu yang menjadi pemicu penting bagi timbulnya persalinan prematur dalam pengaturan infeksi bakteri

18 41 intrauterin. Telah dikemukakan bahwa agen imuno regulatori seperti Interleukin- L1β (IL-1β) dan Tumor Necrotic Factor-α (TNF-α) merangsang sintesis PGE2, yang mengarah kepada terjadinya aktivitas dini pada uterus dan dilatasi pada serviks (Kniss, et al., 2003). PGE2 juga meningkatkan MMP-9. Selain itu juga dapat meningkatkan MMP-1 dan MMP-3. Peningkatan MMP akan berakibat pada mudahnya terjadi ruptur pada membran selaput ketuban. (Mc.Laren, 2000). Selain itu, PGE2 juga menyebabkan penurunan TiMP-1 dan berperan mestimulasi pembentukan MMP-2 (Ulug, et al., 2001).

BAB I PENDAHULUAN. yang diawali terjadinya ketuban pecah dini. Akan tetapi sulit menentukan

BAB I PENDAHULUAN. yang diawali terjadinya ketuban pecah dini. Akan tetapi sulit menentukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampai saat ini mortalitas dan morbiditas neonatus pada bayi preterm / prematur masih sangat tinggi. Hal ini berkaitan dengan maturitas organ pada bayi lahir seperti

Lebih terperinci

PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-6 DAN PROSTAGLANDIN E-2 SERUM PADA KEHAMILAN PRETERM DENGAN KETUBAN PECAH DINI DAN KEHAMILAN PRETERM NORMAL

PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-6 DAN PROSTAGLANDIN E-2 SERUM PADA KEHAMILAN PRETERM DENGAN KETUBAN PECAH DINI DAN KEHAMILAN PRETERM NORMAL TESIS PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-6 DAN PROSTAGLANDIN E-2 SERUM PADA KEHAMILAN PRETERM DENGAN KETUBAN PECAH DINI DAN KEHAMILAN PRETERM NORMAL FRANKY ARDHANA KAWILARANG PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk mengukur status kesehatan ibu disuatu negara. Dari hasil Survei Demografi dan Kesehatan Dasar Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persalinan kurang bulan merupakan masalah di bidang obstetrik dan perinatologi karena berhubungan dengan tingginya angka morbiditas dan mortalitas bayi. Tujuh puluh

Lebih terperinci

PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-6 DAN PROSTAGLANDIN E-2 SERUM PADA KEHAMILAN PRETERM DENGAN KETUBAN PECAH DINI DAN KEHAMILAN PRETERM NORMAL

PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-6 DAN PROSTAGLANDIN E-2 SERUM PADA KEHAMILAN PRETERM DENGAN KETUBAN PECAH DINI DAN KEHAMILAN PRETERM NORMAL PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-6 DAN PROSTAGLANDIN E-2 SERUM PADA KEHAMILAN PRETERM DENGAN KETUBAN PECAH DINI DAN KEHAMILAN PRETERM NORMAL dr. Tjok G A Suwardewa, Sp.OG(K) BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketuban pecah dini (KPD) adalah keluarnya air ketuban (cairan amnion) sebelum

BAB I PENDAHULUAN. Ketuban pecah dini (KPD) adalah keluarnya air ketuban (cairan amnion) sebelum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketuban pecah dini (KPD) adalah keluarnya air ketuban (cairan amnion) sebelum terjadinya persalinan. KPD merupakan masalah penting dalam obstetri berkaitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Insidensi di negara berkembang sekitar 5-9 % (Goldenberg, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. Insidensi di negara berkembang sekitar 5-9 % (Goldenberg, 2008). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persalinan preterm adalah kelahiran sebelum usia kehamilan 37 minggu. Angka kejadian persalinan preterm secara global sekitar 9,6%. Insidensi di negara berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada umur. kehamilan 20 <37 minggu. Bayi yang dilahirkan pada usia kehamilan

BAB I PENDAHULUAN. Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada umur. kehamilan 20 <37 minggu. Bayi yang dilahirkan pada usia kehamilan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada umur kehamilan 20

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekaligus juga meningkatkan resiko persalinan prematur. KPD yang terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. sekaligus juga meningkatkan resiko persalinan prematur. KPD yang terjadi pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehamilan dengan ketuban Pecah Dini (KPD) masih merupakan masalah penting dalam bidang obstetri, karena berkaitan dengan penyulit atau komplikasi yang dapat meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) ditingkat dunia AKB berkisar sekitar 37 per 1000

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) ditingkat dunia AKB berkisar sekitar 37 per 1000 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka angka kematian bayi (AKB) pada saat ini masih menjadi persoalan di Indonesia. Menurut World Health Organization (WHO) ditingkat dunia AKB berkisar sekitar 37

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum dimulainya

BAB I PENDAHULUAN. Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum dimulainya BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum dimulainya tanda tanda persalinan, yang ditandai dengan pembukaan serviks 3 cm pada primipara atau 5 cm pada

Lebih terperinci

Tugas Biologi Reproduksi

Tugas Biologi Reproduksi Tugas Biologi Reproduksi Nama :Anggun Citra Jayanti Nim :09004 Soal : No.01 Mengkritisi tugas dari: Nama :Marina Nim :09035 Soal: No.05 factor yang memepengaruhi pematangan serviks Sebelum persalinan dimulai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persalinan. Ketuban pecah dini preterm (KPDP) adalah pecahnya ketuban

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persalinan. Ketuban pecah dini preterm (KPDP) adalah pecahnya ketuban BAB II TINJAUAN PUSTAKA Ketuban pecah dini (KPD) merujuk pada pasien dengan usia kehamilan diatas 37 minggu dan mengalami pecah ketuban sebelum dimulainya proses persalinan. Ketuban pecah dini preterm

Lebih terperinci

KADAR INTERLEUKIN-8 SERUM IBU PADA KEHAMILAN PRETERM DENGAN KETUBAN PECAH SPONTAN DAN KETUBAN TIDAK PECAH

KADAR INTERLEUKIN-8 SERUM IBU PADA KEHAMILAN PRETERM DENGAN KETUBAN PECAH SPONTAN DAN KETUBAN TIDAK PECAH KADAR INTERLEUKIN-8 SERUM IBU PADA KEHAMILAN PRETERM DENGAN KETUBAN PECAH SPONTAN DAN KETUBAN TIDAK PECAH Dr. dr. I B G Fajar Manuaba, SpOG, MARS BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. periodontal dapat menjadi faktor risiko untuk terjadinya kelahiran bayi prematur

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. periodontal dapat menjadi faktor risiko untuk terjadinya kelahiran bayi prematur BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Kelahiran bayi prematur BBLR merupakan salah satu masalah kesehatan utama dalam masyarakat dan merupakan penyebab utama kematian neonatal serta gangguan perkembangan saraf dalam

Lebih terperinci

PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-6 DAN PROSTAGLANDIN E-2 SERUM PADA KEHAMILAN PRETERM DENGAN KETUBAN PECAH DINI DAN KEHAMILAN PRETERM NORMAL

PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-6 DAN PROSTAGLANDIN E-2 SERUM PADA KEHAMILAN PRETERM DENGAN KETUBAN PECAH DINI DAN KEHAMILAN PRETERM NORMAL TESIS PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-6 DAN PROSTAGLANDIN E-2 SERUM PADA KEHAMILAN PRETERM DENGAN KETUBAN PECAH DINI DAN KEHAMILAN PRETERM NORMAL FRANKY ARDHANA KAWILARANG PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Ketuban pecah dini (KPD) merupakan masalah penting dalam obstetri

BAB 1 PENDAHULUAN. Ketuban pecah dini (KPD) merupakan masalah penting dalam obstetri BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketuban pecah dini (KPD) merupakan masalah penting dalam obstetri berkaitan dengan penyulit kelahiran prematur dan terjadinya infeksi korioamnionitis sampai sepsis,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang mempunyai plak, kalkulus dan peradangan gingiva. Penyakit periodontal

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang mempunyai plak, kalkulus dan peradangan gingiva. Penyakit periodontal BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Periodontitis adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri anaerob gram negatif pada rongga mulut yang mengakibatkan kerusakan pada jaringan pendukung gigi. 4,7,18 Penyakit periodontal

Lebih terperinci

Persalinan Preterm. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

Persalinan Preterm. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi Persalinan Preterm Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi Definisi Persalinan preterm adalah perubahan serviks dan disertai kontraksi uterus yang teratur sebanyak 4 kali dalam 20

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit periodontal adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit periodontal adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Penyakit periodontal adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram negatif, anaerob dan mikroaerofilik yang berkolonisasi di area subgingiva. Jaringan periodontal yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang obstetri, karena merupakan penyulit 2% sampai 20% dari semua

BAB I PENDAHULUAN. bidang obstetri, karena merupakan penyulit 2% sampai 20% dari semua 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketuban Pecah Dini (KPD) masih merupakan masalah penting dalam bidang obstetri, karena merupakan penyulit 2% sampai 20% dari semua kelahiran dan mengakibatkan peningkatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI 8 BAB II TINJAUAN TEORI A. Tinjauan Teori 1. Pengertian Prematur Persalinan merupakan suatu diagnosis klinis yang terdiri dari dua unsur, yaitu kontraksi uterus yang frekuensi dan intensitasnya semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. plasenta) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui

BAB I PENDAHULUAN. plasenta) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi

BAB I PENDAHULUAN. kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hipertensi dalam kehamilan merupakan penyebab 3 besar kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi dalam kehamilan, syndrom preeklampsia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Ketuban pecah dini (KPD) terjadi pada sekitar sepertiga dari

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Ketuban pecah dini (KPD) terjadi pada sekitar sepertiga dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Ketuban pecah dini (KPD) terjadi pada sekitar sepertiga dari kelahiran prematur dan dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas perinatal yang signifikan.

Lebih terperinci

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Mekanisme Pertahanan Tubuh Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh persalinan prematur, sedangkan kematian perinatal sendiri

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh persalinan prematur, sedangkan kematian perinatal sendiri 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persalinan prematur diartikan sebagai dimulainya kontraksi uterus yang teratur disertai pendataran serviks yang diikuti turunnya bayi pada usia kehamilan kurang dari

Lebih terperinci

serta terlibat dalam metabolisme energi dan sintesis protein (Wester, 1987; Saris et al., 2000). Dalam studi epidemiologi besar, menunjukkan bahwa

serta terlibat dalam metabolisme energi dan sintesis protein (Wester, 1987; Saris et al., 2000). Dalam studi epidemiologi besar, menunjukkan bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam tubuh manusia, sistem imun sangat memegang peranan penting dalam pertahanan tubuh terhadap berbagai antigen (benda asing) dengan memberantas benda asing tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. The World Health

BAB I PENDAHULUAN. utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. The World Health BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Preeklamsi merupakan penyulit utama dalam kehamilan dan penyebab utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. The World Health Organization (WHO) melaporkan angka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian maternal (maternal mortality). Menurut World Health

BAB I PENDAHULUAN. kematian maternal (maternal mortality). Menurut World Health BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada umumnya ukuran yang dipakai untuk menilai baik atau buruknya pelayanan kebidanan (maternity care) dalam suatu negara atau daerah ialah kematian maternal (maternal

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN 33 BAB IV HASIL PENELITIAN A. Hasil Penelitian a. Gambaran Karakteristik Responden Penelitian yang dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juni 2016 di RSUD dr. Iskak Tulungagung. Data hasil penelitian didapatkan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Siklus Menstruasi Remaja Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang utuh dari hipotalamus-hipofise-ovarium. Struktur alat reproduksi, status nutrisi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gastritis adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan peradangan pada lapisan lambung. Berbeda dengan dispepsia,yang bukan merupakan suatu diagnosis melainkan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang secara bermakna setelah 2 minggu (Harper, 2005). 75% di antaranya berada di Asia, Afrika (20%), dan Amerika Latin (5%).

BAB I PENDAHULUAN. berkembang secara bermakna setelah 2 minggu (Harper, 2005). 75% di antaranya berada di Asia, Afrika (20%), dan Amerika Latin (5%). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT) merupakan masalah penting dalam dunia kedokteran, karena PJT dikaitkan dengan peningkatan mortalitas dan morbiditas neonatal. Selain

Lebih terperinci

UKDW. % dan kelahiran 23% (asfiksia) (WHO, 2013). oleh lembaga kesehatan dunia yaitu WHO serta Centers for Disease

UKDW. % dan kelahiran 23% (asfiksia) (WHO, 2013). oleh lembaga kesehatan dunia yaitu WHO serta Centers for Disease BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara global, sepsis masih merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada neonatorum, yaitu 40 % dari kematian balita di dunia dengan kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi rongga mulut. Lapisan ini terdiri dari epitel gepeng berlapis baik yang berkeratin maupun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bakteriuria 2.1.1 Definisi Infeksi saluran kemih adalah keadaan yang ditandai dengan ditemukannya bakteri dalam kultur/biakan urin dengan jumlah >10 5 /ml. 3 Terdapat 2 keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons,

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons, mencangkup beberapa komponen inflamasi, berpengaruh terhadap penyembuhan dan nyeri pascabedah.sesuai

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN. Preeklampsia-eklampsia sampai saat ini masih merupakan the disease of

Bab 1 PENDAHULUAN. Preeklampsia-eklampsia sampai saat ini masih merupakan the disease of Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Preeklampsia-eklampsia sampai saat ini masih merupakan the disease of theories, penelitian telah begitu banyak dilakukan namun angka kejadian Preeklampsia-eklampsia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gangguan pada berbagai organ. Sampai saat ini preeklamsia masih merupakan

BAB I PENDAHULUAN. gangguan pada berbagai organ. Sampai saat ini preeklamsia masih merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Preeklamsia adalah suatu sindroma penyakit yang dapat menimbulkan gangguan pada berbagai organ. Sampai saat ini preeklamsia masih merupakan penyulit utama dalam kehamilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Preeklamsia merupakan salah satu kontributor utama morbiditas dan mortalitas pada ibu dan janin. Etiopatogenesis pasti sampai saat ini belum jelas dan masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Endometriosis merupakan salah satu penyakit ginekologi yang sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan (sel-sel kelenjar dan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSAKA 2.1. Definisi Prematuritas didefinisikan sebagai anak yang baru lahir belum berkembang dengan berat lahir rendah yang lahir sebelum 37 minggu kehamilan. Bayi prematur yang memiliki

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. bundar dengan ukuran 15 x 20 cm dengan tebal 2,5 sampai 3 cm dan beratnya 500

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. bundar dengan ukuran 15 x 20 cm dengan tebal 2,5 sampai 3 cm dan beratnya 500 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Plasenta Previa Plasenta merupakan bagian dari kehamilan yang penting, mempunyai bentuk bundar dengan ukuran 15 x 20 cm dengan tebal 2,5 sampai 3 cm dan beratnya 500 gram. Plasenta

Lebih terperinci

Patofisiologi. ascending infection. Infeksi FAKTOR LAIN. infeksi intraamnion. Pembesaran uterus kontraksi uterus dan peregangan berulang

Patofisiologi. ascending infection. Infeksi FAKTOR LAIN. infeksi intraamnion. Pembesaran uterus kontraksi uterus dan peregangan berulang KETUBAN PECAH DINI Pengertian Ketuban pecah dini atau yang sering disebut dengan KPD adalah ketuban pecah spontan tanpa diikuti tanda-tanda persalinan, ketuban pecah sebelum pembukaan 3 cm (primigravida)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan janin intrauterin mulai sejak konsepsi dan berakhir sampai

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan janin intrauterin mulai sejak konsepsi dan berakhir sampai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan adalah saat yang paling menggembirakan dan ditunggutunggu setiap pasangan suami istri. Kehamilan merupakan pertumbuhan dan perkembangan janin intrauterin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 8,7% di tahun 2001, dan menjadi 9,6% di tahun

BAB I PENDAHULUAN. 8,7% di tahun 2001, dan menjadi 9,6% di tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Asma merupakan penyakit kronik yang sering ditemukan dan merupakan salah satu penyebab angka kesakitan pada anak di seluruh dunia. Di negara maju dan negara berkembang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penurunan jumlah ookista dalam feses merupakan salah satu indikator bahwa zat yang diberikan dapat berfungsi sebagai koksidiostat. Rataan jumlah ookista pada feses ayam berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Organization (WHO), salah satunya diukur dari besarnya angka kematian

BAB I PENDAHULUAN. Organization (WHO), salah satunya diukur dari besarnya angka kematian BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Indikator kesejahteraan suatu bangsa menurut World Health Organization (WHO), salah satunya diukur dari besarnya angka kematian saat persalinan. Pada tahun 2006 WHO

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. adanya hipertensi dan proteinuria setelah 20 minggu kehamilan. Hal ini. dapat dijumpai 5-8 % dari semua wanita hamil diseluruh dunia dan

PENDAHULUAN. adanya hipertensi dan proteinuria setelah 20 minggu kehamilan. Hal ini. dapat dijumpai 5-8 % dari semua wanita hamil diseluruh dunia dan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Preeklampsia adalah penyakit spesifik pada kehamilan didefinisikan adanya hipertensi dan proteinuria setelah 20 minggu kehamilan. Hal ini dapat dijumpai 5-8

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dunia sekarang mengalami penderitaan akibat dampak epidemik dari berbagai penyakit penyakit akut dan kronik yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Penyakit penyakit

Lebih terperinci

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas.

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini studi tentang hubungan antara makanan dan kesehatan memerlukan metode yang mampu memperkirakan asupan makanan biasa. Pada penelitian terdahulu, berbagai upaya

Lebih terperinci

Proses fisiologis dan biokimiawi yang meregulasi proses persalinan

Proses fisiologis dan biokimiawi yang meregulasi proses persalinan Proses fisiologis dan biokimiawi yang meregulasi proses persalinan Terdiri dari beberapa proses seperti: 1. Perubahan anatomis dan fisiologis miometrium Pertama, terjadi pemendekan otot polos miometrium

Lebih terperinci

SINOPSIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN PERSALINAN PREMATUR DI KAB BOJONEGORO TESIS OLEH INDRAYANTI

SINOPSIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN PERSALINAN PREMATUR DI KAB BOJONEGORO TESIS OLEH INDRAYANTI SINOPSIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN PERSALINAN PREMATUR DI KAB BOJONEGORO TESIS OLEH INDRAYANTI PROGRAM STUDI MAGISTER KEBIDANAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA BAB 1 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB 2 TERMINOLOGI SITOKIN. Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur

BAB 2 TERMINOLOGI SITOKIN. Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur BAB 2 TERMINOLOGI SITOKIN Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur immunitas, inflamasi dan hematopoesis. 1 Sitokin adalah salah satu dari sejumlah zat yang disekresikan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1. Perumusan masalah Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di Amerika Serikat dan bertanggung jawab terhadap 1,2% seluruh

Lebih terperinci

BAB ΙΙ TINJAUAN PUSTAKA

BAB ΙΙ TINJAUAN PUSTAKA BAB ΙΙ TINJAUAN PUSTAKA A. Ketuban Pecah Dini (KPD) 1. Pengertian KPD KPD adalah pecahnya ketuban sebelum waktu melahirkan yang terjadi pada saat akhir kehamilan maupun jauh sebelumnya (Nugroho, 2010).

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. karakteristik hiperglikemia (kadar gula darah yang tinggi) yang terjadi karena

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. karakteristik hiperglikemia (kadar gula darah yang tinggi) yang terjadi karena BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Diabetes Melitus Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia (kadar gula darah yang tinggi) yang terjadi karena

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Rokok a. Pengertian Rokok merupakan produk utama dari hasil pengolahan tembakau yang diramu secara khusus dari berbagai macam jenis dan mutu tembakau (Titisari,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Persalinan preterm sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan yang serius

BAB I PENDAHULUAN. Persalinan preterm sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan yang serius 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persalinan preterm sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan yang serius di bidang obstetri dan perinatologi. Hal ini karena kelahiran bayi preterm merupakan

Lebih terperinci

FAKTOR IMUNOLOGI PATOGENESIS ENDOMETRIOSIS

FAKTOR IMUNOLOGI PATOGENESIS ENDOMETRIOSIS FAKTOR IMUNOLOGI PATOGENESIS ENDOMETRIOSIS FATMAWATI MADYA SP2FER S ENDOMETRIOSIS Telah banyak hipotesa diajukan untuk menerangkan patogenesis endometriosis, tapi hingga kini belum ada satupun teori yang

Lebih terperinci

Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age

Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age Dr. Nia Kurniati, SpA (K) Manusia mempunyai sistem pertahanan tubuh yang kompleks terhadap benda asing. Berbagai barrier diciptakan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelahiran seorang bayi juga merupakan peristiwa sosial yang ibu dan

BAB I PENDAHULUAN. Kelahiran seorang bayi juga merupakan peristiwa sosial yang ibu dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Persalinan dan kelahiran merupakan kejadian fisiologis yang normal. Kelahiran seorang bayi juga merupakan peristiwa sosial yang ibu dan keluarga nantikan selama 9

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dan sepsis merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di Intensive Care Unit (ICU). Tingginya biaya perawatan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker telah menjadi masalah kesehatan di dunia, termasuk di Indonesia. Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2014 menunjukkan kanker merupakan penyebab kematian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persalinan mulai dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu terjadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persalinan mulai dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu terjadi 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Ketuban Pecah Dini a. Pengertian Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput sebelum terdapat tandatanda persalinan mulai dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) Definisi Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah

TINJAUAN PUSTAKA Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) Definisi Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 2.1.1. Definisi Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah Menurut Saifuddin (2001), Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi bakteri yang berkembang menjadi sepsis, merupakan suatu respons

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi bakteri yang berkembang menjadi sepsis, merupakan suatu respons BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi bakteri yang berkembang menjadi sepsis, merupakan suatu respons tubuh terhadap invasi mikroorganisme, bakteremia atau pelepasan sitokin akibat pelepasan endotoksin

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Ketuban Pecah Dini 2.1.1 Definisi Ketuban Pecah Dini didefinisikan sebagai pecahnya ketuban pada saat pembukaan kurang dari 3-4 cm. Ketuban pecah disebut sebagai Ketuban Pecah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehamilan (HDK), infeksi, partus lama/macet, dan abortus. 1 Infeksi

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehamilan (HDK), infeksi, partus lama/macet, dan abortus. 1 Infeksi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) berdasarkan SDKI 2007 mencapai 228 per 100.000 KH, tahun 2012 mengalami peningkatan menjadi 359 per 100.000 KH. 1 Sedangkan jumlah kematian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Hasil Penelitian Berdasarkan penelitian yang dilakukan selama bulan September hingga Oktober, sebanyak 256 populasi pasien rawat inap yang mendapatkan induksi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat saat ini. Penelitian yang dilakukan Sony (1990) menyatakan bahwa

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat saat ini. Penelitian yang dilakukan Sony (1990) menyatakan bahwa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perawatan ortodonti sudah semakin dirasakan sebagai suatu kebutuhan oleh masyarakat saat ini. Penelitian yang dilakukan Sony (1990) menyatakan bahwa kebutuhan akan

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Induksi Persalinan a. Pengertian Induksi persalinan adalah suatu upaya atau intervensi yang dilakukan untuk memulai persalinan pada saat sebelum atau sesudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepsis merupakan kondisi yang masih menjadi masalah kesehatan dunia karena pengobatannya yang sulit sehingga angka kematiannya cukup tinggi. Penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) dan AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV. AIDS didefinisikan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan indikator kesehatan suatu. negara. AKI di dunia secara global sebesar 216/ kelahiran hidup.

PENDAHULUAN. Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan indikator kesehatan suatu. negara. AKI di dunia secara global sebesar 216/ kelahiran hidup. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan indikator kesehatan suatu negara. AKI di dunia secara global sebesar 216/100.000 kelahiran hidup. Kematian ibu adalah jumlah kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan adalah pertumbuhan dan perkembangan janin intrauterine sejak konsepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan. Dalam masa kehamilan, tentunya tidak lepas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berusia 37 minggu penuh. Persalinan preterm dan komplikasi yang mengiringi

BAB I PENDAHULUAN. berusia 37 minggu penuh. Persalinan preterm dan komplikasi yang mengiringi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi sebelum janin genap berusia 37 minggu penuh. Persalinan preterm dan komplikasi yang mengiringi persalinan preterm menempati

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 25 BAB 5 HASIL PENELITIAN Preparat jaringan yang telah dibuat, diamati dibawah mikroskop multinokuler dengan perbesaran 4x dan 10x. Semua preparat dapat dibaca berdasarkan tolok ukur skor tingkat peradangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah kematian ibu dan angka kematian perinatal. Di dunia, setiap menit

BAB I PENDAHULUAN. adalah kematian ibu dan angka kematian perinatal. Di dunia, setiap menit 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu indikator untuk mengukur derajat kesehatan suatu negara adalah kematian ibu dan angka kematian perinatal. Di dunia, setiap menit seorang perempuan meninggal

Lebih terperinci

MASALAH. Keluarnya cairan berupa air-air dari vagina setelah kehamilan berusia 22 minggu. sebelum proses persalinan berlangsung.

MASALAH. Keluarnya cairan berupa air-air dari vagina setelah kehamilan berusia 22 minggu. sebelum proses persalinan berlangsung. KETUBAN PECAH DINI PRELABOR RUPTURE OF THE MEMBRANES (PROM) By: Prof. Dr. T. M. Hanafiah, SpOG (K) Definisi Diagnosis Manajemen Preterm & Term DEFINISI Ketuban Pecah Dini Preterm - < 37 minggu kehamilan(pprom)

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK IBU BERSALIN YANG DI RUJUK DENGAN KASUS KETUBAN PECAH

KARAKTERISTIK IBU BERSALIN YANG DI RUJUK DENGAN KASUS KETUBAN PECAH KARAKTERISTIK IBU BERSALIN YANG DI RUJUK DENGAN KASUS KETUBAN PECAH DINI DI RSUD H. ABDUL MANAP KOTA THE CHARACTERISTICS OF MOTHER IN REFERENCE WITH CASE PREMATURE RUPTURE OF MEMBRANES AT H.ABDUL MANAP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keputihan yang dalam istilah medis disebut fluor albus atau leucorrhoea

BAB I PENDAHULUAN. Keputihan yang dalam istilah medis disebut fluor albus atau leucorrhoea BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keputihan yang dalam istilah medis disebut fluor albus atau leucorrhoea merupakan cairan yang keluar dari vagina (Mansjoer, 2000:376). Keputihan dapat terjadi pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Selama kehamilan, wanita dihadapkan pada berbagai komplikasi yang mungkin terjadi, salah satunya adalah abortus. Abortus adalah kejadian berakhirnya kehamilan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi dalam kehamilan masih merupakan masalah besar. dalam bidang obstetri, dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi dalam kehamilan masih merupakan masalah besar. dalam bidang obstetri, dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi dalam kehamilan masih merupakan masalah besar dalam bidang obstetri, dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi baik pada ibu maupun bayi. Hipertensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum usia 20 minggu kehamilan atau berat janin kurang dari 500 gram (Cunningham et al., 2005). Abortus adalah komplikasi umum

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 0 BAB 5 HASIL PENELITIAN Berdasarkan pengamatan menggunakan mikroskop dengan pembesaran 4x dan 10x terhadap 60 preparat, terlihat adanya peradangan yang diakibatkan aplikasi H 2 O 2 10%, serta perubahan

Lebih terperinci

Migrasi Lekosit dan Inflamasi

Migrasi Lekosit dan Inflamasi Migrasi Lekosit dan Inflamasi Sistem kekebalan bergantung pada sirkulasi terusmenerus leukosit melalui tubuh Untuk Respon kekebalan bawaan - berbagai limfosit, granulosit, dan monosit dapat merespon Untuk

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. penyakit akibat pajanan debu tersebut antara lain asma, rhinitis alergi dan penyakit paru

B A B I PENDAHULUAN. penyakit akibat pajanan debu tersebut antara lain asma, rhinitis alergi dan penyakit paru B A B I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajanan debu kayu yang lama dapat menyebabkan berbagai gangguan pada sistem pernafasan, pengaruh pajanan debu ini sering diabaikan sehingga dapat menimbulkan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bayi (AKB). Angka kematian bayi merupakan salah satu target dari Millennium

BAB I PENDAHULUAN. Bayi (AKB). Angka kematian bayi merupakan salah satu target dari Millennium BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu indikator derajat kesehatan masyarakat adalah Angka Kematian Bayi (AKB). Angka kematian bayi merupakan salah satu target dari Millennium Development Goals/MDGs

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Makanan adalah sumber kehidupan. Di era modern ini, sangat banyak berkembang berbagai macam bentuk makanan untuk menunjang kelangsungan hidup setiap individu. Kebanyakan

Lebih terperinci

ANEMIA TERHADAP KEJADIAN KETUBAN PECAH DINI (KPD) PADA IBU BERSALIN DI PONTIANAK

ANEMIA TERHADAP KEJADIAN KETUBAN PECAH DINI (KPD) PADA IBU BERSALIN DI PONTIANAK JURNAL KEBIDANAN KHATULISTIWA, Volume I Nomor 2 Juli 2015, hlm. 36-41 ANEMIA TERHADAP KEJADIAN KETUBAN PECAH DINI (KPD) PADA IBU BERSALIN DI PONTIANAK Sudarto Jurusan Kebidanan, Poltekkes Kemenkes Pontianak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asfiksia neonatorum merupakan kegawatdaruratan bayi baru lahir berupa gagal nafas secara spontan dan teratur beberapa saat setelah lahir yang ditandai dengan hipoksemia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa salah satunya diukur dari besarnya angka kematian (morbiditas). Makin

BAB I PENDAHULUAN. bangsa salah satunya diukur dari besarnya angka kematian (morbiditas). Makin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut World Health Organization (WHO), indikator kesejahteraan suatu bangsa salah satunya diukur dari besarnya angka kematian (morbiditas). Makin tinggi angka tersebut,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Staphylococcus merupakan suatu kuman berbentuk sferis yang tumbuh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Staphylococcus merupakan suatu kuman berbentuk sferis yang tumbuh BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Staphylococcus aureus 2.1.1 Sifat Staphylococcus aureus Staphylococcus merupakan suatu kuman berbentuk sferis yang tumbuh bergerombol seperti buah anggur dengan ukuran diameter

Lebih terperinci

Dr. dr. Mintareja Teguh, Sp.OG(K)

Dr. dr. Mintareja Teguh, Sp.OG(K) PERBEDAAN KADAR SERUM MATRIX METALLOPROTEINASE-9 PADA PERSALINAN PRETERM DIBANDINGKAN DENGAN KEHAMILAN PRETERM YANG TIDAK INPARTU Dr. dr. Mintareja Teguh, Sp.OG(K) BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Ketuban pecah dini atau spontaneusearly prematur rupture of membran adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan pada usia kehamilan aterm dan preterm,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia (Musher, 2014). Penumonia komunitas merupakan penyakit infeksi saluran

BAB I PENDAHULUAN. dunia (Musher, 2014). Penumonia komunitas merupakan penyakit infeksi saluran 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pneumonia kerap kali terlupakan sebagai salah satu penyebab kematian di dunia (Musher, 2014). Penumonia komunitas merupakan penyakit infeksi saluran napas bawah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatitis alergika adalah suatu peradangan pada kulit yang didasari oleh reaksi alergi/reaksi hipersensitivitas tipe I. Penyakit yang berkaitan dengan reaksi hipersensitivitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola makan modern yang banyak mengandung kolesterol, disertai intensitas makan yang tinggi, stres yang menekan sepanjang hari, obesitas dan merokok serta aktivitas

Lebih terperinci