Akreditasi PB IDI 2 SKP. Sindrom Hepatorenal. Hamzah Pratama RSU Siloam, Tangerang, Indonesia

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Akreditasi PB IDI 2 SKP. Sindrom Hepatorenal. Hamzah Pratama RSU Siloam, Tangerang, Indonesia"

Transkripsi

1 CONTINUING MEDICAL EDUCATION CONTINUING MEDICAL EDUCATION Akreditasi PB IDI 2 SKP Sindrom Hepatorenal Hamzah Pratama RSU Siloam, Tangerang, Indonesia ABSTRAK Sindrom hepatorenal (HRS) merupakan gagal ginjal yang timbul pada pasien penyakit hati kronik. Tanda khas sindrom hepatorenal adalah vasokonstriksi ginjal dengan mekanisme yang masih belum jelas. Beberapa faktor pencetus dianggap dapat mempengaruhi timbulnya HRS. Rekomendasi terapi HRS hingga saat ini adalah transplantasi hati. Terapi medikamentosa sebelum transplantasi hati dapat menggunakan regimen yang tercantum pada beberapa rekomendasi terapi. Kata kunci: Sindrom Hepatorenal, gagal ginjal, penyakit hati, vasokonstriksi ABSTRACT Hepatorenal syndrome (HRS) is a renal failure in patients with chronic liver disease. Typical sign of hepatorenal syndrome is renal vasoconstriction caused by still unclear mechanisms. Some trigger factors can influence the onset of HRS. The recommended therapy for HRS is liver transplantation. Medical therapy prior to liver transplantation can use a choice of recommended multiple regimens. Hamzah Pratama. Hepatorenal syndrome Keywords: Hepatorenal syndrome, renal failure, liver disease, vasoconstriction DEFINISI Sindrom hepatorenal (hepatorenal syndrome/ HRS) merupakan komplikasi terjadinya gagal ginjal pada pasien penyakit hati kronik, kadang-kadang berupa hepatitis fulminan dengan hipertensi portal dan ascites. 1 SEJARAH Pada abad ke-19, beberapa ahli membuat deskripsi gangguan fungsi ginjal pada pasien penyakit hati. Pada saat itu dideskripsikan sebagai oliguria pada pasien penyakit hati kronis tanpa proteinuria dan dihubungkan dengan gangguan ginjal pada sirkulasi sistemik. 2 Mulai tahun 1967, ditemukan bahwa tanda khas HRS berupa vasokonstriksi ginjal berat. 2 Istilah sindrom hepatorenal digunakan pertama kali pada tahun 1939 untuk mendeskripsikan gagal hati yang terjadi setelah operasi bilier ataupun trauma pada hati, yang makin berkembang menjadi berbagai tipe gagal ginjal akut pada penyakit hati. 2 Pada tahun 1950, deskripsi klinis HRS makin berkembang, Sherlock, dkk. menekankan perjalanan alami sindrom ini dengan adanya gangguan sirkulasi dan prognosis yang buruk. Mereka mendeskripsikan gagal ginjal pada 9 pasien penyakit hati yang mempunyai karakteristik oliguria progresif, ekskresi Na urin sangat rendah, hiponatremia, tetapi tanpa proteinuria. Setelah itu ditemukan bahwa kelainan tersebut fungsional, karena fungsi ginjal kembali normal setelah transplantasi hati. Studi lanjutan pada 20 tahun terakhir menunjukkan bahwa gagal ginjal terjadi karena vasokonstriksi sirkulasi renal dan vasodilatasi arteriol sistemik hebat yang menghasilkan penurunan sirkulasi vaskuler sistemik dan arterial hypotension. 2 Pada tahun 1996, International Ascites Club menginginkan definisi dan kriteria diagnosis baru HRS, karena istilah ini telah diterima secara umum untuk gagal ginjal fungsional yang berkembang pada pasien sirosis tahap lanjut. Kriteria tahun 1996 tersebut telah mengalami revisi pada tahun Kriteria HRS tahun 1996 dan setelah revisi pada tahun ,2 dapat dilihat pada Tabel 1. EPIDEMIOLOGI Pada pasien sirosis tahap lanjut dan ascites, diperkirakan 18% akan mengalami HRS dalam 1 tahun setelah didiagnosis, dan mencapai 40 % pada tahun kelima. 3 PATOFISIOLOGI Tanda khas HRS adalah terjadinya vasokonstriksi ginjal, walaupun berbagai mekanisme dianggap mungkin berperan dalam timbulnya HRS. Karakteristik pola hemodinamik pasien HRS antara lain: peningkatan curah jantung (cardiac output), penurunan resistensi vaskuler sistemik, dan peningkatan resistensi vaskuler renal. Menurut studi Doppler pada arteri brachial, cerebri media, dan femoralis menunjukkan bahwa resistensi ekstrarenal meningkat pada pasien HRS, sementara sirkulasi splanchnic yang bertanggung jawab untuk vasodilatasi arteri dan resistensi vaskuler sistemik total menurun. 4 Patofisiologi sindrom hepatorenal Alamat korespondensi pratama_med@yahoo.com 30

2 Tabel 1 Kriteria International Ascites Club mengenai HRS tahun 1996 dan setelah revisi pada tahun Criteria [39] Major Criteria Chronic or acute liver disease with advance hepatic failure and portal hypertension Serum creatinine > 1.5 mg/dl or 24-h creatinine of < 40 ml/min Absence of shock, ongoing bacterial infection, and current or recent treatment with nephrotoxic drugs. Absence of gastrointestinal fluid losses (repeated vomiting or intense diarrhea) or renal fluid losses No sustained improvement in renal function defined as a decrease in serum creatinine to < 1.5 mg/dl or increase in creatinine clearance to 40 ml/min or more following diuretic withdrawal and expansion of plasma volume with 1.5 L of isotonic saline Proteinuria < 500 mg/dl and no ultrasonographic evidence of obstructive uropathy or parenchymal renal disease Minor Criteria Urine volume < 500 ml/d Urine sodium < 10 meq/l Urine osmolality > plasma osmolality Urine red blood cells < 50 per high power field 2007 Criteria [40] Cirrhosis with ascites Serum creatinine > 1.5 mg/dl No improvement of serum creatinine (decrease to a level 1.5 mg/dl) after at least two days of diuretic withdrawal and volume expansion with albumin. The recommended dose of albumin is 1 g/kg of body weight per day up to a maximum of 100 g/day Absence of shock No current of recent treatment with nephrotoxic drugs Absence of parenchymal kidney disease as indicated by proteinuria > 500 mg/day, microhematuria (>50 red blood cells per high power field), and/or abnormal renal ultrasonography pada pasien sirosis dan ascites, dan efek ini makin besar pada HRS. 5 Dua teori utama yang berusaha menjelaskan mekanisme tersebut adalah teori vasodilatasi arteri dan teori reflex hepatorenal. 2 Teori pertama mengenai retensi air dan natrium pada sirosis merupakan hipotesis paling rasional. Menurut teori ini, pada fase awal saat hipertensi portal dan sirosis masih terkompensasi, gangguan pengisian arteri menyebabkan penurunan volume darah arteri dan menyebabkan aktivasi sistem vasokonstriktor endogen. Dilatasi pembuluh darah splanchnic pada pasien hipertensi portal dan sirosis yang terkompensasi dapat dimediasi oleh beberapa faktor, terutama oleh pelepasan vasodilator lokal seperti NO (nitric oxide). Pada fase ini, perfusi renal masih dapat dipertahankan atau mendekati batas normal karena sistem vasodilator menghambat sistem vasokonstriktor ginjal. 1,2 Lalu terjadi aktivasi RAAS dan SNS yang menyebabkan sekresi hormon anti-diuretik, selanjutnya terjadi kekacauan sirkulasi. Hal ini mengakibatkan vasokonstriksi bukan hanya di pembuluh darah renal, tetapi juga di pembuluh darah otak, otot, dan ekstremitas. Namun, sirkulasi splanchnic tetap resisten terhadap efek ini karena produksi terusmenerus vasodilator lokal, yaitu NO, sehingga masih terjadi penurunan resistensi vaskuler sistemik total. 5 Jika penyakit hati makin berat dapat mengakibatkan terjadinya level kritis kurangnya pengisian pembuluh darah. Sistem vasodilator ginjal tidak dapat lagi mengatasi aktivasi maksimal vasokonstriktor eksogen dan/ atau vasokonstriktor intra-renal, menyebabkan tidak terkontrolnya vasokonstriksi renal. Studi yang mendukung hipotesis ini adalah bahwa pemberian vasokonstriktor splanchnic dikombinasi volume expanders menghasilkan perbaikan tekanan arteri, RPF, dan GFR. 5 Teori alternatif lain adalah vasokonstriksi ginjal pada HRS tidak berhubungan dengan hemodinamik sistemik, tetapi karena defisiensi sintesis faktor vasodilator atau reflex hepatorenal yang mengakibatkan vasokonstriksi ginjal. Teori vasodilatasi sampai sekarang dianggap lebih menjelaskan timbulnya HRS (Gambar 1). 2,5 pada sirosis sampai sekarang masih belum diketahui secara jelas. 2 Konsep terjadinya HRS pernah diteliti menggunakan Doppler ultrasonography atau plethysmography pada pasien dengan berbagai derajat keparahan sirosis, yang hasilnya menunjukkan vasodilatasi pada sirkulasi splanchnic dan vasokonstriksi pada area lain, misalnya pada ginjal dan hati, sementara aliran darah pada otot dan kulit dilaporkan bervariasi. 1 Beberapa studi lain juga menunjukkan adanya hubungan dengan sistem reninangiotensin-aldosteron (renin-angiotensinaldosterone system/raas), saraf simpatis (SNS), dan fungsi prostaglandin pada ginjal. Aktivitas sistem RAAS dan SNS meningkat Gambar 1 Patofisiologi sindrom hepatorenal 5 31

3 Pada HRS, gambaran histologi ginjal terlihat normal, dan ginjal sering kembali ke fungsi normal setelah transplantasi hati. Hal ini menjadikan HRS merupakan kelainan patofisiologi unik yang memberi kan kemungkinan untuk dipelajari hubungan antara sistem vasokonstriktor dan vasodilator pada sirkulasi renal. 1,5 Faktor pencetus juga mempengaruhi timbulnya HRS, dan faktor pencetus ini dapat lebih dari satu pada seorang pasien (Gambar 2). Faktor pencetus yang teridentifikasi di antaranya infeksi bakteri, paracentesis volume besar tanpa infus albumin, perdarahan saluran cerna, acute alcoholic hepatitis. 1,5 JENIS HRS Gagal hati atau gangguan hati berat dapat berkembang menjadi 2 bentuk HRS, dikenal dengan HRS tipe 1 dan tipe 2. Pembagian ini berdasarkan perjalanan penyakit dan faktor pencetusnya. Tipe 3 dan tipe 4 pernah disebutkan, tetapi belum cukup studi yang mendukung pembagian ini. 6,7 Tipe 1 Pada HRS tipe 1 serum kreatinin naik dua kali lipat atau lebih dari 2,5 mg/ dl dalam 2 minggu. Tanda khas tipe ini adalah perkembangan penyakit yang cepat dan risiko kematian tinggi, rata-rata kelangsungan hidup hanya 1-2 minggu. HRS tipe ini dapat dicetuskan oleh infeksi bakteri, seperti spontaneous bacterial peritonitis (SBP), variceal hemorrhage, infeksi besar, acute alcoholic hepatitis, atau acute hepatic injury yang berhubungan dengan sirosis. Acute hepatic decompensation dapat terjadi karena hepatitis virus akut, drug-induced liver injury (acetaminophen, idiopathic drug-induced hepatitis). 6,7 Tipe 2 Pada HRS tipe 2, gagal ginjal ditunjukkan dengan peningkatan kadar serum kreatinin selama beberapa minggu atau bulan bersamaan dengan penurunan glomerular filtration rate (GFR) tanpa faktor pencetus. Rerata ketahanan hidup pada HRS tipe 2 ini kurang lebih 6 bulan, secara bermakna lebih lama dibandingkan dengan HRS tipe pertama. HRS tipe 2 dapat berkembang menjadi HRS tipe 1 karena faktor pencetus atau tanpa faktor pencetus yang jelas. Mekanisme perkembangan ini sampai sekarang masih belum jelas. 6,7 Tipe 3 Tipe ketiga merupakan sindrom hepatorenal dengan ada penyakit ginjal sebelumnya. Pada studi didapatkan bahwa 85% pasien sirosis tahap akhir mempunyai gangguan ginjal intrinsik yang ditemukan dengan pemeriksaan biopsi ginjal. Masih belum jelas apakah penurunan nilai GFR dasar secara kronis yang berasal dari penyakit ginjal intrinsik kronis merupakan faktor predisposisi HRS pada pasien sirosis hati. 6 Tipe 4 Tipe keempat ini merupakan sindrom hepatorenal pada gagal hati akut. Gagal hati akut (acute liver failure/alf) dapat berkembang menjadi HRS, meskipun frekuensinya bervariasi tergantung penyebab ALF. Patofisiologi ALF dipercaya sama dengan HRS pada sirosis hati, tetapi sampai sekarang belum jelas. 6 PENATALAKSANAAN Rekomendasi EASL (European Association for the Study of the Liver). 8 Walaupun tidak ada studi prospektif, terapi HRS sebelum dilakukan transplantasi hati, misalnya pemberian vasokonstriktor, dapat memperbaiki hasil setelah dilakukan transplantasi. Penurunan serum kreatinin setelah terapi seharusnya tidak mengubah keputusan untuk melakukan transplantasi hati, karena prognosis HRS tipe 1 masih buruk. Gambar 2 Hubungan faktor pencetus dengan timbulnya sindrom hepatorenal 5 Rekomendasi Terapi HRS Tipe 1 Pemberian kombinasi Terlipressin (1 mg/4-6 jam secara bolus intravena) dengan albumin harus dipertimbangkan sebagai lini pertama. Tujuan terapi ini adalah memperbaiki fungsi ginjal untuk menurunkan kadar kreatinin serum kurang dari 113μmol/L (1,5 mg/dl), hal ini disebut dengan respons penuh. Jika kadar kreatinin serum tidak turun minimal 25% dalam 3 hari, dosis terlipressin dinaikkan 32

4 bertahap sampai maksimal 2 mg/4 jam. Untuk pasien dengan respons sebagian (kadar kreatinin serum tidak turun < 113μmol/L) atau pada pasien tanpa penurunan kadar kreatinin serum, terapi harus dihentikan dalam waktu 14 hari (level A1). 8 Alternatif potensial terlipressin antara lain norepinephrine atau midodrine ditambah octreotide, keduanya berhubungan dengan albumin, tetapi data terbatas pada pasien HRS tipe 1 (level B1). 8 Untuk terapi nonfarmakologis HRS tipe 1 seperti TIPS (transjugular intrahepatic portosystemic shunt atau transjugular intrahepatic portosystemic stent shunting) dapat memperbaiki fungsi renal, namun data penggunaan TIPS pada HRS tipe 1 tidak cukup untuk mendukung penggunaannya sebagai terapi pasien HRS tipe 1. Terapi pengganti ginjal (misalnya: hemodialisis atau transplantasi ginjal) berguna pada pasien yang tidak merespons pemberian vasokonstriktor dan memenuhi kriteria untuk support renal. 8 Rekomendasi Terapi HRS Tipe 2 Pemberian terlipressin ditambah albumin efektif pada 60-70% pasien HRS tipe 2, tetapi data mengenai dampak dan hasil klinis dari terapi ini masih belum cukup (level B1). 8 Transplantasi hati adalah terapi terbaik, baik untuk HRS tipe 1 maupun HRS tipe 2. HRS seharusnya diberi terapi sejak sebelum dilakukan transplantasi hati, karena dapat memperbaiki hasil setelah dilakukan transplantasi hati (level A1). 8 Pasien HRS yang telah merespons terapi vasopressor sebaiknya diterapi dengan transplantasi hati, sedangkan pasien HRS yang tidak merespons terapi vasopressor dan membutuhkan renal support secara umum juga harus diterapi dengan transplantasi hati saja, karena sebagian besar pasien akan mengalami pemulihan fungsi renal setelah transplantasi hati. Beberapa subgrup pasien membutuhkan renal support jangka panjang (>12 minggu), misalnya hemodialisis, dan pada kelompok ini harus dipertimbangkan dilakukan transplantasi hati-ginjal (level B2). 8 Pasien spontaneous bacterial peritonitis (SBP) sebaiknya diberi terapi albumin intravena karena menurunkan insiden HRS dan memperbaiki ketahanan hidup (level A1). Ada beberapa data bahwa pentoxifylline menurunkan insiden HRS pada pasien hepatitis alkoholik berat dan norfloxacin menurunkan insiden HRS pada sirosis tahap lanjut (level B2). 8 Rekomendasi American Association for the Study of Liver Diseases (AASLD) tahun Pencegahan Pemberian infus albumin telah ditunjukkan dalam studi acak untuk mencegah HRS dan memperbaiki ketahanan hidup dalam keadaan SBP. 9 Pentoxifylline dalam studi acak lebih superior dibandingkan plasebo sebagai pencegahan sindrom hepatorenal pada pasien sirosis, ascites, dan klirens kreatinin antara 41 dan 80 ml/menit. Banyak pasien tersebut yang mengalami ascites refrakter. Pengobatan ini juga mencegah sindrom hepatorenal dan memperbaiki ketahanan hidup pasien hepatitis alkoholik berat. 9 Terapi Hemodialisis sering digunakan untuk mengontrol azotemia dan menjaga keseimbangan elektrolit sebelum transplantasi hati. Banyak pasien membutuhkannya dengan interval bervariasi setelah transplantasi. Hipotensi sering menjadi masalah saat dialisis. Tanpa transplantasi ketahanan hidup pasien buruk. Dilaporkan 8 dari 30 pasien HRS bertahan 30 hari dengan dialisis atau continuous venovenous hemodialysis di ICU. 9 Terapi farmakologi banyak digunakan, paling utama adalah vasokonstriktor. Saat ini, terapi lebih berhasil pada sindrom hepatorenal tipe 1. Kombinasi obat dengan infus albumin, yang telah dilaporkan di Eropa dan Amerika Serikat adalah octreotide dan midodrine. Pada studi awal, 5 pasien menerima gram albumin intravena per hari selama 20 hari ditambah octreotide dengan target dosis 200 g subkutan tiga kali sehari, dan midodrine dititrasi sampai maksimal 12,5 mg oral 3 kali sehari untuk mencapai peningkatan rata-rata tekanan darah 15 mmhg, hasilnya lebih baik. Pengobatan ini dapat diberikan di luar ICU bahkan di rumah. Sebuah studi retrospektif di Amerika Serikat, dengan 60 subjek yang mendapat octreotide/midodrine/ albumin dan 21 subjek medapatkan albumin saja, hasilnya terjadi penurunan mortalitas pada kelompok terapi (43% vs 71%, P < 0.05). 9 Sebuah studi pilot tanpa kontrol atas kombinasi obat ini, dilanjutkan dengan TIPS (transjugular intrahepatic portosystemic shunt atau transjugular intrahepatic portosystemic stent shunting) pada 14 pasien; dilaporkan terjadi perbaikan fungsi ginjal dan natriuresis. Dua studi menunjukkan bahwa pemberian octreotide saja tidak menguntungkan HRS, tampaknya diperlukan tambahan midodrine. Dua studi acak membandingkan penggunaan norepinephrine dengan terlipressin, keduanya mempunyai efikasi yang sama dalam mengatasi sindrom hepatorenal tipe 1 dan tipe 2, namun terapi ini membutuhkan perawatan di ICU. 9 Terlipressin banyak diteliti di Amerika. Sebuah studi multisenter, acak, dengan kontrol antara terlipressin dibandingkan plasebo pada 112 pasien dengan sindrom hepatorenal tipe 1 hampir mencapai perbedaan bermakna (p=0,059) pada end point primer (ketahanan hidup 14 hari dengan kadar kreatinin serum <1,5mg/dL), tetapi tidak ada perbedaan ketahanan hidup. 9 Meta-analisis terbaru atas 8 studi yang meliputi 320 pasien menunjukkan efikasi hampir mencapai 50% dengan odds ratio 7,5 dalam mengatasi sindrom hepatorenal. 9 TIPS saja juga dilaporkan efektif untuk sindrom hepatorenal tipe 1 pada studi pilot 7 pasien tanpa kontrol. Masih terlalu sedikit subjek studi penggunaan TIPS saja pada HRS dengan atau tanpa vasokonstriktor. 9 Dua studi pasien sindrom hepatorenal tipe 2 telah dipublikasikan; yang pertama sebuah studi tanpa kontrol dengan terapi terlipressin pada 11 pasien diikuti TIPS pada 9 pasien, fungsi ginjal membaik secara bermakna dibandingkan sebelum terapi. Studi lain adalah studi pilot TIPS pada 18 pasien yang menunggu transplantasi hati, 8 pasien remisi total ascites, pada 10 pasien mengalami respons sebagian tanpa membutuhkan paracentesis. 9 Meta-analisis terapi vasokonstriktor (termasuk terlipressin, octreotide/midodrine, dan norepinephrine) pada sindrom hepatorenal tipe 1 dan tipe 2, melaporkan bahwa pengobatan vasokonstriktor dengan atau tanpa albumin, menurunkan mortalitas dibandingkan jika tanpa intervensi sama sekali atau hanya pemberian albumin saja (relative risk 0,82; 95% CI 0,40-1,39). Terlipressin 33

5 ditambah albumin menurunkan mortalitas dibandingkan dengan pemberian albumin saja (relative risk 0,81; 95% CI 0,68-0,97) pada HRS tipe 1, tapi tidak pada HRS tipe 2. 9 Antusiasme tinggi pada terapi baru tetap harus didukung studi acak tersamar ganda. Sampai data cukup, penggunaan albumin, octreotide, dan midodrine harus dipertimbangkan dalam terapi sindrom hepatorenal tipe 1. Albumin dan norepinephrine atau vasopressin dapat dipertimbangkan pada perawatan di ICU. 9 Sudah lebih dari 30 tahun transplantasi hati efektif sebagai terapi sindrom hepatorenal. Namun apabila pasien telah menjalani dialisis lebih dari 8 minggu sebelum transplantasi hati, transplantasi ginjal juga diperlukan untuk mencegah dialisis setelah transplantasi. 9 Umum Infus albumin ditambah obat vasoactive, seperti octreotide dan midodrine, harus dipertimbangkan pada terapi sindrom hepatorenal tipe 1 (Class IIa, Level B). Infus albumin ditambah norepinephrine harus dipertimbangkan juga pada pasien sindrom hepatorenal tipe 1 saat dirawat di ICU (Class IIa, Level A). Pasien sirosis dengan ascites, sindrom hepatorenal tipe 1 dan tipe 2 sebaiknya segera dirujuk untuk transplantasi hati (Class I, Level B). SIMPULAN Sindrom hepatorenal (HRS) adalah gagal ginjal pada pasien penyakit hati kronis. Kriteria HRS yang dipakai adalah kriteria dari International Ascites Club tahun 1996 yang telah mengalami revisi pada tahun Mekanisme timbulnya HRS sampai saat ini masih belum jelas, diduga pada pasien dengan hipertensi portal dan sirosis terkompensasi terjadi gangguan pengisian arteri menyebabkan penurunan volume darah arteri dan menyebabkan aktivasi sistem vasokonstriktor. Namun, sirkulasi splanchnic resisten terhadap efek ini karena produksi terus-menerus vasodilator lokal (NO), sehingga masih terjadi penurunan resistensi vaskuler sistemik total. Apabila penyakit hati makin berat, sistem vasodilator ginjal tidak dapat lagi mengatasi aktivasi maksimal sehingga menyebabkan tidak terkontrol nya vasokonstriksi renal. Beberapa faktor pencetus juga dianggap dapat mempengaruhi timbulnya HRS. Terapi HRS sampai saat ini yang tetap direkomendasikan adalah dengan transplantasi hati. Pencegahan dan terapi medikamentosa (misalnya: terlipressin, octreotide/midodrine, dan norepinephrine) sebelum transplantasi hati dapat meng ikuti rekomendasi dari EASL maupun AASLD. DAFTAR PUSTAKA 1. Salerno F, Gerbes A, Ginès P, Wong F, Arroyo V. Diagnosis, prevention and treatment of hepatorenal syndrome in cirrhosis. Gut Sep;56(9): Epub 2007 Mar Ng C, Chan M, Tai M, Lam C. Hepatorenal syndrome. Clin Biochem Rev Feb;28(1): Nadim MK, Kellum JA, Davenport A, Wong F, Davis C, Pannu N, et al. Hepatorenal syndrome: The 8th international consensus conference of the acute dialysis quality initiative (ADQI) group. Crit Care Feb 9;16(1):R23. doi: /cc Solà E, Guevara M, Ginès P. Current treatment strategies for hepatorenal syndrome. Clinical Liver Dis. 2013;2: doi: /cld Wadei HM, Mai ML, Ahsan N, Gonwa TA. Hepatorenal syndrome: Pathophysiology and management. Clin J Am Soc Nephrol Sep;1(5): Epub 2006 Jul Rajekar H, Chawla Y. Terlipressin in hepatorenal syndrome: Evidence for present indications. J Gastroenterol Hepatol Jan;26(Suppl 1): doi: /j x. 7. Lata J. Hepatorenal syndrome. World J Gastroenterol Sep 28;18(36): doi: /wjg.v18.i European Association for the Study of the Liver. EASL clinical practice guidelines on the management of ascites, spontaneous bacterial peritonitis, and hepatorenal syndrome in cirrhosis. J Hepatol Sep;53(3): doi: /j.jhep Epub 2010 Jun Runyon BA. Management of adult patients with ascites due to cirrhosis: Update Alexandria (VA): American Association for the Study of Liver Diseases;

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis didefinisikan sebagai adanya infeksi bersama dengan manifestasi

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis didefinisikan sebagai adanya infeksi bersama dengan manifestasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepsis didefinisikan sebagai adanya infeksi bersama dengan manifestasi sistemik dikarenakan adanya infeksi. 1 Sepsis merupakan masalah kesehatan dunia karena patogenesisnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sirosis hati merupakan suatu kondisi dimana jaringan hati yang normal digantikan oleh jaringan parut (fibrosis) yang terbentuk melalui proses bertahap. Jaringan parut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Sirosis adalah suatu keadaan patologik yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN. Pengobatan sirosis hai pada prinsipnya berupa : 1. Simtomais. 2. Supporif, yaitu : a. Isirahat yang cukup

PENATALAKSANAAN. Pengobatan sirosis hai pada prinsipnya berupa : 1. Simtomais. 2. Supporif, yaitu : a. Isirahat yang cukup PENATALAKSANAAN Pengobatan sirosis hai pada prinsipnya berupa : 1. Simtomais 2. Supporif, yaitu : a. Isirahat yang cukup b. Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang; misalnya : cukup kalori, protein

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah suatu proses patofisiologi dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada umumnya berakhir

Lebih terperinci

DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK. Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN

DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK. Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di negara maju, penyakit kronik tidak menular (cronic

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di negara-negara yang sedang berkembang, penyakit tidak menular seperti penyakit jantung, kanker dan depresi akan menjadi penyebab utama kematian dan disabilitas. Hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari struktur

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Gangguan ginjal akut (GnGA), dahulu disebut dengan gagal ginjal akut,

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Gangguan ginjal akut (GnGA), dahulu disebut dengan gagal ginjal akut, BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Gangguan Ginjal Akut pada Pasien Kritis Gangguan ginjal akut (GnGA), dahulu disebut dengan gagal ginjal akut, merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan peningkatan kadar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai organ ekskresi dalam bentuk asalnya atau dalam bentuk metabolit hasil biotransformasi. Ekskresi di sini merupakan hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Acute kidney injury (AKI) telah menjadi masalah kesehatan global di seluruh

BAB I PENDAHULUAN. Acute kidney injury (AKI) telah menjadi masalah kesehatan global di seluruh 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Acute kidney injury (AKI) telah menjadi masalah kesehatan global di seluruh dunia. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya kejadian AKI baik yang terjadi di masyarakat

Lebih terperinci

perkembangan penyakit DM perlu untuk diperhatikan agar komplikasi yang menyertai dapat dicegah dengan cara mengelola dan memantau perkembangan DM

perkembangan penyakit DM perlu untuk diperhatikan agar komplikasi yang menyertai dapat dicegah dengan cara mengelola dan memantau perkembangan DM BAB 1 PENDAHULUAN Penyakit Ginjal Kronik (PGK) merupakan suatu masalah kesehatan yang serius di dunia. Hal ini dikarena penyakit ginjal dapat menyebabkan kematian, kecacatan serta penurunan kualitas hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sirosis hati merupakan suatu penyakit yang memiliki penyebaran di seluruh dunia. Individu yang terkena sangat sering tidak menunjukkan gejala untuk jangka waktu panjang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologi dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada umumnya berakhir

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pembedahan yang sering dilakukan adalah sectio caesaria. Sectio caesaria

BAB 1 PENDAHULUAN. pembedahan yang sering dilakukan adalah sectio caesaria. Sectio caesaria 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasien yang mengalami pembedahan semakin meningkat. Salah satu pembedahan yang sering dilakukan adalah sectio caesaria. Sectio caesaria (caesarean delivery) didefinisikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. nefrologi dengan angka kejadian yang cukup tinggi, etiologi luas, dan sering diawali

BAB 1 PENDAHULUAN. nefrologi dengan angka kejadian yang cukup tinggi, etiologi luas, dan sering diawali BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan salah satu permasalahan dibidang nefrologi dengan angka kejadian yang cukup tinggi, etiologi luas, dan sering diawali tanpa keluhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang kesehatan dan perekonomian dunia. Selama empat dekade terakhir

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang kesehatan dan perekonomian dunia. Selama empat dekade terakhir BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas (SCBA) merupakan salah satu kasus kegawatan dibidang gastroenterologi yang saat ini masih menjadi permasalahan dalam bidang kesehatan

Lebih terperinci

BAB I.PENDAHULUAN. dengan penurunan glomerular filtrate rate (GFR) serta peningkatan kadar

BAB I.PENDAHULUAN. dengan penurunan glomerular filtrate rate (GFR) serta peningkatan kadar 1 BAB I.PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (GGK) merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan penurunan glomerular filtrate rate (GFR) serta peningkatan kadar albumin dalam urin. Gagal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regenatif (Nurdjanah, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regenatif (Nurdjanah, 2009). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sirosis hati adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banyak penyebab dari disfungsi ginjal progresif yang berlanjut pada tahap

BAB I PENDAHULUAN. Banyak penyebab dari disfungsi ginjal progresif yang berlanjut pada tahap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Banyak penyebab dari disfungsi ginjal progresif yang berlanjut pada tahap akhir atau gagal ginjal terminal. Richard Bright pada tahun 1800 menggambarkan beberapa pasien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. yang tinggi dan seringkali tidak terdiagnosis, padahal dengan menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. yang tinggi dan seringkali tidak terdiagnosis, padahal dengan menggunakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kejadian AKI (Acute Kidney Injury) masih mempunyai angka kematian yang tinggi dan seringkali tidak terdiagnosis, padahal dengan menggunakan kriteria diagnosis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian yang berskala cukup besar di Indonesia dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian yang berskala cukup besar di Indonesia dilakukan oleh BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Penelitian yang berskala cukup besar di Indonesia dilakukan oleh survei ASNA (ASEAN Neurological Association) di 28 rumah sakit (RS) di seluruh Indonesia, pada penderita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi

BAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang mengenai seluruh organ hati, ditandai dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Keadaan tersebut terjadi karena

Lebih terperinci

Evidence Based Case Report Manfaat Klonidin pada Pasien Sirosis Hepatis dengan Asites

Evidence Based Case Report Manfaat Klonidin pada Pasien Sirosis Hepatis dengan Asites Evidence Based Case Report Manfaat Klonidin pada Pasien Sirosis Hepatis dengan Asites Oleh : Dr. Krishna Adi Wibisana Program Pendidikan Dokter Spesialis I Divisi Hepatologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada pemeriksaan berulang (PERKI, 2015). Hipertensi. menjadi berkurang (Karyadi, 2002).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada pemeriksaan berulang (PERKI, 2015). Hipertensi. menjadi berkurang (Karyadi, 2002). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyakit Hipertensi 1. Definisi Hipertensi atau penyakit tekanan darah tinggi merupakan suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah melebihi 140/90 mmhg pada pemeriksaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sindrom klinik ini terjadi karena adanya respon tubuh terhadap infeksi, dimana

BAB I PENDAHULUAN. Sindrom klinik ini terjadi karena adanya respon tubuh terhadap infeksi, dimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sepsis merupakan suatu sindrom kompleks dan multifaktorial, yang insidensi, morbiditas, dan mortalitasnya sedang meningkat di seluruh belahan dunia. 1 Sindrom klinik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB 1 PENDAHULUAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ginjal merupakan organ yang berfungsi untuk mempertahankan stabilitas volume, komposisi elektrolit, dan osmolaritas cairan ekstraseluler. Salah satu fungsi penting

Lebih terperinci

PENGATURAN JANGKA PENDEK. perannya sebagian besar dilakukan oleh pembuluh darah itu sendiri dan hanya berpengaruh di daerah sekitarnya

PENGATURAN JANGKA PENDEK. perannya sebagian besar dilakukan oleh pembuluh darah itu sendiri dan hanya berpengaruh di daerah sekitarnya MAPPING CONCEPT PENGATURAN SIRKULASI Salah satu prinsip paling mendasar dari sirkulasi adalah kemampuan setiap jaringan untuk mengatur alirannya sesuai dengan kebutuhan metaboliknya. Terbagi ke dalam pengaturan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. metabolisme tubuh yang sudah tidak digunakan dan obat-obatan. Laju Filtrasi

I. PENDAHULUAN. metabolisme tubuh yang sudah tidak digunakan dan obat-obatan. Laju Filtrasi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal merupakan suatu organ yang sangat penting untuk mengeluarkan hasil metabolisme tubuh yang sudah tidak digunakan dan obat-obatan. Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) digunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner dan Suddarth, 2002)

I. PENDAHULUAN. urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner dan Suddarth, 2002) 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal Ginjal Kronik / penyakit ginjal tahap akhir (ESRD / End Stage Renal Disease) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus merupakan masalah kesehatan global yang insidensinya semakin meningkat. Sebanyak 346 juta orang di dunia menderita diabetes, dan diperkirakan mencapai

Lebih terperinci

Berdasarkan data WHO (2004), sirosis hati merupakan penyebab kematian ke delapan belas di dunia, hal itu ditandai dengan semakin meningkatnya angka

Berdasarkan data WHO (2004), sirosis hati merupakan penyebab kematian ke delapan belas di dunia, hal itu ditandai dengan semakin meningkatnya angka BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sirosis hepatis merupakan penyakit hati kronis yang tidak diketahui penyebabnya dengan pasti. Telah diketahui bahwa penyakit ini merupakan stadium akhir dari penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nyeri. Nyeri menjadi penyebab angka kesakitan yang tinggi di seluruh dunia.

BAB I PENDAHULUAN. nyeri. Nyeri menjadi penyebab angka kesakitan yang tinggi di seluruh dunia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Salah satu alasan utama pasien datang ke layanan kesehatan adalah karena nyeri. Nyeri menjadi penyebab angka kesakitan yang tinggi di seluruh dunia. Prevalensi nyeri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gagal jantung merupakan sindrom yang ditandai dengan ketidakmampuan

I. PENDAHULUAN. Gagal jantung merupakan sindrom yang ditandai dengan ketidakmampuan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gagal jantung merupakan sindrom yang ditandai dengan ketidakmampuan jantung mempertahankan curah jantung yang cukup untuk kebutuhan tubuh sehingga timbul akibat

Lebih terperinci

Pengaruh Lama Pengobatan Awal Sindrom Nefrotik terhadap Terjadinya Kekambuhan

Pengaruh Lama Pengobatan Awal Sindrom Nefrotik terhadap Terjadinya Kekambuhan Sari Pediatri, Sari Pediatri, Vol. 4, Vol. No. 4, 1, No. Juni 1, 2002: Juni 20022-6 Pengaruh Lama Pengobatan Awal Sindrom Nefrotik terhadap Terjadinya Kekambuhan Partini P Trihono, Eva Miranda Marwali,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Hipertensi atau darah tinggi adalah suatu kelainan asimptomatis (tanpa gejala) yang ditandai dengan hasil pengukuran tekanan darah yang tinggi dalam waktu yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mempertahankan homeostasis tubuh. Ginjal menjalankan fungsi yang vital

I. PENDAHULUAN. mempertahankan homeostasis tubuh. Ginjal menjalankan fungsi yang vital I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal merupakan salah satu organ penting dalam tubuh yang berperan dalam mempertahankan homeostasis tubuh. Ginjal menjalankan fungsi yang vital sebagai pengatur volume

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prevalensi hipertensi atau tekanan darah tinggi di Indonesia cukup tinggi. Selain itu, akibat yang ditimbulkannya menjadi masalah kesehatan masyarakat. Hipertensi merupakan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Sirosis hati (SH) menjadi problem kesehatan utama di

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Sirosis hati (SH) menjadi problem kesehatan utama di 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sirosis hati (SH) menjadi problem kesehatan utama di dunia. Sirosis hati dan penyakit hati kronis penyebab kematian urutan ke 12 di Amerika Serikat pada tahun 2002,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang albuminuria, yakni: mikroalbuminuria (>30 dan <300 mg/hari) sampai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang albuminuria, yakni: mikroalbuminuria (>30 dan <300 mg/hari) sampai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hipertensi merupakan faktor resiko yang telah diketahui untuk Cardiovascular Disease (CVD) dan progresi penyakit ginjal. Proteinuria umumnya terjadi pada pasien

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan adanya peningkatan tekanan darah sistemik sistolik diatas atau sama dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan adanya peningkatan tekanan darah sistemik sistolik diatas atau sama dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi merupakan salah satu penyakit kardiovaskular yang ditandai dengan adanya peningkatan tekanan darah sistemik sistolik diatas atau sama dengan 140 mmhg dan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN 30 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Intensive Cardiovascular Care Unit dan bangsal perawatan departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler RSUD Dr. Moewardi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sirosi Hati 2.1.1. Definisi Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang di tandai dengan distorsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Penelitian. dunia karena biaya perawatannya yang besar, kualitas hidup yang buruk dan

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Penelitian. dunia karena biaya perawatannya yang besar, kualitas hidup yang buruk dan BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Penelitian Gagal jantung masih merupakan beban besar bagi masyarakat di seluruh dunia karena biaya perawatannya yang besar, kualitas hidup yang buruk dan kematian dini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Di Amerika Serikat, didapatkan peningkatan insiden dan prevalensi dari gagal ginjal, dengan prognosis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Muhammadiyah Yogyakarta Unit Gamping. Data dikumpulkan pada bulan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Muhammadiyah Yogyakarta Unit Gamping. Data dikumpulkan pada bulan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian ini mengambil data rekam medis yang dilakukan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit Gamping. Data dikumpulkan pada bulan Januari 2016, kelompok

Lebih terperinci

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit gagal ginjal adalah kelainan struktur atau fungsi ginjal yang ditandai

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit gagal ginjal adalah kelainan struktur atau fungsi ginjal yang ditandai BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit gagal ginjal adalah kelainan struktur atau fungsi ginjal yang ditandai penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) yang kurang dari 60 ml. Penyakit ginjal kronik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN penduduk Amerika menderita penyakit gagal jantung kongestif (Brashesrs,

I. PENDAHULUAN penduduk Amerika menderita penyakit gagal jantung kongestif (Brashesrs, I. PENDAHULUAN Masalah kesehatan dengan gangguan sistem kardiovaskular masih menduduki peringkat yang tinggi. Menurut data WHO dilaporkan bahwa sekitar 3000 penduduk Amerika menderita penyakit gagal jantung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Gagal jantung adalah keadaan di mana jantung tidak mampu memompa darah untuk mencukupi kebutuhan jaringan melakukan metabolisme dengan kata lain, diperlukan peningkatan

Lebih terperinci

EVALUASI PENATALAKSANAAN TERAPI HIPERTENSI PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIS DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. MOEWARDI TAHUN 2014

EVALUASI PENATALAKSANAAN TERAPI HIPERTENSI PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIS DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. MOEWARDI TAHUN 2014 EVALUASI PENATALAKSANAAN TERAPI HIPERTENSI PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIS DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. MOEWARDI TAHUN 2014 SKRIPSI Oleh : AYU ANGGRAENY K 100110010 FAKULTAS FARMASI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gagal ginjal kronik atau CKD (Chronic Kidney Disease) merupakan keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif dan ireversibel (Wilson, 2005) yang ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gagal jantung adalah keadaan patofisiologi dimana jantung gagal mempertahankan sirkulasi adekuat untuk kebutuhan tubuh meskipun tekanan pengisian cukup. Gagal jantung

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Hipertensi merupakan salah satu kondisi kronis yang sering terjadi di

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Hipertensi merupakan salah satu kondisi kronis yang sering terjadi di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Hipertensi merupakan salah satu kondisi kronis yang sering terjadi di masyarakat. Seseorang dapat dikatakan hipertensi ketika tekanan darah sistolik menunjukkan

Lebih terperinci

1.1 Pendahuluan 1.2 Farmakokinetik

1.1 Pendahuluan 1.2 Farmakokinetik 1.1 Pendahuluan ACE inhibitor atau Angiotensin Converting Enzym Inhibitor adalah obat yang menghambat enzim yang mengubah angiotensin, yang nantinya akan menghambat perubahan Angiotensin I menjadi Angiotensin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurang lebih 21 hari. Albumin mengisi 50% protein dalam darah dan menentukan

BAB I PENDAHULUAN. kurang lebih 21 hari. Albumin mengisi 50% protein dalam darah dan menentukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Albumin adalah protein serum yang disintesa di hepar dengan waktu paruh kurang lebih 21 hari. Albumin mengisi 50% protein dalam darah dan menentukan 75% tekanan onkotik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manifestasinya dapat sangat bervariasi, mulai dari yang ringan tanpa gejala,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manifestasinya dapat sangat bervariasi, mulai dari yang ringan tanpa gejala, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Acute Kidney Injury adalah suatu kondisi klinis yang spesifik, dimana manifestasinya dapat sangat bervariasi, mulai dari yang ringan tanpa gejala, hingga yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sakit kritis nondiabetes yang dirawat di PICU (Pediatric Intensive Care Unit)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sakit kritis nondiabetes yang dirawat di PICU (Pediatric Intensive Care Unit) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hiperglikemia sering terjadi pada pasien kritis dari semua usia, baik pada dewasa maupun anak, baik pada pasien diabetes maupun bukan diabetes. Faustino dan Apkon (2005)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prevalensi hipertensi di negara berkembang sekitar 80% penduduk mengidap hipertensi. Prevalensi hipertensi di Indonesia pada tahun 2007 adalah 32,2% dan prevalensi

Lebih terperinci

5/30/2013. dr. Annisa Fitria. Hipertensi. 140 mmhg / 90 mmhg

5/30/2013. dr. Annisa Fitria. Hipertensi. 140 mmhg / 90 mmhg dr. Annisa Fitria Hipertensi 140 mmhg / 90 mmhg 1 Hipertensi Primer sekunder Faktor risiko : genetik obesitas merokok alkoholisme aktivitas

Lebih terperinci

Gambaran Fungsi Ginjal pada Pasien Gagal Jantung yang Dirawat di RSUP Dr. M. Djamil Padang Periode 1 Januari Desember 2012

Gambaran Fungsi Ginjal pada Pasien Gagal Jantung yang Dirawat di RSUP Dr. M. Djamil Padang Periode 1 Januari Desember 2012 404 Artikel Penelitian Gambaran Fungsi Ginjal pada Pasien Gagal Jantung yang Dirawat di RSUP Dr. M. Djamil Padang Periode 1 Januari 2010-31 Desember 2012 Putri Reno Indrisia 1, Saptino Miro 2, Detty Iryani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah suatu peningkatan tekanan darah di dalam arteri, mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi merupakan penyulit medis yang sering ditemukan pada kehamilan yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas baik ibu maupun perinatal. Hipertensi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal merupakan organ terpenting dalam mempertahankan homeostasis cairan tubuh secara baik. Berbagai fungsi ginjal untuk mempertahankan homeostatic dengan mengatur

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit yang banyak dialami oleh

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit yang banyak dialami oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit yang banyak dialami oleh orang di seluruh dunia. DM didefinisikan sebagai kumpulan penyakit metabolik kronis

Lebih terperinci

Syok Syok Hipovolemik A. Definisi B. Etiologi

Syok Syok Hipovolemik A. Definisi B. Etiologi Syok Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik dan metabolik ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital tubuh.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sirosis hati adalah suatu keadaan disorganisasi dari struktur hati akibat nodul regeneratif yang dikelilingi jaringan yang mengalami fibrosis. Secara lengkap sirosis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Banyak pasien yang meninggal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Banyak pasien yang meninggal 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang penelitian Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan salah satu penyakit hati dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Banyak pasien yang meninggal pada dekade

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Ginjal Kronik dilaksanakan pada bulan November Maret 2016 dengan

BAB V PEMBAHASAN. Ginjal Kronik dilaksanakan pada bulan November Maret 2016 dengan BAB V PEMBAHASAN Penelitian yang berjudul Hubungan Besar Ultrafiltrasi saat Hemodialisis dengan Kejadian Peningkatan Tekanan Darah Intradialitik pada Pasien Gagal Ginjal Kronik dilaksanakan pada bulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cenderung meningkatkan risiko terjadinya penyakit vaskular seperti stroke

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cenderung meningkatkan risiko terjadinya penyakit vaskular seperti stroke BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Modernisasi mengakibatkan perubahan pola hidup masyarakat yang cenderung meningkatkan risiko terjadinya penyakit vaskular seperti stroke (Nufus, 2012). Stroke menjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Gangguan Ginjal Kronik 2.1.1 Definisi Penyakit ginjal kronik merupakan kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari sama dengan tiga bulan, berdasarkan kelainan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi seringkali disebut sebagai silent killer, karena termasuk penyakit yang mematikan tersering tanpa disertai dengan gejala-gejalanya lebih dahulu sebagai peringatan

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. menggunakan uji One Way Anova. Rerata tekanan darah sistolik kelompok

BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. menggunakan uji One Way Anova. Rerata tekanan darah sistolik kelompok BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 6.1 Data Hasil Penelitian Uji perbandingan antara keempat kelompok sebelum perlakuan menggunakan uji One Way Anova. Rerata tekanan darah sistolik kelompok kontrol adalah

Lebih terperinci

sex ratio antara laki-laki dan wanita penderita sirosis hati yaitu 1,9:1 (Ditjen, 2005). Sirosis hati merupakan masalah kesehatan yang masih sulit

sex ratio antara laki-laki dan wanita penderita sirosis hati yaitu 1,9:1 (Ditjen, 2005). Sirosis hati merupakan masalah kesehatan yang masih sulit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP) tidak hanya disebabkan oleh asites pada sirosis hati melainkan juga disebabkan oleh gastroenteritis dan pendarahan pada saluran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sirosis hepatik merupakan suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif (Nurdjanah, 2009). Sirosis hepatik merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi menurut kriteria JNC VII (The Seventh Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and treatment of High Blood Pressure), 2003, didefinisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Stroke atau yang sering disebut juga dengan CVA (Cerebrovascular Accident) merupakan gangguan fungsi otak yang diakibatkan gangguan peredaran darah otak,

Lebih terperinci

ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA KARYA TULIS ILMIAH GAMBARAN KLINIS PASIEN SIROSIS HEPATIS DENGAN SINDROMA

ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA KARYA TULIS ILMIAH GAMBARAN KLINIS PASIEN SIROSIS HEPATIS DENGAN SINDROMA KARYA TULIS ILMIAH GAMBARAN KLINIS PASIEN SIROSIS HEPATIS DENGAN SINDROMA HEPATORENAL PADA INSTALASI RAWAT INAP PENYAKIT DALAM RSUD DR SOETOMO Gharin Anindito NIM : 011211132096 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

ABSTRAK PATOLOGI GAGAL GINJAL KRONIK

ABSTRAK PATOLOGI GAGAL GINJAL KRONIK ABSTRAK PATOLOGI GAGAL GINJAL KRONIK Chrismatovanie Gloria, 2003. Pembimbing Utama: Freddy Tumewu A., dr., MS. Gagal ginjal kronik merupakan suatu penyakit yang berbahaya, dimana akan terjadi kehilangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan.

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Propofol telah digunakan secara luas untuk induksi dan pemeliharaan dalam anestesi umum. Obat ini mempunyai banyak keuntungan seperti mula aksi yang cepat dan pemulihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan lambat. PGK umumnya berakhir dengan gagal ginjal yang memerlukan terapi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan lambat. PGK umumnya berakhir dengan gagal ginjal yang memerlukan terapi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan lambat. PGK umumnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Management of Severe Sepsis and Septic Shock: 2012, sepsis didefinisikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Management of Severe Sepsis and Septic Shock: 2012, sepsis didefinisikan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sepsis 2.1.1 Definisi Menurut Surviving Sepsis Campaign: International Guidelines for Management of Severe Sepsis and Septic Shock: 2012, sepsis didefinisikan sebagai munculnya

Lebih terperinci

HUBUNGAN DERAJAT KEPARAHAN SIROSIS HATI DAN NILAI LAJU GLOMERULUS PADA SIROSIS HATI

HUBUNGAN DERAJAT KEPARAHAN SIROSIS HATI DAN NILAI LAJU GLOMERULUS PADA SIROSIS HATI Jurnal e-clinic (ecl), Volume 3, Nomor 1, Januari-April 2015 HUBUNGAN DERAJAT KEPARAHAN SIROSIS HATI DAN NILAI LAJU GLOMERULUS PADA SIROSIS HATI 1 Pamela M. Poluan 2 Ventje Kawengian 2 Cerelia Sugeng 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1. Perumusan masalah Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di Amerika Serikat dan bertanggung jawab terhadap 1,2% seluruh

Lebih terperinci

ACUTE RENAL FAILURE RUANG 2.07

ACUTE RENAL FAILURE RUANG 2.07 ACUTE RENAL FAILURE RUANG 2.07 TASK 1 : Risk Factors Evironmental : - Lingkungan yang kurang bersih - Daerah perkotaan Life style : - Diet tinggi kolesterol - Drug abuser - Merokok - kurang minum TASK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari tiga bulan, dikarakteristikan

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari tiga bulan, dikarakteristikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan National Kidney Foundation penyakit ginjal kronik adalah kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari tiga bulan, dikarakteristikan dengan kelainan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Glomerulonefritis akut masih menjadi penyebab. morbiditas ginjal pada anak terutama di negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Glomerulonefritis akut masih menjadi penyebab. morbiditas ginjal pada anak terutama di negara-negara BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Glomerulonefritis akut masih menjadi penyebab morbiditas ginjal pada anak terutama di negara-negara berkembang meskipun frekuensinya lebih rendah di negara-negara maju

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sirosis hati merupakan penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama obat yang mengalami eliminasi utama di ginjal (Shargel et.al, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. terutama obat yang mengalami eliminasi utama di ginjal (Shargel et.al, 2005). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ginjal merupakan organ penting dalam mengatur kadar cairan dalam tubuh, keseimbangan elektrolit, dan pembuangan sisa metabolit dan obat dari dalam tubuh. Kerusakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetic foot merupakan salah satu komplikasi Diabetes Mellitus (DM).

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetic foot merupakan salah satu komplikasi Diabetes Mellitus (DM). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Diabetic foot merupakan salah satu komplikasi Diabetes Mellitus (DM). Diabetic foot adalah infeksi, ulserasi, dan atau destruksi jaringan ikat dalam yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi adalah salah satu penyakit kardiovaskular yang menjadi masalah utama dalam kesehatan dimana tekanan darah melebihi normal yang jika tidak mendapat pengobatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sirosis hati merupakan stadium akhir dari penyakit. kronis hati yang berkembang secara bertahap (Kuntz, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. Sirosis hati merupakan stadium akhir dari penyakit. kronis hati yang berkembang secara bertahap (Kuntz, 2006). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sirosis hati merupakan stadium akhir dari penyakit kronis hati yang berkembang secara bertahap (Kuntz, 2006). Pada sirosis hati terjadi kerusakan sel-sel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan 8 16% di dunia. Pada tahun 1999 berdasarkan data Global burden of

BAB I PENDAHULUAN. dan 8 16% di dunia. Pada tahun 1999 berdasarkan data Global burden of BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronis (PGK) merupakan salah satu masalah kesehatan utama di dunia. Dengan prevalensi 15% di negara berkembang, dan 8 16% di dunia. Pada tahun 1999

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Estimasi Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Estimasi Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Estimasi Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pertumbuhan jumlah penderita gagal ginjal pada tahun 2013 telah meningkat 50% dari tahun sebelumnya. Di Amerika Serikat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. WHO pada tahun 2002, memperkirakan pasien di dunia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. WHO pada tahun 2002, memperkirakan pasien di dunia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang WHO pada tahun 2002, memperkirakan 783 000 pasien di dunia meninggal akibat sirosis hati. Sirosis hati paling banyak disebabkan oleh penyalahgunaan alkohol dan infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan peningkatan angka morbiditas secara global sebesar 4,5 %, dan

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan peningkatan angka morbiditas secara global sebesar 4,5 %, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi dikenal secara luas sebagai penyakit kardiovaskular dimana penderita memiliki tekanan darah diatas normal. Penyakit ini diperkirakan telah menyebabkan peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau fungsi ginjal yang berlangsung 3 bulan dengan atau tanpa disertai

BAB I PENDAHULUAN. atau fungsi ginjal yang berlangsung 3 bulan dengan atau tanpa disertai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Chronic kidney disease (CKD) adalah suatu kerusakan pada struktur atau fungsi ginjal yang berlangsung 3 bulan dengan atau tanpa disertai penurunan glomerular filtration

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan penyakit kronis yang paling sering terjadi baik pada negara maju maupun negara berkembang. Menurut klasifikasi JNC VII

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Organisasi kesehatan dunia, World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Organisasi kesehatan dunia, World Health Organization (WHO) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Organisasi kesehatan dunia, World Health Organization (WHO) memperkirakan lebih dari 180 juta orang di dunia mengalami diabetes melitus (DM) dan cenderung

Lebih terperinci

SINDROMA HEPATORENAL SRI MARYANI SUTADI. Fakultas Kedokteran Bagian Ilmu Penyakit Dalam Universitas Sumatera Utara

SINDROMA HEPATORENAL SRI MARYANI SUTADI. Fakultas Kedokteran Bagian Ilmu Penyakit Dalam Universitas Sumatera Utara SINDROMA HEPATORENAL SRI MARYANI SUTADI Fakultas Kedokteran Bagian Ilmu Penyakit Dalam Universitas Sumatera Utara Pendahuluan Dalam beberapa tahun terakhir ini, telah diketahui bahwa sindroma hepatorenal

Lebih terperinci

KADAR SERUM KREATININ PADA PASIEN SEPSIS YANG DIRAWAT DI RUANG ICU RSUP DR. KARIADI LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

KADAR SERUM KREATININ PADA PASIEN SEPSIS YANG DIRAWAT DI RUANG ICU RSUP DR. KARIADI LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH KADAR SERUM KREATININ PADA PASIEN SEPSIS YANG DIRAWAT DI RUANG ICU RSUP DR. KARIADI LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat

Lebih terperinci