BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang Masalah
|
|
- Dewi Hermawan
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah Selain membutuhkan makanan, pakaian, dan tempat tinggal sebagai kebutuhan dasar yang perlu dicukupinya untuk bertahan hidup, sepertinya manusia juga membutuhkan rasa senang sebagai kebutuhan penting dan segera. Ada banyak peristiwa yang membuat penulis berasumsi bahwa rasa senang merupakan kebutuhan penting dan segera bagi sebagian besar orang. Salah satu contohnya : beberapa orang mencoba untuk memilih mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri karena merasa bahwa hidupnya tidak menyenangkan. Karena merupakan kebutuhan penting dan segera maka banyak orang melakukan kegiatan yang menyenangkan atau mengejar kesenangan. Menurut M. Seligman 1 ada alasan yang lebih mendalam mengapa orang secara serius mengejar kesenangan, yaitu karena mereka percaya bahwa kesenangan dapat memberi mereka kebahagiaan. Bagi Seligman anggapan bahwa melakukan hal-hal yang menyenangkan akan membawa kebahagiaan tidaklah salah, namun yang salah menurut Seligman adalah premis mereka bahwa lebih banyak melakukan kegiatan yang menyenangkan akan membawa kebahagiaan bagi mereka. Adapun Seligman 2 di sini membedakan antara kebahagiaan dan kesenangan, menurutnya kesenangan hanya bersifat sementara saja sedangkan kebahagiaan dapat terus dirasakan. Kesenangan terjadi selama kegiatan tertentu berlangsung, sedangkan kebahagiaan dirasakan selama dan setelah selesainya dilakukan suatu kegiatan. Kesenangan hanya merupakan bagian dari kebahagiaan. Digambarkan kebahagiaan adalah makanan yang merupakan kebutuhan dasar hidup, sedangkan kesenangan adalah rempah-rempah yang memberi rasa pada makanan. Jadi kesenangan juga menjadi penting untuk mencapai kebahagiaan, namun terfokus mengejar kesenangan belum tentu dapat bahagia, karena ada beberapa bentuk kesenangan yang justru mengurangi rasa bahagia, misalnya : kecanduan pesta, obat terlarang atau seks bebas. Karena rasa nikmat kegirangan atau kesenangan akan berakhir jika kegirangan atau kesenangan itu juga berakhir. Orang yang tidak bahagia akan menggantungkan diri mereka pada kegirangan atau 1 M. Seligman. Bahagia Sejati, Prestasi Pustaka (2003), p.57 2 ibid, p.58-65
2 2 kesenangan sebagai pelarian dari rasa ketidakbahagiaan yang mereka rasakan dan mereka akan terus menerus berusaha meraih rasa girang itu. Namun menurut penulis pendapat Seligman di atas tidaklah mutlak, karena banyak orang memiliki pikiran yang beragam mengenai senang dan bahagia. Bagi penulis sendiri senang dan bahagia tidak bisa diukur hanya berdasarkan bahwa senang itu sementara dan bahagia itu untuk jangka waktu panjang, karena pada kenyataannya kondisi perasaan manusia bisa berubah setiap saat. Mengenai kesenangan, di konteks penulis secara umum (sebut saja : Indonesia), orang sering mendengar sebuah peribahasa populer : berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian, bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian. Penulis menangkap bahwa perjuangan manusia (berakit-rakit ke hulu) yang mana di peribahasa ini disamakan dengan bersakit-sakit yaitu kondisi yang bertentangan dengan apa yang dikehendaki tubuh, ditempatkan sebagai langkah awal, jalan, dan proses untuk mencapai kondisi senang. Dan istilah bersakit-sakit di sini kadang diartikan menyiksa diri sehingga kesenangan dianggap sebagai suatu hasil dari kerja keras seseorang yang melibatkan penderitaan. Demikian pula dalam rangka memperoleh kesenangan, banyak orang di sekitar penulis juga memiliki sikap bahwa kalau ingin senang maka orang perlu melakukan usaha dengan keras. Bagi mereka yang memahami bahwa rasa senang terletak pada benda, ilmu, kekayaan, kekuasaan, seks dan meraih prestasi tinggi di dunia ini maka mereka akan menggunakan waktu hidupnya untuk berusaha dengan keras demi mendapatnya. Ketika masih sekolah penulis sering mendengar, anak-anak sering diberi nasehat untuk belajar yang rajin, punya cita-cita setinggi bintang di langit, bersahaja serta hemat agar hidupnya kelak bisa sukses dan merasakan senang. Dan ada pula sebaliknya di sisi lain ada pula mereka yang memahami bahwa rasa senang sejati terletak bukan di dunia ini melainkan di sorga maka mereka akan berusaha keras meraih surga dengan cara-cara supranatural seturut keyakinan spiritual mereka. Namun di jaman di mana orang-orang banyak memiliki pola atau gaya hidup yang ingin serba instant (cepat) seperti sekarang ini, untuk membuat dirinya merasa senang, banyak pula orang tidak ingin lama-lama dengan perjuangan yang dipahami harus merasakan penderitaan, dan kalau perlu bentuk-bentuk perjuangan dikurangi sedemikian rupa agar mengurangi penderitaan. Karena sepertinya penderitaan adalah salah satu hal yang paling dihindari manusia. Salah satu konsep yang juga populer terdengar di masyarakat (lewat lagu misalnya) yaitu bahwa hidup memang
3 3 sudah susah tapi jangan dibuat susah. Oleh karena itu tidak jarang orang bahkan bersikap mengesampingkan perjuangan (kerja keras) dengan mengabaikan hak-hak orang lain demi memperoleh kenikmatan secara cepat karena hanya rasa senanglah yang menjadi fokus dari keinginan hidupnya. Dan sejauh pengamatan penulis, porsi keinginan orang untuk memuaskan diri dengan kesenangan pun berbeda-beda. Di satu sisi, ada orang yang selalu menfokuskan tindakannya demi untuk memperoleh rasa senang dengan segala bentuk kesenangan secara berlebihan walau penuh dengan resiko (dengan meminjam istilah Seligman 3, orang yang demikian disebut kaum Hedonis). Dan di sisi lain ada pula orang yang justru bersikap menolak segala bentuk kesenangan yang terdapat di dunia ini (dengan meminjam istilah Seligman juga, orang yang demikian disebut Asketik), sehingga segala bentuk usaha manusia untuk memperoleh kesenangan-kesenangan di dalam dunia ini kurang dihargai. Dan biasanya dengan alasan yang bersifat religius, bagi mereka kesenangan di dunia ini semu, yang sejati ada di sorga, sehingga yang baik untuk dilakukan bagi mereka adalah sebisa mungkin menghindari kesenangan yang ada di dunia ini dan mengusahakan kebahagiaan di akherat (sorga) dengan hidup saleh. Namun ada pula orang yang bersikap seimbang, yang mana berpandangan bahwa melakukan hobi atau kebiasaan yang menyenangkan secara wajar dan tidak terlalu beresiko sebagai sebuah bentuk kesenangan merupakan salah satu sarana untuk mendapatkan kebahagiaan hidup secara jasmani, sambil tetap mendekatkan diri kepada Tuhan yang dipercaya sebagai sarana untuk.memperoleh kebahagiaan hidup secara rohani. Sikap masing-masing orang terhadap bentuk-bentuk kesenangan hidup bisa dipengaruhi oleh berbagai konteks yang melingkupinya, entah itu dari keyakinan yang dianut, faktor psikologis, sosial, ekonomi, tradisi, budaya lingkungan setempat, pendidikan, ataupun informasi yang dia terima lewat pengalaman melihat, mendengar atau yang dia rasakan. Dan konteks keyakinan penulis sendiri adalah seorang penganut Kristen yang memakai Alkitab sebagai salah satu sumber inspirasi untuk pandangan hidupnya. Dan terkait dengan sikap terhadap kesenangan, tentu banyak pandangan dari berbagai macam tradisi ke-kristenan atau bagian lain dari Alkitab yang bisa dipakai untuk menyorotinya. 3 M. Seligman. Bahagia Sejati, Prestasi Pustaka (2003), p. 63
4 4 II. Rumusan Masalah Dan yang menjadi permasalahan bagi penulis adalah ketika penulis menduga ada 2 sikap terhadap kesenangan hidup yang berbeda pada salah satu bagian Alkitab yaitu Kitab Pengkhotbah (Kohelet) yang mana di pasal 2:24 (TB-LAI) berbunyi : Tak ada yang lebih baik bagi manusia daripada makan, minum dan bersenang-senang dalam jerih payahnya. Aku menyadari bahwa inipun dari tangan Allah. Kemudian pasal 3:12 (TB-LAI) berbunyi : Aku tahu bahwa untuk mereka tak ada yang lebih baik daripada bersuka-suka ( imµâ) dan menikmati kesenangan dalam hidup mereka. Dan pasal 3:22 (TB-LAI) berbunyi : Aku melihat bahwa tidak ada yang lebih baik bagi manusia daripada bergembira dalam pekerjaannya, sebab itu adalah bahagiannya... dari tiga ayat ini muncul kesan bagi penulis sebagai seorang pembaca untuk bertanya : bukankah si pengarang kitab mempunyai sikap atau pandangan bahwa makan, minum, bersuka-suka, menikmati kesenangan dan bergembira dalam kerja keras merupakan hal terbaik yang bisa dilakukan dalam hidup ini. Ini menjadi sikap pertama yang diduga penulis. Yang kedua, namun mengapa di pasal 7 : 4 menurut bunyi TB-LAI, dikatakan bahwa : orang berhikmat senang berada di rumah duka, tetapi orang bodoh (k sîlim) senang berada di rumah tempat bersukaria ( imµâ). Sehingga terkait dengan soal sikap terhadap kesenangan, kesan penulis setelah mendengar bunyi pasal 7: 4 ini adalah : apakah bunyi ayat ini menyatakan bahwa orang tidak perlu mencari kesenangan hidup lewat rumah tempat bersukaria agar tidak menjadi orang bodoh dan apakah seharusnya orang selalu berada di rumah duka yang identik dengan kesedihan agar menjadi orang berhikmat? Apakah memang demikian? Lalu bagaimana jika bersenang-senang di rumah kegembiraan merupakan bagian dari menikmati kesenangan dari hasil kerja keras? Jadi yang menjadi pertanyaan di skripsi ini adalah : bagaimanakah sebenarnya sikap terhadap kesenangan hidup di kitab Pengkhotbah ini? Tentu belum jelas mengenai maksud dari bunyi-bunyi ayat yang dibaca penulis di atas karena kesan yang ditangkap dari bunyi kedua ayat tersebut adalah kesan yang didapat saat dibaca lepas dari konteks perikopnya (ayatiah) 4. Sehingga perlu adanya pemeriksaan terhadap pandanganpandangan (sikap-sikap) terhadap kesenangan seperti apa saja yang terdapat di kitab Pengkhotbah ini. 4 E.G. Singgih, Exegese Naratif Dalam Teori dan Praktek : Apa dan Mengapa Exegese Naratif?, Gema Duta Wacana, no.46, p. 5
5 5 Adapun yang ingin dipaparkan di dalam bab-bab di skripsi ini terkait dengan sikap terhadap kesenangan hidup adalah : 1. Latar belakang (konteks) pemikiran, pemahaman mengenai arti kesenangan, bentuk-bentuk kesenangan yang dianjurkan serta kesimpulan mengenai sikap terhadap kesenangan hidup di kitab ini. 2. Latar belakang (sosial/historis) kitab Pengkhotbah terkhusus dalam kaitannya dengan soal kesenangan hidup, dengan pertimbangan bahwa pandangan-pandangan si pengarang kitab Pengkhotbah tidak terlepas dari pergumulan di konteksnya sendiri. 3. Relevansi sikap terhadap kesenangan di kitab Pengkhotbah dengan sikap-sikap terhadap kesenangan di konteks penulis. III. Judul : Tafsiran Mengenai imµâ (kegembiraan) dan Istilah-istilah Lain Yang Berkaitan Dengan Kesenangan Hidup Di dalam Kitab Pengkhotbah.. IV. Metode dan Tujuannya : Metode : Penelitian literatur (sastra). Karena kebutuhan pertama penulis adalah untuk mengetahui bagaimana latar belakang (konteks) pemikiran dan pemahaman mengenai bentuk-bentuk kesenangan serta sikap terhadap kesenangan hidup di kitab ini, maka perlu diadakan pemeriksaan terhadap konteks ayat-ayat yang menyinggung ( imµâ) dan istilah-istilah lain yang menyinggung kesenangan hidup di dalam kitab pengkhotbah untuk menarik kesimpulan dari sana. Dan untuk itu pula maka metode yang digunakan penulis di sini adalah teori pendekatan kritik sastra yang dirumuskan oleh J. H. Hayes dan C. R. Holladay, yang memberi perhatian pada masalah komposisi dan gaya retorik teks. Adapun alasan mengapa pendekatan ini dipilih penulis adalah pertama, karena menyesuaikan bentuk sastra kitab ini yang menurut analisa J.G Williams yang dirangkum oleh R. Alter and F. Kermode 5 merupakan sebuah kumpulan pengajaran, atau menurut W.v.d. Weiden 6 kitab ini termasuk ke dalam salah satu sastra kebijaksanaan Israel. Yang kedua, baik teori, langkah-langkah serta tujuan atau manfaat dari setiap langkah (item-item) yang dirumuskan di dalam pendekatan tersebut lebih bisa diikuti penulis dengan melihat kebutuhan 5 R. Alter and F. Kermode, The Literary Guide to The Bible, The Belknap Press of Harvard University Press, Cambridge Massachusetts, p W.v.d Weiden, Seni Hidup : Sastra Kebijaksanaan Perjanjian Lama, Kanisius, Yogyakarta, 1995, p. 38
6 6 untuk melihat konteks sastra dari ayat-ayat yang menyinggung ( imµâ) dan istilah-istilah yang menyinggung kesenangan hidup. Dan berikut adalah rangkuman penulis mengenai teori menafsir teks Alkitab menurut teori pendekatan kritik sastra yang dirumuskan oleh J. H. Hayes dan C. R. Holladay 7 : 1. Alkitab adalah karya sastra, meskipun bisa saja dipandang lebih dari karya sastra. Dan Alkitab harus dibaca seperti karya-karya sastra lainnya. Di dalam membaca kita memakai kebiasaan-kebiasaan yang berlainan bergantung apakah yang kita baca itu prosa, cerita, puisi, atau ayat. Pelbagai jenis sastra yang berlainan dapat berisi pelbagai macam arti yang berlainan dan memberikan kepada para pembaca pelbagai jenis keterangan yang berbeda. Ini berarti bahwa pertanyaan-pertanyaan yang berlainan harus diajukan dalam menyelidiki pelbagai jenis sastra. Dan dalam rangka studi-studi sastra umumnya, kritik sastra menaruh perhatian pada topik-topik yang luas seperti : struktur karangan dan karakter teks, teknikteknik gaya bahasa, pemakaian gambar-gambar dan simbol-simbol oleh pengarang, efek-efek dramatis dan estetis dari sebuah karya dan sebagainya. 2. Kebanyakan sastra alkitabiah dapat disebut sebagai karangan bertujuan. Karangan-karangan yang di dalamnya berupaya untuk mempengaruhi pembacanya mengenai pandanganpandangan, kebenaran-kebenaran, dan sikap-sikap hidup tertentu. Karena itu terhadapnya dapat dilakukan analisis retorika. Hampir semua sastra lisan alkitabiah dihasilkan untuk kebutuhan situasi-situasi yang amat khusus. Peristiwa, konteks dan situasi khusus tersebut dapat disebut sebagai situasi-situsi retorik. Suatu situasi retorik meliputi seorang pendengar, seorang pembicara atau seorang penulis, suatu topik atau masalah yang menjadi perhatian bersama, dan suatu peristiwa komunikasi. Dalam suatu situasi retorik, pihak yang membuka komunikasi (pembicara / penulis) berusaha untuk meyakinkan atau mempengaruhi pendengar untuk menerima beberapa intepretasi atau sikap hidup yang khusus. Sehingga dalam menafsir teks, kita perlu waspada terhadap dimensi-dimensi sastra dan retorik teks. Banyak tekanan pada teknik-teknik penyusunan karangan dan ciri-ciri retorik menolong kita untuk memahami bagaimana sebuah karangan dikembangkan, bagaimana struktur dan gayanya yang mempengaruhi penyajiannya, dan apa tujuan yang ada dalam pikiran pengarang. 3. Karena sebuah teks, atau suatu bagian Kitab Suci, atau alenia, atau perikop pada umumnya adalah bagian dari seluruh tulisan yang lebih besar yakni dokumennya sendiri. Sebagai bagian dari seluruh tulisan yang lebih besar, maka setiap bagian memberikan andilnya pada 7 J. H. Hayes dan C. R. Holladay, Pedoman Penafsiran Alkitab (terjemahan I. Rakhmat), BPK Gunung Mulia, 1996, p.86-96
7 7 maksud keseluruhan dokumen dan maksudnya juga diperoleh dari maksud seluruh dokumen. Semisal sebuah perikop kitab Kohelet maka konteks luasnya adalah kitab Kohelet sendiri. Tetapi sebuah teks memiliki sejumlah konteks sastra. Tentu saja untuk sebuah teks ada konteks langsung dan tempatnya di antara bagian-bagian yang mendahului dan bagian-bagian yang sesudahnya. Suatu bagian teks dan konteks langsung dapat merupakan bagian-bagian dalam sub bagian yang lebih besar dari sebuah kitab, begitu juga sebuah kitab dapat tersusun dari beberapa sub bagian juga. Sehingga dalam mencoba memahami teks tertentu, penafsir harus melihat teks itu dalam struktur konteks luasnya, dan juga dalam struktur sub-sub bagiannya. Dengan membaca keseluruhan dokumen, menyusun bagan atau garis besar, dan memperhatikan garis besar yang diberikan dalam buku-buku tafsir maka seorang penafsir dapat tertolong untuk menentukan struktur umum, gaya penulisan suatu karya sastra dan teknik-teknik penyusunan karangan yang dipakai. Pelbagai macam teknik penyusunan karangan dipakai untuk membuat garis besar struktur karangan mereka dan untuk memadukan pelbagai sub-sub unit dan bagian-bagian bahan yang ada dalam karangannya. Struktur dapat disusun berdasarkan banyak pertimbangan, seperti : tema, skema kronologis (untuk kitab sejarah), alur cerita atau motif-motifnya, dan lain-lain. Ada bermacam-macam teknik untuk menentukan struktur bagian-bagian karangan ataupun juga keseluruhan karangan. Sarana yang sering dipakai untuk membuat struktur karangan adalah apa yang dikenal sebagai khiasmus, yakni suatu prinsip penyusunan bahan-bahan karangan dalam pola yang simetris dengan komponen-komponen lainnya. Dalam penyusunan empat-bagian, struktur kiasmusnya-nya dapat mengikuti pola a-b-ba. Dalam pola ini, komponen yang pertama dan yang keempat saling berhubungan, demikian juga dengan yang kedua dan yang ketiga. Sarana lainnya disebut inclusio, yakni perumusan kembali atau parafrasa atas gagasan atau frasa pendahuluan yang penting pada bagian kesimpulan dengan maksud untuk menekankan kembali pokok yang diajukan atau sikap yang dipertahankan. Sarana-sarana ini dipakai dengan meluas pada jaman dulu dan sering dijumpai dalam tulisan-tulisan alkitabiah. Dan seorang penafsir akan tertolong memahami struktur sebuah dokumen kalau ia mengetahui bahwa para penulis jaman dulu memakai teknik-teknik dan sarana-sarana retorika. Bisa terjadi struktur menyeluruh suatu karangan tidak dikenal dan tidak dapat dimengerti oleh pembaca masa kini, karena struktur itu tidak begitu saja kena dengan paham modern tentang tata-urutan dan organisasi karangan; tetapi struktur itu cocok sekali dengan paham jaman dulu tentang tata-penyusunan karangan. Sebuah dokumen boleh jadi secara simetris sempurna dan secara sekuensial logis asal jadi pembacanya memahami apa prinsip atau prinsip-prinsip yang mendasarinya.
8 8 4. Setelah menentukan karangan yang lebih luas yang di dalamnya terdapat teks yang mau ditafsir, yakni apakah satu kitab tertentu ataukah suatu bagian besar tertentu dalam suatu kitab maka seorang penafsir harus membaca karangan yang lebih luas itu berkali-kali karena seorang penafsir akan tertolong untuk menentukan fungsi literer dari sebuah teks yang ditafsir, yaitu bagaimana suatu bagian tertentu (teks yang ditafsir) berfungsi dalam konteks terbatasnya dan dalam konteks luasnya. Untuk mengetahui fungsi literer teks maka penulis perlu bertanya apakah teks yang ditafsir berfungsi sebagai Transisi ( jembatan yang menghubungkan bagian satu dengan yang lain), Klimaks ( puncak dari beberapa alinea dan bagian-bagian yang langsung mendahuluinya), Ilustratif (menggambarkan penegasanpenegasan sebelumnya, atau Ekstrinsik (sama sekali tidak cocok dengan konteks karangan). Tahap ini berguna untuk mengetahui kedudukan teks atau seberapa pentingnya bagian teks yang ditafsir dalam alur pergerakan pemikiran sebuah kitab yang utuh disamping memahami nuansa-nuansanya yang khusus dan isinya yang khas. Pertanyaan-pertanyaan tersebut diajukan sebagai upaya menghubungkan bagian yang tengah ditafsir dengan konteks luasnya, dengan menetapkan kaitan-kaitan antar bagian teks. Hal ini penting dilakukan karena kunci untuk menafsirkan teks seringkali terletak di luar teks itu sendiri dan ditemukan dalam konteks luas karangan, sebagaimana yang telah dicatat sebelumnya bahwa arti suatu bagian karangan ditentukan oleh arti bagian karangan yang lebih besar. Dengan meneliti suatu bagian teks dalam kaitannya dengan konteks karangan yang lebih luas, penafsir membuka kemungkinan bahwa pengarang atau pengumpul bahan karangan dengan hati-hati berupaya untuk menyusun karangannya sebagai satu kesatuan dengan maksud untuk menimbulkan dampak yang maksimal. Seringkali para pengarang jaman dulu dalam menulis memakai teknik-teknik dan sarana-sarana retorika untuk mempengaruhi mereka akan kebenaran sajiannya. Karena tulisan tulisan Alkitabiah semula ditulis untuk dibacakan dengan suara keras, maka dimensi retorik teks ini menjadi unsur yang penting dalam suatu karangan. Sebaliknya, karena pada jaman modern ini orang lazimnya membaca dengan tidak bersuara, maka dimensi-dimensi retorik ini seringkali diabaikan oleh para pembaca masa kini. Demikian juga, karena para pengarang jaman dulu menyadari akan adanya kesulitankesulitan pada diri para pendengar dan pembacanya pada waktu mereka melengkapi karangannya dengan rangkuman periodik sepanjang tuturannya itu untuk menolong pembaca menangkap cerita atau argumennya. 5. Bahasa, selain dipakai untuk begitu saja menyampaikan informasi juga dipakai untuk menciptakan dampak tertentu yaitu apa yang disebut sebagai nada literer. Dengan asumsi bahwa pernyataan di teks sering mau menyampaikan sifat atau kualitas lain daripada
9 9 pernyataan langsung. Aspek ini diperhatikan untuk mengetahui dimensi tersamar dari cara si pengarang kitab dalam mengungkapkan maksud tulisannya. Berdasarkan rangkuman teori di atas berikut penulis membuat langkah-langkah yang akan ditempuh penulis serta tujuan setiap langkah-langkah untuk menjawab pertanyaan skripsi ini : Menguraikan dimensi-dimensi sastra dan retorik ( menggunakan pandangan J.G. Williams) dengan tujuan untuk mengetahui dasar-dasar pemikiran yang digunakan dalam menentukan struktur kitab. Menguraikan struktur kitab menurut Rousseau (menggunakan pandangan J.L. Crenshaw ) dengan tujuan untuk mendapat kejelasan mengenai gambaran alur pemikiran kitab ketika membaca seluruh kitab Pengkhotbah. Membaca seluruh teks kitab Pengkhotbah, menguraikan alur pemikiran kitab dengan mengikuti struktur yang dibuat Rousseau sambil menampilkan kembali teks-teks yang menyinggung kesenangan hidup yang difungsikan sebagai refrain (klimaks) di dalam Kitab Pengkhotbah dengan melihat Biblia Hebraica Stuttgartensia sebagai sumber utama dan melihat bunyi TB-LAI dan KJV, NKJ (sebagai pembanding), (menggunakan Bible Works versi 4.0) dengan tujuan untuk mengetahui posisi teks-teks yang menyinggung kesenangan hidup di dalam alur batang tubuh kitab Pengkhotbah. Menguraikan konteks langsung (terbatas) dan konteks luas (jauh) dari teks-teks yang menyinggung kesenangan hidup di dalam Kitab Pengkhotbah (menurut hasil analisa R.N. Whybray ) dengan tujuan untuk melihat alasan-alasan serta konteks-konteks pemikiran lansung maupun tidak langsung yang melatarbelakangi seruan terhadap kesenangan hidup di kitab Pengkhotbah. Menguraikan pemahaman terhadap arti atau maksud istilah imµâ (kegembiraan) serta istilah-istilah lain yang menyinggung kesenangan hidup (menurut hasil analisa A.Gianto) dengan tujuan untuk melihat ide atau gagasan dibalik pemakaian istilah-istilah tersebut di dalam kitab Pengkhotbah. Menguraikan keterkaitan-keterkaitan antara penggunaan istilah imµâ (kegembiraan) serta istilah-istilah lain yang menyinggung kesenangan hidup dengan konteks ayat-ayat yang melingkupinya dalam rangka untuk mendaftar bentuk-bentuk kesenangan yang ada di dalam Kitab Pengkhotbah. Menguraikan secara khusus konteks kesenangan ( imµâ) di pasal 7:4 (dengan mencermati nada literer yang muncul di dalam konteks sastranya) dengan tujuan mencari
10 10 keterkaitan antara kesenangan ( imµâ) dan kebodohan ( k sîl) di ayat ini, sekaligus menjawab pergumulan skripsi. Catatan tambahan : ada sebuah aspek dari kritik sastra rumusan J. H. Hayes dan C. R. Holladay yang tidak dimasukkan oleh penulis di sini adalah : Sumber historis teks (perkembangan sejarah penyusunan teks). Sumber historis dari suatu teks dicari dengan asumsi bahwa para pengarang jaman dulu dan para pengumpul bahan sering memasukkan bahan-bahan dan sumber-sumber yang sudah ada sebelumnya ke dalam karangan-karangan mereka, maka struktur dan bagan karangan mereka dapat berasal dari struktur sumber-sumber yang sudah ada sebelumnya. Oleh karena itu dalam suatu dokumen dapat ditemukan struktur yang berlapis-lapis. Dan dalam kitab yang mengalami banyak penyuntingan bisa diketahui struktur sumber-sumber terdahulu sebelum menjadi struktur bentuk akhir. Namun di dalam skripsi ini penulis tidak terlalu tertarik memperhatikan dimensi ini karena penulis di sini ingin cenderung melihat kesatuan teks dalam bentuk akhir saja. (demikian langkah pertama ini akan dipaparkan penulis di bab II dan III). Kemudian kebutuhan kedua penulis adalah mengetahui pergumulan sosial apakah yang bisa dipahami dari konteks sosial (historis / dari luar kitab ) yang terkait dengan pandangan terhadap kesenangan kitab ini maka penulis akan menggunakan sumber literatur yang dapat menjelaskan mengenai konteks sosial / historis yang melatarbelakangi pergumulan kitab Kohelet ini yaitu dari analisa S. de Jong dan merelevansikan sikap Kohelet tersebut dengan sikap-sikap yang terdapat di dalam konteks penulis maka penulis akan terlebih dahulu memaparkan konteks dari sikapsikap terhadap kesenangan yang ada di sekitar penulis untuk kemudian mendialogkannya keduanya sambil mempertimbangkan perbedaan konteks masing-masing. (Langkah kedua ini akan dipaparkan penulis di bab IV). Dan terakhir adalah penulis akan menarik kesimpulan mengenai sikap terhadap kesenangan hidup di kitab Pengkhotbah.( Bagian ini akan dipaparkan penulis di bab V )
11 11 SISTEMATIKA BAB I : Pendahuluan 1. Latar belakang masalah 2. Rumusan masalah 3. Judul skripsi 4. Metode dan Tujuan 5. Sistematika. BAB II : Pengantar Ke Dalam Kitab Pengkhotbah 1. Dimensi-dimensi sastra 2. Retorik 3. Struktur BAB III : Konteks ayat-ayat yang menyinggung ( imµâ) dan istilah-istilah lain yang menyinggung kesenangan hidup. 1. Uraian mengenai alur pemikiran kitab dengan mengikuti struktur yang dibuat Rousseau beserta uraian teks-teks kesenangan hidup yang difungsikan sebagai refrain (klimaks) di dalam Kitab Pengkhotbah. 2. Uraian mengenai konteks langsung dan konteks luas (jauh) teks-teks yang menyinggung kesenangan hidup di dalam Kitab Pengkhotbah menurut hasil analisa R.N. Whybray. 3. Uraian mengenai arti atau maksud imµâ (kesenangan) dan istilah-istilah lain yang menyinggung kesenangan hidup di kitab Pengkhotbah menurut hasil analisa A.Gianto. 4. Uraian mengenai bentuk-bentuk kesenangan di dalam Kitab Pengkhotbah (uraian tentang keterkaitan-keterkaitan antara penggunaan istilah imµâ (kegembiraan) serta istilah-istilah lain yang menyinggung kesenangan hidup di dalam konteks ayat-ayat terdekat yang melingkupinya). 5. Uraian khusus mengenai konteks kesenangan ( imµâ) di pasal 7: 4 (dengan mencermati nada literer yang muncul di dalam konteks sastranya).
12 12 BAB IV: Relevansi 1. Konteks sosial-historis kitab Pengkhotbah. 2. Konteks penulis sebagai seorang pembaca atau penafsir. 3. Dialog konsep dan konteks antara sikap kitab Pengkhotbah terhadap kesenangan hidup dan sikap yang terdapat di konteks penulis. BAB V : Kesimpulan dan penutup.
KITAB PENGKHOTBAH 23 JULI 2012 GPIB JEMAAT IMMANUEL BEKASI PDT. ALEX LETLORA.
KITAB PENGKHOTBAH 23 JULI 2012 GPIB JEMAAT IMMANUEL BEKASI PDT. ALEX LETLORA. PENDAHULUAN. Nama asli dalam bahasa Ibrani adalah Qo Helet, sedangkan bahasa Inggrisnya adalah Ecclesiastes. Qo Helet dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN UKDW
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Ibadah merupakan sebuah bentuk perjumpaan manusia dengan Allah, pun juga dengan corak masing-masing sesuai dengan pengalaman iman dari setiap individu atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Spiritualitas adalah istilah yang agak baru yang menandakan kerohanian atau hidup rohani. Spritualitas bisa juga berarti semangat kerohanian atau jiwa kerohanian.
Lebih terperinciA. PERMASALAHAN DAN ALASAN PEMILIHAN JUDUL
BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN DAN ALASAN PEMILIHAN JUDUL A.1. Pluralitas Agama di Indonesia Pluralitas agama merupakan sebuah realita yang wajib digumuli. Berbagai agama besar yang pemeluknya tersebar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan
1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Seiring dengan perkembangan jaman yang semakin modern dan maju secara tidak langsung menuntut setiap orang untuk mampu bersaing dalam mewujudkan tujuan
Lebih terperinciMILIK UKDW BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN A.1 Latar Belakang Masalah Merdeka adalah bebas (dari perhambaan, penjajahan); tidak terkena atau lepas dari tuntutan; tidak terikat, tidak bergantung kepada atau pihak
Lebih terperinciBab I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah
Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat yang digunakan untuk menyampaikan maksud tertentu oleh seseorang kepada orang lain. Dengan kata lain, untuk berkomunikasi. Menurut Keraf
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN UKDW
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Pada bulan Juli 2010 Indonesia kembali dilanda bencana alam. Beberapa tempat di Indonesia yang dilanda gempa diantaranya Palangkaraya, Labuhan Batu, dan kota
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN UKDW
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penginjilan merupakan salah satu dimensi yang esensial dari misi Kristen. Gereja bertanggungjawab untuk mewartakan injil ke seluruh dunia, untuk memberitakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pikiran dan perasaannya bilamana tidak saling menyerap tanda-tanda yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada umumnya bahasa dipahami sebagai alat komunikasi dalam kehidupan masyarakat. Manusia dalam hidup bermasyarakat saling menyampaikan pikiran dan perasaannya. Manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Dalam Injil Lukas terdapat beberapa kisah tentang kesembuhan yang dialami oleh banyak orang melalui Yesus, mulai dari ibu mertua Petrus yang diserang demam berat dan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. bahan kajian bahasa Indonesia diarahkan kepada penguasaan empat keterampilan
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), standar kompetensi bahan kajian bahasa Indonesia diarahkan kepada penguasaan empat keterampilan berbahasa,
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENULISAN. Berkatalah Petrus kepada Yesus: Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau!.
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENULISAN Berkatalah Petrus kepada Yesus: Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau!. 1 Ucapan Petrus dalam suatu dialog dengan Yesus ini mungkin
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Permasalahan. a. Tanah dalam kehidupan manusia.
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Permasalahan. a. Tanah dalam kehidupan manusia. Keberadaan tanah tidak terlepas dari manusia, demikian juga sebaliknya keberadaan manusia juga tidak terlepas dari tanah.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Jangan ada padamu allah lain di hadapan-ku. 1
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Jangan ada padamu allah lain di hadapan-ku. 1 Hukum pertama dari Dasa Titah di atas seolah mengikat bangsa Israel ke dalam sebuah perjanjian dengan Yahweh.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dimengerti dan digunakan untuk berinteraksi dengan orang lain. Adapun cara-cara
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan suatu gabungan huruf, kata, dan kalimat yang menghasilkan suatu tuturan atau ungkapan secara terpadu sehingga dapat dimengerti dan digunakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. E. Latar Belakang. Pembelajaran bahasa Indonesia adalah pembelajaran yang lebih menekankan
18 BAB I PENDAHULUAN E. Latar Belakang Pembelajaran bahasa Indonesia adalah pembelajaran yang lebih menekankan siswa untuk belajar berbahasa. Kaitannya dengan fungsi bahasa sebagai alat untuk berkomunikasi.
Lebih terperinciBab I Pendahuluan Latar Belakang Permasalahan Pertumbuhan iman
Bab I Pendahuluan Latar Belakang Permasalahan Pertumbuhan iman merupakan sebuah konsep yang telah lama ada dan berkembang diantara orang-orang percaya. Umumnya mereka selalu menghubungkan konsep pertumbuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan
BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Permasalahan Di dalam dogma Kristen dinyatakan bahwa hanya karena anugerah Allah di dalam Yesus Kristus, manusia dapat dibenarkan ataupun dibebaskan dari kuasa dan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. sosialnya. Imajinasi pengarang dituangkan dalam bentuk bahasa yang kemudian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan imajinasi pengarang yang dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya. Imajinasi pengarang dituangkan dalam bentuk bahasa yang kemudian dinikmati oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seorang pengarang yang dituangkan melalui kata-kata yang indah sehingga. berbentuk tulisan dan karya sastra berbentuk lisan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan sebuah hasil ciptaan manusia yang mengandung nilai keindahan yang estetik. Sebuah karya sastra menjadi cermin kehidupan yang terjadi pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. khususnya bahasa Indonesia sebagai salah satu mata pelajaran yang penting dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran bahasa merupakan salah satu aspek yang penting dalam kehidupan manusia. Kemampuan berbahasa seseorang dapat menunjukkan kepribadian serta pemikirannya.
Lebih terperinciLATAR BELAKANG PERMASALAHAN
BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Sejak manusia pertama (Adam) jatuh ke dalam dosa, seperti dikisahkan pada kitab Kejadian dari Alkitab Perjanjian Lama, maka pintu gerbang dunia terbuka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Seperti diketahui bersama bahwa dalam kehidupan orang Kristen saat ini, gereja adalah sebuah identitas yang sangat penting bagi orang-orang percaya kepada
Lebih terperinciPeningkatan Keterampilan Menulis Cerpen dengan Strategi Copy The Master Melalui Media Audio Visual pada Siswa Kelas IX-C SMPN 2 ToliToli
Peningkatan Keterampilan Menulis Cerpen dengan Strategi Copy The Master Melalui Media Audio Visual pada Siswa Kelas IX-C SMPN 2 ToliToli Mashura SMP Negeri 2 ToliToli, Kab. ToliToli, Sulteng ABSTRAK Strategi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penciptaan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penciptaan Indonesia memiliki begitu banyak budaya, dari tiap-tiap provinsi memiliki kebudayaan yang berbeda-beda dengan ciri khas yang dimiliki. Masyarakat di Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. realitas, dan sebagainya. Sarana yang paling vital untuk memenuhi kebutuhan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir-hampir tidak pernah dapat terlepas dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi manusia memerlukan sarana untuk mengungkapkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya, dengan medium bahasa. Sebagai
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Membaca 2.1.1 Pengertian Membaca Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan, yang hendak disampaikan oleh penulis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Simon Petrus memiliki nama Ibrani Simeon tetapi dalam Terjemahan Baru Indonesia (TBI) semua menjadi Simon. Mungkin, seperti banyak pada orang Yahudi dipakainya juga
Lebih terperinci2015 KAJIAN STILISTIKA PUISI ANAK D ALAM RUBRIK PERCIL PIKIRAN RAKYAT TAHUN
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra berkembang pesat dewasa ini,sastra dapat dinikmati oleh berbagai kalangan, termasuk anak-anak. Perkembangan sastra dengan ruang lingkup pembaca anak-anak,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bahasa sangat penting dalam kehidupan manusia, baik komunikasi. kehidupan masyarakat. Manusia membutuhkan bahasa sebagai alat untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa sangat penting dalam kehidupan manusia, baik komunikasi antarindividu yang satu dengan yang lain maupun antar kelompok yang satu dengan yang lain. Interaksi
Lebih terperinciMajelis Pusat Gereja Pantekosta di Indonesia
HERMENEUTIKA Dari KPP SAB Beji, 8-12 September 08 HERMENEUTIKA Oleh: Pdt. Drs. Yos Hartono, S.Th. A. Pendahuluan Salah satu pertanyaan penting dalam hermeneutika adalah mengapa kita perlu menafsirkan ayat-ayat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk hidup ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dan dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu berupa akal, cipta, rasa,
Lebih terperinciKEDUDUKAN KHOTBAH EKSPOSITORI
KOTBAH ALKITABIAH KEDUDUKAN KHOTBAH EKSPOSITORI KEDUDUKAN KHOTBAH EKSPOSITORI KHOTBAH EKSPOSITORY ADALAH Komunikasi atas sutu konsep Alkitabiah yang diperoleh & disampaikan melalui suatu studi historis,
Lebih terperinciAlkitab. Persiapan untuk Penelaahan
Persiapan untuk Penelaahan Alkitab Sekarang setelah kita membicarakan alasan-alasan untuk penelaahan Alkitab dan dengan singkat menguraikan tentang Alkitab, kita perlu membicarakan bagaimana menelaah Alkitab.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perbedaan pandangan mengenai masalah iman dan perbuatan dalam hubungannya dengan keselamatan memang sudah ada sejak dulu kala 1. Pada satu pihak, ada orang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat tercapai sesuai yang diinginkan ( Hamalik, 2001 : 56) pengetahuan, ilmu dan pengalaman-pengalaman hidupnya dalam bahasa tulis
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar dapat menyesuaikan diri sebaik mungkin terhadap lingkungan dan dengan demikian akan menimbulkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Karya sastra dapat dikatakan bahwa wujud dari perkembangan peradaban
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Karya sastra dapat dikatakan bahwa wujud dari perkembangan peradaban manusia sesuai dengan lingkungan karena pada dasarnya, karya sastra itu merupakan unsur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa dan sastra memiliki hubungan yang erat. Kekuatan sastra berada pada kekuatan dan cara pengarang menggunakan bahasa. Melalui bahasa, seorang pengarang
Lebih terperinciII. LANDASAN TEORI. untuk memperoleh kesan-kesan yang dikehendaki, yang disampaikan penulis
II. LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Membaca Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh seseorang untuk memperoleh kesan-kesan yang dikehendaki, yang disampaikan penulis melalui media
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1 Lihat sila pertama dalam Dasar Negara Indonesia: Pancasila
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Seringkali kita mendengar dan membaca bahwa negara kita yaitu negara Indonesia adalah negara yang beragama. Dikatakan demikian, karena pada umumnya setiap warga negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang mengamati realitas. Pernyataan ini pernah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra, dalam hal ini novel, ditulis berdasarkan kekayaan pengalaman pengarang mengamati realitas. Pernyataan ini pernah diungkapkan oleh Teeuw (1981:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan sebuah karya fiksi yang berisi imajinasi seorang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan sebuah karya fiksi yang berisi imajinasi seorang pengarang dalam memaparkan berbagai permasalahan-permasalahan dan kejadian-kejadian dalam kehidupan
Lebih terperinciSintetis Memadukan Bagian-Bagian
Sintetis Memadukan Bagian-Bagian Roh Kudus memberikan maksud khusus kepada tiap-tiap penulis Alkitab untuk menulis. Maksud saudara menulis menentukan empat hal berikut: (1) istilah-istilah dalam penulisan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. nasionalisme, menumbuh kembangkan kecintaan kepada Bahasa Indonesia
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelajaran Bahasa disampaikan kepada para siswa mulai dari jenjang pendidikan tingkat dasar, menengah sampai pendidikan tinggi bertujuan untuk meningkatkan nasionalisme,
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Permasalahan.
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Permasalahan. Gereja dalam kehidupan kekristenan menjadi tempat dan sarana orang-orang percaya kepada Kristus, berkumpul dan saling mendorong antara orang yang satu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. saat ini, banyak sekali bermunculan karya-karya sastra yang nilai keindahannya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hasil karya seseorang baik lisan maupun tulisan jika mengandung unsur estetik maka akan banyak disukai oleh semua kalangan. Di era globalisasi seperti saat ini, banyak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bima itu. Namun saat adat istiadat tersebut perlahan-lahan mulai memudar, dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat Bima merupakan perpaduan dari berbagai suku, etnis dan budaya yang hampir menyebar di seluruh pelosok tanah air.akan tetapi pembentukan masyarakat Bima yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. karya puisi pasti tidak akan terlepas dari peran sebuah bahasa. Bahasa
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia memiliki berbagai macam potensi dan kreativitas dalam berimajinasi. Dalam menuangkan kemampuannya, manusia memiliki cara yang bervariasi dan beragam jenisnnya.
Lebih terperinciPenelaahan Tiap Kitab Secara Tersendiri
Penelaahan Tiap Kitab Secara Tersendiri Mungkin kelihatannya lebih mudah untuk mengandalkan beberapa ayat Alkitab yang kita gemari untuk membimbing dan menguatkan kita secara rohani. Akan tetapi, kita
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. atau kelompok individu terutama kelompok minoritas atau kelompok yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seseorang dapat bertutur dengan bahasa tertentu secara tiba-tiba dalam situasi penuturan baik bersifat formal maupun yang bersifat informal. Mengganti bahasa diartikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan karena
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Bahasa digunakan oleh manusia untuk berkomunikasi dengan manusia lain. Bahasa mempunyai fungsi intelektual,
Lebih terperinciMILIK UKDW BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Situasi kritis merupakan situasi yang biasa dijumpai dalam kehidupan manusia. Meski tidak setiap saat dialami namun biasanya situasi ini sangat menentukan berhasil
Lebih terperinciJIKA ALKITAB SATU-SATUNYA OTORITAS KITA DALAM AGAMA, MENGAPA MANUSIA MENAFSIRKAN ALKITAB SECARA BERLAINAN?
JIKA ALKITAB SATU-SATUNYA OTORITAS KITA DALAM AGAMA, MENGAPA MANUSIA MENAFSIRKAN ALKITAB SECARA BERLAINAN? Salah satu prinsip yang diterapkan untuk mengambil arti dari nas-nas Alkitab adalah agama sejati
Lebih terperinciCARA MEMPELAJARI,ALKITAB
CARA MEMPELAJARI,ALKITAB CATATAN SISWA No. Tanggal Kirim Tulislah dengan huruf cetak yang jelas! Nama Saudara.,.......................... Alamat. Kota,. Propinsi. Umur." Laki-laki/perempuan. Pekerjaan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan sebuah cerita fiksi atau rekaan yang dihasilkan lewat proses kreatif dan imajinasi pengarang. Tetapi, dalam proses kreatif penciptaan
Lebih terperinciSIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil analisis data, simpulan dari penelitian commit to user 138 Simplifikasi Struktur Naratif dalam Novel Kumandhanging Katresnan Karya Any
Lebih terperinciANALISIS PENYIMPANGAN MAKSIM KERJASAMA DAN AKSIM KESOPANAN DALAM WACANA KARTUN PADA URAT KABAR KOMPAS (TINJAUAN PRAGMATIK)
ANALISIS PENYIMPANGAN MAKSIM KERJASAMA DAN AKSIM KESOPANAN DALAM WACANA KARTUN PADA URAT KABAR KOMPAS (TINJAUAN PRAGMATIK) Oleh : Agung Nugroho A.310.010.128 Skripsi Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Suatu karangan terdiri dari beberapa kalimat yang kemudian disusun
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu karangan terdiri dari beberapa kalimat yang kemudian disusun menjadi satu kesatuan dengan suatu kesesuaian yang kemudian membentuk paragraf-paragraf, sehingga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berjalan dengan baik. Sarana itu berupa bahasa. Dengan bahasa masyarakat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam kehidupan masyarakat manusia membutuhkan alat komunikasi untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Dalam berkomunikasi diperlukan adanya sarana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Manusia hidup tidak selamanya berada dalam kondisi dimana semuanya berjalan lancar sesuai dengan apa yang direncanakan dan diingininya. Ada saat dimana muncul ketegangan-ketegangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan manusia karena dengan bahasa manusia dapat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa sebagai alat komunikasi memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia karena dengan bahasa manusia dapat berbicara mengenai apa saja,
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
51 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Pendekatan kualitatif digunakan dalam penelitian ini karena data yang
Lebih terperinciBAB I. Pendahuluan. 1. Latar Belakang. Dalam perkembangan sejarah kekristenan sejak pelayanan Tuhan Yesus sampai zaman
BAB I Pendahuluan 1. Latar Belakang Dalam perkembangan sejarah kekristenan sejak pelayanan Tuhan Yesus sampai zaman sekarang, kekristenan hampir selalu diperhadapkan pada berbagai tekanan dan tantangan.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. suatu objek tertentu. Rene Wellek mengatakan bahwa sastra adalah institusi sosial
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah 1.1.1. Latar Belakang Sastra 1 merupakan curahan hati manusia berupa pengalaman atau pikiran tentang suatu objek tertentu. Rene Wellek mengatakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan wadah yang digunakan oleh pengarang dalam menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap berbagai masalah yang diamati
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil imajinasi manusia yang dapat menimbulkan kesan pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan problematika yang
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. karakteristik populasi tertentu atau bidang tertentu secara faktual dan cermat.
25 BAB III METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif kualitatif. Isaac dan Michael menjelaskan penelitian deskriptif adalah melukiskan secara fakta atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari kebudayaan. Usianya sudah cukup tua. Kehadiran hampir bersamaan dengan adanya manusia. Karena ia diciptakan
Lebih terperinciKeterampilan Dasar Menulis
Keterampilan Dasar Menulis Oleh La Ode Syukur Pengertian Menulis Menulis : kegiatan menyampaikan pesan dengan menggunakan bahasa tulis sebagai medianya. Pesan : Isi yang terkandung dalam suatu tulisan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Ia mustahil dapat hidup sendirian saja. Seseorang yang mengalami
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Manusia adalah makhluk sosial karena merupakan bagian dari masyarakat. Ia mustahil dapat hidup sendirian saja. Seseorang yang mengalami kecelakaan lalu lintaspun pasti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi manusia memerlukan sarana
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir tidak pernah dapat terlepas dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi manusia memerlukan sarana untuk mengungkapkan ide,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. cukup panjang yang disebut Injil. Karangan-karangan yang panjang itu bercerita tentang seorang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Alasan Pemilihan Teks Membuka Kitab Suci Perjanjian Baru, kita akan berjumpa dengan empat karangan yang cukup panjang yang disebut Injil. Karangan-karangan yang panjang itu bercerita
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi yang digunakan oleh setiap individu dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa adalah sarana atau media yang digunakan manusia
Lebih terperinciREFORMASI KESEHATAN PERLU DILAKSANAKAN
BEKERJA UNTUK YANG KECANDUAN REFORMASI KESEHATAN PERLU DILAKSANAKAN Setiap reformasi yang benar mendapat tempat dalam pekerjaan keselamatan dan cenderung mengangkat jiwa kepada satu kehidupan yang baru
Lebih terperinciTinjauan Buku. Phyllis Trible, God and the Rhetoric of Sexuality edisi ketiga (Philadelphia: Fortress Press, 1983), 206 halaman.
Tinjauan Buku Phyllis Trible, God and the Rhetoric of Sexuality edisi ketiga (Philadelphia: Fortress Press, 1983), 206 halaman. Buku yang berjudul God and the Rethoric of Sexuality ini ditulis oleh Phyllis
Lebih terperinciGAYA BAHASA PERSONIFIKASI PADA KARANGAN SISWA KELAS VIII SMP MUHAMMADIYAH 9 GEMOLONG SRAGEN
GAYA BAHASA PERSONIFIKASI PADA KARANGAN SISWA KELAS VIII SMP MUHAMMADIYAH 9 GEMOLONG SRAGEN SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia,
Lebih terperinciBab 5. Ringkasan. Ide Mayumi merupakan seorang penulis Kodansha Komik Nakayoshi di
Bab 5 Ringkasan Ide Mayumi merupakan seorang penulis Kodansha Komik Nakayoshi di Jepang. Wanita kelahiran 26 Februari 1961 mengawali karir sebagai penulis komik sejak umur tujuh belas tahun. Setelah mendapatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. realitas kehidupan sosial pengarangnya. Suatu karya sastra dapat dikatakan baik
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebuah karya sastra merupakan proses kreatif seorang pengarang terhadap realitas kehidupan sosial pengarangnya. Suatu karya sastra dapat dikatakan baik apabila
Lebih terperinci@UKDW BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG MASALAH
BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG MASALAH Berhadapan langsung dengan perkembangan ekonomi pasar global, tentunya masyarakat Indonesia bukanlah masyarakat yang posisinya berada di luar lingkaran praktekpraktek
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu keharusan bagi manusia karena pada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu keharusan bagi manusia karena pada hakikatnya manusia lahir dalam keadaan tidak berdaya, tidak langsung dapat berdiri sendiri, dan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. karya sastra. Di zaman modern seperti sekarang ini, karya sastra sudah berkembang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra adalah suatu hal yang yang tidak bisa lepas dari diri seorang manusia, dalam pribadi setiap manusia pasti memiliki rasa cinta atau rasa ingin tahu terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1 Eka Darmaputera, Menuju Teologi Kontekstual Di Indonesia, dalam Eka Darmaputera (peny.), Konteks
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam tulisannya yang berjudul Menuju Teologi Kontekstual Di Indonesia 1, Eka Darmaputera memaparkan tentang pentingnya teologi kontekstual dengan bertolak dari keprihatinan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah karya lisan atau tertulis yang memiliki berbagai ciri keunggulan seperti keorisinilan, keartistikan, keindahan dalam isi dan ungkapannya (Sudjiman,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. suatu gejala manusiawi umum, tidak ada manusia tanpa bahasa, dan tidak ada
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa sebagai alat komunikasi sangat dibutuhkan dalam bermasyarakat. Dengan bahasa, seseorang akan mudah dalam menyampaikan gagasan atau pemikirannya. Hal ini
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
1 A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Bahasa adalah alat komunikasi yang digunakan manusia dengan sesama anggota masyarakat lain pemakai bahasa itu. Bahasa berisi gagasan, ide, pikiran, keinginan atau
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka merupakan bahan acuan yang dipakai dalam penelitian sekaligus sebagai sumber ide untuk menggali pemikiran dan gagasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang berbudaya dan bermasyarakat. Tak ada kegiatan manusia yang tidak disertai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa adalah satu-satunya milik manusia yang tidak pernah lepas dari segala kegiatan dan gerak manusia sepanjang keberadaan manusia itu, sebagai makhluk yang
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN Awal dari sebuah kehidupan adalah sebuah penciptaan. Tanpa adanya sebuah penciptaan maka kehidupan di muka bumi tidak akan pernah ada. Adanya Sang Pencipta yang akhirnya berkarya untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menghasilkan insan yang produksi, kreatif, inovatif, dan berkarakter.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan salah satu kebutuhan manusia sehingga memegang peranan penting dalam hidup kita. Penerapan Kurikulum 2013 diharapkan dapat menghasilkan insan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menulis. Menurut Tarigan (2008:21) Proses menulis sebagai suatu cara. menerjemahkannya ke dalam sandi-sandi tulis.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat yang digunakan untuk berkomunikasi. Kita dapat menyatakan pendapat, perasaan, gagasan yang ada di dalam pikiran terhadap orang lain melalui
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh seseorang untuk
8 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Membaca Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui bahasa tulis.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dan manusia erat kaitanya karena pada dasarnya keberadaan sastra sering
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra sebagai hasil pekerjaan seni kreasi manusia tidak akan pernah lepas dari bahasa yang merupakan media utama dalam karya sastra. Bahasa dan manusia erat kaitanya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pendapat dari seorang penutur kepada mitra tutur. mengemukakan pendapat, yang perlu diperhatikan bukan hanya kebahasaan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia memperlakukan bahasa sebagai alat komunikasi. Keinginan dan kemauan seseorang dapat dimengerti dan diketahui oleh orang lain melalui bahasa dengan
Lebih terperinciRevelation 11, Study No. 29 in Indonesian Langguage. Seri kitab Wahyu pasal 11, Pemahaman No. 29, oleh Chris McCann
Revelation 11, Study No. 29 in Indonesian Langguage Seri kitab Wahyu pasal 11, Pemahaman No. 29, oleh Chris McCann Selamat malam dan selamat datang di pemahaman Alkitab EBible Fellowship dalam Kitab Wahyu.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN UKDW
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Permasalahan Seksualitas merupakan pemberian dari Allah. Artinya bahwa Allah yang membuat manusia bersifat seksual. Masing-masing pribadi merupakan makhluk seksual
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. daya tarik itu berasal dari aspek bahasa yaitu bahasa Indonesia. Banyak yang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia mempunyai daya tarik sendiri bagi orang asing. Salah satu daya tarik itu berasal dari aspek bahasa yaitu bahasa Indonesia. Banyak yang datang ke
Lebih terperinciINTISARI BAB I PENDAHULUAN
INTISARI Novel teenlit menjadi fenomena menarik dalam perkembangan dunia fiksi di Indonesia. Hal itu terbukti dengan semakin bertambahnya novel-novel teenlit yang beredar di pasaran. Tidak sedikit pula
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hitam dan putih adalah konsep dualisme yang ada di masyarakat, dimana
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hitam dan putih adalah konsep dualisme yang ada di masyarakat, dimana hitam sering identik dengan salah dan putih identik dengan benar. Pertentangan konsep
Lebih terperinci