BAB IV KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. geografi dan demografi Kecamatan, Lakudo Kabupaten Buton. Kemudian, dirinci

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. geografi dan demografi Kecamatan, Lakudo Kabupaten Buton. Kemudian, dirinci"

Transkripsi

1 BAB IV KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Bab empat dijabarkan mengenai keadaan umum lokasi penelitian meliputi geografi dan demografi Kecamatan, Lakudo Kabupaten Buton. Kemudian, dirinci kedalam beberapa subjudul, antara lain: (1) peta geografi Kecamatan Lakudo, Kabupaten Buton; (2) mata pencaharian masyarakat; (3) tingkat pendidikan masyarakat; dan (4) struktur sosial masyarakat. 4.1 Geografi dan Demografi Kecamatan Lakudo Kabupaten Buton Kecamatan Lakudo merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Buton. Wilayahnya terbentang mulai dari bagian terujung dari Pulau Sulawesi yang masuk kedalam wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara meluas menyeberang ke bagian barat laut Pulau Buton dan wilayah Bau-Bau. Luas wilayah Kecamatan Lakudo mencakup empat belas desa/kelurahan dengan luas sekitar, 225 km 2. Diantara ke-14 desa/kelurahan tersebut, desa/kelurahan Desa Lolibu menjadi desa dengan luas wilayah terbesar, dengan luas 47 km 2 atau sekitar 20,89 persen dari keseluruhan luas wilayah Kecamatan Lakudo. Sebaliknya, Desa Wajogu merupakan desa dengan luas wilayah terkecil, yaitu hanya seluas 8 km 2 atau hanya sekitar 3,56 persen dari keseluruhan luas wilayah Kecamatan Lakudo (Sumber: Kantor Kecamatan Lakudo). 37

2 Peta Geografi dan Kependudukan Kecamatan Lakudo Kabupaten Buton Kecamatan Lakudo merupakan salah satu dari dua puluh satu kecamatan di Kabupaten Buton yang secara geografi terletak di jazirah tenggara Pulau Sulawesi. Bila ditinjau dari peta Provinsi Sulawesi Tenggara, secara geografis terletak di bagian selatan garis khatulistiwa, memanjang dari utara ke selatan di antara 4, 96º 6, 25º lintang selatan dan membentang dari barat ke timur di antara 120, 00º 123, 34º bujur timur, meliputi sebagian Pulau Muna dan Buton. Lokasi Penelitian Gambar 4.2 Peta Kecamatan Lakudo Buton Sumber: www. knowmystery.wordpress.com, diakses 15 Januari 2015

3 39 Kecamatan Lakudo berada di Pulau Muna berbatasan di sebelah selatan dengan Selat Buton, sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Muna, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Gu, dan sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Mawasangka. Gambar 4.2 Peta Kabupaten Buton Gambar 4.4 Peta Provinsi Sulawesi Tenggara

4 40 Dari total luas wilayah Kecamatan Lakudo ± 225 km 2 dengan 14 desa/kelurahan desa/kelurahan Desa Lolibu menjadi desa dengan luas terbesar, yakni seluas 47 km 2 atau sekitar 20,89 persen dari keseluruhan luas wilayah Kecamatan Lakudo. Sedangkan Desa Wajogu merupakan desa dengan luas terkecil yakni hanya seluas 8 km 2 atau sekitar 3,56 persen dari keseluruhan luas wilayah Kecamatan Lakudo. Lihat grafik 4.3. Wilayah administrasi Kecamatan Lakudo terbagi menjadi empat belas desa/kelurahan, di mana ibu kotanya adalah Desa/Kelurahan Lakudo. Dari keempat belas desa/kelurahan tersebut masing-masing mempunyai lingkungan/dusun yang merupakan satuan lingkungan terkecil dengan jumlah relatif merata di setiap desa/kelurahan yang keseluruhannya berjumlah lima puluh satu dusun. Desa/kelurahan dengan lingkungan/dusun terbanyak adalah Desa Boneoge yakni sembilan dusun. Gambar 4.3 Persentase Luas Wilayah Menurut Desa/Kelurahan Tahun 2012 Sumber: Kantor Kecamatan Lakudo

5 41 Penduduk Kecamatan Lakudo umumnya adalah suku bangsa Buton yang berasal dari keturunan bangsa pelaut Melayu yang tiba di Pulau Sulawesi. Suku bangsa Melayu yang tiba pada akhir abad XIII ini dikenal sebagai Mia Pata Mianan yang artinya Si Empat orang berkisah tentang empat pemuka, yaitu Sipanjonga, Simalui, Sijawangkati, dan Siuamanajo. Mereka ini berasal dari tanah Semenanjung Johor (Malaysia) pulau Liyaa Melayu. Mereka kemudian membangun perkampungan yang diberikan nama Wolio yang menjadi cikal bakal kesultanan Buton di kemudian hari. Jumlah penduduk Kecamatan Lakudo sampai dengan tahun 2011 adalah jiwa yang terdiri atas laki-laki dan perempuan dengan laju pertumbuhan penduduk setiap tahun sebesar 0, 69%. Perbandingan (sex ratio) antara penduduk laki-laki dan perempuan di Kecamatan Lakudo adalah sebesar 97,70, dengan kepadatan penduduk per km 2 luas wilayahnya dihuni oleh 112 orang penduduk Mata Pencaharian Masyarakat Dengan kondisi geografi yang dekat dengan lautan, mata pencaharian masyarakat Buton secara umum adalah mencari ikan di laut. Sebagian masyarakat mengelola lahan-lahan pertanian, bercocok tanam untuk kebutuhan pokok mencukupi kebutuhan masyarakat lokal. Komoditas yang ditanam, antara lain padi ladang, jagung, singkong, ubi jalar, kapas, kelapa, sirih, nanas, pisang, dan segala kebutuhan hidup sehari-hari.

6 42 Lahan nonpertanian lebih besar dari pada lahan pertanian. Lahan pertanian di Kecamatan Lakudo pada tahun 2011 seluas atau sekitar 39,5 persen dari total luas Kecamatan Lakudo. Menurut statistik Kecamatan Lakudo 2011, di Kecamatan lakudo terdapat hektare yang merupakan lahan nonpertanian atau sekitar 60,5 persen dari total luas Kecamatan Lakudo, dipihak lain lahan pertanian sejumlah hektare atau sekitar 39,5 persen dari total luas wilayah Kecamatan Lakudo secara keseluruhan. Dari lahan pertanian di Lakudo yang seluas ha, hampir seluruhnya digunakan untuk kegiatan pertanian nonsawah, dalam hal ini khususnya untuk kegiatan perkebunan dan ladang/huma. Sedangkan lahan nonpertanian terdiri atas hutan negara, padang rumput, lahan yang sementara tidak diusahakan, serta bangunan dan halaman sekitarnya Tingkat Pendidikan Masyarakat Angka melek huruf penduduk usia tahun di Kecamatan Lakudo tergolong tinggi, yaitu mencapai diatas 97 persen, dengan angka partisipasi sekolah di atas 80 persen. Sampai dengan tahun 2012 Kecamatan Lakudo memiliki 47 sekolah umum dari tingkatan pendidikan usia dini sampai tingkatan sekolah menengah atas. Selain itu, terdapat delapan sekolah berbasis agama Islam dari tingkatan Raudhatul Athfal sederajat TK sampai setingkat Madrasah Aliyah sederajat SMA. Dari jumlah total rumah tangga tercatat jumlah peserta didik sebanyak orang. Jumlah guru yang mengajar di kecamatan ini ada 515 orang. Mereka umumnya berasal dari Kabupaten Buton dan Muna.

7 43 Selain pendidikan umum, masyarakat Buton khususnya di Kecamatan Lakudo menekankan pendidikan akhlak yang didasarkan pada moral atau akhlak Islam. Sebagian besar penduduk Kecamatan Lakudo beragama Islam yaitu sekitar persen dari total penduduk. Penanaman budi pekerti yang diajarkan di sekolah dan keluarga selalu bersumber dari Al Quran dan Hadist. Selain itu tradisi masyarakat dalam bentuk cerita rakyat memperkaya nuansa pendidikan budi pekerti bagi generasi muda Lakudo Buton. 4.2 Struktur Sosial Masyarakat Secara umum Kabupaten Buton terdiri atas beberapa suku asli, seperti suku Wolio yang mendiami Pulau Buton (pulau utama) bagian selatan dan Kepulauan Tukang Besi dan pulau-pulau kecil di sekitarnya; suku Murunene yang mendiami Pulau Muna, Kabaena, Buton bagian utara, Poleang, Rumbia di jazirah tenggara Sulawesi; suku laut Bajoe (Bajau) yang mendiami pesisiran Pulau Buton, Muna, dan beberapa pulau yang lain. Orang Buton memiliki semangat bahari dengan corak kebudayaan yang terkait dengan laut dan satu kumpulan etnik perantau di Indonesia (Schoorl, 1993:66--69) Menurut Levi Strauss (1963: 279), struktur masyarakat berkembang dalam tiga kelas kekerabatan yakni (1) kerabat karena hubungan darah, (2) kerabat karena hubungan kawin, dan (3) kerabat karena hubungan keturunan. Konsep kekerabatan inilah yang menurutnya memengaruhi hubungan antara individu yang satu dan yang lainnya dalam keluarga yang juga akan membentuk pola tersendiri dalam masyarakat

8 44 ketika kelompok kerabat tersebut secara kuantitas sudah banyak dan dikategorikan ke dalam masyarakat. Seperti masayarakat lainnya di Nusantara, secara tradisional stratifikasi sosial membentuk beberapa lapisan masyarakat. Pada masa Lakudo di bawah kendali kesultaan Buton secara sosial terdapat pembagian lapisan masyarakat, antara lain golongan atas kaomu atau kaumu (kaum ningrat), mereka keturunan garis bapak dari pasangan raja pertama. Laki-laki dari golongan ini mempunyai nama depan La Ode dan wanitanya Wa Ode. Golongan masyarakat menengah disebut Walaka, yaitu keturunan menurut garis bapak dari founding fathers Kerajaan Buton (mia patamiana) yang masih dianggap termasuk elite penguasa. Melalui sistem tertentu, lelaki kaomu boleh menikahi perempuan walaka. Golongan masyarakat di bawahnya, antara lain kelompok papara atau disebut juga orang gunung. Mereka adalah masyarakat biasa yang tinggal di wilayah kadie (desa) dan masih merdeka. Mereka disebut juga budak adat dan dipertimbangkan untuk menduduki jabatan tertentu di wilayah kadie, tetapi sama sekali tidak mempunyai jalan kepada kekuasaan di pusat. Kemudian golongan masyarakat babatua (budak) yang berhak diperjualbelikan atau dijadikan hadiah dan golongan analalaki dan limbo. Mereka adalah golongan kaomu dan walaka yang diturunkan derajatnya karena melakukan kesalahan sosial dan berlaku tidak pantas sesuai dengan status sosialnya (Schoorl, 1986: ). Pada saat ini pengelompokan seperti ini kurang diakui lagi keberadaannya, tetapi jejak-jejak hakhak khusus kelompok bangsawan masih terasa, terutama dalam penyelenggaraan kegiatan budaya dan menyangkut isu-isu pernikahan.

9 Hubungan Kekerabatan Masyarakat di Kecamatan Lakudo mirip dengan masyarakat Buton secara umum yang terdiri atas beberapa etnik. Keragaman etnik di Kabupaten Buton mengungkapkan sebuah proses sejarah yang panjang yang berawal dari kedatangan nenek moyang mereka dari Asia dan Pasifik. Secara genealogis masyarakat Buton berasal dari dua rumpun etnik, yaitu Mongoloid (Murunene, Tolaki/Mekongga, Kulisusu, Wawonii/Menui) dan Austro-Melanesoid (Buton dan Muna). Kedua rumpun etnik ini kemudian menjalin hubungan kekerabatan melalui perkawinan antar etnik yang difasilitasi oleh aktivitas perdagangan. Dari proses kawin campur ini berkembang sebuah rumpun etnik besar yang kemudian mendiami hampir seluruh wilayah Sulawesi Tenggara, baik di daratan maupun di kepulauan ( diakses 20 Desember 2014). Hubungan kekerabatan antaretnik dimulai dari kedatangan nenek moyang penduduk yang berdiam di daerah Sulawesi Tenggara sekarang ini. Secara geografis dan genealogis wilayah Sulawesi Tenggara merupakan pertemuan ras-ras dalam proses perpindahan bangsa-bangsa prasejarah. Ras Mongoloid dari Utara, ras Austro- Melanesoid dari timur dan Proto-Melayu dari barat/utara. Oleh karena itu daratan Sulawesi Tenggara dan pulau-pulau sekitarnya memiliki kekhasan, baik kehidupan manusianya maupun flora dan faunanya. Penduduk kepulauan (Muna dan Buton), termasuk di Kepulauan Banggai (Sulteng) dan suku-suku di NTT memiliki banyak persamaan dengan ras Austro- Melanesoid. Suku-suku, seperti Murunene, Tolaki, Wawonii, dan Kulisusu

10 46 mempunyai ciri fisik dan budaya yang mirip dengan suku-suku yang ada di Sulawesi Tengah dan mungkin juga Sulawesi Utara. Jika dilihat dari karakter fisik seperti mata, rambut,maupun warna kulit, suku-suku tersebut memiliki persamaan dengan ras Mongoloid yang diduga berasal dari Asia Timur ke Jepang kemudian tersebar ke selatan melalui Kepulauan Riukyu, Taiwan, Philipina, Sangir Talaud, Pantai Timur Pulau Sulawesi kemudian sampai ke Sulawesi Tenggara. Masyarakat di daerah Mekongga (Kolaka), Konawe (Kendari), Wuna (Muna), Wolio (Buton), Murunene, dan Pulau Wawonii percaya bahwa asal usul raja pertama di wilayahnya adalah dari To Manurung (orang asing) meskipun dalam ungkapan bahasa dan gelar yang berbeda-beda. To Manurung dianggap orang yang turun dari kayangan (langit), dan senantiasa disimbolkan dengan bambu atau gading atau emas dan warna kuning lainnya (Anwar, 2003: ). Kerajaan-kerajaan tradisional di Sulawesi Tenggara mengakui adanya hubungan historis dengan Sawerigading dari Luwu yang dihubungkan dengan kedatangan To Manurung. Persepsi yang sama juga ditemukan pada tradisi di kerajaan-kerajaan Sulawesi Selatan, seperti Gowa dan Bone. Pada sisi lain suku Bugis, suku Makassar, suku Mandar dan suku Massenrempuluk mengakui pula bahwa asal usul nenek moyang mereka adalah dari Ussuk. Hal itu diperkuat dengan tradisi raja-raja Bugis, Makassar, dan Mandar menghormati Raja Luwu sebagai primus interparis (Abidin, 1995). Dalam lontarak Bajo (ditulis orang Bajo di Kendari) juga mengakui asal usul nenek moyang mereka dari Ussuk.

11 47 Di daerah Wuna (Muna) terbentuknya Kerajaan Muna diawali dengan kedatangan orang asing bernama Beteno ne Tombula atau orang yang keluar dari bambu. Ia mengaku bernama La Eli, nama lainnya Baizul Zaman (Batoa, 1991). Setelah itu perempuan asing bernama Sangke Palangga yang artinya diangkat dari dulang tiba ke tanah Muna. Putri tersebut dalam keadaan hamil. Dia mengaku bernama Tandiabe anak Raja Luwu. Segera putri itu diantar ke istana Mieno Wamelai dan dipertemukan dengan Beteno ne Tombula dan terjadi dialog antara keduanya. Beteno ne Tombula Sangke Palangga Beteno ne Tombula Komu, tadombaura-urano Tandombalembo-lembomu Tandombatala-talamo Pedemo ndoke Kamulah yang jadi istriku saya jadi begini (hamil) karena perbuatanmu mari kita ramai-ramai berkembang biak, marilah kita berkampungkampung, marilah hidup beraturan dengan jiwa gotong royong Dari dialog antara keduanya, kemudian diketahui bahwa diantara mereka telah saling mengenal. Sangke Palangga dan Beteno ne Tombula, akhirnya dipersatukan sebagai suami istri yang disaksikan oleh segenap rakyat Wamelai (Wuna). Karena kelebihannya, maka masyarakat Muna sepakat untuk mengangkat Beteno ne Tombula sebagai Raja Pertama di Kerajaan Wuna. Hasil perkawinan mereka melahirkan dua orang putra dan satu orang putri, yaitu Kanghua Bangkona Fotu dengan gelar Sugi Patola yang kelak menjadi Raja Muna II dan Runtu Wulou yang dikatakannya kemudian kembali ke Luwu, sedangkan putri Kilambibite yang kawin dengan anak Mieno Wamelai bernama La Singkaghabu yang menjadi Kamokula (kepala pemerintahan wilayah) di Tongkuno.

12 48 Raja Muna III ialah Sugi Ambona putra Raja Muna II. Dari keturunan Beteno ne Tombula inilah yang kelak melahirkan raja-raja Muna sekaligus melahirkan tokoh legendaris yang diakui oleh semua kerajaan tradisional di Sulawesi Tenggara. Tokoh tersebut di Muna dikenal Lakilaponto anak Raja Muna VI (Sugi Manuru) yang kelak menjadi Raja Muna VII dialah yang pertama menciptakan persatuan politik di Sulawesi Tenggara pada awal abad XVI, menjadi Mokole (Raja) Konawe, memerintah di Murunene, akhirnya menjadi Raja Wolio VI. Selanjutnya memproklamasikan Kerajaan Wolio menjadi negara Islam dengan nama Kesultanan Buton (dialah sebagai Sultan Buton I). Nama Buton diambil dari tradisi masyarakat Wolio yang menempatkan wilayahnya sebagai pusat bumi, maka nama Buton dari kata bahasa Arab Batnun yang berarti perut. Jadi, mereka menempatkan Buton sebagai pusat bumi ini. Jika dilihat silsilah Lakilaponto (Murhum) yang memiliki garis keturunan dari Muna (ayahnya Sugi Manuru), sedangkan neneknya dari Konawe bernama Wa Sitao. Murhum pun kawin dengan putri Konawe dan menurunkan anak-anak, yaitu Wa Ode Konawe, Wa Ode Poasia, dan Wa Ode Lepo-Lepo (Djarudju, 1995). Ia pun dikawinkan dengan putri Raja Mulae yang bernama Borokomalanga alias Watampaidonga atas keberhasilannya membantu mengusir bajak laut Tobelo. Setelah Indonesia merdeka gelombang migrasi dan dinamika masyarakat semakin meningkat, baik dalam dimensi perdagangan maupun dalam dimensi pemerintahan yang menjadi daya dorong migrasi penduduk dari luar yang masuk ke Sulawesi Tenggara. Perdagangan tidak hanya dilakukan melalui perahu layar, tetapi

13 49 dapat dilakukan melalui kapal motor, angkutan darat, dan angkutan udara. Demikian pula penempatan dan mutasi pegawai negeri dan anggota TNI/Polri, yang berdampak terhadap berkembangnya kekerabatan melalui perkawinan. Hampir tidak ditemukan lagi rintangan berarti dalam proses perkawinan antaretnik, sehingga mempermudah para pemuda perantau untuk melangsungkan perkawinan antar etnik di daerah ini. Pada hakikatnya kekerabatan terjadi karena hubungan darah dan proses perkawinan. Pada waktu yang bersamaan kekerabatan akan semakin meluas dan melonggar. Bagi masyarakat Buton hubungan darah sangat kuat pada hubugan saudara sepupu sekali, sepupu dua kali, sepupu tiga kali, dan sepupu empat kali. Akan tetapi bagi sepupu lima kali, hubungan sudah dianggap menjauh. Perkawinan di luar lingkungan sepupu tiga kali menyebabkan batas kekerabatan menjadi semakin luas. Meskipun umumnya orang mengakui kerabat jika dalam kelompok itu terjadi saling mengenal atau dalam istilah Koentjaraningrat (1984: 7--15) disebut sebagai kerabat sosiologis. Pada umumnya kini masyarakat Lakudo Buton mampu bersikap inklusif dan terbuka bagi etnik-etnik yang ada di Sulawesi Tenggara khususya di Kabupaten Buton. Ini merupakan salah satu indikator bahwa mereka telah meninggalkan salah satu ciri masyarakat tradisional. Masyarakat Lakudo Buton telah bergerak menuju masyarakat majemuk dan terbuka terhadap anasir-anasir asing yang dapat memperkaya budaya masyarakat setempat, bahkan terjadi proses akulturasi budaya antara pendatang dan penduduk setempat.

14 Kriminalitas dan Tindak Kekerasan Kriminalitas di Kabupaten Buton tergolong cukup memprihatinkan. Sepanjang tahun ada berbagai tindakan kriminalitas yang melibatkan kekerasan fisik, pencabulan, pemerkosaan, penganiayaan, dan penghilangan nyawa. Di antara kasus-kasus tersebut terdapat kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan (isteri). Bripka Joni Samuel, S.H. seorang informan dari kepolisian memberikan informasi tentang kekerasan yang melibatkan anak-anak seperti di bawah ini. Kekerasan yang melibatkan anak-anak sebagai korban terjadi dalam rumah tangga, di mana orang tua melakukan penganiayaan dan ada juga kasus guru menganiaya anak didik. Semua kasus yang korbannya adalah anak-anak, pelakunya semua orang dewasa dan semuanya pria. (Wawancara, 13 Oktober 2014) Kekerasan dalam rumah tangga termasuk kekerasan terhadap anak-anak merupakan kekerasan yang sering disembunyikan oleh masyarakat. Bahkan, beberapa anggota masyarakat menganggapnya sebagai sebuah kewajaran atau persoalan biasa dalam rumah tangga. Masyarakat Lakudo Buton menganut budaya patriarki yang sangat kental, yaitu sosok kepala rumah tangga dipersepsikan sebagai pria yang keras yang secara sah mengambil tindakan apa pun termasuk kekerasan dalam rangka membina rumah tangga. Menurut informan kepolisisan, kecenderungan masyarakat dalam persoalan kekerasan rumah tangga dan anak adalah melokalisasi permasalahan dan menyerahkannya kepada keluarga. Sebagaian masyarakat menganggap bahwa kekerasan terhadap isteri dan anak bukan kejahatan. Hanya kasus dramatis seperti

15 51 kematian dan luka parah yang dilaporkan. Masyarakat lebih memercayai orang tua daripada laporan kekerasan yang dilakukan anak sering diabaikan. Pihak yang berwenang juga bersikap diam karena menganggap permasalahan ini dalam koridor pendisiplinan di rumah tangga. Bripka Joni Samuel, S.H. menambahkan jenis kriminalitas yang lain yaitu kekerasan seksual pada anak, seperti dinyatakan sebagai berikut. Perbuatan asusila sering terjadi. korban di sini rata-rata keluarga dekat, dan sudah berkeluarga, dan rata-rata umur menginjak kepala enam dan korban mayoritas di bawah umur, maka dari itu kami terapkan undang-undang perlindungan anak. Dari hasil investigasi korban itu masih ada hubungan keluarga dan yang melatarbelakangi terjadinya asusila dikarenakan kesepian semata sehingga ia berbuat seperti itu, dan dari pihak perempuan rata-rata dibawah tekanan dan ancaman kekerasan dan ada juga iming-iming, ada juga yang duduk di bangku SD yang umurnya sekitar 12 tahun, 11 tahun tetapi tiga. tahun kemudian baru dilaporkan.tetapi itu sudah selesai semua, sudah vonis. Walaupun diselesaikan secara kekeluargaan, bagi pihak polisi itu adalah aib karena mayoritas melibatkan keluarga sendiri. Jadi, aib walaupun diselesaikan secara kekeluargaan akan kami tetap mengambil jalur hukum. (Wawancara, 13 Oktober 2014) Kekerasan rumah tangga pada anak terjadi karena beberapa penyebab, tetapi hal yang paling besar pengaruhnya adalah adanya tekanan ekonomi yang semakin hari kian meningkat. Bahkan, kasus kekerasan yang dilakukan keluarga dalam banyak kasus termasuk kategori berat dan berakibat fatal bagi anak, seperti pembunuhan, penyiksaan hingga menyebabkan cacat seumur hidup, bahkan meninggal. Banyak masyarakat yang menganggap kekerasan pada anak adalah bagian "dapur" rumah tangga bagi keluarga tersebut. Jadi, orang lain tidak boleh mencampuri urusannya. Kasus-kasus kekerasan yang terjadi di Lakudo Buton sebenarnya bertolak belakang dengan nilai-nilai tradisonal yang dianut seperti pomae-maeka, yaitu

16 52 sikap saling menghargai dan menyegani untuk menjaga kehormatan dan martabat sesama anggota masyarakat, poma-maasiaka yaitu sikap saling mengasihi dan menyayangi sesama anggota masyarakat, popia-piara atau sikap saling menjaga perasaan sesama anggota masyarakat, poangka-angkataka atau sikap saling mengangkat derajat dan martabat sesama anggota masyarakat. Dalam kerangka menjaga kestabilan individu, sosial, dan negara, orang Buton berpegang kepada falsafah perjuangan Islam yang membuat perekat komunikasi sosial kemasyarakatan. Nilai yang terkandung dalam falsafah perjuangan itu adalah Bolimo harata somanamo karo artinya janganlah memikirkan harta benda, yang penting ialah keselamatan diri. Bolimo karo somanamo lipu artinya janganlah memikirkan diri, yang penting ialah keselamatan negeri, Bolimo lipu somanamo syarah artinya janganlah memikirkan negeri, yang penting ialah keselamatan pemerintahan/adat. Bolimo syarah somanamo agama artinya janganlah memikirkan pemerintahan/adat, yang penting ialah keselamatan agama. Bagi masyarakat Lakudo Buton, ajaran agama Islam di atas kepentingan segalahnya. Melalui observasi data di lapangan, terlihat ada kesenjangan antara harapan dan realitas di masyarakat. Idealisme yang terdapat, baik dalam teks-teks lisan maupun tulisan tentang nilai-nilai hidup yang mengatur hubungan sosial masyarakat belum terealisasi seperti yang diharapkan. Ambivalensi pun terjadi di antara beberapa teks naratif sehingga masyarakat Buton tidak sepenuhnya menampilkan karakter idealnya.

BAB 1 PENDAHULUAN. Agama Republik Indonesia (1975:2) menyatakan bahwa : maka dilakukan perkawinan melalui akad nikah, lambang kesucian dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Agama Republik Indonesia (1975:2) menyatakan bahwa : maka dilakukan perkawinan melalui akad nikah, lambang kesucian dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkawinan merupakan peristiwa hukum yang terjadi didalam hidup bermasyarakat yang menyangkut nama baik keluarga ataupun masyarakat. Hal ini diterangkan dalam buku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebut gregariousness sehingga manusia juga disebut sosial animal atau hewan sosial

BAB I PENDAHULUAN. disebut gregariousness sehingga manusia juga disebut sosial animal atau hewan sosial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial yang memliki naluri untuk hidup dengan orang lain. Naluri manusia untuk selalu hidup dengan orang lain disebut gregariousness

Lebih terperinci

BAB V PROFIL KAWASAN PENELITIAN

BAB V PROFIL KAWASAN PENELITIAN BAB V PROFIL KAWASAN PENELITIAN 5.1. LATAR BELAKANG DESA KESUMA Kawasan penelitian yang ditetapkan ialah Desa Kesuma, Kecamatan Pangkalan Kuras, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau. Desa ini berada pada

Lebih terperinci

BAB III ALASAN PENENTUAN BAGIAN WARIS ANAK PEREMPUAN YANG LEBIH BESAR DARI ANAK LAKI-LAKI DI DESA SUKAPURA KECAMATAN SUKAPURA KABUPATEN PROBOLINGGO

BAB III ALASAN PENENTUAN BAGIAN WARIS ANAK PEREMPUAN YANG LEBIH BESAR DARI ANAK LAKI-LAKI DI DESA SUKAPURA KECAMATAN SUKAPURA KABUPATEN PROBOLINGGO BAB III ALASAN PENENTUAN BAGIAN WARIS ANAK PEREMPUAN YANG LEBIH BESAR DARI ANAK LAKI-LAKI DI DESA SUKAPURA KECAMATAN SUKAPURA KABUPATEN PROBOLINGGO A. Keadaan Umum Desa Sukapura 1. Keadaan Geografis Desa

Lebih terperinci

BAB 11 PROFIL DESA KOTO PERAMBAHAN. Kampar Timur Kabupaten Kampar. Menurut beberapa tokoh masyarakat, Desa

BAB 11 PROFIL DESA KOTO PERAMBAHAN. Kampar Timur Kabupaten Kampar. Menurut beberapa tokoh masyarakat, Desa 17 BAB 11 PROFIL DESA KOTO PERAMBAHAN A. Sejarah Perkembangan Desa Koto Perambahan Desa Koto Perambahan adalah nama suatu wilayah di Kecamatan Kampar Timur Kabupaten Kampar. Menurut beberapa tokoh masyarakat,

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM. Wilayah Sulawesi Tenggara

GAMBARAN UMUM. Wilayah Sulawesi Tenggara GAMBARAN UMUM Wilayah Sulawesi Tenggara Letak dan Administrasi Wilayah Sulawesi Tenggara terdiri atas Jazirah dan kepulauan terletak antara 3 o - 6 o Lintang selatan dan 12 45' bujur timur, dengan total

Lebih terperinci

beragam adat budaya dan hukum adatnya. Suku-suku tersebut memiliki corak tersendiri

beragam adat budaya dan hukum adatnya. Suku-suku tersebut memiliki corak tersendiri I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah suatu negara majemuk yang dikenal dengan keanekaragaman suku dan budayanya, dimana penduduk yang berdiam dan merupakan suku asli negara memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laut merupakan bagian tidak terpisahkan dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Karena laut merupakan perekat persatuan dari ribuan kepulauan nusantara yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945

I. PENDAHULUAN. sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan gerbang terbentuknya keluarga dalam kehidupan masyarakat, bahkan kelangsungan hidup suatu masyarakat dijamin dalam dan oleh perkawinan. 1 Setiap

Lebih terperinci

D. Dinamika Kependudukan Indonesia

D. Dinamika Kependudukan Indonesia D. Dinamika Kependudukan Indonesia Indonesia adalah negara kepulauan dengan potensi sumber daya manusia yang sangat besar. Jumlah penduduk yang tinggal di Indonesia mencapai 256 juta jiwa (Worl Population

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota Kisaran adalah Ibu Kota dari Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota Kisaran

Lebih terperinci

MODUL ONLINE INFORMASI DATA KEPENDUDUKAN PENDALAMAN MATERI DEMOGRAFI

MODUL ONLINE INFORMASI DATA KEPENDUDUKAN PENDALAMAN MATERI DEMOGRAFI MODUL ONLINE 20.11 INFORMASI DATA KEPENDUDUKAN PENDALAMAN MATERI DEMOGRAFI FERANI MULIANINGSIH PPG DALAM JABATAN Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi 2018 i A. PENDAHULUAN Materi-materi pembelajaran

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Tengah BT dan LS, dan memiliki areal daratan seluas

IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Tengah BT dan LS, dan memiliki areal daratan seluas IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Tengah 1. Keadaan Geografis Kabupaten Lampung Tengah merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Propinsi Lampung. Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

Ditulis oleh Administrator Minggu, 25 Desember :15 - Terakhir Diperbaharui Senin, 09 Januari :16

Ditulis oleh Administrator Minggu, 25 Desember :15 - Terakhir Diperbaharui Senin, 09 Januari :16 Letak Geografis Kabupaten Buton terletak di jazirah tenggara Pulau Sulawesi dan bila ditinjau dari peta Provinsi Sulawesi Tenggara, secara geografis terletak di bagian selatan garis khatulistiwa, memanjang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki beragam suku bangsa yang menyebar dan menetap pada berbagai pulau besar maupun pulau-pulau kecil yang membentang dari Sabang sampai

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI KOTA SURAKARTA

BAB II DESKRIPSI KOTA SURAKARTA BAB II DESKRIPSI KOTA SURAKARTA A. Kondisi Geografi Surakarta merupakan salah satu kota di Jawa Tengah yang menunjang kota-kota besar seperti Semarang maupun Yogyakarta. Letaknya yang strategis dan berpotensi

Lebih terperinci

1. Lakilaponto yang kemudian menjadi Raja Buton VI dan Sultan I

1. Lakilaponto yang kemudian menjadi Raja Buton VI dan Sultan I Tradisi Buton baik lisan maupun tulisan menuturkan bahwa Murhum yang semasa kecil bernama Lakilaponto lahir di istana Raja Wuna diperkirakan pada awal abad ke XVI memiliki darah kebangsawanan Melayu, Jawa,

Lebih terperinci

BAB III KONDISI MASYRAKAT TERANTANG. dipimpin oleh seorang kepala suku. Suku Domo oleh Datuk Paduko, Suku

BAB III KONDISI MASYRAKAT TERANTANG. dipimpin oleh seorang kepala suku. Suku Domo oleh Datuk Paduko, Suku BAB III KONDISI MASYRAKAT TERANTANG A. Sejarah Desa Terantang Sekalipun Desa Terantang merupakan suatu desa kecil, namun ia tetap mempunyai sejarah karena beberapa abad yang silam daerah ini sudah di huni

Lebih terperinci

BAB III PERNIKAHAN ANAK DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BAB III PERNIKAHAN ANAK DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL BAB III PERNIKAHAN ANAK DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL Pernikahan anak menjadi salah satu persoalan sosial di Kabupaten Gunungkidul. Meskipun praktik pernikahan anak di Kabupaten Gunungkidul kian menurun di

Lebih terperinci

BAB II. DESKRIPSI DESA NAMO RAMBE PADA TAHUN Kecamatan Namo Rambe, Kabupaten Deli Serdang. Luas wilayahnya sekitar 389

BAB II. DESKRIPSI DESA NAMO RAMBE PADA TAHUN Kecamatan Namo Rambe, Kabupaten Deli Serdang. Luas wilayahnya sekitar 389 BAB II. DESKRIPSI DESA NAMO RAMBE PADA TAHUN 1988 2.1. Kondisi Geografis Desa Namo Rambe merupakan salah satu desa yang terdapat di Kecamatan Namo Rambe, Kabupaten Deli Serdang. Luas wilayahnya sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Suku Bajo adalah Suku Laut yang terdapat hampir di seluruh belahan dunia, kenapa ada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Suku Bajo adalah Suku Laut yang terdapat hampir di seluruh belahan dunia, kenapa ada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Suku Bajo adalah Suku Laut yang terdapat hampir di seluruh belahan dunia, kenapa ada di seluruh dunia karena suku bajo tidak memiliki tanah air seperti suku-suku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu Tujuan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu Tujuan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu Tujuan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam upaya ini pemerintah berupaya mencerdaskan anak bangsa melalui proses pendidikan di jalur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman suku, agama, ras, budaya dan bahasa daerah. Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman suku, agama, ras, budaya dan bahasa daerah. Indonesia memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Budaya merupakan simbol peradaban. Apabila sebuah budaya luntur dan tidak lagi dipedulikan oleh sebuah bangsa, peradaban bangsa tersebut tinggal menunggu waktu

Lebih terperinci

J{ote{CR#sordi CJ>cmtai:trrrwaTUl BAR I PENDAHULUAN. Luas wilayah Sulawesi Tenggara mencakup daratan seluas 38.

J{ote{CR#sordi CJ>cmtai:trrrwaTUl BAR I PENDAHULUAN. Luas wilayah Sulawesi Tenggara mencakup daratan seluas 38. --------------------------J{ote{CR#sordi CJ>cmtai:trrrwaTUl BAR PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Kondisi Kepariwisataan di Sulawesi Tenggara Luas wilayah Sulawesi Tenggara mencakup daratan seluas 38.140

Lebih terperinci

Pendidikan pada hakekatnya merupakan proses pembudayaan dan pemberdayaan

Pendidikan pada hakekatnya merupakan proses pembudayaan dan pemberdayaan Latar Belakang Pendidikan pada hakekatnya merupakan proses pembudayaan dan pemberdayaan manusia yang sedang berkembang menuju pribadi yang mandiri untuk membangun dirinya sendiri maupun masyarakatnya.

Lebih terperinci

Pola pemukiman berdasarkan kultur penduduk

Pola pemukiman berdasarkan kultur penduduk Pola Pemukiman Terpusat Pola Pemukiman Linier Pola pemukiman berdasarkan kultur penduduk Adanya pemukiman penduduk di dataran rendah dan dataran tinggi sangat berkaitan dengan perbedaan potensi fisik dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada sekitar 1.340 suku bangsa di Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. demikian ini daerah Kabupaten Lampung Selatan seperti halnya daerah-daerah

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. demikian ini daerah Kabupaten Lampung Selatan seperti halnya daerah-daerah 46 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Gambaran Umum Kabupaten Lampung Selatan 1. Keadaan Geografis Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105 sampai dengan 105 45 Bujur Timur dan 5 15 sampai

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Belitung yang terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2003 sejak

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Belitung yang terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2003 sejak IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kabupaten Belitung Timur adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Bangka Belitung yang terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2003 sejak tanggal 25 Februari

Lebih terperinci

Sulawesi Tenggara. Tugu Persatuan

Sulawesi Tenggara. Tugu Persatuan 494 Penghitungan Indeks Indonesia 2012-2014 Sulawesi Tenggara Tugu Persatuan Tugu Persatuan dibangun di atas lahan yang dulu dipakai Musabaqoh Tilawatir Quran (MTQ) Nasional ke- 21 tahun 2006. Karena itu,

Lebih terperinci

BAB III KONDISI UMUM. 3.1. Geografis. Kondisi Umum 14. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga

BAB III KONDISI UMUM. 3.1. Geografis. Kondisi Umum 14. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau dan Kabupaten Lingga BAB III KONDISI UMUM 3.1. Geografis Wilayah Kepulauan Riau telah dikenal beberapa abad silam tidak hanya di nusantara tetapi juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua makhluk Allah SWT yang bernyawa. Adanya pernikahan bertujuan untuk memperoleh kebahagiaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kekompleksitasan Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah membuat Indonesia menjadi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan data-data hasil penelitian dan pembahasan, sebagaimana telah

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan data-data hasil penelitian dan pembahasan, sebagaimana telah BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berdasarkan data-data hasil penelitian dan pembahasan, sebagaimana telah diuraikan pada bagian terdahulu, maka pada bagian ini peneliti akan menarik beberapa kesimpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cenderung mengutamakan peneropongan kata-kata (leksikon) secara statistik, untuk

BAB I PENDAHULUAN. cenderung mengutamakan peneropongan kata-kata (leksikon) secara statistik, untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu metode pengelompokan bahasa adalah leksikostatistik. Leksikostatistik merupakan suatu teknik dalam pengelompokan bahasa yang lebih cenderung mengutamakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian 1. Geografis Secara astronomis Kabupaten Bolaang Mongondow terletak antara Lintang Utara dan antara Bujur Timur. Berdasarkan posisi geografisnya,

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Seberang Pulau Busuk merupakan salah satu desa dari sebelas desa di

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Seberang Pulau Busuk merupakan salah satu desa dari sebelas desa di BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Geofrafis dan Demografis Seberang Pulau Busuk merupakan salah satu desa dari sebelas desa di wilayah Kecamatan Inuman Kabupaten Kuantan Singingi Propinsi Riau.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. merupakan institusi yang otonom dengan tradisi, adat istiadat dan. Sejalan dengan kehadiran negara modern, kemandirian dan kemampuan

I. PENDAHULUAN. merupakan institusi yang otonom dengan tradisi, adat istiadat dan. Sejalan dengan kehadiran negara modern, kemandirian dan kemampuan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara historis desa merupakan cikal terbentuknya masyarakat politik dan pemerintahan di Indonesia jauh sebelum Negara bangsa ini terbentuk. Struktur sosial sejenis

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM KELURAHAN NELAYAN INDAH. serta latarbelakang historisnya. Cerita sejarah baru dianggap benar jika pengungkapan

BAB II GAMBARAN UMUM KELURAHAN NELAYAN INDAH. serta latarbelakang historisnya. Cerita sejarah baru dianggap benar jika pengungkapan BAB II GAMBARAN UMUM KELURAHAN NELAYAN INDAH 2.1 Sejarah Kelurahan Nelayan Indah Adapun faktor geografis dalam penulisan sejarah adalah merupakan suatu hal yang tidak boleh diabaikan. Sebab dengan melihat

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Daerah ini berdataran tinggi dan rendah mudah dilanda banjir karena desa

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Daerah ini berdataran tinggi dan rendah mudah dilanda banjir karena desa 11 BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Geografis dan Demografis Desa Marsonja 1. Geografis Desa Marsonja Desa Marsonja merupakan salah satu desa dari sekian banyak Desa yang ada di Kecamatan Sungai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wanita adalah perempuan yang sudah dewasa, sedangkan perempuan adalah

BAB I PENDAHULUAN. Wanita adalah perempuan yang sudah dewasa, sedangkan perempuan adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Wanita adalah perempuan yang sudah dewasa, sedangkan perempuan adalah orang (manusia) yang bisa menstruasi, hamil, melahirkan anak, dan menyusui. Jadi dalam hal ini,

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 41 IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Provinsi Lampung 1. Keadaan Umum Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi di Republik Indonesia dengan areal daratan seluas 35.288 km2. Provinsi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumatera merupakan pulau yang memiliki sejumlah suku besar berciri khas tradisional. Suku yang terkenal adalah Minangkabau, Aceh, Batak, Melayu, dan ada juga sejumlah suku-suku

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM DESA SIMPANG PELITA. A. Geografis dan demografis desa Simpang Pelita

BAB II GAMBARAN UMUM DESA SIMPANG PELITA. A. Geografis dan demografis desa Simpang Pelita BAB II GAMBARAN UMUM DESA SIMPANG PELITA A. Geografis dan demografis desa Simpang Pelita 1. Keadaan geografis Pasar Pelita merupakan salah satu pasar yang ada di kecamatan Kubu Babussalam tepatnya di desa

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM KECAMATAN AJIBATA KABUPATEN TOBA SAMOSIR ( )

BAB II GAMBARAN UMUM KECAMATAN AJIBATA KABUPATEN TOBA SAMOSIR ( ) BAB II GAMBARAN UMUM KECAMATAN AJIBATA KABUPATEN TOBA SAMOSIR (1998-2005) 2.1 Letak Geografis dan Keadaan Alam Kecamatan Ajibata merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Toba Samosir dengan luas wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULAUAN. budaya yang mewarnai kehidupan bangsa ini. Dalam mengembangkan kebudayaan di

BAB I PENDAHULAUAN. budaya yang mewarnai kehidupan bangsa ini. Dalam mengembangkan kebudayaan di BAB I PENDAHULAUAN 1.1 Latar Belakang Kemajemukan suku dan budaya yang berada di Indonesia menunjukkan kepada kita selaku warga negara dan masyarakat dunia bahwa indonesia memiliki kekayaan alam dan budaya

Lebih terperinci

BAB II. KONDISI WILAYAH DESA ONJE A. Letak Geografi dan Luas Wilayahnya Desa Onje adalah sebuah desa di Kecamatan Mrebet, Kabupaten

BAB II. KONDISI WILAYAH DESA ONJE A. Letak Geografi dan Luas Wilayahnya Desa Onje adalah sebuah desa di Kecamatan Mrebet, Kabupaten BAB II KONDISI WILAYAH DESA ONJE A. Letak Geografi dan Luas Wilayahnya Desa Onje adalah sebuah desa di Kecamatan Mrebet, Kabupaten Purbalingga, yang terdapat komunitas Islam Aboge merupakan ajaran Islam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup terpisah dari kelompok manusia lainnya. Dalam menjalankan kehidupannya setiap manusia membutuhkan

Lebih terperinci

5. STRUKTUR SOSIAL PERDESAAN

5. STRUKTUR SOSIAL PERDESAAN 5. STRUKTUR SOSIAL PERDESAAN TUJUAN PERKULIAHAN 1. Mahasiswa memahami struktur sosial di perdesaan 2. Mahasiswa mampu menganalisa struktur sosial perdesaan KONSEP DASAR STRUKTUR SOSIAL MASYARAKAT DAPAT

Lebih terperinci

BAB II KONDISI OBJEKTIF DESA MARGAMULYA KEC. CILELES KAB. LEBAK. Kabupaten Lebak yang letaknya berada di kecamatan Cileles provinsi Banten Luas

BAB II KONDISI OBJEKTIF DESA MARGAMULYA KEC. CILELES KAB. LEBAK. Kabupaten Lebak yang letaknya berada di kecamatan Cileles provinsi Banten Luas BAB II KONDISI OBJEKTIF DESA MARGAMULYA KEC. CILELES KAB. LEBAK A. Kondisi Geografis Kondisi geografis penelitian di Desa Margamulya yang penulis akan utarakan dalam Bab II ini, yaitu hasil observasi dan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Geografis dan Demografis Desa Balam Sempurna

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Geografis dan Demografis Desa Balam Sempurna BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Geografis dan Demografis Desa Balam Sempurna 1. Geografis Desa Balam Sempurna Desa Balam Sempurna merupakan salah satu Desa dari sekian banyak desa yang ada di

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH A. Kondisi Umum Provinsi Kalimantan Barat Setelah era reformasi yang menghasilkan adanya otonomi daerah, maka daerah administrasi di Provinsi Kalimantan Barat yang telah mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi kelangsungan hidup umat manusia. 1. nafkah sehari-hari berupa lahan pertanian atau perladangan.

BAB I PENDAHULUAN. bagi kelangsungan hidup umat manusia. 1. nafkah sehari-hari berupa lahan pertanian atau perladangan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan kebutuhan yang sangat penting untuk kelangsungan hidup umat manusia, hubungan manusia dengan tanah bukan hanya sekedar tempat untuk menetap, tetapi lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih dulu telah merdeka bahkan jauh sebelum indonesia merdeka.

BAB I PENDAHULUAN. lebih dulu telah merdeka bahkan jauh sebelum indonesia merdeka. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia merupakan sebuah bangsa yang terdiri dari beribu-ribu pulau dan berbagai macam suku bangsa yang ada di dalamnya serta berbagai ragam budaya yang menjadi

Lebih terperinci

HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN

HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN Hukum adat kekerabatan adalah hukum adat yang mengatur tentang bagaimana kedudukan pribadi seseorang sebagai anggota kerabat, kedudukan anak terhadap orangtua dan sebaliknya

Lebih terperinci

Coon: Paleomongolid (kecoklatan) = Mongolid asli (kuning) + Weddid (hitam) Howells: keturunan 3 ras = hitam, kuning dan putih.

Coon: Paleomongolid (kecoklatan) = Mongolid asli (kuning) + Weddid (hitam) Howells: keturunan 3 ras = hitam, kuning dan putih. Coon: Paleomongolid (kecoklatan) = Mongolid asli (kuning) + Weddid (hitam) Howells: keturunan 3 ras = hitam, kuning dan putih. Ras putih di Iran pindah ke Asia Timur: menyeberang ke Jepang jadi bangsa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BAU-BAU NOMOR 02 TAHUN 2010 TENTANG PENETAPAN HARI JADI KOTA BAU-BAU DAN PERUBAHAN PENULISAN BAU-BAU

PERATURAN DAERAH KOTA BAU-BAU NOMOR 02 TAHUN 2010 TENTANG PENETAPAN HARI JADI KOTA BAU-BAU DAN PERUBAHAN PENULISAN BAU-BAU PERATURAN DAERAH KOTA BAU-BAU NOMOR 02 TAHUN 2010 TENTANG PENETAPAN HARI JADI KOTA BAU-BAU DAN PERUBAHAN PENULISAN BAU-BAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BAU BAU, Menimbang : a. bahwa Kota

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang sangat luas yaitu di Dunia. Jumlah penduduk yang begitu besar tanpa di

I. PENDAHULUAN. yang sangat luas yaitu di Dunia. Jumlah penduduk yang begitu besar tanpa di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk yang cukup besar, bukan hanya di kawasan Asia Tenggara, atau kawasan Asia, tetapi dalam lingkup yang sangat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a. Letak, Batas dan Luas Daerah Penelitian. Kabupaten Wonosobo, terletak lintang selatan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a. Letak, Batas dan Luas Daerah Penelitian. Kabupaten Wonosobo, terletak lintang selatan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Daerah Penelitian 1. Kondisi Fisik a. Letak, Batas dan Luas Daerah Penelitian Kecamatan Mojotengah merupakan salah satu dari 15 kecamatan di Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hak asasi bagi setiap orang, oleh karena itu bagi suatu Negara dan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hak asasi bagi setiap orang, oleh karena itu bagi suatu Negara dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan dalam masyarakat Indonesia adalah mutlak adanya dan merupakan hak asasi bagi setiap orang, oleh karena itu bagi suatu Negara dan Bangsa seperti Indonesia

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM DESA DEWA JARA

BAB IV GAMBARAN UMUM DESA DEWA JARA BAB IV GAMBARAN UMUM DESA DEWA JARA 4.1. Letak Geografis Sumba Tengah Pulau Sumba terletak di barat-daya propinsi Nusa Tenggara Timur-NTT sekitar 96 km disebelah selatan Pulau Flores, 295 km disebelah

Lebih terperinci

BAB 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BENGKALIS DAN PERKEMBANGAN PERIKANANNYA

BAB 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BENGKALIS DAN PERKEMBANGAN PERIKANANNYA BAB 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BENGKALIS DAN PERKEMBANGAN PERIKANANNYA A. Sejarah Singkat Kabupaten Bengkalis Secara historis wilayah Kabupaten Bengkalis sebelum Indonesia merdeka, sebagian besar berada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PERADIGMA. Digunakannya istilah hukum waris adat dalam skripsi ini adalah untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PERADIGMA. Digunakannya istilah hukum waris adat dalam skripsi ini adalah untuk II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PERADIGMA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Konsep Pembagian Harta Warisan. Digunakannya istilah hukum waris adat dalam skripsi ini adalah untuk membedakan dengan istilah-istilah

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kota Kendari dengan Ibukotanya Kendari yang sekaligus Ibukota Propinsi

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kota Kendari dengan Ibukotanya Kendari yang sekaligus Ibukota Propinsi 70 V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Letak Geografis Kota Kendari dengan Ibukotanya Kendari yang sekaligus Ibukota Propinsi Sulawesi Tenggara, secara geografis terletak dibagian selatan garis katulistiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Perempuan merupakan kaum yang sering di nomor duakan di kehidupan sehari-hari. Perempuan seringkali mendapat perlakuan yang kurang adil di dalam kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Sulawesi barat. Kabupaten Mamuju memiliki luas Ha Secara administrasi,

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Sulawesi barat. Kabupaten Mamuju memiliki luas Ha Secara administrasi, IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak Geografi Daerah Wilayah Kabupaten Mamuju merupakan daerah yang terluas di Provinsi Sulawesi Barat. Secara geografis Kabupaten Mamuju terletak di posisi : 00

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional dan dapat mengurangi hasil-hasil pembangunan yang dapat dinikmati

I. PENDAHULUAN. nasional dan dapat mengurangi hasil-hasil pembangunan yang dapat dinikmati 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan penduduk relatif tinggi merupakan beban dalam pembangunan nasional dan dapat mengurangi hasil-hasil pembangunan yang dapat dinikmati oleh rakyat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Dengan adanya kemajuan teknologi dan fenomena global village yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Dengan adanya kemajuan teknologi dan fenomena global village yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Dengan adanya kemajuan teknologi dan fenomena global village yang membuat hubungan antar manusia lebih terbuka, serta arus globalisasi membuat Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Di dalam masyarakat kedudukan seseorang dalam segala hal telah diatur oleh lingkungan kelahirannya. Dilahirkan sebagai anak dari pasangan orang tua tertentu menentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang. Pentingnya sektor pariwisata karena sektor pariwisata ini

BAB I PENDAHULUAN. berkembang. Pentingnya sektor pariwisata karena sektor pariwisata ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pariwisata merupakan salah satu sumber pendapatan yang sangat penting bagi negara-negara diseluruh dunia, baik negara maju maupun negara berkembang. Pentingnya

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan daerah provinsi di Indonesia, yang terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tentang partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program wajib belajar sembilan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tentang partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program wajib belajar sembilan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Semua data yang telah berhasil dikumpulkan oleh peneliti selama melakukan penelitian akan disajikan pada bab ini. Data tersebut merupakan data tentang partisipasi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PENGASUHAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PENGASUHAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PENGASUHAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika secara de facto mencerminkan multi budaya

BAB I PENDAHULUAN. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika secara de facto mencerminkan multi budaya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semboyan Bhinneka Tunggal Ika secara de facto mencerminkan multi budaya bangsa dalam naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Wilayah negara yang terbentang luas

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI. KL 4099 Tugas Akhir. Bab 2

GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI. KL 4099 Tugas Akhir. Bab 2 Desain Pengamananan Pantai Pulau Karakelang, Kabupaten Kepulauan Talaud, Provinsi Sulawesi Utara Bab 2 GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI Bab 2 GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI Desain Pengamanan Pantai Pulau Karakelang

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Bengkalis merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Riau. Wilayahnya mencakup daratan bagian pesisir timur Pulau Sumatera dan wilayah kepulauan,

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM SEI NAGALAWAN. Desa sering dicirikan dengan tingkat kekerabatan yang lebih erat dibandingkan

BAB II GAMBARAN UMUM SEI NAGALAWAN. Desa sering dicirikan dengan tingkat kekerabatan yang lebih erat dibandingkan BAB II GAMBARAN UMUM SEI NAGALAWAN 2.1 Sekilas Tentang Desa Sei Nagalawan Desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat. Desa umumnya memiliki perbedaan dengan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis Secara administratif Kota Yogyakarta berada di bawah pemerintahan Propinsi DIY (Daerah Istimewa Yogyakarta) yang merupakan propinsi terkecil setelah Propinsi

Lebih terperinci

BAB 8 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 8 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 8 KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN Permukiman tradisional nelayan suku Makasar dengan permukiman resettlement Untia memiliki banyak perbedaan dibanding persamaan ditinjau dari aspek budaya dan gaya

Lebih terperinci

IV KONDISI UMUM KAWASAN PERENCANAAN

IV KONDISI UMUM KAWASAN PERENCANAAN 16 IV KONDISI UMUM KAWASAN PERENCANAAN 4.1 Administrasi dan Geografis Secara administratif Pit Ata terletak di tiga desa yaitu Desa Batuharang, Desa Gunung Raya dan Desa Produksi. Ketiga desa ini terdaftar

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. jarak dengan ibukota provinsi (pekanbaru)sekitar 200 km. 1) Sebelah utara berbatasan dengan desa sepotong

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. jarak dengan ibukota provinsi (pekanbaru)sekitar 200 km. 1) Sebelah utara berbatasan dengan desa sepotong 18 BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Geografi Desa laksamana merupakan desa yang ada di kecamatan Sabak Auh yang ibu kota nya Kabupaten Siak dengan luas wilayah lebih kurang 918,44 km2. jarak antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan budaya dan

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan budaya dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan budaya dan tradisi yang beragam yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Kekayaan budaya dan tradisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kesatuan dari berbagai pulau dan daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kesatuan dari berbagai pulau dan daerah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kesatuan dari berbagai pulau dan daerah yang memiliki kekayaan budaya, bahasa, cara hidup, dan tradisi. Tradisi di Indonesia terdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus dijaga karena dalam diri anak melekat harkat, martabat, dan hakhak sebagai manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kepulauan Riau adalah sebuah provinsi di Indonesia. Kepulauan Riau

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kepulauan Riau adalah sebuah provinsi di Indonesia. Kepulauan Riau BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kepulauan Riau adalah sebuah provinsi di Indonesia. Kepulauan Riau mempunyai sejarah yang panjang sebagai wilayah yang menarik perhatian karena posisinya yang berada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DESA TERANTANG. A. Sejarah, Letak dan Wilayah Desa Terantang. oleh Datuk Sipanduko dan suku melayu oleh Datuk Majalelo.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DESA TERANTANG. A. Sejarah, Letak dan Wilayah Desa Terantang. oleh Datuk Sipanduko dan suku melayu oleh Datuk Majalelo. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DESA TERANTANG A. Sejarah, Letak dan Wilayah Desa Terantang Sejarah Desa Terantang berawal dari beberapa abad silam, daerah Terantang ini dihuni oleh oleh dua kelompok suku

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN BUNGURAN UTARA 2015 STATISTIK DAERAH KECAMATAN BUNGURAN UTARA 2015 ISSN : - Katalog BPS : 1101002.2103.041 Ukuran Buku : 17,6 cm x 25 cm Jumlah Halaman : 10 halaman Naskah :

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PULAU BURUNG. wilayah administratif Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau yang memiliki luas 531,22 km²

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PULAU BURUNG. wilayah administratif Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau yang memiliki luas 531,22 km² BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PULAU BURUNG 2.1 Letak Geografis Pulau Burung Pulau Burung merupakan salah satu kecamatan dari 17 kecamatan yang berada dalam wilayah administratif Kabupaten Indragiri Hilir,

Lebih terperinci

KEBUTUHAN PENGEMBANGAN FASILITAS PELABUHAN KOLAKA UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN KOLAKA

KEBUTUHAN PENGEMBANGAN FASILITAS PELABUHAN KOLAKA UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN KOLAKA KEBUTUHAN PENGEMBANGAN FASILITAS PELABUHAN KOLAKA UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN KOLAKA TUGAS AKHIR Oleh: FARIDAWATI LATIF L2D 001 418 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

3 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

3 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 3 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1 Deskripsi umum lokasi penelitian 3.1.1 Perairan Pantai Lovina Kawasan Lovina merupakan kawasan wisata pantai yang berada di Kabupaten Buleleng, Bali dengan daya tarik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosialbudaya,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosialbudaya, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dan lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosialbudaya, merupakan sebuah sistem yang saling terkait satu sama lain. Manusia dalam menjalani kehidupannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Suku Banjar termasuk suku bangsa di negeri ini, selain memiliki kesamaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Suku Banjar termasuk suku bangsa di negeri ini, selain memiliki kesamaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suku Banjar termasuk suku bangsa di negeri ini, selain memiliki kesamaan dengan suku bangsa lainnya, juga memiliki ciri khas tersendiri. Salah satu kebiasaan

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Sekolah Mata Pelajaran : SMPN 4 Wates : IPS Kelas/Semester : VII / 1 Alokasi Waktu : 2 x 40 menit A. Kompetensi Inti 1. Menghargai dan menghayati ajaran agama yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikucilkan dari kehidupan masyarakat. Penyimpangan dari norma norma

BAB I PENDAHULUAN. dikucilkan dari kehidupan masyarakat. Penyimpangan dari norma norma BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemenuhan kebutuhan seks di luar lembaga perkawinan dianggap sebagai sebuah tindakan yang menyimpang dari nilai, aturan, dan norma yang berlaku dalam masyarakat.

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Karakteristik Wilayah Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Desa Gunung Malang merupakan salah

Lebih terperinci

DESA - KOTA : 1. Wilayah meliputi tanah, letak, luas, batas, bentuk, dan topografi.

DESA - KOTA : 1. Wilayah meliputi tanah, letak, luas, batas, bentuk, dan topografi. GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 16 Sesi NGAN DESA - KOTA : 1 A. PENGERTIAN DESA a. Paul H. Landis Desa adalah suatu wilayah yang penduduknya kurang dari 2.500 jiwa dengan ciri-ciri sebagai

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 18 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Desa Gorowong Desa Gorowong merupakan salah satu desa yang termasuk dalam Kecamatan Parung Panjang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa yang memiliki kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia dengan semboyan

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

BAB II PENDEKATAN TEORITIS 6 BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1.Konsep dan Teori Mobilitas Penduduk Istilah umum bagi gerak penduduk dalam demografi adalah population mobility atau secara lebih khusus territorial

Lebih terperinci