Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian"

Transkripsi

1 Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Program Studi Meteorologi PENERBITAN ONLINE AWAL Paper ini adalah PDF yang diserahkan oleh penulis kepada Program Studi Meteologi sebagai salah satu syarat kelulusan program sarjana. Karena paper ini langsung diunggah setelah diterima, paper ini belum melalui proses peninjauan, penyalinan penyuntingan, penyusunan, atau pengolahan oleh Tim Publikasi Program Studi Meteorologi. Paper versi pendahuluan ini dapat diunduh, didistribusikan, dan dikutip setelah mendapatkan izin dari Tim Publikasi Program Studi Meteorologi, tetapi mohon diperhatikan bahwa akan ada tampilan yang berbeda dan kemungkinan beberapa isi yang berbeda antara versi ini dan versi publikasi akhir Program Studi Meteorologi Institut Teknologi Bandung

2 PENGGUNAAN DATA ANGIN HASIL PREDIKSI MODEL WEATHER RESEARCH AND FORECASTING (WRF) UNTUK PREDIKSI GELOMBANG LAUT MENGGUNAKAN MODEL WAVEWATCH III (WW3) RONNY Program Studi Meteorologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi Bandung ABSTRAK Indonesia merupakan negara maritim. Oleh karena itu hampir seluruh aktivitas kehidupan yang ada di wilayah Indonesia, memiliki hubungan yang erat dengan laut. Gelombang merupakan salah satu komponen laut yang dapat dibangkitkan oleh angin dan memberikan pengaruh besar terhadap aktivitas kehidupan di laut seperti pencarian sumber pangan dan transportasi. Prediksi tinggi gelombang perlu dilakukan agar aktivitas kehidupan yang berada di wilayah lautan dapat dipersiapkan dengan lebih baik. Model Wavewatch III (WW3) merupakan model gelombang yang dikembangkan oleh NOAA. Model WW3 ditujukan untuk memperkirakan tinggi gelombang yang dibangkitkan oleh angin, oleh karena itu model WW3 merupakan model yang sensitif terhadap input data medan angin. Penggunaan model WW3 untuk memperkirakan tinggi gelombang pada wilayah perairan Indonesia yaitu Selat Sunda, telah dilakukan oleh Isniarny (2012). Isniarny menggunakan data medan angin dari GFS beresolusi yang cukup rendah (0.5 o x0.5 o ) sebagai input pada model WW3. Hasil prediksi tinggi gelombang pada wilayah Selat Sunda yang telah dilakukan oleh Isniarny, memiliki nilai error sistematis yang cukup besar yaitu 1,2m ketika diverifikasi menggunakan data satelit altimeter multimisi. Prediksi cuaca skala Indonesia bersifat eksperimental dengan resolusi yang cukup tinggi, saat ini telah dilakukan oleh Laboratorium Analisis Meteorologi ITB dengan menggunakan model Weather Research Forecasting (WRF) untuk menghasilkan prediksi cuaca selama 2 hari kedepan yang disebut WCPL Experiment. Penelitian tugas akhir ini dimaksudkan untuk melihat apakah penggunaan data medan angin resolusi tinggi hasil prediksi WCPL Experiment dapat meningkatkan performa model WW3 untuk prediksi gelombang laut di wilayah Indonesia. penggunaan data medan angin resolusi tinggi hasil model WRF (WCPL Experiment), terbukti dapat meningkatkan performa model WW3 untuk prediksi gelombang pada wilayah perairan Indonesia dengan menghasilkan prediksi gelombang yang valid untuk dua hari kedepan dan memiliki korelasi data 0,84 dan nilai error sistematis yang relatif rendah sebesar 0,5m pada saat diverifikasi dengan menggunakan data satelit altimeter multimisi. Kata kunci : Data medan angin WRF, Resolusi tinggi, Wavewatch III, Prediksi gelombang laut. 1. Pendahuluan Indonesia merupakan negara yang 2/3 atau hampir lebih dari 70% wilayahnya merupakan lautan sehingga negara ini mendapat julukan sebagai Negara Maritim. Dengan keadaan geografis seperti ini, maka tidak dapat dipungkiri bahwa kehidupan yang berada di sekitar wilayah negara Indonesia ini sangat erat hubungannya dengan laut. Gelombang laut merupakan salah satu komponen laut yang mempunyai pengaruh besar pada aktivitas kehidupan yang berada di lautan. Kebutuhan untuk memperkirakan gelombang laut sendiri mulai dirasa menjadi salah satu kebutuhan yang cukup penting, dengan mengetahui ketinggian gelombang laut di hari yang akan datang maka segala aktivitas kehidupan yang terpengaruh dengan gelombang laut seperti pencarian sumber pangan hingga transportasi laut dapat dipersiapkan dengan lebih baik. Udara yang bergerak yaitu angin, ketika melewati permukaan yang halus akan mengganggu permukaan dan menjadikan permukaan tersebut bergelombang. Jika angin bertiup terus, maka terbentuklah elemen gelombang (Franklin dalam Supangat dan Susanna, 2003). Hubungan antara angin dan gelombang laut telah diteliti dan dipelajari oleh berbagai ilmuwan yang tersebar hampir di seluruh dunia. National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA), mengembangkan model gelombang laut yang dibangkitkan oleh angin yang bernama Model Wavewatch III (WW3). Model WW3 melakukan prediksi gelombang laut dengan menggunakan input atau data masukan berupa arah dan kecepatan angin hasil prediksi model cuaca (Tolman dkk., 2002). Model WW3 merupakan model gelombang laut yang sensitif terhadap input data medan 1

3 angin (Tolman dkk., 2002; Zhao dkk., 2003). Zhao dkk. (2003) melakukan penelitian sensitivitas model WW3 pada data medan angin dengan mensimulasikan model WW3 dengan input data medan angin yang memiliki resolusi spasial yang berbeda. Hasil penelitian Zhao dkk. (2003) menunjukkan bahwa data medan angin dengan resolusi yang lebih tinggi dapat menghasilkan prediksi gelombang laut signifikan pada model WW3 dengan lebih baik. Penelitian untuk mengetahui performa model WW3 di wilayah perairan Indonesia yaitu wilayah Selat Sunda dengan menggunakan input data medan angin hasil prediksi model cuaca skala global Global Forecast System (GFS) dengan resolusi yang relatif rendah (0,5º x 0,5º) telah dilakukan oleh Isniarny (2012). Penelitian Isniarny menghasilkan prediksi gelombang laut signifikan (Hs) yang memiliki kesesuaian pola dengan data observasi satelit altimeter multimisi yang cukup baik, namun masih memiliki error sistematis yang cukup besar (±1,2 meter). Prediksi cuaca skala Indonesia dengan resolusi yang cukup tinggi (27km x 27km) yang bersifat eksperimental, saat ini telah dilakukan oleh Laboratorium Analisis Meteorologi ITB dengan menggunakan model Weather Research Forecasting (WRF) untuk menghasilkan prediksi cuaca selama 2 hari kedepan yang disebut WCPL Experiment. Penelitian tugas akhir ini dimaksudkan untuk melihat apakah penggunaan data medan angin resolusi tinggi hasil prediksi WCPL Experiment dapat meningkatkan performa model WW3 untuk prediksi gelombang laut signifikan di wilayah Indonesia. 2. Data dan Metode Metode penelitian ini dibagi menjadi 4 langkah utama yaitu running model WRF, pengolahan data hasil prediksi model WRF, running model WW3, dan verifikasi hasil model. Data yang digunakan dijelaskan dalam poin-poin metode Running model WRF WRF (Weather Research and Forecasting model) merupakan model cuaca skala meso yang memiliki dua fungsi utama, yaitu prediksi dan penelitian (Skamarock, 2008). WRF terbentuk dari hasil kerjasama lembaga national atmosfer dan kelautan Amerika serikat yaitu NOAA dan NCAR (National Center for Atmospheric Research) serta lebih dari 150 organisasi dan universitas yang berada di seluruh dunia. Model WRF merupakan model cuaca skala meso yang sampai saat ini digunakan oleh Laboratorium Analisis Meteorologi ITB untuk melakukan prediksi cuaca skala Indonesia dengan resolusi yang cukup tinggi (27km 27km untuk wilayah seluruh Indonesia, dan 9km 9km untuk wilayah pulau Jawa) untuk dua hari kedepan yang bersifat eksperimental (WCPL Experiment). Pada tahap running model WRF data angin yang digunakan sebagai input atau data masukan di dalam model adalah data angin GFS bulan Oktober tahun 2012 beresolusi spasial 0.5 x0.5, yang dapat didapatkan secara gratis pada website NOMADS (National Operational Model Archive And Distribution System). Model WRF menggunakan data input model cuaca global resolusi rendah GFS sebagai kondisi awal dan syarat batas untuk menghasilkan hasil model cuaca skala meso dengan resolusi yang lebih tinggi dengan melakukan proses downscaling. Adapun konfigurasi model WRF yang dilakukan pada penelitian ini adalah konfigurasi WRF domain 1 pada WCPL Experiment yang dapat dilihat pada website resmi Laboratorium Analisis Meteorologi ITB yaitu weather.meteo.itb.ac.id. Pada penelitian tugas akhir ini data angin hasil prediksi model WRF pada WCPL Experiment akan dibagi menjadi 3 jenis berdasarkan penggunaannya sebagai input model WW3 yaitu data angin prediksi model WRF hari I, hari II dan rata rata hari 1 dan hari II yang nantinya akan disebut sebagai hari R didalam penelitian ini (Gambar 2.1). a. b. Gambar 2.1 a.) skema waktu hasil prediksi model atmosfer WRF hari I dan hari II, b.) skema waktu hasil prediksi model atmosfer WRF hari R Pengolahan data angin hasil prediksi model WRF Data prediksi hasil model WRF yang akan digunakan didalam penelitian ini hanyalah data angin zonal (angin u) dan angin meridional (angin v) di ketinggian 10m, agar data prediksi hasil model WRF dapat digunakan sebagai input data model WW3 maka data hasil prediksi model WRF harus di interpolasi kedalam jumlah grid yang sesuai dengan model WW3. Setelah data hasil prediksi model telah diinterpolasi data hasil model akan ditulis kembali di dalam file.txt dengan format seperti Gambar 2.2. Gambar 2.2 Format file.txt input model WW3. 2

4 2.3. Running model WW3 Model WW3 merupakan model gelombang 2D generasi ketiga yang dikembangkan oleh NOAA dan ditujukan untuk melakukan prediksi tinggi gelombang yang dibangkitkan oleh angin. Data medan angin merupakan hal yang sangat penting untuk prediksi gelombang laut didalam model WW3 karena tanpa data medan angin yang baik, model gelombang terbaik pun tidak akan mampu memperkirakan gelombang laut dengan baik (Tolman dkk., 2002). Data input medan angin yang digunakan untuk running model WW3 adalah data medan angin hasil prediksi model WRF dan data medan angin GFS yang telah di interpolasi dan ditulis ulang kembali dalam file.txt dengan format yang disesuaikan. Untuk running model WW3 agar mendapatkan hasil prediksi gelombang laut signifikan yang stabil maka akan dilakukan proses spin up terlebih dahulu, proses spin up dilakukan dengan melakukan hindcast model dengan data GFS yang telah disesuaikan selama 3 hari dengan interval 3 jam. Running model WW3 pada penelitian ini akan dilakukan dalam 4 kasus yang berbeda, hal ini dilakukan agar dapat diketahui apakah tipe input yang berbeda -beda dapat mempengaruhi performa model WW3 untuk menghasilkan prediksi gelombang signifikan (Hs). Kasus I yaitu running model prediksi gelombang laut WW3 menggunakan hasil model WRF setiap harinya dalam bulan Oktober tahun 2012 untuk menghasilkan prediksi gelombang laut 2 hari kedepan dengan interval 3 jam sebanyak 31 kali (Gambar 2.3). Gambar 2.3 Skema Running model WW3 dengan Kasus 1. Kasus II yaitu running model WW3 dengan menggunakan input data hasil penggabungan 10 hari hasil model WRF hari I dari hasil running model WRF selama dua hari kedepan yang telah dilakukan, untuk uji coba prediksi gelombang laut selama 10 hari dengan interval 3 jam (Gambar 2.4). Untuk Kasus III dan Kasus IV memiliki input yang menyerupai Kasus II. Namun untuk Kasus III data hasil model WRF yang akan digabungkan selama 10 hari untuk uji coba prediksi model WW3 selama 10 hari adalah data WRF hari 2, sedangkan untuk Kasus IV adalah data hari R (Gambar 2.5). a. b. Gambar 2.5 Skema Running model WW3, a.) Kasus III, dan b.) Kasus IV. Selain menggunakan data input medan angin, model WW3 juga menggunakan data input kedalaman laut (batimetri). Data batimetri yang digunakan pada saat running model WW3 didalam penelitian ini adalah data batimetri yang didapat dari NOAA yang memiliki data acuan etopo. Data etopo yang dijadikan acuan pada data batimetri oleh yang dimiliki oleh NOAA mempunyai dua tipe yang memiliki perbedaan pada resolusi spasialnya yaitu etopo1 (±1,8km), dan etopo2 (±4km). Agar dapat digunakan sebagai input pada model WW3, data etopo diolah dengan software Automated Grid Generation (Gridgen) yang bisa didapatkan secara gratis bersamaan dengan software model WW3 v3.14 dari FTP (File Transfer Protocol) milik NOAA. Data batimetri yang akan digunakan digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.6. Gambar 2.4 Skema Running model WW3 dengan Kasus II. Gambar 2.6 Data batimetri wilayah kajian hasil pengolahan data etopo1 dengan menggunakan software gridgen. 3

5 2.4. Verifikasi Pada penelitian ini setelah hasil prediksi gelombang laut model WW3 didapatkan akan dilakukan verifikasi. Sebelum verifikasi hasil prediksi gelombang laut akan dilakukan verifikasi terhadap data medan angin hasil prediksi model cuaca skala meso WRF terlebih dahulu. Keakuratan hasil prediksi gelombang laut model WW3 sangat dipengaruhi oleh keakuratan medan angin pada wilayah kajian. Verifikasi medan angin akan dilakukan secara spasial dengan menggunakan data observasi Blended seawinds. Data blended seawinds merupakan data observasi angin permukaan laut resolusi tinggi (0,25 0,25) hasil penggabungan pengamatan dari enam buah satelit milik NOAA (F10, F11, F13, TMI, QSCAT, dan AMSR E) oleh Zhang dkk. (2006). Data blended seawinds dapat didapatkan secara gratis pada website National Climatic Data Center (NCDC) milik NOAA. Tujuan verifikasi angin adalah untuk melihat apakah medan angin yang diprediksi oleh model cuaca skala meso WRF sudah baik dan layak untuk digunakan sebagai input model WW3. Data angin hasil model WRF dan data angin observasi Blended seawinds akan di rata ratakan selama satu bulan (Oktober 2012) untuk menghasilkan data medan angin komposit bulanan. Untuk melihat kelayakan dari medan angin hasil model WRF sebagai input model WW3, akan dihitung koefisien korelasi (r) dan Root Mean Square Vector Error (RMSVE) antara hasil model WRF dengan data observasi Blended seawinds. Verifikasi gelombang laut signifikan (Hs) pada model WW3 akan dilakukan menggunakan metode korelasi titik dan Root Mean Square Error dengan data observasi Hs satelit altimeter multimisi (Jason-2 dan Envisat). Data Hs satelit altimeter multimisi memiliki resolusi spasial 1º 1º dan dapat didapatkan secara gratis pada website AVISO (Archiving, Validation and Interpretation of Satelite Oceanographic) yang dimiliki oleh badan antariksa Prancis (CNES) dan badan antariksa Amerika (NASA). Untuk melihat keakuratan prediksi Hs model WW3 di wilayah Indonesia, metode korelasi titik akan diterapkan pada dua wilayah verifikasi yaitu wilayah perairan Indonesia secara umum sebanyak 10 titik dan wilayah Selat Sunda sebanyak 9 titik verifikasi. Pemilihan titik verifikasi pada wilayah perairan Indonesia secara umum diletakan pada wilayah perairan yang berada di wilayah Indonesia yaitu wilayah Samudra Hindia, Laut Jawa, Laut Banda, Laut Sulawesi, Laut Arafura, wilayah Bali Selatan, Laut Timor, wilayah Samudra Pasifik sedangkan pemilihan titik verifikasi pada wilayah perairan Selat Sunda ditentukan sesuai dengan pemilihan titik verifikasi oleh penelitian Isniarny (2012). Titik verifikasi untuk wilayah perairan Indonesia dan wilayah perairan Selat Sunda dapat dilihat pada Gambar 2.7. a. b. Gambar 2.7 Titik verifikasi model WW3 dengan menggunakan data satelit altimeter multimisi (JASON-2 dan Envisat, a.) Wilayah perairan Indonesia, dan b.) Wilayah Selat Sunda. 3. Hasil dan Pembahasan 3.1. Hasil prediksi medan angin model WRF Setelah dilakukan verifikasi pada medan angin hasil model WRF dengan menggunakan data blended seawinds, komposit medan angin pada permukaan laut di wilayah Indonesia selama satu bulan pada bulan Oktober tahun 2012 hasil model WRF secara kualitatif memiliki pola kecepatan dan arah yang serupa dengan data angin blended seawinds. Hal ini menunjukan bahwa model WRF dengan konfigurasi WCPL Experiment berhasil menciptakan medan angin pada permukaan laut di wilayah Indonesia yang representatif dan layak saat digunakan sebagai input pada model WW3 (Gambar 3.1 dan 3.2). Walaupun model WRF dapat dikatakan representatif, namun ketidakpastian model cuaca pada model WRF masih dapat terlihat. Hasil model WRF hari I secara kualitatif menghasilkan data komposit 4

6 medan angin bulanan yang lebih memiliki kecocokan dengan data blended seawinds jika dibandingkan dengan hasil model WRF hari II. Ketidakpastian model cuaca pada hasil model WRF dapat terjadi mungkin karena disebabkan oleh adanya perbedaan Lead Time. Lead Time adalah beda waktu hasil prediksi dengan waktu Inisialnya, keakuratan hasil prediksi akan berkurang seiring bertambahnya lead time. Tetapi meskipun terlihat terdapat ketidakpastian model cuaca pada hasil medan angin model WRF, secara keseluruhan pola medan angin pada permukaan laut di wilayah Indonesia hasil model WRF hari I dan hari II, tidak memiliki perbedaan yang signifikan dengan data blended seawinds. Untuk mendukung hasil verifikasi kualitatif dengan lebih baik dan didapatkan besar error secara eksak antara hasil model WRF dengan data Blended seawinds maka dilakukan verifikasi kuantitatif. Hasil verifikasi medan angin pada wilayah perairan Indonesia hasil model WRF secara kuantitatif dapat dilihat pada Gambar 3.3. Gambar 3.1 Komposit bulanan kecepatan angin bulan Oktober 2012 a.) Hasil model WRF hari I, b.) Hasil model WRF hari II, dan c.) Blended seawinds. Gambar 3.3 Verifikasi kuantitatif medan angin hasil model WRF dengan data Blended seawinds di wilayah perairan Indonesia, a.) Koefisien korelasi, dan b.) Nilai RMSVE(m/s). Berdasarkan hasil verifikasi secara kuantitatif medan angin di wilayah perairan Indonesia yang telah dilakukan, model WRF pada WCPL Experiment secara umum pada bulan Oktober 2012 menghasilkan data medan angin yang sangat baik untuk wilayah perairan Indonesia. Hasil model WRF memiliki kesesuaian medan angin dengan data Blended seawinds (koefisien korelasi ± 0,97) dan RMSVE yang relatif kecil (< 1m/s). Pada hasil verifikasi kuantitatif terlihat pengaruh ketidakpastian model cuaca pada hasil model WRF tidak memberikan perbedaan yang signifikan pada hasil model WRF hari I dan hari II. Karena perbedaan pada hasil model WRF hari I dan hari II tidak terlalu signifikan maka hasil model WRF dapat dianggap valid untuk 2 hari kedepan Hasil prediksi gelombang laut signifikan (Hs) model WW3 Agar pengaruh penggunaan data medan angin resolusi tinggi hasil model WRF dalam peningkatan performa model WW3 untuk melakukan prediksi gelombang laut signifikan (Hs) untuk wilayah perairan Indonesia dapat diketahui, dilakukan verifikasi hasil model di wilayah Selat Sunda dengan menggunakan data observasi satelit altimeter multimisi dan titik verifikasi yang sesuai dengan penelitian performa model WW3 dengan menggunakan data medan angin GFS oleh Isniarny (2012) terlebih dahulu.selanjutnya untuk melihat performa model WW3 pada wilayah perairan Indonesia secara umum akan dilakukan verifikasi pada 10 wilayah perairan yang berada pada wilayah perairan Indonesia secara umum. Gambar 3.2 Komposit bulanan vektor angin bulan Oktober 2012 a.) Hasil model WRF hari I (warna hitam) Blended seawinds (warna merah), b.) Hasil model WRF hari II (warna hitam) Blended seawinds (warna merah), a. Hasil Hs model WW3 Kasus I Pada running model WW3 Kasus I, model WW3 akan dioperasikan untuk menghasilkan prediksi Hs untuk dua hari kedepan selama bulan Oktober 5

7 2012. Hasil prediksi Hs model WW3 Kasus I akan dikelompokkan sesuai dengan lead time pada model WW3 yaitu WW3 Kasus IA untuk hasil model WW3 Kasus I hari I, dan WW3 Kasus IB untuk hasil model WW3 Kasus I hari II. i. Hasil model WW3 Kasus I pada wilayah Selat Sunda. Secara umum hasil Hs model WW3 Kasus I pada wilayah Selat Sunda secara kualitatif menghasilkan prediksi yang memiliki kesesuaian pola dengan data satelit altimeter multimisi. Hasil prediksi Hs model WW3 memiliki akurasi yang baik untuk di wilayah perairan dalam dan terbuka seperti Samudera Hindia, namun cenderung underestimate pada wilayah perairan dangkal dan tertutup seperti Laut Jawa. (Gambar 3.4). Pada Gambar 3.4, terlihat pada hasil verifikasi secara kualitatif, terdapat perbedaan pada hasil Hs model WW3 - Kasus IA dan model WW3 - Kasus IB. Hal ini sesuai dengan perkataan Tolman (2002) dan penelitian Zhao dkk. (2003) yang menunjukkan bahwa model WW3 merupakan model gelombang laut yang sensitif terhadap input data medan angin. Sehingga ketidakpastian model cuaca yang terdapat pada model WRF memberikan pengaruh pada hasil prediksi Hs model WW3 walaupun tidak memberikan perbedaan yang signifikan. ditentukan oleh Isniarny (2012) akan dijabarkan menjadi 3 titik verifikasi pada wilayah Laut jawa dan 6 titik verifikasi pada wilayah Samudra Hindia. Pada Gambar 3.5 dan 3.6, dapat terlihat bahwa persebaran nilai Hs pada pukul 00:00:00 UTC selama bulan Oktober 2012 memperkuat hasil analisis secara kualitatif. Persebaran nilai Hs model WW3 dengan data satelit altimeter multimisi pada wilayah perairan dalam dan terbuka seperti Samudra Hindia, menunjukkan bahwa model WW3 sudah dapat menghasilkan prediksi Hs yang memiliki kesesuaian pola dengan data Hs observasi satelit altimeter multimisi. Namun untuk wilayah perairan dangkal dan tertutup seperti Laut Jawa, model WW3 cenderung underestimate dan tidak memiliki kesesuaian pola dengan data observasi satelit altimeter multimisi. Gambar 3.4 Nilai Hs wilayah perairan Selat Sunda pukul 00:00:00 UTC tanggal 28 Oktober 2012, a.) Satelit altimeter multimisi, b.) Model WW3 - Kasus I, dan c.) model WW3 Kasus II Untuk memperkuat hasil analisis secara kualitatif, analisis secara kuantitatif dilakukan pada 9 titik verifikasi yang sesuai pada penelitian Isniarny (2012) dengan melihat nilai koefisien korelasi, error sistematis (RMSE) dan persebaran data hasil model WW3 dengan data observasi satelit altimeter multimisi pada wilayah perairan Selat Sunda. pada saat melihat persebaran data dengan menggunakan scatterplot, untuk melihat perbedaan performa model WW3 di wilayah perairan dalam dan terbuka dengan wilayah perairan dangkal dan tertutup pada wilayah Selat Sunda maka 9 titik verifikasi yang telah Gambar 3.5 Scatterplot hasil model WW3 dengan data satelit altimeter multimisi pada wilayah perairan Selat Sunda, pukul 00:00:00 UTC selama bulan Oktober 2012 pada 3 titik verifikasi di wilayah Laut Jawa, a.) Kasus IA, b.) Kasus IB, dan pada 6 titik verifikasi di wilayah Samudra Hindia, c.) Kasus IA, d.) Kasus IB. Gambar 3.6 Verifikasi kuantitatif model WW3 dengan data satelit altimeter multimisi pada wilayah perairan Selat Sunda, pukul 00:00:00 UTC selama bulan Oktober 2012, a.) Koefisien korelasi dan b.) nilai RMSE (m/s). 6

8 Secara keseluruhan hasil prediksi Hs model WW3 pada wilayah Selat Sunda dengan menggunakan input hasil prediksi medan angin resolusi tinggi model WRF pada 9 titik verifikasi yang ditentukan oleh Isniarny (2012), menghasilkan prediksi yang memiliki kesesuaian pola yang cukup baik (±0,84) dan nilai error sistematis yang relatif rendah (±0,5) jika dibandingkan dengan data observasi satelit altimeter multimisi. Berdasarkan hasil analisis secara kualitatif dan kuantitatif, penggunaan data medan angin resolusi tinggi hasil model WRF dianggap dapat meningkatkan performa model WW3 dalam memperkirakan Hs pada wilayah Indonesia. Untuk memperkuat pernyataan peningkatan performa model WW3 dengan penggunaan data medan angin resolusi tinggi hasil model WRF maka akan dilakukan perbandingan dengan hasil penelitian performa model WW3 oleh Isniarny (2012) untuk wilayah Selat Sunda pada domain 2 (Wilayah Indonesia) yang menggunakan data medan angin beresolusi yang relatif lebih rendah hasil model cuaca skala global GFS. Hasil penelitian Isniarny (2012) dapat dilihat pada Gambar Gambar 3.7 Scatterplot hasil model WW3 - GFS (Isniarny, 2012) dengan data satelit altimeter multimisi. Indonesia. Hal ini mungkin disebabkan oleh konfigurasi standar operasional NOAA pada model WW3 belum sesuai untuk diterapkan pada wilayah perairan dangkal dan tertutup di wilayah perairan Indonesia seperti wilayah Laut Jawa, Laut Arafura, Laut Sulawesi dan Laut Banda. Hasil perbandingan Hs model WW3 dengan data satelit altimeter multimisi dapat dilihat pada Gambar 3.8. Gambar 3.8 Nilai Hs wilayah perairan Indonesia pukul 00:00:00 UTC tanggal 28 Oktober 2012, a.) Satelit altimeter multimisi, b.) Model WW3 - Kasus IA, dan c.) Model WW3 Kasus IB. Verifikasi hasil Hs model WW3 secara kuantitatif pada Gambar 4.9 menunjukkan bahwa model WW3 sudah dapat menghasilkan prediksi Hs yang cukup baik untuk wilayah perairan Indonesia secara umum, namun dikarenakan adanya nilai underestimate pada wilayah perairan dangkal dan tertutup maka hasil Hs model WW3 memiliki kesesuaian pola yang kurang baik jika dibandingkan dengan data satelit altimeter multimisi. Nilai Hs model WW3 hasil penelitian Isniarny (2012) cenderung memiliki error sistematis yang cukup besar nilai Hs estimasi dapat mencapai tinggi ±5m, sedangkan nilai Hs data satelit altimeter hanya mencapai tinggi ±3m. Jika dibandingkan dengan hasil model WW3 yang menggunakan input medan angin hasil model WRF dengan resolusi tinggi, hasil prediksi Hs yang dihasilkan oleh model WW3 memiliki nilai absolut yang lebih realistis dan error sistematis yang lebih kecil. Hal ini sesuai dengan penelitian Zhao dkk. (2003) yang menunjukkan bahwa penggunaan data medan angin resolusi tinggi hasil model WRF dapat meningkatkan performa model WW3. ii. Hasil model WW3 Kasus I pada wilayah perairan Indonesia. Hs hasil model WW3 cenderung underestimate pada wilayah perairan dangkal dan tertutup di wilayah Gambar 3.9 Verifikasi kuantitatif model WW3 dengan data satelit altimeter multimisi pada wilayah perairan Indonesia, pukul 00:00:00 UTC selama bulan Oktober 2012, a.) scatterplot model WW3 Kasus IA, b.) scatterplot model WW3 Kasus IB, c.) Koefisien korelasi dan d.) nilai RMSE. 7

9 Pada wilayah perairan dalam dan terbuka seperti wilayah Samudera Hindia pengaruh medan angin lebih luas dan dapat dikatakan sebagai faktor utama pada pembangkitan gelombang laut, sehingga penggunaan medan angin beresolusi tinggi pada model WW3 menghasilkan prediksi nilai Hs yang baik dan realistis. Sedangkan pada wilayah perairan dangkal dan tertutup seperti Laut Jawa, Laut Arafura, Laut Sulawesi, dan Laut Banda, pengaruh medan angin pada pembangkitan gelombang tidak terlalu luas sehingga tidak dapat dikatakan sebagai faktor utama pembangkitan gelombang laut, oleh karena itu konfigurasi standar model WW3 pada prediksi Hs operasional NOAA yang ditujukan untuk prediksi Hs skala global dirasa kurang sesuai untuk digunakan pada wilayah perairan dangkal dan tertutup di wilayah perairan Indonesia dan menghasilkan prediksi Hs yang cenderung underestimate. b. Hasil model WW3 Kasus II, III, dan IV Pada hasil verifikasi secara kualitatif pada wilayah perairan Indonesia (Gambar 3.10) dapat terlihat bahwa hasil model WW3 Kasus IV memberikan hasil prediksi Hs yang lebih baik jika dibandingkan dengan model WW3 Kasus II dan dan Kasus III. Gambar 3.10 Nilai Hs wilayah perairan Indonesia pukul 00:00:00 UTC tanggal 5 Oktober 2012, a.) model WW3 Kasus II, b.) satelit altimeter multimisi, c.) model WW3 Kasus III dan d.) model WW3 Kasus IV. Verifikasi hasil prediksi Hs model WW3 Kasus II, III dan IV secara kuantitatif (Gambar 3.11) dengan data satelit altimeter multimisi, menunjukkan bahwa perata rataan data medan angin beresolusi tinggi hasil model WRF terlihat dapat meningkatkan performa model WW3 dan dapat mereduksi pengaruh ketidakpastian model cuaca pada hasil prediksi Hs model WW3. Gambar 3.11 Verifikasi kuantitatif model WW3 dengan data satelit altimeter multimisi pada wilayah perairan Indonesia, pukul 00:00:00 UTC tanggal 1-10 Oktober 2012, a.) Koefisien korelasi, dan b.) nilai RMSE Berdasarkan analisis kualitatif dan kuantitatif hasil model WW3 Kasus II, III dan IV dapat ditarik kesimpulan bahwa penggunaan data input yang berbeda - beda dapat mempengaruhi performa model WW3. Dalam penelitian tugas akhir ini perata rataan medan angin beresolusi tinggi hasil model WRF hari I dan hari II (WW3 Kasus IV) sebelum digunakan sebagai input pada model WW3 terbukti dapat meningkatkan akurasi dan mereduksi pengaruh ketidakpastian model cuaca WRF terhadap hasil prediksi Hs model WW3. 4. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis secara kualitatif dan kuantitatif yang dilakukan pada hasil prediksi Hs model WW3 pada wilayah perairan Indonesia dalam penelitian tugas akhir ini, didapat kesimpulan akhir bahwa medan angin beresolusi tinggi hasil model cuaca WRF pada WCPL Experiment menghasilkan medan angin yang baik dan representatif untuk wilayah perairan Indonesia dan terbukti meningkatkan performa model WW3 pada saat digunakan sebagai input dengan menghasilkan prediksi Hs yang memiliki koefisien korelasi yang lebih tinggi dan error sistematis yang lebih rendah serta nilai absolut yang lebih mendekati nilai observasi jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya oleh Isniarny (2012). Performa model WW3 selama bulan Oktober 2012 pada wilayah Perairan Indonesia secara umum dengan menggunakan data medan angin bersolusi tinggi hasil model WRF menghasilkan prediksi Hs yang cukup baik jika dibandingkan dengan data satelit altimeter multimisi. (Koefisien korelasi ±0,84 dengan RMSE ±0,5 untuk wilayah Selat Sunda, dan koefisien korelasi ±0,54 dengan RMSE ± 0,7 untuk wilayah perairan Indonesia secara umum). Penggunaan metode ensemble pada hasil medan angin dapat meningkatkan performa model WW3 dan mereduksi pengaruh ketidakpastian model cuaca terhadap hasil prediksi Hs model WW3. 8

10 REFERENSI Data Access Service : Aviso Retrieved March (2013), from AVISO: Isniarny, N. (2012). Pemanfaatan Angin dari Model GFS untuk Prediksi Tinggi Gelombang (Wind Waves) Menggunakan Model WAVEWATCH-III (Studi Kasus di Selat Sunda). Tugas Akhir S1. Program Studi Meteorologi. Kalnay, E. (2003). Atmospheric Modeling, Data Assimilation and Predictability.Cambridge UK: Cambridge University Press. Miller, R. N., (2010). Uncertainty in Models of Oceans and Atmosphere. College of Oceanic and Atmospheric Science. Oregon State University. Supangat, A. dan Susanna, N., (2003). Pengantar Oseanografi. Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Non-Hayati Badan Riset Kelautan dan Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta Tolman, H. L., Balasubramaniyan, B., Burroughs, L. D., Chalikov, D. V., Chao, Y. Y., Chen, H. S., et al. (2002). Development and Implementation of Wind- Generated Ocean Surface Wave Models at NCEP. NCEP Notes, Journal of Atmospheric and Oceanic Technology, Vol. 17, WAVEWATCH III. (2013). Retrieved April (2013), from menu.htm. Yu, T. W., dan Gerald, V. M. (2003). Evaluation of NCEP Operational Model Forecast of Surface Wind and Pressure Field over the Oceans. Washington: NCEP. Zhang, H.-M., R.W. Reynolds, and J.J. Bates, (2006). Blended and Gridded High Resolution Global Sea Surface Wind Speed and Climatology from Multiple Satellites: Present. American Meteorological Society 2006 Annual Meeting, Paper #P2.23, Atlanta, GA, January 29 February 2, Zhang, H.-M., J.J. Bates, and R.W. Reynolds, (2006). Assessment of composite global sampling: Sea surface wind speed. Geophysical Research Letters, VOL. 33, L17714, doi: /2006gl Zhao, W., Chen, S. S., Blain, C. A., Tian, J., et al. (2003). Effects of Winds, Tides, and Storm Surges on Ocean Surface Waves in the Japan/East Sea. Miami : Miami University Press. WMO. (1998). Guide to Wave Analysis and Forecasting. WMO User's guide. Geneva, Switszerland. 9

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Program Studi Meteorologi PENERBITAN ONLINE AWAL Paper ini adalah PDF yang diserahkan oleh penulis kepada Program Studi Meteologi sebagai salah satu syarat kelulusan

Lebih terperinci

Dini Istihanah *, Aries Kristianto, Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika * ABSTRAK

Dini Istihanah *, Aries Kristianto, Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika *   ABSTRAK SIMULASI TINGGI GELOMBANG DI TELUK BONE MENGGUNAKAN MODEL GELOMBANG WAVEWATCH-III (Studi Kasus Tenggelamnya KM Marina Baru 2B Tanggal 19 Desember 2015) Dini Istihanah *, Aries Kristianto, Sekolah Tinggi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Lokasi penelitian adalah Perairan Timur Laut Jawa, selatan Selat Makassar, dan Laut Flores, meliputi batas-batas area dengan koordinat 2-9 LS dan 110-126

Lebih terperinci

VERIFIKASI LUARAN MODEL GELOMBANG WAVEWATCH-III DENGAN DATA OBSERVASI DAN SATELIT ALTIMETRI DI PERAIRAN BARAT SUMATERA

VERIFIKASI LUARAN MODEL GELOMBANG WAVEWATCH-III DENGAN DATA OBSERVASI DAN SATELIT ALTIMETRI DI PERAIRAN BARAT SUMATERA VERIFIKASI LUARAN MODEL GELOMBANG WAVEWATCH-III DENGAN DATA OBSERVASI DAN SATELIT ALTIMETRI DI PERAIRAN BARAT SUMATERA M.Devid alam Carnegie, Andri Ramdhani Bagus Pramujo 3, Jakarta Badan Meteorologi Klimatologi

Lebih terperinci

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Program Studi Meteorologi PENERBITAN ONLINE AWAL Paper ini adalah PDF yang diserahkan oleh penulis kepada Program Studi Meteologi sebagai salah satu syarat kelulusan

Lebih terperinci

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Program Studi Meteorologi PENERBITAN ONLINE AWAL Paper ini adalah PDF yang diserahkan oleh penulis kepada Program Studi Meteologi sebagai salah satu syarat kelulusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis wilayah Indonesia terletak di daerah tropis yang terbentang

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis wilayah Indonesia terletak di daerah tropis yang terbentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara geografis wilayah Indonesia terletak di daerah tropis yang terbentang antara 95 o BT 141 o BT dan 6 o LU 11 o LS (Bakosurtanal, 2007) dengan luas wilayah yang

Lebih terperinci

Gambar 1. Peta Lintasan Siklon Tropis Dahlia ( Sumber :

Gambar 1. Peta Lintasan Siklon Tropis Dahlia ( Sumber : ANALISIS DAMPAK SIKLON TROPIS DAHLIA TERHADAP KONDISI GELOMBANG SIGNIFIKAN DI PERAIRAN INDONESIA MENGGUNAKAN DATA PENGAMATAN SATELIT ALTIMETRI JASON-2 (STUDI KASUS : 26 NOVEMBER 03 DESEMBER 2017) Rizki

Lebih terperinci

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Program Studi Meteorologi PENERBITAN ONLINE AWAL Paper ini adalah PDF yang diserahkan oleh penulis kepada Program Studi Meteologi sebagai salah satu syarat kelulusan

Lebih terperinci

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Program Studi Meteorologi PENERBITAN ONLINE AWAL Paper ini adalah PDF yang diserahkan oleh penulis kepada Program Studi Meteologi sebagai salah satu syarat kelulusan

Lebih terperinci

VERIFIKASI TINGGI GELOMBANG MODEL WAVEWATCH-III MENGGUNAKAN DATA SATELIT ALTIMETRI DAN OBSERVASI

VERIFIKASI TINGGI GELOMBANG MODEL WAVEWATCH-III MENGGUNAKAN DATA SATELIT ALTIMETRI DAN OBSERVASI VERIFIKASI TINGGI GELOMBANG MODEL WAVEWATCH-III MENGGUNAKAN DATA SATELIT ALTIMETRI DAN OBSERVASI VERIFICATION OF WAVEWATCH-III WITH ALTIMETRY SATELLITE AND OBSERVATION DATA * Muhammad Najib Habibie, Wido

Lebih terperinci

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Program Studi Meteorologi PENERBITAN ONLINE AWAL Paper ini adalah PDF yang diserahkan oleh penulis kepada Program Studi Meteologi sebagai salah satu syarat kelulusan

Lebih terperinci

HINDCASTING GELOMBANG MENGGUNAKAN DATA ANGIN DARI MRI-JMA (METEOROLOGY RESEARCH INSTITUTE/JAPAN METEOROLOGY AGENCY) DALAM KURUN WAKTU

HINDCASTING GELOMBANG MENGGUNAKAN DATA ANGIN DARI MRI-JMA (METEOROLOGY RESEARCH INSTITUTE/JAPAN METEOROLOGY AGENCY) DALAM KURUN WAKTU JURUSAN TEKNIK KELAUTAN FAKULTAS TEKNOLOGI KELAUTAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2013 HINDCASTING GELOMBANG MENGGUNAKAN DATA ANGIN DARI MRI-JMA (METEOROLOGY RESEARCH INSTITUTE/JAPAN METEOROLOGY

Lebih terperinci

KAJIAN DOUBLE SEA BREEZE MENGGUNAKAN PERMODELAN WRF-ARW TERHADAP KONDISI CUACA DI NABIRE

KAJIAN DOUBLE SEA BREEZE MENGGUNAKAN PERMODELAN WRF-ARW TERHADAP KONDISI CUACA DI NABIRE KAJIAN DOUBLE SEA BREEZE MENGGUNAKAN PERMODELAN WRF-ARW TERHADAP KONDISI CUACA DI NABIRE Eusebio Andronikos Sampe, Achmad Zakir Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (STMKG), Tangerang Selatan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN DAN VALIDASI CONFORMAL-CUBIC ATMOSPHERIC MODEL (CCAM) UNTUK PRAKIRAAN CUACA DI JAKARTA

PEMANFAATAN DAN VALIDASI CONFORMAL-CUBIC ATMOSPHERIC MODEL (CCAM) UNTUK PRAKIRAAN CUACA DI JAKARTA PEMANFAATAN DAN VALIDASI CONFORMAL-CUBIC ATMOSPHERIC MODEL (CCAM) UNTUK PRAKIRAAN CUACA DI JAKARTA Roni Kurniawan, Donaldi Sukma Permana Pusat Penelitian dan Pengembangan Badan Meteorologi, Klimatologi

Lebih terperinci

BAB 1 Pendahuluan 1.1.Latar Belakang

BAB 1 Pendahuluan 1.1.Latar Belakang BAB 1 Pendahuluan 1.1.Latar Belakang Perubahan vertikal muka air laut secara periodik pada sembarang tempat di pesisir atau di lautan merupakan fenomena alam yang dapat dikuantifikasi. Fenomena tersebut

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Bujur Timur ( BT) Gambar 5. Posisi lokasi pengamatan

METODE PENELITIAN Bujur Timur ( BT) Gambar 5. Posisi lokasi pengamatan METODE PENELITIAN Lokasi Penelitan Penelitian ini dilakukan pada perairan barat Sumatera dan selatan Jawa - Sumbawa yang merupakan bagian dari perairan timur laut Samudera Hindia. Batas perairan yang diamati

Lebih terperinci

SIMULASI ANGIN LAUT TERHADAP PEMBENTUKAN AWAN KONVEKTIF DI PULAU BALI MENGGUNAKAN WRF-ARW (Studi Kasus 20 Februari 2015)

SIMULASI ANGIN LAUT TERHADAP PEMBENTUKAN AWAN KONVEKTIF DI PULAU BALI MENGGUNAKAN WRF-ARW (Studi Kasus 20 Februari 2015) SIMULASI ANGIN LAUT TERHADAP PEMBENTUKAN AWAN KONVEKTIF DI PULAU BALI MENGGUNAKAN WRF-ARW (Studi Kasus 20 Februari 2015) Rahma Fauzia Y *, Hariadi Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika *

Lebih terperinci

SIMULASI CUACA DAERAH PADANG

SIMULASI CUACA DAERAH PADANG SIMULASI CUACA DAERAH PADANG Dadang Subarna Peneliti Bidang Pemodelan Iklim, LAPAN E-mail:dangsub@yahoo.com Simulasi Cuaca Daerah Padang (Dadang Subarna) RINGKASAN Daerah Padang dan sekitarnya merupakan

Lebih terperinci

VARIASI GELOMBANG LAUTDI SELAT MAKASSAR BAGIAN SELATAN

VARIASI GELOMBANG LAUTDI SELAT MAKASSAR BAGIAN SELATAN VARIASI GELOMBANG LAUTDI SELAT MAKASSAR BAGIAN SELATAN Nike Noermasari Waluyo 1, Bagus Pramujo 2 1 Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (STMKG), Tangerang Selatan 2 Badan Meteorologi Klimatologi

Lebih terperinci

PEMANFAATAN DATA LUARAN MODEL PRAKIRAAN CUACA CONFORMAL-CUBIC ATMOSPHERIC MODEL (CCAM) SEBAGAI INPUT MODEL GELOMBANG WIND WAVE-05

PEMANFAATAN DATA LUARAN MODEL PRAKIRAAN CUACA CONFORMAL-CUBIC ATMOSPHERIC MODEL (CCAM) SEBAGAI INPUT MODEL GELOMBANG WIND WAVE-05 PEMANFAATAN DATA LUARAN MODEL PRAKIRAAN CUACA CONFORMAL-CUBIC ATMOSPHERIC MODEL (CCAM) SEBAGAI INPUT MODEL GELOMBANG WIND WAVE-05 Roni Kurniawan, Suratno, Hastuadi Harsa, M. Nadjib Habibie, Utoyo Ajie

Lebih terperinci

UJI SKEMA PARAMETERISASI CUMULUS PADA MODEL WRF-ARW UNTUK PRAKIRAAN HUJAN HARIAN DI SULAWESI TENGGARA

UJI SKEMA PARAMETERISASI CUMULUS PADA MODEL WRF-ARW UNTUK PRAKIRAAN HUJAN HARIAN DI SULAWESI TENGGARA UJI SKEMA PARAMETERISASI CUMULUS PADA MODEL WRF-ARW UNTUK PRAKIRAAN HUJAN HARIAN DI SULAWESI TENGGARA Rino Indra Natsir¹, Syamsul Huda² Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika email : inonk.jogugu@gmail.com

Lebih terperinci

PROYEKSI MODEL WRF-CHEM TERKAIT KUALITAS UDARA DAN KONDISI ATMOSFER DI SUMATERA BARAT (STUDI KASUS PADANG TANGGAL 7-9 MEI 2013)

PROYEKSI MODEL WRF-CHEM TERKAIT KUALITAS UDARA DAN KONDISI ATMOSFER DI SUMATERA BARAT (STUDI KASUS PADANG TANGGAL 7-9 MEI 2013) PROYEKSI MODEL WRF-CHEM TERKAIT KUALITAS UDARA DAN KONDISI ATMOSFER DI SUMATERA BARAT (STUDI KASUS PADANG TANGGAL 7-9 MEI 2013) Ramadhan Nurpambudi (1) Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (1) e-mail

Lebih terperinci

Sebaran Arus Permukaan Laut Pada Periode Terjadinya Fenomena Penjalaran Gelombang Kelvin Di Perairan Bengkulu

Sebaran Arus Permukaan Laut Pada Periode Terjadinya Fenomena Penjalaran Gelombang Kelvin Di Perairan Bengkulu Jurnal Gradien Vol. 11 No. 2 Juli 2015: 1128-1132 Sebaran Arus Permukaan Laut Pada Periode Terjadinya Fenomena Penjalaran Gelombang Kelvin Di Perairan Bengkulu Widya Novia Lestari, Lizalidiawati, Suwarsono,

Lebih terperinci

Pengaruh Angin Dan Kelembapan Atmosfer Lapisan Atas Terhadap Lapisan Permukaan Di Manado

Pengaruh Angin Dan Kelembapan Atmosfer Lapisan Atas Terhadap Lapisan Permukaan Di Manado JURNAL MIPA UNSRAT ONLINE 3 (1) 58-63 dapat diakses melalui http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jmuo Pengaruh Angin Dan Kelembapan Atmosfer Lapisan Atas Terhadap Lapisan Permukaan Di Manado Farid Mufti

Lebih terperinci

PERBANDINGAN LUARAN MODEL GLOBAL ATMOSFER CCAM

PERBANDINGAN LUARAN MODEL GLOBAL ATMOSFER CCAM PERBANDINGAN LUARAN MODEL GLOBAL ATMOSFER CCAM dan GFS di wilayah INDONESIA DAN SEKITARNYA Donaldi Sukma Permana Pusat Penelitian dan Pengembangan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Jln.

Lebih terperinci

PREDIKSI AWAN CUMULONIMBUS MENGGUNAKAN INDEKS STABILITAS KELUARAN MODEL WRF ARW DI BIMA

PREDIKSI AWAN CUMULONIMBUS MENGGUNAKAN INDEKS STABILITAS KELUARAN MODEL WRF ARW DI BIMA PREDIKSI AWAN CUMULONIMBUS MENGGUNAKAN INDEKS STABILITAS KELUARAN MODEL WRF ARW DI BIMA Puteri Permata Sani 1, Heri Ismanto 2 1, Jakarta 2 Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Jakarta Email : puteri.permata@bmkg.go.id

Lebih terperinci

BAB III DATA DAN METODOLOGI

BAB III DATA DAN METODOLOGI BAB III DATA DAN METODOLOGI 3.1 Data Dalam penelitian ini digunakan setidaknya 4 jenis data, yaitu data GFS (Global Forecast System) dari NCEP (National Center for Environment Prediction) sebagai initial

Lebih terperinci

Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa

Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa G174 Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa Muhammad Ghilman Minarrohman, dan Danar Guruh Pratomo Departemen Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2013. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Komputer Fakultas Perikanan dan

Lebih terperinci

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Program Studi Meteorologi PENERBITAN ONLINE AWAL Paper ini adalah PDF yang diserahkan oleh penulis kepada Program Studi Meteologi sebagai salah satu syarat kelulusan

Lebih terperinci

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Program Studi Meteorologi PENERBITAN ONLINE AWAL Paper ini adalah PDF yang diserahkan oleh penulis kepada Program Studi Meteologi sebagai salah satu syarat kelulusan

Lebih terperinci

Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa

Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6 No. 2, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-172 Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa Muhammad Ghilman Minarrohman, dan Danar Guruh

Lebih terperinci

STUDY ON MERGING MULTI-SENSOR SSTs OVER THE EAST ASIA. Penggabungan multi sensor sst disepanjang Asia timur

STUDY ON MERGING MULTI-SENSOR SSTs OVER THE EAST ASIA. Penggabungan multi sensor sst disepanjang Asia timur STUDY ON MERGING MULTI-SENSOR SSTs OVER THE EAST ASIA Penggabungan multi sensor sst disepanjang Asia timur Abstrak KMA (Korean Meteorology Administrator) sudah menghasilkan SST dari geostasioner dan data

Lebih terperinci

5. HUBUNGAN ANTARA PEUBAH-PEUBAH PENJELAS GCM CSIRO Mk3 DAN CURAH HUJAN BULANAN

5. HUBUNGAN ANTARA PEUBAH-PEUBAH PENJELAS GCM CSIRO Mk3 DAN CURAH HUJAN BULANAN 5. HUBUNGAN ANTARA PEUBAH-PEUBAH PENJELAS GCM CSIRO Mk3 DAN CURAH HUJAN BULANAN 5.1 Pendahuluan Dalam pemodelan statistical downscaling (SD), khususnya fungsi transfer diawali dengan mencari model hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dan dikenal sebagai negara maritim tropis, memiliki banyak sekali keunikan. Dalam hal cuaca misalnya, awan konvektif

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF. The development of a wave-tide-circulation coupled model and its upwelling simulation application in the Indonesian Seas

RINGKASAN EKSEKUTIF. The development of a wave-tide-circulation coupled model and its upwelling simulation application in the Indonesian Seas RINGKASAN EKSEKUTIF The development of a wave-tide-circulation coupled model and its upwelling simulation application in the Indonesian Seas Sebagai negara penghasil ikan yang cukup besar, Indonesia masih

Lebih terperinci

PREDIKSI SEBARAN ASAP KEBAKARAN HUTAN/LAHAN MENGGUNAKAN WRF/CHEM (Studi Kasus: Tanggal 14 dan 20 Juni 2012, Pekanbaru-Riau)

PREDIKSI SEBARAN ASAP KEBAKARAN HUTAN/LAHAN MENGGUNAKAN WRF/CHEM (Studi Kasus: Tanggal 14 dan 20 Juni 2012, Pekanbaru-Riau) PREDIKSI SEBARAN ASAP KEBAKARAN HUTAN/LAHAN MENGGUNAKAN WRF/CHEM (Studi Kasus: Tanggal 14 dan 20 Juni 2012, Pekanbaru-Riau) PREDICTION OF FOREST/LAND FIRE SMOKE DISTRIBUTION USING WRF/CHEM (Case Study:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perairan Indonesia merupakan bagian dari sistem arus dunia (conveyor belt). Bagian Conveyor Belt yang melewati daerah perairan Indonesia dinamakan Arlindo (Arus Lintas

Lebih terperinci

MEKANISME INTERAKSI MONSUN ASIA DAN ENSO

MEKANISME INTERAKSI MONSUN ASIA DAN ENSO MEKANISME INTERAKSI MONSUN ASIA DAN ENSO Erma Yulihastin Peneliti Sains Atmosfer, LAPAN e-mail: erma@bdg.lapan.go.id; erma.yulihastin@gmail.com RINGKASAN Pada makalah ini diulas mengenai mekanisme hubungan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pada saat ini pengguna informasi cuaca jangka pendek menuntut untuk memperoleh informasi cuaca secara cepat dan tepat. Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BKMG) telah

Lebih terperinci

KARAKTER FISIK OSEANOGRAFI DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DAN SELATAN JAWA-SUMBAWA DARI DATA SATELIT MULTI SENSOR. Oleh : MUKTI DONO WILOPO C

KARAKTER FISIK OSEANOGRAFI DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DAN SELATAN JAWA-SUMBAWA DARI DATA SATELIT MULTI SENSOR. Oleh : MUKTI DONO WILOPO C KARAKTER FISIK OSEANOGRAFI DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DAN SELATAN JAWA-SUMBAWA DARI DATA SATELIT MULTI SENSOR Oleh : MUKTI DONO WILOPO C06400080 PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

Estimasi Arus Laut Permukaan Yang Dibangkitkan Oleh Angin Di Perairan Indonesia Yollanda Pratama Octavia a, Muh. Ishak Jumarang a *, Apriansyah b

Estimasi Arus Laut Permukaan Yang Dibangkitkan Oleh Angin Di Perairan Indonesia Yollanda Pratama Octavia a, Muh. Ishak Jumarang a *, Apriansyah b Estimasi Arus Laut Permukaan Yang Dibangkitkan Oleh Angin Di Perairan Indonesia Yollanda Pratama Octavia a, Muh. Ishak Jumarang a *, Apriansyah b a Jurusan Fisika FMIPA Universitas Tanjungpura, b Jurusan

Lebih terperinci

Hubungan Suhu Muka Laut Perairan Sebelah Barat Sumatera Terhadap Variabilitas Musim Di Wilayah Zona Musim Sumatera Barat

Hubungan Suhu Muka Laut Perairan Sebelah Barat Sumatera Terhadap Variabilitas Musim Di Wilayah Zona Musim Sumatera Barat 1 Hubungan Suhu Muka Laut Perairan Sebelah Barat Sumatera Terhadap Variabilitas Musim Di Wilayah Zona Musim Sumatera Barat Diyas Dwi Erdinno NPT. 13.10.2291 Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi Dan Geofisika,

Lebih terperinci

PEMANFAATAN MODEL WRF-ARW UNTUK VERIFIKASI HUJAN HARIAN DI WILAYAH MAKASSAR

PEMANFAATAN MODEL WRF-ARW UNTUK VERIFIKASI HUJAN HARIAN DI WILAYAH MAKASSAR PEMANFAATAN MODEL WRF-ARW UNTUK VERIFIKASI HUJAN HARIAN DI WILAYAH MAKASSAR Meiske Caesaria Soemarno 1), Bagus Pramujo 2), Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (STMKG) 1), Tangerang Selatan

Lebih terperinci

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Program Studi Meteorologi PENERBITAN ONLINE AWAL Paper ini adalah PDF yang diserahkan oleh penulis kepada Program Studi Meteologi sebagai salah satu syarat kelulusan

Lebih terperinci

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Program Studi Meteorologi PENERBITAN ONLINE AWAL Paper ini adalah PDF yang diserahkan oleh penulis kepada Program Studi Meteologi sebagai salah satu syarat kelulusan

Lebih terperinci

PENGARUH CUACA TERHADAP GELOMBANG (Study Kasus Terjadinya Gelombang Tinggi Di Pantai Sawarna Lebak Provinsi BantenTanggal April 2015)

PENGARUH CUACA TERHADAP GELOMBANG (Study Kasus Terjadinya Gelombang Tinggi Di Pantai Sawarna Lebak Provinsi BantenTanggal April 2015) PENGARUH CUACA TERHADAP GELOMBANG (Study Kasus Terjadinya Gelombang Tinggi Di Pantai Sawarna Lebak Provinsi BantenTanggal 17-18 April 2015) Latar belakang Oleh: Achmad Sasmito, Roni Kurniawan Sesuai dengan

Lebih terperinci

SENSITIVITAS MODEL WRF-EMS DALAM MEMPREDIKSI KEJADIAN HUJAN PADA MUSIM BASAH DAN KERING DI SUMATERA BARAT DERRI HARYONI FEBRI

SENSITIVITAS MODEL WRF-EMS DALAM MEMPREDIKSI KEJADIAN HUJAN PADA MUSIM BASAH DAN KERING DI SUMATERA BARAT DERRI HARYONI FEBRI SENSITIVITAS MODEL WRF-EMS DALAM MEMPREDIKSI KEJADIAN HUJAN PADA MUSIM BASAH DAN KERING DI SUMATERA BARAT DERRI HARYONI FEBRI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Tabel 3.1 Data dan Sumber No Data Sumber Keterangan. (Lingkungan Dilakukan digitasi sehingga 1 Batimetri

BAB III METODOLOGI. Tabel 3.1 Data dan Sumber No Data Sumber Keterangan. (Lingkungan Dilakukan digitasi sehingga 1 Batimetri BAB III METODOLOGI 3.1 Pengumpulan Data Data awal yang digunakan dalam Tugas Akhir ini adalah data batimetri (kedalaman laut) dan data angin seperti pada Tabel 3.1. Tabel 3.1 Data dan Sumber No Data Sumber

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Gambar 7. Peta Lokasi Penelitian

3 METODE PENELITIAN. Gambar 7. Peta Lokasi Penelitian 18 3 METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2010 hingga Juni 2011 dengan lokasi penelitian yaitu Perairan Selat Makassar pada posisi 01 o 00'00" 07 o 50'07"

Lebih terperinci

SIMULASI PERUBAHAN DISTRIBUSI PULAU PANAS PERKOTAAN DARI PERUBAHAN PENUTUP LAHAN DENGAN MM5 (MESOSCALE MODEL VERSI 5) *

SIMULASI PERUBAHAN DISTRIBUSI PULAU PANAS PERKOTAAN DARI PERUBAHAN PENUTUP LAHAN DENGAN MM5 (MESOSCALE MODEL VERSI 5) * SIMULASI PERUBAHAN DISTRIBUSI PULAU PANAS PERKOTAAN DARI PERUBAHAN PENUTUP LAHAN DENGAN MM5 (MESOSCALE MODEL VERSI 5) * Laras Tursilowati, ** I Dewa Gedhe Agung Junnaedhi * Pusfatsatklim, Lapan, Bandung

Lebih terperinci

SIMULASI PENGARUH ANGIN TERHADAP SIRKULASI PERMUKAAN LAUT BERBASIS MODEL (Studi Kasus : Laut Jawa)

SIMULASI PENGARUH ANGIN TERHADAP SIRKULASI PERMUKAAN LAUT BERBASIS MODEL (Studi Kasus : Laut Jawa) SIMULASI PENGARUH ANGIN TERHADAP SIRKULASI PERMUKAAN LAUT BERBASIS MODEL (Studi Kasus : Laut Jawa) Martono Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Jl. Dr. Junjunan No 133 Bandung 40173 E-mail

Lebih terperinci

PEMODELAN TINGGI GELOMBANG UNTUK PENENTUAN TINGKAT KERENTANAN PESISIR KABUPATEN SUKABUMI. Ankiq Taofiqurohman

PEMODELAN TINGGI GELOMBANG UNTUK PENENTUAN TINGKAT KERENTANAN PESISIR KABUPATEN SUKABUMI. Ankiq Taofiqurohman PEMODELAN TINGGI GELOMBANG UNTUK PENENTUAN TINGKAT KERENTANAN PESISIR KABUPATEN SUKABUMI Ankiq Taofiqurohman Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Padjadjaran (UNPAD), Bandung Jl.Jatinangor-Sumedang

Lebih terperinci

ASIMILASI MODEL WEATHER RESEARCH AND FORECASTING (WRF) DENGAN DATA OBSERVASI UNTUK PREDIKSI CURAH HUJAN DI WILAYAH JAWA NOVVRIA SAGITA

ASIMILASI MODEL WEATHER RESEARCH AND FORECASTING (WRF) DENGAN DATA OBSERVASI UNTUK PREDIKSI CURAH HUJAN DI WILAYAH JAWA NOVVRIA SAGITA ASIMILASI MODEL WEATHER RESEARCH AND FORECASTING (WRF) DENGAN DATA OBSERVASI UNTUK PREDIKSI CURAH HUJAN DI WILAYAH JAWA NOVVRIA SAGITA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017 PERNYATAAN

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK GELOMBANG LAUT DIPERAIRAN KEPULAUAN RIAU

KARAKTERISTIK GELOMBANG LAUT DIPERAIRAN KEPULAUAN RIAU KARAKTERISTIK GELOMBANG LAUT DIPERAIRAN KEPULAUAN RIAU Hari Saputro*, Adi Mulsandi Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika * E-mail : hariesapoetro@ymail.com ABSTRAK Informasi meteorologi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan selama bulan Februari-Mei 2013 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas

Lebih terperinci

PEMANFAATAN WRF-ARW UNTUK SIMULASI POTENSI ANGIN SEBAGAI SUMBER ENERGI DI TELUK BONE

PEMANFAATAN WRF-ARW UNTUK SIMULASI POTENSI ANGIN SEBAGAI SUMBER ENERGI DI TELUK BONE Jurnal Material dan Energi Indonesia Vol. 05, No. 02 (2015) 17 23 Departemen Fisika FMIPA Universitas Padjadjaran PEMANFAATAN WRF-ARW UNTUK SIMULASI POTENSI ANGIN SEBAGAI SUMBER ENERGI DI TELUK BONE ANGGI

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pengumpulan dan Pengolahan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data batimetri, garis pantai dan data angin. Pada Tabel 3.1 dicantumkan mengenai data yang

Lebih terperinci

VARIASI BULANAN GELOMBANG LAUT DI INDONESIA MONTHLY OCEAN WAVES VARIATION OVER INDONESIA

VARIASI BULANAN GELOMBANG LAUT DI INDONESIA MONTHLY OCEAN WAVES VARIATION OVER INDONESIA VARIASI BULANAN GELOMBANG LAUT DI INDONESIA MONTHLY OCEAN WAVES VARIATION OVER INDONESIA Roni Kurniawan, M. Najib Habibie, Suratno Puslitbang BMKG, Jl. Angkasa I/No.2 Kemayoran, Jakarta 10720 E-mail :

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara terluas didunia dengan total luas negara 5.193.250km 2 (mencakup daratan dan lautan). Hal ini menempatkan Indonesia sebagai negara terluas

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. (suhu manual) dianalisis menggunakan analisis regresi linear. Dari analisis

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. (suhu manual) dianalisis menggunakan analisis regresi linear. Dari analisis 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Koreksi Suhu Koreksi suhu udara antara data MOTIWALI dengan suhu udara sebenarnya (suhu manual) dianalisis menggunakan analisis regresi linear. Dari analisis tersebut dihasilkan

Lebih terperinci

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Program Studi Meteorologi PENERBITAN ONLINE AWAL Paper ini adalah PDF yang diserahkan oleh penulis kepada Program Studi Meteologi sebagai salah satu syarat kelulusan

Lebih terperinci

BAB III DATA DAN METODOLOGI

BAB III DATA DAN METODOLOGI BAB III DATA DAN METODOLOGI 3.1 Data dan Daerah Penelitian 3.1.1 Data Input model REMO dapat diambil dari hasil keluaran model iklim global atau hasil reanalisa global. Dalam penelitian ini data input

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Prinsip Dasar Pengukuran Satelit Altimetri =( )/2 (2.1)

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Prinsip Dasar Pengukuran Satelit Altimetri =( )/2 (2.1) BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Prinsip Dasar Pengukuran Satelit Altimetri Pengukuran pada satelit altimetri adalah pengukuran jarak dari altimeter satelit ke permukaan laut. Pengukuran jarak dilakukan dengan memanfaatkan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK DAN VARIABILITAS BULANAN ANGIN PERMUKAAN DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA

KARAKTERISTIK DAN VARIABILITAS BULANAN ANGIN PERMUKAAN DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA MAKARA, SAINS, VOL. 13, NO. 2, NOVEMBER 2009: 157-162 KARAKTERISTIK DAN VARIABILITAS BULANAN ANGIN PERMUKAAN DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA Martono Bidang Pemodelan Iklim, Lembaga Penerbangan dan Antariksa

Lebih terperinci

INDONESIAN UNDERGRADUATE RESEARCH JOURNAL FOR GEOSCIENCE, VOL. 1, PP. 1 14,

INDONESIAN UNDERGRADUATE RESEARCH JOURNAL FOR GEOSCIENCE, VOL. 1, PP. 1 14, INDONESIAN UNDERGRADUATE RESEARCH JOURNAL FOR GEOSCIENCE, VOL. 1, PP. 1 14, 2014 1 Prediksi Sebaran Abu Vulkanik di Udara dengan Menggunakan Model PUFF Prediction of Airborne Volcanic Ash Dispersion Using

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Daerah Kajian Daerah yang akan dikaji dalam penelitian adalah perairan Jawa bagian selatan yang ditetapkan berada di antara 6,5º 12º LS dan 102º 114,5º BT, seperti dapat

Lebih terperinci

KAJIAN KARAKTERISTIK ANGIN LAUT DI MALUKU TAHUN

KAJIAN KARAKTERISTIK ANGIN LAUT DI MALUKU TAHUN KAJIAN KARAKTERISTIK ANGIN LAUT DI MALUKU TAHUN 2011 2015 Moksen Siwasiwan¹Muhammad Arif Munandar² ¹, Jakarta ²Subbidang Layanan Imformasi Meteorologi Penerbangan, BMKG Email : ochen_99@yahoo.co.id Abstrak

Lebih terperinci

STUDI ANALISA PERGERAKAN ARUS LAUT PERMUKAAN DENGAN MENGGUNAKAN DATA SATELIT ALTIMETRI JASON-2 PERIODE (STUDI KASUS : PERAIRAN INDONESIA)

STUDI ANALISA PERGERAKAN ARUS LAUT PERMUKAAN DENGAN MENGGUNAKAN DATA SATELIT ALTIMETRI JASON-2 PERIODE (STUDI KASUS : PERAIRAN INDONESIA) STUDI ANALISA PERGERAKAN ARUS LAUT PERMUKAAN DENGAN MENGGUNAKAN DATA SATELIT ALTIMETRI JASON-2 PERIODE (STUDI KASUS : PERAIRAN INDONESIA) STUDI ANALISA PERGERAKAN ARUS LAUT PERMUKAAN DENGAN MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Curah hujan merupakan salah satu parameter atmosfer yang sulit untuk diprediksi karena mempunyai keragaman tinggi baik secara ruang maupun waktu. Demikian halnya dengan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perairan Asia Tenggara dan sekitarnya memiliki variabilitas laut-atmosfer yang besar akibat dari fluktuasi parameter oseanografi yang berasal dari perairan Samudera Pasifik

Lebih terperinci

3. METODOLOGI. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga Desember 2010 yang

3. METODOLOGI. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga Desember 2010 yang 3. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga Desember 2010 yang terdiri dari proses pembuatan proposal penelitian, pengambilan data citra satelit, pengambilan

Lebih terperinci

SIMULASI KEJADIAN HUJAN LEBAT MENGGUNAKAN MODEL WRF-ARW (STUDI KASUS TANGGAL 5 JANUARI 2013 DI MAROS, SULAWESI SELATAN)

SIMULASI KEJADIAN HUJAN LEBAT MENGGUNAKAN MODEL WRF-ARW (STUDI KASUS TANGGAL 5 JANUARI 2013 DI MAROS, SULAWESI SELATAN) SIMULASI KEJADIAN HUJAN LEBAT MENGGUNAKAN MODEL WRF-ARW (STUDI KASUS TANGGAL 5 JANUARI 2013 DI MAROS, SULAWESI SELATAN) HEAVY RAIN EVENT SIMULATION USING WRF-ARW MODEL (CASE STUDY JANUARY 5 th, 2013 IN

Lebih terperinci

Analisis Pola Sirkulasi Arus di Perairan Pantai Sungai Duri Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat Suandi a, Muh. Ishak Jumarang a *, Apriansyah b

Analisis Pola Sirkulasi Arus di Perairan Pantai Sungai Duri Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat Suandi a, Muh. Ishak Jumarang a *, Apriansyah b Analisis Pola Sirkulasi Arus di Perairan Pantai Sungai Duri Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat Suandi a, Muh. Ishak Jumarang a *, Apriansyah b a Jurusan Fisika, Fakultas MIPA Universitas Tanjungpura

Lebih terperinci

PROFIL WIND SHEAR VERTIKAL PADA KEJADIAN SQUALL LINE DI SAMUDERA HINDIA PESISIR BARAT SUMATERA

PROFIL WIND SHEAR VERTIKAL PADA KEJADIAN SQUALL LINE DI SAMUDERA HINDIA PESISIR BARAT SUMATERA PROFIL WIND SHEAR VERTIKAL PADA KEJADIAN SQUALL LINE DI SAMUDERA HINDIA PESISIR BARAT SUMATERA VERTICAL WIND SHEAR PROFILE ON SQUALL LINE EVENT IN SUMATERA WEST COASTAL INDIAN OCEAN Herlan Widayana 1),

Lebih terperinci

STUDI ANALISA PERGERAKAN ARUS LAUT PERMUKAAN DENGAN MENGGUNAKAN DATA SATELIT ALTIMETRI JASON-2 PERIODE (STUDI KASUS : PERAIRAN INDONESIA)

STUDI ANALISA PERGERAKAN ARUS LAUT PERMUKAAN DENGAN MENGGUNAKAN DATA SATELIT ALTIMETRI JASON-2 PERIODE (STUDI KASUS : PERAIRAN INDONESIA) STUDI ANALISA PERGERAKAN ARUS LAUT PERMUKAAN DENGAN MENGGUNAKAN DATA SATELIT ALTIMETRI JASON-2 PERIODE 2009-2012 (STUDI KASUS : PERAIRAN INDONESIA) Dito Jelang Maulana 3509 100 039 Latar Belakang Negara

Lebih terperinci

PEMBAHASAN ... (3) RMSE =

PEMBAHASAN ... (3) RMSE = 7 kemampuan untuk mengikuti variasi hujan permukaan. Keterandalan model dapat dilihat dari beberapa parameter, antara lain : Koefisien korelasi Korelasi dinyatakan dengan suatu koefisien yang menunjukkan

Lebih terperinci

Metode Asimilasi Data sebagai Estimasi Penyelesaian Masalah-masalah Lingkungan

Metode Asimilasi Data sebagai Estimasi Penyelesaian Masalah-masalah Lingkungan J. of Math. and Its Appl. ISSN: 1829-605X Vol. 1, No. 1 (2004), 19 Metode Asimilasi Data sebagai Estimasi Penyelesaian Masalah-masalah Lingkungan Erna Apriliani Jurusan Matematika Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

Hasil dan Analisis. IV.1.2 Pengamatan Data IR1 a) Identifikasi Pola Konveksi Diurnal dari Penampang Melintang Indeks Konvektif

Hasil dan Analisis. IV.1.2 Pengamatan Data IR1 a) Identifikasi Pola Konveksi Diurnal dari Penampang Melintang Indeks Konvektif Bab IV Hasil dan Analisis IV.1 Pola Konveksi Diurnal IV.1.1 Pengamatan Data OLR Pengolahan data OLR untuk periode September 2005 Agustus 2006 menggambarkan perbedaan distribusi tutupan awan. Pada bulan

Lebih terperinci

BAB 3 PENGOLAHAN DATA

BAB 3 PENGOLAHAN DATA BAB 3 PENGOLAHAN DATA 3.1 Pengumpulan Data Sebagaimana tercantum dalam diagram alir penelitian (Gambar 1.4), penelitian ini menggunakan data waveform Jason-2 sebagai data pokok dan citra Google Earth Pulau

Lebih terperinci

MODUL PELATIHAN PEMBANGUNAN INDEKS KERENTANAN PANTAI

MODUL PELATIHAN PEMBANGUNAN INDEKS KERENTANAN PANTAI MODUL PELATIHAN PEMBANGUNAN INDEKS KERENTANAN PANTAI Modul Pengolahan Data Tren Kenaikan Muka Laut Relatif Disusun oleh : M. Tri Hartanto Erwin Maulana 2010 Pendahuluan Data kenaikan muka laut ini didapatkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sirkulasi Monsun di Indonesia Indonesia merupakan negara maritim yang memiliki karakteristik yang unik, yaitu terletak di antara benua Australia dan Asia dan dua samudera, yaitu

Lebih terperinci

UJI KEMAMPUAN OBSERVASI DAN PRAKIRAAN MENGGUNAKAN MODEL COSMO (STUDI KASUS HUJAN LEBAT DI JAKARTA DAN LAMPUNG 20 FEBRUARI 2017)

UJI KEMAMPUAN OBSERVASI DAN PRAKIRAAN MENGGUNAKAN MODEL COSMO (STUDI KASUS HUJAN LEBAT DI JAKARTA DAN LAMPUNG 20 FEBRUARI 2017) DOI: doi.org/10.21009/03.snf2017.02.epa.05 UJI KEMAMPUAN OBSERVASI DAN PRAKIRAAN MENGGUNAKAN MODEL COSMO (STUDI KASUS HUJAN LEBAT DI JAKARTA DAN LAMPUNG 20 FEBRUARI 2017) Wido Hanggoro a), Linda Fitrotul

Lebih terperinci

PREDIKSI ENSEMBLE MENGGUNAKAN CCAM (CONFORMAL-CUBIC ATMOSPHERIC MODEL) UNTUK PRAKIRAAN PELUANG KEJADIAN HUJAN DI PULAU JAWA

PREDIKSI ENSEMBLE MENGGUNAKAN CCAM (CONFORMAL-CUBIC ATMOSPHERIC MODEL) UNTUK PRAKIRAAN PELUANG KEJADIAN HUJAN DI PULAU JAWA PREDIKSI ENSEMBLE MENGGUNAKAN CCAM (CONFORMAL-CUBIC ATMOSPHERIC MODEL) UNTUK PRAKIRAAN PELUANG KEJADIAN HUJAN DI PULAU JAWA TUGAS AKHIR Disusun Untuk Memenuhi Syarat Kurikuler Program Sarjana Strata-1

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN SUHU PERMUKAAN TANAH DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT TERRA DAN AQUA MODIS (STUDI KASUS : DAERAH KABUPATEN MALANG DAN SURABAYA)

ANALISIS PERUBAHAN SUHU PERMUKAAN TANAH DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT TERRA DAN AQUA MODIS (STUDI KASUS : DAERAH KABUPATEN MALANG DAN SURABAYA) ANALISIS PERUBAHAN SUHU PERMUKAAN TANAH DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT TERRA DAN AQUA MODIS (STUDI KASUS : DAERAH KABUPATEN MALANG DAN SURABAYA) Oleh : Dawamul Arifin 3508 100 055 Jurusan Teknik Geomatika

Lebih terperinci

PENENTUAN ARUS PERMUKAAN MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT NOAA DAN METODE MAXIMUM CROSS CORRELATION

PENENTUAN ARUS PERMUKAAN MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT NOAA DAN METODE MAXIMUM CROSS CORRELATION PENENTUAN ARUS PERMUKAAN MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT NOAA DAN METODE MAXIMUM CROSS CORRELATION Tugas Akhir Disusun untuk memenuhi syarat kurikuler untuk memperoleh gelar sarjana dari Program Studi Oseanografi

Lebih terperinci

PENGGUNAAN SKEMA KONVEKTIF MODEL CUACA WRF (BETTS MILLER JANJIC, KAIN FRITSCH DAN GRELL 3D ENSEMBLE) (Studi kasus: Surabaya dan Jakarta)

PENGGUNAAN SKEMA KONVEKTIF MODEL CUACA WRF (BETTS MILLER JANJIC, KAIN FRITSCH DAN GRELL 3D ENSEMBLE) (Studi kasus: Surabaya dan Jakarta) PENGGUNAAN SKEMA KONVEKTIF MODEL CUACA WRF (BETTS MILLER JANJIC, KAIN FRITSCH DAN GRELL 3D ENSEMBLE) (Studi kasus: Surabaya dan Jakarta) APLICATION OF WRF MODEL CONVECTIVE SCHEMES (BETTS MILLER JANJIC,

Lebih terperinci

PEMBUATAN PETA KECEPATAN ANGIN UNTUK JAWA BARAT DENGAN MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK WEATHER RESEARCH AND FORECASTING

PEMBUATAN PETA KECEPATAN ANGIN UNTUK JAWA BARAT DENGAN MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK WEATHER RESEARCH AND FORECASTING Ketenagalistrikan Dan Energi Terbarukan Vol. 11 No. 2 Desember 2012 : 137-150 ISSN 1978-2365 PEMBUATAN PETA KECEPATAN ANGIN UNTUK JAWA BARAT DENGAN MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK WEATHER RESEARCH AND FORECASTING

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA KARAKTERISTIK GELOMBANG LAUT DAN DAERAH RAWAN GELOMBANG TINGGI DI PERAIRAN INDONESIA TESIS

UNIVERSITAS INDONESIA KARAKTERISTIK GELOMBANG LAUT DAN DAERAH RAWAN GELOMBANG TINGGI DI PERAIRAN INDONESIA TESIS UNIVERSITAS INDONESIA KARAKTERISTIK GELOMBANG LAUT DAN DAERAH RAWAN GELOMBANG TINGGI DI PERAIRAN INDONESIA TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains RONI KURNIAWAN

Lebih terperinci

POLA ARUS PERMUKAAN PADA SAAT KEJADIAN INDIAN OCEAN DIPOLE DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA TROPIS

POLA ARUS PERMUKAAN PADA SAAT KEJADIAN INDIAN OCEAN DIPOLE DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA TROPIS POLA ARUS PERMUKAAN PADA SAAT KEJADIAN INDIAN OCEAN DIPOLE DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA TROPIS Martono Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer LAPANInstitusi Penulis Email: mar_lapan@yahoo.com Abstract Indian

Lebih terperinci

Dr. Djunjunan No.133 Bandung 40173

Dr. Djunjunan No.133 Bandung 40173 BAB III DATA DAN METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode korelasional. Tujuan penelitian korelasional adalah untuk mendeteksi sejauh mana variasi-variasi

Lebih terperinci

ABSTRAK Kata kunci : ABSTRACT Key word :

ABSTRAK Kata kunci : ABSTRACT Key word : ABSTRAK Keterbatasan data observasi menyebabkan analisis dan prediksi curah hujan sulit dilakukan. Salah satu cara untuk mengatasi keterbatasan tersebut adalah penggunaan data satelit seperti GSMaP, namun

Lebih terperinci

PENGARUH DIPOLE MODE TERHADAP CURAH HUJAN DI INDONESIA

PENGARUH DIPOLE MODE TERHADAP CURAH HUJAN DI INDONESIA Pengaruh Dipole Mode Terhadap Curah Hujan di Indonesia (Mulyana) 39 PENGARUH DIPOLE MODE TERHADAP CURAH HUJAN DI INDONESIA Erwin Mulyana 1 Intisari Hubungan antara anomali suhu permukaan laut di Samudra

Lebih terperinci

SENSITIVITAS PARAMETERISASI KUMULUS MODEL WRF-ARW UNTUK PREDIKSI HUJAN DI WILAYAH SORONG

SENSITIVITAS PARAMETERISASI KUMULUS MODEL WRF-ARW UNTUK PREDIKSI HUJAN DI WILAYAH SORONG SENSITIVITAS PARAMETERISASI KUMULUS MODEL WRF-ARW UNTUK PREDIKSI HUJAN DI WILAYAH SORONG Wilmar Rajagukguk 1), Indra Gustari 2) 1, Jakarta 2 Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Jakarta Email :

Lebih terperinci

PERBANDINGAN CURAH HUJAN HASIL SIMULASI MODEL SIRKULASI UMUM ATMOSFER DENGAN DATA OBSERVASI SATELIT TRMM

PERBANDINGAN CURAH HUJAN HASIL SIMULASI MODEL SIRKULASI UMUM ATMOSFER DENGAN DATA OBSERVASI SATELIT TRMM Perbandingan Curah Hujan Hasil Simulasi Model..(Didi Satiadi) PERBANDINGAN CURAH HUJAN HASIL SIMULASI MODEL SIRKULASI UMUM ATMOSFER DENGAN DATA OBSERVASI SATELIT TRMM Didi Satiadi Peneliti Pusat Pemanfaatan

Lebih terperinci

PENGARUH ASIMILASI DATA RADAR C-BAND DALAM PREDIKSI CUACA NUMERIK (Studi Kasus di Lampung)

PENGARUH ASIMILASI DATA RADAR C-BAND DALAM PREDIKSI CUACA NUMERIK (Studi Kasus di Lampung) PENGARUH ASIMILASI DATA RADAR C-BAND DALAM PREDIKSI CUACA NUMERIK (Studi Kasus di Lampung) IMPACT OF C-BAND RADAR DATA ASSIMILATION IN NUMERICAL WEATHER FORECASTS (Case Study in Lampung) Jaka Anugrah Ivanda

Lebih terperinci

KAJIAN SUMATERA SQUALL DENGAN WRF-ARW (STUDI KASUS DI BATAM TANGGAL 12 JUNI 2014)

KAJIAN SUMATERA SQUALL DENGAN WRF-ARW (STUDI KASUS DI BATAM TANGGAL 12 JUNI 2014) KAJIAN SUMATERA SQUALL DENGAN WRF-ARW (STUDI KASUS DI BATAM TANGGAL 12 JUNI 2014) Nizam Mawardi 1 1, Jakarta Email : ichigosihebat@gmail Abstrak Squall line adalah barisan awan Cumulonimbus yang memanjang

Lebih terperinci

KAJIAN DAERAH RAWAN GELOMBANG TINGGI DI PERAIRAN INDONESIA...

KAJIAN DAERAH RAWAN GELOMBANG TINGGI DI PERAIRAN INDONESIA... KAJIAN DAERAH RAWAN GELOMBANG TINGGI DI PERAIRAN INDONESIA STUDY ON HIGH WAVE PRONE AREAS OVER INDONESIAN WATERS Roni Kurniawan*, M. Najib Habibie, Donaldi S.Permana Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG

Lebih terperinci

1* 2 3. Eko Heriyanto, Lailan Syaufina dan Sobri Effendy. Puslitbang, BMKG 2. Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan IPB 3

1* 2 3. Eko Heriyanto, Lailan Syaufina dan Sobri Effendy. Puslitbang, BMKG 2. Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan IPB 3 PERBANDINGAN INDEKS FINE FUEL MOISTURE CODE (FFMC) DAN FIRE WEATHER INDEX (FWI) PADA SISTEM PERINGKAT BAHAYA KEBAKARAN HUTAN/LAHAN LUARAN WRF DENGAN OBSERVASI ( PERIODE: JUNI - AGUSTUS 2013) COMPARISON

Lebih terperinci