INTRODUKSI GEN TOLERAN GENANGAN (Sub1) PADA PADI VARIETAS CIHERANG ANGGUN WIDYA NINGGAR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "INTRODUKSI GEN TOLERAN GENANGAN (Sub1) PADA PADI VARIETAS CIHERANG ANGGUN WIDYA NINGGAR"

Transkripsi

1 INTRODUKSI GEN TOLERAN GENANGAN (Sub1) PADA PADI VARIETAS CIHERANG ANGGUN WIDYA NINGGAR DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 ABSTRAK ANGGUN WIDYA NINGGAR. Introduksi Gen Toleran Genangan (Sub1) pada Padi Varietas Ciherang. Dibimbing oleh DJAROT SASONGKO HAMI SENO dan TRI JOKO SANTOSO. Upaya untuk meningkatkan produksi padi terus dilakukan seiring dengan bertambahnya penduduk dan meningkatnya kebutuhan beras. Perubahan iklim yang tidak menentu menuntut perlunya pengembangan padi yang toleran terhadap cekaman abiotik, seperti kekeringan, salinitas tinggi, maupun genangan. Hasil panen rendah dan resiko kegagalan tanam akibat banjir umum ditemui pada areal rawa pasang surut, rawa lebak, dan tepian sungai. Salah satu solusi yang berkelanjutan dan permanen adalah mengembangkan varietas dengan hasil tinggi yang toleran terhadap rendaman. Penelitian ini mengembangkan padi Ciherang toleran genangan yang dilakukan secara spesifik dengan metode persilangan terarah (site-directed crossing) untuk menghindari produk transgenik. Penelitian ini bertujuan memperoleh tanaman BC3F1 Ciherang-Sub1 hasil persilangan balik BC2F1 Ciherang-Sub1 dan Ciherang serta menyeleksi tanaman BC3F1 yang membawa gen Sub1 dengan menggunakan PCR. Hasil uji genangan diperoleh 13 tanaman BC3F1 yaitu 6 tanaman BC3F1 Ciherang/Swarna-Sub1 dan 7 tanaman BC3F1 Ciherang/IR64-Sub1. Hasil PCR dengan marka AEX1F dan AEX1R menunjukkan pita DNA untuk gen Sub1A yang berukuran 231 bp. Sedangkan hasil PCR dengan marka gabungan RM219F dan AEX1R dapat membedakan sifat heterozigot antara padi host Ciherang, donor Swarna-Sub1 dan IR64-Sub1, serta progeni BC3F1 Ciherang-Sub1 dengan tambahan pita yang menunjukkan penyisipan Sub1 dari donor ke dalam host.

3 ABSTRACT ANGGUN WIDYA NINGGAR. Introduction Gene of Submergence-Tolerant (Sub1) on Ciherang Rice Varieties. Under the direction of DJAROT SASONGKO HAMI SENO dan TRI JOKO SANTOSO. The efforts to increase rice production has to be done continously along with the increasing of human population and the demand for rice. The uncertain climate change demand to development of rice that are tolerant to abiotic stress like drought, high salinity, and submergence or flooding. Yields are low and the risk of failure of crops due to flooding common in the area of tidal marsh, lowland swamps, and riverbanks. One of solution wich sustainable and permanent is develop high yielding varieties with submergence tolerance. This research developed the submergence tolerant rice Ciherang performed specifically with site-directed crossing method to avoid GMO products. The aimed of this study to get BC3F1 from crosses behind BC2F1 Ciherang-Sub1 and Ciherang, as well as selecting plants that carry BC3F1 Sub1 gene using PCR. The test results obtained the submergence tolerant get 13 plants BC3F1 Ciherang-Sub1 consist of 6 plants BC3F1 Ciherang/Swarna-Sub1 and 7 plants BC3F1 Ciherang/IR64-Sub1. PCR results with markers AEX1R and AEX1F shows that the DNA bands for genes Sub1A sized 231 bp. While the results of PCR with the combined markers AEX1R and RM219F can distinguish heterozygote between hosts Ciherang rice, Swarna- Sub1 and IR64-Sub1 donor, as well as progeny BC3F1 Ciherang-Sub1 with additional bands indicates Sub1 introgression from donor to host.

4 INTRODUKSI GEN TOLERAN GENANGAN (Sub1) PADA PADI VARIETAS CIHERANG ANGGUN WIDYA NINGGAR Skripsi sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Biokimia DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

5 v Judul Skripsi Nama NIM : Introduksi Gen Toleran Genangan (Sub1) Pada Padi Varietas Ciherang : Anggun Widya Ninggar : G Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Djarot Sasongko HS, M.S. Ketua Dr. Tri Joko Santoso, M.Si. Anggota Diketahui Dr. I Made Artika, M. App. Sc Ketua Departemen Biokimia Tanggal Lulus:

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Wonogiri, Jawa Tengah pada tanggal 16 Februari 1989 merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Wasiun dan Ibu Sri Wahyuni. Pendidikan formal penulis dimulai di SDN 4 Wonogiri ( ). Setelah menyelesaikan pendidikan dasar penulis melanjutkan pendidikan di SLTPN 1 Wonogiri ( ), serta menempuh pendidikan menengah atas di SMAN 1 Wonogiri ( ). Pada tahun 2007 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB di Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA). Selama menyelesaikan studi di Departemen Biokimia ini, penulis ditunjang dengan beasiswa POM ( ), PPA ( ), dan Karya Salemba Empat serta beasiswa skripsi ( ). Penulis aktif dalam berbagai organisasi seperti, Koran Kampus sebagai staf perusahaan ( ), anggota Gentra Kaheman IPB ( ), kepengurusan himpunan profesi (HIMPRO) Biokimia, Community of Research and Education in Biochemistry (CREBs) sebagai sekertaris divisi Research and Development (RnD) (2009/2010). Selain itu, penulis juga aktif di berbagai acara kepanitiaan, seperti divisi sponshorship dalam acara Biokimia Expo (2010), Divisi medis Masa Pengenalan Departemen Angkatan 45 (MPD 45) (2010), Bendahara dalam acara IPB Green Festival (2009), divisi acara pada Seminar Kanker Otak (2008). Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum Kimia Dasar untuk mahasiswa S1 yang masih menempuh Pendidikan Tingkat Persiapan Bersama (TPB) tahun ajaran Penulis juga aktif sebagai pengajar privat SMA, SMP, dan SD dari tahun 2008-sekarang. Penulis mengikuti kegiatan Praktik Lapang (PL) sebagai staf Quality Control di Laboratorium Mikrobiologi, PT. Frisian Flag Indonesia (FFI), Pasar Rebo, Jakarta Barat pada periode Juli sampai Agustus 2010 dengan judul Deteksi Bakteri Staphylococcus aureus pada Produk Susu Bubuk Formula (Milk Powder) PT Frisian Flag Indonesia. Karya ilmiah yang pernah penulis tulis diantaranya adalah Pengembangan Kit Deteksi Cepat Gen Aroma Padi Berbasis Molecular Beacon, Pemanfaatan Mikroalga Crypthecodinium cohnii sebagai Alternatif Sumber DHA untuk Aplikasi Industri Pangan dan Farmasi, Aplikasi Miniatur Biochip Menggunakan Molecular Beacon Probe untuk Deteksi Gen p53 pada Kanker Payudara. Penulis juga pernah mendapatkan juara dua dalam lomba penulisan essay populer dengan judul Peranan Tanaman Transgenik Terhadap Peningkatan Pangan Indonesia.

7 PRAKATA Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah berkehendak atas segala sesuatu yang terjadi di alam semesta sehingga penulisan karya ilmiah ini dapat terselesaikan. Karya ilmiah ini disusun berdasarkan kerja penelitian yang dilaksanakan mulai bulan Juni sampai September 2010 yang bertempat di Laboratorium Biologi Molekuler dan Rumah Kaca Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian (BB Biogen), Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Djarot Sasongko Hami Seno, M.S. selaku pembimbing utama yang telah memberikan saran, bimbingan, dan masukan-masukannya, selain itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Tri Joko Santoso, M.Si. selaku pembimbing lapangan atas bimbingan, arahan, serta semangat yang diberikan selama penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini. Terima kasih kepada Dr. Syamsul Falah, S.Hut,, M.Si., Dr. Anna P. Roswiem, M.S., Ir. Eman Kustaman atas masukanmasukannya sebagai tim kelayakan. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada mbak Dewi Praptiwi, Fina Fifin, Helmi Ramadhan, Muhammad Taufan, kak Falin, dan kak Ruth Maduma yang selalu membantu dan memberi semangat dalam proses penelitian ini selama di Laboratorium BB Biogen. Terima kasih kepada Ferdiansyah, Siti Anwariyah, dan Wari Kartikaningsih atas dukungan, doa, dan semangatnya. Terima kasih kepada beasiswa POM, PPA, dan Karya Salemba Empat atas beasiswa yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan S1 di Institut Pertanian Bogor ini sampai dengan penulisan skripsi selesai. Penghargaan setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada kedua orang tua tercinta, adek Putri dan Tyas tersayang atas perhatian, motivasi, kasih sayang, dan doanya. Sebagai manusia tentunya tidak luput dari kesalahan. Oleh sebab itu, apabila di dalam penulisan karya ilmiah ini masih terdapat kesalahan, penulis mohon dibukakan pintu maaf. Kritik dan saran yang membangun akan penulis jadikan pelajaran yang berharga untuk perbaikan di masa mendatang. Akhir kata, penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan. Bogor, September 2011 Anggun Widya Ninggar

8 8 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR LAMPIRAN... vii PENDAHULUAN... 1 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Padi Toleran Genangan... 1 Aspek Fisiologis dan Morfologis Tanaman Padi terhadap Cekaman Rendaman... 3 Gen Pengendali Toleransi Genangan... 4 Metode Analisis Toleransi Genangan... 5 Metode Persilangan Terarah (Site Directed Crossing)... 6 Marka Molekular... 6 PCR dengan Marka Sub BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan... 8 Metode... 8 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembentukan Benih dan Populasi BC3F1 Ciherang/Swarna-Sub1 dan BC3F1 Ciherang/IR64-Sub Seleksi Uji Toleransi Genangan Hasil Isolasi dan Karakterisasi DNA Hasil Seleksi BC3F1 Ciherang/-Sub1 dengan analisis PCR SIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 20

9 9 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Faktor lingkungan yang menyebabkan toleran rendaman pada padi Sub1 haplotipe dari O.sativa Keterkaitan sub1a dan sub1c dengan toleransi genangan Diagram metode site-directed crossing. Keterangan: backcross = silang balik, selfing = silang dengan dirinya sendiri Diagram metode persilangan terarah (site directed crossing) Pembentukan dan seleksi padi BC3F1 Ciherang-Sub Uji genangan padi BC3F1 Ciherang-Sub Visualisasi pemulihan selama 10 hari Hasil elektroforesis padi BC3F1 Ciherang/Swarna-Sub1 dengan marka RM219F dan AEX1R Hasil elektroforesis padi BC3F1 Ciherang/Swarna-Sub1 dengan marka RM219F dan AEX1R Hasil elektroforesis padi BC3F1 Ciherang/Swarna-Sub1 dengan marka RM219F dan AEX1R Hasil elektroforesis padi BC3F1 Ciherang/IR64-Sub1 dengan marka RM219F dan AEX1R DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Diagram Alir Penelitian Pembentukan benih BC3F1 Ciherang-Sub Pengujian toleransi genangan Isolasi DNA Komposisi buffer ekstraksi DNA untuk 500 ml... 25

10 1 PENDAHULUAN Upaya untuk meningkatkan produksi padi terus dilakukan seiring dengan bertambahnya penduduk dan meningkatnya kebutuhan beras. Peningkatan produksi padi dapat dilakukan dengan memperbaiki produktivitas pada daerah-daerah dimana cekaman abiotik merupakan kendala utama dalam budidaya tanaman padi. Adanya perubahan iklim yang tidak menentu menuntut terciptanya padi yang toleran terhadap cekaman abiotik, seperti kekeringan, salinitas tinggi, maupun genangan atau banjir. Hasil panen rendah dan resiko kegagalan tanam akibat banjir umum ditemui pada areal rawa pasang surut, rawa lebak, dan tepian sungai. Stres karena cekaman rendaman akibat banjir akan menyebabkan petani guram yang diperkirakan menempati 15 juta hektar di Asia Selatan dan Asia Tenggara setiap tahunnya (Septinigsih et al. 2009). Di beberapa tempat, petani menanam padi yang toleran rendaman tetapi memiliki hasil yang rendah. Sementara ditempat lain, memiliki hasil yang tinggi tetapi tidak toleran terhadap rendaman. Baru-baru ini, cekaman rendaman meningkat secara ekstrim ketika terjadi hujan yang deras di beberapa tempat di Asia. Di Indonesia potensi areal persawahan yang terkena areal banjir sekitar 13.3 juta ha terdiri atas 4.2 juta ha genangan dangkal, 6.1 juta ha genangan sedang, dan 3.0 juta genangan dalam (Nugroho et al. 1993). Luas areal pertanaman padi yang mengalami cekaman rendaman karena banjir diperkirakan akan semakin bertambah karena terjadi peningkatan curah hujan dan kenaikan permukaan air laut akibat terjadinya pemanasan global (CGIAR 2006). Solusi yang berkelanjutan dan permanen diperlukan untuk menanggulangi masalah ini. Salah satu solusinya adalah mengembangkan varietas dengan hasil tinggi yang toleran terhadap rendaman. Penelitian ini dilakukan dalam rangka mengembangan padi Ciherang toleran genangan secara spesifik tanpa harus melalui metode rekayasa genetik. Perakitan varietas dilakukan secara persilangan terarah (sitedirected crossing) untuk menghindari produk transgenik (Xu et al. 2004, Mackill et al. 2007). Regulasi GMO (genetically modified organisms) yang ketat perlu diantisipasi dengan menghindari metode-metode pengembangan yang menghasilkan produk tanaman transgenik. Sebagai tetua pemulih (host) digunakan Ciherang. Padi Ciherang merupakan padi varietas unggul nasional yang telah memiliki beberapa kelebihan dibanding padi lainnya, seperti produktivitas yang tinggi, taham hama dan penyakit serta waktu tanam yang lebih pendek, dibandingkan padi IR64 dan Swarna yang merupakan padi varietas asli tahan genangan. Sebagai tetua donor digunakan padi BC2F1 Ciherang/IR64-Sub1 dan BC2F1 Ciherang/Swarna-Sub1 yang membawa gen toleransi genangan Submergence-1(Sub1) dan padi varietas lokal populer Ciherang sebagai tetua pemulih (host) akan disilangbalikkan (backcross) hingga dihasilkan tanaman BC3F1 yang mengandung gen Sub1. Analisis molekuler berbasis Polymerase Chain Reaction (PCR) marka Sub1 akan digunakan untuk melacak keberadaan alel gen Sub1. Penelitian ini bertujuan memperoleh tanaman BC3F1 hasil persilangan balik BC2F1-Ciherang dan menyeleksi tanaman BC3F1 yang membawa gen Sub1 dengan menggunakan PCR. Hasil dari penelitian ini diharapkan akan didapatkan tanaman padi unggul dan komersial yang toleran genangan nontransgenik melalui metode persilangan terarah (site-directed crossing). Manfaat jangka panjang penelitian ini yaitu meningkatkan produktivitas tanaman padi secara berkelanjutan untuk menjaga kondisi ketahanan pangan nasional. TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Padi Toleran Genangan Padi (Oryza sativa L.) diklasifikasikan dalam Divisi Spermatophyta, Sub Divisi Angiospermae, Class Monocotyledone, Ordo Poales/Glumiflorae, Famili Graminae, Genus Oryza, dan Spesies Oryza sativa (Tjitrosoepomo 1923). Secara umum padi dapat tumbuh di daerah tropis/subtropis pada 45 LU sampai 45 LS dengan curah hujan yang baik adalah 200 mm/bulan atau mm/tahun. Di dataran rendah padi tumbuh pada ketinggian m dpl dengan temperatur C sedangkan di dataran tinggi meter dpl dengan temperatur C (Siregar 1981). Tipe pertumbuhan padi adalah tegak dan merumpun. Umur berbunganya beragam antara hari setelah tanam (HST) tergantung varietasnya. Pembungaan dipengaruhi oleh lama penyinaran dan suhu. Biasanya terjadi pada hari cerah antara jam dengan suhu berkisar antara C. Waktu pemasakan kariopsis menjadi benih

11 2 dan siap untuk dipanen hasilnya ± 25 hari setelah penyerbukan dan tergantung varietas. Umur padi antar varietas beragam, rata-rata umur padi HST (Siregar 1981). Dari sekian banyak spesies padi, Oryza sativa L merupakan salah satu spesies yang dibudidayakan di Asia sedangkan Oryza glaberrima steund adalah salah satu yang dibudidayakan di Afrika (Manurung & Ismunadi 1999). Padi jenis Ciherang merupakan kelompok padi sawah varietas unggul hasil beberapa kali persilangan. Padi jenis ini memiliki karakteristik umur tanamnya cukup singkat yaitu 116 hingga 125 hari, bentuk tanaman tegak, tingginya mencapai 107 hingga 115 cm, menghasilkan anakan produktif 14 hingga 17 batang, warna kaki hijau, warna batang hijau, warna daun hijau, posisi daun tegak, bentuk gajah panjang ramping, warna gabah kuning bersih, tekstur nasi pulen, ratarata produksi 5 hingga 8.5 ton/ha, tahan terhadap bakteri hawar daun (HDB) strain III dan IV, tahan terhadap wereng coklat biotipe 2 dan 3. Padi Ciherang mulai diresmikan oleh menteri pertanian pada tahun 2000 dengan anjuran cocok ditanam pada musim hujan dan kemarau dengan ketinggian di bawah 500 meter di bawah permukaan laut (Hermanto 2006). Tahun 2006 padi varietas IR64 oleh IRRI dikembangkan menjadi varietas padi toleransi genangan dengan mentransfer gen Sub1 dari varietas FR13A tahan genangan. Padi IR64- Sub1 (Inpara 5) memiliki karakteristik umur berbunga hari, umur panen hari, tinggi tanaman cm, kadar amilosa 22 %, gabah isi per malai sebanyak 83 butir, tekstur nasi sedang, toleran terhadap rendaman penuh selama 14 hari, dan peka terhadap penyakit hawar daun bakteri (IRRI 2009). Varietas padi IR 64-Sub1 banyak digunakan di Asia terutama di Asia Tenggara termasuk Indonesia untuk berbagai penelitian. Padi varietas IR64-Sub1 ini juga telah digunakan petani di beberapa daerah yang rawan banjir untuk mengurangi resiko kegagalan panen pada saat terjadinya musim hujan akibat perubahan iklim yang tidak menentu (Septiningsih et al. 2009). Padi Swarna-Sub1(Inpara 4) memiliki karakteristik umur berbunga hari, umur panen hari, tinggi tanaman cm, kadar amilosa 27 %, gabah per malai sebanyak 131 butir, tekstur nasi pera, toleran terhadap rendaman penuh selama 14 hari, dan peka terhadap penyakit hawar daun bakteri (IRRI 2007). Pada tahun varietas ini telah diuji lebih lanjut oleh petani dan peneliti di International Rice Research Institute (IRRI) untuk digunakan dan dipublikasikan. Pengembangan varietas ini adalah contoh aplikasi ilmu pengetahuan molekular modern dengan memanfaatkan varietas lokal populer untuk sampai pada sebuah peningkatan produk yang toleransi terhadap genangan dan juga secara lokal dapat diterima. Teknologi inovatif yang handal untuk meningkatkan produktivitas padi, baik melalui peningkatan potensi atau daya hasil tanaman maupun toleransi dan ketahanannya terhadap cekaman biotik maupun abiotik (Suprihatno et al. 2007). Berdasarkan dinamika masalah dan kendala produksi serta tuntutan konsumen, varietas-varietas unggul tersebut dikelompokkan menjadi dua, yaitu varietas yang diperuntukkan bagi peningkatan produktivitas yang melebihi ambang potensi hasil yang sudah melandai dan varietas unggul spesifik yang diperuntukkan bagi pencapaian stabilitas hasil (tahan/toleran cekaman biotik atau abiotik), peningkatan kualitas hasil (mutu rasa dan mutu gizi) serta umur genjah (Sunendar & Fagi 2000). Beberapa padi toleran genangan telah teridentifikasi (Tabel 1), tetapi umumnya kemampuan kombinasi dan sifat agronominya (tanaman terlalu tinggi, sensitif penyakit dan hama serangga, produktivitas rendah) kurang memenuhi untuk kultivasi skala besar (Mohanty et al. 2000). Oleh karena itu sifat toleransi genangan perlu diintroduksi pada varietas padi populer yang Tabel 1 Varietas padi tahan genangan (Mackill et al. 2011) Varietas Kematangan buah (hari) Tinggi tanaman (cm) Amilosa (%) IR64-Sub Swarna- Sub S. Mahsuri- Sub TDK1- Sub BR11-Sub CR1009- Sub PSB Rc Inpara PSB Rc82- Sub

12 3 lebih produktif. FR13A merupakan kultivar yang paling banyak digunakan sebagai sumber plasma nuftah dalam pengembangan varietas baru toleran genangan (Sarkar et al. 2006). Aspek Fisiologis dan Morfologis Tanaman Padi terhadap Cekaman Rendaman Ada dua perubahan lingkungan yang terjadi saat rendaman, yaitu aerobik ke anaerobik dan sebaliknya dari anaerobik ke aerobik setelah air berkurang. Faktor kunci untuk adaptasi dari aerobik ke anaerobik adalah suplai energi. Asimilasi karbon selama terendam akan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suplai CO 2, radiasi matahari, kapasitas fotosintesis di bawah permukaan air yang dilemahkan oleh klorosis. Efisiensi penggunaan energi selama rendaman juga penting untuk adaptasi pada lingkungan anaerob (Kawano et al. 2008). Sarkar et al. (2006) mengatakan bahwa toleransi rendaman merupakan adaptasi tanaman dalam merespon proses anaerob yang memampukan sel untuk mengatur atau memelihara keutuhannya sehingga tanaman mampu bertahan hidup dalam kondisi hipoksia tanpa kerusakan yang berarti. Sebuah evaluasi terhadap padi yang toleran dan tidak toleran menunjukkan bahwa bibit padi yang toleran memiliki 30-50% cadangan karbohidrat nonstruktural dibandingkan kultivar rentan. Karbohidrat ini dimanfaatkan selama terendam untuk mensuplai energi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan mengatur metabolisme. Tanah yang terendam air merupakan cekaman abiotik yang mempengaruhi komposisi spesies dan produktivitas pada berbagai tanaman. Pada tanaman padi, rendaman dimanipulasi sedemikian rupa untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Beberapa spesies tanaman kelebihan air merupakan faktor penghambat produksi pada beberapa tempat dan situasi (Jackson 2004). Banjir terutama berpengaruh terhadap hasil biji (Setter & Waters 2003). Hambatan utama yang disebabkan adanya rendaman pada spesies yang tidak bisa beradaptasi terhadap kekurangan oksigen adalah difusi oksigen di air lebih lambat 10 4 kali dibanding dengan di udara (Armstrong & Drew 2002). Hal lainnya adalah adanya perubahan level hormon etilen dan beberapa produk metabolisme anaerobik oleh mikroorganisme tanah seperti Mn 2+, Fe 2+, S 2-, H 2 S dan asam karboksilat (Jackson & Colmer 2005). Lebih lanjut jika tanaman terendam secara total akan mengakibatkan kekurangan karbondioksida, cahaya, dan oksigen sehingga dapat mengakibatkan kematian tanaman (Jackson & Ram 2003) (Gambar 1). Pada saat tanaman padi tergenang, variasi konsentrasi O mol m 3 (kesetimbangan di udara 0.24 mol m 3 pada 30 C) dan CO mol m 3 (kesetimbangan di udara 0.01 mol m 3 ) (Sarkar et al. 2006). Tanaman menderita kekurangan O 2 parsial (hipoksia) atau tidak mendapatkan sama sekali (anoksia) (Mohanty et al. 2000). Penurunan difusi gas ini mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan, metabolisme, dan daya tahan tanaman (Mohanty et al. 2000, Sarkar et al. 2006). Berkurangnya suplai O 2 menghambat respirasi, kurangnya suplai CO 2 menghambat fotosintesis, dan terhambatnya difusi etilen mendorong klorosis dan perpanjangan daun berlebih pada kultivar yang intoleran. Klorosis adalah keadaan pada jaringan tanaman yaitu daun yang kekurangan klorofil sehingga tidak berwarna hijau melainkan kuning atau putih pucat (Jackson et al. 1987, Jackson & Ram 2003). Sedangkan aspek morfologis padi adalah saat terjadi rendaman total sampai pada bagian daun paling atas, fotosintesis menjadi terhambat akibat kurangnya karbondioksida ekternal dan adanya semacam naungan (shading). Pada beberapa tanaman adanya etilen membuat stimulasi untuk memanjangkan batang (shoot elongation), Gambar 1 Faktor lingkungan yang menyebabkan toleran rendaman pada padi. Difusi gas yang terbatas dalam air adalah penyebab utama efek merugikan dari perendaman (Setter et al. 1995).

13 4 seperti pada padi, sehingga dapat melakukan escape dari cekaman rendaman. Salah satu mekanisme tanaman yang biasa hidup dalam keadaan terendam adalah memiliki jaringan aerankim (Seago et al. 2005). Aerenkim merupakan ruangan interselular yang terbentuk dari kombinasi pertumbuhan sel dan pembelahan sel (expansigeny). Proses masuknya gas dari atmosfer melalui aerenkim sebagian besar terjadi karena difusi. Namun demikian, aliran masa dapat pula terjadi jika alur jalan aerenkim membentuk tahanan yang rendah untuk dapat memasukan gas. Mommer dan Visser (2005) mengidentifikasi tampilan morfologi daun yang melakukan fotosintesis dibawah air. Penelitian ini menyimpulkan adanya hubungan kecepatan mengabsorbsi karbondioksida berhubungan erat dengan pembentukan lapisan kutikula dan lamina yang semakin menipis. Armstrong & Armstrong (2005) menggunakan external palarographic oxygen-sensing elektroda yang ditempatkan pada akar (rhizospher) untuk mengetahui proses keracunan sulfida pada akar tanaman padi. Mereka mengamati adanya reaksi reduksi dengan cepat terjadi karena berkurangnya oksigen di sekitar akar, sehingga mengakibatkan tekanan terhadap pemanjangan akar dan kemampuan mengambil air. Kondisi ini berlanjut sampai berhari-hari sulfida akan menghancurkan akar diikuti dengan tumbuhnya akar lateral. Sulfida juga dapat menghalangi aerenkim dan jaringan pembuluh tanaman. Kekurangan oksigen pada akar juga disebabkan oleh nitrat yang dibebaskan dari bahan organik sehingga menghalangi oksigen untuk diserap oleh akar (Kirk & Kronzucker 2005). Gen Pengendali Toleransi Genangan Saat tanaman tergenangi air, secara otomatis mereka memberikan respon untuk meningkatkan pertahanannya. Namun, jika terlalu lama tergenangi, maka tanaman akan layu dan mati. Padi juga tidak berbeda, meskipun padi ditanam dalam air, tanaman muda seringkali terpengaruh oleh banjir tahunan di lahan pertanian dataran rendah. Namun, beberapa kultivar sangat toleran serta dapat bertahan hidup sampai dua minggu penggenangan sempurna berkaitan dengan tempat percobaan kuantitatif utama yang ditunjuk sebagai Submergence 1 (Sub1) seperti pada FR13A (Xu et al. 2004). Lokus Sub1 terpetakan pada kromosom 9, berukuran 200 kb (Gambar 2), dan berperan dalam variasi toleransi genangan kultivar padi (Xu Gambar 2 Sub1 haplotipe dari O.sativa. Lokus Sub 1 mengkodekan dua atau tiga ethylene-responsive factors yaitu Sub1A, Sub1B, dan Sub1C. Hanya lokus yang berisi alel Sub1A-1 yang dapat menyebabkan padi tahan terhadap rendaman (Fukao et al. 2006, Xu et al. 2006). & Mackill 1996, Xu et al. 2004, Perata & Voesenek 2006). Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa Sub1 pada FR13A mengkode tiga faktor transkripsi (Sub1A, Sub1B, dan Sub1C) (Gambar 2) yang termasuk kelompok B-2 subgrup ethylene response factor (ERFs) (Perata & Voesenek 2006). Regulasi transkripsi Sub1A dan Sub1C didapatkan meningkat akibat genangan. Peningkatan Sub1C berkurang dengan adanya Sub1A, mengindikasikan adanya represi Sub1C oleh Sub1A. ERF ketiga, Sub1B hanya sedikit terpengaruh oleh genangan (Fukao & Bailey- Serres 2008, Perata & Voesenek 2006). Sub1A merupakan respon etilen mirip gen yang mengendalikan toleransi terhadap genangan pada padi (Xu et al. 2004). Sub1A yang pertama kali ditemukan merupakan suatu variabel tetapi dibutuhkan untuk toleransi terhadap genangan. Ketika terekspresi lebih dalam, gen Sub1A menyebabkan varietas padi toleran genangan di air. Suatu penyimpangan, Sub1A-1 hanya ditemukan dalam padi toleran genangan, sementara Sub1A-2 dengan suatu perubahan nukleotida tunggal merupakan versi ketidaktoleransi dari gen tersebut. Ketika dimasukkan kedalam varietas padi swarna tidak toleran genangan, yang tidak ada gen Sub1A, ilmuwan menemukan bahwa hasilnya tidak hanya toleran genangan air, tetapi juga produksi tinggi dan keuntungan lainnya. Hasil survey alel mendapatkan toleransi genangan terkait dengan alel Sub1A-1 dan intoleransi genangan terkait dengan alel Sub1A-2 (Fukao & Bailey-Serres 2008, Xu et

14 5 al. 2004). Transformasi Sub1A-1 pada varietas Japonica intoleran genangan menghasilkan tanaman transgenik yang toleran genangan (Fukao & Bailey-Serres 2008, Perata & Voesenek 2006). Introgresi Sub1 (haplotipe Sub1A-1, Sub1B-1, Sub1C-1) pada intoleran kultivar japonica M202 mendapatkan tanaman yang lebih toleran terhadap genangan, lambat penurunan pati dan solubel karbohidratnya, kecil mrna - amilase dan sukrosa sintasenya, tinggi aktivitas piruvat dekarboksilase (Pdc) dan alkohol dehidrogenase (Adh), kecil produksi etilennya, dan berkurang transkripsi gen ekspansinya (Fukao & Bailey-Serres 2008). Data-data fisiologi ini mendukung teori bahwa strategi survival terhadap genangan berlangsung melalui konservasi karbohidrat, represi elongasi sel, dan peningkatan kapasitas fermentasi (Perata & Voesenek 2006, Fukao & Bailey-Serres 2008). Keterkaitan Sub1 dalam survival tanaman terhadap genangan seperti disajikan pada Gambar 3 (Perata & Voesenek 2006, Fukao & Bailey-Serres 2008). Genangan mengakibatkan akumulasi etilen yang kemudian menginduksi transkripsi gen Sub1A sehingga terjadi akumulasi protein Sub1A. Selanjutnya Sub1A menghambat ekspansi A (ExpA) dan sukrosa sintase (Sus 3) sehingga menghambat pertumbuhan. Sub1A meningkatkan transkripsi gen yang berkaitan dengan fermentasi sehingga terjadi akumulasi mrna dan peningkatan aktivitas Pdc dan Adh. Kondisi Fermentasi akan membuat glikolisis dapat berlanjut sehingga menghasilkan ATP untuk survival. Namun, laju produksi etanol tidak jauh berbeda dengan genotip yang tidak mengandung gen Sub1A, mengindikasikan bahwa induksi Pdc dan Adh tidak terlalu krusial. Sub1A menghambat gen yang berkaitan dengan elongasi sel dan katabolisme karbohidrat. Degradasi pati menghasilkan sumber glukosa untuk glikolisis dan pertumbuhan. Padi yang mengekspresi Sub1A, laju elongasi rendah, pati dan karbohidrat yang terkumpul dapat digunakan untuk mempertahankan perlambatan sintesis ATP melalui fermentasi. Sub1C yang mengontrol gen -amilase (Ramy3D) dihambat oleh Sub1A. Gibberellins (GA) terlibat dalam regulasi ekspresi Sub1C. Namun, efek tersebut terhadap ekspresi Ramy3D bersifat tidak langsung, mengingat promotor gen ini yang tidak mengandung elemen GARE diperlukan untuk regulasi GA. Peningkatan regulasi Ramy3D oleh kandungan gula didapatkan pada Sub1A-defisien. SUB1A juga bertanggung jawab pada restriksi feedback produksi etanol. Gambar 3 Keterkaitan Sub1A dan Sub1C dengan toleransi genangan (Fukao et al. 2006, Perata & Voesenek 2007, Fukao & Bailley- Serres 2008). Metode Analisis Toleransi Genangan Analisis/seleksi toleransi genangan secara lapangan dapat dilakukan dengan uji genangan (Xu et al. 2004, Sarkar et al. 2006). Metode fluorosensi klorofil juga telah dikembangkan (Sarkar et al. 2006). Kedua metode tersebut berguna untuk seleksi awal. Namun, tidak dapat memberikan informasi apakah sifat toleransi genangan sampel yang diperiksa diakibatkan oleh perlakuan yang dilakukan. Walaupun metode pada level asam nukleat secara RAPD, RFLP atau AFLP, dan hibridisasi terhadap Sub1 juga telah dikembangkan, tetapi metode-metode ini sangat laborius dan memerlukan sampel DNA berkualitas tinggi dalam jumlah banyak, sehingga kurang praktis bila jenis sampelnya banyak atau jumlah sampel sedikit (Xu et al. 2004). PCR berbasis marka Sub1 merupakan metode yang paling praktis, tidak diperlukan sampel DNA yang banyak, serta paling sensitf karena adanya efek amplifikasi. Marker mikrosatelit (RM219) dan concodominant (RM464A) yang terkait dengan Sub1 telah dikembangkan (Xu et al. 2004). Pada penelitian ini akan digunakan

15 6 deteksi dengan metode PCR dengan marka Sub1. Metode Persilangan Terarah (Site Directed Crossing) Tanaman transgenik akan dihambat dengan adanya regulasi GMO, sehingga sedapat mungkin menghindari metodemetode pengembangan yang menghasilkan produk tanaman transgenik. Metode sitedirected crossing (Gambar 4) merupakan alternatif yang dapat digunakan untuk mengintroduksi sifat tertentu secara spesifik tanpa harus melalui rekayasa genetik yang menghasilkan produk tanaman transgenik (Xu et al. 2004, Mackill et al 2007). Pada metode ini, introgresi donor dapat diminimalisasi, hanya sifat yang diinginkan yang terintroduksi pada host, sehingga dapat dipertahankan sifat-sifat yang baik pada padi host. Pembentukan populasi hingga BC5F1 akan menghasilkan turunan dengan sifat yang mendekati hampir 100 % host (retensi host maksimal) (Mackill et al. 2007), sehingga hanya sifat yang diinginkan (misalnya aromatik, toleransi genangan, dsb.) yang terintroduksi ke host. Selfing (pembentukan BC5F2) hanya diperlukan untuk introduksi sifat yang progeni gennya bersifat resesif (misalnya sifat aromatik), sedangkan untuk yang dominan (misalnya toleransi genangan) cukup hingga BC5F1. Analisis molekuler (misalnya PCR) sangat diperlukan untuk memastikan bahwa tanaman yang akan dibackcross telah mengandung gen yang ditargetkan (Mackill et al. 2007) serta membantu mempersingkat tahapan penelitian. Pada introduksi toleransi genangan yang sifatnya dominan, dapat langsung dilakukan uji genangan, tetapi Gambar 4 Diagram metode site-directed crossing. Keterangan: backcross = silang balik, selfing = silang dengan dirinya sendiri. dengan adanya analisis molekuler akan lebih memastikan dan secara saintifik lebih valid. Metode site-directed crossing sering digunakan dengan nama marker- assisted backcrossing atau PCR-assisted backcrossing (Mackill et al. 2007, Lang & Buu 2008). Namun, umumnya tidak secara menyeluruh hingga turunan BC5F1 atau BC5F2, biasanya acak hingga BC3F1, BC2F2, dsb. Selain itu, belum pernah digunakan untuk introduksi lebih dari satu sifat. Marka Molekular Marka molekuler merupakan metode penunjuk keberadaan rangkaian nukleotida atau lebih umum dikenal pasangan basa (DNA) yang tidak dikenal sebagai suatu fungsional genetik. Marka dapat juga memberikan informasi suatu rangkaian sekuen tertentu dalam menyandikan suatu sifat atau memberikan informasi tentang keberadaan posisi suatu sekuen konservasi di dalam genom Gupta et al. (2002) mengklasifikasikan marka molekuler kedalam beberapa generasi, diantaranya generasi pertama berdasarkan fragmen restriksi (Restriction Fragment Length Polymorphisms-RFLP) yang telah dilaporkan pada genom manusia pada awal 1980 (Botstein et al. 1980) menjadikan marka molekuler berbasis fragmen DNA sangat populer. Disusul dengan marka generasi kedua pada tahun 1990 yang meliputi mikrosatelit (Simple Sequence Repeats-SSRs) dan AFLPs (Amplified Fragment Length Polymorphisms) berbasiskan fingerprinting. Marka generasi ketiga pun muncul dengan pada tingkat yang lebih spesifik pada penyandi terkait ekspresi (Expressed Sequence Tags-ESTs) dan SNPs (Single Nucleotide Polymorphisms) diakhir Berdasarkan prinsip dan metodenya marka molekuler dapat dikelompokan kedalam empat grup (Gupta et al. 2002). Pertama, marka berdasarkan hibridisasi probe; RFLFs merupakan marka yang mempunyai tingkat polimorfis yang disebabkan subtitusi, penyisipan, penghilangan, atau translokasi dalam genom (Gupta et al. 2002). Marka ini memisahkan fragmen DNA berdasarkan sistem pemotongan enzim restriksi seperti EcoRI dan HindIII yang dilanjutkan proses hibridisasi probe pada teknik Southern blotting. Marka ini bersifat kodominan tetapi mempunyai keterbatasan dalam perakitan yang hanya dikonstruksi dari klon cdna yang telah diketahui, kuantitas dan kualitas

16 7 DNA yang dibutuhkan sangat tinggi serta dibutuhkan laboratorium khusus menangani radioaktif. RFLP merupakan sebuah teknik baru untuk memonitor transfer gen dari sebuah persilangan dan memiliki kemampuan untuk mengklon gen produk yang belum diketahui (Lang & Buu 2008). Kedua, marka berdasarkan polymerase chain reaction (PCR) yang dikelompokan dalam satu primer pengamplifikasi; RAPD merupakan marka yang mengamplifikasi genom dengan satu primer spesifik secara acak (Williams et al. 1990) dan pasangan primer spesifik. STSs (Sequence-Tagged Sites) merupakan sekuen unik yang pendek yang mengidentifikasi satu atau lebih loci dan dapat teramplifikasi dengan PCR. SCARs (Sequence Characterized Amplified Regions); seperti STS primer yang mengidentifikasi RFLP loci. AFLP merupakan DNA fingerprinting yang berbasis pada amplifikasi PCR pada suatu set fragmen restriksi yang telah diligasikan suatu sekuen diketahui yang akan teramplifikasi biasanya menggunakan MseI atau EcoRI. AFLP ini mempunyai sifat kodominan sehingga dapat digunakan dalam studi tingkat polimorfis dan lebih efisien dibandingkan dengan teknik lainnya (Powell et al. 1996) dan SSRs yang merupakan DNA fingerprinting yang mempunyai tingkat kepercayaan lebih tinggi dibandingkan dengan penanda DNA berbasis fingerprinting. Ketiga, marka berdasarkan PCR diteruskan hibridisasi. MP-PCR merupakan penggabungan beberapa teknik dalam proses PCR dengan menggunakan primer spesifik dan diteruskan dengan proses hibridisasi dengan probe radioaktif. Terakhir, marka berdasarkan hasil sequen seperti SNPs yang merupakan marka yang lebih spesifik pada perbedaan satu pasang basa nukleotida. Marka ini memerlukan sekuen lengkap tanaman dari suatu sekuen spesifik tertentu yang mempunyai suatu fungsi tertentu. Setiap jenis marka mempunyai keuntungan dan kerugian dalam penggunaannya dan prosedur yang akan digunakan untuk beberapa tujuan. Faktor yang banyak mempengaruhi dalam pemilihan jenis marka antara lain kualitas dan kuantitas genom DNA, konsentrasi dan tidak adanya mispriming pada pasangan primer yang digunakan, konsentrasi pereaksi, jenis tanaman yang digunakan karena beberapa marka tergantung pada lokasi ekstraksi DNA tersebut dan pembuatan marka itu sendiri yang membutuhkan biaya, waktu dan tenaga kerja yang komplikasi. Diantara marka molekular tersebut, SSR banyak dipakai karena sifatnya yang relatif praktis (PCR base), akurat, tingkat polimorfisme yang tinggi, memungkinkan multiplex (pengamatan beberapa marka sekaligus), dan sebarannya merata di seluruh bagian genom padi. PCR dengan Marka Sub1 PCR adalah salah satu metode yang paling praktis untuk menunjukkan keberadaan gen pada suatu organisme. Analisis molekuler seperti PCR sangat diperlukan untuk memastikan bahwa tanaman yang akan disilangbalik (backcross) telah mengandung gen yang ditargetkan serta membantu mempersingkat tahapan penelitian (Mackill et al. 2007). PCR dengan marka Sub1 merupakan metode yang paling praktis dibandingkan dengan metode RAPD, RFLP, atau AFLP. Septiningsih et al. (2009) melaporkan bahwa ukuran/panjang gen padi toleran genangan (Sub1) berbeda dengan padi nontoleran genangan. Hal ini menyebabkan adanya pola pita yang berbeda pada visualisasi hasil PCR dengan elektroforesis gel agarosa. Panjang gen dan susunan gen yang berbeda antara padi toleran genangan dengan padi nontoleran genangan dapat membantu amplifikasi DNA dengan primer yang spesifik. Marka-marka yang spesifik terhadap toleran genangan sudah banyak teridentifikasi (Septiningsih et al. 2009). Pada penelitian ini digunakan marka AEX1F dan AEX1R serta kombinasi antara marka RM219F dan AEX1R. Marka tersebut secara spesifik dirancang untuk alel toleran (IR40931). Marka AEX1F sebagai forward dengan sekuen 5 AGGCGGAGCTACGAGTACCA 3. Primer AEX1F berukuran 231 bp dengan nilai Tm sebesar 62.2ºC. Posisi dari primer ini SNP fungsional untuk Sub1A. Primer AEX1R merupakan primer reverse yang spesifik untuk gen Sub1 dengan nilai Tm sebesar 62.4ºC. Sekuen dari primer AEXR adalah 5 GCAGAGCGGCTGCGA. Marka Restriction Fragment Length Polymorphisms (RFLP), Amplified Fragment Length Polymorphism (AFLP), dan Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD) telah banyak digunakan dalam pemetaan gen Sub1. Namun, marka ini secara umum tidak cocok untuk aplikasi program marker assisted selection (MAS). Hal ini dikarenakan pada RAPD, RFLP, atau AFLP

17 8 sangat laborius untuk pengukuran dan memerlukan DNA dalam jumlah yang banyak atau berkualitas tinggi. Oleh karena itu, diperlukan marka PCR berbasis kodominan seperti marka mikrosatelit. Salah satu marka mikrosatelit yang sering digunakan adalah SSR. Berdasarkan penelitian Xu et al. (2004) primer SSR yang ideal untuk seleksi toleran genangan adalah RM 219 dan RM 464A. Namun, pada penelitian kali ini hanya digunakan marka RM219F saja yang dikombinasikan dengan AEX1R. Seleksi Sub1 dengan marka mikrosatelit ini dapat dipercaya karena ikatannya sangat kuat (3.4 cm dan 0.7 cm). Primer forward dari marka RM219F memiliki sekuen 5 CGTCGGATGATGTAAAGCCT 3 (Xu et al. 2004). Meskipun primer tersebut telah terbukti pada berbagai analisis molekular varietas padi di berbagai negara, tetapi marka-marka tersebut belum pernah digunakan untuk varietas padi Indonesia. BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan tanaman padi diperoleh dari BB- BIOGEN dan LIPI. Tanaman yang digunakan yaitu host (Ciherang), padi BC2F1 Ciherang/IR64-Sub1, padi BC2F1 Ciherang/Swarna-Sub1, padi IR64-Sub1, padi Swarna-Sub1, dan padi IR42. Reagen untuk isolasi DNA yaitu etanol 70 %, etanol 95 %, bufer ekstraksi (NaCl 5 M, Tris-HCl 1 M, EDTA 0,5 M, lauril sarkosin, dan urea), fenol kloroform isoamilalkohol (PCI), isopropanol, dan larutan TE. Bahan-bahan yang digunakan untuk menguji hasil isolasi DNA dengan PCR adalah bufer PCR 10x, MgCl 2 50 mm, dntp mix 10 mm, primer AEX1, primer RM219, Taq polymerase, sampel DNA 50 ng/ µl, dan MQ H 2 O. Bahan-bahan yang digunakan untuk elektroforesis yaitu loading dye, bufer TAE 1x, agarosa, DNA hasil isolasi atau hasil PCR, marker, etidium bromida, dan akuabides. Alat-alat yang digunakan untuk pembentukan benih BC3F1 adalah cawan petri, kertas saring, bak plastik volume 100 liter, ember, penyedot vakum, kertas minyak, klip, lampu listrik, dan gunting. Alat-alat yang digunakan untuk isolasi DNA adalah ruang laminar air flow, waterbath, cool box, pinset, tabung mikro, mortar, tip, vorteks, microfuge (Backman rotor 12), autopipet, dan inkubator. Alat-alat yang digunakan untuk elektroforesis adalah neraca analitik, autoklaf, gelas piala, labu Erlenmeyer, magnetic stirrer, microwave, tangki elektroforesis, dan kertas aluminium. Alatalat lain yang digunakan adalah spektrofotometer (SmartSpec TM Plus Spectrophotometer, Biorad), kuvet, ph meter, mesin PCR PTC-100 (MJ Research, Inc), dan UV illuminator Chemidoc EQ Biorad. Metode Penelitian Penanaman dan Persilangan Tanaman Padi (Soedyanto et al. 1978) Materi yang digunakan adalah varietas unggul Ciherang sebagai tetua pemulih, dan padi donor BC2F1 Ciherang/Swarna-Sub1 dan BC2F1 Ciherang/IR64-Sub1. Untuk menghasilkan biji BC3FI dilakukan penanaman butir padi dari masing-masing varietas dikecambahkan dalam cawan petri. Setelah berkecambah, dipilih 5 kecambah yang pertumbuhannya baik dan dipindahkan ke bak pembenihan. Setelah berumur 2 minggu, tanaman dipindahkan ke ember dan dipelihara sampai berbunga. Tanaman tetua betina Ciherang dan tetua jantan BC2F1 Ciherang-Sub1 yang pembungaannya bersamaan disilangkan untuk mendapatkan BC3FI. Sehari sebelum dilakukan persilangan, dilakukan kastrasi atau emaskulasi pada bunga-bunga tanaman tetua betina. Kastrasi adalah membuang bagian tanaman yang tidak diperlukan. Kastrasi dilakukan sehari sebelum penyerbukan agar putik menjadi masak sempurna saat penyerbukan sehingga keberhasilan penyilangan lebih tinggi. Setiap bunga terdapat enam benang sari dan dua kepala putik yang menyerupai rambut tidak boleh rusak. Bunga pada malai yang akan dikastrasi dijarangkan hingga tinggal bunga. Sepertiga bagian bunga dipotong miring menggunakan gunting kemudian benang sari diambil dengan alat penyedot vacuum pump. Bunga yang telah bersih dari benang sari ditutup dengan glacine bag agar tidak terserbuki oleh tepung sari yang tidak dikehendaki. Proses penyerbukan dilakukan dengan menyalakan semua lampu di ruang persilangan untuk meningkatkan suhu hingga 32 C dan kelembapan udara hingga 80% sehingga dapat mempercepat pemasakan tepung sari. Bunga jantan diambil kemudian disimpan dalam bak plastik. Setelah kepala sari membuka, segera dilakukan penyerbukan. Bunga betina yang sudah dikastrasi dibuka tutupnya kemudian bunga

18 9 jantan diletakkan di atasnya. Tanaman dipelihara sampai panen. Biji-biji yang telah masak dipanen dan dikeringkan dalam oven selama 1 malam. Pengujian Toleransi genangan (Septiningsih et al. 2009) Pengujian ini dilakukan pada tanaman padi Ciherang, IR42, IR64-Sub1 dan Swarna- Sub1 dengan padi BC3FI Ciherang/IR64- Sub1 dan BC3FI Ciherang/Swarna-Sub1 mengikuti prosedur dari Septiningsih (2009). Benih sebanyak 10 biji per fenotipe (BC3FI) Ciherang/IR64-Sub1, Ciherang/Swarna-Sub1, tetua dari hasil persilangan tersebut masingmasing sebanyak 10 biji serta padi IR42 disemai di cawan petri selama 7 hari. Padi varietas IR42 biasanya digunakan sebagai kontrol toleran genangan karena sensitif terhadap genangan sehingga dapat memudahkan mengetahui batas uji genangan yang dilakukan. Setelah bibit berumur 7 hari (seminggu) kemudian dipindah tanam ke pot percobaan di Rumah Kaca. Setiap bak kecil ditanam satu bibit dalam satu lubang pada jarak tanam 5 cm x 5 cm dengan luasan pot 50cm x 25cm = 1.25 m 2, sehingga jumlah tanaman per pot adalah 50 tanaman dan tanaman dibiarkan tumbuh sekitar 14 hari untuk siap dilakukan uji genangan. Seleksi Sub1 dari hasil persilangan untuk uji genangan disejajarkan dengan tetua masing-masing varietas. Padi IR42 sebagai kontrol juga ditanam sejajar dalam satu pot kecil bersama dengan padi BC3FI hasil persilangan dan tetua. Setelah padi berumur 14 hari dalam pot maka dilakukan uji genangan dengan memasukkan pot yang berisi tanaman padi yang telah disejajarkan tersebut ke dalam bak (tray) yang besar. Kemudian bak yang sudah berisi tanaman padi tersebut diisi dengan air (digenangi) sampai keseluruhan padi tersebut terendam. Ketika kontrol IR42 sudah menunjukkan kerusakan >50% biasanya setelah 14 hari maka genangan air dalam bak tersebut dibuang. Setelah itu tanaman padi yang bertahan tersebut secara keseluruhan dibiarkan selama hari untuk melakukan recovery. Kemudian tanaman padi yang akan recovery ditumbuhkan sampai daunnya siap untuk isolasi DNA. Isolasi DNA Padi (Doyle dan Doyle 1987) DNA genom total tanaman padi hasil persilangan Ciherang dengan BC2F1 Ciherang/IR64-Sub1 dan Ciherang/Swarna- Sub1 di isolasi dari daun (Doyle & Doyle 1987). Isolasi DNA dilakukan empat tahap yang meliputi pemanenan, preparasi ekstrak sel, pemurnian DNA, dan pemekatan DNA. Tanaman padi yang berumur 3 minggu dipanen dan dimasukkan dalam tabung mikro. Pemecahan sel dibantu dengan cara penggerusan dalam mortar dan ditambah 1000 µl bufer ekstraksi CTAB hingga homogen. Suspensi diinkubasi di dalam water bath selama 15 menit suhu 65 ºC (setiap 5 menit dikocok dengan cara tabung dibolak-balik secara perlahan). Pemurnian DNA dari pengotor dihilangkan dengan penambahan 100 µl fenol kloroform isoamilalkohol (PCI) ke dalam tabung dan dikocok selama 20 detik hingga merata. Suspensi selanjutnya disentrifugasi dengan kecepatan rpm selama 10 menit. Pemekatan DNA dilakukan dengan menambahkan 500 µl isopropanol ke supernatan dan dicampur selama 5 menit. Sampel divorteks dan disentrifugasi kembali pada kecepatan rpm selama 5 menit. Pelet yang diperoleh dicuci dengan 500 µl etanol 70%. Campuran disentrifugasi kembali selama 5 menit pada kecepatan rpm. Pelet selanjutnya dikeringkan di oven suhu 60 0 C selama 10 menit. Pelet yang telah kering dilarutkan dengan larutan TE yang mengandung ribonuklease sebanyak µL. Kemudian pelet yang telah dilarutkan dengan TE diinkubasi suhu 37 C selama 30 menit. Pengukuran Konsentrasi dan Kemurnian DNA (Sambrook et al. 1989) Konsentrasi DNA ditentukan dengan spektrofotometer pada λ 260 nm. Sedangkan kemurnian DNA diukur pada λ 260/280 nm. Sampel DNA sebanyak 2µL dilarutkan dalam buffer Tris-EDTA sebanyak 198 µl ke dalam kuvet sehingga volume akhirnya 2 ml. Angka yang muncul pada layar merupakan konsentrasi dari DNA sampel yang diukur dan dicatat. DNA yang sudah diukur konsentrasinya diencerkan 10x sehingga mendapatkan konsentrasi yang seragam untuk digunakan dalam analisis PCR. Kemurnian larutan DNA dapat dihitung dengan menghitung hasil OD 260 nm dibagi OD 280 nm. Hasil perbandingan antara menunjukkan kemurnian yang tinggi. Seleksi PCR dengan Marka AEX1 (Septiningsih et al. 2009) Campuran reaksi untuk PCR terdiri atas 2 µl DNA 50 ng/ µl, 2 µl bufer PCR 10x, 0.6 µl MgCl 2 50 mm, 0.4 µl dntp mix 50

19 10 mm, 1 µl masing-masing primer AEX1F ukuran 231 bp sebagai forward dengan sekuen 5 AGGCGGAGCTACGAGTACCA 3 dan primer AEX1R sebagai reverse dengan sekuen 5 GCAGAGCGGCTGCGA 3 (Septiningsih et al. 2009), 0.16 µl Taq polymerase, dan µl MQ H 2 O. Kemudian digunakan program SUB I pada mesin PCR dengan kondisi denaturasi awal 94 0 C selama 5 menit denaturasi 94 0 C selama 1 menit, penempelan primer 55 0 C selama 1 menit, perpanjangan primer 72 0 C selama 2 menit, dan perpanjangan primer akhir 72 0 C selama 5 menit. Seleksi PCR dengan Marka RM219F dan AEX1R Seleksi keberadaan gen Sub1 juga dilakukan dengan menggunakan marka mikrosatelit RM219F dan AEX1R dengan campuran reaksi untuk PCR terdiri atas 2 µl DNA 50 ng/ µl, 2 µl bufer PCR 10x, 0.6 µl MgCl 2 50 mm, 0.4 µl dntp mix 50 mm, 1 µl masing-masing primer RM219F sebagai forward dengan sekuen 5 CGTCGGATGATGTAAAGCCT 3 dan primer AEX1R sebagai reverse dengan sekuen 5 GCAGAGCGGCTGCGA 3 (Septiningsih et al. 2009), 0.16 µl Taq polymerase, dan µl MQ H 2 O. Kemudian dilakukan amplifikasi PCR seperti pada marka AEX1. Elektroforesis Produk PCR (Septiningsih et al. 2009) Ukuran produk PCR selanjutnya dapat dianalisis dengan elekroforesis gel agarose. Sebanyak 1-2% gel agarosa dan 1x buffer TAE (Tris Acetic Acid EDTA) dimasukkan ke dalam cetakan. Setelah gel agarosa memadat kemudian dimasukkan ke dalam tangki elektroforesis yang berisi 1x buffer TAE. Sebanyak 10 µl produk PCR dari masingmasing sampel ditambahkan dengan 2 µl loading dye dan dicampur sempurna, kemudian dimasukkan ke dalam sumur di dalam gel. Ukuran dari produk PCR ditentukan dengan mnyertakan DNA standar (100 bp ladder) sebagai pembanding. Sampel dielektroforesis dengan tegangan 80 volt selama kurang lebih 1.5 jam. Setelah itu, gel agarose diwarnai dengan larutan etidium bromida (EtBr) (10 mg/l) selama 10 menit dan dicuci dengan air selama menit. Gel agarose kemudian divisualisasi dengan Chemidoc gel system (Biorad). HASIL DAN PEMBAHASAN Pembentukan Benih dan Populasi BC3F1 Ciherang/Swarna-Sub1 dan BC3F1 Ciherang/IR64-Sub1 Pembentukan populasi BC3F1 Ciherang- Sub1 dari penelitian ini merupakan penggabungan sifat yang dimiliki dari dua jenis tetua yang berbeda. Proses pembentukan BC3F1 dilakukan dengan melakukan persilangan antara benang sari dan putik sehingga akan dihasilkan embrio yang akan berkembang menjadi benih. Penggabungan sifat yang dihasilkan dari kedua tetua pada BC3F1 terjadi secara acak, sehingga kombinasi sifat yang dihasilkan bersifat lebih menguntungkan dari kedua tetuanya (Welsh & James 1981). Keturunan yang dihasilkan akan memiliki sifat baru yang berbeda dengan kedua induknya. Hasil persilangan antara Ciherang (host) dengan BC2F1 (Ciherang/Swarna-Sub1 dan Ciherang/IR64-Sub1) akan menghasilkan komposisi gen 93,75%:6,25% yang artinya gen dari kedua tetua telah bersegregasi dalam tanaman BC3F1 dengan komposisi paling banyak gen Ciherang pada populasi BC3F1 (Gambar 5). Dalam pembentukan benih BC3F1 Ciherang-Sub1 digunakan metode persilangan terarah (site-directed crossing). Pada metode ini, introgresi donor dapat diminimalisasi, hanya sifat yang diinginkan yang terintroduksi pada host, sehingga dapat dipertahankan sifat-sifat yang baik pada padi host. Metode ini lebih dikenal dengan nama marker assisted backcrossing (Lu & Chang 1980, Mackill et al. 2007). Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, metode ini merupakan alternatif yang dapat digunakan untuk mengintroduksi sifat tertentu secara spesifik tanpa harus melalui rekayasa genetik yang menghasilkan produk tanaman transgenik (Xu et al. 2004, Mackill et al. 2007). Persilangan ini dimaksudkan agar tanaman BC3F1 Ciherang/Sub1 yang dihasilkan memiliki sifat penuh yang dimiliki padi Ciherang. Selanjutnya turunannya akan disilang balik lagi sampai generasi BC5F1 agar komposisi gen mendekati seratus persen kembali ke Ciherang. Banyak faktor yang harus dipenuhi agar persilangan buatan berhasil dengan baik, diantaranya adalah waktu berbunga, kastrasi atau emaskulasi, penyerbukan, isolasi dan pemeliharaan. Proses persilangan dilakukan ketika pembungaan antara jantan dan betina memiliki waktu yang sama, sehingga perlu

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA 1 PENDAHULUAN Upaya untuk meningkatkan produksi padi terus dilakukan seiring dengan bertambahnya penduduk dan meningkatnya kebutuhan beras. Peningkatan produksi padi dapat dilakukan dengan memperbaiki

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. (Septiningsih et al. 2009), 0.16 µl Taq

HASIL DAN PEMBAHASAN. (Septiningsih et al. 2009), 0.16 µl Taq 10 mm, 1 µl masing-masing primer AEX1F ukuran 231 bp sebagai forward dengan sekuen 5 AGGCGGAGCTACGAGTACCA 3 dan primer AEX1R sebagai reverse dengan sekuen 5 GCAGAGCGGCTGCGA 3 (Septiningsih et al. 2009),

Lebih terperinci

hasil penelitian Supartopo et al. (2008) yang menunjukkan rata-rata daya pulih tanaman hasil introgesi gen Sub1 terhadap cekaman rendaman selama satu

hasil penelitian Supartopo et al. (2008) yang menunjukkan rata-rata daya pulih tanaman hasil introgesi gen Sub1 terhadap cekaman rendaman selama satu 67 PEMBAHASAN UMUM Berbagai penelitian sebelumnya telah banyak yang mempelajari mekanisme adaptasi suatu tanaman terhadap banjir atau cekaman rendaman. Liao dan Lin (2001) mengemukakan bahwa ketika suatu

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN KARAKTERISASI GEN TOLERAN GENANGAN POPULASI PADI BC 4 F 1 CIHERANG-Sub1 RESTU RAHAYU

IDENTIFIKASI DAN KARAKTERISASI GEN TOLERAN GENANGAN POPULASI PADI BC 4 F 1 CIHERANG-Sub1 RESTU RAHAYU IDENTIFIKASI DAN KARAKTERISASI GEN TOLERAN GENANGAN POPULASI PADI BC 4 F 1 CIHERANG-Sub1 RESTU RAHAYU DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap BAB III METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap penyiapan templat mtdna, amplifikasi fragmen mtdna pada daerah D-loop mtdna manusia dengan teknik PCR, deteksi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 individu udang Jari yang diambil dari Segara Anakan Kabupaten Cilacap Jawa Tengah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Padi merupakan tanaman pangan pokok penduduk Indonesia. Di samping

BAB I PENDAHULUAN. Padi merupakan tanaman pangan pokok penduduk Indonesia. Di samping BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Padi merupakan tanaman pangan pokok penduduk Indonesia. Di samping itu Indonesia merupakan daerah agraris dengan profesi utama penduduknya sebagai petani terutama

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. Taksonomi tanaman padi menurut Tjitrosoepomo (2004) adalah sebagai

II.TINJAUAN PUSTAKA. Taksonomi tanaman padi menurut Tjitrosoepomo (2004) adalah sebagai 9 II.TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi Tanaman Padi (Oryza sativa L.) Taksonomi tanaman padi menurut Tjitrosoepomo (2004) adalah sebagai berikut : Regnum Divisio Sub Divisio Class Ordo Family Genus : Plantae

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah D-loop

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI ISOLASI TOTAL DNA TUMBUHAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA PHYTOPURE Halaman : 1 dari 5 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan tumbuhan, dapat dari daun, akar, batang,

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 1 Bahan tanaman : (a) Tetua IR64; (b) tetua Hawarabunar, dan (c) F 1 (IRxHawarabunar) c a b

METODOLOGI. Gambar 1 Bahan tanaman : (a) Tetua IR64; (b) tetua Hawarabunar, dan (c) F 1 (IRxHawarabunar) c a b METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dua tahap yaitu penanaman padi dan analisis fisiologi dan marka molekuler. Penanaman padi secara gogo pada tanah masam dilakukan di rumah kaca Cikabayan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Varietas unggul padi telah tersebar di seluruh dunia untuk dijadikan bibit yang digunakan oleh para petani. Pemerintah Republik Indonesia telah mengeluarkan lebih dari

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di II. MATERI DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di enam desa yaitu tiga desa di Kecamatan Grokgak dan tiga desa di Kecamatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jenis kelamin menjadi salah satu studi genetik yang menarik pada tanaman

I. PENDAHULUAN. Jenis kelamin menjadi salah satu studi genetik yang menarik pada tanaman I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jenis kelamin menjadi salah satu studi genetik yang menarik pada tanaman dioecious. Jenis kelamin betina menjamin keberlangsungan hidup suatu individu, dan juga penting

Lebih terperinci

APLIKASI PCR BERBASIS MARKA SUB1 (AEX1 DAN RM219) PADA SELEKSI PADI BC1F1 CIHERANG-SUB1

APLIKASI PCR BERBASIS MARKA SUB1 (AEX1 DAN RM219) PADA SELEKSI PADI BC1F1 CIHERANG-SUB1 1 APLIKASI PCR BERBASIS MARKA SUB1 (AEX1 DAN RM219) PADA SELEKSI PADI BC1F1 CIHERANG-SUB1 EUIS MARLINA DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu pengumpulan sampel berupa akar rambut, ekstraksi mtdna melalui proses lisis akar rambut, amplifikasi

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Autentikasi Bahan Baku Ikan Tuna (Thunnus sp.) dalam Rangka Peningkatan Keamanan Pangan dengan Metode Berbasis DNA dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang mengangkat fenomena alam sebagai salah satu masalah dalam penelitian. Penelitian ini dapat menerangkan

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel 16 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menggambarkan tahapan penelitian yang terdiri dari pengambilan sampel, penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel, amplifikasi D-loop mtdna dengan teknik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian deskriptif. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode B. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah sampel DNA koleksi hasil

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SIFAT AROMA TANAMAN PADI MENGGUNAKAN MARKA BERBASIS GEN AROMATIK BAMBANG PADMADI

IDENTIFIKASI SIFAT AROMA TANAMAN PADI MENGGUNAKAN MARKA BERBASIS GEN AROMATIK BAMBANG PADMADI IDENTIFIKASI SIFAT AROMA TANAMAN PADI MENGGUNAKAN MARKA BERBASIS GEN AROMATIK BAMBANG PADMADI DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang mengangkat fenomena alam sebagai salah satu masalah dalam penelitian, sehingga dapat menerangkan arti

Lebih terperinci

homozigot lebih banyak didapatkan pada tanaman BC2F2 persilangan Situ Bagendit x NIL-C443 dan Batur x NIL-C443 dibandingkan dengan Situ Bagendit x

homozigot lebih banyak didapatkan pada tanaman BC2F2 persilangan Situ Bagendit x NIL-C443 dan Batur x NIL-C443 dibandingkan dengan Situ Bagendit x 144 PEMBAHASAN UMUM Penelitian introgresi segmen Pup1 ke dalam tetua Situ Bagendit dan Batur ini memiliki keunikan tersendiri. Kasalath dan NIL-C443 yang sebagai tetua sumber segmen Pup1 memiliki karakteristik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian murni yang dilakukan dengan metode deskriptif, yaitu suatu metode penelitian untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling 16 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling sel folikel akar rambut. Sampel kemudian dilisis, diamplifikasi dan disekuensing dengan metode dideoksi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut:

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut: BAB III METODE PENELITIAN Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel, lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh, amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tipe Cekaman Rendaman

TINJAUAN PUSTAKA Tipe Cekaman Rendaman 9 TINJAUAN PUSTAKA Tipe Cekaman Rendaman Kondisi cekaman rendaman yang terjadi pada pertanaman padi di lahan petani cukup beragam. Berdasarkan durasi atau lamanya rendaman terdapat dua macam kondisi rendaman,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium BIORIN (Biotechnology Research Indonesian - The Netherlands) Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB. Penelitian

Lebih terperinci

Kuantifikasi DNA dengan Spektrofotometer (Sambrook et al ) Elektroforesis DNA Seleksi PCR dengan Marka Bradbury (Bradbury et al .

Kuantifikasi DNA dengan Spektrofotometer (Sambrook et al ) Elektroforesis DNA Seleksi PCR dengan Marka Bradbury (Bradbury et al . 7 Kuantifikasi DNA dengan Spektrofotometer (Sambrook et al. 1989) Hasil isolasi DNA selajutnya dianalisis dengan spektrofotometeri untuk melihat konsentrasi dan kemurnian DNA. Sebanyak 2 µl DNA ditambahkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman budidaya penting dalam

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman budidaya penting dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman budidaya penting dalam peradaban manusia. Padi sudah dikenal sebagai tanaman pangan sejak jaman prasejarah.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR;

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR; BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar, langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah HVI mtdna

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 19 3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juni 2010 di Laboratorium Mikrobiologi, Biokimia dan Bioteknologi Hasil Perairan Departemen Teknologi Hasil

Lebih terperinci

Pengujian DNA, Prinsip Umum

Pengujian DNA, Prinsip Umum Pengujian DNA, Prinsip Umum Pengujian berbasis DNA dalam pengujian mutu benih memang saat ini belum diregulasikan sebagai salah satu standar kelulusan benih dalam proses sertifikasi. Dalam ISTA Rules,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat 12 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dari bulan April 2006 sampai dengan bulan April 2007. Penelitian dilakukan di rumah kaca, laboratorium Biologi Molekuler Seluler Tanaman, dan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penapisan ketahanan 300 galur padi secara hidroponik 750 ppm Fe. Galur terpilih. Galur terpilih

BAHAN DAN METODE. Penapisan ketahanan 300 galur padi secara hidroponik 750 ppm Fe. Galur terpilih. Galur terpilih BAHAN DAN METODE Ruang Lingkup Penelitian Penelitian tentang penapisan galur-galur padi (Oryza sativa L.) populasi RIL F7 hasil persilangan varietas IR64 dan Hawara Bunar terhadap cekaman besi ini dilakukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi 3 TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi Pertumbuhan tanaman padi dibagi kedalam tiga fase: (1) vegetatif (awal pertumbuhan sampai pembentukan bakal malai/primordial); (2) reproduktif (primordial

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer

LAMPIRAN. Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer LAMPIRAN Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer A. LARUTAN STOK CTAB 5 % (100 ml) - Ditimbang NaCl sebanyak 2.0 gram - Ditimbang CTAB sebanyak 5.0 gram. - Dimasukkan bahan kimia ke dalam erlenmeyer

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE 9 BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2011 sampai dengan Juli 2012. Kegiatan ekstraksi DNA sampai PCR-RFLP dilakukan di laboratorium Analisis

Lebih terperinci

DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN

DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN Darda Efendi, Ph.D Nurul Khumaida, Ph.D Sintho W. Ardie, Ph.D Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta, IPB 2013 Marka = tanda Marka (marka biologi) adalah sesuatu/penanda

Lebih terperinci

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Ria Maria (G34090088), Achmad Farajallah, Maria Ulfah. 2012. Karakterisasi Single Nucleotide Polymorphism Gen CAST pada Ras Ayam Lokal. Makalah Kolokium

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. merupakan makanan pokok lebih dari separuh penduduk dunia. Berdasarkan

I. PENDAHULUAN. merupakan makanan pokok lebih dari separuh penduduk dunia. Berdasarkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Padi merupakan tanaman yang memiliki nilai ekonomi sangat penting, dan merupakan makanan pokok lebih dari separuh penduduk dunia. Berdasarkan nilai ekonomi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian 12 METODE PEELITIA Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan April 2010, bertempat di Bagian Fungsi Hayati dan Perilaku Hewan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer

LAMPIRAN. Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer LAMPIRAN Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer 1. Pembuatan Larutan Stok a. CTAB 5 % Larutan dibuat dengan melarutkan : - NaCl : 2.0 gr - CTAB : 5.0 gr - Aquades : 100 ml b. Tris HCl

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI Halaman : 1 dari 5 ISOLASI TOTAL DNA HEWAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan hewan, dapat dari insang, otot, darah atau jaringan

Lebih terperinci

Asam Asetat Glacial = 5,7 ml EDTA 0,5 M ph 8.0 = 10 ml Aquades ditambahkan hingga volume larutan 100 ml

Asam Asetat Glacial = 5,7 ml EDTA 0,5 M ph 8.0 = 10 ml Aquades ditambahkan hingga volume larutan 100 ml 36 Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer A. Pembuatan Larutan Stok Tris HCL 1 M ph 8.0 (100 ml) : Timbang Tris sebanyak 12,114 g. Masukkan Tris ke dalam Erlenmeyer dan ditambahkan 80 ml aquades.

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 20 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif cross sectional molekuler. Data yang diperoleh berasal dari pemeriksaan langsung yang dilakukan peneliti sebanyak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Tanaman padi merupakan tanaman tropis, secara morfologi bentuk vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun berbentuk pita dan berbunga

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1. Peralatan Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah botol sampel, beaker glass, cool box, labu

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Survei penyakit klorosis dan koleksi sampel tanaman tomat sakit dilakukan di sentra produksi tomat di daerah Cianjur, Cipanas, Lembang, dan Garut. Deteksi

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE. Betina BEST BB NB RB. Nirwana BN NN RN. Red NIFI BR NR RR

II. BAHAN DAN METODE. Betina BEST BB NB RB. Nirwana BN NN RN. Red NIFI BR NR RR II. BAHAN DAN METODE Ikan Uji Ikan uji yang digunakan adalah ikan nila hibrida hasil persilangan resiprok 3 strain BEST, Nirwana dan Red NIFI koleksi Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Sempur, Bogor.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Alat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Biokimia, Program Studi Kimia, Institut Teknologi Bandung. Peralatan yang digunakan pada penelitian ini diantaranya

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

BIO306. Prinsip Bioteknologi

BIO306. Prinsip Bioteknologi BIO306 Prinsip Bioteknologi KULIAH 7. PUSTAKA GENOM DAN ANALISIS JENIS DNA Konstruksi Pustaka DNA Pustaka gen merupakan sumber utama isolasi gen spesifik atau fragmen gen. Koleksi klon rekombinan dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibudidayakan. Padi termasuk dalam suku padi-padian (Poaceae) dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibudidayakan. Padi termasuk dalam suku padi-padian (Poaceae) dan 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Padi Padi merupakan tanaman pertanian kuno yang sampai saat ini terus dibudidayakan. Padi termasuk dalam suku padi-padian (Poaceae) dan merupakan tanaman pangan yang dapat

Lebih terperinci

1 0,53 0,59 2 0,3 0,2 3 0,02 0,02 4 0,04 0,04 5 0,3 0,3 Ilustrasi rangkaian isolasi DNA tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.

1 0,53 0,59 2 0,3 0,2 3 0,02 0,02 4 0,04 0,04 5 0,3 0,3 Ilustrasi rangkaian isolasi DNA tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 berikut. PERBANDINGAN BEBERAPA METODE ISOLASI DNA UNTUK PENENTUAN KUALITAS LARUTAN DNA TANAMAN SINGKONG (Manihot esculentum L.) Molekul DNA dalam suatu sel dapat diekstraksi atau diisolasi untuk berbagai macam

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN IV (ISOLASI RNA DARI TANAMAN) KHAIRUL ANAM P051090031/BTK BIOTEKNOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 0 ISOLASI RNA DARI TANAMAN TUJUAN Tujuan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode 22 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode penelitian deskriptif. B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kedelai tetap dipandang penting oleh Pemerintah dan telah dimasukkan dalam program pangan nasional, karena komoditas ini mengandung protein nabati yang tinggi 38%, lemak

Lebih terperinci

Teknik-teknik Dasar Bioteknologi

Teknik-teknik Dasar Bioteknologi Teknik-teknik Dasar Bioteknologi Oleh: TIM PENGAMPU Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Jember Tujuan Perkuliahan 1. Mahasiswa mengetahui macam-macam teknik dasar yang digunakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. penelitian ini

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Padi (Varietas Ciherang) Padi merupakan kebutuhan vital bagi manusia Indonesia sehari-hari, disebabkan setiap hari orang mengkonsumsi nasi sebagai makanan pokok. Untuk menjaga

Lebih terperinci

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD Herdiyana Fitriani Dosen Program Studi Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Suhu Annealing pada Program PCR terhadap Keberhasilan Amplifikasi DNA Udang Jari (Metapenaeus elegans) Laguna Segara Anakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode 24 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode penelitian deskriptif. B. Objek Penelitian Empat spesies burung anggota Famili

Lebih terperinci

PENANDA KODOMINAN B11 BERDASARKAN CAPS SEBAGAI ALAT SELEKSI TOLERANSI TANAMAN PADI TERHADAP CEKAMAN ALUMINIUM

PENANDA KODOMINAN B11 BERDASARKAN CAPS SEBAGAI ALAT SELEKSI TOLERANSI TANAMAN PADI TERHADAP CEKAMAN ALUMINIUM PENANDA KODOMINAN B11 BERDASARKAN CAPS SEBAGAI ALAT SELEKSI TOLERANSI TANAMAN PADI TERHADAP CEKAMAN ALUMINIUM (CAPS Based Codominant Marker Of B11 as Selective Tool for Rice Aluminum Tolerance Trait) Abstrak

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI GEN badh2 TERMUTASI PADA PADI BC4F1 CIHERANG-MENTIK WANGI (CM) DAN BC5F1 CIHERANG- PANDAN WANGI (CP) HELMY RAMADHAN AL ANSHARY

IDENTIFIKASI GEN badh2 TERMUTASI PADA PADI BC4F1 CIHERANG-MENTIK WANGI (CM) DAN BC5F1 CIHERANG- PANDAN WANGI (CP) HELMY RAMADHAN AL ANSHARY IDENTIFIKASI GEN badh2 TERMUTASI PADA PADI BC4F1 CIHERANG-MENTIK WANGI (CM) DAN BC5F1 CIHERANG- PANDAN WANGI (CP) HELMY RAMADHAN AL ANSHARY DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas PRAKATA Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas segala nikmat dan karunia-nya, penulisan Tugas Akhir dengan judul Keragaman Genetik Abalon (Haliotis asinina) Selat Lombok

Lebih terperinci

Tabel Lampiran 1. Komposisi Kimia Blast Furnace Slag dan Electric Furnace Slag

Tabel Lampiran 1. Komposisi Kimia Blast Furnace Slag dan Electric Furnace Slag LAMPIRAN 38 39 Tabel Lampiran 1. Komposisi Kimia Blast Furnace Slag dan Electric Furnace Slag Kadar total Satuan BF Slag Korea EF Slag Indonesia Fe 2 O 3 g kg -1 7.9 431.8 CaO g kg -1 408 260.0 SiO 2 g

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi Tanaman padi termasuk famili Graminae dengan ciri batang yang tersusun dari beberapa ruas, rumpun dengan anakan yang tumbuh dari dasar batang. Semua anakan memiliki

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kacang Hijau

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kacang Hijau 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kacang Hijau Kacang hijau termasuk dalam keluarga Leguminosae. Klasifikasi botani tanman kacang hijau sebagai berikut: Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Classis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Padi

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Padi 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Padi Padi merupakan tanaman yang termasuk ke dalam genus Oryza Linn. Terdapat dua spesies padi yang dibudidayakan, yaitu O. sativa Linn. dan O. glaberrima Steud.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Botani Tanaman Bayam Bayam (Amaranthus sp.) merupakan tanaman semusim dan tergolong sebagai tumbuhan C4 yang mampu mengikat gas CO 2 secara efisien sehingga memiliki daya adaptasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman yang termasuk dalam famili Gramineae dan genus Oryza (Grist, 1959). Padi dapat tumbuh pada berbagai lokasi dan iklim yang berbeda.

Lebih terperinci

terkandung di dalam plasma nutfah padi dapat dimanfaatkan untuk merakit genotipe padi baru yang memiliki sifat unggul, dapat beradaptasi serta tumbuh

terkandung di dalam plasma nutfah padi dapat dimanfaatkan untuk merakit genotipe padi baru yang memiliki sifat unggul, dapat beradaptasi serta tumbuh PEMBAHASAN UMUM Kebutuhan pangan berupa beras di Indonesia terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Akan tetapi di masa datang kemampuan pertanian di Indonesia untuk menyediakan beras

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang Karakterisasi genetik Udang Jari (Metapenaeus elegans De Man, 1907) hasil tangkapan dari Laguna Segara Anakan berdasarkan haplotipe

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Padi Tanaman padi merupakan tanaman pangan yang dapat hidup dalam genangan air. Tanaman pangan lain seperti gandum, jagung kentang dan ketela rambat akan mati kalau

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Tanaman Klasifikasi tanaman padi adalah sebagai berikut: Divisi Sub divisi Kelas Keluarga Genus Spesies : Spermatophyta : Angiospermae : Monotyledonae : Gramineae (Poaceae)

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Agustus sampai September tahun 2011. Sampel ikan berasal dari 3 lokasi yaitu Jawa (Jawa Barat), Sumatera (Jambi),

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM GENETIKA MOLEKULAR HIBRIDISASI SOUTHERN KHAIRUL ANAM P /BTK

LAPORAN PRAKTIKUM GENETIKA MOLEKULAR HIBRIDISASI SOUTHERN KHAIRUL ANAM P /BTK LAPORAN PRAKTIKUM GENETIKA MOLEKULAR HIBRIDISASI SOUTHERN KHAIRUL ANAM P051090031/BTK BIOTEKNOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 0 HIBRIDISASI SOUTHERN PENDAHULUAN Hibridisasi Southern

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan serealia utama penghasil beras yang dikonsumsi sebagai makanan

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan serealia utama penghasil beras yang dikonsumsi sebagai makanan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi merupakan serealia utama penghasil beras yang dikonsumsi sebagai makanan pokok oleh sebagian besar penduduk. Sekitar 95% padi diproduksi di Asia (Battacharjee et al.,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Lingkungan Tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Lingkungan Tumbuh TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Capsicum annuum L. merupakan tanaman annual berbentuk semak dengan tinggi mencapai 0.5-1.5 cm, memiliki akar tunggang yang sangat kuat dan bercabang-cabang.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : Curculionidae) Kumbang ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yakni

TINJAUAN PUSTAKA. Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : Curculionidae) Kumbang ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yakni TINJAUAN PUSTAKA Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : Curculionidae) Kumbang ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yakni siklus hidupnya terdiri dari telur larva pupa imago. E. kamerunicus

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani tanaman. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput rumputan dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani tanaman. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput rumputan dengan TINJAUAN PUSTAKA Botani tanaman Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput rumputan dengan spesies Zea mays L. Jagung merupakan tanaman semusim, sama seperti jenis rumput-rumputan yang lain, akar tanaman

Lebih terperinci

Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri. Isolasi DNA kromosom bakteri. Kloning DNA

Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri. Isolasi DNA kromosom bakteri. Kloning DNA LAMPIRAN 15 15 Lampiran 1 Tahapan penelitian Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri Isolasi DNA kromosom bakteri Pemotongan DNA dengan enzim restriksi Kloning DNA Isolasi DNA plasmid hasil

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim

III. MATERI DAN METODE. Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Genetika dan Pemuliaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keluarga remput-rumputan dengan spesies Zea mays L. Secara umum, klasifikasi jagung dijelaskan sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keluarga remput-rumputan dengan spesies Zea mays L. Secara umum, klasifikasi jagung dijelaskan sebagai berikut : 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Jagung Menurut Purwono dan Hartono (2005), jagung termasuk dalam keluarga remput-rumputan dengan spesies Zea mays L. Secara umum, klasifikasi jagung dijelaskan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah Berdasarkan aspek pewilayahan Kalimantan Tengah mempunyai potensi besar untuk pengembangan peternakan dilihat dari luas lahan 153.564 km 2 yang terdiri atas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Tanaman Padi TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Tanaman Padi Peningkatan hasil tanaman dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan teknik bercocok tanam yang baik dan dengan peningkatan kemampuan berproduksi sesuai harapan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara morfologi tanaman jagung manis merupakan tanaman berumah satu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara morfologi tanaman jagung manis merupakan tanaman berumah satu II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Klasifikasi Jagung Manis Secara morfologi tanaman jagung manis merupakan tanaman berumah satu (monoecious) dengan letak bunga jantan terpisah dari bunga betina pada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengekstraksi DNA dari dari beberapa spesimen herbarium Rafflesia arnoldii

BAB III METODE PENELITIAN. mengekstraksi DNA dari dari beberapa spesimen herbarium Rafflesia arnoldii 21 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif untuk mengekstraksi DNA dari dari beberapa spesimen herbarium Rafflesia arnoldii R.Br dan Rafflesia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif untuk mengetahui

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif untuk mengetahui BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif untuk mengetahui variasi genetik beberapa varietas mangga berdasarkan RAPD (Random Amplified Polymorphic

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika dan Molekuler Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Padi (Oryza sativa L.) merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Permintaan akan komoditas ini dari tahun ke tahun mengalami lonjakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Padi (Oryza sativa L.) Padi merupakan tanaman pangan penting yang menyediakan bahan pangan pokok, dan 35-60% kalorinya dikonsumsi lebih dari 2,7 milyar penduduk dunia.

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN RESPIRASI PADA TUMBUHAN. Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Fisiologi Tumbuhan

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN RESPIRASI PADA TUMBUHAN. Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Fisiologi Tumbuhan LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN RESPIRASI PADA TUMBUHAN Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Fisiologi Tumbuhan yang diampu oleh Drs.Dahlia, M.Pd Disusun oleh : Kelompok II/Offering A 1. Annas

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1 Deskripsi dan gambar varietas tanaman padi. 1. Deskripsi Varietas Padi Ciherang (Suprihatno et al. 2009)

LAMPIRAN. Lampiran 1 Deskripsi dan gambar varietas tanaman padi. 1. Deskripsi Varietas Padi Ciherang (Suprihatno et al. 2009) 40 LAMPIRAN Lampiran 1 Deskripsi dan gambar varietas tanaman padi 1. Deskripsi Varietas Padi Ciherang (Suprihatno et al. 2009) Nomor seleksi : S3383-1D-PN-41-3-1 Asal persilangan : IR18349-53-1-3-1-3/3*IR19661-131-3-1-3//4*IR64

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada 4 April 2016 sampai 16 Agustus 2016. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Riset Kimia Material dan Hayati Departemen

Lebih terperinci

VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum

VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum Pendahuluan Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah suatu teknik

Lebih terperinci

TIGA PILAR UTAMA TUMBUHAN LINGKUNGAN TANAH

TIGA PILAR UTAMA TUMBUHAN LINGKUNGAN TANAH EKOFISIOLOGI TIGA PILAR UTAMA TUMBUHAN TANAH LINGKUNGAN Pengaruh salinitas pada pertumbuhan semai Eucalyptus sp. Gas-gas atmosfer, debu, CO2, H2O, polutan Suhu udara Intensitas cahaya, lama penyinaran

Lebih terperinci