KAJIAN KEMURNIAN MADU KOMERSIAL DI KOTA BOGOR DENGAN MENGGUNAKAN BERBAGAI METODE PENGUJIAN SKRIPSI INESSYA FERONICA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN KEMURNIAN MADU KOMERSIAL DI KOTA BOGOR DENGAN MENGGUNAKAN BERBAGAI METODE PENGUJIAN SKRIPSI INESSYA FERONICA"

Transkripsi

1 KAJIAN KEMURNIAN MADU KOMERSIAL DI KOTA BOGOR DENGAN MENGGUNAKAN BERBAGAI METODE PENGUJIAN SKRIPSI INESSYA FERONICA DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

2 RINGKASAN INESSYA FERONICA. D Kajian Kemurnian Madu Komersial di Kota Bogor dengan Menggunakan Berbagai Metode Pengujian. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Ir. B.N. Polii, SU Pembimbing Anggota : Ir. Hotnida C.H. Siregar, M.Si Madu mengandung banyak nutrisi yang berguna untuk kesehatan manusia. Keunggulan madu terdapat pada kandungan enzim dan karbohidratnya. Enzim diastase dan invertase pada madu mengubah karbohidrat kompleks menjadi karbohidrat yang lebih sederhana. Hampir 90% madu yang terdapat di pasar Indonesia saat ini merupakan madu tidak murni. Penambahan bahan lain yang dilakukan oleh pihak tertentu merugikan produsen dan konsumen karena adanya perbedaan komposisi antara madu murni dan madu tidak murni. Pengujian kemurnian madu yang efektif meliputi uji larut, uji ikan mentah, uji keruh, uji pemanasan, dan uji segienam (Rachmawaty, 2011), namun metode pengujian masih memerlukan kuantifikasi untuk digunakan sebagai standar dalam setiap pengujian. Pengujian kemurnian madu kemudian dilengkapi dengan uji tambahan yaitu uji bawang dan uji daging. Sampel madu yang lolos uji kemurnian perlu dibuktikan kemurniannya melalui analisis kimia. Penelitian ini bertujuan untuk menyempurnakan uji kemurnian yang efektif dengan pengkuantifikasian metode pengujian dan kemudian digunakan untuk mengkaji persentase tingkat kemurnian madu komersial yang beredar di kota Bogor. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Non Ruminansia dan Satwa Harapan (NRSH), Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor untuk uji fisik dan Balai Besar Industri Agro (BBIA) Bogor dan Laboratorium Kimia Bersama Institut Pertanian Bogor untuk uji kimia. Jangka waktu penelitian ini sekitar 3 bulan dimulai dari tanggal 1 Februari 2012 sampai dengan 30 April Sampel yang digunakan adalah 40 sampel madu komersial yang beredar di kota Bogor (20 sampel madu dari pasar tradisional dan 20 sampel madu dari toko/supermarket). Madu yang digunakan sebagai kontrol (pembanding) adalah madu murni yang diambil langsung dari peternakan lebah di Bogor. Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap yakni pembelian madu sampel, penyempurnaan metode uji kemurnian yang dilakukan oleh Rachmawaty (2011), uji kemurnian madu dan kimia madu dari peternakan lebah dan pasar Bogor (analisis kimia dilakukan terhadap madu murni dengan persentase keberhasilan tiap uji di atas 50%), uji tambahan dan analisis data secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 92% madu komersial yang beredar merupakan madu tidak murni karena ditambahkan bahan lain yaitu gula (fruktosa, glukosa, dan sukrosa), CMC, gelatin dan sagu. Sebanyak 8% merupakan madu murni yang telah mengalami kerusakan akibat pemanasan dengan suhu yang sangat tinggi. Kata-kata kunci : madu, madu tidak murni, uji efektif, analisis kimia.

3 ABSTRACT Study of Purity Degree of Commercial Honey in Bogor Using Various Method Tests Feronica, I., B. N. Polii dan H. C. H. Siregar Almost 90% honey in Indonesian market is presumed adulterated. The physical test for honey purity is needed. This research conducted from February 2012 until April 2012 in three stages: (1) modificating physical purity test method used by Rachmawati (2011), (2) physical purity test (soluble test, raw fish test, roily test, heating test, hexagon test, meat test, and onion test) and chemical test (water content, Aw, sugar content and Hidroxymethylfurfural) of honey from beekeeper and Bogor market, and (3) data analyzing. This research used 40 honey samples from Bogor market (20 samples from traditional market and 20 samples from modern market). One Zero Sampling method was used and the data were analyzed descriptively. The result showed that 92% of the honey samples in Bogor were adulturated, and 8% were pure honey but their quality were low because of over heating. Keywords : honey, adulterated honey, purity test, chemical test.

4 KAJIAN KEMURNIAN MADU KOMERSIAL DI KOTA BOGOR DENGAN MENGGUNAKAN BERBAGAI METODE PENGUJIAN INESSYA FERONICA D Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

5 Judul Nama NIM : Kajian Kemurnian Madu Komersial di Kota Bogor dengan Menggunakan Berbagai Metode Pengujian : Inessya Feronica : D Menyetujui, Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota, (Ir. B. N. Polii, SU) (Ir. Hotnida C. H. Siregar, M.Si) NIP NIP Mengetahui: Ketua Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan (Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc) NIP Tanggal Ujian : 9 Agustus 2012 Tanggal Lulus :

6 RIWAYAT HIDUP Penulis merupakan anak ke tiga dari tiga bersaudara, pasangan Ibu Elsye Simanjuntak dan Bapak Drs. Jaugan Banjarnahor. Penulis dilahirkan pada tanggal 5 Juli 1990 di Jayapura. Penulis memulai pendidikan pada tahun 1995 di TK Pertiwi Fakfak. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDS Santa Maria Pontianak pada tahun 2002, kemudian menyelesaikan sekolah di SMPN 2 Banjarmasin pada tahun Penulis menyelesaikan sekolah menengah atas di SMAN 3 Bandar Lampung pada tahun Penulis menjabat sebagai pengurus Karya Ilmiah Remaja saat duduk di bangku SMA. Pada tahun 2008, Penulis diterima menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor, Fakultas Peternakan, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan (IPTP) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama menjadi mahasiswa di IPB, Penulis aktif mengikuti kegiatan kesenian. Pada Tingkat Persiapan Bersama, Penulis menjadi anggota PSM IPB Agriaswara dan memenangkan Juara I Kontes Seni IPB IPB Art Contest kategori vocal group. Pada Tingkat Dua, Penulis berhasil menjadi Juara II Lomba Fotografi Hewan Kesayangan Pet Care Day Selanjutnya Penulis banyak mengisi kegiatan seminar di IPB sebagai pengisi acara. Pada Tingkat Tiga, Penulis mengikuti berbagai lomba paduan suara, salah satunya berhasil memenangkan Juara II Lomba Paduan Suara Lagu Perjuangan Mahasiswa di Jakarta. Selama menjadi mahasiswa, Penulis sering menjadi pengisi acara di berbagai acara yang diselenggarakan IPB. Salah satu acara terbesar yaitu acara Malam Donatur Beasiswa di IPB International Convention Center.

7 KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat, kasih dan perlindungan- Nya Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang menjadi syarat untuk kelulusan studi di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini berjudul Kajian Tingkat Kemurnian Madu Komersial di Kota Bogor dengan Menggunakan Berbagai Metode Pengujian ditulis berdasarkan penelitian yang dilaksanakan pada bulan Februari sampai April Madu merupakan produk hasil peternakan yang sangat berguna bagi kesehatan dan dapat langsung dikonsumsi namun sering ditambahkan bahan lain ke dalamnya untuk meningkatkan keuntungan. Madu seperti ini disebut madu tidak murni. Pengujian kemurnian madu sebagian besar biasanya hanya dilakukan melalui analisis kimianya. Pengujian madu menggunakan uji kemurnian fisik secara sederhana telah dilakukan, namun belum mendapatkan standar pengujian dalam setiap metode sehingga belum dapat diterapkan oleh masyarakat umum. Standarisasi uji kemurnian dalam penelitian ini dapat digunakan sebagai standar dalam menguji kemurnian sampel madu komersial yang beredar. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini terdapat banyak kekurangan dan masih jauh dari sempurna. Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi masyarakat luas, khususnya bagi Penulis dan bagi dunia peternakan serta pembaca pada umumnya. Bogor, September 2012 Penulis

8 DAFTAR ISI RINGKASAN... ABSTRACT... LEMBAR PERNYATAAN... LEMBAR PENGESAHAN... RIWAYAT HIDUP... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... PENDAHULUAN Halaman Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 TINJAUAN PUSTAKA Madu... 3 Warna... 4 Rasa... 4 Kekentalan... 4 Aroma... 4 Indikator Kemurnian Madu... 5 Hidroxymethilfurfural (HMF)... 5 Kadar Air... 5 Karbohidrat... 6 Protein... 7 Nilai ph... 8 Pemalsuan Madu... 8 Perbedaan Madu Murni dan Madu Palsu... 9 Madu Palsu Pengujian Kemurnian Madu Daging Sapi Bawang Merah Kapang Semut Kristalisasi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu i ii iii iv v vi vii ix x xi

9 Materi Prosedur Penyiapan Madu Kontrol dan Sampel Penyempurnaan Metode Uji Kemurnian Madu Uji Kemurnian Uji Larut Uji Keruh & Buih Uji Pemanasan Uji Segienam Uji Ikan Mentah Uji Bawang Uji Daging Analisis Kimia Kadar Air Kadar Hidroxymethilfurfural (HMF) Kadar Gula (Instrumen HPLC) Rancangan dan Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Madu Kontrol dan Sampel Penyempurnaan Metode Uji Kemurnian Madu Uji Larut Uji Keruh Uji Pemanasan Uji Segienam Kemurnian Madu Komersial di Kota Bogor Madu Kontrol (Madu Murni) Madu dari Pasar Tradisional Persentase Madu yang Lolos Tiap Jenis Uji Kemurnian Jumlah Sampel yang Lolos pada Tujuh Uji Kemurnian Madu Madu dari Toko dan Supermarket Persentase Madu yang Lolos Tiap Jenis Uji Kemurnian Persentase Kelolosan Ketujuh Uji Kemurnian dari Tiap Madu Analisis Kimia Kandungan Madu KESIMPULAN DAN SARAN UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 49

10 Nomor DAFTAR TABEL Halaman 1. Komposisi Kimia dari Madu Indonesia dan Standar Nasional Mutu Madu di Indonesia Presentase Efektivitas Uji Pemalsuan Madu Karakteristik Madu Kontrol, Madu dari Pasar Tradisional dan Toko/Supermarket Kuantifikasi Uji Kemurnian Madu Hasil dari Uji Kemurnian 40 Sampel Madu Perbandingan Efektivitas Uji Kemurnian Beberapa Jenis Sampel Madu Jumlah Sampel yang Lolos pada Tujuh Uji Kemurniannya Hasil Analisis Kimia Lanjut terhadap Tiga Sampel Madu... 40

11 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Metode Uji Larut (A), Respon Madu Murni (B), dan Respon Madu Tidak Murni (C) Respon Uji Buih Madu Murni (A) dan Madu Tidak Murni (B) Respon Uji Keruh Madu Murni (A) dan Madu Tidak Murni (B) Respon Uji Pemanasan Madu Murni (A) dan Madu Tidak Murni (B) Respon Uji Segienam Madu Murni (A) dan Madu Tidak Murni (B) Uji Ikan Mentah Uji Bawang Uji Daging Warna Madu Berdasarkan Sumber Nektarnya Kondisi Penyimpanan Madu di Pasar Tradisional (A) dan Toko/Supermarket (B)... 28

12 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Foto Hasil Uji Larut (a) Lolos Uji Kemurnian (b) Tidak Lolos Uji Kemurnian Foto Hasil Uji Buih (a) Lolos Uji Kemurnian (b) Tidak Lolos Uji Kemurnian Foto Hasil Uji Keruh (a) Lolos Uji Kemurnian (b) Tidak Lolos Uji Kemurnian Foto Hasil Uji Pemanasan (a) Lolos Uji Kemurnian (b) Tidak Lolos Uji Kemurnian Foto Hasil Uji Segienam (a) Lolos Uji Kemurnian (b) Tidak Lolos Uji Kemurnian Foto Hasil Uji Ikan Mentah (a) Lolos Uji Kemurnian (b) Tidak Lolos Uji Kemurnian Foto Hasil Uji Bawang (a) Lolos Uji Kemurnian (b) Tidak Lolos Uji Kemurnian Foto Hasil Uji Daging (a) Madu Asli (b) Tidak Lolos Uji Kemurnian Foto Warna Sampel Madu (a) Madu Berwarna Terang (b) Madu Berwarna Gelap Uji Pemalsuan Madu (Rachmawaty, 2011) Hasil Analisis HPLC Tiga Madu Sampel Hasil Analisis HMF Tiga Madu Sampel Hasil Analisis Kadar Air dan Kadar Aw 40 Madu Sampel... 67

13 PENDAHULUAN Latar Belakang Madu mengandung banyak nutrisi yang berguna untuk kesehatan manusia. Keunggulan madu terdapat pada kandungan enzim dan karbohidratnya. Enzim diastase dan invertase pada madu mengubah karbohidrat kompleks menjadi karbohidrat yang lebih sederhana. Kandungan utama dalam madu adalah monosakarida yang mudah dicerna oleh tubuh. Madu merupakan satu-satunya produk hasil peternakan yang tidak memerlukan proses pengolahan terlebih dahulu. Pada zaman dahulu manusia mengambil madu dari sarang lebah di hutan dan meminum langsung tanpa ragu karena yakin akan kemurniannya. Hal tersebut berbeda dengan kondisi pada saat ini. Sekarang dipasaran banyak ditemukan madu dengan berbagai merek dan kemasan yang belum jelas kemurniannya. Madu memiliki banyak manfaat sehingga banyak dikonsumsi walaupun dengan harganya yang relatif mahal. Kondisi ini dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk memalsukan madu. Konsumen sulit membedakan madu murni maupun madu tidak murni, karena perbedaannya tidak selalu mudah terlihat. Analisis laboratorium dapat digunakan untuk mendeteksi kemurnian madu, namun analisis ini relatif mahal dan kurang praktis. Hampir 90% madu yang terdapat di pasar Indonesia saat ini adalah madu tidak murni (Kompasiana, 2011). Banyak cara yang dilakukan orang untuk memalsukan madu. Madu yang dipalsukan dibuat dari berbagai macam pemalsu, diantaranya air tebu, gula pasir, gula aren, air tape, minyak kelapa, sukrosa, fruktosa, glukosa, gelatin, sagu dan sukrosa, Carboxy Methyl Cellulose (CMC), dan bahkan untuk mendapatkan busa digunakan air kapuk. Pemalsuan madu dapat merugikan konsumen karena madu yang tidak murni memiliki komposisi yang berbeda dengan madu murni. Kajian kemurnian madu komersial yang beredar di kota Bogor diperlukan karena Bogor merupakan tempat dimana terdapat banyak madu komersial yang beredar. Pengujian kemurnian madu dengan cara tradisional menggunakan uji sifat fisik dan kandungan komponen madu. Pengujian tradisional efektif untuk mengidentifikasi pemalsuan madu dengan menggunakan pemalsu sukrosa, fruktosa, glukosa, gelatin, sagu dan sukrosa, dan CMC. Hasil beberapa penelitian

14 menunjukkan bahwa pengujian kemurnian madu yang efektif diantaranya adalah uji larut, uji ikan mentah, uji keruh, uji pemanasan, dan uji segienam (Rachmawaty, 2011). Sejauh ini pengujian tersebut belum menerapkan kuantifikasi dan standarisasi dalam setiap metodenya. Untuk menjaga akurasinya maka diperlukan adanya kuantifikasi dalam setiap metode untuk digunakan sebagai standar pengujian. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk (1) menyempurnakan uji kemurnian yang efektif dengan pengkuantifikasian setiap metode pengujian dan kemudian digunakan untuk (2) mengkaji persentase tingkat kemurnian madu komersial yang beredar di kota Bogor. Pengujian kemurnian madu dilengkapi dengan uji tambahan yaitu uji bawang dan uji daging, yang kemudian diperkuat dengan analisis kimianya 2

15 TINJAUAN PUSTAKA Madu Madu merupakan zat manis alami yang dihasilkan lebah dengan bahan baku nektar bunga. Madu merupakan sumber tenaga yang mudah digunakan oleh tubuh karena kandungan gula sederhana yang mudah dicerna. Setiap seratus gram madu bernilai 294 kalori (Sumoprastowo, 1980). Madu mengandung air 17,2%, karbohidrat 82,3%, protein 0,3%, kandungan lain dalam bentuk abu 0,2% (Sihombing, 2005). Lebah madu memperoleh sebagian energi dari karbohidrat dalam bentuk gula. Jenis gula yang terkandung dalam madu adalah 38,19% fruktosa, 31,28% glukosa, 7,31% maltosa dan 1,31% sukrosa (Gojmerac, 1983). Kandungan lain dalam madu adalah mineral natrium, kalsium, magnesium, alumunium, besi, fosfor, kalium serta vitamin berupa thiamin (B 1 ), riboflavin (B 2 ), asam askorbat (C), piridoksin (B 6 ), raisin, asam pantotenat, biotin, asam folat, vitamin K dan zat antimikroba. Madu juga mengandung zat antimikroba (Molan, 2006). Madu kaya akan gula sederhana karena lebah pekerja meminum madu dan memuntahkannya kembali sambil menambahkan enzim yang disebut enzim diastase dan invertase. Diastase berperan dalam menguraikan glikogen menjadi gula-gula sederhana, dan invertase akan mengubah sukrosa menjadi dektrosa (glukosa) dan levulosa (fruktosa). Jenis gula yang dominan dalam hampir semua madu adalah levulosa dan hanya sebagian kecil madu yang kandungan dektrosanya lebih tinggi dari levulosa. Levulosa dan dektrosa mencakup 85% - 90% dari karbohidrat yang terdapat dalam madu dan hanya sebagian kecil oligosakarida dan polisakarida (Sihombing, 2005). Madu ternak merupakan madu yang diambil oleh lebah dari nektar bunga pohon-pohon tertentu seperti rambutan, kelengkeng, durian dan sebagainya. Pada saat pohon-pohon tersebut sedang berbunga, maka lebah-lebah yang sudah berada dalam kotak-kotak digiring menuju perkebunan pohon tersebut. Lebah menurunkan kadar air hingga sekitar 50% dengan cara mengipasnya, selanjutnya akan memasukkannya ke sel madu yaitu sel-sel yang terdapat di bagian atas sisiran. Lebah pekerja masih terus mengipasi madu di dalam sel sampai kadar air mencapai 20%.

16 Ciri khas dari madu ternak adalah aroma madunya sesuai dengan nektar bunga dari pohon yang dihinggapi. Madu ternak mempunyai kelemahan yaitu pada saat dipanen di musim hujan madu akan banyak mengandung air hujan. Air hujan yang bersifat asam, selain menyebabkan madu cair juga jika teroksidasi udara menjadi lebih asam dan akan terfermentasi. Madu jenis ini meskipun termasuk murni namun mudah membeku pada suhu yang sangat dingin (Sihombing, 2005). Warna Warna madu murni bervariasi dari putih hingga hitam. Warna madu dipengaruhi oleh sumber nektar tanaman, proses pengolahan, dan proses penyimpanan seperti suhu dan lama penyimpanan. Madu yang disimpan semakin lama akan memiliki warna yang semakin gelap. Hal ini disebabkan oleh proses oksidasi yang terjadi pada kandungan senyawa polifenol madu sehingga menimbulkan warna yang semakin gelap pada madu (White, 1979). Rasa Rasa madu murni yang khas dan tajam disebabkan oleh kandungan gula, karbohidrat dan asam organik seperti asam glukonat dan prolin. Madu dengan rasa spesifik tak terhitung banyaknya variasi penyebab rasa tersebut seperti glukosida dan alkaloid yang khas bagi berbagai tumbuhan sumber nektar (Sihombing, 2005; Guyot et al., 1999; Guyot et al., 1998). Kekentalan Kekentalan madu dipengaruhi oleh kadar air nektar tanaman. Komposisi madu selain air umumnya hanya sedikit mempengaruhi kekentalan madu. Suhu juga dapat mempengaruhi kekentalan madu. Kekentalan madu pada suhu rendah lebih tinggi daripada kekentalan madu pada suhu yang tinggi. Madu pada suhu yang tinggi akan lebih mudah mengalami pencairan (Sihombing, 2005). Aroma Aroma madu murni yang khas dan tajam disebabkan adanya senyawa asamasam terbang (volatile acids) yakni formaldehida, asetaldehida, aseton, isobutiraldehida dan diasetil. Unsur volatil dari setiap nektar tanaman yang berbeda 4

17 menimbulkan aroma yang ditimbulkan pada madu berbeda (Sihombing, 2005; Bogdanov et al., 1997). Indikator Kemurnian Madu Komposisi madu ditentukan oleh dua faktor utama yakni faktor internal komposisi nektar asal madu dan faktor-faktor eksternal lingkungan tertentu (Sihombing, 2005). Perbedaan jenis tanaman sebagai sumber utama nektar mengakibatkan komponen madu yang dihasilkan juga berbeda. Komposisi kimia madu yang dapat menjadi indikator kemurnian madu yaitu kandungan Hidroximetilfurfural (HMF), kadar air, karbohidrat, protein, dan nilai ph (Simuth et al., 2004; Bogdanov et al., 2002). Indikator lainnya yaitu warna, rasa, kekentalan dan aroma. Hidroximetilfurfural (HMF) Hidroximetilfurfural (HMF) yang terdapat dalam madu merupakan senyawa kimia yang dihasilkan dari perombakan monosakarida madu yang jumlah atom C- nya enam (glukosa dan fruktosa), dalam suasana asam dan dengan bantuan kalor (panas) (Achmadi, 1991). Kadar HMF madu segar sangat rendah (Nozal et al., 2001; Gonzales et al., 2000; Fennema, 1996). Kadar HMF dapat menjadi indikator kerusakan madu oleh pemanasan yang berlebihan atau karena penambahan gula invert. Kedua perlakuan tersebut akan meningkatkan kadar HMF (Winarno, 1982). Semakin lama penyimpanan menyebabkan kadar HMF pada madu semakin tinggi (White, 1994). Kenaikan kadar HMF juga disebabkan oleh suhu penyimpanan. Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian Almayanthy (1998) yang menunjukkan bahwa kadar HMF madu yang disimpan pada suhu 28 o C lebih tinggi dibandingkan pada suhu 3 o C dan 5 o C. Warna madu akan semakin gelap seiring meningkatnya kadar HMF karena oksigen dari udara akan mengoksidasi HMF sehingga membentuk warna gelap pada madu (Bogdanov et al., 2004). Kadar Air Kadar air dalam madu menentukan keawetan madu. Madu yang kadar airnya tinggi, mudah terfermentasi. Fermentasi terjadi karena khamir dari genus 5

18 Zygosaccharomyces yang tahan terhadap konsentrasi gula tinggi, sehingga dapat hidup dalam madu. Sel khamir akan mendegradasi gula dalam madu (khususnya glukosa dan fruktosa) menjadi alkohol (etanol). Jika alkohol bereaksi dengan oksigen, alkohol tersebut akan membentuk asam asetat yang mempengaruhi kadar keasaman, rasa dan aroma madu. Pada akhir proses fermentasi akan terbentuk karbondioksida dan air (White, 1979; Achmadi, 1991). Madu tidak mudah larut dalam air. Berdasarkan hasil penelitian oleh Rahmani (2004), rendahnya kelarutan madu murni disebabkan rheologi murni madu yang berbentuk kental dengan viskositas tinggi serta adanya komponen-komponen lain dalam madu (meski dalam jumlah yang sangat sedikit) seperti protein, vitamin dan mineral yang tidak dimiliki oleh madu buatan atau madu tidak murni. Madu bersifat higroskopis (mudah menarik air), oleh karena itu penyimpanan madu harus memakai tempat yang tidak tembus udara (Sumoprastowo, 1980). Kadar air madu tergantung dari keadaan cuaca, dan kadar air awal nektar dari mana nektar tersebut berasal (White, 1992). Kelembaban udara juga berpengaruh terhadap kadar air madu. Semakin rendah kelembaban udara maka semakin rendah pula kadar airnya. Kadar air madu di Indonesia tinggi disebabkan oleh kelembaban relatif (Rh) udara di Indonesia yang tinggi (Gojmerac, 1983). Kelembaban relatif (Rh) Indonesia berkisar 60% hingga 90%, menghasilkan kadar air madu sekitar 18,3% sampai 33,1% (Sihombing, 2005). Karbohidrat Madu mengandung karbohidrat sederhana yang mudah diserap oleh tubuh. Jenis karbohidrat yang dominan dalam hampir semua madu adalah monosakarida levulosa (fruktosa) dan hanya sebagian kecil madu yang kandungan dektrosa (glukosa) lebih tinggi dari levulosa (Qiu et al., 1999; Lopez et al., 1996). Fruktosa dan glukosa mencakup 85% - 90% dari karbohidrat yang terdapat dalam madu dan hanya sebagian kecil oligosakharida dan polisakharida. Berdasarkan Sihombing (2005) gula-gula madu (candy honey) dapat dilelehkan dengan memanaskan pada suhu 50 o C. Kandungan karbohidrat madu juga berpengaruh terhadap sifat fisik madu. Sifat higroskopis madu disebabkan madu merupakan larutan jenuh gula. Fruktosa merupakan gula yang paling bertanggung jawab akan sifat higroskopis madu karena fruktosa lebih mudah larut dibandingkan glukosa (White, 1992). 6

19 Glukosa akan membuat madu berkristal membentuk madu permanen. Kandungan glukosa akan menentukan lama dan bentuk kristal (Sihombing, 2005). Kristalisasi adalah peristiwa pembentukan glukosa monohidrat dan kristal tersebut lalu memisahkan diri dari air dan fruktosa. Hal tersebut terjadi karena madu merupakan larutan yang lewat jenuh dan tidak stabil (Achmadi, 1991). Kandungan karbohidrat juga berpengaruh terhadap warna madu. Perubahan warna madu dapat disebabkan oleh reaksi mailard antara nitrogen amino dan gula pereduksi atau oleh kombinasi polifenol dengan zat besi, maupun oleh ketidakstabilan fruktosa dalam larutan asam (karamelisasi) (Sihombing, 2005). Madu mengandung berbagai gula pereduksi sehingga bila disimpan lama akan mengalami perubahan (Piro et al., 2002). Bila madu disimpan dua tahun di tempat bersuhu kamar, maltosa akan meningkat mencapai 69%, dan glukosa serta fruktosa turun mencapai 86% dari kadar murninya. Perubahan fraksi karbohidrat pertama yang terjadi selama penyimpanan madu adalah peningkatan kadar disakarida pereduksi (maltosa) akibat penggabungan monosakarida pereduksi (glukosa dan fruktosa). Perubahan selanjutnya yang mungkin terjadi adalah peningkatan kadar karbohidrat berantai panjang (oligosakarida) (White, 1979). Penyebabnya antara lain adalah suhu penyimpanan dan kadar air madu (Sihombing, 2005). Protein Protein menyebabkan kecenderungan membentuk gelembung udara kecil dan buih pada madu (Sukartiko, 1986). Mekanisme terbentuknya buih diawali dengan terbukanya ikatan-ikatan dalam molekul protein sehingga rantainya menjadi lebih panjang. Proses ini dilanjutkan dengan proses adsorpsi yaitu pembentukan mono layer atau film dari protein yang terdenaturasi. Udara ditangkap dan dikelilingi oleh film dan membentuk gelembung. Pembentukan lapisan mono layer kedua dilanjutkan di sekitar gelembung untuk mengganti bagian film yang terkoagulasi. Film protein dari gelembung yang berdekatan akan berhubungan dan mencegah keluarnya cairan. Peningkatan kekuatan interaksi antara polipeptida akan menyebabkan agregasi (pengumpulan) protein dan melemahnya permukaan film yang diikuti dengan pecahnya gelembung buih (Cherry, 1981). 7

20 Krell (1996) menyatakan bahwa bersama-sama dengan kekentalan, tegangan permukaan berperan dalam membentuk karakteristik buih pada madu. Pengocokan pada saat uji buih menurunkan tegangan permukaan madu dengan adanya kandungan protein dalam madu maka terbentuklah buih. Berdasarkan Wasitaatmadja (1997) buih yang tidak cepat hilang atau cenderung stabil disebabkan adanya zat pembuih atau surfaktan. Nilai ph Madu bersifat asam dengan ph 3,2-5. Nilai ph madu yang rendah ini mendekati ph cuka, tetapi kandungan gula yang tinggi membuat madu terasa manis, bukan kecut seperti cuka (Mathenson, 1984). Cita rasa (flavor) dan aroma madu sebagian disumbang oleh asam-asam yang dikandungnya. Keasaman madu ditentukan oleh disosiasi ion hidrogen dalam larutan air, namun sebagian besar juga oleh kandungan berbagai mineral (antara lain Ca, Na, K). Madu yang kaya akan mineral, ph-nya akan tinggi. Asam yang terdapat pada madu antara lain asam asetat, butirat, format, glukonat, laktat, malat, maleat, oksalat, piroglutamat, sitrat, suksinat, glikolat, α-ketoglutaral, piruvat, 3- fosfogliserat, β-gliserofaosfat dan glukose-6-fosfat. Madu dapat menjadi agen anti mikroba (White, 2000). Hal tersebut disebabkan kandungan gulanya yang tinggi, sehingga dapat membatasi jumlah air yang tersedia untuk pertumbuhan mikroba, ph madu yang relatif rendah, dan kandungan proteinnya yang rendah, yang dapat menghalangi pertumbuhan bakteri. Pemalsuan Madu Madu menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) adalah cairan alami yang umumnya mempunyai rasa manis yang dihasilkan oleh lebah madu dari sari bunga tanaman (floral nektar) atau bagian lain dari tanaman (ekstra floral nektar) atau ekskresi serangga. Madu di Indonesia memiliki kisaran nilai yang besar dalam setiap komponennya. Hal ini menyebabkan ditetapkannya standar mutu madu di Indonesia yang tercantum dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) Tabel perbandingan rataan komposisi kimia dari madu Indonesia dan standar nasional mutu madu di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1. 8

21 Tabel 1. Komposisi Kimia dari Madu Indonesia dan Standar Nasional Mutu Madu di Indonesia No Komponen Satuan 1 Aktivitas enzim diastase 2 Hidroksimetilfurf ural (HMF) DN mg/kg Madu Indonesia 1) SNI 2) Rataan Kisaran Minimal Maksimal Air Fruktosa Glukosa % % % 22,9 29,2 18,6 16,6-37,00 12,4-36,7 10,4-29,3 Maksimal Sukrosa %, b/b 12,9 0,0-53,0 Maksimal 5 7 Gula Pereduksi %, b/b - - Minimal 65 8 Keasaman ml NaOH 1 N/kg 43,1 11,3-62,2 Maksimal 50 9 Padatan yang tak larut air 10 Abu 11 Ph 12 Cemaran arsen (As) 13 Cemaran Logam Timbal (Pb) Tembaga (Cu) %, b/b - - Maksimal 0,5 %, b/b 1,1 0,1-14,7 Maksimal 0,5-3,9 3,4-5,3 - mg/kg - - Maksimal 0,5 mg/kg mg/kg Keterangan : b/b= berat/berat Sumber : 1) : Kartini (1986); Achmadi (1991) 2) : Standar Nasional Indonesia Maksimal 1,0 Maksimal 5,0 Tabel 1 memperlihatkan bahwa kualitas madu di Indonesia sangat bervariasi dilihat dari kisaran nilai tiap komponennya dan kisaran nilai yang besar pada madu Indonesia memperlihatkan bahwa banyaknya madu yang dipalsukan di Indonesia dengan berbagai variasi dan banyaknya madu Indonesia yang tidak sesuai standar mutu madu di Indonesia. Perbedaan Madu Murni dan Madu Palsu Madu murni diproduksi oleh lebah, diperoleh dari berbagai nektar bunga sedangkan madu tidak murni dibuat oknum tertentu dengan berbagai bahan baku seperti sirup, tapioka, gula jagung, soda, dan lain-lain yang dapat merugikan konsumen bahkan membahayakan kesehatan manusia. Terdapat beberapa indikator untuk membedakan antara madu murni dan madu tidak murni. Madu murni memiliki aroma khas madu, sedangkan madu palsu 9

22 tidak beraroma khas madu, namun terkadang diberi aroma sintetik madu sehingga aromanya menyerupai madu murni. Madu murni jika dicampur ke dalam air bening, air akan menjadi keruh sedangkan madu palsu warnanya bening, akan tetapi untuk madu tidak murni yang dicampur dengan bahan pengental (bukan gula) maka akan menghasilkan warna keruh juga ketika dicampur ke dalam air bening. Madu murni jika dipegang terasa kesat sedangkan madu murni terasa licin. Madu murni mengandung fruktosa, glukosa, enzim dan berbagai macam vitamin dan mineral. Madu palsu mengandung sukrosa (gula) dan air (Sihombing, 2005). Warna madu murni bergantung pada bunga sumber pakan lebah sedangkan madu tidak murni cenderung berwarna sama. Kekentalan madu murni tergantung dengan cuaca. Pada saat musim hujan madu cenderung encer, sedangkan madu tidak murni kekentalan relatif sama karena sesuai dengan paradigma pembuatnya. Madu Palsu Madu palsu adalah semua bahan makanan yang memakai nama madu namun tidak diolah atau tidak dihasilkan oleh lebah. Madu palsu atau madu sintetik diolah dengan campuran beberapa bahan seperti glukosa, gula pasir, flavor buah dan zat warna, dan terkadang cukup berpotensi untuk membahayakan kesehatan manusia. Madu palsu tidak memiliki kandungan enzim, dan juga tidak memiliki kandungan vitamin mineral yang sama dengan kandungan madu murni (Harli, 2001). Pemalsuan madu dapat digolongkan menjadi tiga modus yaitu pemalsuan jumlah, pemalsuan mutu, dan pemalsuan menyeluruh (Hermawayne, 2009). Pemalsuan jumlah dilakukan dengan cara meningkatkan jumlah madu dengan menambahkan bahan lainnya, seperti fruktosa, glukosa, sirup dan bahan pengental ke dalam madu murni. Hasilnya adalah madu tidak murni. Pemalsuan mutu biasanya dilakukan dengan memodifikasi kadar air. Penurunan kadar air apabila tidak dilakukan dengan hati-hati dapat meningkatkan kadar HMF dan menurunkan aktivitas enzim diastase walaupun dapat membunuh mikroba (Tosi et al., 2007). Khamir penyebab fermentasi yang ada dalam madu dan penggunaan alat dehumidifier tidak akan membunuh khamir dalam madu namun dapat meningkatkan aktivitas enzim diastase, dan kadar HMF juga ikut meningkat (Kantiningtyas, 1998). Kadar air mempunyai hubungan yang signifikan dengan mutu madu. Semakin rendah kadar air maka akan semakin baik mutunya. Madu tidak murni sering 10

23 memiliki kadar air sangat tinggi (22% - 30%) sehingga bersifat sangat encer. Untuk menurunkan kadar air biasanya dilakukan dengan pemanasan dengan suhu tinggi dengan demikian madu akan mengental tetapi kandungan gizinya rusak. Pemalsuan menyeluruh dilakukan dengan membuat bahan menyerupai madu dan tidak mengandung madu murni dan akan menghasilkan madu palsu. Pengujian Kemurnian Madu Perbedaan nyata antara madu murni dan madu tidak murni terletak pada komposisi kimianya (Sutami, 2003). Terdapat beberapa cara untuk mengetahui kemurnian madu secara kimia yakni analisis karbon, analisis mikroskopis, analisis hydroxymethylfurfural (HMF), analisis polaritas cahaya dan terakhir tes keasaman (Moermanto, 1986). Selain dengan cara di atas secara kimia dapat dilakukan uji gula dengan cara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) atau High Peformance Liquid Cromatografi (HPLC) (Ratnayani et al., 2008). Pengujian dengan HPLC terutama dimaksudkan untuk mengetahui kadar fruktosa dan glukosa madu. Analisis kimia yang membutuhkan tenaga ahli dan peralatan khusus, tidak semua orang dapat melakukannya, maka pengujian madu pada prakteknya di lapangan sering diuji dengan cara-cara berdasarkan pengetahuan atas informasi yang berhubungan di masyarakat walaupun belum dapat dibuktikan keakuratannya. Beberapa patokan yang sering digunakan untuk menilai kemurnian madu antara lain menguji kemurnian madu dengan (1) menggunakan semut, madu murni tidak akan dikerubuti semut, (2) apabila diteteskan dalam kertas koran tidak akan merembes, korek api yang dicelupkan dalam madu murni masih dapat menyala, (3) madu murni berwarna kuning tua, (4) madu murni akan mengkristal jika diaduk ke dalam kuning telur, (5) madu murni menyimpan gas atau udara, dan (6) madu murni tidak membeku bila dimasukan ke dalam lemari es. Berdasarkan informasi tersebut berkembanglah beberapa cara pengujian kemurnian madu. Pengujian tersebut belum teruji keefektifannya. Ansori (2002) melakukan pengujian kemurnian madu yang ditambahkan dengan sukrosa, fruktosa, glukosa dan gula aren dengan menggunakan uji bakar, uji rembes, uji koagulasi, uji kristalisasi, dan uji larut, dan dari kelima uji tersebut hanya uji larut yang paling akurat untuk menguji kemurnian madu. Rahmani (2004) menambahkan bahwa uji larut memiliki tingkat akurasi sebesar 83,3%. Selain 11

24 kelima uji tersebut masih banyak uji lainnya yakni uji kelarutan, uji pemanasan, uji tarik, uji lengket, uji ikan mentah, uji buih, dan uji iod yang telah diketahui akurasinya menggunakan beberapa sampel madu palsu. Uji kemurnian madu yang sangat efektif digunakan untuk membedakan madu murni dan madu tidak murni adalah uji larut dengan persentase efektivitas rata-rata sebesar 83,3% (Rachmawaty, 2011). Persentase efektivitas uji pemalsuan madu menurut Rachmawaty (2011) dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Persentase Efektivitas Uji Pemalsuan Madu Uji Persentase Efektivitas MS MF MG MC MGel MSS Rata-rata % Semut ,8 Larut ,3 Keruh ,5 Buih ,5 Pemanasan ,2 Lengket Tarik ,8 Segi Enam ,7 Iod ,3 Ikan Mentah ,0 Rata-rata (%) , ,5 58,5 Keterangan : MS = Madu Sukrosa, MF = Madu Fruktosa, MG = Madu Glukosa, MC = Madu CMC, MGel = Madu Gelatin, MSS = Madu Sagu dan Sukrosa. Sumber : Rachmawaty (2011) Jenis madu tidak murni yang paling mudah dideteksi adalah madu yang ditambahkan dengan pengental dan gula, sedangkan yang paling sulit dideteksi adalah madu yang ditambahkan dengan gula sukrosa, fruktosa, dan glukosa. Berdasarkan rata-rata tertinggi uji larut adalah uji pemalsuan madu yang paling efektif (83,3%) diikuti berturut-turut oleh uji ikan mentah (60%), uji keruh (52,5%), uji pemanasan (49,2%), uji segi enam (41,7%) dan uji iod (33,3%). Uji kemurnian madu yang tidak efektif adalah uji tarik (25,8%) dan uji buih (17,5%). kemurnian madu yang paling tidak efektif adalah uji semut (0,8%) dan uji lengket (0%) (Rachmawaty, 2011). Uji 12

25 Daging Sapi Daging merupakan bahan yang mudah rusak, hal ini disebabkan karena komposisi gizinya yang baik untuk manusia maupun mikroorganisme. Nitrosomyochromagen yang membentuk warna merah pada pengawetan daging seperti pada proses pengasinan dapat terbentuk pada ph yang rendah seperti madu (Buckle, 1987). Bawang Merah (Allium ascalonicum) Bawang merah mengandung antosianin yaitu senyawa berbentuk glikosida yang menjadi penyebab warna merah biru dan violet pada buah dan sayuran. Suasana asam dan basa akan berpengaruh terhadap warna antosianin. Sel epidermis bawang merah mengalami plasmolisis jika direndam dalam madu. Hal ini terjadi akibat tingginya kadar gula pada madu yang menyebabkan kondisi di luar sel bawang merah bersifat hipertonis dibandingkan di dalam sel. Kondisi hipertonis di luar sel bawang merah menyebabkan air di dalam sel memiliki potensial yang lebih tinggi dibandingkan di luar sel dan mengakibatkan air di dalam sel bawang merah keluar. Kondisi ini mengakibatkan membran sel menjadi mengkerut kemudian lepas dari dinding sel dan isi sel menjadi berkurang (plasmolisis) (Kimball, 1983). Bawang merah pada penelitian yang direndam dalam madu yang banyak mengandung air, teksturnya lebih baik. Suatu sel tanaman yang ditempatkan dalam suasana yang banyak mengandung air mengakibatkan molekul air akan melintasi membran dari luar ke dalam sel sehingga sel akan mengembang karena sel tanaman memiliki dinding sel yang bersifat kuat maka sel tanaman tidak akan mudah pecah akibat tekanan yang timbul dari dalam sel karena masuknya air dari dalam ke luar sel. Sel epidermis bawang merah mempunyai sifat mampu menyerap air (Kimball, 1983). Kapang Kapang dapat dilihat dengan kasat mata, tidak seperti bakteri dan khamir. Sifat pertumbuhan yang khas adalah berbentuk kapas dan biasanya terlihat pada tempat yang basah dan pangan yang membusuk. Kapang ada yang berwarna hitam, putih atau warna lain tergantung pada warna sporanya (Buckle, 1987). Semut Sulit untuk mengkategorikan semut dengan makanannya. Sebagian semut adalah vegetarian memakan sirup nektar, dan sebagian lainnya memakan makanan 13

26 dari hewan atau serangga lain yang telah mati. Semut memakan sumber protein dan karbohidrat yang bervariasi. Semut membawa makanan ke sarang seperti lebah madu, serangga yang telah mati dipotong dalam ukuran kecil dan dibawa ke sarang, sedangkan gula atau makanan cair lainnya disimpan dalam swollen crops di dalam perutnya kemudian didistribusikan ke sarang dari mulut ke mulut (Newman, 1967). Kristalisasi Kristalisasi madu dipengaruhi oleh perbandingan jumlah gula pereduksi yang terdapat dalam madu, jika kadar glukosa dan sukrosa lebih besar daripada fruktosa maka madu akan cepat mengkristal dan memiliki tekstur yang kasar. Pengkristalan madu terjadi karena adanya perubahan kadar gula akibat proses fermentasi dan hidrolisis sukrosa oleh enzim madu (Gojmerac, 1983). 14

27 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Non Ruminansia dan Satwa Harapan, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor untuk uji fisik dan di Balai Besar Industri Agro (BBIA) Bogor dan Laboratorium Kimia Bersama Institut Pertanian Bogor untuk uji kimia. Penelitian ini berlangsung selama 3 bulan dimulai dari tanggal 1 Februari 2012 sampai dengan 30 April Materi Sampel yang digunakan adalah 40 merek madu komersial yang beredar di kota Bogor yang terdiri dari 20 madu dari toko/supermarket dan 20 madu dari pasar tradisional dengan merek yang berbeda dan bahan yang digunakan sebagai kontrol (pembanding) adalah madu murni yang diambil langsung dari peternakan lebah di Bogor. Bahan yang digunakan untuk uji fisik adalah sampel madu komersial, air hangat, ikan mentah, bawang merah dan potongan daging sapi. Alat yang digunakan untuk uji fisik adalah sendok teh, sendok makan, sendok ukur, piring plastik berwarna putih, korek api, lilin, gelas kaca, gelas ukur, lidi, termometer, botol selai, gelas plastik, plastik bening, stopwatch dan kamera. Bahan yang digunakan untuk uji kimia adalah madu komersial murni, air, aquades, tisu, larutan ferosianida dan seng asetat, NaHSO 3 0,2%, dan acetonitril. Alat yang digunakan untuk uji kimia adalah ph-meter digital SCHOTT, refraktometer, labu ukur 50 ml, kertas saring abu, spektrofotometer, instrument High Performance Liquid Cromatografi (HPLC), dan syringe gelas. Prosedur Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap yakni (1) penyiapan madu kontrol dan sampel, (2) penyempurnaan metode uji kemurnian yang dilakukan oleh Rachmawaty (2011) dan dilanjutkan dengan uji kemurnian menggunakan metode oleh Rachmawaty (2011) yang telah disempurnakan, dan (3) analisis kimia madu dari peternakan lebah dan pasar Bogor (analisis kimia dilakukan terhadap madu

28 murni dengan persentase keberhasilan tiap uji diatas 50%), uji tambahan (uji aroma, rasa, warna, semut, rembesan, dan gesek), dan analisis data. Penyiapan Madu Kontrol dan Sampel Madu sampel yang digunakan didapatkan dari dua tempat, yaitu dari pasar tradisional sebanyak 20 sampel dan dari toko/supermarket sebanyak 20 sampel dengan merek yang berbeda. Apabila terdapat sampel dengan merek yang sama di pasar tradisional dan toko/supermarket, maka sampel digolongkan pada sampel dari toko/supermarket. Cara pengambilan sampel dilakukan secara acak, tanpa memperhatikan warna, sumber nektar, maupun wadah. Madu yang ditemukan kemudian dijadikan sampel. Pemilihan 40 sampel didasarkan pada jumlah merek madu yang didapatkan. Volume madu yang diambil berkisar ml. Madu sampel yang didapatkan kemudian diberi kode dengan penomoran Penyempurnaan Metode Uji Kemurnian Madu Uji kemurnian yang telah dilakukan Rachmawaty (2011) masih perlu disempurnakan karena belum mencantumkan kuantifikasi (standarisasi) pada setiap metode sehingga belum dapat dijadikan standar dalam pengujian kemurnian madu. Penyempurnaan yang dilakukan adalah mengestimasi atau mengkuantifikasi metode uji tersebut secara trial and error (1) Penyempurnaan metode pada uji larut yaitu pada faktor kemiringan dengan sudut 30 0, suhu 50 0, dan menggunakan gelas jus. (2) Penyempurnaan metode uji buih dan keruh yaitu pada faktor kecepatan sebanyak 100 adukan selama 30 detik, menggunakan pengaduk sendok teh, dan konsitensi buih lebih dari 10 menit (3) Penyempurnaan metode uji pemanasan yaitu pada faktor tipe sendok menggunakan sendok makan, volume madu sebanyak 5 ml, dan waktu pemanasan kurang dari 2 menit (4) Penyempurnaan metode uji segienam yaitu pada faktor pengulangan gerakan angka 8 sebanyak 3 kali, konsistensi segienam selama 10 detik, dan bentuk segienam yang jelas dan beraturan. Uji Kemurnian. Uji kemurnian dilakukan terlebih dahulu pada madu murni yang diambil langsung dari peternakan lebah sebagai kontrol (pembanding). Madu kontrol yang digunakan didapatkan langsung dari peternakan lebah di Bantarjati, Bogor dan kemudian dilakukan penyempurnaan dengan mengkuantifikasi setiap metode uji kemurnian. Setelah itu dilakukan uji kemurnian pada 40 sampel madu komersial. 16

29 Setiap sampel madu diuji secara fisik yaitu uji larut, uji pemanasan, uji keruh, uji buih, uji segienam, uji ikan mentah, uji bawang dan uji daging. Masing- masing uji dilakukan sebanyak lima kali ulangan. Uji Larut (Rachmawaty, 2011, disempurnakan). Madu sebanyak 10 ml dalam sendok makan dituangkan perlahan-lahan ke dalam gelas dengan tinggi 15 cm yang berisi 200 ml air dengan tinggi 10 cm dan bersuhu 50 o C dengan jarak vertikal 10 cm dari permukaan air dan dengan kemiringan sebesar 30 o. Tempat pengujian diberi alas berupa kain putih agar terlihat jelas pergerakan madu ketika dituang. Jika segera terjadi pencampuran antara madu dan air maka diberi nilai 0 (madu tidak murni) dan jika tidak terjadi pencampuran antara madu dan air diberi nilai 1 (madu murni) dan dicatat waktu terjadinya pencampuran sempurna. Cara uji larut dapat dilihat pada Gambar 1 (A), nilai 1 (madu murni) pada Gambar 1 (B) dan nilai 0 (madu tidak murni) pada Gambar 1 (C). (A) (B) (C) Gambar 1. Metode Uji Larut (A), Respon Madu Murni (B), dan Respon Madu Tidak Murni (C) Uji Keruh & Buih. (Rachmawaty, 2011, disempurnakan). Madu sebanyak 10 ml dicampur dengan 200 ml air dalam gelas kaca bening, kemudian diaduk dengan sendok teh kira-kira sebanyak 100 kali selama 30 detik hingga tercampur secara merata. Jika timbul buih namun cepat hilang dan madu yang tercampur bening diberi nilai 0 (madu tidak murni) dan jika timbul buih dan tidak cepat hilang dan madu yang tercampur keruh diberi nilai 1 (madu murni) dan dicatat waktu menghilangnya buih. Cara uji buih dapat dilihat pada Gambar 2 (A) untuk madu 17

30 murni dan Gambar 2 (B) untuk madu tidak murni. Cara uji keruh dapat dilihat pada Gambar 3 (A) untuk madu murni dan Gambar 3 (B) untuk madu tidak murni. (A) (B) Gambar 2. Respon Uji Buih Madu Murni (A) dan Madu Tidak Murni (B) (A) (B) Gambar 3. Respon Uji Keruh Madu Murni (A) dan Madu Tidak Murni (B) Uji Pemanasan (Rachmawaty, 2011, disempurnakan). Sebanyak 5 ml madu dalam sendok makan yang baru dibakar selama 2 menit di atas lilin dengan panjang sumbu 1 cm dengan jarak 2 cm dari permukaan api. Jika madu tidak segera meluber (tidak tumpah dari sendok) maka diberi nilai 0 (madu tidak murni), dan jika terbentuk busa dan busa meluber (tumpah dari sendok) maka diberi nilai 1 (madu murni) dan dicatat waktu terbentuknya busa. Cara uji pemanasan dapat dilihat pada Gambar 4 (A) untuk madu murni dan Gambar 4 (B) utuk madu tidak murni. 18

31 (A) (B) Gambar 4. Respon Uji Pemanasan Madu Murni (A) dan Madu Tidak Murni (B) Uji Segi Enam (Rachmawaty, 2011, disempurnakan). Madu sebanyak 10 ml dituangkan ke dalam piring putih berdiameter 15 cm kemudian ditambahkan air sebanyak 200 ml melalui pinggiran piring hingga madu tenggelam. Piring digerakkan perlahan membentuk angka delapan sebanyak tiga kali. Jika segienam yang terbentuk tidak jelas, cepat hilang dan tidak beraturan maka beri nilai 0 (madu tidak murni) dan jika segienam yang terbentuk jelas, tidak cepat hilang dan beraturan diberi nilai 1 (madu murni), dan dicatat waktu mulai terbentuknya dan menghilangnya segi enam. Cara uji segienam dapat dilihat pada Gambar 5 (A) untuk madu murni dan Gambar 5 (B) untuk madu tidak murni. (A) (B) Gambar 5. Respon Uji Segienam Madu Murni (A) dan Madu Tidak Murni (B) 19

32 Uji Ikan Mentah (Rachmawaty, 2011, disempurnakan). Ikan air tawar baby fish (mujair) mentah dengan panjang 5 cm yang masih utuh dan segar dimasukkan ke dalam gelas plastik ukuran 250 ml, kemudian dimasukkan madu sebanyak 50 ml pada masing-masing gelas, diberi lidi sebagai penyangga agar ikan tetap stabil di dasar gelas. Tutup gelas dengan plastik, ikat dengan karet dan diamkan selama dua minggu di tempat yang sejuk dan tidak terkena panas matahari. Setelah 2 minggu ikan diamati. Jika ikan bertekstur basah serta tidak menyusut dan madu tidak mencair (tidak menyerap air) maka diberi nilai 0 (madu tidak murni) dan jika ikan bertekstur kering, tidak berbau dan madu mencair (menyerap air) diberi nilai 1 (madu murni). Cara uji ikan mentah dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 6. Uji Ikan mentah Uji Bawang. Bawang merah utuh tanpa kulit dengan panjang 3 cm yang masih segar dimasukkan ke dalam gelas plastik ukuran 250 ml, kemudian dimasukkan madu sebanyak 50 ml pada masing-masing gelas, diberi lidi sebagai penyangga agar bawang tetap stabil di dasar gelas. Tutup gelas dengan plastik, ikat dengan karet dan diamkan selama dua minggu di tempat yang sejuk dan tidak terkena panas matahari. Jika bawang utuh dan tidak busuk maka diberi nilai 0 (madu tidak murni) dan jika bawang menyusut dan berubah warna menjadi ungu kehitaman diberi nilai 1 (madu murni). Cara uji bawang dapat dilihat pada Gambar 7. 20

33 Gambar 7. Uji Bawang Uji Daging. Potongan daging sapi ukuran kecil 2x2 cm yang masih segar dimasukkan ke gelas plastik ukuran 250 ml, kemudian dimasukkan madu sebanyak 50 ml pada masing-masing gelas, diberi lidi sebagai penyangga agar daging tetap stabil di dasar gelas. Tutup gelas dengan plastik, ikat dengan karet dan diamkan selama dua minggu di tempat yang sejuk dan tidak terkena panas matahari. Setelah 2 minggu daging diamati. Jika daging berwarna kehitaman diberi nilai 0 (madu tidak murni) dan jika daging berwarna kemerahan diberi nilai 1 (madu murni). Cara uji daging dapat dilihat pada Gambar 8. Gambar 8. Uji Daging Analisis Kimia Analisis kimia yang dilakukan adalah pengukuran kadar air, uji HMF dan uji kadar gula. Analisis kimia dilakukan terhadap madu sampel dengan persentase keberhasilan tiap uji di atas 50%. Sampel diuji di laboratorium BBIA Bogor dan 21

34 Laboratorium Kimia Bersama, Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB. Kadar Air (Standar Nasional Indonesia ). Kadar air diukur dengan alat refraktometer ATAGO (berskala 42% - 72%). Sampel madu diteteskan ke dalam refraktometer dan kemudian kadar air dibaca dengan cara meneropong refraktometer. Refraktometer dibersihkan dengan akuades dan tisu setelah digunakan. Pengukuran kadar air dilakukan sebanyak lima kali ulangan. Kadar Hidroksimetilfurfural (HMF) (Standar Nasional Indonesia ). Kadar HMF diukur dengan alat Spektrofotometer HP Spektrofotometer yang biasa dipakai harus mempunyai panjang gelombang 284 nm dan 336 nm, mempunyai sel 1 cm. Tahap pertama Larutan carez I (15 g ferosianida K 4 Fe(CN) 6. 3H 2 O dilarutkan dengan air dan diencerkan sampai 100 ml) dan larutan carez II (30 g seng asetat Zn(CH 3 COO) 2. 2H 2 O dilarutkan dengan air dan diencerkan sampai 100 ml) dipersiapkan. Sebanyak lima gram sampel madu ditimbang dalam labu ukur 50 ml, kemudian ditambahkan akuades sampai larutan dalam labu ukur mencapai kurang lebih 25 ml. Sebanyak 0,5 ml larutan carez I ditambahkan ke dalam labu ukur kemudian diaduk. Tahap selanjutnya larutan carez II ditambahkan ke dalam labu ukur kemudian diaduk kembali. Volume campuran ditepatkan hingga tanda tera dengan akuades, kemudian disaring dengan kertas saring abu. Filtrat hasil penyaringan dipipet 5 ml ke dalam dua tabung reaksi berukuran 18 x 100 mm. Tabung pertama ditambahkan 5 ml akuades, sedangkan tabung kedua (pembanding) ditambahkan 5 ml NaHSO 3 0,2%. Campuran diaduk rata dengan menggunakan pengaduk vortex. Tahap berikutnya sampel diabsorbansi dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 284 nm dan 336 nm dengan sel satu cm. Apabila absorbansi di atas 0,6 larutan sampel diencerkan lagi dengan akuades sedangkan larutan pembanding diencerkan dengan cara sama dengan menggunakan larutan NaHSO 3 0,1%. Nilai absorbansi yang diperoleh dikalikan dengan faktor pengencer sebelum perhitungan. 22

35 Perhitungan : Kadar HMF (mg/100 g madu) = ((A284 A336) : BC (g)) x 14,97 x BC (g) Keterangan : A284 : Absorbansi pada 284 nm A336 : Absorbansi pada 336 nm 14,97 : Faktor koreksi BC : Berat contoh (g) Kadar Gula (Instrument HPLC) (Standar Nasional Indonesia ). Pengukuran kadar gula dalam madu meliputi sukrosa, glukosa dan fruktosa menggunakan instrument High Performance Liquid Cromatografi (HPLC) CTO- 20A. Uji gula dilakukan dengan tiga tahapan yakni stabilisasi alat (HPLC), penguntikan standar, dan penyuntikan sampel dengan Syringe 100F-LC. Stabilisasi alat dilakukan dengan cara mengalirkan fase gerak (25% air dan 75% acetonitril) dalam instrument HPLC selama satu jam. Tahap selanjutnya adalah penyuntikan standar. Standar yang digunakan adalah sukrosa, fruktosa, dan glukosa murni. Sebanyak 10 gram sampel dari masingmasing standar dilarutkan dalam 100 ml air (air bebas ion yang telah disaring dengan membran 0,45 mikrometer). Selanjutnya 10 ml hasil larutan diambil disaring dengan membran 0,2 mikrometer. Sampel yang telah disaring diambil dengan menggunakan syringe gelas sebanyak 100 mikroliter kemudian disuntikan pada HPLC dan diamkan agar tekanan pada HPLC stabil (pada pengukuran ini tekanan berada pada 75 kgf). Pada saat tekanan telah stabil kembali, semua kandungan standar telah keluar dalam bentuk grafik (telihat dalam monitor). Pada penelitian ini, semua kandungan standar fruktosa, sukrosa dan glukosa sudah keluar sebelum 16 menit. Berdasarkan penyuntikan standar diketahui bahwa puncak fruktosa akan keluar kurang lebih pada menit ke 7 lebih 24 detik, kemudian puncak glukosa keluar pada menit ke 8 lebih 30 detik, dan puncak sukrosa keluar pada menit ke 11 lebih 30 detik. Setelah HPLC distandarisasi untuk pengujian sukrosa, glukosa dan fruktosa, dilakukan penyuntikan sampel madu. Semua sampel madu diencerkan dengan cara 1 gram madu diencerkan dalam 10 ml air (yang telah disaring dengan membran 0,45 mikrometer). Sampel yang telah diencerkan diambil dengan syringe gelas sebanyak 100 mikroliter dan disuntikkan dalam HPLC. Puncak atau grafik fruktosa, glukosa 23

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Non Ruminansia dan Satwa Harapan, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Madu

TINJAUAN PUSTAKA. Madu TINJAUAN PUSTAKA Madu Madu merupakan zat manis alami yang dihasilkan lebah dengan bahan baku nektar bunga. Madu merupakan sumber tenaga yang mudah digunakan oleh tubuh karena kandungan gula sederhana yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Madu Kontrol dan Sampel

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Madu Kontrol dan Sampel HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Madu Kontrol dan Sampel Madu dapat dibedakan menurut karakteristiknya yang meliputi warna, kekentalan, kadar air, a w, aroma, dan rasanya. Karakteristik madu kontrol

Lebih terperinci

Proses Pembuatan Madu

Proses Pembuatan Madu MADU PBA_MNH Madu cairan alami, umumnya berasa manis, dihasilkan oleh lebah madu dari sari bunga tanaman (floral nektar); atau bagian lain dari tanaman (ekstra floral nektar); atau ekskresi serangga cairan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Perbedaan Madu Asli dan Madu Palsu

HASIL DAN PEMBAHASAN Perbedaan Madu Asli dan Madu Palsu HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian disajikan dalam beberapa sub bab pembahasan. Penjelasan disajikan secara bertahap dimulai dari perbedaan madu asli dan madu palsu, hasil uji pemalsuan pada madu asli,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sumber : Gojmerac (1983).

TINJAUAN PUSTAKA. Sumber : Gojmerac (1983). TINJAUAN PUSTAKA Madu Madu adalah cairan alami yang umumnya mempunyai rasa manis yang dihasilkan oleh lebah madu dari sari bunga tanaman (floral nektar) atau bagian lain dari tanaman (ekstra floral nektar)

Lebih terperinci

Gambar 1. Cara penggunaan alat pemeras madu. Gambar 2. Alat Pemeras madu. Gambar 3. Alat Penyaring madu Gambar 4. Ruang pengolahan madu 70 %

Gambar 1. Cara penggunaan alat pemeras madu. Gambar 2. Alat Pemeras madu. Gambar 3. Alat Penyaring madu Gambar 4. Ruang pengolahan madu 70 % BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN Kegiatan pengabdian yang telah dilakukan yaitu pembuatan alat pemeras madu (Gambar 1 & 2) dan penyaring madu (Gambar 3). Pelaksanaan pembuatan ruang khusus pengolahan madu (Gambar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Selatan. Buah naga sudah banyak di budidayakan di Negara Asia, salah satunya di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Selatan. Buah naga sudah banyak di budidayakan di Negara Asia, salah satunya di 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Buah Naga Buah naga atau dragon fruit merupakan buah yang termasuk kedalam kelompok tanaman kaktus. Buah naga berasal dari Negara Mexico, Amerika Tengah dan Amerika Selatan.

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK DAN PRE-TREATMENT MADU

KARAKTERISTIK DAN PRE-TREATMENT MADU KARAKTERISTIK DAN PRE-TREATMENT MADU Firman Jaya 1 KARAKTERISTIK MADU SIFAT FISIK SIFAT KIMIA Sifat Higrokopis Tekanan Osmosis Kadar Air Warna Madu Karbohidrat Enzim Keasaman Komposisi Kimia Madu Granulasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Apokat (KBBI: Avokad), alpukat, atau Persea americana Mill merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Apokat (KBBI: Avokad), alpukat, atau Persea americana Mill merupakan 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Alpukat Apokat (KBBI: Avokad), alpukat, atau Persea americana Mill merupakan buah yang berasal dari Amerika Tengah, termasuk famili Lauraceae, yaitu suatu famili tanaman

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH PEMERIKSAAN KUALITAS MADU KOMERSIAL

KARYA ILMIAH PEMERIKSAAN KUALITAS MADU KOMERSIAL KARYA ILMIAH PEMERIKSAAN KUALITAS MADU KOMERSIAL Oleh: Sri Agung Fitri Kusuma, M.Si., Apt UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS FARMASI JANUARI 2009 LEMBAR PENGESAHAN KARYA ILMIAH PEMERIKSAAN KUALITAS MADU

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS BEBERAPA UJI PEMALSUAN MADU KAPUK SKRIPSI MAYA RACHMAWATY

EFEKTIVITAS BEBERAPA UJI PEMALSUAN MADU KAPUK SKRIPSI MAYA RACHMAWATY EFEKTIVITAS BEBERAPA UJI PEMALSUAN MADU KAPUK SKRIPSI MAYA RACHMAWATY DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 RINGKASAN Maya Rachmawaty D14070069.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gula adalah suatu karbohidrat sederhana yang menjadi sumber energi dan komoditi perdagangan utama. Gula paling banyak diperdagangkan dalam bentuk kristal sukrosa padat.

Lebih terperinci

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri PENANGANAN Jenis Kerusakan Bahan Pangan Kerusakan mikrobiologis Kerusakan mekanis Kerusakan fisik Kerusakan biologis Kerusakan kimia Kerusakan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis, dan (7)

Lebih terperinci

METODE. = hasil pengamatan pada ulangan ke-j dari perlakuan penambahan madu taraf ke-i µ = nilai rataan umum

METODE. = hasil pengamatan pada ulangan ke-j dari perlakuan penambahan madu taraf ke-i µ = nilai rataan umum METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Non Ruminansia dan Satwa Harapan, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Laboratorium Kimia Fisik, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

TELUR ASIN PENDAHULUAN

TELUR ASIN PENDAHULUAN TELUR ASIN PENDAHULUAN Telur asin,merupakan telur itik olahan yang berkalsium tinggi. Selain itu juga mengandung hampir semua unsur gizi dan mineral. Oleh karena itu, telur asin baik dikonsumsi oleh bayi

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING (Laporan Penelitian) Oleh PUTRI CYNTIA DEWI JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PETANIAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Es lilin merupakan suatu produk minuman atau jajanan tradisional yang

PENDAHULUAN. Es lilin merupakan suatu produk minuman atau jajanan tradisional yang 14 PENDAHULUAN Latar Belakang Es lilin merupakan suatu produk minuman atau jajanan tradisional yang masih digemari dari setiap kalangan baik orang dewasa maupun anak-anak, karena es lilin mempunyai rasa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi PENDAHULUAN Latar Belakang Daging merupakan salah satu komoditi pertanian yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan protein, karena daging mengandung protein yang bermutu tinggi, yang mampu menyumbangkan

Lebih terperinci

SUSU. b. Sifat Fisik Susu Sifat fisik susu meliputi warna, bau, rasa, berat jenis, titik didih, titik beku, dan kekentalannya.

SUSU. b. Sifat Fisik Susu Sifat fisik susu meliputi warna, bau, rasa, berat jenis, titik didih, titik beku, dan kekentalannya. SUSU a. Definisi Susu Air susu termasuk jenis bahan pangan hewani, berupa cairan putih yang dihasilkan oleh hewan ternak mamalia dan diperoleh dengan cara pemerahan (Hadiwiyoto, 1983). Sedangkan menurut

Lebih terperinci

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN EFEK PENGERINGAN TERHADAP PANGAN HASIL TERNAK PERLAKUAN SEBELUM

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kualitas minyak dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis kimia yang nantinya dibandingkan dengan standar mutu yang dikeluarkan dari Standar Nasional Indonesia (SNI).

Lebih terperinci

DIVERSIFIKASI PRODUK AREN UNTUK PANGAN DAN PROSPEK PASAR

DIVERSIFIKASI PRODUK AREN UNTUK PANGAN DAN PROSPEK PASAR DIVERSIFIKASI PRODUK AREN UNTUK PANGAN DAN PROSPEK PASAR Prof. Dr. Ir. Eni Harmayani, M.Sc & Tim Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada Disampaikan pada Pertemuan Pengembanan dan Pemanfaatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. occidentale L.) seluas ha, tersebar di propinsi Sulawesi. Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur,

BAB I PENDAHULUAN. occidentale L.) seluas ha, tersebar di propinsi Sulawesi. Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki areal perkebunan jambu mete (Anacardium occidentale L.) seluas 560.813 ha, tersebar di propinsi Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Yoghurt merupakan salah satu bentuk produk minuman hasil pengolahan susu yang memanfaatkan mikroba dalam proses fermentasi susu segar menjadi bentuk produk emulsi

Lebih terperinci

PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II KI1201

PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II KI1201 PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II KI1201 Disusun Ulang Oleh: Dr. Deana Wahyuningrum Dr. Ihsanawati Dr. Irma Mulyani Dr. Mia Ledyastuti Dr. Rusnadi LABORATORIUM KIMIA DASAR PROGRAM TAHAP PERSIAPAN BERSAMA

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

ANALISIS. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih

ANALISIS. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih ANALISIS KARBOHIDRAT Analisis Zat Gizi Teti Estiasih 1 Definisi Ada beberapa definisi Merupakan polihidroksialdehid atau polihidroksiketon Senyawa yang mengandung C, H, dan O dengan rumus empiris (CH2O)n,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG V. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 Analisis Kimia.1.1 Kadar Air Hasil analisis regresi dan korelasi (Lampiran 3) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara jumlah dekstrin yang ditambahkan pada

Lebih terperinci

PRODUKSI GULA CAIR DARI PATI SAGU SULAWESI TENGGARA

PRODUKSI GULA CAIR DARI PATI SAGU SULAWESI TENGGARA PRODUKSI GULA CAIR DARI PATI SAGU SULAWESI TENGGARA Agus Budiyanto, Abdullah bin Arif dan Nur Richana Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian n Disampaikan Pada Seminar Ilmiah dan Lokakarya Nasional 2016

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Bahan pangan sumber protein hewani berupa daging ayam mudah diolah, dicerna dan mempunyai citarasa yang enak sehingga disukai banyak orang. Daging ayam juga merupakan

Lebih terperinci

KARAKTERISASI FISIK DAN ph PADA PEMBUATAN SERBUK TOMAT APEL LIRA BUDHIARTI

KARAKTERISASI FISIK DAN ph PADA PEMBUATAN SERBUK TOMAT APEL LIRA BUDHIARTI KARAKTERISASI FISIK DAN ph PADA PEMBUATAN SERBUK TOMAT APEL LIRA BUDHIARTI DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 ABSTRAK LIRA BUDHIARTI. Karakterisasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L) berasal dari Amerika Tengah, pada tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia (Rukmana, 2001). Ubi jalar (Ipomoea

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bahan alternatif (Aboulfalzli et al., 2015). Es krim merupakan produk olahan susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bahan alternatif (Aboulfalzli et al., 2015). Es krim merupakan produk olahan susu 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Es Krim Es krim merupakan produk susu beku yang banyak dikonsumsi masyarakat karena memiliki gizi tinggi dan banyak dikembangkan dari berbagai bahan alternatif (Aboulfalzli

Lebih terperinci

Uji Kualitatif Karbohidrat dan Hidrolisis Pati Non Enzimatis

Uji Kualitatif Karbohidrat dan Hidrolisis Pati Non Enzimatis Uji Kualitatif Karbohidrat dan Hidrolisis Pati Non Enzimatis Disarikan dari: Buku Petunjuk Praktikum Biokimia dan Enzimologi Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. A.2. Bahan yang digunakan : A.2.1 Bahan untuk pembuatan Nata de Citrullus sebagai berikut: 1.

BAB III METODOLOGI. A.2. Bahan yang digunakan : A.2.1 Bahan untuk pembuatan Nata de Citrullus sebagai berikut: 1. BAB III METODOLOGI A. ALAT DAN BAHAN A.1. Alat yang digunakan : A.1.1 Alat yang diperlukan untuk pembuatan Nata de Citrullus, sebagai berikut: 1. Timbangan 7. Kertas koran 2. Saringan 8. Pengaduk 3. Panci

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK (Laporan Penelitian) Oleh RIFKY AFRIANANDA JURUSAN TEKNOLOGI HASIL

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian

PENDAHULUAN. Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian PENDAHULUAN Latar Belakang Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian besar diolah menjadi berbagai bentuk dan jenis makanan. Pengolahan buahbuahan bertujuan selain untuk memperpanjang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu 1. Bentuk Granula Suspensi pati, untuk pengamatan dibawah mikroskop polarisasi cahaya, disiapkan dengan mencampur butir pati dengan air destilasi, kemudian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Susu segar menurut Dewan Standardisasi Nasional (1998) dalam Standar

TINJAUAN PUSTAKA. Susu segar menurut Dewan Standardisasi Nasional (1998) dalam Standar II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Susu Kambing Susu segar menurut Dewan Standardisasi Nasional (1998) dalam Standar Nasional Indonesia nomor 01-3141-1998 didefinisikan sebagai cairan yang berasal dari ambing ternak

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka. Penelitian, (6) Hipotesis, dan (7) Tempat Penelitian.

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka. Penelitian, (6) Hipotesis, dan (7) Tempat Penelitian. 12 I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. difermentasi dengan menggunakan bakteri Lactobacillus bulgaricus dan

BAB I PENDAHULUAN. difermentasi dengan menggunakan bakteri Lactobacillus bulgaricus dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yoghurt merupakan produk olahan susu yang dipasteurisasi kemudian difermentasi dengan menggunakan bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan bahan yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan fungsinya tidak pernah digantikan oleh senyawa lain. Sebuah molekul air terdiri dari sebuah atom

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Satu

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Satu HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Satu Penentuan Formula Pembuatan Sabun Transparan Penelitian tahap satu merupakan tahap pemilihan formula pembuatan sabun trasnparan. Hasil penelitian tahap satu ini

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan Rancangan Acak Kelompok yang melibatkan 2 faktor perlakuan

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan Rancangan Acak Kelompok yang melibatkan 2 faktor perlakuan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 RANCANGAN PENELITAN Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok yang melibatkan 2 faktor perlakuan dengan 3

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

Pembuatan Yogurt. 1. Pendahuluan

Pembuatan Yogurt. 1. Pendahuluan Pembuatan Yogurt 1. Pendahuluan Yoghurt merupakan salah satu olahan susu yang diproses melalui proses fermentasi dengan penambahan kultur organisme yang baik, salah satunya yaitu bakteri asam laktat. Melalui

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas bahan-bahan untuk persiapan bahan, bahan untuk pembuatan tepung nanas dan bahan-bahan analisis. Bahan

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : 19630504 198903 2 001 DIBIAYAI OLEH DANA DIPA Universitas Riau Nomor: 0680/023-04.2.16/04/2004, tanggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kasus luka pada mulut baik yang disebabkan oleh trauma fisik maupun kimia

BAB I PENDAHULUAN. Kasus luka pada mulut baik yang disebabkan oleh trauma fisik maupun kimia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kasus luka pada mulut baik yang disebabkan oleh trauma fisik maupun kimia sering terjadi di masyarakat indonesia. Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Es krim merupakan makanan padat dalam bentuk beku yang banyak disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga manula. Banyaknya masyarakat yang

Lebih terperinci

LAPORAN RESMI PABRIKASI GULA I PENGARUH WAKTU TERHADAP KERUSAKAN MONOSAKARIDA

LAPORAN RESMI PABRIKASI GULA I PENGARUH WAKTU TERHADAP KERUSAKAN MONOSAKARIDA LAPORAN RESMI PABRIKASI GULA I PENGARUH WAKTU TERHADAP KERUSAKAN MONOSAKARIDA NAMA :Dian Ratnasari PRODI :Teknik Kimia NIM: 12.01.4017 KAMPUS POLITEKNIK LPP Jln. LPP No 1A, Balapan, Yogyakarta 55222, Telp

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. tebu, bit, maple, siwalan, bunga dahlia dan memiliki rasa manis. Pohon aren adalah

I PENDAHULUAN. tebu, bit, maple, siwalan, bunga dahlia dan memiliki rasa manis. Pohon aren adalah I PENDAHULUAN Pada bab ini akan diuraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. JENIS PENELITIAN Penelitian ini adalah penelitian eksperimen di bidang teknologi pangan.

BAB III METODE PENELITIAN. A. JENIS PENELITIAN Penelitian ini adalah penelitian eksperimen di bidang teknologi pangan. BAB III METODE PENELITIAN A. JENIS PENELITIAN Penelitian ini adalah penelitian eksperimen di bidang teknologi pangan. B. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Pembuatan sirup rosella dilakukan di Laboratorium Teknologi

Lebih terperinci

Penggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri

Penggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri Penggolongan minyak Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri Definisi Lemak adalah campuran trigliserida yang terdiri atas satu molekul gliserol yang berkaitan dengan tiga molekul asam lemak.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bahan tambahan pangan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bahan tambahan pangan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Tambahan Pangan Bahan tambahan pangan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan, bukan merupakan bahan khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan yang digunakan Kerupuk Udang. Pengujian ini adalah bertujuan untuk mengetahui kadar air dan

Lebih terperinci

UJI KUALITAS YOGHURT SUSU SAPI DENGAN PENAMBAHAN MADU dan Lactobacillus bulgaricus PADA KONSENTRASI YANG BERBEDA NASKAH PUBLIKASI

UJI KUALITAS YOGHURT SUSU SAPI DENGAN PENAMBAHAN MADU dan Lactobacillus bulgaricus PADA KONSENTRASI YANG BERBEDA NASKAH PUBLIKASI 1 UJI KUALITAS YOGHURT SUSU SAPI DENGAN PENAMBAHAN MADU dan Lactobacillus bulgaricus PADA KONSENTRASI YANG BERBEDA NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh: FITA FINARSIH A 420 100 067 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer

I. PENDAHULUAN. Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer di Indonesia. Buah naga mengandung antara lain vitamin C, betakaroten, kalsium,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya status ekonomi masyarakat dan banyaknya iklan produk-produk pangan menyebabkan perubahan pola konsumsi pangan seseorang. Salah satunya jenis komoditas pangan

Lebih terperinci

Gambar 6. Pembuatan bak filtrasi kapasitas 2m 3 pengganti Tower air

Gambar 6. Pembuatan bak filtrasi kapasitas 2m 3 pengganti Tower air BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN Kegiatan pengabdian yang telah dilakukan Tahun I yaitu pembuatan alat pemeras madu (Gambar 1 & 2) dan penyaring madu (Gambar 3). Pelaksanaan pembuatan ruang khusus pengolahan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. super merah dilaksanakan pada bulan Februari - Maret 2017, pengujian overrun,

BAB III MATERI DAN METODE. super merah dilaksanakan pada bulan Februari - Maret 2017, pengujian overrun, 15 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian pembuatan es krim dengan penambahan ekstrak kulit buah naga super merah dilaksanakan pada bulan Februari - Maret 2017, pengujian overrun, resistensi pelelehan, total

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lainnya. Secara visual, faktor warna berkaitan erat dengan penerimaan suatu

I. PENDAHULUAN. lainnya. Secara visual, faktor warna berkaitan erat dengan penerimaan suatu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mutu suatu bahan makanan pada umumnya sangat bergantung pada beberapa faktor di antaranya cita rasa, warna, tekstur, nilai gizi, dan faktor lainnya. Secara visual, faktor

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Pasca Panen Universitas

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Pasca Panen Universitas III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Pasca Panen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian di lapangan telah dilakukan pada bulan Juli Penelitian

METODE PENELITIAN. Penelitian di lapangan telah dilakukan pada bulan Juli Penelitian 14 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat 1. Penelitian di Lapangan Penelitian di lapangan telah dilakukan pada bulan Juli 2013. Penelitian dilakukan pada dua lokasi yaitu; di Desa Negara Ratu Kecamatan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. kesehatan. Nutrisi dalam black mulberry meliputi protein, karbohidrat serta

I PENDAHULUAN. kesehatan. Nutrisi dalam black mulberry meliputi protein, karbohidrat serta I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah, (3) Maksud dan tujuan penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka pemikiran, dan (6) Hipotesis. 1.1 Latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masing-masing sebesar ton dan hektar. Selama lima

BAB I PENDAHULUAN. masing-masing sebesar ton dan hektar. Selama lima BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ubi jalar merupakan salah satu komoditas tanaman pangan sumber karbohidrat di Indonesia. Berdasarkan data statistik, produktivitas ubi jalar pada tahun 2015 mencapai

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) I PENDAHULUAN Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama fermentasi berlangsung terjadi perubahan terhadap komposisi kimia substrat yaitu asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral, selain itu juga

Lebih terperinci

Pengalengan buah dan sayur. Kuliah ITP

Pengalengan buah dan sayur. Kuliah ITP Pengalengan buah dan sayur Kuliah ITP Kompetensi Mahasiswa memahami teknologi pengalengan atau pembotolan sederhana dan mutakhir, prinsip dan perubahan yang terjadi serta dampak pengalengan atau pembotolan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE A. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah kulit buah manggis, ethanol, air, kelopak bunga rosella segar, madu dan flavor blackcurrant. Bahan kimia yang digunakan untuk keperluan

Lebih terperinci

: Mengidentifikasi bahan makanan yang mengandung karbohidrat (amilum dan gula ), protein, lemak dan vitamin C secara kuantitatif.

: Mengidentifikasi bahan makanan yang mengandung karbohidrat (amilum dan gula ), protein, lemak dan vitamin C secara kuantitatif. II. Tujuan : Mengidentifikasi bahan makanan yang mengandung karbohidrat (amilum dan gula ), protein, lemak dan vitamin C secara kuantitatif. III. Alat dan bahan : Rak tabung reaksi Tabung reaksi Gelas

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Prosedur

MATERI DAN METODE. Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan mulai Mei sampai dengan Agustus 2011 di Laboratorium Terpadu dan Laboratorium Industri Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sumping merupakan makanan tradisional yang berasal dari Bali, pada di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sumping merupakan makanan tradisional yang berasal dari Bali, pada di 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumping Sumping merupakan makanan tradisional yang berasal dari Bali, pada di Indonesia sumping dikenal dengan kue nagasari. Sumping umumnya dibuat dari tepung beras, santan,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah 30 LAMPIRAN 31 Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah No. Sifat Tanah Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi 1. C (%) < 1.00 1.00-2.00 2.01-3.00 3.01-5.00 > 5.0 2. N (%)

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengkukusan kacang hijau dalam pembuatan noga kacang hijau.

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengkukusan kacang hijau dalam pembuatan noga kacang hijau. IV HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini akan menjelaskan mengenai : (4.1) Penelitian Pendahuluan, dan (4.2) Penelitian Utama. 4.1. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan bertujuan untuk menentukan lama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bubur buah (puree) mangga adalah bahan setengah jadi yang digunakan sebagai

I. PENDAHULUAN. Bubur buah (puree) mangga adalah bahan setengah jadi yang digunakan sebagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bubur buah (puree) mangga adalah bahan setengah jadi yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan minuman sari buah atau nektar, produk roti, susu, permen, selai dan jeli

Lebih terperinci

PROSIDING SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI DALAM AKSELERASI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS INDUSTRIAL PEDESAAN. Malang, 13 Desember 2005

PROSIDING SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI DALAM AKSELERASI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS INDUSTRIAL PEDESAAN. Malang, 13 Desember 2005 PROSIDING SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI DALAM AKSELERASI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS INDUSTRIAL PEDESAAN Malang, 13 Desember 2005 BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN BALAI BESAR PENGKAJIAN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mampu memenuhi kebutuhan masyarakat yang semakin banyak. Upaya pemenuhan

I. PENDAHULUAN. mampu memenuhi kebutuhan masyarakat yang semakin banyak. Upaya pemenuhan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Gula merupakan kebutuhan pokok masyarakat Indonesia. Setiap tahun konsumsi gula penduduk Indonesia semakin meningkat. Produksi gula tebu dalam negeri tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2)

I. PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN BAB VI PEMBAHASAN Pada praktikum ini membahas mengenai Kurva Pertumbuhan Mikroorganisme Selama Proses Fermentasi Kombucha. Kombucha merupakan sebagai minuman hasil fermentasi seduhan teh bergula yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. upaya untuk menyelamatkan harga jual buah jambu getas merah terutama

BAB I PENDAHULUAN. upaya untuk menyelamatkan harga jual buah jambu getas merah terutama 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buah jambu getas merah merupakan buah-buahan tropis yang mudah sekali mengalami kerusakan dan secara nyata kerusakannya terjadi pada saat penanganan, transportasi,

Lebih terperinci

FERMENTASI ETANOL DARI SAMPAH TPS GEBANG PUTIH SURABAYA

FERMENTASI ETANOL DARI SAMPAH TPS GEBANG PUTIH SURABAYA TUGAS AKHIR FERMENTASI ETANOL DARI SAMPAH TPS GEBANG PUTIH SURABAYA Oleh: MUSTIKA HARDI (3304 100 072) Sampah Sampah dapat dimanfaatkan secara anaerobik menjadi alkohol. Metode ini memberikan alternatif

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh : PUJI ASTUTI A

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh : PUJI ASTUTI A PEMANFAATAN LIMBAH AIR LERI BERAS IR 64 SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN SIRUP HASIL FERMENTASI RAGI TEMPE DENGAN PENAMBAHAN KELOPAK BUNGA ROSELLA SEBAGAI PEWARNA ALAMI NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh : PUJI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makanan sangat terbatas dan mudah rusak (perishable). Dengan pengawetan,

BAB I PENDAHULUAN. makanan sangat terbatas dan mudah rusak (perishable). Dengan pengawetan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan pengawet berbahaya dalam bahan makanan seperti ikan dan daging menjadi permasalahan serius yang dihadapi oleh pemerintah. Penggunaan bahan pengawet

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya terdiri atas perairan, dan mempunyai laut serta potensi perikanan yang sangat besar. Oleh

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Proksimat Komposisi rumput laut Padina australis yang diuji meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar abu tidak larut asam dilakukan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA HIDROLISIS AMILUM (PATI)

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA HIDROLISIS AMILUM (PATI) LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA HIDROLISIS AMILUM (PATI) Di Susun Oleh : Nama praktikan : Ainutajriani Nim : 14 3145 453 048 Kelas Kelompok : 1B : IV Dosen Pembimbing : Sulfiani, S.Si PROGRAM STUDI DIII ANALIS

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Biogas Biogas adalah gas yang terbentuk melalui proses fermentasi bahan-bahan limbah organik, seperti kotoran ternak dan sampah organik oleh bakteri anaerob ( bakteri

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Kimia Analisis.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Kimia Analisis. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Kimia Analisis. 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada tanggal 18 hingga

Lebih terperinci