BAB IV STUDI KHUSUS GEOKIMIA TANAH DAERAH KAWAH TIMBANG DAN SEKITARNYA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV STUDI KHUSUS GEOKIMIA TANAH DAERAH KAWAH TIMBANG DAN SEKITARNYA"

Transkripsi

1 BAB IV STUDI KHUSUS GEOKIMIA TANAH DAERAH KAWAH TIMBANG DAN SEKITARNYA IV.1 TINJAUAN UMUM Pengambilan sampel air dan gas adalah metode survei eksplorasi yang paling banyak dilakukan di lapangan geotermal. Namun, pada lapangan dengan sedikit kemunculan manifestasi di permukaan, survei tanah dan udara tanah dapat dilakukan untuk mengetahui sistem panas bumi. Beberapa manfaat dari survei ini adalah identifikasi zona permeabel dan kemungkinan zona upflow dan boiling, mendeliniasi batas sistem geotermal, dan melengkapi survei geofisika jika interpretasi data geofisika cukup sulit dilakukan, misalkan dikarenakan efek topografi (Nicholson, 1993). Anomali pada survei geokimia tanah dihasilkan oleh uap yang merembes dari reservoir geotermal di bawah permukaan. Rembesan uap ini akan membesar sepanjang zona permeabel, misalnya sesar, dan dapat mengindikasikan arah aliran bawah tanah atau kemungkinan zona upflow. Setiap survei tanah terbagi dalam tiga tahapan, yaitu: pengambilan sampel, analisis, dan interpretasi. Informasi dari ketiga tahapan ini digabungkan untuk memenuhi ketiga tujuan utama survei ini yaitu mengidentifikasi area target, mengeliminasi zona tidak prospek, dan mengeliminasi anomali yang salah. Target survei ini tentu saja zona permeabel dan batasan lapangan panasbumi. Anomali salah adalah nilai konsentrasi unsur tinggi tetapi terbentuk dari proses-proses yang tidak berhubungan dengan aktivitas geotermal. Metode survei udara tanah dan tanah memiliki perbedaan pada metode pengambilan sampel. Pada survei tanah, sampel yang diambil berupa tanah yang terdapat di dekat permukaan sedangkan pada survei udara tanah, sampel diambil dengan tujuan menghitung konsentrasi unsur pada udara yang terkandung di dalam tanah. Untuk hasil yang lebih dapat diandalkan, nilai konsentrasi pada sampel udara tanah sebaiknya merupakan hasil dari pengambilan sampel selama periode waktu tertentu (beberapa hari atau minggu), bukan hanya dari sekali pengambilan sampel saja. 29

2 Survei tanah sendiri memiliki kelebihan dibandingkan dengan survei udara tanah dimana nilai anomali berkembang seiring waktu karena penyerapan unsur pada uap ke dalam tanah, dan oleh karena itu tidak terpengaruhi oleh perubahan jangka pendek pada lingkungannya (Nicholson, 1993). Dengan kata lain survei udara tanah dapat dengan mudah dipengaruhi oleh perubahan iklim lokal dibandingkan survei tanah. Pengaruh ini meliputi temperatur udara dan tanah, tekanan barometrik, dan juga kelembaban tanah (Klusman dan Jaacks, 1987, op.cit., Nicholson, 1993). Unsur yang paling banyak digunakan dalam survei ini adalah merkuri, tetapi unsurunsur lain juga terbukti berhasil, termasuk arsenik, antimoni, boron, dan ammonia. Kebanyakan survei dilakukan pada lapangan panas bumi bertemperatur tinggi dan vulkanik, tetapi penelitian belakangan membuktikan bahwa survei ini juga efektif pada lapangan panas bumi bertemperatur rendah dan berbatuan dasar sedimen (Liu dan Nicholson, 1990, dan Nicholson et al., 1989, op.cit., Nicholson, 1993). IV.2 TUJUAN PENELITIAN Tujuan dari penelitian adalah membandingkan hasil analisis kimia sampel yang diambil pada horison tanah A dan B untuk unsur merkuri (Hg) dan boron (B) dan melihat pola penyebaran unsur boron (B) pada daerah sekitar Kawah Timbang. Horison tanah A adalah horison tanah yang mengandung material organik tinggi dan diduga memiliki kemampuan menyerap boron dan merkuri yang lebih tinggi dibanding horison tanah B. Horison tanah B merupakan horison dengan kandungan fraksi berukuran lempung yang tinggi. Hasil perbandingan analisis unsur dari kedua horison ini akan berguna untuk menentukan sumber pengambilan sampel yang sesuai untuk survei geotermal. IV.3 ANALISIS DATA IV.3.1 Lokasi studi khusus Lokasi pengambilan sampel untuk analisis unsur Hg dan B berada pada sekitar Kawah Timbang, bagian utara daerah penelitian, yaitu pada koordinat BT dan LS, secara geografis daerah ini terletak di daerah yang meliputi 2 kabupaten yaitu Wonosobo dan Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah (gambar 4.1). Lokasi penelitian dipilih dengan pertimbangan daerah ini memiliki sistem geotermal bertemperatur rendah-menengah dan batuan dasar berupa batuan sedimen. Hal ini berbeda 30

3 dengan kebanyakan survei sejenis yang dilakukan pada sistem bertemperatur tinggi dengan batuan dasar berupa batuan vulkanik. Gambar 4.1 Lokasi pengambilan sampel tanah (Google Earth, 2010). IV.3.2 Manifestasi permukaan. Dari pengamatan di lapangan terdapat 2 manifestasi panasbumi yang teridentifikasi pada daerah penelitian diantaranya : a. Kawah Candradimuka Berada di Gunung Jimat, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. Temperatur air di lapangan sekitar 71,6 o C dan ph 7,4-7,5. Secara fisik menunjukan air jernih, berbau belerang, dan mengeluarkan gelembung gas. b. Kawah Timbang Berada di Gunung Jimat, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. Secara terus menerus mengeluarkan gas dari lubang kawah. Pada tahun 1979 terjadi tragedi Kawah Timbang yang memakan korban akibat pelepasan gas CO yang tidak disadari penduduk setempat yang melintas. Untuk mencegah tragedi yang sama terulang lagi, dipasang alat 31

4 pendeteksi gas di pinggir kawah yang terhubungkan secara real time ke Pos Pengamatan Gunung Api di Karang Tengah dan Bandung. IV.3.3 Geokimia Tanah Pengambilan sampel tanah dilakukan pada 64 titik lokasi yang berada di sekitar Kawah Timbang (gambar 4.2). Penentuan titik pengambilan sampel dilakukan melalui pola grid dimana jarak antara satu titik dengan titik lain adalah 50 m. Jarak antara titik sampel ini ditentukan oleh ukuran target, topografi, dan geologi area tersebut. Pemilihan arah grid ini juga disesuaikan agar memotong pola struktur geologi yang ada di daerah tersebut seperti kawah dan tidak paralel terhadap struktur itu (Nicholson, 1993). Untuk keperluan analisis, berat sampel yang diambil dari tiap titik berkisar 500 gr. Dari setiap lokasi, diambil 2 sampel mewakili horison tanah A dan B. Sebanyak 12 sampel dari horison A diambil untuk dianalisa unsur merkuri (Hg), dan 22 sampel pada horison yang sama untuk boron (B) dan ph. Untuk horison B, dianalisis 12 sampel untuk ph dan boron. Selain itu, dilakukan juga pengukuran temperatur tanah secara langsung di lapangan. Lokasi pengambilan sampel tanah dapat dilihat pada gambar 4.2. IV.3.4 Analisis Geokimia Tanah Sampel tanah yang telah diambil pada tahap pengambilan 1 dan 2 selanjutnya dianalisis di Laboratorium Buangan Padat dan B3, Program Studi Teknik Lingkungan ITB sehingga didapat hasil seperti pada tabel 4.1. Berdasarkan pada hasil analisis didapat bahwa nilai B berkisar antara 106,8 dan 557,02 ppm, temperatur pengukuran lapangan antara 12,4 dan 16,5 C, dan ph antara 4,98 dan 6,72. Sedangkan untuk merkuri, kebanyakan berada di bawah limit deteksi (not detected/nd). Disamping analisis pada horison A, juga dilakukan analisis tanah unsur B pada horison B yang diambil pada titik yang sama dengan lokasi pengambilan sampel horison A (tabel 4.2). Hal ini dilakukan untuk membandingkan nilai kandungan pada horison yang berbeda di titik yang sama untuk unsur yang sama. Adapun merkuri tidak dianalisis untuk sampel horison B karena pada analisis sebelumnya (horison A) menunjukkan nilai yang umumnya di bawah limit deteksi. Hasil perbandingan menunjukkan bahwa nilai konsentrasi 32

5 unsur B pada horison A selalu lebih tinggi daripada hasil analisis horison B. Hal ini dikarenakan oleh karakteristik masing-masing horison tanah tersebut. Horison tanah A merupakan horison tanah yang kaya akan material organik yang menyerap lebih banyak unsur logam berat (boron) daripada horison B yang kaya akan oksida besi dan mineral lempung (Nicholson, 1993). 33

6 Gambar 4.2 Lokasi pengambilan sampel tanah. 34

7 Tabel 4.1 Hasil pengukuran lapangan dan laboratorium Temperatur Hasil Analisis Laboratorium Koordinat ( C) B (ppm) Hg (ppm) Lintang No Sampel Bujur Timur Selatan (Lapangan) ph Horison A Horison B Horison A 1 A 1 109⁰ 50' 28,3" 7⁰ 11' 51,9" 13,7 6,12 328,3 na na 2 A 2 109⁰ 50' 29,9" 7⁰ 11' 51,4" 13,4 na na na na 3 A 3 109⁰ 50' 31,5" 7⁰ 11' 51,8" 13,1 na na na na 4 A 4 109⁰ 50' 33,1" 7⁰ 11' 51,3" 16,3 na na na na 5 A 5 109⁰ 50' 34,8" 7⁰ 11' 51,5" 16,5 6,45 318,8 na na 6 A 6 109⁰ 50' 36,3" 7⁰ 11' 51,0" 16,3 na na na na 7 A 7 109⁰ 50' 37,9" 7⁰ 11' 50,5" 16,6 na na na na 8 A 8 109⁰ 50'39,5" 7⁰ 11' 50,4" 16,2 na na na na 9 A 9 109⁰ 50' 41,2" 7⁰ 11' 50,0" 16,1 na na na na 10 A ⁰ 50' 42,8" 7⁰ 11' 49,9" 15,7 6,22 218,7 na na 11 A ⁰ 50' 43,4" 7⁰ 11' 51,4" 14,9 na na na na 12 A ⁰ 50' 41,8" 7⁰ 11' 51,7" 15,2 na na na na 13 A ⁰ 50' 40,2" 7⁰ 11' 52,0" 15,5 na na na na 14 A ⁰ 50' 38,6" 7⁰ 11' 52,2" 15,9 na na na na 15 A ⁰ 50' 36,9" 7⁰ 11' 51,4" 16,2 na na na na 16 A ⁰ 50' 35,3" 7⁰ 11' 51,7" 16,2 na na na na 17 A ⁰ 50' 33,7" 7⁰ 11' 52,3" 16,3 na na na na 18 A ⁰ 50' 32,2" 7⁰ 11' 51,7" 15,3 na na na na 19 A ⁰ 50' 30,6" 7⁰ 11' 52,3" 15,7 na na na na 20 D 1 109⁰ 50' 26,3" 7⁰ 11' 52,5" 12,9 na na na na 21 D 2 109⁰ 50' 25,8" 7⁰ 11' 54,0" 13,6 5,97 213,4 na na 22 D 3 109⁰ 50' 25,8" 7⁰ 11' 50,9" 13,6 na na na na 23 D 4 109⁰ 50' 26,1" 7⁰ 11' 49,3" 12,8 6, na na 24 D 5 109⁰ 50' 27,9" 7⁰ 11' 49,9" 13,6 na na na na 25 D 6 109⁰ 50' 29,6" 7⁰ 11' 50,0" 13,3 na na na na 26 D 7 109⁰ 50' 31,2" 7⁰ 11' 49,6" 12,9 na na na na 27 D 8 109⁰ 50' 32,8" 7⁰ 11' 50,2" 13,7 na na na na 28 D 9 109⁰ 50' 34,4" 7⁰ 11' 50,5" 16,2 na na na na 29 D ⁰ 50' 36,0" 7⁰ 11' 50,2" 15,3 6,72 557, ,6 x D ⁰ 50' 37,5" 7⁰ 11' 49,7" 15,7 na na na na 31 D ⁰ 50' 39,2" 7⁰ 11' 49,4" 14,6 6,46 159,9 na na 32 D ⁰ 50' 40,9" 7⁰ 11' 49,1" 14,8 6,13 540,6 477 nd 33 D ⁰ 50' 42,6" 7⁰ 11' 48,9" 14,7 na na na na 34 D ⁰ 50' 43,2" 7⁰ 11' 50,5" 16,3 6,19 518, x D ⁰ 50' 41,7" 7⁰ 11' 51,0" 15,7 na na na na 36 D ⁰ 50' 40,1" 7⁰ 11' 51,1" 16,4 na na na na 37 D ⁰ 50' 38,5" 7⁰ 11' 51,0" 16,3 na na na na 35

8 Temperatur Hasil Analisis Laboratorium Koordinat ( C) B (ppm) Hg (ppm) Lintang No Sampel Bujur Timur Selatan (Lapangan) ph Horison A Horison B Horison A 38 D ⁰ 50' 36,7" 7⁰ 11' 51,6" 16,5 6,15 482, nd 39 D ⁰ 50' 35,1" 7⁰ 11' 52,1" 16,3 na na na na 40 D ⁰ 50' 33,1" 7⁰ 11' 52,2" 16,4 6,51 481, x D ⁰ 50' 31,6" 7⁰ 11' 51,5" 15,2 na na na na 42 D ⁰ 50' 29,9" 7⁰ 11' 51,4" 15,9 na na na na 43 D ⁰ 50' 28,4" 7⁰ 11' 51,9" 14,9 na na na na 44 E 1 109⁰ 50' 27,0" 7⁰ 11' 53,3" 13,6 na na na na 45 E 2 109⁰ 50' 28,9" 7⁰ 11' 53,4" 13,3 na na na na 46 E 3 109⁰ 50' 30,6" 7⁰ 11' 53,7" 14,7 6,14 123,6 na na 47 E 4 109⁰ 50' 31,7" 7⁰ 11' 50,1" 15,2 5,96 106,8 na na 48 E 5 109⁰ 50' 33,3" 7⁰ 11' 50,4" 16,4 6,3 423, nd 49 E 6 109⁰ 50' 34,9" 7⁰ 11' 50,8" 16,3 na na na na 50 E 7 109⁰ 50' 36,5" 7⁰ 11' 50,4" 16,3 na na na na 51 E 8 109⁰ 50' 14,1" 7⁰ 11' 50,1" 14,4 4,98 577, nd 52 E 9 109⁰ 50' 39,7" 7⁰ 11' 50,1" 13,8 na na na na 53 E ⁰ 50' 43,6" 7⁰ 11' 51,8" 13,6 5,98 526, x E ⁰ 50' 43,0" 7⁰ 11' 50,3" 16,4 5,25 400, nd 55 E ⁰ 50' 42,1" 7⁰ 11' 52,4" 13,5 na na na na 56 E ⁰ 50' 40,5" 7⁰ 11' 52,9" 12,9 5,51 336, nd 57 E ⁰ 50' 38,9" 7⁰ 11' 53,1" 15,9 na na na na 58 E ⁰ 50' 37,2" 7⁰ 11' 53,5" 14,4 6,45 308, nd 59 E ⁰ 50' 35,6" 7⁰ 11' 54,1" 12,9 na na na na 60 E ⁰ 50' 34,0" 7⁰ 11' 54,4" 12,9 6,51 210, nd 61 E ⁰ 50' 32,5" 7⁰ 11' 55,0" 13,5 na na na na 62 E ⁰ 51' 30,8" 7⁰ 11' 55,3" 14,4 5, na na 63 E ⁰ 50' 29,1" 7⁰ 11' 55,0" 12,9 na na na na 64 E ⁰ 50' 27,5" 7⁰ 11' 54,9" 12,4 6,05 156,2 na na Ket: na=tidak dianalisis; nd=di bawah limit deteksi Tabel 4.2 Perbandingan nilai boron pada horison A dan B (dalam ppm). B (ppm) B (ppm) No Sampel Horison A Horison B No Sampel Horison A Horison B 1 D E D E D E D E D E E E

9 IV.3.5 Pengolahan Data Geokimia Tanah Hasil analisis dari laboratorium selanjutnya diolah untuk mendapatkan nilai ambang yang berlaku untuk daerah penelitian. Untuk penentuan nilai ambang, digunakan metode seperti yang dijelaskan oleh Rose et al. (1979) yang mengelompokkan konsentrasi hasil analisis menjadi 10 kelas yang selanjutnya diplot seperti dalam gambar 4.3. Gambar 4.3 Nilai persentase kumulatif yang telah diplot pada kertas log probabilitas, diperoleh kelompok anomali (biru) dan latar belakang (merah). Nilai anomali diperoleh pada persen kumulatif 2,5% sebesar 2,59 log ppm atau sama dengan 389 ppm. Dari hasil pengeplotan pada kertas log probabilitas, didapat bahwa nilai ambang boron di daerah penelitian adalah 389 ppm. IV.3.6 Peta Penyebaran Boron, Temperatur, dan ph Berdasarkan pada nilai ambang boron yang didapat sebelumnya yaitu 389 ppm, maka berikutnya dibuat peta penyebaran pada Kawah Timbang (gambar 4.6). 37

10 Di samping membuat peta penyebaran boron, dibuat juga peta temperatur (gambar 4.7) dan ph (gambar 4.8) sebagai peta pengontrol penyebaran boron. Gambar 4.4 Peta distribusi boron pada horizon A di sekitar Kawah Timbang. Gambar 4.5 Peta distribusi temperatur di sekitar Kawah Timbang. Gambar 4.6 Peta distribusi ph di sekitar Kawah Timbang. 38

11 IV.4 PEMBAHASAN Hasil analisis boron pada horison A dan B menunjukkan nilai yang berbeda; nilai konsentrasi pada horison A selalu lebih tinggi daripada horison B. Hal ini dikarenakan perbedaan karakteristik dari kedua horison tanah tersebut. Horison A yang terdekat ke permukaan merupakan lapisan kaya organik dan horison B dibawahnya merupakan horison yang kaya akan mineral lempung dan oksida besi. Dalam survei geotermal, hasil terbaik diperoleh dari pengambilan sampel tanah kaya material organik, atau horison A, dimana unsur-unsur volatil terakumulasi lebih banyak pada material organik daripada mineral lempung dan oksida besi. Meski survei tanah pada lapangan geotermal biasanya juga berhasil dilakukan pada horison B, tetapi nilai anomali latar belakangnya lemah dan dapat berakibat hilangnya beberapa anomali (Nicholson, 1993). Di daerah penelitian, hal ini dibuktikan dengan tidak terdeteksinya kandungan Hg pada horison B. Terdapat beberapa penyebab mengapa logam berat pada horison A lebih tinggi daripada horison B. Logam berat seperti B dan Hg dapat terikat pada material organik dalam beberapa cara, diantaranya adalah dengan asam organik berisikan COOH, -OH, atau beberapa kelompok lain yang mirip yang dapat membentuk garam organik. Logam berat akan menempati posisi dari H + yang dapat terionisasi dari garam tersebut. Ikatan ini biasanya cukup kuat. Logam dapat terikat langsung ke atom karbon, membentuk senyawa organometallic, atau terikat ke N, O, P, atau S atau atom donor elektron lain dalam senyawa organik. Ikatan pada senyawa ini biasanya cukup kuat (Rose et al., 1979). Dari peta distribusi unsur B dapat dilihat adanya pola konsentrasi tinggi di bagian utara dan timurlaut daerah penelitian dengan arah utara-selatan. Tingginya nilai konsentrasi boron ini juga didukung oleh peta distribusi temperatur dan ph yang juga menunjukkan adanya peningkatan konsentrasi masing-masing parameter di lokasi yang sama dengan arah yang sama juga. Tingginya nilai konsentrasi boron di daerah utara dan timur laut daerah penelitian menunjukkan adanya kemungkinan dua rekahan tersembunyi. Rekahan ini memiliki arah kelurusan yang berbeda dengan arah kelurusan yang ditunjukkan Kawah Sendringo, Sinila, Jalatunda, Timbang, dan Candradimuka (gambar 3.10). Arah dari rekahan ini juga dapat menunjukkan permeabilitas dan arah aliran bawah tanah. 39

12 Penyebaran boron dan kemungkinan kehadiran dari kedua rekahan tersebut juga dapat memberikan indikasi adanya lokasi bahaya yang potensial. Jika mengingat bencana gas Kawah Timbang dan Sinila sebelumnya dimana gas beracun keluar dari rekahan yang ditunjukkan oleh kelurusan kawah-kawah yang ada, maka ada kemungkinan keluarnya gas beracun dari rekahan tak tampak yang ditunjukkan oleh anomali distribusi boron ini. 40

BAB IV GEOKIMIA AIR PANAS

BAB IV GEOKIMIA AIR PANAS 4.1 Tinjauan Umum. BAB IV GEOKIMIA AIR PANAS Salah satu jenis manifestasi permukaan dari sistem panas bumi adalah mata air panas. Berdasarkan temperatur air panas di permukaan, mata air panas dapat dibedakan

Lebih terperinci

BAB 3 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA

BAB 3 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA BAB 3 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA 3.1 Data Geokimia Seperti yang telah dibahas pada bab 1, bahwa data kimia air panas, dan kimia tanah menjadi bahan pengolahan data geokimia untuk menginterpretasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. barat dan kelompok timur. Kawah bagian barat meliputi Kawah Timbang, Kawah

BAB I PENDAHULUAN. barat dan kelompok timur. Kawah bagian barat meliputi Kawah Timbang, Kawah BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Gunung api Dieng memiliki 10 kawah aktif yang terbagi menjadi kelompok barat dan kelompok timur. Kawah bagian barat meliputi Kawah Timbang, Kawah Sinila, dan Kawah

Lebih terperinci

Potensi Panas Bumi Berdasarkan Metoda Geokimia Dan Geofisika Daerah Danau Ranau, Lampung Sumatera Selatan BAB I PENDAHULUAN

Potensi Panas Bumi Berdasarkan Metoda Geokimia Dan Geofisika Daerah Danau Ranau, Lampung Sumatera Selatan BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki sumber daya energi yang melimpah dan beraneka ragam, diantaranya minyak bumi, gas bumi, batubara, gas alam, geotermal, dll.

Lebih terperinci

BAB IV KARAKTERISTIK AIR PANAS DI DAERAH TANGKUBAN PARAHU BAGIAN SELATAN, JAWA BARAT

BAB IV KARAKTERISTIK AIR PANAS DI DAERAH TANGKUBAN PARAHU BAGIAN SELATAN, JAWA BARAT BAB IV KARAKTERISTIK AIR PANAS DI DAERAH TANGKUBAN PARAHU BAGIAN SELATAN, JAWA BARAT 4.1 Tinjauan Umum Manifestasi permukaan panas bumi adalah segala bentuk gejala sebagai hasil dari proses sistem panasbumi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komplek vulkanik Dieng di Jawa Tengah memiliki sistem panas bumi

BAB I PENDAHULUAN. Komplek vulkanik Dieng di Jawa Tengah memiliki sistem panas bumi BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Komplek vulkanik Dieng di Jawa Tengah memiliki sistem panas bumi temperatur tinggi yang berkaitan dengan gunung api (Layman, 2002). Sistem panas bumi ini dapat dibagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG Kepulauan Indonesia merupakan salah satu daerah dengan kegiatan vulkanisme yang aktif. Suatu hubungan yang erat antara vulkanisme dan tektonik dicerminkan oleh adanya

Lebih terperinci

BAB IV SISTEM PANAS BUMI DAN GEOKIMIA AIR

BAB IV SISTEM PANAS BUMI DAN GEOKIMIA AIR BAB IV SISTEM PANAS BUMI DAN GEOKIMIA AIR 4.1 Sistem Panas Bumi Secara Umum Menurut Hochstein dan Browne (2000), sistem panas bumi adalah istilah umum yang menggambarkan transfer panas alami pada volume

Lebih terperinci

BAB VI INTERPRETASI DATA GEOKIMIA

BAB VI INTERPRETASI DATA GEOKIMIA BAB VI INTERPRETASI DATA GEOKIMIA Pada Tahun 2008, tim dari kelompok penelitian Program Panas Bumi, Pusat Sumber Daya Geologi, melakukan penyelidikan geokimia pada daerah lapangan panas bumi Tambu. Penyelidikan

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG TUGAS AKHIR A GEOLOGI DAERAH BATUR DAN SEKITARNYA, SERTA PENYEBARAN BORON DALAM TANAH DAN HUBUNGANNYA DENGAN STRUKTUR GEOLOGI YANG BERKEMBANG, KABUPATEN BANJARNEGARA-WONOSOBO, JAWA TENGAH, INDONESIA Diajukan

Lebih terperinci

BAB III PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA

BAB III PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA BAB III PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA III.1 Data Geokimia Dengan menggunakan data geokimia yang terdiri dari data kimia manifestasi air panas, data kimia tanah dan data udara tanah berbagai paramater

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tugas akhir merupakan persyaratan utama untuk mendapatkan gelar sarjana strata satu (S-1) di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Daerah Sumatera merupakan salah satu daerah yang memiliki tatanan geologi sangat kompleks, baik dari segi sedimentologi, vulkanologi, tektonik dan potensi sumber daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadikan Indonesia memiliki daerah vulkanik yang berlimpah. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. menjadikan Indonesia memiliki daerah vulkanik yang berlimpah. Sebagian besar BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sistem panas bumi umumnya berkembang pada daerah vulkanik dan non vulkanik. Seting tektonik Indonesia yang dilalui oleh jalur pegunungan aktif menjadikan Indonesia

Lebih terperinci

BAB IV MANIFESTASI PANAS BUMI DI GUNUNG RAJABASA

BAB IV MANIFESTASI PANAS BUMI DI GUNUNG RAJABASA BAB IV MANIFESTASI PANAS BUMI DI GUNUNG RAJABASA IV.1 TINJAUAN UMUM Manifestasi panas bumi adalah keluaran fluida panas bumi dari reservoar ke permukaan melalui rekahan atau melalui suatu unit batuan yang

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR 2.1. Metode Geologi

BAB II TEORI DASAR 2.1. Metode Geologi BAB II TEORI DASAR 2.1. Metode Geologi Metode geologi yang dipergunakan adalah analisa peta geologi regional dan detail. Peta geologi regional menunjukkan tatanan geologi regional daerah tersebut, sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Jawa (Busur Sunda) merupakan daerah dengan s umber daya panas

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Jawa (Busur Sunda) merupakan daerah dengan s umber daya panas BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pulau Jawa (Busur Sunda) merupakan daerah dengan s umber daya panas bumi terbesar (p otensi cadangan dan potensi diketahui), dimana paling tidak terdapat 62 lapangan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Wai Selabung secara administratif termasuk ke dalam wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Wai Selabung secara administratif termasuk ke dalam wilayah 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Daerah Penelitian Daerah Wai Selabung secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Mekakau Ilir, Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan, Provinsi Sumatera Selatan. Luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan tatanan geologi Indonesia berada pada tiga pertemuan lempeng tektonik, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Pasifik (Bemmelen, 1949).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Posisi Kepulauan Indonesia yang terletak pada pertemuan antara tiga

BAB I PENDAHULUAN. Posisi Kepulauan Indonesia yang terletak pada pertemuan antara tiga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Posisi Kepulauan Indonesia yang terletak pada pertemuan antara tiga lempeng besar (Eurasia, Hindia Australia, dan Pasifik) menjadikannya memiliki tatanan tektonik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kompleks Gunung Api Arjuno Welirang (KGAW) merupakan bagian dari rangkaian gunung api aktif di Pulau Jawa yang berada di bagian selatan ibukota Surabaya, Jawa Timur.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi panas bumi terbesar di dunia. Potensi panas bumi di Indonesia mencapai 29.038 MW atau setara dengan 40%

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki sumber daya panas bumi yang terdapat di daerah vulkanik, graben (vulkano-tektonik) dan non-vulkanik. Hingga saat ini, telah teridentifikasi 265 daerah

Lebih terperinci

BAB IV MANIFESTASI PANAS BUMI CIMANDIRI

BAB IV MANIFESTASI PANAS BUMI CIMANDIRI BAB IV MANIFESTASI PANAS BUMI CIMANDIRI 4.1 LATAR BELAKANG Lembah Sungai Cimandiri telah diketahui banyak peneliti merupakan daerah yang dipengaruhi oleh struktur geologi atau lebih dikenal dengan Zona

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK MATA AIR PANAS DAERAH PANAS BUMI DESA AKESAHU GAMSUNGI KECAMATAN JAILOLO TIMUR KABUPATEN HALMAHERA BARAT PROPINSI MALUKU UTARA

KARAKTERISTIK MATA AIR PANAS DAERAH PANAS BUMI DESA AKESAHU GAMSUNGI KECAMATAN JAILOLO TIMUR KABUPATEN HALMAHERA BARAT PROPINSI MALUKU UTARA JURNAL DINTEK. VOL 9 NO 2 SEPTEMBER 2016. 1-5 KARAKTERISTIK MATA AIR PANAS DAERAH PANAS BUMI DESA AKESAHU GAMSUNGI KECAMATAN JAILOLO TIMUR KABUPATEN HALMAHERA BARAT PROPINSI MALUKU UTARA Herry Djainal

Lebih terperinci

BAB 4 PENENTUAN POTENSI PANAS BUMI

BAB 4 PENENTUAN POTENSI PANAS BUMI BAB 4 PENENTUAN POTENSI PANAS BUMI 4.1 Hilang Panas Alamiah Besar potensi panas bumi dapat diperkirakan melalui perhitungan panas alamiah yang hilang melalui keluaran manifestasi panas bumi (natural heat

Lebih terperinci

Klasifikasi Potensi Energi Panas Bumi di Indonesia

Klasifikasi Potensi Energi Panas Bumi di Indonesia STANDAR NASIONAL INDONESIA SNI 13-5012-1998 ICS 73.020 Klasifikasi Potensi Energi Panas Bumi di Indonesia BADAN STANDARDISASI NASIONAL-BSN LATAR BELAKANG Indonesia secara geologis terletak pada pertemuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan aspek tektoniknya, Indonesia berada pada jalur tumbukan tiga lempeng besar dengan intensitas tumbukan yang cukup intensif. Tumbukan antar lempeng menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembentuk tanah yang intensif adalah proses alterasi pada daerah panasbumi.

BAB I PENDAHULUAN. pembentuk tanah yang intensif adalah proses alterasi pada daerah panasbumi. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya tanah longsor adalah tingkat ketebalan tanah yang tinggi dengan kekuatan antar material yang rendah. Salah satu pembentuk

Lebih terperinci

Bab III Akuisisi dan Pengolahan Data

Bab III Akuisisi dan Pengolahan Data Bab III Akuisisi dan Pengolahan Data 3.1. Akuisisi Data 3.1.1. Kawah Domas Kawah Domas merupakan salah satu dari sekumpulan kawah yang ada di Gunung Tangkuban Perahu. Berdasarkan data GPS, Kawah Domas

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA Dalam penelitian ini, penulis menggunakan 2 metode geofisika, yaitu gravitasi dan resistivitas. Dimana kedua metode tersebut saling mendukung, sehingga

Lebih terperinci

BAB IV MANIFESTASI PERMUKAAN PANASBUMI DI DATARAN TINGGI DIENG DAN SEKITARNYA

BAB IV MANIFESTASI PERMUKAAN PANASBUMI DI DATARAN TINGGI DIENG DAN SEKITARNYA BAB IV MANIFESTASI PERMUKAAN PANASBUMI DI DATARAN TINGGI DIENG DAN SEKITARNYA 4.1 Tinjauan umum Sistem panasbumi yang ada di Indonesia umumnya berasal dari sistem afiliasi volkanik. Sistem ini ditandai

Lebih terperinci

BAB IV PENENTUAN POTENSI PANAS BUMI

BAB IV PENENTUAN POTENSI PANAS BUMI Potensi Panas Bumi Berdasarkan Metoda Geokimia Dan Geofisika Daerah Danau Ranau, Lampung Sumatera Selatan BAB IV PENENTUAN POTENSI PANAS BUMI IV.1 Kehilangan Panas Alamiah Dalam penentuan potensi panas

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN GEOKIMIA DAERAH PANAS BUMI TAMBU KABUPATEN DONGGALA, SULAWESI TENGAH

PENYELIDIKAN GEOKIMIA DAERAH PANAS BUMI TAMBU KABUPATEN DONGGALA, SULAWESI TENGAH PENYELIDIKAN GEOKIMIA DAERAH PANAS BUMI TAMBU KABUPATEN DONGGALA, SULAWESI TENGAH Dedi Kusnadi 1, Anna Y 1 1 Kelompok Program Penelitian Panas Bumi, Pusat Sumber Daya Geologi ABSTRAK Penyelidikan geokimia

Lebih terperinci

sumber daya alam yang tersimpan di setiap daerah. Pengelolaan dan pengembangan

sumber daya alam yang tersimpan di setiap daerah. Pengelolaan dan pengembangan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki potensi sumber daya mineral yang sangat besar. Sumber daya mineral terbentuk melalui pembentukan pegunungan, aktivitas magma pada gunung api danproses

Lebih terperinci

BAB IV GEOKIMIA AIR PANAS DI DAERAH GUNUNG KROMONG DAN SEKITARNYA, CIREBON

BAB IV GEOKIMIA AIR PANAS DI DAERAH GUNUNG KROMONG DAN SEKITARNYA, CIREBON BAB IV GEOKIMIA AIR PANAS DI DAERAH GUNUNG KROMONG DAN SEKITARNYA, CIREBON 4.1 Tinjauan Umum Pada metoda geokimia, data yang digunakan untuk mengetahui potensi panasbumi suatu daerah adalah data kimia

Lebih terperinci

BAB V KIMIA AIR. 5.1 Tinjauan Umum

BAB V KIMIA AIR. 5.1 Tinjauan Umum BAB V KIMIA AIR 5.1 Tinjauan Umum Analisa kimia air dapat dilakukan untuk mengetahui beberapa parameter baik untuk eksplorasi ataupun pengembangan di lapangan panas bumi. Parameter-parameter tersebut adalah:

Lebih terperinci

Untuk mengetahui ketelitian dari hasil groundtruth dan diperoleh 83.67% maka klasifikasi dianggap benar. (Purwadhi, 2001) Pembahasan

Untuk mengetahui ketelitian dari hasil groundtruth dan diperoleh 83.67% maka klasifikasi dianggap benar. (Purwadhi, 2001) Pembahasan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) merupakan langkah awal untuk mendorong Indonesia menjadi negara maju dan termasuk 10 (sepuluh) negara besar di dunia pada tahun

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. I Putu Krishna Wijaya 11/324702/PTK/07739 BAB I PENDAHULUAN

Bab I. Pendahuluan. I Putu Krishna Wijaya 11/324702/PTK/07739 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu wilayah di Indonesia yang sering mengalami bencana gerakan tanah adalah Provinsi Jawa Barat. Dari data survei yang dilakukan pada tahun 2005 hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan energi saat ini semakin meningkat khususnya di wilayah

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan energi saat ini semakin meningkat khususnya di wilayah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan akan energi saat ini semakin meningkat khususnya di wilayah Indonesia. Hal ini terlihat dari pertumbuhan jumlah penduduk dan industri di Indonesia yang bertambah

Lebih terperinci

4.10. G. IYA, Nusa Tenggara Timur

4.10. G. IYA, Nusa Tenggara Timur 4.10. G. IYA, Nusa Tenggara Timur G. Iya KETERANGAN UMUM Nama : G. Iya Nama Lain : Endeh Api Nama Kawah : Kawah 1 dan Kawah 2 Tipe Gunungapi : Strato Lokasi Geografis : 8 03.5' LS dan 121 38'BT Lokasi

Lebih terperinci

PENGUJIAN UAP/MONITORING SUMUR PANAS BUMI MATALOKO, NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2006

PENGUJIAN UAP/MONITORING SUMUR PANAS BUMI MATALOKO, NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2006 PENGUJIAN UAP/MONITORING SUMUR PANAS BUMI MATALOKO, NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN Dahlan, Soetoyo Kelompok Program Penelitian Panas Bumi ABSTRAK Dalam rangka pengembangan lanjut lapangan panas bumi Mataloko,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Panas bumi (Geotermal) adalah sumber daya alam berupa air panas atau uap yang terbentuk di dalam reservoir bumi melalui pemanasan air bawah permukaan oleh

Lebih terperinci

SURVEI MAGNETOTELURIK DAERAH PANAS BUMI MARANA KABUPATEN DONGGALA, SULAWESI TENGAH. Oleh: Asep Sugianto 1) dan Suwahyadi 2)

SURVEI MAGNETOTELURIK DAERAH PANAS BUMI MARANA KABUPATEN DONGGALA, SULAWESI TENGAH. Oleh: Asep Sugianto 1) dan Suwahyadi 2) SURVEI MAGNETOTELURIK DAERAH PANAS BUMI MARANA KABUPATEN DONGGALA, SULAWESI TENGAH Oleh: Asep Sugianto 1) dan Suwahyadi 2) 1) Kelompok Penyelidikan Bawah Permukaan 2) Bidang Sarana Teknik SARI Pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan suatu kawasan yang terbentuk akibat pertemuan tiga

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan suatu kawasan yang terbentuk akibat pertemuan tiga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan suatu kawasan yang terbentuk akibat pertemuan tiga lempeng yang besar, yaitu Lempeng Benua Eurasia, Lempeng Samudra Hindia- Australia, dan Lempeng

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. uap yang terbentuk di dalam reservoir bumi melalui pemanasan air bawah

BAB I PENDAHULUAN. uap yang terbentuk di dalam reservoir bumi melalui pemanasan air bawah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Panas bumi (Geothermal) adalah sumber daya alam berupa air panas atau uap yang terbentuk di dalam reservoir bumi melalui pemanasan air bawah permukaan oleh batuan panas.

Lebih terperinci

BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI

BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI Lokasi pada lepas pantai yang teridentifikasi memiliki potensi kandungan minyak bumi perlu dieksplorasi lebih lanjut supaya

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN GEOLISTRIK DAN HEAD-ON DAERAH PANAS BUMI SEMBALUN, KABUPATEN LOMBOK TIMUR - NTB

PENYELIDIKAN GEOLISTRIK DAN HEAD-ON DAERAH PANAS BUMI SEMBALUN, KABUPATEN LOMBOK TIMUR - NTB PENYELIDIKAN GEOLISTRIK DAN HEAD-ON DAERAH PANAS BUMI SEMBALUN, KABUPATEN LOMBOK TIMUR - NTB Mochamad Nur Hadi, Anna Yushantarti, Edi Suhanto, Herry Sundhoro Kelompok Program Penelitian Panas Bumi SARI

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN GEOLISTRIK DAN HEAD ON DI DAERAH PANAS BUMI SAMPURAGA, MANDAILING NATAL SUMATERA UTARA

PENYELIDIKAN GEOLISTRIK DAN HEAD ON DI DAERAH PANAS BUMI SAMPURAGA, MANDAILING NATAL SUMATERA UTARA PROCEEDING PEMAPARAN HASIL KEGIATAN LAPANGAN DAN NON LAPANGAN TAHUN 27 PENYELIDIKAN GEOLISTRIK DAN HEAD ON DI DAERAH PANAS BUMI SAMPURAGA, MANDAILING NATAL SUMATERA UTARA Oleh : 1 Sri Widodo, Bakrun 1,

Lebih terperinci

BAB V INTERPRETASI HASIL PENGUKURAN RESISTIVITAS

BAB V INTERPRETASI HASIL PENGUKURAN RESISTIVITAS BAB V INTERPRETASI HASIL PENGUKURAN RESISTIVITAS Metode resistivitas atau metode geolistrik merupakan salah satu metode geofisika yang digunakan untuk mengetahui sifat fisik batuan, yaitu dengan melakukan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia termasuk ke dalam negara yang dilalui oleh Ring of Fire dan memiliki 129 gunungapi. Hal tersebut berhubungan dengan pembentukan sistem panasbumi,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Material Vulkanik Merapi. gunung api yang berupa padatan dapat disebut sebagai bahan piroklastik (pyro = api,

TINJAUAN PUSTAKA. A. Material Vulkanik Merapi. gunung api yang berupa padatan dapat disebut sebagai bahan piroklastik (pyro = api, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Material Vulkanik Merapi Abu vulkanik adalah bahan material vulkanik jatuhan yang disemburkan ke udara saat terjadi suatu letusan dan dapat jatuh pada jarak mencapai ratusan bahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng besar dunia, antara lain Lempeng Indo-Australia, Lempeng Pasifik dan Lempeng Eurasia. Karena pertemuan ketiga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama, yaitu lempeng Indo-Australia di bagian Selatan, lempeng Eurasia di bagian

BAB I PENDAHULUAN. utama, yaitu lempeng Indo-Australia di bagian Selatan, lempeng Eurasia di bagian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepulauan Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik utama, yaitu lempeng Indo-Australia di bagian Selatan, lempeng Eurasia di bagian Utara, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kerentanan longsor yang cukup besar. Meningkatnya intensitas hujan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kerentanan longsor yang cukup besar. Meningkatnya intensitas hujan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia yang berada pada iklim tropis dengan curah hujan yang tinggi memiliki kerentanan longsor yang cukup besar. Meningkatnya intensitas hujan mengakibatkan

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Lapangan panas bumi Wayang-Windu terletak di Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Secara geografis lapangan ini terletak pada koordinat 107 o 35 00-107 o 40 00 BT dan 7 o

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semburan lumpur panas yang terletak di Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Propinsi Jawa Timur adalah salah satu dari akibat ekplorasi di bidang perminyakan

Lebih terperinci

senyawa alkali, pembasmi hama, industri kaca, bata silica, bahan tahan api dan penjernihan air. Berdasarkan cara terbentuknya batuan dapat dibedakan

senyawa alkali, pembasmi hama, industri kaca, bata silica, bahan tahan api dan penjernihan air. Berdasarkan cara terbentuknya batuan dapat dibedakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam yang sangat melimpah baik di dalam maupun permukaan bumi ataupun diluar permukaan bumi karena tanahnya yang subur dan fenomena struktur

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN POTENSI PANAS BUMI DAERAH PENELITIAN

BAB 6 PEMBAHASAN POTENSI PANAS BUMI DAERAH PENELITIAN BAB 6 PEMBAHASAN POTENSI PANAS BUMI DAERAH PENELITIAN 6. 1 Hilang Panas Alamiah Dalam penentuan potensi panas bumi disuatu daerah diperlukan perhitungan kehilangan panas alamiah. Hal ini perlu dilakukan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS UNTUK MENGETAHUI STRUKTUR GEOLOGI SUMBER AIR PANAS DI DAERAH SONGGORITI KOTA BATU

PEMANFAATAN METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS UNTUK MENGETAHUI STRUKTUR GEOLOGI SUMBER AIR PANAS DI DAERAH SONGGORITI KOTA BATU PEMANFAATAN METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS UNTUK MENGETAHUI STRUKTUR GEOLOGI SUMBER AIR PANAS DI DAERAH SONGGORITI KOTA BATU M. Imron Rosyid *), Siti Zulaikah **), Samsul Hidayat **) E-mail: imronpoenya@yahoo.com

Lebih terperinci

LIMBAH. Pengertian Baku Mutu Lingkungan Contoh Baku Mutu Pengelompokkan Limbah Berdasarkan: 1. Jenis Senyawa 2. Wujud 3. Sumber 4.

LIMBAH. Pengertian Baku Mutu Lingkungan Contoh Baku Mutu Pengelompokkan Limbah Berdasarkan: 1. Jenis Senyawa 2. Wujud 3. Sumber 4. LIMBAH Pengertian Baku Mutu Lingkungan Contoh Baku Mutu Pengelompokkan Limbah Berdasarkan: 1. Jenis Senyawa 2. Wujud 3. Sumber 4.B3 PENGERTIAN Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 18/1999 Jo.PP 85/1999

Lebih terperinci

PENCEMARAN LINGKUNGAN

PENCEMARAN LINGKUNGAN KONSEP PENCEMARAN PENCEMARAN LINGKUNGAN Pencemaran : - Masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan, atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tugas Akhir merupakan mata kuliah wajib dalam kurikulum pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Tugas Akhir merupakan mata kuliah wajib dalam kurikulum pendidikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tugas Akhir merupakan mata kuliah wajib dalam kurikulum pendidikan tingkat sarjana (S1) pada Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu Teknologi dan Kebumian, Institut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Pasirmunjul, Kabupaten Purwakarta, masuk ke dalam zona

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Pasirmunjul, Kabupaten Purwakarta, masuk ke dalam zona BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Daerah Pasirmunjul, Kabupaten Purwakarta, masuk ke dalam zona kerentanan gerakan tanah yang cukup tinggi karena memiliki batu lempung mengembang formasi jatiluhur,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki berbagai potensi sumber daya alam dengan jumlah yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki berbagai potensi sumber daya alam dengan jumlah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki berbagai potensi sumber daya alam dengan jumlah yang melimpah. Anugrah ini merupakan hal yang harus termanfaatkan secara baik demi kebaikan kehidupan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. mana tinggi rendahnya konsentrasi TDS dalam air akan mempengaruhi besar

BAB V PEMBAHASAN. mana tinggi rendahnya konsentrasi TDS dalam air akan mempengaruhi besar 68 BAB V PEMBAHASAN Salah satu parameter penentu kualitas air adalah parameter TDS, yang mana tinggi rendahnya konsentrasi TDS dalam air akan mempengaruhi besar kecilnya DHL yang dihasilkan. Daya hantar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. provinsi Bali dengan banyak aktivitas manusia seperti tempat singgah kapal-kapal

BAB I PENDAHULUAN. provinsi Bali dengan banyak aktivitas manusia seperti tempat singgah kapal-kapal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelabuhan Benoa merupakan salah satu pelabuhan yang terdapat di provinsi Bali dengan banyak aktivitas manusia seperti tempat singgah kapal-kapal dan berbagai aktivitas

Lebih terperinci

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling Tabel V.9 Konsentrasi Seng Pada Setiap Titik Sampling dan Kedalaman Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling A B C A B C 1 0,062 0,062 0,051 0,076 0,030 0,048

Lebih terperinci

Analisis dan Pemetaan Tingkat Polusi Udara di Zona Pendidikan (Studi Kasus : Wilayah IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi dan Universitas Jambi)

Analisis dan Pemetaan Tingkat Polusi Udara di Zona Pendidikan (Studi Kasus : Wilayah IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi dan Universitas Jambi) Analisis dan Pemetaan Tingkat Polusi Udara di Zona Pendidikan (Studi Kasus : Wilayah IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi dan Universitas Jambi) Vandri Ahmad Isnaini 1, Indrawata Wardhana 2, Rahmi Putri

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. panasbumi di permukaan berupa mataair panas dan gas. penafsiran potensi panasbumi daerah penelitian.

BAB III METODE PENELITIAN. panasbumi di permukaan berupa mataair panas dan gas. penafsiran potensi panasbumi daerah penelitian. BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Objek Penelitian Objek yang akan diamati dalam penelitian ini adalah manifestasi panasbumi di permukaan berupa mataair panas dan gas. Penelitian dikhususkan kepada aspek-aspek

Lebih terperinci

BAB VI KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING

BAB VI KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING BAB VI KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING 6. 1 Pendahuluan Menurut Nelson (1985), sistem rekahan khususnya spasi rekahan dipengaruhi oleh komposisi batuan, ukuran butir, porositas, ketebalan lapisan,

Lebih terperinci

Jurnal Einstein 2 (2) (2014): Jurnal Einstein. Available online

Jurnal Einstein 2 (2) (2014): Jurnal Einstein. Available online Jurnal Einstein () (14): 33-37 Jurnal Einstein Available online http://jurnal.unimed.ac.id/1/index.php/einstein PENGUKURAN SUHU RESERVOIR PANAS BUMI DENGAN MENGGUNAKAN PERSAMAAN GEOTERMOMETER EMPIRIS DI

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL...i. HALAMAN PENGESAHAN...ii. HALAMAN PERSEMBAHAN...iii. UCAPAN TERIMAKASIH...iv. KATA PENGANTAR...vi. SARI...

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL...i. HALAMAN PENGESAHAN...ii. HALAMAN PERSEMBAHAN...iii. UCAPAN TERIMAKASIH...iv. KATA PENGANTAR...vi. SARI... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL...i HALAMAN PENGESAHAN...ii HALAMAN PERSEMBAHAN...iii UCAPAN TERIMAKASIH...iv KATA PENGANTAR...vi SARI...vii DAFTAR ISI...viii DAFTAR GAMBAR...xii DAFTAR TABEL...xv BAB

Lebih terperinci

SURVEI LANDAIAN SUHU DAERAH PANAS BUMI SUMANI. Yuanno Rezky, Robertus S. L. Simarmata Kelompok Penyelidikan Panas Bumi ABSTRAK

SURVEI LANDAIAN SUHU DAERAH PANAS BUMI SUMANI. Yuanno Rezky, Robertus S. L. Simarmata Kelompok Penyelidikan Panas Bumi ABSTRAK SURVEI LANDAIAN SUHU DAERAH PANAS BUMI SUMANI Yuanno Rezky, Robertus S. L. Simarmata Kelompok Penyelidikan Panas Bumi Kata kunci : Sumani, panas bumi, landaian suhu, pengeboran. ABSTRAK Lapangan panas

Lebih terperinci

BAB V GEOKIMIA DAERAH PENELITIAN

BAB V GEOKIMIA DAERAH PENELITIAN BAB V GEOKIMIA DAERAH PENELITIAN 5.1 Data AAS (Atomic Absorption Spectrometry) AAS (Atomic Absorption Spectrometry) atau dikenal juga sebagai Spektrometri Serapan Atom merupakan suatu metode kimia yang

Lebih terperinci

BAB V PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOKIMIA

BAB V PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOKIMIA BAB V PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOKIMIA Tujuan metode geokimia digunakan dalam penelitian eksplorasi energi panasbumi adalah untuk mengkaji kemungkinan pengembangan sumber daya panasbumi. Parameter

Lebih terperinci

GEOLOGI DAN GEOKIMIA DAERAH PANAS BUMI GERAGAI KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR PROVINSI JAMBI

GEOLOGI DAN GEOKIMIA DAERAH PANAS BUMI GERAGAI KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR PROVINSI JAMBI GEOLOGI DAN GEOKIMIA DAERAH PANAS BUMI GERAGAI KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR PROVINSI JAMBI Dedi Kusnadi, Lano Adhitya Permana, Dikdik Risdianto Kelompok Penyelidikan Panas Bumi, Pusat Sumber Daya Geologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan kimia airtanah dipengaruhi oleh faktor geologi dan faktor antropogen.

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan kimia airtanah dipengaruhi oleh faktor geologi dan faktor antropogen. 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kimia airtanah menunjukkan proses yang mempengaruhi airtanah. Perubahan kimia airtanah dipengaruhi oleh faktor geologi dan faktor antropogen. Nitrat merupakan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Latar belakang penelitian ini secara umum adalah pengintegrasian ilmu dan keterampilan dalam bidang geologi yang didapatkan selama menjadi mahasiswa dan sebagai syarat

Lebih terperinci

PENDUGAAN RESERVOIR DAERAH POTENSI PANAS BUMI PENCONG DENGAN MENGGUNAKAN METODE TAHANAN JENIS

PENDUGAAN RESERVOIR DAERAH POTENSI PANAS BUMI PENCONG DENGAN MENGGUNAKAN METODE TAHANAN JENIS PENDUGAAN RESERVOIR DAERAH POTENSI PANAS BUMI PENCONG DENGAN MENGGUNAKAN METODE TAHANAN JENIS Erwin, Pariabti Palloan, A. J. Patandean Prodi Fisika Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Makassar Jl.

Lebih terperinci

BAB IV AKUISISI DAN PENGOLAHAN DATA LAPANGAN

BAB IV AKUISISI DAN PENGOLAHAN DATA LAPANGAN BAB IV AKUISISI DAN PENGOLAHAN DATA LAPANGAN Penelitian ini dilakukan berdasarkan pada diagram alir survei mineral (bijih besi) pada tahap pendahuluan pada Gambar IV.1 yang meliputi ; Akuisisi data Geologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Posisi tektonik Indonesia terletak pada pertemuan Lempeng Eurasia, Australia dan Pasifik. Indonesia dilalui sabuk vulkanik yang membentang dari Pulau Sumatera, Jawa,

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Alterasi dan Endapan Hidrotermal Alterasi hidrotermal merupakan suatu proses yang kompleks yang melibatkan perubahan mineralogi, tekstur, dan komposisi kimia batuan. Proses tersebut

Lebih terperinci

SURVEI MAGNETOTELURIK DAERAH PANAS BUMI WAY SELABUNG KABUPATEN OKU SELATAN, SUMATERA SELATAN. Oleh: Asep Sugianto dan Yudi Aziz Muttaqin

SURVEI MAGNETOTELURIK DAERAH PANAS BUMI WAY SELABUNG KABUPATEN OKU SELATAN, SUMATERA SELATAN. Oleh: Asep Sugianto dan Yudi Aziz Muttaqin SURVEI MAGNETOTELURIK DAERAH PANAS BUMI WAY SELABUNG KABUPATEN OKU SELATAN, SUMATERA SELATAN Oleh: Asep Sugianto dan Yudi Aziz Muttaqin Kelompok Penyelidikan Bawah Permukaan SARI Secara geologi daerah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tipe Estuari dan Debit Sungai. Tipe estuari biasanya dipengaruhi oleh kondisi pasang surut. Pada saat pasang, salinitas perairan akan didominasi oleh salinitas air laut karena

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Metode dan Desain Penelitian Data geomagnet yang dihasilkan dari proses akusisi data di lapangan merupakan data magnetik bumi yang dipengaruhi oleh banyak hal. Setidaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gunung Merapi adalah salah satu gunung api yang sangat aktif di Indonesia yang terletak di daerah berpenduduk padat di Propinsi Jawa Tengah dan Propinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Triantara Nugraha, 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Triantara Nugraha, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia Merupakan negara yang terletak di pertemuan tiga lempeng dunia (Ring Of Fire) yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng Pasifik

Lebih terperinci

Bab IV Pemodelan dan Pembahasan

Bab IV Pemodelan dan Pembahasan Bab IV Pemodelan dan Pembahasan 4.1. Pemodelan Self-potential Aliran fluida tunak, panas, listrik, dan kimia disimbolkan oleh J dapat dideskripsikan sebagai potensial gradient sebagai berikut : (3) Di

Lebih terperinci

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software For evaluation only. BAB I PENDAHULUAN

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software  For evaluation only. BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bentuk Tugas Akhir yang dilaksanakan adalah Tugas Akhir A yakni berupa penelitian lapangan. Daerah penelitian Tugas Akhir berlokasi di Desa Bantargadung, Sukabumi,

Lebih terperinci

Identifikasi Sistem Panas Bumi Di Desa Masaingi Dengan Menggunakan Metode Geolistrik

Identifikasi Sistem Panas Bumi Di Desa Masaingi Dengan Menggunakan Metode Geolistrik Identifikasi Sistem Panas Bumi Di Desa Masaingi Dengan Menggunakan Metode Geolistrik Dewa Putu Budi Arnata 1*, Moh. Dahlan Th. Musa 1, Sabhan 1 1 Jurusan Fisika, Fakultas MIPA, Universitas Tadulako ABSTRACT

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Proses adsorpsi antar partikel tersuspensi dalam kolom air terjadi karena adanya muatan listrik pada permukaan partikel tersebut. Butir lanau, lempung dan koloid asam

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2014 sampai dengan bulan Februari 2015 di Pusat Sumber Daya Geologi (PSDG) Bandung dan Laboratorium

Lebih terperinci

BAB II METODE PENELITIAN

BAB II METODE PENELITIAN BAB II METODE PENELITIAN 2.1. Metode Geologi Metode geologi yang dipergunakan adalah analisa peta geologi regional dan lokal. Peta geologi regional menunjukkan tatanan geologi regional daerah tersebut.

Lebih terperinci

APLIKASI METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI POLE-POLE UNTUK MENENTUKAN SEBARAN DAN KEDALAMAN BATUAN SEDIMEN DI DESA WONOSARI KECAMATAN NGALIYAN SEMARANG

APLIKASI METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI POLE-POLE UNTUK MENENTUKAN SEBARAN DAN KEDALAMAN BATUAN SEDIMEN DI DESA WONOSARI KECAMATAN NGALIYAN SEMARANG APLIKASI METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI POLE-POLE UNTUK MENENTUKAN SEBARAN DAN KEDALAMAN BATUAN SEDIMEN DI DESA WONOSARI KECAMATAN NGALIYAN SEMARANG Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan perekonomian. Data Kementerian ESDM (2014) menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. dan perekonomian. Data Kementerian ESDM (2014) menyatakan bahwa 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Energi listrik merupakan salah satu kebutuhan hidup masyarakat dengan penggunaan tertinggi urutan ketiga setelah bahan bakar minyak dan gas. Kebutuhan energi listrik

Lebih terperinci

SURVEI PENDAHULUAN PANAS BUMI GEOLOGI DAN GEOKIMIA

SURVEI PENDAHULUAN PANAS BUMI GEOLOGI DAN GEOKIMIA SURVEI PENDAHULUAN PANAS BUMI GEOLOGI DAN GEOKIMIA PULAU WETAR, PROVINSI MALUKU Robertus S.L.S, Herry S, Andri Eko A. W. Kelompok Penyelidikan Panas Bumi Pusat Sumber Daya Geologi SARI Secara umum Pulau

Lebih terperinci

BAB III ALTERASI HIDROTERMAL BAWAH PERMUKAAN

BAB III ALTERASI HIDROTERMAL BAWAH PERMUKAAN BAB III ALTERASI HIDROTERMAL BAWAH PERMUKAAN III.1 Teori Dasar III.1.1 Sistem Panasbumi Sistem geotermal merupakan sistem perpindahan panas dari sumber panas ke permukaan melalui proses konveksi air meteorik

Lebih terperinci

SURVEI MEGNETOTELLURIK DAERAH PANAS BUMI BUKIT KILI GUNUNG TALANG, KABUPATEN SOLOK, SUMATERA BARAT. Muhammad Kholid, Harapan Marpaung

SURVEI MEGNETOTELLURIK DAERAH PANAS BUMI BUKIT KILI GUNUNG TALANG, KABUPATEN SOLOK, SUMATERA BARAT. Muhammad Kholid, Harapan Marpaung SURVEI MEGNETOTELLURIK DAERAH PANAS BUMI BUKIT KILI GUNUNG TALANG, KABUPATEN SOLOK, SUMATERA BARAT Muhammad Kholid, Harapan Marpaung KPP Bawah Permukaan Survei magnetotellurik (MT) telah dilakukan didaerah

Lebih terperinci

PENENTUAN SEBARAN DAN KANDUNGAN UNSUR KIMIA KONTAMINASI LIMBAH CAIR BAWAH PERMUKAAN DI TPA CAHAYA KENCANA, KABUPATEN BANJAR

PENENTUAN SEBARAN DAN KANDUNGAN UNSUR KIMIA KONTAMINASI LIMBAH CAIR BAWAH PERMUKAAN DI TPA CAHAYA KENCANA, KABUPATEN BANJAR PENENTUAN SEBARAN DAN KANDUNGAN UNSUR KIMIA KONTAMINASI LIMBAH CAIR BAWAH PERMUKAAN DI TPA CAHAYA KENCANA, KABUPATEN BANJAR Dievy Prastika Putri 1 Sri Cahyo Wahyono 1 Tetti Novalina Manik 1 Tempat Pembuangan

Lebih terperinci